• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan kemasan antimikrobial berbahan alami untuk memperpanjang umur simpan produk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan kemasan antimikrobial berbahan alami untuk memperpanjang umur simpan produk"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KEMASAN ANTIMIKROBIAL

BERBAHAN ALAMI UNTUK MEMPERPANJANG

UMUR SIMPAN PRODUK

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Kemasan A n t i m i i b i a l Berbahan Alami untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing clan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari k q a yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Dab Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Fitriani Zainab

(3)

ABSTRACT

FITRIANI ZAINAB. Product the Development of Natural

Base

Antimicrobial Packaging Prolong the Self Life. Under direction of KRISNANI SETYOWATI and ENDANG WARSIKI.

Addition of chemical antimicrobial as a foods preservative has emerged concern of their side effects. The use of natural antimicrobial from spice-based such a betel vine, tumeric and garlic has many advantages because of its safety. However, these antimicrobial agents added directly to the food will create taste and that slightly dislike by consumer. Furthermore, direct added of the antimicrobial agents to the food is not effective indeed. It is indicated that the spoilage and pathogen microorganism grow on the surface of food product, thus this method by mixing antimicrobial agents into the whole food product is over dozes. The research is intended to develop film chitosan based, added by natural antimicrobial of betel vine, tumeric and garlic. There are three steps of activities done in this project which are: 1) the fabrication of chitosan-base antimicrobial film and its activity assay; 2) physical mechanical test of the AM film and activity test of its storage at different temperature; 3) the application of the

Ah4

film on meat ball. The result of this research showed that tumeric-base and betel vine antimicrobial had the best activity at the concentrate of 6% against E. coli, while the garlic-base antimicrobial had the highest resistant activity at the concentrate of 6% against Salmonella. Physical mechanical test of the

AM

film showed that these are potential to be developed and used as food packaging. Tumeric-base antimicrobial had activity against E. coli during 8 days of storage at temperature of 28'~, whereas betel vine-base antimicrobial had activity against E. coli during 8 days of storage at 5, 15 and 28'~. Further, garlic-base antimicrobial had activity against Salmonella during 6 days of storage at

5'~

and 8 days at 1 5 ' ~ and more than 10 days at 28'~. Qualitatively, meat ball coated by AM

film

resulted into prolong its shelf life as 2 day storage at room temperature.
(4)

RINGKASAN

FITRIANI ZAINAB. Pengembangan Kemasan Antimikrobial Berbahan Alami untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk. Dibimbing oleh KRISNANI SETYOWATI dan ENDANG WARSIKI.

Penambahan antimikroba kimiawi dalam pengawetan makanan telah banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek samping. Penggunaan antirnikroba alami dari rempah-rempah seperti d a m sirih, kunyit dan bawang putih mempunyai kelebihan karena aman untuk dikonsumsi. Selain itu, agen antimiioba yang ditambahkan langsung ke dalam produk makanan akan menimbulkan rasa

dan

sensoris yang kadang tidak disukai konsumen. Penambahan langsung juga sangat tidak efektif karena antimikroba akan mudah berdifusi dan menyebar ke seluruh bagian produk, sedangkan bakteri pembusuk dan patogen umumnya tumbuh dan beraksi hanya di permukaan makanan. Pelapisan produk dengan film yang membawa agen antimikroba akan menjadi metode yang menarik untuk dikembangkan karena dalam sistem ini, agen antimikroba ditambahkan dalam jumlah yang relatif sedikit dan hanya dilapiskan pada permukaan produk. Ketika berinteraksi dengan produk makanan, zat aktif antimikroba akan dilepaskan secara perlahan-lahan ke permukaan makanan sehingga konsentrasinya dapat dijaga dalam waktu lama.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan kemasan antimikrobial (film AM) berbahan khitosan yang ditambah dengan antimikroba alami dari ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih. Tahap penelitian meliputi: 1) pembuatan film berbahan dasar khitosan yang ditambah dengan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih serta uji aktifitas antimikroba

film

tersebut; 2) pengujian sifat fisis mekanis film AM, dan uji aktifitas antimikroba film selama penyimpanan pada berbagai suhu; 3) a p l i i i film AM pada produk pangan olahan bakso.

Aktifitas antimikoba film diuji terhadap bakteri

E.

coli, Streptococcus, SalmoneNu, dan Lacrobacillus yang merupakan kontaminan untuk produk makanan. Aktifitas antimilcroba diukur berdasarkan diameter zona bening penghambatan yang mengelilingi cakram film setelah plat d i i i b a s i selama 24 jam pada suhu

37'~.

Hasil pengujian rnemperlihatkan film AM sirih mempunyai aktifitas penghambatan terhadap semua bakteri uji dengan konsentrasi ekstrak sirih yang berbeda.

Aktifitas

penghambatan

terhadap

Streptococcus pada semua konsentrasi dengan nilai penghambatan masing-masing sebesar 1,83

mm,

1,86
(5)

Kualitas film AM yang dihasilkan dapat ditentukan dari sifat fisis mekanisnya yang meliputi ketebalan, kuat tarik, persen pemanjangan, laju transmisi oksigen dan uap air serta transparami. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) pada taraf 5% terhadap sifat fisis mekanis film AM. Film AM sirih memilii sifat fisis mekanis lebii baik dari film AM kunyit dan bawang putih, dilihat dari hasil perbandingan sebagai berikut: 1) Ketebalan film AM sirih (118,833 pn)

>

film AM kunyit (103,133 pn) > film AM bawang putih (95,050 pn); 2) Kekuatan tarik film AM sirih (180,789 kgf7cm2)

>

film

AM

bawang putih (161,218 kgt7cm2)

>

film

AM

kunyit (159,488 k@cm2); 3) Persen pemanjangan film AM bawang putih (31,11%) > film AM sirih (27,73%) > film

Ah4

kunyit (27,01%); 4) Laju transmisi uap air film AM sirih (60,345 g/m2/jam) < film AM bawang putih (79,805 g/m2/jam) < film AM kunyit (88.425 g/m2/jam); 5) Laju transmisi Oksigen film AM sirih (39,860

3 2 3 2

cm /m I24 jam) < film AM bawang putih (40,250 cm Im /24 jam) < film AM 3 2

kunyit (42,625 cm /m 124 jam). Film AM sirih, kunyit dan bawang putih yang dihasilkan dalam penelitian

ini

jika d i b a n d i i dengan film khitosan+gliserol tanpa penambahan agen antimikcoba menunjukkan bahwa film AM sirih, kunyit dan bawang putih mempunyai persen permanjangan lebii rendah clan laju transmisi oksigen lebih t i n e tetapi mempunyai laju transmisi uap air lebii rendah. Sedangkan jika dibandingkan dengan standar film umum (Japanese Industrial Standard), film AM sirih, kunyit dan bawang putih yang d i h a s i i termasuk dalam grade 2-14, hal ini menunjukkan bahwa ketiga film AM tersebut secara fisis mekanis memilii potensi untuk dikembangkan menjadi kemasan makanan.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suhu

dan

waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata pada

taraf

5% terhadap aktifitas antimihba

film

selama penyimpanan pada suhu 5,15 dan 28°C. Film AM kunyit mempunyai

aktifitas penghambatan terhadap E. Coli selama 8

hari

pada suhu 28°C.

Film AM

sirih mempunyai aktifitas penghambatan terhadap bakteri E. Coli selama 8 hari pada suhu lS°C, dan dua

hari

pada suhu 28°C. Film Ah4 bawang putih mempunyai aktifitas penghambatan tehdap SalmoneNa selama 6 hari pada suhu S T , 8 hari pada suhu 15OC,

sedangkan

pada suhu 28°C sampai

hari

kesepuluh masih menunjukkaa W t a s pengbambatan.

Hasil pengujian tahap aplikasi film AM pada produk pangan olahan bakso menunjukkan bahwa secara kualitatif pelapisan film AM dengan konsentrasi ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih 6 % dapat memperpanjang umur simpan

bakso

sampai dua

hari

penyimpanan suhu ruang, sebanding dengan bakso yang diberi bahan iambahan STTP 425%. H a d analisis

ragam

menunjukkan bahwa pelapisan film AM memberikan pengaruh yang nyata pada

taraf

5% terhadap perubahan kekerasan dan pH bakso. Film AM sirih lebih dapat meiidungi bakso daripada film AM kunyit dan bawang putih. Secara kualitatif sampai hari ketiga penyimpanan, jumlah total mikroba bakso yang dilapisi film AM sirih, kunyit

dan

(6)

Melihat kandungan senyawa aktif daun sirih, kunyit dan bawang putih maka film AM sirih dan kunyit dapat diaplikasikan pada produk-produk dan olahan dari daging, ikan, telur, keju, mielpasta dengan kombinasi perlakuan penyimpanan dinginlrefigasi untuk menggantikan pengawet kimia paraben, nitrat clan nitrit serta benzoat. Sedangkan aplikasi film Ah4 bawang putih dapat menggantikan bahan pengawet kimia golongan sulfit dan sulfur dioksida dalam pengawetan buah-buahan segar dan kering serta produk olahannya (dodo1 buah- buahan).

Hasil perhitungan biaya pembuatan bakso tanpa penambahan antimikroba adalah Rp 248,50 per butir. Biaya pembuatan bakso dengan bahan tambahan STTP 0,25% adalah Rp 253,50 per butir, atau memerlukan biaya tam- sebesar Rp 5,00 per butir. Biaya pembuatan bakso dengan pelapisan film AM sirih adalah Rp 270,00 per butir, film AM kunyit Rp 269,00 per butir dan film Ah4 bawang putih Rp 265,OO per butir. Pelapisanlcoating untuk setiap butir bakso rata-rata memerlukan tambahan biaya sekitar Rp 16,OO

-

19,OO lebii besar sekitar Rp 11,OO

-

14,OO dari biaya pembuatan bakso dengan bahan tambahan SlTP 0,25%, atau tidak memerlukan biaya tambahan yang lebih besar jika diband'mgkan dengan keamanannya.
(7)

0 Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor (IPB), tabun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undmg

1 . Dilarang mengutip sebagian atau selwuh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan p e n d i d i i , penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak memgikan kepentingan IPB

(8)

PENGEMBANGAN KEMASAN ANTIMIKROBIAL

BERBAHAN ALAMI UNTUK MEMPERPANJANG

UMUR SIMPAN

PRODUK

FITRIANI ZAINAB

Tesis

sebagai salah satu syarat untxk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi

Industri

Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul Penelitian : Pengembangan Kemasau Antimiiobial Berbahan Alami untuk Memperpanjang Umur S i p a n Produk

Nama : Fitriani Zainab

NRP : F351040061

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Disetujui, Komisi Pembiibing

Dr. Ir. &snani Setvowati Ketua

Dr. Ir. ~dda.& Warsiki. MT .4%gota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasajana IPB Teknologi Industri Perkmian

Dr.

Ir.

Irawadi Jamaran
(10)

PRAKATA

Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memperkenankan penulis menyelesaikan penelitian dan menuangkan hasilnya dalam bentuk tesis yang bejudul "Pengembangan Kemasan Antimikrobial Berbahan Alami untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk" sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasii yang mendalam kepada Rakyat Jawa Barat melalui

Bapak

Gubemur Provinsi Jawa Barat yang telah memberikan kesempatan

dan

bantuan biaya pendidikan. Ucapan terima kasih yang mendalam disampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Krisnani Setyowati dan ibu Dr.

Ir.

Endang Warsiki, MT selaku dosen pembimbiig yang telah memberikan arahan, bimbiigan dan dorongan selama penelitian dan penyusunan tesis. Ibu Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun.

Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan ke.pada kedua orangtua tercinta yang tiada henti-hentinya berdo'a untuk kesehatan dan kelancaran studi penulis, adik-adik (Firman & Rina, Fidaus & Neng, Irfan, Reni) yang tidak pernah lelah memberikan dukungan moril dan materiil, keponakan-keponakan (Zahran, Zulfan, Zidni, Najwa) dan Kenzi tersayang yang selalu memberikan kehangatan dan membangkitkan semangat, serta semua saudara

atas

dorongan semangat, dukungan dan doa yang tulus selama penulis menyelesaikan program S2. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Kepala D i Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, Bapak Ir. H. Helrni Anwar, DIAT, Ibu

Ir.

Hj. Sri Ratna Pertivi, Bapak H. Arief Santosa, SE. MSc dan Ibu Ir. Eti Mulyati,

MM

selaku atasan langsung penulis yang telah memberikan ijin dan kesempatan belajar serta dukungan moril clan materii.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Titi Chandra yang telah banyak memberikan masukan. Ibu Ega, Puriyani dan Joko yang sangat telaten memberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian. Ibu Ai atas

dorongan semangat ruhaniyah yang selalu menyejukkan hati. Sahabat-&bat Liqo (Yeni, Pita, Tri, Leni, Dewi, D i ) , rekan-rekan S2

TIP

2004, dan teman- teman kost UGM (Fitria, Rana, Ratna, Nana, Erni, Yugi, Ceuceu, Desi, Ulil) atas dorongan semangat,

persahabatan

indah dan persaudaraan yang manis selama menempuh pendidikan. Rekan-rekan Sub Dinas PHPP atas dukungan, pengertian dan dorongan semangat. Staf dan teknisi laboratorium di Departemen Teknologi Industri Pertanian serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas segala bantuan, dukungan, dorongan dan masukan yang bermanfaat sehingga penulis &pat melaksanakan penelitian sampai tersusunnya tesis ini.

Penulis berharap karya ini dapat membawa berkah dan manfaat bagi rakyat Jawa Barat khususnya, pihak-pihak yang membutuhkan dan bagi siapa saja yang membacanya Semoga dengan mengetahui sekelumit tentang pengemasan antimikrobial ini, akan menambah keimanan kita kepada Allah SWT Yang Maha Mengetahui Segala Sesuatu.

(11)

RIWAYAT

HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 5 Desember 1966 dari ayah H. Udjen Zaenudin dan ibu Hj. Lilis Juliati. Penulis mempakan anak pertama dari lima bersaudara Pada tahun 1985 penulis lulus dari SMA Muhamadiyah Kota Cirebon dan pada tahun yang sama penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidiian di Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi Tasikmalaya dan lulus

(12)

DAFTAR IS1

...

DAFTAR IS1 i

. .

...

DAFTAR TABEL 11

...

...

DAFTAR GAMBAR 111

...

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN

...

1

Latar Belakang

...

1

Tujuan Penelitian

...

3

Ruang L i u p

...

3

TINJAUAN PUSTAKA Teknik Pengawetan Makanan

...

4

Antimikroba Alami

...

6

Bawang Putih

...

8

Kunyit

.

.

...

10

Slnh

...

11

Kemasan Makanan Antimikrobial

...

14

Edible Film Antimikrobial

...

16

Khitosan sebagai Edible Film Antimikrobial

...

19

Bakso

...

20

Kajian Prospek Aplikasi Kemasan Antimikroba Berbahan Alami untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk

...

23

BAHAN DAN METODE

...

Tempat dan Waktu 35

...

Bahan clan Alat 35 Metode Penelitian

...

35

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

Pembuatan AM Film 45

...

Uji Aktititas

Ah4

Film 49 Pengkajian Sifat Fisis Mekanis

...

52

AM Film VS Film tanpa AM berbahan Khitosan

...

62

Uji Aktifitas

AM

Film selama Penyimpanan pada Suhu 5. 15 dan 2 8 ' ~

...

64

Aplikasi AM Film pada Produk Pangan Olahan

...

67

Contoh a p l i i AM film sirih, kunyit

dan

bawang putih untuk

...

produk pangan olahan bakso 79 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

...

85

Saran

...

86
(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kelompok besar mikroorganisme toksik dan pembusuk

. .

. . .

.

. .

.

. . .

5 Tabel 2. Agen antimikroba yang dapat diiorporasikan ke dalam kemasan

makanan

..

.

. .

. .

.

. .

. .

.

.

.

.

. .

.

. . .

.

. . .

.

. . . .

.

. .

.

. .

. . .

. .

.

. . .

.

. .

. .

.

. .

. .

.

. . .

. . .

.

.

15 Tabel 3. Edible film antimikrobid, inkorporasi asam-asam organik,

pediocin dan enzim

.

.

. . .

.

. . .

. .

...

.

. .

. .

. .

. .

.. .

.

.

.

.

.

. .

. .

. .

. .

...

17

Tabel 4. Syarat Mutu Bakso Daging menurut SNI No. 01-3818-1995

...

22 Tabel 5. Kemasan makanan antimikrobial dengan agen antimikroba alami

yang telah dikomersialkan

.

.

...

24 Tabel 6. D a h bahan pengawet anorganik yang diizinkan pemakaiannya

clan dosis maksimum yang diperkenankan oleh D i e n POM

...

26 Tabel 7. D a h bahan pengawet organik yang d i i i pemakaiannya

dan dosis maksimum yang diperkenankan oleh D i e n POM

...

28 Tabel 8. D a h aditif makanan yang diijinkan dipakai sebagai agen

Antimikroba dalam material kemasan

.

. . .

.

. . .

. .

. .

. .

. .

.

.

. .

.

.

. . .

.

. .

. .

. .

. .

Tabel 9. Agen antimikroba alami yang telah dihkorporasi ke dalam

bahan kemasan makanan

...

Tabel 10. Apliikasi ediblefilm antimikrobial dari khitosan

...

Tabel 11. Tiigkatan konsentrasi ekstrak sirih , kunyit dan bawang putih dalam 100 ml lamtan

film

(blv)

...

Tabel 12. Perbandingan film AM sirih, kunyit dan bawang putih dengan

film khitosan +gliserol tanpa agen antimikroba

. . .

. .

. .

..

.

..

. .

. .

. .

Tabel 13. Perbandingan

film

AM sirih, kunyit dan bawang putih dengan

dengan standar umum

. . .

.

..

. .

.

. . . .

..

. . .

.

. .

. .

. . .

.

. . .

..

. .

.. .

.

.

. .

. .

..

..

..

.

..

Tabel 14. Nilai rata-rata penerimaan panelis terhadap rasa bakso

...

Tabel 15. Nilai rata-rata penerimaan panelis terhadap aronlii bakso

.

.

.

. . .

.

.

.

[image:13.556.45.470.70.691.2] [image:13.556.57.474.73.767.2]
(14)

DAFTAR GAMBAR

[image:14.547.45.471.73.714.2]

Halaman

...

Gambar 1

.

Proses pembentukan alisin 8

Gambar 2

.

Struktu~ kimia kurkumin

...

11

Gambar 3

.

Struktur kimia karvakml dan eugenol

...

12

...

Gambar 4

.

Struktur

kimia

khitosan

20 Gambar 5

.

Diagram alir pembuatan film AM dan uji aktifitas a n h k o b a

..

38

Gambar 6

.

Diagram alir pengkajian sifat fisis mekanis AM film dan uji aktifitas film selama penyimpanan pada suhu 5. 15 dan 2 8 ' ~

...

39

Gambar 7

.

Diagram Alir aplikasi AM film pada produk pangan olahan

...

42

Gambar 8

.

Film AM kunyit, sirih dan bawang putih

...

48

Gambar 9

.

Aktifitas antimikmba

Ah4

film terhadap bakteri E

.

coli. Salmonella, Streptococcus dan Lactobacillus

...

49

...

Gambar 10

.

Histogram rata-rata ketebalan film AM 53 Gambar 11

.

Histogram rata-nta kekxatan tarik film AM

...

54

Gambar 12

.

Histogram rata-rata persentase pemanjangan film AM

...

55

Gambar 13

.

Histogram rata-rata laju transmisi oksigen film AM

...

57

Garnbar 14

.

Histogram rata-rata laju transmisi uap air film

AM

...

59

Gambar 16

.

Aktifitas AM kunyit terhadap bakteri E

.

coli pada suhu

...

Penyimpamm5. 1 5 d a n 2 8 ' ~ 64 Gambar 17

.

Aktifitas film AM sirih terhadap bakteri E

.

Coli pada suhu penyimpanan 5. 15 dan 2 8 ' ~

...

65

Gambar 18

.

Aktifitas

film

AM bawang putih terhadap bakteri Salmonella pada suhu penyimpanan 5. 15 dan 2 8 ' ~

...

66

Gambar 19

.

Kecenderungan perubahan nilai pH bakso selama 3 hari penyimpanan

...

69

Gambar 20

.

Kecenderungan pembahan nilai kekerasan bakso selama 3 hari Penyimpanan

...

70

Gambar 21

.

Kecenderungan perubahan nilai TPC selama 3 hari Penyimpanan

...

72
(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1

.

Uji aktifitas Film AM

...

93

...

Lampiran 2

.

Ketebalan film AM 94 Lampiran 3

.

Kuat tarik film AM

...

96

.

Lampiran 4

Persen

pemanjangan

film

AM

...

98

Lampiran 5

.

Laju transmisi oksigen film AM

...

100

Lampiran 6

.

Laju transmisi uap air (WVTR)

...

101

Lampiran 7

.

Transparansi film AM

...

103

Lampiran 8

.

Uji Aktifitas AM film kunyit pada suhu 5, 15

dan

2S°C

...

104

Lampiran9.UjiaktifitasAMfilmsirihpadasuh~5,15dan28~C

...

105

Lampiran 10

.

Uji aktifitas film AM bawang putih pada suhu 5. 15

dan

2S°C

..

106

Lampiran 1 1

.

Pengujian kekerasan bakso

...

107

Lampiran 12

.

Pengujian pH bakso

...

109

Lampiran 13

.

Data hasil pengamatan mikroorganisme

...

111

Lampiran 14

.

Uji organoleptik terhadap rasa bakso

...

112

Lampiran 15

.

Uji organoleptik terhadap aroma bakso

...

113

Lampiran 16

.

Uji organoleptik terhadap tekstur bakso

...

114
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk pangan yang diolah secara minimal, rasa alami, mudah ditangani dan aman secara mikrobiologi serta globalisasi perdagangan makanan, telah menghadirkan tantangan mengkaji teknik-teknik pengawetan baru menggantikan teknik pengawetan tradisional. Selain itu, penggunaan bahan pengawet sintetiklkimia berlabel food grade seperti natrium bisulfit atau natriuma benzoat dalam pengolahan makanau telah banyak menimbulkan kekhawatiran akan efek sampingnya Penggunaan bahan pengawet alami dari rempah-rempah seperti daun sirih, kunyit

dan

bawang putih mempunyai kelebian karena dianggap lebii aman untuk dikonsumsi. Sejak jaman dahulu ketiga bahan ini diyakini sebagai obat tradisional yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Kandungan bioaktif fitokimia

dari

bahan- bahan tersebut seperti fenolik dan flavanoid mempunyai efek biologi yang efektif sebagai antioksidan dan antimikroba (Dadalioglu & Evrendilek, 2004).

Dalam proses pengolahan bahan pangan, bahan pengawet sebagai agen an-oba serhgkdi ditamb* secara langsung ke dalam produk. Selain menimbulkan m a yang kadang tidak disukai oleh konsumen, diduga penambahan langsung juga tidak efektif karena bahan-bahan aktif antimikroba akan mudah berdifwi dan menyebar ke seluruh bagian produk, sedangkan kontarninasi mikroba te*p makanan umumnya te rjadi di permukaan setelah pengolahan. Sehingga penambahan langsung agen antimikroba ke dalam produk makanan bisa b e r l e b i i atau over dosis. Oleh karena itu perlu diakomodasi teknik pengawetan bahan pangan dengan menggunakan agen antimikroba alami dalam jumlah seminimal mungkin.

Pelapisan produk makanau dengan filmyang membawa agen anhikroba akan menjadi metoda yang menarik untuk dikembangkan. Dalam sistem ini, agen antimikroba ditambahkan dalam jumlah relatif sedikit dan hanya dilapiskan pada permukaan produk. Ketika berinteraksi dengan produk makanan, bahan-bahan

(17)

sehingga konsentrasinya dapat dijaga. Konsep inovatif yang dikembangkan dalam film AM ini adalah pengintegrasian teknik pengemasan dan penambahan agen antimikroba dalam satu langkah yang dikenal dengan kemasan antimikrobial atau

antimicrobial packaging.

Kemasan antimikrobial telah dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir ini, walau demikian penerapannya dalam skala komersial masih sangat jarang. Pada prinsipnya agen antimikroba dapat ditambahkan ke dalam bahan film apa saja, baik polimer sintetik maupun edible film. Sistem pelapisaa edible film

me~pztkan salah satu metode yang paling efektif untuk dikembangkan karena selain memiliki potensi sebagai penahan terhadap tekanan fisik dan perpin- massa, dan atau sebagai pembawa agen antimikroba, juga memberikan berbagai keuntungan seperti biodegredibility, biocompatibility, edibility, estetika dan meningkatkan sifat organolefiik produk (Krochta et a1.,2002). Beragam edible film yang mengandung berbagai antimikroba dari asam-asam organik, bateriocin dan enzim telah digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, dan jamur pada permukaan makanan (Cagri et al., 2003). Minyak esensial

dari

rempah seperti rosmav, oregano, cinnamon, dan garlic juga telah ditambahkan ke dalam

ediblefilm dan menunjukkan aktilitas antimikroba yang efektif melawan mikroba pembusuk dan patogen makanan. Penggunaan ekstrak rempah lainnya d i i k a n dapat dikembangkan karena prosesnya yang mudah dan aman untuk dikonsumsi.

Untuk meyakinkan keamanan film AM untuk mengemas produk pangan, dalam pembuatannya digunakan bahan edible film dari polisakarida yaitu khitosan. Menurut Darmadji & Izumimoto (1994) dalam Li ei al. (2006), khitosan mempakan pilihan yang baik untuk kemasan antimjkrobial karena dapat membentuk

film

yang kuaf tidak beracun, biodegredable, biofucfionul,

clan

biocompatible. Sedangkan menurut Buttler et al. (1996), ediblefilm dengan bahan khitosan mempunyai sifat yang kuaf elastis, fleksibel dan sulit untuk dirobek, sebanding dengan sifat mekanik polimer komersial dengan kekuatan sedang.

(18)

dicuci sebelum dikonsumsi seperti bakso. Film akan mengelupas dan larut dalam air, serta tidak akan membah rasa dan bau dari produk tersebut.

Dengan demikian pengembangan film AM berbahan khitosan yang ditambah dengan agen antimikroba dari ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih mempakan kajian yang sangat menarik untuk dipelajari. Dari kajian ini d i i k a n akan mendapatkan film AM dengan sifat fisis mekanis yang memadai

sekaligus mampu

menghambat perhunbuhan miktoba patogen

dan

pembusuk makanan serta aman untuk dikonsumsi.

Tujuan

Tujuan umum penelitian

ini

adalah untuk mengembangkan kemasan antimikrobial

(film

AM) berbahan khitosan yang ditambah dengan agen antimikroba alami dari ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih. Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan komposisi bahan dan teknologi proses produksi film berbahan khitosan yang ditambah dengan ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih.

2. Menguji aktifitas antimikroba film terproduksi terhadap mikroba patogen dan pembusuk makanan.

3. Mengkaji sifat fisis mekanis film AM terproduksi, dan uji aktifitas antimiioba film selama penyimpanan pada berbagai suhu.

4. Mengkaji aplikasi film AM pada produk pangan olahan, khususnya bakso.

Ruang Lingkup

Kajian ini menggunakan objek penelitian khitosan sebagai

bahan

edible film, d a n g k a n agen antimikroba yang ditambahkan adalah ekstrak sirih, kunyit dan bawang putih. Pengujian aktifitas antimikroba dilakukan terhadap bakteri Escherichia coli, Streptococcus, Salmonella, dan Lactobacillus.

F i

A M terpilih
(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Teknik Pengawetan Makanan

Pengawetan pangan pada prinsipnya ditujukan untuk mencegah k e d a n produk selama penyimpanan, pendistribusian, penjualan dan penggunaan oleh konsumen. Target dari pengawetan pangan adalah mikroorganisme yang dapat berkembang biak

dan

membusukkan makanan. Pengawetan juga mempunyai peranan penting dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dan toksik yang dapat menyebabkan keracunan makanan. Tabel 1 menyajikan kelompok mikroorganisme pembusuk dan toksiipatogen yang menjadi target dalam pengawetan pangan (Gould dan Russell, 1991).

Tabel 1. Kelompok besar mikroorganisme toksik dan pembusuk makanan Sifat Toksik Sel vegetatif Spora Pembusuk Gram negatif Gram positif Kamir Kapang Contoh Listeria monocytogenes Yersinia enterocolitica Vibrio parahaemoZyticus Escherichia coli Staphylococcus aureus Salmonella Clostridium botulinum Bacillus cereus Bacillus subtilis Clostridium perfiingem Pseudomonas. Acetobacter Gluconobacter Escherichia, Xmthomonas Corynebacterim, Arthrobacter Micrococcus Lactobacillus Lactococcus Streptococcus Bacillus Saccharomyces, Candida Penicillium Aspergillus Makanan terinfeksi

buah-buahan, ikan, sayuran, daging ayam, daging sapi, susu, telur

makanan kaleng

ikan, daging, minuman beralkohol, minuman ringan

sosis, daging, sayur- susu dan produk-produk susu,ikan

selai, jam

[image:19.541.51.473.275.744.2]
(20)

Keracunan makanan merupakan sejenis gastroenteritis yang disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi oleh bakteri patogen. Kasus-kasus keracunan makanan terus meningkat sepanjang tahun. Teknik pengawetan pangan yang tidak memadai dan tuntutan konsumen akan makanan yang bebas bahan pengawet kimiawi menyebabkan pertumbuhan mikroba pembusuk dan patogen tidak terkontrol. Sejalan dengan hal tersebut teknik-teknik pengawetan baru telah diiembangkan

untuk

menggantikan teknik-teknik pengawetan tradisional (pemanasan, penggaraman, pengasaman, pengeringan, pengawetan kimia). Teknik-teknik pengawetan baru yang paling banyak dikaji adalah: (i) teknologi inaktifasi non-thermal seperti tekanan hidrostatik tinggi (HHP) dan medan gelombang listrik (PEF); (ii) sistem pengemasan baru seperti pengemasan atmosfir t e r m d i i (MAP) dan pengemasan W,

(iii)

senyawa antimikroba alami; dan (iv) pengawetan secara biologis (Devlieghere et al., 2004).

Sistem pengemasan baru telah banyak berperan dalam memperpanjang urnur simpan produk makanan yang diolah secara minimal. Konsep kemasan makanan aktif adalah memberikan fungsi-fungsi tambahan dibandingkan bahan kemasan pasif tradisional yang mempunyai kemampuan terbatas untuk meliidungi produk makanan terkemas terhadap pengaruh ekstemai. Bahan kemasan aktif akan memperpanjang umur simpan produk makanan terkemas, M a t a u aman dari mikroba, M a t a u meningkatkau sifat sensoris. Salah satu

bentuk pengemasan aktif yang menjanjikan adalah inkorporasi zat-zat antimikroba ke &am bahan pengemas makanan untuk mengontrol pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan pada permukaan makanan (Devlieghere et al., 2004). Penyebab utama kerusakan pada makanan adalah pertumbuhan mikroba pada permukaan produk, maka aplikasi agen antimikroba pada bahan kemasan akan sangat berguna &am mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan produk, dengan demikian akan memperpanjang urnur simpan produk M a t a u meningkatkan keamanan mikrobial (Collins-Thompson & Hwang, 2000 dalam

(21)

Antimikroba Alami

Senyawa antimikroba adalah senyawa kimia atau biologi yang dapat menghambat pertumbuhan dan W t a s mikroorganisme. Komponen antimikroba terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan, ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, atau terbentuk selama pengolahan oleh jasad renik yang tumbuh selama fermentasi makanan (Fardiaz 1992). Antimikroba yang terdapat dalam bahan pangan dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri). Menurut Pelczar dan Chan (2005), senyawa kimia utama yang memiliki sifat antimikroba terdiri dari: (i) fenol dan senyawa fenolat; (ii) alkohol;

(i)

halogen; (iv) logam berat dan persenyawaannya; (v) deterjen; (vi) aldehid; dan (vii) kemo-sterilisator gas. Mekanisme senyawa antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan beberapa cara yaitu: (i) merusak struktur dinding sel dengan cara menghambat proses pembentukannya atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah terbentuk; (ii) mengubah perrneabilitas membran sitoplasma yang akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan atau matinya sel; (iii) mendenaturasi protein; (iv) menghambat kerja enzim di dalam sel yang mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel.
(22)

putih, dan eugenol dari cengkeh. Minyak esensial tersebut diperoleh

dari

bahan turnbuhan utama dengan cara destilisasi stim, pendinginan kilat, destilasi kering/vakum, atau dengan larutan organik volatil (Farell, 1985 &lam Nychas, 1999). Minyak esensial didef~sikan sebagai kelompok yang mempunyai bau, larut dalam alkohol dan membaur di air, terdiri dari gabungan ester, aldehida, keton, dan terpen (Nychas, 1999 dalam Hargreaves et al., 1975).

Miyak esensial

dari

rempah-rempah seperti kayumanis, mustard, bawang putih, oregano, thyme, rosemary, cengkeh, jeruk, lemon, biji anggur, almond, jeruk mandarin, bay, ketumbar, lada, getah mastic, bunga linden, lemon, sage, cumin, jintan, getah mastic, bawang merah, pala, achiote, bawang merah, cinnamon, origanum, cengkeh, pimenta, lada dan allspice telah didokumentasikan oleh Nychas (1999). Minyak-minyak esensial tersebut menunjukkan aktifitas antimikroba terhadap bakteri gram positif dan gram negatif seperti Pseudomonas jluorescens, P. ?a@,

P.

aeruginosa Staphylococcus aureus, Serratia marcescens, Aerobacter aerogenes, Echeria coli, Salmonella enteritidis dan S. thypymurium, Listeria monocyfogenes, Aeromonas hydrophila, bacillus subtilis, Clostridium botulinum, Cl. sporagenes, Cl. perfringens, Alcaligenes, dan lain-lain Kapang dan khamir seperti Penicillium chrysogenum, Aspergillus niger, Asp. ochraceus, Asp. jlflav R&zopus sp, Mucor sp

dan

lain-lain Diantara minyak esensial tersebut yang mempunyai spektrum efektifitas antimikroba luas adalah thimol dari tanaman thyme dan afegano, sinamat aldehida dari kayumanis dan eugenol dari bunga cengkeh. Aktifitas antimikroba dari minyak esensial ternbut karena kandungan senyawa fenolik tennasuk abietan diterpen, wnosol dan asam ursolii. Menurut Shelef (1983) dalam Nychas (1999), senyawa antimikroba utama dari minyak esensial rempah-rempah adalah senyawa fenolik. Hasil penelitian Katayama dm Nagai (1960) &lam Nychas (1999) menyimpulkan bahwa senyawa aktif dalam minyak esensial seperti eugenol, karvakrol, isobomeol, thimol, vanilin dan salisilaldehida merupakan senyawa fenolik. Sedangkan menurut Dadalioglu dan Evrendilek (2004) dalam Seydim dan Sarikus (2006), rempah kaya akan senyawa fenolik dan flavonoid, senyawa-senyawa tersebut menunjukkan
(23)

Bawang Putih

Bawang Putih (Allium sativum Linn) termasuk dalam famili Amqllidaceae. Bawang putih mengandung minyak atsiri, kdsium, saltivine, sulfur, protein, lemak, karbohidrat, fosfor, besi, kalium, selenium, scordinin, serta vitamin A,B, dan C (Syamsiah & Tajudin, 2006). Senyawa dalam bawang putih dibedakan menjadi dua yaitu senyawa larut minyak dan senyawa larut air. Senyawa larut minyak antara lain sulfida, seperti dialii sulfida @AS), dialil disulfida (DADS), dialil trisulfida, alil metil trisulfida, dithiis, dan ajone. Sedangkan senyawa larut air merupakan turunan sistein seperti S-alilsistein (SAC), S-alil merkaptosistein (SAMC), S-metilsistein, dan turunan gamma- glutamil sistein. Senyawa larut air lebii stabil dibanding senyawa larut minyak (Amagase, 2001 dalam Suharti, 2004). Miyak esensial bawang putih yang diekstrak dari umbi bawang putih menggunakan distilasi uap temtama terdiri dari dialil disulfida (60%), dialil trisulfida (20%), alil propil disulfida (16%), dietil disulfida, alil metil trisulfida, vinildithiins, ajone, serta dialil triosulfida/alisin dalam jumlah sedikit (0,l-0,5%) (Warade & Shinde, 1998 &lam Seydim dan Sarikus, 2006).

Senyawa aktif di dalam bawang putih yang diduga mempunyai aktifitas antimikroba adalah alisin (Sdialil-thiosulfida). Alisin mempakau senyawa sulfur, tidak terdapat pada umbi bawang putih yang utuh tapi dalam bentuk asam amino non protein yaitu dim (S-alil sistein sulfoksida) dan tidak memiliki sifat antimikmba. Pada saat umbi dihancurkan, enzim a l i i i

akan

mengkatalis aliii menjadi piruvat, amonia dan asam alii sulfenik yaitu dua molekul yang secara spontan bereaksi membentuk alisin. Pada destilasi stim dengan tekanan atmosfir, alisin akan terdekomposisi menjadi dialil thiosulfida dan sulfida-sulfida lainnya. Alisin tidak tahan terhadap pemanasan dan tidak stabil dalam pelarut organik @ewick, 2003).

(a)

0 H

1 alllil'ase

5'

,,.. , s .\,.-,. . c ..

2 . .;.: NH -H,O- .;. :. ~ . . 5. .. ...-.d rapyruvale + 2NH3

\

2 [image:23.541.42.470.37.770.2]

C O O H

(24)

Pemanfaatan bawang putih sudah sejak zaman dahulu, temtama di daerah Mediteranea digunakan sebagai obat untuk penyakit pemt (infeksi kronis pada pemt, disentri, demam tifoid, kolera, dan lain-lain), bahkan untuk obat arteriosklerosis dan hypeme (sukar bemafas) (Guenther, 1952). Bawang putih juga dapat digunakan untuk mencegah infeksi lanjut pada penyakit batuk, dan sebagai desinfektan untuk sejumlah penyakit (Farrel, 1985). Hasil penelitian

(25)

Kunyit

Kunyit (Curcuma domestics, Val.) mempakan salah satu tanaman rempah dan obat termasuk famili Zigiberaceae. Kunyit berasal daxi bahasa arab kurkum yang artinya kuning. Kunyit biasa digunakan sebagai bumbu pada masakan, juga sering dimanfaatkan sebagai ramuan obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Secara turun temurun, kunyit dikenal sebagai zat pewarna untuk berbagai bahan makanan dan industri tekstil. Saat ini kunyit sudah dimanfaatkan secara luas oleh industri makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, dan tekstil. Kunyit kaya akan minyak atsiri yang dapat mencegah keluamya asam lambung b e r l e b i i dan mengurangi gerak usus terlalu kuat, selain itu juga dapat menyembuhkan penyakit hati dan saluran empedu. Rimpang kunyit yang tua mengandung kurkumoid lo%, minyak atsiri 3-5%, karbohidrat 65%, protein 8%, lemak lo%, serat 7%, dan sisanya terdiri dari vitamin A, B, C, dan garam-garam mineral (Farell, 1990).

(26)

menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Kurkumin tidak larut dalam air dan eter tetapi larut dalam pelarut organik seperti etil asetat atau alkohol.

Gambar 2. Struktur kimia kurmumin.

Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa kunyit mengandung antimikroba Ramprasad dan Sirsi (1956) melaporkan bahwa kurkumin dalam konsentrasi tertentu dapat bersifat antibakteri. Suwanto (1983) melaporkan bahwa bubuk rimpang kunyit sebesar 2 g/L bersifat bakterisidal terhadap bakteri BaciNus subtilis, Lactobacillus acidophilus

dan

Staphylococcus aureus, sedangkan bakteri Streptococcus faecalis dan Salmonella gallinarum terhambat pertumbuhannya pada konsentrasi 4 g/L dan E. coli pada konsentrasi 7 g/L. Lukman (1985) menegaskan sifat bakterisidal bubuk kunyit terhadap bakteri gram positif yaitu Lactobacillus fermentum, L. bulgaricus, Bacillus cereus, B. megeterium

dan

B. subtilis dengan waktu kontak 168 jam. Sedan&an Suoanti (2007) melaporkan bahwa ekstrak metanol kunyit dapat menghambat perhmbuhan bakteri Salmonella ryphimurium pada konsentrasi 10%.

S i h

(27)

minyak atsiri yang dikandungnya. Kandungan minyak atsiri daun sirih berkisar antara 0,7 - 2,6% yang sebagian besar (6040%) terdiui dari fenilpropana, yaitu: o-hidroksiiavikol, kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol, karvakrol, sineol, p-simol, terpinen dan seskueterpen. Selain itu juga mengandung 0,8

-

1,8% enzim diastase, tanin, gula dan arnilum (Guenther, 1949). M i y a k atsiri daun sirih mempunyai rasa getir, berbau wangi dan larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter

clan

kloroform, serta tidak larut dalam air. Senyawa kavikol dan estragol merupakan ester yang dapat digunakan untuk pembuatan parfum, flavor pada makanan dan obat. Senyawa karvakrol bersifat sebagai desinfektan dan antifungi. Senyawa eugenol dan metil-eter-eugenol &pat digunakan untuk mengurangi rasa sakit gigi, sedangkan tanin digunakan untuk penyakit perut (Windholz, 1983 dalam Sukarminah, 1997).

Gambar 3. Struktur kimia a) karvakrol dan b) eugenol.

(28)

pengobatan tersebut dikarenakan adanya minyak atsiri dengan kandungan komponen fenolik seperti : kavikol, kavibetol, karvalcrol dan eugenol. Komponen fen01 tersebut mempunyai daya antiseptik yang sangat kuat.

Dengan adanya aktifitas antimikroba tersebut, daun skih diharapkan juga bermanfaat dalam bidang pangan. Pemanfaatan daun sirih dalam bidang pangan diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan aditif pangan yang mempunyai fungsi sebagai antimikroba

alami clan

dapat menghambat pertumbuhan

mikroba

penyebab kerusakan pangaa Penelitian terhadap aktifitas antimikroba dam sirih dalam dunia pangan akhir-akhir ini mulai diiembangkan, baik terhadap terhadap mikroba patogen dan perusak makanan maupun aplikasmya pada produk pangan. Sukarminah (1997) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun skih hijau &pat menghambat pertumbuhan mikroba perusak

clan

patogen makanan. Jenie et al. (2001) dalam Sugiastuti (2002) yang mempelajari aktifitas antimikroba ekstrak daun sirih terhadap

5

bakteri patogen makanan (Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Salmonella typhimurium, Escherichia coli dan Listeria monocytogenes) dan 8 mikroorganisme perusak makanan (Lactobacillus plantarum, Pseudomoms aeruginosa, P. jluorescens, Bacillus stearothermophilus, Penicillium rubrum, Aspergillus niger, Candida utilis dan Sac:haromyces cerevisiae) melaporkan bahwa ekstrak utuh dam sirih hijau dapat menghambat semua bakteri patogen dan perusak ma- Penelitian Dewi (1998) yang menggunakan metode ekstraksi air dengan perebusan pada suhu 100'~ selama 1 jam, melaporkan bahwa ekstrak panas dam sirih dengan konsentrasi 1:2 sudah dapat menghambat Pseudomoms jluorescens, Bacillus stearothermophilus, B. aeruginosa, Aspergillus niger

dan

Candida utilis. Hasil penelitian Arka (1995) melaporkan bahwa f i l m daun sirih segar sebesar 25% dan 50% secara efektif dapat meningkatkan keamanan dan

kualitas daging ayam boiler selama 9 hari penyimpanan pada suhu S°C. Hasil

ini

ditunjang oleh penelitian Astusti (1997) yang melaporkan bahwa bubuk dam sirih 2% dan 4% (blb) yang dilumurkan pada daging sapi segar dan disimpan dingin dapat menghambat Staphylococcus aureus selama 9 hari. Sugiastuti (2002)

melaporkan bahwa ekstrak etanol daun sirih 1%

@/b)

dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan perusak makanan pada daging sapi selama 9
(29)

Kemasan Makanan Antimikrobial

Kemasan makanan antimikrobial adalah suatu bentuk kemasan aktif, mempakan sistem pengemasan yang memungkinkan untuk m e m b u a menghambat atau membatasi mikroorganisme pembusuk dan patogen yang mengkontaminasi pangan atau bahan pengemas itu sendiri (Appendini & Hotchkiss, 2002). Menurut Han (2003), fungsi antimikrobial yang baru ini bisa didapat dengan menambahkan agen a n t i m i i b a ke dalam sistem pengemasan danlatau menggunakan polimer antimikrobial yang telah memenuhi syarat pengemasan konvensional. Ketika sistem pengemasan makanan diberi aktifitas antimikroba, bahan pengemas akan membatasi atau menghalangi mikroba untuk tumbuh pada permukaan makanan, dengan demikian

akan

memperpanjang umur simpan dan me~ngkatkan keamanan mikrobial produk tersebut. Tujuan utama sistem pengemasan pangan antimikrobial adalah: (i) jaminan keamanan, (2) pemeliharaan kualitas (3) memperpanjang umur simpan, yang mempakan kebalikan urutan dari tujuan utama pada sistem pengemasan konvensional. Saat ini, keamanan pangan adalah sebuah isu besar sehingga pengemasan antimikrobial akan dapat berperan dalam jaminan keamanan pangan tersebut (Han, 2003).
(30)
[image:30.541.32.474.77.636.2]

Tabel 2. Agen antimikroba yang dapat diinkorporasi ke dalam bahan kemasan

Agen antimikroba

Asam-avam Organiklrmhidrid :

Propionik, be-at, sorbat, asetat, laktat, malat

Gas anorganik : Sulfur dioksida, klorine dioksida

logam: perak

Fungisida: Benomil, imazalil

Bokteriocin: Nisin, pediocin, laktisin

Enzim: Lisozim, glukose oksidase

Agen penghelat: EDTA

Rempah: asam sinamat, kafeat,

pkumarin, Horseradish

(alilisothiosianat)

minvak fiensial leks@& tumbuhan): ekseak biji angur, hiiokitiol, serbuk bambu, Rheum

palmatum, ekstrak copti; chinesis Pmben: Propilparaben,

etilparaben

Senyawa lain: Heksametil-

I

enetetramin

Keteranean: EVA (ethvlene vim1 acetat6 density ~olyethyle~e);. PS @&styrene);

plyolefin khamir, kapang, bakteri PolimerEilm

Edible film, EVA, LDPE

polyolefin LDPE

Ediblefilm, selulosa, LDPE

selulosa asetat, PS,

Edible film Edible film NylonPE, selulosa Mihrganisme Target khamir bakteri khamir

bakteri gram positif

bakteri gram negatif khamir, kapang, bakteri

LDPE, selulosa

I

aerob

J; LLDPE (linear low density polyethylene); LDPE (low PE @olyet&lene)

khamir, kapang, bakteri

Clay-coating, selulosa, LDPE

LDPE

Sumber: Appendini danHotchkissb (2002)

khamir

kapang, anaerob dan

Asam-asam organik seperti paraben, asam benzoat, asam sorbat, asam

propionat, asam asetat, asam laktat, asam lemak medium, dan campumnnya memiliki aktifitas antimikroba yang kuat dan telah digunakan sebagai pengawet makanan, pensanitasi zat kontak dan bahan kemasan. Benomil dan imazalil telah digabungkan ke dalam plastik film dan menunjukkan aktifitas anti jamur. Etanol

memiliki aktifitas antimikroba yang

kuat,

tetapi

ti&

cukup

untuk

menghambat pertumbuhan ragi. Bakteriocin seperti nisin, lakticin, pediocin, diolokocin, dan propionicin menunjukkan aktifitas antimikroba terhadap mikroorganisme

pembusuk dan patogen. Beberapa ekstrak tumbuhan seperti biji anggur, kayumanis, mustard, horseradish, cengkeh, rosemary, bawang putih, dan oregano telah ditambahkan ke dalam sistem pengemasan makanan dan menunjukkan

aktifitas antimikroba yang efektif melawan bakteri pembusuk dan patogen. Uap

etanol, kholin dioksida, Alilisothiosanat, hinokitiol, dan ozon telah digunakan dalam bahan kemasan makanan

dan

menunjukkan aktifitas antimikroba yang
(31)

efektif menghambat pertumbuhan jamw dan bakteri (Han, 2003). Antioksidan &pat dimasukkan ke dalam bahan kemasan untuk menciptakan atmosfer anaerobik di dalam kemasan, dan akhimya akan melindungi makanan dari serangan mikroba pembusuk aerobik seperti jamw (Han, 2003).

Bagi sebagian besar konsep kemasan antimikrobial, kontak intensif antara bahan aktif dengan produk makanan diperlukan. Oleh karena it& aplikasi yang potensial untuk makanan adalah kemasan makanan harnpa

udara,

atau inkorporasi senyawa antimikroba ke dalam edible filmlcoating yang diaplikasikan dengan penetesan atau penyemprotan pada makanan (Collins-Thompson & Hwang, 2000

dalam Devlieghere et al., 2004).

Ediblefilm Antimikrobial

Edible film adalah suatu lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, penyikatan atau penyemprotan, berfungsi sebagai penahan terhadap perpindahan massa (kelembaban, oksigen, aroma, zat terlarut) clanlatau sebagai pembawa bahan tambahan makanan (pewarna, vitamin, nutrisi, antimikroba, antioksidan) untuk mempertahankan kualitas makanan (Krochta et al., 1994). Menurut Kittur et al. (1998), edible film telah digunakan untuk mengontrol pertukaran gas (02, COz, dan etilen) antara produk makanan dengan l i i a n sekitar atau antar komponen makanan. Edible film juga dapat digunakan untuk mengontrol perubahan fisiologi, mikrobiologi, dan fisikokimia produk makanan, sehingga memperpanjang umur simpan serta meningkatkan kualitas dan keamanan pangan.

Pelapisan atau coating produk makanan dengan edible film antimikrobial

setelah pengolahan dapat menghasilkan lapisan rintangan fisik ekstra yang juga mengandung antimikroba (Krochta dan Jhonson, 1997 dalam Han, 2003). Menurut Cuppett (1994), ediblefilm disamping sebagai penghambat yang kuat terhadap transmisi oksigen dan uap air, juga

dapat beaindak

sebagai pembawa antimikroba untuk menghambat pertumbuhan khamir, kapang dan bakteri selama penyimpanan dan distribusi produk makanan sehingga dapat memperpanjang

umur

(32)

Berbagai Edible film antimikrobial telah dikembangkan untuk mengontrol pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen yang mengkontaminasi permukaan produk setelah proses pengolahan (Cagri et al., 2003). Berbagai penelitian tentang

edible film berbahan protein, polisakarida, dan lemak serta beragam agen antimikroba yang telah atau berpotensi diinkorporasi pada edible film telah dilaporkan dapat menghambat mikroorganisme pembusuk dan patogen, serta meningkatkan umur simpan makanan. Siragusa

clan

Dickinson (1993) melaporkan bahwa pembungkus alginat yang mengandung asam-asam organik dapat menurunkan pertumbuhan Listeria monocytogenes, Salmonella typhimurium dan Escherichia coli 0157:H7. Minyak esensial oregano dan garlic yang ditambahkan ke dalam edible film WPI terbukti dapat menghambat pertumbuhan E. coli, L. Monocytogenes, Salmonella enteritidis, Staphylococcus aureus, dan Lactobacillus plantarum (Seydim & Sarikus 2006) melaporkan bahwa nisin yang ditambahkan ke dalam ediblefilm campuran glukomanan dan

khitosan dapat menghambat aktifitas bakteri patogen &an E. coli, S. aureus, L. monocytogenes dan Bacillus cereus &i et al., 2006). Sedangkan Cagri et al.

(2003) menunjukkan bahwa ediblefilm WPI yang mengandung asam sorbat atau p-asam aminobenzoat dapat menghambat pertumbuhan L. Monocytogenes pada hot dog selama 42 hari penyimpanan refrigasi. Coating film zein yang mengandung nisin (1.000 IU/g) atau kalsium propionat (1%) dapat menurunkan populasi L. Monocytogenes pada daging ayam selama 30 hari penyimpanan refrigasi (Janes at al., 2002). Penghambatan L. monocyiogenes sempurna

pada daging ayam, kalkun dan sapi didapatkan dengan menambahkan pediocin atau nisin pada edible film selulosa (h4ing et al., 1997 dalam Quintavalla dan Vicini, 2002 ). Zhuang et al. (1995) telah mengkaji kemampuan edible film

(33)
[image:33.547.38.483.73.729.2]

Tabel 3. Edible jilm antimikrobial, inkorporasi asam-asam organik, pediocin dan

antimicrobial activity)

Sumber: Cagri et al. (2004)

I

nisin

enzim Edible Film MC MCikhitosan HF'MC selulosa khitosan pati alginat cascin WPI soy protein isolate

corn zein

wheat gluten

media fospa~

(

L monocyrogenes

MedialMakanan buab-buahan kering Taiwan kultur media kultur media kultur media kultur media kultur media kultur media kultur media tomat kultur media daging matang dagingolahan air

kultur medii kultur media

a w n

daging sapi

ikan pepaya

kultur media, bologna, irisan sosis hot dog fospat b g e r

kultur media

kultur media

susu ayam RTE keju kultur media kultur media jagung manis kultur media sodium fospat kulturmedia makanan model jagung manis sodium fospat Agen Antimikmba asambenzoat

asam bermat, asam sorbat

potasium sorbat dengan asam lemak nisin

potasium sorbat dengan asam palmitat

asam benzoat, asam sorbat

potasium sorbat dengan asam lemak nisin

potasium sorbat, asam asetat

nisin pediocin

asam asetat, propionat, laurat asam asctat, pmpionat

asam laktat, sitrat

asam asetat

potasium sorbat

asam lalitat

glukose oksidase

asam sorbat

pasam aminobenzoat dengan asam

asctat, potasium sorbat dengan asam laktat, asam asetai, asam laktat nisin

n i s i dengan EDTA, lisozim dengan EDTA, pmpil p a r a h

sin

nisin sin

potasium sorbat

asam laurat

sin dengan asam laurat dan EDTA

asam sorbat nisin, lisozim nisin

asam sorbat

asam sorbat asam sorbat nisin

Keterangan: MC (rnefhylcellulose). HPMC (hydropro~lmefhylceIlulose), NT (nor fesredjor

Milrroorganisme target

Zygosaccharomyes rouxii.

Z m l l i r

Penicillium nofaturn, Ahodoforula

NT

Micrococcus lufeus

NT

P. nofaturn Rhodoforula

M luteus

Salmonella Montevideo

Lirferia innoma, Sfaphylococcllr aureus Lirferia monacyfogenes Locfobacillus sakei, Serrafia liquefaciem

NT

NT

L monocytogenes

Ercherichia coli 0157:H7, Salmonella typhimurium

E. coli 0157:H7, S. lyphimwium,

L. monocytogenes

E. coli 0157:H7, S. fyphimurium,

L. monayfogenes NT

Staphylococcus r m i i , Aspergillus niger

L. monocyfogenes, E coli 015TH7, S. ryphimrium DT104

L. monocytogenes

Brochofhrix fhermosphacfa S. fyphimruium, E coli,

L monocytogenes, X aureus hfobacillusplanfarum

L monocytogenes

L. monoqtogenes S aurevs L. planIarum

Salmonella enterifidis,

L. rnonocyIogenes L. monocyfogenes L. planfarum NT NT P. nofafum

L. monayfogenes

(34)

Menurut Cagri et al. (2004), manfaat utama dari ediblefilm antimikrobial adalah agen antimikroba di dalam film dapat secara spesifik ditargetkan untuk kontaminan pada permukaan makanan pasca pengolahan, dengan mengontrol tingkat difusi antimikroba ke dalam produk. Ediblefilm disamping berfindak sebagai penghambat yang kuat terhadap transnisi oksigen dan uap air, juga mernpunyai kemampuan untuk mengontrol tingkat d i h i agen antimikroba (Cuppett, 1994). Kemampuan ini telah dipelajari oleh dua tim peneliti, Guilbert et

al. (1985) serta

Giannakopoulus & Guilbert (1986) dalam Cagri et.al(2004) yang mengevaluasi difusifitas asam sorbat

dari

film casein dengan menggunakan beberapa model. Asam laktatcasein film yang mengandung asam sorbat diuji pada permukaan pepaya yang d i i i b a s i dengan Staphylococcus rouxii dan Aspergillus niger. Film casein dapat mempertabdan 30% kadar asam sorbat setelah 30 hari penyimpanan pada kelembaban relatif 95%. Hal ini menunjukkan bahwa matriks edible film dapat menahan antimikroba dan mengurangi difusi selama penyimpanan.

Ediblefilm antimiiobial yang dibuat dari bahan polisakarida, protein dan lemak memilii berbagai keuntungan diantaranya dapat diuraikan secara biologis (biodegredibility), kompatibel secara biologis (biocompatibility), dapat dimakan (edibility), estetika dan dapat meningkatkan sifat organoleftik produk (Krochta et al., 2002). Dalam pengembangan edible film antimikrobial pemilihan agen-agen aktif yang digunakan juga terbatas untuk senyawa-senyawa yang dapat dimakan, karena senyawa-senyawa tersebut hams dikonsumsi bersama-sama dengan lapisan edible fildcoating dan makanan (Quintavalla & Vicini, 2002). Senyawa antimikroba alami seperti nisin dan lisozim telah ditambahkan ke dalam edible film dan aman diionsumsi oleh manusia (Cagri et al., 2004). Edible film yang mengandung agen antimikroba telah terbukti dapat secara efektif menghambat rnikroorganisme patogen dan pembusuk pada beragam produk makanan, bahkan ketika kemasan produk tersebut dibuka oleh konsumen dan terkontaminasi lagi.

Khitosan sebagai Edible Film Antimikrobial

(35)

terbukti tidak beracun, dapat didegradasikan secara biologis (biodegradable), kompatibel secara biologis (biocompatible), mempunyai fungsi biologis (biofunctiod), dan bersifat kationik kuat. Khitosan telah lama digunakan sebagai edible Jim dan bahan alami untuk pharmaceutical, medical, pembungkus kertas,

dan

industri pengolahan pangan (Sanford 1989). Penggunaan khitosan sebagai pelapis pelindung antara lain sebagai pelapis semipermiabel terhadap pembahan

fisii

kimia pada sayuran dan

buah

selama penyimpanan.

Gambat 4. Struktur kimia khitosan.

Khitosan mempakan senyawa kimia yang mudah menyesuaikan diri, hidrofilii memiliki reaktifitas kimia yang tinggi (karena mengandung gugus OH dan atau gugus NH2) menyebabkan mampu mengikat air dan minyak, sehingga khitosan dapat digunakan sebagai bahan pengental atau pembentuk gel yang sangat baik, sebagai pengikat, penstabil dan pembentuk tekstur (Brzeski, 1987). Khitosan adalah flokulan dan koagulan yang baik, mudah membentuk membran atau

film.

serta membentuk gel dengan anion bervalensi ganda (Anonim, 1978). Hoagland dan Parris (1996) mengemukakan alasan dalam membuat film dengan bahan dasar khitosan adalah: (i) Khitosan m e ~ p d c a n turunan khitin, polisakada paling banyak di bumi setelah selulosa; (ii) Khitosan dapat membentukfilm dan

membran dengan baik; dan (ii) Sifat kationik selama pembentukan iih merupakan interaksi elektrostatik dengan anionik. Film dengan bahan khitosan mempunyai sifat yang kuat, elastis, fleksibel dan sulit untuk dirobek sebanding dengan polimer komersial dengan kekuatan sedang (Buttler et al., 1996).

(36)

dengan atau tanpa penarnbahan asam laurat atau sinamat aldehida dapat menunda atau menghambat pertumbuhan bakteri Enterobacteriaceae, Lactobacillus saki

dan Serratia liquefacien pada pemukaan daging dengan kemasan hampa udara, selama 7 hari penyimpanan suhu 4 ' ~ . Coma et al. (2001) dalam Cagri et al. (2004) juga melaporkan bahwa film antimikrobial khitosan yang mengandung 1% asam dapat menghambat Listeria innocua dan L. rnonocytogenes pada media

labomtorium

dengan sampel keju. Zivanovic (2005) melaporkan bahwa film antimikrobial khitosan dengan inkorporasi minyak esensial oregano &pat menurunkan L. monocytogenes dan E. Coli. Kanatt et al. (2008) juga telah melaporkan bahwa film antimikrobial khitosan yang ditambah dengan mint efektif menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif.

Bakso

Bakso m e ~ p a k a n salah satu produk olahan pangan yang sangat populer. Banyak orang menyukainya dari an&-anak sampai orang dewasa. Bakso tidak saja

hadir

dalam sajian seperti mi bakso atau mi ayam tetapi juga biasa d i j a d i i bahan campuran dalam berbagai masakan lain seperti nasi goreng, mi goreng, cap cay, dan aneka sup. Bakso merupakan produk gel dari protein daging baik daging sapi, ayam, ikan maupun udang, berbentuk bulat seperti kelereng dengan berat 25- 30 gram per butir. Bakso dibuat dari daging giling dengan bahan tambahan utama garam dapur (NaCl), tepung tapioka dan bumbu. Setelah dimasak, bakso memiliki tekstur kenyal sebagai ciri spesifiknya.
(37)

Tabel 4. Syarat Mutu Bakso Daging menurut SNI No. 01-3818-1995

Berbagai penelitian untuk memperpanjang umur simpan bakso dengan menambahan bahan pengawet atau antimikroba yang dapat menggantikan formalin telah dilakukan, baik antimiiba yang sintetik food grade maupun yang

alami. Yovita (2000) dan Surjana (2001) melakukan penelitian untuk memperpanjang umur simpan bakso sapi dengan menambabkan antimikroba sintetik food grade seperti Natrium bisulfit, Na-benzoat, Na-metil sulfit, Na- propionat, Na-karbonat, metil paraben, asam sorbat, asam sitrat, kalsium propionat, dan silikon dioksida. Sedangkan Angga (2007) menggabungkan antimiioba sintetik food grade tanin, asam laktat, Na-metabisulfit dengan antimikroba alami dari daun jambu biji dan khitosan.

Normal, khas daging

9 10

Raksa

(Hg)

Cemaran arsen (As) Cemaran mikroba Angka lempeng total Bakteri berbentuk koli

Escherichia coli

Enterococci

Clostridium per-ingens Salmonella

Staphylococcus aureus

mgtkg mg/kg Kolodg ApWg -@Wg kolodg kolodg

-

kolodg

Maks 0,03 Maks 1,0 ~ a k s lxloS Maks 10 1 3

[image:37.541.34.478.74.685.2]
(38)

Kajian Prospek Aplikasi Kemasan Antimikrobial Berbahan Alami untuk Memperpanjang Umur S i p a n Produk

Aplikasi Kemasan Antimikrobial Secara Umum

Beberapa aplikasi kemasan antimikrobial untuk produk makanan telah dikomersialkan. Di Jepang penggunaan zeolit, alilisitiosianat yang berasal dari ekstrak mustard atau horseradish, dan hinokitiol untuk

bahan

kemasan makanan telah masuk dalam regulasi dan dinyatakan aman dan efektif. Zeolit pensubtitusi perak mempakan agen antimikroba paling umum yang digabungkan ke dalam

plastik poliethilen, polipropilen, poliester, Nlon dan butadien stiren pada konsentrasi 1-3%'

dan

dilaminasi sebagai suatu lapisan tipis (3-6 pm) pada permukaan makanan. Aplikasi kemasan ini untuk produk ikan, daging dan sayuran segar (Brody et al., 2001). Pada tanggal 9 Juni 2000, AglONTM Silver Ion Technology mendapatkan pengesahan dari Food and Drug Administration (FDA) untuk penggunaan semua tipe polimer untuk makanan di pasar USA. Di USA telah dipasarkan penggunaan triclosan (5-chloro-2-(2,2-dichlorophenoxy)phenol)

oleh Microban Products Co., sebagai agen antimikroba yang digabungkan pada poliolefin untuk kantong makanan. Penggunaan triclosan (TIP) untuk aplikasi pada kemasan makanan ini juga telah diijinkan di negara-negara UN Eropa oleh SCF (Scientijic Committee for Food) dalam sepuluh daftar tambahan monomer clan aditif untuk kemasan yang kontak dengan makanan dengan kendala kuantitatif terhadap migrasi 5 mgkg makanan (Quintavalla & Vicini, 2002). Di Australia, sulfur dioksida dari pad yang mengandung kalium metabisulfat telah digunakan untuk pengawetan anggur. Klorin dioksida telah diijinkan oleh FDA untuk digunakan pada daging yang tidak diolah dengan konsentrasi tidak boleh melebihi 2.71 &cm2 dalam klorit pada film kemasan LDPE.

(39)

kelembaban (karbon dioksida) untuk produk roti, cake, jam dan daging kemasan. Glukose oksidase yang dibungkus dalam lembaran plastik polivinil, pati dan casein digunakan untuk meningkatkan adhesif permukaan film.

Tabel 5. Kemasan makanan antimikrobial dengan agen antimikroba alami yang telah dikomersialkan

Alilisothiosianat Glukose oksidase Uap etanolhinokitiol

I

veriiais Sumber : diadaptasi dari Bordy et al. (2

Bipka Ethicap Neeamold I

i Karbon dioksida

Freyek OitechTM FreshpaxTM

Bioka LTD

Freund

Perusahaan Produsen

labels, sheet (Jepangf Sachet (Finland)

Aplikasi untuk

Nippon Kayaku Sachet (Jepang)

01) clan Appendiii & Hotchkiss (2002) Lintec Cornration

I

Pressure sensitive

Aplikasi Agen Antimikroba

Berbagai agen antimikroba telah dikembangkan dan digunakan secara luas dalam pengawetan makanan. Agen antimikroba kirniawi seperti asam organik, fungisida, alkohol dan antibiotik adalah bahan yang paling banyak digunakan dalam industri. Untuk menggunakan agen anthikroba dalam produk pangan, farmasi, dan kosmetik, sebuah industri harus mengikuti pedoman dan aturan negara di tempt mereka akan rnenggunakannya. Hal ini termasuk penggunaan sebagai bahan tambahan dalam kemasan makanan antimikrobial, hanya agen yang disetujui oleh badan yang berwenang atau diberitahu

untuk

digunakan dalam kadar konsentrasi yang aman, peningkatan atau penjagaan keamanan pangan dalam penggunaan antimikroba kimiawi, antioksidan, produk bioteknologi, p o l i e r antimikrobial, antimikroba alami, dan gas

(Han,

2003). Sebagai contoh FDA (Food and Drug Adminisration) di Amerika Serikat, NHMRC (National Health and Medical Research Council) dan FAA (Food Additives and Contaminant Committee) di Australia. Di Indonesia penggunaan agen antimikroba @ahan pengawet) diatur oleh Undang-Undang RI No 7 Tahun 1996 tentang Pangan

dan

wewenang pengawasannya diberikan kepada Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sedangkan sebagai pelaksana tugas pengawasan ditunjuk Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Pangan (Dirjen POM).
(40)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MenkeslPer/IX/1988, bahan pengawet (antimikroba) merupakan Bahan Tambahan Makanan (BTM) yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan Tambahan Makanan dapat berupa bahan alami ataupun sintetis (bahan

Gambar

Tabel 2. Agen antimikroba yang dapat diiorporasikan ke dalam kemasan .. . . . . . . .
Gambar 1 . Proses pembentukan alisin
Tabel 1. Kelompok besar mikroorganisme toksik dan pembusuk makanan
Gambar 1. Proses pembentukan alisin.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model stimulasi terpadu melalui strategi dengan metode ceramah, metode tanya jawab, metode penugasan. Metode ceramah dilakukan di awal pembelajaran dengan memberikan

Tujuan dari ditulisnya skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan hasil penelitian yang berjudul “Tradisi Musik Keroncong Tugu Sebagai Identitas Budaya Masyarakat Kampung Tugu,

[r]

(Pasal 70 ayat (2): Bedah mayat hanya dapat dirakukan oleh tenaga kzse- hatan yang mempunyai keahtian t{an kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma ydng

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menggunakan perhitungan Inde- pentent T-test, diperoleh kesimpulan bah- wa hipotesis dalam penelitian ini diterima

Penulis.. Implementasi Model Pembelajaran TPS dengan Teknik Bertanya Probing Prompting Berbantuan CD Pembelajaran Pada Dimensi Tiga Kelas X. Skripsi, Jurusan

Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, skripsi yang berjudul “Pengaruh Partisipasi Penganggaran, Job Relevant Information, Kejelasan Sasaran Anggaran dan Kapasitas Individu

Pemahaman terhadap kebutuhan untuk memastikan investasi IT mengkontribusikan nilai optimal bagi sasaran strategi organisasi lebih melihat masa depan, komunikasi bersifat