• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feses Kura-Kura Air Tawar (Cuora Amboinensis) di Perairan Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feses Kura-Kura Air Tawar (Cuora Amboinensis) di Perairan Sulawesi Selatan"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI DAN INTENSITAS INFESTASI ENDOPARASIT

BERDASARKAN HASIL ANALISIS FESES KURA-KURA AIR

TAWAR (Cuora amboinensis) DI PERAIRAN

SULAWESI SELATAN

DEWI FARAH DIBA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feses Kura-Kura Air Tawar (Cuora amboinensis) di Perairan Sulawesi Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor Agustus 2009

(3)

ABSTRACT

DEWI FARAH DIBA. Prevalence and Intensity of Endoparasite Infestation in Terrapin Turtle Based on the Results of Feces Analysis (Cuora amboinensis) at the South Sulawesi River. Under the Supervision of R. R. DYAH PERWITASARI and ACHMAD FARAJALLAH

Parasite is an organism that lives in another organism. A parasitic symbiosis could occur in turtles. Turtles can become the hosts of parasites. Parasites are classified into the phylum of Apicomplexa, Acanthocephala, Nematode, Platyheliminthes and Arthropod. The objectives of this study were to identify the endoparasite in the feces of turtles, measure the prevalence and intensity values and examine the specific pattern of relationship between parasites and hosts. Some turtles (Cuora amboinensis) were caught from five areas (water) in South Sulawesi, namely Makassar, Watampone, Luwu Timur, Bulukumba and Luwu Utara. Endoparasites were collected from the feces of the turtles and prepared with the use of eosin staining. The research found that four turtles were infested with endoparisitic worms. The endoparasite, which is classified into the phylum of Platyheliminthes, had the prevalence value of 0.88% and intensity of 1.75 parasites/host. The parasitic pattern of parasite against hosts was specific and of multi-hosts

.

(4)

RINGKASAN

DEWI FARAH DIBA. Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feses Kura-kura Air Tawar (Cuora amboinensis) Di Perairan Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh R. R DYAH PERWITASARI, ACHMAD FARAJALLAH

Parasit merupakan organisme yang menumpang hidup pada organisme lain. Simbiosis parasitisme terjadi pada kura-kura. Kura-kura adalah inang untuk beberapa jenis parasit, diantaranya adalah Apicomplexa, Acanthocephala, Nematoda, Platyhelminthes dan Arthropoda. Feses inang dapat digunakan untuk menganalisis keberadaan endoparasit.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan identifikasi jenis parasit berdasarkan hasil analisis feses Cuora amboinensis, mengkaji nilai prevalensi dan intensitas endoparasit feses Cuora amboinensis dan pola spesifitas parasit terhadap inang.

Penangkapan kura-kura telah dilakukan selama lima bulan (Maret-Juli 2007) dan Mei 2008 di lima perairan Sulawesi Selatan meliputi Makassar, Watampone, Luwu Timur, Bulukumba dan Luwu Utara. Jenis kura-kura yang di koleksi adalah Cuora amboinensis tergolong ke dalam famili Geomydidae. Parasit di koleksi dari feses dan dipreparasi di Bagian Biosistematik dan Ekologi Hewan Departmen Biologi, FMIPA-IPB. Preparasi spesimen menggunakan pewarnaan eosin.

Hasil menunjukkan bahwa hanya ada empat ekor dari 40 ekor Cuora

amboinensis yang terinfestasi oleh endoparasit. Endoparasit pada feses adalah

Platyhelminthes. Cacing endoparasit ditemukan sebanyak tujuh ekor. Nilai prevalensi adalah 0.88% dan intensitas 1.75 parasit/inang. Pola spesifitas adalah spesifik dan multi parasit.

(5)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karay tulis

(6)

PREVALENSI DAN INTENSITAS INFESTASI ENDOPARASIT BERDASARKAN HASIL ANALISIS FESES KURA-KURA AIR TAWAR

(Cuora amboinensis) DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN

DEWI FARAH DIBA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feses Kura-Kura Air Tawar (Cuora amboinensis) Di Perairan Sulawesi Selatan

Nama : Dewi Farah Diba NIM : G351050061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. R.R.Dyah Perwitasari, M.Sc Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Pascasarjana Biologi

Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(8)
(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena Rahmat dan Berkat-Nya penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Magister di Institut Pertanian Bogor. Adapun judul penelitian ini adalah “Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feses Kura-Kura Ait Tawar (Cuora amboinensis) Di Perairan Sulawesi Selatan”. Penelitian ini telah dilakukan dari Maret sampai Juli 2007 dan Mei 2008. Preparasi spesimen, identifikasi dan analisis data telah dilakukan dari bulan Juni sampai November 2008.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. R.R.Dyah Perwitasari, M.Sc dan Dr. Ir. Achmad Farajallah selaku pembimbing dan Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA selaku penguji luar komisi pembimbing.

Ucapan terima kasih kepada Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA sebagai ketua program studi Biologi dan seluruh staf pengajar serta staf teknis laboran di laboratorium Zoologi program studi Biologi IPB atas bimbingan dan pengarahan selama penulis mengikuti perkuliahan.

Teristimewa buat ayahanda Drs. Dg Idris M, M.Si dan ibunda Ernina Dewi S.S serta adinda Wildan Erfandi Rahman yang selalu memberikan dorongan dan semangat juang bagi penulis selama kuliah sampai selesainya penulisan tesis ini.

Kiranya Allah SWT berkenan memberikan rahmat-Nya atas segala budi baik yang diberikan kepada penulis. Akhirnya penulis mengharapkan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 08 Oktober 1982 di Ujungpandang Sulawesi Selatan, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Nama ayah Drs. Dg Idris Muhyiddin, M.Si dan ibu Ernina Dewi S.S. S.Pd

Riwayat pendidikan telah penulis tempuh dalam mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin dan lulus pada tahun 2005. Judul karya ilmiah yang ditulis sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana adalah “Histopatologi Badan Malpighi Ginjal Mencit (Mus musculus) Akibat Pemberian Parasetamol”.

(11)

PREVALENSI DAN INTENSITAS INFESTASI ENDOPARASIT

BERDASARKAN HASIL ANALISIS FESES KURA-KURA AIR

TAWAR (Cuora amboinensis) DI PERAIRAN

SULAWESI SELATAN

DEWI FARAH DIBA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feses Kura-Kura Air Tawar (Cuora amboinensis) di Perairan Sulawesi Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor Agustus 2009

(13)

ABSTRACT

DEWI FARAH DIBA. Prevalence and Intensity of Endoparasite Infestation in Terrapin Turtle Based on the Results of Feces Analysis (Cuora amboinensis) at the South Sulawesi River. Under the Supervision of R. R. DYAH PERWITASARI and ACHMAD FARAJALLAH

Parasite is an organism that lives in another organism. A parasitic symbiosis could occur in turtles. Turtles can become the hosts of parasites. Parasites are classified into the phylum of Apicomplexa, Acanthocephala, Nematode, Platyheliminthes and Arthropod. The objectives of this study were to identify the endoparasite in the feces of turtles, measure the prevalence and intensity values and examine the specific pattern of relationship between parasites and hosts. Some turtles (Cuora amboinensis) were caught from five areas (water) in South Sulawesi, namely Makassar, Watampone, Luwu Timur, Bulukumba and Luwu Utara. Endoparasites were collected from the feces of the turtles and prepared with the use of eosin staining. The research found that four turtles were infested with endoparisitic worms. The endoparasite, which is classified into the phylum of Platyheliminthes, had the prevalence value of 0.88% and intensity of 1.75 parasites/host. The parasitic pattern of parasite against hosts was specific and of multi-hosts

.

(14)

RINGKASAN

DEWI FARAH DIBA. Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feses Kura-kura Air Tawar (Cuora amboinensis) Di Perairan Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh R. R DYAH PERWITASARI, ACHMAD FARAJALLAH

Parasit merupakan organisme yang menumpang hidup pada organisme lain. Simbiosis parasitisme terjadi pada kura-kura. Kura-kura adalah inang untuk beberapa jenis parasit, diantaranya adalah Apicomplexa, Acanthocephala, Nematoda, Platyhelminthes dan Arthropoda. Feses inang dapat digunakan untuk menganalisis keberadaan endoparasit.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan identifikasi jenis parasit berdasarkan hasil analisis feses Cuora amboinensis, mengkaji nilai prevalensi dan intensitas endoparasit feses Cuora amboinensis dan pola spesifitas parasit terhadap inang.

Penangkapan kura-kura telah dilakukan selama lima bulan (Maret-Juli 2007) dan Mei 2008 di lima perairan Sulawesi Selatan meliputi Makassar, Watampone, Luwu Timur, Bulukumba dan Luwu Utara. Jenis kura-kura yang di koleksi adalah Cuora amboinensis tergolong ke dalam famili Geomydidae. Parasit di koleksi dari feses dan dipreparasi di Bagian Biosistematik dan Ekologi Hewan Departmen Biologi, FMIPA-IPB. Preparasi spesimen menggunakan pewarnaan eosin.

Hasil menunjukkan bahwa hanya ada empat ekor dari 40 ekor Cuora

amboinensis yang terinfestasi oleh endoparasit. Endoparasit pada feses adalah

Platyhelminthes. Cacing endoparasit ditemukan sebanyak tujuh ekor. Nilai prevalensi adalah 0.88% dan intensitas 1.75 parasit/inang. Pola spesifitas adalah spesifik dan multi parasit.

(15)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karay tulis

(16)

PREVALENSI DAN INTENSITAS INFESTASI ENDOPARASIT BERDASARKAN HASIL ANALISIS FESES KURA-KURA AIR TAWAR

(Cuora amboinensis) DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN

DEWI FARAH DIBA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Judul Tesis : Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feses Kura-Kura Air Tawar (Cuora amboinensis) Di Perairan Sulawesi Selatan

Nama : Dewi Farah Diba NIM : G351050061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. R.R.Dyah Perwitasari, M.Sc Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Pascasarjana Biologi

Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(18)
(19)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena Rahmat dan Berkat-Nya penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Magister di Institut Pertanian Bogor. Adapun judul penelitian ini adalah “Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feses Kura-Kura Ait Tawar (Cuora amboinensis) Di Perairan Sulawesi Selatan”. Penelitian ini telah dilakukan dari Maret sampai Juli 2007 dan Mei 2008. Preparasi spesimen, identifikasi dan analisis data telah dilakukan dari bulan Juni sampai November 2008.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. R.R.Dyah Perwitasari, M.Sc dan Dr. Ir. Achmad Farajallah selaku pembimbing dan Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA selaku penguji luar komisi pembimbing.

Ucapan terima kasih kepada Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA sebagai ketua program studi Biologi dan seluruh staf pengajar serta staf teknis laboran di laboratorium Zoologi program studi Biologi IPB atas bimbingan dan pengarahan selama penulis mengikuti perkuliahan.

Teristimewa buat ayahanda Drs. Dg Idris M, M.Si dan ibunda Ernina Dewi S.S serta adinda Wildan Erfandi Rahman yang selalu memberikan dorongan dan semangat juang bagi penulis selama kuliah sampai selesainya penulisan tesis ini.

Kiranya Allah SWT berkenan memberikan rahmat-Nya atas segala budi baik yang diberikan kepada penulis. Akhirnya penulis mengharapkan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 08 Oktober 1982 di Ujungpandang Sulawesi Selatan, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Nama ayah Drs. Dg Idris Muhyiddin, M.Si dan ibu Ernina Dewi S.S. S.Pd

Riwayat pendidikan telah penulis tempuh dalam mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin dan lulus pada tahun 2005. Judul karya ilmiah yang ditulis sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana adalah “Histopatologi Badan Malpighi Ginjal Mencit (Mus musculus) Akibat Pemberian Parasetamol”.

(21)

DAFTAR ISI Simbiosis Inang-Parasit dan Spesifitas ……… 3

Karakteristik kura-kura sebagai inang ……… 4

Cuora amboinensis ……… 5

Hewan-hewan Parasit ……….. 6

Karakteristik Wilayah Penelitian. ... 8

BAHAN DAN METODE Penangkapan Kura-kura dan Koleksi Feses………... 10

Kepastian Spesies Inang ………... 11

Koleksi, Preparasi dan Identifikasi Endoparasit pada Feses ……… 11

Analisis Data ... 12

HASIL Daerah Penangkapan dan Kepastian Inang ……….. 13

Cacing Endoparasit pada Feses Cuora amboinensis ………………...16

Prevalensi dan Intensitas Infetasi Cacing Endoparasit pada Feses Cuora amboinensis ……………….…..18

PEMBAHASAN Daerah Penyebaran Cuora amboinensis ………. 20

Endoparasit pada Feses Cuora amboinensis ……….20

Prevalensi dan Intensitas ………... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ……… 24

(22)

DAFTAR TABEL

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Cuora amboinensis ... 5 2. Sistem pencernaan Kura-kura ... 8 3. Garis Wallace ………. 9 4. Peta Lokasi Penangkapan Kura-kura ……… 10 5. Anakan Sungai Tallo Makassar ……….. 13 6. Anakan Sungai Tamata Watampone ………. 14 7. Anakan Sungai Magege Luwu Timur ………. 14 8. Persawahan Bulukumba ………. 15 9. Anakan Sungai Suso Luwu Utara ……….. 15 10. Morfologi Cuora amboinensis ………16 11. Cacing tipe 1 : (a & b) Cacing dari C. amboinensis Luwu Timur …….. 17 12. Cacing tipe 1 : (c) cacing dari C. amboinensis Bulukumba dan (d) Cacing

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam suatu komunitas terdapat berbagai bentuk interaksi. Interaksi terjadi di antara makhluk hidup yang satu dan yang lainnya dan menciptakan suatu simbiosis. Simbiosis secara luas diartikan sebagai interaksi antara dua individu yang berlainan spesies. Bentuk simbiosis yaitu simbiosis mutualisme, simbiosis komensalisme dan simbiosis parasitisme. Simbiosis mutualisme merupakan interaksi antara dua individu yang saling menguntungkan. Simbiosis komensalisme adalah bentuk interaksi di antara dua individu yang tidak saling menguntungkan maupun merugikan. Simbiosis parasitisme adalah interaksi yang merugikan karena satu spesies beruntung karena mendapat makanan dari spesies yang ditumpanginya dan spesies tersebut akan menderita kerugian karenanya (Brotowidjoyo, 1987). Simbiosis mutualisme dan parasitisme merupakan faktor penting dalam fungsi ekologi dan proses evolusi.

Simbiosis parasitisme tercipta antara kelompok herpetofauna dan parasitnya. Herpetofauna merupakan semua jenis hewan yang tergolong dalam kelas Amphibia dan Reptilia. Kura-kura adalah jenis reptilia (Goin & Zug 1993, Iskandar 2000). Secara popular Ernst & Barbour (1989) membedakan bangsa kura-kura menjadi empat kelompok berdasarkan habitat dan morfologinya, yaitu penyu merupakan kura-kura yang hidup dilaut (sea turtle), tortoise adalah kura-kura yang hidup di darat, terrapin adalah kura-kura-kura-kura air tawar dan labi-labi atau bulus adalah kura-kura yang berperisai lunak (soft shelled turtle).

(26)

Menurut cara hidupnya, parasit dapat dibedakan menjadi ektoparasit dan endoparasit (Sains & Hartini, 1999). Ektoparasit adalah parasit yang hidup di permukaan luar tubuh inang dan umumnya berasal dari anggota Filum Platyhelminthes, Nemathelminthes dan Arthropoda. Sedangkan endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inang yang umumnya termasuk ke dalam Filum Platyheminthes, Nemathelminthes dan Protozoa.

Endoparasit dalam tubuh inang mungkin terdapat dalam macam-macam sistem peralatan tubuh yaitu sistem pencernaan, sistem sirkulasi dan sistem respirasi. Berdasarkan habitat parasit dalam tubuh inang maka analisis endoparasit dapat dilakukan melalui feses. Marquard & Petersen (2007) menyatakan bahwa feses dapat digunakan untuk mengetahui parasit yang hidup di saluran pencernaan.

Infestasi parasit pada inangnya memberikan dampak yang tidak menguntungkan bagi inang. Pada tingkatan yang lebih ringan parasit menganggu ketersediaan dan dinamika sumberdaya daripada inang. Parasit menjadi salah satu faktor pengendali pertumbuhan populasi inang (Newey et al. 2005).

Informasi tentang prevalensi dan pola spesifitas parasit yang menyerang kura-kura merupakan database biologi yang penting dan dapat memperkaya informasi ilmiah terutama terhadap hubungan antara inang-parasit.

Tujuan Penelitian

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Simbiosis Inang-Parasit dan Spesifitas

Simbiosis atau interaksi antara dua individu yang berlainan spesies bisa ditemukan dalam suatu ekosistem. Simbiosis bisa dikelompokkan berdasarkan untung dan rugi antara spesies-spesies yang bersimbiosis. Beberapa jenis simbiosis yaitu simbiosis mutualisme merupakan interaksi di antara dua spesies yang saling menguntungkan, simbiosis komensalisme merupakan interaksi dua spesies yang tidak saling menguntungkan ataupun merugikan dan simbiosis parasitisme (Brotowidjoyo 1987).

Parasit merupakan organisme yang menumpang hidup pada organisme lain yang disebut dengan inang. Kusumamihardja (1988) menyatakan parasitisme hanya terjadi bila salah satu spesies bergantung dan mendapatkan makanan dan perlindungan dari spesies yang ditumpanginya. Kehadiran parasit dalam tubuh inang dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar atau lingkungan meliputi habitat dan lingkungan inang serta kesediaan makanan yang cukup bagi inang untuk menunjang kehidupan parasit. Faktor dalam meliputi kondisi tubuh inang tempat parasit bermukim yakni diorgan tubuh (Sprent 1963).

Inang berperan penting di alam dalam penentuan kehadiran parasit. Kecocokan inang merupakan penyesuaian alami satu jenis parasit pada satu atau beberapa inang. Parasit ini mempunyai batasan ekologi yang sempit pada inangnya saja. . inang, selain mengganggu kehidupan inang, parasit juga berperan sebagai pengontrol dinamika produksi inang (Newey et al. 2005)

Kennedy (1975) menjelaskan bahwa ekologi parasit adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara parasit dengan lingkungan habitatnya. Ekologi parasit meliputi distribusi parasit dengan tekanan pada sumber makanannya dan interaksi jenis-jenis parasit dalam satu habitat.

(28)

Little et al. (2006) menyatakan bahwa infeksi maupun infestasi parasit terhadap inang bersifat luas dan memiliki spesifitas. Parasit tersebut hanya akan menyerang satu atau sejumlah kecil inang. Spesifitas terjadi karena adanya adaptasi lokal parasit terhadap populasi inang.

Mekanisme spesifitas sangat tergantung pada distribusi geografi antara inang dan parasitnya. Spesifitas tergolong atas tiga bagian yaitu spesifik yaitu parasit hanya akan menyerang satu inang tertentu, multi inang yaitu satu jenis parasit itu dapat menyerang berbagai kelompok hewan dan multi parasit terjadi bila satu inang dapat di jumpai berbagai jenis parasit (Sudina 2000; Yasa & Guntoro 2004 ).

Prevalensi merupakan persentase jenis parasit yang menginfestasi kura-kura. Prevalensi berhubungan dengan habitat, penyebaran dan sumber perairan (Pramiati 2002). Intensitas merupakan derajat jenis parasit yang menginfestasi kura-kura. prevalensi dan intensitas dari parasit yang menginfestasi inang merupakan suatu pendekatan dalam pemahaman dampak parasit terhadap populasi

Karakteristik kura-kura sebagai inang

Kura-kura merupakan salah satu anggota dari kelompok herpetofauna. Herpetofauna merupakan semua hewan yang termasuk dalam kelas hewan melata yaitu kelas Amphibia dan Reptilia. Herpetofauna berasal dari kata herpeton yang berarti hewan yang berjalan merayap (Goin & Zug 1993).

Secara umum kura-kura dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok Cryptodira yang umumnya dapat memasukkan kepala ke dalam perisainya dan kelompok Pleurodira yang kepala dan lehernya hanya dibelokkan ke samping apabila bersembunyi. Kura-kura kelompok Pleurodira dapat mudah dikenali. Selain dari lehernya yang tidak dapat dimasukkan ke dalam perisainya, juga dari bagian perisai perutnya yang mempunyai keping intergular (Ernst & Barbour 1989).

(29)

Cuora amboinensis

Cuora amboinensis atau yang dikenal dengan nama Southeast Asian Box

Turtle C. amboinensis (Daudin, 1802), Wallacean Box Turtle C. a. amboinensis (Daudin, 1802), Malayan Box Turtle C. a. kamaroma Rummler and Fritz 1991, Indonesian Box Turtle C. a. couro (Schweigger, 1812), Burmese Box Turtle C. a. lineata McCord and Philippen, 1998. Di Indonesia, kura-kura air tawar secara umum dikenal dengan nama ‘Kura Kura’, nama khas tergantung kepada nama daerah tempat kura-kura tersebut, misalnya: Kura Kura ambon, Kura Kura kuning, Kura Kura batok, Kura Kura PD, Baning Banya, Kura Kurakatup, Kura kura tangkop, Kangkop (Schoppe 2008).

Cuora amboinensis merupakan salah satu anggota kelompok terrapin atau

kura-kura air tawar. Cuora amboinensis memiliki ciri antara lain bentuk karapas yang relatif tinggi dengan tiga buah lunas pada keping vertebral dan keping kostal. Urutan panjang keping vertebral 2 > 3 > 1 > 4 > 5 sedangkan urutan panjang hubungan antara plastron adalah abdominal >< anal > pectoral > gular > femoral > humeral. Keping inguinal dan aksilar sangat kecil, keping anal tidak berlekuk pada bagian belakang.. Ekor pendek, anggota tubuh mempunyai jari-jari yang berselaput, hewan jantan mempunyai plastron yang cekung dan ekor yang lebih tebal sedangkan yang betina mempunyai plastron yang datar dan ekor yang pendek. Besarnya dapat mencapai 20 cm (Ernst & Barbour 1989; Iskandar 2000).

Warna karapas coklat hingga hitam, plastron pada umumnya berwarna putih atau krem putih dengan bercak hitam pada setiap kepingnya, pada kepala terdapat garis kuning yang melingkar mengikuti tepi bagian atas kepala sangat spesifik, matanya mempunyai iris berwarna kuning dan hitam pada sisinya.

(30)

Cuora amboinensis menyukai habitat perairan yang dangkal dan berarus sedang, selain di sungai, cuora ini dapat di jumpai pada rawa, persawahan dan laut (Iskandar, 2000). Senneka & Tabaka (2004) menyatakan lingkungan perairan yang menjadi habitat C. amboinensis memiliki kisaran suhu antara 25-280C. Cuora merupakan salah satu spesies yang mendiami habitat semi aquatik tetapi untuk juvenil selalu berada di dalam air (Taylor 1920). Cuora amboinensis menghabiskan sebagian besar waktunya di perairan, dan naik ke darat untuk berjemur dan membuat sarang.

Murray (2004) menyatakan penyebaran C. amboinensis meliputi India (pulau Nicobar, Assam), Bangladesh, Myanmar, Thailand, Vietnam, Malaysia Singapura, Filipina. Penyebaran C. amboinensis di Indonesia meliputi daerah Sumatra, Jawa, Borneo, Nias, Enggano, Simeulue, Sumbawa, Halmahera, Seram, Maluku dan Sumbawa (Iskandar 2000).

Cuora amboinensis termasuk ke dalam hewan dengan status konservasi

apendix II sites dengan status “Vulnerable”, tetapi walaupun hewan ini tidak dikategorikan sebagai hewan langka namun di eksploitasi dan dimanfaatkan secara besar-besaran sehingga mengandung resiko kepunahan (CITES, Apendiks I dan II).

Hewan-hewan Parasit

Kelompok hewan yang bersifat parasit ini tergolong ke dalam Filum Protozoa, Filum Platyhelminthes, Filum Nemathelminthes dan Filum Arthropoda. Parasit ini terdapat di permukaan luar tubuh dan hidup di dalam tubuh (Sains & Hartini 1999).

Protozoa merupakan hewan uniseluler yang berukuran mikroskopis dan bersifat parasit pada beberapa spesies hewan invertebrata maupun vertebrata (Semans 2006).

(31)

air sungai dan di laut ataupun hidup parasit pada tubuh hewan lain (Mollaret 2006). Ciri yang lain adalah berukuran lebih kecil dari 10mm pada

beberapa jenis. Makanan berupa hewan-hewan invertebrata kecil (Brown 1979) Nematoda merupakan anggota filum Nemathelminthes. Karakteristik nematoda adalah mempunyai saluran usus dan rongga badan, berbentuk bulat tidak bersegmen, tubuhnya dilapisi oleh kutikula. Ciri lain ditandai dengan adanya sebuah mulut pada ujung anterior, mulut dikelilingi oleh bibir.

Arthropoda memiliki anggota kelompok yang bersifat vektor parasit dan ada juga yang hidup bebas di alam. Karakteristik hewan ini adalah tubuhnya berbuku-buku, memilik eksoskeleton, berhabitat di darat maupun di perairan (Cable 1997).

Berdasarkan habitat parasit dalam tubuh inang maka analisis endoparasit dapat dilakukan melalui feses. Marquard & Petersen (2007) menyatakan bahwa feses dapat digunakan untuk mengetahui parasit yang hidup di saluran pencernaan.

Endoparasit dalam tubuh inang mungkin terdapat dalam sistem tubuh inang yaitu sistem pencernaan, sistem sirkulasi dan sistem respirasi. Dalam sistem pencernaan, parasit dapat dijumpai dalam saluran dan dinding saluran pencernaan, yaitu duodenum, ileum, yeyunum, sekum, kolon dan rektum. Parasit-parasit yang mendiami saluran dan dinding saluran pencernaan memperoleh makanannya dengan cara mengabsorpsi makanan yang terlarut di dinding sel dan di jaringan tersebut. Organ paru-paru dalam sistem respirasi merupakan organ lintasan bagi cacing nematoda dan merupakan tempat berbiaknya larva trematoda.

(32)

Gambar 2. Sistem pencernaan kura-kura

Karakteristik Wilayah Penelitian

Pulau Sulawesi atau yang dulu lebih dikenal dengan nama Celebes merupakan salah satu pulau besar Indonesia. Sulawesi merupakan pulau kelima terbesar di Indonesia. Pulau ini terbentuk sebagai akibat benturan beberapa patahan benua Gondwana tiga juta tahun yang lalu (Lang & Vogel, 2006). Indonesia terletak pada tiga pertemuan lempeng yaitu Australia, Eurasia dan Pasifik. Pertemuan ketiga lempeng tersebut membentuk pulau di zaman Eocene.

(33)

Gambar 3. Garis Wallace

Fauna dan flora yang mendiami pulau Sulawesi merupakan hewan transisi bersifat khas dan memiliki tingkat endemisitas tinggi. Tingkat endemisitas yang tinggi pada fauna terdapat dalam kelompok mamalia, amphibia, dan invertebrata. Pulau ini memiliki daratan yang luas dan sejumlah kepulauan dengan topografi dan ekosistem yang beragam (Whitten et al. 1987; Gillespie et al. 2005). Iskandar & Tjan 1996 melaporkan terdapat 115 taksa reptilia yang bersifat endemik di pulau ini.

(34)

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penangkapan kura-kura dan koleksi feses dilaksanakan dari bulan Maret–Juli 2007 dan Mei 2008 di perairan Sulawesi Selatan. Tahap kedua adalah preparasi spesimen, identifikasi dan analisis endoparasit yang dilaksanakan di Bagian Biosistematik dan Ekologi Hewan Departmen Biologi, FMIPA-IPB dari bulan Juni–November 2008.

Penangkapan Kura-kura dan Koleksi Feses

Penelitian diawali dengan kegiatan survei yang dilakukan berdasarkan informasi dari masyarakat setempat berkaitan dengan keberadaan kura–kura di daerah Sulawesi Selatan. Eksplorasi lapangan telah dilakukan di lima perairan di Sulawesi Selatan (Gambar 3) yang meliputi Anakan Sungai Tallo Kotamadya Makassar, Anakan Sungai Tamata Kabupaten Watampone, Anakan Sungai Magege Kabupaten Luwu Timur, persawahan Tana Beru Kabupaten Bulukumba dan Anakan Sungai Suso Kabupaten Luwu Utara.

Gambar 3. Peta lokasi penangkapan kura-kura Keterangan:

(35)

Kepastian Spesies Inang

Pengumpulan spesimen kura–kura dilakukan dengan metode penangkapan langsung menggunakan tangan dan metode penangkapan tidak langsung dengan jaring. Jaring yang digunakan adalah jaring berumpan (baited trapping) dan jaring tanpa menggunakan umpan (non baited trapping) (Michael & Plummer, 1976). Kura-kura di tangkap di daerah anakan sungai dengan perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur dan berbatu

Identifikasi jenis kura–kura ditujukan untuk mendapatkan kepastian spesies kura-kura sebagai Cuora amboinensis. Proses identifikasi menggunakan buku kunci identifikasi Iskandar (2000) (Lampiran 1). Karakter morfologi yang menjadi kunci identifikasi meliputi bentuk perisai karapas dan plastron, bentuk kaki, bentuk khusus pada bagian kepala dan warna tubuh, Iskandar (2000).

Koleksi, Preparasi dan Identifikasi Parasit pada Feses

Kura-kura diletakkan dalam wadah yang terpisah dan kemudian dilanjutkan dengan mengkoleksi feses kura-kura. Pengambilan feses dilakukan pada setiap individu per hari. Kura-kura tersebut telah berada di tempat penangkaran selama 10 bulan. Feses segar yang diperoleh kemudian di simpan dalam botol dan diawetkan dengan alkohol 70%. Feses dipindahkan dalam cawan petri yang berisi NaCl 0,9% kemudian dilakukan pemilahan untuk memisahkan cacing dari kotoran. Cacing parasit yang diperoleh kemudian di simpan dalam botol yang berisi alkohol 70%.

Cacing diwarnai dengan eosin 1% selama 3 jam. Cacing didehidrasi dengan alkohol bertingkat mulai dari konsentrasi 30%, 50%, 70%, 80%, 96% dan 100% masing-masing selama 15 menit. Cacing dijernihkan dengan larutan laktofenol dan dibiarkan sampai tubuh cacing menjadi transparan sekitar 30 menit. Tubuh cacing yang telah transparan diletakkan di atas kaca preparat dan dimounting dengan polyfinil alkohol.

(36)

Analisis Data

Setiap jenis cacing yang ditemukan dalam feses kura-kura dihitung nilai prevalensi dan intensitas infestasinya. Prevalensi merupakan persentase jenis cacing yang menginfestasi kura-kura. Intensitas merupakan derajat jenis cacing yang menginfestasi kura-kura. Analisis prevalensi dan intensitas infestasinya berdasarkan Barton & Richard (1996), yaitu

Prevalensi jenis parasit = x100% p

Pi

Intensitas parasit n p

I = (parasit/individu/inang)

Keterangan:

(37)

HASIL

Daerah Penangkapan dan Kepastian Inang

Kura-kura yang telah dikoleksi dengan metode penangkapan langsung adalah Cuora amboinensis. Jumlah C. amboinensis ditangkap di lima perairan di Sulawesi Selatan sebanyak 40 ekor (Tabel 1).

Tabel 1 Lokasi penangkapan dan jumlah C. amboinensis yang tertangkap. Lokasi Penangkapan C. amboinensis tertangkap (n)

3 (A) Makassar

(B) Watampone 19

(C) Luwu Timur 12

(D) Bulukumba 4

(E) Luwu Utara 2

Jumlah 40

Lokasi penangkapan C. amboinensis di perairan Sulawesi Selatan umumnya berupa anakan sungai dengan tipe perairan dangkal, berarus sedang dan berbatu serta di saluran irigasi persawahan.

(38)

Gambar 4. Anakan Sungai Tallo Makassar

Lokasi B (Gambar 5) merupakan Anakan Sungai Tamata yang berlokasi di desa Momputo kecamatan Amali kabupaten Watampone. Sungai ini merupakan sungai dengan perairan berbatu.

Gambar 5. Anakan Sungai Tamata Watampone

(39)

Gambar 6. Anakan Sungai Magege Luwu Timur

Lokasi D (Gambar 7) persawahan Tanaberu di Kabupaten Bulukumba.

Cuora amboinensis yang melintasi saluran air di persawahan ini langsung di

tangkap menggunakan tangan.

Gambar 7. Persawahan Bulukumba

(40)

Gambar 8. Anakan Sungai Suso Luwu Utara

Berdasarkan Iskandar (2000), kura-kura yang telah dikoleksi termasuk jenis Cuora amboinensis. Morfologi C. amboinensis (Gambar 9) tampak dari bentuk perisai yang dapat ditutup sepenuhnya, perisai punggung atau karapas relatif tinggi, terdapat garis kuning yang melingkar mengikuti tepi bagian atas kepala sangat spesifik. Pada bagian pipi dan bibir juga terdapat garis kuning. Kaki depan dan kaki belakang tidak berbentuk dayung, kaki memiliki jari yang berselaput. Cuora amboinensis di jumpai pada sungai besar maupun sungai kecil dan sering juga di jumpai di area persawahan.

Tampak dorsal (bagian karapas) Tampak ventral (bagian plastron)

(41)

Cacing Endoparasit pada Feses Cuora amboinensis

Cuora amboinensis yang terkumpul selama Maret-Juli 2007 dan Mei

2008 sebanyak 40 ekor dan kemudian fesesnya dikoleksi. Dari 40 feses

C. amboinensis yang di koleksi, terdapat 4 ekor C. amboinensis yang terinfestasi

cacing endoparasit (Lampiran 2).

Cacing endoparasit yang ditemukan dalam feses C. amboinensis termasuk ke dalam anggota filum Platyhelminthes yang berjumlah tujuh ekor. Cacing parasit ini dibedakan ke dalam dua tipe parasit berdasarkan atas kemiripan morfologi (Tabel 2).

Tabel 2. Cacing endoparasit pada feses Cuora amboinensis Jumlah

C. amboinensis

Yang

Terinfestasi Cacing Tipe 1 Cacing Tipe 2 Jumlah

19 B (n = 1) - 1 1

12 C (n = 2) 2 2 4

4 D (n = 1) 2 - 2

4 3 7

Keterangan:

B. Anakan Sungai Tamata Kabupaten Watampone C. Anakan Sungai Magege Kabupaten Luwu Timur D. Persawahan Tanaberu Kabupaten Bulukumba

Tipe 1 merupakan cacing endoparasit yang terdapat pada feses

C. amboinensis yang berasal Anakan Sungai Magege Kabupaten Luwu Timur dan

persawahan Tanaberu Kabupaten Bulukumba. Cacing tipe 1 ini dikelompokkan berdasarkan kemiripan morfologi tubuhnya.

Cacing endoparasit tipe 1 (Gambar 11) ini ditemukan pada feses C.

amboinensis yang berasal dari Kabupaten Luwu Timur. Cacing Tipe 1 (a) ini

(42)

batil isap

(a) (b)

Gambar 11. Cacing tipe 1 : (a & b) cacing dari C. amboinensis Luwu Timur

Cacing endoparasit tipe 1 juga terdapat pada C. amboinensis yang berasal dari persawahan Tanaberu Kabupaten Bulukumba. Morfologi cacing endoparasit (Gambar 12).

(d) (c)

Gambar 12. Cacing tipe 1 : (c) cacing dari C. amboinensis Bulukumba dan (d) cacing dari C. amboinensis Luwu Timur

Cacing endoparasit Tipe 1 (c) memiliki ukuran panjang tubuh 1,45 mm dengan lebar tubuh 0,225 mm serta panjang batil isap 0,125 mm. Sedangkan untuk cacing endoparasit yang ditunjukkan oleh gambar 12 (d) tidak dapat diukur, hal ini disebabkan preparat terdapat dua individu cacing yang saling bertumpuk.

(43)

Gambar 13. Cacing Tipe 2 dari C. amboinensis Watampone

Gambar 14. Cacing Tipe 2 dari C. amboinensis Luwu Timur

Prevalensi dan Intensitas Infestasi

Cacing Endoparasit pada Feses Cuora amboinensis

Tingkat penularan penyakit pada umumnya dinyatakan dengan prevalensi kejadian dan intensitas parasit. Prevalensi merupakan persentase jenis cacing yang menginfestasi C. amboinensis. Intensitas adalah derajat jenis cacing yang menginfestasi C. amboinensis. Nilai persentase infestasi cacing parasit dan nilai prevalensi untuk masing-masing tipe cacing parasit yang terdapat pada feses C. amboinensis dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Prevalensi dan intensitas cacing endoparasit Lokasi

C. amboinensis

Jumlah Cacing Prevalensi (%) Intensitas (parasit/individu/inang

(44)

PEMBAHASAN

Daerah Penyebaran Cuora amboinensis

Cuora amboinensis merupakan kura-kura air tawar yang menyukai

lingkungan akuatik seperti kolam sungai, rawa dan persawahan (Iskandar, 2000).

Cuora amboinensis yang di koleksi berasal dari perairan di Sulawesi Selatan.

Cuora amboinensis ini umumnya di jumpai di anakan sungai yang berarus tenang,

berbatu, berpasir dan berlumpur.

Morfologi C. amboinensis dapat mudah dibedakan dari jenis kura-kura yang lainnya karena kura-kura ini memiliki perisai yang dapat di tutup sepenuhnya sehingga sering kali dinamakan sebagai kura-kura batok. Cuora

amboinensis memiliki perisai punggung yang tinggi dengan perisai perut yang

datar atau agak melengkung. Pada bagian kepala di jumpai adanya garis kuning yang melingkar. Tungkai memiliki jari berselaput dan pada jari dijumpai adanya kuku.

Cuora memakan apa yang tersedia di lingkungan mereka dan kebiasaan makanan itu berpengaruh pada jenis parasit yang menginfestasinya (Murray, 2004). Jenis makanan yang dimakan akan mempengaruhi nutrien yang dibutuhkan oleh endoparasit di dalam sistem pencernaan inang.

Endoparasit pada Feses Cuora amboinensis

Dari hasil identifikasi, organisme yang ditemukan pada feses

C. amboinensis tergolong ke dalam anggota filum Platyhelminthes. Cacing

endoparasit ini ditemukan sebanyak tujuh ekor.

(45)

Pemberian “tipe” pada kedua jenis cacing ini disebabkan oleh karena sampel tidak bisa diidentifikasikan hingga ke tingkat spesies. Berdasarkan pada kunci identifikasi endoparasit, cacing ini dikelompokkan ke dalam filum Platyhelminthes, karena parasit ini mempunyai bentuk seperti cacing pipih dorsoventral. Parasit ini memiliki pengait untuk melekatkan diri pada tubuh inang. Cacing ini memiliki bentuk tubuh pipih, simetri bilateral dan belum memiliki rongga tubuh. Cacing ini bersifat hermaprodit. Cacing ini memiliki sistem pencernaan sederhana dan sistem respirasi. Sistem pencernaan terdiri atas mulut, faring, usus dan tanpa anus dan sistem respirasi melalui difusi dari permukaan tubuhnya. Cacing ini ada yang hidup bebas, dan ada pula yang parasit. Cacing parasit memiliki adanya alat pelekatan diri pada inang berupa batil isap, mulut dan pengait (Crompton & Joyner 1980).

Cacing tipe 1 tergolong ke dalam filum Platyhelminthes berdasarkan kunci identifikasi endoparasit karena morfologi cacing ini yang pipih dorsoventral, bentuk yang oval dan tubuh yang berwarna coklat. Tubuhnya ditutupi oleh tegumen. Bagian ventral terdapat batil isap sebagai alat pelekat di tubuh inang.

(46)

Cacing tipe 2 memiliki panjang tubuh 5 cm dengan lebar antara 18–20 mm artinya cacing ini tergolong ke dalam filum Platyhelminthes kelas trematoda karena rentangan ukuran panjang tubuh cacing ini berkisar antara 1cm - 6cm. (http://www.bumblebee.org/invertebrates/PLATYHELMINTHES.htm)

Cuora amboinensis ini terinfestasi oleh cacing parasit dari anggota filum

Platyhelminthes tipe 1 dan tipe 2. Pada C. amboinensis dari Watampone hanya terinfestasi oleh cacing tipe 2 yang berjumlah satu ekor dan C. amboinesis dari Bulukumba terinfestasi oleh cacing parasit tipe 1 sebanyak dua ekor. Hal ini menunjukkan bahwa spesifitas pada C. amboinensis Watampone dan Bulukumba adalah spesifik dimana satu inang hanya terinfestasi oleh satu jenis cacing parasit tertentu. C. amboinensis dari Luwu Timur terinfestasi oleh cacing parasit tipe 1

Prevalensi dan Intensitas

Cuora amboinensis yang terkumpul sebanyak 40 ekor dan hanya ada

4 ekor yang terinfestasi oleh cacing parasit yaitu C. amboinensis yang berasal dari Watampone, Luwu Timur dan Bulukumba. Prevalensi setiap jenis cacing endoparasit yang menginfestasi C. amboinensis sebesar 0.88% dan intensitas infestasi sebesar 1.75 parasit/individu inang.

Nilai prevalensi intensitas pada C. amboinensis sangat rendah dimana dari 40 ekor C. amboinensis hanya ada empat ekor C. amboinensis yang terinfestasi cacing parasit sebanyak tujuh ekor.

(47)

perpaduan antara satwa Asia dan Australia dan sangat berbeda sehingga dikategorikan sebagai satwa yang endemik.

Rahayu (2003) melaporkan bahwa cacing ektoparasit yang ditemukan pada C. amboinensis yang berasal dari Sulawesi tidak berhasil diidentifikasi menggunakan buku kunci identifikasi Yamaguci karena morfologi cacing tersebut yang sangat khas. Kekhasan ini disebabkan oleh karena karena keadaan endemik suatu parasit sangat tergantung pada ketersediaan inang yang cocok untuk parasit tersebut (Brown 1979). Hal ini juga menjadi salah satu faktor tidak teridentifikasikan cacing parasit yang berasal dari C. amboinensis asal Watampone, Bulukumba dan Luwu Timur.

Nilai intensitas sangat rendah karena dari 40 ekor C. amboinensis yang ditangkap hanya 4 ekor yang terinfestasi oleh cacing parasit. Rendahnya nilai prevalensi intensitas ini disebabkan oleh keadaan endemik suatu parasit, kemampuan adaptasi parasit di tubuh inang dan kecocokan inang untuk kelangsungan hidup parasit dan kualitas lingkungan (Rahayu, 2003).

Cuora amboinensis yang ditemukan di perairan Watampone, Luwu Timur

dan Bulukumba tidak bermuara langsung ke laut lepas sehingga kualitas perairan masih bersih dan belum tercemar serta didukung oleh lingkungan yang memadai. Kualitas lingkungan memegang pengaruh di dalam keberadaan parasit selain kemampuan.

Preez & Lim (2000) melaporkan bahwa C. amboinensis yang berasal dari Malaysia terinfestasi oleh cacing parasit Neopolystoma liewi sp. n. (Monogenea: Polystomatidae) di bagian mata dengan tingkat pervalensi mencapai 67% dan

intensity 2.5). Murray (2000) mengemukan laporannya mengenai keberadaan

(48)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada feses C. amboinensis ditemukan adanya 7 ekor cacing endoparasit. Cacing endoparasi ini tergolong ke dalam filum Platyhelminthes. Nilai prevalensi mencapai 0.88% dan nilai intensitas sebesar 1.75 parasit/individu. Pola spesifitas yang terbentuk antara inang-parasit adalah spesifik dan multi inang-parasit.

Saran

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1997. Platyhelminthes. http://www.bumblebee.org/invertebrates/PLATY HELMINTHES. [22 Juli 2008]

Barton DP, Richard SJ. 1996. Helminth infracommunities in Litoria genimaculata (Amphibia : Anura) from Birthday Creek, an Unpland rainforest stream in Northern Queensland, Australia. International Journal for Parasitology Brain: Elsevier Science Ltd.

Cox B, Moore P. 2000. Biogeography an Ecological and Evolution Approch. London : Blackwell Science Ltd.

Brotowidjoyo. 1987. Parasit dan Parasitisme. Jakarta : Media Sarana Press.

Brown HW. 1979. Dasar-dasar Parasitologi Klinis. Rukmono, Probadi W, editor. Jakarta: PT. Gramedia.

Cable RM. 1997. An Illustrated Laboratory Manual Of Parasitology Fifth Ed. British: the Camelot Press Ltd.

Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. Simon J. 2005. Biologi. Jakarta: Erlangga.

CITES Proposals for Amendments of Appendices I and II (April, 2000) http://www.cites.org/eng/cop/11/prop/36.pdf

Ernst CH, Barbour RW. 1989. Turtles Of These World. Washington D.C and London : Smithsonian Institution Press.

Gao Q, Nie P, Yao WJ. 1999. Evidence Of Host Blood Feeding By The Monogenean Ancyrocephalus mogurndae (Monogenea: Ancyrocephalidae) From The Gills Of The Mandarin Fish, Siniperca chuatsi. Folia Parasitology 46:107-110.

Graham TE. 1979. Life History Technique. Di dalam Harless M, Morlock H, Turtle Perspectives and Research. Canada: A Wiley Interscience Publishing.

(50)

Goin CJ, Zug GR. 1993. Introduction to Herpetology. San Fransisco: W.H Freemn and Company.

Iskandar DT. 2000. Kura-kura dan Buaya Indonesia dan Papua Nugini. Bandung. Institut Teknologi Bandung.

Iskandar DT, Tjan KN. 1996. The Amphibians and Reptiles of Sulawesi, with Notes on the Distribution and Chromosomal number of frogs. Herpetologica 65(1):105-114. 2009 39–46.

Kennedy CR. 1975. Ecological Animal Parasitology. London : Blackwell Science Ltd.

Kusumamihrdja S. 1988. Parasit dan Parasitisme pada Hewan Ternak dan

Hewan Piaraan di Indonesia. Bogor: Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

Lang. R, Vogel G. 2006. The Snakes of Sulawesi. Proceedings of the 13th Congress of the Societas Europaea Herpetologica. pp. 35-38.

Little TJ, Watt K, Ebert D. Parasite-Host Specificity: Experimental Studies On The Parasite Adaptation. Evolution,60(1), 2006, pp. 31–38. [09 Des 2008].

Marquard ULF, Petersen. 1997. Endoparasite of Arctic Wolves in Greenland.

Artic Vol 50 no 4:349-354

Michael dan Plummer. Collecting and Marking. Di dalam Harless M, Morlock H, Turtle Perspectives and Research. Canada: A Wiley Interscience Publishing.

Mollaret I, Barrie GM, Justine JL. Monogenea.

http://www.mnhn.fr/mnhn/bpph/Data/Mollaret2000/mollaret2000.html. [29 Agustus 2007].

Murray RA. 2004. Endohelminths From Six Rare Species Of Turtles (Bataguridae) From Southeast Asia Confiscated by International Authorities

in Hongkong China. [Thesis]. Texas University.

Newey S, Shawc DJ, Kirby A, Montietha P, Hudson PJ, Thirgoog SJ. 2005. Prevalence,Intensity and Aggregation of Intestinal Parasites in Mountain Hares and Their Potential Impact on Population Dynamics. International

(51)

Pramiati I. 2002. Cacing Ektoparasit pada Kura-kura Air Tawar (Cuora

amboinensis) di Daerah Banten [Skripsi] Bogor: Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Preez LH, Lim LHS. 2000. Neopolystoma liewi sp.n (Monogenea: Polystomatidae) From Eyes of the Malayan Box Turtle (Cuora amboinensis)

Folia Parasitologica 47:11-16

Rahayu RS. 2003. Cacing Ektoparasit pada Cuora amboinensis dan Cyclemys

dentate (Reptilia: Testudines: Emydidae) dari Beberapa Daerah di Inonesia.

[Skripsi] Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Romimohtarto K, Juwana S. 2005. Biologi Laut. Jakarta: Djambatan.

Sains A, Hartini S. 1999. Ektoparasit. Di dalam : Suhardjono YR, editor. Koleksi dan Pengelolaan Spesimen Parasit. Cibinong: LIPI.

Sasal P, Trouve S, Muller CG, Morand S. 1999. Specificity and Host Predictability: A Comparative Analysis Among Monogenean Parasites of Fish. Animal ecology J. 437-444.

Senneka D, Tabaka C. 2003. Malayan box turtle (Cuora amboinensis)

http://chelonia.org/Articles/PDFS/Malayan box turtle.pdf. [24 Mei 2009]

Semans FM. 2006, Protozoan Parasites Op The Orthoptera, With Special

Reference To Those Of Ohio.https://kb.osu.edu/dspace/bitstream/1811/

2828/1/V36N06_315.pdf. [21 April 2008]

Schoppe S, 2008. The Southeast Asian Box Turtle Cuora amboinensis (Daudin,

1802) in Indonesia. Workshop Case Studies Reptiles and Amphibia.

Sprent JFA. 1963. Parasitism. Queensland: Queensland press.

Sudina R. 2000. Cacing Ektoparasit pada Labi-labi (Doginia subplana dan

Amyda cartilaginea) di daerah Bogor. [Skripsi] Bogor: Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

Synder SD, Clopton RE. 2005. New Method for the Collection and Preservation of Spirorchiid Trematoda and Polystomatid Monogenean from Turtle.

Comp. Parasitol 72 (1) PP 102-107

(52)

Whitten AJ, Mustafa J, Henderson GS. 2002. Ekologi Sulawesi. Tjitrosoepomo G, penerjemah; Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Yasa IMR, Guntoro S. 2004. Prevalensi Infeksi Cacing Gastrointestinal pada Babi. Bali: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

(53)
(54)

Lampiran 1. Identifikasi kura-kura berdasarkan Iskandar (2000): Kunci Identifikasi Famili

1. Kepala tidak dapat dimasukkan ke dalam perisai, permukaan perisai perut dengan keping intergular

di tengah daerah gular ……… Chelidae 1b. Leher dapat dimasukkan ke dalam perisai ……….. 2 2a. Kaki depan berbentu seperti dayung ………3 2b. Kaki depan tidak berbentuk dayung ………5 5a. Perisai punggung lunak dan terlihat relative pipih,

lubang hidung terdapat pada ujung belalai yang berdiameter kecil, kaki depan tidak berbentuk dayung,

paling sedikit tiga jari berkuku ………... Trionychidae 5b. Perisai punggung menulang dan berkeping tidak pipih... 6

6a. Kaki seperti kaki gajah, jari-jati tidak jelas, bersisik menulang,

kuku pendek dan tebal, hidup di darat, perisai sangat tinggi……….. Testudinidae 6b. Kepala hanya ditutupi kulit, jari kaki berselaput, hanya

dipenuhi dengan sisik menebal, telapak kaki dan

tangan relatif panjang, kuku panjang dan runcing, hidup di air,

perisai tidak terlalu tinggi...7 7a. Kaki dengan jari-jari berselaput sebagian hingga penuh,

diliputi oleh sisik-sisik, kulit kepala umumnya licin atau

terbagi-bagi seperti sisik, ukuran kecil sampai besar, perisai perut

tidak merata... Geoemydidae

Kunci Identifikasi Spesies:

1a. Perisai perut dapat ditutup seluruhnya, sehingga kepala

dan kaki bersembunyi di dalamnya, perisai perut tidak berlekuk

di depan dan pada tepi belakang keping anal...Cuora amboinensis

Lampiran 2. Daftar Cacing Endoparasit pada Feses Cuora amboinensis

(55)
(56)

29 - 2 2

30 - - -

31 - - -

32 - - -

33 - - -

34 - - -

D 35 - - -

36 - - -

37 2 - 2

38 - - -

E 39 - - -

40 - - -

JUMLAH 4 3 7

Keterangan:

Lokasi tempat penangkapan kura-kura A : Makassar

(57)
(58)

PREVALENSI DAN INTENSITAS INFESTASI ENDOPARASIT

BERDASARKAN HASIL ANALISIS FESES KURA-KURA AIR

TAWAR (Cuora amboinensis) DI PERAIRAN

SULAWESI SELATAN

DEWI FARAH DIBA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(59)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feses Kura-Kura Air Tawar (Cuora amboinensis) di Perairan Sulawesi Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor Agustus 2009

(60)

ABSTRACT

DEWI FARAH DIBA. Prevalence and Intensity of Endoparasite Infestation in Terrapin Turtle Based on the Results of Feces Analysis (Cuora amboinensis) at the South Sulawesi River. Under the Supervision of R. R. DYAH PERWITASARI and ACHMAD FARAJALLAH

Parasite is an organism that lives in another organism. A parasitic symbiosis could occur in turtles. Turtles can become the hosts of parasites. Parasites are classified into the phylum of Apicomplexa, Acanthocephala, Nematode, Platyheliminthes and Arthropod. The objectives of this study were to identify the endoparasite in the feces of turtles, measure the prevalence and intensity values and examine the specific pattern of relationship between parasites and hosts. Some turtles (Cuora amboinensis) were caught from five areas (water) in South Sulawesi, namely Makassar, Watampone, Luwu Timur, Bulukumba and Luwu Utara. Endoparasites were collected from the feces of the turtles and prepared with the use of eosin staining. The research found that four turtles were infested with endoparisitic worms. The endoparasite, which is classified into the phylum of Platyheliminthes, had the prevalence value of 0.88% and intensity of 1.75 parasites/host. The parasitic pattern of parasite against hosts was specific and of multi-hosts

.

(61)

RINGKASAN

DEWI FARAH DIBA. Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feses Kura-kura Air Tawar (Cuora amboinensis) Di Perairan Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh R. R DYAH PERWITASARI, ACHMAD FARAJALLAH

Parasit merupakan organisme yang menumpang hidup pada organisme lain. Simbiosis parasitisme terjadi pada kura-kura. Kura-kura adalah inang untuk beberapa jenis parasit, diantaranya adalah Apicomplexa, Acanthocephala, Nematoda, Platyhelminthes dan Arthropoda. Feses inang dapat digunakan untuk menganalisis keberadaan endoparasit.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan identifikasi jenis parasit berdasarkan hasil analisis feses Cuora amboinensis, mengkaji nilai prevalensi dan intensitas endoparasit feses Cuora amboinensis dan pola spesifitas parasit terhadap inang.

Penangkapan kura-kura telah dilakukan selama lima bulan (Maret-Juli 2007) dan Mei 2008 di lima perairan Sulawesi Selatan meliputi Makassar, Watampone, Luwu Timur, Bulukumba dan Luwu Utara. Jenis kura-kura yang di koleksi adalah Cuora amboinensis tergolong ke dalam famili Geomydidae. Parasit di koleksi dari feses dan dipreparasi di Bagian Biosistematik dan Ekologi Hewan Departmen Biologi, FMIPA-IPB. Preparasi spesimen menggunakan pewarnaan eosin.

Hasil menunjukkan bahwa hanya ada empat ekor dari 40 ekor Cuora

amboinensis yang terinfestasi oleh endoparasit. Endoparasit pada feses adalah

Platyhelminthes. Cacing endoparasit ditemukan sebanyak tujuh ekor. Nilai prevalensi adalah 0.88% dan intensitas 1.75 parasit/inang. Pola spesifitas adalah spesifik dan multi parasit.

(62)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karay tulis

(63)

PREVALENSI DAN INTENSITAS INFESTASI ENDOPARASIT BERDASARKAN HASIL ANALISIS FESES KURA-KURA AIR TAWAR

(Cuora amboinensis) DI PERAIRAN SULAWESI SELATAN

DEWI FARAH DIBA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(64)

Judul Tesis : Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feses Kura-Kura Air Tawar (Cuora amboinensis) Di Perairan Sulawesi Selatan

Nama : Dewi Farah Diba NIM : G351050061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. R.R.Dyah Perwitasari, M.Sc Dr. Ir. Achmad Farajallah, M.Si Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Pascasarjana Biologi

Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(65)
(66)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena Rahmat dan Berkat-Nya penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Magister di Institut Pertanian Bogor. Adapun judul penelitian ini adalah “Prevalensi dan Intensitas Infestasi Endoparasit Berdasarkan Hasil Analisis Feses Kura-Kura Ait Tawar (Cuora amboinensis) Di Perairan Sulawesi Selatan”. Penelitian ini telah dilakukan dari Maret sampai Juli 2007 dan Mei 2008. Preparasi spesimen, identifikasi dan analisis data telah dilakukan dari bulan Juni sampai November 2008.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. R.R.Dyah Perwitasari, M.Sc dan Dr. Ir. Achmad Farajallah selaku pembimbing dan Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA selaku penguji luar komisi pembimbing.

Ucapan terima kasih kepada Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA sebagai ketua program studi Biologi dan seluruh staf pengajar serta staf teknis laboran di laboratorium Zoologi program studi Biologi IPB atas bimbingan dan pengarahan selama penulis mengikuti perkuliahan.

Teristimewa buat ayahanda Drs. Dg Idris M, M.Si dan ibunda Ernina Dewi S.S serta adinda Wildan Erfandi Rahman yang selalu memberikan dorongan dan semangat juang bagi penulis selama kuliah sampai selesainya penulisan tesis ini.

Kiranya Allah SWT berkenan memberikan rahmat-Nya atas segala budi baik yang diberikan kepada penulis. Akhirnya penulis mengharapkan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

(67)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 08 Oktober 1982 di Ujungpandang Sulawesi Selatan, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Nama ayah Drs. Dg Idris Muhyiddin, M.Si dan ibu Ernina Dewi S.S. S.Pd

Riwayat pendidikan telah penulis tempuh dalam mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin dan lulus pada tahun 2005. Judul karya ilmiah yang ditulis sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana adalah “Histopatologi Badan Malpighi Ginjal Mencit (Mus musculus) Akibat Pemberian Parasetamol”.

(68)

DAFTAR ISI

Simbiosis Inang-Parasit dan Spesifitas ……… 3 Karakteristik kura-kura sebagai inang ……… 4

Cuora amboinensis ……… 5

Hewan-hewan Parasit ……….. 6 Karakteristik Wilayah Penelitian. ... 8

BAHAN DAN METODE

Penangkapan Kura-kura dan Koleksi Feses………... 10 Kepastian Spesies Inang ………... 11 Koleksi, Preparasi dan Identifikasi Endoparasit pada Feses ……… 11 Analisis Data ... 12

HASIL

Daerah Penangkapan dan Kepastian Inang ……….. 13 Cacing Endoparasit pada Feses Cuora amboinensis ………………...16 Prevalensi dan Intensitas Infetasi Cacing Endoparasit pada Feses Cuora

amboinensis ……………….…..18

PEMBAHASAN

Daerah Penyebaran Cuora amboinensis ………. 20 Endoparasit pada Feses Cuora amboinensis ……….20 Prevalensi dan Intensitas ………... 22

(69)

DAFTAR TABEL

(70)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Cuora amboinensis ... 5 2. Sistem pencernaan Kura-kura ... 8 3. Garis Wallace ………. 9 4. Peta Lokasi Penangkapan Kura-kura ……… 10 5. Anakan Sungai Tallo Makassar ……….. 13 6. Anakan Sungai Tamata Watampone ………. 14 7. Anakan Sungai Magege Luwu Timur ………. 14 8. Persawahan Bulukumba ………. 15 9. Anakan Sungai Suso Luwu Utara ……….. 15 10. Morfologi Cuora amboinensis ………16 11. Cacing tipe 1 : (a & b) Cacing dari C. amboinensis Luwu Timur …….. 17 12. Cacing tipe 1 : (c) cacing dari C. amboinensis Bulukumba dan (d) Cacing

(71)

DAFTAR LAMPIRAN

(72)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam suatu komunitas terdapat berbagai bentuk interaksi. Interaksi terjadi di antara makhluk hidup yang satu dan yang lainnya dan menciptakan suatu simbiosis. Simbiosis secara luas diartikan sebagai interaksi antara dua individu yang berlainan spesies. Bentuk simbiosis yaitu simbiosis mutualisme, simbiosis komensalisme dan simbiosis parasitisme. Simbiosis mutualisme merupakan interaksi antara dua individu yang saling menguntungkan. Simbiosis komensalisme adalah bentuk interaksi di antara dua individu yang tidak saling menguntungkan maupun merugikan. Simbiosis parasitisme adalah interaksi yang merugikan karena satu spesies beruntung karena mendapat makanan dari spesies yang ditumpanginya dan spesies tersebut akan menderita kerugian karenanya (Brotowidjoyo, 1987). Simbiosis mutualisme dan parasitisme merupakan faktor penting dalam fungsi ekologi dan proses evolusi.

Simbiosis parasitisme tercipta antara kelompok herpetofauna dan parasitnya. Herpetofauna merupakan semua jenis hewan yang tergolong dalam kelas Amphibia dan Reptilia. Kura-kura adalah jenis reptilia (Goin & Zug 1993, Iskandar 2000). Secara popular Ernst & Barbour (1989) membedakan bangsa kura-kura menjadi empat kelompok berdasarkan habitat dan morfologinya, yaitu penyu merupakan kura-kura yang hidup dilaut (sea turtle), tortoise adalah kura-kura yang hidup di darat, terrapin adalah kura-kura-kura-kura air tawar dan labi-labi atau bulus adalah kura-kura yang berperisai lunak (soft shelled turtle).

(73)

Menurut cara hidupnya, parasit dapat dibedakan menjadi ektoparasit dan endoparasit (Sains & Hartini, 1999). Ektoparasit adalah parasit yang hidup di permukaan luar tubuh inang dan umumnya berasal dari anggota Filum Platyhelminthes, Nemathelminthes dan Arthropoda. Sedangkan endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inang yang umumnya termasuk ke dalam Filum Platyheminthes, Nemathelminthes dan Protozoa.

Endoparasit dalam tubuh inang mungkin terdapat dalam macam-macam sistem peralatan tubuh yaitu sistem pencernaan, sistem sirkulasi dan sistem respirasi. Berdasarkan habitat parasit dalam tubuh inang maka analisis endoparasit dapat dilakukan melalui feses. Marquard & Petersen (2007) menyatakan bahwa feses dapat digunakan untuk mengetahui parasit yang hidup di saluran pencernaan.

Infestasi parasit pada inangnya memberikan dampak yang tidak menguntungkan bagi inang. Pada tingkatan yang lebih ringan parasit menganggu ketersediaan dan dinamika sumberdaya daripada inang. Parasit menjadi salah satu faktor pengendali pertumbuhan populasi inang (Newey et al. 2005).

Informasi tentang prevalensi dan pola spesifitas parasit yang menyerang kura-kura merupakan database biologi yang penting dan dapat memperkaya informasi ilmiah terutama terhadap hubungan antara inang-parasit.

Tujuan Penelitian

(74)

TINJAUAN PUSTAKA

Simbiosis Inang-Parasit dan Spesifitas

Simbiosis atau interaksi antara dua individu yang berlainan spesies bisa ditemukan dalam suatu ekosistem. Simbiosis bisa dikelompokkan berdasarkan untung dan rugi antara spesies-spesies yang bersimbiosis. Beberapa jenis simbiosis yaitu simbiosis mutualisme merupakan interaksi di antara dua spesies yang saling menguntungkan, simbiosis komensalisme merupakan interaksi dua spesies yang tidak saling menguntungkan ataupun merugikan dan simbiosis parasitisme (Brotowidjoyo 1987).

Parasit merupakan organisme yang menumpang hidup pada organisme lain yang disebut dengan inang. Kusumamihardja (1988) menyatakan parasitisme hanya terjadi bila salah satu spesies bergantung dan mendapatkan makanan dan perlindungan dari spesies yang ditumpanginya. Kehadiran parasit dalam tubuh inang dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar atau lingkungan meliputi habitat dan lingkungan inang serta kesediaan makanan yang cukup bagi inang untuk menunjang kehidupan parasit. Faktor dalam meliputi kondisi tubuh inang tempat parasit bermukim yakni diorgan tubuh (Sprent 1963).

Inang berperan penting di alam dalam penentuan kehadiran parasit. Kecocokan inang merupakan penyesuaian alami satu jenis parasit pada satu atau beberapa inang. Parasit ini mempunyai batasan ekologi yang sempit pada inangnya saja. . inang, selain mengganggu kehidupan inang, parasit juga berperan sebagai pengontrol dinamika produksi inang (Newey et al. 2005)

Kennedy (1975) menjelaskan bahwa ekologi parasit adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara parasit dengan lingkungan habitatnya. Ekologi parasit meliputi distribusi parasit dengan tekanan pada sumber makanannya dan interaksi jenis-jenis parasit dalam satu habitat.

Gambar

Gambar 1. Cuora amboinensis
Gambar 2. Sistem pencernaan kura-kura
Gambar 3. Peta lokasi penangkapan kura-kura
Tabel 1 Lokasi penangkapan dan jumlah C. amboinensis yang tertangkap.
+7

Referensi

Dokumen terkait