• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pemanfaatan TPA sampah pascaoperasi berbasis masyarakat (studi kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pemanfaatan TPA sampah pascaoperasi berbasis masyarakat (studi kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi)"

Copied!
384
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PEMANFAATAN TPA SAMPAH PASCA

OPERASI BERBASIS MASYARAKAT

(Studi Kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi)

ROYADI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Analisis

Pemanfaatan TPA Sampah Pascaoperasi Berbasis Masyarakat

(Studi Kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi) adalah karya saya

sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar Pustaka

Acuan dibahagian akhir disertasi ini.

Bogor, April 2006

(3)

ABSTRAK

ROYADI. Analisis Pemanfaatan TPA Sampah Pascaoperasi Berbasis Masyarakat (Studi Kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi). Dibimbing oleh M. Sri Saeni, Lala M. Kolopaking dan Hartrisari Hardjomidjojo.

TPA Bantar Gebang yang beroperasi sejak tahun 1989 selesai kontrak pakainya oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tanggal 31 Desember 2003. Untuk mengatasi permasalahan TPA Sampah Pascaoperasi, perlu dilakukan kajian dan analisis untuk melihat kemungkinan yang terjadi dimasa depan didasarkan pada keadaan saat ini seperti sumberdaya dan lingkungan alam, sosial ekonomi, fisik kimia, mikrobiologi, dan keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatan TPA Sampah Pascaoperasi Berbasis Masyarakat. Tujuan dan manfaat dari penelitian ini antara lain adalah: 1). Melakukan evaluasi terhadap kualitas air sumur, air sungai, air lindi dan mikrobiologi; 2). Memilih alternatif yang sesuai untuk pemanfaatan TPA Sampah Pascaoperasi Berbasis Masyarakat.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah analisis fisik kimia, analisis sosial ekonomi dan prospektif analisis serta Analitic Hierarki Proces (AHP). Kesimpulan dari penelitian ini antara lain adalah: 1). Kualitas fisik kimia dan biologi air sumur, air sungai dan air lindi masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan, kecuali untuk kekeruhan air sungai, kandungan nitrat, nitrit, BOD5,

(4)

ABSTRACT

ROYADI. Analysis Pemanfaatan TPA Sampah Pascaoperasi Berbasis Masyarakat (Case Study at TPA Bantar Gebang, Bekasi). Under the direction of M. Sri Saeni, Lala M. Kolopaking dan Hartrisari Hardjomidjojo.

TPA Bantar Gebang operating since 1989 finishing contract wear him by Local Government of DKI Jakarta on 31 December 2003, was so that needed effort to see possibility that happened future able to solve problem TPA after operation for based by situation of natural environment and resources, socio -economic, chemical-physical, microbiological, so that the exploiting of being based on the society. The goal of this research area: 1) evaluate to quality well water, river water and microbiological component; 2) Alternative which exploiting TPA garbage after operation being based on society.

(5)

JUDUL DISERTASI : ANALI SI S PEMANFAATAN TPA SAMPAH PASCA OPERASI BERBASI S MASYARAKAT (Studi Kasus TPA Bantar Gebang Bekasi)

Nama Mahasiswa : R o y a d i Nomor Pokok : 99522708

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. I r. M. Sri Saeni, MS Ketua

Dr. I r. Lala M. Kolopaking, MS Anggota

Dr. I r. Hartrisari Hardjom idjojo, DEA Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dr. I r. H. Surjono Hadi Sutjahjo, MS

Tanggal Ujian: 8 Mei 2006

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. I r. Syafrida Manuwoto, MSc Dekan

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya, sehingga Disertasi ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dilakukan dengan judul Analisis Pemanfaatan TPA Sampah Pascaoperasi Berbasis Masyarakat (Studi Kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi) dilaksanakan mulai dari bulan Juli 2004 sampai dengan Nopem ber 2004. Lokasi Penelitian ini adalah pada TPA sampah Bantar Gebang, Bekasi, Provinsi Jawa Barat.

Dalam melaksanakan penelitian dan penulisan ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini panulis ingin memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr.Ir. M. Sri Saeni, MS, selaku Ketua komisi pembimbing, Dr. Lala M. Kolopaking, MS dan Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA, selaku anggota komisi pembimbing atas segala waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan serta saran yang diberikan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,MS., selaku Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, yang selalu memacu agar cepat selesai dalam studi.

3. Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang selalu mendukung penulis sebagai mahasiswa di Sekolah Pascasarjana IPB.

4. Pimpinan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Departemen Dalam Negeri atas dukungan dan memberikan izin kepada penulis untuk dapat mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

5. Prof.Dr.Ir. Bunasor Sanim, M.Sc dan Prof.Dr. Tjahya Supriatna, SU selaku penguji luar komisi.

6. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas pemberian izin penelitian di TPA Sampah Bantar Gebang, Bekasi kepada penulis.

7. Semua pihak yang telah membantu penulis tidak dapat disebut satu persatu namanya, baik secara moral maupun material.

Penulis mengharapkan semoga karya ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah DKI Jakarta dan Pemda Kota Bekasi serta dunia ilmu pengetahuan dan pihak lain yang membutuhkannya.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1962 di Jakarta, sebagai putra ke-empat dari tujuh bersudara dari ayah Mukdi (almarhum) dan Ibu Sareah (almarhumah). Pada tahun 1976, penulis lulus dari SDN Gempol Pagi I Jakarta, lulus dari SMP Negeri 79 Jakarta tahun 1980 dan lulus dari SMA YMIK Jakarta jurusan Ilmu Pasti Alam tahun 1983 kemudian masuk CATAR AKABRI pada tahun 1983 di Ma gelang dan menyelesaikan Sarjana S1 pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta pada tahun 1992. Pada tahun 1994 mengikuti pendidikan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) di LPEM-UI kemudian tugas belajar di University of New South Wales, Sdney Australia, dan tahun 1996 mengikuti pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Ilmu Sumberdaya Manusia, Program Pascasarjana Institut Pengembangan Wiraswasta Indonesai, Jakarta lulus tahun 1998. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan studi pada Program Doktor di program studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana IPB Bogor.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 2

A. Tujuan Penelitian... 2

B. Manfaat Penelitian... 3

1.3. Kerangka Pemikiran ... 3

1.4. Perumusan Masalah ... 5

1.5. Ruang Lingkup... 5

A. Lingkup Wilayah Penelitian... 5

B. Lingkup Materi Penelitian... 6

1.6. Hipotesis... 6

1.7. Novelty (Kebaruan)... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemberdayaan Masyarakat ... 7

2.2. Partisipasi Masyarakat... 13

2.3. Pencemaran Lingkungan ... 24

2.4. Pengertian-pengertian ... 26

A. Pengertian Sampah ... 26

B. Sumber dan Jenis Sampah... 27

C. Pengelolaan Sampah ... 29

D. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)... 34

E. Lindi ... 35

III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

3.2. Metode Pengumpulan Data... 37

(9)

a. Fisik dan Kimia... 37

b. Mikrobiologi Lingkungan... 41

c. Sosial Ekonomi Masyarakat... 43

B. Data Sekunder... 44

3.3. Tahapan Kegiatan Penelitian ... 45

3.4. Metode dan Analisis Data... 45

A.Data Fisik Kimia... 46

a. Analisis Kualitas Air Sumur... 46

b. Analisis Kualitas Air Sungai... 47

c. Analisis Kualitas Air Lindi... 47

B. Data Mikrobiologi... 47

C.Sosial Ekonomi dan Kesehatan Masyarakat... 47

D.Umur Pemanfaatan TPA... 48

E. Analitik Hierarki Proses (AHP)... 48

F. Teknik Prospektif... 50

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi………... 54

A. Letak Geografi ... 54

a. Letak dan Luas Wilayah... 54

b. Iklim... 56

c. Penduduk ... 56

B. Karakteristik Sampah Perkotaan dan TPA... 58

a. Karakteristik Sampah... 58

b. Komposisi Sampah... 59

c. Densitas atau Kepadatan Sampah... 60

C. Umur Teknis TPA Bantar Gebang... 61

D. Kualitas Lingkungan... 61

E. TPA Liar dan Pemulung... 62

a. TPA Liar... 62

b. Pemulung... 62

(10)

G. Peranserta Masyarakat, Swasta dan Pengelola TPA... 67

a. Peranserta Masyarakat... 67

b. Peranserta Swasta... 67

c. Pengelola TPA... 68

4.2. Evaluasi Fisik Kimia... 70

A. Perkembangan Kualitas Air Sumur... 70

a. Kekeruhan... 70

b. Suhu... 73

c. Kemasaman (pH)... 74

d. Total Disolved Solid (TDS)... 75

e. Chimical Oxigen Demand (COD)... 76

f. Kesadahan... 76

g. Nitrat (NO3?)... 77

h. Besi (Fe)... 79

i. Sulfida (S² ¯)... 79

j. Nitrit (NO2)... 80

k. Orto Fosfat... 81

l. Ammonia (N-NH3)... 82

m. Koliform Total (MPN)... 83

n. Escherichia Coli... 84

B. Perkembangan Kualitas Air Sungai... ... 85

C. Perkembangan Kualitas Air Lindi... 92

4.3. Komponen Mikrobiologi ... 97

4.4. Komponen Sosial Ekonomi... 99

A. Karakteristik Responden ... 99

B. Sosial Ekonomi Respond en... 100

C. Tanggapan Responden terhadap TPA Bantar Gebang... 101

D. Kesehatan Masyarakat... 103

E. Umur Teknis TPA... 107

(11)

a. Komposting... 107

b. Daur Ulang... 109

4.5. Hasil Sintesis AHP... 110

A. Hasil Sintesis AHP pada zone I... 112

B. Hasil Sintesis AHP pada zone II... 113

C. Hasil Sintesis AHP pada zone III... 114

D. Hasil Sintesis AHP pada zone IV... 115

E. Hasil Sintesis AHP pada zone V... 116

F. Prioritas Pemanfaatan TPA setiap zone... 117

4.6. Implikasi Kebijakan Skenario Prospektif Masa Depan... 118

A. Existing codition... 119

B. Need Analysis... 120

C. Gabungan antara Existing Condition dan Need Analysis... 122

a. Luas Lahan... 123

b. Instalasi Pengelolaan Air Sa mpah (IPAS)... 123

c. Peraturan Perundangan... 124

d. Pendanaan... 125

e. Teknologi... 126

f. Keterlibatan Swasta... 127

g. Donor Agency... 128

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 131

5.2. Saran ... 133

DAFTAR PUSTAKA ... 135

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 : 2 : 3 : 4 : 5 : 6 : 7 : 8 : 9 : 10: 11: 12: 13: 14: 15: 16: 17: 18: 19: 20: 21: 22: 23: 24: 25: 26: 27: 28: 29: Evaluasi Partisipatif... Sumber dan Jenis Sampah………... Hasil Analisis Lindi Sistem Sanitary Landfill (ppm)………… ..…... Kualitas air sumur di TPA Bantar Gebang………... Kualitas Air Sungai Ciketing………….………... Kualitas Air Lindi………... Penyakit Bawaan Sampah……….... Beberapa Jenis Penyakit Bawaan Air………... Nilai dan definisi pendapat kualitatif………... Pedoman Penilaian Analisis Prospektif... Jumlah dan perkembangan penduduk di tiga Kelurahan………. Jumlah sampah yang dibawa ke TPA Bantar Gebang Tahun 2004... Komposisi bahan organik dan anorganik di TPA Bantar Gebang…... Perkiraan Jenis Dampak Penting di TPA Bantar Gebang……… Kualitas Air Sumur di Atas dari TPA 2004... Kualitas Air Sumur Bawah dari TPA 2004... Analisis Kualitas Air Sungai Sebelum TPA (inlet) 2004... Analisis Kualitas Air Sungai Sesudah TPA (outlet) 2004... Distribusi lalat di kawasan TPA Bantar Gebang dan sekitarnya……. Jenis pekerjaan responden... Tingkat pendapatan responden... Wujud gangguan terhadap air tanah... Penyebab gangguan terhadap air tanah……… .... Penyebab gangguan bau………... Jenis penyakit di Kota Bekasi dalam 7 tahun terakhir………... Persepsi responden terhadap gangguan kesehatan tahun 2001 s/d 2004...

Umur Teknis TPA Bantar Gebang…………...……….... Faktor-faktor penentu atau kunci hasil gabungan faktor existing condition dan need analysis... Analisis tingkat kepentingan antar faktor...

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1: 2: 3: 4: 5: 6: 7: 8: 9: 10: 11: 12: 13: 14: 15: 16: 17: 18: 19: 20: 21: 22: 23: 24: 25: 26:

Kerangka Pikir pemanfaatan TPA Pascaoperasi Berbasis Masyarakat.. Diagram kerangka dasar pemikiran pengelolaan sampah.………... Tahapan Kegiatan Penelitian... Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem…... Peta Kota Bekasi……….……….... Peta TPA Bantar Gebang……….... Kegiatan pemulung di TPA Bantar Gebang …...…………... Pengelolaan air lindi di TPA Bantar Gebang.………... Struktur Organisasi Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta.………… Lokasi Sumur bawah dari TPA... Perkembangan parameter pH air sumur... Sungai C iketing (outlet)………...………... Perkembangan parameter Nitrat air lindi ………... Perkembangan Nitrat di IPAS Periode Oktober-Nopember 2004... Perkembangan Nitrit di IPAS Periode Oktober-Nopember 2004... Perkembangan BOD5 di IPAS Periode Oktober-Nopember 2004……. COD di IPAS Periode Oktober-Nopember 2004... pH di IPAS periode Oktober-November 2004... Lokasi TPA Bantar Gebang zone IV... Struktur Hirarki ... Hasil sintesis AHP untuk penggunaan zone I... Hasil sintesis AHP untuk penggunaan zone II... Hasil sintesis AHP untuk penggunaan zone III... Hasil sintesis AHP untuk penggunaan zone IV... Hasil sintesis AHP untuk penggunaan zone V... Tingkat Kepentingan faktor- faktor existing condition yang berpengaruh pada pemanfaatan TPA Terpadu...

(14)

27:

28:

29:

Tingkat kepentingan faktor- faktor need analysis yang berpengaruh pada sistem pemanfaatan TPA Terpadu... Tingkat kepentingan faktor- faktor gabungan antara existing condition dan need analysis yang berpengaruh pada sistem pemanfaatan TPA Terpadu... Model Pemanfaatan TPA Sampah Pascaoperasi Berbasis Masyarakat..

121

122

(15)

DAFTAR LAMPI RAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1: Lampiran 2: Lampiran 3: Lampiran 4: Lampiran 5: Lampiran 6: Lampiran 7: Lampiran 8: Lampiran 9: Lampiran 10: Lampiran 11: Lampiran 12: Lamp iran 13: Lampiran 14: Lampiran 15: Lampiran 16: Lampiran 17: Lampiran 18: Lampiran 19: Lampiran 20: Lampiran 21: Lampiran 22: Lampiran 23: Lampiran 24:

Pertanyaan Analisis Prospektif...…….……...……….. Curah hujan bulanan di Bekasi (mm) tahun 1979-1988 Sta 841-Bekasi... Jumlah curah hujan bulanan, tahun1979-1988 Sta 841-Bekasi...

Analisis Kualitas Air Lindi sebelum diolah IPAS I (Inlet), 2004... Analisis Kualitas Air Lindi sebelum diolah IPAS 2 (Inlet) 2004... Analisis Kualitas Air Lindi sebelum diolah IPAS 3 (Inlet), 2004.... Analisis Kualitas Air Lindi sebelum diolah IPAS 4 (Inlet) 2004... Analisis Kualitas Air Lindi sesudah diolah IPAS I (Outlet), 2004... Analisis Kualitas Air Lindi sesudah dio lah IPAS 2 (Outlet) 2004... Analisis Kualitas Air Lindi sesudah diolah IPAS 3 (Outlet), 2004.. Analisis Kualitas Air Lindi sesudah diolah IPAS 4 (Outlet) 2004... Kualitas Air Lindi Titik Inlet dan Outlet Tahun 2003... Kualitas Air Lindi Titik Inlet dan Outlet Tahun 2002... Kualitas Air Lindi Titik Inlet dan Outlet Tahun 2001... Kualitas Air Lindi Titik Inlet dan Outlet Tahun 2000... Kualitas Air Sumur di Sekitar TPA Bantar Gebang Ta hun 2003... Kualitas Air Sumur di Sekitar TPA Bantar Gebang Tahun 2002... Kualitas Air Sumur di Sekitar TPA Bantar Gebang Tahun 2001... Kualitas Air Sumur di Sekitar TPA Bantar Gebang Tahun 2000... Kualitas Air Sungai Ciketing pada titik Inlet dan Outlet... Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) LPA Bantar Gebang.….. Analisis Regresi Persepsi... Daftar pertanyaan masa lah TPA Bantar Gebang ………. Perjanjian Kerjasama No.96 Tahun 1999/168 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi...

(16)

Lampiran 25:

Lampiran 26:

Perjanjian Tambahan (ADDENDUM) No. 127 tahun 2000 dan 227/2000 tentang Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Sampah dan TPA Sampah di Kecamatan Bantar Gebang, Bekasi... Perjanjian Tambahan (ADDENDUM) Kedua No.22 Tahun 2002 dan 41 Tahun 2002 tentang Perjanjian Kerjasama Pengelolaan Sampah dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kecamatan Bantar Gebang, Kota Bekasi...

186

(17)

I . PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu masalah lingkungan hidup pada saat ini adalah masalah sampah. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya, memberi kontribusi signifikan pada peningkatan sampah. Menurut Widyatmoko (2001), di kota-kota besar Indonesia setiap orang menghasilkan sampah 2 - 2,5 liter per hari, dengan mengasumsikan bahwa sampah yang dihasilkan mempunyai kepadatan yang sama dengan kepadatan sampah dalam truk yaitu 0,3 – 0,35 ton per m³, maka dalam satu tahun setiap orang me nghasilkan sampah 2,5 liter x 365 = 900 liter = 0,9 m³ atau 0,9 m³ x 0,35 kg/ m³ = 0,315 ton = 315 kg per tahun.

Jakarta dengan luas 655 km², jumlah penduduk 10.000.000 jiwa menghasilkan sampah 25.000 m³ per hari dengan bobot 25.000 m³ x 0,35 ton = 8,750 ton per hari. Dari jumlah tersebut, sampah yang tidak terangkut setiap harinya 7.500 m³ atau 365 hari x 7.500 m³ = 2.737.500 m³ per tahun. Sampah ini ditimbulkan dari berbagai lokasi kegiatan masyarakat yaitu daerah perumahan 58%, pasar 10 %, daerah komersial 15 %, daerah industri 15 %, serta jalan, taman dan sungai 2 %. Sampah-sampah ini dapat dibagi dalam dua jenis sampah, yaitu sampah organik 65 % dan sampah non-organik 35 %. Sampah yang terkumpul dan diangkut kurang lebih 70 % ke TPA Bantar Gebang, 16,5 % ke lokasi- lokasi informal, dan 13 % tidak terkelola, tercecer di dalam kota, jalan atau dibuang ke sembarang tempat misalnya ke sungai dan sepanjang pinggir jalan (Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2002). Persoalan sampah merupakan permasalahan lingkungan yang menyebar tidak mengenal batas-batas wilayah administratif, namun sistem pengelolaannya dibatasi oleh wilayah administratif. Oleh karena itu untuk menangani masalah persampahan dibutuhkan kerjasama antar wilayah administratif, misalnya untuk lokasi TPA sampah.

(18)

saat ini ketinggian sampah 8,2 meter, lahan ini mulai diisi sejak 1989 sampai dengan 1991; zone II total lahan 23 ha, dengan lahan efektif yang digunakan 11,3 ha saat ini ketinggian sampah 6,1 meter, lahan ini mulai diisi sejak 1992 sampai dengan 1994; zone III total lahan 30,2 ha, dengan lahan efektif yang digunakan 20,2 ha saat ini ketinggian sampah 8,6 meter, lahan ini mulai diisi sejak 1995 sampai dengan 1998; zone IV total lahan 14,3 ha, dengan lahan efektif yang digunakan 11,3 ha saat ini ketinggian sampah 4,7 meter, lahan ini mulai diisi sejak 1999 sampai dengan 2001; dan zone V total lahan 15,5 ha, dengan lahan efektif yang digunakan 12,3 ha saat ini ketinggian sampah 6,1, meter, lahan ini mulai diisi sejak 2002 sampai dengan 2003.

Pada zone yang tidak aktif terjadi proses suksesi vegetasi, timbunan sampah besar, pembentukan gas metana, proses akumulasi, degradasi, limpasan dan peresapan serta pembentukan air lindi yang berlangsung dan aliran air lindi ke dalam pengolahan terus berjalan, pencemaran sumur, sungai, gas dan konflik, perlu pengelolaan yang baik. Sedangkan pada zone yang aktif, dampak biologi khususnya keberadaan lalat tinggi 36,7 ekor per grill melebihi baku mutu Departemen Kesehatan RI Nomor 281-11/PD.03.04.11 tanggal 30 Oktober 1989 yaitu 30 per grill. Oleh karena itu pengelolaan sampah pada zone yang masih aktif perlu memperhatikan standar sanitary landfill dengan menimbun dan menutup sampah dengan tanah agar tidak menimbulkan bau menyengat hasil pembusukan bahan organik yang akan merangsang keberadaan lalat.

Dengan demikian, untuk mengatasi permasalahaan TPA sampah pascaoperasi, perlu dilakukan kajian dan analisis untuk melihat kemungkinan yang terjadi di masa depan didasarkan pada keadaan saat ini seperti sumberdaya dan lingkungan alam, sosial ekonomi, fisik kimia, mikrobiologi, dan keterlibatan masyarakat, dala m pemanfaatan TPA sampah pascaoperasi berbasiskan masyarakat.

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

A. Tujuan Penelitian

a. Melakukan evaluasi terhadap TPA saat ini dan melakukan analisis kualitas air sumur, air sungai, air lindi, komponen mikrobiologi serta sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat;

(19)

B. Manfaat Penelitian

a. Memberi masukan kepada Pemda DKI Jakarta maupun Pemda Kota Bekasi alternatif memanfaatkan TPA pascaoperasi berbasis masyarakat yang sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar.

b. Memberi masukan untuk penanggulangan dan pengendalian pencemaran di TPA Bantar Gebang, Bekasi Pascaoperasi.

c. Pengembangan model partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup khususnya pemanfaatan TPA Pascaoperasi.

d. Dapat digunakan kebijakan Pemerintah DKI Jakarta dan Kota Bekasi untuk pemanfaatan TPA Bantar Gebang Pascaoperasi.

e. Meningkatkan pendalaman di bidang ilmu lingkungan yang berkaitan dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan khus usnya pemanfaatan TPA Pascaoperasi.

1.3. Kerangka Pemikiran

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang adalah suatu tempat penampungan sampah Kota Jakarta yang lokasinya berada di Kota Bekasi. Sehubungan telah berakhirnya pengelolaan TPA menurut Kesepakatan Kerjasama antara Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi tahun 2003, maka pemanfaatan TPA Pasca operasi berbasis masyarakat perlu mendapat perhatian yang sangat serius.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka kerangka pikir dalam penelitian ini dengan menggunakan berbagai skenario yang optimal dalam memprediksi semua kemungkinan keadaan yang akan terjadi di masa yang akan datang digunakan analisis Prospektif (Hartrisari 2002). Permasalahan yang terjadi mulai kondisi TPA saat ini hingga pada pemanfaatan TPA pascaoperasi dapat dilihat secara menyeluruh (holistik) dengan melibatkan semua stakeholders yang ada di dalamnya.

(20)

TPA SAMPAH BANTAR GEBANG

E. coli,coliform dan populasi lalat

Persepsi dan partisipasimasyarakat Kualitas Air Sumur,

Sungai dan air lindi

Gambar 1: Kerangka Pikir Pemanfaatan TPA Pascaoperasi Berbasis Masyarakat.

Pemilihan alternatif Pemanfaatan

Model Pemanfaatan TPA Pascaoperasi Berbasis

Masyarakat

Luas 108, 5 zone,

sanitary landfill

Pembentukan air lindi, gas metan, proses akumulasi,

degradasi dan limpasan serta peresapan

Pemulung, penyakit menular,

keracunan gas, mencemari sumur,

sungai, dankonflik. Kontrol

Pemerintah kurang

TPA SAAT INI

Analisis

(21)

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan informasi dari uraian sebelumnya, maka pokok permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. TPA Bantar Gebang memiliki potensi timbunan sampah cukup besar, lahannya luas, terdiri 5 zone, dengan ketinggian sampah yang masih dibawah standar sanitary landfill rekomendasi JAICA, memiliki 4 IPAS yang masih beropersi dengan baik, dapat dimanfaatkan beberapa alternatif kegiatan;

b. Penumpukan sampah di TPA akan menghasilkan lindi yang dapat merembes ke dalam air tanah dan sungai, menurunkan kualitas air permukaan, sungai dan sumur penduduk.

c. TPA menyebabkan tumbuh dan berkembangnya media pembawa penyakit seperti lalat, kecoa, tikus, nyamuk dan cacing;

d. Bagaimana konsep pemanfaatan TPA sampah pascaoperasi berbasis masyarakat. Dalam penelitian ini aspek-aspek yang mempengaruhi pemanfaatan TPA pascaoperasi diuraikan menjadi aspek lingkungan fisik kimia, biologi, ekonomi, sosial budaya dan kesehatan. Analisis aspek-aspek tersebut diharapkan menghasilkan rekomendasi dan menentukan alternatif skenario unggulan yang menjadi masukan untuk merumuskan kebijakan pemanfaatan TPA Sampah Bantar Gebang pascaoperasi berbasis masyarakat.

Untuk mengatasi permasalahan ini, perlu dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan TPA sampah pascaoperasi berbasis masyarakat. Upaya pemecahan masalah pemanfaatan TPA pascaoperasi dilakukan dengan mengetahui kondisi TPA saat ini maupun kondisi sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat sekitar TPA kemudian masukan dan pendapat para pakar yang kemudian dianalisis untuk mengetahui pemanfaatan kedepan yang sesuai dengan kondisi yang ada.

1.5. Ruang Lingkup.

A. Lingkup Wilayah Penelitian

(22)

Gebang dalam Kota Bekasi, Jawa Barat. Secara administrasi tiga kelurahan tersebut adalah sebagai berikut: a). Kelurahan Ciketing Udik; b). Kelurahan Cikiwul; dan c). Kelurahan Sumurbatu.

B. Lingkup Materi Penelitian

Sehubungan telah berakhirnya pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Bantargebang menurut Kesepakatan Kerjasama antara Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi tahun 2003, maka ruang lingkup materi penelitian dibatasi dengan pengembangan model pemanfaatan TPA sampah pascaoperasi berbasis masyarakat.

1.6. Hipotesis .

Berdasarkan latarbelakang dan perumusan masalah yang dikemukakan serta sesuai dengan kerangka pemikiran dan tujuan penelitian, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebabagi berikut:

a. Sumur penduduk baik yang diatas maupun di bawah dari TPA dan air Sungai Ciketing telah tercemar;

b. Alternatif terbaik pemanfaatan TPA Sampah Pascaoperasi adalah digunakan sebagai TPA Terpadu;

c. Pemanfaatan sebagai TPA Terpadu menimbulkan multiplier effect bagi lingkungan, masyarakat sekitar TPA dan pemerintah;

1.7. Novelty (Kebaruan)

(23)

I I . TI NJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemberdayaan Masyarakat

Kemandirian dan keberdayaan masyarakat merupakan prasyarat untuk menumbuhkan kemampuan masyarakat sebagai pelaku dalam pengelolaan lingkungan hidup bersama dengan pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya (Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997). Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Menurut McArdle (1989), pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan, orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal. Namun, bukan hanya untuk mencapai tujuannya yang penting, akan tetapi lebih pada makna pentingnya proses dalam pengambilan keputusan. Friedmann (1992), menyatakan bahwa proses pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradap menjadi semakin efektif secara struktural baik di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun bidang politik, ekonomi dan lain- lain. Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan:

a. Menekankan pada proses pemberian atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya;

b. Kemampuan individu untuk mengendalikan lingkungannya, adalah suatu proses pemahaman situasi yang sedang terjadi sehubungan dengan politik, ekonomi dan sosial yang tidak dapat dipaksakan dari luar.

(24)

Menurut Hikmat (2001), pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan yang berpusat pada kepentingan dan kebutuhan rakyat yang mempunyai arah pada kemandirian masyarakat. Oleh karena itu dalam pemberdayaan masyarakat pada dasarnya masyarakat perlu mengembangkan kesadaran atas potensi, masalah dan kebutuhannya sehingga akan terwujud rasa tanggungjawab dan kesadaran untuk memiliki dan memelihara program pengembangan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberdayaannya yang sangat luas dan berguna serta kemauan masyarakat untuk menjadi lebih baik. Proses ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, menggunakan dan mengakses sumberdaya setempat sebaik mungkin, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan Hikmat (2001). Pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya, proses ini akan dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat.

Melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dalam kegiatan pembangunan dan pemberdayaan sangat penting, menurut Uphoff (Sumardjo dan Saharudin, 2003) ada tiga alasan utama yaitu (1) sebagai langkah awal mempersiapkan masyarakat untuk berpartisipasi dan merupakan suatu cara untuk menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap program pembangunan yang dilaksanakan (2) sebagai alat untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan potensi dan sikap masyarakat setempat (3) masyarakat mempunyai hak untuk memberikan pemikir annya dalam menentukan program-program yang akan dilaksanakan di wilayah mereka. Sedangkan menurut Oppenheum (Sumardjo dan Saharudin, 2003) ada dua hal yang mendukung terjadinya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan dan pembangunan, yaitu: (1) adanya unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu pada diri seseorang dan (2) iklim dan lingkungan yang memungkinkan terjadinya pelaku tersebut.

(25)

kerja keras, hemat, keterbukaan, rasa tanggung jawab dan lain sebagainya. Pemberdayaan masyarakat adalah kemampuan setiap individu untuk terlibat dan berperan dalam pembangunan, dengan demikian masyarakat berhak dan wajib menyumbangkan potensinya dalam pembangunan, sekecil dan selemah apapun kualitas sumberdaya seseorang bisa diberdayakan dalam pembangunan di daerahnya.

Menurut Departemen Dalam Negeri (1996), Pembangunan Masyarakat Desa adalah seluruh kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di desa dan kelurahan dan mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan prakarsa dan swadaya gotong royong. Dalam memperdayakan masyarakat, pemerintah mengarahkan program-program yang diperuntukkan dan langsung akan dinikmati masyarakat, rencana dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat dan lembaga kemasyarakatan yang pelaksanaannya dilakukan oleh LKMD.

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan dan kualitas sumberdaya manusia dan masyarakat agar mampu secara mandiri melaksanakan kegiatan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraannya, dengan tujuan dan sasarannya, meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat; pencapaian tujuan pembangunan masyarakat; semangat membangun pada seluruh masyarakat; dan menempatkan manusia sebagai subyek pembangunan. Sasarannya adalah pimpinan lembaga kemasyarakatan; tokoh masyarakat dan warga masyarakat dengan tidak membedakan jenis kelamin.

Pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang bertujuan membekali keterampilan dan pengetahuan kepada masyarakat agar mampu memberikan kontribusi dan dukungan terhadap proses pembangunan yang terjadi di lingkungannya. Masyarakat akan ikut menangani limbah domestik apabila mereka memiliki "keberdayaan", sehingga pemberdayaan masyarakat menjadi penting dan mendesak (Ditjen Bina Bangda, 2002).

(26)

Prinsip dasar otonomi daerah adalah memberdayakan daerah dan pemberdayaan masyarakat. Agar Pemerintah Daerah mampu mengelola sumberdaya secara optimal, keputusan publik harus mampu menjawab permasalahan dengan memanfaatkan sumberdaya secara optimal di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Pemberdayaan masyarakat mempunyai makna sejauh mana masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan, melaksanakannya dan mengawasi keputusan tersebut, termasuk peningkatan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan menuju kemandirian, sehingga berperan sebagai penjinak bencana bukan menjadi korban bencana (Jurnal Otonomi Daerah, 2001).

Selanjutnya menurut Bangd a (2002), strategi pemberdayaan masyarakat antara lain adalah:

a. Keterbukaan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan limbah domestik, yang segala sesuatunya dibicarakan dengan masyarakat, sehingga masyarakat menjadi faham dan mengerti.

b. Responsif dan aspiratif, menampung dan menindaklanjuti keinginan masyarakat dan tidak membiarkan masalah menjadi berlarut-larut.

c. Jemput bola, tidak menunggu timbul masalah baru bekerja, tetapi aktif untuk membantu masyarakat dalam keadaan apapun.

d. Dengan membentuk kelompok (1 kelompok = 10 orang) untuk mengelola dan menangani limbah domestik, kelompok ini menjadi ujung tombaknya.

e. Mengembangkan semangat “perang terhadap limbah domestik” dalam diri masyarakat melalui media elektronik, cetak, spanduk dan brosur.

f. Mengembangkan budaya bersih dan sehat dalam lingkungan RT, RW dan Desa atau Kelurahan.

(27)

hilangnya pengendalian atau hilangnya hal- hal lain, yang paling penting pemberdayaan memungkinkan pemanfaatan kecakapan dan pengetahuan masyarakat seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat itu sendiri.

Pemberdayaan menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak memberdayakan, Sumodiningrat (1997). Dalam kaitan dengan upaya memberdayakan masyarakat guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Payne (1997) suatu proses pemberdayaan bertujuan membantu masyarakat memperoleh daya untuk mengambil kep utusan dan menentukan tindakan yang dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki masyarakat, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. MAcArdle (1989) mengemukakan bahwa hal terpenting dalam pemberdayaan adalah partisipasi aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan.

Menurut Hikmat (2001), proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan; Pertama, proses pemberdayaan dengan kecenderungan primer menekankan pada proses memberikan keleluasaa n, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Kedua, proses pemberdayaan dengan kecenderungan sekunder menekankan atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Seringkali kecendrungan primer terwujud melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu. Selanjutnya disebutkan bahwa proses pemecahan masalah berbasiskan pemberdayaan masyarakat yang berdasarkan prinsif bekerja bersama masyarakat mempunyai hak- hak yang harus dihargai, sehingga masyarakat lebih mampu mengenali kebutuhannya dan dilatih untuk dapat merumuskan rencana serta melaksanakan pembangunan secara memadai dan swadaya. Dalam hal ini, praktisi pembangunan berperan dalam memfasilitasi proses dialog, diskusi, curah pendapat dan mensosialisasikan temuan masyarakat.

(28)

sumber hidup yang penting. Proses pemberdayaan merupakan wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi antara lapisan sosial sehingga kemampuan individu "senasib" untuk saling berkumpul dalam suatu kelompok cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif. Dalam rangka mewujudkan kesamaan derajat yang lebih besar antara perempuan dan laki- laki, pemberdayaan pere mpuan merupakan proses kesadaran pembentukan kapasitas terhadap partisipasi perempuan yang lebih besar dan tindakaan transformasi. Dalam rangka peningkatan partisipasi aktif laki- laki dan perempuan, maka perempuan harus terlibat secara proporsional, sehingga dapat menciptakan kemitraan yang adil, IRC, UNICEF dan Yayasan Dian Desa (1999).

Strategi pemberdayaan perempuan sebagai mitra sejajar laki- laki menggunakan pendekatan dua arah, yaitu saling menghormati, saling mendengar dan menghargai keinginan serta pendapat orang lain. Dalam proses pemberdayaan ini, terjadi pembagian kekuasaan secara demokratis atas dasar kebersamaan, keutamaan dan tenggang rasa. Pemberdayaan perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki adalah kondisi dimana laki- laki dan perempuan memiliki kesamaan hak dan kewajiban yang terwujud dalam kesempatan, kedudukan, peranan yang dilandasi sikap dan perilaku yang saling membantu dan mengisi disemua bidang kehidupan (Priyono , 1996).

(29)

Di dalam kerangka pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, maka haruslah terjadi pergeseran fungsi birokrasi sebagai fasilitator. Selayaknya birokrasi harus kembali ke hakikat fungsi yang sebenarnya ialah sebaga i pelayan masyarakat, bukan mencampuradukan dengan pembangunan maupun pemberdayaan. Rakyat memegang hak dan wewenang yang tinggi untuk menentukan kebutuhan pembangunan, ikut terlibat secara aktif dalam pembangunan dan mengontrolnya serta memperoleh fasilitas dari pemerintah (Santoso, 2002).

Jadi pemberdayaan masyarakat adalah memberi daya atau kekuatan dan kemampuan serta meningkatkan harkat dan martabat untuk dapat berdiri sendiri diatas kakinya sendiri melalui penyuluhan dan pendampingan pada suatu kegiatan yang bertujuan membekali keterampilan dan pengetahuan kepada masyarakat agar mampu memberikan kontribusi dan dukungan terhadap pembangunan di lingkungannya.

2.2. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris "participation" yang berarti ambil bagian atau melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Sedangkan dalam kamus Webster, arti partisipasi "mengambil bagian atau ikut menanggung bersama orang lain" Natsir (1986). Apabila dihubungkan dengan masalah sosial, maka arti partisipasi adalah suatu keadaan dimana seseorang ikut merasakan sesuatu bersama -sama dengan orang lain sebagai akibat adanya interaksi sosial, Fairchild (1977). Secara harfiah, partisipasi berarti "turut berperanserta dalam suatu kegiatan", "keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan", "peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan". Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai "bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari da lam dirinya maupun dari luar dirinya dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan" (Moeliono, 2004).

(30)

Tjokroamidjojo (1990), menyatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah, strategi dalam kebijaksanaan kegiatan, memikul beban dan pelaksanaan kegiatan, memetik hasil dan manfaat kegiatan secara adil. Partisipasi berarti memberi sumbangan dan turut serta menentukan arah atau tujuan pembangunan, yang ditekankan adalah hak dan kewajiban setiap orang. Koentjaraningrat (1974) berpendapat bahwa partisipasi berarti memberi sumbangan dan turut menentukan arah atau tujuan pembangunan, dimana ditekankan bahwa partisipasi itu adalah hak dan kewajiban bagi setiap masyarakat.

Jadi partisipasi dapat diartikan sebagai sesuatu keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperanserta secara aktif dalam suatu kegiatan, dalam hal ini kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat. Peranserta masyarakat berarti masyarakat ikut serta, yaitu mengikuti dan menyertai pemerintah dalam memberikan bantuan guna meningkatkan, memperlancar, mempercepat dan menjamin keberhasilan usaha pembangunan Santoso dan Iskandar (1974). Masyarakat diharapkan ikut serta, karena hasil pembangunan yang dilaksanakan pemerintah bersama-sama dengan masyarakat adalah untuk kesejahteraan masyarakat sendiri, dalam hal ini pemerintah memberi bantuan dan masyarakat mempunyai tanggapan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pembangunan tersebut. Agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan diperlukan tiga syarat sebagai berikut: 1). adanya kesempatan untuk membangun; 2). adanya kemauan untuk memanfaatkan kesempatan; dan 3). adanya kemauan untuk berpartisipasi dalam pembangunan.

(31)

berkembang perlu diperhatikan prasyarat sebagai berikut: 1). aspek partisipasi yang mendasar adalah luasnya pengetahuan dan latar belakang kemampuan untuk mengidentifikasi dan menentukan prioritas pemecahan masalah; 2). adanya kemampuan untuk belajar terhadap berbagai masalah sosial dan cara mengambil keputusan pemecahannya; dan 3). kemampuan untuk mengambil tindakan secara cepat dan tepat.

Menurut Cressey (1987), partisipasi menjadi fokus utama dalam usaha peningkatan tarap hidup masyarakat, dan tidak dapat dilepaskan dari pertanyaan-pertanyaan tentang kewenangan, otoritas, legitimasi serta pengendalian dan tampak terkait dengan aspek-aspek politik. Dalam prakteknya, partisipasi tidak dapat didefinisikan secara terbatas, tergantung pada aktor yang terlibat. Terdapat beberapa model partisipasi pada saat ini yang didasarkan pada pemikiran dan pendekatan terhadap persoalan, beberapa tipe partisipasi itu ialah:

a. Partisipasi dilihat sebagai kesatuan organik dari kepentingan perusahaan (organic unity of interest) partisipasi mengambil tempat melalui kerja kelompok dan struktur untuk mengusahakan aspek-aspek peningkatan dan pengembangan sesuai dengan sasaran dan tujuan perusahaan.

b. Partisipasi berdasarkan lembaga yang ada (statutory), biasanya dijumpai pada masyarakat yang memiliki konsensus politik yang stabil, umumnya bersifat formal, biasanya dimulai dari legalitas, berkembang ke lembaga-lembaga seperti perwakilan atau pengaturan tripartit.

c. Partisipasi sukarela (voluntary), tidak diprogram, muncul berdasarkan kebutuhan kelompok dan kebutuhan perusahaan dan bersifat positif kadang-kadang kepada pengambil keputusan bersama perusahaan.

d. Partisipasi manajeman sendiri (self management) yang mengembangkan demokrasi dan formalitas kontitusi seperti diskusi investasi dan pengembangan.

(32)

Sedangkan Poerwadarminta (1986), berpendapat bahwa masyarakat adalah pergaulan hidup manusia (sehimpunan orang yang hidup bersama disuatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tertentu). Selanjutnya Soekanto (1986) berpendapat bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja secara cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri sendiri dan menganggap diri mereka suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang telah dirumuskan dengan jelas. Masyarakat adalah sekelompok orang yang mempunyai identitas sendiri, yang membedakan dengan kelompok lain dan hidup diam dalam wilayah atau daerah tertentu secara tersendiri. Kelompok ini, baik sempit maupun luas mempunyai peranan akan adanya persatuan di antara anggota kelompok dan menganggap dirinya berbeda dengan kelompok lain. Mereka memiliki norma-norma, ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang dipatuhi bersama sebagai suatu ikatan. Perangkat dan pranata tersebut dijadikan pedoman untuk memenuhi kebutuhan kelompok dalam arti seluas- luasnya (Widjaja, 1986).

(33)

Hamidjojo (1993) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat yang berintikan gotong-royong yang diangkat dari tradisi khas bangsa Indonesia dengan diberi persyaratan atau kualifikasi baru, yaitu rasionalitas, otoaktivitas (swadaya, individualitas atau kepribadian yang otonom, masyarakat yang dewasa dan harus bisa menolong diri sendiri. Keberhasilan partisipasi masyarakat haruslah didasari kewajaran, kesukarelaan, sikap, dan prilaku aktif yang langgeng. Dalam partisipasi masyarakat terkandung dua makna dwitunggal, yaitu bahwa swadaya dan gotong-royong, dan merupakan suatu prinsif kerjasama dan bentuk kerja yang spontan, di antara warga desa dan antara warga desa dan Kepala Desa beserta Pamong Desa, yang mengandung unsur: kekuatan atau prakarsa sendiri, berupa pengarahan kemampuan pikiran, tenaga, sosial dan hartabenda (daya), melaksanakan pekerjaan bagi kepentingan lingkungan tetangga, masyarakat dan pemerintah (rumah tangga) desa, dengan menjunjung tinggi semangat kebersamaan dan rasa keterikatan timbal balik dalam meraih dan menikmati hasil karya.

(34)

semata dalam pembuatan keputusan proyek, tetapi juga menggali pengetahuan penduduk, mencatat bidang keahlian lokal yang dapat memberikan kontribusi sesungguhnya bagi rancangan proyek: mengumpulkan data sosial ekonomi, memantau dan mengevaluasi proyek yang dikumpulkan oleh orang luar; memberikan pemahaman teknis; dan memberikan kontribusi informasi ruang dan sejarah tentang proyek terdahulu yang mungkin sejenis dan penyebab keberhasilan dan kegagalan.

Menurut Davis dalam Sastropoetro (1988), ada beberapa syarat agar terdapat pertisipasi yang efektif, diantaranya adalah kemampuan. Seseorang dengan kemampuan ekonomi yang tinggi mampu berpartisipasi dalam berbagai bentuk, misalnya tenaga, uang, ide atau pemikiran dan sebagainya. Hal ini berarti bahwa tingkat partisipasinya juga lebih tinggi dibanding seseorang yang kemampuan ekonominya lebih rendah. Di samping itu partisipasinya juga lebih bersifat "murni" tanpa pamrih, tanpa motif ekonomi. Sebaliknya, seseorang yang kemampuan ekonominya rendah akan berpartisipasi atas dasar pamrih, yakni untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Kebutuhan ini bisa terpenuhi dengan berpartisipasi sebagai tenaga kerja, untuk memperoleh upah. Sedangkan menurut Arianta (1995) dalam penelitiannya mengenai partisipasi anggota lembaga perkeriditan desa menemukan bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu faktor penyebab utama partisipasi dari anggota lembaga tersebut. Anggota masyarakat terdorong untuk berpartisipasi terhadap lembaga tersebut karena faktor ekonomi berupa keinginan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak.

Menurut GTZ (1997), pendekatan partisipatif diperlukan untuk melibatkan semua pihak sejak langkah awal, mulai tahapan analisis masalah, penetapan rencana kerja sampai pelaksanaan dan evaluasinya. Kegiatan partisipatif dapat dikelompokkan pada dua kelompok sasaran yaitu: partisipasi para pengambil keputusan, dan partisipasi kelompok setempat yang terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup.

(35)

a. Masyarakat dapat mengetahui rencana pembangunan di daerahnya, dan mengetahui dampak yang akan terjadi, serta dapat menanggulangi.

b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai masalah lingkungan.

c. Masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapatnya atau persepsinya kepada pemerintah.

d. Pemerintah mendapatkan informasi dari masyarakat yang tidak ada dalam Amdal. e. Dapat dihindarinya kesalah pahaman dan terjadinya konflik.

f. Masyarakat akan dapat menyiapkan diri untuk menerima manfaat proyek.

g. Meningkatnya perhatian dari pemerintah dan pemrakarsa proyek pada masyarakat. Kerugian partisipasi masyarakat yang sering terjadi berdasarkan pengalaman di Amerika Serikat menurut Canter (1977), adalah:

a. Informasi yang masuk dari masyarakat bermacam- macam bentuknya, mempersulit untuk mengambil keputusan.

b. Informasi dan pendapat dari masyarakat yang tidak banyak tahu atau tidak memahami mengenai proyek pembangunan, dampak dan pengelolaan lingkungan.

c. Masyarakat terkadang tidak berminat lagi dalam dengar pendapat, karena penjelasan yang diberikan pada masyarakat sering terlalu teknis.

d. Penyimpulan pendapat masyarakat tidak selalu berpegang pada pendapat terbanyak (mayoritas), tetapi berdasarkan pendapat-pendapat dan informasi yang logis dan dapat diterima secara ilmiah oleh pemerintah.

e. Kalau ada perbedaan pendapat diantara kelompok masyarakat, maka rumusan atau keputusan yang akan diambil menyebabkan selalu ada kelompok yang tidak puas. f. Dimanipulasikan untuk kepentingan pribadi atau suatu kelompok yang tidak baik.

Partisipasi ini dikatagorikan sebagai partisipasi langsung. Sebaliknya ada partisipasi tidak langsung, yaitu apabila warga dikerahkan karena adanya gagasan dari atas dimana warga dimobilisasi, dikerahkan secara paksa untuk aktif dalam kegiatan lingkungan (Huntington and Nilson (1977). Menurut Adimihardja (2001), proses partisipasi sesungguhnya adalah keterlibatan masyarakat secara menyeluruh mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, antara lain adalah:

(36)

dilakukan oleh masyarakat, dengan melakukan diskusi kelompok terarah untuk membahas persoalan-persoalan yang terjadi diantara kelompok-kelompok atas organisasi sosial masyarakat dan mempraktekan analisa pola keputuasan yang dilakukan masyarakat dalam proses perencanaan.

b. Tahap pelaksanaan perencanaan partisipatif merupakan konsekwensi logis dari implementasi pemberdayaan masyarakat, masyarakat mempunyai peran utama, sebagai pengelola perencanaan mulai identifikasi potensi dan pendayagunaan sumber-sumber lokal sehingga penyusunan usulan rencana serta evaluasi mekanisme perencanaan. Tahap pengawasan dan evaluasi kegiatan pengawasan dan evaluasi partisipatif, teknik dan prosedur, instrumentasi, pengumpulan, pengelolaan dan analisis data, serta pelaporan harus diberikan kewenangan kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan pengawasan dan evaluasi internal, seperti Tabel 1.

Tabel 1. Evaluasi Partisipatif

Aspek Evaluasi Partisipatif

Siapa

Apa

Bagaimana

Kapan

Mengapa

Anggota masyarakat, staf proyek, fasilitator masyarakat mengidentifikasi sendiri indikator keberhasilan termasuk hasil produk yang akan dicapai. Evaluasi sendiri, produk sederhana yang diadaptasi dengan budaya lokal, ada diskusi hasil dengan melibatkan partisipan dalam proses evaluasi. Evaluasi sendiri, metode sederhana yang diadaptasi dengan budaya lokal, ada diskusi hasil yang melibatkan persyaratan dalam proses evaluasi. Tergantung atas proses perkembangan masyarakat dan intensitas relatif sering.

Pemberdayaan masyarakat lokal untuk intensitas, mengontrol, melakukan tindakan koreksi.

Sumber: Narayama (1993).

(37)

Inkeles (1969) menyatakan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam mengikuti kegiatan di lingkungannya, antara lain: umur, penghasilan, pekerjaan, pendidikan dan lama tinggal. Individu yang mempunyai tingkat pendidikan dan penghasilan yang tinggi cenderung untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang ada di lingkungannya. Ia juga mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan individu, semakin luas pengetahuannya dan kesadarannya terhadap lingkungan yang akhirnya akan diikuti dengan keterlibatannya pada masalah-masalah kemasyarakatan. Faktor lama tinggal juga merupakan salah satu faktor yang tidak kecil perannya dalam mempengaruhi partisipasi seseorang dalam kegiatan yang ada di lingkungannya. Semakin lama tinggal di suatu tempat, semakin besar rasa memiliki dan perasaan dirinya sebagai bagian dari lingkungannya, sehingga timbul keinginan untuk selalu menjaga dan memelihara lingkungan dimana dia menetap. Partisipasi dapat bersifat individual atau kolektif, terorganisasi atau tidak terorganisasi yaitu secara spontan dan sukarela.

(38)

Ketiga faktor tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai faktor di seputar kehidupan, manusia yang paling berinteraksi atau dengan lainnya, seperti psikologis individu (needs, harapan, motif, reward) pendidikan, adanya informasi, keterampilan, teknologi, kelembagaan yang mendukung, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal serta peraturan dan pelayanan pemerintah. Sedangkan menurut Oppenheim (1973) dalam Sumardjo dan Saharudin (2003), ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu pada diri seseorang dan terdapat iklim atau lingkungan yang memungkinkan terjadinya perilaku tertentu.

Menurut Sahidu (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemauan masyarakat untuk berpartisipasi adalah motif harapan, dan penguatan informasi. Faktor yang memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi adalah pengaturan dan pelayanan, kelembagaan, struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal, kepemimpinan, sarana dan prasarana. Faktor yang mendorong adalah pendidikan, modal dan pengalaman yang dimiliki. Terdapat tiga prinsip dasar dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat desa agar ikut serta dalam pembangunan, yaitu: (1) Learning process (learning by doing): Proses kegiatan dengan melakukan aktivitas kegiatan pelaksanaan program dan sekaligus mengamati, menganalisa kebutuhan dan keinginan masyarakat; (2). Institusional development. Melakukan kegiatan melalui pengembangan pranata sosial yang sudah ada dalam masyarakat. Karena institusi atau pranata sosial masyarakat merupakan daya tampung dan daya dukung sosial; (3) Participatory. merup akan suatu pendekatan yang umum dilakukan untuk dapat menggali need yang ada dalam masyarakat (Marzali, 2003).

(39)

(1989), terdapat dua pendekatan mengenai partisipasi masyarakat. Pertama, partisipasi merupakan proses sadar tentang pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan dari masyarakat yang kurang beruntung berdasarkan sumberdaya dan kapasitas yang dimilikinya. Dalam proses ini tidak ada campur tangan dan prakarsa pemerintah. Kedua, partisipasi harus mempertimbangkan adanya investasi dari pemerintah dan LSM, di samping peran serta masyarakat. Hal ini sangat penting untuk implementasi proyek yang lebih efisien, mengingat kualitas sumber daya dan kapasitas masyarakat tidak memadai, jadi, masyarakat miskin tidak leluasa sebebas-bebasnya bergerak sendiri berpartisipasi dalam pengembangan kelembagaan dan pemberdayaan.

Partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi yang bersifat konsultatif dan bersifat kemitraan. Dalam partisipasi masyarakat dengan pola hubungan konsultatif antara pihak pejabat pengambil keputusan dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan, anggota-anggota masyarakatnya mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberi tahu, dimana keputusan terakhir tetap berada ditangan pejabat pembuat keputusan tersebut. Dalam konteks partisipasi masyarakat yang bersifat kemitraan, pejabat pembuat keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukkannya. Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan membahas keputusan. Kenyataan menunjukan bahwa masih banyak yang memandang partisipasi masyarakat semata- mata hanya sebagai penyampaian informasi, penyuluhan bahkan sekedar alat public relation agar proyek tersebut dapat berjalan tanpa hambatan. Karena nya partisipasi masyarakat tidak saja digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, tetapi juga digunakan sebagai tujuan.

(40)

tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi, 2). kemauan, sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan resiko, mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut, dan 3). kemampuan, adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu atau sarana dan material lainnya.

Dengan demikian partisipasi masyarakat adalah keterlibatan dan keikutsertaan seseorang atau masyarakat untuk berperanserta melakukan kegiatan bersama -sama dengan orang lain secara aktif dan sukarela dalam menentukan arah, strategi dan tujuan pembangunan.

2.3. Pencemaran Lingkungan

Menurut Saeni (1989), pencemaran adalah peristiwa adanya penambahan bermacam- macam bahan sebagai hasil dari aktivitas manusia ke dalam lingkungan yang biasanya memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungan itu. Zat pencemar adalah zat yang mempunyai pengaruh menurunkan kualitas lingkungan, atau menurunkan nilai lingkungan itu. Kontaminan adalah zat yang menyebabkan perubahan dari susunan normal dari suatu lingkungan. Kontaminan tidak digolongkan sebagi zat pencemar bila tidak menimbulkan penurunan kualitas lingkungan. Selanjutnya menurut Saeni (1997), salah satu jenis bahan pencemar yang dapat membahayakan kesehatan manusia adalah logam berat. Zat yang bersifat racun dan yang sering mencemari lingkungan misalnya merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium (Cd), dan tembaga (Cu). Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pemba ngunan berkelanjutan (UU No.23 Tahun 1997).

Menurut pasal 1 ayat 11 UU No. 23 Tahun 1997, baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada zat pencemar yang ditanggung keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu. Pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa setiap usaha kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

(41)

terhadap lingkungan, karena adanya perubahan yang bersifat fisik, kimiawi, maupun biologis (Supardi, 1994). Pencemaran lingkungan mempunyai derajat pencemaran atau tahap pencemaran yang berbeda, didasarkan pada konsentrasi zat pencemar, waktu tercemarnya, lamanya kontak antara bahan pencemaran dengan lingkungan.

Menurut Tchobanoglous, et.al (1977), perolehan gas nitrogen (N2), karbon

dioksida (CO2) dan metana (CH4), pada landfill tergantung banyaknya komponen

organik pada landfill, hara yang tersedia, kadar air pada sampah, tingkat kepadatan sampah pada kondisi awal, waktu penimbunan dan lain- lain. Secara umum perolehan gas

N2, CO2, CH4 pada landfill dapat dihitung dengan melakukan perkalian antara volume

sampah pada landfill dengan nilai persen masing-masing gas, menurut jangka waktu penimbunan sampah.

Sampah merupakan sumber beberapa jenis penyakit menular, keracunan dan lain-lain (Slamet, 1994). Bahan beracun, bakteri, virus, jamur dan lain-lain- lain-lain ya ng ada dalam timbunan sampah, dapat berpindah tempat ke tempat lain melalui proses lindi. Apabila cairan dari sampah yang mengandung bibit penyakit masuk kedalam air permukaan, maka air permukaan tersebut akan berperan sebagai penyebar mikroba patogen atau penyakit menular di dalam air.

Ada empat hal penyebab pencemaran air tanah yaitu:

a. Bila jarak antara sumur dan jamban kurang dari 10 m untuk tanah biasa dan paling dekat 15 m untuk tanah porus atau gembur.

b. Lokasi sumur tersebut sebelumnya merupakan lokasi sumber limbah rumahtangga atau dekat industri atau bekas lokasi sampah (TPA).

c. Merembesnya air permukaan yang telah tercemar, WC dan air cucian ke dalam sumur. d. Masuknya debu yang sudah tercemar ke dalam sumur terbuka.

(42)

menghindari pencemaran oleh lindi, sumber air sumur dangkal yang umumnya masih digunakan oleh penduduk sebagai air minum harus terletak jauh dari sanitary landfill.

Pencemaran air dapat mengganggu tujuan penggunaan air dan akan menyebabkan bahaya bagi manus ia melalui keracunan atau sumber dan penyebab penyakit. Daerah perkotaan dengan tingkat aktivitas masyarakat dan industri yang demikian tinggi secara bersamaan akan menghasilkan sampah sehingga membutuhkan tempat pembungan akhir sampah kota yang perlu dikelola dengan baik agar dampak pencemarannya tidak mempengaruhi masyarakat sekitarnya. Nitrat dalam hal ini merupakan pencemar utama yang dapat mencapai air tanah dangkal maupun air tanah dalam yang diakibatkan oleh aktivitas manusia termasuk dari penempatan sampah, Vasu at.al. (1998). Di samping itu pergerakan air sangat mudah dipengaruhi oleh pengambilan air atau pemompaan air tanah dangkal melalui sumur-sumur bor yang umumnya disiapkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.

Secara umum sumber pencemaran air tanah berasal dari tempat-tempat pembuangan sampah, mudah meresap ke dalam tanah, sehingga sampah organik merupakan sumber primer pencemaran bakteriologik (Bitton, 1984 dalam Wuryadi, 1990). Menurut Bouwer (1987) menambahkan, jarak aman dari bidang resapan adalah 30 meter untuk daerah di atas muka air tanah, dan 60 meter di bawah muka air tanah.

Bakteri patogen yang biasanya disebarkan melalui air adalah bakteri amuba disentri, kolera dan tipus. Jumlah bakteri patogen dalam air umumnya sedikit dibandingkan dengan bakteri coli (coliform), sehingga bakteri ini dipakai sebagai bakteri indikator terhadap kualitas perairan karena jumlahnya banyak dan mudah diukur (Diana, 1992). Jenis bakteri coliform sebagai indikator adalah Escherichia coli dan Aerobacter coli. Dari kedua jenis tersebut, yang lebih umum dan lebih banyak terdapat di perairan atau tanah adalah jenis E. coli, yaitu sebagai indikator pencemar fecal (tinja), dihitung berdasarkan MPN (most probabel number) (Saeni, 1991).

2.4. Pengertian-pengertian A. Pengertian Sampah

(43)

terbuang atau dibuang dari suatu hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Sampah mempunyai nilai negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar, disamping juga dapat mencemari lingkungan (Sa’id, 1998).

Sampah (solid waste) adalah semua jenis bahan padat yang dibuang sebagai bahan buangan, tidak bermanfaat atau barang-barang yang dibuang karena kelebihan (Tchobanoglous et al., 1977). Pavoni menyatakan bahwa, sampah adalah semua bahan buangan yang umumnya dalam bentuk padat, berasal dari manusia dan binatang yang dibuang sebagai barang yang tidak berguna atau tidak dibutuhkan lagi. Sampah merupakan segala bentuk buangan padat yang sebagian besar berasal dari aktivitas manusia (domestik). menurut Hadiwijoto (1983), sampah domestik lebih banyak didominasi oleh bahan organik, meskipun tipe dan komponennya berpartisipasi dari satu kota ke kota lainnya, bahkan dari hari-kehari.

B. Sumber dan Jenis Sa mpah

Menurut Sa’id (1987) penggolongan atau pembagian sampah dapat dilakukan berbagai cara, tergantung kebijakan negara setempat, dua cara pembagian yang sering digunakan, berdasarkan teknis dan berdasarkan sumbernya sebagai berikut:

a. Berdasarkan teknis, sampah dibagi atas:

1). Sampah bersifat semi basah, golongan bahan organik, misalnya sampah dapur, sampah restoran berupa sisa buangan sayuran dan buah-buahan, mudah terurai, karena mempunyai rantai ikatan kimiawi yang rendah.

2). Sampah anorganik sukar terurai karena mempunyai rantai ikatan kimiawi yang panjang, misalnya kaca, plastik dan selulosa.

3). Sampah berupa abu hasil pembakaran, secara kuantitatif sampah jenis ini sedikit, tetapi pengaruhnya bagi kesehatan cukup besar.

4). Sampah berupa jasad hewan mati, misalnya bangkai tikus, anjing, ayam, ikan dan burung.

(44)

6). Sampah industri, dari kegiatan produksi, secara kuantitatif limbah ini banyak, tetapi ragamnya tergantung jenis industri tersebut.

b. Berdasarkan sumbernya, sampah digolongkan dalam: 1). Sampah domestik (domestic waste).

Berasal dari lingkungan perumaha n, baik di perkotaan maupun pedesaan, ragam sampah perkotaan lebih banyak, serta jenis sampah organiknya secara kuantitatif dan kualitatif lebih kompleks. Sampah di pedesaan umumnya bahan-bahan organik sisa produk pertanian, sedangkan sampah anorganiknya lebih sedikit.

2). Sampah komersial (commercial waste)

[image:44.596.86.497.130.807.2]

Tidak berarti sampah tersebut mempunyai nilai ekonomi, tetapi lebih merujuk kepada jenis kegiatan yang menghasilkannya. Sampah komersial dari kegiatan perdagangan, seperti toko, warung, restoran dan pasar atau toko swalayan.

Tabel 2: Sumber dan Jenis Sampah

Sumber Jenis, Fasilitas, Aktivitas, Lokasi Timbulnya Sampah Jenis Sampah Perumahan Komersial Fasilitas kesehatan Perkotaan Industri Lapangan terbuka Industri pengolahan Pertanian

Rumah tinggal, apartemen atau rumah susun.

Toko, restoran, pasar, bangunan kantor, hotel, percetakan, toko onderdil, perusahaan.

Rumah sakit, puskesmas, poliklinik, apotik.

Rumah sakit, puskesmas, poliklenik, apotik.

Bangunan, pabrik, penyulingan, instalasi, kimia, pertambangan, pembangkit tenaga.

Jalan, taman, tanah kosong, lapangan bermain, pantai, jalan tol, tempat rekriasi.

PDAM, IPAL, proses pengolahan industri.

Hasil semua atau ladang, kebun, peternakan.

Sisa makan, rubbish, abu, sampah khusus.

Sisa makan, rubbish, abu, sisa bangunan, sampah khusus.

Sisa makan, rubbish, sampah khusus.

Sisa makan, rubbish, sampah khusus.

Sisa makanan, rubbish, sisa atau bekas buangan, sampah khusus, sampah berbahaya.

Sampah khusus rubbish.

Sampah dan instalasi lumpur residu.

Sisa makanan membusuk, sampah perkotaan, rubbish, sampah berbahaya.

Sumber: Tehobauoglous (1997).

(45)

a. Garbage, sisa pengolahan makanan yang mudah membusuk, misalnya koto ran dapur rumah tangga, restoran, hotel dan lain- lain.

b. Rubbish, bahan atau sisa pengelolaan yang tidak mudah membusuk (mudah terbakar: kayu, kertas, dan yang tidak mudah terbakar: kaleng dan kaca).

c. Ashes, ialah segala jenis abu hasil pembakaran kayu, batubara. d. Segala jenis bangkai yang besar seperti kuda, sapi, kucing, tikus.

Street sweeping, ialah segala benda padat sisa sampah hasil industri, misal industri kaleng dengan potongan-potongan sisa kaleng.

Menurut Sumirat (1994), jenis sampah dibagi atas dasar sifat-sifat biologi dan kimianya, yaitu:

a. Sampah yang membusuk (garbage), yang mudah membusuk karena aktivitas mikroorganisme.

b. Sampah yang tidak membusuk (refure), jenis ini terdiri dari kertas-kertas, logam, karet, plastik dan lainnya yang tidak dapat membusuk.

c. Sampah yang berbentuk debu atau abu hasil dari pembakaran, baik pembakaran bahan bakar, sampah jenis ini tidak membusuk, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan tanah atau penimbunan.

d. Sampah berbahaya, adalah sampah karena jumlah, konsentrasi atau sifat kimiawi, fisika dan mikrobiologinya dapat menimbulkan bahaya.

Jadi pada dasarnya sumber sampah dapat diklarifikasi beberapa kategori yang berhubungan dengan tata guna tanah: permukiman penduduk, tempat-tempat umum, tempat pardagangan, sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah maupun swasta, daerah industri, pertanian dan rumah sakit.

C. Pengelolaan Sampah

(46)

meresap kedalam lapisan- lapisan tanah dan masuk ke dalam air tanah (Clark, 1977). Hasil analisis lindi oleh Department of Public Health, USA (1972) terdapat pada Tabel 3.

Pada Tabel 3 dijelaskan semakin lama umur lindi, konsentrasi zat pencemar semakin berkurang, karena zat-zat tersebut telah mengalami penguraian oleh tanah. Ion klorida (Cl¯) sebagai ion anorganik sulit teruraikan, baik melalui pertukaran ion, adsorbsi, filtrasi, dan biodegradasi. Dalam hal ini ion Cl¯ dapat dipakai sebagai indikator terhadap aliran lindi, secara tidak langsung dapat menimbulkan pencemaran terhadap air tanah, khususnya air sumur gali (Slamet, 1994).

Tabel 3. Hasil Analisis Lindi Sistem Sanitary Landfill (ppm)

Umur Lindi

Parameter Satuan

2 Tahun 6 Tahun 17 Tahun

BOD5

COD Jumlah Padatan Klorida (C1¯ ) Natrium (Na?) Besi (Fe) Sulfat (SO4²¯) Kesadahan Logam-logam berat mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l 39 68.0 54 610.0 9 144.0 1 697.0 900.0 5 500.0 680.0 7830.0 15.8 8 000.0 14 080.0 6 795.0 1 330.0 810.0 6.3 2.0 2 200.0 1.5 40.0 225.0 1 198.0 135.0 74.0 0.6 2.0 540.0 5.4

Sumber: Department of Public Health USA (1972).

Tinggi rendahnya curah hujan, jarak aliran dengan air tanah, dan sifat-sifat tanah yang dilalui akan mempengaruhi sifat lindi, dan sifat lindi akan mempengaruhi tingkat pencemaran yang ditimbulkannya, sedangkan komposisi lindi dipengaruhi oleh asal dan umurnya. Dengan demikian, untuk menghindari kontaminasi terhadap lingkungan, lindi yang terjadi harus aman dari pencemaran sebelum disalurkan ke saluran pembuangan.

(47)

Gambar 2: Diagram Kerangka Dasar Pemikiran Pengelolaan Sampah

Menurut Sa’id (1988), pengelolaan sampah adalah perlakuan atau tindakan yang dilakukan terhadap sampah yang meliputi pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan serta pemusnahan. Sedangkan menurut Soewedo (1983), pengelolaan sampah adalah perlakuan terhadap sampah guna menghilangkan masalah yang berkaitan dengan lingkungan.

Pengelolaan sampah didefinisikan sebagai suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah dengan cara yang sesuai dengan prinsip -prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik, perlindungan alam, keindahan dan pertimbangan lingkungan lainnya dan juga mempertimbangkan sikap masyarakat. Pengelolaan sampah adalah suatu proses mulai dari sumber sampai dengan di buang ke tempat pembuangan akhir (TPA) dengan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan, mengganggu kelestarian dan sumberdaya alam.

Secara umum syarat pokok pengelolaan sampah, yaitu: penyimpanan atau pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan pengolahan dan pembuangan akhir. Dari beberapa syarat pokok tersebut, yang perlu mendapat perhatian adalah pengelolaan dan pembuangan akhir sampah. Pengolahan sampah merupakan proses antara sebelum dilakukan pembuangan sampah di TPA yang bersifat optimal. Teknik dan cara pengolahan sampah dapat dilakukan dengan metode daur ulang, biologis (pembuatan kompos), pemadatan dan insinerator.

UU & PERDA

Penyuluhan

Dinas Kebersihan (Petugas Kebersihan)

Sarana & Prasarana Angkutan

Penghasil Sampah (masyarakat)

Pengumpul Sampah

Sampah Terkumpul

Disiplin

Pengetahuan

Kesadaran

Prilaku atau Kebiasaan Membuang Sampah

Sampah Terangkut

(48)

Azwar (1983) menyatakan bahwa dalam pengelolaan sampah terdapat tiga aktivitas meliputi:

a. Penyimpanan atau pengumpulan

Cara ini dimaksudkan untuk menjaga agar hasil pengumpulan sampah tidak terjadi perubahan yang dikehendaki, seperti pembusukan, atau kadar air yang meningkat. Penyimpanan ini dilakukan pada tempat pengumpulan sementara sebelum sampah diangkut, dibuang, dimanfaatkan serta dimusnahkan. Tempat-tempat ini sering dijumpai di toko-toko, warung, hotel, restoran, kantor dan rumah.

b. Pengangkutan

Pengangkutan sampah dari pemukiman penduduk yang terletak di pinggir jalan raya diangkut dengan gerobak. Dari hasil pengumpulan dari rumah ke rumah dipindahkan ke tempat pembuangan sementara (TPS), selanjutnya diangkut dengan truk ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.

c. Pemusnahan.

Menurut Partoatmodjo (1993), menyatakan pemusnahan dan pemanfaatan tersebut sebagai berikut:

1) Sanitary landfill, membuang dalam lembah dan ditutup dengan selapis tanah, yang dilakukan lapis demi lapis, sehingga sampah tidak berada di alam secara terbuka.

2) Landfill, sampah dibuang dalam lembah tanpa ditimbun oleh lapisan tanah. 3) Open Dumping, membuang sampah di atas permukaan tanah.

4) Dumping in water, membuang sampah di perairan misalnya di sungai atau di laut.

5) Insiner asi, pembakaran sampah secara besar-besaran dan tertutup dengan menggunakan insenerator.

6) Individual insenerator, pembakaran sampah dengan insenerator yang dilakukan oleh perorangan dalam rumahtangga.

7) Hog feeding, sampah sayuran dijadikan untuk pakan babi.

8) Composting, pengelolaan sampah organik menjadi pupuk, yang bermanfaat untuk menyuburkan tan

Gambar

Tabel
Gambar  Halaman
Gambar 1: Kerangka Pikir Pemanfaatan TPA Pascaoperasi Berbasis Masyarakat.
Tabel 2: Sumber dan Jenis Sampah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model kelembagaan pengelolaan persampahan berbasis partisipasi masyarakat adalah rangkaian kegiatan pengelolaan sampah yang sinergis antara masyarakat penghasil, pengelola,

Model kelembagaan pengelolaan persampahan berbasis partisipasi masyarakat adalah rangkaian kegiatan pengelolaan sampah yang sinergis antara masyarakat penghasil, pengelola,

Untuk mengetahui mengenai pengembangan daerah perlindungan laut berbasis masyarakat di Kelurahan Pulau Abang, maka diperlukan kajiaan dengan pendekatan yang konprehensif

Untuk mengetahui mengenai pengembangan daerah perlindungan laut berbasis masyarakat di Kelurahan Pulau Abang, maka diperlukan kajiaan dengan pendekatan yang konprehensif

Tujuannya adalah kemandirian masyarakat dalam mempertahankan kebersihan lingkungan melalui pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dengan prinsip partisipasi

Model kelembagaan pengelolaan persampahan berbasis partisipasi masyarakat adalah rangkaian kegiatan pengelolaan sampah yang sinergis antara masyarakat penghasil, pengelola,

Kedua pendekatan tersebut dilakukan melalui proses pemberdayaan masyarakat untuk menumbuhkan prakarsa, inisiatif, dan partisipasi aktif masyarakat dalam memutuskan,

b) Pengembangan kelompok.. Seleksi lokasi/ wilayah dilakukan secara runtut dan sesuai dengan kriteria yang disepakati oleh pihak lembaga, dan masyarakat. Setelah