• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis efisiensi pemasaran bunga potong krisan, gerbera, dan anthurium (Studi kasus perusahaan Bunga Winasari, Desa Taman Sari, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis efisiensi pemasaran bunga potong krisan, gerbera, dan anthurium (Studi kasus perusahaan Bunga Winasari, Desa Taman Sari, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA POTONG

KRISAN, GERBERA, DAN ANTHURIUM

(Studi Kasus: Perusahaan Bunga Winasari, Desa Taman Sari, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh

ALAMSY AH GINTING A. 27.0044

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANJA.t'l FAKULTASPERTA}ITAN

(2)

RINGKASAN

ALAMSYAH GINTING. ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA POTONG KRISAN, GERBERA, DAN ANTHURlUM, Studi Kasus Perusahaan Bunga Winasari, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Di Bawah Bimbingan IDQAN FAHMI).

Secara garis besar tujuan penu:.isan skripsi ini adalah mengetahui saluran pemasaran yang berlaku pada sistem agribisnis bunga potong pada salah satu produsen bunga (Bogor-Jawa Barat), menganaIisis marjin pemasaran, dan menilai efisiensi pemasaran yang dikaitkan dengan pola distribusi dari tingkat produsen sampai ke konsumen. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penelitian mulai awal Oktober sampai akhir November 1996.

Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan tabulasi sederhana kemudian disajikan dalam bentuk analisis deskriptif dan kuantitatif Analisis yang dilakukan adalah dengan menganalisis saluran pemasaran, analisis marjin pemasaran, dan analisis efisiensi pemasaran.

Dari hasil analisis yang dilakukan penjualan bunga potong produsen sampel, tujuan utamanya adalah pasar Jakarta dengan melibatkan lembaga tataniaga seperti pedagang pengumpul, pedagang grosir, dan pedagang pengecer (toko bunga) di kawasan Tebet, Jakarta. Penjualan terbesar adalah melalui pedagang grosir mencapai 85 persen, sedangkan sisanya melalui pedagang pengumpul (5%) dan penjualan langsung di kebun sekitar 10 persen.

(3)

Mrujin terbesar teJjadi pada bunga anthurium di tingkat grosir untuk saluran dua, tiga, dan empat serta tingkat pengecer saluran dua. Pada Tabe1 larnpiran 6 dapat dilihat bahwa pola saluran pemasaran dua, mrujin pemasaran pedagang grosir dari ketiga jenis bunga yang diamati, secara relatifberkisar antara 12.5 sarnpai 18.75 persen sedangkan marjin pemasaran pedagang pengecer berkisar antara 11.81 sarnpai 16.66 persen.

Perbedaan besamya marjin ini dikarenakan perbedaan biaya yang harus dikeluarkan dan keuntungan yang diambil oleh masing-masing lembaga. Mrujin pemasaran terkecil terjadi pada pedagang pengecer krisan (11.81%) sedangkan marjin pemasaran terbesar terjadi pada pedagang grosir krisan (18.75%), besamya nilai mrujin ini karena besamya keuntungan yang diambil oleh pedagang grosir (13.75%) serta biaya pemasaran yang harus dikeluarkan (5.00%) yang didominasi oleh biaya transportasi. Keuntungan terkecil diperoleh pedagang pengecer krisan yaitu sebesar 8.06 persen sedangkan pedagang grosir krisan memperoleh keuntungan terbesar yaitu sebesar 13.75 persen (Rp 110/tangkai).

(4)

pada saluran ill, yakni 4.229 sedangkan bunga anthurium pada saluran II sebesar

13.204.

Dari hasH analisis maIjin pemasaran di atas, dapat dikatakan bahwa sistem

pemasaran bunga potong krisan, gerbera, dan anthurium pada perusahaan bunga

secara keseluruhan belum efisien. Hal ini ditunjukkan dari tingginya biaya pemasaran

yang ditanggung oleh lembaga pemasaran yang terlibat terutama transportasi, dan

(5)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA POTONG KRISAN, GERBERA, DAN ANTHURIUM

(Studi kasus: Perusahaan Bunga Winasari, Desa Taman Sari, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh Alamsyah Ginting

A 27.0044

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Pada

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTASPERTANIAN

(6)

FAKULTASPERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama A1amsyah Ginting

A.27.0044 Nrp

Judul Analisis Efisiensi Pemasaran Bunga Potong Krisan, Gerbera, dan Anthurium

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Srujana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dosen Pembimbing

セ⦅ッ@

__

セZ・ZZZ⦅ZZZZZNNャNNMM⦅Z@

Ir. Idqan Fahmi, MEc NIP. 131 803 657

Tanggal kelulusan: 28 Januari 1997

Menyetujui,

Ketua Jurusan

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA .MENYATAKAN BAHWA KARYA ILMIAH INI

BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAlT LEMBAGA

MANAPUN

Bogor, Januari 1997

(8)

RIWAYATHIDUP

Penulis dilahirkan di Sidorejo (Sumut) pada tanggal 24 Mei 1970, sebagai putra pertarna dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak A. Ginting dan lbu Saliyah.

Pada tahun 1978 penulis masuk pendidikan dasar di sekolah Dasar Negeri Serapit hingga menarnatkan pada tahun 1984. Dari SD serapit penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menegah Pertarna Negeri Tanjung Langkat hingga menarnatkan pada tahun 1987. Pada tahun yang sarna penulis rnelanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Binjai sampai menarnatkan tahun 1990.

(9)

KATAPENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Selawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah

SAW,

keluarga, sahabat, dan ummat-Nya hingga akhir jaman. Amin.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SaIjana Pertanian pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Jurusan llmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucakan terirna kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Bapak Ir. Idqan Fahmi, MEc selaku Dosen Pembirnbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan dengan tekun memberikan masukan &

komentar perbaikan dalam menyelesaikan tulisan ini.

2. Bapak Dr. Ir. Harianto, MS selaku Dosen Penguji yang meluangkan waktunya ditengah kesibukan yang lain.

3. Bapak Ir. Umar A.S. Tuanaya selah.'U Dosen Komdik dan juga pembimbing akademik yang memberikan semangat bagi penulis.

4. Bapak Prof Dr. Ir. Kuntjoro dan !bu yang telah banyak memberikan perhatian, semangat dan segalanya yang tak terhingga bagi penulis.

(10)

6. Ayah, !bu, Alwin dan Elvi dirumah atas perhatian dan doanya yang terus menerus serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyeiesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari kata "sempuma", karenanya penulis senantiasa mengharapkan saran dan masukkan dari semua pihak.

Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat dalam memberikan khasanah informasi

dan kegunaan bagi para pembacanya.

(11)

DAFTARISI

KATA PENGANTAR ... I

DAFTARISI ... 111 DAFTAR TABEL ... v DAFTARGAMBAR ... VI DAFTAR LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

l.2. Perumusan Masalah ... . 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.l. Pemasaran ... . 2.2. Fungsi-fungsi Pemasaran

2.3. Lembaga dan Saluran Pemasaran 2.4. Margin Pemasaran ... .

2.5. Efisiensi Pemasaran ... . III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

VII 1 3 4 6 7 8 9 10 12 3.2. Metode dan Pengumpulan Data ... ... 12 3.3. Analisis Data ... ... 13

3 . 3 . 1. Analisis saluran P emasaran 3.3 .1. Analisis Margin Pemasaran 3.3.l. Analisis Efisiensi Pemasaran ...

13 13 14 3.4. Batasan dan Definisi Operasional ... ... 15 IV. GA..>vIBARAN UMUM SISTEM AGRIBISNIS BUNGA POTONG

4.1. Keragaan Sistem Agribisnis Bunga Potong .... ... 16 4.2. Permintaan Bunga Potong .. .

4.3. Produksi Bunga Potong ... ..

(12)

4.4. Sistem Pemasaran ... 23 4.5. Gambaran Umum Produsen Yang Bergerak Dalam Sistem Agribisnis 24

Bunga Potong ... . 4.5.1. Sejarah Perkembangan Perusahaan ... 25 4.5.2. Lokasi Perusahaan ... 26 4.5.3. Struktur Organisasi dan Karyawan ... ..

4.5.4. Hasil Produksi ... ..

V. ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA POTONG 5.1. Lembaga dan Saluran Pemasaran ... ..

5.1. 1. Lembaga Pemasaran ... . 5.1.2. Saluran Pemasaran ... ..

27

28

31 31 38 5.2. Margin Pemasaran dan Analisis Penyebaran Margin Pemasaran 40

5.2.1. Margin Pemasaran

5.2.2. Analisis Penyebaran Margin Pemasaran 5.3. Analisis Efisiensi Pemasaran

VI. KESIMPULA.N DAl"\f SARAN 6.1. Kesimpulan

6.2. Saran ....

...

.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRA."N ... .

40 .

(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

Teks

1. Jumlah Bunga Potong Yang Terjual Setiap Minggu di Beberapa

Kota di Indonesia ... 19 2. Ekspor Bunga Potong Indonesia, Tahun 1990-1994 20 3. Konsumen Bunga Potong di Beberapa Wilayah ... . 20

4. Hasil Produksi Bunga Potong Winasari 30

5. Penjualan Bunga Potong Winasari via Pemasar Windy'z

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

l. Konsep Marjin Pemasaran 9

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Proyeksi Konsumsi Bunga Potong di DKi Jakarta

(ribuan tangkai) ... 58

2. Struktur Organisasi Perusahaan Winasari 59

3. Saluran Pemasaran Bunga Potong Winasari di Jakarta ...

60

4. Rasio Marjin Keuntungan Terhadap Biaya Dalam Empat

Saluran Pemasaran ... 61 5. Rekomendasi Penyimpanan Bunga Potong ... . 62

(16)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Beiakang

Indonesia sebagai negeri yang beriklim tropis dengan kondisi ikIim, fisik tanah dan topografi serta lingkungan lainnya (agroekologi), memungkinkan keanekaragaman flora tropis dan subtropis tumbuh subur. Oleh karena itu, Indonesia memiliki kekayaan flora yang cukup beragam. Hal ini menjadi keunggulan komperatif yang dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi petaniJpengusaha dalam pengembangan sistem agribisnis bunga potong.

Pengembangan usaha di bidang hortikultura merniliki prospek yang cerah, khususnya pengembangan bunga potong dalam skala besar agar menjadi industri yang dapat memberikan kontribusi terhadap sektor pertanian di Indonesia. Hal ini diduh.,mg pula oleh tersedianya tenaga keIja, nilai ekonorni yang tinggi dan terbukanya peluang pasar yang besar baik dalam pasar domestik maupun pasar luar negeri (Abidin dan Rosana, 1991).

(17)

2

devisa sebesar US $ 7.749.385 dengan pasar tujuan utama Singapura, Hongkong dan Taiwan (Biro Pusat Statistik, 1995).

Permintaan bunga potong di dalam negeri, khususnya kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Denpasar, Malang dan Medan terus meningkat. Konsumsi untuk kota-kota tersebut didominasi oleh Jakarta sebesar 66.52 persen dari total konsumsi nasional di daerah survei setiap minggunya (BCI dan Nehem dalam BPEN, 1993). Jenis bunga yang disenangi konsumen antara lain: Anggrek, Mawar, Krisan, Gladiol, Carnation, Anthurium, Gerbera, dan Alstromeria. Konsumen terbesar berasal dari rumah tangga, hotel dan restoran, kemudian diikuti oleh perkantoran. Dari hasil proyeksi Jakarta Plant Research and Study (1987), diperkirakan konsumsi bunga potong di Jakarta mulai tahun 1983 hingga tahun 1999 mengalami peningkatan sebesar 9.76 persen setiap tahunnya (Abidin dan Rosana, 1991). Meskipun, permintaan bunga di Indonesia mengalami fluktuasi sepanjang tahun. Permintaan bunga meningkat 20-30 kali dari pada biasanya, yaitu pada bulan-bulan ramai seperti: Natal dan Tahun Baru, Imlek, Valentin, Lebaran, hari kemerdekaan, dan bulan-bulan penyelenggaraan perkawinan.

(18)

3

1.2. Perumusan Masalah

Bunga potong memiliki karakteristik spesifik agribisnis yang berbeda dengan bisnis lain, diantaranya yakni membutuhkan ruangan yang luas (voluminous), mudah rusak (perishable), serta produk tidak tersedia secara kontinu. Agribisnis bunga potong menjadi usaha yang memerlukan penanganan lebih teliti, cepat, dan biaya tataniaga serta tingkat resiko usaha yang besar akibat ketergantungan yang tinggi terhadap faktor ekstemal seperti iklim, keadaan alam, struktur pasar dan fluktuasi harga.

Distribusi dan pemasaran bunga potong dari produsen sampai ke tangan konsumen cukup panjang. Saluran pemasaran bunga potong di beberapa tempat di Indonesia terdiri dari petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer dan konsumen. Pedagang pengumpul membeli bunga langsung dari kebun petani dan dipasarkan ke pasar bunga, toko bunga atau pengecer lokal. Petani selain menjual ke pedagang pengumpul juga menjual langsung kepada konsumen. Saluran pemasaran ini tidak terlalu berbeda dengan saluran pemasaran bunga potong dari kebun Winasari yang memiliki distributor tersendiri untuk pemasaran bunga di Jakarta.

(19)

4

memiliki kekuatan yang besar dalam penentuan harga dan perolehan keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Mengacu kepada latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sistem dan saluran pemasaran yang berlaku pada sistem agribisnis bunga potong krisan, gerbera, dan anthurium?

2. Bagaimana margin pemasaran diantara lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran bunga potong serta fungsi-fungsi yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran?

3. Bagaimana efisiensi pemasaran yang dikaitkan dengan pola distribusi mulai dari produsen sampai ke konsumen akhir?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Mengetahui sistem dan saluran pemasaran yang berlaku pada sistem agribisnis bunga potong.

2. Menganalisis margin pemasaran diantara lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran bunga potong serta fungsi-fungsi yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran.

3. Menilai efisiensi pemasaran yang dikaitkan dengan pola distribusi dari produsen sampai ke konsumen akhir.

(20)

II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pemasaran

Mubyarto (1977), mengemukakan bahwa di Indonesia istilah tataniaga disamakan dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Disebut tataniaga, karena niaga identik dengan dagang sehingga tataniaga berarti segala sesuatu yang menyangkut aturan permainan dalam hal perdagangan barang-barang. Karena perdagangan itu biasanya dijalankan melalui pasar maka tataniaga disebut juga pemasaran (marketing).

Tataniaga adalah segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan dan pengerahan barang-barang dan jasa-jasa dari produsen ke konsumen, berdasarkan kegunaan waktu, kegunaan tempat dan kegunaan bentuk (Azzaino, 1983). Pengertian tataniaga pertanian menurut Limbong dan Sitorus (1987) adalah segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik barang-barang hasil pertanian dari produsen ke konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan-perubahan bentuk dari barang, yang ditujukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen.

(21)

7

2. Fungsi Fisik, adalah semua tindakan yang berhubungan langsung dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu. Fungsi ini meliputi: (a) fungsi penyimpanan, (b) fungsi pengolahan dan (c) fungsi pengangkutan.

3. Fungsi Fasilitas, adalah semua tindakan yang berhubungan dengan kegiatan pertukaran yang teIjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari: (a) fungsi standarisasi dan grading, (b) fungsi penanggungan resiko, (c) fungsi pembayaran dan (d) fungsi informasi pasar.

2.3. Lembaga dan Salurau Pemasaran

Dalam penyaluran barang dan jasa, terlibat beberapa lembaga mulai dari produsen hingga ke konsumen akhir. Lembaga-lembaga yang berusaha di bidang pemasaran ini diharapkan dapat memperlancar arus barang dari produsen sampai ke konsumen melalui berbagai aktivitas atau kegiatan yang dikenal sebagai perantara (midleman). Lembaga-lembaga ini dapat berbentuk perorangan, perserikatan atau perseroan, dan melak-ukan fungsi-fungsi pemasaran, baik fungsi pertukaran, fungsi fisik maupun fungsi fasilitas.

Saluran pemasaran atau saluran distribusi adalah saluran yang digunakan produsen untuk menyalurkan produknya kepada konsumen. Beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan bila hendak memilih pola saluran pemasaran, yaitu:

(22)

8

2. Pertimbangan barang, yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat barang, tingkat kerusakan, sifat telcnis barang, apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar.

3. Pertimbangan intern perusahaan, yang meliputi besarnya ITt0dal dan sumber permodalan, pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran dan pelayanan. 4. Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai pemasaran, yang meliputi segJ

kemarnpuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan perusahaan.

2.4. Marjin Pemasaran

(23)

P

Sr

Dr

[image:23.559.59.477.11.810.2]

Qr.f

Gambar 1. Konsep Marjin Pemasaran Sumber: Hammond dan Dahl, 1977

Q

Keterangan:

(Pr - Pt). Qr.f = Nilai marjin pemasaran

Pr Harga di tingkat pedagang pengecer Pf Harga di tingkat petani

Sr Supply tingkat pengecer (derived supply) Sf Supply tingkat petani (primary supply) Dr Demand tingkat pengecer (derived demand) Df Demand tingkat petani (primary demand)

Qr.f: Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan tingkat eceran

9

(24)

10

pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Yang dimaksud biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk penyarnpaian komoditi dari mulai petani sampai konsumen akhir. Sedangkan keuntungan merupakan penerimaan dari investasi akibat memperhitungkan opportunity cost-nya.

Biaya pemasaran dan marjin keuntungan lembaga pemasaran berbeda untuk setiap jenis komoditi maupun tingkat lembaga pemasaran dan dapat berbeda dari wal..1:U ke waktu. Marjin tataniaga umurnnya dianalisis pada komoditi yang sarna, pada jumlah yang sarna serta pada struktur pasar yang bersaing sempurna. Tetapi tidak selalu harus dalam kondisi pasar yang bersaing sempurna. Marjin tataniaga sering digunakan dalarn analisis efisiensi tataniaga atau efisiensi pemasaran.

2.5. Efisiensi Pemasaran

Downey dan Erickson (1989) menjelaskan bahwa efisiensi pemasaran adalah penilaian prestasi kerja proses pemasaran, yang dapat diukur dari peningkatan rasio. keluaran -masukkan dalam proses pemasaran. Pemasaran yang efisien merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai sistem pemasaran. Indikasi adanya efisiensi pemasaran adalah kondisi pasar bersaing sempurna.

(25)

II

kepada konsumen dengan biaya yang semurah-nlUrahnya, dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut.

Soekartawi (1989), menjelaskan bahwa pasar yang tidak efisien akan terjadi apabila biaya pemasaran semakin besar dan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena itu efisiensi pemasaran akan terjadi jika: (1) biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, (2) persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, (3) tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan (4) adanya kompetisi pasar yang sehat.

(26)

ill. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus di dua lokasi yaitu Ciomas (Bogor) dan Jakarta. Pene1itian dilakukan me1alui pendekatan fungsi dan lembaga pemasaran yang berperan dalam pemasaran komoditas bunga potong dari produsen sampai ke konsumen. Pemilihan lokasi dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Bogor merupakan salah satu sentra produksi bunga potong di Jawa Barat, dan sasaran konsumen utamanya adalah pasar Jakarta. Sedangkan pernilihan perusahaan Winasari secara sengaja, dengan pertimbangan bahwa perusahaan bunga Winasari merupakan salah satu pemasok bunga potong untuk pasar Jakarta dan telah menjadi anggota Asbindo.

Waktu penelitian dilakukan selama lebih k-urang dua bulan, mulai rninggu pertama bulan Oktober sampai dengan rninggu keempat bulan November 1996.

3.2. Metode dan Pengumpulan Data

(27)

13

secara sengaJa berdasarkan penunjukan atau rekomendasi dari perusahaan bunga Winasari dengan pertimbangan distribusi, bahwa Windy'z mewakili sebagai pedagang grosir sedangkan pedagang pengecer adalah toko bunga di kawasan Tebet (Jakarta). Data sekunder diperoleh dari laporan kegiatan pef'Jsahaan dan informasi lain diantaranya dari Biro Pusat Statistik, Direktorat Bina Produksi dan Hortikultura serta Asosiasi Bunga Indonesia (ASBINDO). Data sekunder yang dih.-umpulkan bersifat kuantitatif dan kualitatif

3.3. Analisis Data

Data yang te1ah dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan tabulasi sederhana kemudian disajikan dalam bentuk analisis deskriptif dan kuantitatif, untuk mengetahui pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga, kontribusi maIjin tataniaga, dan efisiensi saluran tataniaganya. Analisis efisiensi pemasaran dalam penelitian ini dilalnlkan dengan menghitung maIjin tataniaga serta kontribusi malJm tersebut dihubungkan dengan fungsi-fungsi pemasaran yang dilak.-ukan. Se1anjutnya dilak'ukan pembahasan secara deskriptif

3.3.1. Analisis Saluran Pemasaran

Analisis saluran pemasaran ini dilalrukan untuk mengetahui saluran yang dilalui bunga potong krisan, gerbera, dan anthurium dari produsen ke konsumen.

3.3.2. Analisis Marjin Pemasaran

(28)

14

penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga. Besarnya Matjin pemasaran pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran.

Secara matematis matjin pemasaran dirumuskan sebagai berikut (Limbong dan Sitorus, 1987):

Mi = Psi -Pbi Mi= Ci + Li dimana;

Mi = Matjin pemasaran pasar tingkat ke-i Psi = Harga jual pasar tingkat ke-i

Pbi

=

Harga beli pasar tingkat ke-i Ci = Biaya pemasaran pada tingkat ke-i

Li = Keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke-i

(1) (2)

Penyebaran matjin pemasaran bunga potong dapat pula dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran. Perhitungan dila1.:ukan dengan menggunakan rumus:

Rasio Keuntungan terhadap biaya (%) = Li / Ci x 100 % dimana; Li

=

Keuntungan pemasaran lembaga ke-i

Ci = Biaya pemasaran lembaga ke-i 3.3. Analisis Efisiensi Pemasaran

... 0)

(29)

15

3.4. Batasan dan Definisi Operasional

1. Produsen: Pengusahal Perusahaan bunga Winasari yang bergerak dalam agribisnis bunga potong krisan, gerbera, dan anthurium dengan skala menengah dan komersil.

2. Pedagang grosir (Windy'z): Pedagang yang menerima bunga dari perusahaan bunga untuk kemudian dijual h'pada pedagang pengecer atau kosumen lain.

3. Pedagang Pengecer (toko bunga): Pedagangltoko bunga yang menjual bunga potong langsung kepada konsumen. Dalam penelitian ini dibatasi pada toko bunga di kawasan Tebet.

4. Marjin Tataniaga: Diartikan sebagai penjumlahan keuntungan dan total biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh semua lembaga pemasaran dalam proses penyaluran komoditi dari produsen kepada konsumen (Tomek dan Robinson, 1977). Satuan yang digunakan adalah rupiah per tangkai dan persentase.

(30)

IV. GAMBARAN UMUM SISTEM AGRIBISNIS BUNGA POTONG 4.1. Keragaan Sistem Agribisnis Bunga Potong

Sistem agribisnis bunga potong terdiri dari subsistem yang saling terkait, saling tergantung dan saling mempengaruru satu sarna lain. Keberhasilan kegiatan suatu sistem sangat ditentukan oleh keberhasilan bekeIjanya seluruh subsistem atau komponen sistem tersebut. Adanya gangguan (inefisiensi) pada salah satu subsistem akan membawa pengaruh besar terhadap subsistem yang lain.

Menurut Bunasor (1989), sistem agribisnis bunga potong di Indonesia dapat dicirikan sebagai berikut:

a. Subsistem pengadaan input dan penyaluran sarana produksi; yang meliputi bibit (umumnya impor), pupuk, obat-obatan, lainnya.

(31)

17

c. Subsistem pemasaran; meliputi pembakuan mutu, pengolahan (kemasan), penyimpanan (mengingat vase life yang terbatas, butuh tempat berpendingin khusus), dan distribusi mulai dari petani sampai ke tangan konsumen. Yang masih menjadi masalah sampai saat ini adalah, hanya sebagian kecil saja para petani bunga yang menjual langsung kepada konsumen, keadaan ini menyebabkan harga yang diterima petani relatif sangat rendah dibandingkan harga yang harns dibayar konsumen.

Sebagai bagian dari produk hortikultura, komoditi bunga potong secara umum dicirikan oleh karakteristik spesifik agribisnis yang berbeda dengan bisnis lainnya. Diantaranya yaitu, karakteristik alarni komoditas pertanian yang umumnya adalah

bulky dan perishable mengakibatkan agribisnis bunga potong menjadi usaha yang

memerlukan penanganan cepat, tepat wah.-ru, musiman, dan biaya tataniaga serta tingkat resiko usaha (pengembalian investasi) yang tinggi akibat ketergantungan yang besar terhadap faktor eksternal seperti iklim, keadaan alam, harga, dan strnktur pasar. Sehingga dalam penanganannya hams dilaksanakan hati-hati, terntama penanganan pascapanen yang meliputi pemeliharaan, pemetikan (untuk bunga potong), pembersihan, penyeleksian, pengawetan (memperpanjang kesegaran bunga), pengangkutan dan pemasarannya.

4.2. Permintaan Bunga Potong

(32)

18

upacara-upacara resmi kenegaraan dan berbagai acara penting lainnya. Komoditi ini dapat berbentuk bunga kering maupun dalam keadaan segar yang tahan dalam penylmpanan.

(33)

19

gladiol dan anthurium (Hasim, 1992). lni menunjukkan bahwa selera konsumen terus berubah.

Peningkatan pennintaan terhadap bunga potong di Indonesia belum seluruhnya diiln:ti dengan peningkatan produksi, meskipun pertumbuhan produksi meningkat berkisar antara 40 persen hingga 60 persen setiap tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh BCI dan NEREM dalam BPEN (1993), konsumsi bunga potong terbesar diantara daerah pemasaran tersebut adalah Jakarta yang menyerap 855,5 ribu tangkai atau sekitar 66.52 persen dari total konsumsi nasional di daerah survei setiap minggunya. Kota pengkonsumsi bunga terbesar kedua adalah Medan yang menyerap 109 ribu tangkai (8.47%), kemudian diikuti oleh Bandung dengan jumlah 103,7 ribu tangkai atau sekitar 8.06 persen setiap minggunya (Tabel 1).

Tabell. Jumlah Bunga Potong Yang Terjual Setiap Minggu di Beberapa Kota di Indonesia (ribuan tangkai)

I· Bunga .• Jakarta· .Medml Bandung Surabaya .' M,lang Denpasor

s _

.trJUllg .total. >. ...•.•... ..•.... .

...

.

...

.

.'.

Pandang

....

Anggrek 225.5 15,0 6.2 4,0 5,5 6,0 3.7 10.2 276,1

Ma\V1U' 330.9 0.0 35.0 7.0 7,0 8.8 0.0 0.0 388,7 Krisan 58.7 10.0 10,0 4,7 6.0 0.9 0.8 0.0 91.1 Gerbera 149,2 40.0 15.0 29.0 25,0 0.0 20,0 0.0 258.2 Gladiol 54.7 15.0 12,5 11,0 10.0 14,0 10,0 0,0 117,2

AnyeJir 17,3 10,0 15.0 4,0 8,7 3.0 4,0 0.0 62,0

Anturium 19,2 19,0 10,0 5,7 2.8 5.0 1.0 0,0 58,7

Total 855,5 109,0 103,7 65,4 65,0 37,7 39,5 102 1286.0

Sumber: Bel dan NEREM daIam BPEN (1993)

(34)

20

Kenaikan nilai yang mencolok terjadi pada tahun 1992 sebesar 191,73 persen, meskipun volume ekspornya mengalami penurunan sebesar 30.07 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa pada saat itu harga ekspor bunga potong Indonesia di pasaran luar negeri mengalami peningkatan.

Tbl2 Eks a e

.

!por unga otong B P Ind oneSla a un . T h 1990 1994

-. ···Tahun···

VolUme (Kg) . ... Nilai (US$) .

1990 235.867 263.261

1991 904.566 763.098

1992 632.512 2.226.188

1993 596.982 2.433.897

1994 496.378 2.062.941

Sumber: Biro Pus at Statistik, 1995

Tetapi memasuki tahun 1993 terlihat bahwa kecenderungan volume ekspor Indonesia mengalami penurunan rata-rata sebesar 11.22 persen dan nilai ekspornya juga menurun, yakni sebesar 2.95 persen setiap tahunnya.

Tabel3. Konsumen Bunga Potong di Beberapa wilayah (%)

• • Daerah PemasaraIi ••... > . . ••• ···Konsumen· ....•. ',' .' ...•...•.•...•... .

...

.

...

. ••. Rumah Tangga . " Kantor

...

I .... 'Hotel & restoran

Jakarta 60 30 10

Banduna 60-70 20 10

Semarana 80 10 10

Surabaya 50 30 20

Malang 85 10 5

Denpasar 60 10

I

30

Ujun a Pandang 70 0 30

Medan 75 10 15

Range 50-85 0-30 5-30

Sumber: Bel dalam R Soerojo (1989)

(35)

21

Dari hasil proyeksi oleh JPRS (Jakarta Plant Research and Study, 1987) berdasar dari data Dinas Pertanian (1985) terhadap konsurnsi bunga potong di Jakarta rnenunjukan adanya kecenderongan peningkatan perrnintaan bunga (Lampiran 1). Diperkirakan konsumsi bunga potong di Jakarta mulai tahun 1983 hingga tahun 1999 rnengalami peningkatan sebesar 9.76 persen setiap tahunnya. Pada tahun 1985 total perrnintaan bunga potong di Jakarta sebanyak 16046,3 ribu tangkai sedangkan proyeksi pada tahun 1994 sebesar 37241,0 ribu tangkai dan teros meningkat sampai sebesar 58992,1 ribu tangkai pada tahun 1999. Proyeksi konsumsi yang menunjukkan kecenderongan meningkat diharapkan dapa! merangsang petani bunga untuk teros meningkatkan kuantitas, kualitas, dan kontinuitasnya guna memenuhi kebutuhan dan peluang bisnis yang potensial.

4.3. Produksi Bunga Potong

Sistem agribisnis bunga potong di Indonesia umumnya bermula dari kegiatan sambilan sebagai hobbi yang kemudian berkembang menjadi usaha komersil menghidupi keluarga. Oleh karena itu, lazim bila ditemukan usahatani bunga umumnya sederhana dengan teknologi yang konvensional, skala usaha kecil dan lokasi produksi yang rnenyebar tidak merata.

(36)

22

jenis bunga yang dijual di bedakan juga menjadi bunga lokal dan Holland. Walaupun bibit-bibit tersebut berasal dari jenis yang sarna dan ditanam pada daerah dan kondisi yang sarna tetapi memberikan hasil yang berbeda

Masalah lain yang dihadapi petani bunga adalah kondisi permodalan yang terbatas, sehingga menyulitkan dalam peningkatan skala usahataninya (Direktorat Bina Produksi hortikultura, 1989) Akibat terbatasnya modal yang dimiliki mengakibatkan kualitas bibit yang digunakan petani bermutu rendah, karena untuk mendapatkan bibit dengan kualitas prima yang umurnnya masih impor sangat mahal. Dalam proses pasca panen diperlukan pula peralatan untuk penyimpanan, pengemasan serta pengiriman yang baik agar produk bunga tetap teIjaga kesegarannya. Dilain pihak, keinginan petani bunga untuk menambah modal melalui pinjaman kredit tidak gampang karena dinilai beresiko tinggi sehingga pihak perbankan l..-urang bersemangat untuk memberikan kredit (Sutowijoyo, 1991).

(37)

23

dengan perkiraan sekitar 8000 sarnpai 10.000 petani bunga potong tradisional yang tergabung dalarn beberapa koperasi bunga (Asosiasi Bunga Indonesia,1993). Tetapi secara khusus, luas laban budidaya yang dimiliki petani bunga umurnnya sempit, rata-rata kurang dari 2000 meter persegi dan lokasi yang terpencar (Sutowijoyo, 1989).

4.4. Sistem Pemasaran

Untuk kegiatan pemasaran yang dilakukan petani bunga, umurnnya hanya sebagian kecil yang menjual hasil produksinya langsung kepada para konsumen sehingga rantai pemasaran (petani) kepada konsumen cukup panjang. Keadaan ini menyebabkan tingkat harga yang diterima petani relatif sangat rendab dibandingkan dengan harga yang harns dibayar konsumen (Bunasor, 1989). Menurut hasil survei Bel tabun 1987, pasar bunga potong domestik tidak memiliki keterpaduan tetapi merupakan sejumlab pasar yang terbatas dan memiliki pemasok sendiri-sendiri dan umumnya setelah dipanen langsung dibawa ke pasar bunga terdekat atau ke pasar di daerah pertanaman bunga potong tersebut.

Khusus di wilayab DKI Jakarta, secara garis besar ada dua pola utarna saluran pemasaran bunga potong mulai dari petani sarnpai ke konsumen (Sari, 1996):

I. Melalui P3BTHR (Pusat Promosi dan Pemasaran BungaiTanarnan Hias Rawa Belong)

(38)

konsumen, baik melalui pelele (istilah lain dari "calo"yang khusus ada di P3BTHR) maupun tidak.

2. Tidak melalui P3BTHR

Yakni petani pedagang/ perusahaan bunga! pedagang pengumpul tidak menyalurkan atau menjual bunganya ke P3BTHR, tetapi langsung mengantarkannya ke pasar-pasar pengecer atau konsumen.

Beberapa alasan yang mendorong petani pedagang/ perusahaan bunga! pedagang pengumpul menjual bunganya ke P3BTHR adalah penjualan bisa dalam jumlah besar, hemat waktu dan tenaga, serta fasilitas yang lebih balk. Sedangkan alasan yang mendorong untuk langsung menyalurkan atau menjual bunganya ke pasar pengecer, disebabkan adanya hambatan untuk menjual bunga ke P3BTHR karena umumnya pedagang grosir di P3BTHR mempunyai hubungan langganan dengan petani pedagang/ perusahaan bunga! pedagang pengumpul dari suatu daerah tertentu serta semakin lancamya sarana dan prasarana transportasi. Selain itu dapat memperluas jaringan pemasaran untuk meningkatkan volume penjualan.

4.5. Gambaran Umum Produsen Yang bergerak Dalarn Sistem Agribisnis Bunga Potong

(39)

25

pemasaran dua (Sari, 1996) yang tidak melalui P3BTHR (Pusat Promosi dan Pemasaran BungaiTanaman Hias Rawa Belong). Yakni perusahaan bunga tidak menyalurkan atau menjual bunganya ke P3BTHR, tetapi langsung mengantarkannya ke pasar-pasar pengecer atau konsumen. Gambaran UhlUm produsen di lakukan dengan pendekatan gambaran umum perusahaan bunga potong Winasari.

4.5.1. Sejarah Perkembangan Perusahaan

Kebun Winasari merupakan anak perusahaan dari perusahaan agribisnis dan perdagangan PT. Almira Prima iョ、。ィセ@ yang mengelola perkebunan bunga khususnya bunga potong di 1ereng gunung Salak. Sejarah berdirinya Winasari diawali dari kegiatan hobi yang kemudian berkembang secara komersial, dengan semakin meningkatnya permintaan produk bunga potong.

Perusahaan Kebun Winasari didirikan pada tahun 1990 dengan luas areal tanam 2500 m2 Melihat prospek pengembangan tanaman hias khususnya bunga potong yang kian cerah maka pada tahun 1991 Winasari mulai bergerak secara komersial. Salah satu caranya adalah dengan menambah luas areal tanam secara bertahap menjadi 3200m2 Tahap kedua, pada bulan Agustus 1992 dilakukan lagi pena.rnbahan luas areal menjadi 5200 m2 Tahap ketiga, pada tahun 1993 dengan semakin pesatnya permintaan pasar bunga potong maka Winasari melakukan lagi perluasan areal lebih kurang 1 Ha (10.000 m2) dan hingga saat ini (1996) yang telah terlaksana sebesar

(40)

26

Karena pada awalnya perusahaan ini didirikan hanya berdasarkan hobi, maka sejak berdiri hingga pertengahan tahun 1994 perusahaan ini belum mempunyai badan hukum. Namun kondisi yang demikian agak menyulitkan bagi perusahaan untuk mengembangkan usahanya dan melayani pasar yang lebih luas karena tidak dapat masuk sebagai anggota ASBINDO. Sebagai anggota Asbindo, perusahaan akan mendapatkan kemudahan dalam memperoleh bibit yang baik dan harga jual bunga potong yang relatif stabil. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka sejak pertengahan tahun 1994 perusahaan mulai memikirkan bentuk badan usaha yang akan digunakan. Akhir tahun 1994 resmi perusahaan Winasari bergabung menjadi anak perusahaan PT. Almira Prima Indah yang bergerak dalam bidang agribisnis dan perdagangan.

4.5.2. Lokasi Perusahaan

Lokasi kebun Winasari terletak di Desa Taman Sari, Kecamatan Ciomas, Bogor -Jawa Barat. Kebun ini berada di lereng Gunung Salak yang berjarak 15 Km dari kota Bogor. Sarana jalan yang menghubungkan kebun dengan kota Bogor cukup baik dengan kondisi jalan beraspal, dilalui oleh banyak angh."Utan umum dan truk pengangkut pasir.

(41)

27

menyebabkan kebun mudah untuk memperoleh aIr. Sumber air yang digunakan berasal dari sungai yang ada di gunung. Saluran air yang digunakan untuk membawa air ke kebun dibangun dengan mudah karena tidak melalui rumah atau kebun milik orang lain.

Luas areal keseluruhan kebun Winasari srunpai tahun 1996 mencapai sekitar enrun hektar dengan kondisi lahan yang berbukit-bukit, namun dari keseluruhan luas kebun Winasari tersebut hanya sekitar lima hektar yang telah diusahakan. Penggunaan lahan tersebut antara lain untuk rumah kacalsere sebanyak 54 unit dengan luas 9.514,6 m2 .

Rumah kaca yang digunakan sebagai tempat produksi ketiga jenis bunga potong tersebut dibangun dengan konstruksi rangka besi, dinding kasa (plastik), serta atap menggunakan kayu sebagai rangka dengan penutup plastik bening. Penggunaan lahan lainnya berupa fasilitas seperti rumah tempat tinggal pemilik kebun, tempat tinggal karyawan, kantor, lapangan terbuka (padang rumput), kandang temaklunggas, jalan dan tempat parkir.

4.5.3. Struktur Organisasi dan Karyawan

Winasari dipimpin langsung oleh pemilik (owner) perusahaan yang juga menjabat sebagai direktur utruna perusahaan. Direktur utruna membawahi dua manajer divisi yang meliputi manajer divisi produksi dan manajer divisi pemasaran (Lrunpiran 2).

(42)

28

logistik dan sanitasi. Penanggung jawab utama bunga potong bertanggung jawab penuh atas kegiatan pembudidayaan dari awal penanaman sampai dengan panen.

Manajer Pemasaran membawahi perangkai bunga dan administrasi yang merangkap sebagai penjual. Bagian pemasaran sebagai ujung tombak distribusi ke konsumen mempunyai peranan sangat penting dalam menyalurkan bunga produksi Winasari, diantaranya menyusun strategi pemasaran, mengembangkan pasar yang ada, membuat peramalan permintaan untuk bunga yang dihasilkan serta menjalin dan menjaga hubungan baik dengan para pelanggan.

Penggolongan karyawan terbagi menjadi dua golongan yakni, (a) Karyawan tetap, adalah karyawan yang pengupahannya atas dasar bulanan, dan (b) Karyawan harian, yang pengupahannya atas dasar harian. Jumlah karyawan seluruhnya adalah 30 orang dengan perincian jumlah karyawan tetap 15 orang dan karyawan tetap harian 15 orang.

Aktivitas di kebun berlangsung setiap hari dari jam 8.00 pagi sampai jam 16.00, kecuali pada saat panen masuk jam 7.00 dan pulang jam 15.00. Sedangkan untuk panen pada hari Minggu ditugaskan beberapa orang berdasarkan gilirannya. Bagi mereka yang tugas jaga pada hari Minggu diperbolehkan mengambil libur satu hari dalam minggu berikutnya.

4.5.4. Hasil Produksi

(43)

29

Mahalnya harga bibit dan beban royalti yang ditanggung produsen sampai periode masa tertentu menjadi kendala berantai bagi pengusaha untuk memperbaiki h.'Ualitas produknya. Dipihak lain, pada umumnya pemilik paten dan produsen bibit internasional ragu menjual bibit mereka kepada petani Indonesia, karena takut disalahgunakan dari kontrak perjanjian pembelian dan royalti mereka tidak dibayar. Akibatnya para petani Indonesia hanya dapat membeli dari beberapa perusahaan dan negara tertentu saja. Seperti halnya kebun Winasari yang mendatangkan bibitnya dari pemasok tertentu di Belanda, untuk tanaman krisan berasal dari perusahaan Fides, tanaman gerbera berasal dari Scheurs & florist dan tanaman anthurium berasal dari AVO & Flamingo.

Hasil produksi tanaman utama Winasari terdiri dari bunga potong krisan, gerbera dan anthurium. Kualitas bunga potong mereka belum bisa dikategorikan untuk konsumsi ekspor ke luar negeri, tetapi cukup berarti dalam memenuhi permintaan konsumen di dalam negeri (Jakartal Hal ini disebabkan Imalitas bibit yang digunakan merupakan reproduksi dari tanaman induk terdahulu, dengan kualitas mulai menurun. Sedangkan konsumen di luar negeri sangat kritis, sedikit ditemui adanya kualitas produk di bawah standar mereka tidak akan mau beli. Tidak demikian halnya dengan konsumen di dalam negeri yang lebih condong kepada kuantitas penampilan fisik dan harga semata dalam memilih produk.

(44)

30

Dari data pada Tabel 4, hasil produksi bunga potong krisan di kebun Winasari selama periode tahun 1995 menempati volume produksi terbesar (159.545 tangkai) diantara ketiga jenis bunga potong tersebut. Hal ini dimungkinkan karena penambahan rumah plastik seluas 4300 m2 (kebun B) khusus untuk tanaman krisan yang terdiri dari 20 unit dengan pertumbuhan produksi lebih dari satu setengah kali dari tahun 1994,

T b '4 a e 0 H aSI

0,

P d k ro u SI unga 0 B

P

o ont o

W

O

masan

J enis Bunoa

'.

Tahunl994 (tki) Tahun 1995 (tki) , Pertumbuhan (%)

Krisan 62.734 159.545 154.31

Gerbera 139.527 148.976 6.77

Anthurium 15.524 13,076 -15.76

Sumber: Winasari, 1996

(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA POTONG

KRISAN, GERBERA, DAN ANTHURIUM

(Studi

Kasus: Perusahaan Bunga Winasari, Desa Taman

Sari,

Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh

ALAMSYAH

GTNTING

A 27 0044

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAIY FMULTAS PERTAWAN

(80)

ALAMSYAH

GINTING.

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA POTONG KRISAN, GERBERq DAN ,- Studi Kasus Perusahaan Bunga Wiasari, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Di Bawah Birnbingan IDQAN FAHMI).

Secara garis besar tujuan pentixsan skripsi

ini

adalah mengetahui saluran

pemasaran yang berlaku pada sistem agribisnis bunga potong pada salah satu produsen

bunga (Bogor-Jawa Barat), menganalisis majin pernasaran, dan rnenilai efisiensi

pemasaran yang dikaitkan dengan pola distribusi dari tingkat produsen sampai ke

konsumen. Untuk mencapai tujuan tersebut diakukan penelitian mulai awal Oktober

sampai akhir November 1996.

Data yang d i p u l k a n diolah dan dianalisis dengan tabulasi sederhana kemudian

disajikan dalam bentuk analisis deskriptif dan kuantitatif Analisis yang dilakukan

adalah dengan rnenganalisis saluran pemasaran, analisis marjin pemasaran, dan analisis

efisiensi peinasaran

Dari

hasil analisis yang dilakukan penjualan bunga potong produsen sampel,

tujuan utamanya adalah pasar Jakarta dengan melibatkan lembaga tataniaga seperti

pedagang pengumpul, pedagang grosir, dan pedagang pengecer (toko bunga) di

kawasan Tebet, Jakarta. Penjualan terbesar adalah melalui pedagang grosir mencapai

85 persen, sedangkan sisanya melalui pedagang pengumpul (5%) dan penjualan

langsung di kebun sekitar 10 persen.

(81)

Marjin terbesar terjadi pada bunga anthurium di tingkat grosir untuk saluran dua, tiga,

dan empat serta tingkat pengecer saluran dua. Pada Tabel lampiran 6 dapat diliat

bahwa pola saluran pemasaran dua, marjin pemasaran pedagang grosir dari ketiga jenis

bunga yang diamati, secara relatifberkisar antara 12.5 sampai 18.75 persen sedangkan

marjin pemasaran pedagang pengecer berkisar antara 11.81 sampai 16.66 persen.

Perbedaan besamya marjin ini dikarenakan perbedaan biaya yang hams

dikeluarkan dan keuntungan yang diambil oleh masing-masing lembaga. Marjin

pemasaran terkecil terjadi pada pedagang pengecer krisan (1 1.81%) sedangkan marjin

pemasaran terbesar terjadi pada pedagang grosir krisan (18.75%), besamya nilai marjin

ini karena besamya keuntungan yang diambil oleh pedagang grosir (13.75%) serta

biaya pemasaran yang hams dikeluarkan (5.00%) yang didominasi oleh biaya

transportasi. Keuntungan terkecil diperoleh pedagang pengecer krisan yaitu sebesar

8.06 persen sedangkan pedagang grosir krisan memperoleh keuntungan terbesar yaitu

sebesar 13.75 persen (Rp IlOitangkai).

Bila dilihat dari tingginya mmaj pemasaran dan tidak meratanya keuntungan

pemasaran yang di ambil oleh tiap lembaga pemasaran yang terlibat, secara umum

menunjukkan kurang efisiemya sistem pemasaran bunga potong. Dari rasio total

marjin keuntungan dan biaya yang dikeluarkan oleh seluruh lembaga pemasaran,

terlihat bahwa bunga krisan pada saluran 11 memilii rasio lebih tinggi dibandig

saluran lain pada jenis bunga yang sama, yakni 5.067. Hal ini menunjukkan bahwa

setiap Rp 1.00 biaya yang dikeluarkan oleh semua lembaga pemasaran akan

(82)

pada saluran

III,

yakni 4.229 sedangkan bunga anthurium pada saluran

II

sebesar 13.204.

Dari hasil analisis majin pemasaran di atas, dapat diiatakan bahwa sistem

pemasaran bunga potong krisan, gerbera, dan anthurium pada perusahaan bunga

secara keseluruhan belum efisien. Hal ini ditunjukkan dari tingginya biaya pemasaran

yang ditanggung oleh lembaga pemasaran yang terlibat terutarna transportasi, dan

(83)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA POTONG KRISAN, GERBERq

DAN

ANTHURTUM

(Studi kasus: Perusahaan Bunga Wiasari, Desa Taman Sari, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh Alamsyah Ginting

A. 27.0044

Skripsi

Sebagai Sdah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sajana Pertanian

Pada

JURUSAN

EMU-EMU

S0SI.a EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)
(150)
(151)
(152)
(153)
(154)
(155)
(156)
(157)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA POTONG

KRISAN, GERBERA, DAN ANTHURIUM

(Studi

Kasus: Perusahaan Bunga Winasari, Desa Taman

Sari,

Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh

ALAMSYAH

GTNTING

A 27 0044

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAIY FMULTAS PERTAWAN

(158)

ALAMSYAH

GINTING.

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA POTONG KRISAN, GERBERq DAN ,- Studi Kasus Perusahaan Bunga Wiasari, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Di Bawah Birnbingan IDQAN FAHMI).

Secara garis besar tujuan pentixsan skripsi

ini

adalah mengetahui saluran

pemasaran yang berlaku pada sistem agribisnis bunga potong pada salah satu produsen

bunga (Bogor-Jawa Barat), menganalisis majin pernasaran, dan rnenilai efisiensi

pemasaran yang dikaitkan dengan pola distribusi dari tingkat produsen sampai ke

konsumen. Untuk mencapai tujuan tersebut diakukan penelitian mulai awal Oktober

sampai akhir November 1996.

Data yang d i p u l k a n diolah dan dianalisis dengan tabulasi sederhana kemudian

disajikan dalam bentuk analisis deskriptif dan kuantitatif Analisis yang dilakukan

adalah dengan rnenganalisis saluran pemasaran, analisis marjin pemasaran, dan analisis

efisiensi peinasaran

Dari

hasil analisis yang dilakukan penjualan bunga potong produsen sampel,

tujuan utamanya adalah pasar Jakarta dengan melibatkan lembaga tataniaga seperti

pedagang pengumpul, pedagang grosir, dan pedagang pengecer (toko bunga) di

kawasan Tebet, Jakarta. Penjualan terbesar adalah melalui pedagang grosir mencapai

85 persen, sedangkan sisanya melalui pedagang pengumpul (5%) dan penjualan

langsung di kebun sekitar 10 persen.

(159)

Marjin terbesar terjadi pada bunga anthurium di tingkat grosir untuk saluran dua, tiga,

dan empat serta tingkat pengecer saluran dua. Pada Tabel lampiran 6 dapat diliat

bahwa pola saluran pemasaran dua, marjin pemasaran pedagang grosir dari ketiga jenis

bunga yang diamati, secara relatifberkisar antara 12.5 sampai 18.75 persen sedangkan

marjin pemasaran pedagang pengecer berkisar antara 11.81 sampai 16.66 persen.

Perbedaan besamya marjin ini dikarenakan perbedaan biaya yang hams

dikeluarkan dan keuntungan yang diambil oleh masing-masing lembaga. Marjin

pemasaran terkecil terjadi pada pedagang pengecer krisan (1 1.81%) sedangkan marjin

pemasaran terbesar terjadi pada pedagang grosir krisan (18.75%), besamya nilai marjin

ini karena besamya keuntungan yang diambil oleh pedagang grosir (13.75%) serta

biaya pemasaran yang hams dikeluarkan (5.00%) yang didominasi oleh biaya

transportasi. Keuntungan terkecil diperoleh pedagang pengecer krisan yaitu sebesar

8.06 persen sedangkan pedagang grosir krisan memperoleh keuntungan terbesar yaitu

sebesar 13.75 persen (Rp IlOitangkai).

Bila dilihat dari tingginya mmaj pemasaran dan tidak meratanya keuntungan

pemasaran yang di ambil oleh tiap lembaga pemasaran yang terlibat, secara umum

menunjukkan kurang efisiemya sistem pemasaran bunga potong. Dari rasio total

marjin keuntungan dan biaya yang dikeluarkan oleh seluruh lembaga pemasaran,

terlihat bahwa bunga krisan pada saluran 11 memilii rasio lebih tinggi dibandig

saluran lain pada jenis bunga yang sama, yakni 5.067. Hal ini menunjukkan bahwa

setiap Rp 1.00 biaya yang dikeluarkan oleh semua lembaga pemasaran akan

(160)

pada saluran

III,

yakni 4.229 sedangkan bunga anthurium pada saluran

II

sebesar 13.204.

Dari hasil analisis majin pemasaran di atas, dapat diiatakan bahwa sistem

pemasaran bunga potong krisan, gerbera, dan anthurium pada perusahaan bunga

secara keseluruhan belum efisien. Hal ini ditunjukkan dari tingginya biaya pemasaran

yang ditanggung oleh lembaga pemasaran yang terlibat terutarna transportasi, dan

(161)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA POTONG KRISAN, GERBERq

DAN

ANTHURTUM

(Studi kasus: Perusahaan Bunga Wiasari, Desa Taman Sari, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh Alamsyah Ginting

A. 27.0044

Skripsi

Sebagai Sdah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sajana Pertanian

Pada

JURUSAN

EMU-EMU

S0SI.a EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
(162)
(163)
(164)
(165)
(166)

Gambar

Gambar 1. Konsep Marjin Pemasaran

Referensi

Dokumen terkait

li. Kata -kata sapaan di atas juga dipergunakan untuk menyapa suami ka- kak kandung perempuan dan o rang laki-laki lain di luar kerabat yangseta- raf atau sebaya

Apersepsi dalam penelitian ini dilakukan sesuai dengan pernyataan Mansur yaitu untuk mengaitkan materi yang telah dimiliki mahasiswa dengan materi yang akan

Seiring berkembangnya perguruan tinggi diperlukan suatu sistem komputerisasi yang dirancang untuk mempercepat proses dalam pelayanan administrasi registrasi akademik

Dalam struktur ekonomi konvensional, unsur utama dari kebijakan fiskal adalah unsur-unsur yang berasal dari berbagai jenis pajak sebagai sumber penerimaan pemerintah dan

Seperti halnya Rasulullah Saw, Abu Bakar As-Shiddiq juga melaksanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan yang lain tetap menjadi tanggungan negara dalam

Proyek akhir ini bertujuan untuk: 1) Mendisain kostum, pelengkap kostum dan tata rias wajah karakter, pada tokoh Subali dengan konsep“The Futuristic of Ramayana”. 2)

Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi,

Dengan hasil analisa pada Tabel 4.49, maka dapat dikatakan bahwa alternatif pemanfaatan gas buangan dari sumur menjadi fuel gas penggerak pompa merupakan