DAFTAR PUSTAKA
Aniati Murni A dan Suryana Setiawan. (1992). Pengantar Pengolahan Citra Digital. PT Elex Media Komputindo
Ballinger, Philip, W., & Eugene D, Frank. (2003). Merrill’s Atlas of Radiographic Positions & Radiologic Procedure.Vol:1, Mosby Elsevier
European Commission. (1996). European Guidelines on Quality Criteria for Diagnostic Radiographic Images. Brussels, Luxembourg : Office for Publication of The European Communities
Fuji Computed Radiography FCR. (2011). General Description of Image Processing. Japan
Gunn, Chris. (2002). Radiographic Imaging A Practical Approach, Third Edition. London: Churchill livingstone
Kane S.A. (2005). Introduction To Physics In Modern Medicine. Taylor and Francis, New York, USA
Pearce, C. Evelyn (2002). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta : PT. Gramedia
Rando Phantom Datasheet. www.phantomlab.com (di akses 5 Maret 2013)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Peralatan Dan Bahan
Proses pengambilan data dilakukan di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi dengan menggunakan pesawat sinar-x merek Shimadzu ED 125 – L dengan nomor seri 62816622, beda potensial maksimum 150 kVp dan arus maksimum 500 mAs yang telah mendapatkan izin dari Balai Pengamanan Fasilitas Kesehetan ( BPFK ) Medan No. YM.02.02.1856.1. Gambar 3.1
menunjukkan gambar pesawat sinar-x merek Shimadzu ED 125 – L
Peralatan lain yang digunakan untuk mendapatkan citra yaitu Computed Radiography (CR) dengan merek Fuji buatan tahun 2010 model FCR Prima T Image Reader Drypic 2000 serta kaset Imaging Plate ukuran 35 cm x 35 cm.
Gambar 3.2 menunjukan Computed Radiography (CR) tipe Fuji dan Gambar 3.3
kaset Imaging Plate ( IP )
Gambar 3.2 CR tipe Fuji Gambar 3.3 Kaset IP
Peralatan untuk objek penelitian adalah phantom rando berupa objek pelvis, sesuai prototipe dari jaringan tubuh manusia yang dapat memberikan informasi detail pemetaan distribusi dosis. Phantom rando ditunjukkan pada
Gambar 3.4.
Selain itu juga digunakan softwere Image - J untuk menghitung PV citra CR.
3.2.Tahap Penelitian Pengambilan Data
Sebelum melakukan eksposi pada Phantom rando terlebih dahulu mempersiapkan alat – alat yang di butuhkan untuk penelitian, setelah itu dilanjutkan dengan eksposi phantom rando pelvis AP yang akan di papar 8 (delapan variasi ekspose).
Kondisi eksposi untuk proyeksi Pelvis AP, kaset IP diletakkan di bawah phantom dengan pelvis diposisikan berdiri dalam proyeksi AP menghadap tabung sinar-X, SID 100 cm, berkas pusat sinar tegak lurus horisontal terhadap kaset IP dan tegak lurus terhadap titik bidik pada area titik tengah antara spina illiaca anterior superior (SIAS) kanan dan kiri pelvis, eksposi masing-masing dikondisikan dengan 65, 70, 75, dan 80 kVp serta kVp divariasi dengan 10 dan 16 mAs.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini, kriteria untuk menentukan optimasi citra radiografi dengan mengevaluasi kriteria penerimaan citra (KPC) yang disyaratkan Europian Guidelines harus mempunyai prosentase tinggi dan nilai kontras radiografi optimum diantara citra lainnya untuk masing-masing objek. Kontras radiografi didapat dari selisih nilai maksimum dan minimum PV citra menggunakan softwere Image J . Kontras tinggi terjadi karena perbedaan atenuasi sinar-X oleh jaringan dengan perbedaan ketebalan dan atau koefisien atenuasi tinggi, menyebabkan perbedaan skala keabuan (grayscale) antara satu area dengan area lainnya menjadi tinggi. Sedangkan kontras rendah terjadi karena perbedaan atenuasi sinar-X oleh jaringan dengan perbedaan ketebalan dan atau koefisien atenuasi rendah, menyebabkan perbedaan skala keabuan (grayscale) antara satu area dengan area lainnya menjadi rendah. Gambar 4.1 menunjukan Citra Radiografi Pelvis AP yang dihasilkan dengan rentang 65 kVp – 80 kVp masing - masing divariasi dengan 10 dan 16 mAs.
Citra radiografi Pelvis AP pada Gambar 4.1 diperoleh dengan memberikan sejumlah eksposi, posisi pelvis menghadap tabung sinar-X dan CP tepat pada titik tengah antara Spina Illiaca Anterior Superior (SIAS) kanan dan kiri dengan variasi eksposi (kVp, mAs), kontras tinggi dan kontras rendah dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Prosentase KPC dan Kontras Radiografi Pelvis AP
Faktor Eksposi KPC
%
Mean Pixel Value (PV) Kontras Tinggi (PV(FO-OI))
Gambar 4.2 Anatomi Radiografi Pelvis AP Untuk Analisa Kriteria Penerimaan Citra dan Pengukuran PV
Pada Gambar 4.2 tampak bagian organ pelvis untuk analisa kriteria penerimaan citra, dengan prosentase dihitung dari perbandingan jumlah batasan kriteria yang tidak diterima dengan jumlah batasan kriteria seluruhnya, disajikan dalam Lampiran 1. Kontras radiografi dibedakan menjadi kontras tinggi dan kontras rendah, dengan area pengukuran PV, untuk kontras tinggi dilakukan pada daerah foramen obturatum (FO) dengan Os illiaca (OI), dan kontras rendah pada daerah foramen obturatum dengan vesica urinaria (VU).
Pada Gambar 4.3 terlihat semua citra mempunyai prosentase KPC hampir seragam pada nilai 87.5% hal ini disebab kan karena Sofware image – j membaca visual yang tidak tajam pada objek reproduksi Os Sacrum kecuali EP5 dengan 75 kVp 10 mAs yang merupakan nilai tertinggi(100%) karena Sofware image – j membaca visual yang tajam pada objek reproduksi Os Sacrum.
Gambar 4.4 Hubungan Eksposi (kVp, mAs) dengan Kontras Radiografi Pelvis AP
Pada Gambar 4.4 menunjukkan nilai kontras tinggi dan kontras rendah yang sangat fluktuatif dengan bertambahnya kVp dan mAs. Nilai tertinggi untuk kontras tinggi ada pada 75 kVp 10 mAs dengan nilai 160, untuk 16 mAs ada pada 65 kVp dengan nilai 131.9. Kontras rendah tertinggi juga pada 75 kVp 10 mAs, dan pada 16 mAs tertinggi pada 65 kVp.
4.2 Pembahasan
KPC (%) x 10 Kontras Tinggi x 10 Kontras Rendah x 10
Gambar 4.5 Optimasi Citra Pelvis AP
4.3 Perbandingan Hasil Radiologi pada pemeriksaan Pelvis AP menggunakan Computed Radiography dengan Radiografi konvensional biasa.
Dalam penelitian ini dilakukan Pemeriksaan radiografi konvensional pada foto Pelvis AP dengan menggunakan objek Phantom Rando, sebagai perbandingan hasil radiografi dengan menggunakan CR.
Pemeriksaan Radiografi konvensional juga di lakukan di RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi menggunakan pesawat sinar-X merek Shimadzu ED 125 – L, Kaset merk Kodak 35 cm x 35 cm, proses pencucian film menggunakan manual processing yang terdapat di kamar gelap, dimana manual processing terdiri dari developer, fixer dan air. Film di keringkan menggunakan dryer.
Tabel 4.2 Perbandingan Pemeriksaan Radiografi Konvensional dengan Computed Radiography
Nama Pemeriksaan Kondisi
Pemeriksaan
FFD
(cm) Kaset Processing
Phantom Rhando Pelvis AP 75kVp,10 mAs 100 Intensyfing Screen
Developer
fixer dan air
(Manual)
Phantom Rhando Pelvis AP 75kVp,10 mAs 100 Imaging Plate
Laser
Imager
Kondisi eksposi untuk proyeksi Pelvis AP, kaset diletakkan di bawah objek dengan pelvis diposisikan berdiri dalam proyeksi AP menghadap tabung sinar-X, SID 100 cm, berkas pusat sinar tegak lurus horisontal terhadap kaset dan tegak lurus terhadap titik bidik pada area titik tengah antara spina illiaca anterior superior (SIAS) kanan dan kiri pelvis, eksposi dikondisikan dengan 75 kVp,10
Setelah eksposi, dilakukan prosesing pencucian film di kamar gelap, tahap 1 film di celupkan ke fixer (cairan pembangkit), kemudian dimasuk kan ke fixer (cairan penetap) dan selanjutnya di bilas dengan air. Setelah itu film di keringkan di dryer.
Hasil foto Pelvis AP yang dihasilkan oleh Radiografi konvensional dan hasil foto yang dihasilkan oleh Computed Radiography (CR) adalah sebanding, walaupun terdapat perbedaan resolusi film konvensional dan film Computed Radiography, dimana gambar yang dihasilkan menggunakan film Computed Radiography lebih jelas dan detail, tetapi hasil foto tetap dapat di interpretasikan dengan baik untuk membantu penegakan diagnosa oleh Dokter Spesialis Radiologi. Gambar 4.6 menunjukkan perbandingan hasilasil Foto Rontgen CR dengan Radiografi Konvensional.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari data hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Gambar Radiografi yang dihasilkan Computed Radiography (CR) lebih jelas dan detail di bandingkan dengan Radiografi Konvensional.
2. Kondisi eksposi yang digunakan dengan rentang 65 kVp – 80 kVp masing - masing divariasi dengan 10 dan 16 mAs. Terlihat bahwa prosentase penerimaan citra hampir semua 87.5 % kecuali pada eksposi 75 kVp 10 mAs bernilai 100 %, kontras tinggi dari nilai 73.4 – 160 dan kontras rendah dari nilai 23.6 – 58.
3. Optimasi citra Pelvis AP terjadi pada eksposi 75 kVp 10 mAs, kriteria penerimaan citra 100% dan kualitas citra ditunjukkan dengan kontras tinggi nilai 160 dan kontras rendah nilai 58. ( Sesuai dengan protokol European Commision 16260 yaitu 70 – 80 kVp dan mAs < 50 disajikan dalam Lampiran 2).
5.2. Saran
Penelitian ini masih jauh dari sempurna dikarenakan berbagai keterbatasan yang ada, oleh karena itu direkomendasikan untuk :
1. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel pasien untuk mendapatkan optimasi pencitraan agar dapat diaplikasikan dalam pemeriksaan klinis.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pendahuluan Sinar-X
Sinar- X merupakan gelombang elektromagnetik, dimana dalam proses
terjadinya memiliki energi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut didasarkan
pada energi kinetik elektron. Sinar-X yang terbentuk ada yang memiliki energi
rendah sekali sesuai dengan energi elektron pada saat timbulnya sinar-X. Juga ada
yang berenergi tinggi, yakni berenergi sama dengan energi kinetik elektron pada
saat menumbuk target anode.
Terbentuknya sinar-X dapat terjadi apabila partikel bermuatan, elektron
misalnya, mengalami perlambatan yang diakibatkan adanya interaksi dengan
suatu material. Sinar-X yang terbentuk dengan cara demikian disebut sebagai
sinar-X bremsstrahlung. Sinar-X bremsstrahlung memiliki energi yang tinggi,
yang besarnya sama dengan energi kinetik partikel bermuatan pada awal
terjadinya perlambatan.
Selain itu sinar-X juga dapat terbentuk melalui proses perpindahan
elektron dari tingkat energi tinggi menuju ke tingkat energi yang lebih rendah.
Sinar-X yang terbentuk dengan cara seperti itu mempunyai energi yang sama
dengan perbedaan energi antara kedua tingkatan elektron. Energi tersebut
merupakan besaran energi yang khas untuk setiap jenis atom. Sehingga sinar-X
yang terbentuk disebut sinar-X karakteristik.
Pada dasarnya pesawat sinar-X terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung
sinar-X, sumber tegangan tinggi yang mencatu tegangan listrik pada kedua
elektrode dalam tabung sinar-X, dan unit pengatur bagian pesawat sinar-X.
Tabung pesawat sinar-X yang biasanya terbuat dari bahan gelas yang terdapat
filamen. Filamen tersebut berfungsi sebagai katode dan target yang berfungsi
terhalang oleh molekul udara sewaktu menuju ke anode. Filamen yang di panasi
oleh arus listrik berfungsi sebagai sumber elektron. Makin besar arus filamen,
akan makin tinggi suhu filamen dan berakibat makin banyak elektron dibebaskan
persatuan waktu. (Kane S.A, 2005)
Gambar 2.1 Skema Tabung Pesawat Sinar-X
Elektron-elektron yang dibebaskan oleh filamen tertarik menuju anode
karena adanya beda potensial yang besar antara katode dan anode (potensial
katode beberapa puluh hingga beberapa ratus KV atau MV lebih rendah
dibandingkan potensial anode). Selanjutnya elektron-elektron tersebut akan
menumbuk bahan target yang umumnya bernomor atom dan bertitik cair tinggi
(misalnya tungsten) dan terjadilah proses bremsstrahlung.
Khusus pada pemercepat partikel energi tinggi beberapa elektron atau
partikel yang dipercepat dapat sedikit menyimpang dan menabrak dinding
sehingga menimbulkan bremsstrahlung pada dinding. Beda potensial atau
tegangan antara kedua elektrode menentukan energi maksimum sinar-X yang
terbentuk. Sedangkan fluks sinar-X bergantung pada jumlah elektron persatuan
waktu yang sampai ke bidang anode. Namun demikian dalam batas tertentu,
pesawat sinar-X biasanya hanya mempunyai tingkat besaran dalam milliampere
(mA), berbeda dengan arus filamen yang besarnya dalam tingkat ampere.
Sumber radiasi yang sebenarnya adalah bidang target dalam tabung
sinar-X, bidang ini disebut bidang fokus. Pada proses bremsstrahlung sinar-X
mempunyai kemungkinan dipancarkan kesegala arah. Namun demikian bagian
dalam tabung atau di sekitar tabung, misalnya logam penghantar anode gelas
tabung dan juga rumah tabung yang biasanya terbuat dari logam berat menyerap
sebagian besar sinar-X yang dipancarkan sehingga sinar-X yang keluar dari rumah
tabung, kecuali yang mengarah ke jendela tabung sudah sangat sedikit. Sinar-X
yang dimanfaatkan adalah berkas yang mengarah ke jendela bagian yang tipis dari
tabung.
Pesawat sinar-X energi tinggi (orde MV) biasanya lebih dikenal dengan
nama pemercepat partikel. Dalam pesawat ini percepatan elektron dilakukan
bertingkat-tingkat sehingga pada waktu mencapai target mempunyai energi sangat
tinggi, misalnya ada yang sampai setinggi 20 MV atau lebih. Energi sinar-X yang
dipancarkan sudah tentu juga sangat tinggi. Sinar-X yang dipancarkan dari
pesawat pemercepat partikel memiliki energi yang lebih seragam dibandingkan
dengan yang dipancarkan melalui pesawat sinar-X energi rendah. Sasaran pada
pesawat pemercepat partikel biasanya sangat tipis, sehingga energi sinar-X yang
dipancarkan juga hampir sama. (Kane S.A, 2005).
2.2 Kualitas Citra
Kualitas citra dapat digunakan untuk mengindikasikan keakuratan detail
yang diperoleh dari sebuah citra atau sebagai informasi dari sebuah citra yang
dapat terlihat sebagai kontras dan detail. Kualitas citra sangat penting dalam
menentukan keakuratan dari diagnosis objek. Oleh karena itu, perlu diperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhinya agar dapat diperoleh citra yang cukup baik
dan bisa memberikan informasi yang tepat untuk mengenali kelainan yang
terdapat pada objek yang diperiksa. Kualitas citra terdiri dari beberapa komponen
2.2.1 Ketajaman dan kontas radiografi
Ketajaman radiografi berkaitan dengan ukuran dari perubahan kerapatan
optik dari suatu media. Kerapatan optik sering disebut sebagai kerapatan fotografi
yang terkait dengan kehitaman dari kehitaman dari citra film. Ketajaman
radiografi dipengaruhi oleh kontras radiografi yang menunjukkan besar perbedaan
kehitaman optik dari struktur yang diinginkan dan daerah disekitarnya.
Faktor yang mempengaruhinya adalah perbedaan penyerapan atau atenuasi
jaringan, kualitas radiasi dan radiasi hambur. Kontras radiografi juga dipengaruhi
oleh reseptor kontras yang merupakan komponen yang menentukan seberapa
banyak intensitas sinar-X yang berhubungan dengan pola kehitaman optik pada
suatu citra. Untuk screen-film hal ini dipengaruhi oleh jenis film yang digunakan.
( Tiago, A. dkk, 2011 )
2.2.2 Noise radiografi
Noise radiografi merupakan fluktuasi yang tidak diharapkan dalam
kehitaman optik pada screen-film, dan dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu
mottle dan artefak. Mottle radiografi adalah variasi kerapatan optik yang
memberikan paparan sinar-X yang seragam sedangkan artefak adalah variasi
kehitaman optik yang tidak diharapkan dalam bentuk kerusakan dalam suatu citra.
2.3 Sistem Computed Radiography (CR)
Computer Radiography (CR) merupakan suatu sistem atau proses untuk
mengubah sistem analog pada radiografi konvensional menjadi radiografi digital.
Computer Radiography mempunyai kelebihan dalam proses lokalisasi objek yang
akan diamati. Hal tersebut disebabkan karena citra pada Computer Radiography
dapat diatur sesuai dengan keperluan.
Kelebihan dan kekurangan Computed Radiography ( CR ) dan Radiografi
1. Kelebihan Computed Radiagraphy ( CR ).
a. Gambar yang dihasilkan lebih jelas dan detail.
b. Gambar dapat dihasilkan dalam bentuk soft copy (compact disk) .
c. Lebih ramah lingkungan karena tidak menggunakan zat kimia dalam
proses gambar.
d. Jika foto dapat disimpan akan bertahan lebih lama dibandingan foto
rontgent biasa.
e. Radiografi bisa didokumentasikan dengan rapi didalam komputer.
f. Processing film lebih cepat.
g. Bisa mengatur atau mengedit foto sebelum dicetak.
h. Kerusakan film karena film terbakar bisa dihindari.
i. Bisa menerapkan sistem Teleradiografi berbasis digital sehingga hasil foto
bisa dikirim ke berbagai lokasi dalam area rumah sakit seperti ruangan
dokter, kamar operasi, IGD, atau ICU.
2. Kekurangan Computed Radiagraphy ( CR ).
a. Dibutuhkan dana yang besar untuk pengadaan alat CR.
b. Membutuhkan energi listrik yang banyak.
c. Kesalahan faktor eksposi yang terlalu parah tidak dapat di perbaiki.
d. Sumber Daya Manusia yang masih kurang berkompeten dalam menangani
CR.
3. Kelebihan Radiografi Konvensional
a. Biaya operasional lebih murah.
4. Kekurangan Radiografi Konvensional
a. Gambar yang dihasilkan kurang jelas.
b. Masih menggunakan zat kimia untuk pencucian film.
Computed Radiography (CR) mempunyai perlengkapan operasional yang
terdiri dari :
2.3.1 Imaging Plate
Imaging plate merupakan media pencatat sinar-X pada Computed
Radiography yang terbuat dari bahan photostimulable phosphor tinggi. Dengan
menggunakan Imaging plate memungkinkan processor gambar untuk
memodifikasi kontras. Imaging plate berada dalam kaset Imaging. Fungsi dari
Imaging plate adalah sebagai penangkap gambar dari objek yang sudah di sinar
(eksposi). Prosesnya adalah pada saat terjadinya penyinaran, Imaging plate akan
menangkap energi dan disimpan oleh bahan phosphor yang akan dirubah menjadi
sinyal elektronik dengan laser scanner dalam image reader.
Struktur lapisan IP ditunjukkan pada Gambar 2.2 dan diuraikan sebagai berikut ; lapisan pelindung (protective layer) merupakan lapisan tipis, dan
transparan berfungsi untuk melindungi IP. Lapisan phosphor merupakan lapisan
yang mengandung bariumfluorohalide dalam bahan pengikatnya. Lapisan
pemantul (reflective layer) merupakan lapisan yang terdiri dari partikel yang dapat
memantulkan cahaya. Lapisan konduktif (conductive layer) merupakan lapisan
yang terdiri dari kristal konduktif yang berfungsi untuk mengurangi masalah yang
disebabkan oleh gesekan elektrostatik, selain itu bahan kristal ini juga mempunyai
kemampuan untuk menyerap cahaya sehingga dapat meningkatkan ketajaman
citra. Lapisan penyangga (support layer) merupakan lapisan yang berfungsi
menyangga lapisan di atasnya. Lapisan pelindung bagian belakang (backing layer)
merupakan lapisan untuk melindungi IP selama proses pembacaan (readout) di
dalam image reader. Pemberi kode dan identitas (barcode lable) digunakan untuk
memberikan nomor seri dan untuk mengidentifikasi partikel pada IP tertentu yang
Gambar 2.2 Struktur Imaging Plate (IP)
Banyak senyawa memiliki ciri khas photostimulable luminisence dan
beberapa diantaranya memiliki karakteristik yang diinginkan untuk pencitraan
radiografi, yaitu memiliki puncak stimulasi-serapan pada panjang gelombang
yang dihasilkan oleh laser, memiliki puncak emisi terstimulasi yang mudah
diserap PMT, dan retensi citra laten tanpa kehilangan sinyal yang signifikan
akibat peristiwa fosforesensi.
Laser imaging film adalah film single emulsi yang dilapisi oleh kristal
silver halide yang sensitif terhadap cahaya merah yang dipancarkan oleh laser.
Struktur lapisan laser imaging film ditunjukkan pada Gambar 2.3 diantaranya adalah ; lapisan pelindung (supercoat) yang merupakan lapisan pelindung film
dari kerusakan fisik dan dari goresan, biasa disebut dengan lapisan anti gores.
Lapisan emulsi berupa lapisan lembut yang mudah rusak oleh proses kimia, fisik
dan temperatur, merupakan lapisan sensitif terhadap radiasi yang terdiri dari silver
halide yang terikat dengan gelatin murni. Lapisan perekat (substratum)
merupakan lapisan perekat, disebut juga adhesive layer yang terletak antara
emulsi dan base film, berguna untuk merekatkan dasar film dengan emulsi.
Lapisan dasar film (base film) merupakan lapisan dasar yang terbuat dari polyester
atau cellulose acetate setebal 0,2 mm, berfungsi sebagai pengaman karena
sifatnya tidak mudah terbakar bila dibandingkan dengan bahan kertas, dan sebagai
bengkok (ati-curl backing) berfungsi menjaga film agar tetap lurus setelah
prosesing, dan lapisan pewarna (anti-halation layer) adalah bahan pewarna yang
terdapat dalam gelatin pada anti-curl backing.( Fuji Computed Radiography FCR,
2011 ).
Gambar 2.3 Struktur Lapisan Laser Imaging Film
2.3.2 Image reader
Image reader berfungsi sebagai pembaca dan mengolah gambar yang
diperoleh dari Image plate. Semakin besar kapasitas memorinya maka semakin
cepat waktu yang diperlukan untuk proses pembacaan Image plate, dan
mempunyai daya simpan yang besar. Waktu tercepat yang diperlukan untuk
membaca imaging plate pada image reader yaitu selama 64 detik. Selain tempat
dalam proses pembacaan, Image reader mempunyai peranan yang sangat penting
juga dalam proses pengolahan gambar, sistem transportasi Image plate serta
penghapusan data yang ada di Image plate. Image reader sudah dilengkapi dengan
monitor yang berfungsi untuk menampilkan gambar yang sudah dibaca oleh
Image reader disebut dengan image console.
Image console berfungsi sebagai media pengolahan data, berupa computer
khusus untuk medical imaging dengan touch screen monitor. Image console
dilengkapi oleh bebagai macam menu yang menunjang dalam proses editing dan
pengolahan gambar sesuai dengan anatomi tubuh, seperti kondisi hasil gambaran
2.3.3 Image recorder
Image recorder mempunyai fungsi sebagai proses akhir dari suatu
pemeriksaan yaitu media pencetakan hasil gambaran yang sudah diproses dari
awal penangkapan sinar – X oleh image plate kemudian dibaca oleh image reader
dan diolah oleh image console terus dikirim ke image recorder untuk dilakukan
proses output dapat berupa media compact disc sebagai media penyimpanan atau
dengan printer laser yang berupa laser imaging film. ( Gun Chris, 2002 ).
2.3.4 Personal Computer (PC)
Komputer berasal dari bahasa latin yaitu computare yang berarti
menghitung. Komputer adalah sistem elektronik yang dapat menerima input data,
dapat mengolah data, dapat menerima informasi, menggunakan suatu program
yang tersimpan didalam memori komputer, dapat menyimpan program dan hasil
pengolahan dan bekerja secara otomatis dibawah pengawasan suatu
langkah-langkah instruksi-instruksi program yang tersimpan dimemori. (Aniati Murni dan
Suryana Setiawan, 1992 ).
2.4. Prinsip Kerja Sistem Computer Radiografi
Pada saat sinar-X menembus objek, akan terjadi atenuasi, absorpsi dan
hamburan akibat dari kerapatan, ketebalan dan koefisien atenuasi objek. Sinar-X
yang keluar dari objek selanjutnya akan berinteraksi dengan PSP IP dan
membentuk citra laten. Kaset IP dimasukkan kedalam image reader, di dalam
image reader, citra laten yang disimpan pada permukaan phosphor dibaca dan
dikeluarkan menggunakan cahaya warna merah dari helium-neon laser yang akan
menimbulkan peristiwa PSL, selanjutnya IP akan memancarkan cahaya dengan
panjang gelombang tertentu. Gambar 2.4 menunjukkan Diagram tahap akuisisi
Gambar 2.4 Diagram tahap akuisisi computed radiography (CR)
Prinsip dari PSL karena kristal barium fluorohalide memiliki perbedaan
level energi. Pada saat kristal diradiasi, elektron akan menerima energi kemudian
terjadi proses eksitasi elektron seperti pada Gambar 2.5 dan transisi dari energi rendah ke energi tinggi. Dalam keadan ini data IP yang disimpan masih berupa
citra laten, dan selanjutnya proses stimulasi melalui scanning menggunakan laser.
Ketika kristal memasuki proses scanning dengan helium-neon laser, energi yang
terserap dalam F-center (Eu2+) akan dipancarkan melalui proses
photoluminescence berupa cahaya tampak dengan panjang gelombang dan energi
tertentu. Pancaran energi ini mengakibatkan elektron jatuh kembali pada posisi
semula. (Seibert, J.A, 2006).
Selanjutnya cahaya yang terpancar dari permukaan IP akibat peristiwa
luminescence tersebut akan dideteksi oleh sebuah pengumpul cahaya dan
diteruskan ke photo multiplier tubes (PMTs) yang mengkonversi energi cahaya
menjadi sinyal listrik analog dan oleh rangkaian analog to digital converter
(ADC) diubah menjadi sinyal digital. Kemudian diproses dalam komputer dan
data digital tersebut secara otomatis akan ditampilkan pada layar monitor atau
LCD dalam image console berupa citra soft-copy yang dapat dilakukan
rekontruksi atau dimanipulasi sampai hasil optimum atau dapat juga dikirim ke
laser printer untuk di cetak ke dalam film hard-copy. Setelah proses pembacaan
selesai, data citra pada IP dapat dihapus dengan cara IP dikenai cahaya yang kuat
dari cahaya lampu fluorosen dan IP dapat dgunakan kembali. Seperti pada
Gambar 2.6 Proses Pembacaan (Readout) dan Penghapusan (Erasure) IP (Seibert, J.A, 2006).
Gambar 2.6 Proses Pembacaan (Readout) dan Penghapusan (Erasure) IP
2.5. Nilai Piksel (Pixel Value)
Pixel Value yang direkomendasikan FCR bergantung pada nilai exposure
dan S Value. FCR menyediakan pembacaan 2 (dua) mode level digitasi citra yaitu
Standard Mode (ST) dan High Quality Mode (HQ). Dalam Standard Mode ukuran
pixel bervariasi sesuai ukuran IP, sedangkan High Quality Mode ukuran pixel
exposure pada IP yang diperlukan dalam pembuatan citra berada dalam rentang
0.01 mR sampai 10 mR .
Untuk pabrikan sistem FCR menyebut nilai indicator exposure dengan
Sensitivity Value (S Value) ditunjukkan pada Tabel 2.1, sebagai ukuran jumlah paparan radiasi yang diterima oleh IP, yang merupakan penentu kualitas citra.
Tabel 2.1 Ukuran Pixel dan Mode Digitasi FCR Berbagai Jenis dan Ukuran IP
Reading
Resolusi citra digital diekspresikan dalam pixel/mm, apabila dalam satu
area 1mm2 terbagi menjadi 5 kolom dan 5 baris, maka resolusinya adalah 5
pixel/mm dengan ukuran pixel sesuai jenis IP. ( Fuji Computed Radiography
FCR, 2011 ).
2.6. Pembentukan Citra
Intensitas sinar-X yang mengenai detektor PSP pada sistem FCR, akan
membentuk citra berdasar perbedaan intensitas. Perbedaan intensitas terjadi
karena melewati objek dengan koefisien atenuasi dan ketebalan yang berbeda,
citra yang terjadi sesuai dengan karakter objek dan merepresentasikan objek
tersebut, representasi objek diamati secara visual berdasar nilai grayscale.
Menurut Kane S.A. kriteria yang menentukan kualitas citra radiografi, adalah
Nilai kontras tinggi, berarti objek dalam citra dapat dibedakan dengan
objek yang lain dengan lebih jelas. Kontras radiografi disebabkan perbedaan
sinyal karena intensitas sinar-X yang terdeteksi antara dua daerah dalam suatu
citra radiografi, didefinisikan dengan persamaan :
Keterangan : C adalah Kontras Radiografi
I1 adalah intensitas sinar – X sebelum menembus objek
I2 adalah intensitas sinar – X setelah menembus objek.
Apabila intensitas sinar-X suatu daerah jauh lebih besar dari daerah yang
lain, maka akan memiliki kontras yang tinggi. Kontras dari suatu citra radiografi
ditentukan oleh beberapa faktor antara lain, energi sinar-X, karakteristik detektor,
sumber sinar-X, radiasi hambur, dan noise.
Fluktuasi statistik dari intensitas sinar-X yang mengenai detektor disebut
noise atau efek yang dikenal dengan quantum noise. Keberadaan nilai noise yang
besar berakibat penurunan kontras. Besaran noise dinyatakan sebagai varians
noise yang nilainya sama dengan kuadrat standar deviasinya. Nilai quantum noise
dapat direduksi dengan memperpanjang waktu eksposi, dan meningkatkan
intensitas sinar-X, tetapi waktu eksposi dan intensitas yang besar meningkatkan
dosis yang diterima pasien, sehingga kurang tepat dari segi proteksi radiasi .
Resolusi spasial, atau blur atau unsharpness membatasi ukuran detail
objek terkecil yang dapat diamati, yang nilainya tergantung pada noise dan
selanjutnya akan berpengaruh terhadap kontras. Karakteristik sumber dan
detektor, serta geometri dalam pencitraan menentukan resolusi spasial, pergerakan
saat eksposi akan menyebabkan citra kabur (blur). Kriteria untuk menentukan
resolusi spasial adalah kemampuan menampakkan objek yang sangat kecil, film
radiografi konvensional memiliki resolusi spasial terkecil yang dapat diperoleh
2.7. Anatomi Pelvis ( Panggul )
Tulang panggul terdiri dari 3 jenis yaitu:
1. Os Coxae (os ilium, os ischium, os pubis)
2. Os Sacrum
3. Os Coccigeus.
Tulang-tulang tersebut satu sama lain saling berhubungan. Os illium
merupakan tulang terbesar dengan permukaan anterior berbentuk konkaf yang
disebut fossa iliaka. Bagian atasnya disebut Krista iliaka. Ujung-ujungnya disebut
spina iliaka anterior superior dan spina illiaka posterior superior. Os ischium
merupakan bagian terendah dari os coxae. Tonjolan di belakang disebut tuber
ischii yang menyangga tubuh waktu duduk. Os pubis terdiri dari ramus superior
dan inferior. Ramus superior berhubungan dengan os ilium, sedang ramus inferior
kanan dan kiri membentuk arkus pubis. Ramus inferior berhubungan dengan os
ischium kira-kira 1/3 distal dari foramen obturatorius. Kedua os pubis bertemu
dan simetris.
Sacrum berbentuk baji, terdiri atas 5 vertebra sacralis. Vertebra pertama
paling besar menghadap ke depan. Pinggir atas vertebra ini dikenal sebagai
promontorium, merupakan suatu tanda penting dalam penilaian ukuran-ukuran
panggul. Permukaan sacrum berbentuk konkaf. Os Coccigeus merupakan tulang
Gambar 2.7 Anatomi Pelvis
2.8. Phantom Rando.
Phantom Rando dibangun dengan kerangka manusia alami yang disusun
di dalam bahan jaringan-simulasi yang lembut. Paru-paru yang dibentuk
disesuaikan dengan kontur tulang rusuk alami. Ruang udara kepala, leher dan
batang bronkus yang diduplikasikan. Phantom ini dibuat pada interval 2,5 cm
untuk penyisipan film. Pola Grid lubang dapat dibor ke dalam bagian iris untuk
memungkinkan penyisipan dosimeter.
Ada dua model Phantom Rando yaitu Phantom Rando Wanita dan
Phantom Rando pria . Phantom Rando Wanita tingginya 163 cm (5'4 ") dan
beratnya 54 Kg. Phantom Rando Pria tingginya 175 cm (5'9 ") dan beratnya 73.5
Kg, Phantom Rando pria Tidak memiliki lengan atau kaki. Gambar 2.8 menunjukkan gambar Phantom Rando Pria. (Rando Phantom Datasheet.
Gambar 2.8.Phantom Rando Pria.
2.9. Software Image J
Image J adalah sebuah software ringkas untuk melakukan image
processing secara cepat. Software ini sangat berguna untuk membandingkan hasil
yang didapatkan apabila kita melakukan pemrosesan citra menggunakan
Computed Radiography dan ingin mengetahui hasil yang didapatkan untuk
mengecek proses yang pemrosesan citra yang kita lakukan. Program ini dibuat
dengan menggunakan bahasa pemrograman Java, namun hanya tersedia untuk
Gambar2.9. softwere Image – J
2.10. Kriteria Penerimaan Citra
Sesuai rekomendasi dari Europian Guidelines, kriteria penerimaan citra
dari objek Pelvis AP selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kriteria Penerimaan Citra Pelvis AP
No Kriteria Penerimaan Citra Pelvis AP
1 Rongga pelvis simetris dengan symphisis pubis imposisi di bawah pertengahan sacrum .
2 Visual yang tajam dari reproduksi os sacrum
3 Visual yang tajam dari reproduksi foramen intervertebralis sacrum
4 Visual yang tajam dari reproduksi os pubis
5 Visual yang tajam dari reproduksi ramus ischiadicum
6 Visual yang tajam dari reproduksi sacroilliaca joint
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem Computed Radiography (CR) memanfaatkan kemajuan teknologi
dengan adanya imaging plate (IP) sebagai detektor digital photostimulable
phosphor (PSP) atau storage phospor screen dalam menggantikan kombinasi
sistem film-intensifying screenkonvensional radiografi untuk menghasilkan citra.
Di dukung aspek pengolahan citra dengan image reader dalam membaca IP
sehingga data dapat ditampilkan dalam liquid crystal display (LCD), atau cathoda
ray tube(CRT), juga memiliki sistem pengolahan citra menggunakan metoda dry
processing yang merubah data digital menjadi data analog dengan hasil akhir
berupa film laser imaging. Penggunaan bahan PSP memungkinkan IP untuk dapat
dipakai berulang kali.
Salah satu kelebihan citra digital sistem CR adalah citra soft copy yang
dapat dimanipulasi terang gelap untuk menghasilkan kontras citra kualitas tinggi.
Karakteristik PSP yang memiliki rentang sensitifitas terhadap paparan sinar-X
yang lebar dan aplikasi perangkat lunak memungkinkan penyesuaian hasil citra
terhadap kondisi eksposi . Dengan kelebihan tersebut memungkinkan penggunaan
kondisi eksposi yang berlebih (over exposure), sehingga dosis radiasi yang
diterima pasien menjadi lebih tinggi daripada sistem Radiografi Konvensional.
Penelitian lebih lanjut meyebutkan bahwa dengan dosis 1/10 lebih rendah dari
dosis pemeriksaan sistem Radiografi Konvensional didapatkan hasil radiografi
dengan kualitas yang sama. Pengurangan dosis pemeriksaan CR dapat secara
langsung dan secara tidak langsung, karena tidak ada pengulangan pemeriksaan
akibat penolakan hasil citra, pengurangan dosis pada beberapa pemeriksaan dapat
menghasilkan citra radiografi yang dapat memberikan informasi diagnosa.
Kualitas citra yang dihasilkan oleh pemeriksaan CR dan Radiografi
Konvensional mempunyai kelebihan dan kekurangan masing – masing oleh
karena itu diperlukan evaluasi perbandingan apakah citra yang dihasilkan CR atau
kah Radiografi Konvensional yang lebih baik digunakan untuk mendiagnosis,
dalam kasus ini digunakan obyek Pelvis sehingga diagnosis kelainan pada Pelvis
menjadi lebih akurat.
Metode untuk mengevaluasi apakah kualitas citra yang dihasilkan oleh CR
ataukah Radiografi Konvensional yang lebih baik mendiagnosis Pelvis, dapat
dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya dengan mencari kondisi
penyinaran yang menghasilkan kualitas citra menggunakan Phantom leeds dan
pasien. sehingga diperlukan metode lain yang dapat menentukan apakah kualitas
citra CR ataukah Radiografi Konvensional yang paling baik digunakan dalam
mendiagnosis Pelvis tanpa menggunakan Phantom leeds dan Pasien.
Metode tersebut yaitu mencari kondisi penyinaran yang menghasilkan
kualitas citra sesuai dengan protokol European Commision 16260 menggunakan
phantom Rando sehingga dapat menghasilkan apakah kualitas citra CR ataukah
Radiografi Konvensional yang paling baik digunakan untuk mendiagnosis Pelvis.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dipilih karena peralatan dan bahan
(Computed Radiography) yang digunakan masih baru di fungsikan di rumah sakit
pengguna, maka digunakan phantom rando yang bertujuan untuk menghindari
besarnya paparan radiasi yg diterima pasien.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Apakah dengan menggunakan Computed Radiography (CR) Optimasi
citra yang dihasilkan akan lebih baik?
2. Bagaimana pengaruh kondisi eksposi terhadap kualitas citra dan kontras
Radiografi?
1.3. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penelitian ini dibatasi :
1. Menentukan kondisi eksposi untuk optimasi pembentukan citra dengan
sistem Computed Radiography (CR) dalam pemeriksaan Pelvis AP.
2. Kondisi eksposi yang digunakan dengan rentang 65 kVp – 80 kVp yang
masing – masing di variasi dengan 10 mAs dan 16 mAs.
3. Computed Radiography (CR) yang digunakan merk Fuji model Prima T
dan pesawat sinar –x merk Shimadzu ED 125 – L.
4. Sampel yang digunakan Phantom Rando.
5. Sofware yang digunakan sofware image J.
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dalam penelitian ini
adalah :
1. Menentukan hubungan antara kondisi eksposi dengan kualitas citra untuk
menentukan optimasi dalam pembentukan citra phantom rando untuk
pemeriksaan Pelvis AP.
2. Melakukan evaluasi perbandingan hasil kualitas citra CR dengan
Radiografi Konvensional pada kondisi penyinaran Pelvis AP.
1.5. Manfaat Penelitian
Berdasarkan Tujuan Penelitian maka manfaat penelitian ini dapat
dijadikan sebagai salah satu referensi tindakan diagnostik pemeriksaan Pelvis AP
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian optimasi citra radiografi dengan phantom rando
menggunakan sistem Computed Radiography (CR) type Prima T Drypic 2000,
Untuk pemeriksaan Pelvis Antero Posterior (AP). Optimasi pembentukan citra
dievaluasi berdasarkan panduan dari European Commission dengan kriteria
penerimaannya, kondisi eksposi kVp dan mAs, kontras tinggi dan kontras rendah.
Selain evaluasi visual citra untuk optimasi diperhatikan pula karakter incident
exposure Computed Radiography (CR) yang dinyatakan dengan Sensitivity Value
(S Value) dengan proses digitasi citra yang dapat dilihat pada tampilan image
consule dan softwere ImageJ. Hasil penelitian optimasi menunjukkan bahwa
untuk pemeriksaan pelvis Antero Posterior (AP) optimasi terjadi pada eksposi 75
kVp 10 mAs.
Kata kunci :
ABSTRACT
A research about a radiography image optimization using a rando phantom
by Computed Radiography (CR) type Prima T Drypic 2000 system has been
done, for examination of Antero Posterior (AP) pelvis. The optimization of image
formation was evaluated based on guidance from European Commission with
their acceptance criterian, the condition of kVp and mAs, high contrast and low
contrast. Beside the image visual evaluation for optimization, the Computed
Radiography (CR) incident exposure was also observed which is stated in
Sensitivity Value (S Value) by image digitations process that can be seen at image
console and imageJ software. The result of optimization research show that for the
AP pelvis, optimization was when 75 kVp 10 mAs
Keywords:
OPTIMASI CITRA RADIOGRAFI
PADA PEMERIKSAAN PELVIS MENGGUNAKAN
COMPUTED RADIOGRAPHY (CR)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
Ridho Wahyudi 110821019
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERSETUJUAN
Judul :OPTIMASI CITRA RADIOGRAFI PADA PEMERIKSAAN PELVIS MENGGUNAKAN
COMPUTED RADIOGRAPHY (CR) Kategori : SKRIPSI
Nama : RIDHO WAHYUDI
NIM : 110821019
Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA MEDIS Departemen : FISIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di:
Medan, 28 Agustus 2013
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing, Ketua,
(Dr. Marhaposan Situmorang)
(Drs. Kurnia Sembiring, MS)
PERNYATAAN
OPTIMASI CITRA RADIOGRAFI PADA PEMERIKSAAN PELVIS MENGGUNAKAN COMPUTED RADIOGRAPHY (CR)
SKRIPSI
Saya mengaku bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan
sumbernya.
MEDAN, 28 Agustus 2013
PENGHARGAAN
Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Sains Jurusan Fisika Medis pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sumatera Utara.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang, selaku Ketua Departemen Fisika
FMIPA Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Drs. Syahrul Humaidi, MSc selaku Sekretaris Jurusan
Departemen Fisika FMIPA Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Drs. Herli Ginting, MS, Selaku koordinator Program Ekstansi
Departemen Fisika FMIPA Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Kurnia Sembiring, MS selaku Dosen Pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan skripsi ini;
5. Dr. Susilawati, M.Si, Dr. Perdinan Sinuhaji, MS dan Drs. Syahrul Humaidi, MSc selaku dosen penguji sidang tugas akhir;
6. Seluruh staf dan dosen Jurusan Fisika Medik Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan alam Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan dorongan semangat dan senantiasa membantu penulis
didalam melengkapi administrasi;
7. Bapak Dr. H . Nanang Fitra Aulia, Sp.PK selaku Direktur RSUD Dr. H.
Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi, yang telah mengizinkan
8. Kepala Instalasi Radiologi dan seluruh rekan – rekan di Instalasi
Radiologi RSUD Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi yang telah
banyak membantu dan memberikan kelonggaran waktu kepada saya untuk
kuliah dan menyelesaikan Skripsi ini;
9. Ibunda ( Ramlah Harahap ) dan ayahanda ( Misno ) terimakasih atas do’anya;
10. Istriku Tercinta Syahniarina V Damanik atas doa, kasih sayang,
pengertian , perhatian serta dorongan semangat yang tidak pernah padam dan
semua pengorbanan yang telah di berikan;
11. Anakku Tersayang Malika Ririn Cajasi yang telah memberikan dorongan
dan semangat untuk menyelesaikan kuliah dan skripsi ini, keberadaanmu
sangat luar biasa;
12.Ibu Lengkam Purba yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis.
13.Seluruh rekan-rekan stambuk 2011 khusus nya Bang Dody, Kak Juariah,
Helmina Munthe dan Nuriani Nainggolan yang telah banyak memberikan masukan dan motifasi kepada penulis dalam menyelesaian
skripsi ini.
14. Serta semua pihak yang telah mendukung dan mendoakan dalam
penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga Skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Medan, 28 Agustus 2013
Penulis
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian optimasi citra radiografi dengan phantom rando
menggunakan sistem Computed Radiography (CR) type Prima T Drypic 2000,
Untuk pemeriksaan Pelvis Antero Posterior (AP). Optimasi pembentukan citra
dievaluasi berdasarkan panduan dari European Commission dengan kriteria
penerimaannya, kondisi eksposi kVp dan mAs, kontras tinggi dan kontras rendah.
Selain evaluasi visual citra untuk optimasi diperhatikan pula karakter incident
exposure Computed Radiography (CR) yang dinyatakan dengan Sensitivity Value
(S Value) dengan proses digitasi citra yang dapat dilihat pada tampilan image
consule dan softwere ImageJ. Hasil penelitian optimasi menunjukkan bahwa
untuk pemeriksaan pelvis Antero Posterior (AP) optimasi terjadi pada eksposi 75
kVp 10 mAs.
Kata kunci :
ABSTRACT
A research about a radiography image optimization using a rando phantom
by Computed Radiography (CR) type Prima T Drypic 2000 system has been
done, for examination of Antero Posterior (AP) pelvis. The optimization of image
formation was evaluated based on guidance from European Commission with
their acceptance criterian, the condition of kVp and mAs, high contrast and low
contrast. Beside the image visual evaluation for optimization, the Computed
Radiography (CR) incident exposure was also observed which is stated in
Sensitivity Value (S Value) by image digitations process that can be seen at image
console and imageJ software. The result of optimization research show that for the
AP pelvis, optimization was when 75 kVp 10 mAs
Keywords:
DAFTAR ISI
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 2
1.3. Pembatasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
2. LANDASAN TEORI 4
2.1. Pendahuluan Sinar – X 4
2.2. Kualitas Citra 6
2.2.1. Ketajaman dan Kontras Radiografi 7
2.2.2. Noise Radiografi 7
2.3. Sistem Computed Radiografi 7
2.3.1. Imaging Plate 8
2.3.2. Image Reader 11
2.3.3. Image Recorder 12
2.3.4. Personal Computer 12
2.4. Prinsip Kerja Sistem Computed Radiography 12
2.5. Nilai Pixel 14
2.7. Anatomi Pelvis 17
2.8. Phantom Rando 18
2.9. Sofware Image J 19
2.10. Kriteria Penerimaan Citra 20
3. METODE PENELITIAN 21
3.1. Peralatan dan Bahan 21
3.2. Tahap Penelitian Pengambilan Data 23
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25
4.1. Hasil Penelitian 25
4.2. Pembahasan 28
4.3. Perbandingan Hasil Radiologi pada pemeriksaan Pelvis AP
Menggunakan Computed Radiography dengan radiografi
Konvensional biasa 30
5. KESIMPULAN DAN SARAN 32
5.1. Kesimpulan 32
5.2. Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema tabung pesawat Sinar – X 5
Gambar 2.2. Struktur imaaging Plate 10
Gambar 2.3. Struktur Lapisan Laser Imaging Film 11
Gambar 2.4 Diagram tahap akuisisi computed radiography (CR) 13
Gambar 2.5. Diagram Energi Fosfor BaFBr:Eu2+ 13
Gambar 2.6. Proses Pembacaan (Readout) dan Penghapusan
(Erasure) IP 14
Gambar 2.7. Anatomi Pelvis 18
Gambar 2.8. Phantom Rando Pria 19
Gambar 2.9. Software Image J 20
Gambar 3.1. Pesawat sinar-x merek Shimadzu ED 125 – L 21
Gambar 3.2. CR tipe Fuji 22
Gambar 3.3. Kaset IP 22
Gambar 3.4. Phantom Rhando 22
Gambar 3.5. Diagram Alir Penelitian 24
Gambar 4.1. Citra Radiografi Pelvis AP 25
Gambar 4.2. Anatomi Radiografi Pelvis AP untuk Analisa Kriteria
Penerimaan Citra dan Pengukuran PV 27
Gambar 4.3. Hubungan Eksposi (kVp, mAs) dengan Prosentase KPC
Pelvis AP 27
Gambar 4.4. Hubungan Eksposi (kVp,mAs)dengan Kontras Radiografi
Pelvis AP 28
Gambar 4.5. Optimasi Citra Pelvis AP 29
Gambar 4.6 Perbandingan Hasil Foto Rontgen CR dengan
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Ukuran Pixel dan Mode Digitasi FCR Berbagai Jenis dan
Ukuran IP 15
Tabel 2.2. Kriteria Penerimaan Citra Pelvis AP 20
Tabel 4.1. Prosentase KPC dan Kontras Radiografi Pelvis AP 26
Tabel 4.2. Perbandimgan Pemeriksaan Radiografi Konvensional
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Uji Kualitas Citra 35
Lampiran 2 Protokol European Commision 16260 Pemeriksaan