• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI MEAN GLANDULAR DOSE (MGD) PADA MAMOGRAFI COMPUTED RADIOGRAPHY (CR) SKRIPSI EUNIKE SERFINA FAJARINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTIMASI MEAN GLANDULAR DOSE (MGD) PADA MAMOGRAFI COMPUTED RADIOGRAPHY (CR) SKRIPSI EUNIKE SERFINA FAJARINI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

ESTIMASI MEAN GLANDULAR DOSE (MGD) PADA

MAMOGRAFI COMPUTED RADIOGRAPHY (CR)

SKRIPSI

EUNIKE SERFINA FAJARINI

0906601992

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI FISIKA

DEPOK

DESEMBER 2011

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

ESTIMASI MEAN GLANDULAR DOSE (MGD) PADA

MAMOGRAFI COMPUTED RADIOGRAPHY (CR)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana sains

EUNIKE SERFINA FAJARINI

0906601992

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI FISIKA

DEPOK

DESEMBER 2011

(3)
(4)
(5)

Puji syukur atas berkat dan karunia Tuhan Yang Maha Kasih yang telah memberikan kekuatan dan tuntunan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dwi Seno K Sihono, M.Si selaku pembimbing I yang telah membimbing dalam penulisan skripsi ini;

2. Heru Prasetio, M.Si selaku pembimbing II yang telah menyediakan begitu banyak waktu, sabar dalam membimbing penulis serta memberikan arahan yang berharga;

3. Ibu Prof. DR. Djarwani S Soejoko selaku penguji I yang telah memberikan ilmu baru dan masukan-masukan yang berharga dalam skripsi ini;

4. Kristina Tri Wigati, M.Si sebagai penguji II yang telah memberikan masukan untuk dalam skripsi ini;

5. Dr. Th. Peter Budisusetedja, MARS selaku Direktur Operasional dan Dr. Harjanto Mawinata, Sp. Rad selaku Kepala Bagian Radiologi di RS Pantai Indah Kapuk yang telah memberikan izin penelitian dalam menyusun skripsi ini;

6. Dr. Nina Irene Siti Hadidjah Supit, Sp. Rad yang telah membantu mengevaluasi, memberi arahan dan masukan yang berharga dalam skripsi ini;

7. Dr. Herlina Uinarni, Sp. Rad, Dr. Nurul Hayati, Sp. Rad, dan DR. dr. Jacub Pandelaki, Sp. Rad (K) selaku radiolog di RS Pantai Indah Kapuk yang memberikan ilmu, masukan dan arahan yang berharga;

8. Hadi Sukanto, Budi Wahyudi, Zuniar Afni Hakim, Rintan Lucyana, Givsona Buas, Denny Herdian, Ayu Febriyanti, Pristian Yuliana, Syukron, Lilik Hartono, Jajang Sukmana, Gordon Nazaret, Agus Sriyanto, Yoga Daraleast, Rustiyono dan seluruh staf radiologi RS Pantai Indah Kapuk atas perhatian, semangat, kerja

(6)

9. Ibu Dyah Kusumastuti dan seluruh staf PTKMR BATAN Pasar Jumat Jakarta, atas bantuannya yang begitu berharga;

10. Rekan dan sahabat ekstensi fisika medis UI 2009, khususnya Devi, Misbah, Icha dan Yahya, perjuangan kita tidak akan sia-sia;

11. Bapak dan Ibu yang tak pernah lelah memberikan perhatian, semangat dan kasih sayangnya serta Yosia, Aka dan Aga, kita adalah satu;

12. Dan terkhusus untuk Kekasih Jiwaku tersayang Dwi Warsito Nugroho, cinta dan kasihmu serta kebersamaan kita yang banyak hilang merupakan semangat dan motivasi yang luar biasa bagiku. I Love You, so much.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan penulis, maka diharapkan kritik dan saran konstruktif demi perbaikan penulisan hasil penelitian ini. Penulis berharap skripsi ini dapat diaplikasikan sesuai dengan tujuannya dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu di masa mendatang.

Terima kasih. Penulis

(7)
(8)

Nama : Eunike Serfina Fajarini Program Studi : S1 Fisika

Judul : Estimasi Mean Glandular Dose (MGD) Pada Mamografi Computed Radiography (CR)

Sampai sekarang mamografi merupakan program skrining utama untuk deteksi dini kanker payudara khususnya untuk kaum wanita, akan tetapi pemberian informasi tentang dosis yang diterima pasien masih jarang dilakukan. Padahal payudara merupakan salah satu organ sensitif terhadap radiasi pengion karena mampu menginduksi kanker. Sehingga perlu dilakukan estimasi dosis pasien pada pemeriksaan mamografi untuk mengetahui nilai dosis yang diterima oleh payudara. Estimasi dosis dilakukan dengan menggunakan perhitungan Mean Glandular Dose (MGD) pada mamografi Computed Radiography (CR). Dengan melakukan koreksi terhadap kualitas citra pada prosentase (%) glandularity, yaitu prosentase (%) glandularity 25-49% dan 1-24%. Nilai prosentase (%) glandularity dievaluasi oleh radiolog. Dari hasil estimasi didapatkan total rerata MGD pada seluruh proyeksi pemeriksaan payudara 1,65 mGy pada rerata ketebalan kompresi 48,85 mm. MGD yang diperoleh masih di bawah limit berdasarkan rekomendasi FDA, ACR dan MQSA yaitu < 3 mGy per eksposi pada ketebalan 45 mm. MGD dipengaruhi oleh kombinasi antara ketebalan kompresi, kV, HVL dan prosentase (%) glandularity.

Kata kunci : Mean Glandular Dose (MGD), Computed Radiography (CR), kualitas citra, ketebalan kompresi, kV, prosentase (%) glandularity

(9)

Name : Eunike Serfina Fajarini Program : S1 Fisika

Tittle : The Estimation of Mean Glandular Dose (MGD) on Mammography Computed Radiography (CR)

Currently, mammography is the primary screening program for breast cancer early detection for women, but information about the doses received by patient are still rare. Breast is a sensitive organ to ionizing radiation since it can include cancer. Therefore it is necessary to estimate the patient dose during mammography examinations. Estimated doses calculations were performed using in term of mean glandular dose (MGD) using Mammography Computed Radiography (CR). Image quality correction was done based on the most frequent percentage (%) glandularity from all samples, which are 25-45% and 1-24% glandularity. Percentage (%) glandularity was evaluated by radiologist. Estimated of total average MGD all off projection at the breast examination 1,65 mGy on the mean compression of thickness 48,85 mm. Mean Glandular Dose obtained during measurement are still under recommendation of the FDA, ACR and MSQA which is < 3 mGy per eksposure. From measurement and calculation, the MGD is influenced by compression of thickness, kV, HVL and percentage (%) glandularity.

Keywords : Mean Glandular Dose (MGD), Computed Radiography (CR), image quality, compression of thickness, kV, percentage (%) glandularity

(10)

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……… ii

LEMBAR PENGESAHAN ……….. iii

KATA PENGANTAR ………... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ………. vi

ABSTRAK ……….. vii

ABSTRACT ……… viii

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR GAMBAR ………. xi

DAFTAR TABEL ……….. xii

DAFTAR GRAFIK ……… xiv

DARTAR SKEMA ……… xv 1. PENDAHULUAN ……….. 1 1.1. Latar Belakang……….. 1 1.2. Tujuan Penelitian ………. 2 1.3. Manfaat Penelitian ………... 3 1.4. Batasan Masalah ………. 3 1.6.Sistematika Penulisan ………... 3 2. LANDASAN TEORI ………. 5 2.1. Mamografi ……… 5 2.1.1Perkembangan Mamografi ……….. 5

2.1.2Tabung Pesawat Sinar-X Mamografi ………. 6

2.1.3. Teknik Kompresi ……… 11

2.2. Fantom Mamografi……… 13

2.3. Jaminan Kualitas (Quality Assurance) dan Kendali Kualitas (Quality Control) ……….. 15

(11)

2.5. Detektor Semikonduktor ………. 22

3. METODE PENELITIAN ………. 25

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 33

4.1. Hasil Jaminan Kualitas ……… 33

4.2. Hasil Analisa Kualitas Citra ……… 36

4.2.1. Prosentase (%) Glandularity Kelompok C (25-49%) ……….. 36

4.2.2. Prosentase (%) Glandularity Kelompok C (1-24%) ………… 36

4.3. Evaluasi Mean Glandular Dose (MGD) ………. 45

4.3.1. Hubungan Ketebalan Kompresi terhadap Usia ……….. 45

4.3.2. Hubungan MGD terhadap Usia ……… 49

4.3.3. Hubungan MGD terhadap Ketebalan Kompresi………. 49

4.3.4. Hubungan MGD terhadap Tegangan Panel (kV) ……… 54

5. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 59

5.1 Kesimpulan ………... 59

5.2 Saran ……….. 60

DAFTAR REFERENSI ………. 61 LAMPIRAN - LAMPIRAN

(12)

Gambar 2.1 Perbedaan atenuasi antara dua jaringan ……… 6

Gambar 2.2 SID (Source Image Distance) pada Mamografi ……….. 7

Gambar 2.3 Komponen-komponen Pesawat Sinar-X Mamografi ……….. 8

Gambar 2.4 Spektrum keluaran target Mo dengan filter Mo 0,05 mm(a) dan Rh dengan filter Pd 0,05 mm(b) ………..……….. 9

Gambar 2.5 Grounded Anode Pada Mamografi ………. 10

Gambar 2.6 Craniocaudal projection ………. 12

Gambar 2.7 Mediolateral Oblique projection ………... . 12

Gambar 2.8 Fantom Nuclear Associates 18-220 ……… . 14

Gambar 2.9 Lokasi dan posisi benda uji dalam fantom ……….. . 15

Gambar 2.10 Proses penampilan citra pada Computed Radiography ……… . 18

Gambar 2.11 Prinsip kerja phosphor plate ……….. 18

Gambar 2.12 Gejala terjadinya photostimulated luminescene ………. 19

Gambar 2.13 Struktur storage phosphor cassette ……… 19

Gambar 2.14 Sistematik pada Image Reader ………... 21

Gambar 2.15 Tingkat energi pita valensi dan pita konduktor ……….. 22

(13)

Tabel 3.1 Equivalent Thicknesses And Glandularities of Compressed

Breasts Simulated by PMMA ... 27 Tabel 3.2 Faktor konversi (mGy/mGy) yang digunakan untuk menghitung

MGD dengan prosentase glandular 50 % dari nilai Ki ……….. 30 Tabel 3.3 Nilai faktor koreksi spectral ……….. 30 Tabel 3.4 Koefisien konversi prosentase glandular CDGg, DG50 pada glandular (g)

0,1 – 100% pada payudara ……… 30 Tabel 4.1 Pengaruh variasi mAs terhadap Kualitas Citra berdasarkan Jumlah

Serat yang Terlihat ……… 36 Tabel 4.2 Pengaruh variasi mAs terhadap Kualitas Citra berdasarkan Jumlah

Kelompok Bintik yang Terlihat ………...……… 37 Tabel 4.3 Pengaruh variasi mAs terhadap Kualitas Citra berdasarkan Jumlah

Massa yang Terlihat ………..……… 37 Tabel 4.4 Pengaruh variasi Tegangan Panel (kV) terhadap Kualitas Citra

berdasarkan Jumlah Serat yang Terlihat ……… 38 Tabel 4.5 Pengaruh variasi Tegangan Panel (kV) terhadap Kualitas Citra

berdasarkan Jumlah Kelompok Bintik yang Terlihat ……… 38 Tabel 4.6 Pengaruh variasi Tegangan Panel (kV) terhadap Kualitas Citra

berdasarkan Jumlah Massa yang Terlihat ………..……… 39 Tabel 4.7 Hasil Mean Glandular Dose (MGD) Pada Kualitas Citra Terbanyak

Prosentase (%) Glandularity 25-49% ……….. 40 Tabel 4.8 Hasil Mean Glandular Dose (MGD) Pada Kualitas Citra Terbaik

Prosentase (%) Glandularity 25-49% ……….. 40 Tabel 4.7 Pengaruh variasi mAs terhadap Kualitas Citra berdasarkan Jumlah

Serat yang Terlihat ……… 40 Tabel 4.8 Pengaruh variasi mAs terhadap Kualitas Citra berdasarkan Jumlah

Kelompok Bintik yang Terlihat ………...……… 41 Tabel 4.9 Pengaruh variasi mAs terhadap Kualitas Citra berdasarkan Jumlah

(14)

berdasarkan Jumlah Serat yang Terlihat ……… 42 Tabel 4.11 Pengaruh variasi Tegangan Panel (kV) terhadap Kualitas Citra

berdasarkan Jumlah Kelompok Bintik yang Terlihat ………. 43 Tabel 4.12 Pengaruh variasi Tegangan Panel (kV) terhadap Kualitas Citra

berdasarkan Jumlah Massa yang Terlihat ………..……… 43 Tabel 4.13 Hasil Mean Glandular Dose (MGD) Pada Kualitas Citra Terbanyak

Prosentase (%) Glandularity 1-24% ………... 44 Tabel 4.14 Hasil Mean Glandular Dose (MGD) Pada Kualitas Citra Terbaik

(15)

Grafik 4.1 Hubungan Dosis terhadap HVL ………. 35

Grafik 4.2 Hubungan Tegangan Panel (kV) terhadap HVL ……… 36

Grafik 4.3 Hubungan Ketebalan Kompresi Payudara terhadap Usia ………. 46

Grafik 4.4 Nilai – nilai Representatif yang Membentuk Pola ………. 47

Grafik 4.5 Hubungan Ketebalan Kompresi pada RCC dengan Usia ……….. 47

Grafik 4.6 Hubungan Ketebalan Kompresi pada LCC terhadap Usia .………….. 48

Grafik 4.7 Hubungan Ketebalan Kompresi pada RMLO terhadap Usia ……….. 48

Grafik 4.8 Hubungan Ketebalan Kompresi pada LMLO terhadap Usia ……….. 49

Grafik 4.9 Hubungan MGD terhadap Usia ………... 50

Grafik 4.10 Distribusi MGD terhadap Ketebalan Kompresi Payudara …………... 50

Grafik 4.11 Korelasi distribusi ketebalan kompresi payudara dan distribusi mean glandular dose (MGD) pada RCC Projection ……….. 51

Grafik 4.12 Korelasi distribusi ketebalan kompresi payudara dan distribusi mean glandular dose (MGD) pada LCC Projection ………... 52

Grafik 4.13 Korelasi distribusi ketebalan kompresi payudara dan distribusi mean glandular dose (MGD) pada RMLO Projection ………... 53

Grafik 4.14 Korelasi distribusi ketebalan kompresi payudara dan distribusi mean glandular dose (MGD) pada LMLO Projection ………... 52

Grafik 4.15 Korelasi distribusi ketebalan kompresi payudara dan distribusi mean glandular dose (MGD) seluruh projection ………... 54

Grafik 4.19 Distribusi MGD terhadap kV ……….. 54

Grafik 4.20 Korelasi distribusi tegangan panel (kV) dan distribusi mean mean glandular dose (MGD) pada RCC Projection ……….. 55

Grafik 4.21 Korelasi distribusi tegangan panel (kV) dan distribusi mean mean glandular dose (MGD) pada LCC Projection ……….. 55

Gratik 4.22 Korelasi distribusi tegangan panel (kV) dan distribusi mean mean glandular dose (MGD) pada RMLO Projection ……….. 56

(16)

Grafik 4.24 Korelasi distribusi tegangan panel (kV) dan distribusi mean

(17)

Skema 3.1 Bagan Pendekatan Metodologi Kualitas Citra Terbaik

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Ditinjau dari segi fungsi dan estetikanya, payudara merupakan organ yang penting bagi perempuan, hanya saja di dalam payudara tersebut kerap terjangkit penyakit kanker. Menurut WHO, 8-9% wanita akan mengalami kanker payudara, ini menjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Setiap tahun, lebih dari 250,000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175,000 di Amerika Serikat1. Di seluruh dunia kanker payudara menempati urutan kelima penyebab kematian oleh karena kanker (kanker paru, kanker lambung, kanker hati, kanker usus besar). Pada tahun 2005, 502.000 penderita meninggal oleh karena kanker payudara (7% penyebab kematian oleh karena kanker, 1% dari semua penyebab kematian) dan ini merupakan penyebab kematian terbanyak yang terjadi pada perempuan di seluruh dunia2.

Di Indonesia belum ada data statistik yang akurat, namun data yang terkumpul dari rumah sakit menunjukkan bahwa kanker payudara menduduki ranking pertama diantara kanker lainnya pada wanita1. Di Indonesia, kasus kanker payudara yang terjadi ada pada angka kejadian 26 per 100.000 perempuan, disusul kanker leher rahim dengan 16 per 100.000 perempuan. Dan berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di seluruh Rumah Sakit di Indonesia (16,85%). Hal ini sama dengan estimasi Globocan (IACR) tahun 20023.

Mamografi memperoleh perhatian khusus karena berdasarkan hasil penelitian (USA) satu di antara 8 perempuan akan mengalami kanker payudara semasa hidupnya. Mamografi juga merupakan metode yang dapat diandalkan untuk mendeteksi payudara dan mendeteksi kanker. Ini adalah metode pilihan untuk program skrining payudara negara-negara maju. Mamografi adalah pemeriksaan deteksi dini bagi payudara yang sangat direkomendasikan. American College of Radiology (ACR) merekomendasikan bahwa seorang perempuan berusia 40 tahun harus sudah melakukan pemeriksaan mamografi dua kali dalam

(19)

setahun pada usia antara 40-50 tahun, bahkan setahun sekali untuk perempuan usia 50 tahun. National Cancer Institute (NSI) juga merekomendasikan perempuan pada usia 40 tahun, hingga 50 tahun serta yang lebih tua seharusnya melakukan pemeriksaan mamografi dua tahun sekali4. Sedangkan di Indonesia Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta (YKPJ) merekomendasikan bahwa mamografi merupakan bentuk pemeriksaan deteksi dini yang efektif bagi perempuan, dan sampai sekarang masih melaksanakan program pengenalan pemeriksaan mamografi bagi masyarakat Indonesia khususnya kaum perempuan5.

Pemeriksaan mamografi dilakukan dengan sinar-X, oleh karena itu monitoring dosis dan faktor paparan radiasi harus sangat diperhatikan. Resiko karsinogenesis dari dosis radiasi pada pemeriksaan mamografi menjadi perhatian sehingga pemantauan dosis ke payudara menjadi hal yang penting dan dibutuhkan oleh MQSA (Mammography Quality Standards Act). Oleh karena itu diperlukan dosimetri untuk payudara. Dosimetri payudara yang penting untuk penilaian resiko adalah Mean Glandular Dose (MGD). MGD tidak dapat diukur secara langsung, tetapi berasal dari pengukuran fantom standar untuk teknik aktual set-up pengukuran peralatan mamografi4. Yang dihasilkan dari pemeriksaan mamografi adalah gambar radiografi sehingga perlu diperhatikan kualitas citra dari gambar tersebut. Gambar yang ditampilkan adalah pada

Computed Radiography (CR).

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. menganalisa kualitas citra mamografi dengan cara perlakuan pada fantom sesuai dengan parameter dari data pasien pada kelompok prosentase (%)

glandularity yang sama,

2. membuat pendekatan metodologi dalam menentukan kualitas citra terbaik mamografi Computed Radiography (CR),

3. memperoleh estimasi Mean Glandular Dose (MGD) pada pencitraan mamografi Computed Radiography (CR).

(20)

1.3Manfaat Penelitian

Jika tujuan dari penelitian ini tercapai, maka hasil penelitian ini akan memberikan beberapa manfaat :

1. untuk mengetahui kualitas citra pada kelompok prosentase (%) glandularity yang sama,

2. untuk memperoleh cara pendekatan metodologi dalam menentukan kualitas citra terbaik mamografi Computed Radiography (CR),

3. untuk memperoleh estimasi seberapa besar Mean Glandular Dose (MGD) yang diterima pasien mamografi Computed Radiography (CR), sehingga bisa untuk mengevaluasi apakah sesuai dengan yang direkomendasikan.

1.4Batasan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang masalah, maka batasan penelitian yang akan dilakukan adalah mengevaluasi Mean

Glandular Dose (MGD) pada mamografi Computed Radiography (CR) dan

menganalisa kualitas citra yang dihasilkan. Pengukuran dilakukan secara tidak langsung pada pasien, melainkan menggunakan pendekatan perlakuan fantom.

1.5Sistematika Penulisan

Sistematika pada penulisan ini dibagi menjadi 6 bab, yang masing-masing terdiri dari beberapa sub bab untuk mempermudah penjelasan. Penulisan bab-bab dilakukan sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang penjelasan secara umum latar belakang permasalahan, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika.

BAB II. LANDASAN TEORI

Pada bab ini penulis menguraikan teori-teori dasar yang digunakan pada penulisan dan analisa dalam skripsi ini.

BAB III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi jabaran lengkap mengenai langkah-langkah, alat dan bahan, dan proses selama penelitian dilaksanakan.

(21)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang didapatkan dalam pelaksanaan penelitian dipaparkan dalam bab ini. Bab ini juga berisi analisa mengenai hasil yang didapatkan.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah melakukan analisa terhadap data yang didapatkan, maka pada bab ini penulis menarik kesimpulan terhadap hasil penelitian yang telah dibuat, ditambahkan saran-saran yang berguna untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Mamografi

Mamografi merupakan pemeriksaan radiografi yang dirancang khusus untuk mendeteksi kelainan pada payudara. Mamografi menggunakan sinar-X energi rendah, kontras yang tinggi, film resolusi yang tinggi, dan sistem sinar-X yang dirancang khusus untuk payudara. Untuk mendapatkan kualitas tinggi pada mamogram, maka harus digunakan teknik yang tepat.

2.1.1 Perkembangan Mamografi

Kemajuan teknologi dalam beberapa dekade terakhir sangat meningkatkan sensitivitas diagnostik mamografi. Awalnya pemeriksaan mamografi dilakukan tanpa screen film, langsung terpapar pada film, dosis sangat tinggi, kontras rendah dan kualitas gambar radiografi yang buruk. Bahkan mungkin pada periode 1950 dan 1960-an, skrining mamografi tidak memberikan manfaat yang berguna untuk deteksi dini pada payudara. Proses xeroradiografi pada mamografi sangat populer pada periode 1970-an hingga awal tahun 1980, didukung oleh resolusi spasial yang baik dan peningkatan kualitas gambar, namun sensitivitas kontras relatif buruk dan dosis radiasi semakin tinggi, sehingga akhir tahun 1980-an menyebabkan runtuhnya xeroradiografi.

Pada pertengahan 1980-an ACR (American College of Radiology), mengubah standar minimum pemeriksaan dan kontrol kualitas mamografi dengan mengacu pada perkembangan teknologi dan peningkatan kualitas pelayanan. Sehingga selama 15 tahun terakhir, selalu melakukan perbaikan mengikuti perkembangan teknologi untuk mendapatkan kualitas gambar yang lebih baik. Pada tahun 1992, Mammography Quality Standards Act (MQSA) mengadopsi rekomendasi sebagian peraturan untuk mamografi, tujuannya agar setiap perempuan mempunyai program deteksi dini kanker payudara dengan menggunakan mamografi yang merupakan tahapan awal agar dapat dilakukan pengobatan dan perawatan lebih lanjut dengan optimal. Peturan MQSA terus berkembang dan mengikuti perkembangan teknologi, sehingga kini muncul digital

(23)

mamografi dengan perangkat akusisi citra yang lebih cepat, kualitas yang lebih baik, pengolahan gambar anatomi khusus (payudara) dan komputer yang dilengkapi alat deteksi yang membantu ahli radiologi mengidentifikasi fitur yang mencurigakan dalam gambar.

2.1.2 Tabung Pesawat Sinar-X Mamografi

Tabung pesawat sinar-X mamografi didesain berbeda dengan tabung pesawat sinar-X radiografi biasa. Hal ini berdasarkan pada anatomi payudara yang menjadi targetnya. Tidak ada perbedaan densitas antara suspect area dengan jaringan payudara normal, dan hanya sedikit berbeda nomor atom. Diharapkan dapat digunakan untuk identifikasi mikrokalsifikasi sampai diameter sekitar 0.1 mm. Pencitraan memerlukan resolusi geometri tinggi, ukuran fokus harus kecil, yang berakibat thermal rating harus diperhatikan. Jaringan payudara sangat sensitif terhadap radiasi pengion untuk induksi kanker, terutama perempuan dengan umur antara 14 tahun sampai menopause. Dibutuhkan katoda dan anoda yang didesain secara khusus agar fluks elektron terdistribusi pada daerah target luas.

Gambar 2.1 Perbedaan atenuasi antara dua jaringan[6]

Pencitraan payudara membutuhkan sinar X energi rendah untuk memperoleh kontras maksimum, karena koefesien atenuasi jaringan maupun perbedaan jaringan lain di dalamnya meningkat dengan kenaikan energi (efek fotolistrik). Gambar 2.1 menunjukan perbedaan atenuasi antara dua jaringan tertinggi adalah pada energi sinar-X yang rendah (10-15 keV) dan terlihat buruk

(24)

pada energi di atas 35 keV. Kompromi pemilihan kV, diperhatikan karena terlalu rendah kV, banyak radiasi tidak dapat menembus obyek, meningkatkan dosis.

Persyaratan pencitraan payudara mengakibatkan desain tabung sinar-X menjadi khusus. Pada umumnya unit mamografi produksi sinar-X 15-20 keV, menggunakan anoda molebdenum dengan jendela berelium, serta tambahan filter molebdenum. Disamping itu ada pula tabung mamografi yang memproduksi sinar-X 21-25 keV, menggunakan anoda tungsten dengan menggunakan filter khusus. Sinar-X energi rendah memberikan perbedaan atenuasi antar jaringan relatif lebih baik, namun memberikan dosis absorpsi pada jaringan tinggi dan waktu eksposi tinggi. Deteksi mikrokalsifikasi juga penting.

Tabung sinar-X mamografi disusun dengan filamen ganda dalam suatu pemusat yang menghasilkan ukuran focal spot besar dengan nilai 0,3 mm dan ukuran fokal spot kecil dengan nilai 0,1 mm. Titik focal spot yang kecil akan meminimalkan kekaburan geometris (geometric blurring) dan menjaga resolusi spasial yang diperlukan untuk deteksi kalsifikasi mikro. SID (Source to Image

Distance) diperlukan sekitar 65 cm untuk memperoleh lapangan radiasi 24 x 30

cm seperti terlihat pada Gambar 2.2, dengan sudut anoda efektif sekitar 20°. SID lebih pendek memerlukan sudut anoda yang lebih besar.

(25)

Dukungan posisi platform payudara terhadap focal spot memberikan 1,5 - 2,0 kali perbesaran gambar (Gambar 2.2). Variasi ukuran focal spot sepanjang sumbu katoda anoda dititikberatkan dengan perbesaran karena lebar penumbra meningkat seperti digambarkan pada gambar, sehingga memberikan resolusi terbaik dan detail pada gambar ada di sisi anoda medan ke arah putting.

Perbedaan penting antara tabung pesawat mamografi dengan radiografi konvensional adalah tegangan operasi rendah, di bawah 35 kV. Gambar 2.3 menunjukkan komponen-komponen yang terdapat pada pesawat sinar-X mamografi.

Gambar 2.3 Komponen-komponen Pesawat Sinar-X Mamografi[6]

Tabung mamografi menggunakan desain anoda putar. Molebdinum merupakan material yang umum untuk anoda, meskipun sering juga digunakan rhodium dan tungsten. Tabung dengan anoda molebdenum (Mo) dengan ciri sinar-X karakteristik molebdenum Kα = 17.4 keV dan Kβ = 19.6 keV, keduanya di bawah energi absorpsi elektron kulit K molebdenum pada 20.0 keV, dan rhodium

(26)

(Rh) 20.2 keV dan 22.7 keV. Untuk pembuatan citra dengan jarak sumber ke film 60-65 cm, dan jarak obyek ke film sekitar 6 cm (perbesaran 1.1). Resolusi 13 lp/mm dengan magnifikasi sekitar 1.1, diperlukan ukuran fokus 0.3-0.4 mm. Kombinasi yang baik, tabung dengan anoda molebdenum menggunakan filter molebdenum 0,05 mm, pada Gambar 2.4 a, terlihat keluaran spektrumnya. Tabung sinar-X dengan anoda tungsten, menggunakan filter 0.05 mm palladium, pada Gambar 2.4 b, terlihat keluaran spektrumnya. Absorpsi tepi palladium 24.3 keV, atenuasi di bawah energi ini menjadi lebih rendah dibanding energi yang lebih tinggi. Spektrum sinar X transmisi palladium cocok untuk mamografi. Output tinggi anoda tungsten mengakibatkan ukuran fokus dapat dibuat kecil (0.2 mm) dengan fokus efektif 0.1 mm.

Gambar 2.4 Spektrum keluaran target Modengan filter Mo 0,05 mm(a) dan Rh dengan filter Pd 0,05 mm(b) [6]

Energi sinar-X yang optimal diperoleh dengan menggunakan tabung target sinar-X dengan bahan-bahan khusus untuk membangkitkan sinar-X karakteristik dari energi yang diinginkan dan filter atenuasi sinar-X untuk menghilangkan energi rendah dan energi tinggi sinar-X yang tidak diinginkan dalam spektrum

Bremstrahlung. Molebdenum dan rhodium sering digunakan sebagai target tabung

sinar-X mamografi karena karakteristik radiasi yang ditimbulkan. Target molebdenum dan filter rhodium 0,025 mm sering digunakan untuk pencitraan bagi payudara yang lebih tebal dan padat. Kombinasi ini menghasilkan energi

(27)

efektif yang lebih tinggi dibandingkan dengan target/filter Mo/Mo yang akan membuat transmisi foton sinar-X antara 20-23 keV.

Sudut anoda juga mempengaruhi sinar-X yang dihasilkan. Sudut anoda adalah sudut antar permukaan target dan garis vertikal yang tegak lurus terhadap penerima gambar. Sudut anoda memiliki pengaruh yang besar terhadap kualitas gambar, diantaranya:

Anode Heel Effect merupakan keluaran berkurang dari nilai maksimumnya

pada sisi katoda dari lapangan, yang adalah dinding dada terhadap tepi anterior yang jauh.

Variabel Focal Spot Size (ukuran garis dasar fokus). Panjang dari focal spot

yang efektif adalah paling besar pada sisi katoda dan berkurang menjadi nol pada anoda pada lapangan anterior yang jauh.

Tabung mamografi sering mempunyai grounded anode, struktur anoda diberi tegangan 0 dan katoda diberi tegangan tertinggi negatif. Dengan tegangan anoda sama dengan metal tempat kedudukannya. Off Focus Radiation dikurangi karena bungkus metal tabung menarik elektron yang terpantul yang kemungkinan akan dipercepat kembali ke anoda. Pada Gambar 2.5 arah katoda anoda dalam pencitraan berkaitan dengan efek heel. Daerah anoda yang mempunyai intensitas relatif lebih rendah diposisikan pada daerah puting.

(28)

2.1.3 Teknik Kompresi

Kompresi payudara adalah faktor penting dalam optimalisasi mamografi. Dan itu merupakan hal yang wajib dilakukan dalam pemeriksaan mamografi. Manfaat dari kompresi antara lain :

• menurunkan ketebalan payudara sehingga menghasilkan dosis radiasi yang lebih rendah, waktu paparan yang lebih pendek dan radiasi hambur yang lebih sedikit sehingga kontras yang dihasilkan menjadi lebih tinggi,

• ketebalan jaringan yang lebih seragam sehingga menghasilkan rentang paparan yang lebih kecil,

• peningkatan tampilan struktur jaringan dikarenakan oleh penyebaran jaringan, • peningkatan ketajaman gambar dan mengurangi faktor magnifikasi

(perbesaran),

• menjaga payudara agar tetap stabil untuk meminimalkan kekaburan image (citra) karena pergerakan (moving).

Jenis-jenis kompresi yang digunakan adalah :

Craniocaudal (CC) Projection,

Craniocaudal projection harus menunjukkan bagian medial dari payudara dan

sebanyak mungkin bagian lateral dari payudara. Tampilan proyeksi CC yang benar seperti tampak pada Gambar 2.6 dapat menunjukkan otot pektoral pada pinggiran posterior dari payudara, mengindikasikan bahwa payudara sudah diposisikan sejauh mungkin.

Mediolateral Oblique (MLO) Projection,

Mediolateral oblique projection adalah tampilan yang paling baik untuk

menggambarkan semua jaringan payudara dan otot pektoral. Tabung sinar-X harus diputar 45° seperti tampak pada Gambar 2.7. Pada kebanyakan wanita, kaset diposisikan paralel dengan otot pektoral. Sudutnya dapat diatur tergantung tinggi badan dan berat badan pasien yang akan diperiksa.

(29)

Gambar 2.6 Craniocaudal projection[17]

Gambar 2.7 Mediolateral Oblique projection[17]

Pemanfaatan sinar-X energi rendah pada diagnosa juga harus memperhatikan kualitas citra yang dihasilkan. Sebagaimana prinsif justifikasi, optimasi dan limitasi yang terangkum dalam prinsip ALARA (As Low As

(30)

Reasonably Achievable) harus diterapkan. Parameter kualitas citra yang dihasilkan

memiliki keterkaitan dengan resolusi spasial, kontras citra, densitas optik, noise citra dan artefak. Resolusi spasial merupakan kemampuan sistem pencitraan untuk memisahkan objek yang kecil dan saling berdekatan. Mamografi memiliki ketetapan resolusi spasial 20 line pairs (lp)/mm.

Kontras merupakan perbedaan derajad keabuan (gray scale) antara dua daerah yang berdekatan dalam sebuah citra. Kontras subjek merupakan perbedaan pada beberapa aspek dari sinyal, seperti perbedaan intensitas, fluence energy, energi sinar-X, fase dan lain-lain. Kemampuan untuk mendeteksi objek yang memiliki kontras rendah dari sebuah citra berhubungan dengan banyaknya noise yang ada dalam citra.

Keakuratan dari pendeteksian kanker tergantung pada dua komponen yaitu sensitifitas dan spesifikasi. Sensitifitas merupakan kemampuan pesawat sinar-X mamografi untuk mendeteksi ketika terdapat kelainan. Spesifikasi mamografi tidak begitu bagus. Di samping itu, radiasi hambur akan mempengaruhi kualitas gambar yang dihasilkan. Oleh karena itu diperlukan kontrol terhadap radiasi hambur.

Penurunan lapangan radiasi dengan cara menurunkan volume medium penghambur, sehingga sebaiknya ukuran lapangan diusahakan pada daerah pencitraan yang dimaksudkan saja. Penurunan kVp tidak hanya menaikkan kontras, namun juga menurunkan hamburan mencapai film. Namun penurunan kVp dibatasi oleh keperluan daya penetrasi berkas pada pasien, dan lebih penting lagi akan menambah dosis pasien karena harus meningkatkan mAs untuk kompensasi pengurangan kVp. Selain itu, penggunaan grid juga digunakan untuk menurunkan radiasi hambur.

2.2 Fantom Mamografi

Fantom adalah sebuah benda uji yang mensimulasikan beberapa aspek anatomi manusia. Fantom payudara mensimulasikan tipikal payudara hal ukuran, komposisi, atenuasinya terhadap sinar-X dan juga berisi benda uji yang mensimulasikan anatomi di payudara. Salah satu fantom yang digunakan dalam uji kualitas citra dalam mamografi sesuai dengan jaminan Mammographic

(31)

Gambar 2.8 Fantom Nuclear Associates 18-220

Fantom Nuclear Associates 18-220 pada Gambar 2.8 dirancang untuk menguji kriteria sistem mamografi dengan evaluasi kuantitatif dari kemampuan sistem umtuk citra struktur yang kecil yang mirip ditemukan pada klinis. Benda uji bintik-bintik dalam fantom mensimulasikan kalsifikasi, serat sesuai dengan kalsifikasi dalam kelenjar, dan tumor atau massa. Fantom ini dirancang untuk menentukan jika sistem mamografi tersebut dapat mendeteksi struktur kecil yang penting dalam deteksi dini kanker payudara.

Fantom yang terbuat dari acrylic ini memiliki tebal 42 mm dengan disisipkan sebuah lempengan lilin yang berisi 16 set benda uji setebal 7 mm. Semua bahan phantom tersebut mendekati sebuah payudara dengan tebal 4,5 cm setelah dikompresi dengan komposisi rata-rata kelenjar/adiposa. Termasuk di dalam lilin di sisipkan aluminium oksida (Al2 O3) yang mensimulasikan

mikrokalsifikasi dalam kelompok bintik-bintik. Enam serat nilon berbeda ukuran mensimulasikan struktur berserat dan lima lensa massa berukuran berbeda mensimulasikan tumor.

Acrylic

(32)

Gambar 2.9 Lokasi dan posisi benda uji dalam fantom[16]

Ukuran-ukuran dalam Gambar 2.9 adalah sebagai berikut :

• Kelompok Serat dengan diameter 1,56, 1,12, 0,89, 0,75, 0,54 dan 0,40 mm. • Kelompok Bintik-bintik dengan diameter 0,54, 0,42, 0,32, 0,24 dan 0,16 mm. • Kelompok Massa dengan diameter dan ketebalan penurunan 2,00, 1,00, 0,75,

0,50 dan 0,25 mm.

Fantom Akreditasi Mamografi diproduksi tunggal oleh American College

of Radiology (ACR). Fantom ini sangat rentan terhadap suhu di atas 110° F.

Fantom harus selalu dalam keadaan bersih dan jika tidak digunakan sebaiknya fantom disimpan dalam tempat yang kering dan sejuk.

2.3 Jaminan Kualitas (Quality Assurance) dan Kendali Kualitas (Quality Control)

Kualitas citra merupakan salah satu aspek dari jaminan dan kendali kualitas. Jaminan kualitas (Quality Assurance) didefinisikan sebagai prosedur yang bertujuan untuk memastikan bahwa suatu produk atau jasa dalam pengembangannya telah memenuhi persyaratan tertentu. Kendali kualitas (Quality

Control) adalah suatu prosedur yang bertujuan untuk memastikan bahwa produk

yang diproduksi atau layanan dilakukan mematuhi yang ditetapkan seperangkat kriteria kualitas atau memenuhi persyaratan klien atau pelanggan. Kendali kualitas

(33)

(Quality Control/QC) adalah serupa tetapi tidak identik dengan jaminan kualitas (Quality Assurance/QA).

Jaminan kualitas (Quality Assurance) dan kendali kualitas (Quality

Control) berkembang secara cepat sejak diterbitkannya rekomendasi untuk

program menjaga kualitas fasilitas radiologi diagnostik (Bureau of Radiological Health), dikatakan oleh The Joint Commission On The Acreditation of Hospital (JCHA) bahwa salah satu tanggung jawab pelayanan unit radiologi adalah menjaga kendali kualitas (Quality Control) yang bertujuan meminimalisir faktor pengulangan citra radiografi dan memaksimalkan kualitas citra radiografi. Deskripsi lain menyatakan bahwa jaminan kualitas (Quality Assurance) terdiri dari beberapa program, antara lain: kendali kualitas (quality control), perawatan berkala (preventive maintenance), kalibrasi (equipment calibration), pendidikan bagi petugas radiologi (in service education of the technologists and darkroom

personel), uji coba alat baru (specification and acceptance testing of view equipment), dan evaluasi produk baru (evaluation of new product). Maka dapat

diambil kesimpulannya bahwa jaminan kualitas (quality assurance) merupakan keseluruhan dari program manajemen.

Sebuah program Quality Assurance untuk radiologi diagnostik, seperti yang didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), adalah sebuah upaya yang diselenggarakan oleh staf operasional untuk memastikan bahwa citra diagnostik yang dihasilkan berkualitas tinggi dan terpercaya untuk memberikan informasi diagnostik yang memadahi dengan biaya serendah mungkin dan sedikit kemungkinan paparan radiasi terhadap pasien dengan kualitas citra yang diperlukan. Hal ini membutuhkan pembentukan program Quality Assurance yang komperhensif untuk diagnosa medis, dan memperhatikan aspek teknis yang harus diawasi oleh seorang fisikawan medis.

Program Quality Assurance (QA) untuk radiologi diagnostik meliputi : • Pengukuran parameter fisik dari generator radiasi dan perangkat pencitraan

pada saat komisioning dan berkala sesudahnya.

• Verifikasi dari faktor fisik dan klinis yang tepat digunakan dalam diagnosa pasien.

(34)

• Mencatat secara tertulis prosedur yang relevan dan hasil-hasil yang ada. Ini termasuk mendefinisikan tugas-tugas dan tanggung jawab yang jelas, menguraikan tes Quality Control yang dilakukan oleh individu, memberikan tes secara berkala, mengadakan pelatihan bagi staf, memfasilitasi layanan audit dan membantu untuk memcatat informasi yang baru.

• Verifikasi dari kalibrasi yang tepat dan kondisi operasi dosimetri serta pementauan peralatan.

Mengaudit tinjauan umum dan independen kualitas dari program Quality

Assurance (QA).

Program Quality Assurance yang dirancang untuk memastikan bahwa peralatan radiologi dan prosedur dapat menghasilkan informasi yang diinginkan.

Tes Quality Control dimaksudkan untuk memverifikasi stabilitas operasional dari peralatan atau elemen yang digunakan untuk memperoleh citra mamogram (pada mamografi). Tes diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu penting dan yang diinginkan, sehubungan dengan pentingnya kualitas citra dan dosis. Kinerja kategori pertama dalam tes ini dianggap sangat diperlukan, namun dianjurkan bahwa tes kategori kedua juga dilakukan jika sumber daya manusia yang memadahi dan peralatannya tersedia.

Sebuah fasilitas harus berusaha untuk memastikan peralatan yang beroperasi pada tingkat kinerja yang optimal, karena hal ini akan menghasilkan kualitas citra yang maksimal dan kenerja dosis yang tepat. Hal ini diakui, bagaimana pun, bahwa sumber daya yang terbatas, faktor uncorrectable lingkungan dan faktor lainnya kadang-kadang dapat mencegah tercapainya tingkatan yang diperoleh. Uji Quality Control (QC) ini harus dilakukan di dalam fasilitas tersebut. Sehingga mampu menunjukkan tingkat kinerja yang harus dicapai. Hal itu menentukan tingkat dimana fasilitas tersebut layak untuk terus beroperasi.

2.4 Computed Radiography (CR)

Computed radiography (CR) atau digital luminescence radiography

(DLR) merupakan sistem pencitraan radiografi sinar-X konvensional (kombinasi kaset, intensifying screen dan film) dimana intensifying screen dalam kaset diganti

(35)

dengan storge phosphor plate dan tanpa film. Proses ini membutuhkan radiasi sinar-X dimana terjadi electronic latent image dalam phosphor plate yang terbaca oleh reader pada proses scanning. Proses analog to digital converter/digitizer,

image prosessor, rekonstruksi citra berupa digital to analog converter merupakan

rangkaian dalam penghasilan citra menggunakan CR yang tampilannya melalui monitor dan hard copy unit menggunakan laser printer.

Gambar 2.10 Proses penampilan citra pada Computed Radiography[18]

Prinsip kerja yang digunakan CR seperti intensifying screen terlihat pada Gambar 2.10. Paket-paket energi sinar-X menstimulasi elektron yang mengakibatkan kondisi ketidakstabilan. Proses pelepasan energi elektron menuju kondisi yang stabil terdiri dari tiga proses yaitu :

1. Elektron kembali ke level semula dengan gejala fluorescence.

2. Elektron tertangkap di impurity level (IL), energi tersimpan di IL menjadi

electronic latent image dan mengalami gejala phosphorescence (Gambar

2.11).

(36)

3. Electronic latent image terstimuli cahaya/laser dengan frekuensi yang cocok

sehingga terjadi emisi cahaya stimuli dan gejala photostimulated

luminescence, seperti pada Gambar 2.12. Proses ini yang digunakan dalam

pencitraan CR dengan intensitas emisi cahaya stimuli sebanding dengan intensitas sinar-X.

Gambar 2.12 Gejala terjadinya photostimulated luminescence[18]

Storage Phosphor Cassette seperti pada Gambar 2.13, memiliki layar

dengan lapisan phosphor yang dibebankan oleh foton sinar-X.

(37)

Saat storage phosphor plate terpapar sinar-X, maka yang terjadi :

1. Phosphor khusus pada layar menyerap radiasi dalam derajat intensitas menentukan bagian tubuh dan jenis layar:

• jaringan tubuh yang kecil menyerap sejumlah kecil radiasi, daerah ini ditunjukkan pada daerah abu-abu (gray/nilai tengah).

• jaringan tulang menyerap sebagian besar radiasi, daerah ini ditunjukkan pada daerah yang terang (nilai cahaya).

• sinar-X yang tidak mengalami hambatan, ditunjukkan dalam gambar pada area yang gelap.

2. Screen/layar memiliki citra laten di daerah yang terkena radiasi. Jumlah energi yang tersimpan proporsional dengan kuantitas sinar-X energi yang diserap oleh layar.

Alur kerja CR diawali dengan kaset/phosphor plate setelah terpapar oleh sinar-X akan memasuki image reader. Image reader terdiri dari sumber pembangkit laser dan beam deflector, sistem scanning dan detektor. Setelah melewati proses pada image reader akan memasuki plate eraser agar phosphor plate dapat digunakan kembali untuk proses radiografi. Sumber pembangkit laser yaitu He Ne dengan ukuran laser spot di plate ± 100 µm. Ketika laser beam power meningkat, maka intensitas emisi cahaya meningkat namun waktu scan, efek phosphorescent lag, pengurangan signal dan resolusi spasial mengalami penurunan.

Material yang digunakan sebagai phosphor plate juga memiliki persyaratan khusus, diantaranya :

• penyerapan stimuli maksimum pada panjang gelombang (λ) yaitu laser He Ne (λ = 633 nm) atau laser diode (λ = 633 nm).

• spektrum emisi cahaya pada λ = 400 nm sesuai dengan kepekaan

photomultiplier tube (PMT)

bahan kristal barium halogenida dengan impurity sesuai dengan dop yaitu

europium (Eu)

ukuran kristal dan ketebalan phosphor plate kompromi atau sensitivitas, resolusi, kontras dan noise seperti pada intensifying screen.

(38)

2.4.1 Computed Radiography (CR) pada Mamografi

Cara kerja CR pada mamografi hampir mirip dengan CR pada konvensional radiografi. Struktur storage phospor-nya sama hanya berbeda pada ukuran pixel dan line pairs-nya. Itu perbedaan fisik yang mendasar, sehingga kapasitas gambar yang dihasilkan (Mb) berbeda dengan konvensional lainnya. Jika pada analog menggunakan film single emulsi, pada film dry laser, yang harus diperhatikan adalah ukuran pixelnya. Ukuran pixel harus banyak untuk mengimbangi pixel gambar dan biasanya di atas 500 dpi, 50 mikron. Hasil ada pada monitor jika sudah melalui proses pada scanner. Pemindaian diilustrasikan seperti pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Sistematik pada Image Reader[19]

Sinar laser pada scanner diarahkan ke lokasi kecil di phosphor. Sehingga merangsang emisi cahaya yang dideteksi dengan menggunakan dua elemen fotosensitif, yang ada pada kedua sisi layar. Jumlah cahaya yang dipancarkan di lokasi tertentu pada kaset, adalah sesuai dengan akusisi jumlah sinar-X pada daerah tersebut. Sinar laser memindai dengan gerakan raster dan merekam kuantitas cahaya yang dipancarkan di setiap lokasi, dan pemindai merakit gambar digital.

Seluruh pemindaian membutuhkan waktu kurang lebih satu menit setiap kaset, pada CR mamografi waktu yang dibutuhkan untuk memindai cenderung lebih lama karena struktur phosphor yang lebih banyak pixel-nya daripada CR konvensional radiografi biasa. Gambar digital akan muncul setelah pemindaian

(39)

dan ditampilkan pada layar monitor komputer dengan dapat meninjau kualitas gambarnya.

2.5 DETEKTOR SEMIKONDUKTOR

Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis detektor di atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau germanium. Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien dibandingkan dengan detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik daripada detektor sintilasi.

Gambar 2.15 Tingkat energi pita valensi dan pita konduktor[20]

Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat meneruskan arus listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Pada Gambar 2.15, perbedaan tingkat energi antara pita valensi dan pita konduksi di bahan isolator sangat besar sehingga tidak memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita konduksi (>5 eV). Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil pada bahan semikonduktor (< 3 eV) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat ke pita konduksi bila mendapat tambahan energi.

Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan sehingga beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi. Bila di antara kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial maka akan terjadi aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.

(40)

Gambar 2.16 Rangkaian semikonduktor tipe N dengan tipe P[20]

Pada Gambar 2.16 sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor tipe N dengan tipe P (PN junction). Kutub positif dari tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N sedangkan kutub negatifnya ke tipe P seperti terlihat pada gambar. Hal ini menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk (depletion

layer) lapisan kosong muatan pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan

kosong muatan ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang memasuki lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan hole, yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.

Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini lebih rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang dihasilkan oleh energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan detektor semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang mengenainya atau disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor sintilasi untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya, detektor ini dapat membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila kedua radiasi tersebut mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV. Sedang detektor semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan energi radiasi.

(41)

Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan dalam pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan tetapi untuk keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis radionuklida atau untuk menentukan jenis dan kadar bahan, kemampuan ini mutlak diperlukan. Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal, pemakaiannya harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor semikonduktor harus didinginkan pada temperatur nitrogen cair.

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk, Jln. Pantai Indah Utara 3 Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara 14460, menggunakan pesawat mamografi merk Senographe 800 T GE Mammography model pesawat/no. seri panel control ZF000DMR/2107636 dengan tipe tabung GS 512-4, no. seri tabung 24604 TXI diproduksi tahun 1997. Kondisi maksimum 35 kV dan 600 mAs, dengan 0,8 mm Be filter tambahan dan 0,03 mm Mo. Penelitian ini memanfaatkan system pemeriksaan automatic exposure control (AEC) dan system penampilan citra menggunakan computed radiography (CR). Source to Image Distance (SID) adalah 66 cm, dengan kombinasi target/filter Mo/Mo.

Pada pengambilan data diperlukan uji kesesuaian pesawat mamografi untuk parameter yang terkait yaitu akurasi kVp, linieritas mAs, dan HVL. Dalam menentukan kualitas citra, evaluasi dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap citra yang dihasilkan oleh benda uji fantom mamografi. Tujuan dilakukan kegiatan tersebut untuk melihat dan membuat metode pendekatan dalam menentukan kualitas citra terbail dari mamografi Computed Radiography (CR).

Prosentase (%) Glandularity dievaluasi oleh radiolog, mengikuti metode

Steven B. Halls, MD, dengan pengelompokkan A (0% glandularity), B (1-24%

glandularity), C (25-49% glandularity), D (50-74% glandularity), dan E

(75-100% glandularity). Dengan ketentuan pada :

1. Kelompok A (0 % glandularity),

jika daerah jaringan glandular (yang ditandai dengan warna putih) terlihat sangat tipis, dan sebagian besar yang mendominasi adalah jaringan lemak (fat) (yang ditandai dengan warna gelap), sehingga pada kelompok A ini sering disebut fatty density.

(43)

2. Kelompok B (1-24% glandularity),

jika jaringan fibroglandular (area putih) menempati kurang dari ¼ dari keseluruhan payudara dan setidaknya ¾ dari keseluruhan payudara terlihat area gelap yang menunjukkan jaringan adipose/lemak.

3. Kelompok C (25-49% glandularity),

jika daerah gelap menempati lebih dari 75% dari keseluruhan payudara, sehingga sisanya kurang dari 25% adalah daerah putih yang merupakan jaringan fibroglandular.

4. Kelompok D (50-74% glandularity),

jika daerah putih (jaringan fibroglandular) menempati lebih dari setengah/50% dari keseluruhan payudara, sedangkan area gelap kurang dari setengahnya. 5. Kelompok E (75-100% glandularity)

merupakan kelompok tertinggi dari jaringan fibroglandular padat tertinggi, dengan area putih cenderung dominan dan hampir menguasai keseluruhan dari payudara.

Kemudian dilanjutkan dengan pencatatan parameter kondisi penyinaran pemeriksaan pasien mamografi. Data yang diperoleh sebanyak 35 pasien wanita dengan rentang usia tahun dengan jenis kompresi craniocaudal (CC) projection dan mediolateral oblique (MLO) projection pada masing-masing payudara. Untuk menganalisa kualitas citra pada prosentase (%) glandularity yang sama, parameter yang dibutuhkan adalah kVp dan mAs. Sedangkan untuk pengevaluasian nilai

mean glandular dose (MGD) pada setiap pasien adalah kVp, mAs, HVL,

ketebalan payudara (mm) dan prosentase (%) glandularity.

Setelah data prosentase (%) glandularity yang dievaluasi oleh radiolog diperoleh, dilakukan pendekatan Glandularity of Equivalent Breast sesuai dengan

Equivalent Thicknesses and Glandularities of Compressed Breast Simulated by PMMA pada TRS 457 seperti pada Tabel 3.1, Equivalent Thicknesses And Glandularities of Compressed Breasts Simulated by PMMA.

(44)

Table 3.1 : Equivalent Thicknesses And Glandularities of Compressed Breasts Simulated by PMMA PMMA Thickness (mm) Equivalent Breast Thickness (mm) Glandularity of Equivalent Breast (%) 20 21 97 30 32 67 40 45 40 45 53 29 50 60 20 60 75 9 70 90 4 80 103 3

Pengelompokkan Prosentase (%) Glandularity yang dievaluasi yaitu kelompok B (1-24% glandularity) dan C (25-49% glandularity) karena pada kelompok B dan C yang paling banyak ditemukan pada pasien (mengacu dengan mempertimbangkan kondisi di lapangan). Setelah itu, dilanjutkan perlakuan uji coba pada fantom dengan menyesuaikan prosentase (%) glandularity dengan

equivalen PMMA thickness sesuai Tabel 3.1. Perlakuan kondisi penyinaran

(eksposure) pada fantom juga disesuaikan dengan kondisi penyinaran (eksposure) yang sudah diperoleh pada pasien.

Fantom yang digunakan adalah Mammographic Accreditation Phantom Nuclear Associates 18-220 dengan ketebalan 42 mm. Pada kelompok B digunakan PMMA setebal 50 mm, sehingga ada penambahan acrylic setebal 8 mm. Sedangkan pada kelompok C digunakan PMMA setebal 45 mm, sehingga ada penambahan acrylic setebal 3 mm. Tetapi pada kenyataannya, dilakukan penambahan acrylic setebal 4 mm sehingga menjadi 46 mm (dengan toleransi 1 mm). Diberikan tegangan panel (kV) dan beban tabung (mAs) dari data kondisi penyinaran pasien.

Pada kelompok B maupun kelompok C, akan terjadi variasi tegangan panel (kV) dan beban tabung (mAs) dari setiap kondisi penyinaran langsung ke pasien. Pada variasi kV dan mAs itulah yang akan digunakan untuk melihat kualitas citra yang akan dianalisa dengan metode scoring. Dari hasil metode

(45)

scoring tersebut, dilakukan kembali uji kualitas citra, pada kualitas citra terbanyak

dan kombinasi dari kualitas citra terbaik.

• Flow Chart Pendekatan Metodologi Menentukan Kualitas Citra Terbaik Mamografi Computed Radiography (CR) :

Skema 3.1 Bagan Pendekatan Metodologi Kualitas Citra Terbaik Mamografi Computed Radiography

Harapan dalam penelitian ini bahwa hasil citra pada fantom dengan variasi parameter kV dan mAs yang berbeda tetapi pada kelompok prosentase (%)

glandularity menghasilkan kualitas citra yang sama baik atau mendekati.

Program jaminan kualitas pesawat mamografi sangat penting dalam penelitian ini, karena pesawat mamografi beroperasi setiap hari untuk melakukan

mAs ‘sample’ Kondisi kualitas citra terbaik berdasarkan ‘mAs’ kV ‘sample’

s

c

o

r

i

n

g

Kondisi kualitas citra terbaik berdasarkan ‘kV’ mAs ‘terpilih’ kV ‘terpilih’ Kombinasi kualitas citra terbaik dari mAs dan kVterpilih Evaluasi ‘sample’ mAs dan kV terpilih Exposure fantom sesuai mAs dan kV terpilih

s c o r i n g

Evaluasi hasil kualitas citra terbaik beserta MGD, SESUAI atau TIDAK

(46)

pemeriksaan deteksi dini kanker payudara kepada masyarakat umum. Pengujian yang dilakukan meliputi uji indikator ketebalan kompresi, keakurasian kV, uji linearitas output, dan kualitas sinar-X dengan HVL. Pengukuran HVL dilakukan pada setiap variasi kVp yang digunakan secara klinis.

Pada penelitian ini dilakukan juga evaluasi Mean Glandular Dose (MGD) pada seluruh data pasien, dengan memperhatikan variasi kV, mAs, tebal kompresi (mm) dan HVL (mmAl). Setelah data kondisi penyinaran didapatkan, dilakukan perhitungan Mean Glandular Dose (MGD) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

……….. persamaan (3.1) Dimana,

DG : dosis rata-rata glandular (mGy)

CDG50, Ki : faktor konversi (mGy/mGy) yang digunakan untuk menghitung

MGD dengan prosentase glandular 50 % dari nilai Ki (tabel 3.2) CDGg, DG50 : koefisien konversi prosentase glandular CDGg,DG50 pada

glandular (g) 0,1-100% pada payudara (tabel 3.4) S : tabel koreksi spectral (tabel 3.3)

Ki : incident air kerma (mGy)

Menurut Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat,

American College of Radiology (ACR) and Mammography Quality Standards Act

(MQSA) memberikan rekomendasi bahwa batas dosis di glandular pada ketebalan payudara 4.5 cm setelah dikompresi adalah 3,0 mGy per eksposure karena jaringan tersebut menunjukkan resiko yang tinggi untuk perkembangan karsinoma.

(47)

Tabel 3.2 Faktor konversi (mGy/mGy) yang digunakan untuk menghitung MGD dengan prosentase glandular 50 % dari nilai Ki

Breast Thickness (mm) HVL 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55 0.60 20 0.390 0.433 0.473 0.509 0.543 0.573 0.587 30 0.274 0.309 0.342 0.374 0.406 0.437 0.466 40 0.207 0.235 0.261 0.289 0.318 0.346 0.374 50 0.164 0.187 0.209 0.232 0.258 0.287 0.310 60 0.135 0.154 0.172 0.192 0.214 0.236 0.261 70 0.114 0.130 0.145 0.163 0.177 0.202 0.224 80 0.098 0.112 0.126 0.140 0.154 0.175 0.195 90 0.086 0.098 0.111 0.123 0.136 0.154 0.172 100 0.076 0.087 0.099 0.110 0.121 0.138 0.154 110 0.069 0.079 0.089 0.099 0.109 0.124 0.139

Tabel 3.3 Nilai faktor koreksi spectral

Target/Filter Combination s factor

Mo/Mo 1.000

Mo/Rh 1.017

Rh/Rh 1.061

Rh/Al 1.044

W/Rh 1.042

Tabel 3.4 Koefisien konversi prosentase glandular CDGg,DG50 pada glandular (g)

0,1-100% pada payudara

HVL

(mm Al) Breast Thickness (mm)

Breast Glandularity (g) (%) 0.1 25 50 75 100 0.30 20 1.130 1.059 1.000 0.938 0.885 30 1.206 1.098 1.000 0.915 0.836 40 1.253 1.120 1.000 0.898 0.808 50 1.282 1.127 1.000 0.886 0.794 60 1.303 1.135 1.000 0.882 0.785 70 1.317 1.142 1.000 0.881 0.784 80 1.325 1.143 1.000 0.879 0.780 90 1.328 1.145 1.000 0.879 0.780 100 1.329 1.147 1.000 0.880 0.780 110 1.328 1.143 1.000 0.879 0.779

(48)

0.35 20 1.123 1.058 1.000 0.943 0.891 30 1.196 1.090 1.000 0.919 0.842 40 1.244 1.112 1.000 0.903 0.816 50 1.272 1.121 1.000 0.890 0.801 60 1.294 1.132 1.000 0.886 0.793 70 1.308 1.138 1.000 0.886 0.788 80 1.312 1.140 1.000 0.884 0.786 90 1.319 1.145 1.000 0.844 0.786 100 1.319 11.44 1.000 0.881 0.785 110 1.322 1.142 1.000 0.882 0.784 0.40 20 1.111 1.054 1.000 0.949 0.900 30 1.181 1.087 1.000 0.922 0.851 40 1.227 1.105 1.000 0.907 0.825 50 1.258 1.120 1.000 0.899 0.810 60 1.276 1.125 1.000 0.890 0.798 70 1.292 1.132 1.000 0.887 0.793 80 1.302 1.136 1.000 0.885 0.790 90 1.308 1.138 1.000 0.884 0.789 100 1.311 1.138 1.000 0.883 0.788 110 1.315 1.140 1.000 0.885 0.791 0.45 20 1.099 1.152 1.000 0.948 0.905 30 1.169 1.080 1.000 0.924 0.858 40 1.209 1.102 1.000 0.909 0.829 50 1.248 1.115 1.000 0.898 0.815 60 1.267 1.125 1.000 0.891 0.801 70 1.283 1.129 1.000 0.892 0.797 80 1.298 1.137 1.000 0.887 0.799 90 1.301 1.135 1.000 0.886 0.792 100 1.305 1.138 1.000 0.886 0.791 110 1.312 1.138 1.000 0.885 0.789 0.50 20 1.098 1.05 1.000 0.955 0.910 30 1.164 1.078 1.000 0.928 0.864 40 1.209 1.094 1.000 0.912 0.835 50 1.242 1.111 1.000 0.903 0.817 60 1.263 1.120 1.000 0.896 0.807 70 1.278 1.127 1.000 0.890 0.800 80 1.289 1.132 1.000 0.889 0.794 90 1.295 1.134 1.000 0.887 0.793 100 2.302 1.138 1.000 0.886 0.791 110 1.303 1.140 1.000 0.885 0.789 0.55 20 1.086 1.043 1.000 0.955 0.914 30 1.154 1.071 1.000 0.932 0.870 40 1.196 1.093 1.000 0.918 0.843

(49)

50 1.227 1.105 1.000 0.906 0.824 60 1.252 1.115 1.000 0.900 0.814 70 1.267 1.122 1.000 0.896 0.805 80 1.278 1.125 1.000 0.890 0.800 90 1.295 1.134 1.000 0.887 0.793 100 2.302 1.138 1.000 0.886 0.791 110 1.303 1.140 1.000 0.885 0.789 0.60 20 1.089 1.045 1.000 0.959 0.919 30 1.142 1.065 1.000 0.933 0.874 40 1.185 1.090 1.000 0.923 0.850 50 1.216 1.102 1.000 0.910 0.830 60 1.238 1.113 1.000 0.904 0.820 70 1.252 1.120 1.000 0.899 0.812 80 1.266 1.123 1.000 0.894 0.806 90 1.272 1.124 1.000 0.893 0.801 100 1.279 1.125 1.000 0.891 0.797 110 1.284 1.129 1.000 0.893 0.798

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Jaminan Kualitas

Seperti telah dijelaskan pada Bab sebelumnya, program jaminan kualitas pesawat untuk uji keakurasian tegangan, output pesawat, reproduksibilitas dan ketebalan kompresi dilakukan sebelum penelitian dilakukan. Tegangan pesawat yang diberikan pada kombinasi target/filter Mo/Mo sebesar 22 – 32 kV. Hasil yang ditunjukkan pada detektor Unfors memiliki kesesuaian antara tegangan pesawat dengan perbedaan rata-rata yang diperoleh sebesar 0,429%. Perbedaan terkecil dicapai pada 25 kV sebesar 0,159% dan perbedaan terbesar dicapai pada 22 kV sebesar 1,034%. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpangan masih dalam batas toleransi sesuai dengan rekomendasi dari British Columbia dengan penyimpangan maksimum sebesar 10%.

Tabel 4.1 Hasil Akurasi Tegangan Panel Pesawat (kV) dan Tegangan Detektor (kV) Tegangan Panel (kV) Tegangan Detektor (kV) Kesalahan Relatif (%) 22 22.23 1.05 23 23.16 0.71 24 24.08 0.34 25 25.04 0.14 26 26.09 0.34 27 27.07 0.25 28 28.09 0.32 29 29.10 0.34 30 30.19 0.63 31 31.11 0.36 32 32.08 0.24

Tabel 4.1 menunjukkan hasil keakurasian antara tegangan panel (kV) dan tergangan detektor (kV) dengan menggunakan detektor semikonduktor Unfors kesalahan relatifnya masih dalam nilai direkomendasikan yaitu < dari 10%, dan

(51)

Tabel 4.1 menunjukkan juga bahwa kenaikan tegangan panel (kV) yang diberikan sejalan dengan kenaikan tegangan detektor (kV) yang dihasilkan.

Tabel 4.2 Hasil Output Pesawat (mGy/mAs)

Tegangan Panel (kV) Beban Pesawat (mAs) Dosis (mGy) Output (mGy/mAs) 22 18 0.70 0.040 23 18 0.84 0.047 24 18 0.99 0.055 25 18 1.15 0.064 26 18 1.32 0.073 27 18 1.50 0.083 28 18 1.70 0.094 29 18 1.90 0.105 30 18 2.10 0.116 31 18 2.33 0.129 32 18 2.55 0.141

Tabel 4.2 menunjukkan hasil output pesawat pada kombinasi filter/target nilai Mo/Mo, dengan hasil output pesawat (mGy/mAs) sejalan terhadap besarnya tegangan panel (kV) yang diberikan pada beban tabung (mAs) yang sama.

Tabel 4.3 Hasil Akurasi Ketebalan (mm)

Tebal Bahan Acrylic (mm) Indikator Ketebalan Pada Panel (mm) Selisih Ketebalan (mm) 17 8 9 22 13 9 26 17 9 31 22 9 35 26 9 36 27 9 44 36 8 49 40 9 53 45 8 58 50 8 62 54 8 Rata - rata 8.6363

(52)

Untuk pengukuran uji keakurasian indikator ketebalan pada panel (mm) terhadap ketebalan bahan (mm) menggunakan beberapa acrylic dengan variasi ketebalan yang berbeda. Pada Tabel 4.3 menunjukkan hasil uji keakurasian ketebalan dengan nilai dengan faktor koreksi ketebalan (mm) = tebal bahan – indikator ketebalan pada panel . Hasil rata-rata dari selisih tebal bahan dengan indikator ketebalan pada panel adalah 8.6363 mm ≈ 9(b) mm. Artinya bahwa setiap indikator ketebalan pada panel yang terukur harus ditambah dengan nilai (b).

Pengukuran HVL dilakukan juga menggunakan detektor semikonduktor Unfors. Pengukuran dengan menggunakan kombinasi target/filter Mo/Mo dan Mo/Rh. Grafik 4.1 menunjukkan nilai HVL yang diperoleh masing-masing kV.

Grafik 4.1 Hubungan Dosis terhadap HVL

Dari Grafik 4.1 menunjukkan nilai yang sangat signifikan bahwa perolehan nilai HVL memiliki efek terhadap dosis yang didapatkan. Semakin tebal nilai HVL (mmAl) yang terukur, maka semakin besar pula dosis keluaran yang didapatkan. Dapat disimpulkan bahwa pilihan dari kombinasi target/filter dapat mengubah kualitas radiasi. Karakteristik spektrum energi pada masing-masing kombinasi target/filter mempengaruhi nilai dosis (mGy) terukur. Faktor koreksi yang diperoleh pada kombinasi target/filter Mo/Mo, Dosis=100,1(HVL)2+56,27(HVL)+8,636 dengan R2=0,989 sedangkan pada kombinasi target/filter Mo/Rh, Dosis=178,5(HVL)2–133,3(HVL)+25,88 dengan R2=0,991.

(53)

Grafik 4.2 Hubungan Tegangan Panel (kV) terhadap HVL

Grafik 4.2 menunjukkan nilai HVL yang diperoleh pada masing-masing tegangan tabung (kV) yang diberikan pada kombinasi target/filter Mo/Mo dan Mo/Rh. Semakin tinggi tegangan tabung (kV) yang diberikan, maka HVL yang terukur semakin tebal. Karakteristik spektrum energi pada masing-masing kombinasi target/filter juga mempengaruhi nilai HVL (mmAl) terukur. Untuk tegangan tabung (kV) yang sama pada masing-masing kombinasi target/filter, HVL yang terukur akan lebih besar muncul pada kombinasi target/filter Mo/Rh, ini dikarenakan karakteristik sinar-X (keV) berada pada tingkatan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Mo/Mo. Kenaikan tegangan tabung (kV) mengakibatkan kenaikan HVL (mmAl). Kenaikan HVL juga dipengaruhi oleh nomor atom target dan filter. Faktor koreksi yang diperoleh pada kombinasi target/filter Mo/Mo, HVL=-0,000(kV)2+0,053(kV)-0.058 dengan R2=0,997 sedangkan pada kombinasi target/filter Mo/Rh, HVL=-0.000(kV)2+0,047(kV )-0,387 dengan R2=0,996.

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Kualitas Radiasi Pesawat Mamografi Tegangan Tabung Panel (kV) Pengukuran Toleransi HVL (mmAl) Min HVL Max HVL 22 0.29 0.25 0.34 23 0.31 0.26 0.35

Gambar

Gambar 2.1 Perbedaan atenuasi antara dua jaringan [6]
Gambar 2.2 SID pada Mamografi [6]
Gambar 2.3 Komponen-komponen Pesawat Sinar-X Mamografi [6]
Gambar 2.5 Grounded Anode Pada Mamografi [6]
+7

Referensi

Dokumen terkait