• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Psikologis Para Tokoh Dalam Novel Keindahan Dan Kepiluan Karya Yasunari Kawabata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Psikologis Para Tokoh Dalam Novel Keindahan Dan Kepiluan Karya Yasunari Kawabata"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PSIKOLOGIS PARA TOKOH

DALAM NOVEL KEINDAHAN DAN KEPILUAN

KARYA YASUNARI KAWABATA

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian

Sarjana Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

Novaria Maya Y.N

070708049

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SKRIPSI

ANALISIS PSIKOLOGIS PARA TOKOH DALAM NOVEL KEINDAHAN DAN KEPILUAN

KARYA YASUNARI KAWABATA

Proposal ini diajukan kepada panitia ujian untuk melengkapi persyaratan

mengikuti ujian skripsi

Oleh :

Novaria Maya Y.N.

NIM : 070708049

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Zulnaidi, SS.,M.Hum Prof.Drs.Hamzon Situmorang, M.S.,Ph.D NIP 1967080720040110011 NIP 195807041984121001

Ketua Departemen Sastra Jepang

Fakultas Ilmu Budaya

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karuniaNYa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Psikologis Para Tokoh Dalam Novel Keindahan Dan Kepiluan” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai kesarjanaan di Fakultas Ilmu Budaya, Departemen Sastra Jepang, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mkenyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk orangtua yang sangat ananda cintai, Ayahanda Kamantar Napitupulu dan Ibunda Donnaria Hutagaol yang sangat ananda sayangi, untuk semua kasih saying, kesabaran, do’a, kebahagiaan dan keberhasilan untuk anak-anaknya, serta dukungan materil yang tak terhingga untuk pendidikan anak-anaknya. Semoga Tuhan Yesus membalas kebaikan mereka. Dan kepada adik-adik ku Surya Pardomuan Napitupulu, Febrina Napitupulu, Petrus Armancius Napitupulu yang sangat memberikan semangat dukungan moril, semoga Tuhan Yesus memberikan rezeki yang berlimpah atas kebaikan mereka, juga kepada Tante Puanita (Sani), Tante Geeta (Lucky), Bang Janter Jupiter (Matthew) yang turut mencurahkan perhatian atas penyelesaian skripsi ini, semoga Kasih Tuhan selalu menyertai.

Dalam pelaksanaan dan penyelesaian studi dan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan baik moril maupun materil serat berbagai bimbingan. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

(4)

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum., Selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Muhammad Pujiono, SS., M.Hum., Selaku Dosen Wali selama saya kuliah. 4. Bapak Zulnaidi, SS., M.Hum, Selaku Dosen Pembimbing-I yang telah banyak

meluangkan waktunya untuk memberi masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, MS., Ph.D, Selaku Dosen Pembimbing-II yang banyak memberikan bimbingan, nasehat, dan semangat serta meluangkan waktu untuk memberikan arahan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Para Dosen Penguji yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan menguji

skripsi ini, dan tak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh staf pengajar di Departemen Sastra Jepang.

7. Sahabatku Pamilu J. Sianturi atas dukungan moril dan materil, Genk Iiih Sweet Agnes Magdalena (Ate), Pisga Emiliawaty Siahaan (Gingsol), Safa Karlina (Jackie) yang selalu memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Novalinawati Simangunsong sahabat seperjuanganku yang juga sangat banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini

9. Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaiakn skripsi ini dan tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, saya mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, 20 Juli 2013

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI ………... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………..1

1.2 Perumusan Masalah ………6

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ………...9

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ………..10

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….16

1.6 Metode Penelitian ………..17

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “KEINDAHAN DAN KEPILUAN” DAN PSIKOANALISA SIGMUND FREUD 2.1 Defenisi Novel ………..19

2.1.1 Unsur Intrinsik ………20

2.1.2 Unsur Ekstrinsik ………..24

2.2 Setting Novel “Keindahan dan Kepiluan” ………26

2.3 Biografi Pengarang ………29

2.4 Psikoanalisa Sigmund Freud ……….31

2.4.1 Pengertian Psikologi ……….31

2.4.2 Psikoanalisa Sebagai Teori Kepribadian ………..32

2.4.3 Sistem Kepribadian ………..33

2.4.4 Dinamika Kepribadian ……….43 BAB III ANALISIS PSIKOLOGIS PARA TOKOH DALAM NOVEL

KEINDAHAN DAN KEPILUAN KARYA YASUNARI

(6)

3.1 Sinopsis Cerita Novel “Keindahan dan Kepiluan” ………..44

3.2 Analisis Psikologis Para Tokoh ………...47

3.2.1 Analisis Psikologis Tokoh Oki ………..47

3.2.2 Analisis Psikologis Tokoh Otoko ………..50

3.2.3 Analisis Psikologis Tokoh Keiko ………..53

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ………..56

4.2 Saran ………58 DAFTAR PUSTAKA

(7)

ABSTRAK

川端康 小 美 さ 主人公 心理学分析

日本 様々 文化 有 国 一種 あ 文化 生 い 場所

人間 組 意味 網 そ 網 頼 あ

性質 文学作 数 分 そ ン的

文学作 ノン ン的 文学作 あ ン的 文学作

韻文。詩 演劇 歌 ノン ン的 文学作

小 短編 随筆 民話 神話 伝 昔話 あ

小 長 語 ン散文文学作 あ ほ 様々

キャ タ 表 様々 状態 複雑 物語 語 小 長さ 数十~

数百枚 い あ 小 幻 世界 作 小 家 5要素数 使

い そ プロッ キャ タ 紛争 セッテ ン テ あ

小 世界中 日本 含 一番 ュ 文学作 あ

文学作 形 公共 広い ュニ ン 環 多い 日

本 作家 創造 有 小 多い 日本 作家 数 分 そ

ッ 作家 現代作家 ンテン 作家 言わ い あ

ッ 作家 各作 常 日本 文化 伝統 値 ンテン

作家 各作 常 ロッパ 米国 文化 適応 川端康

氏 日本 有 ンテン 作家 一人 あ

そ 文学作 表さ キャ タ 作家 創造力 自由 あ 作

(8)

完全 自由 持 う キャ タ 一人 性格 会 い 問題

心理状態 作家 自由 あ

心理学的文学 心理行動 作 見 文学研究 あ 作家

製作 創造 感 意図 使う 者 文学作 楽

応 心理 使う 作家 自分 経験 作家 周 生活経験 幻

文学 文章 中へ映写さ ャ ン氏 文学作 心理学 親密 関

係 あ 間接 機能的 あ 意見さ い 文学 心理学 人間 心

理状態 学ぶ 機能的 関係 あ そ 違い 心理学 そ 現

象 文学 幻 性質

ン的文学作 い 一人 キャ タ 心理 う

キャ タ 心理 表 作家 権利 そ 作家 作 物語

プロッ キャ タ 間 合致 あ キャ タ 心理 そ

ン的 物語 キャ タ 人格 見

文字通 心理学 心理 現象 い 学ぶ心理学問 意味さ

ン ロ 氏 意識 精神 世界 小さ 一部 他 大

部分 無意識 あ 意見 言わ 無意識 作家 創造力 過程ずぐ

っeじ 中へ昇華 文学 心理学研究 中 個性 心理分析 表

要素数 心理 見 そ エ 自 エ 超自

パ エ あ 個性制度 互い 関係 合い 全体 人間

行動 作 ンタ ン 結果 あ

論文 書い 方法 記述方法 使 い Sつずmぐこじnぐっぐ氏

(9)

研究 形 一種 あ そ 現象 形 行動 変化 特性 関係

い 一 現象 他 現象 間 一 違い 形 記述研究

何 明 解釈 例え あ 状態 関係 発展 い 意見

起 い 過程 起 い 効果 起 い 傾向 い

論文 主人公 心理 い 記述 明 記号論 接近

使 い P三ぐこoたo氏 記号論 合図 い 研究 学ぶ学問 あ

言わ い 記号論 理論 筆者 合図 中へキャ タ

状態 態度 解釈 小 あ 合図 解釈 部分 キャ

タ 心理 描 出 行動 選ぶ 心理学文学 人間 心理 局面 考

え 接近 一種 あ

筆者 分析 記号論 接近 使い 小 心理へ

影響 内圧感 あ 知 キャ タ 経験 い 心理へ 影

響 内圧 あ 表 う 合図 役割 い 言語 見

キャ タ 心理 表 合図 見 あ 筆者 ン ロ

氏 特別 心理分析学 理論 自 エ 超自 接近 使い分析

小 中 夫 大木年雄 暗い過去 持 い

野音子 物語 集中 い 悪い恋愛 物語 音子 男性 恋愛

外傷 若い女 生徒 い子 恋愛 感 い

う そ 二人 恋人カップ う あ 大木年雄 壊

(10)

う そ 彼女 さ い子 若い

誘い女性 来 大木 家庭 壊 試 い

小 そ キャ タ 内圧紛争 見 愛情

美 さ 傷 感 感 人 心理 影響 人格 作

結果 行動 演 複雑 愛情 状態 内圧 経験

キャ タ 心理状態 筆者 研究 思

わ 筆者 希望 者 川端康 文学作 中 心理学 い 観点

(11)
(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang disusun oleh manusia dimana manusia tersebut hidup, dan mereka bergantung pada jaringan-jaringan makna tersebut. Banyak perwujudan dari kebudayaan, salah satunya adalah sastra. Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan, yaitu penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik (Zainuddin, 1992 : 99).

Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta. Akar kata sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran –tra biasanya menunjukkan alat sarana. Maka dari itu sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajar (Teeuw, 1984:23). Sedangkan menurut Hermawan (2006:7), bahwa istilah sastra adalah karya tulis yang bersifat “imajinatif”. Boulton dalam Aminuddin (2000:37) mengungkapkan bahwa suatu karya sastra, selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberikan kepuasan batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat, politik, maupun berbagai macam problema yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan ini.

(13)

Pada bahasan mengenai sastra terdapat didalamnya yaitu mengenai genre sastra, yang di dalam genre tersebut tercakup prosa. Sesuai dengan objek yang akan dipakai dalam penelitian ini maka penulis mengambil salah satu bentuk prosa yaitu novel. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Kata novel mulai dikenal pada zaman renaisans (abad ke 14 hingga abad ke 17). Saat itu, tahun 1353 penulis Italia, Giovanni Boccaccio menggunakan istilah novella untuk karya prosa pendeknya. Ketika karyanya diterjemahkan, istilah novel masuk ke dalam bahasa Inggris. Sekarang kata novella dalam bahasa Inggris digunakan untuk menyebut novel pendek. Kata novel dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Inggris. Di Perancis kata roman lebih banyak lebih lebih banyak digunakan dibanding kata novel. Jadi istilah novel dan roman sebenarnya memiliki pengertian yang sama.

Novel merupakan karya fiksi tulis yang diceritakan secara panjang lebar. Sebagian besar novel mengungkapkan berbagai karakter dan menceritakan kisah yang kompleks dengan menampilkan sejumlah tokoh dalam berbagai situasi yang berbeda. Panjang suatu novel berkisar antara puluhan hingga ratusan halaman.

Untuk menciptakan dunia fiksi dalam novel yang mendekati kenyataan, novelis menggunakan 5 unsur yaitu: plot, karakter, konflik, latar dan tema (Trianto, 2009:118).

Di Jepang novel dikenal dengan sebutan 小 。shousetsu). Banyak novel

(14)

Tokoh yang ditampilkan pengarang dalam karyanya merupakan kebebasan kreatifitas seorang pengarang. Oleh karena pengarang sengaja menciptakan dunia dalam fiksi, ia mempunyai kebebasan penuh untuk menampilkan tokoh-tokoh cerita sesuai dengan keinginannya, bagaimana perwatakan, permasalahan yang dihadapi, kondisi psikologis, dan lain-lain dari seorang tokoh merupakan kebebasan dari pengarang.

Psikologis sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tidak lepas dari kejiwaan masing-masing. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman hidup di sekitar pengarang , akan terproyeksi secara imajiner ke dalam teks sastra. Jatman (1985:165) berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat, secara tak langsung dan fungsional. Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional karena sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi, gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif.

Psikologis seorang tokoh yang terdapat dalam karya sastra fiksi merupakan hak seorang pengarang untuk menampilkan bagaimana psikologi tokohnya sehingga terdapat keserasian dan kesesuaian antara tokoh dan jalan cerita yang dibuat pengarang. Psikologi tokoh dapat kita lihat dari karakter tokoh di dalam cerita fiksi tersebut.

(15)

membentuk totalitas, dan tingkah laku manusia yang tak lain merupakan produk interaksi ketiganya.

Sebagai contoh gejala seperti di atas penulis temukan pada tokoh utama dalam novel yang berjudul “Keindahan dan Kepiluan” karya Yasunari Kawabata, dimana dikisahkan percintaan antara seorang pengarang novel dan wanita bekas selirnya yang menjadi pelukis. Percintaan itu seakan-akan tak terhalang oleh istri si pengarang, tapi justru terkait oleh tokoh lain, yaitu gadis didik si wanita pelukis.

Gaya lirik Kawabata dengan anggun menjalin pelukisan renungan dan gairah asmara yang kadangkala tersamar, kadangkala muncul secara terus terang dari kabut penyamaran, dan kondisi psikologis tokoh utama yang sering mengalami tekanan batin serta kesedihan dalam hidupnya dalam menghadapi situasi percintaan yang rumit membuat ketertarikan bagi penulis untuk menelitinya dengan harapan dapat memberikan pandangan dan informasi kepada pembaca tentang psikologis yang digambarkan oleh Kawabata dalam karya sastranya. Dengan demikian penulis memilih judul “ANALISIS PSIKOLOGIS PARA TOKOH DALAM NOVEL KEINDAHAN DAN KEPILUAN KARYA YASUNARI KAWABATA”.

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul skripsi yaitu, “ANALISIS PSIKOLOGIS PARA TOKOH DALAM NOVEL KEINDAHAN DAN KEPILUAN KARYA

(16)

Oki yang sudah memiliki istri akhirnya dihadapkan dengan masalah, karena gadis muda selingkuhannya ternyata mengandung anak mereka, sementara Oki tidak dapat meninggalkan istri sahnya. Seperti harapan yang terselubung dalam diri Oki, anak yang dilahirkan kurang bulannya itu akhirnya meninggal dunia. Hal yang justru menyebabkan guncangan batin bagi Otoko dan membuatnya melakukan usaha bunuh diri, namun usahanya berhasil digagalkan.

Berpuluh tahun Oki dan Otoko kehilangan komunikasi, tetapi tidak membuat ingatan mereka hilang satu sama lain. Perasaan cinta yang lama itu masih terpendam. Oki mengetahui bahwa kini Otoko telah menjadi pelukis yang cukup terkenal sementara Oki sendiri menjadikan kisah percintaannya dengan Otoko menjadi sebuah novel yang paling diminati.

Dalam suatu kesempatan akhir tahun, Oki mengunjungi Kyoto, tempat dimana Otoko tinggal kini. Setelah sekian lama tidak bertemu, mereka akhirnya bertatap muka kembali. Otoko terlihat berusaha menjaga jarak dengan selalu membawa muridnya yang bernama Keiko. Namun, di lubuk hatinya, perasaan Otoko terhadap Oki tetap ada.

Masa lalu Otoko yang membuatnya trauma menerima cinta seorang pria justru membuatnya merasakan cinta kepada perempuan muda yang kini menjadi muridnya, Keiko. Mereka bagaikan sepasang kekasih yang berusaha saling melengkapi. Sebagaimana Otoko mencintainya, begitu pula perasaan Keiko.

Masa lalu Otoko yang telah dihancurkan pria bernama Oki, telah membuat Keiko yang mencintai Otoko bertekad untuk membalas dendam. Hal itu benar-benar dilakukannya. Dia datang sebagai seorang wanita muda penggoda yang berusaha menghancurkan keutuhan rumah tangga Oki.

(17)

dapat mempengaruhi psikologis seseorang serta berperan dalam pembentukan karakter, bahkan tindakan-tindakan yang dapat dihasilkannya.

Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji, maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut ini:

1. Bagaimanakah Yasunari Kawabata melukiskan kondisi psikologis tokoh Oki, Otoko, dan Keiko dalam novel Keindahan dan Kepiluan melalui pendekatan psikologis Singmund Freud?

2. Bagaimana masalah psikologis yang diekspresikan oleh tokoh Oki, Otoko, dan Keiko yang ada dalam novel “Keindahan dan Kepiluan” karya Yasunari Kawabata?

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan yang ada, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar masalah penelitian ini tidak menjadi terlalu luas dan berkembang jauh. Sehingga pembahasan dapat lebih terarah dan terfokus.

(18)

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

A. Tinjauan Pustaka

Salah satu unsur intrinsik yang sangat berperan dalam suatu karya sastra fiksi adalah tokoh. Tokoh dalam suatu karya sastra fiksi merupakan pelaku dalam peristiwa cerita fiksi tersebut. Tokoh cerita dalam karya fiksi memiliki posisi strategis sebagai pembawa pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan oleh si pengarang kepada pembacanya.

Nurgiyantoro (1995:166), mengatakan bahwa fiksi adalah suatu bentuk karya kreatif, maka bagaimana pengarang mewujudkan dan mengembangkan tokoh-tokoh cerita pun tak lepas dari kebebasan kreatifitasnya. Fiksi memiliki dan menawarkan model kehidupan seperti yang disikapi dan dialami tokoh-tokoh cerita sesuai dengan pandangan pengarang terhadap kehidupan itu sendiri. Oleh karena pengarang yang sengaja menciptakan dunia dalam fiksi, ia mempunyai kebebasan penuh untuk menampilkan tokoh-tokoh cerita sesuai dengan seleranya. Siapa pun orangnya, apa pun status sosialnya, bagaimana pun perwatakannya dan permasalahan apapun yang dihadapinya. Singkatnya, pengarang bebas untuk menampilkan dan memperlakukan tokoh siapapun dia walau hal itu berbeda dengan dunianya sendiri di dunia nyata.

Tokoh cerita dalam karya sastra fiksi sama seperti halnya manusia dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita, selalu memiliki watak-watak tertentu. Aminuddin (2000:80), mengatakan bahwa dalam upaya memahami watak seorang tokoh, pembaca dapat menelusurunya lewat:

1. Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.

(19)

3. Menunjukkan bagaimana perilakunya.

4. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri. 5. Memahami jalan pikirannya.

6. Melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya. 7. Melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya.

8. Melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya.

9. Melihat bagaimana tokoh itu dala mereaksi tokoh yang lainnya.

Setelah kita dapat memahami watak tokoh dalam karya sastra fiksi, barulah kita dapat memahami bagaimana seorang pengarang menampilkan tokoh tersebut dalam karya sastranya.

Watak seorang tokoh dapat menggambarkan psikologis diri tokoh tersebut. Walaupun psikologis bukan merupakan unsur intrinsik dari suatu karya sastra, tetapi keberadaan unsur ekstrinsik ini sangat mempengaruhi isi cerita dari karya sastra fiksi.

Wellek dan Waren (1995:90) mengatakan bahwa salah satu unsur ekstrinsik dalam suatu karya sastra adalah unsur psikologi. Mereka mengatakan psikologis sastra mempunyai empat pengertian, yaitu:

1. Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. 2. Studi prosa kreatif.

3. Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. 4. Mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).

Pengertian yang ketiga paling berkaitan dengan bidang sastra karena memasukkan unsur psikologi dalam karya sastra.

(20)

menjelaskan struktur kejiwaan manusia, yaitu hanya sebagian kecil dari diri manusia yang terlihat di permukaan seperti gunung es di tengah laut.

2. Kerangka Teori

Untuk menganalisis suatu karya sastra diperlukan suatu teori pendekatan yang berfungsi sebagai acuan penulis dalam menganalisis karya satra tersebut. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan semiotika dan pendekatan psikologis dalam hal ini teori psikoanalisa Sigmund Freud.

Pradopo dkk (2001:71), menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Sedangkan menurut Nurgiantoro (1995:39) dalam pandangan semiotik yang berasal dari teori Saussure, bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda, bahasa bersifat mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna.

Berdasarkan teori semiotik di atas, penulis dapat menginterprestasikan kondisi dan sikap tokoh ke dalam tanda. Tanda-tanda yang terdapat dalam sebuah novel akan diinterprestasikan dan kemudian akan dipilih bagian mana saja yang merupakan tindakan tokoh yang mencerminkan psikologis tokoh tersebut. Psikologis sastra merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi kejiwaan dan batiniah manusia.

Penulis menggunakan pendekatan semiotika dalam menganalisis novel ini karena mengetahui adanya perasaan tertekan batin yang berdampak kepada psikologis tokoh-tokoh dalam novel ini. Hal tersebut dapat dilihat dari bahasa-bahasa yang berperan sebagai tanda. Setelah didapat tanda yang menunjukkan psikologis tokoh tersebut, penulis melakukan analisis dengan pendekatan psikologis khususnya teori psikoanalisa Sigmund Freud.

(21)

paling dasar berupa dorongan-dorongan, insting-insting, nafsu-nafsu, dan semua dorongan yang mengarah kepada pemuasan kesenangan. Ego yaitu: memiliki unsur kesadaran yanh mampu menghayati secara batiniah dan lahiriah, menampilkan akal budi dan pikiran, selalu agar menyesuaikan diri, dan mampu mengendalikan dorongan-dorongan. Super ego adalah hati nurani yang mengontrol dan mengkritik perbuatan sendiri. Dalam teori psikoanalisa Freud juga membagi dinamika kepribadian yaitu naluri (insting) dan kecemasan. Naluri (insting) adalah perwujudan psikologi dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan, hasrat atau motivasi atau dorongan dari insting. Freud menjelaskan bahwa yang menjadi sumber insting adalah kondisi jasmaniah. Kecemasan adalah suatu perasaan menyakitkan yang dialami oleh seorang yang ditimbulkan oleh ketegangan-ketegangan dalam alat-alat intern dari tubuh. Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tidak terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama.

(22)

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian

A. Tujuan Penelitian

Dengan mencoba membahas permasalahan yang disebutkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan pemikiran Kawabata terhadap kondisi psikologis para tokoh utama dalam novel melalui pendekatan psikologi Sigmund Freud.

2. Untuk mendeskripsikan masalah psikologis yang diekspresikan oleh para tokoh utama yang ada dalam novel.

B. Manfaat Penelitian

Adapun harapan penulis mengenai manfaat penelitian ini adalah:

1. Dapat menambah informasi mengenai konsep psikologi dari teori Sigmund Freud yang terkandung di dalam novel.

2. Dapat dijadikan refrensi bagi pembaca apabila ingin melakukan penelitian dengan topik yang sejenis yang berhubungan dengan bidang kesusastraan Jepang.

3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dan juga penikmat karya sastra pada umumnya terhadap karya-karya sastrawan Jepang.

1.6. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan yang dilandaskan pada analisis dan konstruksi. Analisis dan konstruksi dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan kebenaran sebagai salah satu manifestasi hasrat manusia untuk mengetahui apa yang dihadapinya dalam kehidupan (Soekanto, 2003:410)

(23)

yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji, dan menginterprestasikan data.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka (library research) yaitu dengan menyelusuri sumber-sumber kepustakaan dengan buku-buku

(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “KEINDAHAN DAN

KEPILUAN” DAN PSIKOANALISA FREUD

2.1 Definisi Novel

Kata novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novella, yaitu sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Menurut Nurgiyantoro (1995:9) novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus. Novel merupakan jenis dan genre prosa dalam karya sastra.

Prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut sebagai fiksi. Karya fiksi menyarankan pada suatu karya yang menceritakan sesuatu bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada, dan terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Nurgiyantoro, 1995:2). Tokoh peristiwa dan tempat yang disebut-sebut dalam fiksi adalah tokoh, peristiwa, dan tempat yang bersifat imajiner.

Dari sekian banyak bentuk sastra seperti essai, puisi, cerita pandek, dan sebagainya, novel-lah yang paling diminati. Novel merupakan karya yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat.

(25)

menerima apa yang dilukiskan dalam novel itu berdasarkan pengetahuannya tentang dunia nyata.

2.1.1 Unsur Intrinsik

Dalam sebuah novel terkandung unsur-unsur struktur yang membentuk novel tersebut. Unsur-unsur struktur novel tersebut adalah tema, penokohan, alur, latar, gaya bahasa, dan sudut pandang.

a. Tema

Bila seorang pengarang mengemukakan hasil karyanya, sudah tentu ada sesuatu yang hendak disampaikan kepada pembacanya. Sesuatu yang menjadi persoalan atau pemikirannya itulah yang disebut tema.

Tema ibarat dasar pada sebuah bangunan. Tema merupakan dasar segala penggambaran tokoh, penyusunan alur, dan penentuan latar. Tema tidak dituliskan secara eksplisit. Kita dapat menentukan tema novel setelah kita membaca kedeluruhan cerita. Jadi tema tidak dapat dilihat secara konkret, tetapi harus dipikirkan dan dirasakan, baru dapat disimpulkan (Rustapa, 1990:11). Tema merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang mendasari jalan cerita novel.

Biasanya dalam menyampaikan tema, pengarang tidak berhenti pada pokok persoalannya saja. Akan tetapi, disertakan pula pemecahannya atau jalan keluar menghadapi persoalan tersebut. Hal ini tentu sangat bergantung pada pandangan pengarang, itulah yang disebut amanat atau pesan (Suroto, 1989:89)

b. Penokohan

(26)

kedua berhubungan dengan watak atau kepribadian tokoh yang ditampilkan. Kedua hal tersebut memiliki hubungan yang sangat erat. Penampilan dan penggambaran sang tokoh harus mendukung watak tokoh tersebut secara wajar. Apabila penggambaran tokoh kurang selaras dengan watak yang dimilikinya atau bahkan sama sekali tidak mendukung watak tokoh yang digambarkan, jelas akan mengurangi bobot ceritanya (Suroto, 1989:92-93).

Dalam melukiskan atau menggambarkan watak para tokoh dalam cerita dikenal tiga macam cara, yaitu:

1. Secara analitik, pengarang menjelaskan atau menceritakan secara terinci watak tokoh-tokohnya. Misalnya, A adalah seorang yang kikir dan dengki. Hampir setiap hari bertengkar dengan tetangga dan istrinya hanya karena masalah uang. Ia mudah sekali marah.

2. Secara dramatik, pengarang tidak secara langsung menggambarkan watak tokoh-tokohnya dengan cara misalnya:

a. Melukiskan tempat atau lingkungan sang tokoh.

b. Pengarang mengemukakan atau menampilkan dialog antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain.

c. Pengarang menceritakan perbuatan, tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu kejadian.

3. Gabungan cara analitik dan dramatik, disini antara penjelasan dan dramatik harus saling melengkapi.

(27)

Dalam sebuah novel ada rangkaian peristiwa yang saling berhubungan secara erat dan dasar hubungan itu adalah sebab akibat dan hubungan itu sangat logis. Rangkaian peristiwa yang demikian itu disebut alur (Rustapa, 1990:20)

d. Latar

Yang dimaksud dengan latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa. Sudah tentu latar yang dikemukakan, yang berhubungan dengan sang tokoh atau beberapa tokoh (Suroto, 1989:94).

Latar berfungsi sebagai pendukung alur atau perwatakan. Gambaran situasi yang tepat akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan. Untuk dapat melukiskan latar yang tepat, pengarang harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang keadaan atau waktu yang akan digambarkannya. Hal itu dapat diperoleh melalui pengamatan langsung, buku, atau informasi dari orang lain.

e. Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah unsure lain yang terpenting dalam karya sastra. Di dalam sebuah cerita, seorang pengarang tentu berharap agar buah pikirannya dapat dipahami dan dinikmati pembacanya. Oleh karena itu, melalui imajinasinya pengarang berupaya memilih kata-kata yang ditata dalam rangkaian kalimat yang sederhana. Ia memadukan kata demi kata sehingga tercipta bahasa yang indah dan dapat menarik minat pembaca. Dengan kata lain, seorang pengarang menggunakan gaya bahasa tersendiri di dalam menyusun karyanya (Rustapa, 1990:49)

f. Sudut Pandang

(28)

Masalah ini sebenarnya menyangkut cara pengisahan cerita oleh pengarang. Dari sudut pandang mana cerita itu dikemukakan (Rustapa, 1990:42)

2.1.2Unsur Ekstrinsik Novel

Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar tubuh karya sastra itu sendiri. Seperti yang telah dikemukakan di depan bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur luar sastra yang ikut mempengaruhi penciptaan karya sastra. Unsur-unsur tersebut meliputi latar belakang kehidupan pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku saat itu, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi, pengetahuan agama dan lain-lain (Suroto, 1989:138).

Unsur ekstrinsik untuk tiap bentuk karya sastra sama. Unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang tampaknya menjadi latar belakang penyampaian tema dan amanat cerita. Seorang pengarang yang baik akan selalu mempelajari segala macam persoalan hidup manusia. Hal ini berkaitan dengan misi seorang pengarang yang selalu berhubungan dengan manusia dan seluk-beluknya. Seorang pengarang yang kurang mengetahui dan kurang bisa menyelami kehidupan manusia dan keunikannya hanya akan menghasilkan sebuah karya yang hambar dan janggal.

(29)

Selain unsur-unsur yang datangnya dari luar diri pengarang, hal-hal yang sudah ada dan melekat pada kehidupan pengarang pun cukup besar pengaruhnya terhadap terciptanya suatu karya sastra (Suroto, 1989:139).

2.2 Setting Novel Keindahan dan Kepiluan

Yang dimaksud dengan latar atau setting adalah penggambaran situasi, tempat, dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa (Aminuddin, 2000:94). Latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan, waktu, dan lingkungan social tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan, Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:16).

Menurut Soemarjo (1999:75-76) setting dalam cerita bukan hanya sekedar background, artinya bukan hanya menunjukkan tempat kejadian dan kapan terjadinya

tetapi juga sangat erat dengan karakter, tema dan suasana cerita. Dalam suatu cerita yang baik, setting harus mutlak untuk menggarap tema dan karakter cerita. Jadi jelad bahwa pemilihan setting dapat membentuk tema dan plot tertentu.

Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca dengan demikian merasa dipermudah untuk menggunakan daya imajinasinya, di samping dimungkinkan untuk berperas serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuan tentang latar. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu: tempat, waktu dan sosial.

(30)

1. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi tempat terjadinya peritiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.

Dalam hal ini, lokasi tempat berlangsungnya cerita dalam novel KEINDAHAN DAN KEPILUAN adalah kota Tokyo dan Kyoto, Jepang. Disebutkan bahwa Oki tinggal di Tokyo, sementara Otoko dan Keiko berada di Kyoto.

2. Latar Waktu

Menurut Burhan Nurgiyantoro (1995:230), latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu factual. Latar waktu juga harus dikaitkan dengan latar tempat dan latar sosial, sebab pada kenyataannya memang saling berkaitan. Dalam hal ini, Yasunari Kawabata sebagai pengarang novel KEINDAHAN DAN KEPILUAN tidak ada menyebutkan dengan spesifik nama hari, tanggal, bulan, dan tahun sebagai latar cerita dalam novel tersebut.

3. Latar Sosial

(31)

juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas.

Dalam hal ini, tokoh-tokoh dalam novel ini memiliki latar sosial yang berbeda pada saat awal pertemuan. Oki adalah seorang pengarang buku yang sudah berumur tiga puluh tahun, dan sudah memiliki anak-istri. Sementara pada saat itu Otoko masih seorang gadis belia berumur lima belas tahun. Mereka kembali bertemu setelah dua puluh empat tahun kemudian, dan saat itu Otoko telah menjadi seorang pelukis yang ternama.

2.3 Biografi Pengarang

Biografi yaitu uraian tentang kehidupan seseorang, baik orang itu masih hidup atau sudah meninggal. Biografi berisi tentang perjalanan hidup tokoh tersebut, kehidupan seorang tokoh, deskripsi kegiatan dan prestasi tokoh tersebut, ekspresi tokoh tersebut, serta pandangan tokoh tersebut. Biografi dalam bahasa Indonesia artinya riwayat hidup seseorang. Dalam biografi seseorang tokoh biasanya banyak ditemukan suatu pelajaran yang dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari awal hidup sampai menjelang ajal banyak yang dapat ditarik hikmahnya. Tujuan dari penulisan biografi ini adalah agar pembaca dan penulis dapat mengetahui perjalanan hidup seorang tokoh yang ia baca, dapat meneladani dan mengambil pelajaran dari seorang tokoh untuk dipakai dalam kehidupan sehari-harinya, dapat memberikan sesuatu yang berharga pada diri penulis dan pembaca setelah membacanya, serta penulis dan pembaca dapat meniru cara bagaimana tokoh tersebut sukses.

(32)

menjadi pelukis, tapi akhirnya memutuskan menjadi pengarang. Masih sebagai seorang murid sekolah lanjutan, ia sudah memuatkan cerita dan esainya pada majalah sastra dan surat kabar. Buku hariannya yang ditulis menjelang kematian kakeknya diterbitkan dengan judul Buku Harian Pemuda Enam Belas Tahun.

Ia amat tertarik pada sastra Skandinavia dan karya para pengarang Jepang tergabung dalam mazab Shirakawa. Setelah menamatkan Fakultas Sastra Universitas Kerajaan di Tokyo, ia menjadi anggota redaksi majalah sastra Bungei Shunju, kemudian memimpin majalah sastra Bungei Jidai. Sejak itu mulailah ia menulis karya sastra dengan gaya neo-sensualisme. Roman-romannya yang terkenal antara lain: Negeri Salju (Pustaka Jaya 1972), Rumah Perawan (Pustaka Jaya 1976), Penari Izu, Seribu Burung Bangau, Sutra Gunung, dan karyanya yang terakhir Keindahan dan Kepiluan.

2.4 Psikoanalisa Sigmud Freud

2.4.1 Pengertian Psikologi

Psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu psyche, yang artinya jiwa dan logos yang artinyailmu pengetahuan. Jadi, secara etimologi, psikologi artinya adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya (Ahmad, 1979:1)

Menurut pendapat lain, (Bimo Walgito, 1997:9) mengatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang membicarakan tentang jiwa. Ia merupakan suatu ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku serta aktifitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan.

(33)

maupun latar belakangnya yang tercermin dalam tingkah laku serta aktivitas manusia atau individu sendiri.

2.4.2 Psikoanalisa Sebagai Teori Kepribadian

Aspek ini adalah aspek yang paling baik dan paling meyakinkan dari psikoanalisa. Sampai saat ini teori-teori kepribadian psikoanalisa masih banyak dianut prinsip-prinsipnya sekalipun telah dilakukan perubahan-perubahan sesuai dengan anggapan-anggapan dan pendapat-pendapat yang muncul kemudian. Dalam usahanya menjelaskan struktur kejiwaan manusia, Freud mengumpamakan jiwa manusia itu dengan sebuah gunung es di tengah laut.

Sebagaimana diketahui, maka yang kelihatan dari permukaan laut hanyalah bagian yang sangat kecil saja dari gunung es batu tersebut, yaitu bagian puncaknya. Dalam hal jiwa seseorang maka yang kelihatan dari luar hanya sebagian kecil saja, yaitu alam kesadaran. Bagian yang terbesar dari jiwa seseorang tidak dapar terlihat dari luar dan ini merupakan alam ketidaksadaran. Antara kesadaran dan alam ketidaksadaran terdapat suatu perbatasan yang disebut prakesadaran.

Freud berpendapat bahwa kehidupan manusia dikuasai oleh alam ketidaksadaran. Berbagai tinghak laku dapat disebabkan karena faktor-faktor yang terdapat dalam alam ketidaksadaran ini.

2.4.3 Sistem Kepribadian

(34)

lain merupakan produk interaksi antara id, ego, dan super ego. Di bawah ini adalah uraian ketiga sistem tersebut.

a. Id

Id adalah sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Id adalah sebuah “reservoir” atau wadah dalam jiwa seseorang yang berisikan dorongan-dorongan primitif yang disebut primitive drives atau inner forces. Dorongan-dorongan primitif ini merupakan dorongan-dorongan yang

menghendaki agar segera dipenuhi atau dilaksanakan. Kalau dorongan ini dipenuhi dengan segera maka tercapai perasaan senang atau puas. Id adalah sistem kepribadian yang asli, yang dibawa sejak lahir.

Id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energy yang dibutuhkan oleh ego dan super ego untuk operasi atau kegiatan yang akan dilakukannya. Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu: berusaha mendapatkan kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi id, kenikmatan adalah keadaan yang relatif inaktif dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan enerji yang mendambakan kepuasan. Bagi individu, tegangan itu merupakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketegangan tersebut dan menggantinya dengan kenikmatan, id memiliki perlengkapan berupa dua macam proses. Proses pertama adalah tindakan-tindakan refleks, yaitu suatu bentuk tingkah laku atau tindakan yang mekanisme kerjanya otomatis dan segera, dan adanya pada individu merupakan bawaan lahir. Tindakan refleks ini digunakan individu untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan, seperti: menghisap, batuk, bersin, mengedipkan mata.

(35)

atau menghayalkan sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan, dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya. Proses membentuk gambaran objek yang dapat mengurangi tegangan disebut pemenuhan hasrat (wish fulfilment), misalnya mimpi, lamunan dan halusinasi psikotik

Akan tetapi, bagaimanapun, menurut prinsip realitas yang objektif, proses primer dengan objek yang dihadirkannya itu tidak akan sungguh-sungguh mampu mengurangi tegangan. Id hanya mampu membayangi sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan dengan kenyataan. Id tidak mampu menilai atau membedakan benar atau salah, tidak tahu moral. Dengan demikian, individu membutuhkan sistem lain yang bisa mengarahkannya kepada pengurangan tegangan secara nyata, yang bisa memberi kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Sistem yang dibutuhkan ini tidak lain adalah ego.

b. Ego

Ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Ego berkembang dari id agar individu mampu menangani realita, sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita. Ego berusaha memperoleh kepuasan yang dituntut id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan samapi ditemukan objek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan. Menurut Freud, ego terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar.

(36)

kebutuhan dan menguji apakah rencana tersebut bisa dilaksanakan atau tidak. Dengan demikian, ego bagi individu tidak hanya bertindak sebagai penunjuk kepada kenyataan, tetapi juga berperan sebagai penguji kenyataan. Dalam memainkan peranannya ini, ego melibatkan fungsi psikologis yang tinggi, yakni fungsi kognitif dan intelektual.

Dalam struktur kepribadian, ego mempunyai peranan sebagai eksekutif (pelaksana) dari kepribadian. Dalam peranannya sebagai eksekutif tersebut, ego mempunyai dua tugas utama, pertama yaitu memilih stimuli mana yang hendak direspon atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dari super ego. Sekilas akan tampaj bahwa antara id dan ego hampir selalu terjadi konflik atau pertentangan.

Akan tetapi, menurut Feud, ego dalam menjalankan fungsinya tidak ditujukan untuk menghambat pemuasan kebutuhan-kebutuhan atau naluri-naluri yang tidak layak atau tidak bisa diterima oleh lingkungan. Jadi, fungsi yang paling dasar dari ego adalag sebagai pemelihara kelangsungan hidup individu.

c. Super ego

(37)

Menurut Freud, super ego terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figure yang berperan, berpengaruh, atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru. Adapun fungsi utama dari super ego adalah:

1. Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat

2. Mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan

3. Mendorong individu mencapai kesempurnaan. Aktivitas super ego dalam diri individu, terutama apabila aktivitas ini bertentangan atau terjadi konflik dengan ego, akan muncul dalam bentuk emosi-emosi tertentu seperti perasaan bersalah dan penyesalan.

Sikap-sikap tertentu dari individu seperti observasi diri, koreksi atau kritik diri, juga bersumber pada super ego. Id, ego dan super ego membutuhkan energy psikis untuk menjalankan fungsinya masing-masing. Karena jumlah energy terbatas, maka di antara ketiga system kepribadian tersebut hampir selalu terjadi persaingan dalam penggunaan energi. Apabila ternyata satu system memperoleh energi lebih banyak, dan oleh karenanya menjadi kuat, maka sistem-sistem yang lain akan kekurangan energy dan menjadi lemah, sampai energi baru ditambahkan kepada system keseluruhan.

(38)

Bagi id, objek-objek yang ada dalam bayangan yang dihasilkan oleh proses primer tidak ada bedanya atau dianggap sama dengan objek-objek nyata. Demikian pula terhadap objek-objek nyata itu pun id tidak mampu melakukan pembedaan. Contoh nyata adalah tingkah laku bayi yang masih dikuasai sepenuhnya oleh id. Seorang bayi, apabila lapar, ia akan memasukkan apa saja ke dalam mulutnya, termasuk memasukkan ibu jarinya (refleks menghisap). Kerena ketidakmampuannya untuk membedakan objek-objek itulah maka id, dengan proses-proses yang melengkapinya, tidak mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhan organism. Untuk itu id meminta bantuan ego. Karena ego tidak memiliki sumber energinya sendiri, maka ego mengambilnya dari id.

Diversi energi psikis id ke dalam proses-proses yang dilakukan oleh ego berjalan melalui makanisme yang disebut dengan identifikasi. Identifikasi merupakan mekanisme penyesuaian dimana individu berusaha untuk bisa mencocokkan atau menyesuaikan objek yang ada dalam pikirannya dengan objek pasangannya yang ada dalam kenyataan. Identifikasi ini merupakan hasil dari proses sekunder ego.

Dalam proses identifikasi ini ego memperoleh wewenang untuk memiliki dan menggunakan energi psikis tidak hanya untuk proses sekundernya dalam rangka pemuasan kebutuhan-kebutuhan, tetapi juga untuk proses-proses psikologi lain yang meliputi proses mengamati, menggingat, membedakan, memutuskan, mengabstraksi, menggeneralisasi, dan berpikir. Energy psikis itu juga digunakan oleh ego untuk menghadapi id itu sendiri, yaksi menghalangi atau mencegah agar id tidak memunculkan naluri-naluri yang irasional dan destruktif. Kekuatan pencegahan itu disebut antikateksis.

(39)

digunakan untuk membentuk kateksis-objek baru. Tugas lain yang paling pokok yang harus dijalankan ego adalah mengintegrasikan sistem-sistem kepribadian.

Jadi ego disini berperan sebagai eksekutif dari kepribadian. Tujuan integratif ego ini tidak lain adalah menciptakan harmoni dalam kepribadian, yaitu memungkinkan ego itu sendiri mampu melakukan transaksi dengan dunia luar dengan lebih baik dan efesien. Mekanisme identifikasi juga berlaku dalam penyaluran energi psikis kepada super ego dimana agen luar, yakni orang tua terutama memegang peranan kunci. Orang tua berperan sebagai agen yang menanamkan nilai-nilai atau kode moral, tradisi, dan ideal-ideal yang berlaku di masyarakat tempat orang tua dan anaknya tinggal.

Agar apa yang ditanamkan kepada anaknya itu diterima dan diterapkan oleh si anak dalam tingkah laku sehari-hari, maka orang tua merasa perlu untuk menggunakan terknik perkuatan, baik perkuatan positif berupa hadiah maupun perkuatan negatif berupa hukuman. Dari sinilah awal mula terbentuknya super ego dalam diri seorang anak atau individu, dan sekaligus melalui identifikasi itu super ego individu memperoleh akses dari id-nya untuk memiliki dan menggunakan energy psikis sebanyak yang dibutuhkan.

Untuk selanjutnya super ego dalam diri individu berperan sebagai wakil orang tua dan masyarakat, dengan tugas dan fungsinya sebagai pengendali bahkan penghambat atau pengekspresian dorongan-dorongan primitive id. Di samping itu, super ego juga bertindak sebagai pengarah ego kepada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral. Dengan tugas dan fungsinya masing-masing, ego, dan super ego menggunakan energi psikis dengan hasil atau dampak yang berbeda terhadap kepribadian individu.

(40)

matang, sehingga individu tersebut dalam bertingkah laku akan cenderung tanpa perhitungan dan ditujukan hanya kepada pencapaian kesenangan.

Adapun apabila yang dominan itu super ego, maka yang akan tampil sebaliknya, yakni kepribadian individu yang moralitas, kaku dan realistis, dengan tingkah laku yang selalu dopertimbangkan, bahkan dihambat oleh kode-kode moral. Dalam dua keadaan semacam ini, ego selaku eksekutif kepribadian akan berada dalam posisi sulit. Baik id maupun super ego selalu berusaha agar ego berada dipihaknya. Apabila ego dengan antikateksisnya cukup kuat, maka kedua system yang bertolak belakang dan sama-sama ingin tampil domonan itu bisa didamaikan sehingga kepribadian akan terintegrasi dengan baik.

2.4.4 Dinamika Kepribadian

Konsep kedua yayng dibahas dalam psikoanalisa Sidmund Freud adalah dinamika kepribadian. Dalam dinamika kepribadian Freud membahas insting (naluri) sebagai komponen penting bagi manusia untuk beraktifitas.

(41)

BAB III

ANALISIS PSIKOLOGIS PARA TOKOH DALAM NOVEL KEINDAHAN DAN

KEPILUAN KARYA YASUNARI KAWABATA

3.1 Ringkasan Novel

Pada tanggal dua puluh Sembilan Desember, Oki sedang dalam perjalanan ke Kyoto untuk mendengarkan lonceng Malam Tahun Baru, tetapi tidak hanya itu saja yang menjadi tujuan Oki, ia datang ke Kyoto juga karena ingin bertemu dengan Otoko. Tentu saja ia tidak pasti akan dapat bertemu dengan Otoko. Tapi, mendengarkan lonceng itu bukan sekedar alasan dan merupakan kesempatan untuk menemui wanita yang sudah lama dirindukannya. Ia datang ke Kyoto dengan harapan dapat mendengarkan bunyi lonceng-lonceng kuil bersama dengan Otoko.

Setibanya di Kyoto, Oki menginap disebuah hotel. Pagi harinya Oki sudah terbangun, saat itulah ia kembali terkenang akan kisahnya dengan Otoko, dimana saat itu Otoko yang masih muda belia, berusia lima belas tahun, dan Oki sendiri sudah tiga puluh tahun. Oki yang saat itu telah beristri juga mempunyai anak, menjalin kasih dengan Otoko yang berusia separuh dari usianya.

Jalinan kasih yang mereka padu menghasilkan seorang anak, Otoko melahirkan bayinya saat berusia enam belas tahun. Bayi perempuan yang masih tujuh bulan itu akhirnya meninggal dunia saat dilahirkan. Pada saat itu, Otoko sangat terpukul sehingga berulang kali melakukan percobaan bunuh diri.

(42)

membawa anaknya tinggal di Kyoto. Otoko pindah ke sebuah Sekolah Menengah Atas untuk gadis-gadis di sana. Begitu tamat dari Sekolah Menengah Atas ia masuk sebuah sekolah kesenian.

Berpuluh tahun Oki dan Otoko kehilangan komunikasi, tetapi tidak membuat ingatan mereka hilang satu sama lain. Perasaan cinta yang lama itu masih terpendam. Oki mengetahui bahwa kini Otoko telah menjadi pelukis yang cukup terkenal sementara Oki sendiri telah menjadikan kisah percintaannya dengan Otoko menjadi sebuah novel yang paling diminati dari antara semua karyanya.

Oki kemudian menghubungi Otoko untuk mengajaknya makan sambil mendengarkan lonceng bersama, sungguh tak disangka bahwa ternyata Otoko menerima ajakan Oki. Tiba waktu yang dijanjikan, ternyata Otoko tidak sendirian, ia membawa seorang gadis muda bersamanya, gadis cantik itu bernama Keiko. Ia memperkenalkan dirinya sebagai murid Otoko.

Keiko adalah gadis muda belia yang sangat cerdas, ia begitu mengagumi Otoko, gurunya. Rasa kagum yang pada akhirnya berkembang menjadi rasa cinta. Masa lalu Otoko yang membuatnya trauma menerima cinta seorang pria justru membuatnya merasakan cinta kepada perempuan muda yang kini menjadi muridnya. Mereka bagaikan sepasang kekasih yang berusaha saling melengkapi. Sebagaimana Otoko mencintainya, begitu pula perasaan Keiko.

(43)

3.2. Analisis Psikologis Para Tokoh

3.2.1 Analisis Psikologis Tokoh Oki

Cuplikan 1:

“Aku senang melihat kau sebagaimana adanya. Gigimu begitu bagus, alis matamu.” Oki menekankan bibirnya ke pipinya yang menyala. Keiko memekik sedikit waktu kursinya terbalik dan Oki ikut bersamanya. Kini Oki berada di atasnya.

Ciuman itu adalah ciuman yang panjang. Oki menarik kepalanya untuk bernafas.

“Jangan, jangan, jangan tarik!” Keiko menarik dia lebih rapat.

Untuk menyembunyikan keheranannya ia mencoba menjadikannya lelucon. “Bahkan penyelam mutiara tidak bisa tahan dalam air selama itu. Kau nanti pingsan.” “Biar…”

“Tentu saja wanita lebih kuat…” Lagi-lagi Keiko ia cium lama sekali. Karena sekali lagi kehabisan nafas, gadis itu ia pangku lalu ia baringkan di atas tempat tidur. Gadis itu berlekuk bagai bola.

Biarpun gadis itu tidak melawan, Oki kesulitan untuk meluruskan badan Keiko. Sementara itu baginya jelas, bahwa gadis itu bukan perawan lagi. Lalu ia memperlakukannya dengan lebih kasar. (99)

Analisis

Cuplikan di atas berlatar tempat di sebuah hotel di Enoshima. Dari cuplikan ini dapat dilihat bahwa Oki yang sudah memiliki anak-istri dan berusia lanjut, sama sekali tidak ragu untuk kembali tidur dengan gadis belia yang usianya jauh di bawahnya.

(44)

sehingga sangat tidak pantas berlaku seperti itu. Tetapi id lebih mendominasi hingga menghilangkan akal sehat. Sementara super ego Oki yang bekerja berdasarkan pertimbangan moral tidak mempunyai kekuatan meredam keinginan id yang bekerja dengan prinsip kenikmatan.

Cuplikan 2

Oki mengumpulkan kedua lukisan itu lalu mulai membungkusnya. “Jangan berbicara lagi soal dirayu itu, aku tidak senang. Kalau ia betul begitu cantik, maka lukisan ini adalah dirinya, narsisma seorang gadis muda.”

“Tidak, aku yakin lukisan ini tentang Otoko.”

“Kalau begitu siapa tahu dia dan Otoko kasih-mengasihi.”

“Kasih-mengasihi?” Fumiko kebingungan. “Menurut kau mereka kasih-mengasihi?”

“Entahlah. Tapi aku tidak akan heran kalau keduanya lesbian. Tinggal bersama di sebuah kuil tua di Kyoto, sedangkan keduanya bernafsu panas-bukan mustahil.”

Fumiko terdiam mendengar mereka disebut lesbian. Waktu ia membuka mulut kembali suaranya tenang. “Biarpun begitu, aku yakin lukisan itu menunjukkan bahwa Otoko masih cinta padamu.” Oki merasa malu karena sudah membawa-bawa lesbianisme untuk menyelamatkan dirinya dari kesukaran (59)

Analisis

(45)

benar-benar mengetahui bahwa Okoko dan Keiko memang pasangan lesbian). Walaupun pada akhirnya super ego juga muncul, karena dikatakan bahwa akhirnya Oki merasa malu karena berkata seperti itu

3.2.2 Analisis Psikologis Tokoh Otoko

Cuplikan 1

Setelah berpisah dari Oki, selama dua puluh tahun tidak ada yang menyentuh buah dadanya. Sementara itu usia muda dan kesempatan baginya untuk menikah, lewat. Tangan perempuan lainlah-Keiko-yang menyentuhnya sekali lagi. Sebetulnya Otoko cukup banyak punya kesempatan untuk bercinta dan menikah semenjak ia datang ke Kyoto bersama ibunya. Tapi kesempatan-kesempatan itu ia hindarkan. Begitu ia tahu bahwa seorang laki-laki sudah jatuh cinta padanya, maka kenangan pada Oki hidup kembali. Kenangan bukan sekadar impian. Waktu berpisah dari Oki ia yakin tidak akan menikah lagi. Karena sangat kacau oleh kepiluan, ia tidak sanggup membuat rencana untuk esok hari, jangankan untuk masa depan yang jauh. Tapi niat tidak pernah kawin telah menyelinap ke dalam hatinya, dan lambat laun menjadi suatu penyelesaian yang tidak bisa dirobah. 137

Analisis

Cuplikan di atas berlatar di Kota Kyoto. Dijelaskan bagaimana dalamnya cinta sekaligus kekecewaan yang dirasakan Otoko terhadap Oki setelah mereka berpisah, yang membuat Otoko trauma untuk jatuh cinta lagi kepada laki-laki sehingga ia membiarkan hatinya bercinta dengan murid perempuannya.

(46)

lagi mempertimbangkan moral untuk mendapatkan kenikmatan akibat dorongan id yang begitu kuat.

Cuplikan 2

Otoko mencukur bagian atas alis matanya dan di bawah bibirnya. Sementara garis rambut keningnya dicukur, Keiko mengatupkan mata. Dengan muka tengadah, ia meletakkan kepala di atas tangan Otoko yang dipergunakan sebagai penopang. Lehernya yang panjang dan jenjang menarik perhatian Otoko. Leher itu kelihatan suci sekali, manis dan berbentuk bagus, bernyala-nyala dengan kemudaan. Otoko mendiamkan pisau cukurnya.

Keiko membuka mata. “Ada apa?”

Otoko beroleh pikiran, jika pisau itu ditikamkannya ke leher yang cantik ini, maka Keiko akan mati. Pada saat itu ia bisa membunuhnya dengan mudah, dengan satu kali tebas saja pada bagian tubuh yang paling cantik.

Leher Otoko sendiri yang jenjang dan menunjukkan kegadisan, memang tidak begitu bagus, tapi sekali, waktu Oki memelukkan tangan padanya, Otoko mengatakan bahwa Oki mencekiknya. Lalu Oki malahan memeluknya lebih keras lagi. (146)

Analisis

(47)

menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan (reality principle) dan membuatnya tidak benar-benar mencekik Keiko.

3.2.3 Analisis Psikologis Tokoh Keiko

Cuplikan 1

“Bagaimana kalau kucoba membuat sketsa kasar?”

“Baik kiraku. Aku senang pada lukisan perkebunan tehmu itu-begitu muda kelihatannya. Lukisan itu juga kaubawa ke rumah Tuan Oki, ya?”

“Ya. Barangkali kini isterinya sudah merobek-robeknya sampai habis…Aku bermalam bersama dia di sebuah hotel di Enoshima. Nafsunya kelihatannya besar sekali, tapi waktu namamu kusebut ia jadi tenang dengan segera. Ia masih mencintai kau dan merasa dirinya berdosa. Aku jadi cemburu karenanya.”

“Tapi apa maksudmu sebenarnya?”

“Aku mau menghancurkan keluarganya, mau membalaskan sakit hatimu.” “Lagi-lagi pembalasan.”

“Aku betul-betul benci. Kau masih cinta padanya, biarpun segalanya sudah terjadi. Permpuan memang bebal-itu yang ku benci!” Ia diam. “Itu makanya aku cemburu.”(103)

Analisis

Cuplikan di atas berlatar tempat di ruang tamu rumah Yayoi. Dari cuplikan di atas dijelaskan bahwa terlihat rasa benci di hati Keiko pada Oki beserta keluarganya. Karena Oki telah menghancurkan masa muda Otoko, wanita yang dicintainya.

(48)

mendapatkan kenikmatan akibat dorongan id yang begitu kuat. Tanpa menyadari tindakan yang telah dilakukannya justru telah merusak dirinya sendiri.

Cuplikan 2

“Otoko, kau adalah satu-satunya yang ku sayangi. Hanya kau.”

Tanpa bicara Otoko menyeka keringat dingin dari keningnya. “Kalau kau terus-menerus begitu kau akan menderita seumur hidupmu.”

“Aku tidak takut pada penderitaan.”

“Kau muda dan cantik, kau bisa saja bicara begitu.” “Selama aku bersama kau aku akan bahagia.”

“Aku senang-tapi bagaimanapun juga, aku seorang permpuan.” “Aku benci laki-laki.” (105)

Analisis

Cuplikan di atas berlatar di sebuah taman batu, Kuil Lumut. Dari cuplikan di atas dapat dilihat bagaimana ego Keiko sudah sangat tunduk pada id yang bekerja berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), Keiko sudah tidak lagi mempertimbangkan moralitas, bahkan masa depannya. Karena saat itu ia sudah mabuk dengan kenikmatan bercinta dengan seorang wanita.

(49)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Pada akhir penulisan skripsi ini, penulis mencoba membuat kesimpulan dari keseluruhan skripsi ini, yaitu sebagai berikut:

1. Dalam Novel Keindahan dan Kepiluan ini menceritakan tentang percintaan seorang wanita bernama Otoko yang pada masa mudanya memiliki hubungan asmara dengan lelaki berusia dua kali umurnya dan telah memiliki anak-istri. Kegagalan asmara ini menjadikan kehidupannya manjadi lebih bermasalah, apalagi setelah melibatkan pasangan lesbiannya, Keiko.

2. Dilihat dari segi kepribadian, id dari para tokoh lebih mendominasi dan ditunjukkan dengan sikap Oki, Otoko dan Keiko yang hanya mengejar kesenangan semata. Ini semua mengakibatkan super ego mereka yang masing-masing bekerja berdasarkan pertimbangan moral tidak mempunyai kekuatan untuk meredam keinginan id.

3. Dalam novel Keindahan dan Kepiluan karya Yasunari Kawabata ini menjelaskan tentang bagaimana kondisi psikologis para tokoh. Oki yang suka berselingkuh dengan gadis belia, tidak punya kekuatan untuk meredam keinginan id. Oki tidak mempertimbangkan dampak perselingkuhannya bagi rumah tangga yang telah dibinanya, begitu pula dengan Otoko yang tidak sanggup meredam id-nya untuk menolak bercinta dengan pria beristri.

(50)

Keiko mengesampingkan moralitas, dengan menjalani percintaan sesame jenis, hanya untuk mendapat kenikmatan id.

5. Pasangan lesbian Otoko-Keiko, karena sangat mencintai Otoko dan merasa sakit hati dengan Oki yang telah merusak masa lalu kekasihnya, berusaha menghancurkan keluarga Oki dengan cara menggoda Oki beserta anak lelakinya. Di sini id Keiko kembali berperan, ia tidak lagi berpikir dampak apa yang ditimbulkan akibat perbuatannya, walaupun itu mengarah kepada menghancurkan dirinya sendiri.

4.2 Saran

Setelah membaca dan memahami isi dari skripsi ini, diharapkan kepada pembaca dapat lebih bermawas diri dalam melakukan atau memenuhi keinginan-keinginan yang muncul dari dalam diri kita, kita juga harus memikirkan akibat-akibat yang mungkin terjadi mengikuti tindakan apa yang telah kita ambil. Kita tidak boleh hanya mementingkan kenikmatan semata. Kita juga harus melihat lingkungan social kita, karena ada norma-norma yang harus dipatuhi dan disesuaikan dengan kehidupan pribadi kita.

(51)
(52)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta. Alwisol. 2009. Pasikologi Kepribadian (Edidi Revisi). Bandung: UMM Press.

Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Darmanto, Jatman. 1985. Sastra, Psikologi, dan Masyarakat. Bandung: Alumni. Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: MedPress. Hall, Calvin S. 1995. Freud. Jakarta: Delaprastasa.

Koenjaraningrat. 1976. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Koeswara, E. 1991. Teori-teori Kepribadian. Bandung: Eresco. Milner, Max. 1992. Psikologi Sastra. Jakarta: Intermassa.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press.

Salam, Burhanuddin. 1997. Etika Sosial: Asal Moral dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Rineka Cipta

Referensi

Dokumen terkait

Variabel jumlah PKP, PDB, ekspor, inflasi, suku bunga SBI, pengeluaran konsumsi, kredit investasi dan kredit konsumsi secara langsung dan bersama-sama (simultan) mampu

disuntikkan pada meneit normal, Setelah 1 jam dan 3 jam dari penyuntikan Te-99m-EC hewan dibedah dan organ yang dieaeah meliputi karkas, kandung kemih dan ginjal (2),

“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Mujadilah:

Dalam Penelitian dibahas tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaku Kejahatan yang Mempunyai Gangguan Kejiwaan. Berdasarkan Pasal 44 KUHP, tidak dipidana pelaku

Hasil penelitian yang didapat bahwa partisipasi dari penyuluh, petani pemandu dan petani dalam kategori tinggi semua. Tingginya partisipasi ketiga pihak membawa

Faktor-faktor yang diuji dalam penelitian ini adalah status perusahaan, kepemilikan institusional, leverage, profitabilitas dan tipe industri.. Data yang digunakan dalam

dalam diri kita, jika kita masih merasa lapar akan Tuhan, kita tak perlu mencari dengan panik di.. sembarang

Kami ingin mengetahui pelaksanaan proses pernbelajaran berbasis kompetensi pada mata diklat program produktif bidang keahlian Tata Busana, baik yang bersifat teori dzn