• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Korelasi: Penggunaan Bahasa Daerah (Karo) Dengan Kategori Sosial Pada Keluarga Jemaat GBKP Klasis Medan-Kp. Lalang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Korelasi: Penggunaan Bahasa Daerah (Karo) Dengan Kategori Sosial Pada Keluarga Jemaat GBKP Klasis Medan-Kp. Lalang"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adisaputera, Abdurahman. 2009. Jurnal: Potensi Kepunahan Bahasa Pada

Komunitas Melayu Langkat Di Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Medan: Universitas Negri Medan.

Ahmadi, Abu. 1997. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rheneka Cipta.

Arikunto, Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian : suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Bailey, Kenneth D. 1994. Methods of social research, Jakarta.

Bagus, I Gusti Ngurah. 2001. Beberapa Pemecahan dalam Pengembangan Bahasa

Bali. Makalah Disajikan pada Seminar ‘Di Ambang Kematian Bahasa Bali’ di

Denpasar, 26 Mei 2001.

Budhiono, R. Hery. 2009. Jurnal: Bahasa Daerah (Bahasa Ibu) di Palangkaraya:

Pergeseran dan Pemertahanannya. Palangkaraya: Adabiyyat.

Bungin, Burhan. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif , Jakarta: Kencana.

Chambers, J.K. 1996. Sociolinguitic Theory. Cambridge: Basil Blackwell Cipta Jaya. 2006. Satandar Kompotensi Kepala Sekolah. Jakarta: Cipta Jaya.

Coulmas, Flourian. 1997. The Handbook of sociolinguistics. Oxford: Blackwell. Damanik, Ramlan. 2009. Tesis: Pemertahanan Bahasa Simalungun di Kabupaten

Simalungun. Medan: USU.

Darwis, Muhammad. 1985. Hasil Penelitian: Corak Pertumbuhan Bahasa

Indonesia di Perkampungan PT Arun Aceh Utara. Banda Aceh: PLPIIS

Universitas Syiah Kuala.

---. 2011. Jurnal: Nasib Bahasa Daerah di Era Globalisasi: Peluang dan

Tantangan. Makasar : Balitbang Agama Makasar.

Fishman, Joshua. 1985. Language, dalam Adam Kuper dan Jessica Kuper. The

Social Science Encyclopedia. London: Boston, and Henley.

Grimes, B. F. Ed. 1988. Ethnologue: languages of the world. Dallas, Texas: Summer Institute of Linguistics, Inc.

(2)

Gordon, Raymond G. Jr. 2005. Ethnologue: languages of the world. Edisi ke-15. Dallas, Texas: Summer Institute of Linguistics, Inc.

Ihromi. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Jendra, I Wayan. 2002. Kehidupan Bahasa Bali di Tengah Kehidupan Masyarakat

Majemuk dalam Kumpulan Makalah Kongres Bahasa Bali V diterbitkan atas

kerjasama Pemda Bali, Badan Pembina Bahasa, Aksara dan Sastra Bali, Fakultas Sastra Unud, dan Balai Bahasa Denpasar.

Krauss, M. 1992. The world’s languages in crisis. Dalam Language, Volume 68, Number 1.

Maharani, Isnu. 2010. Jurnal: Pemertahanan Bahasa Ibu di Kalangan Remaja

Pada Lingkungan Puri di Kabupaten Gianyar. Bali: Universitas Udayana.

Moerdiono. 1988. Bahasa Indonesia dalam Tugas Penyelenggaraan Pemerintahan.

Makalah dalam Kongres Bahasa Indonesia V, 1--13. Jakarta: Depdikbud.

Nanawi, Hadari. 1994. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: UGM Press.

Pateda, Lamsike. 2007. Tesis: Pengajaran Bahasa Gorontalo Sebagai Muatan

Lokal Di Sd Kota Gorontalo. Tesis: UNJ

Pateda, Mansoer dan Yennie P. Pulubuhu. 1999. Jurnal: Satuan Persiapan

Mengajar Muatan Lokal Bahasa Gorontalo untuk SD kelas I-VI. Jakarta:

Yudhistira.

Palubuhu, Yenni Pateda.2007. Jurnal: Penggunaan Bahasa Gorontalo Pada

Peserta Didik di SD Kota Gorontalo. Gorontalo: Viladan.

Prasetyo, Bambang, dan Lina Miftahul Jannah. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Rachman, Arief. 2007. Jurnal: Punahnya Bahasa Daerah karena Kehadiran

Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing dan Upaya Penyelematannya. Pidato

Pengukuhan Guru Besar Tetap UNJ tanggal 22 Mei 2007. Jakarta: UNJ. Reyhner, Jon. 2000. Some Basics of Indigenous Language Revitalization. Center for

Excellence in Education Northern Arizona University.

Siahaan, Rumondang. 2002. Tesis: Kajian Khusus Tentang Tingkat Pemertahanan

Bahasa Pada Masyarakat Batak Toba di Medan Berdasarkan Perilaku Pilih Bahasa. Medan: USU.

Sugiyono, 1994. Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Sumarsono, dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Yadnya, Ida Bagus Putra. 2009. Jurnal: Revitalisasi Bahasa Daerah (Bali) Di Tengah

(3)

Situs Internet:

2011, pukul 13:03 WIB)

(diakses 1 Februari 2012, pukul 13.35 WIB)

1 Februari 2012, pukul 14.02 WIB)

1 Februari 2012, pukul 14.02 WIB)

2011, Pukul 15.03 WIB)

(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasi menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang digunakan untuk mendeteksi sejauh mana Variabel bebas mempengaruhi Variabel terikat. Penelitian ini menggunakan studi korelasi Spearman dikarenakan korelasi Spearman digunakan untuk mencari hubungan antar variabel yang mempunyai pengukuran sekurang-kurangnya tipe atau interval-rasio atau ordinal sehingga memungkinkan untuk dibuat peringkat atau ranking terhadap data tersebut. Dimana dengan metode tersebut diharapkan dapat melihat hubungan atau pengaruh kategori sosial dengan penggunaan bahasa daerah (Karo). Pada penelitian ini juga menggunakan penelitian deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan untuk mendukung data-data yang didapat dari penyebaran kuisioner. 3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di GBKP Klassis Kampung Lalang, Sumatera Utara. Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi tersebut di atas adalah :

1. Kurangnya perhatian terhadap bahasa daerah di GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang.

(5)

3. Merupakan suatu komunitas suku yang homogen (suku karo).

4. Karena peneliti juga berada di kota yang sama dengan lokasi penelitian sehingga dapat memaksimalkan waktu yang ada.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Dalam metode penelitian kata populasi digunakan untuk menyebutkan sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian. Oleh karena itu, populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek penelitian (Burhan, 2005: 99). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh keluarga yang terdaftar pada GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 4.294 KK, dengan demikian populasi dalam penelitian termasuk jenis populasi jumlah terhingga.

3.3.2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti. Oleh karena itu, sampel harus dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan populasi itu sendiri (Bailey, 1994:83). Dalam penarikan sampel menggunakan stratified

random sampling (teknik acak terlapis). Pada teknik pengambilan sampel ini terdiri

dari dua jenis yaitu: proporsional sampel, dan nonproporsional sampel (Prasetyo, 2006).

(6)

3.3.3. Purposive Sampling

Purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai kaitan dengan karakteristik populasi yang diketahui sebelumnya. Tehnik sampling ini digunakan berdasarkan pengetahuan terhadap populasi, maka unit-unit populasi yang dianggap “kunci” diambil sebagai sampel penelitian (Bungin 2006:115).

Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah :

1. Keluarga yang aktif berkebaktian dan terdaftar di GBKP 2. Keluarga yang sudah menikah >6 tahun

3. Keluarga yang mempunyai anak minimal berumur >4 tahun 3.4. Teknik Pengumplan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : 1. Observasi

Observasi yaitu pengamatan yang dilakukan secara langsung untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini, peneliti hanya berperan mengamati objek dilapangan, meliputi Keluarga GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang.

2. Kuisioner

(7)

3. Wawancara

Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan secara verbal dan mengajukan beberapa pertanyaan untuk mendukung hasil penelitian. 4. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal, artikel dan dari internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5. Analisis Data

Singarimbun dalam (Nanawi, 1994:263) mengatakan analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisa dalam beberapa tahap analisa, yaitu dengan menggunakan beberapa analisis yaitu:

1. Analisis Tabel Tunggal

Analisa Tabel Tunggal merupakan suatu analisa yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian kedalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa kolom yang merupakan sejumlah frekuensi dan persentasi untuk setiap kategori (Nanawi, 1994:266).

2. Analisis Tabel Silang

(8)

3. Uji Korelasi

Uji korelasi adalah untuk menguji hubungan diantara kedua variabel dan melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan. Peneliti menggunakan program komputer SPSS 18 untuk mempermudah dalam pengolahan data dan mendapatkan hasil yang baik.

Untuk melihat tinggi rendahnya korelasi, digunakan skala Guilford (dalam Sugiyono, 1994:149) sebagai berikut.

0,00 – 0,199 : Hubungan rendah sekali; lemah sekali 0,20 – 0,399 : Hubungan rendah tapi pasti

0,40 – 0,599 : Hubungan yang cukup berarti 0,60 – 0,799 : Hubungan yang tinggi; kuat

0,80 – 1,000 : Hubungan yang sangat tinggi; kuat sekali. 3.6. Pengujian Realibiti

Pengujian realibitas digunakan untuk mengetahui ketepatan mengukur objek yang dikaji yaitu untuk menentukan sejauh mana alat ukur dapat dipertanggungjawabkan ataupun jika diulangi pengukurannya akan menghasilkan data yang tidak berbeda (Kelinger dan Lee, 2000).

Pengujian ini dilakukan dengan menghitung realibitas Alpha-Cronbach. Apabila suatu komponen di uji maka akan menunjukkan angka lebih dari 0,50 yang bermakna item-item yang diukur telah mempunyai realibitas yang cukup berarti (Nunaly, 1994).

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

(9)

Dari hasil pengujian di atas telihat angka 0.666 dimana hal tersebut bermakna bahwa alat ukur mempunyai realibitas yang cukup berarti sehingga dapat dipertanggung-jawabkan dan dapat menghasilkan data yang akurat.

3.7. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian mencakup uraian tentang keterbatasan dan hambatan yang ditemui dalam penelitian, baik yang berkaitan dengan metode dan teknik penulisan yang digunakan, maupun keterbatasan peneliti sendiri.

1. Dalam penelitian ini dilakukan ke setiap runggun yaitu 32 runggun dan penelitian yang maksimal hanya bisa dilakukan di Hari Minggu karena pada hari tersebut semua responden berkumpul.

2. Kendala yang dihadapi lainnya adalah keterbatasan waktu responden sehingga kuisioner di bawa pulang oleh responden namun banyak kuisioner yang hilang dan tidak dibawa kembali. Hal tersebut menyebabkan peneliti harus mengulang penelitian dari awal lagi.

(10)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Tahun 1906 Pdt. G. Smith dan membuka Kweekschool (Sekolah Guru) di Berastagi. Sekolah ini kemudian dipindahkan dipindahkan ke Raya, tapi tahun 1920 sekolah tersebut ditutup. Guru-guru sekolah yang telah terdidik ditempatkan di desa-desa menjadi guru untuk mengabarkan Injil.

Prof. Dr. H. Kraemer meninjau ke tempat-tempat zending Karo pada tahun 1939 dan ia menekankan agar dalam waktu sesingkat-singkatnya Jemaat Karo dipersiapkan berdiri sendiri dengan pengiriman tenaga pribumi ke sekolah pendeta dan mengangkat majelis Jemaat yang sudah mampu untuk itu. Tahun 1940 dua Guru Injil Palem Sitepu dan Thomas Sibero dikirim ke sekolah pendeta di seminari HKBP, Sipoholon.

(11)

dikenal dengan hari jadi GBKP atau GBKP njayo. Sebagai catatan penting, sebelum GBKP terbentuk, penginjilan ke Masyarakat Karo yang dilakukan sejak tanggal 18 April 1890 di Buluh Awar sampai dengan tahun 1941 dilakukan oleh NZG.

Klasis Medan Kampung Lalang

Dalam tugas-tugas pelayanannya, Moderamen dibantu oleh 22 Klasis, salah satunya adalah Klasis Medan Kampung Lalang. Semua Klasis ini memiliki kedudukan, lembaga-lembaga dan tugas-tugas yang sama dalam GBKP, hanya saja daerah pelayanannya yang berbeda. Dengan demikian, keberadaan Klasis Medan Kampung Lalang adalah salah satu pendukung tugas pelayanan Moderamen GBKP.

Klasis Medan Kampung Lalang berkedudukan dan berkantor pusat di Jalan Setia Budi Gg. Kenanga Medan (di samping gedung GBKP Rg. Setia Budi Medan). Gedung kantor tersebut berdiri di atas sebidang tanah seluas 4200 m2

Klasis Medan Kampung Lalang dibentuk melalui Keputusan Sidang Klasis tanggal 26 Oktober 1979 di GBKP Jalan Sei Batang Serangan Medan, yaitu dengan dilakukan pemekaran Klasis Medan menjadi 2 klasis, yaitu:

, bersama-sama dengan berdirinya Jambur Diakonia, Rumah Pastori, dan gedung GBKP Rg. Setia Budi Medan.

1. Klasis Medan Deli Tua, berkantor di Jalan Jamin Ginting Km. 4 (Komplek Pamen Medan)

(12)

Majelis jemaat yang termasuk dalam pelayanan Klasis Medan Kampung Lalang pada saat itu berjumlah 13 runggun dan saat ini jumlah runggun pada Klasis Medan-kp.lalang adalah berjumlah 32 runggun. Ketua Klasis Medan Kampung Lalang yang pertama adalah Pdt. T.H. Sidabutar, MTh. Saat ini Klasis Medan Kampung Lalang diketuai oleh Pdt. Fajar Alam Kaban. yang dipilih melalui Sidang Klasis tahun 2010. Dalam struktur organisasi Klasis Medan Kampung Lalang juga terdapat 4 lembaga Kategorial, yaitu Moria Klasis Medan Kampung Lalang, Mamre Klasis Medan Kampung Lalang, Permata Klasis Medan Kampung Lalang dan KA-KR Klasis Medan Kampung Lalang.

4.2. Temuan Data dan Penyajian Data

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 di Gereja GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang, maka informasi yang diperoleh merupakan hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada jemaat GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang. Hasil penelitian ini akan ditampilkan melalui tabel tunggal dan tabel silang dengan menggunakan SPSS yang disertai dengan analisis data. Didalam penyajian tabel tunggal, peneliti membagi kedalam bagian, yaitu :

1. 4.2.1. Membahas mengenai karakteristik responden. 2. 4.2.2. Membahas ruang tempat tinggal yang terbatas 3. 4.2.3 Membahas pola pengasuhan anak

Tabel Tunggal

(13)

berdasarkan daftar pertanyaan di kuesioner. Data-data yang lebih terperinci akan disajikan berikut ini:

4.2.1. Karakteristik Responden

Maksud dari penyajian data karakteristik responden adalah agar penulis lebih mengenal responden yang diteliti sehingga dapat lebih memudahkan menulis dalam melakukan penganalisaan data. Adapun karakteristik responden adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Komposisi Responden Berdasarkan Usia

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

Dari data di atas menunjukkan bahwa responden memiliki komposisi yang bervariasi agar responden mendapatkan data yang lebih lengkap dan mewakili semua karateristik umur. Dari hasil penelitian tersebut terlihat responden yang berusia 25-35 tahun memiliki frekuensi 50 responden dengan persentase 25 persen, usia 36-46 tahun memiliki frekuensi 88 responden dengan persentase 44 persen, usia 47-57 tahun memiliki frekuensi 42 responden dengan persentase 21 persen, dan usia 58-68 tahun memiliki frekuensi 20 responden dengan frekuensi 10 persen. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa responden dengan usia 36-46 tahun lebih banyak dibandingkan dengan responden lain berdasarkan usia. hal tersebut akan memberikan

No. Usia Frekuensi (F) Persentase (%)

1 25-35 Tahun 50 25

2 36-46 Tahun 88 44

3 47-57 Tahun 42 21

4 58-68 Tahun 20 10

(14)

pemahaman yang berbeda-beda terhadap pemahaman tentang pengajaran dan penggunaan bahasa daerah.

Tabel 2. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir No. Pendidikan Terakhir Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Tamatan S1 - S3 120 60

2 Tamatan SMP – SMA 80 40

3 Tamatan SD - Tidak Bersekolah 0 0

Jumlah 200 100.0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

Dari data di atas terlihat bahwa lebih banyak responden yang memiliki latar belakang pendidikan SMP-SMA. Dari hasil penelitian tersebut terlihat responden dengan latar belakang pendidikan S1-S3 memiliki frekuensi 80 responden dengan persentase 40 persen, responden dengan latar belakang pendidikan SMP-SMA memiliki frekuensi 120 responden dengan persentase 60 persen, Data diatas menunjukkan bahwa responden mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup baik dan responden latar belakang berpendidikan S1-S3 juga cukup banyak, sehingga dapat mempengaruhi pola pikir masing-masing responden.

Tabel 3. Komposisi Responden Berdasarkan Pekerjaan

No. Pekerjaan Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Pegawai negeri sipil 42 21

2 Pegawai swasta 46 23

3 Wiraswasta 85 42.5

4 Lainnya 27 13.5

Jumlah 200 100

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

(15)

pegawai negri sipil memiliki frekuensi 42 responden dengan persentase 21 persen, bekerja sebagai pegawai swasta memiliki frekuensi 46 responden dengan persentase 23 persen, bekerja sebagai wiraswasta memiliki frekuensi 85 responden dengan persentase 42.5 persen, dan yang bekerja lainnya memiliki frekuensi 27 responden dengan frekuensi 13.5 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa jemaat GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang memiliki latar belakang pekerjaan yang berbeda-beda sehingga dapat mewakili semua karateristik pekerjaan.

Tabel 4. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Laki – Laki 123 61.5

2 Perempuan 77 38.5

Jumlah 200 100

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

Dari data di atas menunjukkan bahwa komposisi responden jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari responden jenis kelamin perempuan, yakni responden berjenis kelamin laki-laki mempunyai frekuensi 123 responden dengan persentase 61.5 persen, dan perempuan mempunyai frekuensi 77 responden dengan persentase 38.5 persen. Dari hasil penelitian tersebut terlihat responden laki-laki lebih sering dijumpai pada saat pulang gereja..

Tabel 5. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Anak

No. Jumlah Anak Frekuensi (F) Persentase (%)

1 1-2 orang 95 47.5

2 3-4 orang 76 38

3 5-6 orang 27 13.5

4 Lainnya 2 1

Jumlah 200 100.0

(16)

Dari data di atas terlihat bahwa responden lebih banyak memiliki komposisi jumlah anak antara 1-2 orang. Dari hasil penelitian tersebut terlihat responden yang mempunyai jumlah anak 1-2 orang memiliki frekuensi 95 responden dengan persentase 47.5 persen, responden yang mempunyai jumlah anak 3-4 orang memiliki frekuensi 76 responden dengan persentase 38 persen, responden yang mempunyai jumlah anak 5-6 orang memiliki frekuensi 27 responden dengan persentase 13.5 persen, dan responden yang mempunyai jumlah anak lebih dari 6 orang memiliki frekuensi 2 responden dengan frekuensi 1 persen. Data diatas menunjukkan bahwa responden mempunyai jumlah anak rata-rata adalah 1-4 orang, sehingga memunkinkan untuk memberikan pengajaran yang intensif kepada anak.

4.2.2. Kategori Sosial

4.2.2.1. Frekuensi Responden Tentang Tingkat Ekonomi

Tabel 6. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Pendapatan

No. Jumlah Anak Frekuensi (F) Persentase (%)

1 >Rp.4.000.000 37 18.5

2 Rp.3.900.000 - Rp.2.000.000 110 55

3 < Rp.1.900.000 53 26.5

Jumlah 200 100.0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

(17)

53 responden dengan persentase 26.5 persen. Data diatas menunjukkan bahwa responden tidak berada pada garis kemiskinan.

Tabel 7. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga yang Tinggal di Rumah

No. Jumlah Anggota Keluarga Frekuensi (F) Persentase (%)

1 > 6 orang 16 8

2 4-5 orang 119 59.5

3 < 3 orang 65 32.5

Jumlah 200 100.0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

Dari data di atas terlihat bahwa anggota keluarga yang tinggal di rumah responden rata-rata 4-5 orang. Dari hasil penelitian tersebut terlihat responden dengan jumlah anggota keluarga lebih dari 6 orang memiliki frekuensi 16 responden dengan persentase 8 persen, responden dengan jumlah anggota keluarga 4-5 orang memiliki frekuensi 119 responden dengan persentase 59.5 persen, dan responden dengan jumlah anggota keluarga kurang dari 3 orang memiliki frekuensi 65 responden dengan persentase 32.5 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden mempunyai tanggungan yang tidak terlalu banyak karena banyak responden dengan jumlah anggota keluarga 4-5 orang.

Tabel 8. Pandangan Responden Tentang Pendapatan Perbulan dengan Pengeluaran Perbulan

No. Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Lebih dari cukup 16 8

2 Cukup 138 69

3 Kurang 46 23

Jumlah 200 100.0

(18)

Dari data di atas terlihat bahwa responden lebih banyak berpendapat bahwa pendapatan perbulan cukup untuk memenuhi pengeluaran perbulannya. Dari hasil penelitian tersebut terlihat responden dengan jawaban lebih dari cukup frekuensi 16 responden dengan persentase 8 persen, responden dengan jawaban cukup memiliki frekuensi 138 responden dengan persentase 69 persen, dan responden dengan jawaban kurang memiliki frekuensi 46 responden dengan persentase 23 persen. Data diatas menunjukkan bahwa banyak responden yang merasa cukup dengan pendapatan perbulannya, dan masih banyak juga responden yang merasa kurang dengan pendapatan perbulannya.

4.2.2.2. Frekuensi Responden Tentang Lingkungan daerah Tempat Tinggal Tabel 9. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Etnis di Daerah Tempat

Tinggal

No. Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Mayoritas Etnis Karo 64 32

2 Seimbang/Beragam Etnis 119 59.5

3 Minoritas Etnis Karo 17 8.5

Jumlah 200 100.0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

(19)

dengan persentase 8.5 persen. Data diatas menunjukkan bahwa responden bertempat tinggal di daerah yang beragam etnis yang akan mempengaruhi penggunaan bahasa daerah.

Tabel 10. Komposisi Responden Berdasarkan Dengan Siapakah Lebih Sering Bergaul dan Berkomunikasi

No. Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Sesama Etnis Karo 55 27.5

2 Netral 125 62.5

3 Berbeda Etnis 20 10

Jumlah 200 100.0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

Dari data di atas terlihat responden lebih sering bergaul dan berkomunikasi dengan semua etnis. Dari hasil penelitian tersebut terlihat responden dengan jawaban sesama Etnis Karo memiliki frekuensi 55 responden dengan persentase 27.5 persen, responden dengan jawaban netral memiliki frekuensi 125 responden dengan persentase 62.5 persen, dan responden dengan komposisi berbeda Etnis memiliki frekuensi 20 responden dengan persentase 10 persen. Data diatas menunjukkan jawaban bahwa responden lebih sering bergaul dengan semua etnis dan juga masih banyak responden yang menjawab lebig sering bergaul dengan sesama etnis karo saja sehingga mempengaruhi kuantitas penggunaan bahasa daerah.

Tabel 11. Pandangan Responden Berdasarkan lingkungan Daerah Tempat Tinggal yang Nyaman

No. Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Mayoritas Etnis Karo 60 30

2 Seimbang/Beragam Etnis 129 64.5

3 Minoritas Etnis Karo 11 5.5

Jumlah 200 100.0

(20)

Dari data di atas terlihat jawaban responden berdasarkan lingkungan daerah tempat tinggal yang nyaman adalah beragam etnis. Dari hasil penelitian tersebut terlihat responden dengan jawaban mayoritas Etnis Karo memiliki frekuensi 60 responden dengan persentase 30 persen, responden dengan jawaban seimbang dan beragam etnis memiliki frekuensi 129 responden dengan persentase 64.5 persen, dan responden dengan komposisi minoritas Etnis Karo memiliki frekuensi 11 responden dengan persentase 5.5 persen. Data diatas menunjukkan bahwa responden berpendapat bahwa daerah tempat tinggal yang nyaman adalah beragam etnis dan masih banyak responden yang menjawab lebih nyaman jika mayoritas etnis karo. 4.2.3. Penggunaan Bahasa Daerah

4.2.3.1. Frekuensi Responden Tentang Keluarga

Tabel 12. Komposisi Responden Berdasarkan Bahasa yang Digunakan Saat Berkomunikasi dengan suami/istri

No. Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Bahasa Daerah Karo 156 78

2 Seimbang 29 14.5

3 Bahasa Indonesia 15 7.5

Jumlah 200 100.0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

(21)

persentase 7.5 persen. Data diatas menunjukkan bahwa responden menggunakan bahasa daerah Karo, hal tersebut menunjukkan bahwa mereka telah ambil bagian dalam melestarikan bahasa daerah.

Tabel 13. Komposisi Responden Berdasarkan Bahasa yang Digunakan Saat Berkomunikasi Dengan Anak

No. Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Bahasa Daerah Karo 111 55.5

2 Seimbang 46 23

3 Bahasa Indonesia 43 21.5

Jumlah 200 100.0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

Dari data di atas terlihat jawaban responden berdasarkan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan anak adalah bahasa Karo. Dari hasil penelitian tersebut terlihat responden dengan jawaban bahasa daerah Karo memiliki frekuensi 111 responden dengan persentase 55.5 persen, responden dengan jawaban seimbang memiliki frekuensi 46 responden dengan persentase 23 persen, dan responden dengan jawaban bahasa Indonesia memiliki frekuensi 43 responden dengan persentase 21.5 persen. Data diatas menunjukkan bahwa responden lebih banyak menggunakan bahasa daerah Karo saat berkomunikasi kepada anak dikarenakan responden ingin mengajarkan bahasa daerah kepada anak dan menggunakannya dalam berkomunikasi. Tabel 14. Komposisi Responden Berdasarkan Bahasa yang Digunakan

Anak Saat Berkomunikasi Dengan Orang Tua

No. Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Bahasa Daerah Karo 27 13.5

2 Seimbang 65 32.5

3 Bahasa Indonesia 108 54

Jumlah 200 100.0

(22)

Dari data di atas terlihat jawaban responden berdasarkan bahasa yang digunakan anak saat berkomunikasi dengan orang tua adalah bahasa indonesia. Dari hasil penelitian tersebut terlihat responden dengan jawaban bahasa daerah Karo memiliki frekuensi 27 responden dengan persentase 13.5 persen, responden dengan jawaban seimbang memiliki frekuensi 65 responden dengan persentase 32.5 persen, dan responden dengan jawaban bahasa Indonesia memiliki frekuensi 108 responden dengan persentase 54 persen. Data diatas menunjukkan bahwa anak dari responden menggunakan bahasa indonesia, jika dilihat dari kuantitas orang tua yang menggunakan bahasa daerah Karo pada saat berkomunikasi dengan anak, hal tersebut menunjukkan bahwa anak paham dan mengerti dengan bahasa daerah karo namun tidak menggunakannya saat berkomunikasi dengan orang tua.

Tabel 15. Komposisi Responden Berdasarkan Bahasa yang Digunakan anak Saat Berkomunikasi Dengan abang/kakak/adik

No. Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Bahasa Daerah Karo 24 12

2 Seimbang 65 32.5

3 Bahasa Indonesia 111 55.5

Jumlah 200 100.0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

(23)

frekuensi 111 responden dengan persentase 55.5 persen. Data diatas menunjukkan bahwa anak lebih banyak yang menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa daerah karo.

Tabel 16. Komposisi Responden Berdasarkan Seberapa Sering Mengajarkan Bahasa Daerah Kepada Anak

No. Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Sering 146 73

2 Jarang 54 27

3 Tidak Pernah 0 0

Jumlah 200 100.0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

Dari data di atas terlihat jawaban responden berdasarkan seberapa sering mengajarkan bahasa daerah kepada anak adalah sering. Dari hasil penelitian tersebut terlihat responden dengan jawaban sering memiliki frekuensi 146 responden dengan persentase 73 persen, dan responden dengan jawaban seimbang memiliki frekuensi 54 responden dengan persentase 27 persen. Data diatas menunjukkan bahwa responden sering mengajarkan bahasa daerah Karo kepada anak dengan harapan anak mereka dapat melestarikan bahasa daerah mereka juga.

4.2.3.2. Frekuensi Responden Tentang Sesama Etnis

Tabel 17. Komposisi Responden Berdasarkan Bahasa yang Digunakan Saat Berkomunikasi Dengan Sesama Anggota Jemaat GBKP

No. Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Bahasa Daerah Karo 180 90

2 Seimbang 19 9.5

3 Bahasa Indonesia 1 0.5

Jumlah 200 100.0

(24)

Dari data di atas terlihat jawaban responden berdasarkan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan sesama anggota jemaat GBKP adalah bahasa daerah Karo. Dari hasil penelitian tersebut terlihat responden dengan jawaban bahasa daerah Karo memiliki frekuensi 180 responden dengan persentase 90 persen, responden dengan jawaban seimbang memiliki frekuensi 19 responden dengan persentase 9.5 persen, dan responden dengan jawaban bahasa Indonesia memiliki frekuensi 1 responden dengan persentase 0.5 persen. Data diatas menunjukkan bahwa responden menggunakan bahasa daerah Karo untuk berkomunikasi dengan anggota GBKP yang keseluruhannya adalah etnis Karo.

Tabel 18. Komposisi Responden Berdasarkan Bahasa yang Digunakan Saat Berkomunikasi Dengan Tetangga Sekitar Rumah yang Sesama Etnis Karo

No. Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Bahasa Daerah Karo 155 77,5

2 Seimbang 23 11.5

3 Bahasa Indonesia 22 11

Jumlah 200 100.0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

(25)

menunjukkan bahwa responden menggunakan bahasa daerah Karo namun frekuen dan persentase responden yang menggunakan bahasa Indonesia juga masih banyak. Tabel 19. Komposisi Responden Berdasarkan Bahasa yang Digunakan Saat

Berkomunikasi Dengan Keluarga Besar yang Sesama Etnis Karo

No. Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Bahasa Daerah Karo 170 85

2 Seimbang 18 9

3 Bahasa Indonesia 12 6

Jumlah 200 100.0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

(26)

4.2.3.3. Frekuensi Responden Tentang Berbeda Etnis

Tabel 20. Komposisi Responden Berdasarkan Bahasa yang Digunakan Saat Berkomunikasi Dengan Tetangga Sekitar Rumah yang Berbeda Etnis

No. Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Bahasa Daerah Karo 0 0

2 Seimbang 10 5

3 Bahasa Indonesia 190 95

Jumlah 200 100.0

Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2012

Dari data di atas terlihat jawaban responden berdasarkan bahasa yang digunakan tetangga sekitar ruamah yang berbeda etnis adalah bahasa Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut terlihat responden dengan jawaban seimbang memiliki frekuensi 10 responden dengan persentase 5 persen, dan responden dengan jawaban bahasa Indonesia memiliki frekuensi 190 responden dengan persentase 95 persen. Data diatas menunjukkan bahwa responden menggunakan bahasa daerah Indonesia, namun ada beberapa responden yang memberikan jawaban seimbang dengan kata lain responden berusaha memperkenalkan bahasa daerah Karo kepada rekan yang berbeda etnis.

Tabel 21. Komposisi Responden Berdasarkan Bahasa yang Digunakan Saat Berkomunikasi Dengan Keluarga Besar yang Berbeda Etnis

No. Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)

1 Bahasa Daerah Karo 3 1.5

2 Seimbang 27 13.5

3 Bahasa Indonesia 170 85

Jumlah 200 100.0

(27)

Dari data di atas terlihat jawaban responden berdasarkan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang berbeda etnis adalah bahasa Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut terlihat responden dengan jawaban bahasa daerah Karo memiliki frekuensi 3 responden dengan persentase 1.5 persen, responden dengan jawaban seimbang memiliki frekuensi 27 responden dengan persentase 13.5 persen, dan responden dengan jawaban bahasa Indonesia memiliki frekuensi 170 responden dengan persentase 85 persen. Data diatas menunjukkan bahwa responden menggunakan bahasa Indonesia namun ada beberapa responden yang menjawab seimbang, hal tersebut menunjukkan bahwa mereka memperkenalkan bahasa daerah Karo kepada mereka yang berbeda etnis di dalam keluarga besarnya. 4.3.Analisa Tabel Silang

Tabel 22. Hubungan antara tingkat ekonomi dengan Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan suami/istri

Tingkat Ekonomi

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan suami/istri Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

(28)

persen. Responden dengan jumlah pendapatan Rp. 2.000.000 s.d. Rp. 3.900.000 memiliki frekuensi Bahasa Karo 94 responden dengan persentase 85.4 persen. Responden dengan pendapatan lebih dari Rp. 4.000.000 memiliki frekuensi Bahasa Karo 21 responden dengan persentase 56.7 persen. Dari data diatas mayoritas responden menggunakan bahasa daerah karo dan tingkat ekonomi tidak mempengaruhi penggunaan bahasa daerah karo pada saat berkomunikasi dengan suami ataupun istri.

Tabel 23. Hubungan antara tingkat ekonomi dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan anak

Tingkat Ekonomi Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan anak

BK CB BI Total Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

(29)

diatas mayoritas responden menggunakan bahasa daerah karo adalah jumlah pendapatan Rp. 2.000.000 s.d. Rp. 3.900.000 dan kurang dari Rp. 1.900.000 sedangkan jumlah pendapatan lebih dari Rp. 4.000.000 memiliki frekuensi yang beragam. Mereka menggunakan Bahasa Karo saat berkomunikasi dengan anak adalah dengan tujuan untuk mengajarkan Bahasa Karo dan agar anak terbiasa mendengar Bahasa Karo di lingkungan keluarga. Berikut adalah kutipan wawancara kepada salah seorang jemaat GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang:

“…Kami orang tua ini makek Bahasa Karo pas ngomong sama anak2 kami ya supaya orang itu terbiasa dengar Bahasa Karo, dah itu orang itu kan jadi nanya ke kami orang tua ini apa artinya yang kami bilang. Terkadang kami campur-campurlah Bahasanya. Nah dari situ lah mereka belajar Bahasa Karo..” 1

Tingkat Ekonomi

Dari kutipan wawancara di atas terlihat mengapa orang tua menggunakan Bahasa Karo saat berkomunikasi dengan anak mereka.

Tabel 24. Hubungan antara tingkat ekonomi dengan bahasa yang digunakan anak saat berkomunikasi dengan orang tua

Bahasa yang digunakan anak saat berkomunikasi dengan orang tua Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

Berdasarkan tabel dapat dilihat hubungan antara tingkat ekonomi dengan bahasa apa yang digunakan anak responden saat berkomunikasi dengan orang tua. Dari data diatas responden yang memiliki pendapatan kurang dari Rp. 1.900.000

1

(30)

memiliki frekuensi Bahasa Indonesia 31 responden dengan persentase 58.5 persen, responden dengan jumlah pendapatan Rp. 2.000.000 s.d. Rp. 3.900.000 memiliki frekuensi Bahasa Indonesia 50 responden dengan persentase 45.4 persen, frekuensi campur bahasa 42 responden dengan persentase 38.2 persen, responden dengan pendapatan lebih dari Rp. 4.000.000 memiliki frekuensi Bahasa Indonesia 27 responden dengan persentase 73 persen. Dari data diatas mayoritas responden menggunakan Bahasa Indonesia. Hal tersebut berbanding terbalik dengan bahasa yang digunakan orang tua saat berkomunikasi dengan anaknya yaitu Bahasa Karo. Menurut orang tua, hal tersebut dikarenakan anak hanya mengerti apa yang dikatakan orang tua tetapi mereka tidak bisa dan tidak mau untuk menggunakan Bahasa Karo. Berikut adalah kutipan wawancara kepada salah seorang jemaat GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang:

“…Terkadang anak-anak sekarang malu dia berbahasa Karo, ada juga yang memang gak ngerti bilangkannya ke Bahasa Karo tapi ngerti apa yang kita bilang, tapi ada juga yang memang sama sekali gak ngerti. Takut anak-anak itu dibilang karo kali, padahal itu memang adat budayanya kan kenapa mesti malu..” 2

2

Wawancara dengan A.Tarigan, 51 Tahun. Wawancara dilakukan pada bulan September 2012.

(31)

Tabel 25. Hubungan antara tingkat ekonomi dengan bahasa yang digunakan anak anda saat berkomunikasi dengan abang/kakak/adik

Tingkat Ekonomi

Bahasa yang digunakan anak anda saat berkomunikasi dengan abang/kakak/adik Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

Berdasarkan tabel dapat dilihat hubungan antara tingkat ekonomi dengan bahasa yang digunakan anak saat berkomunikasi dengan abang, kakak, ataupun adik. Dari data di atas responden yang memiliki pendapatan kurang dari Rp. 1.900.000 memiliki frekuensi Bahasa Indonesia 28 responden dengan persentase 52.8 persen, frekuensi campur bahasa 13 responden dengan persentase 24.5 persen, dan frekuensi Bahasa Karo 12 responden dengan persentase 22.6 persen. Kemudian responden yang memiliki pendapatan Rp. 2.000.000 s.d. Rp. 3.900.000 memiliki frekuensi Bahasa Indonesia 54 responden dengan persentase 49.1 persen, frekuensi campur bahasa 45 responden dengan persentase 40.9 persen. Responden dengan pendapatan lebih dari Rp. 4.000.000 memiliki frekuensi Bahasa Indonesia 29 responden dengan persentase 78.4 persen, frekuensi Bahasa Karo 1 responden dengan persentase 2.7 persen.

(32)

dan teman-teman sebaya yang walaupun sesama etnis Karo juga tidak dapat berbahasa Karo sehingga anak terbiasa untuk menggunakan Bahasa Indonesia saat berkomunikasi. Berikut adalah kutipan wawancara dengan salah satu jemaat GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang:

“…kalo anak kami ngomong-ngomong sama abang, kakak, adik atau sama kawan-kawannya biasanya pakek Bahasa Indonesia, kenapa? Karena kawan-kawannya itu pun ga pande Bahasa Karo, udah itu kawan-kawannya kan ada juga yang beda sukunya. Kan ga mungkin orang itu pake Bahasa Karo. Kalo pun mereka pakek Bahasa Karo, ya alakadarnya aja apa yang mereka sering dengar aja, yang gampang-gampang dan sepotong-sepotong aja..”3

Tingkat Ekonomi

Dari hasil wawancara di atas terlihat bahwa kurangnya penggunaan Bahasa Karo pada anak yang disebabkan kurang terbiasanya mereka terhadap Bahasa Karo sehingga mereka lebih memilih menggunakan Bahasa Indonesia saat berkomunikasi antara teman-temannya dan saudara-saudara. Dari data diatas juga terlihat kecenderungan bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga maka penggunaan Bahasa Karo pada anak semakin berkurang.

Tabel 26. Hubungan antara tingkat ekonomi dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan sesama anggota jemaat GBKP

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan sesama anggota jemaat GBKP

BK CB BI Total Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

3

(33)

Berdasarkan tabel dapat dilihat hubungan antara tingkat ekonomi dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan sesama anggota jemaat GBKP. Dari data di atas responden yang memiliki pendapatan kurang dari Rp. 1.900.000 memiliki frekuensi Bahasa Karo 47 responden dengan persentase 88.7 persen. Kemudian responden yang memiliki pendapatan Rp. 2.000.000 s.d. Rp. 3.900.000 memiliki frekuensi Bahasa Karo 100 responden dengan persentase 90.9 persen. Responden dengan pendapatan lebih dari Rp. 4.000.000 memiliki frekuensi Bahasa Karo 33 responden dengan persentase 89.2 persen.

Berdasarkan data tersebut bahasa yang digunakan responden pada saat bekomunikasi dengan sesama anggota jemaat GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang adalah Bahasa karo. Penggunaan Bahasa Karo di lingkungan GBKP adalah karena responden sadar bahwa mereka berada di daerah yang mayoritas etnis Karo dimana mereka harus menggunakan Bahasa Karo sebagai Bahasa yang utama agar Bahasa Karo terjaga kelestariannya. Berikut adalah kutipan wawancara dengan salah satu jemaat GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang:

“…ya Bahasa Karo lah yang kami gunakan untuk berkomunikasi dengan rekan-rekan kami satu gereja. Karena kami kan di wilayah yang mayoritas karo, namanya juga Gereja Batak Karo Protestan, memang orang karo semua dan memang harus Bahasa Karo. Biar terjaga kelestariannya, biar anak-anak kami pun bisa lihat. Kalo kami berbahasa Indonesia, anak-anak pun ikut-ikutan Bahasa Indonesia lah..”4

Dari tabel di atas juga dapat terlihat bahwa tidak banyak penggunaan Bahasa Indonesia pada saat berkomunikasi dengan anggota jemaat GBKP, sehingga terlihat

4

(34)

bahwa semakin tinggi pendapatan tidak mempengaruhi penggunaan Bahasa Karo pada lingkungan GBKP.

Tabel 27. Hubungan antara tingkat ekonomi dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang sesama Etnis Karo

Tingkat Ekonomi

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang sesama Etnis Karo

BK CB BI Total Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

Berdasarkan tabel dapat dilihat hubungan antara tingkat ekonomi dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang sesama etnis Karo. Dari data di atas responden yang memiliki pendapatan kurang dari Rp. 1.900.000 memiliki frekuensi Bahasa Karo 47 responden dengan persentase 88.6 persen. Kemudian responden yang memiliki pendapatan Rp. 2.000.000 s.d. Rp. 3.900.000 memiliki frekuensi Bahasa Karo 94 responden dengan persentase 85.4 persen. Responden dengan pendapatan lebih dari Rp. 4.000.000 memiliki frekuensi Bahasa Karo 14 responden dengan persentase 37.8 persen, frekuensi campur bahasa 11 responden dengan persentase 29.8, frekuensi Bahasa Indonesia 12 responden dengan persentase 32.4 persen.

(35)

Bahasa Indonesia 12 responden dengan persentase 32.4 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan maka penggunaan Bahasa Indonesia semakin tinggi.

Tabel 28. Hubungan antara tingkat ekonomi dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang sesama Etnis Karo

Tingkat Ekonomi

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang sesama Etnis Karo

BK CB BI Total Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

Berdasarkan tabel dapat dilihat hubungan antara tingkat ekonomi dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang sesama etnis Karo. Dari data di atas responden yang memiliki pendapatan kurang dari Rp. 1.900.000 memiliki frekuensi Bahasa Karo 50 responden dengan persentase 94.3 persen. Kemudian responden yang memiliki pendapatan Rp. 2.000.000 s.d. Rp. 3.900.000 memiliki frekuensi Bahasa Karo 101 responden dengan persentase 91.8 persen. Responden dengan pendapatan lebih dari Rp. 4.000.000 memiliki frekuensi Bahasa Karo 19 responden dengan persentase 51.3 persen.

(36)

bahwa semakin tinggi pendapatan responden maka akan meningkat frekuensi penggunaan Bahasa Indonesia pada keluarga besar.

Tabel 29. Hubungan antara tingkat ekonomi dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang berbeda etnis

Tingkat Ekonomi

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang berbeda etnis

BK CB BI Total Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

(37)

Tabel 30. Hubungan antara tingkat ekonomi dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang berbeda etnis

Tingkat Ekonomi

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang berbeda etnis

BK CB BI Total Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

(38)

Tabel 31. Hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan suami/istri

Lingkungan daerah tempat tinggal

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan suami/istri

BK CB BI Total

Mayoritas Etnis Karo 54 (84.4%)

Minoritas Etnis Karo 9

(52.9%) Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

Berdasarkan tabel dapat dilihat hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan suami atau istri. Dari data di atas responden yang minoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Karo 9 responden dengan persentase 52.9 persen. Kemudian responden yang seimbang memiliki frekuensi Bahasa Karo 93 responden dengan persentase 78.1 persen. Responden yang mayoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Karo 54 responden dengan persentase 84.4 persen.

(39)

Tabel 32. Hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan anak

Lingkungan daerah tempat tinggal

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan anak

BK CB BI Total

Mayoritas Etnis Karo 29 (45.3%)

Minoritas Etnis Karo 4

(23.5%) Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

Berdasarkan tabel dapat dilihat hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan anak. Dari data di atas responden yang minoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Karo 4 responden dengan persentase 23.5 persen. Kemudian responden yang seimbang memiliki frekuensi Bahasa Karo 78 responden dengan persentase 65.5 persen. Responden yang mayoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Karo 29 responden dengan persentase 45.3 persen.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa pada lingkungan daerah tempat tinggal yang mayoritas etnis karo, bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan anak adalah Bahasa Karo. Semakin minoritas etnis Karo di daerah tempat tinggal maka semakin tinggi frekuensi penggunaan Bahasa Indonesia saat berkomunikasi dengan anak.

(40)

Tabel 33. Hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan anak saat berkomunikasi dengan orang tua

Lingkungan daerah tempat tinggal

Bahasa yang digunakan anak saat berkomunikasi dengan orang tua

BK CB BI Total

Mayoritas Etnis Karo 19 (29.7%) Minoritas Etnis Karo 0

(0%) Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

Berdasarkan tabel dapat dilihat hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan anak saat berkomunikasi dengan orang tua. Dari data di atas responden yang minoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Indonesia 12 responden dengan persentase 70.6 persen. Kemudian responden yang seimbang memiliki frekuensi Bahasa Indonesia 70 responden dengan persentase 58.8 persen. Responden yang mayoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Indonesia 12 responden dengan persentase 70.6 persen.

(41)

di daerah tempat tinggal yang minoritas etnis Karo sehingga penggunaan Bahasa Karo berkurang. Berikut adalah kutipan wawancara dengan salah satu jemaat GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang:

“… di luar rumah gak pernah mereka pake Bahasa Karo, jadi ga terbiasa, kawan-kawannya dekat rumah pun sikit kali orang Karo..”5

Lingkungan daerah tempat tinggal

Dari hasil kutipan wawancara di atas dapat dilihat bahwa lingkungan sekitar akan sangat mempengaruhi kebiasaan dalam berbahasa Karo. Semakin banyak kuantitas bertemu dengan sesama etnis maka penggunaan Bahasa Karo juga akan semakin tinggi.

Tabel 34. Hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan anak anda saat berkomunikasi dengan abang/kakak/adik

Bahasa yang digunakan anak anda saat berkomunikasi dengan abang/kakak/adik

BK CB BI Total

Mayoritas Etnis Karo 17 (26.6%)

Minoritas Etnis Karo 0

(0%) Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

Berdasarkan tabel dapat dilihat hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan anak saat berkomunikasi dengan abang, kakak, atau adik. Dari data di atas responden yang minoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Indonesia 15 responden dengan persentase 88.2 persen. Kemudian responden yang seimbang memiliki frekuensi Bahasa Indonesia 72 responden dengan

5

(42)

persentase 60.5 persen. Responden yang mayoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Indonesia 24 responden dengan persentase 37.5 persen.

Dari data di atas dapat dilihat bahasa yang paling banyak digunakan anak saat berkomunikasi dengan abang, kakak, atau adik adalah Bahasa Indonesia. Jika dilihat dari lingkungan daerah tempat tinggalnya maka Bahasa Karo yang paling banyak digunakan adalah pada lingkungan daerah tempat tinggal yang mayoritas etnis Karo dengan frekuensi 17 responden dengan persentase 26.6 persen. Sedangkan pada lingkungan daerah tempat tinggal yang minoritas etnis Karo, tidak ada responden yang menjawab Bahasa Karo. Hal ini dikarenakan sedikitnya teman-teman sesama etnis Karo di lingkungan daerah tempat tinggal seperti yang telah dijelaskan pada tabel 43 di atas. Bahwa untuk membiasakan seorang anak berbahasa daerahnya maka tidak cukup hanya memberikan pengajaran bahasa daerah hanya di rumah saja, perlu praktek langsung pada lingkungan sekitar. Namun hal tersebut harus didukung juga pada kuantitas sesama etnisnya. Berikut adalah kutipan wawancara dengan salah satu jemaat GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang:

“… kalo saya bilang, ga cukup cuma orang tua aja yang berbahasa Karo di rumah. Karena kalo teman-temannya sekitar dia gak ada yang berbahasa Karo, dalam pikirannya akkhh nanti sajalah belajar Bahasa Daerah pas udah mau nikah yang lain aja pun ga bisanya, gitu jawaban mereka. Soalnya beberapa anak saya tanya begitu jawabannya..”6

6

(43)

Tabel 35. Hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan sesama anggota jemaat GBKP

Lingkungan daerah tempat tinggal

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan sesama anggota jemaat GBKP

BK CB BI Total

Mayoritas Etnis Karo 64 (100%)

Minoritas Etnis Karo 2

(11.8%) Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

Berdasarkan tabel dapat dilihat hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan sesama anggota jemaat GBKP. Dari data di atas responden yang minoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Karo 2 responden dengan persentase 11.8 persen. Kemudian responden yang seimbang memiliki frekuensi Bahasa Karo 114 responden dengan persentase 98.8 persen. Responden yang mayoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Karo 64 responden dengan persentase 100 persen.

(44)

Tabel 36. Hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang sesama Etnis Karo

Lingkungan daerah tempat tinggal

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang sesama

Etnis Karo

BK CB BI Total

Mayoritas Etnis Karo 60 (93.7%)

Minoritas Etnis Karo 1

(5.9%) Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

Berdasarkan tabel dapat dilihat hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang sesama etnis Karo. Dari data di atas responden yang minoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Karo 1 responden dengan persentase 5.9 persen. Kemudian responden yang seimbang memiliki frekuensi Bahasa Karo 94 responden dengan persentase 79 persen. Responden yang mayoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Karo 60 responden dengan persentase 93.7 persen.

(45)

tempat tinggal. Berikut adalah kutipan wawancara dengan salah satu jemaat GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang:

“… di rumah kita ga banyak orang Karo, sikit kali. Jadi kalo kita ngomong-ngomong ya Bahasa Indonesia, terkadang lupa pun kita kalo kawan kita itu orang Karo. Makanya pakek Bahasa Indonesia aja, kadang-kadang campur Bahasa Karo juga..”7

Lingkungan daerah tempat tinggal

Dari hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa lingkungan daerah tempat tinggal dan faktor kebiasaan dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya penggunaan bahasa daerah ataupun Bahasa Indonesia.

Tabel 37. Hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang sesama Etnis Karo

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang sesama Etnis

Karo

BK CB BI Total

Mayoritas Etnis Karo 59 (92.2%) Minoritas Etnis Karo 3

(17.6%) Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

Berdasarkan tabel dapat dilihat hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang sesama etnis Karo. Dari data di atas responden yang minoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Karo 3 responden dengan persentase 17.6 persen. Kemudian responden yang seimbang memiliki frekuensi Bahasa Karo 108 responden

7

(46)

dengan persentase 90.7 persen. Responden yang mayoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Karo 59 responden dengan persentase 92.2 persen.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang sesama etnis adalah Bahasa Karo. Namun pada lingkungan daerah tempat tinggal yang minoritas etnis Karo maka penggunaan Bahasa Indonesia semakin meningkat.

Tabel 38. Hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang berbeda etnis

Lingkungan daerah tempat tinggal

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang berbeda

etnis

BK CB BI Total

Mayoritas Etnis Karo 0 (0%) Minoritas Etnis Karo 0

(0%) Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

(47)

Dari data di atas dapat dilihat bahwa bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang berbeda etnis adalah Bahasa Indonesia. Namun pada lingkungan daerah tempat tinggal yang mayoritas etnis Karo dapat dilihat pada frekuensi campur bahasa, dimana frekuensi campur bahasa 8 responden dengan persentase 12.5 persen. Hal tersebut dikarenakan lingkungan yang mayoritas etnis Karo dan mayoritas menggunakan Bahasa Karo sehingga responden terkadang mengunakan campur bahasa dan teman sekitar rumah juga sudah terbiasa dengan Bahasa Karo. Berikut adalah kutipan wawancara dengan salah satu jemaat GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang:

“… terkadang bukan kita yang dluan berbahasa Karo dengan tetangga kita yang bukan suku Karo, malah mereka yang duluan. Contohnya kadang kita lagi duduk-duduk depan rumah, ditegurnya pake Bahasa Karo, ya kita balas lagi pake Bahasa Karo..”8

8

Wawancara dengan G. Sitepu, 58 Tahun. Wawancara dilakukan pada bulan September 2012.

(48)

Tabel 39. Hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang berbeda etnis

Lingkungan daerah tempat tinggal

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang berbeda etnis

BK CB BI Total

Mayoritas Etnis Karo 3 (4.7%) Minoritas Etnis Karo 0

(6%) Keterangan: BK (Bahasa Karo), CB (Campur Bahasa), BI (Bahasa Indonesia)

Berdasarkan tabel dapat dilihat hubungan antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang berbeda etnis. Dari data di atas responden yang minoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Indonesia 13 responden dengan persentase 76.5 persen. Kemudian responden yang seimbang memiliki frekuensi Bahasa Indonesia 113 responden dengan persentase 95 persen. Responden yang mayoritas etnis Karo memiliki frekuensi Bahasa Karo 44 responden dengan persentase 68.7 persen.

(49)

berbeda etnis menggunakan bahasa Karo dan Bahasa Indonesia. Berikut adalah kutipan wawancara dengan salah satu jemaat GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang:

“… walapun beda sukunya, tapikan mereka sudah ikut dalam keluarga Karo. Kalo lagi acara di keluarga Karo, ya mereka paling tidak mengertilah kalo kami pake Bahasa Karo..”9

Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa jika berada di lingkungan yang mayoritas etnis Karo maka sedikit banyaknya mereka harus mengerti tentang Bahasa Karo.

9

(50)

4.4. Tabel Korelasi

Tabel 40. Hasil uji korelasi jumlah pendapatan dengan penggunaan Bahasa Daerah Karo

Correlations

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Jumlah pendapatan Spearman's rho Jumlah pendapatan Correlation Coefficient 1.000

Sig. (2-tailed) .

N 200

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan suami/istri

Correlation Coefficient -.129

Sig. (2-tailed) .068

N 200

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan anak

Correlation Coefficient -.211**

Sig. (2-tailed) .003

N 200

Bahasa yang digunakan anak saat berkomunikasi dengan orang tua

Correlation Coefficient -.096

Sig. (2-tailed) .176

N 200

Bahasa yang digunakan anak anda saat berkomunikasi dengan abang/kakak/adik

Correlation Coefficient -.181*

Sig. (2-tailed) .010

N 200

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan sesama anggota jemaat GBKP

Correlation Coefficient .009

Sig. (2-tailed) .904

N 200

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang sesama Etnis Karo

Correlation Coefficient -.360**

Sig. (2-tailed) .000

N 200

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang sesama Etnis Karo

Correlation Coefficient -.361**

Sig. (2-tailed) .000

N 200

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang berbeda etnis

Correlation Coefficient -.217**

Sig. (2-tailed) .002

N 200

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang berbeda etnis

Correlation Coefficient -.298**

Sig. (2-tailed) .000

(51)

Pada tabel di atas dapat dilihat hasil dari uji korelasi dimana pada hasil uji korelasi tersebut terdapat beberapa hasil yang mempunyai tanda * dan ** yang mempunyai penjelasan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah pendapatan dan penggunaan bahasa daerah Karo. Hasil uji korelasi antara jumlah pendapatan dengan bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan anak, terlihat angka -0.211 yang menunjukkan korelasi yang rendah tapi pasti, karena terletak di antara 0.20-0.399. Tanda negatif (–) menunjukkan bahwa korelasi berpola negatif yang artinya bahwa semakin tinggi pendapatan responden maka penggunaan bahasa daerah Karo pada anak akan semakin rendah.

Hasil uji korelasi antara jumlah pendapatan dengan bahasa yang digunakan anak pada saat berkomunikasi dengan abang, kakak, atau adik, terlihat angka -0.181 yang menunjukkan korelasi yang rendah sekali, karena terletak di antara 0.000-0.199. Tanda negatif (–) menunjukkan bahwa korelasi berpola negatif yang artinya bahwa semakin tinggi pendapatan maka bahasa daerah Karo yang digunakan anak pada saat berkomunikasi dengan abang, kakak, atau adik akan semakin rendah.

(52)

Hasil uji korelasi antara jumlah pendapatan dengan bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang sesama etnis, terlihat angka -0.361 yang menunjukkan korelasi yang rendah tapi pasti. Tanda negatif (–) menunjukkan bahwa korelasi berpola negatif yang artinya bahwa semakin tinggi pendapatan maka bahasa daerah Karo yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang sesama etnis semakin rendah.

Hasil uji korelasi antara jumlah pendapatan dengan bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang berbeda etnis, terlihat angka -0.217 yang menunjukkan korelasi yang rendah tapi pasti, karena terletak di antara 0.20-0.399. Tanda negatif (–) menunjukkan bahwa korelasi berpola negatif yang artinya semakin tinggi pendapatan maka bahasa daerah Karo yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang berbeda etnis semakin rendah.

Hasil uji korelasi antara jumlah pendapatan dengan bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang berbeda etnis, terlihat pada angka -0.298 yang menunjukkan korelasi yang rendah tapi pasti, karena terletak di antara 0.20-0.399. Tanda negatif (–) menunjukkan bahwa korelasi berpola negatif yang artinya bahwa semakin tinggi pendapatan maka bahasa daerah Karo yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang berbeda etnis semakin rendah.

(53)

signifikan antara kedua variabel. Hasil uji korelasi yang tidak mempunyai hubungan korelasi yang signifikan adalah sebagai berikut: antara jumlah pendapatan dengan bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan suami/istri, antara jumlah pendapatan dengan bahasa yang digunakan anak pada saat berkomunikasi dengan orang tua, dan antara jumlah pendapatan dengan bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan sesama anggota jemaat GBKP.

(54)

Tabel 41. Hasil uji korelasi lingkungan daerah tempat tinggal dengan penggunaan Bahasa Daerah Karo

Correlations

Lingkungan daerah tempat

tinggal Spearman's rho Lingkungan daerah tempat

tinggal

Correlation Coefficient 1.000

Sig. (2-tailed) .

N 200

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan suami/istri

Correlation Coefficient .152*

Sig. (2-tailed) .032

N 200

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan anak

Correlation Coefficient -.040

Sig. (2-tailed) .573

N 200

Bahasa yang digunakan anak saat berkomunikasi dengan orang tua

Correlation Coefficient .260**

Sig. (2-tailed) .000

Correlation Coefficient .330**

Sig. (2-tailed) .000

Correlation Coefficient .495**

Sig. (2-tailed) .000

N 200

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang sesama Etnis Karo

Correlation Coefficient .449**

Sig. (2-tailed) .000

Correlation Coefficient .368**

Sig. (2-tailed) .000

N 200

Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang berbeda etnis

Correlation Coefficient .227**

Sig. (2-tailed) .001

Correlation Coefficient .243**

Sig. (2-tailed) .001

N 200

(55)

Pada tabel di atas dapat dilihat hasil dari uji korelasi dimana pada hasil uji korelasi tersebut terdapat beberapa hasil yang mempunyai tanda * dan ** yang mempunyai penjelasan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah pendapatan dan penggunaan bahasa daerah Karo. Hasil uji korelasi antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan suami/istri, terlihat angka 0.152 yang menunjukkan korelasi yang rendah sekali atau lemah sekali karena terletak di antara 0.000-0.199. Tidak adanya tanda negatif (–) menunjukkan bahwa korelasi berpola positif yang artinya bahwa semakin mayoritas etnis Karo lingkungan daerah tempat tinggal maka bahasa daerah Karo yang digunakan saat berkomunikasi dengan suami/istri semakin tinggi pula.

Hasil uji korelasi antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan anak pada saat berkomunikasi dengan orang tua, terlihat angka 0.260 yang menunjukkan korelasi yang rendah tapi pasti, karena terletak di antara 0.20-0.399. Tidak adanya tanda negatif (–) menunjukkan bahwa korelasi berpola positif yang artinya bahwa semakin mayoritas etnis Karo lingkungan daerah tempat tinggal maka bahasa daerah Karo yang digunakan anak pada saat berkomunikasi dengan orang tua semakin tinggi penggunaannya.

(56)

daerah tempat tinggal maka bahasa daerah Karo yang digunakan anak pada saat berkomunikasi dengan abang, kakak, atau adik semakin tinggi.

Hasil uji korelasi antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan sesama anggota jemaat GBKP, terlihat angka 0.495 yang menunjukkan korelasi yang cukup berarti, karena terletak di antara 0.40-0.599. Tidak adanya tanda negatif (–) menunjukkan bahwa korelasi berpola positif yang artinya bahwa semakin mayoritas etnis Karo lingkungan daerah tempat tinggal maka bahasa daerah Karo yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan sesama anggota jemaat GBKP semakin tinggi.

Hasil uji korelasi antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang sesama etnis, terlihat angka 0.449 yang menunjukkan korelasi yang cukup berarti, karena terletak di antara 0.30-0.499. Tidak adanya tanda negatif (–) menunjukkan bahwa korelasi berpola positif yang artinya bahwa semakin mayoritas etnis Karo lingkungan daerah tempat tinggal maka bahasa daerah Karo yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang sesama etnis semakin tinggi.

(57)

berkomunikasi dengan keluarga besar yang sesama etnis semakin tinggi penggunaanya.

Hasil uji korelasi antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang berbeda etnis, terlihat angka 0.227 yang menunjukkan korelasi yang rendah tapi pasti, karena terletak di antara 0.20-0.399. Tidak adanya tanda negatif (–) menunjukkan bahwa korelasi berpola positif yang artinya bahwa semakin mayoritas etnis Karo lingkungan daerah tempat tinggal maka bahasa daerah Karo yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang berbeda etnis juga semakin tinggi.

Hasil uji korelasi antara lingkungan daerah tempat tinggal dengan bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang berbeda etnis, terlihat angka 0.243 yang menunjukkan korelasi yang rendah tapi pasti, karena terletak di antara 0.20-0.399. Tidak adanya tanda negatif (–) menunjukkan bahwa korelasi berpola positif yang artinya bahwa semakin mayoritas etnis Karo lingkungan daerah tempat tinggal maka bahasa daerah Karo yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang berbeda etnis.

(58)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan temuan data dan hasil analisa pada bab-bab di atas, maka penelitian ini mendapatkan kesimpulan mengenai hubungan antara kategori sosial dengan penggunaan Bahasa Daerah Karo pada keluarga jemaat GBKP klasis Medan-Kp.Lalang adalah bahwa penggunaan Bahasa Daerah Karo dalam keluarga (orang tua-istri/suami, orang tua-anak, anak-orang tua, anak-saudara), sesama etnis (sesama anggota jemaat GBKP Klasis Medan-Kp.Lalang, tetangga, keluarga besar), berbeda etnis (tetangga, keluarga besar) dapat dipengaruhi oleh kategori sosial (jumlah pendapatan, lingkungan daerah tempat tinggal).

(59)

bahasa daerah Karo yang semakin rendah dan pada pendapatan rendah terlihat penggunaan Bahasa Indonesia semakin tidak ada.

Bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan tetangga sekitar rumah yang berbeda etnis adalah Bahasa Indonesia, namun penggunaan campur bahasa semakin tinggi pada pendapatan yang semakin rendah. Bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan keluarga besar yang berbeda etnis adalah Bahasa Indonesia, namun penggunaan bahasa daerah Karo semakin tinggi pada jumlah pendapatan yang semakin rendah.

Bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi antara suami dan istri adalah bahasa daerah Karo, namun penggunaan bahasa tidak dipengaruhi oleh semakin tinggi atau semakin rendahnya pendapatan. Bahasa yang digunakan anak pada saat berkomunikasi dengan orang tua adalah Bahasa Indonesia, namun tidak dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya jumlah pendapatan. Bahasa yang digunakan pada saat berkomunikasi dengan sesama anggota jemaat GBKP adalah bahasa daerah Karo, namun tidak ada pengaruh dari tinggi atau rendahnya jumlah pendapatan.

Gambar

Tabel 2. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir
Tabel 4. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 6. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Pendapatan
Tabel 8. Pandangan Responden Tentang Pendapatan Perbulan dengan Pengeluaran Perbulan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Daerah Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Barat melaksanakan Pelelangan Paket Pengadaan Pekerjaan Pengawasan Pembangunan Gedung,

Jodipan sekarang ini sudah menjadi objek wisata yaitu wisata kampung warna-warni yang terbentuk pada tanggal 4 September 2016, upaya perbaikan lingkungan telah dilakukan oleh

Gangguan pola tidur sehubungan dengan : Ketidaknyamanan akibat kehamilan tua Kecemasan tentang persalinan. Aktivitas intolerance

Pendekatan yang paling mudah di terapkan dalam pembelajaran di studio perancangan produk dan jasa ini adalah dengan mengintegrasikan cara berpikir Design Thinking

acquiring, perceiving, and processing the information with her or his own way. Those factors make learning styles relate to reading and listening comprehension. Despite of

Ketika Singapura di namai Temasek yang di kelilingi oleh perairan, wilayah ini telah di jadikan sebagai pusat perdagangan yang di kuasai oleh Temanggung Tempatan

Berdasarkan kajian pustaka dan hasil interview yang didapat dari tiga sampel, maka dapat dijelaskan lebih lanjut mengenai tantangan apa saja yang dihadapi