• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Jenis Kayu Tropis Menggunakan Backpropagation Neural Network

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Jenis Kayu Tropis Menggunakan Backpropagation Neural Network"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

Ahmad, A. & Yusof, R. 2013. Clustering the tropical wood species using kohonen self-organizing map. Proceedings of 2nd International Conference on Advances in Computer Science and Engineering, pp. 16-19.

Atomi, W. H. 2012. The effect of data preprocessing on the performance of artificial neural networks techniques for classification problems. Tesis. University Tun Hussein Onn Malaysia.

Azizi, M.F.Q. 2013. Perbandingan antara metode backpropagation dengan metode learning vector quantization (LVQ) pada pengenalan citra barcode. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Bond, B. & Hamner, P. 2002. Wood Identification for Hardwood and Softwood Species Native to Tennessee. Agricultural Extension Service: Knoxville.

Darmawan, D. 2010. Pengenalan wajah dengan metode backpropagation menggunakan kamera CCTV inframerah. Skripsi. Universitas Indonesia.

Ferguson, J. R. 2007. Using the grey-level-co-occurrence matrix to segment and classify radar imagery. Tesis. University of Nevada.

Gadkari, D. 2004. Image quality analysis using GLCM. Tesis. University of Central Florida.

Gonzalez, R.C. & Woods, R.E. 2008. Digital Image Processing. Prentice Hall: New Jersey.

Gunawan, A.A.G.R., Nurdiati, S. & Arkeman, Y. 2011. Identifikasi jenis kayu menggunakan support vector machine berbasis data citra. Jurnal Ilmu Komputer Agri-Informatika 3(1): 1-8.

(2)

Hasmiati. 2013. Image smoothing dengan menggunakan metode lowpass filter. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Kadir, A., Nugroho, L.E., Susanto, A. & Santosa, P.I. 2011. Neural network application on foliage plant identification. Int. J. of Computer Applications 29(9): 15-22. Kadir, A. & Susanto, A. 2012. Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra. Penerbit Andi:

Yogyakarta.

Listia, R. & Harjoko, A. 2014. Klasifikasi massa pada citra mammogram berdasarkan grey level cooccurence matrix (GLCM). Indonesian Journal of Computing and Cybernetics Systems 8(1): 59-68.

Mandang, Y.L. & Pandit, I.K.N. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Seri Manual. PROSEA: Bogor.

Moeslund, T. B. 2012. Introduction to Video and Image Processing: Building Real Systems and Applications. Springer: London.

Mohan, S., K. Venkatachalaphaty, K. & Sudhakar, P. 2014. An intelligent recognition system for identification of wood species. Journal of Computer Science 10(7): 1231-1237.

Pathak, B. & Barooah, D. 2013. Texture analysis based on the gray level co-occurence matrix considering possible orientations. Int. J. of Advanced Research in Electrical, Electronics and Instrumentation Engineering 2(9): 4206-4212.

Priyani, D. R. E. 2009. Aplikasi diagnosa gangguan lambung melalui citra iris mata dengan syaraf tiruan propagasi balik. Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.

Purnamasari, R. W. 2013. Implementasi jaringan syaraf tiruan backpropagation sebagai sistem deteksi penyakit tuberculosis (TBC). Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

(3)

Wicaksono, D. G. 2008. Perangkat lunak identifikasi nilai nominal dan keaslian uang kertas rupiah menggunakan jaringan syaraf tiruan backpropagation. Skripsi. Universitas Indonesia.

(4)

Bab ini berisi analisis dan perancangan dalam aplikasi identifikasi jenis kayu tropis.

Tahap analisis membahas langkah – langkah yang dilakukan untuk mengidentifikasi jenis kayu mulai tahap akuisisi citra hingga tahap klasifikasi citra dengan menggunakan

jaringan saraf tiruan backpropagation. Tahap perancangan membahas perancangan

database, antarmuka sistem dan data flow diagram sistem yang akan dibuat.

3.1. Arsitektur Umum

Bagian ini akan membahas tahap-tahap yang dilakukan dalam pembangunan aplikasi

identifikasi jenis kayu tropis. Tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: tahap

akuisisi citra dengan menggunakan mikroskop dimana citra hasil akuisisi akan

dijadikan sebagai citra latih dan citra uji; tahap pra pengolahan citra yang terdiri atas

scaling dan grayscaling; tahap ekstraksi fitur dari setiap citra dengan mendapatkan nilai 5 fitur Haralick dari GLCM; tahap normalisasi data fitur dengan menggunakan metode

decimal scaling; dan tahap klasifikasi citra menggunakan jaringan saraf tiruan

backpropagation. Setelah tahap – tahap tersebut dilakukan maka aplikasi dapat menghasilkan keluaran berupa hasil identifikasi jenis kayu. Adapun tahap-tahap

(5)

Pra Pengolahan

Memperkecil Ukuran Citra (Scaling)

Pembentukan Citra Aras Keabuan (Grayscaling)

Akuisisi Citra

Penampang Melintang Kayu

Hasil Identifikasi Jenis Kayu

(Keruing, Jati Putih, Mahoni, Melur atau Kempas) Citra Latih Citra Uji

Menggunakan

Grey Level Co-Occurrence Matrix Ekstraksi Fitur

Menggunakan Decimal Scaling Normalisasi

Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation

Klasifikasi

(6)

3.2. Akuisisi Citra

Tahap akuisisi citra merupakan tahap pengambilan data citra. Pada tahap ini akan

dilakukan akuisisi citra penampang melintang kayu tropis. Citra kayu diambil dengan

menggunakan Microscope with Digital Camera AxioCam ERc 5s dengan perbesaran mikroskop adalah 1.25 kali dan intensitas cahaya adalah sebesar 3200 K.

3.3. Data yang Digunakan

Jenis kayu yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kayu keruing minyak

(Dipterocarpus eurynchus), kayu jati putih (Gmelina arborea), kayu mahoni (Swietenia mahagoni), kayu melur (Dacrydium elatum) dan kayu kempas (Koompassia malaccensis). Jenis kayu yang digunakan pada penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.2.

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 3.2. (a) Kayu keruing minyak (b) kayu jati putih (c) kayu mahoni (d) kayu melur (e) kayu kempas

Semua jenis kayu pada Gambar 3.2 tersebut dibuat dalam bentuk blok kayu

masing-masing sebanyak 5 buah. Kayu yang akan ditempatkan di atas mikroskop untuk

diambil citranya adalah kayu dalam bentuk blok berukuran sekitar 1x1x1 cm. Pada

penelitian ini akan dilakukan pengambilan citra kayu sebanyak 10 buah pada setiap blok

(7)

Citra yang telah dikumpulkan akan dibagi ke dalam dua kelompok data yaitu

data latih dan data uji. Data latih berjumlah 80% dari data citra keseluruhan sedangkan

data uji berjumlah 20% dari data citra keseluruhan sehingga pada penelitian ini data

latih untuk setiap jenis kayu berjumlah 40 buah sedangkan data uji untuk setiap jenis

kayu berjumlah 10 buah.

3.4. Pra-Pengolahan

Tahap pra-pengolahan citra adalah tahap pengolahan citra untuk menghasilkan citra

yang lebih baik untuk diproses ke tahap selanjutnya yaitu tahap ekstraksi fitur. Pada

penelitian ini pra-pengolahan citra yang dilakukan adalah memperkecil ukuran citra

(scaling) dan pembentukan citra aras keabuan (grayscaling).

3.4.1. Memperkecil ukuran citra (Scaling)

Proses akuisisi citra menghasikan citra dengan ukuran 2560 x 1920 piksel. Citra hasil

akuisisi memiliki ukuran yang cukup besar sehingga perlu dilakukan proses

memperkecil ukuran citra. Pada penelitian ini seluruh citra hasil akuisisi akan diperkecil

ukurannya menjadi 160 x 120 piksel.

3.4.2. Pembentukan citra aras keabuan (Grayscaling)

Kemudian setelah proses scaling, citra akan diproses dari bentuk RGB ke dalam bentuk citra aras keabuan. Tahap ini dilakukan agar citra dapat diproses pada tahap ekstraksi

fitur. Contoh proses grayscaling citra dari bentuk RGB ke bentuk grayscale ditunjukkan pada Gambar 3.3.

(a) (b)

Gambar 3.3. (a) Citra kayu RGB (b) Citra kayu grayscale

(8)

Gambar 3.4. Langkah - langkah proses grayscaling

3.5. Ekstraksi Fitur

Setelah citra diubah ke dalam bentuk citra aras keabuan (grayscale), maka langkah selanjutnya adalah tahap ekstraksi fitur. Ekstraksi fitur dilakukan untuk mendapatkan

nilai yang dapat merepresentasikan citra. Pada penelitian ini, metode yang digunakan

untuk ekstraksi fitur citra adalah Gray Level Co-Occurrence Matrix (GLCM). GLCM adalah matriks yang menunjukkan probabilitas nilai keabuan piksel referensi dengan

nilai keabuanpiksel tetangga berdasarkan jarak dan arah tertentu.

Langkah - langkah yang akan dilakukan pada ekstraksi fitur menggunakan

GLCM adalah sebagai berikut.

1. Menentukan nilai gray level pada citra. Nilai gray level yang digunakan adalah 256.

2. Membentuk matriks framework berdasarkan nilai gray level yang telah ditentukan.

3. Menentukan jarak dan arah yang digunakan untuk membentuk matriks

kookurensi. Pada penelitian ini, jarak yang digunakan adalah 1 dan arah yang

digunakan adalah 0°, 45°, 90° dan° 135°.

4. Membentuk matriks kookurensi berdasarkan jarak dan arah yang dipilih.

5. Membentuk matriks simetris dengan cara menambahkan matriks kookurensi

dengan transpose matriks kookurensi tersebut.

6. Melakukan normalisasi terhadap matriks simetris dengan cara membagi nilai

setiap elemen matriks simetris dengan penjumlahan seluruh nilai elemen

pada matriks simetris. menjumlahkan nilai tiap komponen RGB di posisi tersebut kemudian dibagi dengan 3.

End For End For

(9)

7. Menghitung fitur statistik dari matriks yang telah dinormalisasi. Fitur yang

akan digunakan adalah angular second moment, contrast, inverse difference moment, entropy dan correlation.

3.5.1. Pembentukan GLCM

Dalam membentuk matriks kookurensi, penentuan piksel referensi dan piksel tetangga

dilakukan berdasarkan arah yang dipilih. Untuk pembentukan GLCM dengan arah 0°

dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Proses pembentukan matriks kookurensi arah 0°

Untuk pembentukan GLCM dengan arah 45° dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6. Proses pembentukan matriks kookurensi arah 45° Input citra grayscale (nilai gray level(G), tinggi (h), lebar (w))

Tentukan jarak (d), arah adalah 0°

Inisialisasi penghitung piksel dalam citra (pixelCounter) = 0 Membentuk matriks framework (m) berukuran G x G

For i=0 sampai i=h – 1

For j=0 sampai j= (w – d) – 1

Tentukan piksel referensi (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i, j)) Tentukan piksel tetangga (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i, j+d)) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel referensi, piksel tetangga) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel tetangga, piksel referensi) Menambahkan nilai pixelCounter dengan 2

End For End For

Input citra grayscale (nilai gray level(G), tinggi (h), lebar (w)) Tentukan jarak (d), arah adalah 45°

Inisialisasi penghitung piksel dalam citra (pixelCounter) = 0 Membentuk matriks framework (m) berukuran G x G For i=d sampai i=h – 1

For j=0 sampai j = (w – d) – 1

Tentukan piksel referensi (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i, j)) Tentukan piksel tetangga (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i-d, j+d)) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel referensi, piksel tetangga) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel tetangga, piksel referensi) Menambahkan nilai pixelCounter dengan 2

(10)

Untuk pembentukan GLCM dengan arah 90° dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Proses pembentukan matriks kookurensi arah 90°

Untuk pembentukan GLCM dengan arah 135° dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8. Proses pembentukan matriks kookurensi arah 135°

Langkah – langkah yang telah diuraikan sebelumnya adalah langkah-langkah untuk membuat matriks kookurensi yang simetris karena sudah ada penambahan

elemen transpose. Setelah matriks sudah simetris, kemudian langkah selanjutnya adalah menormalisasi matriks simetris. Gambar 3.9 menunjukkan proses normalisasi matriks

simetris dari arah tertentu.

Input citra grayscale (nilai gray level(G), tinggi (h), lebar (w)) Tentukan jarak (d), arah adalah 90°

Inisialisasi penghitung piksel dalam citra (pixelCounter) = 0 Membentuk matriks framework (m) berukuran G x G For i=d sampai i = h – 1

For j=0 sampai j = w – 1

Tentukan piksel referensi (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i, j)) Tentukan piksel tetangga (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i-d, j)) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel referensi, piksel tetangga) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel tetangga, piksel referensi) Menambahkan nilai pixelCounter dengan 2

End For End For

Input citra grayscale (nilai gray level(G), tinggi (h), lebar (w)) Tentukan jarak (d), arah adalah 135°

Inisialisasi penghitung piksel dalam citra (pixelCounter) = 0 Membentuk matriks framework (m) berukuran G x G For i=d sampai i = h – 1

For j=d sampai j = w – 1

Tentukan piksel referensi (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i, j)) Tentukan piksel tetangga (nilai intensitas keabuan pada citra di posisi (i-d, j-d)) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel referensi, piksel tetangga) Menambahkan nilai 1 pada elemen m posisi (piksel tetangga, piksel referensi) Menambahkan nilai pixelCounter dengan 2

(11)

Gambar 3.9. Normalisasi matriks simetris

Setelah itu, nilai fitur statistik dapat dihitung berdasarkan matriks yang telah

dinormalisasi. Pada penelitian ini, ekstraksi fitur GLCM menghasilkan 5 fitur statistik.

Masing-masing fitur statistik terdiri dari empat arah (0°, 45°, 90° dan° 135°) sehingga

jumlah fitur yang akan diproses pada tahap klasifikasi adalah 5 x 4 = 20 fitur. Contoh

hasil ekstraksi fitur dari sebuah citra ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Contoh nilai hasil ekstraksi fitur GLCM

No Fitur Arah Nilai

10. Inverse Difference Moment 45° 0.136

11. Inverse Difference Moment 90° 0.176

12. Inverse Difference Moment 135° 0.135

13. Entropy 0° 7.947

Sediakan matriks simetris yang akan dinormalisasi berukuran G x G beserta nilai penghitung piksel dalam citra (pixelCounter)

For i=0 sampai i = G – 1

For j=0 sampai j = G – 1

Membagi nilai elemen matriks m pada posisi (i, j) dengan pixelCounter End For

(12)

3.5.2. Ekstraksi nilai fitur

Ekstraksi nilai fitur GLCM bertujuan untuk mendapatkan nilai fitur dari matriks yang

telah dinormalisasi. Pada bagian ini, akan diuraikan proses perhitungan lima fitur

Haralick berdasarkan matriks normalisasi 0° berukuran 4 x 4 yang dapat dilihat pada

Gambar 3.10.

Perhitungan fitur Angular Second Moment (ASM) dari matriks pada Gambar 3.10 menggunakan persamaan 2.2 adalah sebagai berikut.

ASM=

Perhitungan fitur Contrast (CON)dari matriks pada Gambar 3.10 menggunakan persamaan 2.4 adalah sebagai berikut.

(13)

=

=

0 + 0.083 + 0.164 + 0 + 0.083 + 0 + 0 + 0 + 0.164 + 0 + 0 + 0.041 +

0 + 0 + 0.041 + 0

0.576

Perhitungan fitur Inverse Difference Moment (IDM)dari matriks pada Gambar 3.10 menggunakan persamaan 2.5 adalah sebagai berikut.

IDM=

Perhitungan fitur Entropy (ENT)dari matriks pada Gambar 3.10 menggunakan persamaan 2.3 adalah sebagai berikut.

ENT=

Untuk menghitung nilai correlation, perhitungan nilai mean (� dan variance

(� ) dilakukan terlebih dahulu. Hasil perhitungan � dan � bernilai sama. Begitu juga dengan � dan � . Oleh karena itu dalam menghitung nilai correlation, nilai mean dan

(14)

Perhitungan nilai mean berdasarkan Gambar 3.10 menggunakan persamaan 2.7

Perhitungan nilai variance berdasarkan Gambar 3.10 menggunakan persamaan 2.9 adalah sebagai berikut.

Perhitungan nilai fitur Correlation (COR) dari matriks pada Gambar 3.10 menggunakan persamaan 2.6 adalah sebagai berikut.

(15)

3.6. Normalisasi Data

Setelah tahap ekstraksi fitur, maka selanjutnya adalah tahap normalisasi data. Nilai hasil

ekstraksi fitur akan dinormalisasi terlebih dahulu sebelum masuk ke tahap klasifikasi

dengan backpropagation. Normalisasi data hasil ekstraksi fitur dilakukan untuk mengatur agar data yang akan dimasukkan ke jaringan backpropagation berada pada rentang tertentu. Pada penelitian ini, teknik normalisasi data yang akan digunakan

adalah decimal scaling. Teknik decimal scaling akan digunakan untuk menormalisasi data fitur sehingga berada dalam rentang antara 0 sampai 1.

Langkah – langkah normalisasi decimal scaling adalah sebagai berikut: mencari nilai maksimum absolut dari data yang akan dinormalisasi, dimana data tersebut

memiliki jumlah atribut dan jumlah record tertentu;menentukan jumlah angka didepan titik desimal dari nilai maksimum absolut pada setiap atribut sehingga nilai pembagi

masing – masing atribut dapat diperoleh; dan menormalisasi seluruh data dengan melakukan operasi pembagian nilai – nilai suatu atribut dengan nilai pembaginya.

Langkah – langkah untuk menentukan nilai maksimum absolut dari setiap atribut dapat dilihat pada Gambar 3.11.

Gambar 3.11. Mencari nilai maksimum absolut dari suatu atribut

Langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah angka di depan titik desimal

dari nilai maksimum absolut pada setiap atribut sehingga nilai pembagi masing – masing atribut dapat diperoleh. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.12.

Tentukan data yang akan dinormalisasi (jumlah atribut (a), jumlah record (r)) Inisialisasi setiap elemen matriks dimensi satu (berukuran a) = 0

For i=1 sampai i=r

For j=1 sampai j=a

If (nilai mutlak pada atribut j dan record i > nilai elemen matriks pada indeks j) Ganti nilai matriks pada indeks j menjadi nilai mutlak

End For End For

(16)

Gambar 3.12. Menentukan jumlah angka di depan titik desimal dari nilai maksimum absolut pada setiap atribut

Setelah nilai pembagi diperoleh, maka data siap untuk dinormalisasi.

Normalisasi dilakukan dengan melakukan operasi pembagian pada nilai – nilai suatu atribut dengan nilai pembaginya. Langkah – langkah normalisasi dapat dilihat pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13. Melakukan operasi pembagian nilai – nilai atribut dengan pembaginya

Pada bagian ini akan ditunjukkan ilustrasi untuk menormalisasi nilai – nilai suatu data yang dilakukan pada penelitian ini. Tabel 3.2 menunjukkan data fitur

sebelum dinormalisasi dimana jumlah atribut yang dimiliki adalah 4 dan jumlah record

adalah 6.

Tabel. 3.2. Data fitur sebelum dinormalisasi

No Data ASM 0° CON 0° IDM 0° ENT 0°

1. Keruing(1).jpeg 0.013 672.333 0.067 8.979

2. Keruing(2).jpeg 0.014 678.2 0.07 8.93

3. JatiPutih(1).jpeg 0.024 168.299 0.121 7.871

4. JatiPutih(2).jpeg 0.023 176.817 0.117 7.907

5. Mahoni(1).jpeg 0.033 91.967 0.144 7.195

6. Mahoni(2).jpeg 0.04 65.856 0.168 6.844

Sediakan matriks (m1) yang berisi nilai maksimum absolut per atribut (ukuran a) Inisialisasi matriks (m2) dimensi satu (ukuran b)

For i=1 sampai i=a

Tentukan jumlah digit didepan titik desimal pada m1 elemen indeks i.

Simpan nilai 10 pangkat jumlah digit ke dalam matriks m2 indeks i. End For

Nilai pembagi setiap atribut diperoleh

Tentukan data yang akan dinormalisasi (jumlah atribut (a), jumlah record (r)) Sediakan matriks yang berisi nilai pembagi per atribut (ukuran b)

For i=1 sampai i=r

For j=1 sampai j=a

Membagi nilai pada atribut j dan record i dengan nilai matriks pada elemen j End For

(17)

Langkah awal yang dilakukan adalah mencari nilai maksimum absolut masing

– masing atribut. Record pertama berisi data 0.013; 672.333; 0.067; 8.979. Lalu periksa

record kedua apakah nilai-nilai absolut pada record kedua lebih besar dari nilai absolut pada record pertama. Jika iya, maka nilai – nilai absolut dimiliki oleh record kedua. Begitu juga seterusnya.

Selanjutnya diperoleh bahwa nilai maksimum absolut pada atribut ASM0°

dimiliki oleh “Mahoni(2).jpeg”, nilai maksimum absolut pada atribut CON0° dimiliki oleh “Keruing(2).jpeg”, nilai maksimum absolut pada atribut IDM0° dimiliki oleh

“Mahoni(2).jpeg” dan nilai maksimum absolut pada atribut ENT0° dimiliki oleh

“Keruing(1).jpeg”. Nilai maksimum absolut pada atribut (ASM0°; CON0°; IDM0°; ENT0°) adalah 0.04; 678.2; 0.168; 8.979.

Kemudian setelah nilai absolut pada masing-masing atribut diperoleh, langkah

selanjutnya adalah menentukan jumlah titik desimal di depan koma dari nilai

maksimum absolut. Jumlah nilai di depan titik desimal pada nilai absolut atribut

(ASM0°; CON0°; IDM0°, ENT0°) adalah 0; 3; 0; 1. Kemudian selanjutnya nilai

pembagi pada masing-masing atribut dapat diperoleh. Diasumsikan bahwa nilai di

depan titik desimal adalah m, maka nilai pembagi setiap atribut adalah 10m sehingga didapatkan bahwa nilai pembagi pada atribut (ASM0°; CON0°; IDM0°, ENT0°) adalah

100; 103; 100; 101.

Selanjutnya, seluruh data fitur dapat dinormalisasi dengan cara membagi setiap

nilai pada atributnya dengan nilai pembagi pada atributnya. Data fitur setelah

dinormalisasi dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel. 3.3. Data fitur setelah dinormalisasi

(18)

3.7. Klasifikasi Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation

Setelah tahap normalisasi data hasil ekstraksi fitur dilakukan, maka tahap selanjutnya

adalah tahap klasifikasi citra. Pada penelitian ini, metode jaringan saraf tiruan

backpropagation digunakan untuk dapat melakukan klasifikasi citra lima jenis kayu. Tahap – tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut: tahap perancangan arsitektur jaringan saraf tiruan backpropagation, tahap pelatihan backpropagation; dan tahap pengujian backpropagation.

3.7.1. Tahap perancangan arsitektur jaringan saraf tiruan backpropagation

Sebelum dilakukan proses pelatihan, maka jaringan backpropagation harus dirancang terlebih dahulu. Pada penelitian ini, arsitektur jaringan backpropagation yang akan dirancang terdiri dari 20 neuron pada lapisan input, 40 neuron pada lapisan tersembunyi, dan 5 neuron pada lapisan output. Jumlah 20 neuron pada lapisan input

ditentukan berdasarkan jumlah fitur dari hasil ekstraksi. Sedangkan 5 neuron pada lapisan output ditentukan berdasarkan nilai target keluaran. Target keluaran masing-masing jenis kayu dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Target keluaran jaringan backpropagation

NO. Jenis Kayu Target Keluaran

1 Keruing 10000

2 Jati Putih 01000

3 Mahoni 00100

4 Melur 00010

5 Kempas 00001

Pada penelitian ini, arsitektur jaringan saraf tiruan yang akan dirancang dapat

(19)

x1

Gambar 3.14. Arsitektur jaringan saraf tiruan

Adapun penjelasan arsitektur jaringan saraf tiruan pada Gambar 3.14 adalah sebagai

berikut.

1. Lapisan input memiliki 20 neuron ditambah 1 neuron bias, lapisan tersembunyi memiliki 40 neuron ditambah 1 neuron bias sedangkan lapisan output memiliki 5

neuron.

2. x1 sampai dengan x20 adalah neuron – neuron pada lapisan input, z1 sampai dengan

z40 adalah neuron-neuron pada lapisan tersembunyi dan y1 sampai dengan y5

adalah neuron – neuron pada lapisan output.

3. b1 merupakan bias yang menuju ke lapisan tersembunyi sedangkan b2 adalah bias yang menuju ke lapisan output.

(20)

3.7.2. Tahap pelatihan backpropagation

Setelah jaringan dibentuk, maka tahap pelatihan jaringan menggunakan

backpropagation dapat dilakukan. Tujuan dari pelatihan jaringan backpropagation

adalah mengatur nilai error agar menjadi semakin kecil atau dengan kata lain membuat agar nilai output mendekati target. Setelah pelatihan jaringan selesai, bobot akhir proses pelatihan akan disimpan, dimana bobot akhir tersebut akan digunakan pada tahap

pengujian. Proses pelatihan jaringan backpropagation dapat dilihat pada Gambar 3.15. Tahap awal adalah input data pelatihan ke dalam jaringan. Pada penelitian ini, terdapat 40 data masukan pada data pelatihan untuk setiap jenis kayu, sehingga total

keseluruhan data masukan pada data pelatihan adalah 200 data. Setiap data masukan

backpropagation terdiri dari 20 fitur hasil ekstraksi fitur yang telah dinormalisasi. Kemudian tentukan target kelas dari setiap data masukan. Lalu inisialisasi nilai seluruh

bobot dan bias secara acak dalam range -1 sampai 1. Kemudian tentukan nilai parameter

learning rate, maksimum_epoch dan minimum_error yang digunakan. Pelatihan akan terus dilakukan selama nilai epoch lebih kecil dari nilai maksimum epoch yang telah ditentukan.

Setelah inisialisasi dilakukan, untuk setiap data masukan, lakukan fase forward

dengan menghitung nilai keluaran setiap neuron pada lapisan tersembunyi (zj) dan

lapisan output (yk) menggunakan persamaan 2.18 dan persamaan 2.20. Kemudian

lakukan fase backward dengan menghitung faktor kesalahan pada lapisan output (� ) dan lapisan tersembunyi (�) (Persamaan (2.21)(2.24)). Hasil perhitungan faktor kesalahan tersebut selanjutnya akan digunakan untuk menghitung suku perubahan

bobot pada lapisan output (Δ ) dan lapisan tersembunyi (� ) (Persamaan (2.22)(2.25)). Kemudian hitung jumlah error setiap data masukan dengan menjumlahkan nilai error setiap neuron pada lapisan output. Kemudian hitung jumlah

error pada setiap epoch dengan menjumlahkan hasil penjumlahan error setiap data masukan.

Jika nilai error suatu epoch lebih kecil dari nilai minimum error yang ditentukan, maka iterasi akan berhenti. Begitu juga sebaliknya. Setelah iterasi berhenti,

(21)

Gambar 3.15. Proses pelatihan jaringan backpropagation

Proses Pelatihan Backpropagation

Tahap pelatihan backpropagation bertujuan untuk mendapatkan nilai bobot akhir yang akan digunakan pada tahap pengujian. Pelatihan jaringan backpropagation

menggunakan arsitektur jaringan dengan 5 neuron input, 1 neuron hidden dan 1 neuron output akan diuraikan sebagai berikut.

a. Diberikan data dengan input x1 sampai x5 dan target seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Input dan Target

Data X1 X2 X3 X4 X5 Target

Gambar1 0.35 0.86 0.42 0.72 0.25 1

Gambar2 0.36 0.8 0.39 0.76 0.3 1

Tentukan arsitektur jaringan (x input, z hidden, y output) Inisialisasi bobot-bobot secara acak

Tentukan parameter backpropagation (learning rate, maksimum epoch, minimum

error)

Input data pelatihan Tentukan target kelas

For (epoch = 1 sampai epoch <= maksimum epoch)

For (jumlah_data = 1 sampaijumlah_data <= maksimum jumlah_data) Hitung nilai keluaran setiap node pada lapisan tersembunyi

Hitung nilai keluaran setiap node pada lapisan output Hitung faktor kesalahan setiap node pada lapisan output Hitung suku perubahan bobot dan bias ke lapisan output Hitung faktor kesalahan setiap node pada lapisan tersembunyi Hitung suku perubahan bobot dan bias ke lapisan tersembunyi Hitung perubahan bobot dan bias setiap node pada lapisan output Hitung perubahan bobot dan bias setiap node pada lapisan tersembunyi Hitung jumlah error dengan menjumlahkan nilai error setiap node output Akumulasikan jumlah error

(22)

b. Inisialisasi bobot awal dengan nilai antara0 sampai 1.

 Inisialisasi bobot koneksi antara setiap neuron lapisan input dan lapisan

tersembunyi (Vji) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Bobot Awal Vji

Bobot Awal (Vji) V10(bias) V11 V12 V13 V14 V15

Nilai 0.245 0.153 0.672 0.353 0.791 0.534

 Inisialisasi bobot koneksi antara setiap neuron lapisan tersembunyi dan lapisan

output (Wkj) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Bobot Awal Wkj Bobot Awal (Wkj) W10 W11

Nilai 0.362 0.785

c. Tentukan nilai parameter learning rate, maksimum epoch, dan minimum error.learning rate = 0.5

 maksimum epoch= 2  minimum error = 0.01

d. Iterasi dilakukan selama nilai epoch < maksimal epoch dan nilai error > minimum

error.

e. Lakukan langkah – langkah pada fase arah maju (forward).

 Hitung nilai _� � pada node di lapisan tersembunyi dengan menggunakan

persamaan 2.17.

menggunakan persamaan 2.18 (menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner).

= _� � = 1

(23)

 Hitung nilai _� � pada node di lapisan output menggunakan persamaan

 Kemudian hitung nilai keluaran yk pada node di lapisan output menggunakan

persamaan 2.20 (menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner).

= _� � = 1

1 + − . = 0.73664

f. Lakukan langkah – langkah pada fase arah mundur (backward).

 Hitung faktor � di unit keluaran dengan menggunakan persamaan 2.21. � = (1 - 0.73664) * 0.73664 * (1 – 0.73664)

= 0.26336 * 0.73664 * 0.26336

= 0.05109

 Hitung suku perubahan bobot dengan menggunakan persamaan 2.22. Δ = 0.5 * 0.05109 * 1 = 0.025545 = 0.02555

Δ = 0.5 * 0.05109 * 0.84912 = 0.02169

 Hitung penjumlahan �_� �j pada unit tersembunyi dengan menggunakan

persamaan 2.23.

�_� �1 = 0.05109 * 0.785 = 0.04010565 = 0.04011

 Hitung faktor � pada unit tersembunyi menggunakan persamaan 2.24. �1 = 0.04011 * (0.84912) * (1 - 0.84912) = 0.005138702 = 0.00514

 Hitung suku perubahan bobot dengan menggunakan persamaan 2.25. Δ = 0.5 * 0.00514 * 1 = 0.00257

(24)

Δ = 0.5 * 0.00514 * 0.42 = 0.00108 Δ = 0.5 * 0.00514 * 0.72 = 0.00185 Δ = 0.5 * 0.00514 * 0.25 = 0.00064

g. Hitung perubahan bobot jaringan backpropagation.

 Hitung bobot baru setiap node lapisan output menggunakan persamaan 2.26.

= 0.362 + 0.02555 = 0.38755

= 0.785 + 0.02169 = 0.80669

 Hitung bobot baru setiap node lapisan tersembunyi dengan persamaan 2.27.

= 0.245 + 0.00257 = 0.24757

= 0.153 + 0.0009 = 0.1539

= 0.672 + 0.00221 = 0.67421

= 0.353 + 0.00108 = 0.35408

= 0.791 + 0.00185 = 0.79285

= 0.534 + 0.00064 = 0.53464

h. Hitung nilai error jaringan dengan menambahkan jumlah nilai error setiap node

pada lapisan output. Karena neuron output hanya satu maka,

Error = 0.05109

3.7.3. Tahap pengujian backpropagation

Proses pengujian jaringan backpropagation dilakukan dengan hanya melaksanakan fase arah maju (feed forward). Pada tahap ini, data yang akan diuji merupakan data hasil ekstraksi fitur yang telah dinormalisasi, dimana data tersebut bukan termasuk data

pelatihan. Kemudian bobot yang digunakan pada fase feed forward adalah bobot hasil pelatihan. Lalu dilakukan perhitungan nilai keluaran dari setiap node pada lapisan tersembunyi dan lapisan output.

Kemudian dilakukan pengujian terhadap hasil keluaran setiap node pada lapisan

(25)

tersebut akan diubah menjadi 1. Sebaliknya nilai keluaran pada node akan diubah menjadi 0 jika nilai keluaran pada node tersebut lebih kecil dari 0,5. Proses pengujian jaringan backpropagation terhadap hasil identifikasi jenis kayu dapat dilihat pada Gambar 3.16.

Gambar 3.16. Proses pengujian jaringan backpropagation

Proses Pengujian Backpropagation

Pada proses pengujian backpropagation, data uji akan menjadi masukkan bagi jaringan

backpropagation dan bobot yang digunakan adalah bobot hasil pelatihan. Contoh langkah - langkah pengujian backpropagation dengan menggunakan nilai bobot hasil pelatihan adalah sebagai berikut.

 Masukkan data uji ke dalam jaringan. Data uji ditunjukkan pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8. Data uji

Data X1 X2 X3 X4 X5

Gambar2 0.45 0.64 0.38 0.31 0.60

 Gunakan bobot hasil pelatihan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.9 dan Tabel

3.10.

Tabel 3.9. Bobot Vkj baru

Bobot V10 V11 V12 V13 V14 V15

Nilai 0.24757 0.1539 0.67421 0.35408 0.79285 0.53464 Tentukan arsitektur jaringan (x input, z hidden, y output)

Input data pengujian dan bobot akhir hasil pelatihan

Hitung nilai keluaran setiap node pada lapisan tersembunyi Hitung nilai keluaran setiap node pada lapisan output

For i=1 sampai i=y

(26)

Tabel 3.10. Bobot Wkj baru

1*(0.24757) + 0.45*(0.1539) + 0.64*(0.67421) + 0.38*(0.35408) +

0.31*(0.79285) + 0.6*(0.53464)

0.24757 + 0.069255 + 0.4314944 + 0.1345504 + 0.2457835 +

0.320784

1.4494373 = 1.44944

 Kemudian hitung nilai keluaran zj pada node di lapisan tersembunyi menggunakan

persamaan 2.18 (menggunakan fungsi aktivasi sigmoid biner).

= _� � = 1

1 + − . = 0.80991

 Hitung nilai _� � pada node di lapisan output dengan menggunakan persamaan

2.19.

persamaan 2.20 (menggunakan fungsi sigmoid biner).

= _� � = 1

1 + − . = 0.73901

 Nilai keluaran adalah 0.73901, dimana 0.73901 > 0.5. Maka nilai memenuhi

(27)

3.8. Perancangan Sistem 3.8.1. Perancangan database

Perancangan database pada sistem ini dilakukan untuk menyimpan hasil pemrosesan

data. Adapun tabel yang digunakan pada sistem ini adalah sebagai berikut:

1. Tabel jenis_kayu, adalah tabel yang digunakan untuk menyimpan nama jenis kayu

yang digunakan pada penelitian.

2. Tabel data_latih, adalah tabel yang digunakan untuk menyimpan hal yang terkait

dengan citra seperti jenis kayu dan nama file citra.

3. Tabel fitur, adalah tabel yang digunakan untuk menyimpan nilai hasil ekstraksi

fitur.

4. Tabel normalisasi, adalah tabel yang digunakan untuk menyimpan nilai pembagi

setiap atribut tabel fitur.

5. Tabel parameter_backpropagation, adalah tabel yang digunakan untuk menyimpan

nilai parameter yang akan digunakan pada proses pelatihan dan pengujian citra.

Adapun rancangan database relationship yang akan digunakan pada identifikasi jenis kayu tropis ditunjukkan pada Gambar 3.17.

(28)

3.8.2. Data Flow Diagram (DFD) dan Context Diagram (CD)

Data Flow Diagram (DFD)adalah diagram yang menunjukkan proses aliran data pada suatu sistem. DFD memberi gambaran tentang masukan-proses-keluaran dari sistem.

Sedangkan Context Diagram (CD)merupakan DFD dengan level tertinggi pada proses suatu sistem.

Context Diagram

Context diagram menunjukkan keadaan sistem secara umum. Context diagram yang akan digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.18. Gambar 3.18 menunjukkan masukan

dan keluaran pada sistem. Masukan sistem berupa citra RGB, maks_epoch, min_error,

jumlah hidden node, learning rate dan momentum, sedangkan keluaran sistem berupa hasil ekstraksi fitur, hasil pelatihan dan hasil pengujian.

Gambar 3.18. Context Diagram

DFD Level 0

DFD level 0 menunjukkan proses-proses umum yang terjadi pada sistem. Pada sistem

ini, DFD level 0 yang akan digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.19. Gambar 3.19

(29)

Gambar 3.19. DFD level 0

“Tambah Data Citra” adalah proses menambah data citra dengan mengambil

file citra RGB kemudian memproses citra RGB sehingga didapatkan hasil ekstraksi fitur yang akan disimpan di database “tabel fitur”, dimana data hasil ekstraksi fitur tersebut

akan digunakan pada proses “Pelatihan Citra”. “Pelatihan Citra” adalah proses untuk

melatih setiap hasil ekstraksi fitur citra yang telah dinormalisasi menggunakan

backpropagation dengan memasukkan parameter maks_epoch, min_error, jumlah

hidden node dan learning rate sehingga akan dihasilkan bobot akhir yang akan disimpan di file “bobot”. “Pengujian Citra” adalah proses pengujian citra uji dengan menggunakan bobot akhir hasil pelatihan yang disimpan di database “tabel bobot”.

DFD Level 1

DFD level 1 menunjukkan proses pada DFD level 0 dengan lebih rinci. Tiga proses

(30)

Pada sistem ini, DFD Level 1 Proses 1 dapat dilihat pada Gambar 3.20, DFD Level 1

Proses 2 dapat dilihat pada Gambar 3.21 dan DFD Level 1 Proses 3 dapat dilihat pada

Gambar 3.22.

Gambar 3.20. DFD level 1 Proses 1

DFD Level 1 Proses 1 yang dapat dilihat pada Gambar 3.20 menunjukkan setiap

tahapan yang dilakukan pada proses “Tambah Data Citra” dimulai dari scaling, grayscaling, dan ekstraksi fitur. Hasil ekstraksi fitur akan ditampilkan ke user dan disimpan ke dalam database pada “tabel fitur”. Data hasil ekstraksi fitur akan digunakan pada proses pelatihan.

(31)

DFD Level 1 Proses 2 yang dapat dilihat pada Gambar 3.21 menunjukkan setiap

tahapan yang dilakukan pada proses “Pelatihan Citra”. Tahap awal adalah proses input parameter backpropagation ke dalam database “tabel parameter_backpropagation”.

Parameter yang disimpan akan diperlukan pada proses pengujian.

Kemudian proses selanjutnya adalah “Normalisasi Fitur”. Tahap awal adalah mengambil seluruh data fitur pada “tabel fitur”. Tabel fitur memiliki 20 atribut yang dapat dilihat pada Gambar 3.17. Kemudian normalisasi fitur dilakukan dimana setiap

nilai fitur pada setiap atribut akan dibagi dengan nilai pembaginya, sehingga nilai pada

atribut yang baru akan berada pada rentang 0 sampai 1. “Nilai pembagi fitur” pada masing-masing atribut akan ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.13 dimana

nilai tersebut selanjutnya akan disimpan ke dalam database “tabel normalisasi”.

Penyimpanan “nilai pembagi fitur” dilakukan karena “nilai pembagi fitur” tersebut akan

diperlukan bagi proses pengujian.

Proses selanjutnya adalah proses pelatihan backpropagation terhadap data fitur yang telah dinormalisasi dengan menggunakan parameter yang tersimpan di dalam

database “tabel parameter_backpropagation”. Kemudian hasil pelatihan berupa bobot akhir akan disimpan ke file “Bobot”. Lalu hasil pelatihan dapat dilihat oleh user.

(32)

DFD Level 1 Proses 3 yang dapat dilihat pada Gambar 3.22 menunjukkan setiap

tahapan yang dilakukan pada proses “Pengujian Citra”. Tahap awal adalah memasukkan citra uji, kemudian dilakukan proses scaling, grayscaling dan ekstraksi fitur. Kemudian hasil ekstraksi dari citra yang diuji akan dinormalisasi dengan mengambil nilai pembagi

fitur pada “tabel normalisasi”. Kemudian fitur yang telah dinormalisasi akan diuji menggunakan jaringan saraf tiruan, dimana bobot akhir yang disimpan pada file

bobot” akan digunakan pada proses ini. Sedangkan hidden node yang digunakan diambil dari database “tabel parameter_backpropagation”. Hasil pengujian adalah hasil identifikasi jenis kayu.

3.8.3. Perancangan tampilan antarmuka sistem

Perancangan tampilan antarmuka pada sistem bertujuan untuk memberikan gambaran

tampilan sistem yang akan dibangun.

Rancangan halaman awal sistem

Rancangan halaman awal sistem menampilkan nama sistem pada bagian atas, logo pada

bagian tengah, serta dua tombol pada bagian bawah yaitu tombol “Pelatihan Citra”dan

tombol “Pengujian Citra”. Rancangan tampilan awal sistem akan ditunjukkan pada Gambar 3.23.

Pelatihan Citra Pengujian Citra Logo

Identifikasi Jenis Kayu Tropis

(33)

Rancangan halaman pelatihan data citra

Rancangan halaman pelatihan data citra menampilkan dua bagian utama yaitu “Menu”

pada sisi sebelah kiri dan “Konten” pada sisi sebelah kanan. Pada “Menu” terdapat tiga

sub menu yaitu “Tambah Data Citra”, “Lainnya” dan “Pelatihan Backpropagation”.

Pada “Konten” terdapat empat panel yaitu “File Citra”, “Tampil Citra”, “Hasil Ekstraksi Fitur”dan “Pelatihan Backpropagation”. Rancangan tampilan halaman pelatihan data citra akan ditunjukkan pada Gambar 3.24.

Pilih Citra

Gambar 3.24. Rancangan halaman pelatihan data citra

Keterangan:

(34)

akan ditampilkan pada panel “Tampil Citra” bagian “Citra Asli” dan lokasi file citra akan ditampilkan pada panel “File Citra”.

b. Menu dropdown “Pilih Jenis Kayu” memungkinkan pengguna untuk memilih nama jenis kayu berdasarkan citra kayu yang telah dipilih.

c. Tombol “Grayscaling” memungkinkan citra kayu yang telah dipilih oleh pengguna

akan diubah ke dalam bentuk citra grayscale yang kemudian akan ditampilkan pada

panel “Tampil Citra” bagian “Citra Grayscale.

d. Tombol “Ekstraksi fitur” memungkinkan citra grayscale akan diekstraksi kemudian nilai fitur akan ditampilkan pada panel “Hasil Ekstraksi Fitur” dalam bentuk tabel.

e. Tombol “Simpan” memungkinkan sistem menyimpan hasil ekstraksi fitur citra, jenis kayu citra dan file citra yang dipilih ke dalam database. Jenis kayu merepresentasikan target keluaran pada tahap pelatihan.

f. Tombol “Reset” memungkinkan sistem untuk mengkosongkan nilai pada kotak, tabel maupun panel citra.

g. Tombol “Data Hasil Ekstraksi Fitur” memungkinkan pengguna untuk dapat melihat data hasil ekstraksi fitur citra yang sudah disimpan di database.

h. Tombol “Data Normalisasi Hasil Fitur” memungkinkan pengguna untuk dapat melihat seluruh data fitur yang telah dinormalisasi.

i. Tombol “Data Kayu” memungkinkan pengguna untuk melihat jenis kayu yang digunakan beserta nilai targetnya.

j. Tombol “Parameter Backpropagation” memungkinkan sistem akan mengaktifkan fungsi-fungsi parameter pada panel “Pelatihan Backpropagation”

k. Tombol “Mulai Latih Jaringan” memungkinkan sistem akan melakukan proses pelatihan backpropagation dengan menggunakan nilai parameter yang telah ditentukan pada panel “PelatihanBackpropagation”. Selama proses pelatihan, nilai

error per epochakan ditampilkan pada kotak “error per epoch”.

(35)

Rancangan halaman pengujian data citra

Rancangan tampilan pada halaman pengujian data citra terdiri dari tiga panel yaitu

“Tampil Citra”, “Hasil Ekstraksi Fitur” dan “Hasil Identifikasi Jenis Kayu”. Rancangan

tampilan halaman pengujian data citra ditunjukkan pada Gambar 3.25.

Pilih Citra

Gambar 3.25. Rancangan halaman pengujian data citra

Keterangan:

a. Tombol “Pilih Citra” memungkinkan pengguna dapat memilih citra kayu untuk dapat dikenali jenisnya. Setelah tombol “Pilih Citra” dipilih, sistem akan menampilkan citra yang dipilih beserta citra yang sudah diubah menjadi citra

grayscale pada panel “Tampil Citra”, kemudian sistem akan menampilkan hasil ekstraksi fitur pada tabel panel “Hasil Ekstraksi Fitur”.

b. Tombol “Identifikasi” memungkinkan sistem untuk dapat mengidentifikasi citra kayu yang telah dipilih. Setelah tombol “Identifikasi” dipilih, hasil identifikasi jenis kayu akan ditampilkan pada panel “Hasil Identifikasi Jenis Kayu”.

(36)

Bab ini berisi implementasi aplikasi identifikasi jenis kayu tropis ke dalam bentuk

pemrograman sesuai dengan rancangan sistem yang yang telah tertera pada Bab 3 serta

membahas pengujian terhadap metode jaringan saraf tiruan backpropagation dalam melakukan klasifikasi lima jenis kayu.

4.1.Implementasi Sistem

Pada tahap implementasi sistem, proses identifikasi jenis kayu tropis yang dimulai dari

tahap pra pengolahan, tahap ekstraksi fitur hingga tahap klasifikasi akan

diimplementasikan ke dalam bahasa pemrograman berbasis Java.

4.1.1. Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak

Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk membuat

program identifikasi jenis kayu tropis adalah sebagai berikut.

1. Processor Intel® Core(TM)2 Duo CPU T8100 @2.10GHz

2. Memory (RAM) 2.00 GB

3. Sistem Operasi Windows 7 Home Premium 32-bit

4. Kapasitas Hardisk 200 GB.

5. Netbeans IDE 7.1.2

6. XAMPP versi 1.7.2

4.1.2. Implementasi perancangan antarmuka sistem

(37)

Halaman Utama

Halaman utama adalah halaman yang pertama kali muncul ketika aplikasi dijalankan.

Halaman utama dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Halaman utama

Halaman Pelatihan Citra

Halaman “Pelatihan Citra” memiliki tiga bagian menu yaitu “Tambah Data Citra”,

(38)

Halaman Pengujian Citra

Halaman “Pengujian Citra” memiliki tiga tombol yaitu tombol “Pilih Citra”, tombol

“Identifikasi” dan tombol “Reset” serta memiliki tiga panel yaitu panel “Tampil Citra”, “Ekstraksi Fitur” dan “Hasil Identifikasi Jenis Kayu”. Halaman pengujian citra dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Halaman “Pengujian Citra”

4.1.3. Implementasi data

Data citra yang digunakan pada sistem adalah data citra dengan jenis kayu keruing, kayu

jati putih, kayu mahoni, kayu melur dan kayu meranti kuning. Data citra diperoleh dari

hasil akuisisi citra kayu menggunakan Microscope with Digital Camera AxioCam ERc5s dengan intensitas cahaya 3200K. Rangkuman data citra kayu beserta hasil ekstraksi fitur dalam bentuk vektor (ASM0; ASM45; ASM90; ASM135; CON0;

(39)

Tabel 4.1. Rangkuman data citra kayu

No. File Citra Jenis Vektor Hasil Ekstraksi Fitur

1. 8.77; 9.04; 0.001; 0.001; 0.001; 0.001

(40)

Tabel 4.1. Rangkuman data citra kayu (lanjutan)

No. File Citra Jenis Vektor Hasil Ekstraksi Fitur

54. 69.203; 44.354; 82.704; 0.168; 0.167; 0.205; 0.151; 6.844; 6.846; 6.651; 6.909; 0.007; 0.007; 0.009; 0.006;

103.

mahoni-blok1 (3).jpeg

(41)

Tabel 4.1. Rangkuman data citra kayu (lanjutan)

No. File Citra Jenis Vektor Hasil Ekstraksi Fitur

153. 0.08; 0.1; 0.081; 8.041; 8.048; 7.908; 8.04; 0.002; 0.002; 0.003; 0.002;

… … … … 442.358 153.471; 412.714; 0.09; 0.083; 0.142; 0.085; 8.485; 8.572;

Halaman awal ketika aplikasi pertama dijalankan memiliki dua tombol yaitu pelatihan

citra dan pengujian citra. Pengguna dapat mengklik tombol “Pelatihan Citra” untuk

(42)

4.2.1. Prosedur operasional pada halaman pelatihan citra

Hal pertama yang dilakukan pengguna sebelum menjalankan proses pelatihan citra

adalah menambah data citra. Untuk menambah citra, pengguna harus memilih file citra

dengan mengklik tombol “Pilih Citra”. Kemudian akan muncul kotak dialog untuk

memilih file citra seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4. File citra yang dipilih akan

ditampilkan pada panel "Tampil Citra” pada bagian “Citra Asli” dan direktori file akan

ditampilkan pada panel “File Citra”. Untuk melihat citra dengan ukuran lebih besar, pengguna dapat mengklik panel citra sebanyak dua kali. Citra dengan ukuran lebih besar

dapat dilihat pada Gambar 4.5.

(43)

Kemudian pilih jenis kayu lalu klik menu “Grayscalling” untuk mengubah citra

menjadi aras keabuan. Lalu klik menu “Ekstraksi Fitur” untuk menampilkan hasil ekstraksi fitur pada panel “Ekstraksi Fitur”. Tampilan setelah mengklik tombol pilih

citra, tombol “Grayscalling”, tombol “Ekstraksi Fitur” dapat dilihat pada Gambar 4.6. Kemudian klik tombol “Simpan” untuk menyimpan hasil ekstraksi fitur ke database.

Gambar 4.6. Tampilan halaman pelatihan setelah memilih menu “Pilih Citra”,

Grayscalling dan “Ekstraksi Fitur”

Pengguna dapat mengklik tombol “Data Kayu” untuk menuju ke halaman “Data

(44)

Pengguna dapat mengklik tombol “Data Hasil Ekstraksi Fitur” untuk menuju ke

halaman “Data Hasil Ekstraksi Fitur”. Halaman “Data Hasil Ekstraksi Fitur” dapat dilihat pada Gambar 4.8. Pada halaman tersebut, pengguna dapat melihat data hasil

ekstraksi fitur yang telah disimpan di database berdasarkan data terbaru, data terlama dan target. Pengguna juga dapat menghapus data tertentu.

Gambar 4.8. Halaman “Data Hasil Ekstraksi Fitur”

Sebelum masuk ke tahap pelatihan, data hasil ekstraksi fitur akan dinormalisasi

terlebih dahulu. Data hasil ekstraksi fitur akan dinormalisasi sehingga nilai akan berada

pada rentang 0 sampai 1. Pengguna dapat mengklik tombol “Data Normalisasi Hasil

Fitur” untuk menuju ke halaman “Data Normalisasi Hasil Ekstraksi Fitur”. Pada

halaman tersebut, pengguna dapat melihat nilai fitur hasil normalisasi berdasarkan data

terbaru, data terlama dan target. Halaman “Data Normalisasi Hasil Ekstraksi Fitur”

(45)

Gambar 4.9. Halaman “Data Normalisasi Hasil Ekstraksi Fitur”

Setelah itu pengguna dapat menjalankan pelatihan jaringan saraf tiruan

backpropagation. Pengguna dapat mengklik tombol “Parameter Backpropagation” terlebih dahulu untuk mengaktifkan kotak isian parameter backpropagation pada panel

“Pelatihan Backpropagation”. Setelah kotak isian aktif, pengguna dapat menentukan nilai parameter backpropagation yang akan digunakan untuk menjalankan proses pelatihan. Kemudian pengguna dapat mengklik tombol “Mulai Latih Jaringan” untuk

menjalankan proses pelatihan data normalisasi hasil ektraksi fitur. Selama proses

pelatihan, nilai error per epoch akan ditampilkan pada panel “Pelatihan Backpropagation”. Kemudian apabila proses pelatihan sudah selesai, pengguna dapat

mengklik tombol “Simpan Bobot Akhir” agar nilai bobot akhir hasil pelatihan dapat

disimpan ke dalam database. Panel “Pelatihan Backpropagation” dapat dilihat pada Gambar 4.10.

(46)

4.2.2. Prosedur operasional pada halaman pengujian citra

Pengguna dapat mengklik tombol “Pilih Citra” untuk memilih citra yang akan diuji. Setelah tombol “Pilih Citra” diklik, sistem akan menampilkan citra yang dipilih pada panel “Tampil Citra” bagian “Citra Asli”. Kemudian tombol “Identifikasi” dan tombol

“Reset” menjadi aktif.

Tombol “Identifikasi” memiliki fungsi untuk memproses citra kayu yang dipilih

dimulai dari proses grayscalling, ekstraksi fitur, hingga identifikasi menggunakan

backpropagation. Hasil dari proses grayscalling akan ditampilkan pada panel “Tampil

Citra” bagian “Citra Grayscale”. Kemudian hasil ekstraksi fitur akan ditampilkan pada tabel pada Panel “Ekstraksi Fitur”. Hasil pengujian citra ditampilkan pada panel “Hasil

Identifikasi Jenis Kayu”. Tampilan halaman pengujian citra setelah tombol “Pilih Citra”

dan tombol “Identifikasi” diklik dapat dilihat pada Gambar 4.11.

(47)

4.3. Pengujian Sistem

Pengujian sistem dilakukan untuk mengetahui kemampuan sistem yang dibangun dalam

melakukan identifikasi lima jenis kayu. Kemampuan sistem dalam mengidentifikasi

jenis kayu bergantung kepada proses pelatihan backpropagation karena proses pelatihan menghasilkan bobot akhir yang akan digunakan pada tahap pengujian.

Parameter backpropagation yang digunakan pada tahap pelatihan backpropagation

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Parameter backpropagation

No. Parameter Backpropagation Keterangan

1. Jumlah Hidden Neuron 40

2. Fungsi Aktivasi Sigmoid biner

3. Maksimum Epoch 2000

4. Minimum Error 0.1

5. Learning Rate 0.8

Hasil pengujian identifikasi jenis kayu dapat dilihat pada Tabel 4.3 dimana hasil

pengujian tersebut adalah berdasarkan hasil bobot akhir pelatihan dengan menggunakan

parameter pada Tabel 4.2. Citra uji setiap jenis kayu berjumlah 10 sehingga total

keseluruhan citra uji adalah 50 citra.

Tabel 4.3. Hasil pengujian identifikasi jenis kayu

No. File Citra Desired Output Actual Output

1. keruing-test (1).jpeg Keruing Keruing

2. keruing-test (2).jpeg Keruing Keruing

3. keruing-test (3).jpeg Keruing Keruing

4. keruing-test (4).jpeg Keruing Keruing

5. keruing-test (5).jpeg Keruing Keruing

6. keruing-test (6).jpeg Keruing Keruing

7. keruing-test (7).jpeg Keruing Keruing

8. keruing-test (8).jpeg Keruing Keruing

9. keruing-test (9).jpeg Keruing Keruing

(48)

Tabel 4.3. Hasil pengujian identifikasi jenis kayu (lanjutan)

No. File Citra Desired Output Actual Output

18. Jati-Putih-test (8).jpeg Jati Putih Jati Putih 19. Jati-Putih-test (9).jpeg Jati Putih Jati Putih 20. Jati-Putih-test (10).jpeg Jati Putih Jati Putih

21. mahoni-test (1).jpeg Mahoni Mahoni

22. mahoni-test (2).jpeg Mahoni Mahoni

23. mahoni-test (3).jpeg Mahoni Mahoni

24. mahoni-test (4).jpeg Mahoni Mahoni

25. mahoni-test (5).jpeg Mahoni Mahoni

26. mahoni-test (6).jpeg Mahoni Mahoni

27. mahoni-test (7).jpeg Mahoni Mahoni

28. mahoni-test (8).jpeg Mahoni Mahoni

29. mahoni-test (9).jpeg Mahoni Mahoni

30. mahoni-test (10).jpeg Mahoni Mahoni

31. Melur-test (1).jpeg Melur Melur

40. Melur-test (10).jpeg Melur Melur

41. Kempas-test (1).jpeg Kempas Jati Putih

42. Kempas-test (2).jpeg Kempas Kempas

43. Kempas-test (3).jpeg Kempas Kempas

44. Kempas-test (4).jpeg Kempas Kempas

45. Kempas-test (5).jpeg Kempas Kempas

46. Kempas-test (6).jpeg Kempas Kempas

47. Kempas-test (7).jpeg Kempas Kempas

48. Kempas-test (8).jpeg Kempas Kempas

49. Kempas-test (9).jpeg Kempas Kempas

50. Kempas-test (10).jpeg Kempas Jati Putih

Untuk menghitung akurasi pengujian, persamaan yang digunakan adalah

persamaan 4.1.

Akurasi = Jumlah data uji yang benar Jumlah data uji keseluruhan

(49)

Akurasi hasil pengujian pada Tabel 4.3 dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4

menunjukkan jumlah actual output yang sesuai dengan desired output pada setiap jenis kayu beserta nilai akurasinya dengan menggunakan persamaan 4.1.

Tabel 4.4. Akurasi pengujian

No. Jenis Kayu Jumlah Actual Output yang

sesuai dengan Desired Output

Berdasarkan hasil pada Tabel 4.4, maka akurasi keseluruhan dapat dihitung.

Akurasi keseluruhan diperoleh dengan menggunakan persamaan 4.1 yaitu dengan

menambahkan jumlah actual output yang sesuai dengan desired output dari masing-masing jenis kayu dibagi dengan jumlah seluruh data jenis kayu seperti berikut.

Akurasi = + + + +

5

x 100 = 94%

Untuk pengujian selanjutnya yaitu pengujian terhadap pemilihan parameter

maksimum epoch dalam proses pelatihan. Pemilihan parameter maksimum epoch

dilakukan dengan melakukan 10 kali percobaan menggunakan parameter pada Tabel

4.2 dengan parameter maksimum epoch yang berbeda-beda. Percobaan yang dilakukan menggunakan bobot awal yang sama. Hasil pengujian terhadap pemilihan parameter

maksimum epoch dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan grafik pada Gambar 4.12, dimana jumlah citra uji pada setiap jenis kayu adalah 10 citra.

Tabel 4.5. Pengujian nilai maksimum epoch

No. Maksimum

Epoch

Jumlah Actual Output yang sesuai dengan

(50)

Tabel 4.5. Pengujian nilai maksimum epoch (lanjutan)

No. Maksimum

Epoch

Jumlah Actual Output yang sesuai dengan

Desired Output Akurasi

Gambar 4.12. Pengujian nilai maksimum epoch

Tabel 4.5 menunjukkan maksimum epoch, jumlah actual output yang sesuai dengan desired output per jenis kayu serta akurasinya. Hasil pengujian yang dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.12 menunjukkan bahwa pada maksimum epoch ke 1300, akurasi sudah mencapai 94%. Semakin bertambahnya epoch, akurasi semakin meningkat.

100 200 300 400 500 600 700 800 1200 1300 1400 1500

(51)

Bab ini berisi kesimpulan mengenai metode yang diterapkan pada identifikasi jenis

kayu serta saran untuk pengembangan sistem pada penelitian yang selanjutnya.

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil terhadap hasil pengujian identifikasi jenis kayu

menggunakan jaringan saraf tiruan backpropagation adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi jenis kayu dapat dilakukan dengan mengunakan jaringan saraf tiruan

backpropagation sebagai metode klasifikasi jenis kayu sesuai dengan target yang

telah ditentukan dengan nilai akurasi mencapai 94%.

2. Pemilihan nilai parameter backpropagation memiliki pengaruh pada hasil

akurasi. Pada pengujian parameter backpropagation, pengujian memberikan

akurasi 94% pada nilai maksimum epoch melebihi 1300. Semakin besar nilai

epoch, maka akurasi semakin meningkat.

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis terkait dengan penelitian ini untuk

pengembangan selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan identifikasi jenis kayu

dengan menggunakan kombinasi metode lain untuk dapat meningkatkan akurasi.

2. Proses untuk mendapatkan hasil ekstraksi fitur setiap citra dilakukan dengan

memilih citra yang akan diproses secara satu per satu. Diharapkan pada

(52)

2.1. Identifikasi Jenis Kayu

Dalam bidang perhutanan, kayu dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kayu

daun lebar (hardwood) dan kayu daun jarum (softwood). Di dalam taksonomi

tumbuhan, kayu daun lebar berada pada sub divisi angiospermae pada kelas

dicotyledoneae sedangkan kayu daun jarum berada pada sub divisi gymnospermae

(Mandang & Pandit, 1997).

Penampakan permukaan kayu dapat dilihat dari dari tiga bidang yaitu cross

section, radial section dan tangential section (Bond & Hamner, 2002) seperti

ditunjukkan pada Gambar 2.1.

(53)

Setiap jenis kayu mempunyai susunan sel-sel yang berbeda. Kayu meranti

merah mempunyai susunan sel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Anatomi kayu meranti merah (Mandang & Pandit, 1997)

Dalam mengidentifikasi jenis kayu, sifat anatomi kayu dapat diamati dengan

melihat bagian cross-section kayu. Sifat anatomi kayu yang dapat diamati (Mandang &

Pandit, 1997) adalah sebagai berikut.

1. Pembuluh

Pembuluh adalah sel dengan bentuk tabung dan terlihat seperti pori – pori atau lubang-lubang yang beraturan maupun tidak jika dilihat pada bidang lintang kayu.

Setiap kayu dapat memiliki ciri pembuluh yang berbeda. Ciri pada pembuluh yang

dimaksud adalah sebaran, susunan, diameter, frekuensi, bentuk bidang perforasi

dan isi. Sel pembuluh dimiliki oleh kelompok kayu daun lebar. Kelompok kayu

daun jarum tidak memiliki pembuluh. Beberapa contoh perbedaan ciri pembuluh

ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 (a) dan (b) menunjukkan perbedaan sebaran pembuluh pada

kayu jati dan kayu pasang. Kayu jati (Tectona grandis) memiliki pembuluh

tatalingkar sedangkan kayu pasang (Quercus sp.) memiliki pembuluh berkelompok

radial. Gambar 2.3 (c) dan (d) menunjukkan perbedaan diameter dan frekuensi

pembuluh pada kayu lasi (Pertusadina fagifolia) dan kayu palapi

(Heritiera/Tarrietia sp.). Kayu lasi memiliki pembuluh berdiameter sangat kecil

dan banyak sedangkan kayu palapi memiliki pembuluh agak besar dan sangat

(54)

(a) (b) (c) (d)

Gambar 2.3. (a) Kayu jati (b) kayu pasang (c) kayu lasi (d) kayu palapi

(Mandang & Pandit, 1997)

2. Trakeid

Trakeid adalah serat pada kayu daun jarum yang berfungsi sama seperti pembuluh

pada kayu daun lebar yaitu sebagai saluran air dan zat hara pada kayu.

3. Parenkim

Parenkim adalah sel sebagai tempat penyimpanan makanan yang berukuran kecil

dan berdinding tipis dengan arah longitudinal. Parenkim dimiliki oleh daun kayu

lebar maupun daun kayu jarum. Berdasarkan hubungannya dengan pembuluh,

parenkim dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a) Parenkim apotrakea: merupakan

parenkim yang tidak berhubungan dengan pembuluh dan b) Parenkim paratrakea:

merupakan parenkim yang berhubungan dengan pembuluh.

4. Jari-jari

Jari – jari adalah bagian kayu yang berfungsi untuk menghantarkan makanan dan air. Jari-jari terlihat sebagai garis-garis yang membentang dari bagian kulit terluar

menuju ke pusat pohon. Sifat jari-jari yang dapat dijadikan sebagai keperluan

identifikasi meliputi: lebar, frekuensi (jumlah per mm arah tangensial), dan tinggi.

Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 menunjukkan perbedaan lebar dan frekuensi jari-jari kayu

eboni (Diospyros pilosanthera) dan kayu kenanga (Cananga odorata). Kayu eboni

(Gambar 2.4(a)) memiliki jari-jari yang sangat sempit dan banyak sedangkan kayu

(55)

(a) (b)

Gambar 2.4. (a) kayu eboni (b) kayu kenanga (Mandang & Pandit, 1997)

5. Kulit tersisip

Kulit tersisip adalah kulit yang terkurung di antar jaringan kayu. Pada bidang

melintang, kulit tersisip tampak seperti pulau-pulau antara jaringan kayu. Hal

tersebut berguna untuk identifikasi karena sifat tersebut hanya dijumpai pada jenis

kayu tertentu.

6. Saluran interselular

Saluran interselular adalah rongga-rongga antar-sel yang berupa saluran-saluran

yang sempit yang dikelilingi oleh parenkima serta selaput yang terdiri atas sel

epitel.

7. Saluran getah

Saluran getah adalah saluran yang mengeluarkan getah. Pada bidang tangensial,

saluran getah tampak berbentuk seperti lensa cembung atau celah dengan tinggi 1

cm.

2.2. Pengenalan Dasar Citra

Sebuah citra direpresentasikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu fungsi dua dimensi, dimana

x dan y adalah koordinat posisi, dan nilai f pada setiap kordinat (x,y) disebut sebagai

nilai intensitas citra. Sebuah citra dinyatakan sebagai citra digital jika nilai x, y dan nilai

intensitas dari f bersifat terbatas dan dalam bentuk diskrit. Sebuah citra digital dibentuk

oleh sejumlah elemen yang disebut sebagai piksel dimana setiap piksel tersebut

memiliki posisi dan nilai tertentu (Gonzalez, 2008).

(56)

pada sudut kiri paling atas pada citra. Koordinat (N-1, M-1) menunjukkan posisi piksel

pada sudut kanan paling bawah pada citra. Representasi citra digital dengan sistem

koordinat posisi ditunjukkan pada Gambar 2.5.

0 N-1

M-1 0

x

y

Posisi sebuah piksel

Gambar 2.5.Sistem koordinat citra berukuran M x N (M baris dan N kolom)

(Kadir & Susanto, 2012).

Jenis citra dapat dikelompokkan menjadi citra biner, citra skala keabuan dan

citra berwarna.

2.2.1. Citra biner (binary image)

Citra biner adalah citra yang hanya memiliki kemungkinan dua warna pada setiap

pikselnya yaitu warna hitam dan warna putih. Warna hitam memiliki nilai intensitas 0

sedangkan warna putih memiliki nilai intensitas 1. Nilai setiap piksel pada citra biner

(57)

Gambar 2.6. Citra biner

2.2.2. Citra skala keabuan (grayscale image)

Citra skala keabuan menggunakan tingkatan warna keabuan. Warna hitam adalah warna

minimum, warna putih adalah warna maksimum dan warna diantara hitam dan putih

adalah warna abu-abu. Warna abu-abu terbentuk jika komponen merah, hijau dan biru

pada ruang RGB memiliki nilai intensitas yang sama (Hasmiati, 2013). Banyaknya

warna pada citra ditentukan oleh jumlah bit piksel pada citra. Jika citra skala keabuan

memiliki jumlah bit 8, maka jumlah warna pada citra adalah 28 atau 256, dimana nilai

intensitas berkisar antara 0 sampai 255. Nilai 0 merupakan warna hitam, nilai 255

merupakan warna putih dan nilai di antara 0 - 255 adalah warna keabuan. Contoh citra

skala keabuan ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar

Gambar 3.21. DFD level 1 Proses 2
Gambar 3.22. DFD level 1 Proses 3
Gambar 3.23.
Tabel hasil ekstrasi fitur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi jaringan OpenFlow dilakukan di LAB Net Centric Computing (NCC) IPB. Implementasi sistem IDS menggunakan metode backpropagation neural network diterapkan

Tampilan memiliki 1 panel citra untuk citra masukan, 1 panel teks untuk hasil keluaran karakter, 1 panel teks untuk keluaran waktu proses, dan 4 tombol untuk

Backpropagation merupakan salah satu jenis jaringan saraf tiruan yang dapat digunakan sebagai komponen pengendali parameter-parameternya yang tidak diketahui atau

Backpropagation merupakan salah satu jenis jaringan saraf tiruan yang dapat digunakan sebagai komponen pengendali parameter-parameternya yang tidak diketahui atau

Hasil ekstraksi nilai Hue data latih kemudian diproses dalam neural network backpropagation yang telah dibuat dan di uji menggunakan beberapa pasang data uji dengan ukuran

Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Marzuki Khalid [4] sistem pengenalan kayu otomatis berbasis pengolahan citra, ekstraksi ciri dan jaringan syaraf tiruan,

Beberapa penelitian sebelumnya yang menggunakan backpropagation sebagai metode untuk melakukan peramalan, seperti Penerapan Model Neural Network Backpropagation untuk

Parameter yang dioptimasi ditelusuri mulai dari optimizer, ukuran batch data pelatihan, learning rate, kedalaman dense layer, dan komposisi data sampel untuk proses pelatihan data latih