• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanian Kopi Di Desa Tamba Dolok Kabupaten Samosir (1992-2002)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanian Kopi Di Desa Tamba Dolok Kabupaten Samosir (1992-2002)"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

Pertanian padi di Desa Tamba Dolok Kecamatan Sitio-tio Kabupaten Samosir

(2)

Lampiran 2

Kebun kopi Kardinius Naibaho di Desa Tamba Dolok

(3)

Lampiran 3

Kebun kopi Rustini Tamba di Desa Tamba Dolok yang sedang dipanen

(4)

Lampian 4

Kebun kopi Geloria Lumban Gaol di Desa Tamba Dolok

(5)

Lampirn 5

Kebun kopi Sahat Tamba di Desa Tamba Dolok

(6)

Lampiran 6

Kebun kopi di perbatasan Desa Tamba Dolok Dengan Desa Cinta Maju

(7)

Lampiran 7

Kopi yang sedang berbuah dan belum bisa dipanen

(8)

Lampiran 8

Kopi yang sudah siap untuk dipetik (dipanen)

(9)

Lampiran 9

Kopi yang sudah terkumpul dan akan di giling

(10)

Lampiran 10

Kopi yang sudah dicuci lalu dijemur

(11)

Lampiran 11

Pengumpulan kopi yang dilakukan oleh agen/ tauke yang ada di Desa Tamba Dolok

(12)

Lampiran 12

Kilang milik tauke besar yang ada di Desa Cinta maju ( pemasaran yang teroganisir)

(13)

Lampiran 13

Keadaan rumah yang sederhana ketika masih melakukan pertanian bawang

(14)

Lampiran 14

Keadaan ( bentuk) rumah di Desa Tamba Dolok setelah pertanian kopi

(15)

Lampiran Peta

(16)

PETA DESA TAMBA DOLOK

(17)

PETA KECAMATAN SITIO TIO

(18)

PETA KABUPATEN SAMOSIR

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Aak, Budidaya Tanaman Kopi,Yogyakarta: Kanisius,1988.

Abdurahman, Dudung, Metode Penelitian Sejarah,Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Daniarti, dan Sri Najiyati, Kopi:Budidaya dan Penanganan Pasca panen, Jakarta:Swadaya, 1997.

Girsang, Sriulina, Kopi sigalar Utang : Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga Petani Kopi Di Dusun Sibangun Mariah Desa Bangun Mariah,Kecamatan silimakuta,Kabupaten Simalungun.Medan: Skripsi FISIP USU tidak diterbitkan,2009.

Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, terj.Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press,1985.

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia,Jakarta: Djambatan,2004.

Kuntowijoyo, Metode Sejarah, Yogyakarta:Tiara Wacana, 1994.

Mubyarto, Pengantar Ekonomi Pertanian, Jakarta:LPES, 1989.

Pemerintah Desa Tamba Dolok, Peraturan Desa: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Atas Desa Tamba Dolok, Samosir: Pemerintah Desa, 2012.

Pemerintah Kabupaten Samosir, Peraturan Daerah Kabupaten Samosir, Samosir: Pemerintah Kabupaten Samosir,2011.

(20)

Setyono, Agus dan Suparyono, Mengatasi Permasalahan Budidaya Padi, Jakarta: Penebar Swadaya, 1997.

Soekanto, Soerjono, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1983.

Siswoputranto, P. S, Perkembangan Teh, Kopi, Cokelat Internasional, Jakarta: Gramedia, 1990.

Spillane, James. J, Komoditi Kopi (Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia), Yogyakarta: Kanisius, 1990.

(21)

DAFTAR INFORMAN

Pekerjaan : Petani (mantan Kepala Desa)

(22)

8. Nama : Osdeman Gultom

Pekerjaan : Kepala Desa Tamba Dolok

(23)

Pekerjaan : Petani

16.Nama : Lasmian Naibaho

Umur : 34 Tahun

Pekerjaan :Petani

17.Nama : Soter Tamba

Umur : 51 Tahun

Pekerjaan :Petani

18.Nama : Manager Tamba

Umur : 70 Tahun

Pekerjaan : Petani

19.Nama : Mordita Naibaho

Umur : 80 Tahun

(24)

BAB III

PERTANIAN KOPI DI DESA TAMBA DOLOK

DAN PERKEMBANGANNYA

Pertanian padi maupun pertanian bawang yang ada di Desa Tamba Dolok tidak

banyak membawa pengaruh baik terhadap perekonomian masyarakat Desa Tamba Dolok ini,

semakin tahun hasil pertanian baik padi maupun bawang semakin menurun. Sekali pun

dalam pertanian bawang sedikit mengubah keadaan perekonomian di desa ini namun tidak

bertahan lama karena menurunnya kualitas bawang yang ada di desa ini serta anjlok nya

harga bawang di pasaran. Hal ini membuat perekonomian masyarakat Desa Tamba Dolok

kembali ke titik nol. Pada saat mengalami kesulitan, mereka berusaha untuk mencari

tanaman yang lebih cocok ke daerah yang tinggi dan terjal serta banyak bebatuan ini.

Pada tahun 1992 Halomoan Tamba selaku kepala desa di Desa Tamba Dolok

membawa bibit kopi dari Kabupaten Toba Samosir30. Masyarakat pada awalnya tidak yakin

bahwa bibit kopi yang dibawa Halomoan Tamba itu adalah bibit kopi yang bagus, oleh sebab

itu Halomoan selaku Kepala Desa bersama perangkat desa lainnya memberikan penyuluhan.

Setelah diadakan penyuluhan beberapa kali yang menjelaskan bahwa kopi yang berumur

tiga tahun saja sudah bisa di panen. Hal ini membuat masyarakat tertarik dan mencoba

membudidayakan kopi tersebut. Kesadaran masyarakat untuk mengikuti penyuluhan karena

ada keunikan di Desa Tamba Dolok ini. Setiap desa mempunyai banjar yaitu jalan di setiap

(25)

dusun kampung. Jadi semua orang pasti akan melewati banjar tersebut. Nah, di banjar ini lah

perangkat desa menulis pengumuman untuk diadakan penyuluhan. Biasanya ditulis di papan

ataupun kertas karton dan ditempel di rumah penduduk yang paling dekat dengan jalan di

3.1 Awal Mula Pertanian Kopi di Desa Tamba Dolok

Pertanian kopi di Desa Tamba Dolok ini dimulai pada tahun 1992. Bibit kopi

diperoleh dari Kabupaten Toba Samosir yang dibawa oleh Halomoan Tamba. Kopi yang

dikembangkan di desa ini berjenis Arabica. Di desa ini jenis kopi ini lebih sering disebut

dengan kopi “Ateng” ataupun kopi “Jember”. Dari informasi yang penulis dapatkan, disebut

dengan kopi Jember yaitu karena kopi Arabika ini adalah berasal dari Jerman Barat. Di

Jerman lah pertama kalinya jenis kopi ini dikembangkan serta dibudidayakan. Disebut

dengan kopi Ateng karena tanaman kopi tersebut sangat pendek, sehingga anak kecil pun

bisa ikut memetik kopi tersebut32.

(26)

Pada tahun 1992 adalah terjadinya perubahan jenis pertanian di Desa Tamba Dolok,

yaitu dari tanaman yang berumur pendek menjadi tanaman berumur panjang. Ada banyak hal

yang mengakibatkan masyarakat mudah menerima tanaman kopi menjadi tanaman pokok di

desa ini yaitu mulai dari harga jual kopi, cara pengurusan dan penanaman yang tidak begitu

rumit, kemudian juga diakibatkan oleh menurunnya harga bawang pada saat itu. Bukan

hanya itu saja, desa ini terletak di daerah pegunungan tentu saja daerahnya banyak bebatuan

serta lahan yang terjal. Meskipun demikian ini tidak masalah bagi pertumbuhan kopi di desa

ini. Karena faktor kesuburan tanah di desa ini sangat cocok dengan kopi.

Dalam hal pemupukan juga tidak terlalu banyak membutuhkan pupuk dan untuk

pestisida, sangat jarang ditemui hama pada dedaunan kopi atau yang lainnya. Sekali pun ada

hama, itu hanyalah semut yang bersarang di sekitar buah kopi karena kopi itu manis. Untuk

mengatasi hama semut ini bisa dilakukan dengan cara yang tradisional jadi tidak terlalu

membutuhkan biaya yang cukup banyak. Cara tradisional tersebut yaitu seperti mengambil

sarang semut yang berada pada pohon kopi dengan menggunakan tangan yang memakai

sarung tangan. Sarung tangan tersebut sudah direndam dengan air garam,sehingga ketika

sarung tersebut mengenai semut maka semut langsung mati.

Masyarakat Desa Tamba Dolok menanam tanaman kopi dengan sangat antusias.

Sekali pun demikian masyarakat Desa Tamba Dolok tidak meninggalkan pertanian padi.

Jenis kopi yang ditanam adalah kopi Arabika (Coffee Arabica). Kopi sebagai bahan

minuman sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Aromanya yang harum serta minuman yang

lezat rasanya. Bukan hanya mempunyai keunggulan di rasa dan aromanya saja namun juga

(27)

mengkonsumsi kopi secara berlebihan bisa mengakibatkan kecanduan, orang yang

kecanduan kopi biasanya merasa lelah dan tak dapat berpikir33. Kopi bukan hanya untuk

dikonsumsi oleh masyarakat tetapi kopi juga mempunyai arti ekonomi sebagai bahan

perdagangan. Sejak puluhan tahun yang lalu, kopi sudah menjadi sumber nafkah bagi banyak

petani, baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Di Indonesia, tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC pada periode

antara tahun 1696-1699. Penanaman tanaman kopi di Indonesia mulanya hanya bersifat

coba-coba (penelitian) tetapi karena hasil yang memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup

menguntungkan sebagai komoditi perdagangan maka VOC menyebarkan bibit kopi ke

berbagai daerah agar penduduk menanamnya. Perkembangan kopi lebih meluas lagi ketika

adanya peraturan yang disebut “cultur stelsel” atau lebih dikenal dengan tanam paksa. Salah

satu jenis tanaman yang ditanam pada jaman tanam paksa adalah tanaman kopi. Mulai saat

itulah masyarakat Indonesia mengenal kopi34.

Penyuluhan yang dilakukan di Desa Tamba Dolok untuk masyarakat supaya mengerti

tentang pertanian kopi serta keunggulan jenis bibit yang baru ini membuahkan hasil. Banyak

masyarakat yang mencoba menanam kopi di lahan mereka dan hampir serentak menanam

kopi walaupun masyarakat hanya mencoba saja dengan menanam sedikit. Namun, bisa

dipastikan hampir semua masyarakat mencoba membudidayakan kopi tersebut. Karena hasil

penyuluhan yang mengatakan tanaman ini bisa dipanen setelah berumur 3 tahun, banyak

masyarakat berpikir bahwa tanaman ini sangat lambat dibandingkan tanaman yang

33 Aak, loc.,cit.

(28)

sebelumnya mereka tanam. Untuk menunggu tanaman kopi bisa dipanen, masyarakat

menanam padi dan juga masih menanam bawang dengan cara tumpang sari. Masyarakat

menanam bawang disela-sela tanaman kopi, karna kopi ditanam berjarak 3 meter dari kopi

yang satu dengan kopi yang lainnya.

Percobaan untuk menanam kopi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tamba Dolok

ternyata membuahkan hasil yang memuaskan. Hal ini mengakibatkan semakin bertambahnya

keinginan masyarakat untuk menambah lahan pertanian kopi mereka. Lambat laun

masyarakat menganggap tanaman ini menjadi jalan untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat serta meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Tamba dolok.

Kopi Arabika atau sering disebut oleh masyarakat Desa Tamba dolok dengan kopi

jember adalah salah satu jenis kopi yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Kopi

jember ini awalnya berasal dari Ethiopia dan Albessinia. Jenis kopi arabika ini adalah jenis

kopi yang pertama kali dikembangbiakkan serta dibudiayakan oleh manusia, bahkan

merupakan kopi yang paling banyak diusahakan sampai abad ke-1935. Kopi adalah jenis

tanaman untuk daerah tropis. Dalam pertanian kopi, ketinggian tempat dan curah hujan akan

berpengaruh terhadap hasil produksi tanaman kopi.

Kopi merupakan tanaman holtikultura (tanaman jangka panjang) yang tumbuhnya

seperti pohon. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan tingginya bisa mencapai 4

meter. Daunnya tumbuh berhadapan dengan batang, cabang, dan

ranting-rantingnya.Tanaman kopi sudah bisa di panen ketika kopi berumur 3 tahun, tetapi semua

tergantung dengan iklim, ketinggian tempat, serta perawatan dan pengurusan yang baik juga.

(29)

Kopi jember dapat ditanam dengan baik jika ketinggian tempat sekitar 700-1700 m dpl. Desa

Tamba dolok, ketinggian tempatnya berkisar 1230 m dpl36. Jadi sangat cocok untuk tanaman

kopi jenis arabika. Jika tanaman kopi ini di tanam di daerah yang lebih rendah maupun lebih

tinggi dari hal diatas maka kemungkinan besar akan terserang penyakit HV (Hemelia

vastratix).

Selain faktor ketinggian tempat, curah hujan merupakan faktor iklim terpenting.

Curah hujan akan berpengaruh terhadap ketersediaan air yang sangat dibutuhkan oleh

tanaman. Waktu turunnya hujan sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan bunga dan

buah pada kopi jenis arabika. Peranan hujan dalam pembentukan bunga pada kopi sangat lah

besar. Iklim besar sekali pengaruhnya terhadap produktivitas kopi. Pengaruh iklim itu mulai

kelihatan sejak cabang-cabang primer menjelang berbunga. Dan hal ini akan terasa terus pada

saat bunga membuka (mekar) sampai dengan berlangsungnya penyerbukan, pertumbuhan

buah muda sampai buah menjadi tua dan masak. Kopi tidak menyukai sinar matahari

langsung dalam jumlah banyak, tetapi menghendaki sinar matahari yang teratur. Sengatan

sinar matahari langsung dalam jumlah banyak akan meningkatkan penguapan dari tanah

maupun daun, yang dapat mengganggu proses fotosintesa terutama pada musim kemarau.

Angin juga sangat berpengaruh terhadap proses penyerbukan tanaman kopi. Kopi ini

merupakan salah satu jenis tanaman yang dibantu oleh angin dalam bentuk penyerbukan.

Secara umum tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, subur dan kaya bahan

organik. Untuk itu tanah disekitar tanaman harus sering ditambah dengan pupuk organik agar

sistem perakarannya dapat tetap tumbuh dengan baik dan dapat mengambil unsur hara

(30)

sebagaimana mestinya. Kopi tumbuh subur di daerah tanah yang agak masam (tanah yang

mengandung zat asam). Tetapi untuk daerah kapur kopi sangat lambat untuk bereproduksi.

Kopi juga tidak menghendaki tanah yang agak basah. Sekalipun curah hujan sangat penting

untuk pertumbuhan kopi tetapi kopi tidak bisa tumbuh di tanah yang berair.

Syarat-syarat untuk pertumbuhan kopi ini ternyata sangat cocok dengan daerah Desa

Tamba Dolok. Mulai dari ketinggian tempat yaitu sekitar 1230 m dpl, kemudian curah hujan

yang tinggi, Desa Tamba Dolok adalah daeah pegunungan jadi cuaca sangat mendukung

terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kopi. Kopi juga bisa tumbuh sangat subur di

daerah Desa Tamba dolok ini karena kopi bisa tumbuh di sela-sela bebatuan, dan di daerah

terjal (di tanah yang miring).

Sangat berbeda jauh dengan tanaman bawang, bawang yang tidak bisa tumbuh di

daerah yang miring dan banyak bebatuan. Hal ini juga yang membuat masyarakat Desa

Tamba Dolok menganggap bahwa kopi adalah tanaman yang sangat cocok untuk desa ini

yang bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat serta membangkitkan perekonomian

masyarakat.

Sebelum penanaman dimulai, pada umumnya para petani menyiapkan bibit kopi

terlebih dahulu. Bibit kopi dibeli dari kepala desa yang sudah dibudidayakan di dalam polibet

(wadah plastik). Setelah masyarakat berhasil dengan panen kopi dan mempunyi ladang kopi

sendiri biasanya bibit kopi mereka peroleh dari biji yang terdahulu. Sebagian ada juga

mengambil dari kopi yang jatuh dan tumbuh karena saat memetik kopi ada yang terlewatkan.

Adapun syarat-syarat yang layak menjadi bibit menurut pengetahuan petani di Desa Tamba

(31)

1. Biji kopi yang berasal dari pucuk yang merah. Dari hasil penelitian masyarakat, kopi

yang berpucuk kemerahan lebih unggul dan lebih bagus dari kopi yang berpucuk

putih kekuningan.

2. Biji kopi diambil dari jenis yang unggul. Biji kopi dari jenis unggul maksudnya

adalah masyarakat melihat kopi yang punya biji yang lebih besar dan tentu saja dari

tanaman kopi yang tumbuh subur.

Dalam penanaman tanaman kopi, ada banyak hal yang harus diperhatikan cara

penanaman, letak tanaman, jarak tanaman yang satu dengan yang lainnya. Menurut

masyarakat petani Desa Tamba Dolok, jarak tanaman kopi yang bagus itu adalah sekitar 3

meter. Jarak kopi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan serta produksi tanaman kopi.

Pada jarak tanaman kopi yang rapat akan membuat kopi sulit untuk berkembang. Sebelum

kopi bisa dipanen serta belum terlalu besar, masyarakat biasanya menjadikan tanaman kopi

menjadi tanaman tumpang sari (selain tanaman kopi, masyarakat menanam tanaman palawija

disela-sela kopi). Namun, setelah tanaman kopi sudah bisa dipanen biasanya masyarakat

tidak menanam lagi tanaman di antara tanaman kopi karena bisa membuat tanaman kopi

kerdil.

Pada tahun 1997, masyarakat tidak lagi menjadikan tanaman kopi menjadi tanaman

tumpang sari. Masyarakat tidak menanam tanaman palawija lagi di antara tanaman kopi

meskipun masih kecil karena masyarakat sudah lebih fokus ke pertanian kopi. Pekerjaan

petani hanya merawat tanaman kopi saja. Sekalipun begitu masyarakat tetap menanam padi

untuk dikonsumsi sendiri. Setelah panen padi, jerami dari tanaman padi yang dulunya

(32)

untuk tanaman kopi. Selain sebagai pupuk organik, jerami ini juga berfungsi untuk

menghambat pertumbuhan rumput liar disekitar tanaman kopi. Jadi selain menggunakan

herbisida, masyarakat menggunakan jerami untuk menghemat biaya untuk membasmi

rumput liar.

3.2 Perkembangan Pertanian Kopi Desa Tamba Dolok

Perkembangan pertanian kopi ini sangat pesat di Desa Tamba Dolok. Masyarakat

semakin banyak yang membudidayakan tanaman kopi. Setelah 3 tahun masyarakat

melakukan percobaan terhadap pertanian kopi, tanaman kopi pun berbuah dan menghasilkan

hasil yang cukup maksimal. Hal ini menambah semangat masyarakat Desa Tamba Dolok

untuk membudidayakan tanaman kopi lebih banyak lagi. Banyak masyarakat yang

berlomba-lomba untuk menanam kopi di Desa Tamba Dolok. Sekalipun dalam proses penanaman kopi

ini harus membutuhkan tenaga yang sangat banyak namun tidak menjadi masalah bagi

masyarakat karena masyarakat melihat keuntungan yang didapat dari hasil pertanian kopi.

Semakin lama, pertanian kopi semakin meningkat dan masyarakat sangat antusias untuk

menanam kopi dan membuka lahan yang dulu tidak pernah dikerjakan oleh petani.

Alasan yang melatarbelakangi petani lebih banyak untuk menanam kopi Jember

karena penanamannya lebih praktis dibandingkan dengan pertanian sebelumnya. Kemudian

petani bisa memanen kopi satu kali dalam satu minggu jika pada panen raya. Jika tidak panen

raya masyarkat memetik kopi satu kali dalam dua minggu. Hal yang paling unik yaitu ketika

(33)

ladang kopi tersebut tidak satu lahan. Lahan kopi masyarakat Desa Tamba Dolok ada di

beberapa tempat dan masyarakat memetik kopi seperti rotasi (bergiliran). Panen raya kopi

biasanya berlangsung pada bulan Oktober dan April, sehingga untuk setiap minggunya

petani selalu mendapat penghasilan tetap, walaupun dalam setiap rumah tangga berbeda

jumlah kopi yang dihasilkan sesuai dengan luas lahan yang diusahakan. Sekalipun demikian,

hasil kopi ini sudah mampu memenuhi kebutuhan pangan para petani dan juga kebutuhan

lainnya. Bahkan tidak sedikit petani yang menggantungkan kehidupan perekonomiannya

pada kopi Jember ini.

Peningkatan pembudidayaan terhadap tanaman kopi oleh masyarakat Desa Tamba

Dolok tentu berdampak pada jumlah tanaman kopi yang ditanam serta luas lahan yang

bertambah digunakan. Peningkatan luas lahan ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

Tabel 1

Perkembangan Luas Lahan yang Digunakan dari Tahun ke Tahun

No Tahun Luas lahan ( ha )

1 1992 6

2 1995 15

3 1997 25

4 1999 30

(34)

Sumber : Wawancara dengan Respita Tamba, Rustini Tamba,Kardinius

Naibaho, Geloria Lumban Gaol, Edu Sitinjak,di Desa Tamba Dolok, serta data

dari kantor Kecamatan Sitio-tio, di Sabulan (Maret 2013).

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hingga tahun 2001 masih terjadi perluasan

lahan untuk penanaman kopi di Desa Tamba Dolok. Tabel diatas dikerjakan oleh 417 kepala

keluarga pada saat itu. Kepemilikan lahan untuk pertanian kopi biasanya dimiliki oleh marga

Tamba yang ada di desa tersebut. Ada masyarakat yang mempunyai lahan yang luas ada juga

yang hanya sedikit, hal ini tergantung dengan warisan yang dimiliki setiap keluarga yang ada

di desa ini. Tidak bisa diketahui secara pasti berapa banyak pohon kopi milik masyarakat per

kepala keluarga karena luas lahan mempengaruhi berapa banyak pohon kopi dalam pertanian

masyarakat.

Ketertarikan masyarakat Desa Tamba Dolok bukan hanya hasil yang cukup

memuaskan tetapi juga karena kopi jenis ini memiliki banyak keunggulan, yakni lebih cepat

berbuah setelah ditanam, cukup hanya memakan waktu sekitar 3 tahun. Setelah itu mulailah

memetik hasilnya untuk waktu yang tidak singkat (mencapai 20 tahun), buahnya bisa dipetik

secara rutin, yaitu sekali dalam dua minggu. Proses penjualannya juga tergolong mudah.

Setelah bijinya memerah atau menua dan sudah bisa dipetik, kulit kopi kemudian dibuang

dengan mesin penggiling. Setelah itu dijemur cukup dalam satu hari bila cuaca panas

kemudian dijual dan menjadi uang. Tanaman kopi sangat jauh berbeda dengan proses pasca

panen pada tanaman bawang yang sangat rumit. Pengelolaan kopi jember juga lebih mudah

(35)

bertambah jika pemilik lahan kopi yang mempunyai uang lebih menggunakan pupuk

kimia, di samping penggunaan pupuk organik (kompos ).

Perkembangan pertanian kopi di Desa Tamba Dolok bisa dilihat secara kasat mata.

Masyarakat semakin banyak menanam kopi. Ini ditandai dengan semakin banyaknya terlihat

tanaman kopi yang diusahakan masyarakat. Pada tahun 1999 bisa dipastikan masyarakat

semuanya melakukan pertanian kopi. Masyarakat menjadi petani kopi seluruhnya karena

masyarakat sudah fokus ke pertanian kopi. Bahkan ada juga masyarakat yang tidak lagi

mengerjakan sawah untuk pertanian padi karena masyarakat tersebut merasa lebih banyak

keuntungan dengan melakukan pertanian kopi. Masyarakat tersebut mengubah persawahan

menjadi ladang untuk menanam kopi. Hal inilah yang mengakibatkan sekarang ini banyak

terlihat tanaman padi tumbuh bersebelahan dengan ladang kopi. Namun, ada juga masyarakat

yang masih tetap mengusahakan persawahan untuk menanam padi untuk kebutuhan

sehari-hari karena harga beras yang sangat tinggi. Untuk menghemat pengeluaran, ada masyarakat

yang menanam padi supaya mereka tidak membeli beras dari pasar.

Dengan berkembangnya pertanian kopi yang semakin pesat di Desa Tamba Dolok ini

mempengaruhi cara kerja serta tenaga kerja yang dibutuhkan masyarakat semakin banyak.

Cara kerja yang dimaksud adalah semakin banyak yang bersemangat untuk bekerja di Desa

Tamba Dolok, masyarakat juga belajar cara membudidayakan tanaman kopi dengan semakin

baik. Tenaga kerja yang banyak dibutuhkan masyarakat terutama pada masa panen raya.

Untuk masa penanaman sampai proses perawatan tanaman kopi masyarakat hanya memakai

tenaga sendiri, seperti melubangi wadah tempat kopi ditanam, membersihkan lahan dari

(36)

perawatannya, masyarakat menggunakan cara yang lebih praktis yaitu dengan

menyemprotkan herbisida. Salah satu jenis herbisida yang sangat dikenal oleh masyarakat

yang ampuh untuk membasmi rumput yaitu Round-up. Jadi pada saat penanaman sampai

proses perawatan tanaman kopi, masyarakat menggunakan tenaga sendiri.

Tenaga yang dibutuhkan pada masa panen kopi di Desa Tamba Dolok sangat

berbeda dengan tenaga pada saat menanam serta perawatan kopi. Masa panen merupakan hal

yang sangat membahagiakan bagi masyarakat Desa Tamba Dolok sekaligus hal yang sangat

melelahkan. Masa panen kopi biasanya dilakukan ketika kopi sudah berumur 3 tahun dan

buah kopi sudah memerah. Kopi harus dipetik secara waktu beraturan. Jadi bisa dipastikan

kegiatan masyarakat pada bulan tersebut hanya memetik kopi setiap harinya. Kopi harus

dipetik setiap minggunya karena kalo tidak dipetik, kopi akan jatuh dan biasanya langsung

dilakukan sitartari37.

Pada saat panen raya inilah tenaga kerja sangat banyak dibutuhkan. Pada masyarakat

yang tinggal di pedesaan, tenaga kerja merupakan sumber daya manusia yang paling utama

dalam pengolahan lahan pertanian. Untuk itu seluruh potensi dan sumber daya yang ada di

dalam keluarga diusahakan untuk dapat dimaksimalkan penggunaannya. Keadaan ini juga

sangat berpengaruh pada petani kopi Jember yang ada di Desa Tamba Dolok, mereka sangat

mengandalkan tenaga keluarga untuk memetik pada saat panen raya. Bukan hanya orangtua

yang pergi memetik kopi ke ladang, namun anak-anak juga ikut memetik kopi. Sepulang dari

sekolah hampir semua anak-anak pergi ke ladang membantu orangtuanya memetik kopi.

(37)

Anak-anak bisa bekerja karena kopi jember ini sangat pendek. Tinggi kopi tersebut sekitar

90 cm saat berumur 4 tahun, dan sampai pemetikan yang sudah berulang-ulang.

Pada saat panen kopi, di Desa Tamba Dolok ini selain menggunakan tenaga keluarga

untuk tenaga kerja ada juga tenaga kerja upahan atau yang sering disebut dengan “gajian”38.

Orang gajian ini berasal dari Desa Tamba Dolok itu juga, terutama ini adalah masyarakat

yang tidak terlalu banyak memiliki ladang kopi. Biasanya orang gajian ini terkenal malas

mengerjakan ladang sendiri. Jadi lebih suka bekerja dan langsung dapat upah saat itu juga.

Biasanya orang yang kerja upahan ini bekerja tidak hanya bekerja kepada satu orang saja

tetapi ada beberapa petani yang kekurangan tenaga untuk memetik kopi tersebut. Tergantung

siapa yang bisa membayar lebih tinggi. Kerja upahan dilakukan oleh ibu-ibu serta anak-anak

yang malas sekolah.

Selain tenaga kerja upahan, petani juga sering melibatkan kerabat untuk marsirippa di

ladang mereka. Hal ini sering dilakukan pada saat pekerjaan sangat banyak biasanya pada

saat panen raya dan sulit mendapatkan orang yang mau gajian. Tenaga kerja untuk memetik

kopi harus banyak membutuhkan sumber daya manusia. Untuk memetik kopi tidak bisa

digunakan dengan mesin ataupun suatu alat. Berbeda dengan pada saat penggilingan

(pemisahan kulit dengan biji kopi). Biasanya masyarakat melakukan penggilingan kopi

dengan mesin penggiling. Namun ada juga masyarakat yang masih memakai gilingan yang

dikerahkan oleh tangan manusia. Penggunaan alat penggiling yang dikerahkan oleh tangan

sangat rumit dan diperlukan tenaga yang kuat. Biasanya petani yang mengunakan alat ini

adalah petani yang mempunyai ladang kopi yang sedikit. Masyarakat lebih banyak memilih

(38)

penggiling mesin karena lebih praktis dan lebih cepat. Setelah mengumpulkan kopi dari

beberapa ladang yang sudah dipetik, petani hanya memasukkan kopi ke bak gilingan dan

mesinlah yang bekerja. Kapasitas kopi yang di giling juga lebih banyak dibanding penggiling

yang dikerahkan oleh tangan. Setelah dilakukan penggilingan, masyarakat mendiamkan kopi

selama satu malam supaya pada pagi harinya ketika mencuci kopi lebih mudah lepas dari

diberikan untuk diminum hewan peliharaan karena manis. Masyarakat percaya bahwa rasa

manis yang terdapat di kopi itu bisa menggemukkan hewan tersebut. Setelah pencucian

kemudian kopi tersebut dijemur sekitar 1 jam. kemudian setelah kopi sudah kering,

masyarakat akan menjualnya ke tauke langganan mereka. Untuk petani yang tidak terikat

oleh utang kepada salah satu agen, biasanya para tauke akan datang ke rumah atau halaman

dimana kopi tersebut dijemur untuk dibeli oleh tauke yang datang.

Dengan semakin berkembangnya pertanian kopi di Desa Tamba Dolok, pemasaran

kopi juga berkembang. Lambat laun tauke kopi bermunculan di desa ini. Pada awalnya tauke

kopi hanya dua orang di desa ini. Namun, seiring banyaknya produksi kopi dari daerah ini

semakin banyak bermunculan para tauke kopi. Tempat memasarkan kopi di Desa Tamba

dolok ini adalah yang paling utama pada agen/tauke yang ada di Desa Tamba Dolok.

(39)

yang lebih besar untuk dilakukan penggilingan tahap kedua. Para petani tidak perlu jauh-jauh

untuk memasarkan kopi mereka, karena tauke sendirilah yang mendatangi rumah-rumah

penduduk untuk membeli kopi tersebut.

Di Desa Tamba Dolok ini ada sistem pemasaran yang terikat. Ada semacam

kewajiban masyarakat untuk menjual hasil panen kopi nya kepada tauke tertentu. Hal ini

terjadi karena ada kesepakatan antara petani kopi dengan tauke tersebut. Dalam hal ini,

keterikatan petani kopi dalam sistem pemasaran terjadi karena peminjaman modal awal serta

biaya untuk hidup sebelum petani panen kepada tauke itu. Kewajiban petani untuk menjual

hasil pertaniannya karena petani kekurangan modal untuk membeli pupuk serta untuk

membiayai sekolah maupun sehari-hari ketika kopi belum bisa dipanen. Untuk para petani

tersebut ada yang memasarkan hasil panen kopinya kepada salah seorang tauke karena ada

unsur untuk balas budi. Selain itu, keterikatan pada seorang tauke juga bukan hanya karena

peminjaman yang dilakukan petani namun karena ada hubungan kerabat. Sekalipun

kerabatnya tersebut tidak mempunyai utang terhadap tauke itu. Persaudaraan dan kekerabatan

di Desa Tamba Dolok ini masih sangat kental. Misalnya yang semarga, atau pun masih

mempunyai ikatan darah kepada tauke tersebut.

Sekali pun sudah ada sistem pemasaran yang terikat di desa ini, tetapi masih ada

masyarakat yang masih mau menyimpan sebagian kopinya untuk dijual ke agen lain. Karena

jika semuanya dijual ke tauke yang punya kesepakatan dengannya maka akan dipotong

utang. Petani diam-diam menjual sebagian kopinya ke tauke lain. Hal inilah yang

mengakibatkan keretakan hubungan tauke dengan petani tersebut. Jika ketahuan menjual

(40)

kopi yang tidak mendapat sanksi yang jelas dari si tauke. Hal ini terjadi karena si tauke juga

perlu petani untuk kelangsungan usahanya. Dari hasil penelitian,tauke banyak meraup

keuntungan dari usaha menjadi tauke kopi dibandingkan tauke pada usaha yang lain seperti

bawang.

Dengan semakin berkembangnya pertanian kopi di Desa Tamba Dolok ini maka

semakin mudah untuk memasarkan kopi dan muncul banyak tauke-tauke kecil di desa ini.

Perkembangan pertanian kopi ini juga diakibatkan harga kopi yang melonjak mengakibatkan

masyarakat tidak memproduksi kopi untuk diminum melainkan untuk dipasarkan saja.

Masyarakat tidak mempunyai waktu untuk mengolahnya karena masyarakat lebih fokus ke

pertanian kopi dan juga perawatan kopi tersebut.

Petani di Desa Tamba Dolok seluruhnya menanam kopi Jember, namun hal yang

unik adalah tidak ada satu pun dari masyarakat Desa Tamba Dolok yang berniat untuk

melakukan usaha pengolahan biji kopi menjadi bubuk kopi yang bisa dikonsumsi oleh

masyarakat sehari-hari. Masyarakat Desa Tamba dolok memang mengkonsumsi kopi untuk

minuman, tetapi mereka tidak mengolahnya sendiri. Biasanya masyarakat yang bersuku

Batak Toba mempunyai kebiasaan lebih suka mengonsumsi minuman kopi daripada teh

ataupun yang lainnya39. Para petani untuk mengonsumsi kopi, cukup membelinya di pasar

tanpa harus mengolah sendiri karena menurut petani mereka tidak punya waktu untuk

mengolahnya serta tidak mempunyai alat untuk menggiling biji kopi tersebut menjadi bubuk

(41)

kopi yang siap untuk dikonsumsi. Warung kopi juga tidak ada dijumpai di Desa Tamba

Dolok.

Masyarakat lebih suka mengonsumsi kopi dirumahnya sendiri. Namun, jika ada pesta

adat maka bermunculan warung kopi dadakan untuk meraup keuntungan. Karena masyarakat

di Desa ini sepertinya tidak bisa lepas dari mengonsumsi kopi. Hal ini juga yang unik di Desa

Tamba Dolok, sekalipun masyarakat bertani kopi dan menghasilkan kopi yang cukup banyak

tetapi di desa ini tidak ada kedai yang menyiapkan kopi siap saji. Kalaupun ada kedai, itu

hanyalah kedai untuk kebutuhan sehari-hari. Bukan untuk tempat berkumpul untuk minum

(42)

BAB IV

PENGARUH PERTANIAN KOPI BAGI MASYARAKAT DESA TAMBA DOLOK

Pertanian baru yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tamba Dolok sejak tahun1992

ini membawa pengaruh terhadap masyarakat desa ini. Banyak sekali perubahan yang terlihat

sampai pada tahun 2002. Selama sepuluh tahun menggeluti pertanian kopi masyarakat mulai

berkembang dan tidak subsistensial lagi. Pertanian kopi yang dimulai sejak tahun 1992

mendapat tempat nomor satu pada masyarakat desa ini. Petani kopi Jember membuat

tanaman kopi ini sebagai tanaman untuk menafkahi keluarga para petani. Seperti yang sudah

dijelaskan di bab yang sebelumnya bahwa pertanian kopi ini berkembang sangat cepat dan

mendapat perhatian dari masyarakat Desa Tamba Dolok dan menjadikan tanaman kopi

menjadi tanaman pokok.

Semakin tahun semakin banyak yang memperluas lahan untuk menanam tanaman

kopi. Ini diakibatkan kecocokan tanaman kopi untuk tumbuh di daerah ini dan harga kopi

yang melonjak saat itu. Dari hasil pertanian kopi ini, sangat banyak perubahan yang terlihat

di Desa Tamba Dolok dan merupakan pengaruh dari pertanian kopi ini. Pertanian kopi di

Desa Tamba Dolok mempunyai pengaruh yang sangat banyak.

Ada banyak pengaruh yang bisa kita lihat dari pertanian kopi di Desa Tamba Dolok

(43)

4.1Tingkat Pendapatan

Pada hakikatnya manusia mempunyai kecenderungan untuk tetap hidup dan

mengembangkan harkat kehidupan sosialnya. Mereka didorong oleh hasrat untuk hidup lebih

baik sesuai dengan harkat manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Upaya manusia

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya cenderung untuk mencari dari berbagai

sumber yang ada, terutama berkaitan dengan potensi di sekeliling mereka hidup dan

bertempat tinggal40. Dari pertanian kopi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tamba Dolok

banyak sekali membawa perubahan. Perubahan yang dialami berbeda-beda. Ada yang

mengalami perubahan yang sangat mencolok dan ada juga yang mengalami perubahan secara

lambat.

Mengenai perolehan hasil produksi panen kopi Jember sangatlah bervariasi. Besar

kecilnya hasil panen kopi tergantung pada luas lahan kopi yang dimiliki petani. Lahan yang

luas tentu saja mendapat hasil panen yang banyak, begitu juga dengan lahan yang sempit

akan mendapat hasil panen kopi yang lebih sedikit. Pada setiap akhir panen petani akan

menghitung berapa biaya yang dikeluarkan untuk merawat dan penanaman kopi tersebut

kemudian akan dikurangi dari hasil panen yang sudah didapat. Setelah biaya tersebut

dikurangkan maka petani bisa melihat berapa hasil dan keuntungan yang petani dapatkan dari

pertanian kopi.

Dari pertanian kopi ini, pendapatan masyarakat semakin meningkat. Dengan

meningkatnya pendapatan masyarakat terjadi perubahan di dalam kehidupan petani kopi. Ini

bisa kita lihat dari pola hidup dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Pemenuhan

40

(44)

kebutuhan dirumah tangga bukan hanya kebutuhan pangan saja melainkan masih banyak

kebutuhan yang harus dipenuhi baik jasmani maupun rohani, hal ini akan dapat dipenuhi

dengan adanya aktivitas. Masyarakat Desa Tamba Dolok yang mempunyai mata pencaharian

utama mengharapkan segala kebutuhan mereka dapat dipenuhi dari hasil pertanian. Untuk

pemenuhan pangan mereka biasanya secara subsistensial, beras yang mereka dapatkan

berasal dari pertanian padi yang mereka usahakan. Mereka tidak menjual hasil pertanian padi

yang mereka tanam, melainkan hanya untuk kebutuhan mereka dalam setahun. Untuk

sayuran dan buah mereka tidak perlu mengeluarkan biaya karena mereka juga menanam

sayuran di ladang mereka sendiri, hanya untuk konsumsi keluarga saja. Begitu juga untuk

lauknya mereka kadang-kadang bisa mendapatkannya dari Danau Toba. Selain itu mereka

juga memelihara hewan ternak. Hanya pada acara tertentu saja mereka mau menyembelih

hewan peliharaan mereka. Secara umum, untuk kebutuhan pangan mereka tidak banyak

mengeluarkan biaya sehingga pendapatan yang mereka terima tetap bisa digunakan untuk

memenuhi kebutuhan yang lain.

Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat dari pertanian kopi, sangat banyak

perubahan yang terjadi dalam masyarakat Desa Tamba Dolok. Ini terlihat dari bentuk rumah

yang mereka miliki. Sebelum pertanian kopi Jember ada di desa ini,bentuk rumah-rumah

penduduk bisa dikatakan sangat sederhana dan bahkan ada yang tidak layak huni.

Masyarakat masih menghuni rumah-rumah panggung dan juga ada masyarakat yang tinggal

pada rumah tradisional seperti rumah Batak Bolon. Masyarakat yang tinggal di rumah Batak

Bolon merupakan masyarakat yang tergolong berkecukupan. Orang yang bisa membangun

(45)

Masyarakat yang sudah mempunyai rumah bolon pada saat itu adalah masyarakat yang

mempunyai kedudukan sebagai pemilik huta/kampung tersebut. Namun, ketika pendapatan

meningkat masyarakat mulai memperbaiki rumah mereka, ada yang mempunyai rumah semi

permanen dan ada juga yang sudah permanen. Rumah-rumah panggung sudah jarang ditemui

di desa ini. Sekalipun ada beberapa rumah panggung dijumpai di Desa Tamba Dolok itu

hanyalah sebagai rumah warisan dan perkumpulan marga-marga yang ada disitu terutama

marga Tamba. Perubaha bentuk rumah ini lebih memudahkan masyarakat menyimpan

kendaraan mereka ke rumah yang tidak memakai rumah panggung. Perubahan bentuk rumah

ini juga seiring dengan perkembangan zaman serta perkembangan teknologi. Masyarakat bisa

melihat bentuk rumah seperti permanen, semi permanen melalui sarana komunikasi seperti

televisi.

Bukan hanya dalam bentuk rumah yang mengalami perubahan, masyarakat juga

tidak hanya mampu mencukupi kebutuhan primer namun mereka sudah bisa memenuhi

kebutuhan sekunder bahkan kebutuhan tersier. Bisa kita lihat contoh yaitu barang-barang

yang ada di rumah penduduk. Dulu televisi adalah sebuah barang mewah untuk masyarakat

desa ini. Masyarakat yang mempunyai televisi hanyalah beberapa orang saja. Namun, ketika

munculnya pertanian kopi di masyarakat desa ini membuat barang mewah tersebut bisa di

beli oleh mereka dan hampir seluruh masyarakat desa sudah mempunyai televisi pada tahun

2002. Bukan hanya pada televisi saja, namun masih banyak barang lainnya yang dianggap

mewah oleh masyarakat pada saat itu yang bisa dibeli masyarakat, seperti radio, tape, telepon

genggam dan mesin ketik. Dalam pola hidup juga masyarakat Desa Tamba Dolok mengalami

(46)

masyarakat lainnya. Hal inilah yang mengakibatkan adanya persaingan di desa tersebut.

Persaingan yang terjadi yaitu ketika salah satu petani sudah bisa menyekolahkan anaknya ke

perguran tinggi maka masyarakat lainnya juga akan mengikut dan tidak mau kalah. Hal ini

tentu saja berdampak positif bagi masyarakat sehingga masyarakat lebih giat lagi untuk

bekerja.

Masyarakat petani kopi pendapatannya meningkat sudah bisa membeli alat

transportasi. Masyarakat sudah mulai sadar akan pentingnya sarana transportasi. Komunikasi

lalu lintas sangat penting bagi kehidupan manusia dan merupakan sarana yang sangat

penting dalam kelancaran roda perekonomian. Sebelum tahun 1995, masyarakat Desa Tamba

Dolok menggunakan hewan sebagai sarana trnsportasi mereka. Ketika pertanian bawang ada

di desa ini, masyarakat memanfaatkan kuda untuk mengangkut hasil pertanian bawang ke

pasar. Mereka harus berjalan sambil menggiring kuda untuk membawa hasil pertanian

keluar dari desa dan berjalan sejauh 7 km. Pengangkutan hasil pertanian dengan

menggunakan hewan seperti kuda tidak bisa maksimal dan masyarakat lebih memilih praktis

sehingga lebih memilih kendaraan bermotor. Kita ketahui kuda lebih mahal daripada

kendaraan bermotor namun kuda hanya bisa mengangkut 2 goni hasil pertanian dan harus

diiringi oleh masyarakat dengan jalan kaki. Hal ini juga yang membuat masyarakat lebih

memilih kendaraan bermotor yang lebih praktis dan efisien.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan juga diakibatkan pendapatan masyarakat

semakin tinggi, sarana transportasi di Desa Tamba Dolok juga mulai berubah. Lambat laun,

masyarakat tidak menggunakan jasa kuda lagi untuk mengangkut barang mereka, dan mulai

(47)

motor karena akses jalan ke desa ini sangat sulit. Hanya bisa dilalui oleh sepeda motor.

Sekitar tahun 1996 seiring bertumbuhnya perekonomian di Desa Tamba Dolok sudah ada

kesadaran masyarakat untuk memperbaiki jalan. Mereka mengadakan gotong royong untuk

membuka akses jalan ke desa lain. Dengan bantuan perangkat desa dan melalui

pemberitahuan yang ditulis di dinding rumah penduduk yang ada di Banjar, atau melalui

gereja masyarakat yang dihimbau melakukan gotong royong. Perbaikan jalan ini bukan

hanya untuk akses penduduk keluar dari desa namun juga untuk lebih memudahkan

masyarakat mengangkut hasil pertanian mereka.

Masyarakat di Desa Tamba Dolok sudah memiliki kendaraan pribadi dan sudah ada

peran pemerintah dalam hal perbaikan jalan. Angkutan umum di desa ini belum memadai,

hanya ada beberapa angkutan umum saja sehingga masyarakat lebih banyak menggunakan

kendaraan pribadi. Masyarakat yang mempunyai mobil seperti mobil pick up hanyalah

digunakan untuk mengangkut hasil pertanian kopi. Sarana transportasi yang ada di desa ini

bukan hanya untuk akses penduduk ke desa lain namun juga untuk kelancaran distribusi

pertanian kopi. Ketika kopi sudah siap dipasarkan tentu saja dibutuhkan sarana transportasi

untuk dapat mengangkut kopi ke kabupaten atau keluar dari desa tersebut. Sarana

transportasi yang ada bukan hanya untuk mengangkut hasil pertanian yang didapatkan oleh

penduduk dari ladang maupun untuk memasarkan namun juga untuk mengangkut alat-alat

yang dipakai untuk perawatan kopi tersebut seperti mengangkut pupuk, dll.

Masyarakat membeli kendaraan pribadi dilakukan secara cash/ tunai, karena di Desa

Tamba Dolok ini tidak mengenal yang namanya kredit/mencicil. Biasanya masyarakat

(48)

proses pemasaran keluar dari desa tersebut. Peningkatan perekonomian yang ditandai dengan

tingkat pendapatan yang semakin tinggi ini bisa dilihat dari table dibawah ini :

Tabel 2

Perbedaan tingkat pendapatan masyarakat pada pertanian di Desa Tamba Dolok

dalam setahun dengan luas lahan satu rantai

No Jenis Pertanian Intensitas Panen

Sumber : Wawancara dengan Geloria Lumbangaol, Osdeman Gultom, Jawalen

Nainggolan, Risma Haro, Jaintar Tamba, Respita Tamba,dll di Desa Tamba Dolok, (Maret

2013).

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendapatan dalam masyarakat sangat

jauh berbeda setiap jenis pertanian yang ada di Desa Tamba Dolok. Tingkat pendapatan

dipengaruhi juga oleh intensitas masyarakat bisa memanen hasil pertanian mereka. Padi

dipanen hanya dua kali dalam setahun, bawang dipanen tiga kali dalam setahun dan kopi

(49)

pendapatan. Tingkat pendapatan semakin meningkat ketika masyarakat melakukan pertanian

kopi.

4.2Tingkat Pendidikan

Pendidikan sangat penting bagi masa depan anak-anak. Pendidikan merupakan salah

satu faktor untuk mencapai tingkat kemajuan serta faktor untuk mendapat kehidupan yang

lebih layak. Pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat merupakan hal yang penting yang

harus diperhatikan. Pendidikan ini merupakan suatu konsumsi yang sangat erat hubungannya

dengan lingkungan sosial dan sudah merupakan tuntutan jaman. Pendidikan biasanya bisa

didapatkan dimana saja. Baik itu pendidikan non formal maupun pendidikan formal. Manfaat

pendidikan sangatlah banyak mulai dari mempersiapkan diri untuk mencari nafkah,

mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi maupun kepentingan

masyarakat, melestarikan kebudayaan, dll.

Pendidikan yang dimaksud dalam pemikiran masyarakat Desa Tamba dolok bukanlah

pengalaman yang mereka dapat dalam menghadapi hidup. Dibalik semua itu, masyarakat

Desa Tamba Dolok menginginkan anak-anaknya mendapat pendidikan formal dari instansi

pemerintahan. Bagi petani desa, motivasi untuk menyekolahkan anak-anakan mereka mulai

dari SD sampai SMA bahkan ke perguruan tinggi merupakan kewajiban setiap keluarga.

Kesadaran akan pendidikan dalam diri masyarakat Desa Tamba Dolok sudah ada sejak

dahulu. Akan tetapi akibat oleh pendapatan yang sangat minim sehingga banyak masyarakat

(50)

disekolahkan sebatas SMP (Sekolah menengah Pertama) bahkan ada yang tidak tamat SD

(Sekolah Dasar).

Dari pengalaman masyarakat desa ini, banyak orang tua yang terpaksa tidak

menyekolahkan anaknya karena kekurangan biaya, mengingat biaya pendidikan sangat

mahal. Pada saat masyarakat Desa Tamba Dolok melakukan pertanian bawang, memang

sudah ada yang menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMA, namun hanya beberapa orang

saja. Ada pun masyarakat yang berani menyekolahkan anaknya sampai tingkat perguruan

tinggi itu harus rela menjual tanah mereka untuk biaya kuliah. Namun, ada juga beberapa

masyarakat yang tidak rela melakukan hal tersebut, dikarenakan pemikiran serta kurangnya

pemahaman tentang arti pentingnya pendidikan. Banyak masyarakat yang belum berani

untuk menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas).

Sebelum tahun 1950 an, masyarakat Desa Tamba Dolok banyak yang tidak mengecap

pendidikan. Baru pada masa pertanian bawang, sudah ada kesadaran masyarakat untuk

menyekolahkan anaknya. Ini terbukti dengan bertambahnya gedung sekolah yang ada di

Desa Tamba Dolok. Ini juga dibarengi dengan peran pemerintah untuk menyalurkan tenaga

pengajar serta membuka gedung sekolah baru. Pada tahun 1990, di desa ini sudah ada 3 buah

Sekolah Dasar, sedangkan Sekolah Menengah Pertama ada di desa tetangga yaitu Desa Cinta

Maju. Ini yang mengakibatkan masyarakat enggan menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi.

Bukan hanya karena biaya pendidikan namun juga karena akses mendapatkan pendidikan

harus membutuhkan tenaga serta perjuangan yang sangat berat. Untuk ke tingkat SMP saja,

selain biaya sekolah yang relatif mahal, juga karena akses ke sekolah tersebut sangat jauh.

(51)

Anak-anak yang sekolah ke SMP harus berangkat jam 5 pagi ke sekolah supaya tidak

terlambat. Itupun harus jalan kaki sejauh 7 km.

Hal diataslah yang membuat anak-anak malas sekolah dan orangtua merasa kasihan

terhadap anaknya karena capek dan harus menempuh jalan sejauh 7 km. Keadaan seperti

inilah yang membuat banyak masyarakat yang tidak tamat SMP pada tahun 1960 an di Desa

ini. selain akses jalan, biaya yang mahal juga meguras tenaga serta pikiran hanya untuk pergi

sekolah ke tingkat SMP 41.

Keinginan masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya sudah ada sejak jaman

dahulu. Karena kita ketahui filosofi orang Batak Toba tentang pendidikan dengan mottonya

yang sering diucapkan yaitu “Anakkon Hi Do Hamoraon Di Au” yang artinya anaknya lah

yang paling berharga bagi orang tuanya. Keinginan ini semakin terwujud dengan adanya

tingkat pendapatan masyarakat yang lebih baik. Dengan pertanian kopi Jember ini,

masyarakat sudah bisa menyekolahkan anaknya ke tingkat SMA bahkan sudah banyak yang

menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi. Para orangtua mengharapkan supaya

anak-anak mereka kelak tidak sama nasibnya dengan mereka. Harapan ini juga sudah ada

sejak jaman dahulu, hal ini bisa dikaitkan terbukti dari bentuk rumah tradisional orang Batak

yaitu Rumah Batak Bolon. Kalau dilihat dari bentuk rumah Batak Bolon bagian belakang

rumah lebih tinggi dari bagian depan bangunan rumah. Maksudnya supaya kelak anak-anak

mereka harus mempunyai kehidupan yang lebih layak dan lebih baik dari orangtua nya.

Masyarakat tidak ingin profesi mereka saat ini menurun kepada anak-anaknya nanti seperti

(52)

ungkapan salah seorang informan mengenai tujuan mereka untuk menyekolahkan anaknya

dibawah ini:

“…..tujuan yang paling utama menyekolahkan anak kami agar hari esok mereka lebih dan tidak mengalami apa yang kami alami. Kami berharap agar mereka tidak

bekerja di ladang dengan panasnya matahari dan dinginnya air hujan, kalau bisa jangan lagi memegang tanah (bertani)”42.

Hal inilah salah satu alasan masyarakat untuk menyekolahkan anak mereka lebih

tinggi. Setiap orangtua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Sejak

masyarakat Desa Tamba Dolok menjadi petani kopi tingkat pendidikan sudah semakin

membaik. Keinginan untuk menyekolahkan anak ini terlihat dari upaya masyarakat untuk

giat bekerja sebagai petani. Hal ini bisa dilihat dari cara mereka bekerja dan juga

pemanfaatan waktu supaya tidak terbuang percuma. Kesadaran masyararakat untuk

menyekolahkan anak perempuan juga sudah mulai ada. Namun untuk tingkat perguruan

tinggi masih sangat jarang.

Peningkatan tingkat pendidikan yang terjadi di Desa Tamba Dolok ini bisa kita lihat

dalam tabel dibawah ini :

(53)

Tabel 3

Persentase tingkat pendidikan pada pertanian di Desa Tamba Dolok

Jenis Pertanian

No Tingkat Pendidikan Padi Bawang Kopi

1 Sekolah Dasar 30 % 50% 100%

2 SLTP 10% 26% 98%

3 SMA - 15% 85%

4 Perguruan Tinggi - 5% 60%

Sumber: Wawancara dengan Jasa Haro Munthe, Osdeman Gultom, Risma Haro,

Mordita Naibaho, Geloria Lumban Gaol, dll di Desa Tamba Dolok, (Januari 2013).

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan dalam masyarakat mengalami

peningkatan dalam setiap jenis pertanian yang ada di Desa Tamba Dolok. Tingkat pendidikan

yang semakin tinggi ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan yang semakin tinggi juga.

Masyarakat Batak Toba yang patrilineal lebih mengutamakan laki-laki untuk

bersekolah dibandingkan dengan perempuan, karena ada anggapan masyarakat bahwa

nantinya anak perempuan hanya akan menghabiskan biaya saja karena kelak mereka akan

hidup bersama suaminya. Lambat laun pemikiran yang seperti itu sudah mulai ditinggalkan,

ada beberapa anggota masyarakat yang menyekolahkan anak perempuan mereka. walaupun

masih mendapat banyak cibiran dari masyarakat sekitarnya. Sebenarnya sampai saat penulis

(54)

tidak perlu untuk dikuliahkan. Namun, karena keinginan anak perempuan untuk melanjutkan

studi lebih besar dari anak laki-laki sehingga sekarang ini banyak anak perempuan yang

sekolah.

Di dalam membiayai kebutuhan pendidikan untuk anak, masyarakat berusaha untuk

memenuhi kebutuhan sekolah yang layak untuk anaknya . hal ini membuat mereka memeras

tenaga serta pikiran untuk mengatasi segala keperluan-keperluan mereka sekolah. Dalam

mengatasi keperluan sekolah petani tidak jarang untuk melakukan pinjaman ke tauke/agen

kopi. Dibalik semua itu keinginan untuk menyekolahkan anak ini karena tingkat pendapatan

masyarakat sudah tinggi yaitu dari hasil pertanian kopi yang dilakukan oleh masyarakat Desa

Tamba Dolok. Pada tahun 1980, masih sangat minim keinginan masyarakat untuk

menamatkan anaknya tingkat SMA bahkan untuk pendidikan perguruan tinggi masih bisa

dihitung pakai jari. Namun, setelah tahun 1992, masyarakat berlomba-lomba untuk

menyekolahkan anak-anak mereka dengan harapan kehidupan anak mereka kelak lebih baik

dari kehidupan orangtuanya sekarang.

Masyarakat beranggapan bahwa dengan pendidikan yang tinggi bisa lebih mudah

untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, serta kehidupan mereka tidak lagi sebagai petani.

Masyarakat juga mengharapkan kelak anak mereka tidak lagi menahan panasnya matahari

dan dinginnya air hujan. Hal inilah yang membuat masyarakat Desa Tamba Dolok berusaha

keras untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Mereka rela menguras tenaga serta pikiran

(55)

4.3Tingkat Kesehatan

Dari hasil pertanian kopi Jember di Desa Tamba Dolok pendapatan masyarakat

semakin meningkat. Selain itu di bidang pendidikan masyararakat sudah mulai

memperhatikan kesehatan mereka. Masalah kesehatan begitu penting bagi setiap orang

begitu juga dengan masyarakat di desa ini. Puskesmas di desa ini sudah ada sejak tahun

1980. Namun kesadaran masyarakat untuk berobat ke puskesmas sangat minim. Masyarakat

yang berobat ke puskesmas ini hanya beberapa orang saja. Masyarakat lebih memilih untuk

pergi berobat secara tradisional karena lebih murah. Hal ini karena tingkat perekonomian

masyarakat sangat rendah sehingga lebih memilih pengobatan tradisional daripada pergi ke

puskesmas yang biaya nya lebih mahal. Kalau berobat secara tradisional hanya memerlukan

biaya yang sedikit untuk upah yang memberi obat, sedangkan ke puskesmas mereka harus

membayar biaya pengobatan serta menebus obat dari puskesmas.Untuk ibu-ibu yang mau

melahirkan pun mereka lebih memilih ke dukun beranak daripada ke bidan desa. Kalau

melahirkan dengan bidan desa lebih mahal biayanya dibanding dengan dukun beranak.

Proses melahirkan dengan bantuan dukun beranak hanya mengeluarkan biaya yang sedikit.

Hanya beberapa masyarakat yang mau berobat ke puskesmas. Masyarakat yang lainnya

lebih memilih untuk berobat secara tradisional. Masyarakat mau berobat ke puskesmas hanya

karena obat tradisional tidak mampu lagi mengobati.

Sejak pertanian kopi ada di desa ini serta tingkat pendapatan mulai meningkat,

kesadaran masyarakat untuk memperhatikan kesehatan dan berobat ke puskesmas mulai ada.

Lambat laun, masyarakat mulai meninggalkan pergi berobat ke dukun dan mempercayai

(56)

pengobatan yang mendapat penjelasan yang lebih baik mereka juga sudah mulai memilih ke

puskesmas karena pengobatan yang lebih steril. Untuk ibu-ibu yang mau melahirkan juga

sudah banyak yang membutuhkan bidan dibanding dukun beranak. Masyarakat sudah lebih

peduli dengan kesehatan mereka setelah perekonomian mereka meningkat.

Peran pemerintah dalam hal kesehatan juga cukup tinggi antara lain menambah

beberapa orang bidan yang tidak hanya ditempatkan di desa tetapi sudah ada per dusun

sekalipun puskesmas hanya ada di desa saja. Dengan adanya penyuluhan yang dilakukan

bidan serta dinas kesehatan tentang arti pentingnya kesehatan membuat masyarakat mau

mengunjungi puskesmas. Bidan yang ada di dusun ada yang tinggal dirumah penduduk

yang tidak dipakai atau menyewa rumah. Masyarakat yang dulunya takut berobat ataupun

mengimunisasi anak mereka mulai datang ke puskesmas.

Setelah masyarakat melakukan pertanian bawang, sebenarnya kesadaran tentang

kesehatan sudah ada, namun masyarakat takut tidak bisa membayar biaya pengobatan.

Bahkan ada masyarakat yang tidak mau mengimunisasikan anaknya ke puskesmas karena

takut membayar padahal sudah ada penyuluhan kalau imunisasi tersebut gratis. Setelah

pendapatan serta tingkat perekonomian masyarakat semakin tinggi sehingga masyarakat

mulai berani ke puskesmas. Dengan demikian dapat dikatakan dengan adanya pertanian kopi

dan meningkatnya perekonomian masyarakat Desa Tamba Dolok bukan hanya mengubah

masyarakat untuk lebih memperhatikan pendidikan serta kehidupan di desa dan transportasi

(57)

4.4Kehidupan yang lebih Konsumtif

Semakin meningkatnya tingkat pendapatan seseorang maka semakin tinggi pula

tingkat konsumtifnya. Hal ini terjadi karena seseorang memiliki pendapatan yang tinggi,

ketika dia menginginkan suatu barang atau suatu hal karena adanya uangnya sehingga bisa

dibeli nya. Demikian hal nya dengan masyarakat yang ada di Desa Tamba Dolok. Pada

awalnya masyarakat di desa ini hanya memenuhi kebutuhan pokok saja. Namun setelah

adanya pertanian kopi mengakibatkan pendapatan tinggi serta mengacu ke pola hidup yang

konsumtif pula. Kehidupan yang konsumtif ini dapat dilihat dari kehidupan para petani kopi

yang sudah mulai malas untuk menanam sayuran dan mereka lebih sering membeli ke pasar.

Masyarakat juga dengan adanya akses jalan yang semakin mudah lebih suka berbelanja ke

kabupaten dibandingkan di desa tersebut padahal harga dan kualitas sama saja.

Meningkatnya pendapatan petani kopi Desa Tamba Dolok berdampak juga dalam

kehidupan sosial masyarakat. Kehidupan sosial keluarga petani juga ditandai dengan

perkumpulan-perkumpulan marga baik dari pihak istri maupun pihak suami. Tentu saja

perkumpulan ini membutuhkan uang dan biaya sehingga masyarakat sudah membaur untuk

mengikuti kegiatan-kegiatan yang tidak terlalu bermanfaat bagi kehidupan masyarakatnya.

Kegiatan tersebut seperti berkumpul setiap dua kali sebulan, hal ini tentu saja membuang

waktu mereka. Belum lagi mereka setiap berkumpul harus mengumpulkan uang untuk

memasak makanan untuk makan bersama. Perkumpulan marga bermanfaat untuk

mempererat hubungan antar marga namun dibalik itu juga mereka jadi lebih konsumtif

karena iuran yang dikumpul terkadang mahal dan ada sebagian masyarakat yang terlalu

(58)

Untuk soal pengadaan pesta misalnya pesta pernikahan juga sudah lebih banyak

membutuhkan biaya. Setelah berkembangnya pertanian kopi Jember, masyarakat memiliki

kebiasaan untuk membuat pesta besar-besaran. Masyarakat di Desa Tamba Dolok identik

dengan gengsi dan tidak mau kalah. Kalau misalnya salah satu masyarakat membuat pesta

besar untuk pernikahan anaknya tentu masyarakat yang lainnya akan mengikuti dan tidak

mau kalah. Jadi pemikiran serta kehidupan yang lebih konsumtif tidak bisa dihindari ketika

masyarakat sudah mempunyai penghasilan yang lebih tinggi.

4.5Kopi Sigalar Utang

Ada julukan masyarakat terhadap kopi Jember ini yaitu “kopi sigalar utang” yang

artinya adalah kopi yang akan membayar hutang. Alasan pemberian julukan ini yaitu karena

cerminan dari kebiasaan para petani kopi yang meminjam uang dari tauke dengan

menjaminkan kopi yang belum dipanen. Petani biasanya menunggu kopi untuk dipanen

supaya bisa membayar hutang pada tauke. Munculnya hubungan petani dan tauke disebabkan

kurangnya modal petani guna memenuhi kebutuhan untuk merawat kopi. Ketika masyarakat

meminjam uang dari tauke tentu saja petani menjalin hubungan dengan tauke melalui

pemberian pinjaman, maka petani langsung terikat dengan tauke tersebut.

Masyarakat berani berhutang banyak pada tauke atau ke Credit Union dengan

harapan kopi Jember ini bisa membayar utang mereka ketika tiba waktunya panen raya.

Masyarakat meminjam uang itu tentu saja karena banyaknya pengeluaran serta untuk biaya

(59)

untuk biaya sekolah anak-anaknya. Masyarakat meminjam uang untuk membuat pesta

pernikahan secara besar-besaran untuk menutupi gengsi dan tidak mau kalah. Akibatnya

mereka berhutang. Namun masyarakat percaya bahwa kopi Jember bisa membayar utang

mereka.

Alasan pemberian nama “kopi si galar utang” ini juga karena kopi ini bisa dipanen

sekali dua minggu selain panen raya. Jika pada panen raya, masyarakat memanen kopi setiap

hari dalam bulan tersebut. Biasanya panen raya terjadi pada bulan april dan bulan oktober.

Pada saat panen raya inilah kesempatan masyarakat untuk membayar hutang mereka ke

tauke. Sering sekali masyarakat meminjam uang ke tauke untuk keperluan sekolah

anak-anaknya. Mereka tidak takut mengutang karena ada kopi jember ini. sangat berbeda pada saat

pertanian padi maupun bawang. Masyarakat jarang yang mengutang karena mereka takut

tidak bisa membayar utang mereka kepada tauke. Oleh sebab itu banyak yang tidak mau

menyekolahkan anaknya. Karena takut tidak bisa menutupi biaya pendidikan. Hanya

sebagian yang mau mengutang dan harus menjual tanah mereka.

4.6Penggarapan Tanah

Semakin luasnya masyarakat yang menanam kopi sehingga semakin banyak juga

kebutuhan akan lahan yang akan ditanami kopi. Ketika masyarakat melihat potensi kopi

dapat meningkatkan perekonomian dan taraf hidup masyarakat, luas lahan kopi sangat

(60)

kopi terjadi hal yang di luar pemikiran masyarakat yaitu kejadian di mana terjadi

pertengkaran antar keluarga / masih semarga akibat penggarapan tanah.

Masyarakat yang sangat terobsesi untuk hidup sukses membuka lahan yang sudah

lama tidak diusahakan namun ternyata lahan itu adalah milik orang lain yang sudah lama

tidak diusahakan, sehingga muncul perdebatan yang sengit antar masyarakat. Pada tahun

2001 terjadi pembunuhan di Desa Tamba Dolok ini antara keluarga yang masih satu Ibu

karena terjadi konflik perebutan tanah 43. Terjadinya konflik tentang penggarapan tanah di

Desa Tamba Dolok ini sangat banyak dijumpai. Banyak yang membawa masalah ini sampai

ke hukum namun karena tanah di Desa ini belum punya surat tanah sehingga yang kaya

biasanya yang berhasil mendapatkan tanah tersebut.

Penggarapan tanah ini sangat marak di Desa Tamba Dolok. Baik akibat kesalahan

perbatasan maupun yang dulunya di sewakan, ada masyarakat yang menyangkal bahwa tanah

itu disewakan pada dia. Sehingga tanah yang diperuntukkan untuk saudara yang merantau

biasanya sudah diusahakan oleh keluarganya yang tinggal di kampung tersebut.

4.7Kurangnya Kepedulian Masyarakat

Salah satu hal yang diakibatkan oleh tingkat pendapatan yang semakin tinggi

membuat masyarakat sibuk dengan urusan masing-masing. Sistem kekeluargaan Dalihan

Natolu semakin menipis serta kepedulian masyarakat sudah mulai terkikis. Dalihan Natolu

terdiri dari tiga bagian yaitu Somba marhula-hula, Manat mardongan tubu, Elek marboru.

(61)

Sebutan dalihan natolu paopat sihalsihal (dengan yang keempat adalah tetangga) adalah

falsafah yang dimaknakan sebagai kebersamaan yang cukup adil dalam kehidupan

masyarakat Batak. Dalam adat Batak, pihak borulah yang menghormati hula-hula. Di dalam

satu wilayah yang dikuasai hula-hula, tanah adat selalu dikuasai oleh hula-hula. Sehingga

boru yang tinggal di kampung hula-hulanya akan kesulitan mencari nafkah apabila tidak

menghormati hula-hulanya. Gambaran dongan tubu adalah sosok abang dan adik. Secara

psikologis dalam kehidupan sehari-hari hubungan antara abang dan adik sangat erat. Namun

satu saat hubungan itu akan renggang, bahkan dapat menimbulkan perkelahian. Boru ialah

kelompok orang dari saudara perempuan kita, dan pihak marga suaminya atau keluarga

perempuan dari marga kita. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah elek

marboru yang artinya agar saling mengasihi supaya mendapat berkat (pasu-pasu). Istilah

boru dalam adat batak tidak memandang status, jabatan, kekayaan oleh sebab itu mungkin

saja seorang pejabat harus sibuk dalam suatu pesta adat batak karena posisinya saat itu

sebagai boru44.

Hukum adat dalam masyarakat Batak Toba ini lah yang sudah semakin terkikis dalam

masyarakat Desa Tamba Dolok. Misalnya dalam adat batak ketika hula-hula berpesta dongan

tubu harus berperan di dalam pesta itu sedangkan boru harus siap membantu untuk

mengerjakan hal-hal yang ada di pesta tersebut. Itulah yang disebut dengan Dalihan Natolu.45

Masyarakat tidak ada lagi saling membantu jika ada pesta atau acara di lingkungan mereka.

Sekali pun ada beberapa orang itu hanya karena masih ada hubungan keluarga. Banyak

masyarakat lebih memilih untuk berladang dan memetik kopi. Masyarakat tidak terlalu

44 Diambil dari internet : id.wikipedia.org/.wiki/Dalihan_natolu. Diakses pada tanggal 25 Mei 2013 pukul 17:20 WIB.

(62)

peduli lagi dengan apa yang terjadi di lingkungan mereka. Mereka hanya sekedar saja jika

ada acara atau perkumpulan seperti pengadaan pesta adat.

Sifat kekeluargaan memang masih ada tetapi tidak se-erat sebelum adanya pertanian

kopi ini. masyarakat lebih mengutamakan ladangnya daripada adat yang harus dibayar di

lingkungan mereka. Pergeseran nilai budaya itu sudah mulai terjadi di desa ini. Kepedulian

dengan sesama sudah mulai berkurang. Dalihan natolu ini juga semakin mengikis dengan

adanya kegiatan masyarakat yaitu marsirippa. Masyarakat lebih mengutamakan pekerjaan

dimana tenaga dibayar dengan tenaga, daripada kebudayaan yang mengharuskan boru

membantu di pesta hula-hula nya.

4.8Pemasaran Kopi oleh Tauke

Pengaruh pertanian kopi bukan hanya di pola kehidupan masyarakat saja namun di

pemasaran juga terjadi. Tauke di desa ini bermunculan dengan pemasaran yang terorganisir.

Hubungan antara petani dan tauke sangat dekat dan saling membutuhkan. Masyarakat

membutuhkan tauke untuk pemasaran hasil pertanian mereka dan tauke membutuhkan hasil

pertanian dari masyarakat untuk melancarkan usaha mereka.

Pemasaran di desa ini ada dua jenis yaitu pemasaran bebas dan pemasaran terikat.

Pemasaran bebas yaitu masyarakat tidak ada perjanjian terhadap salah satu tauke dan

pemasaran terikat yaitu petani mempunyai perjanjian dengan tauke. Tauke sangat berperan

dalam hal permodalan bagi masyarakat yang pemasaran terikat. Tauke memberi segala

Gambar

Tabel 1
Tabel  2
Tabel 3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Jika benda diletakkan pada jarak 1,6 cm di depan lensa obyektif maka perbesaran sudut yang diperoleh dengan pengamatan mata tanpa berakomodasi adalah ….. Seberkas cahaya melalui

[r]

1) Surat Keputusan BAP-S/M tentang hasil akreditasi sekolah/madrasah. 2) Rekomendasi tindak lanjut hasil akreditasi sekolah/madrasah. 3) E-file raw data hasil

[r]

Pilihlah jawaban yang paling tepat diantara a, b, c, d atau e yang sesuai dengan pernyataan sebelumnya dari tiap nomor berikut dengan cara member tanda silang (x) pada lembar jawab

[r]

 Menganalisis kedudukan dan kandungan hadis tentang nikmat Allah dan cara mensyukurinya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Nukman bin Basyir ( ركشي مل ليلقلا ركشي مل نم