Lampiran 1
Pertanian padi di Desa Tamba Dolok Kecamatan Sitio-tio Kabupaten Samosir
Lampiran 2
Kebun kopi Kardinius Naibaho di Desa Tamba Dolok
Lampiran 3
Kebun kopi Rustini Tamba di Desa Tamba Dolok yang sedang dipanen
Lampian 4
Kebun kopi Geloria Lumban Gaol di Desa Tamba Dolok
Lampirn 5
Kebun kopi Sahat Tamba di Desa Tamba Dolok
Lampiran 6
Kebun kopi di perbatasan Desa Tamba Dolok Dengan Desa Cinta Maju
Lampiran 7
Kopi yang sedang berbuah dan belum bisa dipanen
Lampiran 8
Kopi yang sudah siap untuk dipetik (dipanen)
Lampiran 9
Kopi yang sudah terkumpul dan akan di giling
Lampiran 10
Kopi yang sudah dicuci lalu dijemur
Lampiran 11
Pengumpulan kopi yang dilakukan oleh agen/ tauke yang ada di Desa Tamba Dolok
Lampiran 12
Kilang milik tauke besar yang ada di Desa Cinta maju ( pemasaran yang teroganisir)
Lampiran 13
Keadaan rumah yang sederhana ketika masih melakukan pertanian bawang
Lampiran 14
Keadaan ( bentuk) rumah di Desa Tamba Dolok setelah pertanian kopi
Lampiran Peta
PETA DESA TAMBA DOLOK
PETA KECAMATAN SITIO TIO
PETA KABUPATEN SAMOSIR
DAFTAR PUSTAKA
Aak, Budidaya Tanaman Kopi,Yogyakarta: Kanisius,1988.
Abdurahman, Dudung, Metode Penelitian Sejarah,Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Daniarti, dan Sri Najiyati, Kopi:Budidaya dan Penanganan Pasca panen, Jakarta:Swadaya, 1997.
Girsang, Sriulina, Kopi sigalar Utang : Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga Petani Kopi Di Dusun Sibangun Mariah Desa Bangun Mariah,Kecamatan silimakuta,Kabupaten Simalungun.Medan: Skripsi FISIP USU tidak diterbitkan,2009.
Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, terj.Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press,1985.
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia,Jakarta: Djambatan,2004.
Kuntowijoyo, Metode Sejarah, Yogyakarta:Tiara Wacana, 1994.
Mubyarto, Pengantar Ekonomi Pertanian, Jakarta:LPES, 1989.
Pemerintah Desa Tamba Dolok, Peraturan Desa: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Atas Desa Tamba Dolok, Samosir: Pemerintah Desa, 2012.
Pemerintah Kabupaten Samosir, Peraturan Daerah Kabupaten Samosir, Samosir: Pemerintah Kabupaten Samosir,2011.
Setyono, Agus dan Suparyono, Mengatasi Permasalahan Budidaya Padi, Jakarta: Penebar Swadaya, 1997.
Soekanto, Soerjono, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983.
Siswoputranto, P. S, Perkembangan Teh, Kopi, Cokelat Internasional, Jakarta: Gramedia, 1990.
Spillane, James. J, Komoditi Kopi (Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia), Yogyakarta: Kanisius, 1990.
DAFTAR INFORMAN
Pekerjaan : Petani (mantan Kepala Desa)
8. Nama : Osdeman Gultom
Pekerjaan : Kepala Desa Tamba Dolok
Pekerjaan : Petani
16.Nama : Lasmian Naibaho
Umur : 34 Tahun
Pekerjaan :Petani
17.Nama : Soter Tamba
Umur : 51 Tahun
Pekerjaan :Petani
18.Nama : Manager Tamba
Umur : 70 Tahun
Pekerjaan : Petani
19.Nama : Mordita Naibaho
Umur : 80 Tahun
BAB III
PERTANIAN KOPI DI DESA TAMBA DOLOK
DAN PERKEMBANGANNYA
Pertanian padi maupun pertanian bawang yang ada di Desa Tamba Dolok tidak
banyak membawa pengaruh baik terhadap perekonomian masyarakat Desa Tamba Dolok ini,
semakin tahun hasil pertanian baik padi maupun bawang semakin menurun. Sekali pun
dalam pertanian bawang sedikit mengubah keadaan perekonomian di desa ini namun tidak
bertahan lama karena menurunnya kualitas bawang yang ada di desa ini serta anjlok nya
harga bawang di pasaran. Hal ini membuat perekonomian masyarakat Desa Tamba Dolok
kembali ke titik nol. Pada saat mengalami kesulitan, mereka berusaha untuk mencari
tanaman yang lebih cocok ke daerah yang tinggi dan terjal serta banyak bebatuan ini.
Pada tahun 1992 Halomoan Tamba selaku kepala desa di Desa Tamba Dolok
membawa bibit kopi dari Kabupaten Toba Samosir30. Masyarakat pada awalnya tidak yakin
bahwa bibit kopi yang dibawa Halomoan Tamba itu adalah bibit kopi yang bagus, oleh sebab
itu Halomoan selaku Kepala Desa bersama perangkat desa lainnya memberikan penyuluhan.
Setelah diadakan penyuluhan beberapa kali yang menjelaskan bahwa kopi yang berumur
tiga tahun saja sudah bisa di panen. Hal ini membuat masyarakat tertarik dan mencoba
membudidayakan kopi tersebut. Kesadaran masyarakat untuk mengikuti penyuluhan karena
ada keunikan di Desa Tamba Dolok ini. Setiap desa mempunyai banjar yaitu jalan di setiap
dusun kampung. Jadi semua orang pasti akan melewati banjar tersebut. Nah, di banjar ini lah
perangkat desa menulis pengumuman untuk diadakan penyuluhan. Biasanya ditulis di papan
ataupun kertas karton dan ditempel di rumah penduduk yang paling dekat dengan jalan di
3.1 Awal Mula Pertanian Kopi di Desa Tamba Dolok
Pertanian kopi di Desa Tamba Dolok ini dimulai pada tahun 1992. Bibit kopi
diperoleh dari Kabupaten Toba Samosir yang dibawa oleh Halomoan Tamba. Kopi yang
dikembangkan di desa ini berjenis Arabica. Di desa ini jenis kopi ini lebih sering disebut
dengan kopi “Ateng” ataupun kopi “Jember”. Dari informasi yang penulis dapatkan, disebut
dengan kopi Jember yaitu karena kopi Arabika ini adalah berasal dari Jerman Barat. Di
Jerman lah pertama kalinya jenis kopi ini dikembangkan serta dibudidayakan. Disebut
dengan kopi Ateng karena tanaman kopi tersebut sangat pendek, sehingga anak kecil pun
bisa ikut memetik kopi tersebut32.
Pada tahun 1992 adalah terjadinya perubahan jenis pertanian di Desa Tamba Dolok,
yaitu dari tanaman yang berumur pendek menjadi tanaman berumur panjang. Ada banyak hal
yang mengakibatkan masyarakat mudah menerima tanaman kopi menjadi tanaman pokok di
desa ini yaitu mulai dari harga jual kopi, cara pengurusan dan penanaman yang tidak begitu
rumit, kemudian juga diakibatkan oleh menurunnya harga bawang pada saat itu. Bukan
hanya itu saja, desa ini terletak di daerah pegunungan tentu saja daerahnya banyak bebatuan
serta lahan yang terjal. Meskipun demikian ini tidak masalah bagi pertumbuhan kopi di desa
ini. Karena faktor kesuburan tanah di desa ini sangat cocok dengan kopi.
Dalam hal pemupukan juga tidak terlalu banyak membutuhkan pupuk dan untuk
pestisida, sangat jarang ditemui hama pada dedaunan kopi atau yang lainnya. Sekali pun ada
hama, itu hanyalah semut yang bersarang di sekitar buah kopi karena kopi itu manis. Untuk
mengatasi hama semut ini bisa dilakukan dengan cara yang tradisional jadi tidak terlalu
membutuhkan biaya yang cukup banyak. Cara tradisional tersebut yaitu seperti mengambil
sarang semut yang berada pada pohon kopi dengan menggunakan tangan yang memakai
sarung tangan. Sarung tangan tersebut sudah direndam dengan air garam,sehingga ketika
sarung tersebut mengenai semut maka semut langsung mati.
Masyarakat Desa Tamba Dolok menanam tanaman kopi dengan sangat antusias.
Sekali pun demikian masyarakat Desa Tamba Dolok tidak meninggalkan pertanian padi.
Jenis kopi yang ditanam adalah kopi Arabika (Coffee Arabica). Kopi sebagai bahan
minuman sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Aromanya yang harum serta minuman yang
lezat rasanya. Bukan hanya mempunyai keunggulan di rasa dan aromanya saja namun juga
mengkonsumsi kopi secara berlebihan bisa mengakibatkan kecanduan, orang yang
kecanduan kopi biasanya merasa lelah dan tak dapat berpikir33. Kopi bukan hanya untuk
dikonsumsi oleh masyarakat tetapi kopi juga mempunyai arti ekonomi sebagai bahan
perdagangan. Sejak puluhan tahun yang lalu, kopi sudah menjadi sumber nafkah bagi banyak
petani, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Di Indonesia, tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC pada periode
antara tahun 1696-1699. Penanaman tanaman kopi di Indonesia mulanya hanya bersifat
coba-coba (penelitian) tetapi karena hasil yang memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup
menguntungkan sebagai komoditi perdagangan maka VOC menyebarkan bibit kopi ke
berbagai daerah agar penduduk menanamnya. Perkembangan kopi lebih meluas lagi ketika
adanya peraturan yang disebut “cultur stelsel” atau lebih dikenal dengan tanam paksa. Salah
satu jenis tanaman yang ditanam pada jaman tanam paksa adalah tanaman kopi. Mulai saat
itulah masyarakat Indonesia mengenal kopi34.
Penyuluhan yang dilakukan di Desa Tamba Dolok untuk masyarakat supaya mengerti
tentang pertanian kopi serta keunggulan jenis bibit yang baru ini membuahkan hasil. Banyak
masyarakat yang mencoba menanam kopi di lahan mereka dan hampir serentak menanam
kopi walaupun masyarakat hanya mencoba saja dengan menanam sedikit. Namun, bisa
dipastikan hampir semua masyarakat mencoba membudidayakan kopi tersebut. Karena hasil
penyuluhan yang mengatakan tanaman ini bisa dipanen setelah berumur 3 tahun, banyak
masyarakat berpikir bahwa tanaman ini sangat lambat dibandingkan tanaman yang
33 Aak, loc.,cit.
sebelumnya mereka tanam. Untuk menunggu tanaman kopi bisa dipanen, masyarakat
menanam padi dan juga masih menanam bawang dengan cara tumpang sari. Masyarakat
menanam bawang disela-sela tanaman kopi, karna kopi ditanam berjarak 3 meter dari kopi
yang satu dengan kopi yang lainnya.
Percobaan untuk menanam kopi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tamba Dolok
ternyata membuahkan hasil yang memuaskan. Hal ini mengakibatkan semakin bertambahnya
keinginan masyarakat untuk menambah lahan pertanian kopi mereka. Lambat laun
masyarakat menganggap tanaman ini menjadi jalan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat serta meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Tamba dolok.
Kopi Arabika atau sering disebut oleh masyarakat Desa Tamba dolok dengan kopi
jember adalah salah satu jenis kopi yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Kopi
jember ini awalnya berasal dari Ethiopia dan Albessinia. Jenis kopi arabika ini adalah jenis
kopi yang pertama kali dikembangbiakkan serta dibudiayakan oleh manusia, bahkan
merupakan kopi yang paling banyak diusahakan sampai abad ke-1935. Kopi adalah jenis
tanaman untuk daerah tropis. Dalam pertanian kopi, ketinggian tempat dan curah hujan akan
berpengaruh terhadap hasil produksi tanaman kopi.
Kopi merupakan tanaman holtikultura (tanaman jangka panjang) yang tumbuhnya
seperti pohon. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan tingginya bisa mencapai 4
meter. Daunnya tumbuh berhadapan dengan batang, cabang, dan
ranting-rantingnya.Tanaman kopi sudah bisa di panen ketika kopi berumur 3 tahun, tetapi semua
tergantung dengan iklim, ketinggian tempat, serta perawatan dan pengurusan yang baik juga.
Kopi jember dapat ditanam dengan baik jika ketinggian tempat sekitar 700-1700 m dpl. Desa
Tamba dolok, ketinggian tempatnya berkisar 1230 m dpl36. Jadi sangat cocok untuk tanaman
kopi jenis arabika. Jika tanaman kopi ini di tanam di daerah yang lebih rendah maupun lebih
tinggi dari hal diatas maka kemungkinan besar akan terserang penyakit HV (Hemelia
vastratix).
Selain faktor ketinggian tempat, curah hujan merupakan faktor iklim terpenting.
Curah hujan akan berpengaruh terhadap ketersediaan air yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman. Waktu turunnya hujan sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan bunga dan
buah pada kopi jenis arabika. Peranan hujan dalam pembentukan bunga pada kopi sangat lah
besar. Iklim besar sekali pengaruhnya terhadap produktivitas kopi. Pengaruh iklim itu mulai
kelihatan sejak cabang-cabang primer menjelang berbunga. Dan hal ini akan terasa terus pada
saat bunga membuka (mekar) sampai dengan berlangsungnya penyerbukan, pertumbuhan
buah muda sampai buah menjadi tua dan masak. Kopi tidak menyukai sinar matahari
langsung dalam jumlah banyak, tetapi menghendaki sinar matahari yang teratur. Sengatan
sinar matahari langsung dalam jumlah banyak akan meningkatkan penguapan dari tanah
maupun daun, yang dapat mengganggu proses fotosintesa terutama pada musim kemarau.
Angin juga sangat berpengaruh terhadap proses penyerbukan tanaman kopi. Kopi ini
merupakan salah satu jenis tanaman yang dibantu oleh angin dalam bentuk penyerbukan.
Secara umum tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, subur dan kaya bahan
organik. Untuk itu tanah disekitar tanaman harus sering ditambah dengan pupuk organik agar
sistem perakarannya dapat tetap tumbuh dengan baik dan dapat mengambil unsur hara
sebagaimana mestinya. Kopi tumbuh subur di daerah tanah yang agak masam (tanah yang
mengandung zat asam). Tetapi untuk daerah kapur kopi sangat lambat untuk bereproduksi.
Kopi juga tidak menghendaki tanah yang agak basah. Sekalipun curah hujan sangat penting
untuk pertumbuhan kopi tetapi kopi tidak bisa tumbuh di tanah yang berair.
Syarat-syarat untuk pertumbuhan kopi ini ternyata sangat cocok dengan daerah Desa
Tamba Dolok. Mulai dari ketinggian tempat yaitu sekitar 1230 m dpl, kemudian curah hujan
yang tinggi, Desa Tamba Dolok adalah daeah pegunungan jadi cuaca sangat mendukung
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kopi. Kopi juga bisa tumbuh sangat subur di
daerah Desa Tamba dolok ini karena kopi bisa tumbuh di sela-sela bebatuan, dan di daerah
terjal (di tanah yang miring).
Sangat berbeda jauh dengan tanaman bawang, bawang yang tidak bisa tumbuh di
daerah yang miring dan banyak bebatuan. Hal ini juga yang membuat masyarakat Desa
Tamba Dolok menganggap bahwa kopi adalah tanaman yang sangat cocok untuk desa ini
yang bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat serta membangkitkan perekonomian
masyarakat.
Sebelum penanaman dimulai, pada umumnya para petani menyiapkan bibit kopi
terlebih dahulu. Bibit kopi dibeli dari kepala desa yang sudah dibudidayakan di dalam polibet
(wadah plastik). Setelah masyarakat berhasil dengan panen kopi dan mempunyi ladang kopi
sendiri biasanya bibit kopi mereka peroleh dari biji yang terdahulu. Sebagian ada juga
mengambil dari kopi yang jatuh dan tumbuh karena saat memetik kopi ada yang terlewatkan.
Adapun syarat-syarat yang layak menjadi bibit menurut pengetahuan petani di Desa Tamba
1. Biji kopi yang berasal dari pucuk yang merah. Dari hasil penelitian masyarakat, kopi
yang berpucuk kemerahan lebih unggul dan lebih bagus dari kopi yang berpucuk
putih kekuningan.
2. Biji kopi diambil dari jenis yang unggul. Biji kopi dari jenis unggul maksudnya
adalah masyarakat melihat kopi yang punya biji yang lebih besar dan tentu saja dari
tanaman kopi yang tumbuh subur.
Dalam penanaman tanaman kopi, ada banyak hal yang harus diperhatikan cara
penanaman, letak tanaman, jarak tanaman yang satu dengan yang lainnya. Menurut
masyarakat petani Desa Tamba Dolok, jarak tanaman kopi yang bagus itu adalah sekitar 3
meter. Jarak kopi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan serta produksi tanaman kopi.
Pada jarak tanaman kopi yang rapat akan membuat kopi sulit untuk berkembang. Sebelum
kopi bisa dipanen serta belum terlalu besar, masyarakat biasanya menjadikan tanaman kopi
menjadi tanaman tumpang sari (selain tanaman kopi, masyarakat menanam tanaman palawija
disela-sela kopi). Namun, setelah tanaman kopi sudah bisa dipanen biasanya masyarakat
tidak menanam lagi tanaman di antara tanaman kopi karena bisa membuat tanaman kopi
kerdil.
Pada tahun 1997, masyarakat tidak lagi menjadikan tanaman kopi menjadi tanaman
tumpang sari. Masyarakat tidak menanam tanaman palawija lagi di antara tanaman kopi
meskipun masih kecil karena masyarakat sudah lebih fokus ke pertanian kopi. Pekerjaan
petani hanya merawat tanaman kopi saja. Sekalipun begitu masyarakat tetap menanam padi
untuk dikonsumsi sendiri. Setelah panen padi, jerami dari tanaman padi yang dulunya
untuk tanaman kopi. Selain sebagai pupuk organik, jerami ini juga berfungsi untuk
menghambat pertumbuhan rumput liar disekitar tanaman kopi. Jadi selain menggunakan
herbisida, masyarakat menggunakan jerami untuk menghemat biaya untuk membasmi
rumput liar.
3.2 Perkembangan Pertanian Kopi Desa Tamba Dolok
Perkembangan pertanian kopi ini sangat pesat di Desa Tamba Dolok. Masyarakat
semakin banyak yang membudidayakan tanaman kopi. Setelah 3 tahun masyarakat
melakukan percobaan terhadap pertanian kopi, tanaman kopi pun berbuah dan menghasilkan
hasil yang cukup maksimal. Hal ini menambah semangat masyarakat Desa Tamba Dolok
untuk membudidayakan tanaman kopi lebih banyak lagi. Banyak masyarakat yang
berlomba-lomba untuk menanam kopi di Desa Tamba Dolok. Sekalipun dalam proses penanaman kopi
ini harus membutuhkan tenaga yang sangat banyak namun tidak menjadi masalah bagi
masyarakat karena masyarakat melihat keuntungan yang didapat dari hasil pertanian kopi.
Semakin lama, pertanian kopi semakin meningkat dan masyarakat sangat antusias untuk
menanam kopi dan membuka lahan yang dulu tidak pernah dikerjakan oleh petani.
Alasan yang melatarbelakangi petani lebih banyak untuk menanam kopi Jember
karena penanamannya lebih praktis dibandingkan dengan pertanian sebelumnya. Kemudian
petani bisa memanen kopi satu kali dalam satu minggu jika pada panen raya. Jika tidak panen
raya masyarkat memetik kopi satu kali dalam dua minggu. Hal yang paling unik yaitu ketika
ladang kopi tersebut tidak satu lahan. Lahan kopi masyarakat Desa Tamba Dolok ada di
beberapa tempat dan masyarakat memetik kopi seperti rotasi (bergiliran). Panen raya kopi
biasanya berlangsung pada bulan Oktober dan April, sehingga untuk setiap minggunya
petani selalu mendapat penghasilan tetap, walaupun dalam setiap rumah tangga berbeda
jumlah kopi yang dihasilkan sesuai dengan luas lahan yang diusahakan. Sekalipun demikian,
hasil kopi ini sudah mampu memenuhi kebutuhan pangan para petani dan juga kebutuhan
lainnya. Bahkan tidak sedikit petani yang menggantungkan kehidupan perekonomiannya
pada kopi Jember ini.
Peningkatan pembudidayaan terhadap tanaman kopi oleh masyarakat Desa Tamba
Dolok tentu berdampak pada jumlah tanaman kopi yang ditanam serta luas lahan yang
bertambah digunakan. Peningkatan luas lahan ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini :
Tabel 1
Perkembangan Luas Lahan yang Digunakan dari Tahun ke Tahun
No Tahun Luas lahan ( ha )
1 1992 6
2 1995 15
3 1997 25
4 1999 30
Sumber : Wawancara dengan Respita Tamba, Rustini Tamba,Kardinius
Naibaho, Geloria Lumban Gaol, Edu Sitinjak,di Desa Tamba Dolok, serta data
dari kantor Kecamatan Sitio-tio, di Sabulan (Maret 2013).
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hingga tahun 2001 masih terjadi perluasan
lahan untuk penanaman kopi di Desa Tamba Dolok. Tabel diatas dikerjakan oleh 417 kepala
keluarga pada saat itu. Kepemilikan lahan untuk pertanian kopi biasanya dimiliki oleh marga
Tamba yang ada di desa tersebut. Ada masyarakat yang mempunyai lahan yang luas ada juga
yang hanya sedikit, hal ini tergantung dengan warisan yang dimiliki setiap keluarga yang ada
di desa ini. Tidak bisa diketahui secara pasti berapa banyak pohon kopi milik masyarakat per
kepala keluarga karena luas lahan mempengaruhi berapa banyak pohon kopi dalam pertanian
masyarakat.
Ketertarikan masyarakat Desa Tamba Dolok bukan hanya hasil yang cukup
memuaskan tetapi juga karena kopi jenis ini memiliki banyak keunggulan, yakni lebih cepat
berbuah setelah ditanam, cukup hanya memakan waktu sekitar 3 tahun. Setelah itu mulailah
memetik hasilnya untuk waktu yang tidak singkat (mencapai 20 tahun), buahnya bisa dipetik
secara rutin, yaitu sekali dalam dua minggu. Proses penjualannya juga tergolong mudah.
Setelah bijinya memerah atau menua dan sudah bisa dipetik, kulit kopi kemudian dibuang
dengan mesin penggiling. Setelah itu dijemur cukup dalam satu hari bila cuaca panas
kemudian dijual dan menjadi uang. Tanaman kopi sangat jauh berbeda dengan proses pasca
panen pada tanaman bawang yang sangat rumit. Pengelolaan kopi jember juga lebih mudah
bertambah jika pemilik lahan kopi yang mempunyai uang lebih menggunakan pupuk
kimia, di samping penggunaan pupuk organik (kompos ).
Perkembangan pertanian kopi di Desa Tamba Dolok bisa dilihat secara kasat mata.
Masyarakat semakin banyak menanam kopi. Ini ditandai dengan semakin banyaknya terlihat
tanaman kopi yang diusahakan masyarakat. Pada tahun 1999 bisa dipastikan masyarakat
semuanya melakukan pertanian kopi. Masyarakat menjadi petani kopi seluruhnya karena
masyarakat sudah fokus ke pertanian kopi. Bahkan ada juga masyarakat yang tidak lagi
mengerjakan sawah untuk pertanian padi karena masyarakat tersebut merasa lebih banyak
keuntungan dengan melakukan pertanian kopi. Masyarakat tersebut mengubah persawahan
menjadi ladang untuk menanam kopi. Hal inilah yang mengakibatkan sekarang ini banyak
terlihat tanaman padi tumbuh bersebelahan dengan ladang kopi. Namun, ada juga masyarakat
yang masih tetap mengusahakan persawahan untuk menanam padi untuk kebutuhan
sehari-hari karena harga beras yang sangat tinggi. Untuk menghemat pengeluaran, ada masyarakat
yang menanam padi supaya mereka tidak membeli beras dari pasar.
Dengan berkembangnya pertanian kopi yang semakin pesat di Desa Tamba Dolok ini
mempengaruhi cara kerja serta tenaga kerja yang dibutuhkan masyarakat semakin banyak.
Cara kerja yang dimaksud adalah semakin banyak yang bersemangat untuk bekerja di Desa
Tamba Dolok, masyarakat juga belajar cara membudidayakan tanaman kopi dengan semakin
baik. Tenaga kerja yang banyak dibutuhkan masyarakat terutama pada masa panen raya.
Untuk masa penanaman sampai proses perawatan tanaman kopi masyarakat hanya memakai
tenaga sendiri, seperti melubangi wadah tempat kopi ditanam, membersihkan lahan dari
perawatannya, masyarakat menggunakan cara yang lebih praktis yaitu dengan
menyemprotkan herbisida. Salah satu jenis herbisida yang sangat dikenal oleh masyarakat
yang ampuh untuk membasmi rumput yaitu Round-up. Jadi pada saat penanaman sampai
proses perawatan tanaman kopi, masyarakat menggunakan tenaga sendiri.
Tenaga yang dibutuhkan pada masa panen kopi di Desa Tamba Dolok sangat
berbeda dengan tenaga pada saat menanam serta perawatan kopi. Masa panen merupakan hal
yang sangat membahagiakan bagi masyarakat Desa Tamba Dolok sekaligus hal yang sangat
melelahkan. Masa panen kopi biasanya dilakukan ketika kopi sudah berumur 3 tahun dan
buah kopi sudah memerah. Kopi harus dipetik secara waktu beraturan. Jadi bisa dipastikan
kegiatan masyarakat pada bulan tersebut hanya memetik kopi setiap harinya. Kopi harus
dipetik setiap minggunya karena kalo tidak dipetik, kopi akan jatuh dan biasanya langsung
dilakukan sitartari37.
Pada saat panen raya inilah tenaga kerja sangat banyak dibutuhkan. Pada masyarakat
yang tinggal di pedesaan, tenaga kerja merupakan sumber daya manusia yang paling utama
dalam pengolahan lahan pertanian. Untuk itu seluruh potensi dan sumber daya yang ada di
dalam keluarga diusahakan untuk dapat dimaksimalkan penggunaannya. Keadaan ini juga
sangat berpengaruh pada petani kopi Jember yang ada di Desa Tamba Dolok, mereka sangat
mengandalkan tenaga keluarga untuk memetik pada saat panen raya. Bukan hanya orangtua
yang pergi memetik kopi ke ladang, namun anak-anak juga ikut memetik kopi. Sepulang dari
sekolah hampir semua anak-anak pergi ke ladang membantu orangtuanya memetik kopi.
Anak-anak bisa bekerja karena kopi jember ini sangat pendek. Tinggi kopi tersebut sekitar
90 cm saat berumur 4 tahun, dan sampai pemetikan yang sudah berulang-ulang.
Pada saat panen kopi, di Desa Tamba Dolok ini selain menggunakan tenaga keluarga
untuk tenaga kerja ada juga tenaga kerja upahan atau yang sering disebut dengan “gajian”38.
Orang gajian ini berasal dari Desa Tamba Dolok itu juga, terutama ini adalah masyarakat
yang tidak terlalu banyak memiliki ladang kopi. Biasanya orang gajian ini terkenal malas
mengerjakan ladang sendiri. Jadi lebih suka bekerja dan langsung dapat upah saat itu juga.
Biasanya orang yang kerja upahan ini bekerja tidak hanya bekerja kepada satu orang saja
tetapi ada beberapa petani yang kekurangan tenaga untuk memetik kopi tersebut. Tergantung
siapa yang bisa membayar lebih tinggi. Kerja upahan dilakukan oleh ibu-ibu serta anak-anak
yang malas sekolah.
Selain tenaga kerja upahan, petani juga sering melibatkan kerabat untuk marsirippa di
ladang mereka. Hal ini sering dilakukan pada saat pekerjaan sangat banyak biasanya pada
saat panen raya dan sulit mendapatkan orang yang mau gajian. Tenaga kerja untuk memetik
kopi harus banyak membutuhkan sumber daya manusia. Untuk memetik kopi tidak bisa
digunakan dengan mesin ataupun suatu alat. Berbeda dengan pada saat penggilingan
(pemisahan kulit dengan biji kopi). Biasanya masyarakat melakukan penggilingan kopi
dengan mesin penggiling. Namun ada juga masyarakat yang masih memakai gilingan yang
dikerahkan oleh tangan manusia. Penggunaan alat penggiling yang dikerahkan oleh tangan
sangat rumit dan diperlukan tenaga yang kuat. Biasanya petani yang mengunakan alat ini
adalah petani yang mempunyai ladang kopi yang sedikit. Masyarakat lebih banyak memilih
penggiling mesin karena lebih praktis dan lebih cepat. Setelah mengumpulkan kopi dari
beberapa ladang yang sudah dipetik, petani hanya memasukkan kopi ke bak gilingan dan
mesinlah yang bekerja. Kapasitas kopi yang di giling juga lebih banyak dibanding penggiling
yang dikerahkan oleh tangan. Setelah dilakukan penggilingan, masyarakat mendiamkan kopi
selama satu malam supaya pada pagi harinya ketika mencuci kopi lebih mudah lepas dari
diberikan untuk diminum hewan peliharaan karena manis. Masyarakat percaya bahwa rasa
manis yang terdapat di kopi itu bisa menggemukkan hewan tersebut. Setelah pencucian
kemudian kopi tersebut dijemur sekitar 1 jam. kemudian setelah kopi sudah kering,
masyarakat akan menjualnya ke tauke langganan mereka. Untuk petani yang tidak terikat
oleh utang kepada salah satu agen, biasanya para tauke akan datang ke rumah atau halaman
dimana kopi tersebut dijemur untuk dibeli oleh tauke yang datang.
Dengan semakin berkembangnya pertanian kopi di Desa Tamba Dolok, pemasaran
kopi juga berkembang. Lambat laun tauke kopi bermunculan di desa ini. Pada awalnya tauke
kopi hanya dua orang di desa ini. Namun, seiring banyaknya produksi kopi dari daerah ini
semakin banyak bermunculan para tauke kopi. Tempat memasarkan kopi di Desa Tamba
dolok ini adalah yang paling utama pada agen/tauke yang ada di Desa Tamba Dolok.
yang lebih besar untuk dilakukan penggilingan tahap kedua. Para petani tidak perlu jauh-jauh
untuk memasarkan kopi mereka, karena tauke sendirilah yang mendatangi rumah-rumah
penduduk untuk membeli kopi tersebut.
Di Desa Tamba Dolok ini ada sistem pemasaran yang terikat. Ada semacam
kewajiban masyarakat untuk menjual hasil panen kopi nya kepada tauke tertentu. Hal ini
terjadi karena ada kesepakatan antara petani kopi dengan tauke tersebut. Dalam hal ini,
keterikatan petani kopi dalam sistem pemasaran terjadi karena peminjaman modal awal serta
biaya untuk hidup sebelum petani panen kepada tauke itu. Kewajiban petani untuk menjual
hasil pertaniannya karena petani kekurangan modal untuk membeli pupuk serta untuk
membiayai sekolah maupun sehari-hari ketika kopi belum bisa dipanen. Untuk para petani
tersebut ada yang memasarkan hasil panen kopinya kepada salah seorang tauke karena ada
unsur untuk balas budi. Selain itu, keterikatan pada seorang tauke juga bukan hanya karena
peminjaman yang dilakukan petani namun karena ada hubungan kerabat. Sekalipun
kerabatnya tersebut tidak mempunyai utang terhadap tauke itu. Persaudaraan dan kekerabatan
di Desa Tamba Dolok ini masih sangat kental. Misalnya yang semarga, atau pun masih
mempunyai ikatan darah kepada tauke tersebut.
Sekali pun sudah ada sistem pemasaran yang terikat di desa ini, tetapi masih ada
masyarakat yang masih mau menyimpan sebagian kopinya untuk dijual ke agen lain. Karena
jika semuanya dijual ke tauke yang punya kesepakatan dengannya maka akan dipotong
utang. Petani diam-diam menjual sebagian kopinya ke tauke lain. Hal inilah yang
mengakibatkan keretakan hubungan tauke dengan petani tersebut. Jika ketahuan menjual
kopi yang tidak mendapat sanksi yang jelas dari si tauke. Hal ini terjadi karena si tauke juga
perlu petani untuk kelangsungan usahanya. Dari hasil penelitian,tauke banyak meraup
keuntungan dari usaha menjadi tauke kopi dibandingkan tauke pada usaha yang lain seperti
bawang.
Dengan semakin berkembangnya pertanian kopi di Desa Tamba Dolok ini maka
semakin mudah untuk memasarkan kopi dan muncul banyak tauke-tauke kecil di desa ini.
Perkembangan pertanian kopi ini juga diakibatkan harga kopi yang melonjak mengakibatkan
masyarakat tidak memproduksi kopi untuk diminum melainkan untuk dipasarkan saja.
Masyarakat tidak mempunyai waktu untuk mengolahnya karena masyarakat lebih fokus ke
pertanian kopi dan juga perawatan kopi tersebut.
Petani di Desa Tamba Dolok seluruhnya menanam kopi Jember, namun hal yang
unik adalah tidak ada satu pun dari masyarakat Desa Tamba Dolok yang berniat untuk
melakukan usaha pengolahan biji kopi menjadi bubuk kopi yang bisa dikonsumsi oleh
masyarakat sehari-hari. Masyarakat Desa Tamba dolok memang mengkonsumsi kopi untuk
minuman, tetapi mereka tidak mengolahnya sendiri. Biasanya masyarakat yang bersuku
Batak Toba mempunyai kebiasaan lebih suka mengonsumsi minuman kopi daripada teh
ataupun yang lainnya39. Para petani untuk mengonsumsi kopi, cukup membelinya di pasar
tanpa harus mengolah sendiri karena menurut petani mereka tidak punya waktu untuk
mengolahnya serta tidak mempunyai alat untuk menggiling biji kopi tersebut menjadi bubuk
kopi yang siap untuk dikonsumsi. Warung kopi juga tidak ada dijumpai di Desa Tamba
Dolok.
Masyarakat lebih suka mengonsumsi kopi dirumahnya sendiri. Namun, jika ada pesta
adat maka bermunculan warung kopi dadakan untuk meraup keuntungan. Karena masyarakat
di Desa ini sepertinya tidak bisa lepas dari mengonsumsi kopi. Hal ini juga yang unik di Desa
Tamba Dolok, sekalipun masyarakat bertani kopi dan menghasilkan kopi yang cukup banyak
tetapi di desa ini tidak ada kedai yang menyiapkan kopi siap saji. Kalaupun ada kedai, itu
hanyalah kedai untuk kebutuhan sehari-hari. Bukan untuk tempat berkumpul untuk minum
BAB IV
PENGARUH PERTANIAN KOPI BAGI MASYARAKAT DESA TAMBA DOLOK
Pertanian baru yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tamba Dolok sejak tahun1992
ini membawa pengaruh terhadap masyarakat desa ini. Banyak sekali perubahan yang terlihat
sampai pada tahun 2002. Selama sepuluh tahun menggeluti pertanian kopi masyarakat mulai
berkembang dan tidak subsistensial lagi. Pertanian kopi yang dimulai sejak tahun 1992
mendapat tempat nomor satu pada masyarakat desa ini. Petani kopi Jember membuat
tanaman kopi ini sebagai tanaman untuk menafkahi keluarga para petani. Seperti yang sudah
dijelaskan di bab yang sebelumnya bahwa pertanian kopi ini berkembang sangat cepat dan
mendapat perhatian dari masyarakat Desa Tamba Dolok dan menjadikan tanaman kopi
menjadi tanaman pokok.
Semakin tahun semakin banyak yang memperluas lahan untuk menanam tanaman
kopi. Ini diakibatkan kecocokan tanaman kopi untuk tumbuh di daerah ini dan harga kopi
yang melonjak saat itu. Dari hasil pertanian kopi ini, sangat banyak perubahan yang terlihat
di Desa Tamba Dolok dan merupakan pengaruh dari pertanian kopi ini. Pertanian kopi di
Desa Tamba Dolok mempunyai pengaruh yang sangat banyak.
Ada banyak pengaruh yang bisa kita lihat dari pertanian kopi di Desa Tamba Dolok
4.1Tingkat Pendapatan
Pada hakikatnya manusia mempunyai kecenderungan untuk tetap hidup dan
mengembangkan harkat kehidupan sosialnya. Mereka didorong oleh hasrat untuk hidup lebih
baik sesuai dengan harkat manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Upaya manusia
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya cenderung untuk mencari dari berbagai
sumber yang ada, terutama berkaitan dengan potensi di sekeliling mereka hidup dan
bertempat tinggal40. Dari pertanian kopi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tamba Dolok
banyak sekali membawa perubahan. Perubahan yang dialami berbeda-beda. Ada yang
mengalami perubahan yang sangat mencolok dan ada juga yang mengalami perubahan secara
lambat.
Mengenai perolehan hasil produksi panen kopi Jember sangatlah bervariasi. Besar
kecilnya hasil panen kopi tergantung pada luas lahan kopi yang dimiliki petani. Lahan yang
luas tentu saja mendapat hasil panen yang banyak, begitu juga dengan lahan yang sempit
akan mendapat hasil panen kopi yang lebih sedikit. Pada setiap akhir panen petani akan
menghitung berapa biaya yang dikeluarkan untuk merawat dan penanaman kopi tersebut
kemudian akan dikurangi dari hasil panen yang sudah didapat. Setelah biaya tersebut
dikurangkan maka petani bisa melihat berapa hasil dan keuntungan yang petani dapatkan dari
pertanian kopi.
Dari pertanian kopi ini, pendapatan masyarakat semakin meningkat. Dengan
meningkatnya pendapatan masyarakat terjadi perubahan di dalam kehidupan petani kopi. Ini
bisa kita lihat dari pola hidup dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Pemenuhan
40
kebutuhan dirumah tangga bukan hanya kebutuhan pangan saja melainkan masih banyak
kebutuhan yang harus dipenuhi baik jasmani maupun rohani, hal ini akan dapat dipenuhi
dengan adanya aktivitas. Masyarakat Desa Tamba Dolok yang mempunyai mata pencaharian
utama mengharapkan segala kebutuhan mereka dapat dipenuhi dari hasil pertanian. Untuk
pemenuhan pangan mereka biasanya secara subsistensial, beras yang mereka dapatkan
berasal dari pertanian padi yang mereka usahakan. Mereka tidak menjual hasil pertanian padi
yang mereka tanam, melainkan hanya untuk kebutuhan mereka dalam setahun. Untuk
sayuran dan buah mereka tidak perlu mengeluarkan biaya karena mereka juga menanam
sayuran di ladang mereka sendiri, hanya untuk konsumsi keluarga saja. Begitu juga untuk
lauknya mereka kadang-kadang bisa mendapatkannya dari Danau Toba. Selain itu mereka
juga memelihara hewan ternak. Hanya pada acara tertentu saja mereka mau menyembelih
hewan peliharaan mereka. Secara umum, untuk kebutuhan pangan mereka tidak banyak
mengeluarkan biaya sehingga pendapatan yang mereka terima tetap bisa digunakan untuk
memenuhi kebutuhan yang lain.
Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat dari pertanian kopi, sangat banyak
perubahan yang terjadi dalam masyarakat Desa Tamba Dolok. Ini terlihat dari bentuk rumah
yang mereka miliki. Sebelum pertanian kopi Jember ada di desa ini,bentuk rumah-rumah
penduduk bisa dikatakan sangat sederhana dan bahkan ada yang tidak layak huni.
Masyarakat masih menghuni rumah-rumah panggung dan juga ada masyarakat yang tinggal
pada rumah tradisional seperti rumah Batak Bolon. Masyarakat yang tinggal di rumah Batak
Bolon merupakan masyarakat yang tergolong berkecukupan. Orang yang bisa membangun
Masyarakat yang sudah mempunyai rumah bolon pada saat itu adalah masyarakat yang
mempunyai kedudukan sebagai pemilik huta/kampung tersebut. Namun, ketika pendapatan
meningkat masyarakat mulai memperbaiki rumah mereka, ada yang mempunyai rumah semi
permanen dan ada juga yang sudah permanen. Rumah-rumah panggung sudah jarang ditemui
di desa ini. Sekalipun ada beberapa rumah panggung dijumpai di Desa Tamba Dolok itu
hanyalah sebagai rumah warisan dan perkumpulan marga-marga yang ada disitu terutama
marga Tamba. Perubaha bentuk rumah ini lebih memudahkan masyarakat menyimpan
kendaraan mereka ke rumah yang tidak memakai rumah panggung. Perubahan bentuk rumah
ini juga seiring dengan perkembangan zaman serta perkembangan teknologi. Masyarakat bisa
melihat bentuk rumah seperti permanen, semi permanen melalui sarana komunikasi seperti
televisi.
Bukan hanya dalam bentuk rumah yang mengalami perubahan, masyarakat juga
tidak hanya mampu mencukupi kebutuhan primer namun mereka sudah bisa memenuhi
kebutuhan sekunder bahkan kebutuhan tersier. Bisa kita lihat contoh yaitu barang-barang
yang ada di rumah penduduk. Dulu televisi adalah sebuah barang mewah untuk masyarakat
desa ini. Masyarakat yang mempunyai televisi hanyalah beberapa orang saja. Namun, ketika
munculnya pertanian kopi di masyarakat desa ini membuat barang mewah tersebut bisa di
beli oleh mereka dan hampir seluruh masyarakat desa sudah mempunyai televisi pada tahun
2002. Bukan hanya pada televisi saja, namun masih banyak barang lainnya yang dianggap
mewah oleh masyarakat pada saat itu yang bisa dibeli masyarakat, seperti radio, tape, telepon
genggam dan mesin ketik. Dalam pola hidup juga masyarakat Desa Tamba Dolok mengalami
masyarakat lainnya. Hal inilah yang mengakibatkan adanya persaingan di desa tersebut.
Persaingan yang terjadi yaitu ketika salah satu petani sudah bisa menyekolahkan anaknya ke
perguran tinggi maka masyarakat lainnya juga akan mengikut dan tidak mau kalah. Hal ini
tentu saja berdampak positif bagi masyarakat sehingga masyarakat lebih giat lagi untuk
bekerja.
Masyarakat petani kopi pendapatannya meningkat sudah bisa membeli alat
transportasi. Masyarakat sudah mulai sadar akan pentingnya sarana transportasi. Komunikasi
lalu lintas sangat penting bagi kehidupan manusia dan merupakan sarana yang sangat
penting dalam kelancaran roda perekonomian. Sebelum tahun 1995, masyarakat Desa Tamba
Dolok menggunakan hewan sebagai sarana trnsportasi mereka. Ketika pertanian bawang ada
di desa ini, masyarakat memanfaatkan kuda untuk mengangkut hasil pertanian bawang ke
pasar. Mereka harus berjalan sambil menggiring kuda untuk membawa hasil pertanian
keluar dari desa dan berjalan sejauh 7 km. Pengangkutan hasil pertanian dengan
menggunakan hewan seperti kuda tidak bisa maksimal dan masyarakat lebih memilih praktis
sehingga lebih memilih kendaraan bermotor. Kita ketahui kuda lebih mahal daripada
kendaraan bermotor namun kuda hanya bisa mengangkut 2 goni hasil pertanian dan harus
diiringi oleh masyarakat dengan jalan kaki. Hal ini juga yang membuat masyarakat lebih
memilih kendaraan bermotor yang lebih praktis dan efisien.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan juga diakibatkan pendapatan masyarakat
semakin tinggi, sarana transportasi di Desa Tamba Dolok juga mulai berubah. Lambat laun,
masyarakat tidak menggunakan jasa kuda lagi untuk mengangkut barang mereka, dan mulai
motor karena akses jalan ke desa ini sangat sulit. Hanya bisa dilalui oleh sepeda motor.
Sekitar tahun 1996 seiring bertumbuhnya perekonomian di Desa Tamba Dolok sudah ada
kesadaran masyarakat untuk memperbaiki jalan. Mereka mengadakan gotong royong untuk
membuka akses jalan ke desa lain. Dengan bantuan perangkat desa dan melalui
pemberitahuan yang ditulis di dinding rumah penduduk yang ada di Banjar, atau melalui
gereja masyarakat yang dihimbau melakukan gotong royong. Perbaikan jalan ini bukan
hanya untuk akses penduduk keluar dari desa namun juga untuk lebih memudahkan
masyarakat mengangkut hasil pertanian mereka.
Masyarakat di Desa Tamba Dolok sudah memiliki kendaraan pribadi dan sudah ada
peran pemerintah dalam hal perbaikan jalan. Angkutan umum di desa ini belum memadai,
hanya ada beberapa angkutan umum saja sehingga masyarakat lebih banyak menggunakan
kendaraan pribadi. Masyarakat yang mempunyai mobil seperti mobil pick up hanyalah
digunakan untuk mengangkut hasil pertanian kopi. Sarana transportasi yang ada di desa ini
bukan hanya untuk akses penduduk ke desa lain namun juga untuk kelancaran distribusi
pertanian kopi. Ketika kopi sudah siap dipasarkan tentu saja dibutuhkan sarana transportasi
untuk dapat mengangkut kopi ke kabupaten atau keluar dari desa tersebut. Sarana
transportasi yang ada bukan hanya untuk mengangkut hasil pertanian yang didapatkan oleh
penduduk dari ladang maupun untuk memasarkan namun juga untuk mengangkut alat-alat
yang dipakai untuk perawatan kopi tersebut seperti mengangkut pupuk, dll.
Masyarakat membeli kendaraan pribadi dilakukan secara cash/ tunai, karena di Desa
Tamba Dolok ini tidak mengenal yang namanya kredit/mencicil. Biasanya masyarakat
proses pemasaran keluar dari desa tersebut. Peningkatan perekonomian yang ditandai dengan
tingkat pendapatan yang semakin tinggi ini bisa dilihat dari table dibawah ini :
Tabel 2
Perbedaan tingkat pendapatan masyarakat pada pertanian di Desa Tamba Dolok
dalam setahun dengan luas lahan satu rantai
No Jenis Pertanian Intensitas Panen
Sumber : Wawancara dengan Geloria Lumbangaol, Osdeman Gultom, Jawalen
Nainggolan, Risma Haro, Jaintar Tamba, Respita Tamba,dll di Desa Tamba Dolok, (Maret
2013).
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendapatan dalam masyarakat sangat
jauh berbeda setiap jenis pertanian yang ada di Desa Tamba Dolok. Tingkat pendapatan
dipengaruhi juga oleh intensitas masyarakat bisa memanen hasil pertanian mereka. Padi
dipanen hanya dua kali dalam setahun, bawang dipanen tiga kali dalam setahun dan kopi
pendapatan. Tingkat pendapatan semakin meningkat ketika masyarakat melakukan pertanian
kopi.
4.2Tingkat Pendidikan
Pendidikan sangat penting bagi masa depan anak-anak. Pendidikan merupakan salah
satu faktor untuk mencapai tingkat kemajuan serta faktor untuk mendapat kehidupan yang
lebih layak. Pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat merupakan hal yang penting yang
harus diperhatikan. Pendidikan ini merupakan suatu konsumsi yang sangat erat hubungannya
dengan lingkungan sosial dan sudah merupakan tuntutan jaman. Pendidikan biasanya bisa
didapatkan dimana saja. Baik itu pendidikan non formal maupun pendidikan formal. Manfaat
pendidikan sangatlah banyak mulai dari mempersiapkan diri untuk mencari nafkah,
mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi maupun kepentingan
masyarakat, melestarikan kebudayaan, dll.
Pendidikan yang dimaksud dalam pemikiran masyarakat Desa Tamba dolok bukanlah
pengalaman yang mereka dapat dalam menghadapi hidup. Dibalik semua itu, masyarakat
Desa Tamba Dolok menginginkan anak-anaknya mendapat pendidikan formal dari instansi
pemerintahan. Bagi petani desa, motivasi untuk menyekolahkan anak-anakan mereka mulai
dari SD sampai SMA bahkan ke perguruan tinggi merupakan kewajiban setiap keluarga.
Kesadaran akan pendidikan dalam diri masyarakat Desa Tamba Dolok sudah ada sejak
dahulu. Akan tetapi akibat oleh pendapatan yang sangat minim sehingga banyak masyarakat
disekolahkan sebatas SMP (Sekolah menengah Pertama) bahkan ada yang tidak tamat SD
(Sekolah Dasar).
Dari pengalaman masyarakat desa ini, banyak orang tua yang terpaksa tidak
menyekolahkan anaknya karena kekurangan biaya, mengingat biaya pendidikan sangat
mahal. Pada saat masyarakat Desa Tamba Dolok melakukan pertanian bawang, memang
sudah ada yang menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMA, namun hanya beberapa orang
saja. Ada pun masyarakat yang berani menyekolahkan anaknya sampai tingkat perguruan
tinggi itu harus rela menjual tanah mereka untuk biaya kuliah. Namun, ada juga beberapa
masyarakat yang tidak rela melakukan hal tersebut, dikarenakan pemikiran serta kurangnya
pemahaman tentang arti pentingnya pendidikan. Banyak masyarakat yang belum berani
untuk menyekolahkan anaknya sampai tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas).
Sebelum tahun 1950 an, masyarakat Desa Tamba Dolok banyak yang tidak mengecap
pendidikan. Baru pada masa pertanian bawang, sudah ada kesadaran masyarakat untuk
menyekolahkan anaknya. Ini terbukti dengan bertambahnya gedung sekolah yang ada di
Desa Tamba Dolok. Ini juga dibarengi dengan peran pemerintah untuk menyalurkan tenaga
pengajar serta membuka gedung sekolah baru. Pada tahun 1990, di desa ini sudah ada 3 buah
Sekolah Dasar, sedangkan Sekolah Menengah Pertama ada di desa tetangga yaitu Desa Cinta
Maju. Ini yang mengakibatkan masyarakat enggan menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi.
Bukan hanya karena biaya pendidikan namun juga karena akses mendapatkan pendidikan
harus membutuhkan tenaga serta perjuangan yang sangat berat. Untuk ke tingkat SMP saja,
selain biaya sekolah yang relatif mahal, juga karena akses ke sekolah tersebut sangat jauh.
Anak-anak yang sekolah ke SMP harus berangkat jam 5 pagi ke sekolah supaya tidak
terlambat. Itupun harus jalan kaki sejauh 7 km.
Hal diataslah yang membuat anak-anak malas sekolah dan orangtua merasa kasihan
terhadap anaknya karena capek dan harus menempuh jalan sejauh 7 km. Keadaan seperti
inilah yang membuat banyak masyarakat yang tidak tamat SMP pada tahun 1960 an di Desa
ini. selain akses jalan, biaya yang mahal juga meguras tenaga serta pikiran hanya untuk pergi
sekolah ke tingkat SMP 41.
Keinginan masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya sudah ada sejak jaman
dahulu. Karena kita ketahui filosofi orang Batak Toba tentang pendidikan dengan mottonya
yang sering diucapkan yaitu “Anakkon Hi Do Hamoraon Di Au” yang artinya anaknya lah
yang paling berharga bagi orang tuanya. Keinginan ini semakin terwujud dengan adanya
tingkat pendapatan masyarakat yang lebih baik. Dengan pertanian kopi Jember ini,
masyarakat sudah bisa menyekolahkan anaknya ke tingkat SMA bahkan sudah banyak yang
menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi. Para orangtua mengharapkan supaya
anak-anak mereka kelak tidak sama nasibnya dengan mereka. Harapan ini juga sudah ada
sejak jaman dahulu, hal ini bisa dikaitkan terbukti dari bentuk rumah tradisional orang Batak
yaitu Rumah Batak Bolon. Kalau dilihat dari bentuk rumah Batak Bolon bagian belakang
rumah lebih tinggi dari bagian depan bangunan rumah. Maksudnya supaya kelak anak-anak
mereka harus mempunyai kehidupan yang lebih layak dan lebih baik dari orangtua nya.
Masyarakat tidak ingin profesi mereka saat ini menurun kepada anak-anaknya nanti seperti
ungkapan salah seorang informan mengenai tujuan mereka untuk menyekolahkan anaknya
dibawah ini:
“…..tujuan yang paling utama menyekolahkan anak kami agar hari esok mereka lebih dan tidak mengalami apa yang kami alami. Kami berharap agar mereka tidak
bekerja di ladang dengan panasnya matahari dan dinginnya air hujan, kalau bisa jangan lagi memegang tanah (bertani)”42.
Hal inilah salah satu alasan masyarakat untuk menyekolahkan anak mereka lebih
tinggi. Setiap orangtua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Sejak
masyarakat Desa Tamba Dolok menjadi petani kopi tingkat pendidikan sudah semakin
membaik. Keinginan untuk menyekolahkan anak ini terlihat dari upaya masyarakat untuk
giat bekerja sebagai petani. Hal ini bisa dilihat dari cara mereka bekerja dan juga
pemanfaatan waktu supaya tidak terbuang percuma. Kesadaran masyararakat untuk
menyekolahkan anak perempuan juga sudah mulai ada. Namun untuk tingkat perguruan
tinggi masih sangat jarang.
Peningkatan tingkat pendidikan yang terjadi di Desa Tamba Dolok ini bisa kita lihat
dalam tabel dibawah ini :
Tabel 3
Persentase tingkat pendidikan pada pertanian di Desa Tamba Dolok
Jenis Pertanian
No Tingkat Pendidikan Padi Bawang Kopi
1 Sekolah Dasar 30 % 50% 100%
2 SLTP 10% 26% 98%
3 SMA - 15% 85%
4 Perguruan Tinggi - 5% 60%
Sumber: Wawancara dengan Jasa Haro Munthe, Osdeman Gultom, Risma Haro,
Mordita Naibaho, Geloria Lumban Gaol, dll di Desa Tamba Dolok, (Januari 2013).
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan dalam masyarakat mengalami
peningkatan dalam setiap jenis pertanian yang ada di Desa Tamba Dolok. Tingkat pendidikan
yang semakin tinggi ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan yang semakin tinggi juga.
Masyarakat Batak Toba yang patrilineal lebih mengutamakan laki-laki untuk
bersekolah dibandingkan dengan perempuan, karena ada anggapan masyarakat bahwa
nantinya anak perempuan hanya akan menghabiskan biaya saja karena kelak mereka akan
hidup bersama suaminya. Lambat laun pemikiran yang seperti itu sudah mulai ditinggalkan,
ada beberapa anggota masyarakat yang menyekolahkan anak perempuan mereka. walaupun
masih mendapat banyak cibiran dari masyarakat sekitarnya. Sebenarnya sampai saat penulis
tidak perlu untuk dikuliahkan. Namun, karena keinginan anak perempuan untuk melanjutkan
studi lebih besar dari anak laki-laki sehingga sekarang ini banyak anak perempuan yang
sekolah.
Di dalam membiayai kebutuhan pendidikan untuk anak, masyarakat berusaha untuk
memenuhi kebutuhan sekolah yang layak untuk anaknya . hal ini membuat mereka memeras
tenaga serta pikiran untuk mengatasi segala keperluan-keperluan mereka sekolah. Dalam
mengatasi keperluan sekolah petani tidak jarang untuk melakukan pinjaman ke tauke/agen
kopi. Dibalik semua itu keinginan untuk menyekolahkan anak ini karena tingkat pendapatan
masyarakat sudah tinggi yaitu dari hasil pertanian kopi yang dilakukan oleh masyarakat Desa
Tamba Dolok. Pada tahun 1980, masih sangat minim keinginan masyarakat untuk
menamatkan anaknya tingkat SMA bahkan untuk pendidikan perguruan tinggi masih bisa
dihitung pakai jari. Namun, setelah tahun 1992, masyarakat berlomba-lomba untuk
menyekolahkan anak-anak mereka dengan harapan kehidupan anak mereka kelak lebih baik
dari kehidupan orangtuanya sekarang.
Masyarakat beranggapan bahwa dengan pendidikan yang tinggi bisa lebih mudah
untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, serta kehidupan mereka tidak lagi sebagai petani.
Masyarakat juga mengharapkan kelak anak mereka tidak lagi menahan panasnya matahari
dan dinginnya air hujan. Hal inilah yang membuat masyarakat Desa Tamba Dolok berusaha
keras untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Mereka rela menguras tenaga serta pikiran
4.3Tingkat Kesehatan
Dari hasil pertanian kopi Jember di Desa Tamba Dolok pendapatan masyarakat
semakin meningkat. Selain itu di bidang pendidikan masyararakat sudah mulai
memperhatikan kesehatan mereka. Masalah kesehatan begitu penting bagi setiap orang
begitu juga dengan masyarakat di desa ini. Puskesmas di desa ini sudah ada sejak tahun
1980. Namun kesadaran masyarakat untuk berobat ke puskesmas sangat minim. Masyarakat
yang berobat ke puskesmas ini hanya beberapa orang saja. Masyarakat lebih memilih untuk
pergi berobat secara tradisional karena lebih murah. Hal ini karena tingkat perekonomian
masyarakat sangat rendah sehingga lebih memilih pengobatan tradisional daripada pergi ke
puskesmas yang biaya nya lebih mahal. Kalau berobat secara tradisional hanya memerlukan
biaya yang sedikit untuk upah yang memberi obat, sedangkan ke puskesmas mereka harus
membayar biaya pengobatan serta menebus obat dari puskesmas.Untuk ibu-ibu yang mau
melahirkan pun mereka lebih memilih ke dukun beranak daripada ke bidan desa. Kalau
melahirkan dengan bidan desa lebih mahal biayanya dibanding dengan dukun beranak.
Proses melahirkan dengan bantuan dukun beranak hanya mengeluarkan biaya yang sedikit.
Hanya beberapa masyarakat yang mau berobat ke puskesmas. Masyarakat yang lainnya
lebih memilih untuk berobat secara tradisional. Masyarakat mau berobat ke puskesmas hanya
karena obat tradisional tidak mampu lagi mengobati.
Sejak pertanian kopi ada di desa ini serta tingkat pendapatan mulai meningkat,
kesadaran masyarakat untuk memperhatikan kesehatan dan berobat ke puskesmas mulai ada.
Lambat laun, masyarakat mulai meninggalkan pergi berobat ke dukun dan mempercayai
pengobatan yang mendapat penjelasan yang lebih baik mereka juga sudah mulai memilih ke
puskesmas karena pengobatan yang lebih steril. Untuk ibu-ibu yang mau melahirkan juga
sudah banyak yang membutuhkan bidan dibanding dukun beranak. Masyarakat sudah lebih
peduli dengan kesehatan mereka setelah perekonomian mereka meningkat.
Peran pemerintah dalam hal kesehatan juga cukup tinggi antara lain menambah
beberapa orang bidan yang tidak hanya ditempatkan di desa tetapi sudah ada per dusun
sekalipun puskesmas hanya ada di desa saja. Dengan adanya penyuluhan yang dilakukan
bidan serta dinas kesehatan tentang arti pentingnya kesehatan membuat masyarakat mau
mengunjungi puskesmas. Bidan yang ada di dusun ada yang tinggal dirumah penduduk
yang tidak dipakai atau menyewa rumah. Masyarakat yang dulunya takut berobat ataupun
mengimunisasi anak mereka mulai datang ke puskesmas.
Setelah masyarakat melakukan pertanian bawang, sebenarnya kesadaran tentang
kesehatan sudah ada, namun masyarakat takut tidak bisa membayar biaya pengobatan.
Bahkan ada masyarakat yang tidak mau mengimunisasikan anaknya ke puskesmas karena
takut membayar padahal sudah ada penyuluhan kalau imunisasi tersebut gratis. Setelah
pendapatan serta tingkat perekonomian masyarakat semakin tinggi sehingga masyarakat
mulai berani ke puskesmas. Dengan demikian dapat dikatakan dengan adanya pertanian kopi
dan meningkatnya perekonomian masyarakat Desa Tamba Dolok bukan hanya mengubah
masyarakat untuk lebih memperhatikan pendidikan serta kehidupan di desa dan transportasi
4.4Kehidupan yang lebih Konsumtif
Semakin meningkatnya tingkat pendapatan seseorang maka semakin tinggi pula
tingkat konsumtifnya. Hal ini terjadi karena seseorang memiliki pendapatan yang tinggi,
ketika dia menginginkan suatu barang atau suatu hal karena adanya uangnya sehingga bisa
dibeli nya. Demikian hal nya dengan masyarakat yang ada di Desa Tamba Dolok. Pada
awalnya masyarakat di desa ini hanya memenuhi kebutuhan pokok saja. Namun setelah
adanya pertanian kopi mengakibatkan pendapatan tinggi serta mengacu ke pola hidup yang
konsumtif pula. Kehidupan yang konsumtif ini dapat dilihat dari kehidupan para petani kopi
yang sudah mulai malas untuk menanam sayuran dan mereka lebih sering membeli ke pasar.
Masyarakat juga dengan adanya akses jalan yang semakin mudah lebih suka berbelanja ke
kabupaten dibandingkan di desa tersebut padahal harga dan kualitas sama saja.
Meningkatnya pendapatan petani kopi Desa Tamba Dolok berdampak juga dalam
kehidupan sosial masyarakat. Kehidupan sosial keluarga petani juga ditandai dengan
perkumpulan-perkumpulan marga baik dari pihak istri maupun pihak suami. Tentu saja
perkumpulan ini membutuhkan uang dan biaya sehingga masyarakat sudah membaur untuk
mengikuti kegiatan-kegiatan yang tidak terlalu bermanfaat bagi kehidupan masyarakatnya.
Kegiatan tersebut seperti berkumpul setiap dua kali sebulan, hal ini tentu saja membuang
waktu mereka. Belum lagi mereka setiap berkumpul harus mengumpulkan uang untuk
memasak makanan untuk makan bersama. Perkumpulan marga bermanfaat untuk
mempererat hubungan antar marga namun dibalik itu juga mereka jadi lebih konsumtif
karena iuran yang dikumpul terkadang mahal dan ada sebagian masyarakat yang terlalu
Untuk soal pengadaan pesta misalnya pesta pernikahan juga sudah lebih banyak
membutuhkan biaya. Setelah berkembangnya pertanian kopi Jember, masyarakat memiliki
kebiasaan untuk membuat pesta besar-besaran. Masyarakat di Desa Tamba Dolok identik
dengan gengsi dan tidak mau kalah. Kalau misalnya salah satu masyarakat membuat pesta
besar untuk pernikahan anaknya tentu masyarakat yang lainnya akan mengikuti dan tidak
mau kalah. Jadi pemikiran serta kehidupan yang lebih konsumtif tidak bisa dihindari ketika
masyarakat sudah mempunyai penghasilan yang lebih tinggi.
4.5Kopi Sigalar Utang
Ada julukan masyarakat terhadap kopi Jember ini yaitu “kopi sigalar utang” yang
artinya adalah kopi yang akan membayar hutang. Alasan pemberian julukan ini yaitu karena
cerminan dari kebiasaan para petani kopi yang meminjam uang dari tauke dengan
menjaminkan kopi yang belum dipanen. Petani biasanya menunggu kopi untuk dipanen
supaya bisa membayar hutang pada tauke. Munculnya hubungan petani dan tauke disebabkan
kurangnya modal petani guna memenuhi kebutuhan untuk merawat kopi. Ketika masyarakat
meminjam uang dari tauke tentu saja petani menjalin hubungan dengan tauke melalui
pemberian pinjaman, maka petani langsung terikat dengan tauke tersebut.
Masyarakat berani berhutang banyak pada tauke atau ke Credit Union dengan
harapan kopi Jember ini bisa membayar utang mereka ketika tiba waktunya panen raya.
Masyarakat meminjam uang itu tentu saja karena banyaknya pengeluaran serta untuk biaya
untuk biaya sekolah anak-anaknya. Masyarakat meminjam uang untuk membuat pesta
pernikahan secara besar-besaran untuk menutupi gengsi dan tidak mau kalah. Akibatnya
mereka berhutang. Namun masyarakat percaya bahwa kopi Jember bisa membayar utang
mereka.
Alasan pemberian nama “kopi si galar utang” ini juga karena kopi ini bisa dipanen
sekali dua minggu selain panen raya. Jika pada panen raya, masyarakat memanen kopi setiap
hari dalam bulan tersebut. Biasanya panen raya terjadi pada bulan april dan bulan oktober.
Pada saat panen raya inilah kesempatan masyarakat untuk membayar hutang mereka ke
tauke. Sering sekali masyarakat meminjam uang ke tauke untuk keperluan sekolah
anak-anaknya. Mereka tidak takut mengutang karena ada kopi jember ini. sangat berbeda pada saat
pertanian padi maupun bawang. Masyarakat jarang yang mengutang karena mereka takut
tidak bisa membayar utang mereka kepada tauke. Oleh sebab itu banyak yang tidak mau
menyekolahkan anaknya. Karena takut tidak bisa menutupi biaya pendidikan. Hanya
sebagian yang mau mengutang dan harus menjual tanah mereka.
4.6Penggarapan Tanah
Semakin luasnya masyarakat yang menanam kopi sehingga semakin banyak juga
kebutuhan akan lahan yang akan ditanami kopi. Ketika masyarakat melihat potensi kopi
dapat meningkatkan perekonomian dan taraf hidup masyarakat, luas lahan kopi sangat
kopi terjadi hal yang di luar pemikiran masyarakat yaitu kejadian di mana terjadi
pertengkaran antar keluarga / masih semarga akibat penggarapan tanah.
Masyarakat yang sangat terobsesi untuk hidup sukses membuka lahan yang sudah
lama tidak diusahakan namun ternyata lahan itu adalah milik orang lain yang sudah lama
tidak diusahakan, sehingga muncul perdebatan yang sengit antar masyarakat. Pada tahun
2001 terjadi pembunuhan di Desa Tamba Dolok ini antara keluarga yang masih satu Ibu
karena terjadi konflik perebutan tanah 43. Terjadinya konflik tentang penggarapan tanah di
Desa Tamba Dolok ini sangat banyak dijumpai. Banyak yang membawa masalah ini sampai
ke hukum namun karena tanah di Desa ini belum punya surat tanah sehingga yang kaya
biasanya yang berhasil mendapatkan tanah tersebut.
Penggarapan tanah ini sangat marak di Desa Tamba Dolok. Baik akibat kesalahan
perbatasan maupun yang dulunya di sewakan, ada masyarakat yang menyangkal bahwa tanah
itu disewakan pada dia. Sehingga tanah yang diperuntukkan untuk saudara yang merantau
biasanya sudah diusahakan oleh keluarganya yang tinggal di kampung tersebut.
4.7Kurangnya Kepedulian Masyarakat
Salah satu hal yang diakibatkan oleh tingkat pendapatan yang semakin tinggi
membuat masyarakat sibuk dengan urusan masing-masing. Sistem kekeluargaan Dalihan
Natolu semakin menipis serta kepedulian masyarakat sudah mulai terkikis. Dalihan Natolu
terdiri dari tiga bagian yaitu Somba marhula-hula, Manat mardongan tubu, Elek marboru.
Sebutan dalihan natolu paopat sihalsihal (dengan yang keempat adalah tetangga) adalah
falsafah yang dimaknakan sebagai kebersamaan yang cukup adil dalam kehidupan
masyarakat Batak. Dalam adat Batak, pihak borulah yang menghormati hula-hula. Di dalam
satu wilayah yang dikuasai hula-hula, tanah adat selalu dikuasai oleh hula-hula. Sehingga
boru yang tinggal di kampung hula-hulanya akan kesulitan mencari nafkah apabila tidak
menghormati hula-hulanya. Gambaran dongan tubu adalah sosok abang dan adik. Secara
psikologis dalam kehidupan sehari-hari hubungan antara abang dan adik sangat erat. Namun
satu saat hubungan itu akan renggang, bahkan dapat menimbulkan perkelahian. Boru ialah
kelompok orang dari saudara perempuan kita, dan pihak marga suaminya atau keluarga
perempuan dari marga kita. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah elek
marboru yang artinya agar saling mengasihi supaya mendapat berkat (pasu-pasu). Istilah
boru dalam adat batak tidak memandang status, jabatan, kekayaan oleh sebab itu mungkin
saja seorang pejabat harus sibuk dalam suatu pesta adat batak karena posisinya saat itu
sebagai boru44.
Hukum adat dalam masyarakat Batak Toba ini lah yang sudah semakin terkikis dalam
masyarakat Desa Tamba Dolok. Misalnya dalam adat batak ketika hula-hula berpesta dongan
tubu harus berperan di dalam pesta itu sedangkan boru harus siap membantu untuk
mengerjakan hal-hal yang ada di pesta tersebut. Itulah yang disebut dengan Dalihan Natolu.45
Masyarakat tidak ada lagi saling membantu jika ada pesta atau acara di lingkungan mereka.
Sekali pun ada beberapa orang itu hanya karena masih ada hubungan keluarga. Banyak
masyarakat lebih memilih untuk berladang dan memetik kopi. Masyarakat tidak terlalu
44 Diambil dari internet : id.wikipedia.org/.wiki/Dalihan_natolu. Diakses pada tanggal 25 Mei 2013 pukul 17:20 WIB.
peduli lagi dengan apa yang terjadi di lingkungan mereka. Mereka hanya sekedar saja jika
ada acara atau perkumpulan seperti pengadaan pesta adat.
Sifat kekeluargaan memang masih ada tetapi tidak se-erat sebelum adanya pertanian
kopi ini. masyarakat lebih mengutamakan ladangnya daripada adat yang harus dibayar di
lingkungan mereka. Pergeseran nilai budaya itu sudah mulai terjadi di desa ini. Kepedulian
dengan sesama sudah mulai berkurang. Dalihan natolu ini juga semakin mengikis dengan
adanya kegiatan masyarakat yaitu marsirippa. Masyarakat lebih mengutamakan pekerjaan
dimana tenaga dibayar dengan tenaga, daripada kebudayaan yang mengharuskan boru
membantu di pesta hula-hula nya.
4.8Pemasaran Kopi oleh Tauke
Pengaruh pertanian kopi bukan hanya di pola kehidupan masyarakat saja namun di
pemasaran juga terjadi. Tauke di desa ini bermunculan dengan pemasaran yang terorganisir.
Hubungan antara petani dan tauke sangat dekat dan saling membutuhkan. Masyarakat
membutuhkan tauke untuk pemasaran hasil pertanian mereka dan tauke membutuhkan hasil
pertanian dari masyarakat untuk melancarkan usaha mereka.
Pemasaran di desa ini ada dua jenis yaitu pemasaran bebas dan pemasaran terikat.
Pemasaran bebas yaitu masyarakat tidak ada perjanjian terhadap salah satu tauke dan
pemasaran terikat yaitu petani mempunyai perjanjian dengan tauke. Tauke sangat berperan
dalam hal permodalan bagi masyarakat yang pemasaran terikat. Tauke memberi segala