• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Variasi Perbandingan Tempurung Kelapa dan Eceng Gondok serta Variasi Ukuran Partikel Terhadap Karakteristik Briket

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Variasi Perbandingan Tempurung Kelapa dan Eceng Gondok serta Variasi Ukuran Partikel Terhadap Karakteristik Briket"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1 DATA PENGAMATAN HASIL PENELITIAN

L1.1 DATA PENGAMATAN NILAI KALOR

Tabel L1.1 Data Pengamatan Nilai Kalor Ukuran Partikel

(Mesh) Perbandingan Nilai kalor

Eceng Gondok : Tempurung Kelapa (kal/gr)

L1.2 DATA PENGAMATAN KADAR ABU

(2)

L1.3 DATA PENGAMATAN KADAR AIR

Tabel L1.3 Data Pengamatan Nilai Kadar Air Ukuran

L1.4 DATA PENGAMATAN KADAR ZAT MENGUAP

(3)

L1.5 DATA PENGAMATAN KERAPATAN (DENSITAS) BRIKET

Tabel L1.6 Data Pengamatan Nilai Kerapatan Briket Ukuran

L1.6 DATA PENGAMATAN KUAT TEKAN

Tabel L1.7 Data Pengamatan Nilai Kuat Tekan

Ukuran Partikel (Mesh) Perbandingan Kuat Tekan

E : T kg/cm2

10 1 : 4 24,7699

42 1 : 4 15,5697

(4)

L1.7 DATA PENGAMATAN LAJU PEMBAKARAN

(5)

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN

L2.1 PERHITUNGAN KADAR ABU

Perhitungan kadar abu disesuaikan dengan SNI 06-3730-1995 [14]. Contoh

perhitungan kadar abu dilakukan terhadap data pada Tabel L1.2 pada ukuran partikel 10 mesh dan perbandingan eceng gondok dengan tempurung kelapa 1:1

dengan perhitungan sebagai berikut:

Diketahui : Berat abu (A) = 0,2118 gr

Berat sampel (B) = 1,0005 gr

Kadar abu (%) = A/B x 100%

= 0,2118 gr

1,0005 gr x 100%

= 21,1588 %

Dengan cara yang sama, maka didapatkan seluruh data yang diinginkan, seperti yang ditampilkan pada Tabel L1.2.

L2.2 PERHITUNGAN KADAR AIR

Perhitungan kadar air disesuaikan dengan SNI 06-3730-1995 [14]. Contoh perhitungan kadar air dilakukan terhadap data pada Tabel L1.3 pada ukuran partikel 42 mesh dan perbandingan eceng gondok dengan tempurung kelapa 1:1 dengan perhitungan sebagai berikut:

Diketahui : Berat cawan kosong + berat sampel sebelum pemanasan (M1) = 17,8413 gr

(6)

Kadar air (%) = M1−M2

M1 x 100%

= 17,8413 gr − 17,4172 gr

17,8413 gr x 100%

= 2,3771 %

Dengan cara yang sama, maka didapatkan seluruh data yang diinginkan, seperti yang ditampilkan pada Tabel L1.3.

L2.3 PERHITUNGAN KADAR ZAT MENGUAP

Perhitungan kadar zat menguap disesuaikan dengan SNI 06-3730-1995 [14]. Contoh perhitungan kadar zat menguap dilakukan terhadap data pada Tabel L1.4 pada ukuran partikel 60 mesh dan perbandingan eceng gondok dengan tempurung kelapa 1:1 dengan perhitungan sebagai berikut:

Diketahui : Berat sampel awal (Wo) = 1,0003 gr

Berat sampel setelah pemanasan (W1) = 0,8686 gr

Kadar zat menguap pada 950 oC = Wo−W 1

Wo x 100%

=1,0003 gr−0,8686 gr

1,0003 gr x 100%

= 13,1700%

(7)

L2.4 PERHITUNGAN KERAPATAN PADA BRIKET

Contoh perhitungan kerapatan pada briket dilakukan terhadap data tabel L1.5 pada ukuran mesh 10 dan perbandingan eceng gondok dengan tempurung kelapa 1:1 dengan perhitungan sebagai berikut [6]:

Diketahui : Massa briket (m) = 31,1352 gr

Dengan cara yang sama, maka didapatkan seluruh data yang diinginkan, seperti yang ditampilkan pada tabel L1.5.

L2.5 PERHITUNGAN KUAT TEKAN

Contoh perhitungan kuat tekan pada briket dilakukan terhadap data pada Tabel L1.6 pada ukuran partikel 10 mesh dan perbandingan eceng gondok dengan tempurung kelapa 1:4 dengan perhitungan sebagai berikut:

(8)

Untuk mendapatkan nilai kuat tekan sebenarnya harus dibagi dengan luas permukaan dari briket, sehingga :

Kuat tekan (P) = F A

=

175 kg

7,0650 cm2

= 24,7699 kg/cm2.

Dengan cara yang sama, maka didapatkan seluruh data yang diinginkan, seperti yang ditampilkan pada Tabel L1.6.

L2.6 PERHITUNGAN LAJU PEMBAKARAN

Contoh perhitungan kerapatan pada briket dilakukan terhadap data pada Tabel L1.7 pada ukuran partikel 10 mesh dengan perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa 1:1 dengan perhitungan sebagai berikut [8]:

Diketahui : Berat sampel awal (Wo) = 31,1352 gr

Berat sampel akhir (W1) = 1,5024 gr

Waktu pembakaran (t) = 7295 detik

Laju pembakaran = W 0−W 1 t

= 31,1352 gr−1,5024 gr

7295 detik

= 0,0041 gr/detik

(9)

LAMPIRAN 3 GAMBAR PENELITIAN

L3.1 PENYIAPAN DAN KARBONISASI BAHAN BAKU

Gambar L 3.1 Eceng Gondok Gambar L 3.2 Tempurung Kelapa Yang Telah Dikeringkan Yang Telah Dikeringkan

Gambar L 3.3 Eceng Gondok Gambar L 3.4 Tempurung Kelapa Hasil Karbonisasi Hasil Karbonisasi

(10)

Gambar L 3.5 Penggilingan Gambar L 3.6 Screening dengan Tempurung Kelapa Vibrator

(11)

L3.2 PEMBUATAN BRIKET

Gambar L 3.8 Perekat Tapioka Gambar L 3.9 Pencampuran Arang dan Perekat

(12)

Gambar L 3.12 Pengeringan Briket Gambar L 3.13 Briket yang Diperoleh

L3.3 ANALISIS KARAKTERISTIK KUALITAS BRIKET L3.3.1 Pengujian Nilai Kalor

(13)

L3.3.2 Pengujian Kadar Abu

Gambar L 3.15 Penimbangan sampel Gambar L 3.16 Pemanasan dengan Furnace

(14)

L3.3.3 Pengujian Kadar Air

Gambar L 3.19 Penimbangan Sampel Gambar L 3.20 Pemanasan di Oven

(15)

L3.3.4 Pengujian Kadar Zat Menguap

Gambar L 3.23 Penimbangan Sampel Gambar L 3.24 Pemanasan pada Furnace

(16)

L3.3.5 Pengujian Kerapatan

Gambar L 3.27 Penimbangan Briket Gambar L 3.28 Pengukuran Dimensi

L3.3.6 Laju Pembakaran

(17)

L3.3.7 Pengujian Kuat Tekan

(18)

LAMPIRAN 4 SPESIFIKASI PERALATAN

L4.1 Furnace

Type : AL-E6 Crucible Furnace

Tahun Produksi : 1984

Produksi : Isuzu Seisakusho LTD Tokyo,Japan

Gambar L4.1 Furnace

L4.2 Hammer Mill

Type : 7305 A Tegangan : 380 V Tahun Produksi : 1984

Produksi :Seisakusho LTD Tokyo,Japan

(19)

L4.3 Screening

Type : PL-27 Tegangan : 200 V No Produksi : 1170

Produksi : Isuzu Seisakusho LTD Tokyo, Japan

Gambar L4.3 Screening

L4.4 Neraca Analitis

Kapasitas : 210 gr

Readability : 0,0001 gr

Dimensi : 19,6 x 28,7 x 32 cm

Gross weight : 10 lb Produksi : Italia

(20)

L4.5 Tensile Test

Type : MR-20.CT No. Produksi : 6592 Tahun Produksi : 1984

Produksi : Maekawa

Testing Machine

MGF CO Tokyo, Japan

Gambar L4.5 Tensile Test

L4.6 Oven

Type : Oven memert UN 75 Dimensi : 400 x 400 x 330 mm Berat Netto : 57 kg

Berat Gross : 69 kg Temperatur : 300 oC

Daya : 230 V, 50/60 Hz Produksi : Germany

(21)

L4.7 Bomb Calorimeter

Type : Parr 6200 Calorimeter Oxygen Fill dan Bucket Fill

Waktu analisa sampel : 15 menit Ukuran :

 Panjang : 57 cm  Lebar : 40 cm  Tinggi : 43 cm

(22)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Dian Fatmawati dan Priyo H. Adiwibowo, “Pembuatan Biobriket Dari Campuran Eceng Gondok dan Tempurung Kelapa Dengan Perekat Tetes Tebu,”

Jurnal Teknik Mesin, Vol. 03, No. 02, (2014), hal. 315-322.

[2] Arif F. Utomo dan Nungki Primastuti “Pemanfaatan Limbah Furniture Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) di Koen Gallery Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Briket Bioarang,” Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol. 2, No. 2, (2013), hal. 220-225.

[3] Nodali Ndraha, “Uji Komposisi Bahan Pembuat Briket Bioarang Tempurung Kelapa dan Serbuk Kayu Terhadap Mutu Yang Dihasilkan, [Skripsi], Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, (2010), hal. 16-38.

[4] Kharis A. Rafsanjani, dkk, “Studi Pemanfaatan Potensi Biomassa Dari Sampah Organik Sebagai Bahan Bakar Alternatif (Briket) Dalam Mendukung Program Eco-Campus di ITS Surabaya,” Jurnal Teknik Pomits, Vol. 1, No. 1, (2012) hal. 1-6.

[5] Suyitno, dkk, “Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap Karakteristik Pembakaran Biomasa,” Universitas SebelasMaret. Surakarta, Indonesia, (2005), hal. 14-17

[6] Erikson Sinurat, “Studi Pemanfaatan Briket Kulit Jambu Mete dan Tongkol

Jagung Sebagai Bahan Bakar Alternatif, Makassar: Jurusan Mesin Fakultas teknik Universitas Hasanuddin, (2011).

[7] Diah S. Wijayanti, “Karakteristik Briket Arang dari Serbuk Gergaji Dengan Penambahan Arang Cangkang Kelapa Sawit,” [Skripsi], Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, (2009), hal. 22.

(23)

[9] Ignatius Gunawan Widodo, dkk, “Upaya Penerapan Teknologi Pengolahan Arang Tempurung Kelapa Untuk Meningkatkan Nilai Tambah Petani di Kecamatan Sei Raya Kabupaten Bengkayang,” Jurnal IPREKAS-Ilmu Pengetahuan dan Rekayasa, (Mei, 2010), hal. 8-13.

[10] Retta R. Purnama, dkk, “Pemanfaatan Limbah Cair CPO Sebagai Perekat

Pada Pembuatan Briket Dari Arang Tandan Kosong Kelapa Sawit,” Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Palembang, Jurnal Teknik Kimia

No. 3, Vol. 18 (Agustus 2012).

[11] Agung Setiawan, dkk, “Pengaruh Komposisi Pembuatan Biobriket Dari Campuran Kulit Kacang dan Serbuk Gergajian Terhadap Nilai Pembakaran,”

Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 18 (April 2012).

[12] Siti Jamilatun, “Sifat-sifat Penyalaan dan Pembakaran Briket Biomassa, Briket Batubara dan Arang Kayu,” Jurnal Rekayasa, Program Studi Teknik Kimia, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Vol. 2, No. 2, (2008).

[13] Elly Kurniati dan Suprihatin, “Kinetika Pembakaran Briket Arang Eceng Gondok,” Jurnal Penelitian Ilmu Teknik, Vol. 9, No. 1 (Juni, 2009), hal. 70-77. [14] Maryono, dkk, “Pembuatan dan Analisis Mutu Briket Arang tempurung Kelapa Ditinjau Dari Kadar Kanji, Vol. 14, No. 1, (2013).

[15] Esmar Budi, “Tinjauan Proses Pembentukan dan Penggunaan Arang Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Bakar,” Jurnal Penelitian Sains, Vol. 14 (Oktober 2011), No. 4(B) 14406, hal. 25-29.

[16] Indah Suryani, dkk, “Pembuatan Briket Arang Dari Campuran Buah Bintaro dan Tempurung Kelapa Menggunakan Perekat Amilum,” Jurnal Teknik Kimia,

No. 1, Vol. 18 (Januari 2012), hal 24-29.

[17] A. Rasyidi, dkk, “Mencari Suhu Optimal Proses Karbonisasi dan Pengaruh Campuran Batubara Terhadap Kualitas Briket Eceng Gondok,” Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya, Vol. 17, No. 2, (April, 2010), hal

(24)

[18] Rita D Ratnani, Indah Hartati, Laeli Kurniasari, “Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia Crassipes) untuk Menurunkan kandungan COD (Chemical Oxygen Demond), pH, Bau dan Warna Pada limbah Cair Tahu,” Jurnal Momentum Vol 7, No.1, (April, 2011), hal. 41-47.

[19] Sarjono, “Studi Eksperimental Perbandingan Nilai Kalor Briket Campuran

Bioarang Sekam Padi Dan Tempurung Kelapa,” Jurnal Simetris, No. 17,

(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Instrument, Laboratorium Bahan Konstruksi dan Korosi serta Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Politeknik Teknologi Kimia Industri.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain : 1. Eceng gondok

2. Tempurung kelapa 3. Tepung tapioka

4. Air

3.2.2 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bomb calorimeter

10. Ayakan berukuran 10, 42, dan 60 mesh 11. Termometer

(26)

14. Screening

15. Hammer mill

16. Gelas ukur 100 ml

3.3 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap

(RAL) non faktorial. Penelitian dilakukan dengan mengkombinasikan jenis bahan pembuat briket (eceng gondok dan tempurung kelapa) berdasarkan rasio berat dan melakukan variasi pada ukuran partikel briket yaitu pada ukuran 10, 42, dan 60 mesh dan menambahkan bahan perekat sebanyak 10% dari berat bahan bakunya. Komposisi eceng gondok dinotasikan dengan simbol E dan komposisi tempurung kelapa dinotasikan dengan simbol T. Campuran kedua bahan baku briket adalah 35 gram. Rancangan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

3.4.1 Proses Pembuatan Arang [16, 17]

1. Bahan baku berupa eceng gondok dan tempurung kelapa dicacah

(27)

2. Eceng gondok dikarbonisasi didalam furnace dengan suhu 400 oC selama 15 menit sedangkan tempurung kelapa dikarbonisasi di dalam

furnace pada suhu 400 oC selama 1 jam untuk dijadikan bioarang. 3.4.2 Prosedur Pembuatan Briket Arang (Lab. BKK PTKI Medan)

1. Arang hasil pengarangan dari eceng gondok dan tempurung kelapa digiling dengan menggunakan hammer mill menjadi serbuk arang. 2. Serbuk arang disaring dengan alat pengayak berukuran 10, 42, dan 60

mesh untuk mendapatkan material yang seragam.

3. Komposisi bahan baku divariasikan sesuai dengan yang telah ditentukan. Variasi perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa

dalam penelitian ini adalah 1:1; 1:2; 1:3; dan 1:4 dengan berat eceng gondok ditetapkan 20 gram.

4. Perekat (tepung tapioka) sebesar 10 % dari berat bahan baku briket

dicampur dengan air panas pada suhu ± 70 oC hingga menjadi adonan seperti bubur.

5. Adonan tepung tapioka sebagai perekat dicampurkan dengan serbuk

arang dari hasil pengayakan sehingga menghasilkan adonan yang lengket.

6. Adonan diaduk hingga semua bahan tercampur.

7. Sebanyak 35 gram adonan briket dicetak menggunakan alat cetak briket

kemudian ditekan dengan kekuatan tekan 1 ton/cm2. 8. Briket yang sudah dicetak dikeringkan.

3.4.3 Prosedur Analisis Proksimat

3.4.3.1 Pengujian Nilai Kalor (Lab. Instrument)

1. Hidupkan calorimeter sampai muncul main menu.

2. Pilih menucalorimeter operation.

3. Hidupkan heater/pump.

(28)

5. Cooler system dihidupkan.

6. Lalu sampel ditimbang 1 gram dengan neraca analitik dan diletakkan sampel pada head bomb.

7. Setelah itu, benang diikatkan pada kawat di atas tempat sampel sampai

benangnya menyentuh sampel.

8. Kemudian dirangkai head bomb dengan bomb silinder. 9. Pada head bomb ditutup keluaran udaranya.

10. Dipasang katup oksigen ke bomb dan tekan O2fill sampai terisi penuh

11. Diisikan 2 liter air dari cooler system ke tabung volumetric sampai penuh dan dituangkan dari tabung volumetrik ke bucket.

12. Bucket dimasukkan ke dalam bomb calorimeter, lalu perhatikan tanda pada bagian bawah bucket, dimana posisinya harus sama dengan yang ada di dalam calorimeter.

13. Dimasukkan bomb ke dalam bucket, diperhatikan jangan ada kebocoran dari bomb.

14. Lalu dipasang kabel ignition ke terminal bomb dan ditutup

calorimeter.

15. Ditekan tombol start, dan ditunggu hasil analisis pembacaan nilai kalornya.

3.4.3.2 Pengujian Kadar Abu (SNI 06-3730-1995 [14])

1. Cawan porselin dikeringkan di dalam furnace bersuhu 600 oC selama 30 menit.

2. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang berat kosongnya.

3. Ke dalam cawan kosong tersebut dimasukkan sampel sebanyak 1

gram (B).

4. Cawan yang telah berisi sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam

furnace yang dioperasika pada suhu 850 oC selama 4 jam sampai sampel menjadi abu.

(29)

6. Pengujian dilakukan dengan tiga kali pengulangan (triplo) 7. Kadar abu dihitung dengan Persamaan 3.1.

Kadar abu (%) = (A/B) x 100% ……….(3.1)

3.4.3.3 Pengujian Kadar Air (SNI 06-3730-1995 [14])

1. Cawan porselin kosong ditimbang kemudian sampel briket

dimasukkan ke cawan sebanyak 5 gram (M1).

2. Sampel diratakan dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 oC selama 3 jam.

3. Cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator

kemudian ditimbang bobotnya (M2).

4. Kadar air dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 3.2.

Kadar air (%) = M1 – M2 x 100 % ………(3.2) M1

3.4.3.4Pengujian Kadar Zat Menguap (SNI 06-3730-1995 [14])

1. Cawan kosong beserta tutupnya terlebih dahulu dipijarkan di dalam

furnace selama 30 menit dan didinginkan di dalam desikator.

2. Kemudian ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram sampel ke dalam

cawan kosong tersebut (W0).

3. Cawan selanjutnya ditutup dan dimasukkan ke dalam furnace dan dioperasikan pada suhu 950 °C selama 7 menit, lalu didinginkan didalam desikator kemudian ditimbang bobotnya (W1). Penentuan kadar zat menguap pada suhu 950 °C dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan (triplo).

4. Kadar zat menguap pada suhu 950 °C dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.3.

Kadar zat menguap = W0 – W1 x 100 ………(3.3) W0

3.4.4 Prosedur Pengujian Kerapatan [6]

(30)

2. Tinggi (t, cm) dan jari-jari (r, cm) briket diukur.

3. Dihitung volume total (Vtot, cm3) dengan Persamaan 3.4.

Vtot = πr2t ………..(3.4) 4. Kerapatan dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.5.

ρ = m ……….(3.5)

Vtot

3.4.5 Prosedur Pengujian Kekuatan Tekan (Lab. BKK PTKI MEDAN) 1. Alat tensile test dihubungkan dengan arus listrik.

2. Pompa dihidupkan.

3. Beban tekan diatur.

4. Spesimen yang akan diuji diletakkan pada alat tensile test.

5. Penekanan dilakukan dengan menurunkan lempengan pada alat sampai spesimen pecah.

6. Hasil nilai uji tekan akan tercatat dari panel alat tensile test.

3.4.6 Prosedur Analisa Uji Eksperimental Untuk Laju Pembakaran [8] 1. Briket yang telah dihasilkan ditimbang beratnya (W0).

2. Briket kemudian dibakar sampai habis menjadi abu dan dicatat waktu

pembakarannya (t)

3. Berat briket setelah dibakar ditimbang (W1).

4. Laju pembakaran dihitung dengan Persamaan 3.6.

Laju pembakaran = W0 – W1 ……….(3.6)

(31)

3.5 FLOWCHART PERCOBAAN 3.5.1 Flowchart Pembuatan Arang

Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Arang 3.5.2 Flowchart Pembuatan Briket arang

Bahan baku eceng gondok dan tempurung kelapa dicacah kecil-kecil ± 1 cm

Selesai

Hasil pengarangan eceng gondok dan tempurung kelapa digiling dengan menggunakan hammer mill untuk dijadikan

serbuk arang Mulai

Eceng gondok dikarbonisasi di dalam furnace dengan suhu 400 oC selama 15 menit, sedangkan tempurung kelapa dikarbonisasi didalam furnace dengan suhu 400

o

C selama 1 jam untuk dijadikan bioarang

Mulai

Serbuk arang disaring dengan alat pengayak ukuran mesh 10, 42, dan 60 untuk mendapatkan material

yang seragam

(32)

Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Briket Arang

3.5.3 Flowchart Analisis Proksimat 3.5.3.1 Flowchart Pengujian Nilai Kalor

Tepung kanji terlebih dahulu dibuat menjadi adonan bubur dengan air panas pada suhu ± 70 oC. Setelah menjadi bubur, tepung kanji dicampurkan dengan serbuk arang sehingga menghasilkan adonan yang

lengket

Selesai

Calorimeter dihidupkan sampai muncul main menu

Pilih menucalorimeter operation dan heater/pump

dihidupkan

Setelah adonan rata, adonan sebanyak 35 gr tersebut dicetak menggunakan alat cetak briket dengan kekuatan

tekan 1 ton/cm2

Komposisi bahan baku eceng gondok dan tempurung kelapa di variasikan yaitu 1:1; 1:2; 1:3; dan 1:4

Adonan diaduk hingga bahan tercampur merata

A

(33)

Pilih operation metode determination dan cooler system

dihidupkan.

Setelah itu, benang diikatkan pada kawat diatas tempat sampel sampai benangnya menyentuh sampel.

Masukkan bomb kedalam bucket, perhatikan jangan ada kebocoran dari bomb

B

Kemudian rangkaikan head bomb dengan bomb silinder dan Pada head bomb ditutup keluaran udaranya

C

Lalu sampel ditimbang 1 gram dengan neraca analitik dan letakkan sampel pada head bomb.

Dipasang katub oksigen ke bomb dan tekan O2fill sampai terisi penuh

Isikan 2 liter air dari cooler system ketabung volumetric sampai penuh dan tuangkan dari tabung volumetric ke bucket.

(34)

Gambar 3.3 Flowchart Pengujian Nilai Kalor

3.5.3.2 Flowchart Pengujian Kadar Abu Selesai

C

Mulai

Cawan porselin dikeringkan di dalam

furnace bersuhu 600oC selama 30 menit

Kemudian cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang

berat kosongnya

Ke dalam cawan kosong tersebut dimasukkan sampel sebanyak 1 gram.

D

Tekan start, dan tunggu hasil analisa nilai kalornya. Lalu pasang kabel ignition ke terminal bomb dan tutup

(35)

Gambar 3.4 Flowchart Pengujian Kadar Abu

3.5.3.3 Flowchart Pengujian Kadar Air Selesai

Cawan porselin kosong ditimbang kemudian sampel briket dimasukkan sebanyak 5 gram

Dihitung kadar abunya dengan tiga kali pengulangan (triplo) D

Cawan yang telah berisi sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 850oC

selama 4 jam sampai sampel menjadi abu

Selanjutnya cawan diangkat dari furnace dan didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Mulai

Sampel diratakan dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC selama 3 jam

(36)

Gambar 3.5 Flowchart Pengujian Kadar Air

3.5.3.4 Flowchart Pengujian Kadar Zat Menguap

Gambar 3.6 Flowchart Pengujian Kadar Zat Menguap Selesai

Cawan kosong beserta tutupnya terlebih dahulu dipijarkan didalam tanur selama 30 menit dan didinginkan di dalam

desikator

Selesai E

Cawan dikeluarkan dari oven untuk didinginkan dalam desikator lalu ditimbang bobotnya dan

dihitung kadar airnya

Mulai

Ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram sampel dan dimasukkan ke dalam cawan kosong tersebut

Cawan ditutup dan dimasukkan ke dalam furnace

dengan suhu 950oC selama 7 menit

(37)

3.5.4 Flowchart Pengujian Kerapatan Briket

Gambar 3.7 Flowchart Pengujian Kerapatan Briket

3.5.5 Flowchart Pengujian Kekuatan Tekan

Gambar 3.8 Flowchart Pengujian Kekuatan Tekan

Briket ditimbang, diukur tinggi dan jari-jari nya kemudian dihitung kerapatannya

Selesai Mulai

Mulai

Alat Tensile test dihubungkan dengan arus listrik dan pompa dihidupkan.

Beban tekan diatur dan spesimen yang akan diuji diletakkan pada alat tensile test.

Penekanan dilakukan dengan menurunkan lempengan pada alat sampai spesimen pecah dan hasil nilai uji tekan

akan tercatat dari panel alat tensil test.

(38)

3.5.6 Flowchart Uji Eksperimental Untuk Laju Pembakaran

Gambar 3.9 Flowchart Uji Eksperimental Untuk Laju Pembakaran Briket kemudian dibakar dan diukur waktu pembakarannya

kemudian massa briket setelah dibakar ditimbang.

Selesai Mulai

Briket yang telah dihasilkan dengan variasi komposisi bahan baku yang berbeda ditimbang

(39)

3.6 FLOWCHART PENELITIAN

Gambar 3.10 Flowchart Penelitian Penetapan variasi :

Perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa serta ukuran mesh, jumlah perekat tapioka, suhu karbonisasi, berat briket, tekanan kempa

Setup peralatan :

Oven, Furnace, Alat kempa briket, Neraca, Cetakan briket, Alat penggiling, Mesh, Hammer mill, Bomb Calorimeter,

Penangas air, Cawan porselin, Desikator, Screening,

Termometer. Penyediaan bahan :

Eceng gondok, tempurung kelapa, tepung tapioka, air.

Pembuatan arang

Pembuatan briket arang

Analisis proximate : pengujian nilai kalor, kadar abu, kadar air, dan kadar zat

menguap

Pengujian kerapatan

Selesai Mulai

(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan briket dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu :

1. Penyiapan dan karbonisasi bahan baku 2. Pembuatan briket

3. Analisis/karakterisasi kualitas briket.

Dalam bab ini akan diperlihatkan hasil briket yang diperoleh dengan tahapan analisis/karakterisasi meliputi nilai kalor, kadar air, kadar abu, kadar volatil, kerapatan, laju pembakaran, dan kuat tekan.

4.1 BRIKET YANG DIPEROLEH

Berikut ini adalah gambar briket yang dihasilkan dengan berbagai variasi perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa serta variasi ukuran partikel.

(41)

4.2 NILAI KALOR

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah eceng gondok dan tempurung kelapa dengan perekat tapioka. Bahan baku ini dijadikan briket untuk diuji nilai kalornya dengan menggunakan alat bomb calorimeter untuk mengetahui sebarapa besar nilai panas pembakaran yang dapat dihasilkan oleh briket. Nilai kalor dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Nilai Kalor

Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa nilai kalor terendah diperoleh pada perbandingan eceng gondok dengan tempurung kelapa 1:1 dan pada ukuran partikel 10 mesh yaitu 5.102,9025 kal/gr, sedangkan nilai kalor tertinggi diperoleh dari perbandingan eceng gondok dengan tempurung kelapa 1:4 dan pada ukuran mesh 60 yaitu sebesar 6.851,3311 kal/gr.

Dari penelitian ini dapat dijelaskan bahwa semakin banyak jumlah tempurung kelapa yang ditambahkan maka semakin tinggi nilai kalor yang dihasilkan. Hal ini disebabkan nilai kalor dari tempurung kelapa yang lebih tinggi yaitu 7.345,9149 kal/gr [18], sedangkan eceng gondok memiliki nilai kalor

(42)

3.207,90 kal/gr [8]. Nilai kalor briket arang antara lain dipengaruhi oleh ukuran partikel arang, kerapatan arang dan bahan baku arang. Semakin kecil ukuran partikel maka nilai kalornya semakin tinggi, demikian juga semakin kecil ukuran partikel semakin tinggi pula kerapatannya [2].

Pada penelitian sebelumnya, nilai kalor yang diperoleh pada briket dengan perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa 10% : 90% dengan ukuran

partikel 10 mesh adalah sebesar 6.267,072 kal/gr, pada perbandingan 30% : 70% nilai kalor sebesar 4.892,628 kal/gr, dan untuk perbandingan 50% : 50% diperoleh nilai kalor sebesar 4.720,835 kal/gr [1]. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, briket yang diperoleh pada penelitian ini memiliki nilai kalor yang lebih tinggi.

Berdasarkan hasil pengujian nilai kalor pada penelitian ini dan apabila merujuk kepada Tabel 2.1, dapat disimpulkan bahwa perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa untuk setiap perbandingan 1:1 dengan ukuran 10, 42, dan 60 mesh tidak sesuai dengan SNI (minimal 5.600 kal/gr), juga pada perbandingan 1:2 dengan ukuran mesh 10 tidak sesuai dengan SNI, selebihnya telah sesuai SNI yaitu pada perbandingan 1:2 dengan ukuran mesh 42 dan 60 serta pada semua perbandingan 1:3 dan 1:4 dengan mesh 10, 42 dan 60. Jika merujuk kepada standar mutu Jepang (5.000-6.000 kal/gr), dan standar mutu Amerika (4.000-6.500 kal/gr), semua briket telah memenuhi standar. Sedangkan pada standar mutu Inggris (minimal 5870 kal/gr), semua briket dengan perbandingan 1:1 dan 1:2 dengan ukuran 10, 42, dan 60 mesh tidak sesuai dengan standar Inggris, selebihnya telah memenuhi standar yaitu pada semua perbandingan 1:3 dan 1:4 dengan ukuran 10, 42, dan 60 mesh.

4.3 KADAR ABU

(43)

Gambar 4.3 Nilai Kadar Abu

Dari Gambar 4.3 diperoleh nilai kadar abu terendah pada perbandingan eceng gondok dengan tempurung kelapa 1:4 dengan ukuran partikel 60 mesh yaitu 8,1918%, sedangkan nilai kadar abu terbesar pada perbandingan 1:1 pada ukuran partikel 10 mesh yaitu 21,1588%. Penambahan eceng gondok meningkatkan kadar abu pada briket arang. Hal ini disebabkan kandungan abu pada arang eceng gondok lebih tinggi yaitu 23,8% sedangkan kandungan abu pada arang tempurung kelapa yaitu 0,60% [3,4].

Ukuran partikel juga mempengaruhi kadar abu dari briket, semakin besar

ukuran partikel briket maka kadar abunya juga semakin besar dan sebaliknya semakin kecil partikel briket maka kadar abu akan semakin kecil pula. Hal ini

dapat dilihat pada saat briket dibakar sampai menjadi abu. Briket dengan ukuran partikel yang lebih besar akan menghasilkan abu yang lebih banyak dari pada briket yang ukuran partikelnya lebih kecil, karena pada proses pembakaran briket yang ukuran partikelnya kecil akan mudah terbawa oleh angin dan abu nya akan sedikit dihasilkan.

Pada penelitian sebelumnya, briket dengan perbandingan tempurung kelapa dan sekam padi 80% : 20% dengan ukuran partikel 60 mesh memiliki kadar abu

(44)

sebesar 20%. Pada perbandingan 60% : 30% diperoleh kadar abu sebesar 24,7%. Pada perbandingan 50% : 50% kadar abu yang diperoleh yaitu 26,7% [19]. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, briket yang diperoleh pada penelitian ini memiliki kadar abu yang lebih rendah.

Dari hasil pengujian dan merujuk kepada Tabel 2.1, nilai kadar abu yang memenuhi SNI (maksimal 10%) terdapat pada semua perbandingan eceng gondok

dan tempurung kelapa 1:4 untuk ukuran partikel 10, 42, dan 60 mesh yaitu lebih kecil dari 10%, sedangkan selebihnya pada perbandingan 1:1;1:2, dan 1:3 untuk semua ukuran partikel 10, 42, dan 60 mesh tidak memenuhi standar SNI dan hal yang sama juga apabila menggunakan standar Inggris (maksimal 10%). Untuk standar mutu Jepang (maksimal 7%), semua briket pada penelitian ini tidak memenuhi standar. Untuk standar mutu Amerika (maksimal 16%), semua perbandingan eceng gondok pada perbandingan 1:1 dan 1:2 dengan ukuran mesh 10, 42 dan 60 tidak memenuhi standar, sedangkan selebihnya pada perbandingan 1:3 dan 1:4 memenuhi standar.

4.4 KADAR AIR

(45)

Gambar 4.4 Nilai Kadar Air

Dari Gambar 4.4, nilai kadar air terkecil diperoleh pada perbandingan 1:4 dengan ukuran partikel atau ukuran mesh 60 yaitu 1,0140%. Sedangkan nilai kadar air terbesar diperoleh pada perbandingan 1:1 pada ukuran partikel 10 mesh

yaitu 2,4936%.

Dari penelitian ini dapat dijelaskan bahwa semakin besar ukuran partikel pada briket maka kadar airnya semakin besar dan mengurangi kualitas dari briket tersebut. Hal ini disebabkan ukuran partikel yang besar akan banyak menyerap air. Penambahan tempurung kelapa juga mempengaruhi nilai kadar air. Semakin sedikit penambahan tempurung kelapa pada variasi penelitian, maka kadar air akan semakin meningkat sebab kadar air pada eceng gondok lebih besar dibanding pada tempurung kelapa. Eceng gondok lebih mudah menyerap air sehingga kadar air pada eceng gondok mencapai 90% dari berat eceng gondok itu sendiri. Briket yang mengandung kadar air yang tinggi akan mudah ditumbuhi jamur dan akan sukar dinyalakan [4].

Pada penelitian sebelumnya kadar air yang terdapat pada briket dengan perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa 10% : 90% dengan ukuran partikel 10 mesh yaitu sebesar 6,45%, pada perbandingan 30% : 70% nilai kadar air yang diperoleh yaitu 7,04% dan untuk perbandingan 50% : 50% diperoleh

(46)

kadar air sebesar 7,77% [1]. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, briket yang diperoleh pada penelitian ini memiliki kadar air yang lebih rendah.

Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa nilai kadar air pada semua perlakuan variasi penelitian ini apabila merujuk kepada Tabel 2.1 telah memenuhi

SNI (maksimal 8%), standar mutu Jepang (maksimal 8%), standar mutu Inggris (maksimal 4%), dan standar mutu Amerika (maksimal 6%).

4.5 KADAR ZAT MENGUAP

Kadar zat menguap adalah zat yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-senyawa yang masih terdapat di dalam arang selain air. Kandungan kadar zat menguap yang tinggi di dalam briket arang akan

menyebabkan asap yang lebih banyak pada saat briket dinyalakan. Nilai kadar zat menguap dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Nilai Kadar Zat Menguap

(47)

tempurung kelapa yang digunakan ikut menguap. Kandungan zat menguap yang tinggi akan menimbulkan banyak asap pada saat briket dinyalakan.

Kadar zat menguap juga dipengaruhi oleh ukuran partikel briket, dimana semakin kecil partikel suatu briket maka kadar zat menguap pada briket tersebut

akan semakin kecil, karena semakin kecil partikel briket maka kandungan briket yang menguap akan semakin sedikit pula.

Dari Gambar 4.5 diperoleh kadar zat menguap terendah pada perbandingan eceng gondok dengan tempurung kelapa 1:1 pada ukuruan partikel 60 mesh yaitu 13,1700%, sedangkan kadar zat menguap terbesar pada perbandingan 1:4 dengan ukuran partikel 10 mesh yaitu 14,9351%. Hasil dari pengujian nilai kadar zat menguap pada grafik diatas apabila merujuk kepada Tabel 2.1 telah memenuhi SNI (maksimal 15%), standar mutu Inggris (maksimal 16%), standar mutu Amerika (Maksimal 28%) dan standar mutu Jepang (maksimal 30%).

Pada penelitian sebelumnya, kadar zat menguap yang diperoleh briket pada perbandingan serbuk gergaji dan arang cangkang kelapa sawit 50% : 50% yaitu sebesar 34,19%. Pada perbandingan 100% : 0% kadar zat menguap yang diperoleh yaitu sebesar 40,87% [7]. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, briket yang diperoleh pada penelitian ini memiliki kadar zat menguap yang lebih rendah.

4.6 KERAPATAN BRIKET (DENSITAS)

Kerapatan menunjukkan perbandingan antara berat dan volume briket arang. Besar kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh ukuran dan kehomogenan arang penyusun briket tersebut. Nilai kerapatan pada masing-masing perlakuan dapat

(48)

Gambar 4.6 Nilai Kerapatan (Densitas) Briket

Dari Gambar 4.6 diperoleh nilai kerapatan briket terendah sebesar 0,8921 gr/cm3 terdapat pada perlakuan perbandingan eceng gondok dengan tempurung kelapa 1:1, sedangkan nilai kerapatan tertinggi yaitu 1,1254 gr/cm3 terdapat pada perlakuan perbandingan eceng gondok dengan tempurung kelapa 1:4. Hal ini

disebabkan pada ukuran briket 10 mesh partikelnya lebih besar sehingga kemampuan untuk merapat lebih sukar dan terdapat banyak rongga-rongga kosong untuk dilalui oksigen, tetapi lebih mudah terbakar, sehingga akan mempengaruhi laju pembakarannya yaitu akan cepat habis, dan pada ukuran mesh 60 partikel relatif kecil sehingga mudah untuk merapat dan rongga-rongga kosong jauh lebih sedikit, tetapi lebih sukar untuk dibakar dan briket tersebut akan lebih lama habis bila dibakar.

Kerapatan juga dipengaruhi oleh proses pembuatan briket itu sendiri yaitu pada saat pencetakan dengan tekanan tertentu. Pada penelitian ini digunakan tekanan pencetakan sebesar 1000 kg/cm2.

Pada penelitian sebelumnya nilai kerapatan yang diperoleh pada briket dengan perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa 10% : 90% dengan ukuran partikel 10 mesh yaitu sebesar 1,323 gr/cm3, pada perbandingan 30% : 70% nilai kerapatan yang diperoleh yaitu 1,299 gr/cm3 dan untuk perbandingan 50% : 50% diperoleh nilai kerapatan sebesar 1,277gr/cm3 [1]. Jika dibandingkan

(49)

dengan penelitian sebelumnya, briket yang diperoleh pada penelitian ini memiliki nilai kerapatan yang lebih rendah.

Dari hasil pengujian nilai kerapatan apabila merujuk kepada Tabel 2.1 yang sesuai dengan SNI (0,5-0,6 gr/cm3) tidak ada, sebab nilai kerapatan pada penelitian ini melebihi standar SNI. Untuk standar Amerika dan Jepang memiliki standar mutu yang sama yaitu (1,0-1,2 gr/cm3) tidak ada yang memenuhi standar semua perbandingan eceng gondok dengan tempurung kelapa. Untuk standar mutu Inggris (0,46-0,84 gr/cm3) juga tidak ada yang memenuhi standar [1].

4.7 KEKUATAN TEKAN

Kuat tekan menunjukkan daya tahan suatu briket terhadap tekanan luar sehingga mengakibatkan briket tersebut pecah atau hancur. Semakin besar nilai kuat tekan berarti daya tahan briket semakin baik. Nilai kuat tekan dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Nilai kuat tekan pada briket

Dari Gambar 4.7 diperoleh nilai kuat tekan terendah terdapat pada perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa 1:4 dengan ukuran partikel 60 mesh yaitu sebesar 11,3234 kg/cm2 dan nilai kuat tekan tertinggi terdapat pada perbandingan 1:4 dengan ukuran partikel 10 mesh yaitu sebesar 24,7699 kg/cm2. Pada penelitian ini hanya dilakukan pengujian nilai kuat tekan untuk perbandingan 1:4 saja pada ukuran partikel 10, 42, dan 60 mesh, sebab pada

(50)

partikel dari nilai kalor, kadar abu, kadar air, zat menguap, laju pembakaran, dan kerapatan pada briket.

Nilai kuat tekan yang tinggi dapat disebabkan oleh rendahnya kadar air, semakin sedikit air yang terkandung dalam briket menyebabkan briket menjadi

semakin keras sehingga nilai kuat tekan menjadi semakin besar. Kadar perekat juga mempengaruhi kuat tekan briket, sebab semakin banyak kadar perekat maka

briket akan semakin kuat merekat sehingga kuat tekan briket tersebut semakin besar pula. Selain itu yang mempengaruhi nilai kuat tekan briket adalah ukuran partikel briket itu sendiri, semakin kecil ukuran partikel briket maka semakin rapuh briket tersebut dan mudah hancur, sebaliknya semakin besar ukuran partikel briket maka semakin sukar hancur, sebab briket memiliki ketahanan yang baik. Ukuran partikel briket yang kecil, kadar yang air kecil, nilai yang kalor besar dan memiliki kerapatan yang baik, akan lebih mudah hancur bila diuji kekuatan tekannya jika dibanding dengan briket yang ukuran partikelnya lebih besar.

Pada penelitian sebelumnya nilai kuat tekan yang diperoleh pada briket dengan perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa 10% : 90% dengan ukuran partikel 10 mesh adalah sebesar 13,05 kg/cm2, pada perbandingan 30% : 70% nilai kuat tekan yang diperoleh adalah 11,26 kg/cm2, dan untuk perbandingan 50% : 50% diperoleh nilai kuat tekan sebesar 9,48 kg/cm2 [1]. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, briket yang diperoleh pada penelitian ini memiliki nilai kuat tekan yang lebih tinggi.

Dari hasil pengujian nilai kekuatan tekan pada penelitian ini apabila merujuk kepada Tabel 2.1, yang sesuai dengan SNI (minimal 50 gr/cm2) tidak ada, sebab nilai kuat tekan pada setiap perbandingan tidak mencapai standar SNI.

Untuk standar Amerika dan Jepang memiliki standar mutu masing-masing minimal 60 gr/cm2 dan minimal 62 gr/cm2, tidak ada yang sesuai pada semua perbandingan bahan baku, sedangkan untuk standar mutu Inggris (12,7 gr/cm2), briket yang sesuai standar adalah pada ukuran partikel 10 dan 42 mesh dengan perbandingan eceng gondong dan tempurung kelapa 1:4.

(51)

4.8 LAJU PEMBAKARAN

Laju pembakaran merupakan penggambaran berkurangnya bobot briket per detik selama pembakaran. Pengurangan bobot yang semakin cepat memberikan laju pembakaran yang besar. Semakin besar laju pembakaran, maka nyala briket

akan semakin singkat begitu juga sebaliknya. Nilai laju pembakaran dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Nilai Laju Pembakaran

Dari Gambar 4.8 diperoleh nilai laju pembakaran terendah pada perbandingan eceng gondok dengan tempurung kelapa 1:4 untuk ukuran partikel 60 mesh yaitu 0,0028 gr/detik, sedangkan nilai laju pembakaran terbesar diperoleh pada perbandingan 1:1 untuk ukuran partikel 10 mesh yaitu 0,0043 gr/detik. Hal ini disebabkan oleh nilai kerapatan yang dihasilkan pada ukuran partikel 10, 42, dan 60 mesh berbeda, dimana pada partikel 60 mesh nilai kerapatannya lebih besar dibanding pada 10 dan 42 mesh, sehingga briket lebih lama habis. Laju

pembakaran di pengaruhi oleh kerapatan suatu briket, dimana semakin rapat suatu briket maka laju pembakarannya semakin lama atau lama habis bila dibakar,

sebab semakin rapat suatu briket maka rongga udaranya semakin sedikit atau semakin sukar dilalui oksigen pada proses pembakaran. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa semakin banyak tempurung kelapa di dalam briket maka akan semakin lama waktu pembakarannya sehingga laju pembakarannya semakin

(52)

kecil. Hal ini disebabkan tempurung kelapa memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dan kerapatan lebih besar dibandingkan eceng gondok, dimana semakin tinggi nilai kalor briket maka waktu pembakaran semakin lama.

Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian sebelumnya, nilai laju

pembakaran briket yang terbuat dari eceng gondok dengan menggunakan perekat tapioka berkisar antara 61,8x10-3 - 125,8x10-3 gr/detik [8]. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, maka briket yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan nilai laju pembakaran yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan briket yang diperoleh pada peneltian ini lebih baik, sebab waktu pembakarannya lebih lama dan nilai laju pembakrannya lebih rendah.

Pada laju pembakaran belum memiliki parameter standar kualitas sebagai acuan, tetapi beberapa peneliti lain dalam jurnal meraka telah melakukan pengujian laju pembakaran dan mendapatkan hasil [8, 13].

4.9ANALISIS EKONOMI

Kajian potensi ekonomi briket dari eceng gondok dan tempurung kelapa dengan menggunakan perekat tapioka perlu untuk dilakukan. Namun dalam tulisan ini hanya dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi, biaya kebutuhan listrik, dan harga jual briket.

Dasar perhitungan dilakukan terhadap briket dengan karakteristik terbaik yaitu pada perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa 1:4 dengan penggunaan tapioka sebesar 10% dari total berat bahan baku.

Untuk menghasilkan 1 kg (32 spesimen) briket dibutuhkan : 1. Arang eceng gondok = 200 gram

2. Arang tempurung kelapa = 800 gram

3. Tepung tapioka = 10% dari total berat bahan baku = 100 gram

(53)

Tabel 4.1 Perhitungan Biaya Bahan Baku

 Untuk satu kali karbonisasi eceng gondok diperoleh berat arang eceng gondok

sebanyak 33,33 gram, sehingga untuk menghasilkan 200 gram arang eceng gondok diperlukan 6 kali karbonisasi.

 Untuk satu kali karbonisasi tempurung kelapa diperoleh berat tempurung

kelapa sebanyak 80 gram, sehingga untuk menghasilkan 800 gram arang eceng gondok diperlukan 10 kali karbonisasi.

Lamanya waktu karbonisasi eceng gondok dan tempurung kelapa dengan menggunakan furnace untuk menghasilkan 1 kg briket dapat dilihat pada Tabel 4.2. Sedangkan kebutuhan listrik yang diperlukan untuk pembuatan briket pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.2 Waktu Karbonisasi

Tabel 4.3 Perhitungan Kebutuhan Listrik

No Alat Harga/kWh

Total biaya produksi = biaya pembelian bahan baku + kebutuhan listrik = Rp 2.900 + Rp 8.789,24

(54)

Total biaya produksi untuk pembuatan briket dari eceng gondok dan tempurung kelapa dengan menggunakan perekat tapioka pada penelitian ini adalah sebesar Rp 11.689,24/kg.

Sebagai perbandingan, briket yang dihasilkan pada penelitian ini

dibandingkan dengan LPG dan minyak tanah yang juga digunakan sebagai bahan bakar.

- Harga LPG yaitu Rp 11.275,00/kg dengan nilai kalor LPG 11.254,61 kal/gr. - Harga minyak tanah yaitu Rp 9.000/liter dengan nilai kalor minyak tanah

10.478,95 kal/gr.

- Biaya produksi briket pada penelitian ini adalah Rp 11.689,24/kg dengan nilai

kalor briket 6.879,5965 kal/gr.

Perbandingan lainnya juga dapat dilihat pada saat memanaskan air. Seberapa banyak bahan bakar yang dibutuhkan untuk memanaskan 1 kg air dari suhu 25oC hingga 100oC, dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Perbandingan Bahan Bakar

No Bahan Bakar

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa kebutuhan bahan bakar yang paling banyak dan yang paling sedikit untuk memanaskan air 1 kg adalah briket dan LPG. Hal ini dikarenakan nilai kalor dari briket adalah yang paling kecil, sehingga lebih banyak dalam pemakaian briket itu sendiri. Selain itu harganya juga lebih mahal dari minyak tanah dan LPG. Disisi lain nilai kalor pada LPG adalah yang paling besar, sehingga lebih sedikit dalam pemakaiannya dan juga harganya lebih murah dari briket tetapi lebih mahal dari minyak tanah.

(55)

ketersediaanya banyak di alam dan tidak akan habis karena bersifat memanfaatkan limbah. Briket merupakan sumber bahan bakar alternatif yang merupakan energi terbarukan dan ramah lingkungan karena tidak mengandung zat berbahaya. Briket juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya masyarakat di

pedesaan, dan dapat menciptakan lowongan pekerjaan baru. Oleh karena itu pembuatan briket ini sangat memberikan manfaat baik bagi manusia ataupun

(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, analisis karakterisasi dan pembahasan yang

telah dilakukan terhadap perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa terbaik pada penelitian ini

adalah perbandingan 1:4 pada ukuran partikel 60 mesh dengan nilai kalor tertinggi 6851,7453 kal/gr, kadar abu terendah 8,1918%, kadar air terendah 1,0140%, kadar zat menguap 13,7890%, kerapatan tertinggi 0,9836 gr/cm3, laju pembakaran terendah 0,0029 gr/detik, dan kuat tekan 11,3234 kg/cm2. Briket hasil penelitian ini memiliki kualitas yang baik sebab memenuhi standar SNI dan standar negara-negara lainnya seperti Amerika, Inggris, dan Jepang, karena itu briket hasil penelitian ini dapat dipasarkan didalam maupun diluar negeri.

2. Berdasarkan analisa ekonomi yang dilakukan total biaya produksi briket dari hasil penelitian yaitu sebesar Rp 11.689,24/kg. Untuk pembuatan briket dalam jumlah yang besar diperkirakan dapat mengurangi biaya produksi, sehingga harga jual dapat ditekan. Pembuatan briket ini berpotensi untuk mengurangi limbah eceng gondok dan tempurung kelapa yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif.

5.2 SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Untuk penelitian lanjutan sebaiknya menambahkan variasi ukuran partikel

diatas 60 untuk lebih mengetahui karakteristik briket yang diperoleh.

2. Bahan baku yang digunakan harus benar-benar kering agar mudah dalam

(57)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ENERGI TERBARUKAN

Sumber daya energi terbarukan adalah sumber energi yang akan konstan dalam rentang waktu jutaan tahun. Sumber-sumber energi yang termasuk dalam kategori terbarukan adalah sinar matahari, aliran air sungai, angin, gelombang laut, arus pasang surut, panas bumi, dan biomassa.

Sejak ditemukan sumber energi yang lebih modern, yaitu bahan bakar fosil dan tenaga nuklir, peranan energi terbarukan di seluruh belahan dunia terutama di

banyak negara maju mengalami penurunan. Namun sejak terjadinya krisis minyak pada era 1970-an yang dilanjutkan dengan meningkatnya kesadaran terhadap

kelestarian lingkungan global, potensi energi tebarukan sebagai sumber energi alternatif kembali mendapat perhatian[6].

2.1.1 Karakteristik Energi Terbarukan

Karakteristik energi terbarukan hampir tidak memiliki kesamaan satu sama

lain. Meskipun demikian, teknologi energi terbarukan mempunyai beberapa sifat umum [6] sebagai berikut:

a. Sumber-sumber energi terbarukan tidak akan habis.

b. Sumber energi terbarukan secara geografis bersifat tersebar dan umumnya dikembangkan dan dimanfaatkan di lokasi sumber energi tersebut berada. c. Sumber energi terbarukan mempunyai densitas daya dan energi yang rendah

sehingga perangkat teknologi pemanfaatannya menempati lahan yang relatif luas.

d. Teknologi-teknologi energi terbarukan pada umumnya memerlukan biaya kapital tinggi tetapi biaya operasinya rendah.

e. Beberapa teknologi energi terbarukan bersifat modular sehingga responsif terhadap pertumbuhan permintaan dan dapat dikonstruksi dalam waktu relatif singkat.

(58)

2.1.2 Keunggulan Energi Terbarukan

Adapun keunggulan dari energi terbarukan [6] antara lain :

a. Sumber energi terbarukan merupakan sumber daya indigenous (diperoleh dari sumber daya alam sendiri) yang tersedia dalam jumlah banyak. Pemakaian

energi terbarukan akan menghemat pengeluaran impor bahan bakar fosil (untuk Indonesia hal ini berarti menambah kesempatan ekspor) dan akan menciptakan

lapangan kerja jika teknologi-teknologi konversinya dikembangkan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di dalam negeri.

b. Beberapa energi terbarukan telah mencapai tahap yang kompetitif, baik secara finansial maupun ekonomi untuk aplikasi tertentu, seperti di lokasi-lokasi terpencil yang biaya transmisi listrik ataupun transportasi bahan bakar ke lokasi tersebut mahal.

c. Teknologi-teknologi energi terbarukan bersifat fleksibel dan modular, sehingga dapat dipasang dan beroperasi relatif lebih cepat.

d. Perkembangan teknologi yang cepat dari sistem energi terbarukan diharapkan dapat memperlebar skala ekonomi dari aplikasi energi terbarukan dalam dekade mendatang.

2.2 BIOMASSA

Biomassa didefenisikan sebagai material tanaman, tumbuh-tumbuhan, atau sisa hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan bakar atau sumber bahan bakar. Secara umum sumber-sumber biomassa dapat berupa tongkol jagung, jerami, tempurung kelapa, material kayu seperti kayu atau kulit kayu, potongan kayu, dan lain sebagainya [7].

(59)

Biomassa merupakan produk fotosintesis, yakni butir-butir hijau daun yang bekerja sebagai sel surya, menyerap energi matahari yang mengkonversi dioksida karbon dengan air menjadi suatu senyawa karbon, hidrogen dan oksigen. Senyawa ini dapat dipandang sebagai suatu penyerapan energi yang dapat dikonversi

menjadi suatu produk lain. Hasil konversi dari senyawa itu dapat berbentuk arang atau karbon, ter dan lain sebagainya [3]. Energi yang disimpan tersebut dapat

dimanfaatkan dengan langsung membakar kayu, sedangkan panas yang dihasilkan digunakan untuk memasak atau keperluan lainnya.

Potensi biomassa di Indonesia yang bisa digunakan sebagai sumber energi

jumlahnya sangat melimpah. Pemanfaatan limbah sebagai bahan bakar nabati

memberi tiga keuntungan langsung. Pertama, peningkatan efisiensi energi secara

keseluruhan karena kandungan energi yang terdapat pada limbah cukup besar dan

akan terbuang percuma jika tidak dimanfaatkan. Kedua, penghematan biaya,

karena seringkali membuang limbah bisa lebih mahal daripada memanfaatkannya.

Ketiga, mengurangi keperluan akan tempat penimbunan sampah karena

penyediaan tempat penimbunan akan menjadi lebih sulit dan mahal, khususnya di

daerah perkotaan [8].

Pembuatan briket dari bahan baku biomassa diharapkan dapat mengatasi

permasalahan lingkungan, juga menjadi solusi dari kelangkaan bahan bakar

karena proses produksi briket yang tergolong mudah dan tidak memerlukan

keterampilan khusus. Bahan utama yang harus terdapat dalam bahan baku

pembuatan briket adalah selulosa, semakin tinggi kandungan selulosa semakin

baik kualitas briket [8].

2.3 BIOARANG DAN BRIKET BIOARANG 2.3.1 Bioarang

(60)

Bioarang sebenarnya termasuk bahan lunak yang dengan proses tertentu diolah menjadi bahan arang keras dengan bentuk tertentu. Kualitas bioarang ini tidak kalah dengan batubara atau bahan bakar jenis arang lainnya.

Bioarang yang dihasilkan selain memperhatikan faktor internal harus juga

memperhatikan faktor eksternal seperti persaingan di pasar global yang memerlukan teknologi yang dapat meningkatkan nilai tambah dan juga mutu

produk.

2.3.2 Briket Bioarang

Briket bioarang adalah gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan arang yang terbuat dari bioarang (bahan lunak). Bioarang yang sebenarnya termasuk bahan lunak yang dengan proses tertentu diolah menjadi bahan arang keras dengan bentuk tertentu yang disebut briket. Kualitas dari briket bioarang ini tidak kalah dengan batubara atau bahan bakar jenis arang lainnya. Briket bioarang dapat digunakan untuk keperluan energi alternatif sehari-hari sebagai pengganti minyak tanah [9].

Gambar 2.2 Briket Bioarang

Pembuatan briket bioarang dari limbah pertanian dapat dilakukan dengan menambah bahan perekat, dimana bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak dengan sistem hidrolik maupun manual dan selanjutnya dikeringkan [3].

(61)

bakar ini cocok digunakan oleh para pedagang atau pengusaha yang memerlukan pembakaran yang terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama [3].

Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan briket bioarang antara lain adalah biayanya amat murah. Alat yang digunakan untuk pembuatan briket

bioarang cukup sederhana dan bahan bakunya pun sangat murah, mudah didapat bahkan tidak perlu membeli karena berasal dari sampah, daun-daun kering,

limbah pertanian yang sudah tidak berguna lagi. Bahan baku untuk pembuatan arang umumnya telah tersedia di sekitar kita.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket bioarang adalah berat jenis bahan bakar atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi, dan tekanan pengempaan. Selain itu, pencampuran perekat dengan briket juga mempengaruhi sifat briket [10].

Secara umum beberapa spesifikasi briket yang dibutuhkan oleh konsumen [10] adalah sebagai berikut:

1. Daya tahan briket.

2. Ukuran dan bentuk yang sesuai untuk penggunaannya. 3. Bersih (tidak berasap), terutama untuk sektor rumah tangga. 4. Bebas gas-gas berbahaya.

5. Sifat pembakaran yang sesuai dengan kebutuhan (kemudahan dibakar, efisiensi energi, pembakaran yang stabil).

2.3.2.1 Proses Pembuatan Briket

Secara umum proses pembuatan briket melalui tahap penggerusan, pencampuran, pencetakan, pengeringan, dan pengepakan [6].

a. Penggerusan yaitu menggerus bahan baku briket untuk mendapatkan ukuran partikel butiran tertentu. Alat yang digunakan adalah crusher.

b. Pencampuran yaitu mencampur bahan baku briket pada komposisi tertentu untuk mendapatkan adonan yang homogen. Alat yang digunakan adalah mixer, combiningblender, horizontal kneader, dan freet mill.

c. Pencetakan yaitu mencetak adonan briket untuk mendapatkan bentuk tertentu sesuai yang diinginkan. Alat yang digunakan adalah Briquetting Machine. d. Pengeringan yaitu proses mengeringkan briket dengan menggunakan udara

(62)

e. Pengepakan yaitu pengemasan produk briket sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang telah ditentukan.

2.3.2.2 Parameter Kualitas Briket

Beberapa parameter kualitas briket yang akan mempengaruhi pemanfaatannya [10] yaitu :

1) Kandungan Air

Moisture (kandungan air) yang dikandung dalam briket dapat dinyatakan dalam dua macam:

(a) Free moisture (uap air bebas)

Free moisture dapat hilang dengan penguapan, misalnya dengan air-drying. Kandungan free moisture sangat penting dalam perencanaan coal handling dan preperation equipment.

(b) Inherent moisture (uap air terikat)

Kandungan inherent moisture dapat ditentukan dengan memanaskan briket pada temperatur 104 – 110oC selama satu jam.

2) Kandungan Abu

Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna. Zat yang tinggal ini disebut abu. Abu briket berasal dari clay, pasir, dan bermacam-macam zat mineral lainnya. Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak menguntungkan karena akan membentuk kerak.

3) Kandungan Zat Menguap (Volatile matter)

Zat menguap terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hidrogen, karbon monoksida (CO), dan metana (CH4), tetapi kadang-kadang terdapat juga

gas-gas yang tidak terbakar seperti CO2 dan H2O. Volatile matter adalah bagian

dari briket dimana briket akan berubah menjadi volatile matter (produk) bila briket tersebut dipanaskan tanpa udara pada suhu ± 950 oC. Untuk kadar volatile matter ± 40% pada pembakaran akan memperoleh nyala yang panjang dan akan memberikan asap yang banyak. Sedangkan untuk kadar volatile matter rendah antara 15 – 25% lebih disenangi dalam pemakaian karena asap yang dihasilkan

(63)

4) Nilai Kalor

Nilai kalor dinyatakan sebagai heating value yang merupakan parameter yang penting dari suatu thermal coal. Gross calorific value diperoleh dengan membakar sampel briket didalam bomb calorimeter dengan mengembalikan sistem ke temperatur awal. Net calorific value biasanya antara 93-97 % dari gross value dan tergantung dari kandungan inherent moisture serta kandungan hidrogen dalam briket. Standar mutu briket arang untuk bahan baku kayu, kulit keras, batubara, dan batok kelapa/tempurung kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Standar Mutu Briket Arang Menurut SNI dan Beberapa Negara [1]

2.4 TANAMAN ECENG GONDOK

Eceng gondok adalah tumbuhan air yang mengapung bebas dipermukaan air atau dapat pula tumbuh mengakar apabila airnya dangkal. Tanaman ini berasal dari Brazil, yang kemudian meluas ke berbagai negara. Gambar eceng gondok

dapat dilihat pada Gambar 2.3.

(64)

Sistematika taksonomi eceng gondok adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Bromeliales

Suku : Potedericeae

Genus : Eichhornia

Spesies : Eichhornia Crassipes Solms

Eceng gondok (Eichornia crossipes) merupakan tumbuhan air yang tumbuh di rawa-rawa, danau, waduk, dan sungai yang alirannya tenang. Eceng gondok memiliki kandungan air yang sangat besar yakni hingga 90% dari berat tanaman sebenarnya. Dari 10 kg eceng gondok setelah dikeringkan beratnya hanya 1 kg [4]. Kandungan eceng gondok dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kandungan Tanaman Eceng Gondok [4]

Keadaan Bahan Kandungan Persentase (%)

Eceng gondok dapat tumbuh pesat karena kemampuannya beradaptasi meskipun dalam keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhannya yakni [13]:

1. pH air

(65)

2. Intensitas cahaya

Pada keadaan cahaya matahari 100%, tanaman ini tumbuh dan berkembang biak paling cepat dibandingkan dengan cahaya matahari 75%, 50% atau 25%.

3. Temperatur

Temperatur merupakan faktor yang menentukan distribusi eceng gondok

dimana pada suhu 25 oC tumbuh dengan pesat. Kecepatan pertumbuhan relatif tanaman ini adalah lima kali lebih tinggi pada musim panas bila dibandingkan dengan musim dingin.

4. Unsur hara

Pada pH sekitar 7, eceng gondok menyerap unsur hara paling banyak terutama N.

2.5 TEMPURUNG KELAPA

Tempurung merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan antara 3 mm sampai 5 mm. Sifat kerasnya disebabkan oleh banyaknya kandungan silikat (SiO2)

yang terdapat pada tempurung tersebut. Dari berat total buah kelapa, antara 15% sampai 19% merupakan berat tempurungnya. Selain itu tempurung juga banyak mengandung lignin. Sedang kandungan metoksil dalam tempurung hampir sama dengan yang terdapat dalam kayu [3].

(66)

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Tempurung Kelapa [3]

Tempurung kelapa merupakan limbah organik yang memiliki peluang untuk dijadikan sebagai bahan bakar. Tempurung kelapa digunakan sebagai bahan dasar pembuatan briket karena tempurung kelapa memiliki sifat difusi termal yang baik karena tingginya kandungan selulosa dan lignin yang terdapat di dalam tempurung. Selain itu, keberadaan tempurung kelapa yang melimpah baik yang berasal dari limbah pertanian maupun yang berasal dari limbah rumah tangga dan

industri belum dimanfaatkan secara maksimal. Untuk meningkatkan penggunaan tempurung kelapa sebagai bahan bakar alternatif maka tempurung kelapa dapat dibuat menjadi briket [14].

Tempurung kelapa yang akan dijadikan briket haruslah tempurung yang berasal dari kelapa yang sudah tua, kering dan bersih dari pengotor seperti serabut, tanah ataupun pasir yang menempel pada tempurung karena akan berpengaruh pada saat proses karbonisasi dan pada mutu briket yang dihasilkan. Tempurung yang basah akan menimbulkan banyak asap pada saat dilakukan karbonisasi [14].

Arang tempurung kelapa dapat dibentuk menjadi briket atau pelet melalui proses pemadatan. Untuk memahami sifat dan karakteristik tempurung kelapa yang sesuai sebagai bahan bakar maka perlu dipahami mengenai sifat fisik dan kimianya seperti kerapatan, struktur, morfologi, dan termal. Perubahan tempurung kelapa menjadi arang diperoleh melalui proses pirolisis.

(67)

Tabel 2.4 Perbandingan Sifat Antara Tempurung Kelapa dan Arangnya [15]

Perubahan atau konversi tempurung kelapa menjadi arang menghasilkan karbon sisa yang banyak dan peningkatan kandungan abu namun tetap tidak sebanyak peningkatan kandungan karbonnya. Perubahan lain yang mencolok adalah

penghilangan kandungan air dan bahan mudah uap (volatile).

2.6 PROSES KARBONISASI

Karbonisasi adalah proses pemanasan suatu material biomassa pada temperatur relatif tinggi tanpa oksigen yang cukup untuk terbakar (jumlah oksigen dibatasi) untuk menghasilkan arang atau karbon. Pelaksanaan karbonisasi meliputi teknik yang paling sederhana hingga yang paling canggih. Tentu saja metode pengarangan yang dipilih disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi keuangan. Berikut akan dijelaskan beberapa metode karbonisasi (pengarangan) [6].

a. Pengarangan terbuka

Metode pengarangan terbuka artinya pengarangan tidak di dalam ruangan sebagaimana mestinya. Risiko kegagalannya lebih besar karena udara langsung kontak dengan bahan baku. Metode pengarangan ini paling murah dan paling cepat, tetapi bagian yang menjadi abu juga paling banyak, terutama jika selama proses pengarangan tidak ditunggu dan dijaga. Selain itu bahan baku harus selalu dibolak-balik agar arang yang diperoleh seragam dan merata warnanya.

b. Pengarangan di dalam drum

(68)

c. Pengarangan di dalam silo

Sistem pengarangan silo dapat diterapkan untuk produksi arang dalam jumlah banyak. Dinding dalam silo terbuat dari batu bata tahan api. Sementara itu, dinding luarnya disemen dan dipasang besi beton sedikitnya 4 buah tiang yang

jaraknya disesuaikan dengan keliling silo. Sebaiknya sisi bawah silo diberi pintu yang berfungsi untuk mempermudah pengeluaran arang yang sudah jadi. Hal yang

penting dalam metode ini adalah menyediakan air yang banyak untuk memadamkan bara.

d. Pengarangan semi modern

Pada metode pengarangan semi modern sumber apinya berasal dari plat yang dipanasi atau batu bara yang dibakar. Akibatnya udara di sekeliling bara ikut menjadi panas dan memuai ke seluruh ruangan pembakaran. Panas yang timbul dihembuskan oleh blower atau kipas angin bertenaga listrik.

e. Pengarangan super cepat

Pengarangan supercepat hanya membutuhkan waktu pengarangan hanya dalam hitungan menit. Metode ini menggunakan penerapan roda berjalan. Bahan baku dalam metode ini bergerak melewati lorong besi yang sangat panas dengan suhu mendekati 700 ºC.

Lamanya pengarangan ditentukan oleh jumlah atau volume bahan organik, ukuran partikel bahan, kerapatan bahan, tingkat kekeringan bahan, jumlah oksigen yang masuk, dan asap yang keluar dari ruang pembakaran. Sementara itu, arang masih memiliki jumlah energi karena belum menjadi abu. Arang itulah yang akan di proses menjadi briket kemudian menjadi karbon [6].

2.7 BAHAN PEREKAT

Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk

mengikat dua benda melalui ikatan permukan. Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses pembuatan briket maka diperlukan zat perekat,

(69)

Gambar 2.5 Tepung kanji/tapioka

Bahan perekat dapat dibedakan atas 3 (tiga) jenis [3], yaitu : 1. Perekat anorganik

Termasuk dalam jenis ini adalah sodium silikat, magnesium, semen dan sulfit. Kerugian dari penggunaan bahan perekat ini adalah sifatnya yang banyak meninggalkan abu sekam pada waktu pembakaran.

2. Bahan perekat tumbuh-tumbuhan

Jumlah bahan perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan bahan perekat hydrocarbon. Kerugian yang dapat ditimbulkan adalah arang cetak yang dihasilkan kurang tahan terhadap kelembaban.

3. Hydrocarbon dengan berat molekul besar

Bahan perekat jenis ini sering kali dipergunakan sebagai bahan perekat untuk pembuatan arang cetak ataupun batubara cetak.

Pada percobaan ini digunakan jenis perekat tepung tapioka yang memiliki sifat sebagai berikut:

- Daya serap tehadap air yang baik

- Mempunyai kekuatan perekatan yang baik - Mudah didapat dan tidak menggangu kesehatan.

(70)

Komposisi kimia pati dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Kompisisi Kimia Pati [7]

(71)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Energi merupakan komponen utama dalam seluruh kegiatan makhluk hidup di bumi. Sumber energi yang utama bagi manusia adalah sumber daya alam yang berasal dari fosil. Sumber ini terbentuk berjuta-juta tahun yang lalu, sehingga energi ini lama-kelamaan akan habis. Hal ini membuat manusia mulai berusaha untuk membuat energi alternatif sebagai pengganti energi dari bahan bakar fosil. Usaha manusia dalam mencari pengganti sumber energi ini harus didasarkan pada bahan bakunya yang mudah diperoleh, bersifat dapat diperbaharui, dan produknya mudah dipergunakan oleh seluruh manusia. Krisis energi yang terjadi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa konsumsi energi telah mencapai tingkatan yang cukup tinggi. Namun, seiring dengan meningkatnya kebutuhan sumber energi tersebut dapat menyebabkan habisnya sumber energi di dalam perut bumi karena tidak dapat diperbaharui [1].

Beberapa jenis sumber energi alternatif yang biasa dikembangkan antara lain energi matahari, energi angin, energi panas bumi, energi panas laut, dan energi biomassa. Diantara sumber-sumber energi alternatif tersebut, energi biomassa merupakan sumber energi alternatif yang perlu mendapat prioritas dalam pengembangan dibandingkan dengan sumber energi yang lain. Disisi lain, Indonesia sebagai negara agraris banyak menghasilkan limbah pertanian yang kurang termanfaatkan. Limbah pertanian yang merupakan biomassa tersebut

merupakan sumber energi alternatif yang melimpah dengan kandungan energi yang relatif besar. Limbah pertanian tersebut dapat diolah menjadi suatu bahan bakar padat yang lebih luas penggunaannya sebagai bahan bakar alternatif yang disebut biobriket [3]. Adapun salah satu kelebihan briket tampak pada proses pembuatannya yang tidak terlalu sulit serta bahan baku pembuatan briket dapat dibuat dari bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar.

Gambar

Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Arang
Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Briket Arang
Gambar 3.3 Flowchart Pengujian Nilai Kalor
Gambar 3.4 Flowchart Pengujian Kadar Abu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, yang akan diteliti adalah karakteristik pembakaran biobriket campuran sabut kelapa dan batubara lignite (70% : 30%), dengan bahan perekat pati kanji dan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan variasi perekat terbaik pada biobriket dari ampas tebu dan tempurung kelapa dengan komposisi 30:70.. Metode yang dilakukan pada penelitian

dilakukan suatupemanfaatan alternatif terhadap encenggondok ini dengan jalan pembuatan briketarang.Tanaman enceng gondok memiliki kandungan selulosa dan senyawa

KUALITAS PAPAN PARTIKEL DARI ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) DENGAN VARIASI KADAR PEREKAT.. UREA FORMALDEHIDA DAN

NOVITA OKTAVIANA: Kualitas Papan Partikel dari Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) dengan Variasi Kadar Perekat Urea Formaldehida dan Ukuran Partikel..

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik biobriket dari kombinasi bahan eceng gondok dan tempurung kelapa dengan jenis perekat yang berbeda... Metode

Kombinasi perbandingan berat serbuk arang eceng gondok dan serbuk arang tempurung kelapa berpengaruh pada kualitas briket campuran eceng gondok dan tempurung

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik dari briket yang dihasilkan, meliputi kadar abu, kadar air, kadar zat volatil, nilai kalor, kerapatan, laju