• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS SALEP EKSTRAK BATANG PATAH TULANG (Euphorbia tirucalli) PADA PENYEMBUHAN LUKA SAYAT TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS SALEP EKSTRAK BATANG PATAH TULANG (Euphorbia tirucalli) PADA PENYEMBUHAN LUKA SAYAT TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS SALEP EKSTRAK BATANG PATAH TULANG

(

Euphorbia tirucalli

) PADA PENYEMBUHAN LUKA SAYAT

TIKUS PUTIH (

Rattus norvegicus

)

skripsi

disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Biologi

Oleh

Siti Qomariah

4450408029

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Efektivitas Salep Ekstrak Batang Patah Tulang (Euphorbia tirucalli) Pada Penyembuhan Luka Sayat Tikus Putih (Rattus norvegicus)” disusun berdasarkan hasil penelitian saya dengan arahan dosen pembimbing. Sumber informasi atau kutipan yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini. Skripsi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar dalam program sejenis di perguruan tinggi manapun.

Semarang, Agustus 2014

(3)
(4)

ABSTRAK

Qomariah, Siti. 2014. Efektivitas Salep Ekatrak Batang Patah Tulang (Euphorbia tirucalli) Pada Penyambuhan Luka Sayat Tikus Putih (Rattus norvegicus). Skripsi, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang. Dr. Lisdiana, M. Si dan drh. Wulan Christijanti, M. Si.

Patah tulang (Euphorbia tirucalli) merupakan tanaman pagar yang digunakan sebagai obat tradisional secara turun-temurun oleh masyarakat. Senyawa aktif yang terkandung dalam batang patah tulang yaitu glikosida, sapogenin dan asam elagat. Senyawa yang membantu mempercepat penyembuhan luka sayat yaitu senyawa sapogenin, karena senyawa sapogenin bermanfaat mempengaruhi pembentukan kolagen (tahap awal perbaikan jaringan). Tujuan penelitian adalah mengkaji ekstrak batang patah tulang dalam bentuk salep pada penyembuhan luka sayat tikus putih serta menentukan dosis dan waktu tercepat pada penyembuhan luka sayat.

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Sampel yang digunakan yaitu 20 ekor tikus putih jantan galur Wistar umur 2 bulan yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu dengan poviodin iodine 10% sebagai kontrol positif, salep dengan dosis 5%, 10% dan 20%. Perlakuan diberikan selama 13 hari. Pengambilan data dengan mendokumentasikan dan mencatat waktu penyembuhan luka sayat. Data dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan waktu tercepat pada penyembuhan luka sayat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa salep dosis 5% dan 10% hasilnya tidak ada perbedaan. perlakuan salep dosis 10% lebih optimal dalam mempercepat penyembuhan luka sayat tikus putih dilihat pada hari ke-9 luka sudah sembuh dengan adanya jaringan baru. Sedangkan pada dosis 20% kurang optimal dalam mempercepat penyembuhan luka sayat dilihat pada hari ke-13.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa salep yang mengandung ekstrak batang patah tulang (Euphorbia tirucalli) pada dosis 10% mampu mempercepat penyembuhan luka sayat tikus putih.

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah segala puji syukur kehadirat allah SWT atas limpahan nikmat, karunia dan hidayahNya yang tak terhingga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Skripsi dengan judul Efektivitas Salep Ekstrak Batng Patah Tulang (Euphorbia tirucalli)Pada Penyembuhan Luka Sayat Tikus Putih (Rattus norvegicus) ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Biologi.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini yaitu kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan segala fasilitas dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya.

2. Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberi izin penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Biologi yang memudahkan jalan penulis dalam menyusun skripsi. 4. Dr. drh R. Susanti, M.P, selaku dosen wali terima kasih untuk dukungan dan

perhatiannya.

5. Dr. Lisdiana, M.Si dan drh. Wulan Christijanti, M.Si, selaku dosen pembimbing I dan pembimbing II terima kasih atas bimbingan, pengarahan dan dorongannya selama ini.

6. Dr. dr. Nugrahaningsih W. H., M. Kes, selaku dosen penguji yang dengan sabar telah banyak memberikan dorongan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Ibu dosen dan seluruh staf pengajar Jurusan Biologi, untuk ilmu yang diberikan pada penulis.

(6)

9. Mbak Tika, mbak Fitri, Dhurotun Nafisah, Fiasri, Umi Atiqoh, Nurul Hidayah, Anis Maftuhah, Meris Okana Mutiara, Septi Jayanti, Yulia Astriana, Ngaliyatun, Umarudin dan teman-teman seperjuangan Bio’08 (BIPANNES) terima kasih untuk semangat dan dukungannya.

10.Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari akan ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini, maka segala kritik maupun saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .... ... ii

PENGESAHAN ... iii

C. Penegasan Istilah ... 2

D. Tujuan Penelitian ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 4

1. Tanaman Patah Tulang (Euphorbia tirucalli) ... 4

2. Jaringan Kulit ... 6

3. Proses Penyembuhan Luka Sayat ... 8

B. Kerangka Berfikir dan Hipotesis ... 12

BAB II. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 13

B. Populasi dan Sampel ... 13

C. Variabel Penelitian ... 13

(8)

E. Alat dan Bahan ... 14

1. Alat ... 14

2. Bahan... 15

F. Prosedur Penelitian... 15

1. Tahap Persiapan ... 15

a. Pembuatan Ekstrak Batang Patah Tulang ... 15

b. Pembuatan Salep dengan Ekstrak Batang Patah Tulang ... 15

2. Tahap Pelaksanaan ... 16

G. Metode Analisis Data ... 19

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 20

B. Pembahasan ... 22

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 26

B. Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Alat yang digunakan untuk membuat salep ... 14

2. Alat yang digunakan untuk menyayat tikus ... 14

3. Bahan yang digunakan dalam penelitian... 15

4. Formula salep dari tanaman patah tulang... 16

5. Tabel Pengamatan penyembuhan luka sayat pada hari ke-1 sampai hari ke-13 pasca pemberian perlakuan ... 20

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Morfologi tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli) ... 5

2. Struktur kimia senyawa sapogenin, glikosida dan asam elagat ... 6

3. Histologi kulit ... 8

4. Diagram alur penyembuhan luka sayat dengan senyawa sapogenin ... 11

5. Alur kerangka berfikir penelitian ... 12

6. Alur penelitian ... 18

7. Gambar luka sayat tikus putih pada hari ke-7 pasca perlakuan ... 21

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lampiran 1. Dokumentasi penelitian ... 30

2. Lampiran 2. Gambar alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ... 34

3. Lampiran 3. Tabel data pengamatan ... 36

4. Lampiran 4. Surat ijin penelitian ... 49

(12)

besar masyarakat Indonesia secara turun temurun. Tumbuhan obat adalah semua jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai ramuan obat, baik secara tunggal maupun campuran yang dianggap dan dipercaya dapat menyembuhkan suatu penyakit atau dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan. Keuntungan tanaman obat tradisional yaitu mudah diperoleh dan dapat ditanam di pekarangan rumah sendiri (Rahayu., et al. 2006). Sebagian masyarakat Indonesia menggunakan obat tradisional untuk mengobati penyakit yang timbul pada tubuh. Seperti tanaman patah tulang dikenal sebagai salah satu jenis tanaman yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk obat tradisional. Tanaman patah tulang yang mempunyai nama latin Euphorbia tirucalli dari Famili euphorbiaceae ini sangat mudah tumbuh di daerah tropis dan

dapat dikembangkan secara stek. Tanaman Euphorbia tirucalli merupakan salah satu tumbuhan yang mempunyai sifat toksik terhadap kulit dari lapisan lendir. Getahnya yang berwarna putih seperti susu, bersifat toksik (Julianus., et al. 2011).

Ranting Euphorbia tirucalli mengandung glikosida, sapogenin, dan asam elagat (Dalimartha, 2003). Dari beberapa senyawa Euphorbia tirucalli yang digunakan adalah sapogenin, salah satu manfaat sapogenin adalah mempengaruhi kolagen (tahap awal perbaikan jaringan) dengan cara menghambat produksi jaringan luka yang berlebihan (Setyoadi dan Sartika, 2010).

(13)

Luka diklasifikasikan dalam dua bagian yaitu luka akut dan luka kronik. Luka akut memiliki serangan yang cepat dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan. Contoh luka akut adalah luka jahit karena pembedahan, luka sayat, luka bakar, luka tusuk dan crush injury. Sedangkan luka kronik, luka yang gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan. Contoh ulkus diabetes, ulkus venous (Perdanakusuma, 2007).

Penyembuhan luka yang normal merupakan suatu proses kompleks dan dinamis. Proses penyembuhan luka berlangsung secara alami maupun dengan bantuan kimiawi, seperti dengan zat-zat obat, salep dan lain-lain. Pada masyarakat masih banyak yang menggunakan tanaman-tanaman sebagai obat diantaranya yaitu tanaman Euphorbia tirucalli yang mengandung senyawa salah satunya sapogenin bermanfaat untuk membantu penyembuhan luka sayat. Namun sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang efektivitas senyawa batang patah tulang (Euphorbia tirucalli) terhadap penyembuhan luka sayat.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana pengaruh ekstrak batang patah tulang dalam bentuk salep terhadap penyembuhan luka sayat tikus putih?

2. Berapa dosis optimal salep dan waktu tercepat pada penyembuhan luka sayat?

C. Penegasan Istilah

Untuk memperjelas dan menghindari perbedaan pengertian dalam penelitian ini, perlu diberikan penjelasan tentang beberapa istilah, sebagai berikut:

1. Ekstrak batang tanaman Euphorbia tirucalli

Ekstrak merupakan proses pemisahan suatu zat padat atau cair dengan bantuan pelarut (Sugiarto, 2008). Dalam penelitian ini ekstrak batang Euphorbia tirucalli dilakukan estraksi simplisia dengan metode perkolasi menggunakan

(14)

hingga diperoleh ekstrak kering kemudian dicampur dengan vaselin sesuai dosis yang diperlukan sehingga terbentuk sediaan salep.

2. Luka sayat

Luka sayat dikategorikan kedalam luka akut yang berupa trauma, baru, mendadak dan cepat penyembuhannya (Perdanakusuma, 2007). Dalam penelitian ini luka sayat adalah luka yang sengaja dibuat pada punggung tikus putih dengan menyayat menggunakan scalpel steril sepanjang 1 cm.

3. Penyembuhan luka

Penyembuhan luka merupakan suatu proses untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Komponen utama dalam proses penyembuhan luka adalah kolagen disamping sel epitel (Perdanakusuma, 2007). Pada penelitian ini suatu luka dikatakan sembuh apabila luka mengalami perubahan pada kulit, seperti tidak adanya aritema (kemerahan), tidak adanya pembengkakan, dan luka menutup.

D. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengkaji ekstrak batang patah tulang dalam bentuk salep pada penyembuhan luka sayat tikus putih.

2. Menentukan penyesuaian dosis dan waktu tercepat pada penyembuhan luka sayat.

E. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui senyawa aktif ekstrak batang patah tulang dalam mempercepat penyembuhan luka sayat.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

a. Tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli)

Tanaman Euphorbia tirucalli merupakan tanaman perdu yang banyak dimanfaatkan sebagai tanaman pagar. Sebagian besar bentuknya hanya berupa batang berbentuk bulat panjang seperti pensil dengan warna hijau tua. Dibagian ujung batang terbentuk 2-3 cabang, diujung cabang paling muda muncul daun-daun kecil yang berumur pendek. Batangnya mudah patah dan mengandung getah, getah tersebut beracun sehingga bila digunakan sebagai obat hanya untuk obat luar. Cabang-cabangnya bisa dijadikan tanaman baru bila ditanam di dalam tanah. Tanaman Euphorbia tirucalli mengandung eufol, traksaterin, tiru-kalol, dan sapogenin.

Tanaman Euphorbia tirucalli berkhasiat mengobati kesisipan duri, tahi lalat dan patah tulang (Mursito., et al. 2011).

Tanaman Eurphorbia tirucalli berasal dari Afrika Tropis. Tinggi tumbuhan 2-6 m dengan pangkal berkayu, bercabang banyak dan bergetah seperti susu yang beracun. Getah sifatnya asam (acid latex) mengandung senyawa euphorbone, taraksasterol, α-laktucerol, euphol, senyawa damar (Julianus., et al.2011). Tanaman Euphorbia tirucalli dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Klasifikasi :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Euphorbia

(16)

Gambar 1. Morfologi tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli).

Soen (1994), menyatakan getah pada tanaman patah tulang yang berasal dari potongan dahan dan ranting mengandung triterpen, setelah dilakukan pemurniaan dengan cara kromatografi kolom. Triterpen ini sangat merusak lapisan lendir dan apabila mengenai mata bisa menyebabkan kebutaan. Namun, justru sifat toksik inilah yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat untuk berbagai penyakit kulit seperti obat luar untuk kutil, kapalen, mengeluarkan duri yang tertingal di kulit, tahi lalat yang membesar. Absor (2006), menyatakan ranting patah tulang mengandung alkaloid, saponin dan tanin setelah di uji dengan fitokimia.

Ranting Euphorbia tirucalli mengandung glikosida, sapogenin dan asam elagat. Glikosida merupakan senyawa yang terbentuk dari kondensasi dari gugus hidroksil

(17)

sebagai antikanker dan antioksidan. Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah akar, batang kayu, ranting, dan getahnya. Akar dan ranting dapat digunakan untuk nyeri lambung, tukak rongga hidung, rematik, tulang terasa sakit, nyeri syaraf, wasir, dan sifilis. Batang kayu digunakan untuk sakit kulit, kusta, dan kaki dan tangan mati rasa (Dalimartha 2003). Struktur senyawa-senyawa yang terkandung dalam ranting Euphorbia tirucalli dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia senyawa sapogenin, glikosida dan asam elagat. b. Jaringan Kulit

(18)

1. Epidermis

Epidermis adalah lapisan terluar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng, bertanduk, mengandung sel melanosit, lagerhans dan sel merkel. Fungsi utamanya adalah sebagai proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitoksin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel lagerhans) (Perdanakusuma, 2007). Epidermis mempunyai melanocytes yang membuat melanin dan memberikan warna pada kulit. Fungsi pada

lapisan epidermis adalah melindungi dari masuknya bakteri, toksin, untuk keseimbangan cairan yaitu menghindari pengeluaran cairan secara berlebihan (Suriadi, 2004). Genester (1994), menyatakan epidermis dapat berperan dalam mekanisme penyembuhan karena epidermis pada lapisan luar membentuk selaput yang terdiri atas sel-sel mati, lapisan tanduk atau stratum korneum, yang berisi protein keratin dan campuran kompleks lipid.

2. Dermis

Dermis atau korium adalah lapisan tebal jaringan ikat tempat melekatnya epidermis dan lapisan terdalamnya melanjutkan diri ke jaringan subkutan yang berisi lemak tanpa suatu batas yang jelas. Dermis terletak dibawah epidermis dan dibatasi oleh lamina basalis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm (Perdanakusuma, 2007). Suriadi (2004), menyatakan lapisan dermis lebih tebal dari pada lapisan epidermis. Fungsi utamanya sebagai penyokong epidermis. Lapisan dermis strukturnya lebih kompleks dan terdapat dua lapisan bagian superficial papillary dan bagian dalam reticular dermis.

(19)

Gambar 3. Histologi kulit (Somantri, 2007)

Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas (Perdanakusuma, 2007).

c. Proses penyembuhan luka sayat

(20)

proses penyembuhan luka adalah kolagen disamping sel epitel. Fibroblas adalah sel yang bertanggung jawab untuk sintesis kolagen. Fisiologi penyembuhan luka secara alami akan mengalami fase-fase seperti dibawah ini:

1. Fase inflamasi

Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Setelah terjadinya luka, pembuluh darah yang putus mengalami konstriksi dan retraksi disertai reaksi hemostasis karena agregasi trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah. Komponen hemostasis ini akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang meliputi Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like Growth Factor (IGF), Plateled-derived

Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor beta (TGF-β) yang berperan untuk terjadinya kemotaksis netrofil, makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblas. Keadaan ini disebut fase inflamasi. Pada fase ini kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi lekosit Polymorphonuclear (PMN). Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator inflamasi Transforming Growth Factor beta 1 (TGF β1) yang juga dikeluarkan oleh makrofag. Adanya TGF β1 akan mengaktivasi fibroblas untuk mensintesis kolagen (Perdanakusuma, 2007).

Pada fase inflamasi terjadi proses angiogenesis, dimana pembuluh-pembuluh darah yang baru mulai tumbuh dalam luka injuri dan sangat penting peranannya dalam fase proliferasi. Fibroblas dan sel endothelial mengubah oksigen molekular dan larut dengan superoxide yang merupakan senyawa penting dalam resistensi terhadap infeksi maupun pemberian insyarat oxidative dalam menstimulasi produksi growth factor lebih lanjut. Dalam proses inflamasi adalah suatu perlawanan terhadap infeksi dan sebagai jembatan antara jaringan yang mengalami injury dan untuk pertumbuhan sel-sel baru (Suriadi, 2004).

2. Fase proliferasi

(21)

pertumbuhan. Dalam beberapa jam setelah injury, terjadi epitelialisasi dimana epidermal yang mencakup sebagian besar keratin mulai bermigrasi dan mulai stratifikasi dan deferensiasi untuk menyusun kembali fungsi barrier epidermis. Pada proses ini diketahui sebagai epitelialisasi, juga meningkatkan produksi extraseluler matrik (promotes-extracelluler matrix atau singkat ECM), growth factor, sitokin dan angiogenesis melalui pelepasan faktor pertumbuhan seperti keratinocyte growth factor (KGF).Pada fase proliferasi fibroblas merupakan elemen sintetik utama dalam

proses perbaikan dan berperan dalam produksi struktur protein yang digunakan selama rekonstruksi jaringan. Secara khusus fibroblas menghasilkan sejumlah kolagen yang banyak. Fibroblas biasanya akan tampak pada sekeliling luka. Pada fase ini juga terjadi angiogenesis yaitu suatu proses dimana kapiler-kapiler pembuluh darah yang baru tumbuh atau pembentukan jaringan baru (granulasi tissue). Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Kemudian pada fase kontraksi luka, kontraksi disini adalah berfungsi dalam memfasilitasi penutupan luka (Suriadi, 2004). Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matrik jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin, dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru (Shukla., et al. 1999).

3. Fase maturasi

(22)

Pada fase maturasi atau remodeling yaitu banyak terdapat komponen matrik. Komponen hyaluronic acid, proteoglycan, dan kolagen yang berdeposit selama perbaikan untuk memudahkan perekatan pada migrasi seluler dan menyokong jaringan. Serabut-serabut kolagen meningkat secara bertahap dan bertambah tebal kemudian disokong oleh proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen menjadi unsur yang palin utama pada matrik. Serabut kolagen menyebar dengan saling tertarik dan menyatu, berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan. Remodeling kolagen selama pembentukan skar terjadi pada sintesis dan katabolisme kolagen secara terus menerus (Suriadi, 2004).

Peranan senyawa sapogenin pada proses penyembuhan luka sayat tikus putih. Beberapa sapogenin bekerja sebagai antimikroba (anti-bakteri dan anti virus) meningkatkan sistem kekebalan tubuh, kadar gula dalam darah, mengurangi penggumpalan darah, dan sapogenin juga bermanfaat mempengaruhi pembentukan kolagen (tahap awal perbaikan jaringan) yaitu dengan menghambat produksi jaringan luka yang berlebihan (Setyoadi dan sartika, 2010). Kandungan senyawa sapogenin yang terkandung dalam getah merangsang pembentukan sel epitel yang baru dan mendukung proses re-epitelisasi, karena semakin cepat proses re-epitelisasi maka semakin cepat pula berkurang ukuran luka sehingga mempersingkan proses penyembuhan luka (Prasetyo., et al. 2010). Untuk lebih rinci dijelaskan pada gambar 4. Diagram alur penyembuhan luka sayat dengan senyawa sapogenin.

(23)

B. Kerangka Berfikir dan Hipotesis a. Kerangka Berfikir

Gambar 5. Alur kerangka berfikir penelitian.

b. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diajukan hipotesis bahwa ekstrak batang patah tulang dalam bentuk salep dapat mempercepat menyembuhkan luka sayat.

Tikus dilukai dengan menyayat bagian punggung

Indikator dengan melihat tidak adanya eritema, pembengkakan dan luka menutup.

Senyawa sapogenin

Mempercepat penyembuhan luka sayat.

Ekstrak dari batang tanaman patah tulang

(24)

Semarang selama 6 bulan dari bulan Januari – Juni 2014.

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur wistar yang dilukai pada bagian punggung. Sampel yang digunakan adalah 20 ekor tikus putih jantan dengan umur 2 bulan dan berat badan kira-kira 150 gr - 200 gr dari LPPT Farmasi UGM.

C. Variable Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi ekstrak batang patah tulang dengan vaselin dosis 5%, 10%, 20% dan Povidone Iodine 10%.

2. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah lama penyembuhan luka dengan indikator tidak adanya eritrema, tidak adanya pembengkakan, dan luka menutup. 3. Variabel kendali

Variabel kendali dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, umur, jenis pakan dan ukuran kandang.

D. Rancangan Penelitian

(25)

PII dengan salep dosis 10% dan PIII dengan salep dosis 20% (Modifikasi dari Suratman., et al. 2004 ).

E. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian dapat dilihat. Pada Tabel 2. Alat yang digunakan untuk membuat salep, Tabel 3. Alat yang digunakan untuk menyayat tikus putih dan Tabel 4. Bahan yang digunakan pada saat penelitian.

1. Alat

Tabel 2. Alat yang digunakan untuk pembuatan salep.

No Nama alat Kegunaan

1. Sarung tangan Memegang tikus

2. Alat gelas Mencampur ekstrak dan vaselin 3. Tempat berbahan

plastic

Membuat ekstrak 4. Saringan Menyaring ekstrak

5. Hotplat Membantu mencampur vaselin dan ekstrak

6. Timbangan analitik Menimbang bahan buat salep

7. Oven Mengeringkan ekstrak

8. Mortar dan penggerus Menghaluskan ekstrak

9. Pengaduk Mengaduk vaselin dan ekstrak 10. Blander Menghaluskan batang patah tulang

11. Kandang Menempatkan tikus

Tabel 3. Alat yang digunakan untuk menyayat tikus putih

No. Nama alat Keterangan

1. Gunting Mencukur rambut punggung tikus putih 2. Mata pisau (scapel steril) Membuat luka pada punggung tikus 3. Sarung tangan Memegang tikus

4. Kamera digital Memfoto luka sayat

5. Cuttonbud Mengoleskan sediaan

(26)

2. Bahan

Tabel 4. Bahan yang digunakan pada penelitian.

No. Nama bahan

7. Ekstrak batang patah tulang

F. Prosedur Penelitian 1. Tahap persiapan

a. Pembuatan ekstrak batang patah tulang

Pada penelitian ini pembuatan ekstrak batang patah tulang dengan mengambil batang patah tulang yang masih muda dan dikering anginkan pada ruangan yang tidak terkena sinar matahari langsung. Batang patah tulang yang sudah kering di blender untuk mempermudah dalam mengekstrak, setelah itu bubuk ekstrak diberi alkohol 70 % sebagai pelarut dan didiamkan selama 2 hari untuk terjadinya homogenitas ekstrak. Setelah 2 hari ekstrak disaring dan di oven dengan suhu 40 0C. Bubuk ekstrak yang sudah kering dihaluskan dengan mortar dan penggerus kemudian disaring, ekstrak yang sudah halus dicampur dengan vaselin yang dipanaskan untuk mempermudah pencampuran ekstrak dengan vaselin, setelah ekstrak dan vaselin tercampur didinginkan dan salep dari ekstrak batang patah tulang dapat digunakan untuk penelitian.

b. Pembuatan salep dengan ekstrak batang patah tulang

Pembuatan salep ekstrak batang patah tulang dengan konsentrasi perbandingan yang sesuai dengan prosedur penelitian dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini.

(27)

Tabel 5. Formula salep dari tanaman patah tulang

Jenis Bahan (gram)

5% 10% 20% PI*

Ekstrak patah tulang 1,5 3 6 2 tetes

Vaselin 28,5 27 24

Keterangan : * : Poviodine Iodine 10%

2. Tahap pelaksanaan

Tahapan pelaksanaan dimulai dengan menyiapkan 20 ekor tikus putih jantan. Yang dibagi secara acak menjadi 4 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Tikus putih ditempatkan dengan kandang individu dan diaklimasi selama 5 hari. Perlakuan penelitian secara rinci seperti dibawah ini.

a. Pengelompokan hewan coba

1) 20 ekor tikus putih dibagi menjadi 4 kelompok setiap kelompok terdiri dari 5 ekor. Masing-masing kelompok disebut kelompok K1, PI, PII, PIII, sesuai dengan matrik penelitian (Tabel 1).

2) Tikus ditempatkan kandang individu dengan diberikan makan dan minum secara adlibitum.

3) Punggung tikus dilukai dengan mata pisau (scalpel) sepanjang 1 cm.

4) Luka sayat pada punggung tikus diolesi dengan Povidon Iodine 10% dan salep, sesuai dengan matrik penelitian.

5) Perlakuan diberikan sampai luka dinyatakan sembuh.

6) Pengamatan dilakukan 2x/hari pada pagi dan sore dan mendokumentasikan dengan camera digital.

b. Prosedur pengujian efek penyembuhan luka sayat

(28)
(29)

Gambar 6. Alur penelitian.

20 ekor tikus putih jantan

Poviodin Iodin 10%

5% 10% 20%

Observasi 2x/hari

Luka menutup/ dikatakan sembuh :

 Eritema

 Bengkak

 Luka menutup

Data di analisis secara deskriptif Dilukai dengan sayatan pada punggung

Ditempatkan pada kandang individual

Di bagi 4 kelompok

(30)

G. Metode Analisis Data

(31)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian berupa lama waktu yang menunjukan tahapan luka yang ditunjukan pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengamatan penyembuhan luka sayat pada hari ke-1 sampai hari ke-13 pasca pemberian perlakuan.

(32)

5% memberikan efek penutupan luka sayat paling cepat pada hari ke-8, sedangkan paling lama penyembuhan luka sayat pada hari ke-10 dari ke-5 ulangan. Dosis 10% memberikan efek penutupan luka paling cepat pada hari ke-8, sedangkan paling lama penyembuhan luka pada hari ke-9. Dosis 20% memberikan efek penutupan luka paling cepat pada hari ke-7, sedangkan penyembuhan luka sayat paling lama pada hari ke-13, dan pada perlakuan kontrol positif dengan povidon iodine 10% memberikan efek penutupan luka paling cepat pada hari ke-7, sedangkan penyembuhan luka sayat paling lama pada hari ke-13.

Gambar 7. Gambaran luka sayat tikus putih pada hari ke-7 pasca

perlakuan. Keterangan :

A : Awal sayatan C : Pembengkakan

B : Eritema D : Luka menutup

Gambar diatas menjelaskan bahwa tahapan penyembuhan luka sayat yaitu dilihat dari (A) mulai penyayatan pada tikus putih, (B) setelat perlakuan dengan dosis salep 5%, 10%, 20% dan povidon iodine 10% terjadi eritema, (C) setelah terjadinya

A

C D

(33)

eritema maka luka sayat mengalami pembengkakan, (D) dan selanjutnya akan terjadi penutupan luka dengan adanya jaringan baru pada luka sayat.

B. Pembahasan

Ekstrak batang patah tulang mengandung senyawa glikosida, sapogenin dan asam elagat (Dalimartha, 2003). Pada penelitian Absor (2006) menyatakan bahwa ranting patah tulang mengandung senyawa alkaloid, sapogenin dan tannin setelah di uji dengan fitokimia. Sapogenin bermanfaat untuk mempengaruhi kolagen (tahap awal perbaikan jaringan) dengan menghambat produksi jaringan luka yang berlebihan (Setyoadi dan Sartika, 2010). Peranan senyawa sapogenin pada penyembuhan luka sayat tikus putih yaitu sebagai antimikroba (anti-bakteri dan anti virus) dimana senyawa sapogenin meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengoptimalkan kadar gula dalam darah dan mengurangi penggumpalan darah. Senyawa sapogenin juga membantu merangsang pembentukan sel epitel yang baru dan mendukung proses re-epitelisasi, karena semakin cepat proses re-epitelisasi maka semakin cepat proses penyembuhan luka (Prasetyo., et al. 2010).

Selain sapogenin senyawa tannin juga berperan dalam proses penyembuhan luka sayat tikus putih karena, tannin bermanfaat sebagai astrigen dimana astrigen akan menyebabkan permeabilitas mukosa akan berkurang dan ikatan antar mukosa menjadi kuat sehingga mikroorganisme dan zat kimia iritan tidak dapat masuk ke dalam luka (Suprapto, 2012). Tannin berperan menghambat hipersekresi cairan mukosa dan menetralisir protein inflamasi. Ajizah (2004), menyatakan bahwa senyawa tannin mengandung senyawa anti-bakteri dimana senyawa tersebut membantu mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga menghambat permeabilitas bakteri untuk berkembang.

(34)

terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal, dan kapiler merenggang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut juga hiperemia atau kongesti, penyebab warna merah lokal karena peradangan akut. Menurut Argamula (2008), warna merah pada luka tikus merupakan hasil dari suatu peradangan terhadap luka. Reaksi ini berupa vasokonstriksi dari pembuluh darah yang segera diikuti oleh vasodilatasi. Adanya gumpalan darah merupakan reaksi platelet yang teraktivasi dan protein fibrinogen yang banyak dikeluarkan oleh pembuluh darah. Platelet akan teraktivasi untuk membentuk benang-benang fibrin yang akan menghentikan hemoraghi dan akan terlihat berupa gumpalan darah.

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian dari 20 ekor tikus putih luka sayat terlihat eritrema pada hari ke-1 sampai hari ke-4 setelah dilakukan perlakuan dengan Povidon Iodine 10% dan salep dengan dosis 5%, 10% dan 20%. Akan tetapi pada hari ke-9 dosis salep 5% dan 10% ke-5 tikus tidak mengalami eritrema. Suprapto (2012), menyatakan bahwa senyawa tannin yang mampu menghambat hipersekresi cairan mukosa dan menetralisir protein inflamasi. Tannin memiliki afinitas terhadap protein sehingga dapat terkonsentrasi pada area luka.

Pembengkakan terjadi pada hari ke-1 sampai ke-4, dimana luka sayat masih mengalami eritema. Menurut Luviana (2009), pembengkakan disebabkan hiperemi dan sebagaian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.

(35)

korneum dan masuk ke lapisan epidermis dari kulit. Penyerapan dapat terjadi melalui sel epidermis.

Pada penelitian ini luka menutup terlihat dari hari ke-7 pada perlakuan Povidon iodine tikus ke-1 dan salep dosis 20% tikus ke-5, sedangkan ke-4 tikus yang lain masih mengalami kemerahan dan pembengkakan. Pada perlakuan salep dosis 5% dan 10% luka sayat sudah ada yang mengalami penutupan luka akan tetapi belum menutup dengan sempurna. Dari ke 4 perlakuan luka sayat paling cepat menutup sempurna yaitu pada perlakuan salep dosis 10% dimana ke-5 tikus luka sayat sudah sembuh sempurna pada hari ke-9, kemudian diikuti oleh perlakuan salep dosis 5% dimana luka sayat sembuh pada hari ke-10 dari ke-5 tikus putih. Sedangkan luka sayat sembuh paling lama hari ke-13 pada perlakuan povidon Iodine 10% dan salep dosis 20%, meskipun pada perlakuan Povidon Iodine 10% dan salep dosis 20% ada salah satu tikus yang sudah sembuh. Menurut Argamula (2008), mengatakan bahwa proses luka menutup setelah luka mengalami proses lepasnya keropeng. Hal ini menandakan sudah terjadi pertumbuhan sel-sel baru dengan merapatnya tepi luka. Proses keropeng terlepas dimana jaringan dibawahnya sudah kering dan tepi-tepi luka mulai tertarik ke tengah.

(36)
(37)

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa salep yang mengandung ekstrak batang patah tulang (Euphorbia tirucalli) pada dosis 10% mampu mempercepat penyembuhan luka sayat tikus putih.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah di laksanakan, maka diajuakan saran sebagai berikut :

1. Untuk mendapatkan informasi perlu diadakan penelitian lebih lanjut terkait efektifitas ekstrak batang patah tulang terhadap perlakuan yang lain seperti luka bakar.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Absor U. 2006. Aktifitas Antibakteri Ranting Patah Tulang (Euphorbia tirucalli Linn) (Skripsi). Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertania Bogor.

Ajizah A. 2004. Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava L. Bioscientiae. 1 (1).

Argamula G. 2008. Aktivitas Sediaan Salep Batang Pohon Pisang Ambon (Musa paradisiaca var sapientum) Dalam Proses Penyembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus albinus) (Skripsi). Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Dalimartha S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Jakarta: Pustaka Bunda. Ganeser F. 1994. Textbook of Histology. Munksgaard, Copenhagen, Denmark. Gates dan Holloway. 2002. Economic Effectiveness Modern Versus Traditional

dressing. Journal Of Wound Care. 27 (9).

Gomez KA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian Edisi kedua. Filipina: The International Rice Research Institute.

Julianus K, Diah IDA, Supratman T, Harwiyadin K, Yermias K, Syamsir S dan Moody CK. 2011. Tumbuhan Obat Tradisional Di Sulawesi Utara Jilid 1. Manado. ISBN: 978-602-98144-1-5

Luviana LAI. 2009. Pengaruh Pemberian Getah Tanaman Patah Tulang Secara Topikal Terhadap Gambaran Histopatologis dan Ketebalan Lapisan Keratin Kulit (Skripsi). Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

Mursito B, Prihmantoro H. 2011. Tanaman Hias Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Perdanakusuma D. S. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Surabaya: Airlangga University School of Medicine.

(39)

Purbani. 2009. Menguat Khasiat Jarak Pagar. Jakarta: PT. Argo Media Pustaka. Rahayu M, Sunarti S, Sulistiarini D, Prawiroatmodjo S. 2006. Pemanfaatan

Tumbuhan Obat Secara Tradisional Oleh Masyarakat Lokal Di Pulau Wawonii Sulawesi Tenggara. Jurnal Biodiversitas 7 (3): 245-250.

Setyoadi dan Sartika DD. 2010. Efek Lumatan Daun Dewa (Gynura segetum) Dalam Memperpendek Waktu Penyembuhan Luka Bersih Pada Tikus Putih. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nurcing) 5 (3): 127-135.

Shukla A, Rasik AM, Jain GK, Shankar R. 1999. In Vitro and In Vivo Wound Healing Activity of Asiaticoside Isolated from Cantella Asiatica. Journal of Ethnopharmacology 65, 1-11

Soen. 1994. Isolasi Triterpen dari Euphorbia tirucalli L (Skripsi). Jakarta: Fakultas Farmasi UNIKA WIDMAN.

Sperling F. 1984. Toxicologi: Principal and Practice. New York: Jhon Willey & Sons, Ins.

Sudiono J, Kurniadi B, Hendrawan A, Djimantoro B. 2003. Ilmu Patologi. Jakarta: EGC.

Sugiarto A. 2008. 273 Ramuan Tradisional untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Suprapto AK. 2012. Efek Salep Ekstrak Metanoldan Salep Serbuk Daun Sosor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lamk)) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Pada Mencit (Karya Tulis Ilmiah). Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.

Suratman, Sumiwi AS dan Gozali D. 2004. Pengaruh Ekstrak Antanan dalam Bentuk Salep, Krim dan Jelly terhadap Penyembuhan Luka Bakar. Jurnal Cermin Kedokteran 108,

(40)
(41)

LAMPIRAN 1

1. Gambar dokumentasi penelitian.

A. Gambar penutupan luka pada Povidon Iodine 10%.

Hari ke-1 Hari ke-2

Hari ke-3 Hari ke-4

Hari ke-5 Hari ke-6

Hari ke-7 Keterangan :

(42)

B. Gambar penutupan luka pada salep dosis 5%

Hari ke-1 Hari ke-2

Hari ke-3 Hari ke-4

Hari ke-5 Hari ke-6

Hari ke-7 Hari ke-8

Keterangan :

(43)

C. Gambar penutupan luka pada salep dosis 10%

Hari ke-1 Hari ke-2

Hari ke-3 Hari ke-4

Hari ke-5 Hari ke-6

Hari ke-7 Hari ke-8 Keterangan :

(44)

D. Gambar penutupan luka pada salep dosis 20%

Hari ke-1 Hari ke-2

Hari ke-3 Hari ke-4

Hari ke-5 Hari ke-6

Hari ke-7

Keterangan :

(45)

LAMPIRAN 2

1. Gambar alat dan bahan yang digunakan selama penelitian a. Alat yang digunakan

Toples Saringan

Timbangan Analitik Hotplate

(46)

Alat cukur dan scalpel cuttonbud dan gunting

b. Bahan yang digunakan

Povidone iodine Salep

(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)

Gambar

Gambar 1. Morfologi tanaman patah tulang (Euphorbia tirucalli).
Gambar 2. Struktur kimia senyawa sapogenin, glikosida dan asam elagat.
Gambar 3. Histologi kulit (Somantri, 2007)
Gambar 4. Diagram alur penyembuhan luka sayat dengan senyawa sapogenin.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karena objek hasrat yang menjadi isi kepentingan-diri manusia tidak terbatas hanya pada soal kekayaan, homo economicus menuntut agar bukan hanya harta yang dikenai harga,

Terlebih dengan memahami kebudayaan balas budi (on) dapat membantu pembelajar dalam berinteraksi dan bersikap terhadap orang Jepang. Selain itu, pembelajar yang

Berdasarkan Hasil Evaluasi Penawaran File I (Administrasi dan Teknis), dengan ini kami sampaikan Peringkat Teknis Peserta penawaran E-Lelang pekerjaan. Pengacatan Marka Jalan

Dalam penelitian ini peneliti akan memaparkan tentang hasil interview dengan Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Kabupaten Ponorogo yaitu Bapak

Berdasarkan teori yang telah disebutkan di atas dapat diasumsikan bahwa intensi membeli obat pelangsing adalah salah satu tahapan dalam proses pengambilan

Dibutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan informasi data barang seperti yang diperlukan, hal ini terjadi karena belum terintegrasi dengan manajemen dan

[r]

Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan ilmu keperawatan mengenai pengaruh spiritual caring dengan murottal terhadap