ANALISIS USAHA PEMANFAATAN AMPAS SAGU
FERMENTASI DALAM RANSUM AYAM KAMPUNG
(Gallus domesticus) UMUR 12 MINGGU
SKRIPSI
Oleh:
MONIKA HUTAURUK 100306049
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS USAHA PEMANFAATAN AMPAS SAGU
FERMENTASI DALAM RANSUM AYAM KAMPUNG
(Gallus domesticus) UMUR 12 MINGGU
SKRIPSI
Oleh:
MONIKA HUTAURUK 100306049/PETERNAKAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Analisis Usaha Pemanfaatan Ampas Sagu Fermentasi Dalam Ransum Ayam Kampung (Gallus domesticus) Umur 12 Minggu Nama : Monika Hutauruk
NIM : 100306049
Program Studi : Peternakan
Disetujui oleh: Komisi Pembimbing
Ir. Tri Hesti Wahyuni,M.Sc Hamdan S.Pt.,M.Si Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr.Ir.Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan
ABSTRAK
MONIKA HUTAURUK, 2014: Analisis Usaha Pemanfaatan Ampas Sagu Fermentasi Dalam Ransum Ayam Kampung (Gallus domesticus) Umur 12 Minggu. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan HAMDAN.
Tujuan penelitian untuk mengetahui pemanfaatan ampas sagu yang difermentasi dengan probiotik starbio sebagai ransum terhadap nilai ekonomis usaha pemeliharaan ternak ayam kampung. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli 2014 – Oktober 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah P0 (pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi dan 0% ampas sagu non fermentasi), P1 (pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi), P2 (pakan basal dengan 15% ampas sagu fermentasi dan 15% ampas sagu non fermentasi), P3 (pakan basal dengan 7,5% ampas sagu fermentasi dan 22,5% ampas sagu non fermentasi), P4 (pakan basal dengan 0% ampas sagu fermentasi dan 30% ampas sagu non fermentasi). Parameter yang diamati yaitu total biaya produksi, total hasil produksi, analisis laba/rugi, Revenue/Cost ratio (R/C ratio) dan Income Over Feed Cost (IOFC).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 memberikan hasil yang berbeda terhadap rataan total biaya produksi (Rp) : 156.989,5; 152.820,2; 151.624,0; 150.514,1 dan 152.205,4. Rataan total hasil produksi (Rp) : 221.490,00; 204.356,25; 206.133,75; 209.508,75 dan 214.323,75. Rataan analisis laba/rugi (Rp) : 64.500,45; 51.536,07; 54.509,78; 58.994,69 dan 62.118,38. Rataan R/C ratio : 1,41; 1,34; 1,36; 1,39 dan 1,41.Rataan IOFC (Rp) : 144.469,8; 131.505,4; 134.479,1; 138.964,0dan 142.087,7. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaanampas sagu fermentasi starbio sebagai campuran bahan pakan dalam ransum sampai level 30% dapat meningkatkan pendapatan peternak ayam kampung. Ampas sagu merupakan salah satu pakan alternatif untuk pakan ternak ayam kampung saat ini.
ABSTRACT
MONIKA HUTAURUK, 2014: Business analysis utilization of pulp fermentation sago In Rations Against Local Chicken(Gallus domesticus) Age 12 Weeks.Under supervised by TRI HESTI WAHYUNI and HAMDAN.
The purposeof research to determine the utilization of sago pulp fermented with probiotic starbio as the ration of the economic value of live stock raising efforts chicken. This research was conducted at the Laboratory of Animal Biology of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatera on July to October 2014. The method used was a survey method. The study consists of 5 treatments and 4 replications. The treatments used in this study is P0 (basal feed with 30% sago fermentation pulp and pulp sago 0% non-fermented), P1(basal feed with 22.5% sago fermentation pulp and pulp sago 7.5% non-fermented),P2 (basal feed with 15% pulp and 15% fermented sago non-fermentation pulp), P3(basal feed with 7.5% sago fermentation pulp and pulp sago 22.5% non-fermented), P4(basal feed with 0% pulp and 30% fermented sago non-fermentation pulp). Parameters observed that total production cost, total production, analysis of profit/loss, Revenue/Cost ratio (R/C ratio) and Income Over Feed Cost (IOFC).
The results showed that in each treatment P0, P1, P2, P3 and P4 give different results on the average total cost of production search us : 156.989,5; 152.820,2; 151.624,0; 150.514,1 and 152.205,4. respectivly. Mean total yield : 221.490,00; 204.356,25; 206.133,75; 209.508,75 and 214.323,75. respectivly. Mean analysis of profit/loss: 64.500,45; 51.536,07; 54.509,78; 58.994,69 and 62.118,38 respectivly. Mean R/C ratio: 1,41; 1,34; 1,36; 1,39 and 1,41respectivly. Mean IOFC : 144.469,8; 131.505,4; 134.479,1; 138.964,0 and 142.087,7.The conclusion of this study indicate that the use of sago fermentation pulp starbio as amixture offeedin the ration to the level of 30% canincrease the income of farmers chicken. Sago Pulpis one of alternative feed for cattle feed chicken today.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 17 Setember 1992 dari ayah
Drs. T. Hutauruk dan ibu R. Br. Sinambela, penulis merupakan anak pertama dari
empat bersaudara.
Tahun 2010 tamat dari SMA Negeri 14 Medan dan pada tahun yang sama
masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian
tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis
memilih Program Studi Peternakan.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Peternakan (IMAPET). Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi
Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP).
Penulis juga telah melakukan praktek kerja lapangan (PKL) pada bulan
Juli 2013 sampai Agustus 2013 di PT. Mabar Feed Indonesia di Desa Gunung
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik yang berjudul “Analisis Usaha Pemanfaatan Ampas Sagu Fermentasi Dalam
Ransum Ayam Kampung (Gallus domesticus) Umur 12 Minggu”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua atas doa, semangat
dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis
juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni,M.Sc
selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Hamdan S.Pt,.M.Si selaku anggota
komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini dan semua pihak yang ikut membantu.
Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada civitas
akademika di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan
DAFTAR ISI
Kegunaan Penelitian... 5
TINJAUAN PUSTAKA Analisis Usaha Ternak Ayam Kampung ... 6
Total Biaya Produksi ... 7
Biaya bibit ... 8
Biaya pakan ... 9
Biaya obat-obatan ... 9
Biaya sewa kandang dan peralatan kandang ... 10
Biaya tenaga kerja... 10
Total Hasil Produksi ... 11
Hasil penjualan ayam kampung ... 12
Hasil penjualan kotoran ayam kampung... 12
Analisis Laba-Rugi (Keuntungan-Kerugian) ... 12
Analisis R/C Ratio (Revenue Cost Ratio) ... 13
Income Over Feed Cost (IOFC) ... 14
Karakteristik Ayam Kampung ... 15
Probiotik Starbio ... 18
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
Bahan dan Alat Penelitian ... 20
Bahan ... 20
Alat ... 20
Metode Penelitan ... 21
Parameter Penelitian... 21
Total biaya produksi ... 21
Total hasil produksi ... 22
Analisis laba rugi (keuntungan-kerugian) ... 22
Analisis R/C ratio (revenue cost ratio) ... 22
Analisis IOFC (income over feed cost) ... 22
Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penjualan kotoran ayam ... 29
Analisis Laba/Rugi ... 31
Analisis Revenue Cost Ratio (R/C Ratio) ... 34
Income Over Feed Cost (IOFC) ... 36
Rekapitulasi hasil penelitian ... 38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40
Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Nutrisi ampas sagu sebelum dan sesudah fermentasi(%) ... 18
2. Daftar harga pakan (Rp/kg)... 25
3. Biaya ransum ayam kampung selama penelitian (Rp/plot) ... 25
4. Total biaya produksi selama penelitian (Rp) ... 27
5. Hasilpenjualan ayam kampung (Rp/plot) ... 29
6. Total hasil produksi selama penelitian (Rp) ... 30
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Gambar rataan total biaya produksi selama penelitian (Rp/plot) ... 28
2. Gambar rataan total hasil produksi selama penelitian (Rp/plot) ... 30
3. Gambar rataan laba/rugi selama penelitian (Rp/plot) ... 32
4. Gambar rataan R/C ratio selama penelitian ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Pembuatan ampas sagu fermentasi ... 44
2. Kandungan nutrisi masing-masing bahan pakan (%). ... 45
3. Formula ransum ayam kampung dengan ampas sagu (%) ... 45
4. Harga ransum tiap perlakuan(Rp) ... 46
5. Total konsumsi pakan tiap perlakuan (g) ... 47
6. Biaya pembelian bibit DOC (Rp/plot) ... 47
7. Biaya obat-obatan selama penelitian (Rp/plot) ... 48
8. Biaya sewa kandang selama penelitian (Rp/plot) ... 48
9. Biaya peralatan kandang selama penelitian (Rp/plot) ... 48
10. Biaya tenaga kerja pemeliharaan selama penelitian (Rp/plot) ... 49
11. Total biaya produksi selama penelitian (Rp) ... 49
12. Bobot badan akhir ayam kampung (g) ... 49
13. Hasil penjualan kotoran (feses) ayam kampung (Rp/plot) ... 49
14. Total hasil produksi selama penelitian (Rp) ... 50
15. Analisis laba/rugi selama penelitian (Rp) ... 50
16. R/C Ratio ... 50
ABSTRAK
MONIKA HUTAURUK, 2014: Analisis Usaha Pemanfaatan Ampas Sagu Fermentasi Dalam Ransum Ayam Kampung (Gallus domesticus) Umur 12 Minggu. Dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan HAMDAN.
Tujuan penelitian untuk mengetahui pemanfaatan ampas sagu yang difermentasi dengan probiotik starbio sebagai ransum terhadap nilai ekonomis usaha pemeliharaan ternak ayam kampung. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli 2014 – Oktober 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Penelitian ini terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah P0 (pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi dan 0% ampas sagu non fermentasi), P1 (pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi), P2 (pakan basal dengan 15% ampas sagu fermentasi dan 15% ampas sagu non fermentasi), P3 (pakan basal dengan 7,5% ampas sagu fermentasi dan 22,5% ampas sagu non fermentasi), P4 (pakan basal dengan 0% ampas sagu fermentasi dan 30% ampas sagu non fermentasi). Parameter yang diamati yaitu total biaya produksi, total hasil produksi, analisis laba/rugi, Revenue/Cost ratio (R/C ratio) dan Income Over Feed Cost (IOFC).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4 memberikan hasil yang berbeda terhadap rataan total biaya produksi (Rp) : 156.989,5; 152.820,2; 151.624,0; 150.514,1 dan 152.205,4. Rataan total hasil produksi (Rp) : 221.490,00; 204.356,25; 206.133,75; 209.508,75 dan 214.323,75. Rataan analisis laba/rugi (Rp) : 64.500,45; 51.536,07; 54.509,78; 58.994,69 dan 62.118,38. Rataan R/C ratio : 1,41; 1,34; 1,36; 1,39 dan 1,41.Rataan IOFC (Rp) : 144.469,8; 131.505,4; 134.479,1; 138.964,0dan 142.087,7. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaanampas sagu fermentasi starbio sebagai campuran bahan pakan dalam ransum sampai level 30% dapat meningkatkan pendapatan peternak ayam kampung. Ampas sagu merupakan salah satu pakan alternatif untuk pakan ternak ayam kampung saat ini.
ABSTRACT
MONIKA HUTAURUK, 2014: Business analysis utilization of pulp fermentation sago In Rations Against Local Chicken(Gallus domesticus) Age 12 Weeks.Under supervised by TRI HESTI WAHYUNI and HAMDAN.
The purposeof research to determine the utilization of sago pulp fermented with probiotic starbio as the ration of the economic value of live stock raising efforts chicken. This research was conducted at the Laboratory of Animal Biology of the Faculty of Agriculture, University of North Sumatera on July to October 2014. The method used was a survey method. The study consists of 5 treatments and 4 replications. The treatments used in this study is P0 (basal feed with 30% sago fermentation pulp and pulp sago 0% non-fermented), P1(basal feed with 22.5% sago fermentation pulp and pulp sago 7.5% non-fermented),P2 (basal feed with 15% pulp and 15% fermented sago non-fermentation pulp), P3(basal feed with 7.5% sago fermentation pulp and pulp sago 22.5% non-fermented), P4(basal feed with 0% pulp and 30% fermented sago non-fermentation pulp). Parameters observed that total production cost, total production, analysis of profit/loss, Revenue/Cost ratio (R/C ratio) and Income Over Feed Cost (IOFC).
The results showed that in each treatment P0, P1, P2, P3 and P4 give different results on the average total cost of production search us : 156.989,5; 152.820,2; 151.624,0; 150.514,1 and 152.205,4. respectivly. Mean total yield : 221.490,00; 204.356,25; 206.133,75; 209.508,75 and 214.323,75. respectivly. Mean analysis of profit/loss: 64.500,45; 51.536,07; 54.509,78; 58.994,69 and 62.118,38 respectivly. Mean R/C ratio: 1,41; 1,34; 1,36; 1,39 and 1,41respectivly. Mean IOFC : 144.469,8; 131.505,4; 134.479,1; 138.964,0 and 142.087,7.The conclusion of this study indicate that the use of sago fermentation pulp starbio as amixture offeedin the ration to the level of 30% canincrease the income of farmers chicken. Sago Pulpis one of alternative feed for cattle feed chicken today.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha peternakan ayam kampung pada saat ini sudah sangat dikenal
dikalangan masyarakat, hal ini merupakan aspek yang menguntungkan dan perlu
ditingkatkan karena selain dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein
hewani,usaha pemeliharaan ayam kampung juga dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.
Keunggulan protein hewani membuat industri atau usaha peternakan
memiliki potensi yang besar untuk berkembang, dikarenakan konsumsi daging
masyarakat Indonesia yang rendah masih dapat ditingkatkan. Usaha peternakan di
Indonesia sangat bermacam-macam jenis ternak yang diusahakan, diantaranya
sapi, kambing, kerbau, ayam dan lainnya. Namun daging ayam adalah yang paling
banyak dikonsumsi oleh masyarakat dikarenakan harganya yang relatif murah
dibandingkan dengan daging sapi dan kambing. Alasan tersebut dapat digunakan
untuk memacu peningkatan usaha peternakan khususnya ayam kampung pedaging
yang bertujuan memberikan protein hewani yang baikkepada masyarakat sehingga
konsumsi daging Indonesia dapat meningkat.
Pada saat ini usaha ayam kampung memiliki prospek cukup besar untuk
dikembangkan. Peluang ini terlihat dari keunggulan yang dimiliki oleh ayam
kampung terutama jika dibandingkan dengan ayam ras. Ayam kampung memiliki
kelebihan seperti kecepatan daya adaptasi terhadap lingkungan, pemeliharaan
yang mudah, ketahanan terhadap penyakit yang lebih tinggi dibandingkan dengan
mudahdijual dan sebagai sumber pendapatan bagi peternak karena daging, telur,
bulu dan kotoran ayam kampung memiliki potensi pasar (Murtidjo, 1998).
Peningkatan produksi daging ayam kampung dapat dilakukan dengan cara
manajemen yang baik terutama pakan, pakan yang diberikan harus memiliki nilai
gizi yang tinggi dan dapat dicerna oleh ayam kampung. Namun pakan adalah
masalah utama dalam pemeliharaan ayam kampung, karena ditinjau dari segi
biaya produksi, biaya pakan dapat mencapai 80% dari total biaya
produksi.Tingginya biaya pakan ini dipengaruhi oleh tingginya harga bahan baku
penyusun bahan pakan ternak. Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak
merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun
ransum dan dapat menekan biaya pakan yang tinggi. Limbah yang biasanya
digunakan yaitu limbah pertanian, perkebunan, limbah rumah tangga bahkan dari
limbah peternakan itu sendiri.Limbah pertanian dan limbah perkebunan
merupakan jenis limbah yang pengolahannya lebih sederhana, jumlahnya banyak,
harga relatif lebih murah, kandungan nutrisinya cukup baik untuk diberikan
sebagai salah satu komponen bahan penyusun pakan untuk ayam kampung dan hal
yang paling terpenting adalah tidak bersaing dengan manusia.
Ampas sagu merupakan limbah hasil pertanian yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pakan ternak ayam kampung, karena di Sumatera Utara sendiri
ampas sagu hanya terbuang begitu saja belum banyak dimanfaatkan. Sagu
merupakan salah satu sumber daya alam nabati di Indonesia yang mulai akhir
tahun 70-an semakin meningkat pemanfaatannya. Pada pengolahan sagu dijumpai
limbah/hasil ikutan yang berupa kulit batang dan ampas.Pada proses pengolahan
satu limbah padat tersebut. Ampas sagu dihasilkan dari proses ekstraksi sekitar
14% dari total berat basah batang sagu (Flach, 1997). Alternatif penggunaan
ampas sagu sebagai bahan ransum ternak merupakan hal yang positif walaupun
disadari bahwa penggunaannya sebagai pakan ternak belum optimal karena
mempunyai kendala pada tingginya kadar serat kasar dan rendahnya kadar
protein. Kondisi ini menyebabkan penggunaan ampas sagu dalam campuran
ransum untuk ayam kampung hanya terbatas pada jumlah tertentu. Namun dengan
tindakan dan teknologi sederhana seperti fermentasi maka kandungan nutrisinya
dapat ditingkatkan.
Ransum yang mengandung serat kasar tinggi ternyata daya cernanya rendah
(Lubis, 1992).Untuk menyiasatinya, perlu dilakukan suatu terobosan dengan
menambahkan probiotik starbio pada ransum sehingga terjadi peningkatan
efisiensi penggunaan ransum. Penggunaan probiotik starbio dalam ransum
ternyata dapat meningkatkan daya cerna sehingga zat-zat pakan lebih banyak
diserap oleh tubuh untuk pertumbuhan maupun produksi (Barrow, 1992).Starbio
merupakan koloni bakteri alami yang terdiri atas bakteri lignolitik, selulolitik,
proteolitik, dan bakteri nitrogen fiksasi nonsimbiotik.
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu
usaha ternak komersial. Dengan melakukan analisis usaha peternakan dapat
diketahui nilai ekonomis usaha tersebut apakah menguntungkan atau
mengakibatkan kerugian. Hasil analisis ini juga dapat digunakan untuk
merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar
skala usaha. Analisis usaha ternak ayam kampung merupakan kegiatan yang
dilihat dari analisis usahanya. Keadaan perusahaan seperti besarnya biaya yang
dikeluarkan, pendapatan bersih, serta ukuran efesien dan efektifnya usaha yang
digambarkan melalui analisis usaha ekonomi.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan analisis usaha
melalui penelitian pemberian ampas sagu (Metroxylon sp.) yang difermentasi dengan probiotik starbio sebagai pakan ayam kampung umur 0-12 minggu.
Rumusan Masalah
Pada pemeliharaan ayam kampung hal yang perlu diperhatikan salah
satunya adalah pemilihan pakan yang sesuai dengan ternaknya, berkualitas baik,
tidak bersaing dengan manusia dan pakan mudah didapatkan. Dengan
memperhatikan hal tersebut maka ternak dapat tumbuh dengan baik dan
didapatkan hasil produksi yang optimal. Disamping itu agar didapatkan
keuntungan yang maksimal maka perlu menekan biaya pakan yaitu dengan cara
memanfaatkan limbah pertanian.
Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan
nutrisi ayam kampung.Khususnya pakan komersil buatan pabrik pakan yang
harganya relatif mahal. Oleh karena itu, untuk mencukupi kebutuhan ayam
kampung maka digunakan bahan pakan alternatif yang harganya relatif murah dan
ketersediaannya melimpah. Limbah ampas sagu merupakan limbah pertanian yang
tersedia dan merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ayam
kampung.
Ketersediaan limbah ampas sagu yang melimpah agar lebih termanfaatkan
diperlukan suatu teknologi. Teknologi pengolahan limbah ampas sagu dengan
sebagai salah satu bahan pakan alternatif. Di samping itu, limbah ampas sagu
masih mempunyai kandungan nutrisi yang baik untuk ayam kampung.
Dari uraian diatas maka diharapkan pemanfaatan limbah ampas sagu
sebagai ransum dapat menekan biaya pakan ayam kampung sehingga dapat
menaikkan pendapatan peternak ayam kampung.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pemanfaatan ampas sagu yang difermentasi dengan
probiotik starbio sebagai ransum terhadap nilai ekonomis usaha pemeliharaan
ternak ayam kampung.
Kegunaan Penelitian
Sebagai bahan informasi bagi masyarakat peternakayam kampung, instansi
pemerintah terkait serta kalangan akademik (mahasiswa, dosen dan para peneliti)
mengenai penggunaan limbah ampas sagu yang difermentasi sebagai pakan ternak
ayam kampung ditinjau dari sudut ekonomi. Kegunaan penelitian ini juga sebagai
bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian
sarjana di Program Studi PeternakanFakultas Pertanian Universitas Sumatera
TINJAUAN PUSTAKA
Analisis Usaha Ternak Ayam Kampung
Menurut Whendarto dan Madyana (1992) bahwa pemeliharaan ayam
kampung bagi masyarakat umumnya bisa menghasilkan beberapa keuntungan,
yaitu diantaranya adalah dapat menjadi usaha ternak yang menjanjikan
pendapatan yang besar karena harga penjualan daging dan telur ayam kampung
relatif lebih tinggi dari ayam ras, selain itu ayam kampung lebih tahan terhadap
penyakit daripada ayam ras.
Usaha ternak ayam kampung di Indonesia bisa lebih berkembang dengan
mengubah teknik pemeliharaannya. Pemeliharaan ayam kampung dengan cara
intensif mampu memberikan penghasilan yang berarti bagi peternak. Hal ini
dikarenakan, jika pemeliharaan ayam kampung dilakukan secara intensif maka
ternak akan mendapatkan pemeliharaan yang baik yaitu ayam akan dikandangkan
terus-menerus selama hidupnya. Pendapatan usaha ayam kampung dengan
pemeliharaan secara intensif akan lebih menguntungkan (Sudaryani dan Santosa,
2003).
Ayam kampung memiliki peluang usaha cukup besar, karena masyarakat
lebih menyukai telur maupun daging ayam kampung dibandingkan ayam broiler
(Sudaryani dan Santosa 2003). Selain itu jumlah konsumsi ayam kampung per
kapita per tahunnya terus meningkat. Jumlah konsumsi ayam kampung pada
tahun 2009 sebesar 0.501 kg/kapita meningkat pada tahun 2010 menjadi 0.602
kg/kapita dan terus meningkat hingga tahun 2011 menjadi 0.626 kg/kapita
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu
usaha ternak yang mempunyai prospek cerah yang dapat dilihat dari analisis
usahanya. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan
tersedianya dana yang riil untuk periode selanjutnya. Melalui usaha ini dapat
dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga
memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan
modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal
kembali dan tingkat keuntungan uang diperoleh (Suharno dan Nazaruddin, 1994).
Menurut Rasyaf (1995) analisis usaha dilakukan untuk mengukur atau
menghitung apakah usaha tersebut menguntungkan atau merugikan. Analisis
usaha memberi gambaran kepada peternak untuk melakukan perencanaan usaha.
Dalam analisis usaha diperlukan beberapa asumsi dasar. Asumsi dasar dapat
berubah sesuai dengan perkembangan waktu.
Total Biaya Produksi
Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang
tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan
sesuatu produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai dari faktor-faktor produksi
yang digunakan untuk menghasilkan output (Budiono, 1990). Pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi (Kadarsan, 1995).
Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi sebab biaya
produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya. Maka dapat
yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang
atau jasa yang siap untuk dipakai konsumen (Nuraini, 2003).
Menurut Soekartawi (1995)biaya produksi merupakan sejumlah biaya
yang dikeluarkan dalam suatu usaha ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan
biaya tidak tetap atau biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang
dikeluarkan untuk sarana produksi dan berkali-kali dapat dipergunakan. Biaya
tetap ini antara lain berupa lahan usaha, kandang, peralatan yang digunakan dan
sarana transportasi. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan secara
berulang-ulang yang antara lain berupa biaya pakan, upah tenaga kerja,
penyusutan kandang, penyusutan peralatan, obat-obatan, vaksinasi dan
biaya-biaya lain berupa biaya-biaya penerangan atau listrik, sumbangan, pajak usaha dan
iuran.
Biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan
jumlah output tertentu sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output
yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan
menurunnya produksi disebut biaya variabel (Lipsey et al.,1995). Dalam usaha ternak, biaya yang terbesar yang dikeluarkan adalah biayavariable terutama biaya
pakan dan biaya tenaga kerja, biaya merupakan komposisi terbesar, besarnya
biaya pakan berkisar antara 60-80% dari total biaya
produksi (Prawirokusumo,1990).
Biaya Bibit
Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit. Harga
biaya bibit diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah bibit dengan harga per
ayam yang dipelihara sangat penting untuk diperhatikan, karena menentukan
keberhasilan dalam beternak. DOC (Day Old Chick) yang baik mempunyai ciri-ciri : berat tidak dibawah standar (minimal ± 39 gr/ekor), lincah, tidak mempunyai
cacat tubuh dan tidak menunjukkan adanya penyakit-penyakit tertentu
(Sentral-ternak, 2013).
Biaya Pakan
Biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli pakan yang
diperoleh dari hasil perkalian antara pakan yang dikonsumsi dengan harga pakan
perkilogramnya. Efisiensi penggunaan pakan diharapkan mampu mengurangi
dampak darikenaikan harga pakan yang seringkali berfluktuasi dan sangat
mempengaruhi tingkat pendapatan peternak. Biaya yang dikeluarkan untuk
pembelian pakan ayam kampung yang berjumlah 100 ekor ialah sebesar Rp.
2.500.000, dimana biaya ini terdiri dari pakan komersial dan pakan olahan. Harga
pakan yang cenderung naik dan berfluktuasi dipengaruhi oleh kondisi tingkat
harga bahan baku pembuatan pakan (Luthfan et al., 2011).
Biaya Obat-obatan
Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan
yangdiberikan pada ternak yang terserang penyakit. Pengobatan pada ternakyang
sedang terserang penyakit diharapkan dapat mengurangi resiko kematian,
menghambat penyebaran penyakit ke lingkungan, baik ke manusia maupun ternak
dapat digunakan sebagai alternatif manajemen resiko produksi pada usaha
peternakan (Aziz, 2009).
Biaya Sewa Kandang dan Peralatan Kandang
Biaya sewa kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan
kandang yang diperhitungkan berdasarkan nilai sewa kandang.Kandang berfungsi
untuk melindungi ternak dari hujan dan mengurangi stimulasi yang dapat
menyebabkan ternak stres, dengan cara mengurangi kontak dengan manusia.
Biaya peralatan kandang adalah biaya yang digunakan untuk membeli
perlengkapan kandang selama pemeliharaan ternak. Menurut Luthfan et al., (2011) biaya perlengkapan kandang sebesar Rp. 500.000 untuk 100 ekor ayam
kampung meliputi kandang, tempat minum dan tempat pakan. Peralatan kandang
lainnya menurut Santoso (2009) antara lain meliputi, instalasi listrik, instalasi air
minum, alas kandang, pemanas ruangan, tirai kandang.
Biaya Tenaga Kerja
Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk
memeliharabeberapa ternak. Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja
yang cukup memadai. Berdasarkan UMRP SUMUT 2014 (Upah Minimum
Regional Provinsi Sumatera Utara) saat ini sebesar Rp. 1.851.000/bulan. Menurut
Direktorat Bina Usaha Petani Ternak dan Pengolahan Hasil Peternakan (1985),
bahwa 1 orang tenaga kerja dapat memelihara 1088 ekor ayam, sehingga biaya
tenaga kerja pemeliharaan 1 ekor ayam/bulan adalah sebesar Rp. 1.851.000/1088
ekor ayam = Rp. 1.701,-/ekor/bulan. Menurut Rasyaf (1992) jumlah tenaga
tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini
memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja,
jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja.
Total Hasil Produksi
Pendapatan adalah seluruh penerimaan uang yang di peroleh dari
penjualan produk suatu kegiatan usaha. Penjualan ternak hidup, karkas, pupuk dan
produk lainnya merupakan komponen pendapatan (Sigit, 1991).
Pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh
suatu usaha peternakan, baik yang berupa hasil pokok (misal: penjualan ternak,
baik itu hidup atau karkas) maupun hasil samping (misal: penjualan feses dan
urin) (Rasyaf, 1995).
Menurut Gunawan (1993) bahwa dalam analisis pendapatan diperlukan
dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka
waktu yang ditetapkan. Dengan kata lain analisis pendapatan bertujuan untuk
mengukur keberhasilan suatu usaha.
Penerimaan dapat dibagi menjadi penerimaan nyata dan penerimaan yang
diperhitungkan. Penerimaan nyata adalah penerimaan yang diterima dari hasil
penjualan baik tunai maupun piutang (kredit). Penerimaan yang diperhitungkan
adalah nilai output yang dikonsumsi peternak atau yang dihadiahkan. Penerimaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman dan
hasil olahannya serta panen dari peternakan dan hasil olahannya
Hasil Penjualan Ayam Kampung
Menurut Kotler (1994) harga jual ditetapkan oleh pembeli dan penjual
dalam suatu proses tawar menawar, penjual akan meminta harga jual yang lebih
tinggi dari yang diharapkan diterimanya, sedangkan pembeli akan menawarkan
lebih rendah dari yang diharapkan akan dibayarnya. Dengan tawar-menawar
mereka akan sampai pada suatu kesepakatan tentang harga yang disetujui.
Harga jual ayam kampung lebih mahal dari pada harga daging ayam ras.
Harga ayam kampung pedaging bisa mencapai Rp. 40.000-Rp. 45.000/kg di pasar.
Sementara itu, harga jual ayam ras pedaging hanya berkisar belasan ribu saja
(Sentral-ternak, 2013).
Hasil Penjualan Kotoran Ayam Kampung
Penjualan kotoran ayam kampung diperoleh dari harga jual kotoran ayam
kampung per kilogramnya. Harga pupuk yang berasal dari kotoran ayam di
pasaran mencapai Rp. 450/kg, dalam keadaan basah harga kotoran ayam adalah
Rp. 300/kg (Sentral-ternak, 2013).
Analisis Laba-Rugi
Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa
barang dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut.
Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih
sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini
merupakan laporan aktivitas dan hasil dari aktivitas itu merupakan ringkasan yang
logis dari penghasilan, dan biaya dari suatu perusahaan untuk periode tertentu.
biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume produksi tertentu.
Perlu diperhatikan bahwa volume penjualan yang menghasilkan laba hanyalah
volume penjualan yang berada diatas titik impas (Jumingan, 2006).
Menurut Kasmir dan Jakfar (2005) laporan laba rugi merupakan laporan
keuangan yang menggambarkan hasil usaha dalam suatu periode tertentu. Dalam
laporan ini tergambar jumlah pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya
yang dikeluarkan. Laporan laba-rugi (balance sheet) adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam suatu periode tertentu. Hasil usaha tersebut didapat dengan
cara membandingkan penghasilan dan biaya selama jangka waktu tertentu.
Besarnya laba atau rugi akan diketahui dari hasil perbandingan tersebut.
Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan
masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya.
Perhitungan laba jelas untuk keputusan manajemen. Bila laba konsisten positif,
perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika perusahaan
mengalami penurunan produksi pengusaha dapat mencari produk yang lain yang
akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen dan Mowen, 2001).
Keuntungan (laba) suatu usaha ditentukan oleh selisih antara total
penerimaan (total reserve) dan total pengeluaran (total cost) atau secara matematis dapat dituliskan K= TR-TC (Soekartawi et al., 1986).
Analisis R/C Ratio (Revenue Cost Ratio)
Revenue cost ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Menurut Cahyono (2002) analisis tingkat
analisis kelayakan usaha tani, yaitu perbandingan antara total pendapatan dan total
biaya yang dikeluarkan.
Menurut Kadariah (1987) bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu
usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan
dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila
R/C Ratio > 1 : Efisien
Suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai R/C Ratio > 1.
Semakin besar nilai R/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan
sebaliknya semakin kecil nilai R/C Ratio nya, maka semakin tidak efisien usaha
tersebut (Soekartawi, 1995).
IOFC (Income Over Feed Cost)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan dengan total biaya pakan digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini
merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan
biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan
menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Dalam
usaha ternak, biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama
biaya pakan dan biaya tenaga kerja. Besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80%
atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual
(Prawirokusumo, 1990).
Pendapatan usaha peternakan itu dibandingkan dengan biaya pakan.
Pendapatan usaha merupakan perkalian antara hasil produksi peternakan (dalam
kilogram hidup), sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan kilogram ayam hidup tersebut. Apabila diperhatikan, tolak
ukur ini hanya memperhatikan biaya pakan saja. Padahal dalam biaya variabel
tidak hanya mencakup biaya pakan saja, tetapi ada juga biaya untuk pembelian
bibit yang juga besar. Menurut hasil penelitian dan yang terjadi di Indonesia,
biaya pakan ini merupakan 40-70 % dari keseluruhan biaya variabel itu. Jadi,
itulah sebabnya tolok ukur ini hanya dibandingkan dengan biaya pakan saja
(Rasyaf, 1992).
Selain pegangan berproduksi secara teknis juga diperlukan pegangan
berproduksi dari segi ekonomi, beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk
pegangan berproduksi adalah IOFC (income over feed cost) atau selisih pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan
perkalian antara hasil produksi peternakan (kilogram hidup) dengan harga jual.
Sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan kilogram bobot hidup (Hermanto, 1996).
Karakteristik Ayam Kampung
Klasifikasi ayam kampung secara zoologis adalah Filum: Chordata, Sub
Filum:Vertebrata, Kelas: Aves, Ordo: Galliformes,Famili: Phasianidae, Genus:
umbaran, terbiasa hinggap atau istirahat di dahan pohon yang cukup tinggi. Selain
itu, ukuran tubuhnya juga lebih kecil dibandingkan dengan ayam ras
(Sarwono, 1996).
Salah satu ciri ayam kampung adalah sifat genetiknya yang tidak seragam.
Warna bulu, ukuran tubuh dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan
cermin dari keragaman genetiknya. Disamping itu badan ayam kampung kecil,
mirip dengan badan ayam ras petelur tipe ringan (Rasyaf, 1998).
Ayam kampung mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena
mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, kondisi lingkungan dan
perubahan iklim serta cuaca setempat. Ayam kampung memiliki bentuk badan
yang kompak dan susunan otot yang baik. Bentuk jari kaki tidak begitu panjang,
tetapi kuat dan ramping, kukunya tajam dan sangat kuat mengais tanah. Ayam
kampung penyebarannya secara merata dari dataran rendah sampai dataran tinggi
(Rasyaf, 1992).
Potensi Ampas Sagu Sebagai Pakan Ternak
Indonesia adalah negara yang memiliki areal tanaman sagu
(Metroxylon sp.) terbesar di dunia hingga 1,2 juta ha. Di Indonesia luas areal tanaman sagu mencapai 1.128.000 ha atau 51,3% dari 2.201.000 ha areal sagu di
dunia (Deptan, 2004). Sagu merupakan salah satu sumber daya alam nabati di
Indonesia yang mulai akhir tahun 70-an semakin meningkat pemanfaatannya
sebagai akibat dari program pemanfaatan swasembada pangan nasional. Potensi
lestari produksi sagu sebesar 5.000.000 ton per tahun, namun yang baru
Pada pengolahan sagu terdapat limbah atau hasil ikutan yang berupa kulit
batang dan ampas. Ampas yang dihasilkan dari proses ekstraksi ini sekitar 14%
dari total berat basah batang sagu (Flach, 1997). Di sentra-sentra produksi, limbah
ampas sagu pada umumnya belum dimanfaatkan dan ditumpuk begitu saja yang
pada akhirnya akan mencemari lingkungan (Kompiang, 1995).
Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif
dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah
mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar dalam ransum. Bahan pakan
konvensional yang sering digunakan dalam penyusunan ransum sebagian besar
berasal dari limbah dan pencarian bahan pakan yang belum lazim digunakan
(Azwar dan Azrul, 1983).
Ampas sagu merupakan limbah yang didapatkan pada proses pengolahan
tepung sagu, dimana dalam proses tersebut diperoleh tepung dan ampas sagu
dalam perbandingan 1 : 6 (Rumalatu, 1981). Jumlah limbah yang banyak tersebut,
sampai saat ini belum dimanfaatkan sebagaimana mestinya hanya dibiarkan
menumpuk pada tempat-tempat pengolahan tepung sagu sehingga menyebabkan
pencemaran lingkungan. Kalaupun ada ternak yang memanfaatkannya, hanya
ternak-ternak yang berada di sekitar lokasi pengolahan tepung sagu, yang
langsung mengkonsumsi di tempat penumpukan ampas tanpa dikontrol
(Natamijaya et al., 1988).
Ampas sagu berupa serat-serat empelur yang diperoleh dari
hasilpemarutan dan pemerasan isi batang sagu. Ampas sagu mempunyai prospek
yangsangat baik, jika mendapat perlakuan yangtepat. Alternatif penggunaan
disadari bahwa penggunaannya sebagai ransum mempunyai kendala antara
lainkecernaan dan kadar nutriennya rendah karena tingginya kadar serat kasar dan
rendahnya kadar protein (Uhiet al., 2007).
Potensi penggunaan ampas sagu sebagai pakan memiliki faktor pembatas
adalah kandungan protein kasarnya rendah dan serat kasar tinggi. Agar menjadi
bahan pakan ternak yang kaya akan protein dan vitamin, maka ampas sagu dapat
diolah dengan teknologi fermentasi (Harsono, 1986).
Tabel 1. Nutrisi ampas sagu sebelum dan sesudah fermentasi
Zat Nutrisi Sebelum Fermentasi Sesudah Fermentasi
Protein (%) 3,84 23,08
Sumber : Haryanto dan Philipus (1992)
Probiotik Starbio
Probiotik berasal dari bahasa Latin yang berarti "untuk kehidupan";
disebut juga "bakteri bersahabat", "bakteri menguntungkan", "bakteri baik" atau
"bakteri sehat". Apabila didefinisikan secara lengkap, probiotik adalah kultur
tunggal atau campuran dari mikroorganisme hidup yang apabila diberikan ke
manusia atau hewan akan berpengaruh baik, karena akan menekan pertumbuhan
bakteri patogen atau bakteri jahat yang ada di usus manusia dan hewan(Fuller,
1992).
Probiotik starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi)
yang dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun atau
dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang memiliki fungsi yang
berbeda, misalnya Spirillum liporerum (pencerna lemak), Agaricus dan coprinus
(pencerna lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum trasiliensis (pencerna protein).
Probiotik starbio merupakan probiotik an-aerob penghasil enzim berfungsi
untuk memecah karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan protein serta
lemak. Manfaat starbio dalam ransum ternak adalah meningkatkan daya cerna,
penyerapan zat nutrisi dan efisiensi penggunaan ransum. Starbio juga dapat
menghilangkan bau limbah dari Rumah Potong Hewan (RPH) maupun septic-tank, dengan cara menguraikan komponen zat-zatkimia C-H-O-N-S(Sartika dan Dwiyanto, 1994).Hasil analisis proksimat dari starbio menurut Sulistyo (1996)
adalah kadar air 9,71 %, protein kasar 10,42 %, lemak kasar 0,11 %, serat kasar 8,37
%, dan abu 51,54 %.
Pemberian probiotik starbio pada pakan ternak akan meningkatkan kecernaan
ransum, kecernaan protein dan mineral fosfor (Campbell, 1984). Hal ini terjadi karena
probiotik starbio merupakan kumpulan mikroorganisme (mikroba probiolitik,
selulolitik, lignolitik, lipolitik, dan aminolitik serta nitrogen fiksasi non simbiosis)
yang mampu menguraikan bahan organik kompleks pada pakan menjadi bahan
organik yang lebih sederhana (Lembah Hijau Indonesia, 1995).
Penggunaan probiotik pada ternak unggas ternyata sangat menguntungkan
karena dapat menghasilkan berbagai enzim yang dapat membantu pencernaan dan
dapat menghasilkan zat antibakteri yang dapat menekan pertumbuhan
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian inidilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jl. Prof.
Ahmad Sofyan No. 3, Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara. Penelitian iniberlangsung selama 12 minggu.
Bahan dan Alat Bahan
Day Old Chick (DOC) sebanyak 100 ekor, bahan penyusun ransum terdiri dari tepung jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, minyak nabati,
top mix, air minum memenuhi kebutuhan air dalam tubuh yang diberikan secara
ad libitum, air gula untuk mengurangi stress dari kelelahan transportasi, rodalon sebagai desinfektan kandang dan peralatan tempat pakan dan minum, formalin
40% untuk fumigasi kandang, vitamin seperti vitachick sebagai suplemen
tambahan.
Alat
Alat yang digunakan adalah kandang sebanyak 20 plot, masing-masing
dengan ukuran 100cm x 100cm x 50cm, peralatan kandang terdiri dari 20 unit
tempat pakan dan 20 unit tempat minum, alat penerang dan pemanas berupa
lampu pijar 40 watt, termometer sebagai pengukur suhu kandang, timbangan
dengan kapasitas 5 kg dengan kepekaan 0,01 gram, alat pencatat data seperti buku
data, alat tulis dan kalkulator untuk menghitung biaya dan harga selama
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian sebelumnya yang meneliti
tentang performans dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL)
dengan 5 perlakuan dengan 4 ulangan. Adapun perlakuan yang diteliti adalah
sebagai berikut:
P0 : Pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi dan 0% ampas sagu non fermentasi
P1 : Pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi
P2 : Pakan basal dengan 15% ampas sagu fermentasi dan 15% ampas sagu non fermentasi
P3 : Pakan basal dengan 7,5% ampas sagu fermentasi dan 22,5% ampas sagu non fermentasi
P4 : Pakan basal dengan 0% ampas sagu fermentasi dan 30% ampas sagu non fermentasi
Setelah penelitian performans dianalisis, dilanjutkan penelitian dengan
analisis usaha untuk mengetahui perlakuan mana yang dapat meningktakan nilai
ekonomis. Untuk itu digunakan metode survey untuk mengetahui harga bibit,
harga obat-obatan, harga sewa kandang, harga peralatan kandang, harga tenaga
kerja, harga penjualan bibit dan harga penjualan kotoran.
Paremeter Penelitian Total Biaya Produksi
Total biaya produksi atau total pengeluaran yaitu biaya – biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara
menghitung : biaya pakan, biaya bibit, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja,
Total Hasil Produksi
Total hasil produksi atau total penerimaan yaitu seluruh pendapatan
dari penjualan produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi diperoleh
dengan cara menghitung harga jual ayam kampung dan harga jual kotoran ayam
kampung.
Analisis Laba-Rugi
Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara :
K = TR – TC
Dimana :
K = keuntungan
TR = total penerimaan
TC = total pengeluaran
Revenue Cost Ratio (R/C Ratio)
R/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan
biaya yang dikeluarkan.
merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan
akibat perlakuan (dalam kilogram hidup) dengan harga jual. Sedangkan biaya
ransum adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot
badan ternak.
IOFC = (Bobot badanakhir – Bobot badan awal ayam x Harga jual ayam/kg) – (Total konsumsi pakan x Harga pakan perlakuan/kg)
Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data
1. Dilakukan pengukuran yaitu data rata-rata bobot badan ayam.
2. Dilakukan survey harga pakan yaitu di pasar, poultry shop dan pabrik pakan yang menyangkut harga pakan yang digunakan.
3. Dilakukan pengukuran yaitu data dari hasil variabel penelitian yang terdiri dari
bobot badan awal DOC dan bobot akhir ayam, rata-rata konsumsi pakan ayam
dan rata-rata konversi pakan ayam pada setiap level perlakuan pakan.
Dilakukan analisa ekonomi pada data-data yang diperoleh untuk mengetahui
nilai ekonomis dari keseluruhan usaha ternak ayam. Analisa ekonomi yang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Total Biaya Produksi
Total biaya produksi adalah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung: biaya
pembelian DOC, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya peralatan kandang, biaya
sewa kandang dan biaya tenaga kerja.
a. Biaya Bibit
Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit DOC (Day Old Chick) sebanyak 100 ekor dengan harga sebesar Rp.6.500/ekor. Sehingga didapat harga beli DOC sebesar Rp. 650.000,-.Biaya pembelian bibit DOC
ternak ayam kampung dapat dilihat pada Lampiran 6.
b. Biaya Ransum
Biaya ransum diperoleh dari total konsumsi ransum selama penelitian
dikali dengan harga per kilogram ransum setiap perlakuan sehingga didapat biaya
ransum. Daftar harga pakan yang digunakan untuk pembuatan ransum dapat
dilihat pada Tabel 2. Harga bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan
Tabel 2. Daftar harga bahan pakan selama penelitian (Rp/kg)
Tanggal Nama Bahan Pakan Harga Pakan
(Rp/Kg)
Dunia Ternak Poultry Shop P. Bulan, Medan
Dunia Ternak Poultry Shop P. Bulan, Medan
Bungkil kelapa
Tepung Jagung
Rp. 3.300,-
Rp. 3.500,-
09-07-2014 Raja Ternak Poultry Shop Psr 7. Tanjung Sari, Medan
Bungkil kedelai Rp.9.000,-
04-06-2014 Tani Ternak Jaya Poultry Shop P.Bulan, Medan
Mineral Rp. 6.000,-
04-06-2014
04-06-2014
Tani Ternak Jaya Poultry Shop P. Bulan, Medan Pasar tradisional P. Bulan, Medan
Dimana harga ransum perlakuan P0 (30% ASF) Rp. 4.398/kg, P1 (7,5%
AS dan 22,5% ASF) Rp. 4.332/kg, P2 (15% AS dan 15% ASF) Rp. 4.243/kg, P3
(22,5% AS dan 7,5% ASF) Rp. 4.176/kg dan P4 (30% AS) Rp. 4.150/kg. Biaya
yang dikeluarkan untukransum ayam kampung selama penelitian dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Biaya ransum ayam kampung selama penelitian(Rp/plot)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 73.624,82 74.099,84 66.530,20 72226,13 286.480,99 71.620,25 P1 69.605,06 69.548,74 64.597,06 66052,67 269.803,53 67.450,88 P2 67.741,89 66.689,59 66.579,27 64007,92 265.018,66 66.254,67 P3 62.683,49 64.266,55 65.711,78 67917,21 260.579,03 65.144,76 P4 64.981,79 68.626,02 68.505,65 65230,83 267.344,30 66.836,07
c. Biaya Obat-obatan
Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan
yang diberikan selama penelitian. Adapun obat-obatan yang diberikan adalah
vitachicksebanyak 4 bungkus dengan harga sebungkus Rp. 5.000, vaksin ND
dengan harga Rp. 26.000 dan vaksin Gumboro dengan harga Rp. 62.000. Biaya
obat-obatan ternak ayam kampung dapat dilihat pada Lampiran 7.
d. Biaya Sewa Kandang
Biaya sewa kandang yaitu biaya yang dikenakan dalam pemakaian
kandang diperoleh dari total biaya sewa kandang selama penelitian dibagi 20 plot
yaitu Rp. 250.000,- selama 12 minggu penelitian. Biaya yang dikeluarkan untuk
sewa kandang tertera pada Lampiran 8.
e. Biaya Peralatan Kandang
Biaya peralatan adalah biaya yang digunakan untuk membeli seluruh
peralatan selama penelitian. Biaya peralatan diperoleh dengan cara menjumlahkan
seluruh biaya peralatan yang digunakan seperti tempat pakan ayam sebanyak 24
buah dengan harga perbuah Rp. 8.000,-, tempat minum ayam sebanyak 20 buah
dengan harga perbuah Rp. 4.500,-,bola lampu pijar sebanyak 20 buah dengan
harga perbuah Rp.6.000,-, timbangan elektrik 1 buah dengan harga Rp.
170.000,-termometer 1 buah dengan harga Rp. 15.000,-, sapu lidi 1 buah dengan harga Rp.
4.000,- dan terpal alas kandang 5 meter dengan harga permeter Rp. 7.000,-. Biaya
f. Biaya Tenaga Kerja
Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk
memelihara ayam kampung selama penelitian. Biaya tenaga kerja diperoleh dari
Upah Minimum Regional (UMR) daerah Medan Sumatera Utara saat ini adalah
Rp. 1.851.000/bulan. Dengan asumsi dimana 1 tenaga kerja dapat memelihara
1088 ekor ayam kampung. Sehingga upah tenaga kerja selama 3 bulan
pemeliharaan adalah 100/1.088 x 1.851.000 x 3 = Rp. 510.386,-. Rincian biaya
tenaga kerja tiap perlakuan selama penelitian dapat tertera pada Lampiran 10.
Total biaya produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya
produksi. Maka total seluruh biaya produksi selama penelitian dapat dilihat pada
Tabel 4 berikut :
Tabel 4. Total seluruh biaya produksi selama penelitian
Total biaya produksi Rupiah (Rp)
Biaya pembelian bibit 650.000,-
Biaya pembelian pakan 1.349.226,50,-
Biaya obat-obatan 108.000,-
Upah tenaga kerja 510.386,-
Peralatan kandang 189.000,-
Sewa kandang 250.000,-
Total 3.056.612,50,-
Berdasarkan total biaya produksi maka dapat diketahui total biaya produksi
untuk tiap perlakuan selama penelitian. Total biaya produksiuntuk tiap perlakuan
Gambar 1. Diagram rataan total biaya produksi selama penelitian (Rp/plot)
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa biaya produksi pemeliharaan ayam
kampung selama penelitian menunjukkan perbedaan diantara perlakuan lainnya
dimana rataan biaya produksi pemeliharaan ayam kampung selama penelitian
yang tertinggi terdapat pada P0 (pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi)
dengan rataan sebesar Rp. 156.989,5dan yang terendah terdapat pada P3 (pakan
basal dengan 7,5% ampas sagu fermentasi dan 22,5% ampas sagu non fermentasi)
dengan rataan sebesar Rp. 145.114,1. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya ransum ayam kampung.
Pada perlakuan P0 biaya ransum ayam kampung yang dimasukkan
terhadap biaya produksi memiliki harga ransum yang terbesar diantara kelima
perlakuan yaitu dengan rataan sebesar Rp. 71.620,25,-, lebih besar dibanding
dengan biaya ransum pada perlakuan P3 yaitu rataan sebesar Rp. 65.144,76
sementara biaya produksi lainnya seperti biaya bibit, biaya obat-obatan, sewa
kandang, peralatan kandang dan tenaga kerja adalah sama.Hal ini seperti
diungkapkan oleh Budiono (1990) bahwabiaya adalah nilai dari semua korbanan
ekonomis yang diperlukan yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan
dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Biaya bagi perusahaan adalah
nilai dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output.
Total Hasil Produksi
Total hasil produksi adalah seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan
pemeliharaan ayam kampung dengan cara menghitung harga jual ayam
kampung dan kotoran ayam kampung.
a. Hasil Penjualan Ayam
Penjualan ayam kampung yaitu perkalian antara bobot badan akhir
dengan harga bobot hidup per kilo gramnya. Harga jual ayam kampung Rp.
45.000,-/kg bobot hidup. Total bobot badan akhir ayam kampungP0 = 19.208 g,
P1 = 17.685 g, P2 = 17.843 g, P3 = 18.143g dan P4 = 18.571 g. Maka harga jual
seluruh ternak ayam adalah Rp. 4.115.250,-. Hasil produksi penjualan ayam
kampungdapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil penjualan ayam kampung (Rp/plot)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
U1 U2 U3 U4
P0 221.445 223.740 194.715 224.460 864.360 216.090,00 P1 201.780 202.140 201.195 190.710 795.825 198.956,25 P2 212.040 205.380 207.360 178.155 802.935 200.733,75 P3 204.660 208.485 193.050 210.240 816.435 204.108,75 P4 214.515 205.965 205.065 210.150 835.695 208.923,75 Total 1.054.440 1.045.710 1.001.385 1.013.715 4.115.250 205.762,50
b. Hasil Penjualan Kotoran Ayam Kampung
Penjualan kotoran ayam kampungdiperoleh dari harga jual kotoran ayam
kampung per kilogramnya. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan maka
penjualan kotoran ayam kampung yaitu sebesar Rp. 400,/kg dikali bobot kotoran
ayam kampung sebanyak 270 kg. Maka harga penjualan seluruh kotoran ayam
kampung adalah Rp. 108.000,-. Total hasil penjualan kotoran ayam kampungdapat
dilihat pada Lampiran 13.
Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil
penjualan. Maka total seluruh hasil produksi selama penelitian dapat dilihat pada
Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Total Hasil Produksi
Total hasil produksi Rupiah (Rp)
Hasil penjualan ayam kampung 4.115.250
Hasil penjualan kotoran ayam kampung 108.000
Total 4.223.250
Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil
produksi. Maka total hasil produksi untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Diagram rataan total hasil produksi selama penelitian (Rp)
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa total hasil produksi pemeliharaan
ayam kampung selama penelitian menunjukkan perbedaan diantar tiap perlakuan,
dimana total hasil produksi tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (pakan basal
dengan 30% ampas sagu fermentasi)dengan rataan sebesar Rp. 221.490,- dan yang
terendah pada P1 (pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5%
ampas sagu non fermentasi) dengan rataan sebesar Rp. 204.356,25,-.Hal ini
terjadi karena terdapat perbedaan bobot badan akhir ayam kampung sehingga nilai
pendapatan dari penjualan ayam kampung berbeda pada setiap perlakuan
sedangkan harga penjualan feses ayam kampung sama.
Berdasarkan hasil penjualan ayam kampung, diperoleh, pada perlakuan P0
(pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi) memiliki hasil penjualan ayam
kampung tertinggi dengan rataan sebesar Rp. 216.090,- dan yang terendah
terdapat pada perlakuan P1 (pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi
dan 7,5% ampas sagu non fermentasi) sebesar Rp. 198.956,25,-. Penentuan
pendapatan yang dilakukan dalam penelitian ini sesuai dengan
pernyataanRasyaf(1995) yang menyatakan bahwa pendapatan usaha merupakan
seluruh penerimaan yang diperoleh oleh suatu usaha peternakan, baik yang berupa
hasil pokok (misal: penjualan ternak, baik itu hidup atau karkas) maupun hasil
samping (misal: penjualan feses dan urin).
Analisis Laba Rugi
Analisis Laba-Rugi yaitu untuk mengetahui apakah usaha tersebut rugi
atau untung dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan atau total
Keuntungan = Total hasil produksi – Total biaya produksi
= Rp. 4.223.250 –Rp. 3.056.612,50
= Rp. 1.166.637,50
Diketahui bahwa total biaya produksi lebih kecil dibandingkan dengan
total hasil produksi. Hal ini membuktikan bahwa analisis usaha ternak ayam
kampung selama penelitian yaitu 12 minggu menguntungkan. Berikut dapat
dilihat kentungan (laba-rugi) pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram rataan laba/rugi tiap perlakuan (Rp)
Pada Gambar 3 dapat dilihat analisis laba-rugi dari pemberian ampas sagu
memberikan pengaruh yang berbeda pada setiap perlakuan. Pada perlakuan P0
(pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi) memberikan keuntungan
dengan rataan sebesar Rp. 64.500,45, perlakuan P1 (pakan basal dengan 22,5%
ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi) memberikan
keuntungan dengan rataan sebesar Rp. 51,536,07, perlakuan P2 (pakan basal
dengan 15% ampas sagu fermentasi dan 15% ampas sagu non fermentasi)
memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp.54.509,78, perlakuan P3
(pakan basal dengan 7,5% ampas sagu fermentasi dan 22,5% ampas sagu non
fermentasi) memberikan keuntungan dengan rataan sebesar Rp.58.994,69 dan
perlakuan P4 (pakan basal dengan 30% ampas sagu non fermentasi) memberikan
keuntungan dengan rataan Rp. 62.118,38.
Keuntungan tertinggi terdapat pada perlakuan P0(pakan basal dengan 30%
ampas sagu fermentasi), hal ini dikarenakan pertambahan bobot badan akhir
ayam kampung lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Sehingga total
hasil produksi yaitu total penjualan ternak ditambah dengan penjualan kotoran
ayam kampung memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada total biaya produksi
yaitu biaya pakan, biaya bibit ayam kampung, biaya obat-obatan, biaya tenaga
kerja, biaya peralatan dan biaya sewa kandang. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Jumingan (2006) yaitu laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh
dari penjualan jasa barang dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses
pencapaian hasil tersebut. Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan
bersih atau kerugian bersih sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode
tertentu. Laporan ini merupakan laporan aktivitas dan hasil dari aktivitas itu
merupakan ringkasan yang logis dari penghasilan, dan biaya dari suatu perusahaan
untuk periode tertentu. Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai
penjualan dengan total biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat
volume produksi tertentu.
Menurut Hansen dan Mowen (2001)laba merupakan ukuran yang
membedakan antara apa yang perusahaan masukkan untuk membuat dan menjual
produk dengan apa yang diterimanya. Perhitungan laba jelas untuk keputusan
bisnis tersebut, tetapi jika perusahaan mengalami penurunan produksi pengusaha
dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat mendatangkan
keuntungan.
Keuntungan terendah terdapat pada perlakuan P1(pakan basal dengan
22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi), hal ini
dikarenakan pertambahan bobot badan ayam kampung yang rendah dibandingkan
dengan perlakuan yang lain. Rendahnya pertambahan bobot badan ayam kampung
menyebabkan total hasil produksi yang diterima lebih rendah dibanding perlakuan
lainnya.
Analisis R/C Ratio
Analisis R/C Ratio digunakan dalam suatu usaha untuk mengetahui layak
atau tidak usaha itu untuk dilanjutkan ke periode berikutnya atau sebaliknya usaha
tersebut dihentikan karena kurang layak.
R/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total hasil produksi dengan
total biaya produksi atau dituliskan dengan rumus:
R/C Ratio =
Produksi Biaya
Total
Produksi Hasil
Gambar 4. Diagram R/C ratio
Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa R/C ratio yang diperoleh
menunjukkan bahwaP0 (pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi), P1
(pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non
fermentasi), P2 (pakan basal dengan 15% ampas sagu fermentasi dan 15% ampas
sagu non fermentasi), perlakuan P3 (pakan basal dengan 7,5% ampas sagu
fermentasi dan 22,5% ampas sagu non fermentasi) dan P4 (pakan basal dengan
30% ampas sagu non fermentasi) dianggap memiliki kelayakan usaha/efisien
untuk dilanjutkan karena total hasil produksi dibagi total biaya produksi lebih
besar dari 1 (>1). Hal ini sesuai dengan pernyataan Kadariah (1987) menyatakan
bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter
yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran,
Semakin besar nilai R/C ratio maka semakin efisiean usaha tersebut dan
begitu sebaliknya semakin kecil nilai R/C ratio maka semakin tidak efisien usaha
tersebut. Sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1995) suatu usaha dikatakan
memberikan manfaat bila nilai R/C Ratio > 1. Semakin besar nilai R/C Ratio
maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai R/C
ratio-nya, maka semakin tidak efisien usaha tersebut.
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan usaha peternakan dengan dikurangi biaya pakan. Income Over Feed Cost (IOFC) ini merupakan barometer untuk melihat besar biaya pakan yang merupakan biaya
terbesar dalam usaha pemeliharaan ternak. IOFC tiap perlakuan dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Diagram IOFC
Pada Gambar 5 dapat dilihat rataan IOFC tertinggi terdapat pada
perlakuan P0(pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi) dengan rataan
sebesar Rp. 144.469,8,-. Hal ini disebabkan bobot badan ayam kampung yang
tinggi dikalikan harga jual per kilogram ayam kampung sehingga pendapatan dari
penjualan ayam kampung lebih tinggi dari pada total biaya yang dikeluarkan
untuk konsumsi ayam kampung dan juga dipengaruhi oleh tingkat konsumsi
pakan yang tinggi diikuti pertambahan bobot badan yang tinggi.
IOFC terendah terdapat pada perlakuan P1(pakan basal dengan 22,5%
ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non fermentasi) dengan rataan
sebesar Rp. 131.505,4,- hal ini dikarenakan bobot badan akhir ayam kampung
lebih rendah dari perlakuan yang lainnya sehingga menyebabkan harga jual ayam
kampung lebih rendah dengan perlakuan lainnya. Hal inilah yang menyebabkan
IOFC pada perlakuan P1 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal
ini sesuai dengan pernyataan Prawirokusumo (1990) yang menyatakan IOFC
merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan
biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan
menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Dalam
usaha ternak, biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya variabel terutama
biaya pakan dan biaya tenaga kerja. Besarnya biaya pakan berkisar antara 60-80%
Rekapitulasi Hasil Penelitian Analisis Usaha Pemanfaatan Ampas Sagu Fermentasi dan Non Fermentasi Dalam Ransum Terhadap Ayam Kampung
Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Penelitian
Perlakuan Parameter penelitian yang diamati
Total biaya Total hasil Laba/rugi R/C ratio IOFC P0 156.989,5 221.490,00 64.500,45 1,41 144.469,8 P1 152.820,2 204.356,25 51.536,07 1,34 131.505,4 P2 151.624,0 206.133,75 54.509,78 1,36 134.479,1 P3 150.514,1 209.508,75 58.994,69 1,39 138.964,0 P4 152.205,4 214.323,75 62.118,38 1,41 142.087,7 Total 152.830,6 211.162,50 58.331,88 1,38 691.505,9
Berdasarkan Tabel 7 yaitu rekapitulasi hasil penelitian dapat dilihat
perbedaan hasil dari tiap perlakuan yang menunjukkan hasil tertinggi yaitu
P0(pakan basal dengan 30% ampas sagu fermentasi) dan hasil terendah yaitu
P1(pakan basal dengan 22,5% ampas sagu fermentasi dan 7,5% ampas sagu non
fermentasi). Hasil-hasil dari tiap perlakuan dapat dilihat mulai dari biaya
produksi, hasil produksi, laba/rugi, R/C Ratio dan IOFC. Dilihat dari biaya
produksi perlakuan P0 total biaya produksinya Rp. 156.989,5,-, P1 sebesar
Rp. 152.820,2,-, P2 sebesar Rp.151.624,-, P3 sebesar Rp. 150.514,1,- dan P4
sebesar Rp. 152.205,4,-. Dilihat pada hasil produksi bahwa perlakuan P0 total
hasil produksinya yaitu Rp. 221.49,-, P1 yaitu Rp. 204.356,25,-, P2 yaitu Rp.
206.133,75,-, P3 yaitu Rp. 209.508,75,- dan P4 yaitu Rp. 214.323,75,-. Maka
dapat dilihat dari laba/rugi pada perlakuan P0 memberikan keuntungan sebesar
Rp. 64.500,45, P1 sebesar Rp. 51.536,07,-, P2 sebesar Rp. 54.509,78,-, P3 sebesar
Rp. 58.994,69,- dan P4 memberikan keuntungan sebesar Rp. 62.118,38,-.
Berdasarkan hasil rekapitulasi R/C Ratio pada penelitian dapat dilihat
bahwa perlakuan P0 yaitu 1,41, pada perlakuan P1 yaitu 1,34, pada perlakuan P2
1,41.Berdasarkan hasil rekapitulasi penelitian juga dapat dilihat IOFC pada
perlakuan P0 yaitu Rp. 144.469,8,-, pada perlakuan P1 yaitu Rp. 131.505,4,-, pada
perlakuan P2 yaitu Rp. 134.479,1,-, pada perlakuan P3 yaitu Rp. 138.964,- dan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penggunaanampas sagu fermentasi starbio sebagai campuran bahan pakan
dalam ransum sampai level 30% dapat meningkatkan pendapatan peternak ayam
kampung. Ampas sagu merupakan salah satu pakan alternatif untuk pakan ternak
ayam kampung saat ini.
Saran
Disarankan kepada peternak ayam kampung agar memanfaatkan ampas
sagu fermentasi starbio sebagai bahan pakan dalam ransum karena dapat