• Tidak ada hasil yang ditemukan

Populasi Rotylenchulus Reniformis dan Kejadian Penyakit Layu pada Petak Pengendalian Hama Terpadu Nanas (Ananas Comosus) di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Populasi Rotylenchulus Reniformis dan Kejadian Penyakit Layu pada Petak Pengendalian Hama Terpadu Nanas (Ananas Comosus) di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

POPULASI Rotylenchulus reniformis DAN KEJADIAN

PENYAKIT LAYU PADA PETAK PENGENDALIAN HAMA

TERPADU NANAS (Ananas comosus) DI DESA BUNIHAYU,

KECAMATAN JALANCAGAK, KABUPATEN SUBANG,

JAWA BARAT

Mas Apri Yani Lubis

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRACK

MAS APRI YANI LUBIS, Population of Rotylenchulus reniformis and Incidence of Wilt Disease on Integrated Pest Management of Pineapple (Ananas comosus) Plot at Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Guidance by SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA.

Reniform nematodes (Rotylenchulus reniformis) was one of potential threat which able to decreasing the pineapple productivity. Moreover, existence of this reniform nematodes on pineapple planting was capable to increase pineapple wilt severity by infection of Pineapple Maelybug Wilt associated Virus

(PMWaV). The high demand for pineapple impelling better culture system which capable to reduce damage caused by pineapple wilt disease. This research was established to determine the influence of integrated pest management (IPM) system on pineapple planting against population growth of R. reniformis, pineapple wilt disease incidence, and production of fresh fruit. There were three culture system conducted in this study, 1) conventional, appropriate the local culture (KON), 2) using virus-free seed (BBV), and 3) integrated pest management, mixed with virus-free seed, good cultivation, organic and synthetic fertilizer application, and nematicide (PHT). In the first year in IPM system was not giving impact to R. reniformis population (P>0,05), otherwise in second year this system could reduce the reniformis nematodes significantly (P<0,05). Application of IPM was also capable to decrease disease incidence rate (P<0,05). The number of total colony of isolated soil-infested microorganism, especially bacteria and fungi, from IPM plot was not significantly different both from conventional and BBV.

ABSTRAK

MAS APRI YANI LUBIS, Populasi Rotylenchulus reniformis dan Kejadian Penyakit Layu pada Petak Pengendalian Hama Terpadu Nanas (Ananas comosus) di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Dibimbing oleh SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA.

(3)
(4)

POPULASI Rotylenchulus reniformis DAN KEJADIAN

PENYAKIT LAYU PADA PETAK PENGENDALIAN HAMA

TERPADU NANAS (Ananas comosus) DI DESA BUNIHAYU,

KECAMATAN JALANCAGAK, KABUPATEN SUBANG,

JAWA BARAT

Mas Apri Yani Lubis

A34050009

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Disetujui

Pembimbing 1

Dr. Ir. Supramana, M.Si. 19620618 198911 1 001

Pembimbing 2

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. 19620607 198703 1 003

Diketahui

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Dadang, M.Sc. 19640204 199002 1 002

Tanggal lulus:

POPULASI Rotylenchulus reniformis DAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU PADA PETAK PENGENDALIAN HAMA TERPADU NANAS (Ananas comosus) DI DESA BUNIHAYU, KECAMATAN JALAN CAGAK, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT

Judul :

Nama : NRP :

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Panyabungan, 11 April 1987, dari pasangan Sofyan Sori Lubis dan Siti Masrah Nasution. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

(7)

PRAKATA

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT untuk setiap petunjuk dan kemudahan yang senantiasa diberikan-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Populasi Rotylenchulus reniformis dan Kejadian Penyakit Layu pada Petak Pengendalian Hama Terpadu Nanas (Ananas comosus) di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad saw yang merupakan suri tauladan yang baik bagi umat manusia. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui peran pengendalian hama terpadu terhadap populasi nematoda bentuk ginjal di pertanaman nanas dan semoga hasilnya dapat menjadi salah satu dasar dalam pengambilan keputusan pengendaliannya di lapangan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Supramana, M.Si. dan Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. sebagai dosen pembimbing tugas akhir atas bimbingan, dukungan, dan semangat bagi penulis. Terima kasih kepada Dra. Dewi Sartiami, M.Si. sebagai dosen penguji dalam sidang skripsi atas saran dan kritik yang diberikan untuk kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga kepada Bapak Haji Odon, petani nanas Desa Bunihayu. Terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua yang telah mengasuh, membimbing, mendukung, dan mendoakan penulis.

Rasa terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Gatut Heru Bromo dan Bapak Cece atas bantuan, dukungan, dan semangat yang diberikan. Terimaksih juga kepada Mira, Dede, Pipit, Bruce, Huda, Ade, Dila, Fitri, Dora, Mela, Rizqa, Lulu, Wiwin, Duma, Nisa, Rosma, Bontor, Yoki, dan Ismed Hasibuan atas bantuan dan dukunganya.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaannya. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua.

Bogor, 13 Oktober 2009

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Nematoda Parasit pada Tanaman Nanas ... 3

Rotylenchulus reniformis ... 3

Klasifikasi ... 3

Morfologi ... 3

Biologi dan daur hidup ... 4

Gejala penyakit ... 5

Cara bertahan ... 5

Penyakit Layu Nanas ... 6

Pengendalian Hama Terpadu ... 7

BAHAN DAN METODE ... 9

Tempat dan Waktu ... 9

Metode Penelitian ... 9

Percobaan PHT ... 9

Pengambilan Contoh ... 10

Ekstraksi Nematoda dari Akar ... 10

Ekstraksi Nematoda dari Tanah ... 10

Metode sentrifugasi-flotasi ... 11

Metode Baermann ... 11

Pewarnaan Nematoda dalam Jaringan Akar ... 11

Penghitungan Nematoda ... 12

(9)

Analisis Mikroorganisme Tanah ... 12

Analisis Data ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24

(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman

Teks

1. Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam

akar ... 14

2. Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam

tanah hasil sentrifugasi-flotasi pada tahun kedua ... 16

3. Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam

tanah hasil ekstraksi Baermann pada tahun kedua ... 16

4. Pengaruh perlakuan PHT terhadap kejadian penyakit (KP) dan

produksi buah segar ... 18

5. Pengaruh perlakuan PHT terhadap keragaman populasi

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

Teks

1. Rotylenchulus reniformis (a) pradewasa (b) bentuk kepala dan stilet

(c) bentuk ekor (mikroskop cahaya perbesaran 400 x) ... 14

2. Pengaruh perlakuan PHT terhadap perkembangan populasi R.

reniformis dalam akar ... 15

3. Pengaruh perlakuan PHT terhadap perkembangan populasi R.

reniformis dalam tanah ... 16

4. Pengaruh perlakuan PHT terhadap kejadian penyakit pada tahun

kedua ... 18

5. Pertanaman nanas pada petak (a) PHT, (b) BBV, dan (c)

konvensional ... 20

6. Koloni mikroorganisme pada media NA (a), TSA (b), dan Martin

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

Teks

1. Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam akar nanas ... 14 2. Hasil analisi ragam populasi R. reniformis dalam tanah dengan

sentrifugasi-flotasi tahun pertama tanam ... 16 3. Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah dengan

sentrifugasi-flotasi tahun kedua tanam ... 16 4. Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah ekstraksi

dengan Baermann tahun kedua tanam ... 16 5. Hasil analisis ragam produksi buah segar nanas ... 17

6. Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu nanas tahun pertama

tanam ... 18 7. Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu nanas tahun ke dua

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nanas (Ananas comosus L. Merr) sudah banyak dibudidayakan secara komersil. Buah nanas banyak diminati baik sebagai buah segar maupun makanan olahan. Produk olahan buah nanas dapat berupa sari buah, selai, manisan, asinan, dan keripik. Selain itu daun nanas yang mengandung serat tinggi dapat digunakan sebagai bahan baku pakaian.

Permintaan akan buah yang semakin meningkat mendorong meluasnya budidaya nanas. Budidaya nanas tidak lepas dari gangguan hama dan penyakit. Beberapa hama yang merusak adalah semut dan kutu putih. Penyakit yang paling merugikan saat ini adalah penyakit layu nanas yang disebabkan oleh

Rotylenchulus reniformis yang dapat meningkatkan keparahan layu Mealybug Wilt Pineapple (MWP). Munculnya layu MWP disebabkan oleh Pineapple mealybug wilt-associated virus (PMWaV). Layu MWP hampir membinasakan industri nanas di Hawaii pada awal 1900 (Sipes et al. 2002).

Pengendalian nematoda dengan menggunakan nematisida kimia sintetik masih memegang peranan yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena cara-cara pengendalian lain belum mampu memberikan hasil yang memuaskan. Di luar negeri, pengendalian R. reniformis yang pernah dilakukan antara lain pengendalian pra-tanam dengan fumigasi. Pengendalian Meloydogyne javanica

dan R. reniformis di Hawaii berhasil dilakukan menggunakan 1,3-dichloropropene atau methyl bromide (CABI 2003).

(14)

pengembangan PHT pengendalian nematoda harus dilaksanakan berdasarkan wawasan lingkungan. Oleh karena itu strategi pengendalian nematoda harus didasarkan pada konsep pengendalian yang tepat berdasarkan pertimbangan kelayakan teknologi, ekologi, ekonomi, dan sosial budaya.

Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh PHT nanas terhadap perkembangan populasi R. reniformis dan kaitannya dengan kejadian penyakit layu nanas serta produksi buah segar.

Manfaat

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Nematoda Parasit pada Tanaman Nanas

Spesies nematoda parasitik tumbuhan yang terpenting pada produksi nanas ialah nematoda puru akar Meloydogyne javanica, M. incognita, nematoda bentuk ginjal R. reniformis, dan nematoda luka akar Pratylenchus brachyurus (Caswell et al. 1993). Nematoda puru akar menyebabkan bengkak pada akar dengan ukuran dan bentuk yang beragam, tergantung pada spesies dan kepadatan nematoda dalam puru tersebut. Nematoda luka akar P. brachyurus merupakan nematoda endoparasit berpindah yang dapat menyebabkan penghambatan akar dan nekrosis (CABI 2003).

Rotylenchulus reniformis

Nematoda bentuk ginjal, R. reniformis menyebar luas di seluruh daerah tropis dan sub-tropis, dan merupakan parasit obligat pada berbagai tanaman pertanian (Kinloch 1998). Rotylenchulus reniformis menyukai tanah bertekstur baik dan populasi terbesar berada pada kedalaman 0 sampai 15 cm (Westphal et al. 2003). Populasi yang sangat tinggi dari R. reniformis dapat berkembang pada berbagai jenis tanaman inang, antara lain kapas, jagung. teh, kacang panjang, tanaman berpolong, nanas, kedelai, dan ubi jalar (Dropkin 1992). Nematoda R. reniformis mengurangi hasil tanaman dan menghancurkan ratoon crop pertama pada pertanaman nanas di Hawaii ( Sipes et al. 2002).

Klasifikasi

Rotylenchulus reniformis termasuk dalam ordo Tylenchida, sub-ordo Tylenchina, super famili Tylenchidea, famili Hoplolaimidae, sub-famili Rotylenchulinae (Dropkin 1989).

Morfologi

(16)

Esofagusnya mempunyai median bulbus yang tumbuh baik berikut kelep-kelepnya; lubang saluran kelenjar esofagus dorsal terdapat pada bagian posterior basal stilet (0,6-1,9 kali panjang stilet); kelenjarnya tumbuh baik dan bagian lateralnya yang panjang menjorok ke daerah usus. Vulvanya terdapat di daerah posterior tubuhnya (V = 58-72%); bibir vulvanya tidak menonjol. Mempunyai dua saluran genital, masing-masing melekuk dua kali. Ekornya berbentuk kerucut dan ujungnya tumpul (Luc et al. 1993)

Betina dewasa bertubuh gemuk, berbentuk seperti ginjal dan mempunyai vulva yang menonjol (Dropkin 1991). Bagian tubuh anterior tidak teratur (Luc et al. 1993). Ovarium menggulung (Thorne 1961). Nematoda jantan berbentuk cacing; kerangka kepala bersklerotin; stilet dan esofagus mereduksi (esofagus mempunyai median bulbus lemah dan tanpa kelep), tetapi tampak jelas, spikula melengkung, ekor runcing, dan bursa tidak mencapai ujung ekor. Juvenil mirip dengan nematoda betina pra-dewasa, tetapi lebih pendek, tanpa vulva dan saluran genital (Luc et al. 1993).

Biologi dan daur hidup

Nematoda bentuk ginjal adalah semi-endoparasit menetap dimana sepertiga tubuh bagian anterior masuk ke dalam akar inang sedangakan dua per tiga tubuh bagian posterior berada di luar akar. Nematoda R. reniformis tidak memiliki pembatas daerah infeksi sebagaimana nematoda puru akar. Daerah infeksi untuk nematoda bentuk ginjal tidak terbatas pada ujung akar, ia memarasit pada setiap titik sepanjang akar (Starr 1998).

Nematoda bentuk ginjal mempunyai daur hidup yang unik. Penetasan telur distimulasi oleh eksudat akar tanaman inang tertentu (Kahn 1985 dalam

(17)

gelatinus, yang kemudian dikeluarkan ke dalam tanah. Jantan seperti cacing tidak masuk ke dalam jaringan tanaman dan ditemukan mengumpul di dalam serta di sekitar kantung telur (Kinloch 1998). Seks rasio dari larva yang menetas sekitar 1 banding 1, tetapi di dalam tanah jumlah jantan biasanya lebih banyak dari pada betina muda (Thorne 1961).

Reproduksi R. reniformis adalah secara amfimiksis walaupun demikian beberapa populasi dari Jepang telah dilaporkan sebagai individu yang berkembang biak secara partenogenetik (Nakasono 1977, 1983 dalam Caswell et al. 1993). Sepanjang yang telah diketahui, nematoda parasitik yang jantan tidak pernah makan (Luc et al. 1993). Siklus hidup mencapai 3-4 minggu (Kalshoven 1981), dan beberapa generasi tumpang tindih dapat terjadi dalam satu musim pertumbuhan (Kinloch 1998).

Gejala penyakit

Berbeda dengan infeksi oleh nematoda puru akar, aka-akar primer tanaman nanas yang terinfeksi oleh R. reniformis tetap memanjang dan menambat baik di tanah, sehingga tanaman nanas masih tetap tegak berdiri dengan baik. Walaupun demikian infeksi oleh nematoda bentuk ginjal menghambat pembentukan akar sekunder dan sistem akar sangat lambat berkembang (Caswell

et al. 1993).

Di Hawaii, daun-daun tanaman yang terinfeksi kurang tegak daripada daun-daun tanaman yang sehat, berwarna kemerahan, dan tampak pertumbuhannya terhambat. Gejala pada daun sama seperti kekuranagn hara atau air. Serangan berat dapat menimbulkan tanaman rebah dan mati (Caswell et al. 1993).

Cara bertahan

Nematoda bentuk ginjal toleran terhadap suhu yang ekstrim dan dapat hidup dalam jangka waktu yang panjang tanpa inang. Populasi nematoda bentuk ginjal di Lousiana, Teksas, dan Poerto Riko dapat hidup selama 6 bulan tanpa inang pada suhu -5, -1, 4, dan 250 C (Heald et al. 1988).

(18)

telur atau stadium larva anhidrobiotik tergantung pada kelengasan tanah (Caswell

et al. 1993).

Penyakit Layu Nanas

Penyakit layu nanas pertama kali dilaporkan di Hawaii pada tahun 1990 (Barroto et al. 1998). Penyakit layu hampir mengancam industri nanas di Hawaii pada awal 1900 (Sipes et al. 2002). Pada awalnya, penyakit diduga disebabkan oleh keberdaaan toksin yang dihasilkan oleh kutu putih Dysmicoccus spp. pada saat makan (Carter 1973). Menurut Sether & Hu (2002a) partikel virus berhasil diisolasi dari tanaman nanas yang terserang layu di Hawaii, Australia, dan Cuba. Virus yang ditemukan dikenal dengan PineappleMealybug Wilt associated Virus

(PMWaV). Gejala awal adalah daun memerah, biasanya terdapat pada pinggir lahan. Gejala ini disebabkan terhambatnya pertumbuhan akar dan gagalnya sistem akar, tetapi gejala yang sama dapat ditimbulkan oleh kekeringan, kerusakan oleh nematoda, dan busuk akar (Rohrbach & Schmitt 2003). MWP hanya berkembang pada tanaman yang terekspos kutu putih. Jika salah satu PMWaV atau kutu putih tidak ada, MWP tidak akan berkembang (Sether & Hu 2002a). Menurut Sether et al. (2001) penyakit ini dicirikan oleh sebagian ujung yang mati, daun melengkung ke bawah, memerah, dan layu pada daun yang dapat menyebabkan kematian tanaman.

PMWaV dapat ditularkan oleh D. brevipes dan bahan perbanyakan vegetatif. Tunas-tunas yang digunakan sebagai bibit dapat menularkan PMWaV jika tanaman induk sebelumnya telah terinfeksi PMWaV. Virus ini merupakan virus yang kompleks, karena memiliki dua strain yaitu PMWaV-1 dan PMWaV-2.

Kedua strain virus dapat ditularkan oleh D. brevipes. Gejala infeksi PMWaV-2 akan muncul bila terdapat D. brevipes pada tanaman yang terinfeksi, sedangkan infeksi PMWaV-1 tidak menunjukkan gejala (Sether & Hu 2002a). Menurut Sether et al. (1998) tanaman yang terserang kutu putih yang berasal dari jaringan tanaman bebas PMWaV tetap tidak terinfeksi. Virus dapat dimusnahkan dengan hanya menanam bibit tanaman yang bebas virus (Sether et al. 2005).

(19)

crop menghasilkan pengurangan berat buah rata-rata 55% dibandingkan buah dari tanaman yang bebas PMWaV. Namun terlihat bahwa MWP yang terlambat pada siklus plant crop tidak mengurangi berat buah. Tanaman yang terserang MWP 14 bulan setelah tanam mengurangi produksi buah rata-rata 7% dari pada buah tanaman bebas PMWaV (Sether & Hu 2002b).

Infeksi PMWaV-2 biasanya lebih sedikit dibanding infeksi PMWaV-1 di Hawaii. Tanaman yang menunjukkan gejala MWP mudah menurunkan produksi buah dan propagul. Sebelumnya sudah dideteksi bahwa pengurangan jumlah produksi buah pada siklus ratoon dari tanaman terinfeksi PMWaV relatif lebih rendah dari pada tanaman bebas PMWaV (Sether et al. 2001).

Terdapat interaksi antara Rotylenchus reniformis dan penyakit Pineapple Mealybug Wilt associated Virus-1 (PMWaV-1) pada tanamana nanas. Pada

ratooncrop interaksi keduanya dapat menurunkan rata-rata produksi buah (Sipes et al. 2002). Menurut Nurmahayu (2008) nematoda yang paling dominan di pertanaman nanas adalah Pratylenchus dan Rotylenchulus. Pada stadia vegetatif, nematoda Rotylenchulus sudah berpengaruh terhadap tingkat keparahan penyakit layu MWP.

Pengendalian Hama Terpadu

Pengendalian hama terpadu, biasa disingkat PHT, adalah suatu pendekatan yang diusahakan untuk mengombinasikan semua metode yang ada dari perlindungan tanaman untuk menjaga kerusakan oleh penyakit atau hama di bawah ambang ekonomi, dengan sedikit biaya dan sedikit kerusakan terhadap ligkungan. Pengertian lain dari PHT adalah penggunaan secara bersamaan dari metode perlindungan tanaman yang ada (budidaya, biologi, kimia, dll) untuk mengontrol patogen atau hama (Lehmann-Danzinger 2003).

(20)

Penambahan bahan organik ke dalam tanah meningkatkan daya tanah menahan air dan kesuburan tanah, sehingga pertumbuhan tanaman meningkat dan tanaman lebih tahan terhadap serangan nematoda. Kegiatan musuh-musuh alami nematoda khususnya cendawan dan invertebrata predator terpacu, sementara senyawa kimia yang bersifat racun terhadap nematoda (seperti ammonia, nitrit, hidrogen sulfida dan asam-asam organik) di lepas ke dalam tanah selama proses dekomposisi (Sayre 1980 dalam Mustika 2005).

(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di pertanaman nanas milik petani di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat dan di Laboratorium Nematologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian dilakukan dari Maret sampai Agustus 2009.

Metode Penelitian

Percobaan PHT

Lahan percobaan seluas 1 Ha dibagi menjadi tiga petak masing-masing petak berukuran 3000 m2, kemudian tiap petak dibagi menjadi lima bedengan dengan ukuran masing-masing bedengan adalah 600 m2 dan jarak antar bedengan 1,2 meter. Setiap bedengan terdiri dari dua baris, setiap baris ditanami 55 tanaman nanas dengan jarak tanam 40-50 cm. Jumlah tanaman seluruhnya adalah 2 x 10 x 55 x 15 = 16.500 tanaman.

Perlakuan yang digunakan adalah :

1. KON = Sistem budidaya seperti yang dilakukan petani (Kontrol)

2. BBV = Sistem budidaya seperti yang dilakukan petani, tetapi menggunakan bibit tanaman nanas bebas virus

3. PHT = Sistem budidaya dengan menerapkan PHT (menggunakan bibit bebas virus, pembebasan lahan dari infestasi nematoda, penambahan bahan organik sebagai pupuk dan mulsa, dan perawatan tanaman yang baik).

(22)

Pengambilan Contoh

Contoh tanah dan akar nanas diambil pada tiap petak contoh. Sebagaimana dilaporkan peneliti sebelumnya bahwa nematoda R. reniformis

sudah mempengaruhi tingkat keparahan layu MWP, sehingga akar dan tanah yang diambil sebagai sampel berasal dari tanaman yang menunjukkan gejala layu. Contoh tanah dan akar nanas diambil 9 titik contoh masing-masing 3 tanaman pada baris ke-2, ke-5, dan ke-7. Contoh akar diperoleh dengan cara memotong bagian akar dari masing-masing tanaman. Contoh akar dan tanah diambil di daerah perakaran dengan kedalaman ± 10 cm dari permukaan tanah. Akar dan tanah yang telah diambil dimasukkan ke dalam kantong plastik, dimasukkan dalam boks, dijaga agar tidak mengalami kekeringan, dan dibawa ke laboratorium untuk diproses lebih lanjut.

Ekstraksi Nematoda dari Akar

Nematoda diekstraksi dengan menggunakan metode pengabutan. Akar tanaman yang diperoleh dari lapang dibersihkan dengan air dan dipotong-potong kurang lebih 1 cm dan ditimbang seberat 10 g. Akar yang telah dipotong kemudian disimpan di atas saringan kecil. Saringan diletakkan di atas corong dan corong tersebut diletakkan di atas gelas penampung nematoda. Pada bagian atas gelas tersebut terdapat lubang pembuangan air, agar air keluar melalui lubang tersebut sedangkan nematoda tetap berada pada dasar gelas penampung. Pengabutan air dibuat dengan nozel khusus. Suspensi nematoda yang didapat dari dalam jaringan tumbuhan yang dikumpulkan dalam gelas penampung disaring dengan menggunakan saringan 500 mesh dan dimasukkan ke dalam tabung koleksi nematoda. Metode pengabutan dilakukan selama tujuh hari, dan panen nematoda dilakukan tiap satu hari. Kemudian nematoda yang terkumpul siap untuk diidentifikasi di bawah mikroskop stereo dan mikroskop kompon.

Ekstraksi Nematoda dari Tanah

(23)

Metode sentrifugasi-foltasi. Tanah sebanyak 100 cm3 dicampur dengan air sehingga mencapai 800 ml dalam ember, campur lalu diaduk kencang dan dibiarkan mengendap selama 20 detik kemudian disaring dengan saringan kasar dan ditampung dalam ember lain. Hasilnya disaring kembali dengan menggunakan saringan kasar 50 mesh dan saringan halus 400 mesh. Dua saringan tersebut diletakkan bertumpuk dengan posisis saringan ukuran 50 mesh di atas dan ukuran 400 mesh di bawah. Partikel tanah dan nematoda yang tertinggal pada saringan 400 mesh dicuci dengan cara menyemprotkan air dari balik saringan. Partikel tanah dan nematoda tersebut dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse untuk dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 1700 rpm selama 5 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang, endapan tanah dan nematoda disuspensikan dengan larutan gula (50%) kemudian disentrifugasi kembali selama 30 detik. Supernatan disaring dengan saringan 500 mesh, lalu dibilas dan ditampung di dalam botol koleksi untuk diidentifikasi dan dihitung jumlahnya di bawah mikroskop stereo (Dropkin 1989).

Metode Baermann. Tanah sebanyak 25 g ditempatkan di atas saringan kecil yang dilapisi kertas saring. Saringan tersebut diletakkan tepat di atas gelas penampung yang berisi air lalu dibiarkan sekitar empat hari. Dasar saringan diusahakan menyentuh permukaan air di dalam gelas penampung sampai tanah tergenang. Suspensi yang terkumpul kemudian disaring menggunakan saringan 500 mesh dan dimasukkan dalam tabung koleksi nematoda. Nematoda dalam suspensi diamati dan dihitung di bawah mikroskop stereo.

Identifikasi Nematoda

Identifikasi nematoda berdasarkan ciri morfologi dilakukan dengan mengamati preparat nematoda di bawah mikroskop cahaya dan hasilnya dibandingkan dengan buku Plant Parasitic Nematodes : a Pictorial Key to Genera (May et al. 1996).

Penghitungan Nematoda

(24)

Pengamatan Kejadian Penyakit

Pengamatan kejadian penyakit layu nanas dilakukan pada setiap tanaman pada baris ke-2, ke-5, dan ke-7. Seluruh individu di dalam baris tersebut diamati jumlah tanaman yang terserang kemudian dihitung persentasi kejadian penyakit dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

KP = Kejadian Penyakit (%)

n = Jumlah tanaman yang terserang penyakit layu N = Populasi tanaman yang diamati

Analisis Mikroorganisme Tanah

Analisis mikroorganisme tanah dilakukan terhadap contoh tanah yang sama dari contoh untuk ekstraksi nematoda. Pengambilan contoh untuk analisis mikroorganisme tanah hanya dilakukakan 1 kali. Sampel tanah diambil sebanyak 5 g dan dicampur dengan 50 ml aquades steril dalam tabung erlenmeyer, kemudian diaduk sampai merata dengan shaker pada 100 rpm selama 24 jam, selanjutnya diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml aquades steril sehingga menjadi pengenceran 10-1, begitu seterusnya pengenceran berseri sampai diperoleh pengenceran 10-7. Pada pengenceran 10-2 sampai dengan 10-5 masing-masing diambil 0,1 ml kemudian disebar pada media nutrien agar (NA) dalam cawan petri yang berbeda dengan 2 ulangan dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 5 sampai 7 hari. Pengenceran 10-4, 10-5, dan 10-6 diambil 0,1 ml kemudian disebar pada media Martin Agar dalam cawan petri yang berbeda dengan 2 ulangan dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 5 sampai 7 hari. Selanjutnya suspensi pada pengenceran 10-6 dan 10-7 disebar sebanyak masing-masing 0,1 ml pada media TSA dalam cawan petri yang berbeda dan diinkubasikan selama 5 sampai 7 hari pada suhu ruang. Pengerjaan dilakukan secara aspetik di dalam

laminarflow.

Mikroorganisme yang tumbuh diamati jenis/kelompoknya dan dihitung jumlah koloninya. Perhitungan mikroorganisme dilakukan dengan metode hitung cawan. Populasi mikroba dihitung dengan menggunakan rumus:

n

N

(25)

Analisis Data

Data dianalisis dengan Statistical Analisis System (SAS) for Windows V.6.12 dan pembandingan nilai tengah dengan uji selang berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%.

Populasi Total =

Jumlah koloni

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Pengendalian Hama Terpadu dengan Populasi R. reniformis

Rotylenchulus yang ditemukan pada akar dan tanah adalah nematoda betina pradewasa dan juvenil. Betina pra-dewasa berbentuk seperti cacing, pada posisi istirahat tubuh melengkung sehingga berbentuk seperti huruf C, berukuran kecil (0,23-0,64 mm), bentuk kepala bulat sampai kerucut, stilet terlihat jelas, dan bentuk ekor meruncing (Gambar 1).

a b c

Gambar 1 Rotylenchulus reniformis (a) betina pradewasa (b) bentuk kepala dan stilet (c) bentuk ekor (mikroskop cahaya perbesaran 400x)

Pengaruh perbedaan teknik pengelolaan penyakit terhadap populasi R. reniformis dalam akar dapat dilihat pada Tabel 1. Populasi nematoda nyata lebih rendah pada petak PHT, tetapi tidak berbeda nyata dengan populasi nematoda pada petak BBV. Teknik budidaya nanas sudah berpengaruh terhadap populasi R. reniformis dalam akar nanas (P<0,05; Lampiran 1) setelah tahun ke-2.

Tabel 1 Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam akar Perlakuan Populasi rata-rata R. reniforrmis/10 g akar*

Konvensional 44,24a

BBV 14,08b

PHT 13,12b

*angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05)

Pengamatan dilakukan sejak umur tanaman berkisar 13 bulan dan selanjutnya dilakukan tiap sebulan sekali. Perubahan populasi R. reniformis

(27)

fluktuasi hanya terjadi pada pengamatan ke-4 tetapi menurun setelah pengamatan ke-5. Jumlah R. reniformis pada petak konvensional terus menurun sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca di lokasi penelitian, pada pengamatan ke-2 dan ke-4 bertepatan ada hujan pada bulan-bulan tersebut, sedangkan pada pengamatan ke-1 dan ke-3 cukup panas. Pada pengamatan ke-5 jumlah nematoda pada ketiga perlakuan tersebut sangat jauh menurun dari sebelumnya. Ini disebabkan kondisi lahan pada pengamatan ke-5 sangat kering. Akar yang diambil sebagai sampel juga sangat kering karena hujan tidak turun selama hampir satu bulan.

Gambar 2 Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam akar

Keberadaan nematoda di dalam tanah diekstraksi dengan dua metode yaitu metode sentrifugasi-flotasi dan metode modifikasi Baermann. Kedua hasil pengujian (Tabel 2 dan Tabel 3) menunjukkan bahwa populasi R. reniformis pada petak PHT berbeda nyata dengan petak konvensional, tetapi tidak berbeda nyata dengan petak BBV. Penambahan bahan organik (kotoran kambing) mampu menekan populasi R. reniformis. Menurut Kaplan & Noe (1993) dalam Duncan & Noling (1998), penambahan kompos kotoran ayam dan pupuk kandang lainnya ke dalam tanah mampu memicu pertumbuhan tanaman dan menekan populasi

(28)

Tabel 2 Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam tanah hasil sentrifugasi-flotasi pada tahun kedua

Perlakuan Populasi rata-rata R. reniforrmis/100 cm3 tanah*

Konvensional 42,25a

BBV 14,95b

PHT 12,80b

*angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05)

Tabel 3 Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam tanah hasil ektraksi Baermann pada tahun kedua

Perlakuan Populasi rata-rata R. reniforrmis/25 g tanah*

Konvensional 28,84a

BBV 12,04b

PHT 15,24b

*angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05)

Jumlah R. reniformis menurun dari tahun pertama ke tahun kedua (Gambar 3). Jumlah R. reniformis pada tahun pertama masih sangat tinggi, kemudian mengalami penurunan setelah tahun kedua pada semua perlakuan. Teknik pengendalian berpengaruh terhadap populasi nematoda bentuk ginjal di dalam tanah setelah tahun kedua tanam (P<0,05; Lampiran 3 dan Lampiran 4). Pada tahun pertama (Lampiran 2) menunjukkan belum ada pengaruh teknik budidaya nanas terhadap populasi R. reniformis (P>0,05). Diduga pada tahun pertama, tingkat reproduksi R. reniformis masih cukup tinggi. Kondisi akar yang masih muda masih sangat mampu menyediakan eksudat yang cukup untuk memicu reproduksi nematoda.

(29)

Hubungan Pengendalian Hama Terpadu dengan Produksi dan Kejadian Penyakit Layu Nanas

Berdasarkan hasil penelitian tahun pertama diketahui bahwa teknik pengelolaan penyakit terhadap tingkat produksi tidak terlalu berpengaruh P>0,05 (Lampiran 5). Petak-petak yang ditanami bibit sehat (BBV dan PHT) cenderung menghasilkan produksi buah lebih tinggi daripada petak yang ditanami bibit yang tidak terjamin kesehatannya (petak KON). Walaupun secara statistik tidak nyata, rata-rata produksi buah nanas per petak pada petak PHT lebih tinggi dari rata-rata produksi pada petak BBV, yaitu 2529 kg dibanding 2252 kg per petak, dan rata-rata produksi buah nanas pada petak BBV lebih tinggi dari rata-rata-rata-rata produksi petak konvensional sebesar 2022 kg per petak. Penelitian Sipes at al. (2002) menunjukkan bahwa dalam budidaya nanas, R. reniformis memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap total hasil berdasarkan beratnya. Pengaruh teknik pengendalian penyakit yang tidak nyata terhadap produksi buah pada penelitian ini diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat kejadian penyakit layu nanas pada saat penelitian ini dilaksanakan. Populasi R. reniformis pada penelitian ini juga tidak berbeda nyata pada semua teknik pengendalian. Teknik pengendalian menggunakan bibit sehat (bebas virus) baik dikombinasikan dengan penggunaan pupuk organik yang intensif. Menurut Bridge (1987) perbaikan tanah dengan penambahan bahan organik sudah diuji dengan maksud untuk mengendalikan nematoda di lahan, dan beberapa sudah menunjukkan peningkatan hasil dengan atau tanpa mengurangi populasi nematoda.

(30)
[image:30.595.113.510.156.227.2]

(Lampiran 6 dan Lampiran 7), berarti ada pengaruh teknik pengelolaan penyakit layu nanas terhadap kejadian penyakit di tahun pertama maupun tahun kedua. Tabel 4 Pengaruh perlakuan PHT terhadap kejadian penyakit (KP) layu nanas dan produksinya

Perlakuan KP tahun ke-1 (%)*

KP tahun ke-2

(%)* Produksi 2008* Konvensional 8,91a 44,64a 2022,2a

BBV 1,40b 39,89a 2252,9a

PHT 0,74b 24,11b 2529,1a

*angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (uji selang ganda Duncan α = 0,05)

[image:30.595.125.450.496.700.2]

Perubahan kejadian penyakit dari waktu ke waktu dapat dilihat pada gambar 4. Kejadian penyakit terus mengalami peningkatan dengan bertambannya umur tanaman. Perubahan yang sangat kontras juga dapat dilihat dari tahun pertama ke tahun kedua (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Damanik (2008) bahwa laju penyebaran penyakit dari tanaman nanas generasi pertama ke generasi kedua terus mengalami peningkatan. Ini disebabkan setelah selesai masa panen pertama, biasanya petani melakukan kegiatan sanitasi berupa pembersihan gulma dan pencabutan tanaman yang menunjukkan gejala layu sebagai persiapan memasuki masa panen kedua. Tanaman yang telah dicabut di buang di area sekitar pertanaman. Perilaku ini berpengaruh terhadap laju penyebaran penyakit.

(31)

Menurut Nurmahayu (2008) nematoda R. reniformis mempengaruhi tingkat keparahan layu penyakit MWP. Namun terdapat hubungan negatif antara kejadian penyakit dengan jumlah populasi R. reniformis. Kejadian penyakit terus meningkat tetapi populasi R. reniformis menurun. Sebagaimana dilaporkan oleh Sipes et al. (2002) bahwa kejadian penyakit PMWaV-1 tidak berkontribusi terhadap peningkatan populasi nematoda bentuk ginjal.

Kejadian penyakit di petak PHT menunjukkan kejadian penyakit yang lebih rendah dengan jumlah nematoda yang rendah pula. Berbeda dengan petak BBV dan konvensional, keduanya tidak berbeda nyata pada kejadian penyakit sedangkan jumlah populasi R. reniformis menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar keduanya. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan bahan organik yang lebih tinggi pada petak PHT dibanding dengan kedua petak lainnya. Dengan pengendalian terpadu selain populasi nematoda dapat ditekan, secara fisiologis tanaman tumbuh normal dan daya tahan terhadap serangan penyakit juga lebih tinggi, sehingga potensi produksi tanaman tersebut tercapai karena kebutuhan hara terpenuhi. Penambahan sisa tanaman atau kotoran hewan meningkatkan pertukaran ion-ion di tanah, pengikatan mikronutrisi membuatnya dapat diambil oleh tanaman, dan penambahan nitrogen yang tersedia. Tanaman yang tumbuh pada kondisi seperti itu akan sehat dan kemampuannya lebih baik dalam menghadapi serangan nematoda dibandingkan tanaman yang stres.

(32)

[image:32.595.115.512.85.218.2]

a b c

Gambar 5 Pertanaman nanas pada petak (a) PHT, (b) BBV, dan (c) konvensional

Keragaman Mikroorganisme Tanah

Disamping populasi R. Reniformis; kejadian penyakit; dan produksi, peubah lain yang diamati adalah jenis/keragaman mikroorganisme tanah. Mikroorganisme yang berhasil diisolasi dari contoh tanah pertanaman nanas adalah dari kelompok bakteri dan cendawan. Jumlah koloni total yang diperoleh dari contoh tanah dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Pengaruh perlakuan PHT terhadap keragaman populasi mikroorganisme tanah pada pertanaman nanas

Jenis media

Sistem budidaya

Populasi total

Bakteri (cfu/ml) Cendawan (cfu/ml)

NA

PHT 2,0 x 105 0

BBV 2,9 x 105 0

Konvensional 1,5 x 104 0

MA

PHT 0 4,0 x 105

BBV 0 4,0 x 105

Konvensional 0 5,0 x 105

TSA

PHT 1,2 x 108 0

BBV 1,4 x 108 0

Konvensional 1,7 x 108 0

[image:32.595.114.514.394.549.2]
(33)

belum dapat dipastikan jenis dan peranannya terhadap populasi nematoda karena tidak dilakukan identifikasi dan uji patogenesitas.

[image:33.595.115.509.134.263.2]

a b c

Gambar 6 Koloni mikroorganisme pada media (a) NA, (b) TSA, dan (c) Martin agar

Keragaman mikroorganisme tanah yang paling banyak berasal dari golongan bakteri. Menurut Wollum (1999) bakteri adalah mikroorganisme paling melimpah di dalam tanah, populasinya mencapai lebih dari seratus juta (108) per gram tanah. Selanjutnya diikuti oleh actinomysetes dan cendawan, dengan jumlah berturut-turut 106 sampai 107 dan 104 sampai 106 / g tanah. Ini terjadi karena bakteri memiliki kemampuan bertahan yang lebih baik terhadap kondisi lingkungan. Selain itu bakteri juga memiliki kompetisi yang lebih baik dari pada mikroorganisme lainnya.

(34)

Meskipun demikian pertumbuhan dan kondisi tanaman nanas di petak PHT lebih subur dibandingkan petak konvensional. Hal ini dapat disebabkan karena bahan organik pada tanah di petak PHT lebih banyak. Diduga unsur makro atau mikro yang dibutuhkan tanaman pada petak konvensional hanya dapat mencukupi keperluan mikroorganisme tanah tetapi tidak cukup untuk menyokong pertumbuhan tanaman yang memuaskan. Oleh karena itu, jumlah organisme yang dapat diisolasi dari tanah harus dipertimbangakan sebagai gambaran dan tidak digunakan langsung sebagai indeks kesuburan tanah.

Studi tentang hubungan antara nematoda dan bakteri sudah biasa dilakukan. Interaksi antara bakteri dan nematoda dapat berupa kompetisi, predasi, dan metabolit bakteri yang bersifat anatagonis terhadap nematoda. Produk yang berasal dari metabolisme bakteri menjangkau molekul kompleks sampai yang sederhana, sebagian yang ada di dalam tanah dapat bersifat toksik, antibiotik, atau sifat penghambatan yang lain terhadap nematoda parasit tanaman (Sayre & Starr 1988). Bakteri yang dapat menyebabkan sakit terhadap nematoda juga sudah banyak dilaporkan. Menurut Soesanto (2008) bakteri patogen nematoda yang paling banyak dikaji adalah dari genus Pasteuria, misalnya Pasteuria penetrans

(Thorne) Sayre & Starr. Bakteri ini telah banyak ditemukan menginfeksi sejumlah nematoda. Bakteri tidak menyerang organisme tanah lainnya dan merupakan parasit obligat paling khas terhadap nematoda. Spora bakteri menempel dan memenetrasi kutikula nematoda. Bakteri antagonis ini hidup sebagai parasit obligat pada nematoda Meloydogine spp.

(35)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengendalian hama terpadu (PHT) mampu menurunkan populasi R. reniformis pada nanas ratoon. Selain itu PHT juga dapat menekan kejadian penyakit dan meningkatkan produksi buah segar.

Jumlah mikroorganisme pada petak PHT secara umum tidak berbeda dengan petak BBV dan konvensional. Jumlah koloni bakteri lebih banyak dari pada cendawan.

Saran

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Borroto EG, Cintra M, Gonzales J, Borroto C. 1998. First report of a closterovirus-like particle associsted with pineapple plants (Ananas comosus

cv. Smooth Cayenne) affected with pineapple maelybug wilt in Cuba. Plant Disease 82:263.

[CABI] Central for Agriculutural and Biosciens International. 2003. Disease of Tropical Fruit Crops. USA: CAB International.

Carter W. 1973. Insect in Relation to Plant Disease. Newyork: John Wiley.

Caswell EP, Sarah JL, Apt AJ. 1993. Nematode parasites of pineapple. Di dalam: Luc M, Sikora RA, Bridge J. Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and Tropical Agriculture. UK: CAB International.

Damanik ES. 2008. Laju penyebaran penyakit layu nanas (Pineapple Maelybug Wilt) di pertanaman nanas (Ananas comosus (L.) Merr) di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dropkin VH. 1989. Introduction to Plant Nematology. Ed ke-2. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Dropkin VH. 1992. Pengantar Nematology Tumbuhan. Ed ke-2. Yogyakarta: UGM Press.

Duncan LW & Noling JW. 1998. Agricultural sustainability and nematode integrated pest management. Di dalam: Barker R, Pederson A, Windham L,

editor. Plant and Nematode Interactions. USA: Madison Wisconsin. hlm 251-287

Heald CM, Insrerra RN. 1988. Effect of temperature on infection and survival of

Rotylenchulud reniformis [abstrak]. Journal of Nematology 20:356-361..

http://fulltextt10.fcla.edu/DLData/SN/SN0022300X/0020_003/88_45.pdf

[18 Desember 2009]

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA Van Der, penerjemah. Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Kinloch RA. 1998. Soybean. Di dalam: Barker R, Pederson A, Windham L,

(37)

Lehmann-Danzinger H. 2003. Introduction to Integrated Pest Management of Plant Disease and Pest in the Tropics/subtropics. Ed ke-5. Goettingen: Pflanzenschutz university of Goettingen.

Luc M, Hunt DJ, Machon JE. 1993. Morphology, anatomy and biology of plant parasitic nematodes-a synopsis. Di dalam: Luc M, Sikora RA, Bridge J.

Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and Tropical Agriculture. UK: CAB International.

May WF, Mullin PG, Lyon HH, Leofflerk. 1996. Plant Parasitic Nematodes : A Pictorial Key to Genera. London: Cornell University Press.

Mustika I. 2005. Konsep dan strategi pengendalian nematoda parasit tanaman perkebunan di indonesia. Departemen Pertanian.

http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/upload.files/File/publikasi/perspektif/

Perspektif_vol_4_No_1_2_IkaMustika.pdf [11 Okt 2009]

Nurmahayu I. 2008. Hubungan nematoda parasit dengan tingkat keparahan layu MWP (Maelybug wilt pineapple) pada nanas (Ananas comosus L Merr) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sayre RM, Starr MP. 1988. Bacterial disease and antagonisms of nematodes. Di dalam: Poinar GO, Jansson HB, editor. Disease of Nematodes. US: CRC Press, Inc.

Sether DM, Hu JS. 2002a. Closterovirus infection and mealybug exposure are necessary for the development of mealybug wilt of pineapple disease. Phytopathology 92:z928-935. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf [17

Mar 2009]

Sether DM, Hu JS. 2002b. Yield impact and spread of Pineapple mealybug wilt associated virus-2 and mealybug wilt of pineapple in Hawaii. Plant Dis. 86:867-874. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf [17 Mar 2009]

Sether DM, Karasev AV, Okumura C, Arakawa C, Zee F, Kislan MM, Busto JL, Hu JS. 2001. Differentiation, distribution, and elimination of two different Pineapple mealybug wilt-associated viruses found in pineapple. Plant Dis. 85:856-864. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf[7 Okt 2009]

Sether DM, Melzer MJ, Busto J, Zee F, Hu JS. 2005. Diversity and mealybug transmissibility of ampeloviruses in pineapple. Plant Dis. 89:450-456.

http://ddr.nal.usda.gov/dspace/bitstream/10113/1505/1/IND43710657.pdf [7 Okt 2009]

Sether DM, Ullman DE, Hu JS. 1998. Transmission of pineapple mealybug wilt– associated virus by two species of mealybug (Dysmicoccus spp.) [abstrak]. Phytopathology 88:1224-1230. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf [9

(38)

Sipes BS, Sether DM, Hu JS. 2002. Interactions between Rotylenchus reniformis

and Pineapple mealybug wilt associated virus-1 in pineapple. Plant Dis. 86:933-938. http://apsjournals.apsnet.org/doi/pdf [17 Mar 2009]

Soesanto L. 2008. Pengantar Pengendalian hayati Penyakit Tanaman. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Starr JL. 1998. Cotton. Di dalam: Barker R, Pederson A, Windham L, editor.

Plant and Nematode Interactions. USA: Madison Wisconsin. hlm 317-333 Thorne G. 1961. Principle of Nematology. London: McGraw-Hill Company, Inc. Westphal A, Smart JR. 2003. Depth distribution of Rotylenchulus reniformis

under different tillage and crop sequence systems. Phytopathology 93:1182-1189.

(39)
(40)

Lampiran 1 Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam akar nanas Sumber Db JK KT F hitung Pr > F Perlakuan 2 121,71 60,86 11,68 0,0001 Kelompok 4 47,27 11,82 2,27 0,0708 Galat 68 354,41 5,21

Total 74 523,40

Lampiran 2 Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah dengan sentrifugasi-flotasi tahun pertama tanam

Sumber Db JK KT F hitung Pr > F Perlakuan 2 1,10 0,55 0,03 0,9673 Kelompok 4 100,24 25,06 1,52 0,2088 Galat 53 872,04 16,45

Total 59 973,37

Lampiran 3 Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah dengan sentrifugasi-flotasi tahun kedua tanam

Sumber Db JK KT F hitung Pr > F Perlakuan 2 81,99 40,99 10,19 0,0002 Kelompok 4 1,11 0,28 0,07 0,9910 Galat 53 114,82 4,02

Total 59 296,27

Lampiran 4 Hasil analisis ragam populasi R. reniformis dalam tanah ekstraksi dengan Baermann tahun kedua tanam

Sumber Db JK KT F hitung Pr > F Perlakuan 2 55,11 27,55 7,66 0.0010 Kelompok 4 11,19 2,80 0,78 0,5436 Galat 68 244,61 3,60

Total 74 310,91

Lampiran 5 Hasil analisis ragam produksi buah segar nanas

Sumber Db JK KT F hitung Pr > F Perlakuan 2 644017,24 322008,62 1,50 0,2801 Ulangan 4 503441,49 125860,37 0,59 0,6823 Galat 8 1719464,09 214933,01

Total 14 2866922,82

Lampiran 6 Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu nanas tahun pertama tanam

Sumber Db JK KT F hitung Pr > F Perlakuan 2 10,88 5,44 32,87 0,0001 Kelompok 4 0,19 0,05 0,29 0,8741 Galat 8 1,32 0,17

(41)

Lampiran 7 Hasil analisis ragam kejadian penyakit layu nanas tahun kedua tanam Sumber Db JK KT F hitung Pr > F Perlakuan 2 25,94 12,97 20,66 0,0001 Kelompok 4 26,05 6,51 10,37 0,0001 Galat 38 23,86 0,63

(42)

POPULASI Rotylenchulus reniformis DAN KEJADIAN

PENYAKIT LAYU PADA PETAK PENGENDALIAN HAMA

TERPADU NANAS (Ananas comosus) DI DESA BUNIHAYU,

KECAMATAN JALANCAGAK, KABUPATEN SUBANG,

JAWA BARAT

Mas Apri Yani Lubis

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(43)

ABSTRACK

MAS APRI YANI LUBIS, Population of Rotylenchulus reniformis and Incidence of Wilt Disease on Integrated Pest Management of Pineapple (Ananas comosus) Plot at Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Guidance by SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA.

Reniform nematodes (Rotylenchulus reniformis) was one of potential threat which able to decreasing the pineapple productivity. Moreover, existence of this reniform nematodes on pineapple planting was capable to increase pineapple wilt severity by infection of Pineapple Maelybug Wilt associated Virus

(PMWaV). The high demand for pineapple impelling better culture system which capable to reduce damage caused by pineapple wilt disease. This research was established to determine the influence of integrated pest management (IPM) system on pineapple planting against population growth of R. reniformis, pineapple wilt disease incidence, and production of fresh fruit. There were three culture system conducted in this study, 1) conventional, appropriate the local culture (KON), 2) using virus-free seed (BBV), and 3) integrated pest management, mixed with virus-free seed, good cultivation, organic and synthetic fertilizer application, and nematicide (PHT). In the first year in IPM system was not giving impact to R. reniformis population (P>0,05), otherwise in second year this system could reduce the reniformis nematodes significantly (P<0,05). Application of IPM was also capable to decrease disease incidence rate (P<0,05). The number of total colony of isolated soil-infested microorganism, especially bacteria and fungi, from IPM plot was not significantly different both from conventional and BBV.

ABSTRAK

MAS APRI YANI LUBIS, Populasi Rotylenchulus reniformis dan Kejadian Penyakit Layu pada Petak Pengendalian Hama Terpadu Nanas (Ananas comosus) di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Dibimbing oleh SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA.

(44)
(45)

POPULASI Rotylenchulus reniformis DAN KEJADIAN

PENYAKIT LAYU PADA PETAK PENGENDALIAN HAMA

TERPADU NANAS (Ananas comosus) DI DESA BUNIHAYU,

KECAMATAN JALANCAGAK, KABUPATEN SUBANG,

JAWA BARAT

Mas Apri Yani Lubis

A34050009

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

(46)

HALAMAN PENGESAHAN

Disetujui

Pembimbing 1

Dr. Ir. Supramana, M.Si. 19620618 198911 1 001

Pembimbing 2

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. 19620607 198703 1 003

Diketahui

Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Dadang, M.Sc. 19640204 199002 1 002

Tanggal lulus:

POPULASI Rotylenchulus reniformis DAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU PADA PETAK PENGENDALIAN HAMA TERPADU NANAS (Ananas comosus) DI DESA BUNIHAYU, KECAMATAN JALAN CAGAK, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT

Judul :

Nama : NRP :

(47)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Panyabungan, 11 April 1987, dari pasangan Sofyan Sori Lubis dan Siti Masrah Nasution. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

(48)

PRAKATA

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT untuk setiap petunjuk dan kemudahan yang senantiasa diberikan-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Populasi Rotylenchulus reniformis dan Kejadian Penyakit Layu pada Petak Pengendalian Hama Terpadu Nanas (Ananas comosus) di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Muhammad saw yang merupakan suri tauladan yang baik bagi umat manusia. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui peran pengendalian hama terpadu terhadap populasi nematoda bentuk ginjal di pertanaman nanas dan semoga hasilnya dapat menjadi salah satu dasar dalam pengambilan keputusan pengendaliannya di lapangan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Supramana, M.Si. dan Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. sebagai dosen pembimbing tugas akhir atas bimbingan, dukungan, dan semangat bagi penulis. Terima kasih kepada Dra. Dewi Sartiami, M.Si. sebagai dosen penguji dalam sidang skripsi atas saran dan kritik yang diberikan untuk kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih juga kepada Bapak Haji Odon, petani nanas Desa Bunihayu. Terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua yang telah mengasuh, membimbing, mendukung, dan mendoakan penulis.

Rasa terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Gatut Heru Bromo dan Bapak Cece atas bantuan, dukungan, dan semangat yang diberikan. Terimaksih juga kepada Mira, Dede, Pipit, Bruce, Huda, Ade, Dila, Fitri, Dora, Mela, Rizqa, Lulu, Wiwin, Duma, Nisa, Rosma, Bontor, Yoki, dan Ismed Hasibuan atas bantuan dan dukunganya.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaannya. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua.

Bogor, 13 Oktober 2009

(49)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Nematoda Parasit pada Tanaman Nanas ... 3

Rotylenchulus reniformis ... 3

Klasifikasi ... 3

Morfologi ... 3

Biologi dan daur hidup ... 4

Gejala penyakit ... 5

Cara bertahan ... 5

Penyakit Layu Nanas ... 6

Pengendalian Hama Terpadu ... 7

BAHAN DAN METODE ... 9

Tempat dan Waktu ... 9

Metode Penelitian ... 9

Percobaan PHT ... 9

Pengambilan Contoh ... 10

Ekstraksi Nematoda dari Akar ... 10

Ekstraksi Nematoda dari Tanah ... 10

Metode sentrifugasi-flotasi ... 11

Metode Baermann ... 11

Pewarnaan Nematoda dalam Jaringan Akar ... 11

Penghitungan Nematoda ... 12

(50)

Analisis Mikroorganisme Tanah ... 12

Analisis Data ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24

(51)

DAFTAR TABEL

No Halaman

Teks

1. Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam

akar ... 14

2. Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam

tanah hasil sentrifugasi-flotasi pada tahun kedua ... 16

3. Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam

tanah hasil ekstraksi Baermann pada tahun kedua ... 16

4. Pengaruh perlakuan PHT terhadap kejadian penyakit (KP) dan

produksi buah segar ... 18

5. Pengaruh perlakuan PHT terhadap keragaman populasi

Gambar

Gambar 1  Rotylenchulus reniformis (a) betina pradewasa (b) bentuk kepala dan
Gambar 2  Pengaruh perlakuan PHT terhadap populasi R. reniformis dalam akar
Gambar 4  Pengaruh perlakuan PHT terhadap kejadian penyakit tahun kedua
Gambar 5  Pertanaman nanas pada petak (a) PHT, (b) BBV, dan (c) konvensional
+2

Referensi

Dokumen terkait

Nur Dhuha Wisata (Mabrur Mandiri Tour and Travel Umroh dan Haji Surabaya) 12 Februari 2018.. Dampak positif bagi jamaah, pegawai dapat memberikan pelayanan yang

pemasaran, perusahaan berdiri selama lima tahun akan tetapi perusahaan tersebut telah memiliki beberapa cabang, antara lain: Surabaya dan Mojokerto. Panglima Ekspres

Visual Network Description (VND) adalah sebuah graphical user interface untuk perancangan skenario jaringan SDN. VND mendukung perancangan topologi jaringan dengan berbagai

Pembangunan Perdesaan Pengembangan desa tertinggal Pembangunan kaw transmigrasi baru di daerah tertinggal dan perbatasan Pengembangan desa potensial Pengembangan kawasan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kinerja keuangan, pertumbuhan potensial, ukuran perusahaan, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan cash

Pada pengujian ini digunakan metode difusi kertas cakram, kertas cakram dicelupkan ke dalam ekstrak daun sirih merah steril selama 15 menit kemudian dikeringkan

1) Tanaman obat yang dibudidayakan secara luas dan masih terkendala oleh serangan hama dan penyakit, seperti jahe, maka prioritas penelitian difokuskan pada

Gambar 3 Kadar oksigen terlarut pada media pemeliharaan udang galah dan ikan tambakan dengan perlakuan padat tebar GH15TB35 dan GH15TB70 Amonia.. Kadar amonia pada perlakuan