• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Waktu Vaksinasi Avian Influenza Terhadap Performa Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Waktu Vaksinasi Avian Influenza Terhadap Performa Ayam Broiler"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

MEGA SARY SEPTYANINGRUM.. The Influence of Avian Influenza

Vaccination Time Against Broiler Performance. Under direction of Drh.Trioso Purnawarman, M.Si and Drh. Chaerul Basri, M. Epid.

The study aimed to determine the influence of Avian Influenza (AI) vaccination time in broiler performance. 1500 day old chick (DOC) were divided into five groups which consisted 300 DOC each group. Each group got the same treatment, a thing that distinguished a group to other groups was the AI vaccination’s time program. Each group was treated by AI vaccination on the 1st

day, 7th day, 10th day and 14th day, meanwhile the other ones was used as control which was not treated by AI vaccination. The type of vaccine used was inactive vaccine which injected via subcutaneous. Broilers’ body weight, feed consumption and mortality were recorded weekly, collected data were used to calculate the feed conversion ratio (FCR) and index performance (IP) in each treated group. The results of this study showed that broilers’ body weight, mortality rate, FCR and IP in the group which treated by AI vaccination on the 14th days old age had given the better result compared to other groups.

(2)

RINGKASAN

MEGA SARY SEPTYANINGRUM. Pengaruh Waktu Vaksinasi Avian Influenza pada Performa Ayam Broiler. Dibimbing oleh Drh. Trioso Purnawarman, MSi dan Drh. Chaerul Basri, M.Epid.

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemberian vaksinasi AI terhadap performa ayam broiler. Sebanyak 1500 ekor day old chick (DOC) dibagi kedalam 5 kelompok yang masing-masing berjumlah 300 ekor. Tiap kelompok mendapatkan perlakuan yang sama, yang membedakan dari masing-masing kelompok adalah waktu vaksinasi AI. Masing-masing kelompok perlakuan diberikan vaksin AI pada hari ke-1, hari ke-7, hari ke-10, hari ke-14 dan kelompok terakhir yang tidak diberikan vaksin AI bertindak sebagai kontrol. Vaksin yang diberikan adalah vaksin inaktif yang diberikan melalui penyuntikan pada bagian subkutan. Setiap minggu dicatat bobot badan ayam, konsumsi pakan dan jumlah ayam yang mati, yang selanjutnya digunakan untuk menghitung FCR (feed conversion rate)/RKP (rasio konversi pakan) dan IP (indeks performa) ayam pada masing-masing kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot badan, angka kematian, RKP dan IP pada kelompok yang diberikan vaksin AI pada umur 14 hari memberikan hasil yang lebih baik dibanding kelompok yang lain.

(3)

PENGARUH WAKTU VAKSINASI

AVIAN INFLUENZA

TERHADAPPERFORMA AYAM BROILER

MEGA SARY SEPTYANINGRUM

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengaruh Waktu Vaksinasi Avian Influenza Terhadap Performa Ayam Broiler adalah karya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2010

(5)

ABSTRACT

MEGA SARY SEPTYANINGRUM.. The Influence of Avian Influenza

Vaccination Time Against Broiler Performance. Under direction of Drh.Trioso Purnawarman, M.Si and Drh. Chaerul Basri, M. Epid.

The study aimed to determine the influence of Avian Influenza (AI) vaccination time in broiler performance. 1500 day old chick (DOC) were divided into five groups which consisted 300 DOC each group. Each group got the same treatment, a thing that distinguished a group to other groups was the AI vaccination’s time program. Each group was treated by AI vaccination on the 1st

day, 7th day, 10th day and 14th day, meanwhile the other ones was used as control which was not treated by AI vaccination. The type of vaccine used was inactive vaccine which injected via subcutaneous. Broilers’ body weight, feed consumption and mortality were recorded weekly, collected data were used to calculate the feed conversion ratio (FCR) and index performance (IP) in each treated group. The results of this study showed that broilers’ body weight, mortality rate, FCR and IP in the group which treated by AI vaccination on the 14th days old age had given the better result compared to other groups.

(6)

RINGKASAN

MEGA SARY SEPTYANINGRUM. Pengaruh Waktu Vaksinasi Avian Influenza pada Performa Ayam Broiler. Dibimbing oleh Drh. Trioso Purnawarman, MSi dan Drh. Chaerul Basri, M.Epid.

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemberian vaksinasi AI terhadap performa ayam broiler. Sebanyak 1500 ekor day old chick (DOC) dibagi kedalam 5 kelompok yang masing-masing berjumlah 300 ekor. Tiap kelompok mendapatkan perlakuan yang sama, yang membedakan dari masing-masing kelompok adalah waktu vaksinasi AI. Masing-masing kelompok perlakuan diberikan vaksin AI pada hari ke-1, hari ke-7, hari ke-10, hari ke-14 dan kelompok terakhir yang tidak diberikan vaksin AI bertindak sebagai kontrol. Vaksin yang diberikan adalah vaksin inaktif yang diberikan melalui penyuntikan pada bagian subkutan. Setiap minggu dicatat bobot badan ayam, konsumsi pakan dan jumlah ayam yang mati, yang selanjutnya digunakan untuk menghitung FCR (feed conversion rate)/RKP (rasio konversi pakan) dan IP (indeks performa) ayam pada masing-masing kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot badan, angka kematian, RKP dan IP pada kelompok yang diberikan vaksin AI pada umur 14 hari memberikan hasil yang lebih baik dibanding kelompok yang lain.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

PENGARUH WAKTU VAKSINASI

AVIAN INFLUENZA

TERHADAP PERFORMA AYAM BROILER

MEGA SARY SEPTYANINGRUM

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Waktu Vaksinasi Avian Influenza Terhadap Performa Ayam Broiler

Nama Mahasiswa : Mega Sary Septyaningrum

NIM : B04060851

Program Studi : Kedokteran Hewan

Di setujui oleh,

Pembimbing I Pembimbing II

Drh.Trioso Purnawarman, MSi. Drh. Chaerul Basri, M.Epid NIP : 19621005 198803 1 003 NIP : 19770525 200501 1 002

Diketahui,

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Nastiti Kusumorini NIP : 19621205 198703 2 001

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas akhir kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan September 2008 hingga Januari 2009 ini adalah Pengaruh Waktu Vaksinasi Avian Influenza Terhadap Performa Ayam Broiler.

Ucapan terima kasih penulis disampaikan pada :

1. Drh.Trioso Purnawarman, M.Si dan Drh. Chaerul Basri, M.Epid sebagai dosen pembimbing skripsi.

2. Drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D sebagai dosen pembimbing akademik

3. CIVAS (Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies) dan IDP Project (Indonesian Dutch Partnership) yang dikelola oleh Wageningen UR yang telah mendanai penelitian ini.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Oktober 2010

(11)

RIWAYAT HIDUP

Mega Sary Septyaningrum lahir di Bogor pada tanggal 2 September 1988 dari Ayah Oji Junaedi Anwar dan Ibu Sri Winarningsih. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2000 di SDN 04 Citeureup Kabupaten Bogor, selanjutnya menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN 01 Citeureup kabupaten Bogor. Pendidikan menengah atas diselesaikan di SMAN 01 Cibinong Kabupaten Bogor pada tahun 2006. Selanjutnya Penulis masuk Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI IPB pada tahun 2005.

Penulis pernah menjadi Sekretaris Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Satwaliar FKH IPB periode 2007-2008, kepala bidang kesejahteraan anggota pada HIMPRO SATLI dan ketua KOMUNITAS SENI STERIL periode 2008-2009.

(12)

DAFTAR ISI

2.4. Pengaruh Vaksinasi terhadap Performa Ayam Broiler ... 8

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rancangan Percobaan ... 14 2. Rata-Rata Persentase Daya Hidup Ayam Pedaging

per Minggu ... 16 3. Total Konsumsi Pakan Ayam per Minggu ... 18 4. Rata – Rata Bobot Badan Ayam Pedaging per Minggu ... 18 5. Rasio Konversi Pakan (RKP) Ayam Broiler per Kelompok

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan

Ayam Broiler ... 5

2. Teknik Menimbang Ayam Broiler ... 15

3. Grafik Rata-rata Persentase Daya Hidup Ayam Broiler ... 16

4. Grafik Bobot Badan Ayam Broiler selama Tujuh Minggu ... 19

5. Grafik Rasio Konversi Pakan (RKP) Ayam Broiler

selama Tujuh Minggu ... 22

(15)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat menyebabkan kebutuhan pangan asal hewan sebagai sumber protein hewani juga mengalami peningkatan. Peningkatan kebutuhan tersebut harus dipenuhi dengan peningkatan penyediaan sumber protein hewani yang meliputi daging, telur dan susu. Salah satu bahan pangan yang penting adalah daging. Daging yang sering dikosumsi oleh masyarakat adalah daging ayam, hal ini dikarenakan daging ayam memiliki kualitas protein yang tinggi dan rendah lemak (Scanes et al. 1992). Harga daging ayampun relatif terjangkau dibandingkan dengan daging lainnya dan daging ayam cukup mudah diolah menjadi produk olahan bernilai tinggi. Selain itu daging ayam dapat dikonsumsi oleh semua jenis golongan budaya dan agama, seperti India yang mengharamkan mengkonsumsi daging sapi serta agama Islam dan Yahudi yang mengharamkan mengkonsumsi daging babi (Scanes et al. 1992).

Peningkatan permintaan daging ayam di masyarakat ini membuat para ahli genetik menciptakan ayam yang pertumbuhannya cepat dan mempunyai konversi pakan yang cukup efisien (Amrullah 2004). Ayam ras pedaging yang merupakan hasil rekayasa genetika dengan cara menyilangkan sekelompok ayam dalam satu keluarga. Keturunan ayam yang memiliki pertumbuhan cepat dipilih untuk dilakukan seleksi lagi, lalu ayam yang telah diseleksi tersebut dikawinkan sesamanya dan demikian seterusnya hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh yang disebut ayam pedaging. Ayam ini mampu membentuk 1 kg daging atau lebih hanya dalam waktu 30 hari (Amrullah 2004). Namun di sisi lain, rekayasa genetik tersebut menyebabkan ayam menjadi lebih mudah stres dan mudah terserang penyakit. Usaha pencegahan, pengobatan penyakit, dan peningkatan kekebalan tubuh untuk stimulasi pembentukan antibodi sangat diperlukan sehingga dapat meningkatkan kesehatan ayam.

(16)

menular pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza tipe A subtype H5N1. Virus AI termasuk dalam famili orthomyxoviridae dan merupakan virus segmented negatif-sense RNA. Virus ini dikelompokkan menjadi 5 genera, yaitu influenza tipe A, B, C, Isavirus, dan Thogotovirus. Virus influenza tipe A sangat penting dalam menginfeksi unggas dan mamalia dibandingkan dengan virus influenza tipe yang lainnya (Suarez dan David 2008). Virus AI dapat menginfeksi spesies unggas domestik dan liar (termasuk kedalamnya yaitu ayam, kalkun, bebek dan burung merak).

Manifestasi klinis pada ayam dimulai dari infeksi yang bersifat asimptomatik sampai yang bersifat fatal. Virus AI yang termasuk Highly Pathogenic memiliki kemampuan virulensi yang tinggi dan seringkali menyebabkan kematian hingga 100% pada kandang yang terinfeksi (CIDRAP 2008). Hal ini dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi para peternak. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah efektif untuk mencegah adanya kerugian.

Langkah utama peternak untuk meredam wabah tersebut adalah dengan menerapkan sembilan strategi pencegahan yang dikenal dengan sembilan strategi. Kesembilan strategi tersebut meliputi peningkatan biosekuriti, program vaksinasi, depopulasi (pemusnahan terbatas) di daerah tertular, pengendalian lalu lintas unggas, produk dan limbahnya, surveillance dan penelusuran penyebaran AI, pengisian kandang kembali, stamping out (pemusnahan menyeluruh di daerah tertular), monitoring dan evaluasi. Program vaksinasi dilakukan atas dasar pertimbangan tingkat kejadian penyakit atau untuk mengantisipasi mengganasnya agen penyebab penyakit tertentu di suatu lokasi peternakan. Selain itu diperlukan biosekuriti yang ketat serta tata laksana peternakan yang tepat untuk mencegah serangan virus AI (Ditjenak 2006).

(17)

ayam asal induk dengan antigen dalam vaksin (Weaver 2002). Vaksinasi yang digunakan pada pencegahan penyakit AI yaitu vaksin inaktif.

Jumlah konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan menjadi tolok ukur keberhasilan peternakan. Tingkat konversi pakan yang rendah berarti mencerminkan keberhasilan peternakan itu, dan sebaliknya feed conversion ratio (FCR)/rasio konversi pakan (RKP) yang tinggi berarti keberhasilannya rendah (Jahja et al. 2000). Konversi pakan mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas terhadap pertumbuhan bobot badan. Selain RKP, parameter lain yang dapat mengukur keberhasilan peternakan yaitu indeks performa (IP). Besaran IP dipengaruhi oleh bobot badan, persentase daya hidup, RKP dan umur panen rata-rata (Fadilah 2009).

Pemberian vaksin atau pemasukan agen patogen yang dilemahkan mampu memberikan pengaruh stres bagi hewan yang divaksinasi. Efek respon stres dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan pada ayam karena respon stres ini akan meningkatkan suhu tubuh ayam sehingga panas yang dibutuhkan untuk menjaga panas tubuh berkurang dan ayam akan mengurangi konsumsi pakannya (Amrullah 2004). Kondisi ini dapat mempengaruhi nilai IP yang menunjukkan baik atau buruknya performa ayam pada saat dipanen.

Waktu pemberian vaksin dapat mempengaruhi kondisi ayam broiler dan dapat mempengaruhi keberhasilan tingkat produksi pada masa panen. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui waktu yang terbaik untuk melakukan vaksinasi khususnya AI pada ayam broiler.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu vaksinasi Avian Influenza terhadap performa ayam broiler.

1.3. Manfaat Penelitian

(18)

1.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini :

H0 = Tidak ada pengaruh waktu vaksinasi Avian Influenza terhadap performa ayam broiler

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peternakan Ayam Broiler

Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam (Amrullah 2003). Data perkembangan pertumbuhan memperlihatkan bahwa ayam broiler tumbuh jauh lebih cepat dibandingkan dengan nenek moyangnya. Ayam ini akan tumbuh 40-50 kali dari bobot awalnya dalam kurun waktu 6-7 minggu. Broiler tumbuh sebanyak 50-70 gram per hari pada minggu-minggu terakhir (Amrullah 2004).

Sentra peternakan ayam telah dikembangkan sangat pesat di setiap negara (Sosroamidjoyo et al.1990). Usaha ternak ayam pedaging di Indonesia dapat dijumpai hampir di setiap propinsi. Adanya berbagai macam strain ayam ras pedaging yang telah berada di pasaran, peternak dapat dengan mudah dalam menentukan pilihannya. Semua jenis strain yang telah ada di pasaran memiliki daya produktifitas relatif sama. Apabila terdapat perbedaan, perbedaan tersebut tidak mencolok atau sangat kecil sekali.

Sebelum usaha beternak dimulai, seorang peternak wajib memahami 3 (tiga) unsur produksi yaitu manajemen (pengelolaan usaha peternakan), breeding (pembibitan) dan feeding (pakan ternak) (Akoso 1998). Manajemen perkandangan pada peternakan ayam broiler dapat dilihat pada Gambar 1.

(20)

2.2. Pengukuran Performa Ayam Broiler

Salah satu parameter keberhasilan pemeliharaan ayam broiler yaitu penghitungan Indeks Performa (IP) (Suprijatna et al. 2008). IP merupakan nilai yang menunjukkan seberapa besar kinerja ayam pedaging. Menurut Infovet (2007), pencapaian kinerja pemeliharaan ayam broiler yang utama dilakukan melalui pengukuran 5 (lima) parameter, yaitu :

1) Pencapaian bobot badan atau Body Weight (BW)

2) Tingkat konsumsi pakan atau Feed Coversion Ratio (FCR); 3) Rata-rata Umur atau Age saat dipanen (A/U);

4) Tingkat kematian atau Mortality (M);

5) Nilai Produksi (NP)/Index Performance (IP).

Pengukuran dan penilaian kelima parameter kinerja pemeliharaan mencerminkan kualitas pemeliharaan ayam broiler. Pengukuran dan penilaian ini sangat berguna bagi peternak dan perusahaan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan produksi pemeliharaan ayam broiler dari suatu peternakan yang dikelola, dibandingkan dengan standar yang diterapkan oleh perusahaan.

2.3. Kejadian penyakit Avian Influenza pada Ayam Broiler

Avian Influenza (AI) adalah penyakit menular pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Virus AI termasuk dalam famili orthomyxoviridae dan merupakan virus segmented negatif-sense RNA. Virus ini dikelompokkan menjadi 5 genera, yaitu influenza tipe A, B, C, Isavirus, dan thogotovirus. Virus influenza tipe A sangat penting dalam menginfeksi unggas dan mamalia dibandingkan dengan virus influenza tipe yang lainnya. Virus influenza tipe B dan C merupakan virus yang patogen bagi manusia dan jarang menginfeksi spesies yang lain. Kelompok Isavirus merupakan virus influenza yang menyerang ikan atau sangat patogen bagi ikan dan merupakan Infectious salmon anemia virus. Thogotovirus merupakan arbovirus yang dapat diisolasi dari manusia dan peternakan (Suarez dan David 2008).

(21)

struktur protein dan 2 struktur nonprotein) yaitu 3 transkriptase (PB2, PB1 dan PA), 2 lapisan Glycoprotein (Haemaglutinin/HA dan Neuroamidase/NA), 2 protein matrix (M1 dan M2), 1 protein nucleocapsid (NP) dan 2 protein nonstruktural (NS1 dan NS2) (CIDRAP 2008). Virus AI dapat diisolasi dari unggas, burung tangkapan, dan burung liar di Afrika, Asia, Australia, Eropa, dan Amerika, dan anti-AI ditemukan dan diidentifikasi dari penguin Antartic (Swayne 2008b).

Avian Influenza adalah penyakit eksotik dan termasuk daftar A, Office International des Epizootiq ics, yaitu penyakit yang harus dilaporkan (notifiable)

yang penyebarannya sangat cepat dan melewati batas-batas negara (Alexander

1996). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian AI pada suatu peternakan atau

wilayah yaitu: jenis unggas yang dipelihara (ayam, itik dan burung puyuh), tingkat kepadatan ternak ayam per-wilayah, manajemen peternakan (SDM, perkandangan, pakan, air minum, budidaya, kesehatan umum), pelaksanaan biosekuriti, vaksinasi AI, kontak dengan burung liar, rodensia insekta, mamalia (anjing dan kucing), sistem pemasaran produk serta sistem penanganan kotoran dan limbah. Penyakit AI ( H5N1) sekarang ini telah menyebar ke seluruh dunia dan menyerang berbagai jenis unggas peliharaan termasuk kalkun, ayam, burung

puyuh, angsa, dan itik (Suardana 2009). Penyakit AI menyebabkan angka

kematian yang tinggi pada ayam di Italia pada tahun 1878. Namun, baru diketahui

pada tahun 1955 bahwa penyebab fowl plague sebenarnya adalah virus AI yang

memiliki komposisi gen yang serupa (hampir identik) dengan virus influenza

manusia (Wibawan et al. 2009).

Menurut CIDRAP (2008), AI memiliki masa inkubasi 3-7 hari dan memiliki gejala yang bervariasi. Gejala yang ditimbulkan pada umumnya akibat oleh infeksi virus AI akan menunjukkan gejala klinis sebagai berikut :

1. Kadang-kadang ada cairan dari mata dan hidung,

2. Pembengkakan dan cyanosis di daerah bagian muka dan kepala, 3. Pendarahan di bawah kulit (subkutan),

(22)

7. Unggas mengalami diare dan kematian tinggi,

8. Kebengkakan dan kongesti konjungtiva dengan occasional hemoragi, 9. Inkoordinasi, paralisis,

10.Haus yang berlebihan, 11.Depresi.

Gejala penyakit lain yang menyerupai AI adalah Newcastle disease (ND), Cholera unggas, Fowl pox yang akut, dan penyakit saluran pernafasan pada unggas (Infovet 2007).

Menurut CIDRAP (2008), penyakit flu burung dapat ditularkan dari unggas ke unggas atau dari peternakan ke peternakan lainnya dengan 2 cara yaitu: kontak langsung dari unggas terinfeksi dengan hewan yang peka dan kontak tidak langsung. Penularan melalui kontak tidak langsung dapat melalui :

1. Percikan cairan atau lendir yang berasal dari hidung dan mata 2. Paparan muntahan

3. Lubang anus (tinja) dari unggas yang sakit 4. Penularan lewat udara

5. Melalui sepatu dan pakaian peternak yang tercemar dan terkontaminasi 6. Melalui pakan, air, dan peralatan yang terkontaminasi virus dan melalui

perantara angin.

2.4. Program Vaksinasi Avian Influenza ( AI ) pada Ayam Broiler

Program vaksinasi merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan di kalangan peternak ayam untuk menjaga kesehatan ayam sehingga didapatkan ayam yang sehat dan mampu menghasilkan daging yang berkualitas. Dalam melaksanakan vaksinasi, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan yaitu: jenis vaksin, metode vaksin, dosis vaksin, cara penyimpanan vaksin jadwal vaksinasi dan waktu pemberian vaksin. Selain itu hal lain yang mempengaruhi vaksinasi yaitu kualitas vaksin. Adapun kualitas vaksin terutama ditentukan oleh pembuatan vaksin, distribusi dan penyimpanannya, titer vaksin dan masa kedaluwarsa vaksin.

(23)

biosekuriti yang ketat. Vaksin harus diberikan terlebih dahulu sebelum terjadinya infeksi oleh agen infeksi lapang. Vaksin juga harus memberikan perlindungan kolektif pada semua ayam. Menurut Akoso (1998), keberhasilan vaksin ditentukan oleh empat faktor, yaitu kesehatan unggas, status nutrisi unggas, sanitasi lingkungan dan sistem perkandangan yang baik, serta ketepatan program pemberian vaksin. Menurut Harder dan Warner (2008), vaksinasi dalam dunia kedokteran hewan bertujuan untuk mencapai empat sasaran yaitu:

1. Perlindungan terhadap timbulnya penyakit secara klinis, 2. Perlindungan terhadap serangan virus yang virulen, 3. Perlindungan terhadap eksresi virus,

4. Pembedaan secara serologik antara hewan yang terinfeksi dari hewan yang di vaksin (differentiation of infected from vacctinated animal/DIVA) Vaksinasi mengurangi jumlah penyebaran virus dari burung dan titer virus pada usapan (swab) oropharyngeal dan kloaka, namun demikian pada kebanyakan kasus virus masih dapat terdeteksi, khususnya di trachea (Swayne et al. 2008b).

Vaksinasi diperlukan dalam penanganan AI karena akan melindungi gejala klinis dan mortalitas yang disebabkan oleh virus HPAI. Vaksinasi akan mengurangi populasi yang rentan, mengurangi pencemaran/shedding virus di lokasi peternakan dan untuk mencegah kerugian ekonomi (Infovet 2007). Vaksinasi pada ayam mengurangi infeksi virus dan mengurangi ekskresi virus. Vaksinasi dapat digunakan sebagai alat eradikasi atau alat untuk mengontrol penyakit dan mengurangi kontaminasi virus pada lingkungan (CIDRAP 2008). Vaksinasi yang digunakan pada kasus AI adalah vaksin inaktif. Pembuatan vaksin inaktif AI umumnya dilakukan dengan menyuntikkan virus pada telur embrio

tertunas (TET) atau dibiakkan pada kultur jaringan Madin Darby Canine Kidney

(MDCK). Virus AI ditumbuhkan pada embrio telur ayam yang tidak mengandung

virus atau patogen apapun yang dikenal dengan Specific Pathogen Free (SPF)

(Natih 2010).

(24)

(Mahardika 2009). Menurut regulasi OIE, master sheed vaksin harus berasal dari isolat virus Low Patogenic Avian Influenza (LPAI) yang telah dikarakterisasi (dimurnikan), mempunyai komposisi genetik yang stabil, proses inaktivasi sempurna (uji laboratorik), bebas pencemaran agen infeksius lainnya, mengandung konsentrasi antigen yang tinggi, menggunakan adjuvant berkualitas tinggi, mempunyai tingkat keamanan serta potensi dan efektifitas yang tinggi (uji laboratorik dan uji lapang) (Infovet 2007).

Karakteristik vaksin AI yang ideal (Suarez dan David 2008), vaksin dapat merangsang respon kekebalan humoral (humoral mediate immunity/HMI) dan kekebalan seluler (cell mediate immunity/CMI), sehingga perlindungan terhadap ayam cepat terbentuk. Kriteria lain yang diharapkan pada vaksin AI adalah harga relatif terjangkau, mudah diberikan pada ayam, perlindungan efektif, dapat dicapai dengan dosis tunggal (ayam semua umur), aman untuk ayam/unggas dan aman untuk diproduksi, master seed berasal dari virus Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI), waktu henti singkat (pada broiler), khusus vaksin vektor, dapat merangsang respon antibodi pada ayam yang telah kontak dengan vektor. Selain itu metoda vaksinasi, program vaksinasi, vaksinator, peralatan vaksinasi beserta sarana/prasarana peternakan ayam, umur/variasi umur dan status kesehatan, semuanya memegang peranan dalam keberhasilan penanggulangan AI (Infovet 2007).

2.5. Pengaruh Vaksinasi Terhadap Performa Ayam Broiler

(25)

mampu membentuk zat kebal. Pembentukan kekebalan tersebut memerlukan energi yang sangat besar sehingga dapat menimbulkan kondisi stres terhadap ternak. Efek respon stres yang berlebihan dapat mengakibatkan beberapa efek negatif, yaitu berupa gangguan pada penampilan akhir (penurunan bobot badan dan produksi telur) (Suska 2009). Vaksin merupakan kesatuan agen patogen yang menyebabkan terjadinya respon imun terhadap patogen tersebut.

Pemberian vaksin berarti memasukkan antigen ke dalam tubuh hewan yang sehat dengan tujuan menggertak timbulnya antibodi. Antigen ini dapat berupa agen penyakit hidup yang dilemahkan maupun patogen yang telah dimatikan (Suska 2009). Pemberian vaksin bertujuan agar ketika individu menghadapi patogen spesifik yang diwakili oleh vaksin, individu tersebut dapat mengenali agen dan dapat meningkatkan tanggap kebal sehingga melindungi individu terhadap paparan agen tersebut (Korsman 2006). Wibawan (2009) menyatakan, ayam memiliki sensitivitas tinggi terhadap protein asing, sehingga

dengan jumlah sedikit dapat memberikan respon pembentukan antibodi.

Pemberian vaksinasi pada ayam broiler biasanya diberikan pada umur 10-14 hari. Sedangkan pada ayam petelur khususnya fowl pox dan Newcastle disease dilakukan setelah 8 minggu (Sandra 2010). Pemberian vaksin inaktif pada ayam broiler lebih baik dibandingkan dengan pemberian vaksin aktif. Begitu pula pemberian vaksin setengah dosis lebih baik dan menghasilkan indeks performa yang tinggi bila dibandingkan dengan pemberian vaksin dengan 1 dosis (Riza 2009). Pemasukan agen yang telah dilemahkan atau dimatikan memberikan pengaruh stres bagi hewan yang divaksinasi. Stres ini menimbulkan gangguan pertumbuhan pada ayam.

2.6. Pengaruh Vaksinasi Avian Influenza (AI) pada Performa Ayam

(26)

pembentuk antibodi atau ke sistem kebal berperantara sel. Sistem ini harus segera menanggapi dengan membentuk antibodi khusus dan/atau sel yang mampu menyingkirkan antigen. Sistem kebal juga harus menyimpan “ingatan” tentang kejadian ini sehingga pada paparan berikutnya dengan antigen yang sama, tanggapannya akan jauh lebih efisien (Tizard 1987).

Vaksinasi AI dapat memberikan pengaruh stres bagi hewan yang divaksinasi khususnya ayam broiler. Efek respon stres yang berlebihan dapat mengakibatkan beberapa efek negatif, yaitu berupa gangguan pada penampilan akhir (penurunan bobot badan dan produksi telur) (Suska 2009). Sementara itu pemberian vaksinasi AI pada ayam kampung menunjukkan tidak ada respon antibodi yang nyata pada ayam-ayam yang divaksin. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh vaksinasi terhadap kekebalan yang ditimbulkan rendah karena secara genetik ayam kampung memiliki karakter respon vaksin yang rendah (Trobos 2009). Unggas lain seperti itik bali mampu memberikan respon imun yang baik terhadap vaksin AI. Titer antibodi protektif dapat dicapai dua minggu setelah

(27)

BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kandang milik Bapak Supadma yang berlokasi di Kampung Cilubang Lebak RT 03/RW 01, Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat. Penelitian ini dilakukan selama empat bulan dimulai dari bulan September 2008 sampai dengan Januari 2009.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah spuit, timbangan dan pewarna buatan untuk menandai kelompok ayam.

Bahan yang digunakan adalah ayam broiler strain Cobb dengan jumlah 1500 ekor yang dipelihara sejak day old chicken (DOC), vaksin AI lokal (killed oil emulsion vaccine), vaksin ND/Newcastle Disease (live vaccine) dan IBD/Infectious Bursal Disease (live vaccine), kandang dan peralatannya, pakan broiler komersial dan air minum.

3.3. Rancangan Percobaan

(28)

Tabel 1. Rancangan Percobaan diberikan melalui tetes mata, vaksin ND aktif umur 18 hari yang diberikan melalui air minum, vaksin IBD aktif umur 12 hari yang diberikan melalui air minum dan vaksin AI inaktif yang dilakukan dengan cara injeksi pada bagian subkutan. Rute subkutan dilakukan dengan mencubit kulit di daerah dorsal leher lalu perlahan vaksin disuntikkan kedalam jaringan dibawah kulit kearah punggung. Dosis vaksin AI yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 0.2 ml pada umur 1 hari dan 7 hari serta 0.25 ml pada umur 10 hari dan 14 hari. Setiap minggu dicatat bobot badan ayam, konsumsi pakan dan jumlah kematian ayam. Hasil tersebut digunakan untuk penghitungan RKP (Rasio Konversi Pakan) dan IP (Indeks Performa) ayam pada masing-masing kelompok.

3.4. Pengambilan Sampel

(29)

Penimbangan sampel dilakukan pada waktu sore hari setiap minggunya. Adapun teknik menimbang ayam broiler dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Teknik Menimbang Ayam Broiler.

3.5. Parameter yang diamati

Parameter yang diamati pada penelitian ini yaitu : 1. Persentase Daya Hidup

Persentase daya hidup dihitung dengan rumus :

(Populasi awal - ayam yang mati) Populasi awal

2. RKP (Rasio Konversi Pakan)

RKP dihitung dengan rumus (Tipakorn 2002) : Konsumsi pakan (kg) perminggu

Total bobot badan (kg) perminggu

3. Indeks Performa

Indeks Performa ayam pedaging dihitung dengan rumus menurut Fadilah (2009) :

Bobot hidup rata-rata (kg) x % daya hidup RKP x umur panen rata-rata ( hari )

3.6. Analisis data

Analisis data bobot badan yang diperoleh diolah dengan uji one-way Annova dan uji lanjut metode Duncan menggunakan software SPSS 15.

X 100

Persentase daya hidup =

RKP =

(30)

91 dalam menjaga keberlangsungan suatu peternakan. Secara alami ayam dengan kondisi lingkungan dan kesehatan yang baik akan memiliki persentase hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayam dengan kondisi kesehatan yang buruk. Rata-rata persentase daya hidup ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-Rata Persentase Daya Hidup Ayam Broiler per Minggu

Kelompok Rata-rata persentase daya hidup (%) pada minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7

Keterangan : A= Kelompok ayam yang divaksin pada hari ke-1 B= Kelompok ayam yang divaksin pada hari ke-7 C= Kelompok ayam yang divaksin pada hari ke-10 D= Kelompok ayam yang divaksin pada hari ke-14 E= Kelompok ayam yang tidak diberi vaksin

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa ayam yang memiliki daya hidup terbaik pada minggu terakhir dimiliki oleh kelompok D, diikuti dengan kelompok B, kelompok C dan yang terendah yaitu pada kelompok A. Keterangan lebih lanjut mengenai persentase daya hidup dapat dilihat pada Gambar 3.

(31)

Kelompok D memiliki daya hidup yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok ayam yang lain. Hal ini dikarenakan reaksi tubuh ayam yang ditimbulkan setelah vaksinasi pada umur 14 hari sangat kecil, sedangkan umur ayam yang lebih muda khususnya umur 1 hari akan menimbulkan reaksi yang semakin kuat pascavaksinasi. Reaksi yang ditimbulkan yaitu demam, penurunan produksi dan penurunan kesehatan. Selain itu vaksinasi yang diberikan pada saat status maternal antibodi masih sangat tinggi akan menyebabkan imunosupresi yaitu tekanan terhadap immunity response yang menyebabkan tingginya kepekaan terhadap penyakit (Prabowo 2003).

Persentase daya hidup dapat dikaitkan dengan penyebab kematian. Kematian pada ayam dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya kekerdilan, status pemeliharaan dan penurunan kekebalan tubuh. Dapat dikatakan ayam yang berumur muda lebih peka terhadap kondisi lingkungan dan penyakit serta memiliki respon stres yang tinggi setelah vaksinasi. Menurut Williamson dan Payne (1993), jumlah kematian ayam broiler tidak akan mencapai 4% atau tingkat hidup diatas 96% sampai umur 7 minggu pada pemeliharaan ayam yang baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok ayam yang divaksinasi pada umur 2 minggu memiliki tingkat hidup yang tinggi (lebih dari 96%), sedangkan kelompok ayam yang divaksinasi pada umur muda kurang dari 2 minggu hasilnya lebih buruk (kurang dari 96%).

4.2. Konsumsi Pakan

(32)

Tabel 3. Total Konsumsi Pakan Ayam per Minggu

Kelompok

Total konsumsi pakan ayam (Kg) pada minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7 Keterangan : A= Kelompok ayam yang divaksin pada hari ke-1

B= Kelompok ayam yang divaksin pada hari ke-7 C= Kelompok ayam yang divaksin pada hari ke-10 D= Kelompok ayam yang divaksin pada hari ke-14 E= Kelompok ayam yang tidak diberi vaksin

Rata-rata konsumsi pakan setiap minggunya dari masing-masing kelompok yang diperoleh semakin besar karena makin tua umur ayam maka jumlah pakan yang dikonsumsi semakin meningkat, hal ini sesuai dengan pernyataan Anggoroardi (1976) bahwa konsumsi ayam broiler akan terus mengalami peningkatan dari minggu pertama hingga minggu terakhir. Peningkatan atau penurunan konsumsi pakan dipengaruhi pula oleh umur, bobot ayam, lingkungan dan kondisi ayam itu sendiri.

4.3. Bobot Badan Ayam Pedaging

Bobot badan ayam pedaging merupakan suatu hal yang sangat penting karena merupakan komoditas utamanya. Nilai yang diperoleh pada saat percobaan, ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Bobot Badan Ayam Broiler per Minggu

Kelompok Rata-rata Bobot badan (kg) pada minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7

(33)

0

Berdasarkan hasil uji statistik didapat nilai p=0.012. Berarti pada alpha 5% dapat disimpulkan ada perbedaan bobot badan ayam broiler diantara kelima kelompok. Analisis lebih lanjut membuktikan bahwa terdapat persamaan antar kelompok A dengan kelompok B dan C, sedangkan kelompok A memiliki perbedaan yang nyata dengan kelompok D dan E. Kelompok B, C dan D memiliki huruf superskrip yang sama dengan kelompok E. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok B, C dan D tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan kelompok E, yang artinya kelompok B, C dan D memiliki kualitas performa yang hampir sama dengan kelompok E. Diantara kelompok B, C dan D, kelompok yang memiliki nilai yang relatif sama dengan kelompok E adalah kelompok D. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok D memiliki kualitas performa yang paling baik diantara ketiga kelompok tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa bobot badan ayam pada kelompok D menunjukkan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan bobot badan ayam pada kelompok A, B dan C. Bobot badan ayam terendah terjadi pada kelompok A. Hasil penelitian ini tersaji dalam grafik pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Bobot Badan Ayam Broiler selama Tujuh Minggu.

(34)

kelompok A yaitu ayam umur 1 hari mengalami kondisi stres yang akan mengakibatkan peningkatan sekresi adeno-corticotropic hormone (ACTH) oleh kelenjar pituitari. Efek utama dari peningkatan ACTH adalah menurunnya laju metabolisme secara umum, termasuk menurunnya penyerapan kuning telur akan memberikan akibat buruk pada perkembangan ayam selanjutnya, yaitu gangguan kecukupan nutrisi pada awal kehidupan yang akan menyebabkan keterlambatan tumbuh pada ayam (Unandar 2009). Rata-rata bobot badan pada kelompok B dan C menunjukan hasil yang baik karena pada umur ayam setelah 7 hari maternal antibodi rendah sehingga pada saat diberikan vaksinasi, reaksi yang ditimbulkan pasca vaksinasi tidak terlalu mempengaruhi konversi pakan.

Vaksin diberikan berdasar pada status kekebalan umur ayam untuk menghindari ternetralisasinya antibodi anak ayam asal induk dengan antigen dalam vaksin (Weaver 2002). Anak ayam yang baru menetas memiliki antibodi maternal yang diturunkan dari induknya. Antibodi pada anak ayam diberikan induk melalui transmisi lewat telur. Antibodi yang tinggi pada ayam yaitu Imunoglobulin Y (IgY) (Larsson et al. 1993). Penghambatan antibodi maternal berlangsung sampai antibodinya habis yaitu sekitar 10-20 hari setelah menetas (Tizard 1987).

(35)

ditimbulkan salah satunya pada saat pengangkutan atau transportasi dari tempat asal menuju kandang percobaan serta penempatan di kandang yang baru.

Cara pemberian vaksin juga berpengaruh pada keadaan fisiologis ayam. Vaksinasi yang digunakan adalah vaksinasi inaktif yang diberikan melalui rute sub cutan, hal ini bertujuan agar vaksin dan adjuvant dapat disimpan pada jaringan lemak yang banyak terdapat di sub cutan sehingga dapat dilepaskan sedikit demi sedikit dan memberikan kekebalan yang lebih lama. Aspek positif dari vaksin inaktif berdasarkan pengalaman kasus di Hongkong adalah proteksi klinis luas yaitu dapat digunakan untuk semua spesies unggas, aman, standar vaksin mudah dikontrol serta tidak direkomendasikan untuk ayam sebelum berumur 8-10 hari. Aspek negatifnya, konsentrasi virusnya tidak distandarisasi, berisiko bila menggunakan vaksin high pathogenic, diperlukan booster dan monitoring lebih kompleks dengan antibody berbeda-beda untuk AGPT, HA dan ELISA (Rahardjo 2004). Alasan lain dipilih rute sub cutan yaitu struktur sub cutan yang banyak mengandung pembuluh darah dan pembuluh limfe sehingga dapat mempercepat reaksi respon imun.

4.4. Rasio Konversi Pakan (RKP)

(36)

0

Tabel 5. Nilai RKP Ayam Broiler per Kelompok Perlakuan

Keterangan : A= Kelompok ayam yang divaksin pada hari ke-1 B= Kelompok ayam yang divaksin pada hari ke-7 C= Kelompok ayam yang divaksin pada hari ke-10 D= Kelompok ayam yang divaksin pada hari ke-14 E= Kelompok ayam yang tidak diberi vaksin

Penghitungan konversi pakan perlu dilakukan untuk menilai efisiensi penggunaan pakan dan kualitas pakan. Konversi pakan merupakan komponen penting dalam usaha peternakan. Peternak selalu menginginkan angka konversi pakan atau nilai RKP yang rendah karena nilai RKP yang makin kecil menunjukkan tingkat kinerja yang baik. Nilai RKP terkecil pada penelitian ini ditunjukkan oleh kelompok D dan nilai terbesar ditunjukkan oleh kelompok A. Nilai RKP berbagai perlakuan tersaji pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Nilai RKP Ayam selama Tujuh Minggu.

Kelompok RKP ayam pada minggu ke-

(37)

0 lebih baik untuk mengkonversi semua pakan menjadi daging. Kondisi stres dapat menurunkan peristaltik usus yang diikuti dengan perubahan komposisi mikroflora usus sehingga terjadi penurunan efisiensi pakan, hal ini dapat terlihat pada kelompok A. Pertumbuhan dan konversi pakan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh suhu didalam kandang. Suhu yang terlalu dingin atau terlalu panas akan menurunkan konsumsi ransum secara langsung, karena ayam berada dalam cekaman stres akibat perubahan suhu. Suhu yang ideal yaitu 21⁰C pakan tidak efisien karena nilainya jauh diatas normal.

4.5. Indeks Performa (IP)

Indeks performa menunjukkan seberapa besar kinerja ayam broiler. Nilai ini dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu bobot badan rata-rata, persentase kehidupan, nilai RKP dan umur saat ayam panen. Nilai IP pada setiap kelompok hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

(38)

Nilai IP kelompok D lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang lain. Hal ini dikarenakan kondisi metabolisme ayam kelompok D dalam keadaan baik sehingga tidak mengalami gangguan pada nafsu makan ayam yang merupakan dasar nilai IP. Kelompok B dan C juga menunjukkan hasil diatas 300 yang menunjukkan kinerja ayam broiler kelompok B dan C baik. Kelompok A lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang lain. Hal ini diakibatkan karena pemberian vaksin pada hari pertama yang masih memiliki maternal antibodi yang akan merusak dan menghalangi antigen yang masuk terutama antigen dalam vaksin. Hal ini pun dapat memicu timbulnya kondisi stres yang akan berpengaruh pada performa ayam broiler. Kondisi stres ini tentunya akan sangat mempengaruhi pola makan dan kinerja ayam broiler.

(39)

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa vaksinasi AI pada hari ke-14 pada ayam broiler akan memberikan indeks performa yang lebih baik dibandingkan pada hari ke-1, ke-7 dan hari ke-10.

5.2. Saran

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Akoso BT. 1998. Kesehatan Unggas Panduan Bagi Petugas Teknik, Penyuluhan dan Peternak. Jakarta : Penerbit yayasan Kanisius

Alexander DJ. (1996). Highly Pathogenic Avian Influenza. Manual of Standards for Diagnostic Test and Vaccines. OIE. 155-160.

Amrullah IK. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunungbudi. Bogor. Amrullah IK. 2004. Nutrisi Ayam Pedaging. Bogor : Lembaga Satu Gunung Budi.

hlm : 1-5

Anggoroardi R. 1976. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta : Gramedia

[Anonim]. 1999. Berhasil atau Tidakkah Pemeliharaan Broiler Anda. http://mitraunggas.com/index.php?main_page=news_article&article_id= 58 [26-08-2010]

[Anonim]. 2009a. Pemberian Vaksinasi dan Obat Ayam Petelur. http://www.agromaret.com/artikel/467/pemberian_vaksinasi_dan_obat_a yam_petelur [29-11-2009]

[Anonim]. 2009b. Karakteristik Strain Pedaging dan Layer. http://cjfeed.co.id/indeks.php?option=com_content [09-12-2009]

Cahyono Bambang. 2001. Ayam Buras Pedaging. Jakarta : Penerbit Swadaya. [Center for Infectious Disease Research and Policy] CIDRAP. 2008. Avian

Influenza (Birdflu). Agricultural and Wildlife Consideration. http://www.Cidrap.umn.edu/cidrap/content/influenza/avianflu/biofacts/av flu.html [22-01-2008]

[Direktorat Jendral Peternakan] Ditjenak. 2006. Prosedur Operasional Standar Pengendalian Penyakit Avian Influenza di Indonesia. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian RI. Jakarta.

Fadilah R. 2009. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler di Daerah Tropis. Jakarta : Agromedia Pustaka

Harder TC, Warner O. 2008. Avian Influenza. World disease: Dangerous disease. http//www.influenzareport.com/ir/ai.htm. [31 Mei 2008]

[Informasi Veteriner] Infovet. 2007. Perkembangan Kasus Avian influenza. http://www.majalahinfovet.com/2007/08/avian-influenza.html

[14-02-2010]

(41)

Korsman S. 2006. Vaccine. Influenza Report. http:// www.influenzareport.com/ir/ai.htm.[14 Juni 2008]

Kresno SB. 2001. IMUNOLOGI : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi keempat. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Larsson A, Ros-Mari B, Tomas L. Lindahl, Per-Olof Forsberg. 1993. Chicken Antibodies: Taking Advantage of Evolution-A Review. Sweden. Department of Clinical Chemistry, University Hospital. 1807-1812

Malole MBM. 1988. Virologi. Bogor : Pusat Antar Universitas.

Mahardika IGK, I Nyoman S, Ida BKS, I Gusti AYK, I Wayan TW. 2009. Perbandingan Sekuens Konsensus Gen Hemaglutinin Virus Avian Influenza Subtipe H5N1 Asal Unggas di Indonesia dengan Subtipe H5N2 dan H5N9. 10(1) : 12-16.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/3.%20mahardika%20et%20al.pdf

Natih KKN. 2010. Preparasi Imunoglobulin G Kelinci sebagai Antigen Penginduksi Antibodi Spesifik Terhadap Virus Avian Influenza

H5N1 Strain Legok. 11(2): 99-106

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/7.%20natih%20et%20al.pdf

Prabowo D. 2003. Maternal Antibodi Anak Ayam Pelung yang Induknya Divaksin Dengan ND Kombinasi. Purwokerto: FAPET Universitas Jendral Sudirman.11-18

http://www.animalproduction.org/index.php/ap/article/viewFile/103/141. [8-08-2010]

Rahardjo Y. 2004. Avian Influenza, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasannya: Hasil Investigasi Kasus lapangan. Edisi I. PT Gallus Indonesia Utama. Jakarta

Riza F. 2009. Pengaruh Vaksinasi Infectious Bursal Disease Inaktif Terhadap Kinerja Ayam Pedaging [skripsi]. Bogor : FKH IPB.

Sandra P. 2010. Vaksinisasi Ayam Petelur.

http://www.peternakan.com/Tip/Ayam/topik10.html. [22-04-2010]

Sarwono B. 2003. Beternak ayam buras. Jakarta : Penebar Swadaya

Scanes, Colin, George B, Ensminger ME. 1992. Poultry science (Animal Agriculture Series). Fourth Edition. Danvie-Illinois : Interstate Publisher. hlm : 8-11

(42)

Sosroamidjoyo MS, Soeradji. 1990. Peternakan Umum. Jakarta : CV YASAGUNA

Suardana IBK. 2009. Respon Imun Itik Bali terhadap Berbagai Dosis Vaksin Avian Influenza H5N1. 10(3) : 150-155.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/6.%20suardana%20et%20al.pdf [24-08-2010]

Suprijatna Edjeng, Atmomarsono U, Kartasudjana R. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta : Penerbit Swadaya

Suska D.2009. Gumboro, Vaksin dan Kekebalan. http://Infovet.blogspot.com [11-09-2009]

Suarez, David L .2008. Influenza A Virus . Avian Influenza. 2008: 3-22

Swayne ED, Mary Pantin-jackwood. 2008a. Pathobiology of Avian Influenza Virus infection in Birds and Mammals. Avian Influenza. 87-122

Swayne ED. 2008b. The Global Nature of Avian Influenza. Avian Influenza. 123-143

Tipakorn N. 2002. Effect of Andrograpis Paniculata (Burm.F) Nees on performance, Mortality and Coccidiosis in Broiler Chickens. [Disertasi]. Thailand. Faculty of Agricultural sciences, Institut of Animal physiology and Animal Nutrition.

Tizard. 1987. Pengantar Imunologi Veteriner. Edisi II. Partodiredjo M. penerjemah. Surabaya: Airlangga University press. Terjemahan dari: Introduction to veterinary immunology.

Trobos. 2009. Kalau Ayam Kampung ?Mutung? Divaksin AI. http://www.trobos.com/show_article.php?rid=8&aid=60. [01-02-2009]

Unandar T. 2009. Broiler Modern dan Reaksi Pasca Vaksinasi. Subang. PT. Malindo

Weaver WD. 2002 .Commercial Chicken Meat and Egg Production. Fifth Edition. New York : Springer. hlm: 456-460

Wibawan IWT, Sri M, Retno DS. 2009. Produksi IgY Antivirus Avian Influenza H5N1 dan Prospek Pemanfaatannya dalam Pengebalan Pasif. 10(3) : 118-124.

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/2.%20wibawan%20et%20al.pdf. [24-08-2010]

(43)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat menyebabkan kebutuhan pangan asal hewan sebagai sumber protein hewani juga mengalami peningkatan. Peningkatan kebutuhan tersebut harus dipenuhi dengan peningkatan penyediaan sumber protein hewani yang meliputi daging, telur dan susu. Salah satu bahan pangan yang penting adalah daging. Daging yang sering dikosumsi oleh masyarakat adalah daging ayam, hal ini dikarenakan daging ayam memiliki kualitas protein yang tinggi dan rendah lemak (Scanes et al. 1992). Harga daging ayampun relatif terjangkau dibandingkan dengan daging lainnya dan daging ayam cukup mudah diolah menjadi produk olahan bernilai tinggi. Selain itu daging ayam dapat dikonsumsi oleh semua jenis golongan budaya dan agama, seperti India yang mengharamkan mengkonsumsi daging sapi serta agama Islam dan Yahudi yang mengharamkan mengkonsumsi daging babi (Scanes et al. 1992).

Peningkatan permintaan daging ayam di masyarakat ini membuat para ahli genetik menciptakan ayam yang pertumbuhannya cepat dan mempunyai konversi pakan yang cukup efisien (Amrullah 2004). Ayam ras pedaging yang merupakan hasil rekayasa genetika dengan cara menyilangkan sekelompok ayam dalam satu keluarga. Keturunan ayam yang memiliki pertumbuhan cepat dipilih untuk dilakukan seleksi lagi, lalu ayam yang telah diseleksi tersebut dikawinkan sesamanya dan demikian seterusnya hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh yang disebut ayam pedaging. Ayam ini mampu membentuk 1 kg daging atau lebih hanya dalam waktu 30 hari (Amrullah 2004). Namun di sisi lain, rekayasa genetik tersebut menyebabkan ayam menjadi lebih mudah stres dan mudah terserang penyakit. Usaha pencegahan, pengobatan penyakit, dan peningkatan kekebalan tubuh untuk stimulasi pembentukan antibodi sangat diperlukan sehingga dapat meningkatkan kesehatan ayam.

(44)

menular pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza tipe A subtype H5N1. Virus AI termasuk dalam famili orthomyxoviridae dan merupakan virus segmented negatif-sense RNA. Virus ini dikelompokkan menjadi 5 genera, yaitu influenza tipe A, B, C, Isavirus, dan Thogotovirus. Virus influenza tipe A sangat penting dalam menginfeksi unggas dan mamalia dibandingkan dengan virus influenza tipe yang lainnya (Suarez dan David 2008). Virus AI dapat menginfeksi spesies unggas domestik dan liar (termasuk kedalamnya yaitu ayam, kalkun, bebek dan burung merak).

Manifestasi klinis pada ayam dimulai dari infeksi yang bersifat asimptomatik sampai yang bersifat fatal. Virus AI yang termasuk Highly Pathogenic memiliki kemampuan virulensi yang tinggi dan seringkali menyebabkan kematian hingga 100% pada kandang yang terinfeksi (CIDRAP 2008). Hal ini dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi para peternak. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah efektif untuk mencegah adanya kerugian.

Langkah utama peternak untuk meredam wabah tersebut adalah dengan menerapkan sembilan strategi pencegahan yang dikenal dengan sembilan strategi. Kesembilan strategi tersebut meliputi peningkatan biosekuriti, program vaksinasi, depopulasi (pemusnahan terbatas) di daerah tertular, pengendalian lalu lintas unggas, produk dan limbahnya, surveillance dan penelusuran penyebaran AI, pengisian kandang kembali, stamping out (pemusnahan menyeluruh di daerah tertular), monitoring dan evaluasi. Program vaksinasi dilakukan atas dasar pertimbangan tingkat kejadian penyakit atau untuk mengantisipasi mengganasnya agen penyebab penyakit tertentu di suatu lokasi peternakan. Selain itu diperlukan biosekuriti yang ketat serta tata laksana peternakan yang tepat untuk mencegah serangan virus AI (Ditjenak 2006).

(45)

ayam asal induk dengan antigen dalam vaksin (Weaver 2002). Vaksinasi yang digunakan pada pencegahan penyakit AI yaitu vaksin inaktif.

Jumlah konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan menjadi tolok ukur keberhasilan peternakan. Tingkat konversi pakan yang rendah berarti mencerminkan keberhasilan peternakan itu, dan sebaliknya feed conversion ratio (FCR)/rasio konversi pakan (RKP) yang tinggi berarti keberhasilannya rendah (Jahja et al. 2000). Konversi pakan mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas terhadap pertumbuhan bobot badan. Selain RKP, parameter lain yang dapat mengukur keberhasilan peternakan yaitu indeks performa (IP). Besaran IP dipengaruhi oleh bobot badan, persentase daya hidup, RKP dan umur panen rata-rata (Fadilah 2009).

Pemberian vaksin atau pemasukan agen patogen yang dilemahkan mampu memberikan pengaruh stres bagi hewan yang divaksinasi. Efek respon stres dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan pada ayam karena respon stres ini akan meningkatkan suhu tubuh ayam sehingga panas yang dibutuhkan untuk menjaga panas tubuh berkurang dan ayam akan mengurangi konsumsi pakannya (Amrullah 2004). Kondisi ini dapat mempengaruhi nilai IP yang menunjukkan baik atau buruknya performa ayam pada saat dipanen.

Waktu pemberian vaksin dapat mempengaruhi kondisi ayam broiler dan dapat mempengaruhi keberhasilan tingkat produksi pada masa panen. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui waktu yang terbaik untuk melakukan vaksinasi khususnya AI pada ayam broiler.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu vaksinasi Avian Influenza terhadap performa ayam broiler.

1.3. Manfaat Penelitian

(46)

1.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini :

H0 = Tidak ada pengaruh waktu vaksinasi Avian Influenza terhadap performa ayam broiler

(47)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peternakan Ayam Broiler

Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam (Amrullah 2003). Data perkembangan pertumbuhan memperlihatkan bahwa ayam broiler tumbuh jauh lebih cepat dibandingkan dengan nenek moyangnya. Ayam ini akan tumbuh 40-50 kali dari bobot awalnya dalam kurun waktu 6-7 minggu. Broiler tumbuh sebanyak 50-70 gram per hari pada minggu-minggu terakhir (Amrullah 2004).

Sentra peternakan ayam telah dikembangkan sangat pesat di setiap negara (Sosroamidjoyo et al.1990). Usaha ternak ayam pedaging di Indonesia dapat dijumpai hampir di setiap propinsi. Adanya berbagai macam strain ayam ras pedaging yang telah berada di pasaran, peternak dapat dengan mudah dalam menentukan pilihannya. Semua jenis strain yang telah ada di pasaran memiliki daya produktifitas relatif sama. Apabila terdapat perbedaan, perbedaan tersebut tidak mencolok atau sangat kecil sekali.

Sebelum usaha beternak dimulai, seorang peternak wajib memahami 3 (tiga) unsur produksi yaitu manajemen (pengelolaan usaha peternakan), breeding (pembibitan) dan feeding (pakan ternak) (Akoso 1998). Manajemen perkandangan pada peternakan ayam broiler dapat dilihat pada Gambar 1.

(48)

2.2. Pengukuran Performa Ayam Broiler

Salah satu parameter keberhasilan pemeliharaan ayam broiler yaitu penghitungan Indeks Performa (IP) (Suprijatna et al. 2008). IP merupakan nilai yang menunjukkan seberapa besar kinerja ayam pedaging. Menurut Infovet (2007), pencapaian kinerja pemeliharaan ayam broiler yang utama dilakukan melalui pengukuran 5 (lima) parameter, yaitu :

1) Pencapaian bobot badan atau Body Weight (BW)

2) Tingkat konsumsi pakan atau Feed Coversion Ratio (FCR); 3) Rata-rata Umur atau Age saat dipanen (A/U);

4) Tingkat kematian atau Mortality (M);

5) Nilai Produksi (NP)/Index Performance (IP).

Pengukuran dan penilaian kelima parameter kinerja pemeliharaan mencerminkan kualitas pemeliharaan ayam broiler. Pengukuran dan penilaian ini sangat berguna bagi peternak dan perusahaan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan produksi pemeliharaan ayam broiler dari suatu peternakan yang dikelola, dibandingkan dengan standar yang diterapkan oleh perusahaan.

2.3. Kejadian penyakit Avian Influenza pada Ayam Broiler

Avian Influenza (AI) adalah penyakit menular pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Virus AI termasuk dalam famili orthomyxoviridae dan merupakan virus segmented negatif-sense RNA. Virus ini dikelompokkan menjadi 5 genera, yaitu influenza tipe A, B, C, Isavirus, dan thogotovirus. Virus influenza tipe A sangat penting dalam menginfeksi unggas dan mamalia dibandingkan dengan virus influenza tipe yang lainnya. Virus influenza tipe B dan C merupakan virus yang patogen bagi manusia dan jarang menginfeksi spesies yang lain. Kelompok Isavirus merupakan virus influenza yang menyerang ikan atau sangat patogen bagi ikan dan merupakan Infectious salmon anemia virus. Thogotovirus merupakan arbovirus yang dapat diisolasi dari manusia dan peternakan (Suarez dan David 2008).

(49)

struktur protein dan 2 struktur nonprotein) yaitu 3 transkriptase (PB2, PB1 dan PA), 2 lapisan Glycoprotein (Haemaglutinin/HA dan Neuroamidase/NA), 2 protein matrix (M1 dan M2), 1 protein nucleocapsid (NP) dan 2 protein nonstruktural (NS1 dan NS2) (CIDRAP 2008). Virus AI dapat diisolasi dari unggas, burung tangkapan, dan burung liar di Afrika, Asia, Australia, Eropa, dan Amerika, dan anti-AI ditemukan dan diidentifikasi dari penguin Antartic (Swayne 2008b).

Avian Influenza adalah penyakit eksotik dan termasuk daftar A, Office International des Epizootiq ics, yaitu penyakit yang harus dilaporkan (notifiable)

yang penyebarannya sangat cepat dan melewati batas-batas negara (Alexander

1996). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian AI pada suatu peternakan atau

wilayah yaitu: jenis unggas yang dipelihara (ayam, itik dan burung puyuh), tingkat kepadatan ternak ayam per-wilayah, manajemen peternakan (SDM, perkandangan, pakan, air minum, budidaya, kesehatan umum), pelaksanaan biosekuriti, vaksinasi AI, kontak dengan burung liar, rodensia insekta, mamalia (anjing dan kucing), sistem pemasaran produk serta sistem penanganan kotoran dan limbah. Penyakit AI ( H5N1) sekarang ini telah menyebar ke seluruh dunia dan menyerang berbagai jenis unggas peliharaan termasuk kalkun, ayam, burung

puyuh, angsa, dan itik (Suardana 2009). Penyakit AI menyebabkan angka

kematian yang tinggi pada ayam di Italia pada tahun 1878. Namun, baru diketahui

pada tahun 1955 bahwa penyebab fowl plague sebenarnya adalah virus AI yang

memiliki komposisi gen yang serupa (hampir identik) dengan virus influenza

manusia (Wibawan et al. 2009).

Menurut CIDRAP (2008), AI memiliki masa inkubasi 3-7 hari dan memiliki gejala yang bervariasi. Gejala yang ditimbulkan pada umumnya akibat oleh infeksi virus AI akan menunjukkan gejala klinis sebagai berikut :

1. Kadang-kadang ada cairan dari mata dan hidung,

2. Pembengkakan dan cyanosis di daerah bagian muka dan kepala, 3. Pendarahan di bawah kulit (subkutan),

(50)

7. Unggas mengalami diare dan kematian tinggi,

8. Kebengkakan dan kongesti konjungtiva dengan occasional hemoragi, 9. Inkoordinasi, paralisis,

10.Haus yang berlebihan, 11.Depresi.

Gejala penyakit lain yang menyerupai AI adalah Newcastle disease (ND), Cholera unggas, Fowl pox yang akut, dan penyakit saluran pernafasan pada unggas (Infovet 2007).

Menurut CIDRAP (2008), penyakit flu burung dapat ditularkan dari unggas ke unggas atau dari peternakan ke peternakan lainnya dengan 2 cara yaitu: kontak langsung dari unggas terinfeksi dengan hewan yang peka dan kontak tidak langsung. Penularan melalui kontak tidak langsung dapat melalui :

1. Percikan cairan atau lendir yang berasal dari hidung dan mata 2. Paparan muntahan

3. Lubang anus (tinja) dari unggas yang sakit 4. Penularan lewat udara

5. Melalui sepatu dan pakaian peternak yang tercemar dan terkontaminasi 6. Melalui pakan, air, dan peralatan yang terkontaminasi virus dan melalui

perantara angin.

2.4. Program Vaksinasi Avian Influenza ( AI ) pada Ayam Broiler

Program vaksinasi merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan di kalangan peternak ayam untuk menjaga kesehatan ayam sehingga didapatkan ayam yang sehat dan mampu menghasilkan daging yang berkualitas. Dalam melaksanakan vaksinasi, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan yaitu: jenis vaksin, metode vaksin, dosis vaksin, cara penyimpanan vaksin jadwal vaksinasi dan waktu pemberian vaksin. Selain itu hal lain yang mempengaruhi vaksinasi yaitu kualitas vaksin. Adapun kualitas vaksin terutama ditentukan oleh pembuatan vaksin, distribusi dan penyimpanannya, titer vaksin dan masa kedaluwarsa vaksin.

(51)

biosekuriti yang ketat. Vaksin harus diberikan terlebih dahulu sebelum terjadinya infeksi oleh agen infeksi lapang. Vaksin juga harus memberikan perlindungan kolektif pada semua ayam. Menurut Akoso (1998), keberhasilan vaksin ditentukan oleh empat faktor, yaitu kesehatan unggas, status nutrisi unggas, sanitasi lingkungan dan sistem perkandangan yang baik, serta ketepatan program pemberian vaksin. Menurut Harder dan Warner (2008), vaksinasi dalam dunia kedokteran hewan bertujuan untuk mencapai empat sasaran yaitu:

1. Perlindungan terhadap timbulnya penyakit secara klinis, 2. Perlindungan terhadap serangan virus yang virulen, 3. Perlindungan terhadap eksresi virus,

4. Pembedaan secara serologik antara hewan yang terinfeksi dari hewan yang di vaksin (differentiation of infected from vacctinated animal/DIVA) Vaksinasi mengurangi jumlah penyebaran virus dari burung dan titer virus pada usapan (swab) oropharyngeal dan kloaka, namun demikian pada kebanyakan kasus virus masih dapat terdeteksi, khususnya di trachea (Swayne et al. 2008b).

Vaksinasi diperlukan dalam penanganan AI karena akan melindungi gejala klinis dan mortalitas yang disebabkan oleh virus HPAI. Vaksinasi akan mengurangi populasi yang rentan, mengurangi pencemaran/shedding virus di lokasi peternakan dan untuk mencegah kerugian ekonomi (Infovet 2007). Vaksinasi pada ayam mengurangi infeksi virus dan mengurangi ekskresi virus. Vaksinasi dapat digunakan sebagai alat eradikasi atau alat untuk mengontrol penyakit dan mengurangi kontaminasi virus pada lingkungan (CIDRAP 2008). Vaksinasi yang digunakan pada kasus AI adalah vaksin inaktif. Pembuatan vaksin inaktif AI umumnya dilakukan dengan menyuntikkan virus pada telur embrio

tertunas (TET) atau dibiakkan pada kultur jaringan Madin Darby Canine Kidney

(MDCK). Virus AI ditumbuhkan pada embrio telur ayam yang tidak mengandung

virus atau patogen apapun yang dikenal dengan Specific Pathogen Free (SPF)

(Natih 2010).

(52)

(Mahardika 2009). Menurut regulasi OIE, master sheed vaksin harus berasal dari isolat virus Low Patogenic Avian Influenza (LPAI) yang telah dikarakterisasi (dimurnikan), mempunyai komposisi genetik yang stabil, proses inaktivasi sempurna (uji laboratorik), bebas pencemaran agen infeksius lainnya, mengandung konsentrasi antigen yang tinggi, menggunakan adjuvant berkualitas tinggi, mempunyai tingkat keamanan serta potensi dan efektifitas yang tinggi (uji laboratorik dan uji lapang) (Infovet 2007).

Karakteristik vaksin AI yang ideal (Suarez dan David 2008), vaksin dapat merangsang respon kekebalan humoral (humoral mediate immunity/HMI) dan kekebalan seluler (cell mediate immunity/CMI), sehingga perlindungan terhadap ayam cepat terbentuk. Kriteria lain yang diharapkan pada vaksin AI adalah harga relatif terjangkau, mudah diberikan pada ayam, perlindungan efektif, dapat dicapai dengan dosis tunggal (ayam semua umur), aman untuk ayam/unggas dan aman untuk diproduksi, master seed berasal dari virus Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI), waktu henti singkat (pada broiler), khusus vaksin vektor, dapat merangsang respon antibodi pada ayam yang telah kontak dengan vektor. Selain itu metoda vaksinasi, program vaksinasi, vaksinator, peralatan vaksinasi beserta sarana/prasarana peternakan ayam, umur/variasi umur dan status kesehatan, semuanya memegang peranan dalam keberhasilan penanggulangan AI (Infovet 2007).

2.5. Pengaruh Vaksinasi Terhadap Performa Ayam Broiler

(53)

mampu membentuk zat kebal. Pembentukan kekebalan tersebut memerlukan energi yang sangat besar sehingga dapat menimbulkan kondisi stres terhadap ternak. Efek respon stres yang berlebihan dapat mengakibatkan beberapa efek negatif, yaitu berupa gangguan pada penampilan akhir (penurunan bobot badan dan produksi telur) (Suska 2009). Vaksin merupakan kesatuan agen patogen yang menyebabkan terjadinya respon imun terhadap patogen tersebut.

Pemberian vaksin berarti memasukkan antigen ke dalam tubuh hewan yang sehat dengan tujuan menggertak timbulnya antibodi. Antigen ini dapat berupa agen penyakit hidup yang dilemahkan maupun patogen yang telah dimatikan (Suska 2009). Pemberian vaksin bertujuan agar ketika individu menghadapi patogen spesifik yang diwakili oleh vaksin, individu tersebut dapat mengenali agen dan dapat meningkatkan tanggap kebal sehingga melindungi individu terhadap paparan agen tersebut (Korsman 2006). Wibawan (2009) menyatakan, ayam memiliki sensitivitas tinggi terhadap protein asing, sehingga

dengan jumlah sedikit dapat memberikan respon pembentukan antibodi.

Pemberian vaksinasi pada ayam broiler biasanya diberikan pada umur 10-14 hari. Sedangkan pada ayam petelur khususnya fowl pox dan Newcastle disease dilakukan setelah 8 minggu (Sandra 2010). Pemberian vaksin inaktif pada ayam broiler lebih baik dibandingkan dengan pemberian vaksin aktif. Begitu pula pemberian vaksin setengah dosis lebih baik dan menghasilkan indeks performa yang tinggi bila dibandingkan dengan pemberian vaksin dengan 1 dosis (Riza 2009). Pemasukan agen yang telah dilemahkan atau dimatikan memberikan pengaruh stres bagi hewan yang divaksinasi. Stres ini menimbulkan gangguan pertumbuhan pada ayam.

2.6. Pengaruh Vaksinasi Avian Influenza (AI) pada Performa Ayam

(54)

pembentuk antibodi atau ke sistem kebal berperantara sel. Sistem ini harus segera menanggapi dengan membentuk antibodi khusus dan/atau sel yang mampu menyingkirkan antigen. Sistem kebal juga harus menyimpan “ingatan” tentang kejadian ini sehingga pada paparan berikutnya dengan antigen yang sama, tanggapannya akan jauh lebih efisien (Tizard 1987).

Vaksinasi AI dapat memberikan pengaruh stres bagi hewan yang divaksinasi khususnya ayam broiler. Efek respon stres yang berlebihan dapat mengakibatkan beberapa efek negatif, yaitu berupa gangguan pada penampilan akhir (penurunan bobot badan dan produksi telur) (Suska 2009). Sementara itu pemberian vaksinasi AI pada ayam kampung menunjukkan tidak ada respon antibodi yang nyata pada ayam-ayam yang divaksin. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh vaksinasi terhadap kekebalan yang ditimbulkan rendah karena secara genetik ayam kampung memiliki karakter respon vaksin yang rendah (Trobos 2009). Unggas lain seperti itik bali mampu memberikan respon imun yang baik terhadap vaksin AI. Titer antibodi protektif dapat dicapai dua minggu setelah

Gambar

Grafik Rata-rata Persentase Daya Hidup Ayam Broiler  .......
Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler.
Tabel 1. Rancangan Percobaan
Gambar 2. Teknik  Menimbang Ayam Broiler.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kedua gap penelitian tersebut menjadi dasar model konseptual dalam paper ini, yang bertujuan untuk mengembangkan model bagimana upaya peningkatan komitmen karyawan pada perbangkan

Uji aktivitas katalis dilakukan menggunakan fotokatalis pada reaksi esterifikasi dengan pereaksi metanol dengan perbandingan minyak dan metanol 10:120 b/b dengan variasi

Kembang telang (Clitoria ternatea) sudah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk penyembuhan berbagai penyakit sehingga dijadikan salah satu tanaman obat

jodoh, sudah ditakdirkan oleh Gusti. Pendek kata, gadis-gadis itu harus berterima kasih kepada Tuhan kelau kelak mendapat pasangan hidup yang utuh, tidak cacat, dan

Rasio Profitabilitas adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau keuntungan, Profitabilitas suatu perusahaan mewujudkan perbandingan antara laba

Tingkat kecemasan yang paling banyak dialami pada mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura dalam menghadapi ujian skripsi adalah kecemasan ringan.. Peneliti

,enar! tentu berbeda. 2rang akan lebih merasa terpuaskan dengan kenyang karena sepiring nasi dan lauk dibanding kenyang karena segelas air putih. Disitulah letak unsur atau

Berdasarkan hasil telaahan analisis komponen kimia kayu terutama kadar selulosa, lignin, pentosan dan zat ekstraktif ternyata 8 dari 10 jenis tersebut yaitu kayu ki rengas,