• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perbandingan Penentuan Nilai Ketidakrataan Jalan Berdasarkan Pengamatan Visual Dan Alat Parvid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Perbandingan Penentuan Nilai Ketidakrataan Jalan Berdasarkan Pengamatan Visual Dan Alat Parvid"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN PENENTUAN NILAI KETIDAKRATAAN

JALAN BERDASARKAN PENGAMATAN VISUAL DAN ALAT PARVID

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian

pendidikan sarjana teknik sipil

Disusun Oleh:

DOAN SINURAT

07 0404 116

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Ketidakrataan jalan (Road Roughness) merupakan parameter kondisi yang

paling banyak digunakan dalam mengevaluasi perkerasan jalan. Survei kondisi

permukaan jalan dengan alat Roughmeter NAASRA menghasilkan nilai

ketidakrataan jalan (IRI) per segmen dalam satu ruas jalan. Terdapat masalah karena

hasil data keluaran adalah akumulasi, maksudnya adalah hasilnya rata- rata per

segmen, jadi terdapat perbedaan antara data keluaran dari alat dengan kenyataan di

lapangan sehingga menimbulkan pemeliharaan jalan yang tidak tepat sasaran. Metode

visual (SDI) sering digunakan untuk menghitung kerusakan jalan dengan cara

subjektif, terdapat juga kelemahan karena nilai yang didapatkan berupa subjektif dan

dapat berbeda- beda karena faktor manusiawi.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu menggunakan

Surface Distress Index (SDI) dan International Roughness Index (IRI). Nilai SDI

didapat berdasarkan survei pengamatan visual kondisi perkerasan di lapangan. Nilai

IRI diambil dengan menggunakan alat PARVID (Positioning Accurated Roughness

with Video) menggunakan Roughometer NAASRA sebagai alat pengukur

ketidakrataan jalan di lapangan.

Dari hasil kedua parameter ini didapatkan suatu

persamaan korelasi.

Hasil penelitian yaitu didapat empat persamaan korelasi dan yang memiliki

Nilai R2 paling besar adalah ruas jalan Sp.Sitonggor- Bts.Tobasa dengan persamaan

dari kedua parameter ini adalah IRI = 0.257SDI + 0.790 dengan R2 = 0,825. Nilai

R2 menunjukkan bahwa kedua parameter ini berkorelasi paling kuat.

Kata Kunci : PARVID (Positioning Accurated Roughness with Video), Surface

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas anugerah Tuhan Yesus Kristus yang

telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga Tugas Akhir ini

dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil

bidang transportasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara, dengan judul “STUDI PERBANDINGAN PENENTUAN NILAI

KETIDAKRATAAN JALAN BERDASARKAN PENGAMATAN VISUAL

DAN ALAT PARVID’’.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas

dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang berperan penting yaitu:

1.

Keluarga terkasih, orang tua penulis R. Manurung dan semua saudara penulis

untuk doa dan dukungannya.

2.

Bapak Irwan Suranta Sembiring, ST, MT selaku dosen pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan bersabar untuk memberikan

masukan dan bimbingan dalam membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

3.

Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4.

Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas

(4)

5.

Bapak Ir. Indra Jaya Pandia dan Bapak Ir. Joni Harianto selaku dosen

pembanding, yang telah memberikan saran dan nasehat yang membangun untuk

membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6.

Bapak/Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Universitas Sumatera Utara.

7.

Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik USU

yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.

8.

Buat kawan-kawan seperjuangan: Rodo Silalahi, Marcolowey, Redokson, Yosi,

Nopandi, Emsiakui, Ruben, Arjuna, Josua, Christian, Desmound, Su Lim, Endra,

Bekro, David, Doan Siahaan, Jeferey, Rusxell, Indra, Andreas, Ramot, Dedy

Simanjuntak, Dedy Gultom, Alfin, Sri, Afriyanti, Marlina, Firda, Markus, Roy,

Trisman, Dasep, Dimas, adik – adik angkatan 2008, 2009, dan 2010 terima kasih

atas semangat dan bantuannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu diharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari para

pembaca agar tugas akhir ini menjadi lebih baik.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Juni 2013

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I.

PENDAHULUAN ... 1

I.1.

Umum ... 1

I.2.

Latar Belakang ... 2

I.3.

Tujuan Penelitian ... 3

I.4.

Manfaat Penelitian ... 3

I.5.

Pembatasan Masalah ... 3

I.6.

Metodologi Penelitian ... 4

I.6.1 Data Penelitian ... 4

I.6.2 Pengolahan dan Analisis Data ... 5

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA ... 8

II.1.

Umum ... 8

II.1.1.Konstruksi Perkerasan Lentur Jalan ... 8

II.2.

Kerusakan Jalan ... 11

II.2.1 Metode Pengukuran Kerusakan Jalan ... 12

II.3.

Evaluasi Jalan ... 13

II.3.1 Jenis Evaluasi Jalan ... 14

II.4.

Pengertian dan Penyebab Ketidakrataan Jalan ... 15

II.4.1 Alat- alat Pengukur Ketidakrataan Jalan ... 16

BAB III.

METODOLOGI PENELITIAN ... 27

III.1.

Tujuan Metodologi Penelitian ... 27

III.2.

Bagan Alir ... 27

III.3.

Metode Penelitian ... 29

III.4.

Metode Pengumpulan Data ... 29

III.6 Metode Surface Distress Index ... 30

(6)

BAB IV.

Analisa dan Pembahasan ... 42

IV.1.

Pengumpulan Data ... 42

IV.1.1.

Data Kondisi Ruas Jalan ... 42

IV.1.2.

Data Nilai Ketidakrataan Permukaan Perkerasan Jalan/Nilai IRI

... 43

IV.2. Pengolahan Data ... 51

IV.2.1 Analisa Data Dengan Metode Surface Distress Index (SDI) .. 51

IV.2.1.1

Penilaian Kondisi Perkerasan ... 51

IV.2.2 Analisa Persamaan Korelasi Antara SDI dan IRI ... 60

BAB V. Kesimpulan dan Saran ... 70

V.1 Kesimpulan ... 70

V.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Alat Ukur Roughometer NAASRA……….... 17

Gambar 2.2 : Dipstick……… 18

Gambar 2.3 : Rolling Straight Edge……….……… 20

Gambar 2.4 : MERLIN………...……… 21

Gambar 2.5 : Profilograph………...….. 22

Gambar 3.1 : Diagram aliran penelitian ………..………. 28

Gambar 3.2 : Bleeding……… 31

Gambar 3.3 : International Roughness Index ………. 35

Gambar 3.4 : GPS………….…. ………... 36

Gambar 3.5 : NAASRA METER DAN KABEL PEGAS……… 37

Gambar 3.6 : ROTARY HALDA DAN ROTARY NAASRA……….……….. 37

Gambar 3.7 : POWER INVERTER………...……….. 38

Gambar 3.8 : HANDY CAM DAN MONITOR ……….……….. 39

Gambar 3.9 : Kalibrasi Sensor Jarak.………... 40

Gambar 4.1 : Korelasi antara IRI dan SDI……… 61

Gambar 4.2 : Korelasi antara IRI dan SDI……….….. 63

Gambar 4.3 : Korelasi antara IRI dan SDI………….……….… 65

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1

: Klasifikasi Tabel IRI ……….. 5

Tabel 1.2

: Klasifikasi Tabel SDI..……….. 6

Tabel 2.1

: Perbandingan alat alat ketidakrataan ……….……….….. 21

Tabel 3.1

: Klasifikasi Tabel SDI..………..….. 34

Tabel 3.2

: Klasifikasi Tabel IRI……….……….. 41

Tabel 4.1

: Data Nilai IRI…..……….……… 43

Tabel 4.2

: Data Nilai IRI……….……….. 44

Tabel 4.3

: Data Nilai IRI………..……….. 46

Tabel 4.4

: Data Nilai IRI ………..……….. 47

Tabel 4.5

: Nilai SDI Tiap Segmen Jalan…..……….. 52

Tabel 4.6

: Nilai SDI Tiap Segmen Jalan……….. 53

Tabel 4.7

: Nilai SDI Tiap Segmen Jalan……….. 55

Tabel 4.8

: Nilai SDI Tiap Segmen Jalan……….. 56

Tabel 4.9

: Data Nilai IRI dan SDI………..……….. 60

Tabel 4.10

: Data Nilai IRI dan SDI ……..……….. 61

Tabel 4.11

: Data Nilai IRI dan SDI………..……….. 64

(9)

ABSTRAK

Ketidakrataan jalan (Road Roughness) merupakan parameter kondisi yang

paling banyak digunakan dalam mengevaluasi perkerasan jalan. Survei kondisi

permukaan jalan dengan alat Roughmeter NAASRA menghasilkan nilai

ketidakrataan jalan (IRI) per segmen dalam satu ruas jalan. Terdapat masalah karena

hasil data keluaran adalah akumulasi, maksudnya adalah hasilnya rata- rata per

segmen, jadi terdapat perbedaan antara data keluaran dari alat dengan kenyataan di

lapangan sehingga menimbulkan pemeliharaan jalan yang tidak tepat sasaran. Metode

visual (SDI) sering digunakan untuk menghitung kerusakan jalan dengan cara

subjektif, terdapat juga kelemahan karena nilai yang didapatkan berupa subjektif dan

dapat berbeda- beda karena faktor manusiawi.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu menggunakan

Surface Distress Index (SDI) dan International Roughness Index (IRI). Nilai SDI

didapat berdasarkan survei pengamatan visual kondisi perkerasan di lapangan. Nilai

IRI diambil dengan menggunakan alat PARVID (Positioning Accurated Roughness

with Video) menggunakan Roughometer NAASRA sebagai alat pengukur

ketidakrataan jalan di lapangan.

Dari hasil kedua parameter ini didapatkan suatu

persamaan korelasi.

Hasil penelitian yaitu didapat empat persamaan korelasi dan yang memiliki

Nilai R2 paling besar adalah ruas jalan Sp.Sitonggor- Bts.Tobasa dengan persamaan

dari kedua parameter ini adalah IRI = 0.257SDI + 0.790 dengan R2 = 0,825. Nilai

R2 menunjukkan bahwa kedua parameter ini berkorelasi paling kuat.

Kata Kunci : PARVID (Positioning Accurated Roughness with Video), Surface

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Jalan adalah merupakan prasarana yang digunakan untuk memindahkan

orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan hasil akhir yang

dikehendaki adalah cepat, aman dan nyaman sehingga secara fungsi, jalan tidak

mempunyai batas antar negara, provinsi ataupun kabupaten.

Saat ini konstruksi perkerasan jalan tidak saja dituntut untuk melayani

perkembangan lalu lintas dan beban kendaraan yang tinggi, tetapi juga dapat

memperhatikan kenyamanan.(Sukirman,1999)

Pemeliharaan jalan rutin maupun berkala perlu dilakukan untuk

mempertahankan keamanan dan kenyamanan jalan bagi pengguna dan menjaga

daya tahan/keawetan sampai umur rencana. Survei kondisi perkerasan perlu

dilakukan secara periodik baik struktural maupun non-struktural untuk

mengetahui tingkat pelayanan jalan yang ada (Suwardo & Sugiharto, 2004). Salah

satu tujuan pemeriksaan kondisi perkerasan antara lain untuk mengetahui

ketidakrataan permukaan jalan ( road roughness).

Ketidakrataan jalan (Road Roughness) merupakan parameter kondisi yang

paling banyak digunakan dalam mengevaluasi perkerasan jalan karena data

ketidakrataan jalan relatif mudah untuk diperoleh, obyektif, dan berkorelasi baik

dengan biaya operasional kendaraan serta parameter kondisi yang paling

relevan dalam pengukuran perilaku fungsional jalan dalam waktu jangka panjang

(11)

I.2 Latar Belakang

Ketidakrataan pada permukaan perkerasan jalan merupakan permasalahan

yang sangat kompleks terutama bagi pengguna jalan, seperti terjadinya waktu

tempuh yang lama, kemacetan, kecelakaan lalu-lintas, dan lain-lain.Ketidakrataan

jalan (Road Roughness) merupakan parameter kondisi yang paling banyak

digunakan dalam mengevaluasi perkerasan jalan.

PARVID (Positioning Accurated Roughness with Video) menggunakan

Roughmeter NAASRA sebagai alat pengukur ketidakrataan jalan. Survei kondisi

permukaan jalan dengan alat Roughmeter NAASRA dapat menghasilkan nilai

ketidakrataan jalan (IRI) per segmen dalam satu ruas jalan. Namun, terdapat

masalah karena hasil data keluaran adalah akumulasi, maksudnya adalah hasilnya

rata- rata per segmen, jadi terdapat perbedaan antara data keluaran dari alat

dengan kenyataan di lapangan sehingga menimbulkan pemeliharaan jalan yang

tidak tepat sasaran. Disisi lain metode visual (SDI) sering digunakan untuk

menghitung kerusakan jalan dengan cara subjektif, namun terdapat juga

kelemahan karena nilai yang didapatkan berupa subjektif dan dapat berbeda- beda

karena faktor manusiawi.

Secara umum penyebab kerusakan jalan ada berbagai sebab yakni umur

rencana jalan yang telah dilewati, genangan air pada permukaan jalan yang tidak

dapat mengalir akibat drainase yang kurang baik, beban volume lalu lintas

berulang yang berlebihan (overloaded) yang menyebabkan umur pakai jalan lebih

pendek dari perencanaan. Oleh sebab itu, karena kerusakan jalan sangat

(12)

volume lalu lintas yang padat dan jarang serta memiliki perbedaan kerusakan pada

satu segmen jalan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis mencoba membandingkan

data – data ketidakrataan jalan (IRI) dan metode visual (SDI) untuk mendapatkan

korelasi atau hubungan dalam mendapatkan nilai kerusakan jalan yang akurat

serta memilih ruas jalan yang mewakili volume lalu lintas yang padat dan jarang.

I.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kondisi permukaan jalan dengan metode visual melalui

metode SDI.

2. Mengetahui nilai ketidakrataan jalan memakai alat PARVID melalui

metode IRI.

3. Membandingkan hasil dari alat parvid dan visual untuk mendapatkan

korelasi antara metode SDI dan IRI

I.4 Manfaat Penelitian

Hasil analisa studi kasus ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

a. Pengembangan strategi pemeliharaan atau rehabilitasi jalan.

b. Mengevaluasi tingkat akurasi alat PARVID.

c. Perkiraan kondisi perkerasan yang akan datang.

I.5 Pembatasan Masalah

1. Jalan yang diteliti adalah empat ruas jalan provinsi di Sumatera Utara

mewakili volume lalu lintas yang padat dan jarang, yaitu : Jln. Setia

Budi (Sp.Jln.Flamboyan- Sp.Jln.J.Ginting) (2.24km), Jln.

(13)

Simp.Sitonggor- Tobasa (3.87km), Jln. Indrapura- Kuala Tanjung

(15.99km)

2. Penelitian perbandingan ketidakrataan jalan adalah pada perkerasan

lentur.

3. Perbandingan korelasi didapatkan dengan menggunakan metode IRI

(International Roughness Index) dan SDI (Surface Distress Index).

I.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan indikator- indikator ketidakrataan jalan,

seperti metode IRI (International Roughness Index) dan metode SDI (Surface

Distress Index). Untuk mengkajinya digunakan metode pengumpulan data, baik

data primer maupun data sekunder yang kemudian dianalisis.

I.6.1 Data Penelitian

Data Primer yaitu :

1. GPS, menyangkut lokasi geografis mobil survei tersebut berada

2. Panjang ruas jalan

3. IRI (International Roughness Index) atau ketidakrataan jalan

4. Video kondisi ruas jalan

Data sekunder yaitu :

1. Peta ruas jalan

2. Nama ruas jalan

3. Nomor ruas jalan

(14)

I.6.2 Pengolahan dan Analisis Data

Metode IRI

International Roughness Index (IRI) atau ketidakrataan permukaan jalan

dikembangkan oleh Bank Dunia pada tahun 1980an. IRI digunakan untuk

menggambarkan suatu profil memanjang dari suatu jalan dan digunakan sebagai

standar ketidakrataan permukaan jalan. Satuan yang biasa direkomendasikan

adalah meter per kilometer (m/km). (Silalahi, 2011)

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur nilai IRI adalah Roughmeter

NAASRA yang dikombinasi dengan peralatan lainnya yang disebut dengan

PARVID (Positioning Accurated Roughness with Video). Sebelum melakukan

survei ketidakrataan permukaan jalan maka harus dilakukan kalibrasi. Setelah

selesai dikalibrasi maka pengukuran nilai ketidakrataan permukaan jalan sudah

bisa dilakukan dengan kecepatan 20-40 km/jam. Hasil ketidakrataan jalan didapat

per segmen jalan, panjang tiap segmen adalah 100 m.

Tabel I.1 Klasifikasi Tabel IRI

Category IRI Surface Type Legend

1 < 4 Sealed Very Good

2 4 – 8 Sealed Good – Fair

3 8 – 12 Sealed Fair – Poor

4 12 – 16 Sealed Poor – Bad

5 16 – 20 Sealed Bad

6 >= 20 Sealed Very bad

(15)

Metode SDI

SDI (Surface Distress Index) adalah sistem penilaian kondisi

perkerasan jalan berdasarkan dengan pengamatan visual dan dapat digunakan

sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Dalam pelaksanaan metode SDI di

lapangan maka ruas jalan yang akan disurvei harus dibagi ke dalam

segmen-segmen. Penulis mengambil panjang tiap segmen adalah 100 m.

Contoh menghitung SDI :

! ! "

# $ ! # $ !

% & '

( (

Tabel I.2 Klasifikasi Tabel SDI

KONDISI JALAN SDI

BAIK < 50

SEDANG 50 – 100

RUSAK RINGAN 100 – 150

RUSAK BERAT > 150

(16)

Analisis Data

Data yang telah didapatkan dari hasil pengukuran di lapangan, baik itu

nilai SDI dan nilai IRI dianalisa dengan bantuan Microsoft Excel yang kemudian

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 UMUM

Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang terdiri dari lapisan yang

diletakkan diatas lapisan tanah dasar yang berfungsi untuk memikul beban lalu

lintas. Struktur perkerasan harus mampu mereduksi tegangan yang terjadi pada

tanah dasar dengan cara menyebarkannya pada lapisan perkerasan tanpa

menimbulkan lendutan pada lapis perkerasan yang dapat merusak struktur

perkerasan itu sendiri. Berdasarkan jenis bahan pengikatnya, struktur perkerasan

jalan dapat dibedakan atas 3 jenis, meliputi :

a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Struktur perkerasan jenis ini bekerja

dengan cara memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu struktur perkerasan yang

menggunakan semen sebagai bahan pengikat. Struktur perkerasan ini bekerja

sebagai pelat beton dengan atau tanpa tulangan yang diletakkan diatas tanah dasar

dengan atau tanpa lapis pondasi. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh

pelat beton.

c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu merupakan

kombinasi anatar perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Dapat berupa perkerasan

lentur diatas perkerasan kaku atau sebaliknya.

II.1.1 Konstruksi Perkerasan Lentur Jalan

Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan

(18)

menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan yang ada dibawahnya,

sehingga beban yang diterima oleh tanah dasar lebih kecil dari beban yang

diterima oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah dasar.

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari :

1. Lapisan permukaan (Surface Course)

Lapis permukaan struktur pekerasan lentur terdiri atas campuran mineral

agregat dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan

biasanya terletak di atas lapis pondasi.

Fungsi lapis permukaan antara lain :

a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.

b. Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan

akibat cuaca.

c. Sebagai lapisan aus (wearing course). Bahan untuk lapis permukaan umumnya

sama dengan bahan untuk lapis pondasi dengan persyaratan yang lebih tinggi.

Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air,

disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang

berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda. Pemilihan

bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan kegunaan, umur

rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-besarnya

dari biaya yang dikeluarkan.

2. Lapisan pondasi atas (Base Course)

Lapis pondasi adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak

(19)

bawah atau, jika tidak menggunakan lapis pondasi bawah, langsung di atas tanah

dasar.

Fungsi lapis pondasi antara lain :

a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda.

b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

3. Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course)

Lapis pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang

terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya terdiri atas lapisan dari

material berbutir (granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak,

atau lapisan tanah yang distabilisasi. Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebar

beban roda.

b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan

di atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya konstruksi).

c. Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.

d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar.

4. Lapisan tanah dasar (Subgrade)

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung

pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan

modulus resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam

perencanaan Modulus resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR

(20)

CBR berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-grained soil)

dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.

MR (psi) = 1.500 x CBR (2.1)

Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu sebagai

akibat beban lalu-lintas.

b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.

c. Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah

dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat

pelaksanaan konstruksi.

d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas untuk

jenis tanah tertentu.

e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang

diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak dipadatkan

secara baik pada saat pelaksanaan konstruksi.

II.2 Kerusakan Jalan

Kerusakan Jalan disebabkan oleh beban lalu lintas, kondisi lingkungan dan

umur dari perkerasan. Jenis kerusakan, luas kerusakan, dan tingkat kerusakan

adalah indikator kinerja perkerasan yang berkaitan langsung dengan kapasitas

struktural. Evaluasi kerusakan jalan biasanya dilakukan secara manual, seperti

(21)

Pengumpulan data kerusakan jalan memiliki banyak metoda yang

sehingga bentuk penyajiannya berbeda ( seperti : panjang kerusakan berbanding

wilayah ; wilayah kerusakan berbanding angka). Oleh karena itu diperlukan suatu

pembakuan dalam penyajian data. Menurut Manual Pemeliharaan Jalan Nomor :

001/T/Bt/1995 yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga ukuran

tingkat kerusakan jalan adalah IRI (International Roughness Index). IRI

merupakan pendekatan standar untuk pengumpulan data kerusakan yang umum

digunakan.

II.2.1 Metode Pengukuran Kerusakan Jalan

Kualitas jalan yang ada maupun yang akan dibangun harus sesuai dengan

standar dan ketentuan yang berlaku. Untuk mengetahui tingkat kerataan

permukaan jalan dapat dilakukan pengukuran menggunakan berbagai cara atau

menggunakan metoda yang telah direkomendasikan Oleh Bina Marga maupun

AASHTO. Sebelum merencanakan menggunakan metoda pemeliharaan yang

akan dilakukan, perlu dilakukan terlebih dahulu survei kondisi permukaan. Survei

yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja (evaluasi perkerasan) perkerasan

permukaan jalan yang diamati. Terdapat dua jenis survei untuk mengetahui

kondisi permukaan, yaitu:

• Survey secara visual.

Survei secara visual dilakukan dengan pengamatan mata, surveyor untuk

mengukur kondisi permukaan jalan yang karenanya data yang dikumpulkan

menjadi ulasan sangat subyektif sehingga tingkat keakurasiannya rendah. Survei

(22)

- penilaian kondisi lapisan permukaan, apakah masih baik, kritis, ataukah sudah

rusak.

- penilaian kenyamanan kendaraan menggunakan jenis kendaraan tertentu

penilaian dikelompokan menjadi nyaman, kurang nyaman, tidaknyaman.

- penilaian berat kerusakan yang terjadi, baik kualitas maupun kuantitas. Penilaian

dilakukan terhadap retak (crack), lubang (lubang), alur (rutting), pelepasan

butir (raveling), pengelupasan lapis permukaan (stripping)

,keriting (kerut), amblas (depresi), perdarahan, sungkur (mendorong), dan jembul (pergolakan).

• Survei dengan bantuan alat

Menggunakan metoda pengukuran kerataan permukaan jalan yang dikenal

umumnya antara lain menggunakan metoda NAASRA (SNI

03-34260-1994). Menggunakan metoda lain yang dapat digunakan untuk pengukuran dan

analisis kerataan perkerasan Edge, Slope Profilometer (AASHO Test), CHLOE

Profilometer, dan alat ini dipasangkan ke sumbu roda belakang kendaraan Roughometer. (Silvia Sukirman, 1999)

II.3 Evaluasi Jalan

Perkerasan jalan harus memberikan kenyamanan , keamanan, pelayanan

yang efisien kepada penguna jalan, dan memiliki kapasitas struktural yang mampu

mendukung berbagai beban lalu lintas dan tahan terhadap dampak dari kondisi

lingkungan. Evaluasi perkerasan jalan harus dilakukan secara teratur untuk

megetahui kinerja sebuah perkerasan pada titik tertentu dan pada masa yang akan

(23)

memenuhi tiga fungsi dasar perkerasan jala (kenyamanan, keamanan, dan efisiensi

pelayanan).

II.3.1 Jenis Evaluasi Jalan

Evaluasi perkerasan ini akan mencatat karakteristik karakteristik yang

mampu menggambarkan kinerja perkerasan melalui beberapa indeks. Berdasarkan

pada karakteristik yang disurvei, evaluasi perkerasan dapat diklasifikasikan

menjadi evalusi fungsional dan evaluasi struktural :

1. Evaluasi fungsional, yaitu evaluasi berupa informasi tentang karakteristik

perkerasan jalan yang secara langsung mempengaruhi keselamatan dan

kenyamanan pengguna jalan serta pelayanan jalan. Karakteristik utama yang

disurvei pada evaluasi fungsional ini adalah, dalam hal keamanan berupa

kekesatan permukaan jalan (skid resistance) dan tekstur permukaan jalan (surface

texture), serta ketidakrataan jalan ( road roughness) dalam hal pelayanan

(serviceability).

2. Evaluasi Struktural, yaitu evaluasi berupa informasi tentang kinerja struktur

perkerasan terhadap beban lalu lintas dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini,

survei katakteristik juga akan membantu dalam memperoleh informasi tentang

kinerja struktur perkerasan, kerusakan perkerasan dan sifat mekanikal/ strukrural

jalan. Kerusakan perkerasan secara tidak langsung akan mempengaruhi masalah

fungsional jalan seperti kegemukan pada jalan (pavement bleeding) akan

mempengaruhi kekesatan permukaan jalan (skid resistance), dan retak pada

(24)

II.4 Pengertian dan Penyebab Ketidakrataan Jalan

Ketidakrataan jalan ( Road Roughness) merupakan parameter kondisi yang

paling banyak digunakan dalam mengevaluasi perkerasan jalan karena data

ketidakrataan jalan relatif mudah untuk diperoleh, obyektif, dan berkorelasi baik

dengan biaya operasional kendaraan serta parameter kondisi yang paling relevan

dalam pengukuran perilaku fungsional jalan dalam waktu jangka panjang (Martin

1999).

Defenisi Ketidakrataan jalan (Road Roughness) menurut beberapa ahli

adalah:

1. Menurut Paterson (1987), ketidakrataan jalan adalah penyimpangan

dari permukaan jalan yang mempengaruhi dinamika bergerak kendaraan,

keselamatan, kenyamanan, kecepatan perjalanan serta dampak pada biaya operasi

kendaraan.

2. Menurut the American Society of Testing and Materials (ASTM)

(E867) , ketidakrataan jalan adalah penyimpangan permukaan jalan yang berbeda

dengan permukaan jalan normal dengan karakteristik dimensi yang

mempengaruhi dinamika kendaraan, kualitas berkendara, dinamika beban, dan

drainase.

3. Menurut Minnesota Department of Transportation (2007), ketidakrataan

jalan adalah penyimpangan pada tekstur permukaan jalan, yang melekat dalam

proses produksi tetapi tidak termasuk waviness (gelombang) dan kesalahan

bentuk.

Tingkat kerataan jalan (International Roughness Index, IRI) merupakan

(25)

jalan yang sangat berpengaruh pada kenyamanan pengemudi (riding quality).

Kualitas jalan yang ada maupun yang akan dibangun harus sesuai dengan standar

dan ketentuan yang berlaku. Syarat utama jalan yang baik adalah kuat, rata, kedap

air, tahan lama dan ekonomis sepanjang umur yang direncanakan. Untuk

memenuhi syarat-syarat tersebut perlu dilakukan monitoring dan evaluation secara

periodik atau berkala sehingga dapat ditentukan metode perbaikan konstruksi

yang tepat.

Ada beberapa penyebab ketidakrataan jalan, yaitu: beban lalu lintas, efek

dari lingkungan, bahan dari pembuatan jalan serta penyimpangan pada proses

konstruksi jalan. Pada proses konstruksi jalan, semua perkerasan jala raya

memiliki penyimpangan pengerjaan sehingga menyebabkan ketidakrataan jalan.

Ketidakrataan jalan dapat meningkat dikarenakan oleh beban lalu lintas dan

lingkungan (Fengxuan Hu,2004).

II.4.1 Alat- Alat Pengukur Ketidakrataan Jalan

Pengukuran tingkat ketidakrataan permukaan jalan belum banyak

dilakukan di Indonesia mengingat kendala terbatasnya peralatan sehingga

persyaratan kerataan dalam pengawasan dan evaluasi terhadap konstruksi jalan

yang ada tidak dapat dilakukan secara baik menurut standar nasional bidang jalan.

Untuk mengetahui tingkat ketidakrataan permukaan jalan dapat dilakukan

(26)

Roughometer NAASRA (National Association of Australian State Road

Authorities)

Alat ukur roughometer NAASRA atau disebut juga NAASRA meter

adalah alat pengukur ketidakrataan permukaan jalan yang dibuat oleh NAASRA

(SNI 03-3426-1994). Alat ini dipasangkan pada kendaraan jenis station wagon,

apabila tidak tersedia jenis kendaraan tersebut maka dapat diganti dengan

kendaraan Jeep 4 wheel drive, atau pick up dengan penutup pada baknya. Dalam

survai ketidakrataan permukaan jalan dengan alat ukur roughometer NASSRA

diperlukan beberapa alat bantu lainnya, yaitu: Dipstick Floor Profiler yang

digunakan sebagai alat pengukur perbedaan elevasi, Odometer sebagai alat

pengukur jarak tempuh, dua buah beban masing-masing seberat 50 kg dan alat

pengukur tekanan ban.

Sebelum melakukan survei ketidakrataan permukaan jalan, maka harus

ditentukan persamaan korelasi antara Dipstick Floor Profiler dengan alat ukur

NAASRA terhadap nilai IRI. Persamaan korelasi ini didapatkan dengan membuat

(27)

Seksi Percobaan (SP), paling sedikit dilakukan 8 SP yang dipilih dari jalan

yang permukaannya sangat rata sampai yang sangat tidak rata, panjang SP adalah

300 meter ditambah masing-masing 50 meter pada kedua ujungnya, kemudian

dilakukan pengukuran profil memanjang dengan alat Dipstick Floor Profiler,

selanjutnya menjalankan kendaraan survai dengan kecepatan 30 km/jam untuk

mencatat ketidakrataan permukaan jalan. Output data dari roughometer NASSRA

tersebut adalah nilai IRI (m/km) dengan interval 100 m dari satu ruas jalan.

Dipstick

Dipstick merupakan perangkat yang dikembangkan, dipatenkan, dan

dijual oleh The Edward W.Face Company Inc.USA. Panjang utama alat ini adalah

30.48 cm. Pada mulanya alat ini digunakan untuk memeriksa kerataan lantai.

Dipstick adalah perangkat sederhana untuk mengukur profil dari jalan. Alat ini

terdiri dari sebuah inklinometer yang dipasang di bingkai, sebuah pegangan dan

komputer mikro yang dipasang pada Dipstick tersebut.

(28)

Cara kerjanya adalah berjalan di sepanjang garis yang diprofilkan. Jarak

antara dua kaki pendukung 305 mm terpisah. Untuk mendapatkan profil menyusur

tanah, surveyor bersandar pada perangkat sehingga semua beratnya adalah pada

kaki terkemuka, kemudian mengangkat kaki belakang sedikit di atas tanah.

Kemudian angkat poros kaki 180 derajat, tempatkan kaki lainnya (sebelumnya

belakang) di depan, di sepanjang garis yang diprofilkan secara otomatis mencatat

perubahan elevasi, menandakan bahwa langkah berikutnya dapat diambil. Elevasi

acuan adalah nilai yang dihitung untuk titik sebelumnya. Ketinggian relatif

terhadap referensi disimpulkan oleh sudut relatif perangkat gravitasi,

bersama-sama dengan jarak antara penunjangnya. Analisis data untuk IRI perhitungan

terkomputerisasi dan plot profil permukaan skala selanjutnya dapat dicetak.

Rolling-straight edges

Cara kerja alat ini adalah dengan menarik alat ini pada lokasi pengukuran

sehingga roda pengukur berputar memberikan perubahan nilai pada skala (curved

scale). Ketelitian alat ini dibatasi oleh perputaran roda dan posisi roda pengukur.

Selama penggunaan roda dan kerangka akan naik bergerak naik turun disertai

pergerakan jarum penunjuk pada skala (curved scale).Untuk pencatatan secara

otomatis dapat dipasang pencatat otomatis (chart recorder) pada kerangka bagian

tengah. Tujuan pengukuran dan analisis kerataan jalan menggunakan Rolling

Straight Edge adalah : (1) untuk menganalisis tingkat kerataan permukaan (profil

memanjang) jalan dari hasil pengukuran dengan alat Rolling Straight Edge, (2)

(29)

Gambar 2.3 : Rolling-straight edges

(Sumber : http :// www.highwaysmaintenance.com)

MERLIN

MERLIN (Machine for Evaluating Roughness using Low-cost

Instrumentation) merupakan instrument yang dioperasikan secara manual yang

sering digunakan untuk mengkalibrasi Response-Type Road Roughness

Measuring Systems (RTRRMS) . MERLIN diperkenalkan pertama kali pada

tahun 1986. Terdiri dari roda tunggal pada frame yang dapat bergerak bergerak

sepanjang jalan, dan probe melekat pada lengan digunakan untuk merekam

variabilitas dari ketidakrataan sepanjang jalan.

Prinsip kerja MERLIN, alat ini diletakkan di atas jalan dengan roda dalam

posisi normal dimana kaki belakang (rear foot), alat penyelidik (probe), dan

penyeimbang (stabilizer) alat bersentuhan dengan permukaan jalan. Pegangan dari

MERLIN terangkat sehingga kaki belakang, alat penyelidik dan penyeimbangnya

terangkat dari permukaan jalan, setelah itu alat berpindah pada titik selanjutnya

yang akan diukur. Keuntungan dari MERLIN adalah biaya rendah dan

memungkinkan untuk digunakan pada negara berkembang, kekurangannya adalah

(30)
[image:30.612.190.456.62.243.2]

Gambar 2.4 : MERLIN

Sumber : Comparison of Roughness Measuring Instruments (Greggory Morrow,

2006)

Profilographs

Profilometers perkerasan jalan atau profilographs , pertama digunakan

dalam 1.958-1.960 (Road Test AASHO). Profilographs telah berkembang selama

bertahun-tahun dan terdapat berbagai bentuk, konfigurasi, dan merek. Karena

desain alat ini, mereka tidak praktis untuk survei kondisi jaringan. Profilographs

yang paling umum digunakan saat ini adalah untuk perkerasan kaku. Perbedaan

utama antara berbagai profilographs melibatkan konfigurasi roda, cara

pengoperasian, dan prosedur pengukuran.

Profilographs memiliki roda penginderaan, dipasang untuk menyediakan

secara grafis gerakan vertikal. Profilographs yang digunakan untuk menghitung

Indeks Kekasaran Internasional (IRI) yang dinyatakan dalam satuan inci / mil atau

mm / m. Kelemahan profilographs adalah selama pengukuran, dapat diasumsikan

bahwa kendaraan tidak boleh membuat variasi kecepatan besar dan kecepatan

(31)
[image:31.612.132.514.90.251.2]

Gambar 2.5 : Profilograph

(Sumber: Al-Ghalieh, M.A. M (2003) Developing a Roughness Criterion as a Basis for Performance Measurement of Palestinian Roadway Network) Tabel II.1 Perbandingan alat alat ketidakrataan

Alat Pengukur Ketidakrataan Tahun Pembuatan atau Perkembangan Biaya Relatif Kalibrasi Alat Penggunaan Alat Konsep Pengukuran Roughmeter

NAASRA 1970 an Mahal

Perlu Sulit

Pergerakan suspensi ban mobil

Dipstick 1980 an Murah Tidak

perlu Praktis

Elevasi pada kedua

kaki

Rolling

Straight Edge 1970 an Mahal

Tidak perlu

Sulit Perputaran

roda-roda pengukur

MERLIN 1986 Murah Tidak

perlu Praktis

Perputaran roda belakang

Profilograph 1958 Mahal Tidak

perlu Sulit

(32)

PARVID

PARVID (Positioning Accurated Roughness with Video) adalah

peralatan-peralatan yang digunakan untuk mensurvei data ketidakrataan jalan (roughness)

beserta video. Memiliki hak cipta dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merk PARVID no.

IDM000258052. Pencipta dan pengembang alat penunjang survei kondisi jalan ini

adalah Pontjo Mulyadi, BE, S.Sos. yang telah dikenal luas di seluruh Indonesia

karena telah sukses dengan alat penunjang survey NAASRA (Kekasaran Jalan)

yang dikenal dengan nama PAR (Positioning Accurated Roughness) dan PARVID

(Positioning Accurated Roughness with Video) yang telah dijual ke banyak

propinsi, diantaranya adalah Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Bali, Bengkulu,

Jambi, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Jawa tengah. Pengguna jasa yang pernah

menyewa alat ini untuk melakukan survey tahunan IIRMS adalah Propinsi

Banten, Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat,

dll. Bahkan ADB (Asian Development Bank) pernah menggunakan jasa

monitoring control pekerjaan proyek jalan di Sulawesi dengan menggunakan alat

PARVID ini.

PARVID merupakan gabungan dari peralatan- peralatan yang dipasang

serta dirangkai pada mobil survei, antara lain :

1. LOGER

Loger ini digunakan untuk menyimpan berbagai data tanpa menggunakan

laptop secara terus menerus, kapasitas loger ini mencapai 1 GigaByte (GB) ,

selanjutnya data yang disimpan loger dipindahkan ke laptop melalui kabel USB to

(33)

Loger adalah : NAASRA (National Association of Australian State Road

Authorities) meter yang menghasilkan nilai IRI (International Roughness Index)

2. GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM) TRACKING

Adalah sistem navigasi satelit, GPS ini menggunakan satelit yang

mengirimkan sinyal gelombang mikro ke bumi, sinyal ini diterima oleh alat

penerima di permukaan, dan digunakan untuk menentukan kecepatan, posisi, arah

dan waktu. Huruf N pada Latitude menyatakan North (Utara), yaitu Lintang utara,

garis lintang utara adalah garis khayal yang melingkari bumi dari equator (garis

khatulistiwa) hingga ke bagian kutub utara bumi. Huruf E pada Longitude

menyatakan East (Timur), yaitu bujur timur, garis bujur timur adalah garis khayal

yang berada di sebelah timur kota Greenwich.

3. NAASRA METER DAN KABEL PEGAS

Batang Naasra pemantau getaran kerusakan, setiap getaran sekecil apapun

akan ditangkap, dengan alat ini menggunakan Rotary pulsa 1000 satu putarannya

yang akan dikalikan dengan skala Naasra yang diinginkan, semakin besar skala

Naasra yang digunakan, maka semakin besar sensitifitas alat Naasra ini dalam

mendeteksi getaran.

4. ROTARY HALDA DAN ROTARY NAASRA

Alat penangkap sensor yang mana plat sensor tersebut sudah dirancang

untuk 1000 pulsa (untuk Naasra) dan 50 pulsa (untuk Haldameter), sebagai alat

penangkap getaran menjadi elektromagnetik.

5. COUNTER

Alat monitor pencatat Naasra meter yang bersifat display dengan 6 digit

(34)

Naasra meter dan Haalda meter ini harus disesuaikan dengan skala kalibrasi loger

pada saat kalibrasi mobil dijalankan.

6. POWER INVERTER

Alat elektronik untuk mengubah Listrik DC (accu mobil) menjadi AC

dengan kapasitas volume 300 watt, alat ini juga berguna untuk pemakaian listrik

lainnya seperti HandyCam, charger HP atau Lap Top dll.

7. LAPTOP

Laptop digunakan untuk memproses data (Processing Data) yang

disambungkan ke loger melalui kabel USB to Serial menggunakan software

(Perangkat lunak).

8. HANDY CAM DAN MONITOR

Handycam digunakan untuk menghasilkan 2 output video, Video situasi

jalan yang ditempatkan di depan , untuk merekam video 70% situasi jalan, dan

30% langit-langit.

9. MONITOR

Monitor pada sandaran kursi ini digunakan untuk melihat display

handycam kondisi aspal yang berada di belakang atap mobil, dan untuk

memonitor kerja Record ON/OFF handycam.

10. SENSOR

Loger PARVID telah dilengkapi dengan kabel sensor (gambar) yang akan

dihubungkan dengan kabel 2 remote handycam, yaitu remote handycam situasi

(depan), dan remote kondisi aspal.Loger PARVID dengan kabel sensor tekan

yang akan dihubungkan dengan remote handycam.Pada pelaksanaan survey, jika

(35)

survey di awal ruas (menekan angka 1 pada loger), remote akan otomatis

mengirimkan sinyal ON kepada handycam, sehingga semua alat dapat bekerja

secara bersamaan.

Keuntungan menggunakan alat ini :

1. Kondisi Jalan bisa dilihat dari monitor video yang berada di dalam mobil,

semakin tinggi resolusi display gambar dan luas display gambar dalam video,

maka keakuratan data akan semakin tinggi.

2. Mobil dilengkapi dengan alat Halda meter yang terhubung dengan odometer

mobil dan Rotary Halda dengan pulse 50/putaran dengan keakuratan skala 4

desimal dibelakang koma, sehingga keakuratan pengukuran panjang jalan

tidak diragukan lagi (metode halda meter alat kami ini telah dipakai oleh

banyak propinsi dalam pengambilan data jalan , diantaranya adalah propinsi

Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Sulawesi Utara, Jambi, Jawa

timur, Jawa tengah, Bali, dll).

3. Mobil PARVID juga dilengkapi dengan alat GPS yang akan menangkap posisi

Latitude dan Longitude jalan setiap 100 meter.

Kerugian menggunakan alat ini :

1. Menggunakan inverter dalam mobil sebagai sumber listrik, jadi tidak boleh

terlalu banyak bergerak karena akan mengakibatkan korslet.

2. Tidak praktis karena peralatan- peralatan yang banyak dan beragam yang

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Tujuan Metodologi Peneletian

Tujuan metodologi ini adalah menjelaskan tata cara dalam mendapatkan

data-data pokok baik data primer maupun data lain yang diperlukan, yang

selanjutnya akan digunakan dalam pengolahan dan juga analisa data dalam rangka

mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan, yaitu menilai kondisi

perkerasan jalan untuk mengidentifikasi jenis dan tingkat kerusakan jalan serta

mengukur ketidakrataan permukaan perkerasan jalan untuk dibandingkan dengan

metode yang ada.

III.2 Bagan Alir

Berdasarkan studi pustaka yang sudah dibahas sebelumnya, maka untuk

memudahkan dalam pembahasan dan analisa dibuat suatu diagram alir atau

flowchart, seperti pada Gambar 3.1. Diagram alir ini merupakan tahapan studi

yang akan dilakukan dalam rangka menyelesaikan studi ini. Dengan demikian,

studi ini dapat diselesaikan dengan sistematis dan mendapatkan hasil yang valid

(37)

Gambar 3.1: Diagram aliran penelitian Analisis Data :

- Metode IRI - Metode SDI

Mulai

Pengambilan Data

Data Primer : - Koordinat mobil

survei

- Panjang ruas jalan - IRI

- Video kondisi ruas jalan

Kesimpulan dan saran

Selesai

[image:37.612.162.467.97.635.2]

Persamaan Korelasi IRI & SDI Grafik Korelasi IRI & SDI

Landasan Teori

Data Sekunder : - Peta

(38)

III.3 Metode Penelitian

Peneltitian ini termasuk penelitian terapan, yaitu mengimplementasikan

indikator-indikator penilian terhadap kinerja perkerasan jalan, seperti IRI dan SDI.

Untuk mengkaji gambaran kinerja maka metode yang digunakan adalah metode

pengumpulan data, yang dimulai dari data primer dan data sekunder kemudian

dilakukan analisis.

III.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu cara atau proses yang sistematis

dalam pengumpulan, pencatatan, dan penyajian fakta untuk mencapai tujuan

tertentu. Tujuan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh

faktor-faktor untuk melakukan analisa kinerja perkerasan jalan.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa :

Data Primer

Data yang dikumpulkan langsung dari lokasi penelitian. Data primer

diperoleh melalui alat PARVID yang menggunakan Roughometer NAASRA

sebagai pengukur ketidakrataan permukaan jalan. Yaitu :

1. GPS, menyangkut lokasi geografis mobil survei tersebut berada

2. Panjang ruas jalan

3. IRI (International Roughness Index) atau ketidakrataan jalan

4. Video kondisi ruas jalan

Data Sekunder

Data yang didapat dari survei kondisijalan Bina Marga sebelumnya yaitu :

1. Peta ruas jalan

(39)

3. Nomor ruas jalan

4. Status ruas jalan

III.6 Metode Visual

Survei kondisi permukaan dengan metode visual adalah sistem penilaian

kondisi perkerasan jalan berdasarkan dengan pengamatan visual dan dapat

digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Diantaranya adalah :

1. Metode Pavement Condition Index (PCI)

2. Metode Road Condition Index (RCI)

3. Metode Surface Distress index (SDI)

III.6.1 Metode Pavement Condition Index (PCI)

Pavement Condition Index (PCI) adalah sistem penilaian kondisi perkerasan

jalan berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi. Adapun penilaian

kondisi kerusakan jalan dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap jenis –

jenis kerusakan yang akan ditinjau. Menurut metode Pavement Condition

Index(PCI), jenis – jenis kerusakan jalan yang ditinjau adalah alligator cracking, bleeding, block cracking, bumps and sags, corrugation, depression, edge cracking, joint reflection, lane/shoulder drop off, longitudinal and transverse cracking, patching and utility cut patching, polished aggregate, potholes, railroad crossings, rutting, shoving, slippage cracking, swell, weathering and ravelling.Jenis – jenis kerusakan perkerasan jalan tersebut akan di identifikasi

berdasarkan tingkat kerusakan pada tiap – tiap jenis kerusakan (severity level).

Tingkat kerusakan yang akan digunakan dalam metode PCI adalah low severity

(40)

Penilaian Kondisi Perkerasan

Dalam melaksanakan penilaian kondisi perkerasan di lakukan dalam

beberapa tahap pekerjaan. Tahap awal adalah dengan mengevaluasi jenis – jenis

kerusakan yang terjadi sesuai dengan tingkat kerusakannya (severity level). Yaitu

dengan cara mengukur panjang, luas dan kedalaman terhadap tiap – tiap

kerusakan. Kemudian pada tahap berikutnya perlu dihitung nilai density, deduct

value, total deduct value, corrected deduct value, sehingga kemudian akan didapat

nilai PCI yang merupakan acuan dalam penilaian kondisi perkerasan jalan.

Klasifikasi Kualitas Perkerasan dan Penentuan Jenis Pemeliharaan

Dari nilai PCI masing-masing unit penelitian dapat diketahui kualitas lapis

perkerasan untuk unit segmen berdasarkan kondisi tertentu yaitu sempurna

(excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor),

sangat jelek (very poor), dan gagal (failed). Adapun pembagian nilai kualitas

[image:40.612.137.481.458.707.2]

kondisi perkerasan berdasarkan nilai PCI adalah sebagai berikut :

(41)

Dari hasil klasifikasi kualitas perkerasan jalan ini, maka dapat ditentukan

urutan jenis pemeliharaan yang sesuai untuk di lakukan. Jika nilai PCI < 50 (untuk

jalan primer), dan nilai PCI < 40 (untuk jalan sekunder), maka diusulkan jenis

pemeliharaan mayor yaitu pemeliharaan terhadap keseluruhan unit jalan melalui

overlay atau rekonstruksi terhadap jalan tersebut. Sedangkan jika nilai PCI > 50

(untuk jalan primer, dan nilai PCI > 40 (untuk jalan sekunder) maka dapat

dilakukan program pemeliharaan rutin sebagai usulan penanganannya.

Kelebihan Metode PCI :

1. PCI mendeskripsikan rating kondisi performansi permukaan jalanyang lebih

bersifat struktural karena analisisnya harus didukung denganpengukuran jenis dan

tipe kerusakan yang dilengkapi dengan pendetailan dimensidan klasifikasi

kerusakan tiap jenis kerusakan yang diamati pada tiap luasan.

2. Hasil pengukuran nilai PCI memilikikelebihan dalam hal penyajian data

pendukung lebih detail dan lengkap untukmemutuskan perlunya perbaikan berkala

atau peningkatan jalan karena dapatditelusuri jenis kerusakan struktural apa yang

dominan di luasan perkerasan jalanyang diteliti.

Kekurangan Metode PCI :

1. Pemahaman untuk memutuskan jenis dan tipe kerusakan perkerasan hampir

tidaksama antar pakar (tenaga ahli).

2. Pengukuran detail dimensi (panjang, lebar,kedalaman) tiap jenis kerusakan

memerlukan waktu yang lama (lebih dari satu jamuntuk tiap jenis kerusakan).

III.6.2 Metode Road Condition Index (RCI)

Road Condition Index (RCI), disebut juga indeks kondisi jalan, merupakan

(42)

Association of StateHighway Officials (AASHO) pada tahun 1960an. Disamping Present Serviceability Indexyang digunakan dalam perencanaan tebal perkerasan,

indeks kondisi jalan dapat digunakansebagai indikator tingkat kenyamanan dari

suatu ruas jalan yang dapat diestimasi dariparameter kinerja fungsional lainnya

seperti ketidakrataan perumkaan jalan. Indeks kondisijalan dapat juga ditentukan

dengan pengamatan langsung secara visual di lapangan olehbeberapa orang ahli.

Penilaian kondisi permukaan perkerasan terhadap parameter RCI dapatdilihat

[image:42.612.140.503.314.549.2]

pada tabel di bawah.

Tabel 3.2 Kondisi Permukaan Jalan secara Visual dan Nilai RCI

Sumber : Sukirman (1999)

Kelebihan Metode RCI :

1. Indeks kondisi jalan dapat digunakansebagai indikator tingkat kenyamanan dari

suatu ruas jalan yang dapat diestimasi dari parameter kinerja fungsional.

Kekurangan Metode RCI :

1. Indeks kondisi jalan ditentukan dengan pengamatan langsung secara visual di

(43)

III.6.3 Metode Surface Distress index (SDI)

SDI (Surface Distress Index) adalah sistem penilaian kondisi perkerasan

jalan berdasarkan dengan pengamatan visual dan dapat digunakan sebagai acuan

dalam usaha pemeliharaan. Dalam pelaksanaan metode SDI di lapangan maka

ruas jalan yang akan disurvei harus dibagi ke dalam segmen-segmen. Penulis

mengambil panjang tiap segmen adalah 100 m.

Data-data yang akan diambil berdasarkan metode bina marga adalah :

1. Keretakan (Cracking), jenis keretakan yang di tinjau adalah retak kulit buaya,

acak, melintang, memanjang (dengan skala kerusakan 5, 4, 3, 1), dengan

ketentuan lebar retakan 2 mm, 1 – 2 mm, < 1 mm (dengan skala kerusakan 3, 2,

1), serta luasan kerusakan > 30 %, 10 – 30 %, < 10 % (dengan skala kerusakan 3,

2, 1). Masing-masing keadaan skala menunjukkan kondisi mulai dari rusak berat

sampai ringan.

2. Alur (Rutting), diukur berdasarkan kedalaman kerusakan mulai dari skala > 20

mm, 11 – 20 mm, 6 – 10 mm, 0 – 5 mm (dengan skala kerusakan 7, 5, 3, 1).

Masing-masing keadaan skala menunjukkan kondisi mulai dari rusak berat sampai

ringan.

3. Lubang (Potholes) dan Tambalan (Patching), diukur berdasarkan luasan

kerusakan yang terjadi yang dimulai dari skala > 30 %, 20 – 30 %, 10 – 20 %, <

10 % (dengan skala kerusakan 3, 2, 1, 0). Masing-masing keadaan skala

menunjukkan kondisi mulai dari rusak berat sampai ringan.

4. Kekasaran permukaan, jenis kerusakan yang ditinjau adalah pengelupasan

(44)

(fatty/bleeding), dan permukaan rapat (close texture). Dengan skala kerusakan 4,

3, 2, 1, 0.

5. Amblas (Depression), diukur berdasarkan kedalaman kerusakan yang terjadi

dimulai dari skala > 5/100 m, 2 – 5 /100 m, 0 – 2 /100 m (dengan skala kerusakan

4, 2, 1). Masing-masing keadaan skala menunjukkan kondisi mulai dari rusak

berat sampai ringan.

6. Bleeding

Kegemukan (bleeding) biasanya ditandai dengan permukaan jalan yang

menjadi lebih hitam dan licin. Permukaan jalan menjadi lebih lunak dan lengket.

Ini disebabkan pemakaian aspal yang berlebih.

Tingkat kerusakan dibagi menjadi kerusakan ringan (low) yang ditandai

dengan permukaan jalan yang hitam, aspal tidak menempel pada roda kendaraan,

kerusakan sedang (medium) yang ditandai dengan permukaan aspal hitam, aspal

menempel pada kendaraan selama beberapa minggu dalam setahun, kerusakan

berat (high) yang di tandai dengan permukaan yang berwarna hitam dan terdapat

jejak roda kendaraan akibat aspal yang menempel pada roda kendaraan.

(45)

7.Weathering and Ravelling

Kerusakan ini ditandai dengan permukaan perkerasan yang kasar dan

rusak akibat hilangnya bahan pengikat aspal atau tar sehingga menyebabkan

pelepasan butiran aggregat. Pelepasan butiran ini menunjukkan kualitas aspal

serta campuran yang rendah atau ada kesalahan dalam pencampuran. Pelepasan

butiran ini juga dapat di sebabkan adanya lalu lintas yang berlebih.

Berdasarkan tingkat kerusakannya dapat dibedakan menjadi kerusakan

rendah (low) ditandai dengan dimulainya pelepasan butiran pada permukaan jalan,

kerusakan sedang (medium) yang ditandai dengan pelepasan butiran yang

menyebabkan permukaan jalan menjadi tidak rata dan kasar, kerusakan berat

(high) yang ditandai dengan pelepasan butiran yang menyebabkan permukaan

menjadi tidak rata, kasar, dan tidak jarang disertai dengan adanya lubang disekitar

kerusakan.

III.6.1 Tata Cara Menilai SDI

Dari hasil pengamatan tersebut, maka di dapat nilai dari tiap jenis

kerusakan yang diidentifikasi, sehingga untuk menentukan penilaian kondisi jalan

didapat dengan cara menjumlahkan seluruh nilai kerusakan perkerasan yang

terjadi, dapat diketahui bahwa semakin besar angka kerusakan kumulatif maka

akan semakin besar pula nilai kondisi jalan, yang berarti bahwa jalan tersebut

memiliki kondisi yang buruk sehingga membutuhkan pemeliharaan yang lebih

baik.

1. Survei kondisi jalan (RCS) secara visual

2. Setiap lubang untuk 100 (seratus) m

(46)

- Kondisi permukaan perkerasan

- Kondisiretak di permukaan jalan

- Jumlah dan ukuran lubang

- Bekas roda

- Kerusakanpada tepi perkerasan jalan, dan lain lain

Nilai SDI dihitung dengan pembobotan

- % Total luasan retak bobot 1

- % Luasan retak lebar bobot 2

- Jumlah lubang/100m bobot 3

- Kondisi permukaan

* Ravelling bobot 50

* Fatty/normal 0

- Kedalaman alur (mm) bobot 5

- % Luas tambalan bobot 3

Contoh menghitung SDI :

! ! "

# $ ! # $ !

% & '

( (

(47)
[image:47.612.139.463.96.305.2]

Tabel 3.3 Klasifikasi Tabel SDI

KONDISI JALAN SDI

BAIK < 50

SEDANG 50 – 100

RUSAK RINGAN 100 – 150

RUSAK BERAT > 150

Kelebihan Metode SDI :

1. Memakai form survei yang sesuai dengan kerusakan yang ditinjau pada metode

SDI.

2. Dapat dilakukan dengan mobil survei.

3. Jenis dan tipe kerusakan mempunyai bobot masing- masing.

Kekurangan Metode SDI :

1. Untuk menghitung SDI diperlukan data jenis dantipe kerusakan per 100 m

panjang jalan sehingga akuisisi data ukur memerlukan waktuyang cukup lama.

III.7 Metode International Roughness Index (IRI)

International Roughness Index (IRI) atau ketidakrataan permukaan jalan

dikembangkan oleh Bank Dunia pada tahun 1980an. IRI digunakan untuk

menggambarkan suatu profil memanjang dari suatu jalan dan digunakan sebagai

standar ketidakrataan permukaan jalan. Satuan yang biasa direkomendasikan

adalah meter per kilometer (m/km).Pengukuran IRI didasarkan pada perbandingan

(48)

jarak yang ditempuh oleh kendaraan selama pengukuran berlangsung ( dalam m,

km, dll ).

Untuk mengetahui tingkat kerataan permukaan jalan dapat dilakukan

pengukuran dengan menggunakan berbagai cara /metode yang telah

direkomendasikan oleh Bina Marga maupun AASHTO. Metode pengukuran

kerataan jalan yang dikenal pada umumnya antara lain metode NAASRA (SNI

03-3426-1994). Metode lain yang dapat digunakan untuk pengukuran dan analisis

kerataan perkerasan adalah Rolling Straight Edge, Slope Profilometer (AASHTO

[image:48.612.155.488.322.625.2]

Road Test), CHLOE Profilometer, dan Roughometer.

Gambar 3.3: International Roughness Index

(49)

Untuk tugas akhir ini cara/metode yang digunakan untuk mengukur nilai

ketidakrataan perkerasan jalan adalah adalah Roughmeter NAASRA yang

dikombinasi dengan peralatan lainnya yang disebut dengan PARVID (Positioning

Accurated Roughness with Video). PARVID merupakan gabungan dari peralatan-

peralatan yang dipasang serta dirangkai pada mobil survei.

Standard Operating Procedure (SOP) yang harus dilakukan dalam

proses penggunaan alat PARVID adalah sebagai berikut :

Pemasangan Alat- alat Survei, yaitu :

1. LOGER

Loger ini digunakan untuk menyimpan berbagai data tanpa menggunakan

laptop secara terus menerus, kapasitas loger ini mencapai 1 GigaByte (GB) ,

selanjutnya data yang disimpan loger dipindahkan ke laptop melalui kabel USB to

serial dan tersimpan dalam bentuk Microsoft Excel (.xls). Output yang disimpan

Loger adalah :NAASRA (National Association of Australian State Road

Authorities) meter yang menghasilkan nilai IRI (International Roughness Index)

2. GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM) TRACKING

Adalah sistem navigasi satelit, GPS ini menggunakan satelit yang

mengirimkan sinyal gelombang mikro ke bumi, sinyal ini diterima oleh alat

penerima di permukaan, dan digunakan untuk menentukan kecepatan, posisi, arah

dan waktu. Huruf N pada Latitude menyatakan North (Utara), yaitu Lintang utara,

garis lintang utara adalah garis khayal yang melingkari bumi dari equator (garis

khatulistiwa) hingga ke bagian kutub utara bumi. Huruf E pada Longitude

menyatakan East (Timur), yaitu bujur timur, garis bujur timur adalah garis khayal

(50)

3. NAASRA METER DA

Batang Naasra pe

akan ditangkap, dengan

yang akan dikalikan den

Naasra yang digunakan,

[image:50.612.208.411.79.227.2]

mendeteksi getaran.

Gambar 3.5 NA

4. ROTARY HALDA D

Alat penangkap

untuk 1000 pulsa (untuk

[image:50.612.212.373.396.561.2]

penangkap getaran menja

Gambar 3.4 GPS

DAN KABEL PEGAS

pemantau getaran kerusakan, setiap getaran seke

an alat ini menggunakan Rotary pulsa 1000 satu p

dengan skala Naasra yang diinginkan, semakin b

an, maka semakin besar sensitifitas alat Naasra

AASRA METER DAN KABEL PEGAS

DAN ROTARY NAASRA

p sensor yang mana plat sensor tersebut sudah

tuk Naasra) dan 50 pulsa (untuk Haldameter), se

njadi elektromagnetik.

kecil apapun

u putarannya

besar skala

ra ini dalam

ah dirancang

(51)
[image:51.612.144.490.87.231.2]

Gambar 3.6 ROT

5. COUNTER

Alat monitor pen

angka. Kendali monitor

Naasra meter dan Haalda

pada saat kalibrasi mobil

6. POWER INVERTER

Alat elektronik

dengan kapasitas volume

lainnya seperti HandyCa

Ga

OTARY HALDA DAN ROTARY NAASRA

pencatat Naasra meter yang bersifat display deng

or pergerakan Naasra dan Halda meter. Nilai Skal

lda meter ini harus disesuaikan dengan skala kalib

il dijalankan.

R

k untuk mengubah Listrik DC (accu mobil) me

me 300 watt, alat ini juga berguna untuk pemaka

Cam, charger HP atau Lap Top dll.

Gambar 3.7 POWER INVERTER

ngan 6 digit

kala kalibrasi

alibrasi loger

menjadi AC

[image:51.612.198.417.492.661.2]
(52)

7. LAPTOP

Laptop digunak

disambungkan ke loger

(Perangkat lunak).

8. HANDY CAM DAN

Handycam digun

jalan yang ditempatkan

30% langit-langit.

Gamba

9. MONITOR

Monitor pada s

handycam kondisi asp

memonitor kerja Record

10. SENSOR

Loger PARVID t

dihubungkan dengan ka

(depan), dan remote ko

yang akan dihubungkan

akan untuk memproses data (Processing Da

ger melalui kabel USB to Serial menggunakan

N MONITOR

unakan untuk menghasilkan 2 output video, Vid

an di depan , untuk merekam video 70% situasi

bar 3.8 HANDY CAM DAN MONITOR

sandaran kursi ini digunakan untuk meliha

spal yang berada di belakang atap mobil, d

rd ON/OFF handycam.

D telah dilengkapi dengan kabel sensor (gambar)

kabel 2 remote handycam, yaitu remote handyc

kondisi aspal.Loger PARVID dengan kabel sen

an dengan remote handycam.Pada pelaksanaan su

Data) yang

an software

Video situasi

si jalan, dan

lihat display

, dan untuk

r) yang akan

ycam situasi

sensor tekan

(53)

kabel loger telah dihubungkan ke kabel remote, maka ketika dilakukan start

survey di awal ruas (menekan angka 1 pada loger), remote akan otomatis

mengirimkan sinyal ON kepada handycam, sehingga semua alat dapat bekerja

secara bersamaan.

2.Kalibrasi Halda (Jarak)

Setelah semua alat- alat terpasang pada mobil survei maka dilakukan kalibrasi jarak.

Segmen Jalan Untuk Lokasi Kalibrasi

• Ukur dengan Roll meter, Segmen dengan panjang 300 m dan pada bagian

jalan yang lurus

• Ukur Jalan dengan Alat Halda, dan lakukan berkali kali dengan mengganti

skala Rotary pada counter, hingga mencapai nilai panjang yang sesuai

Pemberian Tanda Bantudan Rambu Pengaman

• Di awal dan akhir lokasi pengukuran harus diberi tanda.

• Di jalur ban harus diberi tanda menggunakan cat pilok untuk memudahkan

pelaksanaan pengukuran.

[image:53.612.132.509.414.564.2]

• Dilengkapi rambu lalulintas ( traffic cone )

Gambar 3.9 Kalibrasi Sensor Jarak

3. Kalibrasi Roughometer NAASRA

Setelah dilakukan kalibrasi sensor jarak maka dilakukan kalibrasi

Roughometer NAASRA dengan menggunakan Dipstick sebagai alat bantu untuk

(54)

mengambil sampel jalan untuk 5 (lima) sampel yaitu : Sangat baik, baik, sedang,

buruk, sangat buruk.

Setelah selesai dikalibrasi maka pengukuran nilai ketidakrataan permukaan

jalan sudah bisa dilakukan dengan kecepatan 20-40 km/jam. Hasil ketidakrataan

jalan didapat per segmen jalan, panjang tiap segmen adalah 100 m.

Setelah dilakukan kalibrasi Roughometer NAASRA maka sudah bisa

dilakukan pengukuran di lokasi penelitian. Pengukuran nilai IRI dilakukan tiap

100 meter, sama seperti pengukuran nilai SDI. Dalam proses pengambilan nilai

kerataan perkerasan maka kendaraan harus dijalankan dengan kecepatan 20-40

km/jam, hal ini diperlukan agar data yang didapat dari pengukuran menjadi

semakin akurat.

Kemudian setelah data kerataan perkerasan selesai diambil, maka data

hasil survei bisa langsung didapat dengan menghubungkannya dengan laptop dan

data diunduh ke dalam laptop.

Tabel 3.4 Klasifikasi Tabel IRI

Category IRI Surface Type Legend

1 < 4 Sealed Very Good

2 4 – 8 Sealed Good – Fair

3 8 – 12 Sealed Fair – Poor

4 12 – 16 Sealed Poor – Bad

5 16 – 20 Sealed Bad

6 >= 20 Sealed Very bad

(55)

BAB IV

ANALI

Gambar

Tabel I.2 Klasifikasi Tabel SDI
Gambar 2.1: Alat ukur Roughometer NAASRA
Gambar 2.2 : Dipstick Sumber : (Fengxuan, H. 2004)
Gambar 2.4 : MERLIN
+7

Referensi

Dokumen terkait

Idrus, M, 2011, Evaluasi Kerusakan Permukaan Jalan dengan Metode Pavement Condition Index (PCI) Pada Ruas Jalan Isimu-Paguyaman, Universitas Negeri

Untuk tabel perhitungan data Semantik Differensial alternatif jawaban Kondisi yang lainnya pada ruas trotoar Sisi kiri 1 (Segmen 1) jalan Raya Darmo yang

Sementara ruas jalan Teuku Umar berdasarkan hasil survei yang dilaksankan diperoleh volume arus lalu lintas maksimum pada ruas jalan Teuku Umar dengan panjang

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kondisi jalan melalui survei kondisi jalan secara visual dengan menggunakan metode survei Road Condition Index (RCI) untuk

Sedangkan pada Gambar 4, kita dapat melihat perbandingan kondisi jalan nasional di Kota Palembang berdasarkan IRI dan SDI pada tahun 2016.. Gambar Kondisi Jalan Tahun 2016

permukaan jalan. Salah satu tahapan dalam merevaluasi kondisi permukaan jalan adalah dengan melakukan penilaian terhadap kondisi eksisting jalan. Nilai kondisi jalan ini

Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa saja jenis-jenis kerusakan yang terdapat pada lapis permukaan ruas Jalan G.Obos XII, ruas Jalan Samudin

Pembagian Segmen Jalan Analisis Penilaian Kondisi Jalan Menggunakan Metode PCI Berdasarkan perolehan data hasil survei, dilakukan analisa perhitungan sehingga dapat