• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula Mojopanggung Tulung Agung Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula Mojopanggung Tulung Agung Jawa Timur"

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

INDIVIDUAL PETANI

DI PABRIK GULA MOJOPANGGUNG

TULUNG AGUNG - JAWA TIMUR

M U L Y A D I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul : Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula Mojopanggung Tulung Agung, Jawa Timur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2006

(3)

based Method at Mojopanggung Sugar Factory, Tulung Agung, East Java. Under the direction of TAJUDDIN BANTACUT, M. ZEIN NASUTION and M. ROMLI.

Rendemen is yield measurement of sugar production process which is a single measurement of farmer’s sugar (income). Therefore, it is important for farmer and sugar factory. The current method of rendemen determination prevails nowadays has some weaknesses. Sampling of first tapping sap is not accurate. Sugar cane sap of farmer is mixed with other farmers. Sugar cane sap content, as one of criteria of sugar cane quality, is determined equal for all sugar cane in one milling period. Therefore, rendemen determination does not reflect difference of sugar cane type and quality. This condition stimulates decrease of sugar cane quality because the farmer unwilling to maintain and improve sugar cane quality, that finally influence the total sugar production and quality.

This problem should be overcome through improvement of rendemen determination technique to appraise individual achievement. Using individual-based method can be carried out through identification and seek type of relationship among factors influencing rendemen. The first step, rendemen determination is performed by using Core Sampler (CS) technique and Krepyak Mini Sampler (KMS) as alternatives.

The study was carried out at Mojopanggung Sugar Factory, Tulung Agung, East Java in milling season 2005. The result showed that CS technique can be recommended as individual rendemen determination technique. The technique was more accurate, reliable, objective, and easy to conduct for estimating individual sugar cane rendemen.

Furthermore, with the alternative technique, rendemen can be estimated through input components. The result of study showed that rendemen was affected by input components such as : N-fertilizer application at level 0 – 0,8 ton/ha ZA, delay time (“kewayuan”) at 0 – 4,5 days and brix (%). The relationship between rendemen and input components is described in regression quotient :

Y = 0,198 + 0,226 X1 – 0,040 X2 + 0,451 X3

(4)

ABSTRAK

MULYADI. Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di

Pabrik Gula Mojopanggung Tulung Agung Jawa Timur. Dibimbing oleh

TAJUDDIN BANTACUT, M. ZEIN NASUTION dan M. ROMLI.

Rendemen merupakan tolok ukur hasil dari proses produksi gula, sehingga penting bagi petani dan pabrik gula. Penentuan rendemen yang berlaku saat ini mempunyai kelemahan. Sampling nira perahan pertama tidak akurat, nira dari tebu petani yang satu tercampur dengan petani lain. Kadar nira tebu, sebagai salah satu kriteria kualitas tebu, ditetapkan sama untuk semua tebu dalam satu periode giling. Dengan demikian, hasil penetapan rendemen tidak mencerminkan perbedaan jenis dan mutu tebu. Kondisi ini mendorong terjadinya penurunan kualitas tebu karena petani enggan meningkatkan kualitas tebu yang dihasilkan, sehingga terjadi disinsentif terhadap peningkatan produksi gula.

Masalah ini perlu diatasi dengan cara menggunakan teknik penetapan rendemen alternatif yang menghargai prestasi individu. Penggunaan metoda berbasis individu dapat dilakukan melalui identifikasi dan mencari bentuk hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rendemen. Sebagai langkah awal, dilakukan pengukuran rendemen menggunakan metoda sampling dengan teknik Core Sampler (CS) dan Krepyak Mini Sampler (KMS) sebagai alternatif.

Penelitian dilaksanakan di PG Mojopanggung, Tulung Agung-Jawa Timur pada musim giling 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik CS dapat direkomendasikan sebagai teknik penetapan rendemen individu. Teknik tersebut lebih akurat, terpercaya, obyektif dan mudah dilakukan untuk penetapan rendemen tebu secara individual petani.

Selain itu, dengan teknik penetapan alternatif ini, rendemen dapat diduga melalui komponen-komponen input. Hasil penelitian menunjukkan rendemen dipengaruhi oleh komponen input berupa pemupukan N pada level 0 sampai 0,8 ton/ha ZA, kewayuan pada 0 sampai 4,5 hari dan total padatan terlarut atau brix (%).

Hubungan antara rendemen dengan komponen-komponen input tersebut dinyatakan dalam persamaan regresi :

Y = 0,198 + 0,226 X1 – 0,040 X2 + 0,451 X3

(5)

© Hak cipta milik Mulyadi, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(6)

KAJIAN TEKNIK PENETAPAN RENDEMEN TEBU

INDIVIDUAL PETANI

DI PABRIK GULA MOJOPANGGUNG

TULUNG AGUNG - JAWA TIMUR 

M U L Y A D I

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR

(7)

Kupersembahkan untuk

Istriku tercinta Trias Retno Wardhani

dan anak-anakku tersayang

(8)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula Mojopanggung Jawa Timur”. Tesis ini

merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Sain pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Komisi Pembimbing : Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc sebagai Ketua Komisi

Pembimbing, Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc dan Ir. M. Zein Nasution, M.App.Sc sebagai anggota yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

2. Bapak Bambang Edi Santoso dan Subhanuel Bahri serta teman-teman lain di Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan yang banyak memberikan bantuan fasilitas, akomodasi dan bimbingan teknis kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.

3. Direksi dan Staf Pabrik Gula Mojopanggung Jawa Timur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis melakukan penelitian di PG Mojopanggung.

4. Teman-teman Deptan seangkatan : Napisman, Dewi D. dan Dian Handayani yang telah banyak membantu mendorong penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis.

5. Sitti Zakiah, Doni Hidayat, Deny Sumarna, dan seluruh teman-teman TIP SPs-IPB 2002 yang telah membantu memberikan saran-saran perbaikan, mengedit naskah, serta mencari dan mengcopy bahan pustaka demi rampungnya penulisan tesis ini.

6. Teman-teman kantor, khususnya di Inspektorat III Inspektorat Jenderal Departemen Pertanian yang telah memberikan pengertian dan dorongan moril kepada penulis.

(9)

8. Tak lupa pula, secara khusus penulis ucapkan ribuan terima kasih kepada istriku tercinta Trias Retno Wardhani dan anak-anakku tersayang Desti, Rama, Ifan dan Najmi yang telah rela berkorban dan mendorong penulis menyelesaikan studi.

Akhirul kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat

kekurangan dalam penulisan tesis ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan manfaat tesis ini dikemudian hari.

Bogor, Juni 2006

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1962 sebagai anak tunggal dari pasangan Jahudin Latief dan Rohella Ali. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung, lulus pada tahun 1986. Pada tahun 2002, penulis diterima di Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pertanian Republik Indonesia.

(11)

INDIVIDUAL PETANI

DI PABRIK GULA MOJOPANGGUNG

TULUNG AGUNG - JAWA TIMUR

M U L Y A D I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul : Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula Mojopanggung Tulung Agung, Jawa Timur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2006

(13)

based Method at Mojopanggung Sugar Factory, Tulung Agung, East Java. Under the direction of TAJUDDIN BANTACUT, M. ZEIN NASUTION and M. ROMLI.

Rendemen is yield measurement of sugar production process which is a single measurement of farmer’s sugar (income). Therefore, it is important for farmer and sugar factory. The current method of rendemen determination prevails nowadays has some weaknesses. Sampling of first tapping sap is not accurate. Sugar cane sap of farmer is mixed with other farmers. Sugar cane sap content, as one of criteria of sugar cane quality, is determined equal for all sugar cane in one milling period. Therefore, rendemen determination does not reflect difference of sugar cane type and quality. This condition stimulates decrease of sugar cane quality because the farmer unwilling to maintain and improve sugar cane quality, that finally influence the total sugar production and quality.

This problem should be overcome through improvement of rendemen determination technique to appraise individual achievement. Using individual-based method can be carried out through identification and seek type of relationship among factors influencing rendemen. The first step, rendemen determination is performed by using Core Sampler (CS) technique and Krepyak Mini Sampler (KMS) as alternatives.

The study was carried out at Mojopanggung Sugar Factory, Tulung Agung, East Java in milling season 2005. The result showed that CS technique can be recommended as individual rendemen determination technique. The technique was more accurate, reliable, objective, and easy to conduct for estimating individual sugar cane rendemen.

Furthermore, with the alternative technique, rendemen can be estimated through input components. The result of study showed that rendemen was affected by input components such as : N-fertilizer application at level 0 – 0,8 ton/ha ZA, delay time (“kewayuan”) at 0 – 4,5 days and brix (%). The relationship between rendemen and input components is described in regression quotient :

Y = 0,198 + 0,226 X1 – 0,040 X2 + 0,451 X3

(14)

ABSTRAK

MULYADI. Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di

Pabrik Gula Mojopanggung Tulung Agung Jawa Timur. Dibimbing oleh

TAJUDDIN BANTACUT, M. ZEIN NASUTION dan M. ROMLI.

Rendemen merupakan tolok ukur hasil dari proses produksi gula, sehingga penting bagi petani dan pabrik gula. Penentuan rendemen yang berlaku saat ini mempunyai kelemahan. Sampling nira perahan pertama tidak akurat, nira dari tebu petani yang satu tercampur dengan petani lain. Kadar nira tebu, sebagai salah satu kriteria kualitas tebu, ditetapkan sama untuk semua tebu dalam satu periode giling. Dengan demikian, hasil penetapan rendemen tidak mencerminkan perbedaan jenis dan mutu tebu. Kondisi ini mendorong terjadinya penurunan kualitas tebu karena petani enggan meningkatkan kualitas tebu yang dihasilkan, sehingga terjadi disinsentif terhadap peningkatan produksi gula.

Masalah ini perlu diatasi dengan cara menggunakan teknik penetapan rendemen alternatif yang menghargai prestasi individu. Penggunaan metoda berbasis individu dapat dilakukan melalui identifikasi dan mencari bentuk hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rendemen. Sebagai langkah awal, dilakukan pengukuran rendemen menggunakan metoda sampling dengan teknik Core Sampler (CS) dan Krepyak Mini Sampler (KMS) sebagai alternatif.

Penelitian dilaksanakan di PG Mojopanggung, Tulung Agung-Jawa Timur pada musim giling 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik CS dapat direkomendasikan sebagai teknik penetapan rendemen individu. Teknik tersebut lebih akurat, terpercaya, obyektif dan mudah dilakukan untuk penetapan rendemen tebu secara individual petani.

Selain itu, dengan teknik penetapan alternatif ini, rendemen dapat diduga melalui komponen-komponen input. Hasil penelitian menunjukkan rendemen dipengaruhi oleh komponen input berupa pemupukan N pada level 0 sampai 0,8 ton/ha ZA, kewayuan pada 0 sampai 4,5 hari dan total padatan terlarut atau brix (%).

Hubungan antara rendemen dengan komponen-komponen input tersebut dinyatakan dalam persamaan regresi :

Y = 0,198 + 0,226 X1 – 0,040 X2 + 0,451 X3

(15)

© Hak cipta milik Mulyadi, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(16)

KAJIAN TEKNIK PENETAPAN RENDEMEN TEBU

INDIVIDUAL PETANI

DI PABRIK GULA MOJOPANGGUNG

TULUNG AGUNG - JAWA TIMUR 

M U L Y A D I

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR

(17)

Kupersembahkan untuk

Istriku tercinta Trias Retno Wardhani

dan anak-anakku tersayang

(18)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula Mojopanggung Jawa Timur”. Tesis ini

merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister Sain pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Komisi Pembimbing : Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, M.Sc sebagai Ketua Komisi

Pembimbing, Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc dan Ir. M. Zein Nasution, M.App.Sc sebagai anggota yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

2. Bapak Bambang Edi Santoso dan Subhanuel Bahri serta teman-teman lain di Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan yang banyak memberikan bantuan fasilitas, akomodasi dan bimbingan teknis kepada penulis selama pelaksanaan penelitian.

3. Direksi dan Staf Pabrik Gula Mojopanggung Jawa Timur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis melakukan penelitian di PG Mojopanggung.

4. Teman-teman Deptan seangkatan : Napisman, Dewi D. dan Dian Handayani yang telah banyak membantu mendorong penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis.

5. Sitti Zakiah, Doni Hidayat, Deny Sumarna, dan seluruh teman-teman TIP SPs-IPB 2002 yang telah membantu memberikan saran-saran perbaikan, mengedit naskah, serta mencari dan mengcopy bahan pustaka demi rampungnya penulisan tesis ini.

6. Teman-teman kantor, khususnya di Inspektorat III Inspektorat Jenderal Departemen Pertanian yang telah memberikan pengertian dan dorongan moril kepada penulis.

(19)

8. Tak lupa pula, secara khusus penulis ucapkan ribuan terima kasih kepada istriku tercinta Trias Retno Wardhani dan anak-anakku tersayang Desti, Rama, Ifan dan Najmi yang telah rela berkorban dan mendorong penulis menyelesaikan studi.

Akhirul kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat

kekurangan dalam penulisan tesis ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan manfaat tesis ini dikemudian hari.

Bogor, Juni 2006

(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 1962 sebagai anak tunggal dari pasangan Jahudin Latief dan Rohella Ali. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung, lulus pada tahun 1986. Pada tahun 2002, penulis diterima di Program Studi Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pertanian Republik Indonesia.

(21)

Daftar Gambar... iv

Daftar Lampiran ... v

1. Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 5

1.3. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian... 6

2. Permasalahan Rendemen Tebu ... 7

2.1. Definisi-Definisi ... 7

2.2. Analisis Brix Dan Pol ... 9

2.2.1. Metode Analisis Brix ... 9

2.2.2. Metode Analisis Pol ... 10

2.3. Rendemen dan Produksi Tebu ... 10

2.4. Proses Pengolahan Tebu Menjadi ... 12

2.5. Cara Penetapan Rendemen Tebu Di Indonesia Saat Ini ... 15

2.6. Metode Penetapan Rendemen Tebu Alternatif ... 18

2.6.1. Metode Penetapan Rendemen Dengan Krepyak Mini Sampler .. 18

2.6.2. Metode Penetapan Rendemen Dengan Refraktometer ... 19

2.6.3. Metode Penetapan Rendemen Dengan Pendekatan Core Sampler 20 2.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendemen ... 21

3. Metodologi Penelitian ... 27

3.1. Metode Penelitian ... 27

3.2. Populasi dan Sampel ... 28

3.3. Prosedur Penelitian ... 28

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 30

3.5. Analisis Data ... 32

3.6. Waktu dan Tempat Penelitian ... 33

4. Hasil Dan Pembahasan ... 34

4.1. Penetapan Rendemen Individual Petani ... 34

(22)

ii

(23)

Nomor Halaman

1. Areal Tanam, Produktivitas dan Produksi Tebu ... 11 2. Rata-Rata Rendemen dan Produktivitas Gula Antar Beberapa

Negara Produsen ... 12 3. Komposisi Tebu ... 14 4. Deskripsi data rendemen dengan metoda KMS, PCS dan Kontrol ... 34 5. Analisis Ragam Metoda Penetapan Rendemen ... 35 6. Deskripsi rendemen, jenis tebu, tingkat keprasan, pemupukan,

kondisi tebu, jenis lahan, brix kebun dan efisiensi pabrik... 36 7. Hasil pengujian normalitas data semua variabel ... 38 8. Hasil analisis regresi berganda dan korelasi parsial antar variabel bebas 39 9. Ringkasan model regresi ... 40 10. Analisis Ragam Regresi Berganda ... 41 11. Aplikasi pemakaian persamaan regresi ... 44 12. Aplikasi pemakaian persamaan regresi dengan perubahan komponen

input ... 45 13. Aplikasi pemakaian persamaan regresi dengan perubahan komponen

(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

(25)

Nomor Halaman

1. Lembar Kuesioner ………. 63 2. Hasil Pengamatan dan Analisis Penelitian Penetapan Rendemen Individu ….. 64 3. Hasil Pengamatan dan Analisis Faktor-Faktor Input Yang Mempengaruhi

Rendemen ... 71 4. Ringkasan Hasil Perhitungan Regresi Berganda ... 72 5. Kajian Teknik Penetapan Rendemen Tebu Individual Petani Di Pabrik Gula

(26)

1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angka rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil di pabrik gula adalah rasio antara hasil gula kristal (hablur) dengan bobot tebu yang digiling (LP IPB, 2002; Purwono, 2002). Dengan kata lain, rendemen adalah kristal nyata diperoleh % tebu digiling atau lebih dikenal dengan kristal nyata % tebu (Harisutji, 2001; Santoso dan Martoyo, 2000). Menurut Hommes (1932 dalam Meade dan Chen, 1977), yang dimaksud dengan rendemen adalah jumlah gula yang dapat dihasilkan setiap 100 bagian berat tebu.

Dalam konteks Indonesia, faktor rendemen menjadi sangat penting karena tebu yang dihasilkan petani tidak secara langsung dijual kepada pihak pabrik gula (PG). Petani menyerahkan tebu kepada PG untuk diolah menjadi gula. Perhitungan pembagian ditetapkan berdasarkan jumlah gula yang dihasilkan dengan sistem “bagi hasil” antara pihak PG dan pihak petani dengan perbandingan 65-66 % untuk petani dan 34-35 % untuk PG. Kurangnya pengetahuan petani dan kerumitan dalam pengukuran rendemen menimbulkan kecurigaan PG memanipulasi rendemen gula. Dilain pihak, PG menilai mutu tebu kurang baik karena banyak mengandung kotoran dan petani hanya mengejar bobot tebu saja (Woeryanto, 2000). Hasil penelitian Lembaga Penelitian IPB (2002) menyebutkan bahwa persoalan yang seringkali muncul dan dirasakan belum memuaskan petani adalah perhitungan tingkat rendemen.

(27)

rendemen ditetapkan berdasarkan pada analisis nilai nira perahan pertama. Untuk melindungi PTR dari resiko ketidakefisienan pabrik gula, ditetapkanlah faktor rendemen minimum yang konstan dan berlaku bagi suatu wilayah tertentu. Sebaliknya, untuk melindungi pabrik gula, digunakan suatu faktor koreksi rendemen (Anonim, 1984).

Cara penetapan rendemen tebu seperti diatas masih mempunyai kelemahan, yaitu : a. Mutu tebu (nilai nira) dipersamakan bagi tebu yang digiling pada jam yang

sama, sedangkan Faktor Rendemen diperlakukan sama bagi tebu yang digiling selama satu periode (15 hari). Dengan demikian tidak dapat dibedakan antara rendemen tebu petani yang satu dengan lainnya (Santoso dan Bahri, 2004). b. Penelitian Kusbiyanto, et al. (1982), menyimpulkan bahwa metode penetapan

rendemen yeng digunakan pada waktu itu dan sampai saat ini masih digunakan tidak dapat membedakan kualitas tebu masing-masing petani. c. Berdasarkan pelaksanaan proses penggilingan tebu di pabrik, permasalahan

sampling nilai nira perahan pertama (NNPP) menjadi kendala khususnya untuk pabrik gula yang besar dengan kapasitas giling > 3000 TCD (ton cane per day) menjadi tidak akurat. Hal ini disebabkan umpan tebu berasal dari beberapa meja (>2 meja) sehingga nira dari tebu petani yang satu tercampur dengan petani lain. Dengan demikian nira yang berasal dari tebu dengan kualitas baik akan bercampur dengan nira tebu lain yang kualitasnya berbeda (Mochtar, et al. 1993; LRPI, 2004).

(28)

3

kurang harmonis antara PG dan petani, kondisi kemitraan menjadi tidak kondusif dan terjadi disinsentif terhadap peningkatan produksi (Husodo, 2000; Partowinoto, 1996; Woeryanto, 2000).

Oleh karena itu, perbaikan industri gula saat ini harus menyentuh aspek pengukuran kualitas tebu yang mampu mengukur prestasi petani secara individual serta menjamin akurasi pengukuran tersebut (LRPI, 2004; Roesmanto dan Nahdodin, 2001; Santoso dan Bahri, 2004). Teknik dan sistem penetapan rendemen yang lebih transparan dan adil sangat diperlukan untuk mendorong petani memproduksi tebu dengan rendemen yang tinggi (Roesmanto dan Nahdodin, 2001).

Penelitian Martoyo dan Santoso (2003) melaporkan bahwa penetapan rendemen individual petani dapat dilakukan dengan cara sampling terhadap tebu yang akan digiling dengan menggunakan alat sampling. Selain dengan cara sampling tersebut, pendugaan rendemen tebu secara individual petani juga dapat dilakukan berdasarkan komponen-komponen input kebun yang mempengaruhi rendemen (Purwono, 2002; Santoso dan Martoyo, 1994).

Cara sampling yang sudah digunakan di Indonesia adalah dengan menggunakan metoda krepyak mini sampler (KMS) yang telah dilaksanakan sejak tahun 2003 di PG Mojopanggung dan PG Ngadirejo, Jawa Timur (LRPI, 2004; Martoyo dan Santoso, 2003). Namun demikian, metode ini belum mampu mengatasi kemungkinan tercampurnya nira tebu pada PG dengan kapasitas besar yang menggunakan meja tebu 3 buah atau lebih (Martoyo dan Santoso, 2004), sehingga diperlukan pengaturan khusus dalam menata antrian truk/lori agar nira tebu tidak tercampur (LRPI, 2004; Martoyo dan Santoso, 2004).

(29)

lori/truk (Partowinoto, 1996). Teknik sampling ini belum pernah dicoba di Indonesia, sehingga untuk dapat diterapkan di Indonesia perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

Hasil penelitian Santoso dan Martoyo (1994) serta Purwono (2002) terhadap komponen brix tebu di kebun, yaitu suatu satuan yang menyatakan persen berat/berat (b/b) zat padat terlarut suatu larutan yang dalam hal ini adalah perkiraan jumlah gula yang dapat dikristalisasi dari batang tebu (Harisutji, 2001), melaporkan bahwa brix kebun dapat digunakan untuk menduga besarnya rendemen tebu petani secara individual. Permasalahannya, pendugaan rendemen dengan hanya berdasarkan nilai brix kebun belum sepenuhnya akurat karena komponen-komponen input lainnya yang juga berpengaruh terhadap tinggi-rendahnya rendemen belum diperhitungkan (Santoso dan Martoyo, 1994). Komponen-komponen input tersebut antara lain : varietas tebu (Darmodjo, 1995), tingkat keprasan (Arsana, et al, 1997; Rasyid, 1992), stadia kemasakan tebu saat ditebang (Sunantyo, 1992), pemupukan (Dharmawan, 1992), banyaknya kotoran yang terangkut dan ikut digiling (Yates, 1996 dalam Martoyo, 2000), adanya delay-time sejak tebang hingga saat digiling atau yang dikenal dengan istilah kewayuan (Santoso, et al, 1996), serta efisiensi pabrik dalam memproses tebu menjadi gula (Hommes, 1932 dalam Meade dan Chen, 1977). Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang menggunakan berbagai komponen input dalam pendugaan rendemen.

(30)

5

1.2. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari teknik penetapan rendemen tebu alternatif yang akurat, terpercaya, obyektif dan mudah dilakukan untuk penetapan rendemen tebu secara individual petani di pabrik gula. Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk :

a. Melakukan pendugaan rendemen tebu secara individual petani melalui dua pendekatan, yaitu :

1) Mempelajari teknik penetapan rendemen tebu secara individual petani yang akurat, terpercaya serta mudah dilakukan di tingkat pabrik

2) Mengidentifikasi dan mempelajari faktor-faktor karakteristik tanaman tebu di tingkat kebun yang mempengaruhi rendemen serta mencari bentuk hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan rendemen.

b. Membuat model penetapan rendemen individual petani yang baik, mudah diterapkan dan sesuai dengan kondisi pabrik gula Indonesia.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah :

a. Penelitian dilaksanakan di Pabrik Gula (PG) Mojopanggung, Tulung Agung – Jawa Timur.

b. Petani dan kebun tebu sampel merupakan petani yang menggilingkan tebunya di PG tersebut pada musim giling 2005.

c. Melakukan identifikasi terhadap faktor-faktor input yang mempengaruhi besarnya rendemen yang dihasilkan.

d. Melakukan uji coba penetapan rendemen berdasarkan kondisi faktor-faktor input yang mempengaruhi rendemen.

(31)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai berikut :

a. Menghilangkan kecurigaan dan meningkatkan kepercayaan petani kepada pabrik gula untuk memasok tebu yang bermutu baik.

b. Tercipta suasana yang kondusif sehingga mendorong kedua belah pihak untuk membangun kemitraan yang lebih baik dalam rangka meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri gula.

c. Memicu gairah petani untuk meningkatkan kualitas tebu yang kemudian mendorong terjadinya peningkatan rendemen.

(32)

2 PERMASALAHAN RENDEMEN TEBU

2. 1 Definisi-definisi

Berdasarkan modul penentuan rendemen tebu (Harisutji, 2001) dan Cane Sugar Handbook (Meade dan Chen, 1977) dapat didefinisikan istilah-istilah yang lazim digunakan dalam penetapan rendemen tebu sebagai berikut :

a. RENDEMEN (Hablur % tebu)

Jumlah gula yang dapat dihasilkan setiap 100 bagian berat tebu. Pengertian rendemen disini adalah rendemen sementara, karena masih belum dikoreksi. Untuk menghitung rendemen sementara digunakan rumus Hommes (1932 dalam Meade dan Chen, 1977), yaitu :

Rendemen = Nilai Nira perahan pertama (NNPP) x Faktor Rendemen. b. INDIVIDUAL

Yang dimaksud dengan individual dalam penelitian ini adalah setiap lori atau truk yang digunakan untuk mengangkut tebu yang akan digiling.

c. PETANI

Pemilik tebu yang tebunya akan digiling.dan dimuat dalam lori atau truk secara sendiri-sendiri, tidak bercampur dengan tebu orang lain.

d. BRIX (derajat brix, obx)

Satuan yang menyatakan persen berat/berat (b/b) zat padat terlarut suatu larutan. Bila larutannya adalah sakarosa murni, maka brix = % sakarosa; tetapi bila tidak murni, maka brix selain terdiri dari sakarosa juga mengandung zat padat terlarut lainnya.

e. POL (% pol)

(33)

pol merupakan jumlah aljabar rotasi zat-zat penyusunnya. Untuk nira yang “normal” kontribusi sakarosa sangat dominan, sehingga zat optik lainnya dapat diabaikan.

Dasar pengukurannya menggunakan satuan derajat gula internasional (oZ/oS/oV).

100 oZ = putaran optik suatu larutan “normal” sakarosa yang diukur pada 587 nm, 20 oC dan tabung polarisasi 200 mm.

Larutan “normal” sakarosa adalah larutan sakarosa murni 26.000 gram dalam air murni yang dilarutkan pada 20 oC hingga volume 100 ml.

f. GULA

Produk utama pabrik gula yang merupakan butiran kristal “sakarosa” yang keluar dari masakan dan mengandung sedikit kotoran (impurities). Kualitas atau jenis gula antara lain dibedakan menurut derajat pol-nya.

g. SAKAROSA

Gula murni, merupakan senyawa disakarida α- D- glucopyranosyl β- D- fructofuranoside

h. HARKAT KEMURNIAN (HK), purity

Merupakan perbandingan persentase antara pol (sakarosa) dengan zat padat terlarut total (brix).

HK pol = (pol/brix) x 100 % HK sakarosa = (sakarosa/brix) x 100 % i. NILAI NIRA

(34)

9

Untuk menghitung nilai nira digunakan rumus Winter Carp (Meade dan Chen, 1977), yaitu :

Nilai Nira (nn) = pol – 0,4 (brix – pol) j. NILAI NIRA PERAHAN PERTAMA (NNPP)

Adalah nira yang keluar dari gilingan pertama, yang belum tercampur air imbibisi atau bahan-bahan lain.

k. TEBU (Sugar Cane)

Bahan baku dari Saccharum officinarum yang dikirim ke gilingan, termasuk didalamnya tebu bersih, kotoran (trash) dan bahan asing lain yang terbawa.

2.2. Analisis Brix dan Pol

Dalam analisis nira tebu dikenal istilah brix, pol, Harkat Kemurnian (HK), nilai nira, rendemen sementara, dan rendemen tebu giling (rendemen nyata, rendemen realisasi atau rendemen efektif). Analisis Brix dan Pol merupakan dasar-dasar perhitungan dan kontrol pabrikasi pabrik gula. Dengan melakukan analisis ini dapat diperkirakan jumlah gula yang akan diperoleh seorang pemilik tebu yang akan menggilingkan tebunya di pabrik gula.

2.2.1. Metode Analisis Brix

Analisis brix bisa menggunakan 3 (tiga) cara dengan menggunakan alat yang berbeda, yaitu (Harisutji W., 2001) :

(1) Cara refraktometris, dengan menggunakan alat refraktometer. Prinsip kerja: sudut bias suatu sinar radiasi yang melalui larutan gula (nira) tergantung pada konsentrasi dan temperatur dari larutan tersebut. Dengan temperatur konstan, konsentrasi (brix) larutan gula (nira) dapat diketahui dengan mengukur index bias larutan tersebut. Kalibrasi refraktometer brix dengan menggunakan larutan sakarosa murni;

(35)

atas suatu benda yang dicelupkan ke dalam cairan (larutan gula/nira) tergantung pada berat jenis larutan tersebut. Brix hydrometer dilengkapi dengan thermometer dan koreksi pengukuran sesuai dengan suhunya. Cara kalibrasinya dengan menggunakan larutan sakarosa murni.

(3) Cara piknometris, dengan menggunakan alat piknometer. Prinsip kerja : brix larutan bisa ditemukan dengan mengukur berat jenisnya. Melalui tabel hubungan antara berat jenis dan brix larutan maka dapat dihitung brix larutan.

2.2.2. Metode Analisis Pol

Salah satu cara melakukan analisis pol adalah dengan menggunakan alat yang disebut polarimeter/sakarimeter/sakaromat. Prinsip kerja : berdasarkan pengukuran sudut pemutaran bidang polarisasi oleh larutan gula. Besarnya sudut putar tergantung pada konsentrasi larutan, ketebalan larutan yang dilewati sinar (panjang tabung polarisasi), temperatur dan panjang gelombang. Kalibrasinya dengan menggunakan standar tabung kwarsa yang mempunyai nilai putaran optik yang tetap.

Perhitungan persen pol menurut Winter Carp (Meade dan Chen, 1977) : % pol = { (26 x oZ) / (100 x BJ) } x (1,1).

BJ = berat jenis nira, dihitung dari tabel hubungan antara brix dan BJ

o

Z = pembacaan derajat polarisasi

2.3. Rendemen dan Produksi Tebu

(36)

11

nasional juga semakin rendah, menurun hingga 3,01 persen per tahun. Penghapusan TRI pada tahun 1999, menyebabkan produksi tebu menurun drastis sebesar 1,25 persen (Tabel 1).

[image:36.612.127.516.404.630.2]

Rendahnya produksi gula nasional antara lain juga disebabkan tidak efisiennya pabrik-pabrik gula (PG) yang ada (Husodo, 2000; Murdiyatmo, 2000; Woeryanto, 2000). Pada masa kejayaan industri gula di tahun 1930, Indonesia memiliki 179 Pabrik Gula (PG). Jumlah PG semakin menurun karena secara ekonomis tidak menguntungkan. Jumlah PG per September 2003 tercatat sebanyak 58 unit PG milik BUMN dan 6 PG milik swasta (Sekretariat Dewan Gula, 2004). Dari 58 PG tersebut, 46 PG berada di Jawa dan 12 PG berada di luar Jawa. Pada umumnya PG-PG beroperasi jauh dibawah kapasitas giling. Sebagian besar PG mempunyai kapasitas giling yang kecil (<3.000 TCD) karena mesin yang telah berumur lebih dari 75 tahun serta tidak mendapat perawatan yang memadai, sehingga menyebabkan biaya produksi per kg gula tinggi (Arifin, 2000).

Tabel 1. Areal Tanam, Produktivitas dan Produksi Tebu

Tahun Areal (ha) Produktivitas(ton/ha) Produksi Tebu (ribu ton)

1993 420.687 89,4 37.593.146

1994 428.726 71,2 30.545.070

1995 420.630 71,5 30.096.060

1996 403.266 70,9 28.603.531

1997 385.669 72,5 27.953.841

1998 378.293 71,8 27.177.766

1999 340.800 62,8 21.401.834

2000 340.660 70,5 24.031.355

2001 344.441 73,1 25.186.254

2002 350.723 72,8 25.533.431

2003 335.725 67,4 22.631.109

2004 344.852 73,0 25.172.380

Sumber : Sekretariat Dewan Gula, 2004.

(37)

lebih rendah dibandingkan 10 tahun sebelumnya (1983-1992) yang dapat mencapai 9,8 %. Produktivitas gula yang dihasilkan PG-PG nasional selama 10 tahun terakhir (1993-2004) juga relatif rendah dengan rata-rata 5,12 ton/ha. Demikian juga produksi gula yang dihasilkan PG-PG tersebut relatif rendah dan cenderung menurun dengan rata-rata 3,3 persen per tahun (Sekretariat Dewan Gula, 2004).

Dibandingkan dengan negara Asia lainnya seperti Thailand, Cina, India, Jepang dan Philipina, rata-rata produktivitas tebu Indonesia sebenarnya relatif tinggi dan mendekati produktivitas Amerika Serikat. Namun dalam hal rata-rata rendemen dan rata-rata produktivitas gula, Indonesia menempati posisi terendah (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-Rata Rendemen dan Produktivitas Gula Antar Beberapa Negara Produsen

Negara Rata-rata Produktivitas tebu (ton/ha)

Rata-rata Rendemen

(%)

Rata-rata Produktivitas Gula (ton/ha)

Jepang 64,09 11,53 7,41

Thailand 56,76 10,97 6,24

Cina 59,16 11,84 7,00 India 69,33 10,90 7,56

Philipina 60,70 8,26 5,00

Indonesia 70,13 7,06 4,95

USA 78,44 11,61 9,11 Sumber : Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan, 2003

2.4. Proses Pengolahan Tebu Menjadi Gula

Angka rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil di pabrik gula adalah rasio antara hasil gula kristal (hablur) dengan bobot tebu yang digiling disebut

rendemen nyata (Anonim, 1984; LP IPB, 2002; Purwono, 2002). Jika dihitung

(38)

13

Martoyo, 2000). Dengan demikian perhitungan rendemen nyata yang diperoleh dapat dilakukan dengan rumus:

Bobot hablur

Rendemen nyata = --- x 100

Bobot tebu

Dari perhitungan ini berarti gula yang diperoleh adalah hanya gula yang dihasilkan dalam bentuk kristal selama satu periode proses. Kenyataannya, selama proses terjadi kehilangan gula yang sangat dipengaruhi oleh efisiensi pabrik gula. Kehilangan gula selama proses kemungkinan terbawa dalam bagase (ampas), filter cake (blotong) atau molases (tetes) (LP IPB, 2002).

(39)
[image:39.612.135.510.110.459.2]

Tabel 3. Komposisi Tebu

Komponen % tebu

Air Zat padat :

Sabut

Zat padat terlarut Komposisi Nira :

Gula Sakarosa Glukosa Fruktosa Garam-garam :

Garam asam anorganik Garam asam organik Asam-asam organik bebas :

Asam karboksilat Asam-asam amino Zat-zat organik non gula lain :

Protein Amilum Gum Lilin, lemak Lainnya

73 – 76 24 – 27 11 – 16 10 – 16 % padat zat terlarut :

75 – 92 70 – 88 2 – 4 2 – 4 3,0 – 7,5 1,5 – 4,5 1,0 – 3,0 0,5 – 2,5 0,1 – 0,5 0,5 2,0 0,5 – 0,6 0,001 – 0,050

0,3 – 0,60 0,05 – 0,15

3,0 – 5,0 Sumber : Meade dan Chen (1977)

(40)
[image:40.612.139.503.74.333.2]

15

Gambar 1. Alur Pengolahan Tebu Menjadi Gula Kristal

2.5. Cara Penetapan Rendemen Tebu di Indonesia Saat ini

Rendemen merupakan tolok ukur perolehan gula, ditentukan setiap periode berdasarkan kristal nyata yang dihasilkan dari tebu yang digiling. Sebagai contoh, bila dinyatakan rendemen 10% maka untuk setiap 1000 kg tebu giling diperoleh sukrosa 100 kg. Tampaknya sederhana, namun dalam prakteknya pengukuran rendemen tidak mudah. Angka perbandingan sukrosa terhadap tebu yang benar baru bisa diperoleh jika pabrik gula (PG) berhenti beroperasi. Semua bahan baku digiling dan semua gula ditampung, kemudian keduanya dihitung dan dibandingkan (Ananta, 1984). Dalam kenyataannya, tebu yang masuk ke PG dimiliki oleh ratusan bahkan ribuan petani. Tebu masuk secara kontinyu dan menghasilkan gula kristal yang kontinyu pula. Dalam kondisi seperti itu, rendemen tebu petani yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dibedakan (Partowinoto, 1996). PG tidak bisa dihentikan sementara hanya untuk menghitung rendemen masing-masing petani.

Pemasakan

Kristalisasi

Penggilingan

Pemurnian

Tebu

Nira kotor Bagase

(ampas)

Nira bersih Filter cake

(blotong)

Nira kental

Gula pasir Molases

(tetes)

(41)

Untuk mengatasi hal tersebut, maka penetapan rendemen di Indonesia dilakukan dengan menggunakan pendekatan rumus Hommes (Ananta, 1975). Hommes menyatakan bahwa rendemen merupakan suatu besaran yang ditentukan oleh faktor luar pabrik dan faktor dalam pabrik (Hommes, 1932 dalam Ananta, 1984). Yang dimaksud dengan faktor luar pabrik adalah nilai nira perahan pertama (NNPP), sedangkan faktor pabrik tercakup dalam Faktor Rendemen (FR). Nilai nira perahan pertama sepenuhnya tergantung kepada kualitas tebu yang digiling (Santoso, 1998). Secara matematis rumus penentuan rendemen dinyatakan sebagai berikut :

Rendemen = Nilai Nira Perahan Pertama x Faktor Rendemen …...… (1)

Awalnya, usahatani tebu berada di bawah satu manajemen pabrik gula (Ananta, 1975). Angka rendemen hanya dibutuhkan oleh PG guna keperluan intern mereka, terutama untuk mengukur kinerja proses. Sejak diberlakukannya program Tebu Rakyat Intensifikasi tahun 1975 (Inpres No. 9/1975) tebu ditanam dan dikelola oleh petani tebu rakyat (PTR), pabrik gula hanya menggiling tebu PTR dengan sistem bagi hasil berdasarkan rendemen tebu. Berdasarkan kondisi tersebut maka penentuan rendemen sebagaimana rumus Hommes di atas ditetapkan dengan SK Menteri Pertanian No. 013/SK/MENTAN/BPB/3/76 tanggal 5 Maret 1976 tentang Pedoman Penentuan Rendemen Tebu Rakyat Yang Diolah Pabrik Gula.

Berdasarkan SK Mentan di atas, nilai nira perahan pertama diambil dari setiap contoh tebu yang minimal bisa memenuhi waktu giling 30 menit (Ananta, 1984).. Pada PG berkapasitas 2000 – 3000 TCD dalam waktu giling 30 menit diperlukan sekitar 60 ton tebu. Oleh karena itu, analisis nira perahan pertama dilakukan untuk setiap 60 ton tebu (Santoso, 1998). Dalam konteks tersebut, jumlah tebu yang dimiliki petani secara individu tidak dapat memenuhi kebutuhan analisis.

(42)

17

terhadap jumlah hablur yang terdapat dalam nira mentah yang diolah. Hablur yang dimaksud dihitung sebagai standar gula pasir (equivalent sugar granulated) yakni kristal 100% murni atau gula kristal putih.

Karena winter rendemen menunjukkan kemampuan stasiun pengolahan dalam mengambil sukrosa dari nira mentah, maka nilai WR sebenarnya menggambarkan efisiensi stasiun pengolahan. Nilai WR biasanya kurang dari 100%, karena beberapa bagian sukrosa akan hilang selama proses pengolahan. Kehilangan tersebut bisa karena sukrosa terbawa ke dalam blotong setelah proses klarifikasi, terangkut ke dalam tetes, atau secara kimia sukrosa berubah menjadi senyawa lain (Santoso, 1998).

Menurut Winter Carp dalam Meade dan Chen (1977),

Faktor rendemen = KNT x HPB x PSHK x WR x 10-8 ... (2) dimana KNT : hasil kali kadar nira tebu, HPB : hasil pemerahan brix, perbandingan setara harkat kemurnian nira mentah/nira perahan pertama (PSHK) dan Winter Rendemen (WR).

Dengan demikian persamaan (1) dapat diturunkan menjadi :

Rendemen = NNPP x KNT x HPB x PSHK x WR x 10-8 ……... (3) Menurut Santoso dan Bahri (2004), rumus ini biasa digunakan di Indonesia. Dalam rumus ini kualitas tebu didekati dengan NNPP x KNT x 10-2 dan efisiensi pabrik didekati dengan HPB x PSHK x WR x 10-4 (Anonim, 1984; LRPI, 2004; Santoso dan Bahri, 2004). Sehingga :

Rendemen = NNPP x KNT x efisiensi pabrik x 10-2 …... (4).

Jika mengacu kepada penentuan rendemen yang digunakan di Indonesia saat ini {persamaan (1)} dan membandingkannya dengan persamaan (4), maka seharusnya pendekatan yang terjadi adalah :

(43)

Persamaan (5) diatas menunjukkan hasil penetapan rendemen berdasarkan analisis nilai nira perahan pertama kurang menghargai prestasi individu, karena kualitas tebu yang seharusnya didekati dengan NNPP dan KNT hanya didekati dengan NNPP saja, KNT untuk semua tebu dianggap sama.

2.6. MetodePenetapan Rendemen Tebu Alternatif

2.6.1. Metode Penetapan Rendemen Dengan Krepyak Mini Sampler (KMS)

Pada musim giling 2003, PG Mojopanggung dengan kapasitas giling ± 2400 TCD telah mengupayakan proyek percontohan penentuan rendemen individu yang menghargai prestasi individu dengan model sampling “krepyak mini sampler (KMS)” (Martoyo dan Santoso, 2003). Krepyak mini sampler ditujukan untuk menetapkan titik sampel individu, sedangkan ultrasonic flowmeter untuk menetapkan kadar nira perahan pertama (KNPP), sehingga rendemen ditetapkan berdasarkan formula : Rendemen = NNPP x KNPP x Faktor Kristal. Upaya untuk mengukur langsung NNPP dan KNPP untuk menilai kualitas tebu secara lebih tegas merupakan langkah yang baik dalam rangka penyempurnaan penetapan rendemen yang lebih berkeadilan.

Namun demikian, hasil kajian Martoyo dan Santoso (2004) menemukan lori dengan berat tebu tinggi dan diperkirakan niranya tinggi namun kenyataannya berat niranya rendah, begitu pula sebaliknya, sehingga menyebabkan rentang nilai KNPP yang cukup besar, berkisar antara 20 – 85 %. Hal tersebut diduga karena kesalahan sistem yang hanya mengukur jumlah NNPP berdasarkan jarak (waktu) yang sama. Padahal, kenyataannya terjadi perbedaan jarak (waktu) untuk tebu lonjoran di krepyak tebu I (krepyak mini I sampler) dengan jarak (waktu) untuk tebu cacah di krepyak tebu II (krepyak mini II sampler), serta jarak (waktu) nira mengalir di talang NNPP.

(44)

19

TCD, dimana umpan tebu ke krepyak lebih dari 2 meja tebu, perlu dikaji tingkat kevalidan sampel kaitannya dengan tercampurnya nira tebu antar individu (Martoyo dan Santoso, 2004).

2.6.2. Metode Penetapan Rendemen Dengan Refraktometer

Alat yang digunakan dalam metode ini adalah refraktometer presisi yang sudah dikalibrasi. Prinsip yang diterapkan adalah index bias larutan gula mempunyai korelasi dengan konsentrasi larutan tersebut ((Harisutji, 2001). Metode ini bisa digunakan untuk analisis macam-macam nira (npp, nira mentah, nira encer) atau nira kental dan tetes dengan mengencerkannya terlebih dahulu setara dengan nira encer.

Prosedur analisisnya sederhana, yaitu meneteskan larutan contoh kedalam prisma refraktometer dan dibaca skala brix yang tertera serta suhunya. Skala yang ditunjukkan dalam alat sudah langsung menunjukkan brix, kemudian dikoreksi sesuai dengan suhu pengukuran. Brix terkoreksi = brix terbaca + koreksi brix.

Menurut Purwono (2002), diketahui bahwa terdapat korelasi yang nyata antara nilai brix (B) yang diukur dengan rendemen (R) dengan r2 = 0.82 dan persamaan regresinya adalah :

R = - 0.0254 + 0.4746 B.

Dengan demikian, cukup dengan memasukkan hasil pengukuran brix, maka dapat langsung diketahui nilai rendemen suatu contoh tebu.

(45)

mudah dan cepat, hanya memerlukan contoh yang sedikit dibandingkan menggunakan hydrometer.

Perbandingan hasil pengukuran refraktometer brix dan kadar bahan kering sesungguhnya dalam contoh nira mentah, nira encer, nira kental dan tetes juga dilaporkan oleh Mellet (1986) dalam Santoso dan Martoyo (1994). Pada contoh nira mentah, nira encer dan nira kental, cara refraktometer memberikan perbedaan 0,05 – 0,13 angka lebih tinggi dari kadar bahan kering sesungguhnya. Sedangkan pada contoh tetes, perbedaan itu menjadi 3,2 – 4,4 angka lebih tinggi.

Hasil kajian Ekosoni, Hendroko dan Praptiningsih (1996), menunjukkan pengamatan brix dengan refraktometer-tangan pada rumpun tebu contoh telah mampu mendekati rerata brix kebun dengan simpangan hanya sebesar ± 5%. Kajian ini menyarankan mengambil 3 (tiga) rumpun contoh yang terletak pada tiga juring berhimpitan, masing-masing berturutan searah kemiringan lahan. Disarankan pula untuk tidak mengambil rumpun pada jarak minimal 10 meter dari pinggir kebun.

Refraktometer tangan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan di atas karena hanya membutuhkan setetes nira, yang dapat diambil tanpa merusak batang-batang tebu dan tidak menggunakan logam berat (Pb) seperti pada prosedur analisis pendahuluan.

2.6.3. Metode Penetapan Rendemen dengan PendekatanCore Sampler (PCS)

Dalam makalahnya, Partowinoto (1996) menyebutkan bahwa metode Core Sampler telah diperkenalkan sejak tahun 1975 untuk mengatasi permasalahan antara petani dengan pabrik gula, pertama kali digunakan di pabrik St. Martin di Lousiana (USA).

(46)

21

dimasukan ke tumpukan tebu di dalam truk/kontainer dengan arah datar atau menukik dengan sudut 45o. Sampel yang diambil dipotong-potong dan kemudian dicacah. Selanjutnya 1 kg cacahan tebu dipress dengan tekanan 3000 psi hingga menghasilkan nira kurang lebih 60% tebu, selanjutnya nira tersebut dianalisis pol dan brixnya. Core sampler hanya mampu membedakan mutu tebu (nilai nira) dari masing-masing truk/lori dengan pendekatan perhitungan NNPP dan KNT, sedangkan untuk menentukan besarnya rendemen perlu adanya rumus rendemen atau Faktor Rendemen (Santoso dan Bahri, 2004).

Pendekatan Core Sampler (PCS) adalah metode penetapan rendemen dengan cara mengambil sampel dengan pendekatan seperti pengambilan sampel dengan menggunakan alat Core Sampler.

2.7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendemen

2.7.1. Varietas

Teknik bercocok tanam, meliputi pengolahan tanah, pemilihan varietas, jenis bibit, pemupukan dan waktu tanam yang tepat serta pemeliharaan yang baik, akan mendorong dihasilkannya rendemen serta bobot tebu yang tinggi, sehingga berpengaruh pada tingginya hasil gula per satuan luas kebun. Menurut Darmodjo (1995) kontribusi varietas terhadap produksi mencapai 60%. Potensi varietas tebu yang belum diintensifkannya program pemberdayaan varietas-varietas unggul baru merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas hasil gula di Indonesia (Lestari, H. 2000; Mirzawan, et al., 2001)

(47)

Pemilihan suatu varietas tebu didasarkan kepada pertimbangan sifat kemasakan, tingkat kemantapan produksi, bakat rendemen tinggi, dan faktor-faktor lainnya (Sastrowijono dkk, 1984). Menurut Saputro (1998), varietas tebu yang baik dan diminati para praktisi mempunyai ciri-ciri antara lain : (1) Berdiameter besar, minimum 28 mm, karena dapat meningkatkan kapasitas tebang; (2) Tahan kepras, sekurang-kurangnya sampai 4 kali panen tebu kepras; (3) Tidak roboh; (4) Kanopi lebar, karena dapat menutup permukaan tanah sehingga menekan pertumbuhan gulma; dan (5) Ciri-ciri lain yang umum, yaitu rendemen tinggi, anakan cukup 3-4 batang, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tidak berbunga serta daun tua mudah terkelupas.

2.7.2. Tingkat Keprasan

Tanaman tebu yang berasal dari kebun bibit datar (KBD) disebut dengan plant cane (PC). Tanaman ini langsung ditanam dari kebun pembibitan (Hendroko, et al. 1987). Setelah panen, umumnya petani tidak lagi menanam bibit tebu baru, melainkan dikepras dan ditumbuhkan kembali dari tunas-tunas yang masih ada. Tanaman seperti ini disebut dengan ratoon atau tanaman keprasan. Menurut survai yang dilakukan Ditjen BP Perkebunan Departemen Pertanian (2004), petani menanam tanaman keprasan (ratoon) sampai lebih dari 15 kali. Tingginya tingkat keprasan tersebut menurut Arsana, et al. (1997), disebabkan petani lebih suka memelihara tanaman keprasan karena biaya tanaman (bibit dan pemeliharaan awal) lebih murah meskipun produksinya relatif rendah yang antara lain disebabkan oleh potensi varietas keprasan yang rendah.

(48)

23

2.7.3. Pemupukan

Unsur-unsur esensial seperti Nitrogen (N), Fosfat (P) dan Kalium (K) dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang cukup banyak. Dengan ketersediaan yang terbatas di dalam tanah, maka unsur-unsur tersebut perlu ditambahkan melalui pemupukan. Oleh Dharmawan (1982) penggunaan pupuk dipandang sebagai cara yang paling mudah dan terpercaya untuk meningkatkan hasil pertanian. Tanaman tebu memerlukan ketersediaan hara untuk perkembangannya sejak satu hingga tiga-enam bulan pertama masa pertumbuhannya (Pawirosemadi, 1996), pada periode tersebut hara N, P dan K yang diperlukan sekitar 80 – 85% dari total kebutuhannya.

Pada tebu, unsur N dibutuhkan dalam jumlah tertentu tergantung varietas dan lokasi tempat tumbuhnya (Sahadi, 1997). Hasil penelitian Isro Ismail, Nugraharsi dan Kunhartono (1996), menyebutkan bahwa pemberian unsur N secara berlebihan dapat menghambat proses penimbunan gula dalam batang. Hal tersebut berakibat pada rendahnya kadar gula, menurunnya kualitas nira dan rendemen akan menurun.

Menurut Geus (1973), kekurangan hara K pada tanaman tebu menyebabkan penurunan produk hablur sebagai akibat dari terhambatnya proses fotosintesis dan penurunan kualitas nira. Fosfat memegang peranan dalam metabolisme pertumbuhan tebu dan pembentukan gula. Hasil penelitian Saputro dan Isro Ismail (1993) di PG Bungamayang, menyatakan bahwa pemberian pupuk TSP sebesar 7 kuintal per ha pada tanaman pertama (PC) akan meningkatkan jumlah batang, rendemen dan hasil kristal gula.

(49)

Pengaruh pemupukan AS tablet tampak pada rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman umur 9 bulan dan bobot tebu per hektar. Pada dosis 6 ku AS per hektar, beda tinggi rata-rata 3,1%, sedangkan untuk bobot tebu per hektar saat panen perbedaannya rata-rata 3,48%. Hal ini memberikan informasi bahwa bentuk tablet memberikan efek penyerapan N lebih lama bagi tanaman tebu dibandingkan pupuk AS tabur.

2.7.4. Tingkat Kemasakan (Umur Tanaman)

Daur kehidupan tanaman tebu dimulai sejak stadia perkecambahan, pertunasan, perpanjangan batang, kemasakan dan akhirnya stadia kematian (Hendroko, et al. 1987). Kemasakan merupakan stadia yang terpenting, karena pada stadia ini terjadi pembentukan sukrosa, sebagai tujuan utama budidaya tebu.

Menurut Tjokrodirdjo (1992), proses kemasakan tebu dimanifestasikan dalam rendemen berjalan dari ruas ke ruas dan terus meningkat dengan bertambahnya umur tanaman sampai dicapai suatu titik maksimal. Setelah itu, tergantung antara lain pada varietas tebu dan kondisi tanaman, rendemen akan menurun (Sunantyo, 1992). Oleh karena itu, tebu seharusnya dipanen pada kemasakan optimal agar diperoleh hasil gula yang optimal pula. Pemanenan tebu sebelum atau kelewat masak akan menghasilkan tebu yang kadar gulanya tidak optimal karena mengandung bukan-gula yang lebih banyak.

2.7.5. Kewayuan (“Penundaan Giling”)

(50)

25

reduksi dalam nira serta mempunyai hubungan langsung yang negatif dengan gula reduksi (Meade dan Chen, 1977).

Hal tersebut menunjukkan bahwa jika kadar gula reduksi semakin tinggi maka pol semakin rendah. Hasil penelitian Santoso, et al. (1996) menunjukkan bahwa kenaikan kadar gula reduksi sangat dipengaruhi oleh tebu yang tertunda giling. Setiap hari penundaan giling dapat meningkatkan kadar gula reduksi sebesar 0,35 poin dan 98,6% dari kenaikan kadar gula reduksi tersebut adalah kontribusi dari penundaan giling. Akibatnya, setiap hari penundaan giling akan memberikan kerugian penurunan rendemen sebesar 0,53 poin.

2.7.6. Kotoran (“Trash”)

Kotoran tebu terdiri dari antara lain klaras, pucukan, sogolan, akar dan tanah. Klaras atau daun kering tidak mengandung nira sehingga bila terikut dalam jumlah yang banyak akan menyumbangkan sabut sehingga jumlah sabut atau ampas per satuan tebu meningkat. Peningkatan kadar sabut akan mengurangi ekstraksi nira dan mengurangi kapasitas stasiun gilingan, berarti juga mengurangi gula yang diperoleh atau menurunkan rendemen (Martoyo, 2000).

Pucukan atau sogolan mengandung hanya sedikit gula tetapi banyak mengandung bukan-gula, jika terikut dalam tebu giling akan berdampak mengurangi perolehan gula karena penambahan bukan-gula akan menyebabkan gula terbawa ke dalam tetes. Tanah yang terbawa ke dalam ampas akan menyebabkan ampas sulit terbakar dan kapasitas stasiun ketel menurun, sedangkan jika tanah tersebut terbawa ke stasiun proses akan mempengaruhi proses pengendapan pada pemurnian nira karena bak pengendap (clarifier) penuh dengan lumpur sehingga hasil nira jernih mutunya rendah.

(51)

Martoyo, 2000) dilaporkan bahwa kotoran tebu menyebabkan kapasitas giling turun 8 % dan rendemen turun 6,8 % untuk setiap 5 % kadar kotoran.

2.7.7. Brix dan Efisiensi Pabrik

Rendemen adalah perbandingan antara kristal nyata yang diperoleh dengan tebu digiling atau lebih dikenal dengan kristal nyata % tebu. Kristal nyata yang dimaksud disini adalah gula dalam nira tebu yang dapat dikristalkan menjadi gula kristal putih (GKP). Total gula dan kandungan bukan gula tersebut dikenal sebagai brix, yaitu satuan yang biasa digunakan dalam industri gula yang menyatakan persen berat/berat (b/b) zat padat terlarut suatu larutan (gula). Brix selain terdiri dari gula juga mengandung zat padat terlarut lainnya (Harisutji, 2001).

Hommes (1932 dalam Meade dan Chen, 1977) menyatakan tidak semua gula dalam nira tebu dapat dikristalkan, karena pengkristalan gula dipengaruhi oleh kandungan bukan gula yang ada dalam nira tebu, dengan rumus :

Kadar kristal = kadar gula – 0,4 x kadar bukan gula.

(52)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

[image:52.612.140.501.259.610.2]

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu mengumpulkan data yang berkaitan dengan kegiatan penelitian, kemudian diolah, dianalisis dan dijelaskan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan korelasional. Hubungan antara variabel terkait dan variabel-variabel bebas dapat dilihat pada konstelasi masalah penelitian seperti pada Gambar berikut ini :

Gambar 2. Hubungan antara variabel penelitian X1

Varietas X2

Tingkat Keprasan

X3

Pemupukan

Y Rendemen

Tebu X4

Umur X5

Kotoran X6

Kewayuan X7

(53)

3.2. Populasi Dan Sampel

Populasi sasaran adalah semua petani tebu rakyat (PTR) yang menggilingkan tebunya ke pabrik gula. Kerangka sampling adalah PTR yang menggilingkan tebunya ke pabrik gula (PG) Mojopanggung Jawa Timur pada musim giling 2005. Dari kerangka sampling tersebut, diambil sampel petani yang menggilingkan tebunya pada periode giling yang sama.

3.3. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan 2 bagian, yaitu penelitian teknik penetapan rendemen individual petani dengan metoda sampling dan penelitian penetapan rendemen melalui hubungan faktor-faktor input dengan rendemen yang dihasilkan.

3.3.1. Penelitian Teknik Penetapan Rendemen Individual Petani

Penelitian teknik penetapan rendemen individual petani dilakukan untuk menguji validitas penggunaan metode penetapan rendemen dengan Teknik Krepyak Mini Sampler (KMS) dan Pendekatan Core Sampler (PCS). Pada penelitian ini Teknik KMS dan PCS akan dibandingkan dengan metode penetapan rendemen yang sudah ada, yaitu metode standar sebagai kontrol. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan Teknik KMS, PCS dan Kontrol (Metode Standar), serta ulangan sebanyak 6 (enam) kebun yang dipilih berdasarkan kepemilikan yang sama per masing-masing kebun dan masing-masing kebun relatif homogen.

(54)

29

H0 adalah rata-rata rendemen yang ditetapkan dengan teknik KMS atau PCS tidak

berbeda dengan rata-rata rendemen yang ditetapkan dengan metode standar (H0 :

µ1 = µ2).

Hipotesis tandingannya (H1) adalah rata-rata rendemen yang ditetapkan dengan

teknik KMS atau PCS berbeda (tidak sama) dengan rata-rata rendemen yang ditetapkan melalui metode standar (H1 : µ1≠ µ2).

Jika hasil penelitian teknik penetapan rendemen individual petani ternyata H0

ditolak (H1 diterima), maka penetapan rendemen alternatif tidak dilanjutkan.

Dengan demikian, penelitian hanya ditujukan untuk mengidentifikasi dan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen serta mencari bentuk hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan rendemen.

3.3.2. Penelitian Penetapan Rendemen Melalui Hubungan Faktor-Faktor Input Dengan Rendemen Yang Dihasilkan

[image:54.612.129.530.408.685.2]

Prosedur pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut :

Gambar 3. Prosedur Penelitian Utama Tebang dan Angkut

Lori/Truck Sampling

(PCS)

Penggilingan / proses di pabrik

RENDEMENNYATA

Pencacahan dan pengepressan, analisa Lab untuk menentukan nilai nira, nilai gula reduksi, kadar nira dll Effisiensi

Pabrik BRIX (hand refractometer)

TEBU

RENDEMENS

(55)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi pada penelitian ini terdiri atas penggunaan kuesioner, pengamatan di kebun sampel, pengamatan di pabrik dan di laboratorium analisis nira perahan.

a. Penggunaan kuesioner

Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dilaksanakan untuk memperoleh data mengenai varietas tanaman, tingkat keprasan, pemupukan, tingkat kemasakan (umur tanaman), kewayuan, tingkat kotoran dan jenis lahan.

b. Pengamatan di kebun

Dengan menggunakan refraktometer-tangan dilakukan pengamatan brix terhadap seluruh kebun petani yang tebunya akan diamati dengan metode core sampler (bahan uji sama). Petak uji merupakan bagian petak tebang dengan varietas dan masa tanam yang sama. Untuk setiap petak uji diambil tiga rumpun contoh yang terletak pada tiga juring berhimpitan, masing-masing berturutan searah kemiringan lahan. Kemudian dilakukan pengamatan brix pada kumpulan nira tebu satu titik (rumpun) contoh. Satu titik (rumpun) contoh terdiri dari 4-7 batang tebu, dihindarkan tebu “abnormal” yakni tebu muda dengan panjang kurang dari 1 meter, tebu mati dan sebagainya. Tinggi titik sadapan ditetapkan 25 cm dari permukaan juring. Pengamatan dilakukan hanya oleh satu orang, dibantu oleh beberapa orang untuk menentukan letak titik (rumpun) contoh.

c. Pengamatan di pabrik

(56)

31

jam dilakukan analisis pol dan brix dari nira perahan pertama, nira gilingan 2 sampai dengan akhir dan nira mentah. Setiap 2 jam dilakukan analisis kadar pol dan bahan kering ampas.

Dari hasil pengamatan setiap hari dapat diketahui :

Berat kristal nyata termasuk kristal taksasi dalam proses Rendemen nyata = ---x 100

Berat tebu giling

d. Pengamatan di lab analisis nira perahan

Setiap truk/lori/kontainer tebu yang menyatakan per kepemilikan per kebun ditentukan berat tebunya, diambil contoh tebunya dengan pendekatan core sampler (PCS), kemudian dicacah dengan alat pencacah tebu (shredder), hasilnya adalah tebu cacah.

Sebagian tebu cacah tertentu beratnya (a kg) diperah dengan alat pemerah tebu cacah (hydraulic press), nira yang dihasilkan ditimbang beratnya (b kg) serta dianalisis kadar pol (= p %) dan brix (= b %). Selanjutnya dihitung kadar nira perahan (KNP = b : a x 100) dan nilai niranya = 1,4 pol – 0,4 brix.

Ampas tebu cacah (ampas presan) ditentukan kadar airnya (A %) dengan alat pengering ampas tebu yang dimodifikasi, kemudian dihitung kadar nira ampas presan (KNAP).

[A/100x(100-KNP)]

KNAP = [A/100x(100-KNP)]+ --- x (b/100xKNP) [KNP-(b/100xKNP)] selanjutnya dapat dihitung kadar nira tebu (KNT) dan pol tebu (Pt).

KNT = KNP + KNAP

(57)

Dari analisis di lab analisis nira perahan dapat diketahui NNPP, KNP, KNT, Pt dari setiap individu petani yaitu NNPPin, KNPin, KNTin, Pt-in. dalam satu hari dapat dihitung KNP rata-rata (KNPr), sedangkan dari pengamatan pabrikasi satu hari didapat KNT harian (KNT), sehingga rendemen individual petani dapat dihitung.

Rendemen individual = NNPin x KNTin x Efisiensi Pabrik

3.5. Analisis Data

3.5.1 Hubungan antar variabel

Untuk mengetahui hubungan antar variabel dilakukan pengujian dengan menggunakan analisis regresi dan korelasi sederhana, serta analisis regresi dan korelasi ganda. Hubungan antara rendemen dengan faktor-faktor input diduga dengan melalui persamaan regresi sederhana :

Y = a0 + a1 X1 + a2 X2 + a31 X31 + a32 X32 + a33 X33 + a4 X4 + a5 X5

+ a6 X6 + a7 X7 + a8 X8 ………...………... (6)

Dimana :

a = Konstanta Y = Rendemen (%) X1 = Varietas

X2 = Keprasan

X31 = Pemupukan N (ton/ha ZA)

X32 = Pemupukan Kompos (ton/ha)

X33 = Pemupukan NPK (ton/ha)

X4 = Umur tebu atau tingkat kemasakan (bulan)

X5 = Kewayuan atau ’delay time’ (hari)

X6 = Kotoran atau ‘trash’ (%)

X7 = Irigasi (sawah/tegalan)

(58)

33

Sebelumnya, terlebih dahulu dilakukan pengujian persyaratan analisis, yaitu normalitas galat baku taksiran untuk setiap regresi sederhana variasi Y (rendemen) atas masing-masing variabel bebas penelitian yaitu tingkat varietas (X1), keprasan (X2), pemupukan (X3), umur tebu/tingkat kemasakan (X4),

kewayuan (X5), kotoran (X6), irigasi (X7), dan brix kebun (X8). Untuk

selanjutnya nilai variabel Y (rendemen) adalah rendemen yang diukur dengan metoda PCS.

Dari penelitian kemudian diperoleh data yang akan dianalisis yang meliputi rata-rata, median, serta ukuran penyebaran atau variabilitas dengan menggunakan standar deviasi. Disamping mengukur gejala pusat dan ukuran penyebaran, maka untuk keperluan penyajian data digunakan juga tabel frekuensi dan grafik.

3.5.2. Model Optimal

Keragaman nilai rendemen dinilai dan dibandingkan dengan tampilan nilai rata-rata dan standar deviasi (atau persentasenya) antara rendemen yang diperoleh dengan teknik pendekatan core sampler dibandingkan dengan rendemen nyata. Makin besar simpangan berarti makin heterogen nilai penduga rendemen, hingga makin tidak akurat dan sebaliknya.

Model optimal ditentukan berdasarkan pertimbangan praktis, disamping pertimbangan akurasi pendugaan. Kriteria praktis adalah model dengan penentuan rendemen paling mudah dan ekonomis. Sedang tingkat akurasi ditetapkan dengan simpangan kurang dari lima persen.

3.6. Waktu dan Tempat Penelitian

(59)

4.1. Penetapan Rendemen Individual Petani

Berdasarkan data pengamatan terhadap teknik penetapan rendemen individual petani dapat dijelaskan bahwa rata-rata rendemen dengan menggunakan teknik Krepyak Mini Sampler (KMS) adalah sebesar 8,30 % dengan median 8,34 % dan standar deviasi 0,552. Sedangkan teknik Pendekatan Core Sampler (PCS) mempunyai rata-rata rendemen sebesar 8,55 % dengan median 8,57 % dan standar deviasi 0,224, serta metoda standar (Kontrol) menghasilkan rata-rata rendemen sebesar 8,54 % dengan median 8,605 % dan standar deviasi 0,233.

Dilihat secara empirik, rendemen terendah terjadi pada penetapan rendemen dengan teknik KMS, yaitu 7,6 % dan rendemen tertinggi juga diperoleh pada teknik penetapan rendemen yang sama (KMS), yaitu 9,06 %.

[image:59.612.156.485.507.672.2]

Rentang variabilitas data pada teknik KMS lebih tinggi dari 2 teknik lainnya, yaitu 1,46 sedangkan PCS sebesar 0,66 dan Kontrol 0,63. Dengan demikian, secara statistik deskriptif penggunaan teknik PCS lebih baik daripada teknik KMS. Diskripsi data selengkapnya atas ketiga teknik tersebut dapat dilihat pada Tabel.

Tabel 4. Deskripsi data rendemen dengan teknik KMS, PCS dan Standar

Deskripsi KMS PCS Standar

Mean 8.30 8.55 8.54

Standard Error 0.225 0.091 0.095

Median 8.340 8.570 8.605

Standard Deviation 0.552 0.224 0.233

Sample Variance 0.305 0.050 0.054

Range 1.46 0.66 0.63

Minimum 7.60 8.20 8.11

Maximum 9.06 8.86 8.74

(60)

35

Hasil analisis terhadap data penelitian menunjukkan bahwa penggunaan teknik Krepyak Mini Sampler (KMS) dan Pendekatan Core Sampler (PCS) dalam menetapkan besaran rendemen tidak berbeda nyata dengan metode standar (rendemen nyata di pabrik). Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisis ragam terhadap data hasil penelitian berikut :

Tabel 5. Analisis Ragam Metoda Penetapan Rendemen

Sumber

Keragaman JK Db KT F P-value

F tabel

α = 5%

Teknik 0.2387 2 0.1193 0.8755 0.4369 3.6823

Galat 2.0446 15 0.1363

Total 2.2833 17

Karena F hitung lebih kecil dari F tabel, maka berarti masing-masing teknik penetapan rendemen (perlakuan) tidak berbeda satu sama lain. Karena hipotesis (H0) adalah µ1 = µ2, maka berarti H0 diterima dan H1 ditolak.

Hasil analisis statistik ini menunjukkan bahwa rendemen yang diukur dengan teknik PCS dan KMS identik dengan rendemen nyata dan identik pula dengan rendemen yang dikeluarkan pabrik gula. Kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian Martoyo dan Santoso (2003) yang melakukan proyek percontohan penentuan rendemen individu dengan model sampling “krepyak mini sampler (KMS)”. rendemen ditetapkan berdasarkan formula : Rendemen = NNPP x KNPP x Faktor Kristal. Hasilnya rendemen yang diukur dengan KMS tidak berbeda nyata dengan rendemen pabrik. Namun demikian, untuk PG yang berkapasitas giling > 3000 TCD, dimana umpan tebu ke krepyak lebih dari 2 meja tebu, perlu dikaji tingkat kevalidan sampel kaitannya dengan tercampurnya nira tebu antar individu (Martoyo dan Santoso, 2004). Selain itu, Santoso dan Bahri (2004) juga telah melakukan percobaan penggunaan pendekatan core sampler pada skala laboratorium, rendemen yang diukur dengan PCS tidak berbeda nyata dengan rendemen sesungguhnya.

(61)

6.5 7 7.5 8 8.5 9 9.5

1 2 3 4 5 6

KMS PCS Standar

Gambar 4. Grafik Rendemen Dengan Teknik Penetapan KMS, PCS dan Standar

4.2. Penetapan Rendemen Berdasarkan Faktor-Faktor Input

4.2.1. Deskripsi Data

Hasil identifikasi faktor-faktor input yang mempengaruhi rendemen individu, khususnya yang berkaitan dengan persamaan regresi :

Y = a0 + a1 X1 + a2 X2 + a31 X31 + a32 X32 + a33 X33 + a4 X4 + a5 X5 + a6

X6 + a7 X7 + a8 X8 ... ... (1)

disajikan pada Lampiran 2 - 6, sedangkan deskripsinya dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6. Deskripsi rendemen, jenis tebu, tingkat keprasan, pemupukan, kondisi tebu, jenis lahan, dan brix kebun

Pemupukan Kondisi tebu

No

Rend Indiv (%)

Varts Tkt kprsn N (t/ha) Kompos (t/ha) NPK (t/ha) Umur (bulan) Trash (%) Wayu (hari) Irigasi Brix kebun (%)

Y X

1 X2 X31 X32 X33 X4 X5 X6 X7 X8 n rata-2 SD Min Maks Med Range Varian Rbs CV CL 142 8.45 0.95 5.57 11.42 8.44 5.84 1.72 7.97 0.32 142 1.81 0.63 1 2 1 1 0.25 0 0.12 142 1.70 0.97 1 5 2 4 2.08 74.13 0.35 142 0.73 0.34 0.0 0.8 0.7 0.8 0.02 9.27 0.03 142 2.40 1.02 0.0 3.0 3.0 3.0 1.09 24.71 0.26 142 0.18 0.27 0.0 0.3 0.2 0.3 0.01 18.53 0.03 142 11.32 1.09 9 14.0 11.5 5 1.41 9.67 0.30 142 2.88 1.64 0.0 8.0 3.0 8.0 6.45 148.26 0.62 142 1.85 0.99 0.0 6.0 1.5 6.0 1.44 24.71 0.30 142 1.68 0.68 1.0 2.0 2.0 1.0 0.24 37.07 0.12 142 18.25 2.78 11.82 24.42 18.46 12.60 7.74 15.23 0.69

Catatan : Jenis tebu dan jenis lahan adalah variabel dummy Jenis tebu : 1 = Triton, 2 = PS

(62)

37

Rata-rata rendemen hasil penelitian sebesar 8,45% dengan standar deviasi 0,95 dan rentang variabilitas dari 5,57% sampai 11,42%. Angka rendemen tersebut lebih besar 0,73% dibanding dengan rendemen rata-rata PG Mojopanggung yang sebesar 7,72%. Berdasarkan data giling PG-PG lingkup PTPN X tahun 2005 per 31 September 2005 (Lampiran 8), angka rendemen hasil penelitian lebih besar 1,66% dibanding rendemen rata-rata seluruh pabrik gula lingkup PTPN X Jawa Timur yang hanya sebesar 6,79%. Kondisi tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan metoda penetapan rendemen yang digunakan. Pada penelitian ini, rendemen ditetapkan dengan metoda PCS, sedangkan rendemen pabrik gula ditetapkan berdasarkan analisis nira perahan pertama. Rendemen tebu biasanya dihitung setelah pabrik bekerja 1 periode (15 hari), dihitung dengan rumus : rendemen = nilai nira perahan pertama (NNPP) x faktor rendemen (FR), sesuai dengan SK Mentan No. 013/SK/MENTAN/BPB/3/76 tanggal 5 Maret 1976. Menurut Meade dan Chen (1977), Faktor Rendemen (FR) = kadar nira tebu (KNT) x efisiensi pabrik x 10-2. Hal ini menunjukkan hasil penetapan rendemen berdasarkan analisis nilai nira perahan pertama kurang menghargai prestasi individu, karena KNT untuk semua tebu dianggap sama.

Rentang variabilitas yang tinggi, dari 5,57 % sampai 11,42 %, merepresentasikan bahwa penetapan rendemen dengan teknik PCS berdasarkan karakteristik komponen input tebu benar-benar mengukur rendemen tebu petani secara individual. Tebu dengan kualitas lebih rendah akan memperoleh rendemen rendah, sebaliknya tebu yang berkualitas baik akan mendapat rendemen tinggi. Pada hasil penelitian di atas, rende

Gambar

Tabel 1.  Areal Tanam, Produktivitas dan Produksi Tebu
Tabel  3.  Komposisi Tebu
Gambar 1. Alur Pengolahan Tebu Menjadi Gula Kristal
Gambar 2.  Hubungan antara variabel penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait