• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek toksisitas dan proliferasi sel limfosit manusia pada pemberian ekstrak dan minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek toksisitas dan proliferasi sel limfosit manusia pada pemberian ekstrak dan minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

i

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih pada tugas akhir ini adalah keamanan dan khasiat dari bahan alam yang digunakan untuk obat atau suplemen makanan, dengan judul ”Efek toksisitas dan proliferasi sel limfosit manusia pada pemberian ekstrak dan minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam)”.

Pembuatan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat dalam penyelesaian pendidikan Program Magister Profesi Teknologi Pangan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Prof.Dr.Ir. Fransiska R . Zakaria, MSc dan Ibu Dr.Ir. Nurheni Sri Palupi, MS selaku dosen pembimbing serta Ibu Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum, selaku dosen Penguji. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, PhD. Kepala Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan Ibu Dr. Sri Wahyuni sebagai instruktur dalam pengujian kultur jaringan, ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada saudara Yessica Meiriana, saudara Femi Olivia yang telah bekerjasama dalam melakukan pengujian kultur jaringan. Tidak lupa ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak DR. Ary Prihardyanto Keim Bagian Botani (Herbarium Bogoriense) Pusat Penelitian Biologi, LIPI yang telah membantu mengidentifikasi dan memberi banyak informasi tentang buah merah. Disamping itu ucapan terima kasih kami ucapkan kepada seluruh staf Pusat Riset Obat dan Makanan Badan POM yang telah membantu dalam pelaksanaan pennelitian ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada istri, anak dan seluruh keluarga serta semua pihak atas segala doa dan dukungannya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa tugas akhir yang telah dapat diselesaikan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan tugas akhir ini sangat penulis harapkan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat umum dan khusus nya bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, April 2007

(2)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 15 Desember 1955 oleh Bapak dan Ibu Pawirodikromo. Penulis adalah putra ke enam dari tujuh bersaudara. Tahun 1974 penulis lulus SMA Negeri XII Jakarta dan pada tahun 1976 masuk Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada. Setelah menyelesai kan studi di UGM pada tahun 1983, kemudian pada tahun 1984 bekerja di Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pada tahun 1995 diangkat menjadi Kepala Seksi Toksikologi Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Sejak April 2001 Direktorat Jeneral Pengawasan Obat dan Makanan, berubah menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, dan bersama itu penulis diangkat menjadi Kepala Bidang Toksikologi Pusat Riset Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, hingga sekarang.

(3)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA... i

RIWAYAT HIDUP... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Hipotesa ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Merah... 4

B. Sistem Imun ... 7

C. Bahan Pangan yang Mempunyai Aktivitas Peningkatan Proliferasi Limfosit dan Imunomodulasi ... 16

D. Sitotoksik ... 17

E. Kultur Sel Limfosit dan Proliferasi Sel Limfosit ... 19

F. Mitogen Sebagai Senyawa Pemacu Proliferasi Sel Limfosit... 24

BAB III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Tempat dan Waktu ... 27

B. Bahan dan Alat... 27

C. Identifikasi Buah Merah... 27

D. Pembuatan Ekstrak dan Minyak Buah Merah... 28

E. Penentuan Dosis Uji / Konsentrasi Ekstrak ... 30

(4)

iv

G. Penghitungan EC50 (Efective Concentration-50) ... 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Merah ... 34

B. Rendemen Ekstrak dan Rendemen Minyak Buah Merah ... 35

C. Pengaruh Ekstrak dan Minyak Buah Merah Terhadap Proliferasi Sel Limfosit ... 38

D. Pengaruh Ekstrak dan Minyak Buah Merah Terhadap Toksisitas Sel ... 45

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 49

B. Saran... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(5)

v

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Kandungan senyawa aktif dalam buah merah jenis barugum ...5 Tabel 2 Komposisi zat gizi per 100 gram buah merah ...5 Tabel 3 Pengaruh metode ekstraksi terhadap parameter senyawa bioaktif buah

merah ...6 Tabel 4 Sifat fisiko-kimia yang terpenting pada ekstrak buah merah ...7 Tabel 5 Nilai normal elemen-elemen seluler pada darah manusia. ...11 Tabel 6 Total fenol, karotenoid dan kadar vitamin E (ppm) berbagai

jenis ekstrak ...34 Tabel 7 Hasil rendemen beberapa macam ekstrak buah merah ...35 Tabel 8 Rendemen bagian-bagian buah merah ...36 Tabel 9 Hasil EC50 ekstrak air, metanol, heksan dan minyak buah merah dari

berbagai konsentrasi ...44 Tabel 10 Hasil bioasai anti kanker dan EC 50 dengan sel leukomia L1210

terhadap ekstrak kasar etil asetat daging buah, metanol daging buah, n-heksan kulit biji, etil asetat kulit biji dan metanol kulit biji mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] ...44 Tabel 11 Pengaruh inkubasi bersama hidrolisat kitooligomer dan mitogen

(6)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Buah merah (Pandanus conoideus Lam) jenis barugum...4

Gambar 2 Diagram dari organ-organ limfoid primer dan Proses pembentukan darah pada embrio dan dewasa (Plyfair, 1987)...10

Gambar 3 Sel-sel yang terlibat dalam proses kekebalan tubuh melalui sistim hemopoitik (Playfair, 1987). ...13

Gambar 4 Reaksi antioksidan fenol dengan radikal substrat (Ranney, 1979) ...14

Gambar 5 Foto mikroskop elektron dari : a) sel normal dan b) sel yang mengalami kondensasi kromatin...17

Gambar 6 Mekanisme reaksi MTT menjadi MTT Formazan (Kubota, et al. 2003) ...24

Gambar 7 Tahapan ekstraksi dan pembuatan minyak buah merah...28

Gambar 8 Persentase pertumbuhan sel limfosit ...38

Gambar 9 Persentase pertumbuhan sel limfosit dengan lima dosis ...40

Gambar 10 Proliferasi sel limfosit yang ditumbuhkan pada media dengan penambahan ekstrak dan minyak buah merah ...42

Gambar 11 Tingkat kematian sel limfosit...46

(7)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat keterangan identifikasi buah merah ...57

Lampiran 2. Penentuan dosis uji / konsentrasi ekstrak ...58

Lampiran 3. Perhitungan rendemen ekstrak dan minyak buah merah dan Cara Penghitungan jumlah kematian sel Limfosit...59

Lampiran 4. Penghitungan persentase proliferasi dan efective concentration 50 (EC50) ...60

Lampiran 5. Surat pernyataan kesediaan menjadi responden penelitian (inform consern) ...62

Lampiran 6. Tabel Komposisi larutan PBS...63

Lampiran 7. Tabel data hasil penetapan absorbansi suspensi limfosit dengan penambahan ekstrak metanol, heksan, air dan minyak buah merah ...64

Lampiran 8. Tabel kematian sel limfosit ...65

Lampiran 9. Skema prosedur uji proliferasi dan uji toksisitas sel limfosit...66

Lampiran 10. Gambar foto prosedur uji proliferasi dan toksisitas sel limfosit...67

Lampiran 11. Gambar peta sumur pada microplate...69

Lampiran 12. Penghitungan dan analisa statistik minyak...70

Lampiran 13. Penghitungan dan analisa statistik ekstrak metanol ...72

Lampiran 14. Penghitungan dan analisa statistik ekstrak heksan ...76

(8)

1

Di abad ke 20 ini, kita lihat perkembangan teknologi di semua bidang sangat pesat, termasuk kedokteran, farmasi, dan ilmu pangan. Perkembangan dalam ilmu pangan yang meliputi ilmu gizi, teknologi pangan, keamanan pangan (Food Safety) mendapat perhatian sangat besar untuk dikembangkan baik di negara maju maupun negara bekembang termasuk Indonesia. Pengembangan obat tradisional di Indonesia telah diamanatkan di dalam GBHN tahun 1998. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman hayati terutama tumbuh-tumbuhan. Ada lebih dari 30.000 jenis tumbuhan yang terdapat di Indonesia, dan lebih dari 1000 jenis telah diketahui dapat dimanfaatkan untuk pengobatan. Obat bahan alam yang telah terdaftar di Badan POM hingga saat ini berjumlah 11.776 produk, sedangkan jumlah industri obat bahan alam Indonesia pada saat ini berjumlah 1046 industri (NADFC, 2004). Sangat sedikit spesies tanaman obat yang mempunyai data keamanan dan khasiat pada aplikasi medis, sehingga jaminan keamanan, kualitas dan khasiat merupakan isu kunci dari industri (WHO, 1999). Kecenderungan yang berkembang saat ini, orang membatasi atau mengurangi konsumsi obat, makanan, kosmetika yang berasal dari bahan kimia sintetik dan cenderung menggunakan bahan yang berasal dari alam, dikenal dengan istilah back to nature.

Dewasa ini telah banyak dikembangkan produk pangan yang memadukan antara fungsi nutrisi dan kesehatan, yang sering disebut pangan fungsional. Pangan fungsional merupakan produk pangan yang memberi keuntungan terhadap kesehatan. Pangan fungsional dapat mencegah atau mengobati penyakit. Di Ameri ka Serikat nilai pasar dari pangan fungsional diperkirakan mencapai 86 bilion US $ (Mazza, 1998).

(9)

Keuntungan pengujian secara in vitro adalah relatif lebih murah, lebih cepat, dan tidak bertentangan dengan azas animal walfare karena percobaan dilakukan di luar tubuh hewan atau manusia. Sedangkan kerugiannya tidak bisa mendapatkan gambaran hasil uji yang sangat akurat dan tepat. Keuntungan pengujian secara in vivo akan mendapatkan gambaran hasil yang lebih akurat dan tepat, karena dilakukan di dalam tubuh hewan atau manusia, akan tetapi mempunyai kelemahan, antara lain lebih mahal, lebih lama, relatif lebih sulit dan dapat bertentangan dengan azas animal walfare. Saat ini yang popular dalam pemanfaatan obat bahan alam adalah pengembangan buah merah. Buah merah diklaim dan diyakini dapat menanggulangi beberapa penyakit, walaupun belum terlihat laporan hasil penelitian yang sistematis dan bersifat ilmiah. Penyakit tersebut anatara lain HIV/AIDS, stroke, kanker payudara, kanker rahim, thalasemia, asam urat, tekanan darah tinggi, tumor, kista, diabetes, gangguan prostat, gangguan imunitas, dan sebagai hepatoprotektor. Keuntungan lain dari buah merah adalah dapat meningkatkan omega 3 dalam telur pada ternak yang diberi ransum yang dicampur buah merah, dan bisa menghilangkan bau yang tidak sedap pada daging dan telur itik. Disamping efek yang menguntungkan ada pula dampak negatif yang dilaporkan akibat mengkonsumsi buah merah dalam bentuk minyak antara lain diarhe, warna faeces dan urine membiru, dan penurunan hemoglobin. Klaim-klaim ini dapat dibaca pada beberapa majalah populer seperti Majalah Trubus (2005). Dengan adanya klaim khasiat dan efek samping tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang khasiat dan toksisitas. Pada kesempatan ini akan dilakukan penelitian mengenai efek toksisitas dan immunomodulator dari

ekstrak air, ekstrak metanol, ekstrak heksan, dan minyak dari buah merah

terhadap sel limfosit manusia secara in vitro. Apabila terbukti secara ilmiah efek keuntungan mengkonsumsi buah merah tersebut, diwaktu mendatang dapat dikembangkan sebagai minuman, pangan fungsional atau suplemen makanan.

B. Tujuan Penelitian

(10)

C. Hipotesa

1. Buah merah dianggap toksik, apabila menyebabkan kematian sel limfosit 2. Buah merah dianggap dapat meningkatkan imunitas apabila dapat memacu

proliferasi sel limfosit.

3. Buah merah dianggap tidak mempunyai efek toksik dan tidak mempunyai efek peningkatan imunitas apabila sel limfosit dalam keadaan hidup, tetapi

tidak berproliferasi.

D. Manfaat Penelitian

Data ilmiah mengenai sifat toksik dan khasiat buah merah tersebut dapat merupakan salah satu dasar pengambilan kebijakan dan keputusan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia terhadap konsumsi buah merah, sehingga masyarakat dapat terlindungi dalam mengkonsumsi buah merah. Selain itu dapat merupakan dasar untuk penelitian dan pengembangan buah merah lebih lanjut.

Apabila terbukti secara ilmiah efek keuntungan mengkonsumsi buah merah tersebut diwaktu mendatang kemungkinan dapat dikembangkan sebagai mi numan, pangan fungsional atau suplemen makanan.

(11)

i

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih pada tugas akhir ini adalah keamanan dan khasiat dari bahan alam yang digunakan untuk obat atau suplemen makanan, dengan judul ”Efek toksisitas dan proliferasi sel limfosit manusia pada pemberian ekstrak dan minyak buah merah (Pandanus conoideus Lam)”.

Pembuatan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat dalam penyelesaian pendidikan Program Magister Profesi Teknologi Pangan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Prof.Dr.Ir. Fransiska R . Zakaria, MSc dan Ibu Dr.Ir. Nurheni Sri Palupi, MS selaku dosen pembimbing serta Ibu Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum, selaku dosen Penguji. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, PhD. Kepala Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan Ibu Dr. Sri Wahyuni sebagai instruktur dalam pengujian kultur jaringan, ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada saudara Yessica Meiriana, saudara Femi Olivia yang telah bekerjasama dalam melakukan pengujian kultur jaringan. Tidak lupa ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak DR. Ary Prihardyanto Keim Bagian Botani (Herbarium Bogoriense) Pusat Penelitian Biologi, LIPI yang telah membantu mengidentifikasi dan memberi banyak informasi tentang buah merah. Disamping itu ucapan terima kasih kami ucapkan kepada seluruh staf Pusat Riset Obat dan Makanan Badan POM yang telah membantu dalam pelaksanaan pennelitian ini. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada istri, anak dan seluruh keluarga serta semua pihak atas segala doa dan dukungannya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa tugas akhir yang telah dapat diselesaikan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan tugas akhir ini sangat penulis harapkan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat umum dan khusus nya bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, April 2007

(12)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 15 Desember 1955 oleh Bapak dan Ibu Pawirodikromo. Penulis adalah putra ke enam dari tujuh bersaudara. Tahun 1974 penulis lulus SMA Negeri XII Jakarta dan pada tahun 1976 masuk Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada. Setelah menyelesai kan studi di UGM pada tahun 1983, kemudian pada tahun 1984 bekerja di Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pada tahun 1995 diangkat menjadi Kepala Seksi Toksikologi Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Sejak April 2001 Direktorat Jeneral Pengawasan Obat dan Makanan, berubah menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, dan bersama itu penulis diangkat menjadi Kepala Bidang Toksikologi Pusat Riset Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, hingga sekarang.

(13)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA... i

RIWAYAT HIDUP... ii

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Hipotesa ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Merah... 4

B. Sistem Imun ... 7

C. Bahan Pangan yang Mempunyai Aktivitas Peningkatan Proliferasi Limfosit dan Imunomodulasi ... 16

D. Sitotoksik ... 17

E. Kultur Sel Limfosit dan Proliferasi Sel Limfosit ... 19

F. Mitogen Sebagai Senyawa Pemacu Proliferasi Sel Limfosit... 24

BAB III. BAHAN DAN METODOLOGI A. Tempat dan Waktu ... 27

B. Bahan dan Alat... 27

C. Identifikasi Buah Merah... 27

D. Pembuatan Ekstrak dan Minyak Buah Merah... 28

E. Penentuan Dosis Uji / Konsentrasi Ekstrak ... 30

(14)

iv

G. Penghitungan EC50 (Efective Concentration-50) ... 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Merah ... 34

B. Rendemen Ekstrak dan Rendemen Minyak Buah Merah ... 35

C. Pengaruh Ekstrak dan Minyak Buah Merah Terhadap Proliferasi Sel Limfosit ... 38

D. Pengaruh Ekstrak dan Minyak Buah Merah Terhadap Toksisitas Sel ... 45

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 49

B. Saran... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(15)

v

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Kandungan senyawa aktif dalam buah merah jenis barugum ...5 Tabel 2 Komposisi zat gizi per 100 gram buah merah ...5 Tabel 3 Pengaruh metode ekstraksi terhadap parameter senyawa bioaktif buah

merah ...6 Tabel 4 Sifat fisiko-kimia yang terpenting pada ekstrak buah merah ...7 Tabel 5 Nilai normal elemen-elemen seluler pada darah manusia. ...11 Tabel 6 Total fenol, karotenoid dan kadar vitamin E (ppm) berbagai

jenis ekstrak ...34 Tabel 7 Hasil rendemen beberapa macam ekstrak buah merah ...35 Tabel 8 Rendemen bagian-bagian buah merah ...36 Tabel 9 Hasil EC50 ekstrak air, metanol, heksan dan minyak buah merah dari

berbagai konsentrasi ...44 Tabel 10 Hasil bioasai anti kanker dan EC 50 dengan sel leukomia L1210

terhadap ekstrak kasar etil asetat daging buah, metanol daging buah, n-heksan kulit biji, etil asetat kulit biji dan metanol kulit biji mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] ...44 Tabel 11 Pengaruh inkubasi bersama hidrolisat kitooligomer dan mitogen

(16)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Buah merah (Pandanus conoideus Lam) jenis barugum...4

Gambar 2 Diagram dari organ-organ limfoid primer dan Proses pembentukan darah pada embrio dan dewasa (Plyfair, 1987)...10

Gambar 3 Sel-sel yang terlibat dalam proses kekebalan tubuh melalui sistim hemopoitik (Playfair, 1987). ...13

Gambar 4 Reaksi antioksidan fenol dengan radikal substrat (Ranney, 1979) ...14

Gambar 5 Foto mikroskop elektron dari : a) sel normal dan b) sel yang mengalami kondensasi kromatin...17

Gambar 6 Mekanisme reaksi MTT menjadi MTT Formazan (Kubota, et al. 2003) ...24

Gambar 7 Tahapan ekstraksi dan pembuatan minyak buah merah...28

Gambar 8 Persentase pertumbuhan sel limfosit ...38

Gambar 9 Persentase pertumbuhan sel limfosit dengan lima dosis ...40

Gambar 10 Proliferasi sel limfosit yang ditumbuhkan pada media dengan penambahan ekstrak dan minyak buah merah ...42

Gambar 11 Tingkat kematian sel limfosit...46

(17)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat keterangan identifikasi buah merah ...57

Lampiran 2. Penentuan dosis uji / konsentrasi ekstrak ...58

Lampiran 3. Perhitungan rendemen ekstrak dan minyak buah merah dan Cara Penghitungan jumlah kematian sel Limfosit...59

Lampiran 4. Penghitungan persentase proliferasi dan efective concentration 50 (EC50) ...60

Lampiran 5. Surat pernyataan kesediaan menjadi responden penelitian (inform consern) ...62

Lampiran 6. Tabel Komposisi larutan PBS...63

Lampiran 7. Tabel data hasil penetapan absorbansi suspensi limfosit dengan penambahan ekstrak metanol, heksan, air dan minyak buah merah ...64

Lampiran 8. Tabel kematian sel limfosit ...65

Lampiran 9. Skema prosedur uji proliferasi dan uji toksisitas sel limfosit...66

Lampiran 10. Gambar foto prosedur uji proliferasi dan toksisitas sel limfosit...67

Lampiran 11. Gambar peta sumur pada microplate...69

Lampiran 12. Penghitungan dan analisa statistik minyak...70

Lampiran 13. Penghitungan dan analisa statistik ekstrak metanol ...72

Lampiran 14. Penghitungan dan analisa statistik ekstrak heksan ...76

(18)

1

Di abad ke 20 ini, kita lihat perkembangan teknologi di semua bidang sangat pesat, termasuk kedokteran, farmasi, dan ilmu pangan. Perkembangan dalam ilmu pangan yang meliputi ilmu gizi, teknologi pangan, keamanan pangan (Food Safety) mendapat perhatian sangat besar untuk dikembangkan baik di negara maju maupun negara bekembang termasuk Indonesia. Pengembangan obat tradisional di Indonesia telah diamanatkan di dalam GBHN tahun 1998. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman hayati terutama tumbuh-tumbuhan. Ada lebih dari 30.000 jenis tumbuhan yang terdapat di Indonesia, dan lebih dari 1000 jenis telah diketahui dapat dimanfaatkan untuk pengobatan. Obat bahan alam yang telah terdaftar di Badan POM hingga saat ini berjumlah 11.776 produk, sedangkan jumlah industri obat bahan alam Indonesia pada saat ini berjumlah 1046 industri (NADFC, 2004). Sangat sedikit spesies tanaman obat yang mempunyai data keamanan dan khasiat pada aplikasi medis, sehingga jaminan keamanan, kualitas dan khasiat merupakan isu kunci dari industri (WHO, 1999). Kecenderungan yang berkembang saat ini, orang membatasi atau mengurangi konsumsi obat, makanan, kosmetika yang berasal dari bahan kimia sintetik dan cenderung menggunakan bahan yang berasal dari alam, dikenal dengan istilah back to nature.

Dewasa ini telah banyak dikembangkan produk pangan yang memadukan antara fungsi nutrisi dan kesehatan, yang sering disebut pangan fungsional. Pangan fungsional merupakan produk pangan yang memberi keuntungan terhadap kesehatan. Pangan fungsional dapat mencegah atau mengobati penyakit. Di Ameri ka Serikat nilai pasar dari pangan fungsional diperkirakan mencapai 86 bilion US $ (Mazza, 1998).

(19)

Keuntungan pengujian secara in vitro adalah relatif lebih murah, lebih cepat, dan tidak bertentangan dengan azas animal walfare karena percobaan dilakukan di luar tubuh hewan atau manusia. Sedangkan kerugiannya tidak bisa mendapatkan gambaran hasil uji yang sangat akurat dan tepat. Keuntungan pengujian secara in vivo akan mendapatkan gambaran hasil yang lebih akurat dan tepat, karena dilakukan di dalam tubuh hewan atau manusia, akan tetapi mempunyai kelemahan, antara lain lebih mahal, lebih lama, relatif lebih sulit dan dapat bertentangan dengan azas animal walfare. Saat ini yang popular dalam pemanfaatan obat bahan alam adalah pengembangan buah merah. Buah merah diklaim dan diyakini dapat menanggulangi beberapa penyakit, walaupun belum terlihat laporan hasil penelitian yang sistematis dan bersifat ilmiah. Penyakit tersebut anatara lain HIV/AIDS, stroke, kanker payudara, kanker rahim, thalasemia, asam urat, tekanan darah tinggi, tumor, kista, diabetes, gangguan prostat, gangguan imunitas, dan sebagai hepatoprotektor. Keuntungan lain dari buah merah adalah dapat meningkatkan omega 3 dalam telur pada ternak yang diberi ransum yang dicampur buah merah, dan bisa menghilangkan bau yang tidak sedap pada daging dan telur itik. Disamping efek yang menguntungkan ada pula dampak negatif yang dilaporkan akibat mengkonsumsi buah merah dalam bentuk minyak antara lain diarhe, warna faeces dan urine membiru, dan penurunan hemoglobin. Klaim-klaim ini dapat dibaca pada beberapa majalah populer seperti Majalah Trubus (2005). Dengan adanya klaim khasiat dan efek samping tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang khasiat dan toksisitas. Pada kesempatan ini akan dilakukan penelitian mengenai efek toksisitas dan immunomodulator dari

ekstrak air, ekstrak metanol, ekstrak heksan, dan minyak dari buah merah

terhadap sel limfosit manusia secara in vitro. Apabila terbukti secara ilmiah efek keuntungan mengkonsumsi buah merah tersebut, diwaktu mendatang dapat dikembangkan sebagai minuman, pangan fungsional atau suplemen makanan.

B. Tujuan Penelitian

(20)

C. Hipotesa

1. Buah merah dianggap toksik, apabila menyebabkan kematian sel limfosit 2. Buah merah dianggap dapat meningkatkan imunitas apabila dapat memacu

proliferasi sel limfosit.

3. Buah merah dianggap tidak mempunyai efek toksik dan tidak mempunyai efek peningkatan imunitas apabila sel limfosit dalam keadaan hidup, tetapi

tidak berproliferasi.

D. Manfaat Penelitian

Data ilmiah mengenai sifat toksik dan khasiat buah merah tersebut dapat merupakan salah satu dasar pengambilan kebijakan dan keputusan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia terhadap konsumsi buah merah, sehingga masyarakat dapat terlindungi dalam mengkonsumsi buah merah. Selain itu dapat merupakan dasar untuk penelitian dan pengembangan buah merah lebih lanjut.

Apabila terbukti secara ilmiah efek keuntungan mengkonsumsi buah merah tersebut diwaktu mendatang kemungkinan dapat dikembangkan sebagai mi numan, pangan fungsional atau suplemen makanan.

(21)

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Buah Merah Botani

Menurut Keim (2005), tanaman buah merah termasuk jenis tanaman pandan-pandanan atau pandanus, dengan nama ilmiah Pandanus conoideus Lam, walaupun hingga saat ini sistematika taksonomi pandan buah merah sendiri masih bermasalah karena di dalamnya melibatkan banyak taksa lain baik yang telah dipublikasi sebagai jenis tersendiri maupun keberadaan pada sekitar 36 kultivar. Selanjutnya oleh Rumphius dikatakan, Pandanus ceramicus setidaknya mempunyai dua bentuk kepala (cephalium) yaitu bulat (bundar) seperti buah melon, panjang buah sekitar 30 cm dan bulat lonjong menyerupai buah cempedak, buah merah jenis barugum berwarna merah (Gambar 1).

Sumber: Anonim, (2005)

Gambar 1 Buah merah (Pandanus conoideus Lam) jenis barugum

Pandan buah merah pertama dilaporkan keberadaannya beserta informasi pemanfaatannya oleh Rumphius pada tahun 1743, hal ini berdasarkan koleksi yang dibuatnya di Pulau Seram, Maluku dan saat itu diberi nama Pandanus ceramicus. Kedua cephalium memiliki kesamaan dalam struktur dan warna cephalium. Pericarp dan struktur buah tunggal berbentuk segi lima. ujung putik (stigmatic remains) agak menonjol namun tidak tajam. Adapun yang memberi nama Pandanus conoideus yang pertama kali adalah Lamarck.

(22)

Kandungan kimia buah merah

Menurut Budi (2001), bahwa potensi kandungan yang diunggulkan di dalam sari buah merah diantaranya antioksidan. Yang membuat warna merah dari buah merah ini adalah karotenoid dan tokoferol. Kadar karotenoid sangat tinggi, yaitu 12.000 ppm. Untuk kandungaan tokoferol di dalam buah merah adalah 11.000 ppm. Selain itu kandungan mineral makro dan mikro sangat lengkap, terutam Fe, Mg dan Zn. Berdasarkan hasil penelitian oleh Budi (2001), kandungan senyawa aktif dari buah merah jenis barugum dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1 Kandungan senyawa aktif dalam buah merah jenis baruguma)

Senyawa Aktif Kandungan

Total karotenoid 12.000 ppm

Total tokoferol 11.000 ppm

(23)

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair, dibuat dengan mensari simplisia menurut cara yang cocok diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Dep Kes RI, 2000). Menurut Harborne (1987), untuk analisis fitokimia harus digunakan jaringan tumbuhan segar, namun ada cara lain tumbuhan dapat dikeringkan sebelum dilakukan ekstraksi. Cara pengeringan harus dilakukan dalam keadaan terawasi untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak. Bioavailabilitas karotenoid dari bahan pangan, ekstrak, atau produk sangat beragam. Beberapa faktor yang mempengaruhi penyerapan dan bioavailabilitas karotenoid adalah proses pengolahan, penyimpanan, dan pemasakan (Papas, 1999). Menurut Goodman et al. (1966), persentase beta karoten yang diserap langsung sebagai beta karoten sekitar 15-25%. Beta karoten yang diserap langsung dalam bentuk utuh dan tidak dikonversi menjadi retinol sangat potensial untuk mencegah penyakit cardiovascular dan beberapa jenis kanker (Gey et al. 1993).

Sebagai pembanding dan pandukung pada penelitian ini dapat dilihat data penelitian dari Andarwulan et al. (2006), telah melakukan penelitian terhadap kandungan senyawa bioaktif dan sifat fisiko-kimia buah merah dengan membandingkan metode ekstraksi secara tradisional terhadap dua metode yang dimodifikasi. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3 Pengaruh metode ekstraksi terhadap parameter senyawa bioaktif buah merah c)

Buah segar Biji 647,23 120,65 802,61 83,55

Minyak 10.022 1.852 5.033 425.52 Metode

Tradisional Biji 227,51 37,99 171,34 15,13

Minyak 12.427 2.000 9.200 800

Metode

Modifikasi 1 Biji 391,44 65,37 180,47 15,24

Minyak 21.430 4.583 10.832 1.368,26 Metode

Modifikasi 2 Biji 439,77 132,53 628,88 53,17

c

(24)

Dari data ini dapat dilihat bahwa kandungan senyawa mikronutrien pada ekstrak buah merah sangat dipengaruhi oleh metode ekstraksinya.

Tabel 4 Sifat fisiko-kimia yang terpenting pada ekstrak buah merah d)

Parameter Satuan Buah segar Metode

Tradisional

Metode ekstraksi dapat berpengaruh terhadap sifat fisiko kimia ekstrak buah merah yang dihasilkan. Metode ekstraksi modifikasi 2 merupakan metode ekstraksi yang menghasilkan karakteristik fisiko-kimia buah merah terbaik. Selanjutnya menurut Andarwulan et al. (2006), ekstrak selain mengan dung senya wa mikronutrien juga mengandung asam lemak tidak jenuh dengan dominasi oleat C18:1) dan palmitat (C16:0).

B. Sistem Imun

(25)

yang rusak. Fungsi pengawasan bertujuan untuk memonitor jenis sel yang abnormal atau sel mutan (Belanti,1993).

Sistem imun digolongkan menjadi dua golongan yaitu sistem imun non spesifik dan sistem imun spesifik. Adapun respon imun non spesifik dapat timbul sebagai reaksi terhadap adanya mikroorganisme patogen dan zat asing lainnya melalui fagositosis dan monosit (makrofag). Pertahanan tubuh yang tidak termasuk di dalam sistem imun antara lain zat sebagai barier kimia melalui sekresi internal dan eksternal, zat lisozim yang terdapat di dalam mukus jaringan, air mata, laktoperoksidase dalam saliva, protein darah, interferon, sistem kinin, komplemen dan sel natural killer (NK.) ( Parslow 1997). Menurut Kresno (1996),

(26)
(27)

fragmen besar (heavy chain) yang identik, dan dua rantai ringan (light chain) yang juga identik. Setiap rantai ringan terikat pada rantai berat melalui ikatan disulfida. Molekul ini oleh enzim papain dapat dipecah menjadi tiga fragmen, yaitu dua fragmen fab (fragmen antigen binding) dan satu fragmen Fe (Fregmen crystallizable). Imunoglobulin terdiri dari lima kelas utama yaitu Ig G, Ig A, Ig M, Ig M, Ig D, dan Ig E. Ig G merupakan imunoglobulin terbanyak, khususnya di dalam darah dan berguna untuk melawan jasad renik dan toksin. Imunoglobulin A terdapat sebagai monomer dan polimer dan terletak pada sekreta selaput lendir dan darah. Imunoglobulin ini merupakan imunuglobulin utama yang berfungsi mengatur pertahanan permukaan luar dari tubuh yang dapat membentuk suatu dimer yang terikat pada komponen sekret. Ig M merupakan suatu molekul pentamer yang terdapat pada intravaskuler dan dibentuk pada awal respon imun. Karena bervalensi tinggi, Ig M merupakan aglutinin kuman yang sangat efektif dan sebagai perantara sitolisis yang tergantung pada komplemen sehingga merupakan pertahanan yang kuat terhadap bakteri. Ig D sebagian besar terdapat pada limfosit dan berfungsi sebagai reseptor antigen. Ig E berperan penting pada infeksi parasit tertentu dan merupakan penyebab gejala-gejala alergi tropik. (Bratawidjaja, 2002). Diagram dari organ-organ limfoid primer dan proses pembentukan darah pada embrio dan dewasa dapat dilihat pada Gambar 2.

(28)

Menurut Ganong (1990), respon imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi berbagai serangan mikroorganisme, sehingga dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu, sebelum dapat memberikan respon. Respon imunologik yang dilakukan oleh sel limfosit adalah respon imun yang bersifat spesifik. Respon imun spesifik terdiri atas dua jenis yaitu imunitas humoral dan imunitas seluler. Imunitas humoral dilakukan oleh sel plasma yaitu sel limfosit B dewasa yang mensekresikan antibodi, sedangkan imunitas seluler dijalankan oleh sel limfosit T. Komposisi dan nilai normal dari masing-masing elemen seluler pada darah manusia dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai normal elemen-elemen seluler pada darah manusia. e)

Elemen-elemen

(29)
(30)

digolongkan menjadi tiga grup sel, yaitu sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau luekosit, yang terdapat kurang dari 1% dari volume total darah, dan butir pembeku (platelets) atau trobosit. (Decker, 2001). Sel-sel yang terlibat di dalam proses kekebalan tubuh melalui sistem hemopoitik secara skematik dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan gambar = S : Steam cell, LS : Limfoid stem cells, T :Thymus, B: Bursa Fabricii, HS : Haemopoietic stem cells, MK : Megakariosit, ES : Erytroid stem cell, TP : Trombophoietin, EP : Eritropoietin, CFS: Colony stimulating factors.

Gambar 3 Sel-sel yang terlibat dalam proses kekebalan tubuh melalui sistim hemopoitik (Playfair, 1987).

Keseimbangan oksidan dan antioksidan pada sistem imun

(31)

oksidan dan kelebihan produksi radikal bebas. Pada keadaan pertahanan anti oksidan lemah, asupan zat kimia sintetik berbahaya seperti pestisida, asap rokok, polusi udara, radiasi, diet tinggi asam lemak tak jenuh (ALTJ) dan cahaya ultra violet dapat menimbulkan stres oksidatif, hal ini dapat berakibat menyebabkan kerusakan sel, sehingga terjadi percepatan proses penuaan dan dapat menimbulkan penyakit jantung, tumor ganas, diabetes militus, dan lainnya (Supari, 1996). Antioksidan adalah sebagai senyawa yang melindungi sistem biologi, melawan efek potensial dan proses atau reaksi yang dapat menyebabkan oksidasi yang berlebihan (Krinsky, 1992). Mekanisme reaksi antioksidan senyawa fenolik terjadi melalui pemberian atom hidrogen dari gugus hidroksil dengan cepat kepada radikal substrat, dapat dilihat pada Gambar 4.

OH Oe

+ Re + RH

Gambar 4 Reaksi antioksidan fenol dengan radikal substrat (Ranney, 1979)

(32)
(33)

infeksi mikroorgsanisme dengan imunomodulator, maka imunomodulator tersebut tidak akan langsung menghadapi mikroorganismenya melainkan sistem imunitas akan didorong untuk menghadapi melalui efektor sistem imunitas (Subowo, 1996). Kemampuan limfosit untuk berproliferasi menunjukkan secara tidak langsung terhadap kemampuan respon imunologik (Zakaria et.al. 1992).

C. Bahan Pangan yang Mempunyai Aktivitas Peningkatan Proliferasi Limfosit dan Imunomodulasi

Menurut Budiharto (1997), vitamin C dan E merupakan bahan pangan yang mempunyai efek imunomodulasi atau dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit. Bahan lain yang dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit yaitu ekstrak jahe

(34)

D. Sitotoksik

Sitotoksik adalah suatu zat, senyawa atau sel yang mempunyai efek dapat me nyebabkan kerusakan dan kematian terhadap sel dari makluk hidup. Senyawa tersebut bisa berasal dari luar tubuh dan dapat berasal dari dalam tubuh itu sendiri. Menurut Tyler et al. (1995), sel apoptosis menunjukkan terjadinya degradasi DNA menjadi fragmen-fragmen kecil yang terdiri atas beberapa pasang DNA. Fragmentasi DNA terjadi sebelum lisis dan diduga akibat aktivitas endonuklease di dalam nukleus sel sasaran sendiri, sehingga serupa dengan proses bunuh diri. Adanya kematian sel ditandai dengan fenomena sel menjadi lisut, pemecahan selaput intim, kondensasi kromatin dan degradasi DNA (Becker, 2000).

Sel normal dan sel yang mengalami kondensasi kromatin dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Foto mikroskop elektron dari : a) sel normal dan b) sel yang mengalami kondensasi kromatin (Tyler, 1995)

(35)
(36)

kerusakan struktur seluler secara menyeluruh diikuti dengan lisisnya sel dan inflamasi jaringan. Kejadian apoptosis dapat divisualisasikan dengan pewarna flurosen karena prinsip kerja zat pewarna yang berperan sebagai interkalator DNA Fluorokrom bis-benzimida triklorida (Hoechst 33342) akan berikatan dengan DNA sel kanker. Hilangnya spesifitas sel yang disebabkan sewaktu sel atau jaringan tersebut masih berada di dalam tubuh, sel atau jaringan tersebut bekerja secara terintegritas dalam satu jaringan dan berhubungan erat dengan yang lain. Sel yang hidup tidak berwarna, berbentuk bulat, sedangkan sel yang mati berwarna biru dan mengkerut. Sel natural killer (NK) berperan penting di dalam pertahanan alami terhadap pertumbuhan sel kanker dan berbagai macam penyakit infeksi, khususnya infeksi virus. Sel NK dikenal sebagai large granular lymphocyte (LGL) yang merupakan limfosit besar berisi sejumlah sitoplasma dengan granula azurofilik (Kuby,1992). Menurut Ohno, et al. (1995), untuk menghitung persentase toksisitas seluler dapat dilakukan dengan menghitung selisih antara rata-rata kematian sel yang ditambah zat uji dan rata-rata kematian sel blangko, dibagi dengan selisih rata-rata kematian sel kontrol dan rata-rata kematian sel blangko, dikalikan dengan 100%.

E. Kultur Sel Limfosit dan Proliferasi Sel Limfosit

(37)

memory (Pasaribu dan Joeniman, 1989). Limfosit terdiri dari limfosit B dan limfosit T, limfosit B disintesis menjadi dewasa di dalam sumsum tulang dan menghasilkan antibodi yang berfungsi sebagai imunitas humoral sedangkan limfosit T disintesis menjadi dewasa di dalam timus dan menghasilkan komponen yang berfungsi sebagai mediator untuk imunitas seluler (Abbas dan Lichtman, 2003). Menurut, Pasaribu dan Joeniman (1989), sub populasi utama dari limfosit yaitu limfosit T (thymus dependen) dan limfosit B (bursa atau bone marrow dependent), yang secara kasar mempunyai pengaruh yang sama pada imunitas seluler. Sedangkan sifat utama limfosit T yaitu membantu sel B untuk membuat antibodi. Menurut Langdon (2004), untuk mengisolasi sel limfosit digunakan larutan ficoll-hypaque, disentrifus selama 20-30 menit dengan kecepatan 450 G pada temperatur kamar, akan didapat lapisan sel berinti tunggal. Sel tersebut dapat terlihat pada bagian atas sedangkan granulosit berinti banyak dan eritrosit, keduanya akan terpusat di bawah fase ficoll-hypaque

.

Untuk memeriksa kematian dan kehidupan sel kultur digunakan alat hematositometer dengan pewarnaan biru trifan, biru trifan hanya mewarnai sitoplasma sel-sel yang mati dengan kerusakan dinding sel.

(38)

bertahan hidup dan juga menyediakan substansi-substansi yang tidak dapat disintesa oleh sel itu sendiri. Menurut Zakaria et al. (1992), kemampuan limfosit untuk berproliferasi atau membentuk klon menunjukkan secara tidak langsung kemampuan respon imunologik atau tingkat kekebalan. Apabila sel dikultur dengan senyawa mitogen, maka limfosit akan berproliferasi secara tidak spesifik, begitu pula bila limfosit dikultur dengan antigen spesifik misalnya kasein susu, maka kemampuan limfosit untuk merespon secara spesifik dapat diukur.

Menurut Fresney (1994), menyatakan bahwa protein merupakan komponen serum terbesar dan protein yang penting yaitu albumin dan globulin. Fibronectin (globulin tak larut) berguna untuk merangsang pelekatan sel, sedangkan alpha-2-makroglobulin berfungsi menghambat tripsin yang merupakan enzim proteolitik. Fetuin yang terdapat di dalam serum fetus meningkatkan pelekatan sel. Transferin berfungsi mengikat unsur besi. Protein lain yang bermanfaat dalam pelekatan sel dan pertumbuhan mungkin masih banyak, tetapi belum jelas karakteristiknya. Pertumbuhan sel memerlukan pH 7.4, apabila pada proses pembiakan sel, dengan pH media lebih rendah dari 7, maka pertumbuhan sel biasanya terhambat. Sebagai indikator pH media, biasanya digunakan zat warna fenol merah. Media akan berwarna merah pada pH 7.4, oranye pada pH 7.0 dan kuning pada pH 6.5, merah kebiruan pada pH 7.6 dan ungu pada pH 7.8. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan penambahan 5% CO2 pada ruangan di atas media. Keseimbangan pH

dijaga dengan menambah NaHCO3.HEPES

(N-2-hidroxymetil-piperazine-N-2-ethansu fonic acid) pada pH 7.2-7.6 merupakan buffer yang kuat dan mulai banyak digunakan. Suhu kultur dipertahankan pada 37oC, untuk menyamakan dengan suhu tubuh. Selain memberi pengaruh langsung terhadap pertumbuhan sel, temperatur juga mempengaruhi pH melalui peningkatan kelarutan CO2 pada

(39)

kelarutan CO2 pada temperatur rendah dan mungkin melalui perubahan ionisasi

(40)

kombinasi tersebut mempunyai kemampuan untuk mencegah aktivifitas spesies Pseudomonas (Doyle dan Griffiths 2000). Menurut Pollard dan Walker (1997),

(41)

biru dan mengkerut (Bird dan Forrester, 1981). Mekanisme reaksi MTT menjadi MTT Formazan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Mekanisme reaksi MTT menjadi MTT Formazan (Kubota, et al. 2003)

Selanjutnya menurut Doyle dan Griffiths (2000), kecuali dengan metode MTT tersebut, untuk menghitung sel secara rutin dapat digunakan dengan metode biru trifan. Metode ini menggunakan prinsip penyerapan zat warna biru trifan melalui membran sel dan hanya dapat mewarnai sitoplasma jika membran sel mengalami kerusakan, oleh karena itu pewarnaan ini dapat digunakan untuk membedakan antara sel hidup atau sel mati/rusak. Sel hidup tidak akan berwarna (terang) dan berbentuk bulat, sedangkan sel mati akan berwarna biru dan mengkerut. Pada pemeriksaan dan penghitungan sel limfosit ini secara rutin digunakan alat yang disebut hemtositometer dengan kedalaman chamber 0,1 mm kemudian sel limfosit segera dilihat dengan menggunakan mikroskop dalam keadaan segar (Doyle dan Griffiths, 2000).

F. Mitogen Sebagai Senyawa Pemacu Proliferasi Sel Limfosit

(42)
(43)

permukaan berupa glikoprotein atau glikolipid. Beberapa gugus spesifik lektin telah diidentifikasi seperti manose, galaktose, N-asetil glukosamin, N-asetilgalak tosamin, L-fruktosa, asam N-asetil neraminik. Sub unit lektin saling berhubungan satu dengan yang lain melalui ikatan non kovalen atau ikatan-ikatan disulfida. Beberapa lektin membutuhkan kation divalen seperti kalsium, magnesium dan mangan untuk berikatan dangan karbohidrat. Lebih dari enam famili yang telah dikenal yaitu : lektin legum, lektin sereal, lektin jenis P,C,S dan pentraxis. Menurut Wagner (1999), immunostimulants atau immunopotentiators memegang peranan penting sebagai stimulasi non spesifik dalam sistem mekanisme pertahanan tubuh, hal ini bukan termasuk antigen riil, tetapi termasuk antigenomimetic atau disebut mitogens, yang mana mitogen tersebut tidak spesifik dan tidak mempunyai efek terhadap sel memori imunitas, hal ini karena tidak menstimulasi antigen bebas. Beberapa immunostimulants juga dapat menstimulasi sel T-suppressor, sehingga dapat menurunkan resistensi imunitas (Wagner, 1999).

Imunoglobulin dibentuk oleh sel-sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat kontak dengan antigen. Antibodi yang terbentuk secara spesifik ini akan mengikat antigen baru yang sejenis (Garvey, 1997).

(44)

BAB III

BAHAN DAN METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Riset Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI dan di Laboratorium Kultur Jaringan Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi (KRP) Fakultas Kedokteran Hewan IPB, sejak bulan Februari sampai dengan Maret 2006.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan dalam penelitian mencakup bahan baku utama, pelarut dan bahan kimia untuk ekstraksi, bahan-bahan untuk analisis kimia dan uji in-vitro. Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah merah segar (Pandanus conoideus Lam) jenis barugum dengan panjang buah ± 40 cm, diameter ±10 cm, warna merah tua, yang diperoleh dari Balai Besar Pengawas

Obat dan Makanan di Papua. Sedangkan bahan yang diperlukan untuk

mengisolasi dan uji in vitro limfosit adalah : RPMI-1640 (Gibco BRL), NaHCO3,

aquabidest, phospat buffer saline (PBS) pH 7.4, fetal bovine serum (FBS) (Sigma Chemical, USA), antibiotik penisilin-streptomisin, H2O2, MTT(3-[ 4,5-dimethyl

thizol-2-yl ]-2,5-diphenyl-tetrazolium), larutan biru trifan, larutan HCL- isopropa nol 0.04N, Na2HPO4/Na2HPO4.2H2O, alkohol 70%. Peralatan serta perangat yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu flask kultur, lempeng mikrokultur, pipet Pasteur, mikropipet, mikrotip, eppendorf retiter pipett (SIGMA, USA) dan hemasi tometer. Sedangkan peralatan besar lainnya antara lain inkubator VWR Scientific Merk Jouan IG 150, laminar flow hood, sentrifugator, mikroskop, dan spectropho tometer microplate reader. Limfosit diperoleh dari darah segar yang berasal dari donor yang sehat (inform cocern pada Lampiran 5).

C. Identifikasi Buah Merah

(45)

Pandaneseae. jenis barugum, panjang ± 40 cm, diameter ±10 cm, warna merah tua (Surat keterangan pada Lampiran 1).

D. Pembuatan Ekstrak dan Minyak Buah Merah

Buah merah segar diekstraksi dengan air, metanol dan heksan serta dibuat minyak. Untuk mengetahui pembuatan ekstrak dan minyak buah merah secara umum dapat dilihat pada Gambar 7.

Filtrat

Gambar 7 Tahapan ekstraksi dan pembuatan minyak buah merah Ditimbang ± 100 g

Dievaporasi menggunakan rotary evaporator Di potong kecil-kecil

Dimaserasi di dalam pelarut (air, metanol, heksan berturut- turut 500 ml selama 72 jam, 350 ml

selama 24 jam dan 250 ml selama 24 jam menggunakan shaker pada suhu kamar.

Dipisahkan dengan

(46)

Buah merah segar dipisahkan dari empulurnya lalu ditimbang sejumlah ±100 gram, kemudian di potong kecil-kecil, dimaserasi di dalam air 500 ml dengan digoyang menggunakan shaker pada suhu ±29ºC selama 72 jam, selanjutnya residu dimaserasi lagi di dalam air 350 ml selama 24 jam, kemudian dimaserasi dengan air 250 ml selama 24 jam, lalu disaring. Lagkah selanjutnya maserat tersebut dilakukan evaporasi di dalam Rotary Evaporator, untuk membantu pengeringan, dilakukan penguapan menggunakan hot plate pada suhu 45°C, ekstrak yang terjadi ditimbang.

Pembuatan ekstrak metanol

Buah merah segar dipisahkan dari empulurnya, ditimbang sejumlah ±100 gram, dipotong kecil-kecil, di maserasi di dalam metanol 500 ml dengan digoyang menggunakan shaker pada suhu ±29ºC selama 72 jam, lalu dimaserasi lagi di di dalam matanol 350 ml selama 24 jam, dan dimaserasi kembali dengan metanol sisa pelarut rotavapor selama 24 jam, disaring akan didapatkan maserat ketiga selanjutnya maserat tersebut dilakukan evaporasi dengan menggunakan Rotary Evaporator, ekstrak yang terjadi ditimbang untuk menentukan rendemen.

Pembuatan ekstrak heksan

Buah merah segar dipisahkan dari empulurnya, ditimbang sejumlah ±100 gram, kemudian di potong kecil-kecil, dimaserasi di dalam n-heksan selama 72 jam, dimaserasi lagi dengan n-heksan 350 ml dengan digoyang menggunakan shaker pada suhu ±29ºC selama 24 jam, dan dimaserasi kembali dengan n-heksan sisa pelarut rotavapor selama 24 jam, disaring, maserat yang didapatkan dievaporasi dengan evaporator, ekstrak yang terjadi ditentukan rendemennya.

Pembuatan minyak

(47)

terus menerus selama 72 jam menggunakan termostart, sehingga keluar minyak, kemudian minyak yang terjadi ditimbang untuk menentukan rendemen.

E. Penentuan Dosis Uji / Konsentrasi Ekstrak

Untuk menentukan dosis/ konsentrasi uji didasarkan pada pendekatan dosis referensi yang diminum orang, yaitu 10 ml per hari dan diperhitungkan dengan pengenceran di dalam darah manusia. Cara penentuan dan hasil penghitungan dosis uji/ konsentrasi ekstrak dapat dilihat pada Lampiran 2. yaitu : 66,7; 33,3 dan 8,3 µg/ml (sebagai dosis normal). Dosis kontrol (+) yaitu lipopolisakarida maupun concanavalin A adalah 50 µg/ml.

F. Pengujian Proliferasi Sel Limfosit Persiapan ekstrak, pereaksi, media kultur

1. Persiapan ekstrak

Ekstrak n-heksan dan minyak buah merah dipersiapkan dengan menambahkan 0.15 ml tween 80 ke dalam 0.85 ml ekstrak, sehingga konsentrasi tween pada kultur sebesar 3%. Setelah itu, dibuat pengenceran bertingkat, sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak 66,7 μg/ml, 33,3 μg/ml dan 8,3 μg/ml. Pada ekstak air dan metanol langsung diencerkan secara bertingkat sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak 66,7 μg/ml, 33,3 μg/ml dan 8,3 μg/ml. Pada ekstrak air dan metanol yang dapat larut dengan pelarut polar, langsung dilakukan pengenceran bertingkat, sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak C1 (66,7 μg/ml), C2 (33,3 μg/ml) dan C3 (8,3 μg/ml).

2. Persiapan pereaksi

Pembuatan phosphate buffer saline (PBS), komposisi PBS yang digunakan yaitu NaCl, KCl, KH2PO4, Na2HPO4/Na2HPO4. 2H2O, kemudian semua bahan tersebut

(48)

Pembuatan indikator biru trifan 0,20% , bubuk trifan biru sebanyak 0,04 g dilarutkan dalam 20 ml PBS dan diaduk hingga homogen.

3. Persiapan larutan media kultur

Media yang digunakan untuk kultur sel adalah RPMI-1640 (Lampiran3). Bubuk RPMI sebanyak 10,42 g dilarutkan dalam 11 aquabidest, kemudian ditambahkan 2 g NaHCO3, dan 1% penisilin-streptomisin. Untuk kultur 90 ml RPMI-1640

ditambahkan 10 ml Fetal Bovine Serum (FBS). Larutan tersebut disterilisasi dengan membran sterilisasi (milipore) yang berdiameter 0,22 µm.

Untuk pembuatan MTT 0,5%, bubuk MTT sebanyak 0,25 g dilarutkan dalam 50 ml PBS dan diaduk hingga homogen. Kemudian larutan disterilisasi dengan membran sterilisasi (milipore) yang berdiameter 0,22 µm.

Pembuatan isopropanol-HCl 0,04 N dilakukan dengan cara Isopropanol sebanyak 100ml ditambah dengan HCl pekat sebanyak 339 ml.

Isolasi limfosit.

(49)

limfosit, lalu ditambah dengan biru tripan sebanyak 20 µl, diaduk dengan mikropipet, kemudian sel limfosit dilihat dan dihitung menggunakan mikroskop pada perbesaran 200 X. Jumlah sel limfosit dapat dihitung dengan rumus, lalu dilakukan pengenceran suspensi limfosit sehingga didapat konsentrasi sel 106 /ml. Rumus cara penghitungan sel limfosit dengan menggunakan hematositometer yaitu :

Sejumlah 80 µl suspensi limfosit dimasukkan ke dalam masing-masing sumur pada mikrokultur, kemudian masing-masing sumur ditambah dengan 20 µl ekstrak air, ekstrak metanol, ekstrak heksan atau minyak, Untuk kontrol (+), sel limfosit dikultur dengan 20 µl lipopolisakarida (LPS) maupun concanavalin A (Con A). Sebagai kontrol (-), suspensi sel limfosit dikultur dengan media standard tanpa dilakukan penambahan apapun, lalu kesemuanya diinkubasi ke dalam inkubatorCO2 pada 37 °C, 5% CO2, 95% O2 RH 96% selama 72 jam. Kemudian

dilakukan pemotretan dan dilihat terjadinya proliferasi sel limfosit. Penghitungan dan penetapan proliferasi sel limfosit dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara manual menggunakan pewarnaan biru trifan, dan dengan cara pewarnaan MTT.

Penghitungan secara manual dilakukan dengan cara suspensi limfosit yang telah diinkubasi selama 72 jam kemudian suspensi limfosit tersebut diambil 20 µl ditambah 20 µl larutan biru trifan, diaduk, lalu dihitung kematian sel limfosit menggunakan hematositometer dan dilihat di mikroskop pada perbesaran 200x.

Penetapan proliferasi sel limfosit secara kimia (metode MTT) dilakukan dengan cara menambahkan larutan MTT (3-{4,5-dimethylthiasol-2-yl}-2,5-diphenyl-tetrasolium), sebanyak 10 µl ke dalam masing-masing sumur pada saat setelah kultur diinkubasi di dalam inkubator CO2 selama 72 jam, diaduk,

diinkubasi kembali di dalam inkubator CO2 selama 4 jam, selajutnya ditambahkan

larutan isopropanol-HCl sebanyak 100 µl pada masing-masing sumur, kemudian absorbansinya ditentukan dengan spectrophotometer microplate reader pada

(50)

panjang gelombang 570 nm. Hasil absorbansi kemudian dapat dihitung persentase aktivitas proliferasi dari sel limfosit dengan rumus berikut dan dihitung EC50 nya menggunakan analisa linieritas regresi ganda. Aktivitas proliferasi sel limfosit selanjutnya dianalisa secara statistik menggunakan analisa statistik dengan t-Test: Two sample assuming equal variances (P(T≤t) one –tail = 0,01.

Rumus persentase

Pertumbuhan sel =

Skema prosedur uji proliferasi dan uji toksisitas sel limfosit dapat dilihat pada lampiraan Gambar 1, 2 dan 3

G. Penghitungan EC50 (Efective Concentration-50)

Setelah dilakukan penghitungan persentase proliferasi sel limfosit, kemudian dilakukan penghitungan EC50 (Efective Concentration-50). Cara

penghitungan EC50 dilakukan dengan rumus analisa linieritas regresi ganda

yaitu :

Cara penghitungan dan hasil EC50 dapat dilihat pada Lampiran 4..

AE : Rata-rata absorban ekstrak AK : Rata-rata absorban kontrol (-) AE - AK X100%

AK

Y= a (x) +b

Y= A (serapan)

x = konsentrasi/suspensi limfosit yang dicari (EC50)

a = intersep

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Buah Merah

Karakteristik sampel buah merah dapat ditentukan berdasarkan sifat fisiko-kimia dari ekstrak air, metanol, heksan dan minyak. Kandungan fisiko-kimia buah merah ditentukan dalam penelitian terpisah oleh Yessica M, 2006 yang meliputi total fenol, total karotenoid dan kadar vitamin E. Sampel yang digunakan penelitian berasal dari sumber ekstrak yang sama, tetapi berbeda konsentrasi. Konsentrasi yang dipakai adalah :C1 = 4.2, C2 = 8.3, dan C3 =16.7 μg/ml. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Total fenol, karotenoid dan kadar vitamin E (ppm) berbagai jenis ekstrak f)

(52)

sukar larut di dalam air, sehingga komponen karotenoid paling bayak tersari di dalam minyak. Hal ini sesuai dengan Windholz (1983), β-karoten larut di dalam CS2, benzene, kloroform, moderat larut di dam eter, petrolium eter, minyak, sangat

sedikit larut di dalam metanol dan etanol, dan praktis tidak larut di dalam air, asam, alkali. Kelarutan β-karoten di dalam heksan adalah 109 mg dilarutkan di dalam 100 ml pada 0ºC. β-karoten, litcin, violavantin, dan neoxantin merupakan karotenoid umumnya terdapat di dalam tumbuhan yang tinggi (Harborne, 1987).

Untuk melakukan penelitian terhadap kandungan vitamin E dengan menggunakan α-D,1-tokoferol sebagai standard. Hasil penelitian pada tabel 6 terlihat kandungan vitamin E tertinggi pada minyak yaitu 442.838 ppm dan terendah pada ekstrak air hal ini kemungkinan disebabkan karena vitamin E larut di dalam minyak atau lemak dan relatif tidak larut di dalam air, sehinga pada proses ekstraksi dengan air vitamin E tidak banyak dapat tersari. Hal ini sesuai dengan Ebadi (2002), di dalam tanaman mengandung vitamin yang larut di dalam lemak atau minyak, yaitu vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K dan vitamin yang larut air yaitu C, B1, B2, B3, B5, B6, B12, biotin, asam folat.

B. Rendemen Ekstrak dan Rendemen Minyak Buah Merah

Hasil rendemen yang diperoleh pada pembuatan ekstrak dan minyak buah merah tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil rendemen beberapa macam ekstrak buah merah

Jenis ekstrak Air Metanol Heksan Minyak

Rendemen (%) 1.96 17.58 5,83 1,72

(53)

Tabel 8 Rendemen bagian-bagian buah merahg)

Metode Bagian buah merah

Tradisional (%) Modifikasi 1 (%) Modifikasi 2 (%)

Biji

Hasil rendemen pada pembuatan minyak buah merah adalah 1,72 %, sangat

rendah apabila dibandingkan dengan hasil penelitian pembuatan minyak pada Tabel 8

yaitu secara tradisional menghasilkan rendemen 21.00 %, secara modifikasi 1 menghasil

kan rendemen : 20.00% dan secara modifikasi 2 menghasilkan rendemen : 18% . Hal ini

mungkin disebabkan oleh perbedaan suhu dan waktu proses pembuatan minyak tersebut.

Hasil pembuatan minyak pada Tabel 8 tersebut dilakukan dengan cara mengukus pada

temperatur 100 ºC selama 3 jam, 45 menit dan 15 menit. Sedangkan hasil penelitian pada

Tabel 7 dilakukan pengukusan pada temperatur 45 ºC selama 78 jam. Maka lama waktu

dan suhu sangat berpengaruh dalam proses pembuatan minyak, sehingga proses

pembuatan minyak dengan suhu 45 ºC selama 78 jam menghasilkan rendemen ekstrak

sangat kecil apabila dibandingkan dengan proses pembuatan minyak dengan suhu 100 ºC.

Maksud dari modifikasi 1 dan modifikasi 2 pada ekstraksi adalah untuk merubah suhu

dan waktu pengukusan, bahkan pada modifikasi 2 dilakukan pengepresan dengan tekanan

(4000-4500 psi) serta dilakukan sentrifus. Pada ekstraksi secara tradisional dilakukan

pengukusan pada suhu 100 ºC selama 2 jam tanpa dilakukan pengepresan dan sentrifus.

Total karotenoid pada minyak di dalam penelitian ini adalah 14.160 ppm (Tabel 7), hal

ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil total karotenoid dari penelitian

Andarwulan et al. 2006, yaitu total karotenoid di dalam minyak buah merah segar : 55.00

ppm, pada cara ekstraksi tradisional : 10.022 ppm, pada cara modifikasi 1: 12.427 ppm,

pada cara modifikasi 2 : 21.430 ppm. Sedangkan hasil pengujian terhadap kadar vitamin

E di dalam minyak buah merah pada penelitian ini adalah 442.838 ppm, sedikit lebih

tinggi dibanding dengan hasil penelitian oleh Andarwulan et al. (2006), terhadap kadar

vitamin E pada minyak buah merah segar yaitu 3.685 ppm dan lebih tinggi juga

terhadap cara ekskstraksi tradisional yaitu 425.52 ppm. Sedangkan bila dibanding

terhadap cara ekstraksi modifikasi 1 jauh lebih rendah yaitu 800 ppm. Apabila dibanding

dengan cara ekstraksi modifikasi 2, paling rendah yaitu 1.368.26 ppm. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa pada buah segar dan metode ekstraksi secara tradisional akan

menghasilkan vitamin E yang lebih sedikit dibanding dengan minyak buah merah pada

(54)

menghasilkan total karotenoid dan jumlah vtamin E yang banyak juga, khususnya pada

cara pembuatan minyak metode 1 dan metode 2.

Untuk meyakinkan terjadi atau tidaknya kerusakan pada temperatur proses 100

ºC, dapat dilakukan pengujian terhadap aktivitas biologi dari minyak tersebut, misalnya

dilakukan pengujian proliferasi dan toksisitas sel limfosit.

Rendemen ekstrak adalah persentasi antara ekstrak yang diperoleh terhadap jumlah simplisia yang diekstraksi ( Dep Kes RI, 2000). Dari hasil ekstraksi diatas diperoleh hasil rendemen yang berbeda-beda, sebagai contoh hasil rendemen ekstrak air dan minyak dari buah merah terlihat paling rendah bila dibandingkan dengan rendemen hasil ekstraksi metanol dan heksan. Hal ini berarti ekstrak metanol dapat menarik semua komponen baik komponen atau zat aktif yang bersifat polar maupun zat aktif yang bersifat non polar, bahkan zat aktif yang bersifat semi polar juga tertarik. Kesemuanya dapat tertarik pada waktu ekstraksi, maka rendemen yang didapat paling tinggi (17,58%), Berbeda dengan ekstraksi air, yang dapat tertarik hanya komponen dan zat aktif yang bersifat polar saja, sehingga hasil rendemen yang diperoleh lebih sedikit (1,96%) begitu pula pada pembuatan minyak dari buah merah, hasil rendemen yang diperoleh paling sedikit (1,72%), dikarenakan yang dapat tertarik hanya komponen atau zat aktif yang bersifat larut di dalam minyak atau lemak saja. Hasil ekstraksi dengan heksan diperoleh rendemen lebih banyak dari pada ekstrak air dan lebih sedikit dari ekstrak metanol (5,83 %). Hal ini kemungkinan besar dikarenakan komponen dari zat aktif yang bersifat non polar lebih banyak dari pada yang bersifat polar, sehingga dapat dikatakan bahwa yang mempengaruhi peningkatan proliferasi dan toksisitas tidak tergantung pada jumlah ekstrak (kuantitas), tetapi sangat dipengaruhi oleh kualitas dan jenis zat aktif yang sesuai.

(55)

sebaiknya air dipisahkan terlebih dahulu dari fraksi minyak antara lain dengan cara pengendapan. Pada proses pengendapan, karena pengaruh berat jenis air lebih besar dari pada berat jenis minyak, maka akan terjadi bagian air mengendap di sebelah bawah, dan minyak akan berada pada lapisan bagian atas. Selanjutnya bagian minyak dipisahkan dari bagian air, kemudian dilakukan perebusan pada suhu 45 ºC dan bagian air dapat dimanfaatkan untuk dibuat ekstrak air maupun dapat dikonsumsi langsung.

C. Pengaruh Ekstrak dan Minyak Buah Merah Terhadap Proliferasi Sel Limfosit

Pengujian proliferasi sel limfosit dengan metode MTT

Hasil penetapan absorbansi dapat dilihat pada Lampiran 7, sedangkan peningkatan proliferasi (pertumbuhan) sel limfosit dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Persentase pertumbuhan sel limfosit

(56)

asam folat. Adapun proliferasi sel limfosit sangat tinggi terjadi pada ekstrak air, hal ini kemungkinan disebabkan oleh zat aktif yang terlarut di dalam ekstrak air mempunyai sifat memacu proliferasi sel limfosit sehingga secara otomatis dapat menurunkan sifat toksisitas dari sel limfosit.

(57)

paling tinggi, menyusul minyak, ekstrak metanol, dan terendah ekstrak heksan. Hasil penggabungan dengan data dosis uji, hasil persentase peningkatan proliferasi sel limfosit dari Yessica (2006), dapat dilihat pada Gambar 9.

Pada Gambar 9 terlihat bahwa pada dosis 4,2; 8,3 dan 16,7 terjadi kenaikan proliferasi sel limfosit ringan pada kisaran 50%, hal ini hampir seiring antara ekstrak air, metanol, heksan dan minyak. Mulai dosis 33,3; 66,7 ekstrak air terlihat terjadi kenaikan proliferasi sel limfosit sangat tinggi yaitu lebih dari 200% menyusul minyak, ekstrak metanol dan ekstrak n-heksan. Dapat dikatakan bahwa hasil penelitian dengan tiga tingkatan dosis dan lima tingkatan dosis tidak ada perubahan, tetap urutan peningkatan proliferasinya berturut-turut ekstrak air paling tinggi, menyusul minyak, ekstrak metanol dan ekstrak n-heksan.

0

Gambar 9 Persentase pertumbuhan sel limfosit dengan lima dosis

(58)

kadar karotenoid ekstrak air : 0.4 ppm, ekstrak metanol : 1.2 ppm, ekstrak heksan : 1.6 ppm dan kadar karotenoid minyak : 4.2 ppm. Sedangkan kadar vitamin E dari ekstrak air adalah 188.7 ppm, dari ekstrak metanol : 432.9 ppm, ekstrak heksan : 114.0 ppm dan kadar vitamin E dari minyak buah merah adalah 442.9 ppm. Selain hasil penelitian tersebut, dikuatkan pula dengan dilakukannya penelitian kandungan zat bioaktif dari sampel yang lain oleh Andarwulan et al. 2006, Hasil penelitian tersebut antara lain ekstrak biji buah segar mengandung total karotenoid 647,2 ppm, β-karoten 1.9 ppm, total tokoferol 802,6 ppm, α tokoferol 425,5 ppm. Minyak buah merah mengandung total karotenoid 55.0 ppm, β-karoten 9.2 ppm, total tokoferol 42.0 ppm, dan α tokoferol 3.7 ppm. Selain itu telah dilakukan pula penelitian sifat fisiko-kimia terhadap ekstrak buah merah seperti viskositas, indeks bias, berat jenis, titik asap, titik cair, kadar air, bilangan asam/FFA, peroksida, penyabunan dan bilangan Iod (Andarwulan et al, 2006).

Pada kondisi dan konsentrasi yang sama, ekstrak air buah merah dapat menyebabkan peningkatan proliferasi sel limfosit paling tinggi, menyusul minyak, eksrak metanol, dan ekstrak heksan, hal ini kemungkinan besar disebabkan terjadinya sinergisme antara komponnen-komponen bioaktif di dalam ekstrak dan minyak buah merah tersebut, walaupun masih perlu dilakukan penelitian untuk pembuktiannya.

Sifat sinergisme antara komponen bioaktif tersebut telah disampaikan oleh beberapa peneliti lain, misalnya menurut Zakaria et al. (2000), pada konsentrasi dan kondisi yang sama, ekstrak air jahe lebih mampu untuk menghambat pembentukan malonaldehida dibandingkan dengan α-tokoferol. Sinergisme antara antioksidan fenolik pada ekstrak air jahe mungkin mempengaruhi penghambatan pembentukan malonaldehida.

Menurut Nurrahman et al. (1999), Adanya sinergisme menyebabkan konsumsi kombinasi isoflavon dan α-tokoferol akan menurunkan konsentrasi malonaldehid, meskipun konsumsi isoflavon tidak berpengaruh terhadap penurunan kadar malonaldehida dari LDL teroksidasi.

(59)

fraksinasi dari ekstrak tersebut. Skema prosedur uji proliferasi dan toksisitas sel dapat dilihat pada Lampiran 9.

Hasil foto proliferasi sel limfoait

Kultur yang telah ditambahkan ekstrak dan minyak buah merah serta kontrol (-) maupun kontrol (+) diinkubasi di dalam inkubator CO2 selama 72 jam,

kemudian dilakukaan pengambilan foto. Hasil foto dari suspensi limfosit yang dikultur dengan penambahan ekstrak air, minyak, ekstrak metanol dan ekstrak heksan dapat dilihat pada Gambar 10.

Kontrol(-) Ekstrak air Minyak

Ekstrak metanol Ekstrak heksan Kontrol (+)

Gambar 10 Proliferasi sel limfosit yang ditumbuhkan pada media dengan penambahan ekstrak dan minyak buah merah

(60)

proliferasi sel lebih banyak dari pada kontrol (-), tetapi lebih sedikit dari pada ekstrak air, begitu pula pada ekstrak metanol terjadi proliferasi lebih banyak apabila dibanding dengan kontrol (-), tetapi lebih sedikit dari pada ekstrak air dan minyak. Selanjutnya, pada ekstrak heksan terlihat terjadi proliferasi lebih banyak apabila dibandingkan dengan kontrol (-) tetapi lebih sedikit dari pada ekstrak air, minyak dan metanol. Pada minyak terlihat sedikit kotor karena kemungkinan di dalam kultur masih ada fraksi minyak yang ikut. Untuk kontrol (+) terlihat terjadi proliferasi sel lebih banyak dari pada kontrol (-) tetapi lebih sedikit bila dibanding dengan ekstrak air, minyak, ekstrak metanol, dan heksan.

Berdasarkan perhitungan secara statistik menggunakan analisa statistik dengan t-T est: Two sample assuming equal variances (P(T≤t) one –tail = 0,01 terhadap ekstrak air, minyak, ekstrak metanol, dan ekstrak heksan buah merah, didapat hasil perhitungan bahwa dengan penambahan ekstrak air, minyak, ekstrak metanol, dan ekstrak heksan dari buah merah ke dalam suspensi sel limfosit di dalam media kultur, dapat menyebabkan peningkatan proliferasi sel limfosit secara signifikan. Perhitungan analisa statistik tersebut dapat dilihat pada Lampiran 12,13,14 dan 15.

Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa proliferasi sel limfosit tertinggi terjadi pada penambahan ekstrak air, menyusul penambahan minyak, ekstrak metanol, dan terendah terjadi pada penambahan ekstrak heksan.

Berdasarkan hasil perhitungan analisa statistik dan dikuatkan dengan hasil foto pemeriksaan secara mikroskopik tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum dengan penambahan ekstrak air, minyak, ekstrak metanol, ekstrak heksan dengan konsentrasi/dosis meningkat dapat menyebabkan peningkatan proliferasi sel limfosit. Pada penambahan ekstrak air dan minyak buah merah menyebabkan peningkatan proliferasi sel limfosit sangat tinggi.

Hasil Penghitungan EC50

EC 50 (Effective Concentration 50) adalah suatu dosis (konsentrasi) dimana pada

dosis tersebut sudah dapat menyebabkan efek proliferasi 50%. Penghitungan EC50

adalah dengan cara persamaan garis regresi linier. Secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 4. Hasil penghitungan Effective Concentration 50 (EC 50) dapat

(61)

Tabel 9 Hasil EC50 ekstrak air, metanol, heksan dan minyak buah merah dari

berbagai konsentrasi

Ekstrak Air Metanol Heksan Minyak

EC50( µg/ml) 0,97 0,98 1 1,6

Dari data diatas dapat dilihat bahwa EC50 terendah adalah ekstrak air, menyusul

ekstrak metanol, ekstrak heksan, dan tertinggi adalah minyak. Hal ini membukti kan bahwa sifat polaritas dari ekstrak cenderung sangat mempengaruhi kemampuan menimbulkan proliferasi, makin tinggi polaritas dari ekstrak makin kecil dosis yang diperlukan untuk dapat menimbulkan proliferasi. Contoh lain dari pehitungan EC50 adalah penelitian dari Lisdawati (2002), tentang bioasai anti

kanker terhadap sel leukomia L1210 dengan penambahan beberapa macam ekstrak kasar buah mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.]. Hasil EC50 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil bioasai anti kanker dan EC 50 dengan sel leukomia L1210

terhadap ekstrak kasar etil asetat daging buah, metanol daging buah, n-heksan kulit biji, etil asetat kulit biji dan metanol kulit biji mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] h)

(62)

Pada tabel 12 terlihat bahwa EC50 ekstrak kasar etil asetat daging buah : 5.76

µg/ml, ekstrak kasar metanol daging buah : 5.80 µg/ml, ekstrak kasar n-heksan kulit biji : 5.35µg/ml, ekstrak kasar etil asetat kulit biji µg/ml dan ekstrak kasar metanol kulit biji : 7.47 µg/ml. EC50 dari ekstrak buah mahkota dewa [Phaleria

macrocarpa (Scheff.) Boerl.] terhadap sel leukemia L1210 adalah <5.0-7.47

µg/ml, dosis ini lebih besar bila dibanding dengan EC50 dari ekstrak dan minyak buah merah terhadap efektifitas peningkatan proliferasi sel limfosit yaitu 0.97-1.6 µg/ml. Perbedaan dosis tersebut kemungkinan disebabkan perbedaan zat bioaktif antara kedua ekstrak tersebut. Selain itu karena mekanisme untuk menimbulkan efek pada sel limfosit berbeda dengan mekanisme untuk menimbulkan efek pada sel leukomia L1210.

D. Pengaruh Ekstrak dan Minyak Buah Merah Terhadap Toksisitas Sel Pemberian ekstrak dan minyak buah merah pada kultur selain diuji terjadinya peningkatkan proliferasi sel limfosit, maka diperiksa pula terhadap kemungkinan terjadinya toksisitas seluler terhadap sel limfosit. Toksisitas seluler dapat ditentukan dengan memeriksa kematian dari sel limfosit. Cara dan hasil perhitungan kematian sel dapat dilihat pada Lampiran 3b, 8a, 8b, 8c, 8d.

Gambar

Gambar 1     Buah merah (Pandanus conoideus Lam) jenis barugum
Tabel 1     Kandungan senyawa aktif dalam buah merah jenis baruguma)
Tabel 3    Pengaruh metode ekstraksi terhadap parameter  senyawa bioaktif buah c
Tabel 4     Sifat fisiko-kimia yang terpenting pada ekstrak buah merah  d)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan aplikasi PrintPhoto pengguna tidak perlu datang jauh-jauh ke lokasi usaha percetakan foto dan menunggu lama untuk mendapatkan hasil cetak dari

Dari pendapat - pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa peningkatan mutu pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan oleh sekolah dengan melibatkan

Bedasarkan Gambar 6 dapat dilihat proses penyembuhan luka paling cepat terjadi pada salep bonggol pisang ambon basis hidrokarbon dan larut air, kemudian diikuti salep

Untuk lebih mengenal antara satu dengan yang lainnya , mengikat hubungan marga mereka dan menambah keakraban diantara mereka maka orang Batak akan membentuk suatu perkumpulan

Hasil pelaksanaan kegiatan orientasi lapangan dan identifikasi hak – hak pihak ketiga pada kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terdiri dari data primer berupa titik

Sedangkan dalam isu keamanan, negara-negara di kawasan memprioritaskan kepentingan dan kekhawatiran mereka di atas kebutuhan kolektif untuk menghentikan program

Untuk kedua orang tua penulis, Bapak Sutikno dan Ibu Tentrem Puryatiningsih terima kasih atas cinta, kasih sayang, motivasi, semangat, perhatian, dukungan moril

Pendekatan analisa teknikal belum tentu cocok bagi semua investor, pembaca disarankan untuk melakukan penilaian terhadap diri sendiri mengenai analisa investasi yang