• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksperimen Tekuk P Kritis Pada Circular Hollow Sections

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Eksperimen Tekuk P Kritis Pada Circular Hollow Sections"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPERIMEN TEKUK P KRITIS PADA CIRCULAR HOLLOW

SECTIONS

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh ujian

sarjana teknik sipil

YELENA HARTANTI DEPARI

080404115

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan YME yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya, sehingga tugas akhir ini dapat

terselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil

bidang struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Utara, dengan judul “Eksperimen Tekuk P Kritis Pada Circular Hollow

Sections”

Saya menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas

dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai, Ir. Gidion Sembiring, MT dan Sertalinta Purba, mereka adalah motivator terbesar bagi saya. Tiada balasan yang

dapat diberikan selain membahagiakannya dengan menyelesaikan perkuliahan ini

dengan hasil yang memuaskan.

Selain itu, saya juga mengucapkan terimakasih banyak kepada beberapa

pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas

(3)

3. Bapak Ir. Sanci Barus, MT selaku pembimbing, yang telah banyak

memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga

dan pikiran dalam membantu saya menyelesaikan tugas akhir ini.

4. Bapak/Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuannya selama ini

kepada saya.

6. Adik saya Raymond Adytia Depari yang telah banyak membantu dan

mendukung.

7. Sahabat saya yang selalu mendukung dan mengingatkan untuk segera

menyelesaikan tugas akhir, Rama Miranda Pasaribu.

8. Senior saya yang telah banyak memberikan masukan, Ronald Sirait.

9. Saudara/i seperjuangan Michael Mario Sinaga, Rivayando Sinaga, William

Arthur Bangun, Yusry M Siagian, Ivan Hutauruk, David Pramono, Danny W

Siagian, Jefri Lumbanbatu, Sadvent M. Purba, Eka Desy Pratiwi, Ade Sri

Rezeki, Raisa Muharrisa, Nurul Hamidah Gurning, Ratih Dewanti, Ibnu Sifa,

M. Harry Yusuf, Vivi Anggraini, Novalena Sinurat, serta teman-teman

mahasiswa/i angkatan 2008 atas semangat dan bantuannya selama ini.

10. Buat abang-abang dan kakak-kakak senior angkatan 2005 serta adik-adik

junior yang selalu memberikan dukungan dan semangat luar biasa.

11. Seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas

dukungannya yang sangat baik.

(4)

pemahaman saya dalam hal ini. Untuk itu, saya sangat mengharapkan saran dan

kritik yang membangun dari para pembaca demi perbaikan di masa akan datang.

Akhir kata saya mengucapakan terimakasih yang sebesar-besarnya dan semoga tugas

akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, April 2013

Yelena Hartanti Depari

(5)

ABSTRAK

Pada konstruksi baja permasalahan yang sangat penting adalah mengenai

stabilitas, dikarenakan komponen struktur baja rentan terhadap tekuk akibat

pembebanan yang melebihi kapasitasnya sehingga terjadi ketidakstabilan pada

struktur baja. Terjadinya fenomena tekuk pada struktur baja disebabkan karena

elemen baja pada umumnya sangat tipis, sehingga mudah mengalami tekuk yang

akan mengurangi kapasitas dari struktur itu sendiri.

Pada permasalahan ini penulis melakukan eksperimen pada Circular Hollow

Sections (pipa) diameter 40 mm dan tebal 2 mm ; pada profil siku dengan ukuran

35.35.4 mm, masing-masing dengan panjang 500 mm, yang mengalami pembebanan

gaya aksial. Pada kenyataan benda uji tersebut akan mengalami tekuk lentur dan

terjadi ketidakstabilan akibat pembebanan gaya aksialnya.

Setelah memperoleh data hasil pengujian dan dianalisa, dapat disimpulkan

bahwa P kritis yang diperoleh pada perhitungan secara analisa lebih besar daripada

yang terjadi saat eksperimen.

Kata kunci : baja, eksperimen tekuk, beban kritis, tampang bulat berongga,

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR NOTASI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 UMUM ... 1

I.2 LATAR BELAKANG ... 3

I.3 TUJUAN PENELITIAN ... 4

I.4 PEMBATASAN MASALAH ... 5

I.5 METODE PENELITIAN ... 5

I.6 SISTEMATIKA PENULISAN ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

II.1 TEORI TEKUK... ... 8

II.1.1 Umum dan Latar Belakang ... 8

II.1.2 Keruntuhan Batang Tekan... ... 12

II.1.3 Stabilitas dari Struktur Kolom... .... 12

II.2 SIFAT BAHAN BAJA ... 16

II.3 ANALISA KOLOM ... 20

II.3.1 Kolom Euler ... 24

II.3.2 Rumus Kolom Euler ... 28

(7)

II.3.2.2 Kolom dengan Kedua Ujungnya berupa Sendi ... 31

II.3.2.3 Kolom dengan Kedua Ujungnya Terjepit ... 32

II.3.2.4 Kolom dengan Kedua Uujung Terjepit tetapi salah satu dapat bergeser arah Lateral... 34

II.3.2.5 Kolom dengan ujung-ujung Terjepit dan Sendi35 II.4 PANJANG EFEKTIF ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42

III.1 PENDAHULUAN ... 42

III.2 PERSIAPAN PENELITIAN ... ... 42

III.3 PELAKSANAAN PENGUJIAN ... ... 43

III.4 PROSEDUR PENGUJIAN ... 43

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 45

IV.1 ANALISA TEKUK ... 45

IV.2 KEJADIAN AKIBAT TEKUK LENTUR ... 47

IV.3 ANALISA BENDA UJI ... ... 49

IV.3.1 Analisa Pada Batang Berongga (Pipa) ... 49

IV.3.2 Analisa Pada Profil Siku ... 50

IV.4 HASIL PENGUJIAN ... 52

IV.4.1 Hasil Pengujian Pada Batang Berongga... 52

IV.4.2 Hasil Pengujian Pada Profil Siku ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

(8)
(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Tekuk Kolom Euler 2

Gambar I.2 Bentuk Turbular Joints 3

Gambar II.3 Batang yang tertekuk akibat gaya aksial 8

Gambar II.4 Stabilitas 12

Gambar II.5 Tekuk 13

Gambar II.6 Hubungan tegangan-regangan untuk uji tarik pada baja

lunak 16

Gambar II.7 Penentuan teganangan leleh 18

Gambar II.8 Potongan batang sejauh x dari tumpuan 20

Gambar II.9 Kolom Terdeformasi 20

Gambar II.10 Kolom Euler 24

Gambar II.11 Grafik Kolom Euler 26

Gambar II.12 Kolom dengan Satu Ujung Terjepit dan yang lainnya Bebas 27

Gambar II.13 Kolom dengan Kedua Ujungnya berupa Sendi 30

Gambar II.14 Kolom dengan Kedua Ujungnya Terjepit 31

Gambar II.15 Kolom dengan Kedua Uujung Terjepit tetapi salah satu dapat

bergeser arah Lateral 32

Gambar II.16 Kolom dengan ujung-ujung Terjepit dan Sendi 33

Gambar II.17 Kurva kl 34

Gambar II.18 Kurva ACB 36

(10)

Gambar III.1 Keadaan Circular Hollow (Pipa) pada saat mengalami

pembebanan 42

Gambar III.2 Keadaan Profil Siku pada saat mengalami pembebanan 42

Gambar IV.1 Tekuk Lentur Pada Kolom

Gambar IV.2 Tekuk Lentur Kolom Pada Kondisi Ujung Sendi-sendi 45

(11)

DAFTAR NOTASI

Pkr beban kritis baja

σ

kr tegangan rata-rata pada penampang

µ angka poison

α koefisien ekspansi

ε regangan baja

A luas penampang profil

E modulus elastisitas baja

G modulus geser

σ

y tegangan leleh

β sudut putar I inersia profil

�� tegangan izin profil

P gaya tekan pada batang

� faktor tekuk

Λ nilai kelangsingan

Lk panjang tekuk

imin jari-jari kelembaman minimum batang

Ix momen inersia sumbu x

L panjang kolom

(12)

DAFTAR TABEL

(13)

ABSTRAK

Pada konstruksi baja permasalahan yang sangat penting adalah mengenai

stabilitas, dikarenakan komponen struktur baja rentan terhadap tekuk akibat

pembebanan yang melebihi kapasitasnya sehingga terjadi ketidakstabilan pada

struktur baja. Terjadinya fenomena tekuk pada struktur baja disebabkan karena

elemen baja pada umumnya sangat tipis, sehingga mudah mengalami tekuk yang

akan mengurangi kapasitas dari struktur itu sendiri.

Pada permasalahan ini penulis melakukan eksperimen pada Circular Hollow

Sections (pipa) diameter 40 mm dan tebal 2 mm ; pada profil siku dengan ukuran

35.35.4 mm, masing-masing dengan panjang 500 mm, yang mengalami pembebanan

gaya aksial. Pada kenyataan benda uji tersebut akan mengalami tekuk lentur dan

terjadi ketidakstabilan akibat pembebanan gaya aksialnya.

Setelah memperoleh data hasil pengujian dan dianalisa, dapat disimpulkan

bahwa P kritis yang diperoleh pada perhitungan secara analisa lebih besar daripada

yang terjadi saat eksperimen.

Kata kunci : baja, eksperimen tekuk, beban kritis, tampang bulat berongga,

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Umum

Baja adalah salah satu bahan kontruksi yang paling penting, sifat-sifatnya

yang terutama dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dan

sifat yang keliatannya. Keliatan ( ductility ) adalah kemampuan untuk berdeformasi

secara nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi

kegagalan { Joseph E.Bowles, 1985}.

Baja berdeformasi secara nyata dapat dilihat pada batang polos maupun

konstruksi portal sederhana. Portal terdiri dari elemen-elemen pelat, kolom, dan

balok kolom dimana sambungan balok dan kolom tidak dapat dikatakan mololit

seperti beton maka digunakan asumsi-asumsi dalam memudahkan didalam

menganalisa. Dalam perencanaan faktor yang harus mendapat perhatian utama

adalah masalah kekuatan atau keamanan, masalah keekonomisan dan masalah

estetika dari struktur yang direncanakan.

Suatu struktur dikatakan kuat atau aman apabila struktur tersebut mampu

memikul segala gaya, tegangan dan juga lendutan yang mungkin timbul akibat dari

pembebana yang bersifat sementara. Oleh karena itu seorang perencana harus

memperhatikan hal-hal tersebut diatas dengan sebaik-baiknya dalam merencanakan

suatu struktur.

Dalam tugas akhir ini yang ditinjau adalah kolom baja. Apabila sebuah

batang lurus dibebani gaya tekan aksial dengan pemberian beban semakin lama

(15)

dari keadaan sumbu batang lurus menjadi sumbu batang melengkung dinamakan

Tekuk.

Buckling (tekuk) terjadi akibat penekanan pada suatu batang dimana yang

mengalami gaya tekan aksial. Dalam hal ini, tekuk dapat terjadi sebelum atau

sesudah tegangan idiil dicapai terlebih dahulu, tentu tidak menjadi masalah dalam

perhitungan kekuatan baja. Namun apabila tekuk terjadi sebelum tegangan idiil

dicapai, tentu akan sangat berbahaya karena peristiwa tekuk terjadi secara tiba-tiba

tanpa memberi tanda-tanda misalnya terjadinya deformasi secara perlahan-lahan

yang semakin lama semakin besar.

Garis terputus menunjukkan diagram kolom tertekuk

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

Nilai λ teoritis

0,5 0,7 1,0 1,0 2,0 2,0

Nilai λ yang dianjurkan untuk kolom

yang medekati kondisi idiil

0,65 0,80 1,2 1,0 2,10 2,0

Kode ujung

Jepit Sendi

Roll tanpa putaran sudut

(16)

2 2

L EI

Pcr =π Perletakan Sendi – Sendi

2 2

4

L EI

Pcr = π Perletakan Jepit – Jepit

2 2

2

L EI

Pcr = π Perletakan Jepit - Sendi

2 2

L EI

Pcr =π Perletakan Jepit – Jepit Bergoyang

2 2

4L EI

Pcr =π Perletakan Jepit - Bebas

2 2

4L EI

Pcr =π Perletakan Sendi – Jepit Bergoyang

I.2 Latar Belakang

Struktur rangka dengan batang profil berongga telah sering digunakan pada

konstruksi di daerah lepas pantai dan di daratan. Contoh tipikal dari konstruksi di

lepas pantai adalah pada selubung untuk tiang pancang, lengan untuk anjungan krane

dan balok cerobong asap. Sedangkan untuk konstruksi di daratan, profil berongga ini

digunakan untuk rangka atap, rangka batang atau struktur ruang. Keunggulan yang

menonjol dari batang dengan profil berongga adalah kaitannya dengan perilaku

batang ketika mengalami tekuk dua arah dan terutama di saat mengalami puntir.

Biaya untuk pemeliharaan komponen dan pelindung anti karat relatif rendah, oleh

karena sebagian kecil saja permukaan batang yang dilapisi baja, dan bentuknya yang

(17)

Gambar I.2. Bentuk Tubular Joints

Batang dengan profil berongga terdiri dua macam bentuk yaitu persegi dan

bulat. Pada struktur lepas pantai, batang dengan join profil bulat berongga (batang

berbentuk pipa) hampir selalu digunakan. Alasannya adalah koefisien tahanan yang

relative lebih rendah dan beban hidrodinamis yang lebih kecil, kuat geser yang sama

ke semua arah, konsentrasi tegangan minimal pada sambungan serta kuat menahan

gaya tekuk yang baik.

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk

menentukan berapa nilai Pkritis yang dapat diterima oleh kolom baja yang

(18)

I.4 Pembatasan Masalah

Dalam analisa ini banyak permasalahan yang akan ditinjau maka untuk

memudahkan analisa pada penulisan ini diadakan pembatasan-pembatasan dan

penyederhanaan sebagai berikut :

a. Aplikasi terhadap batang profil berongga (Circular Hollow Sections)

dengan diameter 40 mm ; tebal 2 mm dan profil siku dengan ukuran

35.35.4 mm. Masing-masing dengan panjang batang 500 mm.

b. Struktur adalah dengan tumpuan sendi-sendi

c. Bahan baja bersifat elastis linier sesuai dengan hukum Hooke

d. Akibat berat sendiri diabaikan

e. Perputaran tampang yang terjadi sangat kecil

f. Tekuk yang terjadi adalah tekuk elastic

I.5 Metodologi Penulisan

Metode yang akan digunakan untuk penyelesaian tugas akhir ini adalah

dengan mempelajari perhitungan dari beberapa sumber, mengumpulkan keterangan

maupun penjelasan dari beberapa buku serta masukan dan petunjuk dari Dosen

(19)

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan hal – hal umum dan latar belakang penelitian,

permasalahan yang akan diamati, tujuan yang akan dicapai, pembatasan

masalah dan metodologi penelitian yang dilaksanakan oleh penulis.

BAB II STUDI PUSTAKA

Pada bab ini berisikan keterangan – keterangan umum dan khusus mengenai

tata cara pengujian, juga referensi tentang profil batang berongga dan profil

siku yang akan diteliti berdasarkan referensi – referensi yang penulis

dapatkan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisikan persyaratan dan pemeriksaan bahan – bahan yang akan

digunakan dalam penelitian, prosedur pengujian, dan pengambilan data.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Bab ini berisikan data – data hasil pengujian dan pembahasan data – data dari

pengujian di laboratorium, serta perbandingan antara perhitungan analitis

(20)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan – kesimpulan yang didapat dari proses

penulisan tugas akhir ini serta saran – saran untuk pengembangan penelitian

serta saran – saran yang membangun agar dapat diperoleh penulisan skripsi

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Tekuk

II.1.1 Umum dan Latar Belakang

Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan

balok-balok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya

yang untuk seterusnya akan melimpahkan semua beban tersebut ke pondasi.

Dengan berbagai macam sebutan, seperti kolom, tiang, tonggak, dan batang

desak, batang ini pada hakekatnya jarang sekali mengalami tekanan aksial

saja.Apabila sebuah batang lurus dibebani gaya tekan aksial dengan pemberian beban

semakin lama semakin tinggi, maka pada batang tersebut akan mengalami

perubahan. Perubahan dari keadaan sumbu batang lurus menjadi sumbu batang

melengkung dinamakan Tekuk.

Pada hakekatnya batang yang hanya memikul tekan aksial saja jarang

dijumpai dalam struktur namun bila pembebanan diatur sedemikian rupa hingga

pengekangan ( restrain ) rotasi ujung dapat diabaikan atau beban dari batang-batang

yang bertemu diujung kolom bersifat simetris dan pengaruh lentur sangat kecil

dibandingkan dengan tekanan langsung maka batang tekan dapat direncanakan

dengan aman sebagai kolom yang dibebani secara konsentris.

Dari mekanika bahan diketahui bahwa hanya kolom yang sangat pendek

dapat dibebani hingga mencapi tegangan lelehnya, sedangkan keadaan yang umum

yaitu lenturan mendadak akibat ketidakstabilan terjadi sebelum kekuatan bahan

(22)

(buckling). Jadi pengetahuan tentang kestabilan batang tekan perlu bagi pembaca

yang merencanakan struktur baja.

Gambar II.1 Batang yang tertekuk akibat gaya aksial

( sumber : Salmon, 1992 )

Latar belakang tekuk kolom pertama kali dikemukakan oleh Leondharrt Euler

pada tahun 1759. Batang dengan beban konsentris yang semula lurus dan semua

seratnya tetap elastis hingga tekuk terjadi akan mengalami lengkungan yang kecil

pada gambar II.1.1. Walaupun Euler hanya menyelidiki batang yang dijepit disalah

satu ujung dan bertumpu sederhana ( simply supported ) di ujung yang lainnya,

logika yang sama dapat diterapkan pada kolom yang berperletakan sendi, yang tidak

memiliki pengekangan rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil.

Kita akan mendapatkan rumus-rumus gaya kritis yang dapat diterima oleh suatu

batang sebelum tekuk terjadi.

Pendekatan Euler pada umumnya tidak digunakan untuk perencanaan karena

tidak sesuai dengan percobaan, dalam praktek kolom dengan panjang umum tidak

sekuat seperti yang dinyatakan oleh rumus-rumus Euler.

Considere dan Esengger pada tahun 1889 secara terpisah menemukan bahwa

sebagian dari kolom dengan panjang yang umum menjadi inelastic sebelum tekuk

terjadi dan harga E yang dipakai harus memperhitungkan adanya jumlah serat yang

P

P

L

(23)

tertekan dengan regangan diatas batas proporsional. Jadi mereka menyadari bahwa

sesungguhnya kolom dengan panjang yang umum akan hancur akibat tekuk inelastic

dan bukan akibat tekuk elastic.

Akan tetapi pengertian yang menyeluruh tentang kolom dengan beban

konsentris baru dicapai pada tahun 1946 ketika Shanley menjabarkan teori yang

sekarang ternyata benar. Ia mengemukakan bahwa hakekatnya kolom masih mampu

memikul beban aksial yang lebih besar walaupun telah melentur, tetapi kolom mulai

melentur pada saat mencapai beban yang disebut beban tekuk, yang menyertakan

pengaruh inelastisitas pada sejumlah atau semua serat penampang lintang.

Untuk menentukan kekuatan kolom dasar, kondisi kolom perlu didealisir

dengan beberapa anggapan. Mengenai bahan, kita dapat menganggap :

1. Sifat tegangan-regangan tekan sama diseluruh titik pada penampang

2. Tidak ada tegangan internal seperti akibat pendinginan setelah penggilingan

(rolling)

3. Kolom lurus sempurna dan prismatis

4. Resultante beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai

melentur

5. Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi-sendi ekivalen

dapat ditentukan.

6. Teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku dan gaya

(24)

Setelah anggapan-anggapan diatas dibuat, sekarang disetujui bahwa kekuatan

suatu kolom dapat dinyatakan sebagai:

σ

cr

=

=

�2Et ��� �2

Dimana :

σ

cr = tegangan rata-rata pada penampang

E t = modulus tangen pada P/A

KL/r = angka kelangsingan efektif (ujung sendi ekivalen)

Seperti yang kita tahu batang tekan yang panjang akan runtuh akibat tekuk

elastis dan batang tekan yang pendek yang buntak dapat dibebani sampai bahan

meleleh atau bahkan sampai daerah pengerasan regangan (strain hardening). Pada

keadaan yang umum, kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang

melintang meleleh, keadaan ini disebut dengan tekuk inelastic.

Tekuk murni akibat beban aksial sesungguhnya hanya terjadi apabila

anggapan dari (1) sampai (7) diatas berlaku. Kolom biasanya merupakan satu

kesatuan dengan struktur, dan pada hakekatnya tidak dapat berlaku secara

independent. Dalam praktek, tekuk diartikan sebagai pembatasan antara lendutan

stabil dan tidak stabil pada batang tekan: jika bukan kondisi sesaat yang terjadi pada

batang langsing elastis yang diisolir. Banyak insinyur menyebut “beban tekuk

(25)

II.1.2. Keruntuhan Batang Tekan

Dari mekanika bahan kita tahu bahwa batang tekan yang pendek akan dapat

dibebani sampai beban meleleh. Batang tekan yang panjang akan runtuh akibat tekuk

elastis. Pada keadaan umum kehancuran akibat tekan terjadi diantara keruntuhan

akibat kelelehan bahan akibat tekuk elastis, setelah bagian penampang melintang

meleleh, keadaan ini disebut tekuk inelastis (inelastic buckling).

Ada tiga jenis keruntuhan batang tekan, yaitu:

1. Keruntuhan akibat tegangan yang terjadi pada penampang telah melalui

materialnya.

2. Keruntuhan akibat batang tertekuk elastic (elastic buckling). Keadaan ini

terjadi pada bagian konstruksi yang langsing. Disini hukum Hooke masih

berlaku bagi serat penampang dan tegangan yang terjadi tidak melebihi batas

proporsional.

3. Keruntuhan akibat melelehnya sebagian serat disebut tekuk inelastic

(inelastic buckling). Kasus keruntuhan semacam ini berada diantara kasus (1)

dan kasus (2), dimana pada saat menekuk sejumlah seratnya menjadi inelastic

maka modulus elastisitasnya ketika tertekuk lebih kecil dari harga awalnya.

II.1.3 Stabilitas dari Struktur Kolom

Analisa stabilitas suatu struktur batang berkaitan erat dengan masalah

kesetimbangan. Oleh karena itu pemahaman terhadap masalah kesetimbangan

merupakan suatu hal yang penting.

Konsep dari stabilitas sering diterangkan dengan menganggap kesetimbangan

(26)

ball

(a) Stable (b) Neutral (c) Unstable

Gambar II.2 Stabilitas

Sumber : Alexander Chajes, “ Principles of Stability Theory ”

Walaupun bola dalam keadaan setimbang pada posisinya masing-masing,

dalam pengamatan memperlihatkan adanya perbedaan dari ketiga keadaan tersebut.

- Posisi a

Bola berada pada permukaan yang cekung maka bila diberikan gangguan kecil dx,

bola akan kembali keposisi semula setelah berisolasi beberapa kali.

Keadaan kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan stabil.

- Posisi b

Apabila bola berada pada permukaan yang datar, bila diberikan gangguan kecil dx

maka gangguan kecil ini tidak akan merubah gaya-gaya kesetimbangan maupun

energy potensial bola. Keadaan kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan

netral.

- Posisi c

Bila bola berada pada permukaan yang cembung, diberikan gangguan kecil dx maka

akan terjadi pergeseran mendadak ( progressive movement ). Kesetimbangan ini

(27)

Gambar II.3 Tekuk

- Batang a, diberi muatan P1 kecil, dari samping dimuati Q yang menekan batang

maka akan terjadi lenturan f1. Bila gaya Q dihilangkan, lenturan hilang dan batang

lurus kembali. Peristiwa ini disebut dengan bola dalam tempat yang cekung.

- Batang b, ditekan dengan P2, dimana P2 > P1 . Dari samping ditekan Q maka terjadi

lenturan f2, Q dihilangkan tetapi f2 masih tetap ada. Keadaan ini disebut

“indifferent”. Gaya P2 disebut gaya Pkritis, sedangkan tegangan (ssσ = �) yang timbul

dalam luas tampang disebut tegangan kritis (σkritis ).

- Batang c, ditekan dengan P3 , dimana P3 > P2 tetapi masih dalam batas batang

belum patah. Dari samping ditekan Q bahkan lebih kecil dari pada Q pada keadaan a.

Lengkung f3 yang timbul akan menjalar terus sampai batang itu patah. Peristiwa ini

(28)

II.2 Sifat Bahan Baja

Sifat baja yang terpenting dalam pengunaanya sebagai bahan konstruksi

adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan dengan bahan lainnya seperti kayu,

dan sifat keliatannya, yaitu kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam

tegangan, regangan maupun dalam kompresi sebelum kegagalan, serta sifat

homogenitas yaitu sifat keseragaman yang tinggi.

Baja merupakan bahan campuran besi ( Fe ), 1,7 % Zat arang atau karbon

(C), 1,65 % mangan 0,6 % silikon ( Si ) dan 0,6% tembaga ( Cu ). Baja dihasilkan

dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua bersama-sama dengan bahan

tambahan pencampur yang sesuai, dalam tungku temperatur tinggi untuk

menghasilkan massa-massa besi yang besar, selanjutnya dibesihkan untuk

menghilangkan kelebihan zat arang dan kotoran-kotoran lain.

Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan

sebagai berikut :

1. Baja dengan persentase zat arang rendah ( low carbon steel )

Yakni lebih kecil dari 0.15 %

2. Baja dengan persentase zat arang ringan ( mild carbon steel )

Yakni 0.15 % - 0.29 %

3. Baja dengan persentase zat arang sedang ( medium carbon steel )

Yakni 0.30 % - 0.59 %

4. Baja dengan persentase zat arang tinggi ( High carbon steel )

Yakni 0.60 % - 1.7 %

Baja untuk bahan struktur termasuk kedalam baja yang persentase zat arang

(29)

didalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur

yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut :

1. Modulus Elastisitas ( E )

Modulus elastisitas untuk semua baja ( yang secara relative tidak tergantung

dari kuat leleh ) adalah 28000 sampai 30000 ksi atau 193000 sampai 207000

Mpa. Nilai untuk desain lazimnya diambil sebesar 29000 ksi atau 200000

Mpa.

Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ), nilai

modulus elastisitas baja adalah 2,1 x 106 kg/cm² atau 2,1 x 105 MPa.

2. Modulus Geser ( G )

Modulus geser setip bahan elastis dihitung berdasarkan formula :

G = �

2(1+�)

Dimana μ = perbandingan poisson yang diambil sebesar 0,3 untuk baja.

Dengan menggunakan μ = 0,3 maka akan memberikan G = 11000 ksi atau

77000 MPa.

Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ),

nilai modulus geser ( gelincir ) baja adalah 0,81 x 106 kg/cm² atau 0,81 x 105

MPa.

3. Koefisien Ekspansi ( α )

Koefisien ekspansi adalah koefisien pemuaian linier. Koefisien ekspansi baja

diambil sebesar 12 x 10-6 per 0C.

4. Tegangan Leleh ( σ )

(30)

Sifat – sifat ini termasuk massa jenis baja, yang sama dengan 490 pcf atau

7,850 t/m3, atau dalam berat satuan, nilai untuk baja sama dengan 490 pcf

atau 76, 975 kN/m³, berat jenis baja umumnya adalah sebesar 7,85.

Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan pada baja dapat

dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Sebagian besar percobaan atas baja akan

menghasilkan bentuk hubungan antara tegangan dan regangan seperti tergambar di

bawah ini.

Gambar II.4 Hubungan tegangan - regangan untuk uji tarik pada baja lunak.

Keterangan gambar :

σ = tegangan baja

ε = regangan baja

A = titik proporsional

A’ = titik batas elastis

B = titik batas plastis

M = titik runtuh

[image:30.595.224.419.286.424.2]
(31)

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan antara

tegangan dan regangan masih linier atau keadaan masih mengikuti hukum Hooke.

Kemiringan garis OA menyatakan besarnya modulus elastisitas E. Diagram regangan

untuk baja lunak memiliki titik leleh atas ( upper yield point ), σy dan daerah leleh

datar. Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’ tidaklah terlalu berarti sehingga

pengaruhnya sering diabaikan. Titik A’ sering juga disebut sebagai titik batas elastis

( elasticity limit ). Sampai batas ini bila gaya tarik dikerjakan pada batang baja maka

batang tersebut akan berdeformasi. Selanjutnya bila gaya itu dihilangkan maka

batang akan kembali kebentuk semula. Dalam hal ini batang tidak mengalami

deformasi permanen.

Bila beban yang bekerja bertambah, maka akan terjadi pertambahan regangan

tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB inilah yang disebut

sebagai keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis tidaklah pasti tetapi

sebagai perkiraan dapat ditentukan yakni terletak pada regangan 0.014.

Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan

regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan. Disamping itu,

hubungan tegangan dengan regangannya tidak lagi bersifat linier. Kemiringan garis

setelah titik B ini didefenisikan sebagai Ez. Di titik M, yaitu regangan berkisar antara

20 % dari panjang batang, tegangannya mencapai nilai maksimum yang disebut

sebagai tegangan tarik batas ( Ultimate tensile strength ). Akhirnya bila beban

semakin bertambah besar lagi maka titik C batang akan putus.

Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh.

Dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab

(32)

standar menentukan besarnya tegangan leleh dihitung dengan menarik garis sejajar

[image:32.595.219.430.157.298.2]

dengan sudut kemiringan modulus elastisitasnya, dari regangan sebesar 0.2 %

Gambar 2.5 Penentuan tegangan leleh.

Dari titik regangannya 0.2 % ditarik garis sejajar dengan garis OB sehingga

memotong grafik tegangan regangan dan memotong sumbu tegangan.Tegangan yang

diperoleh ini disebut dengan tegangan leleh. Tegangan-tegangan leleh dari

[image:32.595.108.530.506.739.2]

bermacam-macam baja bangunan diperlihatkan pada tabel 2.2 dibawah ini:

Tabel 2.2 Harga tegangan leleh

Macam Baja

Tegangan Leleh

Kg/cm2 Mpa

Bj 34 2100 210

Bj 37 2400 240

Bj 41 2500 250

Bj 44 2800 280

Bj 50 2900 290

(33)

Baja memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan konstruksi, diantaranya :

1. Nilai kesatuan yang tinggi per satuan berat

2. Keseragaman bahan dan komposit bahan yang tidak berubah terhadap waktu

3. Dengan sedikit perawatan akan didapat masa pakai yang tidak terbatas

4. Daktalitas yang tinggi

5. Mudah untuk diadakan pengembangan struktur

Disamping itu baja juga mempunyai kekurangan dalam hal :

1. Kekuatan baja lemah dalam memikul beban tekan

2. Biaya pengadaan anti api yang besar ( fire proofing cost )

3. Dibandingkan dengan kekuatannya kemampuan baja melawan tekuk kecil

4. Nilai kekuatannya akan berkurang, jika dibebani secara berulang / periodik,

hal ini biasanya disebut dengan leleh atau fatigue.

Dengan kemajuan teknologi, perlindungan terhadap karat dan kebakaran pada baja

sudah ditemukan, hingga akibat buruk yang mungkin terjadi bisa dikurangi/dihindari.

II.3 Analisa Kolom

P

X

x

dx

L

Y

[image:33.595.146.492.574.650.2]

P

(34)

Sebuah batang lurus dengan panjang L yang dibebani oleh gay aksial P

seperti yang diperhatikan pada gambar II.3a uraian gaya-gaya yang bekerja pada

potongan sejauh x dari tumpuan, diperlihatkan pada gambar II.3b dimana N dan Q

adalah komponen gaya longitudinal dan transversal pada potongan itu, dan M adalah

momen lentur.

Dx

[image:34.595.206.442.252.308.2]

M Q+dQ

Gambar II.7 Potongan batang sejauh x dari tumpuan

Pengaruh dari adanya rotasi struktur, persamaan kesetimbangan dari elemen

kolom ramping yang terdeformasi diperlihatkan pada gambar II.3c.

Gambar II.8 Kolom Terdeformasi

M N

Q

Q+dQ

N+dN M+dM

[image:34.595.160.375.519.721.2]
(35)

Untuk deformasi yang kecil, maka dapat diasumsikan bahwa sudut putar β

adalah kecil. Dengan demikian sin β dan cos β secara berurutan dapat dianggap β dan

l. Persamaan kesetimbangan gaya dapat diperoleh dengan menguraikan

masing-masing gaya yang bekerja sesuai dengan subu x dan y. Dari uraian gaya pafa sumbu

x diperoleh :

-N + ( N + dN ) – Q β + ( Q + dQ ) ( β + dβ ) = 0

N I+ QI+ βI = 0

Dimana :

N I = dN/dx

QI = dQ/dx

βI= dβ /dx

dari uraian gaya pada sumbu y diperoleh :

-Q + ( Q+dQ ) – Nβ – ( N + dN )( β + dβ ) = 0

-NβI+ βNI + QI = 0

Uraian Momen :

M – ( M + dM ) + Qdx = 0

Q = MI

Dimana :

M = dM/dx

Untuk batang yang ramping dapat dianggap bahwa tegangan dan gaya geser

melintang sangat kecil. Kita biasanya mengambil asumsi bahwa bentuk kuadratik

(36)

dapat diabaikan. Dari asumsi yang diambil maka tiga persamaan kesetimbangan

disederhanakan menjadi bentuk berikut :

NI= 0 ( II.3a )

QI- βNI= 0 ( II.3b )

Q = 0 ( II.3c )

Bentuk dari βNI

tidak terdapat ada persamaan II.3b karena telah hilang akibat

persamaan II.3a dengan mengeliminasi Q dari persamaan II.3c sehingga

menghasilkan.

NI = 0

MII= -EIyII ( II.3d )

Dimana I adalah momen Inersia dari penampang dan E adalah modulus elastis bahan.

Persamaan II.3d kita subtitusikan kedalam persamaan II.3c diperoleh :

NI= 0

(EIII)II – NyII = 0

Untuk harga EI yang konstan, persamaan menjadi :

NI= 0

EIyIV – NyII = 0

Persamaan II.3b merupakan bentuk kuadrik dalam variabel-variabel N dan Y.

Oleh karena itu merupakan persamaan differensial non linier. Dari persamaan II.3a

terlibat bahwa N konstan sepanjang X dan dari kondisi batas x=0 dan x=1, kita lihat

bahwa N = -P. Dengan demikian persamaann II.3b dapat disederhanakan menjadi

bentuk lazim dikenal :

(37)

Atau

EI ��4 ��4 + P

��2

��2= 0 ( II.3f )

Persamaan diatas adalah differensial dari kolom ramping yang mengalami

tekukan. Dari persamaan dapat ditentukan besarnya pada saat struktur akan runtuh.

Misalnya k2 = P/EI dan subtitusikan kedalam persamaan sehingga diperoleh :

��4

��4 + K

��2

��2= 0 ( II.3g )

Persamaan umum dari persamaan differensial adalah :

Y = A sin kx + B cos kx + Cx + D ( II.3h )

Dimana : A, B, C, D adalah tetapan tertentu yang dapat ditentukan dengan

menggunakan syarat-syarat batas yaitu kondisi batas ujung-ujung batang ( boundary

condition ).

II.3.1 Kolom Euler

Rumus kolom Euler diturunkan dengan membuat berbagai anggaan sebagai berikut :

- Bahan elastic sehingga memenuhi Hukum Hooke

- Material homogen sempurna dan isotropis

- Batang pada mulanya lurus sempurna, prismatic dan beban terpusat dikerjakan

sepanjang sumbu titik berat penampang

- Penampang batang tidak terpuntir, elemennya tidak dipengaruhi tekuk setempat dan

distorsi lainnya selama melentur

(38)

- Ujung-ujung batang ditumpu sederhana. Ujung bawah ditumpu pada sendi yang

tidak dapat berpindah, ujung atas ditumpu pada tumpuan yang dapat berotasu

dengan bebas dan bergerak vertical tetapi tidak dapat bergerak horizontal.

- Deformasi dari batang cukup kecil sehingga bentuk ( y’ )² dari persamaan kurva y”

[image:38.595.178.482.242.519.2]

/ (1 + (y’)2)2/3 dapat diabaikan. Dari sini kurva dapat didekati dengan y”.

Gambar II.9 Kolom Euler

Bahwa batang yang ditekan akan mengalami bentuk yang sedikit melengkung

seperti pada gambar II.3.1a. Jika sumbu koordinat diambil seperti dalam gambar,

momen dalam yang terjadi pada penampang sejauh x dari sumbu asal adalah :

Mx = -EIy” ( II.3.1.a)

Dengan menyamakan momen lentur luar P.y, maka diperoleh persamaan :

EIy” + P.y = 0 (II.3.1.b)

P P

P P P

Y X

-EIy" P

y

(39)

Persamaan ( II.3.1.a) adalah persamaan differential linear dengan koefisien konstan

dan dapat dirubah menjadi :

y” + k².y = 0 (II.3.1.b)

dimana, k² = �

�� (II.3.1.c)

Penyelesaian umum persamaan (II.3.1.b)

y = A sin kx + B cos kx (II.3.1.d)

Untuk menentukan besaran konstanta A dan B, maka menggunakan syarat batas :

y = 0 dan x = 0

y = 0 dan x = 1

Dengan memasukkan syarat batas pertama kedalam persamaan (II.3.1.d) maka

diperoleh :

B = 0

Sehingga diperoleh :

y = A sin kx (II.3.1.e)

Dari syarat batas kedua diperoleh :

A sin kl = 0 (II.3.1.f)

Persamaan (II.3.1.f) dapat dipenuhi oleh tiga keadaan yaitu :

a. Konstanta A = 0, yaitu tidak ada lendutan (II.3.1.g1)

b. kl = 0, yaitu tidak ada beban luar (II.3.1.g2)

(40)

Subtitusi persamaan (II.3.1.g3) kedalam persamaan (II.3.1.c) dan persamaan

(II.3.1.e) diperoleh :

P = �2�2��

�2 (II.3.1.h)

Y = A sin ���

� (II.3.1.i)

Pada beban yang diberikan oleh persamaan (II.3.1.h) kolom berada dalam

keadaan kesetimbangan dalam bentuk yang agak bengkok, dimana bentuk

deformasinya diberikan oleh persamaan (II.3.1.i).

Ragam (mode) tekuk dasar yaitu lendutan dengan lengkungan tunggal akan

diperoleh jika nilai n diambil sama dengan 1, dengan demikian beban kritis Euler

untuk kolom adalah :

Pcr = � 2��

�2 (II.3.1.j)

Dan persamaan lendutan menjadi :

Y = A sin ��

� (II.3.1.k)

Kelakuan kolom Euler dapat digambarkan secara grafik seperti pada gambar:

P

Pcr = � 2��

�2

[image:40.595.204.395.556.663.2]

A

(41)

Dari grafik dapat dilihat bahwa sampai beban Euler dicapai, kolom harus

tetap lurus. Pada beban Euler ada percabangan kesetimbangan yaitu kolom dapat

tetap lurus atau dapat dianggap berubah bentuk dengan amplitude tidak tentu.

Kelakuan ini menunjukkan bahwa keadaan kesetimbangan pada saat beban Euler

merupakan transisi dari kesetimbangan stabil dan tidak stabil.

II.3.2 Rumus Kolom Euler

II.3.2.1 Kolom dengan Satu Ujung Terjepit dan yang lainnya Bebas

[image:41.595.144.508.319.548.2]

Gambar II.11

Tinjau suatu sumbu-sumbu koordinat seperti ditunjukkan pada gambar,

dimana kolom dalam kedudukan yang agak melengkung, menghasilkan momen

lentur pada suatu penampang melintang sebesar :

M = - P ( δ – y ) ( II.3.2.1a)

Dan persamaan differensial M = -EI �2�2 menjadi :

d

P P P

P

(42)

EI �2�

��2 = P (δ – y ) ( II.3.2.1b)

Karena ujung atas kolom adalah bebas, maka jelaslah bahwa tekuk pada

kolom akan terjadi pada bidang dengan kekakuan lengkungan terkecil, yang

dianggap merupakan bidang simetris.

Nilai EI yang terkecil ini digunakan dalam persamaan ( II.3.2.1b ) diatas dan

dengan memakai notasi sebelumnya yaitu :

k² = � ��

Kita dapat menuliskan persamaan dalam bentuk :

�2�

��2+ k²y = k² δ

Penyelesaian umum dari persamaan ini adalah :

Y = A cos kx + B sin kx + δ

Dimana A dan B adalah konstanta integrasi, yang ditentukan dari syarat-syarat ujung

jepit kolom yaitu :

Y = ��

��= 0 pada x = 0

Syarat-syarat ini dipenuhi jika :

A = - δ B = 0

Dan persamaan b menjadi :

Y = δ ( 1 – cos kx ) ( II.3.2.1c)

Sedang syarat pada ujung bebas kolom menghendaki bahwa

(43)

Yang memenuhi jika

δ cos kl = 0

Persamaan c menghendaki bahwa salah satu δ dan cos kl harus nol. Bila δ = 0, maka

lengkungan tidak ada. Bila cos kl = 0, kita akan memperoleh hubungan

Kl = ( 2n – 1 ) /2 ( II.3.2.1d)

Dimana n = 1, 2, 3,…… persamaan ini untuk menentukan nilai-nilai k sehubungan

dengan bentuk tekukan yang terjadi.

Nilai kl terkecil yang memenuhi persamaan ( II.3.2.1d) diperoleh dengan

mengambil n = 1, memberikan nilai beban kritis terkecil yaitu :

Kl = l ��

�� =

� 2

Atau

Pcr = � 2��

4�2 ( II.3.2.1e)

Besaran kx dalam persamaan ( II.3.2.1c) untuk kasus ini berubah-ubah dari 0

s/d /2, dan bentuk lengkungan seperti ditunjukkan pada gambar diatas.

Dengan mensubtitusikan n = 2, 3, . . . . kedalam persamaan ( II.3.2.1d), kita peroleh

hubungannya dengan nilai-nilai beban kritis sebagai berikut :

Pcr = 9� 2��

4�2 Pcr = 25�

2��

4�2

Besaran kx menurut persamaan (II.3.2.1c) dalam hal ini berubah dari 0 s/d

3/2, dari 0 s/d 5/2, . . . , dan hubungannya dengan kurva lengkungan pada gambar

(II.3.2.1c) dan gambar (II.3.2.1d). Untuk bentuk kurva lengkungan pada gambar

(44)

keadaan pada gambar (II.3.2.1d), diperlukan gaya sebesar dua puluh lima kali beban

kritis terkecil.

Bentuk-bentuk tekukan seperti itu hanya dapat terjadi pada batang yang

sangat ramping, dan dengan memasang penyokong pada titik peralihan untuk

mencegah lengkungan lateral. Sebaliknya bentuk tekukan ini adalah tidak stabil, dan

mempunyai arti praktis yang kecil, sebab struktur telah mengalami suatu lengkungan

yang besar pada saat beban mendekati nilai-nilai yang diberikan oleh persamaan

(II.3.2.1e).

[image:44.595.261.378.373.647.2]

II.3.2.2 Kolom dengan Kedua Ujungnya berupa Sendi

Gambar II.12

Pada suatu kasus kolom dengan kedua ujungnya berupa sendi (gambar

II.3.2.2), tampak dari kesimetrisannya bahwa tiap setengah panjang batang adalah

P

P

x

y

0

d

.

1/2

(45)

mirip dengan batang pada gambar II.3.2.2. Karena itu beban kritis pada kasus ini

diperoleh dengan mensubtitusikan l/2 untuk besaran l dalam persamaan, yang

memberikan

Pcr = � 2��

4(12)2 =

�2��

�2 ( II.3.2.2a)

Kasus suatu batang dengan kedua ujung berupa sendi, mungkin dianggap

lebih sering dalam prakteknya dari yang lain. Kasus ini disebut “kasus dasar”

(fundamental case) dari tekuk batang yang prismatic.

[image:45.595.256.370.410.668.2]

II.3.2.3 Kolom dengan Kedua Ujungnya Terjepit

Gambar II.13

Bila kedua ujung kolom berupa jepitan ( gambar II.3.2.3), maka ada

momen-P

P

L

(46)

terjadi. Momen-momen ujung dan gaya tekan aksial adalah ekivalen dengan

gaya-gaya P yang bekerja eksentris seperti ditunjukkan pada gambar. Titik-titik peralihan

ditempatkan dimana garis kerja gaya P memotong kurva lengkungan, sebab pada

titik-titik ini momen lentur adalah nol.

Titik-titik peralihan dan titik tengah bentang membagi batang atas empat bagian

yang sama, yang masing-masing mirip dengan batang pada gambar . oleh karena itu

beban kritis dalam kasus ini diperoleh dengan mensubtitusikan l/4 untuk besaran l, yaitu:

EI �2�

��2 + Py = Mo ( II.3.2.3a)

�2

��2 + k 2

y = ��

�� ( II.3.2.3b)

dimana, k² = � ��

Penyelesaian dari persamaan ini adalah :

y = A sin kx + B cos kx + ��

� ( II.3.2.3c)

Dari syarat batas : �� �� = 0

y = 0 pada x = 0

y = 0 pada x = 0 didapat ;

B = - ��

� , dan A = 0

Sehingga :

y = ��

� (1−cos��) ( II.3.2.3d)

cos kl = 1.0 ( II.3.2.3e)

kl = 2π

Maka didapat :

Pcr = � 2��

(47)

II.3.2.4 Kolom dengan Kedua Uujung Terjepit tetapi salah satu dapat bergeser arah Lateral

[image:47.595.139.519.131.410.2]

Gambar II.14

Pada gambar II.3.2.4a tampak bahwa kolom bebas gerak arah lateral pada

ujung atas tetapi dikendalikan sedemikian rupa, sehingga garis singgung pada kurva

elastic tetap tegak. Dengan adanya titik peralihan pada pertengahan bentang (gambar

II.3.2.4b), beban kritis didapatkan dengan mensubtitusikan l/2 untuk l dalam

persamaan ( II.3.2.1e), dan dengan demikian dalam kasus ini juga berlaku rumus

(II.3.2.2a).

P

(48)
[image:48.595.231.402.118.408.2]

II.3.2.5 Kolom dengan ujung-ujung Terjepit dan Sendi

Gambar II.15

Kita tinjau suatu penampang mn sejauh x dari sendi, dan dengan lengkungan sebesar

y (gambar), memberikan momen lentur sebesar :

Mx = P.y + H0.x ( II.3.2.5a)

Dengan demikian persamaan menjadi :

EI �2�

��2 = -P.y – Ho.x ( II.3.2.5b)

Dan dengan bantuan notasi k² = P/EI, persamaan b dapat dituliskan dalam bentuk :

�2

��2 + k²y = -

��

�� x ( II.3.2.5c)

Penyelesaian umum dari persamaan ini adalah :

Y = A cos kx + B sin kx - ��

� x ( II.3.2.5d)

P

P

L

m n

x

M

Ho

Ho

(49)

Dimana A dan B adalah konstanta integrasi, yang ditentukan dari syarat-syarat ujung

kolom yaitu :

Y = 0 pada x = 0 dan x = l

dy/dx = 0 pada x = l

Dari syarat ujung y = 0 pada x = 0 diperoleh A = 0. Untuk y = 0 pada x = l

memerlukan :

B = ���

� sin �� ( II.3.2.5e)

Sedang untuk dy/dx = 0 pada x = l memberikan :

Tg kl =kl ( II.3.2.5f)

Untuk memecahkan persamaan dipakai metoda grafis. Kurva-kurva pada gambar

menyatakan tg kl sebagai fungsi kl. Kurva-kurva ini menyinggung garis tegak kl =π

[image:49.595.165.478.415.644.2]

/2, 3π/2,. . . . pada titik jauh tak terhingga ( secara asimtotis ).

Gambar II.16

Akar-akar persamaan ditunjukkan oleh titik perpotongan kurva dengan garis lurus y

= kl. Akar terkecil adalah absis dari koordinat titik A yaitu sebesar :

45°

3 /2

4.493

tg kl

tg kl

2 /2

5 /2

(50)

Kl = 4,493 radian

Yang memberikan nilai beban kritis sebesar

Pcr = 20

,19��

�2 =

�2��

(0,6991)2 ( II.3.2.5g)

Dalam setiap kasus yang telah diterangkan diatas, dianggap bahwa kolom

bebas tertekuk dalam suatu arah, maka jelaslah bahwa besaran EI menyatakan

kekakuan lengkung terkecil. Jika kolom dikekang sedemikian rupa, sehingga tekukan

hanya mungkin dalam satu bidang utama saja, maka EI menyatakan kekakuan

lengkung dalam bidang itu.

Dalam pembicaraan sebelumnya juga dianggap bahwa batang sangat

langsing, sehingga tegangan tekan terbesar yang terjadi selama tekukan masih

dibawah batas proporsional bahan. Hanya dibawah persyaratan-persyaratan inilah

rumus-rumus beban kritis diatas dapat berlaku. Untuk menentukan batas pemakaian

rumus-rumus ini, mari kita tinjau kasus dasar seperti yang telah disebutkan

sebelumnya. Dengan membagi beban kritis dari pers. Dengan luas penampang

melintang A, dan mengambil

r = ��

� ( II.3.2.5h)

Dimana r menyatakan jari-jari putaran, besar tegangan tekan kritis adalah

σcr = ��� = � 2

(�

�)2

( II.3.2.5i)

Tegangan ini hanya tergantung pada besaran E dan rasio kelangsingan l/r.

Sebagai contoh, pada suatu struktur baja, batas proporsional 2100kg/cm² dan E = 2,1

x 106 kg/cmkg/cm², maka didapat nilai l/r terkecil dari pers. ( II.3.2.5i) sebesar 100.

Karenanya, beban kritis pada kolom dari bahan ini, yang bersendi pada kedua

(51)

Jika l/r lebih kecil dari 100, tegangan tekan sudah mencapai batas proporsional

sebelum terjadi tekukan, sehingga pers ( II.3.2.5) tidak berlaku.

Pers. ( II.3.2.5a) dapat dinyatakan secara grafis oleh kurva ACB pada gambar

(II.3.7), dimana tegangan kritis digambarkan sebagai fungsi l/r. Kurva mendekati

sumbu mendatar secara asimtot, dan tegangan kritis mendekati nol dengan

bertambahnya rasio kelangsingan. Kurva juga mendekati sumbu tegak secara asimtor

tetapi yang berlaku hanya sepanjang tegangan σcr yang masih dibawah batas

proportiona bahan. Kurva pada gambar digambarkan untuk struktur baja seperti yang

disebut diatas, dan titik C berhubungan dengan batas proportiona sebesar 2100

kg/cm². jadi hanya bagian BC dari kurva yang memenuhi.

Sekarang bandingkan kasus-kasus lain yang dinyatakan pada gambar

II.3.2.1a, II.3.2.3, II.3.2.5 , analog didapat rumus tegangan-tegangan kritis sebagai

berikut :

σcr = � 2

(2�

�)2

σcr = � 2

(�

2�)2

σcr = � 2

(0,699�

[image:51.595.141.445.446.728.2]

� )2

Gambar II.17

700 1400 2100

50 100 150 200 250

(52)

Tampak bahwa ketiga persamaan analog dengan pers.( II.3.2.5i), dimana

panjang l sebenarnya digantikan dengan panjang reduksi L. Dengan demikian dapat

dituliskan secara umum rumus tegangan sebagai berikut :

σcr = � 2

(�)2 ( II.3.2.5i)

Dimana besaran L = 2l, l/2, atau 0,6991.

II.4 Panjang Efektif

Sejauh ini pembahasan mengenai kekuatan kolom mengasumsikan sendi

dimana tidak ada kekangan rotasional momen. Kekangan momen nol pada ujung

merupakan situasi paling lemah untuk batang tekan yang salah-satu ujungnya tidak

dapat bergerak transversal relative terhadap ujung yang lainnya. Untuk kolom

berujung sendi semacam ini, panjang ekivalen ujung sedu kL merupakan panjang L

sebenarnya, dengan demikian k = 1,0 seperti pada Gambar II.4. Panjang L ekivalen

berujung sendi disebut panjang efektif.

Untuk kebanyakan situasi nyata, kekangan momen pada ujung-ujung yang

ditahan seperti pada Gambar II.4. Dimana panjang efektif tereduksi dalam banyak

situasi, sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin, untuk menilai secara tepat derajat

kekangan momen yang disumbangkan oleh batang-batang berdekatan yang mengikat

ke kolom, oleh pondasi setempat dan lapisan tanah dibawahnya dan interaksi penuh

semua batang dalam struktur rangka baja.

Baik apakah derajat ujung ditentukan dengan tepat atau tidak,desainer harus

memahami konsep tentang braced frame (goyangan dicegah dengan sabuk

(53)

Panjang efektif batang kolom pada suatu portal, bergantung pada jenis portal

yang ditinjau, yaitu portal bergoyang dan portal tidak bergoyang. Portal tak

bergoyang (yang disokong) adalah portal yang kestabilan lateralnya diberikan oleh

penyambung yang memadai ke penopang diagonal ke dinding geser, ke struktur di

dekatnya yang memiliki stabilitas lateral yang memadai, atau ke plat lantai atau

penutup atap yang diikat secara horizontal terhadap dinding atau dengan system

penopang yang sejajar dengan bidang portal. Atau dengan kaya lain portal tak

bergoyang didefenisikan sebagai portal yang tekuk bergoyangnya dicegah oleh

elemen penopang yang tidak termasuk rangka struktural itu sendiri. Faktor K untuk

portal bergoyang adalah 0<K<1.

Sedangkan portal tidak bergoyang (yang tidak disokong) adalah portal yang

kestabilan lateralnya bergantung pada kekakuan lentur balok dan kolom yang

disambung secara kaku. Faktor K untuk portal bergoyang adalah K>1.

Untuk kolom ideal dengan perletakan yang berbeda dapat dilihat pada

(54)

Garis terputus menunjukkan

diagram kolom tertekuk

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

Nilai λ teoritis

0,5 0,7 1,0 1,0 2,0 2,0

Nilai λ yang dianjurkan untuk kolom

yang medekati kondisi idiil

0,65 0,80 1,2 1,0 2,10 2,0

Kode ujung

Jepit Sendi

Roll tanpa putaran sudut

[image:54.595.109.574.83.427.2]

Ujung bebas

(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Pendahuluan

Secara umum pelaksanaan Tugas Akhir ini dibagi dalam beberapa tahapan

dari mulai persiapan sampai dengan pengambilan kesimpulan dan saran. Adapun

tahapan pelaksanaan penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

III.2 Persiapan Penelitian

Besi yang diuji berupa batang profil berongga dengan diameter 40 mm ; tebal

(56)

Besi tersebut masing-masing diberi tapak sebagai dudukan dan bersifat bebas

karena tumpuan yang digunakan adalah sendi-sendi.

III.3 Pelaksanaan Pengujian

Pengujian dan pemeriksaan yang dilakukan pada besi tersebut mengacu

kepada metode pengujian di Uni Emirat Arab (2011) “ Pengujian Tekan Pada Baja

yang Berongga” (Sumber : Samer Barakat : Compression Test on Steel Tabular

Props).

III.4 Prosedur Pengujian

Pengujian dilakukan dengan menggunakan Hydraulic Jack dengan kapasitas

25 Ton untuk mendapatkan nilai beban kritis (Pkr). Benda uji diletakan secara

vertikal, lalu Jack diletakkan diatasnya. Kemudian tempatkan alat berupa dial yang

berhubung dengan jarum pengukur yang dapat menunjukkan pergerakan yang terjadi

sampai ketelitian 0,01 mm. Beban P secara bertahap ditambah besarnya lalu dicatat

besarnya perubahan yang terjadi pada batang.

Beban harus ditambah sampai didapat besarnya beban kritis. Untuk setiap

(57)
[image:57.595.123.519.84.333.2]

Gambar III.1

Keadaan Circular Hollow (Pipa) pada saat mengalami pembebanan

Gambar III.2

[image:57.595.118.516.428.676.2]
(58)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

IV.1 Analisa Tekuk

Suatu kolom yang mengalami pembebanan gaya tekan aksial di titik beratnya

akan mengalami tekuk dengan tiga kejadian yang berbeda yaitu tekuk lentur, tekuk

torsi dan kombinasi tekuk lentur dan tekuk torsi sekaligus sehingga dibutuhkan suatu

analisa untuk memperhatikan kejadian mana yang akan terjadi terlebih dahulu.

Dalam pembahasan ini penulis hanya akan menganalisa profil ketika

mencapai beban kritisnya profil akan mengalami tekuk lentur. Kejadian tersebut

dapat diperhatikan dengan menghitung besarnya beban kritis tekuk lentur ( Pcr ).

Batang tekan adalah elemen struktur yang mendukung gaya tekan aksial.

Batang tekan harus diupayakan agar terjamin stabilitasnya. Hal ini diperlihatkan pada

persamaan :

=

��

(IV.1a)

Dimana :

�� = Tegangan dasar

P = Gaya tekan pada batang tersebut (kg)

A = Luas penampang (cm2)

� = Faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan ( λ ) dan jenis bajanya.

(59)

λ = �� �

0,7.�� (IV.1b)

λ = λλ

� (IV.1c)

Untuk : λ ≤0,163 maka ω=1

Untuk : 0,183 < λ< 1 maka ω= 1,41

1,593−λ

Untuk : λ ≥ 1 maka ω= 2,281 λ

Berdasarkan PPBBI’84.

Adapun untuk mencari rumus kelangsingan pada batang tunggal dapat menggunakan

rumus berikut :

λ= Lk

imin (IV.1d)

Dimana :

λ= nilai kelangsingan, tergantung pada panjang tekuk (Lk) dan jari-jari kelembaman

(i).

Lk= Panjang tekuk ini juga tergantung pada keadaan ujung-ujungnya, apakah sendi,

jepit, bebas dan sebagainya. Panjang tekuk ini dapat dicari dengan menggunakan

tabel II.4.

imin = jari-jari kelembaman minimum batang (cm)

Karena batang-batang mempunyai dua jari-jari kelembaman, umumnya akan

(60)

dapat dipastikan bahwa bahaya tekuk hanya pada satu arah, maka diambil harga λ

untuk arah itu.

[image:60.595.232.406.222.368.2]

IV.2 Kejadian akibat tekuk lentur

Gambar IV.1 Tekuk Lentur pada Kolom

Gambar IV.2 Tekuk Lentur Kolom pada kondisi Ujung Sendi-sendi

Mint – P.y = 0 (IV.2a)

Dari hubungan momen dengan kelengkungan didapat :

Mint = −��� 2

[image:60.595.248.394.447.587.2]
(61)

-EIy” – P.y = 0 (IV.2c)

EIy” + P.y = 0

y” + �

���= 0 ;

��dimisalkan �2

y” + k2y = 0 (IV.2d)

Jawaban umum persamaan differensial diatas :

y = A sin kx + B cos kx (IV.2e)

Dari syarat batas yang ada, y = 0 pada saat x = 0 dan x = L

Untuk x = 0 ; y = B = 0

Untuk x = L ; y = A sin kl = 0

Karena A ≠ 0 maka sin kl = 0

kl = nπ

�2 = �2π2

�2 (IV.2f)

Untuk n = 1

P = �2��

�2 (IV.2g)

(62)

IV.3 Analisa Benda Uji

IV.3.1 Analisa Pada Batang Berongga (Pipa)

Dari penampang dengan diameter 40 mm dan tebal 2 mm pada profil pipa,

maka

E = 2100000 kg/cm2

σy= 3600 kg/cm2

Untuk profil batang bulat berongga dengan L = 500 mm.

Untuk menghitung besarnya tekuk lentur yang terjadi maka inersia yang digunakan

adalah inersia minimum tau menekuk pada sumbu lemahnya

• A = 2,3864 cm2

��= σy

1,5 =

3600

1,5 = 2400 kg/cm

2

• Ix = Iy = 4,32 cm4

• imin = ��� = � 4

,32

2,3864 = 1,35 cm

• λ= Lk

imin =

50

1,35= 37,04

• λ = �� �

0,7.�� = = ��

2,1�106

0,7.2400= 111,02

• λ = λλ � =

37,04

111,02= 0,33

• Untuk 0,183 < λ< 1 maka ω= 1,41

1,593−λ

ω= 1,41

1,593−0,33= 1,12

• Px = ��ω� =2400

.2,3864

1,12 = 5115,44 kg

(63)

Dari perhitungan diatas dapat kita lihat hasil perhitungannya, yaitu :

= 5115,44 kg

= 5115,44 kg

IV.3.2 Analisa Pada Profil Siku

Dari penampang dengan ukuran 35.35.4 mm pada profil siku,

maka didapat

E = 2100000 kg/cm2

[image:63.595.253.384.353.492.2]

σy= 3600 kg/cm2

Gambar IV.3 Penampang Profil Siku

Untuk profil siku dengan L = 500 mm.

Untuk menghitung besarnya tekuk lentur yang terjadi maka inersia yang digunakan

adalah inersia minimum tau menekuk pada sumbu lemahnya.

- Pada sumbu u-u

• A = 2,67 cm2

��= σy

1,5 =

3600

1,5 = 2400 kg/cm

2

(64)

• λ= Lik u =

50

1,33= 37,59

• λ = �� �

0,7.2400 = = ��

2,1�106

0,7.2400= 111,02

• λ = λλ � =

37,59

111,02= 0,34

• Untuk 0,183 < λ< 1 maka ω= 1,41

1,593−λ

ω= 1,41

1,593−0,34= 1,13

• Pu = ��ω� =2400

.2,67

1,13 = 5700,9 kg

- Pada sumbu v-v

= 0,68 cm

• λ= Lk

iv =

50

0,68= 73,53

• λ = �� �

0,7.�� = = ��

2,1�106

0,7.2400= 111,02

• λ = λλ � =

73,53

111,02= 0,66

• Untuk 0,183 < λ< 1 maka ω= 1,41

1,593−λ

ω= 1,41

1,593−0,66= 1,52

• Pv = ��ω� =2400

.2,67

1,52 = 4229,7 kg

Dari perhitungan diatas dapat kita lihat hasil perhitungannya, yaitu :

= 5700,9 ��

(65)

IV.4 Hasil Pengujian

IV.4.1 Hasil Pengujian Pada Batang Berongga

Beban (kg) Pembacaan dial ( x 0,01mm)

500 95

1000 119

1500 148

2000 178

2500 212

3000 242

3500 268

4000 289

4500 331

5000 377

5500 853

6000 944

6500 1230

(66)

y = -0,0049x2+ 11,276x + 364,96

R² = 0,8918

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500

P

(kg)

[image:66.842.124.704.111.463.2]

Pembacaan Dial (x 0,01 mm)

Grafik Pengujian Pada Batang Berongga

Pkr eksperimen = 5000 kg

(67)

IV.4.2 Hasil Pengujian Pada Profil Siku

Beban (kg) Pembacaan dial ( x 0,01mm)

250 123

500 265

750 305

1000 412

1250 466

1500 512

1750 569

2000 609

2250 663

2500 714

2750 742

3000 822

3250 872

3500 900

3750 938

4000 1018

4250 1475

4500 1590

4750 1714

(68)

y = -0,0016x2+ 6,0628x - 954,11

R² = 0,9728

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800

P

(kg)

[image:68.842.86.714.111.438.2]

Pembacaan Dial (x 0,01 mm)

Grafik Pengujian Pada Profil Siku

(69)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Sesuai dengan hasil perhitungan yang dilakukan dalam menghitung besarnya

beban kritis untuk kolom dengan kondisi ujung sendi-sendi maka didapatkan

kesimpulan :

1. Kolom dengan penampang bulat berongga dan siku akan mengalami tekuk

lentur.

2. Dari perhitungan pada bab IV dapat disimpulkan bahwa Pkr yang diperoleh

pada perhitungan secara analisa lebih besar daripada yang terjadi saat

eksperimen.

Batang Berongga Pofil Siku

Pkr eksperimen 5000 kg 4000 kg

Pkr analisa 5115,44 kg 4229,7 kg

V.2 Saran

1. Untuk perhitungan yang lebih lanjut maka seharusnya juga di analisis kolom

yang mengalami beban kritis dengan kondisi ujung lainnya.

(70)

DAFTAR PUSTAKA

Chajes. Alexander, “Principles of Structural Stability Theory”, Departement

of Civil Engineering University of Massachusetts, 1974

Chen. W. F, “Structural Stability”, Departement of Civil Engineering

Syracuse University, 1987

Stephen P. Timoshenko, “Theory of Elastic Stability”, Mc Graw-Hill Book

Company, Inc, 1961

G. H. Ryder, “Strenght of Material”, Harper & Row Publisher, New York,

1972

Hans Ziegler, “Principles of Structural Stability”, Blaisdell Publishing

Company, 1968

Loa Wikarya Darmawan, Prof. Ir. , “Konstruksi Baja” jiid 2, Penerbit

Departemen Pekerjaan Umum

Gambar

Gambar I.1 : Tekuk Kolom Euler
Gambar I.2. Bentuk Tubular Joints
Gambar II.1 Batang yang tertekuk akibat gaya aksial
Gambar II.2 Stabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait