• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan tingkat stres dengan gejala gangguan pencernaan pada santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin Ii Payaman Magelang Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan tingkat stres dengan gejala gangguan pencernaan pada santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin Ii Payaman Magelang Tahun 2015"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

iii JAKARTA

Undergraduate Thesis, July 2015

Mustafiqotun Nikmah, NIM: 1111104000050

The Relationship between The Level of Stressed and Indigestion on Female Student (Santriwati) in Sirojul Mukhlasin II Islamic Boarding School Payaman Magelang in 2015

xix + 102 pages + 16 tables + 2 charts + 1 illustration + 15 attachments ABSTRAC

Indigestion is one of the health problems that exist in society. In the world, it is included in the top 10 deadliest diseases, in 2012 approximately of 1.5 million people died due to indigestion, and in Indonesia, causing 30% of deaths. The symptoms of indigestion may be caused by the stress. This research aims to discover the relationship of stress levels with symptoms of indigestion. This research implemented on female student of Sirojul Mukhlasin II Islamic Boarding School Payaman Magelang. It is designed with analytical correlative quantitative study with cross-sectional study (α = 0,05). The respondence is amounted by 157 students and were taken using propotionate stratified random sampling technic. The instrument used was a questionnaire. Analysis of data using univariate and bivariate analysis (Spearman Rank Correlation test). The results showed that for the level of stress, 12.7% belong to the category of severe stress levels, 73.2% medium stress level category, and 14.0% mild stress level category. As for the symptoms of indigestion, 23.6% belong to the category of severe gastrointestinal symptoms, 52.9% medium category, and 23.6% mild category. There is a strong relationship between stress levels with symptoms of gastrointestinal disorders in female student in Sirojul Mukhlasin II Islamic Boarding School Payaman Magelang (p = 0.000, r = 0.68). The results of this study are expected to increase self-awareness female student to be able to use good stress management and may also be a consideration for the boarding school and health professionals to be able to work towards the promotion of health in boarding school environment.

Keywords : Female Students (Santriwati), Islamic Boarding School, Stress Levels, Symptoms Indigestion

(4)

iv Skripsi, Juli 2015

Mustafiqotun Nikmah, NIM: 1111104000050

Hubungan Tingkat Stres Dengan Gejala Gangguan Pencernaan Pada Santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang Tahun 2015

xix + 102 halaman + 16 tabel + 2 bagan + 1 gambar + 15 lampiran ABSTRAK

Gangguan pencernaan merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di masyarakat. Di dunia termasuk dalam 10 besar penyakit mematikan, tahun 2012 sekitar 1,5 juta orang meninggal disebabkan oleh penyakit terkait saluran pencernaan dan di Indonesia menyebabkan sekitar 30% kematian. Gejala gangguan pencernaan dapat disebabkan salah satunya oleh adanya stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan gejala gangguan pencernaan. Penelitian ini dilaksanakan pada santriwai di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang. Merupakan penelitian dengan desain analitik kuantitatif correlative study dengan pendekatan cross-sectional study (α = 0,05). Responden berjumlah 157 orang yang diambil menggunakan teknik propotionate stratified random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat (uji

Korelasi Spearman Rank). Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk tingkat stres, 12,7% termasuk ke dalam kategori tingkat stres berat, 73,2% kategori tingkat stres sedang, dan 14,0% kategori tingkat stres ringan. Sedangkan untuk gejala gangguan pencernaan, 23,6% termasuk ke dalam gejala pencernaan kategori berat, 52,9% kategori sedang, dan 23,6% kategori ringan. Ada hubungan yang kuat antara tingkat stres dengan gejala gangguan pencernaan pada santriwati di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang (p = 0.000, r = 0.685). Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran diri santriwati untuk dapat menggunakan manajemen stres yang baik dan juga dapat menjadi pertimbangan bagi pihak pondok pesantren maupun tenaga kesehatan untuk dapat bekerjasama melakukan promosi kesehatan di lingkungan pondok pesantren.

Kata kunci: Santriwati, Pondok Pesantren, Tingkat Stres, Gejala Gangguan Pencernaan

(5)
(6)
(7)
(8)

viii Data Pribadi /Personal Details

Nama /Name : Mustafiqotun Nikmah

Tanggal Kelahiran /Date of Birth : Magelang, 08 Agustus 1993 Jenis Kelamin /Gender : Perempuan

Status Marital /Marital Status : Belum Menikah

Agama /Religion : Islam

Warga Negara /Nationality : Indonesia

Alamat /Address : Pabelan IV RT/RW 001/009, Pabelan, Mungkid, Magelang, Jawa Tengah

Nomor Telepon /Phone : 0856 9791 3110/0821 3499 8549

Email : mustafiqotunnikmah@gmail.com

Jenjang Pendidikan/Education Information

Periode Sekolah / Institusi / Universitas Jenjang

2011 - Sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

S1 Program Studi Ilmu Keperawatan

2008 - 2011 Yajri Payaman, Secang, Magelang,

Jawa Tengah MA

2005 - 2008 Yajri Payaman, Secang, Magelang,

Jawa Tengah MTs

1999 - 2005 SDN Pabelan III, Pabelan,

Mungkid, Magelang, Jawa Tengah SD

1998 - 1999 TK PGRI Pabelan III, Pabelan,

(9)

ix

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Tiada ungkapan yang indah dari makhluk yang lemah selain untaian kata alhamdulillah atas segala karunia, taufiq, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Sang Pembimbing umat Al Musthofa Sayyidina Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Berawal dari niat, beranjak untuk bergerak meskipun langkah terseok-seok, keraguan yang selalu menghantui, kurangnya pengalaman dan pengetahuan yang serba terbatas, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis sangat berterima kasih kepada Allah swt yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini, terutama nikmat ilmu selama prosesnya karena penulis sepenuhnya menyadari bahwa pada hakikatnya seluruh ilmu yang dimiliki manusia hanyalah pemberian Allah semata. Selain itu, dalam hal ini tentunya tidak lepas dari bantuan, motivasi dan do’a restu orang-orang tercinta. Ungkapan terima kasih penulis haturkan kepada segenap pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini, utamanya kepada:

1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.

2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(10)

x ini .

5. Pihak Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa secara penuh melalui PBSB (Program Beasiswa Santri Berprestasi) kepada penulis untuk melanjutkan studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

6. Sahabat-sahabati dalam naungan rumah CSS MoRA (Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs), baik CSS MoRA Nasional maupun CSS MoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) sebagai keluarga yang memberikan semangat, inspirasi dan ilmu yang tak henti-hentinya.

7. Seluruh dosen dan staff Program Studi Ilmu Keperawatan, yang telah memberi masukan dan motivasi serta membantu proses pembuatan proposal skripsi ini.

8. Pihak Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang yang mengizinkan penulis melakukan penelitian tempat tersebut serta santriwati-santriwati yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

9. Abah KH. Minanurrohman Anshori serta Ibu Nyai Hj. Dikriyah yang selalu memberi nasehat, do’a serta arahan sejak sebelum kuliah hingga saat ini. 10. Teristimewa untuk Ayahanda Muhlas dan Ibunda Thofingah yang senantiasa

mendoakan dan menyemangati penulis, serta keempat saudara-saudaraku tercinta yang selalu memotivasi, membantu dan mendo’akan penulis untuk dapat menyelesaikan tepat waktu.

11. Sahabat-sahabat satu kos yang telah menemani, menghibur, mengingatkan, dan menasehati penulis selama di perantauan ini.

12. Kawan-kawan seperjuangan PSIK angkatan 2011 yang bersama-sama berjuang, terima kasih untuk kebersamaan, pengalaman dan kenangan yang luar biasa.

(11)

xi

kritik yang bersifat membantu dari pembaca sekalian demi kesempurnaan skripsi ini.

Teriring do’a Jazakumullah Khairan Katsiran Wa Jazakumullah Achsanal Jaza’.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ciputat, Juli 2015

(12)

xii

1.5.2. Bagi Pondok Pesantren ... 8

1.5.3. Bagi Perkembangan Pendidikan Keperawatan ... 9

1.5.4. Bagi Peneliti ... 9

1.6. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

(13)

xiii

2.1.7. Respon dan Manifestasi Psikologi Terhadap Stres ... 19

2.1.8. Dampak Stres pada Berbagai Sistem ... 19

2.1.9. Cara Mengatasi Stres... 22

2.1.10. Pengukuran Stres... 23

2.2. Konsep Gangguan Pencernaan ... 24

2.2.1. Gangguan Pencernaan ... 24

2.2.2. Gambaran Klinis ... 25

2.2.3. Faktor Penyebab... 25

2.2.4. Patofisiologi Gangguan Pencernaan Terkait Stres ... 26

2.2.5. Komplikasi ... 30

2.2.6. Pengukuran Gejala Gangguan Pencernaan ... 30

2.3. Pondok Pesantren ... 32

2.3.1. Pengertian... 32

2.3.2. Kategori Pondok Pesantren ... 32

2.3.3. Gambaran Umum Pondok Pesantren ... 33

2.4. Penelitian Terkait ... 35

2.5. Kerangka Teori ... 37

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 38

3.1. Kerangka Konsep ... 38

3.2. Definisi Operasional... 38

3.3. Hipotesis Penelitian ... 42

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 43

4.1. Desain Penelitian ... 43

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian... 43

4.2.1. Waktu Penelitian ... 43

4.2.2. Lokasi Penelitian... 43

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 44

4.3.1. Populasi Penelitian ... 44

4.3.2. Sampel Penelitian... 45

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 49

(14)

xiv

4.5. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 54

4.5.1. Uji Validitas ... 54

4.5.2. Uji Reliabilitas ... 55

4.6. Pengolahan Data... 57

4.7. Analisa Data ... 58

4.8. Etika Penelitian... 61

BAB V HASIL PENELITIAN ... 62

5.1. Gambaran Lokasi Penelitian... 62

5.1.1. Sejarah Pondok Pesantren ... 62

5.1.2. Profil Pondok Pesantren... 63

5.2. Hasil Analisis Univariat ... 66

5.2.1. Gambaran Demografi Santriwati di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang ... 66

5.2.2. Gambaran Tingkat Stres Santriwati di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang ... 68

5.2.3. Gambaran Gejala Gangguan Pencernaan Santriwati di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang... 72

5.3. Hasil Analisis Bivariat... 73

5.3.1. Hubungan Tingkat Stres dengan Gejala Gangguan Pencernaan pada Santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasi II Payaman Magelang ...73

5.3.2. Perbedaan Tingkat Stres Berdasarkan Demografi Santriwati (usia, tingkat pendidikan dan lama mukim) Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang ... 74

BAB VI PEMBAHASAN... 77

6.1. Pembahasan Univariat ... 77

6.1.1. Gambaran Demografi Santriwati di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang ... 77

6.1.2. Gambaran Tingkat Stres Santriwati di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang ... 82

6.1.3. Gambaran Gejala Gangguan Pencernaan Santriwati di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang... 89

(15)

xv

6.2.2. Perbedaan Tingkat Stres Berdasarkan Demografi Santriwati (usia, tingkat pendidikan dan lama mukim) Pondok Pesantren Sirojul

Mukhlasin II Payaman Magelang ... 94

6.3. Keterbatasan Penelitian ... 98

BAB VII PENUTUP... 99

7.1. Kesimpulan... 99

7.2. Saran ... 101

7.2.1. Bagi Santri... 101

7.2.2. Bagi Pondok Pesantren ... 101

7.2.3. Bagi Perkembangan Pendidikan Keperawatan ... 103

7.2.4. Bagi Peneliti ... 102

(16)

xvi

Halaman Tabel 3.2 Definisi Operasional ... 39 Tabel 4.1 Daftar Jumlah Santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II

Payaman Magelang Tahun Ajaran 2014-2015 ... 45 Tabel 4.2 Perhitungan Sampel Berdasarkan Strata/Tingkatan... 48 Tabel 5.1 Kegiatan Pokok di Asrama Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II

Payaman Magelang... 64 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Santriwati Berdasarkan Usia di

Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang Tahun 2015 ... 67 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Santriwati Berdasarkan Tingkat

Pendidikan di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman

Magelang Tahun 2015 ... 67 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Santriwati Berdasarkan Lama Mukim

di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang Tahun 2015 ... 68 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Santriwati Berdasarkan Tingkat Stres

di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang Tahun 2015 ... 69 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Responden Santriwati Berdasarkan

Usia di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang Tahun 2015 ... 69 Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Responden Santriwati Berdasarkan

Tingkat Pendidikan di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang Tahun 2015 ... 70 Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Responden Santriwati Berdasarkan

(17)

xvii

Payaman Magelang Tahun 2015 ... 72 Tabel 5.10 Analisis Hubungan Tingkat Stres dengan Gejala Gangguan

Pencernaan pada Santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang Tahun 2015 ... 73 Tabel 5.11 Hasil Uji Mann-Whitney Tingkat Stres Responden Santriwati Usia

Remaja Awal dan Remaja Akhir di Pondok Pesantren Sirojul

Mukhlasin II Payaman Magelang Tahun 2015 ... 74 Tabel 5.12 Hasil Uji Mann-Whitney Tingkat Stres Responden Santriwati

Pendidikan Diniyah Fomal Wustha dan Pendidikan Diniyah Formal Ulya di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang Tahun 2015... 75 Tabel 5.13 Hasil Uji Kruskal-Wallis Tingkat Stres Responden Santriwati Lama

(18)

xviii Lampiran 1. Lembar Informed Consent Lampiran 2. Kuesioner Identitas Responden Lampiran 3. Kuesioner Stres

Lampiran 4. Kuesioner Gejala Gangguan Pencernaan

Lampiran 5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Tingkat Stres Lampiran 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Gejala Gangguan

Pencernaan

Lampiran 7. Hasil Uji Normalitas Data Tingkat Stres dan Gejala Gangguan Pencernaan

Lampiran 8. Hasil Olah Data Analisis Univariat Lampiran 9. Hasil Olah Data Analisis Bivariat

Lampiran 10. Nilai Mean, Standar Deviasi pada Data Tingkat Stres serta Kuartil pada Data Gejala Gangguan Pencernaan

Lampiran 11. Izin Penggunaan Kuesioner Stres Lampiran 12. Surat Studi Pendahuluan

Lampiran 13. Surat Izin Penelitian

Lampiran 14. Rekapitulasi Jawaban Responden pada Kuesioner Tingkat Stres Lampiran 15. Rekapitulasi Jawaban Responden pada Kuesioner Gejala

(19)

xix

ISID :Institud Study Islam Darussalam

K : Kuartil

SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

(20)

1 1.1. Latar Belakang

Pesantren secara teknis merupakan tempat tinggal para santri, sebagai laboratorium kehidupan, berada dengan suatu kondisi totalitas, belajar hidup dan bermasyarakat dalam berbagai segi dan aspek (Wahid, 2001). Selain itu, menurut K.H. Imam Zarkasyi, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam dengan sistem asrama (boarding school), kyai sebagai sentral figurnya dan masjid sebagai titik pusat yang menjiwai (Suismanto, 2004).

Berdasarkan pendataan pondok pesantren tahun 2011-2012, terdata 27.230 pondok pesantren yang tersebar di Indonesia. Populasi terbesar berada di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Banten yang berjumlah 78,60% dari jumlah seluruh pondok pesantren di Indonesia. Berdasarkan tipologi pondok pesantren, bahwa pondok pesantren yang ada di Indonesia terdapat 5.044 (18,52%) sebagai pondok pesantren kombinasi, yang pembelajarannya telah mengkombinaskan pembelajaran kitab kuning dan ilmu science dan iptek. Sedangkan jumlah santri secara keseluruhan adalah 3.759.198 orang santri, terdiri dari 1.886.748 orang santri laki-laki (50,19%), dan 1.872.450 orang santri perempuan (49,81%) (Analisis Statistik Pendidikan Islam2011/2012).

(21)

menjadi stressor tertinggi adalah terkait akademik (Wahab dkk., 2013). Begitu pula dalam penelitian yang dilakukan di Al-Furqon Boarding School, hal yang membuat siswa stres ialah terkait tuntutan akademik, relasi sosial dan peraturan (Sulaeman, Ratri F. & Joefiani, P., 2014).

Setiap orang mengalami sesuatu yang disebut stres sepanjang kehidupannya. Stres dapat memberi stimulus terhadap perubahan dan pertumbuhan, dan dalam hal ini suatu stres adalah positif dan bahkan diperlukan. Namun demikian, terlalu banyak stres dapat mengakibatkan penyesuaian yang buruk, penyakit fisik, dan ketidakmampuan untuk mengatasi atau koping terhadap masalah (Potter & Perry, 2005). Stres erat kaitannya dengan berbagai rangkaian reaksi tubuh yang merugikan kesehatan. Berbagai gangguan mekanisme hormonal (penurunan serotonin dan katekolamin), peningkatan asetilkolin akan menimbulkan hipersimtomatik sistem gastrointestinal yang akan meningkatkan peristaltik dan sekresi asam lambung (Tarigan, 2003 dalam Susanti dkk., 2011).

(22)

Stress adalah reaksi non-spesifik manusia terhadap rangsangan atau tekanan (stimulus stressor). Pada sistem pencernaan, dapat berakibat iskemia mukosa lambung dan sekresi asam lambung. Akibat lain adalah konstipasi, diare, kolitis ulserativa, dan penyakit Crohn. Pengaruhstressor

terhadap tubuh bersifat perorangan (atau tergantung kepribadian orang itu), kemampuan koping, kondisi lingkungan, sifat stressor, durasi

stressor, lamanya stressor dan tergantung beberapa faktor (Hartono, 2007;Praag dkk., 2004). Stres dapat meningkatkan motilitas pada esofagus, lambung, usus kecil, usus besar dan kolon. Abnormal dari motilitas dapat menghasilkan berbagai gejala gastrointestinal mencakup muntah, diare, sembelit, sakit perut akut, dan inkontinensia tinja (Drossman & Swantkowski, 2006).

Gangguan pencernaan adalah gejala yang sangat sering dijumpai namun memiliki arti berbeda bagi orang yang berbeda, bisa berupa nyeri abdomen, sulit menelan, refluks asam, nyeri retrostenal, dan lain-lain. Selain itu, bisa juga merupakan gejala dari banyak penyakit penting, termasuk ulkus peptikum, kanker lambung, dan refluks esofagus (Gleadle, 2007). Hal tersebut seringkali menunjukkan gejala-gejala yang cukup mengganggu, sehingga jika tidak mendapatkan penanganan dapat menjadi gangguan kronis dan menyebabkan penyakit (Aksono & Aksono,2009).

(23)

diare (WHO, 2014). Sedangkan di Indonesia sendiri, penyakit pencernaan dan penyakit tidak menular yang lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian (Kemenkes, 2012).

Berdasarkan survey yang dilakukan pada 40 sekolah yang terdapat di Gunma Jepang, dari 3.976 siswa terdapat 552 siswa (13,9%) memenuhi kriteria gangguan fungsional pencernaan berdasarkan ROME III Diagnostic Questionnaire. Prevalensi secara signifikan lebih tinggi pada siswa perempuan (Sagawa dkk., 2013). Begitu pula di Indonesia, menurut penelitian Makmun dkk. (2014), bahwa perempuan paling rentan terkena penyakit gangguan pencernaan, yang mana penderita kanker usus di Indonesia meningkat pada perempuan.

Masalah pencernaan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang membahayakan fungsi sistem pencernaan: stres, kebiasaan makan yang buruk, pengobatan yang menyebabkan iritasi, infeksi kronis, dan hadirnya bakteri dalam sistem pencernaan.Gejalanya bisa berupa sakit perut, mual-mual, sembelit, rasa tidak nyaman pada usus, diare, radang usus, dan rasa panas pada perut (Aksono & Aksono, 2009). Sebuah penelitian yang menunjang, yang telah dilakukan di Jepang pada seseorang yang memenuhi kriteria gangguan pencernaan berdasarkan ROME III Diagnostic Questionnaire, menunjukkan bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan tidur dan makan yang buruk, diet, olahraga, dan faktor gaya hidup lainnya, serta stres yang berlebihan (Miwa, 2012).

(24)

menunjukkan bahwa tingkat stres berhubungan nyata dengan gejala dispepsia, yaitu semakin tinggi tingkat stres akan berhubungan dengan sering munculnya gejala dispepsia (Susanti dkk., 2011). Adapun hasil penelitian yang dilakukan di Korea menunjukkan bahwa rata-rata total score stres kehidupan (stres terkait hubungan intrpersonal seperti dengan teman dan keluarga, dan terkait tugas sehari-hari seperti tugas akademik dan ekonomi) pada pasien konstipasi secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol yang sehat tanpa konstipasi (You dkk., 2009).

Stres dan gangguan pencernaan jika tidak ditangani sejak dini akan berdampak pada kualitas hidup seseorang, kehidupan sosial, dan akademik terutama untuk yang masih di bangku sekolah. Stres yang parah juga akan memperburuk kesehatan fisik secara keseluruhan dan akan meningkatkan beban ekonomi untuk pengobatan (Khan & Chaudary, 2014; Talley, 2008). Selain itu hasil penelitian berbasis survey populasi di Korea Selatan pada 2014 subyek menunjukkan bahwa stres menempati peringkat tertinggi (73,5%) sebagai faktor resiko terjadinya kanker lambung (Oh dkk., 2009).

(25)

advokasi, yang mana salah satu prinsip advokasi adalah realistis, salah satunya dari hasil sebuah penelitian (Efendi & Makhfudli, 2009). Advokasi yang dapat dilakukan bagi santri diantaranya adalah menyampaikan kebutuhan santri ke pihak pondok pesantren.

1.2. Rumusan Masalah

Tingginya kasus keluhan gejala gangguan pencernaan yang dialami oleh santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang, yang mana hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tahun 2014 dengan menggunakan kuesioner gejala gangguan pencernaan yang dimodifikasi dari ROME III Diagnostic Questionnaire dan Metagenics Health Appraisal Questionnaire dari Health World Limited (2014), dari 30 santriwati, 4 diantaranya masuk ke dalam keluhan gejala gangguan pencernaan kategori berat, 22 santriwati kategori sedang, dan 4 santriwati lagi dalam kategori ringan. Selain itu, didapatkan juga data yang sama terkait tingkat stres yang menggunakan alat ukur stres modifikasi dari

Stress Indicators QuestionnairedariThe Counseling Team International.

(26)

1.3. Pertanyaan Penelitian

1.3.1. Bagaimana gambaran demografi santriwati (usia, tingkat pendidikan dan lama mukim) Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang?

1.3.2. Bagaimana gambaran tingkat stres santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang?

1.3.3. Bagaimana gambaran gejala gangguan pencernaan santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang?

1.3.4. Bagaimana hubungan tingkat stres dengan gejala gangguan pencernaan pada santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang?

1.3.5. Bagaimana perbedaan tingkat stres berdasarkan demografi santriwati (usia, tingkat pendidikan dan lama mukim) Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang?

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat stres dengan gejala gangguan pencernaan pada santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang.

1.4.2. Tujuan Khusus

(27)

b. Mengetahui gambaran tingkat stres santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang.

c. Mengetahui gambaran gejala gangguan pencernaan santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang. d. Mengetahui hubungan tingkat stres dengan gejala gangguan

pencernaan pada santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang.

e. Mengetahui perbedaan tingkat stres berdasarkan demografi santriwati (usia, tingkat pendidikan dan lama mukim) Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Santri

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran santri untuk dapat menggunakan manajemen stres yang baik dengan dilakukannya pendidikan kesehatan, sehingga dapat mengurangi timbulnya gangguan atau masalah pencernaan dan dampak pada kesehatan lainnya

1.5.2. Bagi Pondok Pesantren

(28)

bahwa kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan POSKESTREN, lebih diutamakan dalam hal pelayanan promotif (peningkatan kesehatan) dan preventif (pencegahan).

1.5.3. Bagi Perkembangan Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini dapat dijadikan acuan penelitian keperawatan selanjutnya. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian yang lebih rinci mengenai masalah yang sama di wilayah/pondok yang sama atau di wilayah/pondok lain. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan tambahan untuk melakukan pengabdian ke masyarakat, khususnya Keperawatan Anak terkait kesehatan di lingkungan pondok pesantren.

1.5.4. Bagi Peneliti

Diantaranya dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku perkuliahan, mewujudkan salah satu bentuk kontribusi atau pengabdian terhadap pondok pesantren dalam meningkatkan kesehatan para santri, menjadi bahan proses belajar, menambah pengalaman, pengetahuan serta wawasan bagi peneliti, mengetahui secara langsung masalah kesehatan yang ada di pondok pesantren, dan juga sebagai bahan untuk pengabdian peneliti di pondok pesantren tersebut.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

(29)

cross-sectional study. Pengumpulan data primer menggunakan instrumen kuesioner gejala gangguan pencernaan yang dimodifikasi dari ROME III Diagnostic QuestionnairedanMetagnics Health Appraisal Questionnaire

(30)

11 1.1. Konsep Stres

2.1.1. Pengertian

Hans Selye, seorang pakar stres mendefinisikan stres sebagai respon nonspesifik dari tubuh karena banyaknya tuntutan (Morrison-Valfre, 2001). Stres merupakan keadaan yang dialami ketika ada sebuah ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan untuk mengatasinya (Lazarus & Folkman, 1984). Sedangkan di dalam Al-Qur’an, untuk stres telah menggunakan pemisalan yang memakai prinsip mekanika beban untuk menggambarkan masalah yang dihadapi manusia. Secara keseluruhan surat Al-Qur’an yang membahas konsep beban dalam masalah manusia terdapat dalam surat Al-Insyirah ayat 1-8 (Hasan, 2008).

Sehingga dapat disimpulkan, bahwa stres adalah respon nonspesifik dari tubuh atas tuntutan yang dialami selama hidup ketika ada perbedaan antara tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya.

2.1.2. Proses

(31)

bagaimana orang lain merasakannya. Dengan demikian setidaknya terdapat tiga macam pendekatan (Hasan, 2008), yaitu:

a. Stres Sebagai Stimulus

Pendekatan stres sebagai stimulus terfokus pada lingkungan, yakni bila individu yang bersangkutan mengidentifikasikan sumber atau penyebab stres yang dialaminya adalah karena kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa di sekitarnya. Kejadian atau peristiwa yang dianggap mengancam atau merugikan, dengan sendirinya akan ada perasaan tertekan yang disebutstressor.

b. Stres Sebagai Respon atau Tanggapan

Fokus pendekatan stres sebagai respon atau tanggapan, adalah pada reaksi individu terhadap stressor. Ketika seseorang menggunakan kata stres, maka yang dimaksudnya adalah keadaan tegangnya itu sendiri. Respon atau reaksi individu tersebut mengandung dua komponen yang saling berhubungan, yaitu psikologis dan fisiologis. Kedua jenis respon tersebut juga disebut ketegangan.

c. Stres Sebagai Interaksi antara Keduanya

(32)

ini, stres bukan hanya merupakan stimulus atau respon, tetapi lebih merupakan suatu proses dimana seseorang adalah agen yang aktif yang dapat memengaruhi dampak stressor melalui strategi perilaku, kognitif dan emosional yang dimilikinya. Oleh sebab itu, setiap individu akan memberikan reaksi stres yang berbeda terhadapstressor

yang sama karena dipengaruhi oleh berbagai perbedaan yang dimiliki masing-masing individu, baik dari aspek biologi, mental, spiritual, maupun sosial.

2.1.3. Penyebab Stres

Menurut Grand (2000) dalam Sunaryo (2004), stres ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Penyebab Makro,yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan, seperti kematian, perceraian, pensiun, luka batin dan kebangkrutan. b. Penyebab Mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti

pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan dimakan, dan antrian.

Taylor merinci beberapa karakteristik kejadian yang berpotensi dan dinilai dapat menciptakan stressor (Taylor, 1991 dalam Nasir & Muhith, 2011), yaitu:

(33)

b. Kejadian yang tidak terkontrol dan tidak terprediksi lebih membuat stres daripada kejadian yang terkontrol dan terprediksi.

c. Kejadian “ambigu” seringkali dipandang lebih mengakibatkan stres daripada kejadian yang jelas.

d. Manusia yang tugasnya melebihi kapasitas (overload) lebih mudah mengalami stres daripada orang yang memiliki tugas lebih sedikit.

Selain itu, menurut Yosep (2007), sumber stres yang lain pada umumnya meliputi beberapa hal, diantaranya:

a. Hubungan Interpersonal

Dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang mengalami konflik, konflik dengan kekasih, antara atasan dengan bawahan dan lain sebagainya.

b. Lingkungan Hidup

Kondisi lingkungan yang buruk besar pengaruhnya bagi kesehatan seseorang, misalnya soal perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran dan lain-lain:

c. Keuangan

Masalah keuangan, misalnya pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat utang, kebangrutan usaha dan lain sebagainya.

d. Perkembangan

(34)

e. Lain-lain

Stressorkehidupan lainnya, misalnya faktor keluarga, bencana alam, kebakaran, dan lain-lain.

2.1.4. Jenis Stres

Seorang pelopor besar dalam bidang stres, Selye dalam Lazarus (2006) menunjukkan bahwa ada dua jenis stres, yaitu:

a. Distress, merupakan jenis yang destruktif, digambarkan dengan kemarahan, agresi dan merusak kesehatan.

b. Eustress, merupakan jenis yang konstruktif, menghasilkan sesuatu yang positif.

2.1.5. Tahapan dan Tingkatan Stres

Gangguan stres biasanya timbul secara lamban, maka Amberg (psikiater) mengemukakan petunjuk tahapan stres sebagai berikut (Yosep, 2007), meliputi:

a. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan semangat besar, penglihatan tajam, dan kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya. Pada tahap ini tanpa disadari sebenarnya cadangan energinya sedang menipis.

(35)

c. Stres tahap ketiga, yaitu tahap stres dengan keluhan keletihan semakin nampak disertai gejala, seperti gangguan pencernaan lebih terasa, otot semakin tegang, emosional, gangguan tidur, koordinasi tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.

d. Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keadaan yang lebih buruk yang ditandai, seperti untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sulit, aktivitas jadi terasa sulit, respon tidak adekuat, dan kegiatan rutin terganggu, gangguan tidur, konsentrasi menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.

e. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan keletihan yang mendalam (physical and psychological exhaustion), ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan yang sederhana, gangguan pencernaan lebih sering, meningkatnya rasa takut dan mirip panik.

f. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres puncak, seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar, dingin, dan banyak keluar keringat, pingsan ataucollaps.

(36)

keluarga. Sedangkan stres berat adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun, seperti perselisihan perkawinan terus menerus, kesulitan finansial berkepanjangan dan penyakit fisik jangka panjang.

2.1.5. Respon dan Manifestasi Fisiologis Tubuh Terhadap Stres

Selye (1946) dalam Nasir & Muhith (2011), telah melakukan riset terhadap dua respon fisiologis tubuh terhadap stres, yaituLocal Adaptation Syndrome(LAS) danGeneral Adaptation Syndrome(GAS).

a. Local Adaptation Syndrome(LAS)

Berikut ini adalah karakteristik LAS:

1) Respons yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua sistem. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dan sebagainya.

2) Respons bersifat adaptif, diperlukan stressor untuk menstimulasikannya.

3) Respons bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus. 4) Respons bersifat restoratif.

b. General Adaptation Syndrome(GAS)

(37)

1) Tahap Reaksi Alarm

Ketika stres pertama kali diterima, hipotalamus akan terstimulus untuk mengeluarkan hormon dari kelenjar (misalnya, kelenjar adrenal untuk mengirim adrenalin dan norepinefrin sebagai pembangkit emosi) dan organ-organ (misalnya, hati untuk mengubah kembali simpanan glikogen menjadi glukosa sebagai makanan) untuk mempersiapkan kebutuhan pertahanan potensial.

2) Tahap Resistensi

Ketika stres terus berlanjut, sistem pencernaan mengurangi kerjanya dengan mengalirkan darah ke area yang dibutuhkan untuk pertahanan, paru-paru memasukkan lebih banyak udara, dan jantung berdenyut lebih cepat dan keras sehingga dapat mengalirkan darah yang kaya oksigen dan nutrisi ke otot untuk mempertahankan tubuh melalui perilaku fight, flight, atau freeze.

Apabila individu beradaptasi terhadap stres, tubuh berespon dengan rileks dan kelenjar, organ, serta respons sistemik menurun.

3) Tahap Kelelahan

Terjadi ketika individu berespon negatif terhadap stres, cadangan tubuh berkurang atau komponen emosional berubah sehingga timbul respon fisiologis yang kontinue dan kapasitas cadangan menjadi sedikit.

(38)

perubahan frekuensi berkemih, mulut kering, keletihan, gangguan lambung, dan ketegangan otot (Potter & Perry, 2005; Kozier dkk., 1998).

2.1.6. Respon dan Manifestasi Psikologi Terhadap Stres

Pemajanan terhadap stressor selain mengakibatkan respon adaptif fisiologis, juga mengakibatkan respon adaptif psikologis. Perilaku adaptif psikologis juga disebut sebagai mekanisme koping. Mekanisme ini dapat berorientasi pada tugas, yang mencakup penggunaan teknik pemecahan masalah secara langsung untuk menghadapi ancaman. Selain itu, dapat juga dengan mekanisme ego, yang tujuannya adalah untuk mengatur distres emosional. Mekanisme pertahanan ego adalah metode koping terhadap stres secara tidak langsung, seperti menyangkal dan kompensasi (Potter & Perry, 2005).

Manifestasi psikologis dari stres meliputi ansietas, ketakutan, marah, depresi, perilaku kognitif (misal: penyelesaian masalah, menyusun strategi, mengontrol diri sendiri, sholat), respon gerak dan verbal (misal: menangis, tertawa, menjerit, dan memukul), dan mekanisme pertahanan ego secara tidak sadar (misal: penyangkalan, regresi, dan penekan) (Kozier dkk., 1998).

2.1.7. Dampak Stres pada Berbagai Sistem

(39)

a. Sistem Kardiovaskuler

Jantung dalam keadaan normal berdetak untuk memompakan darahnya. Otak bekerjasama dengan jantung untuk menjaga kestabilan detak dan TD (Tekanan Darah). Ketika seseorang mengantisipasi sebuah situasi negatif (takut, khawatir, cemas) atau memasuki situasi penyebab stres yang negatif, zat-zat hormon mempercepat detak jantung, dan TD secara otomatis akan naik. Jantung memompakan lebih banyak darah ke organ-organ vital tubuh dalam rangka mempersiapkan pertahanan atau pelarian. Ketika TD terus naik karena mengalami stres untuk waktu yang lama, maka akan menimbulkan hipertensi (Losyk, 2007).

Stres dapat meningkatkan TD, yang pada gilirannya melemahkan dan merusak lapisan pembuluh darah, menyediakan tempat bagi mengendapnya lipid sehingga terbentuk plak kolesterol (Jan, 2000). Bila hal itu terjadi berulang-ulang, pembuluh-pembuluh darah lama-lama akan tersumbat. Jika penyumbatannya terjadi pada pembuluh darah jantung, hal itu mengakibatkan terjadinya serangan jantung. Penyumbatan juga dapat terjadi di organ-organ lain, seperti otak dan ginjal (Losyk, 2007).

b. Sistem Pencernaan

(40)

mungkin yang paling umum adalah diare. Banyak juga orang yang mengeluhkan tentang kekejangan otot atau kram di daerah perut (Losyk, 2007). Stres dapat berakibat iskemia mukosa lambung dan sekresi asam lambung. Akibat lain adalah konstipasi, kolitis ulserativa, dan penyakitCrohn(Hartono, 2007).

c. Sistem Imun

Sinyal stres dirambatkan mulai dari sel di otak (hipotalamus dan pituitari), sel di adrenal (korteks dan medula), yang akhirnya disampaikan ke sel imun (Kurniawati & Nursalam, 2007).

Hipotalamus-Pituitari-Adrenal (HPA) axis menghubungkan sistem saraf dan hormon-hormon stres. Salah satu hormon stres yang dilepas adalah kortisol, yang mana mencegah pelepasan senyawa-senyawa kimia yang menguatkan sistem imun. Kadar tinggi kortisol akan menekan sistem imun dan menurunkan kemampuan tubuh melawan infeksi (Roizen & Oz, 2009). Selain itu, penurunan respon imun akibat stres juga disebabkan oleh peningkatan glukokortikoid oleh korteks adrenal. Efek utamanya ditujukan pada limfosit-T, yang pada gilirannya menurunkan respon imun seluler, karena terjadi limfopenia (Jan, 2000).

d. Otot dan Tulang

(41)

urat sendi, menyebabkan rasa sakit (Losyk, 2007). Dalam kasus yang parah, hal ini dapat menyebabkan kejanggalan dan kelainan postur tubuh, selain kelabilan sendi. Seiring dengan rangsangan stres yang berulang, ketegangan otot dapat muncul dalam bentuk sakit kepala akibat tegang, kaku leher, nyeri pungggung bawah dan kram perut (National Safety Council,2004).

e. Sistem Lain

Kulit adalah organ sasaran terhadap reaktivasi stres, dan bila stres terjadi, pembuluh darah konstriksi dan aliran darah perifer menurun. Gangguan lain yang dihubungkan dengan stres meliputi ekzem, urtikaria, psoriasis dan jerawat (Jan, 2000).

Sistem pernapasan berpartisipasi dalam reaksi stres akut melalui hiperventilasi. Stres dapat ditunjukkan juga dengan sinusistis alergis yang diperberat dan episode asma bronkial. Awitan serangan asma akut dapat terjadi pada kekurangan tidur, kekhawatiran, dan berkabung (Jan, 2000).

2.1.8. Cara Mengatasi Stres

Menurut Selye bahwa untuk mengatasi stres dapat dilakukan dengan berbagai cara (Azhari, 2004), diantaranya:

a. Lakukan sesuatu yang membutuhkan kekuatan fisik dan membantu timbul suatu semangat yang positif.

(42)

c. Keluarkan perasaan secara positif, misal: membicarakan perasaan kepada orang lain yang dapat dipercaya atau melalui tulisan di buku harian.

d. Beri batas waktu untuk bersedih (misal: dengan menangis sepuasnya). e. Musik dan bacaan. Mendengarkan musik-musik yang menjadi

kegemaran atau membaca bacaan ringan yang menggembirakan. f. Meditasi dan berbicara kepada diri sendiri.

g. Mengendalikan kondisi yang menyebabkan stres.

h. Hindari pelampiasan yang negatif seperti agresif, regresif, proyektif dan bentuk pelampiasan lainnya yang dapat merusak diri sendiri dan orang lain.

2.1.9. Pengukuran Stres

Penilaian terhadap stres merupakan perkiraan terhadap berbagai tingkatan stres yang dialami seseorang (Hancock & Szalma, 2008). Penilaian stres ini bisa diukur dengan berbagai skala, diantaranya adalah dengan menggunakan Stresss Indicators Questionnaire dari The Counseling Team International. Stress Indicators Questionnaireini terdiri dari beberapa indikator stres, yaitu indikator fisik (21 item pernyataan), indikator tidur (5 item pernyataan), indikator perilaku (17 item pernyataan), indikator emosi (21 item pernyataan), dan indikator kebiasaan personal (9 item pernyataan).

(43)

yaitu tingkat stres sangat rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi dan tingkat stres bahaya.

2.2. Konsep Gangguan Pencernaan 2.2.1. Gangguan Pencernaan

Berbagai gangguan dapat timbul dalam saluran pencernaan yang berhubungan dengan proses pencernaan, dan penyerapan makanan. Gangguan peristaltik yang dapat mengakibatkan buang air besar terlampau jarang (sembelit) atau terlampau sering (diare) (Tan & Rahadja, 2010). Gangguan pencernaan bisa berupa nyeri abdomen, sulit menelan, refluks asam, nyeri retrostenal, dan lain-lain (Gleadle, 2007). Selain itu, bisa meliputi rasa tidak nyaman sehabis makan, irritable bowel syndrome

(penyakit noninflamasi kronis yang ditandai dengan diare atau konstipasi),

gastritis (radang lambung), diverticular dysbiosis (keadaan flora bakteri lambung yang berubah) dan konstipasi (Vitahealth,2006).

(44)

2.2.2. Gambaran Klinis

Gejala dari gangguan pencernaan sangat beragam, namun terdapat beberapa pola dominan (Davey, 2005), yaitu:

a. Kembung

b. Refleks gastrokolik yang jelas (merasa perlu defekasi segera setelah makan)

c. Identifikasi makanan pemicu: makanan tertentu bisa menyebabkan timbulnya gejala, misalnya produk susu, makanan berlemak atau pedas, dan alkohol

d. Nyeri berkurang bila defekasi e. Kebiasaan buang air besar kacau

Sedangkan menurut Muttaqin & Sari (2011), tanda gejala gangguan sistem pencernaan secara umum antara lain: nyeri, mual, muntah, diare, pembesaran abdomen, kembung dan sendawa, ketidaknyamanan abdomen, gas usus, hematemesis, perubahan pada kebiasaan defekasi, serta karakteristik feses, malaise dan sebagainya.

2.2.3. Faktor Penyebab

International Foundation for Functional Gastrointestinal

(45)

Selain itu, International Foundation for Functional Gastrointestinal Disorders (2009) dan Kumar & Clark (2012) juga mengembangkan patogenesis dari gangguan pencernaan menggunakan konsep biopsikososial (lihat Gambar 2.1.). Gejala-gejala gangguan pencernaan yang muncul merupakan hasil kombinasi dari faktor-faktor yang mungkin melibatkan perubahan motilitas, sensifitas saraf dalam usus yang meningkat dan disregulasi dari interaksi otak-usus. Faktor-faktor ini dapat dipengaruhi oleh pengaruh pikologis dan sosial. Interaksi pada tingkat seluler, jaringan, interpersonal dan tingkat lingkungan dapat mempengaruhi sifat dan keparahan gejala gangguan pencernaan.

Model biopsikososial pada gangguan pencernaan ini pertama kali diperkenalkan oleh George Engel pada tahun 1977. Model biopsikososial adalah sebuah konsep yang memberikan kerangka untuk memahami, mengkategorikan dan mengobati gangguan pencernaan (Drossman & Swantkowski, 2006).

Faktor penyebab lainnya dari gangguan pencernaan adalah pola makan, mikrooganisme (seperti Helicobacter pylori), obat-obatan (seperti aspirin), trauma, faktor lain (seperti radiasi), dan prosedur endoskopi (Williams & Hopper, 2015).

2.2.4. Patofisiologi Gangguan Pencernaan Terkait Stres

(46)

primer yang terlibat dalam reaktivitas stres adalah hipotalamus dan locus ceruleus. Aktivitas hipotalamus oleh stres kemungkinan dimediasi sebagian oleh otak limbik (khususnya amigdala dan hipocampus) dan sebagian oleh locus ceruleus di batang otak. Jalur neural dan neuroendokrin di bawah kontrol hipotalamus akan diaktifkan. Pertama, akan terjadi sekresi sistem saraf simpatis kemudian diikuti oleh sekresi simpatis-adrenal-moduler, dan akhirnya bila stres masih tetap ada, sistem hipotalamus-pituitari akan diaktifkan (Smeltzer, 2001 ;Mertz, 2006).

Respon sistem saraf simpatis bersifat cepat dan singkat kerjanya. Norepinefrin dikeluarkan pada ujung saraf yang berhubungan langsung dengan ujung organ yang dituju, mengakibatkan peningkatan fungsi organ vital dan perangsangan tubuh secara umum. Peningkatan curah jantung dan ventilasi serta pengalihan aliran darah dari bagian yang aktivitasnya ditekan dan mengalami vasokonstriksi, misalnya saluran cerna dan ginjal ke otot rangka dan jantung yang lebih aktif, yang mempersiapkan tubuh melakukan respon lawan atau lari. Secara bersamaan, sistem simpatis mengaktifkan hormon penguat dalam bentuk pengeluaran epinfrin dari medula adrenal untuk melakukan fungsi lain, misalnya mobilisasi simpanan karbohidrat dan lemak (Smeltzer, 2001 ;Sherwood, 2011).

(47)

EC sel, limfosit serta neurotransmitter yang diproduksi, yang semuanya terlibat dalam aktivasi kekebalan mukosa dan selanjutnya berinteraksi dengangut microbiotadangut function(Qin, dkk., 2014).

Stres yang parah atau jangka panjang dapat mengakibatkan perubahan jangka panjang dalam respon stres (plasticity), yang menyebabkan peningkatan sintesis CRF. CRF adalah mediator kunci dari respon pusat stres yang merangang usus secara langsung melalui reseptor CRF-1 dan CRF-2. Reseptor CRF-1 merangsang kontraksi kolon, sedangkan reseptor CRF-2 mengurangi aktivitas usus bagian atas (Bathia & Tandon, 2005;Mertz, 2006).

Enteric Nervous System (ENS) terhubung secara dua arah ke otak membentuk ‘brain-gutaxis’.Secara umum, sumbu ini terdiri dari reseptor, dan serat aferen yang memproyeksikan ke integratif daerah pusat dan serat eferen memproyeksikan ke otot polos dan kelenjar saluran cerna untuk secara langsung mempengaruhi motilitas saluran cerna, sekresi getah pencernaan dan hormon pencernaan. ENS merupakan pleksus saraf instrinsik yaitu dua anyaman utama serat saraf pleksus submukosa dan

pleksus mienterikus yang seluruhnya berada di dalam dinding saluran cerna dan berjalan di sepanjang saluran cerna (Bathia & Tandon, 2005; Sherwood, 2011).

(48)
(49)

2.2.5. Komplikasi

Komplikasi dari gangguan pencernaan diantaranya adalah:

a. Malnutrisi, seseorang dengan gangguan pencernaan mempunyai asupan makanan yang kurang, mengalami stres metabolik, malabsorpsi, dan peningkatan kebutuhan nutrisi, sehingga lebih beresiko mengalami malnutrisi (Alberda dkk., 2006).

b. Usofagitis atau peradangan usofagus, dapat merupakan komplikasi pada hernia heatus usofagus (Pearce, 2009).

c. Ulkus dan Kolitis, sekresi cairan pencernaan yang berlebihan dapat menyebabkan radang dan menghancurkan lapisan bagian dalam lambung. Kolon yang terletak di bagian bawah lambung juga rentan terhadap terjadinya ulkus, yang menyebabkan kolitis (peradangan pada lapisan bagian dalam kolon) (National Safety Council,2004). d. Irritable Bowel Sindrome (IBS),ditandai dengan serangan nyeri atau

nyeri tekan pada daerah perut, kram, diare, mual, konstipasi, dan buang angin yang berulang kali (National Safety Council,2004).

2.2.6. Pengukuran Gejala Gangguan Pencernaan

Instrument penilaian terhadap gejala gangguan pencernaan antara lain menggunakan ROME III Diagnostic Questionnaire dan Metagenics Health Appraisal Questionnaire. ROME III Diagnostic Questionnaire

merupakan penilaian diagnosis gangguan pencernaan yang mana sistem pengklasifikasiannya berdasarkan kelompok gejala. Sedangkan

(50)

screening yang membantu para praktisi kesehatan dalam menentukan

treatmentyang sesuai (Jung, 2011;Health World Limited, 2014).

Prinsip pengklasifikasian kriteria diagnostik ROME III Diagnostic Questionnaire adalah berdasarkan gejala-gejala yang muncul dari gangguan saluran pencernaan. Terdapat dua jenis, yaitu untuk dewasa dan anak/remaja, dalam penelitian ini khusus menggunakan yang untuk anak/ remaja yaituROME III Diagnostic Questionnaire for Pediatric Functional GI Disorders. Pembagiannya terdapat 6 domain, yaitu daerah esofagus (kategori A), saluran cerna (kategori B), usus (kategori C), sindrom nyeri perut fungsional (kategori D), empedu (kategori E), dan anorektal (kategori F).

Setiap kategori berisi beberapa diagnostik gangguan pencernaan, misalnya pada usus (kategori C) termasukIrritable Bowel Sindrome (C1), kembung fungsional (C2), sembelit fungsional (C3) dan seterusnya (Drossman & Dumitrascu, 2006).

Sedangkan Metagenics Health Appraisal Questionnaire

merupakan alat screening berbagai gangguan pada tubuh, salah satunya pada sistem pencernaan. Prinsip pengkategoriannya sama seperti pada

(51)

2.3. Pondok Pesantren 2.3.1. Pengertian

Pondok pesantren pada awal berdirinya mempunyai pengertian yang sederhana, yaitu tempat pendidikan santri-santri untuk menyiapkan para santri sebagai kader dakwah Islamiah, yang menguasai ilmu Agama Islam dan siap menyebarkannya di berbagai lapisan masyarakat (Soeparmanto dkk., 2007). Selain itu, menurut K.H. Imam Zarkasyi, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan islam dengan sistem asrama (boarding school), kyai sebagai sentral figurnya dan masjid sebagai titik pusat yang menjiwai (Suismanto, 2004).

Pesantren sebagai sebuah sistem mempunyai empat unsur penting yang saling terkait, yaitu :Kiai, sebagai pengasuh, pemilik, dan pengendali pesantren.Santri,yaitu murid yang belajar pengetahuan keislaman kepada kiai. Pondok, yaitu sebuah sistem asrama, termasuk di dalamnya masjid, yang disediakan oleh kiai untuk mengakomodasi para santri. Kitab, yang berisi macam-macam mata pelajaran yang diajarkan oleh kiai kepada para santri dan masyarakat (Moesa, 2007).

2.3.2. Kategori Pondok Pesantren

Secara garis besar pondok pesantren terbagi dalam tiga kategori (Soeparmanto dkk., 2007), yaitu:

a. Pondok PesantrenSalafi/Salafiah(Tradisional)

(52)

bersifat tradisional dalam sistem pendidikan maupun perilaku kehidupannya, serta sangat selektif terhadap segala bentuk pembaharuan, termasuk kurikulum pengajarannya.

b. Pondok PesantrenKhalafi/ Khalafiah(Modern)

Pondok Pesantren Khalafi/Khalafiah adalah pondok pesantren yang selain menyelenggarakan kegiatan tersebut di atas, juga menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah atau formal, baik sekolah umum (SD, SMP, SMA, dan SMK) maupun berciri khas Agama Islam (MI, MTs, MA atau MAK). Dalam implementasi proses belajar mengajar, akomodatif terhadap perkembangan modern, metodologi penerapan kurikulum melibatkan perangkat modern, mengajarkan sejumlah keterampilan pengetahuan umum lainnya, termasuk kesehatan.

c. Pondok PesantrenSalafi-Khalafi(Perpaduan Tradisional dan Modern) Pondok Pesantren Salafi-Khalafi merupakan perpaduan pondok pesantren, yang dalam kegiatannya memadukan metodesalafi

dan khalafi, memelihara nilai tradisional yang baik dan akomodatif terhadap perkembangan yang bersifat modern.

2.3.3. Gambaran Umum Di Pondok Pesantren

(53)

yang diharapkan melalui hasil pembinaan bisa tercapai. Terdapat tiga tuntutan yang harus dipenuhi oleh para santri, yaitu: tuntutan akademik, relasi sosial, dan peraturan. (Sulaeman& Joefiani, 2014).

Sebagai pemilik pondok, kiai adalah pemegang kekuasaan tertingggi dalam lingkungan pesantren. Disamping itu kiai juga sebagai pengasuh, pembimbing santri, sebagai penyaring dan asimilator aspek-aspek kebudayaan dari luar yang masuk ke pesantren. Sebagai pimpinan manajer pondok, kiai sangat menentukan kebijakan-kebijakan yang perlu diterapkan pada lembaga yang dipimpinnya. Salah satu wujud dari kebijakan kiai tertuang dalam tata terti pondok (Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan,2007).

Selain tujuan utamanya mengajarkan pendidikan Agama Islam, juga untuk menghasilkan santri yang mandiri, mampu membina diri tanpa menggantungkan ke orang lain. Maka dari itu, selama di pondok pesantren para santri tinggal jauh dari orang tua, dituntut untuk menyelesaikan masalahnya secara mandiri, dan kemandirian dalam belajar maupun melakukan segala hal (Sanusi, 2012).

(54)

2.4. Penelitian Terkait

2.4.1. Penelitiancase control studyyang dilakukan oleh Susanti, Briawan dan Uripi (2011), mengenai faktor risiko dispepsia pada Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), yaitu didasarkan pada kelompok kasus (mahasiswa yang memiliki riwayat gangguan lambung berupa gastritis atau tukak peptik) dan kelompok kontrol (yang tanpa menderita gangguan lambung). Sampel adalah mahasiswa tingkat satu tahun ajaran 2010/2011 di kampus IPB Darmaga yang tinggal di asrama, terdiri dari 60 orang kasus dan 60 orang kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres berhubungan nyata dengan gejala dispepsia, yaitu semakin tinggi tingkat stres akan berhubugan dengan sering munculnya gejala dispepsia (OR= 7.03; CI 95%: 0.87 hingga 56.89).

(55)

2.4.3. Penelitian yang dilakukan Wahyuni dkk. (2012), berupa penelitian observasional analitik dengan rancangan case control study dengan variabel dependen adalah gastritis dan variabel independen adalah waktu makan, asupan kafein, protein dan tingkat stres pada 260 mahasiswa strata 1 FKM Universitas Hasannuddin Makasar. Yang mana hasilnya menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres yang tinggi dengan dengan kejadian gejala gastritis (p=0,025).

(56)

2.5. Kerangka Teori

Kerangka teori ini merupakan modifikasi dari konsep respon fisiologis stres sebagai mekanisme mediasi (Cannon, 1914; Selye, 1956; Everly& Sobelman, 1987 dalam Everly & Lating, 2002).

Bagan 2.2Kerangka Teori (Slye, 1946 dalam Nasir & Muhith, 2011;

Videbeck, 2008; Morrison-Valfre, 2001) berpotensi dan dinilai dapat menciptakanstressor:

1. Kejadian negatif

2. Kejadian yang tidak terkontrol dan tidak terprediksi

3. Kejadian “ambigu

4. Tugas yang melebihi kapasitas (overload)

(Taylor, 1991 dalam Nasir & Muhith, 2011)

Target organ sign/symtomps (Pathological effect)

Dampak stres pada berbagai sistem:

1. Sistem Kardiovaskuler TD (Tekanan Darah) meningkat, mempercepat detak jantung, dll.

2. Sistem Pencernaan  Gangguan pencernaan

3. Sistem ImunPenurunan respon imun 4. Otot dan Tulang Ketegangan otot, kaku

leher, dll.

5. Sistem lain (kulit, pernapasan) Ekzem, urtikaria, hiperventilasi, dll.

(Corwin, 2009 ; Losyk, 2007 ; Jan, 2000 ; Kurniawati & Nursalam, 2007 ; Roizen & Oz,

(57)

38 PENELITIAN 3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep (conseptual framework) adalah model pendahuluan dari sebuah masalah penelitian, dan merupakan refleksi dari hubungan variabel-variabel yang diteliti (Swarjana, 2012). Kerangka konsep penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu satu variabel bebas (independen) dan satu variabel terikat (dependen). Variabel bebas (independen) yang ingin diketahui yaitu tingkat stres, sedangkan variabel terikat (dependen) yang ingin diteliti yaitu gejala gangguan pencernaan. Hubungan antara variabel digambarkan dalam bentuk konstelasi seperti pada gambar berikut:

Bagan 3.1 Konstelasi antar Variabel Bebas dengan Variabel Terikat

Berdasarkan kerangka konsep di atas, ingin mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat stres dengan gejala gangguan pencernaan pada santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Magelang.

3.2. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi ketika variabel-variabel penelitian menjadi bersifat operasional. Definisi dari operasional menjadikan konsep yang masih bersifat abstrak menjadi operasional yang memudahkan pengukuran variabel tersebut (Wasis, 2008).

(58)

Tabel 3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Skala

A. Demografi

(59)

3. Lama

Kuesioner 0 = < 1 tahun.

(60)

C. Variabel Dependen 5. Gejala

Gangguan Pencernaan

Gejala-gejala dari gangguan pencernaan yang dialami oleh responden.

Item-item pernyataan gejala gangguan

pencernaan yang terdiri dari 29 item pernyataan, dengan kategori :

 5 = sangat sering

 4 = sering

 3 = kadang-kadang

 2 = jarang

 1 = tidak pernah

Kuesioner 0 = Berat, jika X > K3. 1 = Sedang, jika K1≤ X ≤

K3.

2 = Ringan, jika X < K1. (Hastono, 2007;Sujarweni, 2014).

(61)

3.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah hasil yang diharapkan atau hasil yang diantisipasi dari sebuah penelitian (Thomas et al., 2010 dalam Swarjana, 2012). Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat, maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

3.3.1. H0 = tidak ada hubungan antara tingkat stres dengan gejala gangguan pencernaan pada santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang.

(62)

43 4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik kuantitatif

correlative study dengan pendekatan cross-sectional study. Penelitian

correlative study adalah penelitian yang menghubungkan variabel yang satu dengan yang lainnya, selanjutnya mengujinya secara statistik (uji hipotesis) yang menghasilkan koefisien korelasi. Cross-sectional study

merupakan desain penelitian yang pengumpulan datanya dalam satu waktu dan fenomena yang diteliti adalah selama satu periode pengumpulan data (Swarjana, 2012).

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah dari bulan Maret sampai April 2015.

4.2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Kabupaten Magelang Jawa Tengah dan alasan peneliti memilih lokasi tersebut antara lain:

(63)

b. Peneliti merupakan alumni pondok pesantren tersebut, yang mana pernah merasakan fenomena tersebut, sehingga tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan tingkat stres dan gejala gangguan pencernaan. Selain itu, dari pihak alumni sangat dianjurkan supaya memberikan kontribusi untuk meningkatkan derajat kesehatan santri. Peneliti merupakan salah satu yang diberi tanggung jawab untuk mengembangkan POSKESTREN (Pos Kesehatan Pesantren) di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang yang baru mulai dirintis pada tahun 2014 dan masih dalam proses pembentukan hingga saat ini, sehingga dari hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai referensi untuk mengembangkan POSKESTREN tersebut dan dapat disampaikan ke pihak pondok sebagai masukan. c. Pondok pesantren tersebut merupakan pondok pesantren yang

ditunjuk oleh Puskesmas setempat sebagai contoh bagaimana pengembangan POSKESTRENnya.

d. Sebagai langkah awal peneliti melakukan pengabdian di pondok.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

(64)

Tabel 4.1 Daftar Jumlah Santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang Tahun Ajaran 2014-2015

No. Tingkatan Pendidikan Jumlah Santriwati

1. Tingkat I/ Kelas I MTs 102 Orang

2. Tingkat II/ Kelas II MTs 67 Orang

3. Tingkat III/ Kelas III MTs 40 Orang

4. Tingkat IV/ Kelas I MA 64 Orang

5. Tingkat V/ Kelas II MA 46 Orang

6. Tingkat VI/ Kelas III MA 37 Orang

Jumlah 356 Orang

Sumber:Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel secara harfiah adalah contoh, yang dalam penelitian diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi obyek penelitian (Imron & Munif, 2010). Penelitian ini menggunakan propotionate stratified random sampling dikarenakan anggota populasi terdiri dari 6 tingkatan pendidikan. Propotionate stratified random sampling adalah suatu cara pengambilan sampel yang digunakan bila anggota populasinya tidak homogen yang terdiri atas kelompok yang homogen atau berstrata secara proporsional dan pengambilan sampel pada setiap strata dengan proporsi yang sama (Hidayat, 2008).

(65)

dari studi karena berbagai sebab, misalnya terdapat keadaan atau penyakit yang menganggu pengukuran maupun interpretasi hasil (Nursalam, 2008).

Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah:

a. Santriwati yang mukim di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang.

b. Santriwati yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian.

c. Santriwati pada tingkat pendidikan I sampai VI di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang.

Kriteria eksklusi yang ditetapkan adalah: a. Santriwati yang sedang pulang kampung.

b. Santriwati Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II Payaman Magelang yang menjadi responden uji validitas.

Cara menentukan besar sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan cara yang apabila jumlah populasi sudah diketahui, yaitu cara dari Surakhmad (1994) dalam Imron & Munif (2010), apabila jumlah populasi sebanyak kurang lebih dari 100, maka pengambilan sampel sekurang-kurangnya 50% dari ukuran populasi. Apabila ukuran sama dengan atau lebih 1000, ukuran sampel diharapkan sekurang-kurangnya 15% dari ukuran populasi. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Rumus:

(66)

Keterangan:

S : jumlah sampel yang diambil N : jumlah anggota populasi

Perhitungan:

Dalam penelitian ini diketahui jumlah anggota populasi sebanyak 356 orang, sehingga perhitungannya:

= 15% + 1000

1000 100 (50% 15%)

= 15% +1000 356

1000 100(50% 15%) = 15% + 644

900(35%)

= 15% + 0,716 (35%) = 15% + 25,06% = 40,06%

Jadi jumlah sampel yang ditarik adalah 40,06% × 356 = 142,61 = 143 orang, akan tetapi untuk mengantipasi responden yang drop out atau kesalahan dalam pengambilan data, maka peneliti menambah cadangan sampel sebesar 10% dari jumlah sampel yang ada, yaitu 10% × 143 = 14,3 = 14 orang. Sehingga total keseluruhan sampel yang digunakan dalam penelitian ini ada sebanyak 143 + 14 = 157 orang.

Kemudian, untuk menentukan sampel sesuai strata maka menggunakan rumus dibawah ini (Imron & Munif, 2010) :

Rumus:

= .

Keterangan:

(67)

Perhitungan:

Tabel 4.2Perhitungan Sampel Berdasarkan Strata/Tingkatan

Tingkatan Pendidikan Perhitungan Hasil sampel per strata Tingkat I/ Kelas I MTs . 157 =44,98 45 Orang Tingkat II/ Kelas II MTs 67

356. 157 = 29,55 30 Orang

Tingkat III/ Kelas III MTs

40

356. 157 = 17,64 18 Orang

Tingkat IV/ Kelas I MA 64

356. 157 = 28,22 28 Orang

Tingkat V/ Kelas II MA 46

356. 157 = 20,29 20 Orang

Cara pengambilan sampel menggunakan tabel bilangan random sampling, dengan cara sebagai berikut:

a. Tentukan besar populasi.

b. Buat daftar unit sampling (sampling frame).

c. Semua sampling unit diberi nomor urut agar muda mencocokkan. d. Pengambilan sampel pertama, tentukan sembarang angka yang

terdapat pada tabel bilangan random kemudian ambil kolom sebelahnya yang sesuai dengan banyaknya digit populasi.

e. Bila diperoleh angka yang lebih besar dari populasi maka angka tersebut tidak digunakan. Demikian pula bila memperoleh dua angka yang sama maka satu agka tidak dipergunakan.

(68)

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Jenis Data

Data berasal dari datum yang diartikan sebagai materi atau kumpulan fakta yang digunakan untuk keperluan suatu analisa, diskusi, persentasi ilmiah ataupun tes statistik (Imron & Munif, 2010). Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan langsung dari responden melalui pengisian kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II, berupa jumlah santriwati, pembagian tingkatan pendidikan dan informasi lainnya terkait pondok pesantren.

4.4.2. Instrumen Penelitian

Akuratnya data yang dikumpulkan dalam penelitian sangat mempengaruhi hasil penelitian, maka dari itu diperlukan alat pengumpulan data yang disebut instrument penelitian (Swarjana, 2012). Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah alat ukur berbentuk daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis sebagai panduan pengumpulan data yang sesuai dengan tujuan penelitian (Budiharto, 2008). Kuesioner yang digunakan merupakan jenis kuesioner tertutup yaitu terdiri atas pertanyaan atau pernyataan dengan sejumlah jawaban tertentu sebagai pilihan (Nasution, 2009).

(69)

a. Kuesioner I, kuesioner tentang data demografi yang berisi tentang inisial responden, usia, tingkat pendidikan dan lama mukim dengan rincian:

1) Inisial responden, untuk menjaga kerahasian identitas responden maka bagian ini tidak diisi dengan nama lengkap responden tetapi cukup dengan menuliskan inisial.

2) Usia, dalam penelitian ini usia responden dibagi menjadi 2 kategori, yaitu 0 = Remaja awal (12-15 tahun) dan 1 = Remaja akhir (16-19 tahun), yang mana berdasarkan penelitian Seiffge-Krenke dkk. (2009) menunjukkan bahwa tingkat stres meningkat pada masa remaja awal dan menurun pada masa remaja akhir. 3) Tingkat pendidikan, dalam penelitian ini adalah berdasarkan

tingkat pendidikan yang ada di Pondok Pesantren Sirojul Mukhlasin II dan dikategorikan menjadi 2 kategori berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam pasal 24 bagian jenjang pendidikan, yaitu 0 = Pendidikan diniyah fomal wustha ( I, II, dan III MTs) dan 1 = Pendidikan diniyah formal ulya ( I, II, dan III MA) (Kemenag, 2014).

(70)

mukim < 1 tahun, yang mana berdasarkan penelitian Nurhadi (2013) bahwa lama mukim < 1 tahun menunjukkan penyesuaian diri buruk, berbeda dengan penelitian Zakiyah dkk. (2010) yang menunjukkan bahwa siswa yang tinggal di asrama < 1 tahun telah memiliki kemampuan penyesuain diri yang baik, 1 = jika lama mukim 1 tahun hingga < 3 tahun, yang mana berdasarkan penelitian Wonombong (2005) menunjukkan bahwa para siswa yang tinggal di asrama memasuki tahun pertama ( lama mukim < 1 tahun) yang mengalami kesulitan penyesuaian diri tinggi tidak lebih banyak daripada para siswa yang tinggal di asrama memasuki tahun ketiga (lama mukim < 3 tahun), dan 2 = jika lama mukim≥ 3 tahun.

b. Kuesioner II, kuesioner terkait tingkat stres yang terdiri dari 34 item pernyataan. Kuesioner ini adalah kuesioner stres yang diadopsi dari kuesioner yang telah dibuat untuk mengukur tigkat stres santri pada penelitian sebelumnya di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Kebon Jeruk Jakarta Barat.

c. Kuesioner III, kuesioner terkait gejala gangguan pencernaan yang terdiri dari 29 item pernyataan. Kuesioner ini adalah kuesioner gejala gangguan pencernaan yang dimodifikasi dari ROME III Diagnostic Questionnaire dan Metagnics Health Appraisal Questionnaire dari

Health World Limited(2014).

Gambar

Gambaran Klinis ............................................................................
Gambaran Lokasi Penelitian..................................................................
Tabel 5.11 Hasil Uji Mann-Whitney Tingkat Stres Responden Santriwati Usia
gambaran demografi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Praktikum kali ini bertujuan untuk menetepakan kualitas semen dengan pemeriksaan makroskopis meliputi warna, bau, pH, dan viskositas sedangkan untuk menetapkan

Berdasarkan data yang terkumpul, dapat dikatakan bahwa semua responden mendukung diperlukan suatu perbaikan sistem tata kelola lembaga pendidikan Katolik. Lebih lanjut,

PROGRAM- PROGRAM INI DITUJUKAN UNTUK MENGHASILKAN MASYARAKAT YANG MANDIRI DALAM MENINGKATKAN STANDAR KEHIDUPAN MEREKA DENGAN MEMANFAATKAN POTENSI EKONOMI YANG ADA...

Pengembangan dilakukan bertujuan memberikan nilai-nilai yang positif bagi masyarakat dari yang tidak baik menuju ke arah yang lebih baik. Mengetahui alasan masyarakat membuka

TampilandarikekuatandBm di antenna alumunium foil single.. Gambar 4.2.2dBm model alumunium foil bertingkat. TampilandarikekuatandBm di antenna alumunium foil bertingkat.

usaha yang dilakukan oleh setiap hakim itu sendiri, sementara usaha eksternal dimaksudkan adalah usaha di luar diri hakim yang dilakukan oleh institusi terkait

a) Prefix {in-} has the meaning to indicate negation from noun. b) Suffix {-er} has the meaning to indicate noun category of verb. d) Suffix {-ness} has the meaning to

coping behavior to analyze Frank William Abagnale as the major character. in coping his problems in Catch Me If