• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SELF-EFFICACY SISWA MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI SMP NEGERI 5 MEDAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SELF-EFFICACY SISWA MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI SMP NEGERI 5 MEDAN."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA

MELALUI PENDEKATAN REALISTIK

DI SMP NEGERI 5 MEDAN

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH

ALI RACHMAD HASIBUAN

(814172003)

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

Ali Rachmad Hasibuan. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self-Efficacy siswa melalui Pendekatan Realistik di Smp Negeri 5 Medan. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Kata Kunci: Pendekatan Realistik, Pemecahan Masalah Matematis, dan Self-Efficacy

(7)

ii ABSTRACT

Ali Rachmad Hasibuan. Improving on Students’ Problem Solving Skills and Self-Efficacy Taught with Realistic Approach In SMP Negeri 5 Medan . A Thesis: Medan: Postgraduate Program, State University of Medan, 2016.

Keywords: Realistic Approach , Mathematical Problem Solving and Self-Efficacy

(8)

iii

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا ها مسب

Alhamdulillah, puji syukur ke-hadirat Allah SWT atas Rahmat dan

Karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “Peningkatan KemampuanPemecahan Masalah Matematis Dan Self-Efficacy Siswa Melalui Pendekatan Realistik Di Smp Negeri 5 Medan”. Shalawat beserta salam penulis

sanjungkan kepada hadirat Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa pencerahan dan tauladan kepada ummatnya.

Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).

Penelitiaan ini merupakan studi eksperimen yang melibatkan pelajaran matematika dengan Pendekatan Realistik. Dalam proses penyusunan tesis banyak hal yang telah dilalui, diantaranya menghadapi kendala dan keterbatasan serta

bimbingan/arahan yang terwujud dalam motivasi berbagai pihak, sehingga keterbatasan dan kekurangan dapat teratasi dengan baik. Sejak mulai persiapan

sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua

pihak yang telah membantu penulis dengan keikhlasan dan ketulusan baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya tesis ini. Semoga Allah Swt

(9)

iv

1. Ayahanda selaku tauladan serta pemotivasi H. Muhammad Hasibuan, S.P dan Ibunda tercinta yang selalu memotivasi dan perhatian yang begitu besar Hj. Usna Harahap tiap hari yang telah memberikan rasa kasih sayang,

perhatian dan dukungan moril maupun materi sejak sebelum kuliah, dalam perkuliahaan hingga menyelesaikan pendidikan ini, Beserta saudara ku Indra

Syahrozi Hasibuan, S.E , Rizki Hamdani Hasibuan, dan Asrul Ependi Hasibuan.

2. Ribuan terimakasih kepada Bapak Prof.Dr.Hasratuddin, M.Pd selaku dosen

pembimbing I dan Dr. E.Elvis Napitupulu,M.S., selaku dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan serta motivasi yang kuat

dalam penyusunan tesis ini kepada penulis.

3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Mulyono, M.Pd selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana

UNIMED yang senantiasa memberikan dorongan kepada kami selama mengikuti perkuliahan dan memberikan saran dan kritik yang membangun untuk menjadikan Tesis ini menjadi lebih baik, serta Bapak Dapot Tua

Manullang, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika.

4. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd, Bapak Dr. KMS.Amin Fauzi, M.Pd

dan Dr. Edy Surya, M.Si. selaku Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

5. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED

(10)

v

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang bermakna kepada penulis selama menjalani pendidikan.

7. Bapak Syahbilal, S.Pd , selaku kepala Sekolah SMP Negeri 5 Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian

lapangan.

8. Rekan-rekan saya di kelas Dikmat B2 serta sahabat seperjuangan angkatan XXIII Prodi Matematika yang telah memberikan dorongan, semangat serta

bantuan lainnya kepada penulis.

Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada

penulis. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan, khususnya pendidikan matematika. Untuk itu, penulis masih mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, 2016

Penulis,

(11)

vi A. Masalah dalam Matematika ... 25

B. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 27

1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah ... 28

2. Langkah-langkah kemampuan pemecahan masalah ... 32

C. Keyakinan Diri (Self-Efficacy) ... 37

1. Faktor-faktor mempengaruhi (Self-Efficacy) ... 43

2. Dimensi (Self-Efficacy) ... 46

3. Klasifikasi (Self-Efficacy) ... 47

D. Pendekatan Pembelajaran Matematika... 51

E. Pendekatan Matematika Realistik ... 55

1. Prinsip Pendidikan Matematika Realistik ... 59

2. Karakteristik Pendidikan Matematika Realistik ... 62

3. Kelebihan dan Kerumitan Penerapan PMR ... 64

4. Teori Dasar yang Melandasi Pendidikan Matematika Realistik ... 68

F. Pembelajaran Biasa ... 72

G. Penelitian yang Relevan ... 75

H. Kerangka Konseptual ... 76

(12)

vii BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian ... 82

B. Populasi, Sampel dan Teknik Penyuplikan ... 82

C. Desain Penelitian ... 83

D. Defenisi Operasional ... 85

E. Instrumen dan pengembangan Penelitian ... 86

a. Tes Kemampuan Awal ... 86

b. Instrumen Kemampuan Pemecahan Masalah ... 89

c. Skala Self-Efficacy ... 90

d. Tahap Analisis Data ... 106

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 115

a. Hasil Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa ... 115

b. Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 119

1 Hasil Pretest Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... .. 119

2 Hasil Posttest Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa………. 122

1 HasilPretest Self-EfficacySiswa……… 140

2 HasilProstest Self-EfficacySiswa……… 148

3 Analisis Hasil N-Gain Self-Efficacy………….. 156

4 Analisis Statistik ANAVA Dua Jalur ... 159

5 Uji Hipotesis ... 169

(13)

viii

C. Pembahasan Hasil Penelitian ...` 175

a. Faktor Pembelajaran ...` 175

b. Bahan Ajar ...` 175

c. Peneliti ...` 175

d. Peran Aktif Siswa ...` 177

e. Interaksi Siswa ...` 178

D. Keterbatasan Penelitian ...` 178

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 181

B. Implikasi ... 181

C. Saran ... 182

(14)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. : Pendekatan Pembelajaran dalm Matematika 54

Tabel 3.1. : Rancangan Penelitian 83

Tabel 3.2. : Tabel Weiner 84

Tabel 3.3. : Rangkuman Perhitungan Kemampuan Pemecahan Masalah 84

Tabel 3.4. : Rangkuman Perhitungan Self-Efficacy 84

Tabel 3.5. : Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Awal 87

Tabel 3.6. : Kriteria Pengelompokan KAM 88

Tabel 3.7. : Pedoman Penskoran kemampuanPemecahan Masalah 89

Tabel 3.8. : Kisi-kisi instrument Self-efficacy 90

Tabel 3.9. : Skor Alternatif Self-Efficacy 91

Tabel 3.10. : Nama Validator 92

Tabel 3.11. : Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran 93 Tabel 3.12. : Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi rxy 96

Tabel 3.13. : Interpretasi Nilai Daya Beda 97

Tabel 3.14. : Interpretasi Indeks Kesukaran 98

Tabel 3.15. : Hasil Uji Coba tes KAM 98

Tabel 3.16. : Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah 99

Tabel 3.17. : Hasil Validasi Self-Efficacy 100

Tabel 3.18. : Hasil Validasi Self-Efficacy 100

Tabel 3.19. : Kriteria Skor Gain 108

Tabel 3.20. : Tabel Anava Dua Jalur 111

Tabel 3.21. : Keterkaitan Masalah Hipotesis dan uji Statisitik 111

Tabel 4.1. : Deskripsi KAM 116

Tabel 4.2. : Hasil Uji Normalitas KAM 117

Tabel 4.3. : Uji Homogenitas 118

Tabel 4.4. : Sebaran Sampel 119

Tabel 4.5. : Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas

Eksperimen 120

Tabel 4.6. : Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas

Kontrol 121

Tabel 4.7. : Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis 122 Tabel 4.8. : Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas

Eksperimen 123

Tabel 4.9. : Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas

Komtrol 124

Tabel 4.10. : Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis 125 Tabel 4.11. : Deskripsi Data N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis kategori KAM 127

Tabel 4.12. : Deskripsi Data Untuk Indikator ke-1 129

Tabel 4.13. : Deskripsi Data Untuk Indikator ke-2 129

(15)

x

Tabel 4.15. : Deskripsi Data Untuk Indikator ke-4 130

Tabel 4.16. : Hasil Uji Normalitas Pretes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis 132

Tabel 4.17. : Hasil Uji Normalitas Postes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis 133

Tabel 4.18. : Hasil Uji NormalitasN-Gain Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis 133

Tabel 4.19. : Hasil Uji Homogenitas Pretes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis 134

Tabel 4.20. : Hasil Uji Homogenitas Postes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis 135

Tabel 4.21. : Hasil Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis 135

Tabel 4.22. : Uji-t Kemampuan Pemecehan Masalah Matematiss 137

Tabel 4.23. : Hasil Uji ANAVA Dua Jalur 139

Tabel 4.24. : Persentase Penghakiman Dari Kemampuan Pribadi 141 Tabel 4.25. : Persentase Menganut Penguasaan dan Keterampilan 142

Tabel 4.26. : Persentase Disiplin Diri 143

Tabel 4.27. : Persentasi Pencapai Prestasi 144

Tabel 4.28. : Persentase Usaha dan Motivasi 145

Tabel 4.29. : Persentase Pemikiran 146

Tabel 4.30. : Persentase Menghasilkan Prestasi 147

Tabel 4.31. : Hasil Pretes Self-Efficacy Matematis 148 Tabel 4.32. : Persentase Penghakiman Dari Kemampuan Pribadi 149 Tabel 4.33. : Persentase Menganut Penguasaan dan Keterampilan 150

Tabel 4.34. : Persentase Disiplin Diri 151

Tabel 4.35. : Persentasi Pencapai Prestasi 152

Tabel 4.36. : Persentase Usaha dan Motivasi 153

Tabel 4.37. : Persentase Hasil Pemikiran 154

Tabel 4.38. : Persentase Menghasilkan Prestasi 155

Tabel 4.39. : Hasil Postes Self-Efficacy Matematis 156 Tabel 4.40. : Deskripsi data N-Gain Self-Efficacy Kedua Kelompok

Pembelajaran untuk Kategori KAM 157

Tabel 4.41. : Deskripsi Data Untuk Indikator ke-1 159

Tabel 4.42. : Deskripsi Data Untuk Indikator ke-2 159

Tabel 4.43. : Deskripsi Data Untuk Indikator ke-3 160

Tabel 4.44. : Deskripsi Data Untuk Indikator ke-4 160

Tabel 4.45. : Deskripsi Data Untuk Indikator ke-5 160

Tabel 4.46. : Deskripsi Data Untuk Indikator ke-6 161

Tabel 4.47. : Deskripsi Data Untuk Indikator ke-7 161

(16)

xi

Tabel 4.50. : Hasil Uji Homogenitas Ptretes Self-Efficacy 165 Tabel 4.51. : Hasil Uji Normalitas Postes Self-Efficacy 166 Tabel 4.52. : Hasil Uji Normalitas N-gain Self-Efficacy 166

Tabel 4.53. : Hasil Uji-t Self-Efficacy 168

Tabel 4.54. : Hasil Uji ANAVA Dua Jalur 169

(17)

xii

Gambar 2.1. : Matematisasi Konseptual 58

Gambar 2.2 : Matematisasi Horizontal dan Vertikal 62

Gambar 3.1. : Prosedur penelitian dilaksanakan dengan PMR dan

Konvensional 102

Gambar 4.1. : Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

eksperimaen 120

Gambar 4.2. : Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

control 121

Gambar 4.3. : Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Eksperimen 124

Gambar 4.4. : Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Kontrol 125

Gambar 4.5. : Peningkatan N-Gain Kemmampuan Pemecahan Masalah

Matematis 128

Gambar 4.6. : Peningkatan Kemmampuan Pemecahan Masalah

Matematis Untuk Setiap Indikator 131

Gambar 4.7. : Interaksi Antara Pembelajaran dan KAM terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa 140 Gambar 4.8. : Peningkatan N-Gain Self-Efficacy Berdasarkan Kategori

KAM 158

Gambar 4.9. : Peningkatan Self-Efficacy Untuk Setiap Indikator 162 Gambar 4.10. : Interaksi Antara Pembelajaran dan KAM terhadap

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan

penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya. Mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik ini adalah kunci penting dari diselenggarakannya sebuah proses pendidikan yang menjadi bermanfaat tersebut dirumuskan dalam indikator strategis, seperti

beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lebih lanjut, dalam

kurkilum 2013, tujuan tersebut dijabarkankan dalam kompetensi-kompetensi yang disebut sebagai kompetensi inti.

Tujuan tersebut dapat dicapai dengan pendidikan dan pembelajaran, baik

formal maupun nonformal yang efektif dan efisien. Salah satu pendidikan yang dapat dilakukan adalah pendidikan di sekolah mulai SD/MI, SMP/MTs dan

(19)

2

Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik dalam aspek terapan maupun aspek penalaran, mempunyai peranan yang penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Indikasi pentingnya matematika dapat dilihat dari

pembelajaran matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan di setiap jenjang pendidikan. Matematika yang diajarkan pada jenjang pendidikan

dasar (SD dan SMP) dan pendidikan menengah (SMU dan SMK) dikenal sebagai matematika sekolah (School Mathematics). Matematika sekolah adalah bagian-bagian matematika yang dipilih atas dasar makna kependidikan yaitu untuk

mengembangkan kemampuan dan kepribadian siswa serta tuntunan perkembangan yang nyata dari lingkungan hidup yang senantiasa berkembang

seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi.

Adapun tujuan mata pelajaran matematika pada pendidikan dasar dan menengah berdasarkan Kurikulum 2006, yaitu sebagai berikut:

(1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada

pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan

matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan

dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika

(20)

3

dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006:148).

Tujuan pendidikan matematika memberi tekanan pada penerapan

matematika serta kemampuan memecahkan masalah, proses pembelajaran ini penting, karena selain para siswa mencoba memecahkan masalah-masalah,

mereka juga termotivasi untuk bekerja keras dan memungkinkan siswa menjadi lebih analitis mengambil keputusan dalam kehidupan, dengan kata lain, bila siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah maka mereka akan mampu mengambil

keputusan sebab siswa telah memliki keterampilan tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi dan menyadari

betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya.

Namun kenyataannya seperti dikemukakan oleh Abdurrahman (2010:251) bahwa banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang

paling sulit. Ini sangat terlihat jelas siswa menganggap matematika pelajaran yang sulit, padahal matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan kita terampil berpikir rasional.

Keadaan ini memberikan gambaran bahwa masih rendahnya kemampuan matematika siswa karena persepsi terhadap matematika yang berakibat rendahnya

prestasi siswa dalam pembelajaran matematika.

Kenyataannya sampai saat ini matematika masih menjadi masalah bagi sebagian siswa. Hal ini memberikan kesan bahwa kualitas pendidikan matematika

yang ada masih jauh dari harapan. Fakta menyatakan berdasarkan kajian Programme for International Student Asssessment (PISA) 2003, Sutarto Hadi

(21)

4

keberaksaraan matematika di bawah level 1, yaitu hanya mampu menyelesaikan satu langkah soal matematika (pada situasi ini siswa bahkan tidak dapat menggunakan prosedur, rumus, dan algoritma sederhana untuk menyelesaikan

soal matematika). Sebanyak 27,6% berada pada level 1, yaitu dapat menggunakan Prosedur, Rumus, Dan Alagoritma Dasar, serta mampu melakukan penafsiran

yang bersifat aksara dan penalaran yang bersifat langsung. Sebanyak 14,8% berada pada level 2, yaitu mampu menerapkan pemecahan masalah sederhana, menafsirkan dan menyampaikannya. Sebanyak 5,5% berada pada level 3, yaitu

siswa dapat menyelesaikan persoalan secara efektif untuk situasi konkret dan dapat menyampaikan penjelasan dan argumentasi dengan baik. Hanya 1,4%

berada pada level selanjutnya.

Beberapa ahli pendidik matematika seperti Russefendi (1984) mensinyalir kelemahan matematika pada siswa Indonesia karena pelajaran matematika di

sekolah ditakuti bahkan dibenci siswa. Hal tersebut terjadi karena siswa menganggap matematika merupakan pelajaran yang sangat sulit sehingga menimbulkan kebencian pada matematika. Menurut Soejono (1984) bahwa

kesulitan belajar siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal seperti fisiologi, faktor sosial dan faktor pedagogik.

Seperti halnya situasi kelas yang merupakan lingkungan pendukung lancarnya proses belajar mengajar.

Rendahnya hasil belajar matematika terlihat ketika peneliti mengobservasi

tempat penelitian yang menunjukkan proses pembelajaran yang terjadi masih berpusat pada guru (teacher–centered). Selain itu rendahnya hasil belajar

(22)

5

dengan aktivitas siswa yang kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran matematika. Pada tahap pengembangan kegiatan inti pembelajaran, ketika penyajian konsep dan demonstrasi keterampilan matematis melalui pembahasan

contoh soal, hanya segelintir siswa saja yang dapat diajak berkomunikasi, dalam arti dapat menjawab pertanyaan atau mengajukan pertanyaan. Sebagian besar

siswa takut mengemukakan pendapat atau gagasan di hadapan guru, padahal guru sudah membuka kesempatan untuk bertanya, menjawab atau memberi tanggapan atas penjelasan yang sudah disampaikan. Dengan kata lain, Antara guru dan siswa

seolah-olah terdapat hambatan psikologis yang menghalangi siswa untuk belajar secara aktif. Selanjutnya pada tahap penerapan, ketika tiba saatnya untuk

menggunakan konsep, aturan dan rumus dalam menyelesaikan soal, banyak siswa yang hanya menyontek pekerjaan temannya tanpa mau berpikir sedikitpun atau menanyakan bagaimana proses memperoleh jawaban penyelesaian soal.

Rendahnya hasil belajar siswa salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan

pemecahan masalah. Berdasarkan teori belajar yang dikemukakan oleh Gagne (dalam

Suherman,2003:89) bahwa keterampilan intelektual tertinggi. Banyak negara yang

telah menempatkan pemecahan masalah sebagai ruh pembelajaran matematika.

Kemampuan pemecahan masalah matematik sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Oleh karenanya, guru matematika berkewajiban membekali siswa dengan

kemampuan memecahkan masalah. Sejalan dengan hal tersebut, kemampuan

pemecahan masalah matematik sebagai kemampuan yang dituju pada hampir setiap

Standar Kompetensi di semua tingkat satuan pendidikan (SD, SMP, dan SMA).

Implikasi dari hal itu, selama belajar matematika semestinya siswa dilatih untuk

(23)

6

Bitter dan capper (dalam Suherman,2003: 90) menunjukkan bahwa pengajaran matematika harus digunakan untuk memperkaya, memperdalam, memperluas kemampuan siswa dalam pemecahan masalah. Kemampuan

pemecahan masalah matematis penting dimiliki oleh siswa, sesuai dengan hasil penelitian capper (dalam Suherman,2003: 90) menunjukkan bahwa pengalaman

siswa perkembangan kognitif, serta minat (keterkaitannya) terhadap matematika merupakan faktor-faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dalam pemecahan masalah.

Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National Counsil of Teacher of Mathematics (NCTM) (dalam Fakhruddin,

2010) yaitu (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication), (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning). (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem soving), (4) belajar untuk mengaitkan ide

(mathematical conections), (5) pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics).

Pembelajaran matematika harus tertuju pada kemampuan pemecahan

masalah, agar kemampuan bermatematika siswa dicapai secara optimal. Sehingga pembelajaran matematika itu tidak hanya sekedar mentransfer pengetahuan

kepada siswa, tetapi juga membantu siswa untuk membentuk pengetahuan mereka sendiri serta memberdayakan siswa untuk mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

Pemecahan masalah sangatlah penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang dikemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika,

(24)

7

serta dikehidupan sehari-hari. Siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan

ini,aspek-aspek kemampuan matematika seperti penefrapan aturan pada masalah tidak rutin, pememuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematik dan

lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah dalam diri seorang siswa harus terus dilatih dan ditingkatkan sehingga siswa tersebut mampu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.

Polya (dalam Suherman,2003:91) mengemukakan bahwa solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian yaitu, memahami

masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Oleh karena itu pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang tinggi,

serta siswa didorong dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berinisiatif dan berfikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya.

Branca dalam (Sugandi) mengemukakan bahwa ada tiga aspek dasar pentingnya kemampuan pemecahan masalah yaitu sebagai berikut : 1)

kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika, 2) penyelesaiann masalah meliputi metode, prosedur, strategi dalam pemecahan masalah merupakan proses

(25)

8

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah perlu ditingkatkan di dalam pembelajaran matematika. Kemampuan pemecahan masalah bagi seseorang siswa akan membantu keberhasilan siswa tersebut dalam

kehidupan sehari-hari. Penerapan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran penting, karena selain para siswa mencoba menjawab pertanyaan atau

memecahkan masalah, mereka juga termotivasi untuk bekerja keras.

Namun berdasarkan fakta di lapangan, lemahnya kemampuan pemecahan masalah siswa tidak lepas dari kurangnya kesempatan dan tidak di biasakan siswa

dilakukan pemecahan masalah. Proses pembelajaran juga cenderung dilakukan oleh guru, guru menyampaikan pelajaran dengan menggunakan metode ceramah

sementara para siswa mencatatnya pada buku catatan, tanya jawab dan penugasan akibatnya siswa hanya mendengar, memperhatikan penjelasan guru dan menyelesaikan tugas sehingga kurang terjadi interaksi antar sesama siswa dan

guru.

Kemampuan pemecahan masalah matematika perlu mendapat perhatian karena merupakan kemampuan yang di perlukan dalam belajar.kemampuan

pemecahan masalah metematika dapat mendorong siswa dalam belajar bermakna dan belajar kebersamaan, selain itu dapat membantu siswa dalam menghadapi

permasalahan keseharian secara umum. Hasil observasi awal yang dilakukan peneliti di SMP Negeri 5 Medan menunjukkan kemampuan pemecahan masalah masih rendah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah tersebut dapat di lihat

(26)

9

Gambar 1.1 Soal Cerita

Doni dan Randi merencanakan untuk pergi ke toko buku hari ini. Mereka

ingin membeli komik bacaan kesukaan mereka. Harga komik naruto punya Doni Rp.8.000 lebih mahal dari komik dragonball Randi. Jumlah harga komik mereka

Rp.40.000. Doni mempunyai uang Rp.120.000. Berapakah harga komik naruto dan dragonball yang dibeli oleh Doni dan Randi ?

Pada tes diatas salah satu jawaban siswa yang di pilih secara acak adalah sebagai berikut :

Gambar 1.2 Jawaban Siswa

(27)

10

serta proses perhitungan atau strategi penyelesain dari jawaban yang dibuat siswa tidak benar juga siswa tidak memeriksa kembali jawabannya.

Soal tersebut diujikan kepada 40 orang siswa, 8 siswa menuliskan apa

yang diketahui dan ditanyakan, sudah bisa merencanakan masalah, melakukan perhitungan dengan benar, memeriksa kembali jawaban yang ada. Ini

menunjukkan banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk memahami maksud soal tersebut, merumuskan apa yang diketahui dari soal tersebut, merencanakan penyelesaian masalah sehingga siswa menjadi tidak terarah

atau strategi penyelesaian dari jawaban yang dibuat siswa tidak benar atau siswa tidak memeriksa kembali jawabannya.

Ketidakmampuan siswa menyelesaikan masalah seperti diatas dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, karena itu kemampuan pemecahan masalah dalam matematika perlu dilatih dan dibiasakan

kepada siswa. Kemampuan ini diperlukan siswa sebagai bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang di temukan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih lanjut, Sumarmo (2002 : 28) menjelaskan bahwa pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dan tujuan yang harus di

capai. Sebagai pendekatan, pemecahan masalah digunakan untuk menemukan dan memahami materi atau konsep mateatika. Sedangkan sebagai tujuan, diharapkan agar siswa dapat mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan serta

kecukupan unsure yang di perlukan, merumuskan masalah dari situasi sehari-hari dalam matematika, menerapkan stategi untuk menyelesaikan berbagai masalah

(28)

11

mengintepretasikan hasil sesuai permasalahan asal, menyusul model matematika dan menyelesaikannya untuk masalah nyata dan menggunakan matematika secara bermakna (Meaningful). Sebagai implikasinya maka kemampuan pemecahan

masalah hendaknya dimiliki oleh semua anak yang belajar matematika.

Penelitian lain yang dilakukan Atun (2006) mengatakan perolehan nilai

untuk kemampuan pemecahan masalah matematika pada kelas kontrol mencapai rata-rata 25,84 atau 33,56% dari skor ideal, begitu juga hasil penelitian Agustina (2011) mengungkapkan bahwa perolehan nilai untuk kemampuan pemecahan

belajar dari 32 siswa hanya 18 siswa saja yang tuntas belajar atau 56,25% dari jumlah siswa. Karena itu kemampuan pemecahan masalah dalam matematika

perlu dilatih dan dibiasakan kepada siswa. Kemampuan ini diperlukan siswa sebagai bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Selain kemampuan yang berkaitan dengan pemecahan masalah matematis, juga perlu dikembangkan sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam

mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah. Hal ini merupakan salah satu fokus dari peneliti agar meningkatkan

Self-Efficacy belajar matematika siswa.

Abdurrahman (2010:6) menyatakan kesulitan khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup

pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Ganguan tersebuat mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir,

(29)

12

dipengaruhi jelas karena rendahmya Self-Efficacy siswa. Selain itu, apabila self-efficacy siswa yang dimiliki siswa rendah akan dikhawatirkan siswa tidak mampu mengaktualisasikan dirinya dengan baik karena cenderung tidak memiliki

kepercayaan diri terhadap kemampuan yang dimilikinya (Sadewi 2012:7)

Self-Efficacy merupakan suatu keyakinan yang harus dimiliki siswa agar

berhasil dalam proses pembelajaran. Self-Efficacy adalah sebuah keyakinan tentang probabilitas bahwa seseorang dapat melaksanakan dengan sukses beberapa tindakan atau masa depan dan mencapai beberapa hasil. Kemampuan

Self-Efficacy yang lemah disebabkan karena seseorang sering menghindari suatu

masalah yang bersifat menantang. Kemudian cenderung ragu apakah mungkin

untuk menemukan solusi dari masalah yang ia alami sehingga lebih dari 50% dan terkadang hingga 80% para siswa dan mahasiswa dilaporkan pernah menyontek.

Bandura (1989 : 175) mendefenisikan Self-Efficacy sebagai pertimbangan

seseorang tentang kemampuan dirinya untuk mencapai tingkatan kinerja yang diinginkan atau ditentukan, yang akan di pengaruhi tindakan selanjutnya. Maksudnya adalah keyakinan seseorang menantang kemampuan mereka untuk

menghasilkan tingkat kinerja yang ditunjuk bahwa latihan merupakan suatu pengaruh atas peristiwa yang mempengaruhi mereka,

Pernyataan ini juga didukung oleh Hill, Smit dan Mann, (damarstuti, 2012:5) bahwa individu dengan Self-Efficacy yang tinggi maka akan tertarik kesempatan aktivitas untuk mengembangkan diri dan aktif untuk mencoba hasil

dari pelatihan serta mencoba pekerjaan yang sulit dan komplek. Gist dan Latham (damarstuti , 2012:5) menyatakan bahwa Self-Efficacy merupakan inti dan hasil

(30)

13

menyatakan bahwa Pre Training Self-Efficacy tentang sesuatu kepercayaan individu untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan selama pelatihan. Apabila individu percaya bahwa mereka memiliki kapasitas untuk belajar, mereka

akan berusaha untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang relevan. Self-efficacy juga dapat berupa bagaimana perasaan seseorang, cara berfikir,

motivasi diri, dan keinginan memiliki terhadap sesuatu. Keyakinan tersebut menghasilkan efek yang beragam melalui empat proses utama yaitu kognitif, motivasi, afektif, dan proses seleksi.

Self-Efficacy seseorang akan dipengaruhi tindakan, upaya, ketekunan,

fleksibilitas dalam perbedaan, dan realisasi dari tujuan seseorang itu sendiri.

Penilaian Self-Efficacy mendorong seseorang menghindari situasi yang diyakini melampaui kemampuan atau melakukan kegiatan yang di perkirakan dapat diatasinya. Dengan arti lain bahwa Self-Efficacy mempengaruhi pengambilan

keputusan dan tindakan yang akan dilakukan. Misalnya dalam memecahkan masalah yang sulit, seeorang yang mempunyai keraguan tentang kemampuannya akan mengurangi usahanya bahkan cenderung untuk menyerah tetapi bagi

seseorang yang memiliki Self-Efficacy tinggi menganggap kegagalan sebagai kurangnya usaha sehingga, dengan Self-Efficacy yang tinggi yang dimilikinya

dijadikan suatu motivasi untuk memperbaiki kegagalan dengan usaha yang lebih maksimal. Sedangkan individu yang memiliki Self-Efficacy rendah menganggap kegagalan berasal dari kurangnya kemampuan.

Self-Efficacy harus dikembangkan dalam diri siswa agar dapat memaknai

proses pembelajaran matematika dalam kehidupan nyata, sehingga proses

(31)

14

pemecahan masalah matematika. Keberhasilan dan kegagalan yang dialami siswa dapat dipandang sebagai suatu pengalaman belajar. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan Self-Efficacy siswa dalam menyelesaikan permasalahan sehingga

kemampuan belajarnya akan meningkat, diperlukan Self-Efficacy yang positif dalam pembelajaran agar siswa dapat mencapai tujuan pelajarannya dan mencapai

prestasi belajar yang maksimal.

Rendahnya tingkat kemampuan pemecahan masalah matematik dan Self-Efficacy siswa , tidak terlepas bagaimana guru mengajar serta minat dan respon

siswa terhadap matematika itu sendiri. Dari hasi wawancara peneliti lakukan terhadap siswa SMPN 5 melalui perbincangan di luar kelas, diketahui bahwa

pelajaran matematika merupakan pelajaran yang paling sulit dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Siswa memberikan alasan bahwa soal-soal yang diajarkan oleh guru tidak sama saat belajar di kelas

sehingga siswa menjadi bingung dan menimbulkan kemalasan dan tidak termotivasi untuk belajar matematika. Pembelajaran dimaksud yaitu pembelajaran yang mengajak anak agar lebih tertarik akan pembelajaran matematika.

Upaya yang dapat ditempuh guru dalam meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematis dan Self-Efficacy siswa dalam belajar matematika

adalah dengan memggunakan model pembelajaran Pendekatan Realistik. Seperti

yang terdapat dalam karakteristik RME yaitu menggunakan maslah kontekstual yang

diharapkan siswa lebih memahami matematika terutama dalam kemampuan

pemecahan maasalah. Selain itu, dalam karakteristik lain terdapat interaktif yang akan

membuat siswa aktif terhadap situasi pembelajaran serta meningkatkan Self-Efficcy

(32)

15

Pendekatan Realistik dipilih karena dalam mengajar, guru jarang menggunakan suatu media nyata (konkret) yang dekat dengan anak (realistik), pembelajaran masih didominasi oleh guru, serta dalam mengaitkan/menjembatani

pelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa, masih sangat rendah. Pendekatan Realistik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang

berorientasi pada pematematisasian pengalaman sehari-hari dan menerapkan matematika dalam kehiupan sehari-hari (Suharta, 2004). Dalam pendekatan ini, masalah kontekstual yang realistik (Realistic Contextual Problems) digunakan

untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada siswa. Pendekatan Realistik sangat berpengaruh dalm peningkatan belajar siswa dan membuat siswa

lebih berkonstribusi dalam pembelajaran matematika.

Pendekatan Realistik diadopsi dari Realistic Mathematic Education

(RME) dikembangkan di Belanda tahun 1970-an oleh Institut Freudenthal dan

saat ini telah berkembang luas diberbagai negara, termasuk Indonesia. RME mengajak siswa untuk dapat menyukai matematika dengan memperhatikan kepada siswa cara mempelajari matematika melalui pengalaman langsung ke alam

sekitar yang menunjukkan siswa menjalani sendiri proses mirip dengan penciptaan matematika melalui kegiatan matematisasi kontekstual yaitu kegiatan

pola pikir siswa dikembangkan dari hal – hal yang bersifat konkret menuju hal – hal abstrak

Pembelajaran dengan Pendekatan Realistik tidak dimulai dari rumus,

pengertian atau sifa-tsifat, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan

contoh-contoh, seperti yang selama ini dilaksanakan di sekolah-sekolah. Namun, rumus,

(33)

16

siswa melalui bimbingan kontekstual yang diberikan di awal pembelajaran oleh

guru. Siswa diharapkan dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran,

sehingga suasana kelas menjadi lebih menyenangkan. Karena aktivitas siswa baik

secara fisik maupun mental merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya

interaksi belajar mengajar. Salah satu manfaat dari pendekatan realistik adalah

dapat membuat matematika lebih menarik, tidak terlalu formal dan tidak terlalu

abstrak. Menurut Freudenthal, siswa bukanlah makhluk pasif yang hanya

menerima sesuatu yang sudah jadi. Oleh karena itu, lintasan belajar melalui

pendekatan realistik dimulai dari masalah nyata, yaitu berupa model, gambar,

sketsa, dan kemudian baru kebentuk pola. Hal ini berbeda dengan pembelajaran

biasa yang lintasan belajarnya dimulai dengan materi matematika, yaitu berupa

rumus, pengertian atau algoritma, setelah itu diberikan contoh penerapannya

dalam masalah lain seperti dalam bentuk soal cerita.

Sejalan dengan itu Pendekatan Realistik merupakan suatu pendekatan yang

beramsusikan perlu adanya pengaitan antara matematika dengan realitas yang ada

dan dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Masalah Realistik ini bukan

berarti masalah yang selalu konkret dapat dilihat oleh mata tetapi termasuk hal-hal

yang mudah dibayangkan oleh siswa. Selain itu, siswa harus diberi kesempatan

untuk menemukan kembali dan mengkotruksikan konsep matemaatika dengan

bimbingan oarang dewasa (Gravermeijer dalam Dwi C : 2003).

Pendekatan Realistik memiliki beberapa karakteristik yang

membedakannya dengan pendekatan-pendekatan yang lain. Treffers (dalam Zulkardi:2004) mengemukan lima karakteristik utama yang dijumpai pada PMR

(34)

17

menggunakan model sendiri (The use of model). (3) menggunakan kontribusi siswa (Student contribution).(4) interaktivitas (Interactivity).(5) terigterasi dengan topik pembelajaran yang lainnya (Intertwining).

Dalam Pendekatan Realistik pembelajaran diawali dengan masalah

kontekstual (“dunia nyata”) sehingga memungkinkan siswa untuk menggunakan

pengalaman sebelumnya secara langsung baik lisan maupun tulisan. Proses pencarian dari konsep yang sesuai dengan situasi nyata dikatakan oleh De Lange (1978) sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa

akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata

(Applied Mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari (Mathematization Of Every Day Experience) dan

penerapan matematika dalam sehari-hari. Dengan demikian tingkat kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan rasa percaya diri siswa akan lebih meningkat.

Dalam hal ini diantara lima karakteristik salah satunya menggunakan masalah secara kontekstual diharapkan kemampuan pemecahan masalah siswa

bisa meningkat yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan aturan matematika yang dihubungkan pada kehidupan sehari-hari yang berbantuan orang dewasa (guru).

Hasil penelitian yang sebelumnya yang dilakukan oleh Fauzan (Hadi,2005:40) tentang implementasi materi PMR untuk topik luas dan keliling di

(35)

18

digunakan dalam pembelajaran matematika di SD. Dalam penelitian tersebut menemukan bahwa para guru dan siswa-siswa menyukai materi pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR, yaitu menurut mereka materi tersebut

sangat berbeda dengan buku yang dipakai sekarang baik dari segi isi maupun pendekatannya. Dengan menggunakan materi PMR di kelas, proses belajar

mengajar menjadi lebih baik, di mana siswa lebih aktif dan kreatif, guru tidak lagi

menggunakan metode „chalk dan talk‟, dan peran guru berubah dari pusat proses

belajar mengajar menjadi pembimbing dan narasumber.

Selain itu bahwa pada awalnya terdapat berbagai masalah yang disebabkan oleh sikap negatif siswa dalam belajar matematika yang merupakan akibat

pendekatan tradisional pengajaran matematika. Untuk mengatasi hal tersebut menyarankan untuk memperhatikan hal-hal berikut: 1) Sedini mungkin menjelaskan kepada siswa tentang perubahan peran mereka dan guru mereka

dalam proses belajar mengajar, dan hal itu berbeda dengan cara sebelumnya atau yang selama ini dipraktikkan di kelas; 2) Guru perlu menjelaskan kepada para siswa tentang kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan, dan jenis jawaban yang

diharapkan untuk menyelesaikan soal-soal kontekstual; 3) Berkenaan dengan sikap negatif siswa-siswa dalam proses belajar mengajar matematika, hal-hal

berikut dapat membantu mengubah sikap tersebut: pertama, Menciptakan pendahuluan yang menantang sebelum siswa mulai menyelesaikan soal-soal kontekstual sehingga siswa merasa gembira dan bertanggung jawab

menyelesaikan soal-soal tersebut; kedua, Menciptakan suasana demokratis di kelas sehingga siswa tidak merasa takut untuk secara aktif terlibat dalam proses

(36)

19

dalam proses belajar tanpa merasa takut membuat kesalahan jika mereka ingin bertanya atau menjawab pertanyaan; ketiga, Menerapkan aturan-aturan dalam mengajukan pertanyaan dan dalam menjawab pertanyaan (misalnya mengangkat

tangan, tidak boleh berteriak). Katakan kepada siswa bahwa ada konsekuensinya jika mereka tidak mengikuti aturan yang telah disepakati (misalnya dalam

menjawab soal harus disertai dengan alasan, kalau itu dilakukan siswa akan mendapat nilai lebih baik).

Melengkapi penelitan-penelitian yang terdahulu, beberapa hal yang masih

perlu diungkap lebih jauh yaitu berkaitan dengan pembelajaran matematika yang berdasarkan kemampuan awal matematika siswa yang dibedakan ke dalam

kelompok tinggi, sedang, dan rendah terhadap peningkatan kemampuan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dugaan bahwa kemampuan awal matematika siswa yang dibedakan ke dalam kelompok kemampuan tinggi,

sedang dan rendah adanya interaksi dengan kemampuan pemecahqmatematis yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar matematika. Disebabkan oleh pemahaman materi atau konsep baru harus mengerti dulu konsep sebelumnya

hal ini harus diperhatikan dalam urutan proses pembelajaran.

Objek langsung dalam matematika adalah fakta, ketrampilan, konsep dan

aturan (prinsipal). Berdasarkan pernyataan tersebut maka objek dari matematika terdiri dari fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip yang menunjukkan bahwa matematika merupakan ilmu yang mempunyai aturan, yaitu pemahaman materi

yang baru mempunyai persyaratan penguasaan materi sebelumnya.

Kemampuan awal matematika siswa merupakan pengetahuan yang

(37)

20

dapat mengikuti pelajaran dengan lancar. Hal ini disebabkan materi pelajaran yang ada disusun secara terstruktur sehingga apabila seseorang mengalami kesulitan pada pokok bahasan awal, maka otomatis akan kesulitan dalam

mempelajari pokok bahasan lanjutannya. Sebaliknya siswa yang mempunyai latar belakang kemampuan awal yang baik akan dapat mengikuti pelajaran dengan

lancar. Siswa yang mengikuti proses belajar mengajar mempunyai latar belakang kemampuan awal yang berbeda-beda, sehingga kemampuan mengikuti pelajaran berbeda pula.

Tes awal diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya. Setiap siswa mempunyai

kemampuan yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada yang kurang pandai serta ada yang biasa-biasa saja serta kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir (hereditas), tetapi juga dapat dipengaruhi oleh

lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan belajar khususnya model pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan model pembelajaran harus dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa

yang heterogen.

Bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah, apabila model

pembelajaran yang digunakan oleh guru menarik dan menyenangkan, sesuai dengan tingkat kognitif siswa sangat dimungkinkan pemahaman siswa akan lebih cepat dan akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan

Self-Efficacy. Sebaliknya bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi tidak begitu

besar pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan dalam matematika. Hal

(38)

21

Dalam pembelajaran matematika materi-materi yang dipelajari tersusun secara hirarkis dan konsep matematika yang satu dengan yang lain saling berhubungan membentuk konsep baru yang lebih kompleks. Ini berarti bahwa

pengetahuan matematika yang dimiliki siswa sebelumnya menjadi dasar pemahaman untuk mempelajari materi selanjutnya. Mengingat matematika

merupakan dasar dan bekal untuk mempelajari berbagai ilmu, dan mengingat matematika tersusun secara hirarkis, maka kemampuan awal matematika yang dimiliki peserta didik akan memberikan sumbangan yang besar dalam

memprediksi keberhasilan belajar siswa selanjutnya.

Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti akan menggunakan

pendekatan realistic untuk meningkatkan kemampuan pemecahan maslah siswa dan Self-Efficacy yang dapat membantu siswa lebih mengembangan kreativitas, serta dapat menumbuhkan kegairahan dalam belajar dan potensi-potensi

kreatifnya.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah, maka timbul beberapa masalah dalam

penelitian ini yaitu :

1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah

2. Pelajaran matematika di sekolah kurang diminati siswa karena sulit dipahami.

3. Proses pembelajaran yang kurang memotifasi siswa untuk

(39)

22

mengerjakan soal dengan kata lain KBM masih bersifat konvensional.

4. Pembelajaran Pendekatan Realistik belum diterapkan disekolah.

5. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis siswa masih rendah. 6. Masih rendahnya rasa percaya diri siswa.

7. Pengaruh antara Pendekatan Realistik secara bersama dengan kemampuan awal terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

C. Batasan Masalah

Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, maka perlu adanya pembatasan masalah agar lebih fokus. Peneliti hanya meneliti tentang (1) kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa; (2) Keyakinan diri siswa (3) Penerapan PMR dan (4) Hubungan interaksi antara pendekatan pembelajaran denagn kemampuan awal

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, pemasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa melalui Pendekatan Realistik daripada siswa yang diajarkan dengan

Pembelajaran Biasa ?

2. Apakah terdapat peningkatan Self-Efficacy siswa melalui Pendekatan Realistik

daripada siswa yang diajarkan dengan Pembelajaran Biasa ?

3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika (KAM) siswa terhadap kemampuan pemecahan

(40)

23

4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika (KAM) siswa terhadap Self-Efficacy siswa?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis siswa melalui pembelajaran yang berlandaskan Pendekatan Realistik

2. Untuk menganalisis peningkatan Self-Efficacy siswa melalui pembelajaran yang berlandaskan Pendekatan Realistik

3. Menganalisis apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika (KAM) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

4. Menganalisis apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika (KAM) terhadap kemampuan Self-Efficacy matematika siswa.

F. Manfaat Penelitian

Sebagaimana yang telah diuraikan pada latar belakang masalah, bahwa

kemampuan matematika sangat penting dan perlu dikuasai, sementara kemampuan ini masih kurang memuaskan, maka perlu adanya upaya untuk menanggulangi masalah ini. Penelitian ini diharapkan berguna untuk:

1. Untuk Guru

Menjadi acuan bagi guru matematika dalam menerapkan pembelajaran

(41)

24

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan percaya diri matematis siswa SMP dan juga sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan pada pembelajaran matematika.

2. Untuk Kepala Sekolah

Memberikan izin kepada setiap guru untuk mengembangkan model-model

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan percaya diri matematis siswa pada khususnya dan hasil belajar matematika siswa pada umumnya.

3. Untuk Siswa

Diharapkan melalui Pendekatan Realistik akan terbina sikap belajar yang

baik dan tidak mudah menyerah dalam menyelesaikan masalah matematika sehingga dapat berakibat pada meningkatnya kemampuan pemecahan masalah dan percaya diri matematis siswa khususnya dan umumnya

peningkatan hasil belajar siswa dalam matematika. 4. Untuk Peneliti

Memberikan sumbangan pemikiran kepada peneliti lain tentang bagaimana

(42)

181 BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah

dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan Pendekatan Realistik dan Pembelajaran Biasa, kemampuan

pemecahan masalah matematis dan Self-Efficacy siswa. Simpulan tersebut sebagai berikut:

1. Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar melalui Pendekatan Realistik lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa.

2. Terdapat peningkatan Self-Efficacy siswa yang diajar melalui pendekatan realistik lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran biasa. 3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal

matematika siswa terhadap peningkatan pemecahan masalah matematis. 4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal

matematika siswa terhadap peningkatan Self-Efficacy siswa B. Implikasi

Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada

kemampuan kemampuan Pemecahan Masalah dan Self-Efficacy siswa melalui Pendekatan Realistik. Terdapat perbedaan peningkatan Pemecahan

(43)

182

dilihat dari model pembelajaran yang diterapkan pada siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol dengan kategori KAM siswa.

Beberapa implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari

pelaksanaan proses pembelajaran dengan model Pendekatan Realistik antara lain : 1. Dari aspek yang diukur, berdasarkan temuan dilapangan terlihat bahwa

kemampuan Pemecahan Masalah matematis dan Self-Efficacy siswa masih kurang memuaskan. Hal ini disebabkan siswa terbiasa dengan selalu memperoleh soal-soal yang langsung dalam bentuk model matematika,

sehingga ketika diminta untuk untuk memunculkan ide mereka sendiri siswa masih merasa sulit. Ditinjau ke indikator-indikator Pemecahan Masalah

matematis dan Self-Efficacy siswa dalam menarik kesimpulan masih kurang. 2. Pendekatan Realistik dapat diterapkan pada kategori KAM (Tinggi, Sedang

dan Rendah) pada Pemecahan Masalah matematis dan Self-Efficacy siswa.

Adapun Pendekatan Realistik mendapatkan keuntungan lebih besar terhadap siswa dengan kategori KAM tinggi.

C. Saran

Penelitian mengenai penerapan pembelajaran dengan Pendekatan Realistik ini, masih merupakan langkah awal dari upaya meningkatkan

kompetensi dari guru, maupun kompetensi siswa. Oleh karena itu, berkaitan dengan temuan dan kesimpulan dari studi ini dipandang perlu agar rekomendasi-rekomendasi berikutnya dilaksanakan oleh guru

(44)

183

1. Kepada Guru

Pendekatan Realistik pada kemampuan Pemecahan Masalah dan Self-Efficacy siswa dapat dapat diperluas penggunaannya. Oleh karena itu

hendaknya model pembelajaran ini terus dikembangkan di lapangan yang membuat siswa terlatih dalam menyelesaikan masalah melalui proses

Pemecahan Masalah matematis dan Self-Efficacy siswa. Peran guru sebagai fasilitator perlu didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain kemampuan memandu diskusi di kelas, serta kemampuan dalam menyimpulkan. Disamping itu

kemampuan menguasai bahan ajar sebagai syarat yang harus dimiliki guru. Untuk menunjang keberhasilan implementasi Pendekatan Realistik diperlukan bahan ajar

yang lebih menarik. Selain itu LAS dan tes yang dirancang oleh guru harus menarik agar siswa dapat menguasai bahan ajar oleh karena itu hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi guru dalam membuat LAS dan tes.

2. Kepada lembaga terkait

Pembelajaran dengan Pendekatan Realistik, masih sangat asing bagi guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu

perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan kemampuan

(45)

184

3. Kepada peneliti yang berminat

Untuk penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan meneliti aspek lain secara terperinci yang belum

terjangkau saat ini, misalnya : a) Penelitian ini hanya pada satu pokok bahasan yaitu Bilangan Pecahan kelas VII dan terbatas pada kemampuan Pemecahan

Masalah matematis dan Self-Efficacy siswa oleh karena itu disarankan kepada peneliti lain dapat melanjutkan penelitian pada pokok bahasan dan kemampuan matematis yang lain dengan menggunakan Pendekatan Realistik; b) Untuk

penelitian lebih lanjut hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi dengan melakukan penelitian aspek-aspek kemampuan matematis yang lain yaitu

(46)

185

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2010. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Ahmadi, Psikologi Belajar Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004. Hal 230.

Arikunto, S. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Atun, I. 2006. Pembelajaran Matematika dengan Strategi Kooperatif Tipe

Stundent Teams Achievement Divisions Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi siswa. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program PascasarjanaUPI Bandung. Bandura, A. 1989. Human Agency in Social Cognitive Theory. American

Psychologist, 44.[online] tersedia: http://www.des.emory.edu/mfp/ Bandura 1989.pdf.

Bell, F.H. 1978. Teaching and Learning Mathematics: In Secondary Schools. Second Printing. Dubuque, Iowa: Wm. C. Brown. Company.

Branca, N.A. 1980. Problem Solving as a Goal, Process, and Basic Skill. Problem Solving in School Mathematics. Editor: Krulik, S. and Reys, R.E. Reston: National Council of Teachers of Mathematics.

Budiningsih, A. 2012. Belajar & Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Budiarto, M. 2004. Implementasi Pendekatan Matematika Realistik dalam Pembelajaran Matematika. UNESA. Surabaya.

Damarstuti, L.M, Djastuti, Yuniawan. 2011. Analisis Variabel Antecedents Bagi Keyakinan Diri (Self-Efficacy) Yang Berpengaruh Pada Motivasi Pra Pelatihan. Jurnal: Pdf.

Daulay, L.A. 2011. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Konesi Matematika Siswa SMP dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis tidak dipublikasikan. Medan: Pascasarjana Unimed.

Fakhruddin. 2010. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematika Melalui Pembelajaran Berbasis

Masalah Dengan Pendekatan Kooperatif. Tesis. Medan: UNIMED.

(47)

186

Fitriani, N.dkk. Pengaruh Antara Kematangan Emosi Self-efficacy Terhadap Craving Pada Mantan Pengguna Narkoba. Journal INSAN Vol 3: Universitas Hang Tuah Surabaya.

Gravemeijer, K.( 1994).Developing Realistic Mathematics Education, hal.82.

Prasetyo, H. Penerapan Pembelajaran Matematika realistik Pokok Bahasan Simetri di Kelas 1 SLTP, Makalah Komprehensip (Surabaya: Program Study Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana UNESA, 2003)h.16

Hannula, M.S., Maijala, M. & Pehkonen, E. 2004. Development of Understanding Self-Confidence in Mathematics; Grades 5 – 8. Group for the Psychology of Mathematics Education. Vol. 3, pp 17-24.

Hudojo, H. 2002. Representasi Belajar Berbasis Masalah. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XI, Edisi Khusus.

Jurdak, M. 2009. Toward Equity in Quality in Mathematics Education. New York: Springer Science+Business Media, LI.C.

Kadir. 2015. Statistika Terapan. Jakarta: Rajawali Pers

Kaur, Bt. 2004. Teaching of Mathematics in Singapore Schools. [Online]. Paper Presented at ICME – 10 Copenhagen, Denmark; 2004. Tersedia: home.sandiego.edu. [4 Maret 2009].

Kurniawati . 2014. Pengaruh kecemasan dan self-efficacy siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah materi segiempat siswa kelas VII MTs Negeri Ponorogo. Jurnal Mathedunesa Vol.3 No 2

La Siara. 2003. Pembelajaran Matematika Dengan pendekatan Realistik pada Topik kesebangunan di kelas 3 SLTP, Makalah Komprehensif (Surabaya, Program Study pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana UNESA,2003) h 18.

Margono, G. 2005. Pengembangan Instrumen Pengukur Rasa Percaya diri Mahasiswa terhadap Matematika. [Versi Elektronik]. Jurnal Ilmu Pendidikan, 12.1, 45-61.

Matlin, M.W. 1994. Cognition. Third Edition. Amerika: Harcourt Brace Publishers.

(48)

187

Molloy, A. 2010. Coach Your Self Mimpi Tercapai, Target Terpenuhi. (Terjemahan Retnadi Nur’aini dari ASPIRATIONS: 8 Easy Steps to Coach Yourself to Succes). Jakarta: Raih Asa Sukses.

Murtado, S. dan Tambunan, G. 1987. Materi Pokok Pengajaran Matematika: Jakarta Karunika.

Noer, S.H. 2012. Self-Efficay Mahasiswa Terhadap Matematika. Jurnal. Universitas Lampung.

Parson, S., Croft, T. & Harrison, M. 2011. Engineering students self-confidence in mathematics mapped onto Bandura’s self-efficacy. Engineering Education. Vol: 6 issue 1, pp: 52-61.

Pembelajaran, Seminar dan Workshop Pengembangan Pembelajaran Matematika dan Evaluasi di FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 15 November 2005, h.4.

Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik untuk Mengembangkan Pengertian Siswa, disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika Realistik di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tanggal 14- 15 November 2001. vol 3, no 2,2001.

Polya, G. How Solve It: New Aspectof Mathematical Method, 1973, h.12 [online], tersedia: www.math.utah.edu/~pa/math/polya.html. Diakses tgl. 7 April 2013.

Ruseffendi, E.T. 1984. Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer Untuk Guru. Bandung : Tarsito.

Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern untuk Orang Tua Murid, Guru, dan SPG, (Bandung: Tarsito, 1998), h.216 Nasution S, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 2006), h.7.

Ruseffendi, E.T. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Romberg, T.A. 1994. “Classroom Instruction that Foster Mathematical Thinking and Problem Solving: Connections between Theory and Practice”, dalam Mathematical Thinking and Problem Solving. Editor: Schoenfeld, A.H. Hove, UK: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

(49)

188

Sadewi . 2012. meningkatkan Self-efficacy pelajaran matematika melalui layanan penguasaan konten teknik modeling simbolik. Jurnal unnes.

Shodiq, F. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Diklat Instruktur/Pengembangan Matematika SMA Jenjang Dasar, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan Guru Matematika).

Sudjana, N. 1991. Teori – Teori Belajar untuk Pengajaran Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi UI 1991,hal 136 – 137.

Sudrajat, D. (2008). Program Pengem-bangan Self-Efficacy Bagi Konselor di SMA Negeri Se-Kota Bandung. Tesis. UPI: Tidak diterbitkan.

Soejono.1984. Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remedial Matematika. Depdikbud. Jakarta.

Strefland.L. 1991. In Primary School Realistic Mathematics Education

Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif, Surabaya : Srikandi.

_ _ _ _ _. 2001. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suherman.E.2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer

Sukirman, Karakteristik Kurikulum Matematika 2004 dan Strategi Penyusunan Rencana Pembelajaran, Seminar dan Workshop Pengembangan Pembelajaran Matematika dan Evaluasi di FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 15 November 2005, h.4.

Sumarmo, (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung. Tidak Dipublikasikan.

Sumarmo, U. (2003). “Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika”. Makalah pada Pelatihan Nasional TOT Guru Matematika dan Bahasa Indonesia SLTP. Bandung: tidak diterbitkan

(50)

189

Sutarto, H. 2007. Keberaksaraan Matematika. Majalah PMRI Vol. V, Januari 2007. Bandung: IP-PMRI.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Gambar

Tabel 4.50.
Gambar 1.1 Soal Cerita

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian al-Farghani buku yang berjudul harakat as-Samawiyya wa jawami Ilm an-Nujum (Asas-asas Ilmu bintang) yang berisi kajian bintang- bintang. Buku tersebut

references as a scientific paper should.. A Study of the Use of Black English in Afro- American Movies Entitled Bad Boys I and II , and Rush Hour I and II. Yogyakarta:

Siswa mengerjakan soal-soal evaluasi yang terdapat pada buku Ekonomi (nilai yang ditanamkan: Kerja keras, Jujur, saling menghargai. Sumber dan Alat. Buku teks

dan mempunyai varians yang homogen, maka pengujiannya dilakukan dengan menggunakan uji t’ namunapabilapratesdanpascatestidakmemiliki data yang normal makadigunakanuji

LAKIP Tahun 2012 yang merupakan bagian dari informasi pengukuran kinerja dalam melaksanakan Rencana Strategis BAPPEDA Kabupaten Bandung Tahun 2010-2015 adalah dokumen

- Terpilihnya Pemenang Lomba-lomba pada Jambore UKS - Terpilihnya Pemenang Lomba PHBS tingkat Kota Balikapan - Terbinanya UKBM berorientasi kesehatan di Kota Balikpapan

Faktor-faktor lain yang diteliti dalam penelitian ini seperti profitabilitas, leverage, dan ukuran dewan komisaris tidak mempengaruhi pengungkapan CSR yang dilakukan oleh

• Untuk menguji hipotesis komparatif k sampel berpasangan bila datanya berbentuk nominal digunakan teknik statistik : Chocran Q. • Untuk menguji hipotesis komparatif