PEMANFAATAN SITUS SEJARAH LOYANG MENDALE SEBAGAI SUMBER BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS VII MTsN
PEGASING KABUPATEN ACEH TENGAH
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Dasar
Oleh:
INGE AYUDIA NIM: 8146181007
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
Inge Ayudia. 2016. Pemanfaatan Situs Sejarah Loyang Mendale Sebagai Sumber Belajar IPS Pada Siswa Kelas VII MTsN Pegasing Kabupaten Aceh Tengah.
ABSTRACT
Inge Ayudia. 2016. The Utilization ot the Historical Sites Loyang Mendale as a Source of Learning IPS In Student Class VII MTsN Pegasing Central Aceh District.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini
dengan baik. Tesis ini berjudul “Pemanfaatan Situs Sejarah Loyang Mendale Sebagai Sumber Belajar IPS Pada Siswa Kelas VII MTsN Pegasing
Kabupaten Aceh Tengah”. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk
memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Pendidikan di
Universitas Negeri Medan. Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, penulis
mendapat bimbingan dari para dosen dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan.
2. Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku Asisten Direktur I, dan Prof. Dr.
Busmin Gurning, M.Pd selaku Asisten Direktur II Program Pascasarjana
Universitas Negeri Medan.
3. Dr. Deny Setiawan, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dasar, dan
Prof. Dr. Anita Yus, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Dasar
Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
4. Dr. Phil. Ichwan Azhari, MS dan Prof. Dr. Yusnadi, MS, selaku Dosen
Pembimbing I dan II yang telah penuh kesabaran, perhatian dan meluangkan
waktunya serta telah memberikan nasehat dan arahan kepada penulis selama
5. Dr. Reh Bungana Br Perangin-angin, M.Hum, Dr. Hidayat, M.Si dan Dr.
Deny Setiawan, M.Si selaku penguji yang telah banyak memberi masukan
dan saran demi perbaikan tesis ini.
6. Bapak/Ibu dosen Prodi Pendidikan Dasar yang telah memberikan ilmu,
motivasi dan saran yang bermanfaat selama perkuliahan berlangsung.
7. Seluruh staff pegawai PPs Unimed, terkhusus kepada Abangda Hizrah
Syahputra Harahap yang telah banyak memberikan saran dan bantuan sejak
peneliti melaksanakan perkuliahan perdana sampai pada penyusunan berkas.
8. Kepala Sekolah dan Bapak/Ibu guru staf pengajar MTs Negeri Pegasing
Kabupaten Aceh Tengah, yang telah banyak memberikan bantuan dan
kerjasama selama penulis melakukan penelitian di Sekolah tersebut.
9. Seluruh pengelola Situs Sejarah Loyang Mendale dan Staf Museum Negeri
Gayo Kabupaten Aceh Tengah selaku observer selama penulis melakukan
penelitian
10. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Hamdan, S.H dan Ibunda Dra. Isnaini
yang dengan penuh kasih sayang, perhatian dan kesabaran telah menuntun
penulis untuk bersabar dan tawakal untuk menghadapi tantangan dalam
penulisan tesis ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan
ridhoNya kepada keduanya.
11. Adik-adikku tercinta Sediken Tara Munthe, Ilham Syahra Munthe dan Syafira
Humaira Munthe yang senantiasa memberikan perhatian, do’a, kebahagiaan,
12. Teman-teman seperjuangan kelas A1 Reguler 2014 dan konsentrasi IPS,
khususnya teman-teman yang telah membantu penelitian yaitu: Maisarah,
Putri Rahmi, Lia Sa’adah, Raysyah Putri Sitanggang, Indriani Susiwi dan
teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
13. Sahabat tersayang Rita Devi, Desi Arae, Rismawati dan Sasmika Dewi yang
senantiasa memotivasi dan memberikan do’a serta dukungan kepada peneliti.
14. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta arahan
dalam penyelesaian tesis ini yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik atas bantuan dan
bimbingan yang diberikan. Dengan penuh harapan kiranya tesis ini bermanfaat
bagi yang membutuhkannya. Amin.
Medan, Mei 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 10
1.5 Batasan Istilah ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoretis ... 13
2.1.1. Sumber Belajar ... 13
2.1.2. Situs Sejarah ... 23
2.1.3. Loyang Mendale ... 28
2.1.4. Teori Belajar Relevan ... 35
2.2 Penelitian Relevan ... 36
2.3 Kerangka Berpikir ... 41
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 43
3.2 Subyek dan Lokasi Penelitian ... 45
3.3 Populasi dan Sampel ... 45
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 47
3.5 Teknik Analisis Data ... 51
4.1 Hasil Penelitian ... 56
4.1.1 Deskripsi Situs Sejarah Loyang Mendale ... 56
4.1.2 Pemanfaatan Situs Sejarah Loyang Mendale sebagai
Sumber Belajar IPS ... 67
4.1.3 Apresiasi Peserta didik terhadap Situs Sejarah Loyang Mendale
sebagai Sumber Belajar pada Pembelajaran IPS ... 77
4.1.4 Kendala Guru dalam Pemanfaatan Situs Sejarah Loyang
Mendale sebagai Sumber Belajar pada Pembelajaran IPS ... 79
4.2 Pembahasan ... 82 4.2.1 Pemanfaatan Situs Sejarah Loyang Mendale sebagai
Sumber Belajar IPS ... 82
4.2.2 Apresiasi Peserta Didik terhadap Situs Sejarah Loyang Mendale
sebagai Sumber Belajar pada Pembelajaran IPS ... 86
4.2.3 Kendala Guru dalam Pemanfaatan Situs Sejarah sebagai Sumber
Belajar pada Pembelajaran IPS ... 89
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ... 93
5.2 Saran ... 94
DAFTAR GAMBAR
[image:12.595.73.532.113.661.2]Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 42
Gambar 3.1 Komponen dalam Analisis Data (Flow Model)... 51
Gambar 3.2 Proses Teknik Triangulasi ... 53
Gambar 3.3 Proses Triangulasi Sumber ... 54
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Halaman
1. Pedoman Observasi ... 100
2. Lembar Observasi Guru ... 101
3. Pedoman Wawancara... 103
4. Pedoman Studi Dokumentasi ... 104
5. Format Wawancara ... 105
6. Hasil Observasi Penelitian di MTs Negeri Pegasing Kabupaten Aceh Tengah... 107
7. Hasil Observasi Penelitian di MTs Negeri Pegasing Kabupaten Aceh Tengah... 109
8. Hasil Observasi Penelitian di MTs Negeri Pegasing Kabupaten Aceh Tengah... 111
9. Hasil Observasi Penelitian di Situs Sejarah Loyang Mendale dan Museum Negeri Gayo Kabupaten Aceh Tengah ... 112
10.Hasil Transkrip Wawancara ... 114
11.Panduan Proses Kunjungan ke Situs Sejarah Loyang Mendale ... 122
12.Silabus Pembelajaran ... 124
13.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 129
14.Lembar Kerja Siswa ... 133
15.Dokumentasi Proses Pembelajaran ... 145
16.Koleksi Penemuan di Situs Sejarah Loyang Mendale ... 174
17.SK Pembimbing Tesis ... 184
18.Undangan Seminar Proposal Tesis ... 185
19.Daftar Revisi Seminar Proposal... 186
20.Izin Penelitian Lapangan ... 187
21.SK Penelitian dari MTs Negeri Pegasing ... 188
22.SK Penelitian dari DISPARPORA Aceh Tengah ... 189
23.Daftar Revisi Sidang Tesis ... 190
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tanah Gayo meliputi pusat pegunungan Bukit Barisan bagian Utara yang
merupakan dataran tinggi dengan ketinggian diatas 1.000 Meter diatas permukaan
laut. Wilayahnya terpotong-potong oleh punggung-punggung bukit.
Punggung-punggung bukit dimaksud merupakan hulu-hulu sungai besar dan penting, seperti
Sungai Peusangan, Meulaboh, Jambo Aye/Jemer, Tripa, Temiang dan Sungai
Peurlak dengan beberapa anak sungainya. Jajaran bukit barisan yang membentang
disebelah Utara merupakan batas alam yang memisahkan Tanah Gayo dengan
pesisir Aceh bagian Utara. Kemudian dibagian Barat melengkung dibagian hulu
Sungai Seunagan, arah ke Timur Bur Ni Alas dan Bur Ni Serbe Langit yang
langsung berbatasan dengan Tanah Alas dan Tanah Batak. Secara tradisional
wilayah Tanah Gayo terbagi atas empat bagian yaitu Wilayah Lut Tawar, Wilayah
Deret (daerah Jambo Aye), Wilayah Gayo Lues dan Gayo Tanyo serta Wilayah
Serbe Jadi (Hugronje, 1996).
Adanya empat wilayah tradisional tersebut sangat mungkin menjadikan
Tanah Gayo terbagi menjadi empat kelompok besar, namun masih satu bahasa,
yaitu Bahasa Gayo dengan dialek yang sedikit bervariasi antar wilayah tersebut.
Masyarakatnya hingga kini banyak bergerak di bidang pertanian, peternakan dan
juga perikanan. Masyarakat Gayo menganut paham patrilinial dimana di dalam
mereka akan membuat rumah disekitar rumah induk, begitu seterusnya hingga
terbentuk satu kampung yang merupakan satu belah.
Keberadaan tentang asal usul masyarakat Gayo yang mendiami Dataran
Tinggi Tanah Gayo, dapat dikatakan belum terungkap dengan jelas, dikarenakan
bahan-bahan sejarah yang pernah ada ditulis sangat terbatas. Tim peneliti dan
penulis Monografi Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Tengah dari Universitas
Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh tahun 1997 menulis bahwa suku bangsa
Gayo berasal dari Melayu Tua yang datang ke Sumatera gelombang pertama dan
menetap di pantai Utara dan Timur Aceh dengan pusat pemukiman di wilayah
antara muara aliran Sungai Jambo Aye, Sungai Perlak dan Sungai Temiang.
Kemudian menyusur daerah aliran sungai-sungai itu berkembang ke Serbejadi,
Lingga dan Gayo Lues.
Burhanuddin salah seorang peserta Seminar Temu Budaya Nusantara
Pekan Kebudayaan Aceh ke 3 di gedung Mount Mata Banda Aceh dari Brunai
Darussalam menanggapi bahwa makna kata Gayo dalam bahasa Melayu Brunai
Darussalam dan Malaysia adalah indah. Kata itu diungkap masyarakat lapisan atas
pada upacara tertentu di Brunai Darussalam dan Malaysia (Ibrahim, 2007).
Menurut sebuah informasi yang disampaikan secara turun temurun
(kekeberen), kata Gayo berasal dari kata “Garib” dan “Gaib”. Hal ini dihubungkan dengan datangnya pertama sekali leluhur orang Gayo ke wilayah ini,
yaitu pemimpin rombongan yang datang tidak nampak wujudnya, tapi kedengaran
berasal dari kata-kata “Drang-gayu” yang artinya orang Gayo, dan ada juga menyebut dengan sebutan pegayon yang artinya mata air yang jernih.
Sebelum dataran Tinggi Gayo dihuni oleh Melayu Tua, sebenarnya daerah
ini telah dihuni oleh golongan Manteue yang menyingkir kepedalaman akibat kedatangan Melayu Tua. Melayu Tua terdiri dari suku Leong, Chong, Lie dan
Hoo yang berasal dari Mongolia di pegunungan Himalaya, menempati daerah
Peurlak dan sekitarnya melalui pantai Timur Selat Malaka pada tahun 2.500 SM
dengan sistem hidup berpuak-puak. Melayu Tua ini sebelumnya mendiami pesisir
kemudian menyebar kepedalaman adalah suku Gayo, Alas, Nias, Batak dan Suku
Toraja (Latief, 1995).
Para ahli sejarah berpendapat, bahwa penduduk yang bermukim di wilayah
pedalaman merupakan orang yang datang gelombang pertama ke benua atau pulau
itu. Orang Gayo, orang Batak dan lain-lainnya yang bermukim di wilayah
pedalaman pulau Sumatera adalah mereka yang pada mulanya datang dari Hindia
belakang gelombang pertama dan menetap di pantai dari arah mana mereka
datang. Kemudian menyebar ke pedalaman melalui aliran sungai untuk
memperluas usaha dan menambah penghasilan (Ibrahim, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian Arkeologis yang diteliti oleh Ketut
Wiradnyana dan Taufikurrahman Setiawan di situs Loyang Mendale yang terletak di daerah Takengon menemukan titik terang tentang keberadaan asal suku Gayo,
mereka berkesimpulan bahwa sebelum 7.400 tahun yang lalu telah ada kelompok
orang dengan ras Austromelanesoid yang tinggal di pesisir-pesisir timur pulau
berasal dari Vietnam bagian Utara, yang hidup dengan mengeksploitasi biota
marti. Kelompok manusia ini diindikasikan ada beberapa dan mereka hidup
dengan cara berburu dan juga menangkap ikan serta mengumpulkan berbagai
jenis kerang-kerangan ataupun siput sebagai bahan pangan. Pada kisaran 4.000
tahun yang lalu, mereka juga telah mengenal bercocok tanam sederhana, yaitu
dengan menanam umbi-umbian dan kacang-kacangan disekitar hunian. Karena
berbagai hal, diantara keterbatasan bahan pangan, bencana alam, seperti banjir dan
mungkin juga tsunami, mereka berpindah dengan menyusuri sungai-sungai yang
bermuara di laut disekitar tempat tinggalnya. Salah satu dari kelompok orang ini
diantaranya bertempat tinggal di Loyang Mendale (Wiradnyana, 2011).
Dalam konteks ilmu pengetahuan, situs di Tanah Gayo memiliki peran
penting, diantaranya sebagai salah satu bukti adanya migrasi Austromelanesoid di
pedalaman Sumatera dan juga Austronesia di Indonesia bagian barat. Selama ini
ada kecenderungan aktivitas Austramelanesoid hanya di pesisir saja dan
Austronesia kerap dikaitkan dengan alur migrasi di Indonesia bagian timur.
Dalam konteks kebudayaan lokal, berbagai budaya prasejarah yang terekam,
tampaknya memberikan kontribusi yang kuat bagi kebudayaan Gayo khususnya
kebudayaan pra Islam. Banyaknya situs sejarah di Kabupaten Aceh Tengah ini
menjadi modal dalam pengembangan pendidikan khususnya bagi pembelajaran
peserta didik di sekolah, karena situs sejarah menjadi bagian dari lingkungan.
Sudah menjadi prinsip pendidikan bahwa pendidikan harus dimulai dari
lingkungan terdekat dan berkembang ke lingkungan terjauh. Lingkungan tersebut
lingkungan fisik beserta keseluruhan aspek yang ada di dalamnya seperti ilmu,
teknologi dan kekayaan lainnya.
Pembelajaran IPS sejarah merupakan pembelajaran tentang masa lampau,
sehingga perlu untuk diperhatikan, bagaimana seorang guru memandang masa
lampau tersebut, dan bagaimana materi tentang masa lampau tersebut (Widja
dalam Nurul Dkk, 2013). Di sekolah pada umumnya mengandalkan pada buku
teks sebagai satu-satunya sumber belajar, sedangkan lingkungan sekitar masih
belum optimal dimanfaatkan. Dengan demikian proses pembelajaran IPS sejarah
masih berkutat di dalam kelas dan peserta didik tidak dikenalkan dengan
lingkungan sekitarnya sehinga pembelajaran IPS sejarah makin menjauhkan
peserta didik dengan lingkungannya. Dengan demikian pembelajaran IPS sejarah
terkesan menjemukan dan kurang bermakna. Hal ini terjadi di sekolah-sekolah
sekitar Kabupaten Aceh Tengah mulai tingkat pendidikan dasar maupun tingkat
menengah. Kemajuan teknologi dan informasi saat ini sudah banyak membantu
mengatasi keterbatasan sumber belajar yaitu melalui jasa internet, tetapi itu juga
memerlukan dana yang tidak sedikit, belum lagi sumber daya manusia yang ahli
dibidang ICT masih sangat terbatas.
Banyak orang beranggapan bahwa untuk menyediakan sumber belajar
menuntut adanya biaya yang tinggi dan sulit untuk mendapatkannya, bahkan
sering membebani orang tua peserta didik. Padahal guru dapat memanfaatkan
sumber belajar yang sederhana dan murah. Salah satunya dengan melalui belajar
Masyarakat pada umumnya masih menganggap terhadap keberadaan
situs-situs sejarah sebagai tempat atau benda-benda mati yang tidak terkait dengan
kehidupan masa kini apalagi terhadap pembelajaran. Mereka pada umumnya
datang mengunjungi situs sejarah hanya untuk melihat makam leluhurnya atau
berwisata yang maknanya hanya bersenang-senang. Demikian pula para peserta
didik tidak tahu bahwa situs sejarah terkait dengan kehidupan saat ini, akibatnya
generasi muda sekarang tidak mengenal budaya daerahnya sehingga jati dirinya
makin terkikis oleh arus globalisasi. Oleh karena itu diperlukan inovasi
pembelajaran IPS yang bisa memanfaatkan potensi lingkungannya diantaranya
situs sejarah yang ada disekitarnya dalam pembelajaran bagi peserta didiknya.
Melalui pembelajaran IPS sejarah dengan memanfaatkan situs sejarah, peserta
didik diharapkan bisa lebih mengenal secara faktual sebuah kekuasaan dan tokoh
di daerahnya secara komprehensif (Zahroh, 2012).
Pembelajaran IPS sejarah yang kaku, statis yang hanya terpaku pada
fakta-fakta dan abstrak itu dikatakan masih konvensional (old history), sehingga perlu dikembangkan pembelajaran IPS sejarah yang baru (new history) yang mulai dikenalkan atau dikaitkan pada hal-hal yang lebih nyata dan berprinsip pada
lingkungan terdekat, mudah dilaksanakan dan lebih mengembangkan potensi
belajar peserta didik. Untuk itu pembelajaran IPS sejarah di sekolah tidak lagi
dominan berdasarkan landasan filosofis perenialis dan essensialis yang tidak
terjadi interaksi dengan kenyataan yang dialami dan kebutuhan peserta didik.
Tetapi berubah filosofis progresivisme atau rekonstruksi sosial yang bersifat
termasuk dalam perspektif lokal, sehingga rasa memiliki atas kelokalannya
tumbuh (Supardan D, 2012).
Keberadaan situs sejarah terkait dengan suatu tempat di mana situs
tersebut berada. Dengan demikian pembelajaran IPS sejarah yang mengakomodir
pada pemanfaatan situs sejarah sebagai media atau sumber belajar tiada lain
adalah sejarah lokal. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau dikenal
dengan Kurikulum 2006 memberikan peluang yang begitu luas untuk
mengembangkan sejarah lokal dalam pembelajaran di sekolah termasuk di jenjang
pendidikan dasar (SMP/MTs) yang menempatkan sejarah sebagai bagian dari IPS.
Namun demikian peluang ini masih belum bisa dimanfaatkan oleh guru IPS
sejarah. Hal ini didasarkan materi pelajaran sejarah yang dikembangkannya pada
silabus dan rencana pembelajaran sejarah khususnya di sekolah-sekolah jenjang
SMP/MTs masih belum terkait dengan lokal setempat misalnya Kota Takengon
sebagai daerah yang punya latar belakang. KTSP merupakan strategi
pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif dan
berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum yang
memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan dan pelibatan
masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah
(Oemar, 2015).
Hal ini terkendala dengan keterbatasan dari guru IPS sejarah itu sendiri
dan kurangnya motivasi baik dari dalam dirinya maupun dari luar. Oleh karena
itu, penelitian dan pengembangan pembelajaran IPS sejarah sangat dibutuhkan
didik dikenalkan dengan sejarah lingkungan sekitarnya, kemudian meluas ke
lingkungan yang lebih besar dalam lingkup nasional, sehingga rasa kebangsaan
peserta didik tumbuh. Karena itu melalui pembelajaran IPS sejarah
pengembangan “collective memory” sebagai bangsa dapat dilaksanakan.
Pembelajaran IPS sejarah di sekolah jenjang SMP/MTs di Kabupaten
Aceh Tengah dengan memanfaatkan situs sejarah sangat jarang dilaksanakan,
khususnya di Madrasah Tsanawiyah Negeri Pegasing, sehingga gambaran
pemanfaatan situs sejarah tersebut dalam pembelajaran IPS sejarah tidak terekam
termasuk efeknya bagi peningkatan kualitas pembelajaran IPS sejarah juga tidak
terlihat. Oleh karena itu penelitian dalam konteks pemanfaatan situs sejarah dalam
pembelajaran IPS sejarah ini penting dilakukan.
Salah satu situs sejarah yang sarat dengan sejarah keberadaan suku Gayo
di Kabupaten Aceh Tengah adalah situs sejarah Loyang Mendale. Pemanfaatan situs sejarah Loyang Mendale sebagai sumber belajar IPS sejarah di MTs Negeri Pegasing menjadi pilihan untuk dijadikan judul penelitian ini dengan
pertimbangan: Pertama, lokasi Situs sejarah Loyang Mendale jaraknya tidak jauh dari sekolah ± 8 KM, sehingga untuk sampai ke lokasi tidak memerlukan waktu
yang lama dengan menggunakan kendaraan waktu yang diperlukan ± 15 menit.
Kedua, lokasi situs ini strategis di pinggir jalan raya pinggiran danau Laut Tawar.
Ketiga, dari aspek kemudahan data, sudah dikeluarkannya beberapa tulisan
tentang situs sejarah tersebut sehingga memudahkan bagi siapa saja yang
memerlukannya sebagai sumber. Keempat, pembelajaran IPS sejarah dengan
dan belum pernah dilakukan penelitian. Kelima, dari segi konten (isi) situs sejarah
Loyang Mendale terkait dengan materi pembelajaran di jenjang SMP/MTs kelas VII yaitu Zaman Praaksara di Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis terdorong dan berketetapan
hati untuk melakukan penelitian ini dengan judul: “Pemanfaatan Situs Sejarah
Loyang Mendale Sebagai Sumber Belajar IPS Pada Siswa Kelas VII MTsN Pegasing Kabupaten Aceh Tengah”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan tersebut diatas maka
fokus penelitiannya adalah “Bagaimana pemanfaatan situs sejarah Loyang
Mendale sebagai sumber belajar pada pembelajaran IPS”. Dengan demikian
rumusan masalah dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian berikut ini:
1. Bagaimana metode pembelajaran yang digunakan guru dalam memanfaatkan
situs sejarah Loyang Mendale sebagai sumber belajar pada pembelajaran IPS bagi peserta didik kelas VII di MTsN Pegasing?
2. Bagaimana apresiasi peserta didik terhadap situs sejarah Loyang Mendale sebagai sumber belajar pada pembelajaran IPS?
3. Kendala apa saja yang dihadapi guru dalam memanfaatkan situs sejarah
Loyang Mendale pada pembelajaran IPS? 1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengetahui “Pemanfaatn
situs sejarah Loyang Mendale sebagai sumber belajar pada pembelajaran IPS”.
1. Mendeskripsikan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam
memanfaatkan situs sejarah Loyang Mendale sebagai sumber belajar pada pembelajaran IPS bagi peserta didik kelas VII di MTsN Pegasing.
2. Mengetahui apresiasi peserta didik terhadap situs sejarah Loyang Mendale sebagai sumber belajar IPS.
3. Menganalisis kendala yang dihadapi guru dalam memanfaatkan situs sejarah
Loyang Mendale pada pembelajaran IPS. 1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang akan dicapai pada penelitian
ini, adapun manfaat penelitian adalah:
a. Secara Teoretis
1. Memberikan sumbangan pemikiran ilmiah dalam memanfaatkan situs sejarah
Loyang Mendale sebagai salah satu sumber belajar pada pembelajaran IPS sejarah di tingkat satuan pendidikan SMP/MTs di Kabupaten Aceh Tengah.
2. Memberikan kontribusi bagi guru dalam merancang dan melaksanakan
pembelajaran IPS sejarah melalui pemanfaatan situs sejarah Loyang Mendale sebagai sumber belajar.
3. Sebagai bahan pengembangan wawasan bagi peneliti lain yang ingin meneliti
masalah yang sama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
b. Secara Praktis
1. Untuk peserta didik: menambah wawasan dan pengetahuan nilai-nilai sejarah
2. Untuk Guru: menjadi masukan bagi guru IPS Sejarah yang tergabung dalam
MGMP IPS se-Kabupaten Aceh Tengah dalam mengembangkan IPS sejarah
melalui pemanfaatan situs sejarah Loyang Mendale atau situs sejarah lainnya yang terkait sebagai sumber belajar.
3. Untuk Sekolah: menjadi referensi bagi sekolah jenjang SMP/MTs dalam
mengembangkan sejarah lokal dalam pembelajaran IPS atau sejarah.
1.5 Batasan Istilah
Untuk memperjelas arah penelitian ini penulis membuat batasan istilah
agar penelitian ini dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
1. Pemanfaatan Situs Sejarah Loyang Mendale
Pemanfaatan situs sejarah Loyang Mendale sebagai sumber belajar adalah pembelajaran dengan memanfaatkan situs sejarah Loyang Mendale melalui metode karya wisata dan pemberian tugas dalam mata pelajaran IPS.
2. Sumber Belajar IPS
Sumber belajar merupakan daya yang bisa dimanfaatkan guna kepentingan
proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Sumaatmadja (1984) mengatakan bahwa sumber belajar meliputi segala masalah
dan peristiwa tentang kehidupan manusia di masyarakat, dapat dijadikan sumber
dan materi IPS. Sumber belajar adalah berbagai atau semua sumber baik berupa
data, orang atau wujud tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam
belajar baik secara terpisah maupun secara kombinasi sehingga mempermudah
siswa dalam mencapai tujuan belajar. Yang dimaksud sumber belajar dalam
Situs sejarah Loyang Mendale berada di tepi Danau Laut Tawar, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah. Situs ini berupa beberapa ceruk dan gua
yang keletakannya tidak terlalu jauh dari jalan raya. Ada beberapa lokasi yang
menjadi pusat kajian arkeologi hingga kini yaitu Loyang Putri Pukes, Loyang Ujung Karang dan Loyang Mendale itu sendiri. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa situs ini telah dihuni sejak masa Mesolitik,
Neolitik hingga masa kolonial. Pada masa Mesolitik, kelompok manusia yang ada
di Loyang Mendale dan sekitarnya hidup dengan bertumpu pada hasil buruan binatang darat maupun yang hidup di air. Tentu perburuan dilakukan tidak hanya
pada binatang yang ada di sekitar hunian, tetapi juga pada binatang yang memiliki
aktivitas jauh dari hunian kelompok orang tersebut.
Lokasi gua sangat dekat dengan danau dengan kemiringan lahan di depan
gua relatif terjal, namun aksebilitas ke lingkungan sekitarnya masih relatif mudah
dilakukan. bagian lantai gua miring di bagian baratlaut dan di bagian tenggara
lantainya rata. pada lantai gua kondisi tanah relatif kering dan dengan sedimen
relatif tebal dan di beberapa tempat. sirkulasi udara di dalam gua dan pencahayaan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN 5.1Simpulan
1. Pemanfaatan situs sejarah Loyang Mendale sebagai sumber belajar dengan
menggunakan metode karya wisata yaitu metode atau cara belajar diluar kelas
yang dilakukan dengan melihat atau mengamati materi pelajaran secara
langsung di alam bebas. Kelebihan dari metode ini adalah: (a) dapat
merangsang kepekaan peserta didik terhadap peristiwa atau gejala yang
terjadi di alam bebas, khususnya berkaitan dengan situs sejarah Loyang
Mendale, (b) dapat mendorong para peserta didik mencatat data atau
gejala-gejala yang terjadi di alam bebas, hal ini bisa digunakan untuk melatih
mereka dalam melakukan evaluasi, (c) pengajaran yang dilakukan di luar
kelas mampu memperluas cakrawala berpikir para peserta didik mengenai
lingkungan sekitar, khususnya hunian awal situs sejarah Loyang Mendale di
Kabupaten Aceh Tengah.
2. Apresiasi peserta didik terhadap situs sejarah Loyang Mendale dapat dilihat
melalui kebanggaan seluruh peserta didik dengan mempublikasikan,
mengkomunikasikan dan menginformasikan peninggalan sejarah yang
ditemukan di situs sejarah Loyang Mendale melalui kegiatan diskusi dalam
mengerjakan LKS dan presentasi hasil pengamatan saat pembelajaran
berlangsung di kelas. Apresiasi yang ditunjukkan peserta didik adalah
3. Terdapat 2 kendala yang dihadapi guru MTs Negeri Pegasing dalam
pemanfaatan situs sejarah Loyang Mendale sebagai sumber belajar pada
pembelajaran IPS, yaitu: teknis di lapangan dan ketidaksiapan guru dalam
pembelajaran. Secara teknis, kendala yang dihadapi guru adalah: kebutuhan
biaya yang banyak, waktu tidak cukup, dan izin sekolah maupun orangtua
peserta didik. Ketidaksiapan guru dalam pemanfaatan situs sejarah Loyang
Mendale sebagai sumber belajar pada pembelajaran IPS terletak pada
pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk pembelajaran
IPS dengan memanfaatkan situs sejarah Loyang Mendale sebagai sumber
belajar tidak begitu saja dapat diaplikasikan karena perangkat pembelajaran
yang lainnya, seperti buku paket juga tidak sejalan dengan RPP yang telah
disusun oleh guru mata pelajaran IPS.
5.2Saran
1. Bagi guru disarankan untuk memiliki kesiapan yang optimal terkait
pemanfaatan situs sejarah Loyang Mendale sebagai sumber belajar pada
pembelajaran IPS sebelum berkunjung ke situs sejarah. Kesiapan tersebut
meliputi: penentuan materi pelajaran, penyusunan RPP IPS, sehingga waktu
yang dibutuhkan dapat dialokasikan dengan tepat.
2. Bagi kepala sekolah disarankan untuk selalu inten dan peduli terhadap
pemanfaatan lingkungan (situs sejarah) sebagai sumber belajar dalam bentuk
pemberian surat izin kepada guru yang akan membawa peserta didik untuk
3. Bagi pihak sekolah (kepala sekolah dan guru) disarankan untuk memberikan
sosialisasi kepada orangtua peserta didik terkait pentingnya situs sejaah
Loyang Mendale sebagai sumber belajar, sehingga dapat mempermdah izin dari orangtua peserta didik untuk mengunjungi situs sejarah Loyang Mendale.
4. Bagi pihak sekolah (kepala sekolah dan guru) disarankan agar
membudayakan pemanfaatan sumber belajar dalam setiap kegiatan belajar
mengajar yang tidak hanya situs sejarah Loyang Mendale, namun juga
sumber belajar lain.
5. Bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Tengah disarankan untuk membuat
surat edaran ke sekolah untuk memanfaatkan situs sejarah Loyang Mendale
dalam pembelajaran.
6. Bagi pengelola situs sejarah Loyang Mendale dan museum Gayo disarankan
agar senantiasa meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya
pengunjung peserta didik dengan cara membantu guru untuk mendampingi
para peserta didik ketika peserta didik melakukan pengamatan di situs sejarah
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Jurnal
A.A Istri Pradnya Asmara Putri. 2014. Tugu Taman Makam Pahlawan Sapta Dharma Pejeng , Sejarah, Makna dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar IPS Studi Kasus di SMP N 3 Tampaksiring, Gianyar-Bali. Jurnal Widya Winayata. Vol 2, No. 1
Agustina, Dewi. Oktober 2014. Kompetensi Guru Dalam Pemanfaatan Sumber Belajar Geografi SMA Negeri. Jurnal Ilmiah Pendidikan Geografi IKIP Veteran Semarang. Vol 2, No. 1
Akhmad Rohani & Abu Ahmadi. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, S. 1998. Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Arthanegara, I Gusti Bagus. 1983. Pendayagunaan Koleksi Museum Bali dalam Pengajaran Sejarah di SMA Denpasar di dalam Menyongsong 50 Tahun Museum Bali. Denpasar: Proyek Pembangunan Permuseuman
BPS Kabupaten Aceh Tengah. 2014. Aceh Tengah Dalam Angka. Aceh Tengah: BPS Aceh Tengah
Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah. Jogjakarta: Penerbit Ombak
Edi Supriadi. 2013. Pemanfaatan Situs Sejarah Jambansari Ciamis Sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal. Tesis Magister pada FPIPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Hammadin. 2005. Visiklopedia Negeri Antara. Bandung: Cipta Pustaka Media
Hasan, Said Hamid. 1995. Pendidikan Ilmu Sosial. Jakarta: Depdikbud
Hugronje, C. Snouck. 1996. Tanah Gayo dan Penduduknya. Jakarta: Indonesian-Nederlands Cooperation in Islamic Studies (INIS)
Ida Farida Ningrum. 2013. Pengembangan Pembelajaran Sejarah Lokal Untuk Meningkatkan Rasa Memiliki Jati Diri Kelokalan. Tesis Magister pada FPIPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
I Gusti Ayu Yuika Megawangi. 2014. Puri Agung Karangasem: Perspektif Sejarah, Struktur dan Fungsi Sera Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah Lokal. Jurnal Widya Winayata. Vol 2, No. 1
Khadijah. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Citapustaka Media
Latief, AR. 1995. Pelangi Kehidupan Gayo dan Alas. Bandung: Kurnia Bupa
Latuheru, John D. 1988. Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Jakarta: Depdikbud
Lincoln, Y.S. & Guba, E.G. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills London. New Delhi: Sage Publication
Majid, Abdul. 2008. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offse
Mulyasa. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offse
Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offse
Mulyasa, E. 2008. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Moleong, L.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rodakarya Offse
Nazli, Akmalun. 2013. Pemanfaatan Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara Sebagai Sumber Belajar Melalui Penerapan Pembelajaran Tematik Terpadu Pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Islam Terpadu Hikmatul Fadhillah Medan. PPs Unimed: Tidak Diterbitkan
Nurul, Dkk. 2013. Situs Duplang Di Desa Kamal Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember Historisitas Dan Pemanfaatannya Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah. Pancaran. Vol 2, No. 4
Rahayu, Endang. 2009. Pembelajaran Konstruktivisme Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa. Prosiding, Hal. 252-269. FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. ISBN: 978-979-16353-3-2
Rohani, A. 2010. Pengelolaan Pengajaran, Sebuah Pengantar Menuju Guru Profesional. Jakarta: Rineka Cipta
Sadiki, Khairus. 2011. Nilai Budaya Sumang Sebagai Sumber Nilai Dalam Pembelajaran IPS Pada Madrasah Aliyah di Kabupaten Aceh Tengah. Tesis Magister pada FPIPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Prenada: Jakarta
Setiawan, Taufikurrahman. 2009. Loyang Mendale Situs Hunian Prasejarah di Pedalaman Aceh. Academi Edu
Somantri, M. Numan. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Rosdakarya
Sudjana, nana. 2001. Tehnologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru
Sudrajat. 2008. Http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/15/sumber-belajar-untuk-mengefektifkan-pembelajaran-siswa/. (Online)
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sujarwo. 1989. Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar. Jakarta: Medyatama Sarana Perkasa
Sukmadinata, N.S. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia dan PT Remaja Rosdakarya
Sumaatmadja, Nursid. 1984. Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Bandung: Alumni
Sumaatmadja, Nursid. 2005. Manusia Dalam Kontek Sosial, Budaya dan Lingkungan Hidup (Edisi Revisi). Bandung: Alfabeta
Sumiati dan Asra. 2007. Mengajar dan Pembelajaran. Bandung: Rancaekek Depdikbud
Supardan, Dadang. 2012. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
Supriatna, E. 2012. Implementasi Pembelajaran Sejarah yang Berbasis Religi dan Budaya di Kawasan Banten Lama: Suatu Kajian Transformasi Nilai-Nilai Religi dan Budaya dalam Pendidikan Sejarah di SMA. Disertasi Doktor pada FPIPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Susilowati, Nenggih. 2009. “Gua dan Kawasan Karst, Daya Tarik Serta Ragam
Fungsinya dalam Kehidupan Manusia” dalam Sankhakala No 24.
Medan: Balai Arkeologi Medan.
Takai, R.T. and Connor, J.D. 1998. Museum + Learning: A Guide for Family Visits. (Online)
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Wiradnyana, Ketut dan Taufikurrahman Setiawan. 2011. Gayo Merangkai Identitas. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Wiradnyana, Ketut. 2011. Prasejarah Sumatera Baian Utara: Kontribusinya Pada Kebudayaan Kini. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Zahroh, N.L. 2012. Pemanfaatan Situs Singosari Dalam Mengembangkan Literasi Sejarah (Online)
Internet
Pengajaran Sejarah Lokal.pdf (Online)
http://aceh.tribunnews.com/…/08/14/jejak-leluhur-rakyat-gayo