KAJIAN SEMIOTIKA TERHADAP NOVELJANTERA BIANGLALA KARYA AHMAD TOHARI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
Oleh
MUHAMMAD ALI IMRON
NIM 07340077
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA SASTRA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG MALANG
KAJIAN SEMIOTIKA TERHADAP NOVELJANTERA BIANGLALA KARYA AHMAD TOHARI
SKRIPSI
Oleh
MUHAMMAD ALI IMRON
NIM 07340077
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA SASTRA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG MALANG
LEMBAR PENGESAHAN
Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi
Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Malang
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
Tanggal 30 Juni 2011
Mengesahkan,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Malang
Dekan.
Drs. H. Fauzan, M.Pd.
Dewan Penguji
1. Drs. H. Joko Widodo, M.Si. ...
2. Dr. Ekarini Saraswati, M.Pd. ...
3. Dr. Sugiarti, M.Si. ...
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini
dengan segenap keterbatasan kemampuan yang dimiliki. Shalawat serta salam
penulis haturkan kepada Rosulullah SAW sebagai suritauladan dan
pembimbing kita ke era pencerahan intelektual dan spiritual.
Penulisan skripsi dengan judul “Kajian Semiotika terhadap Novel Jantera
Bianglala karya Ahmad Tohari”, adalah bentuk rangkaian tugas akhir yang
dilakukan penulis selama mengikuti masa perkuliahan di Jurusan Pendidikan
Bahasa Sastra dan Daerah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Malang.
Sebagai manusia yang memiliki serba keterbatasan dan selalu
berinteraksi dengan sesamanya, maka patut kiranya penulis haturkan ucapan
terimakasih kepada pihak-pihak terkait yang telah membantu dalam
penyelesaian skripsi ini, diantaranya sebagai berikut:
1. Dr. H. Muhadjir Effendy, M.AP selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Malang serta para pembantu Rektor I, II dan III, yaitu:
Prof. Dr. Sujono, M.Kes., Drs. H. Mursidi, MM. dan Drs. H. Joko
Widodo, M.Si.
2. Drs. H. Fauzan, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Terimakasih atas segala perhatian, motivasi, bimbingan dan
viii
3. Para pembantu Dekan I, II dan III, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yaitu: Dr. M. Syaifuddin, MM., Dra. Thathit Manon A.,
M.Hum. dan Drs. Nur Widodo, M.Kes. yang telah memberikan
motivasi.
4. Dr. Ekarini Saraswati, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
Sastra Indonesia dan Daerah yang tidak pernah lelah memberikan
motivasi dan perhatiannya.
5. Dr. Sugiarti, M.Si selaku pembimbing I dalam penyusunan skripsi ini,
yang selalu membimbing penulis dengan penuh keikhlasan, kesabaran,
perhatian dan motivasi terimakasih atas segalanya ibu.
6. Drs. Ajang Budiman, M.Hum selaku pembimbing II dalam penyusunan
skripsi ini, yang tidak pernah lelah membimbing serta memberikan
motivasinya, penulis ucapkan banyak terimakasih bapak.
7. Para dosen Jurusan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah yang tidak bisa
penulis sebutkan namanya satu persatu, terimakasih atas ilmu yang telah
diberikan dengan penuh keikhlasan serta motivasi dan bimbingannya.
8. Keluarga besar penulis yakni Ayah, Ibu dan Kakak tercinta yang selalu
memberikan dukungan baik moril maupun materil selama penulis
menjalani studi ini.
9. Teman-teman kos tercinta yakni Ali, Ucup, Shihap, Risang, Febry,
Awie, Widyo, Rizky, Hendra, Firdaus, Yoga, Yusril, Awal, Amar, Asfi
ix
kekompakannya selama menempuh pendidikan di Universitas
Muhammadiyah Malang.
10. Teman-teman KKN yakni Farid, Bara, Robby, Antok, Bangkit, Munir,
Rokhis, Lutfa dan Ilham. Terimakasih atas kekompakannya selama
menjalani pengabdian dimasyarakat.
11. Teman-teman PPL yakni Aviz, Bayu, Danny, Imron Abadi dan Kadafi
terimakasih atas kekompakannya selama menjalani praktik lapangan di
SMP 08 Muhammadiyah Batu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih atas
saran dan kritik yang diberikan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dicatat
sebagai amal kebajikan di hadapan Allah SWT. Amien.
Malang, 27 Juni 2011 Penulis
✁i
2.4.1 Pengertian Kekuasaan... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian... 30
3.2 Metode Penelitian... 31
3.3 Data dan Sumber Data Penelitian... 31
3.3.1 Data Penelitian... 31 4.1 Pemakaian Lambang yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel Jantera Bianglala... 38
4.1.1 Pemakaian Lambang Benda yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala”... 38
4.1.2 Pemakaian Lambang Jabatan yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala”... 49
4.1.3 Pemakaian Lambang Profesi yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala”... 71
4.1.4 Pemakaian Lambang Suasana yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala”... 84
4.2 Hubungan Antarlambang yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel Jantera Bianglala... 89
✂ii
4.2.2 Hubungan Antarlambang Profesi yang Merepresentasikan
Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala”... 100
4.2.3 Hubungan Antarlambang Jabatan dan Lambang Benda yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala” ... 104
4.2.4 Hubungan Antarlambang Jabatan dan Lambang Profesi yang Merepresentasikan Kekuasaan dalam Novel “Jantera Bianglala” ... 106
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan... 114
5.2 Saran... 115
DAFTAR PUSTAKA... 121
120
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 1991. Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Dwiningrum Nila, Definisi-Kekuasaan-Kelompok.
http://niladwipsikologi.wordpress.com. (diakses 18 mei 2011).
Eagleton, Terry. 1996.Teori Sastra.Yogyakarta dan Bandung: Jalasutra.
Martin, Roderick. 1993.Sosiologi Kekuasaan.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern.Yogyakarta: Gama Media.
Rivai, Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Santosa, Puji. 1993. Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung: Angkasa.
Soekanto, Soerjono. 1992.Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta: Rajawali Pers.
Sobur, Alex. 2003.Semiotika Komunikasi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Soekanto, Soerjono & Agus Brotosusilo. 1987. Masyarakat dan kekuasaan. Jakarta: Rajawali.
Sukada, Made. 1987.Pembinaan Kritik Sastra Indonesia.Bandung: Angkasa.
Syahadah Raudhotus, Pengertian Kekuasaan. http://raraajah.wordpress.com. (diakses 15 mei 2011).
Teeuw, A. 1991.Membaca dan Menilai Sastra.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wiyatmi. 2006.Pengantar Kajian Sastra.Yogyakarta: Pustaka.
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa
pengalaman, pemikiran, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk
gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Untuk
mempelajari sastra lebih dalam lagi, setidaknya terdapat 5 karakteristik sastra
yang mesti dipahami. Pertama, pemahaman bahwa sastra memiliki tafsiran
mimesis. Artinya, sastra yang diciptakan harus mencerminkan kenyataan.
Kalau pun belum, karya sastra yang diciptakan dituntut untuk mendekati
kenyataan. Kedua, manfaat sastra. Mempelajari sastra mau tidak mau harus
mengetahui apa manfaat sastra bagi para penikmatnya. Dengan mengetahui
manfaat yang ada, paling tidak mampu memberikan kesan bahwa sastra yang
diciptakan berguna untuk kemaslahatan manusia. Ketiga, dalam sastra harus
disepakati adanya unsur fiksionalitas. Unsur fiksionalitas sendiri merupakan
cerminan kenyataan, yang merupakan unsur realitas yang tidak terkesan
dibuat-buat. Keempat, pemahaman bahwa karya sastra merupakan sebuah
karya seni.
Dengan adanya karakteristik sebagai karya seni ini, pada akhirnya
dapat membedakan mana karya yang termasuk sastra dan bukan sastra.
Kelima, setelah empat karakteristik ini dipahami, pada akhirnya harus
bermuara pada kenyataan bahwa sastra merupakan bagian dari masyarakat.
2
memiliki tanda-tanda yang kurang lebih sama dengan norma, adat, atau
kebiasaan yang muncul bersamaan dengan hadirnya sebuah karya sastra itu
sendiri.
Perkembangan sastra suatu bangsa atau daerah merupakan suatu kebudayaan
yang diperoleh dari penelitian karya sastra yang dihasilkan para peneliti sastra
yang menunjukkan terjadinya perbedaan-perbedaan atau
persamaan-persamaan karya sastra itu sendiri pada periode-periode tertentu.
Sastra itu sendiri bersifat sosial dan ada dalam kesadaran
masyarakat tertentu, namun studi sastra itu sendiri, beranggapan bahwa
konvensi tersebut dapat dilacak dan dideskripsikan dari analisis struktur tanda
dan penanda dalam teks sastra itu sendiri secara otonom, terpisah dari
pengarang ataupun realitas sosial. Analisis yang seksama dan menyeluruh
terhadap relasi-relasi berbagai unsur yang membangun karya sastra dianggap
akan menghasilkan suatu pengetahuan tentang sistem sastra itu sendiri.
Pada penelitian ini, penulis akan mengkaji tentang sistem tanda
atau perlambangan pada novel Jantera Bianglala. Novel ini menguak tentang
kehidupan rakyat jelata di suatu Daerah terpencil, kehidupan rakyat di daerah
tersebut sangatlah sederhana, mayoritas dari penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani. Dukuh Paruk yang sangat terpencil ini
menyebabkan tidak dikenal oleh sebagian orang, akan tetapi dukuh paruk
mempunyai ikon yang sangat dikenal oleh sebagian besar masyarakat yaitu
penari ronggeng. Penari Ronggeng sangat digemari oleh sebagian besar
masyarakat dukuh paruk, novel ini juga menguak tentang tragedi 1965 yaitu
3
saksi bisu atas tragedi tersebut. Novel ini sangat berbeda dengan novel
lainnya, dalam novel ini menguak kehidupan rakyat jelata dan menguak
tragedi pemberontakan pada waktu itu.
Tragedi 1965 tidak akan pernah dilupakan oleh masyarakat Dukuh
Paruk, para penguasa pada waktu itu tidak pandang bulu, mereka tidak segan
untuk membunuh rakyat yang dianggapnya terlibat pemberontakan. Dukuh
Paruk menjadi porak poranda atas tragedi tersebut, akan tetapi Dukuh Paruk
masih dikenal oleh sebagian besar masyarakat, hal ini dikarenakan Dukuh
Paruk mempunyai seorang ronggeng yang sangat terkenal, penari ronggeng
tersebut bernama Srintil yang sangat cantik dan banyak memikat para laki-laki
yang melihatnya, akan tetapi dengan terjadinya tragedi 1965, Srintil ditangkap
dan dimasukkan ke dalam penjara beserta para calungnya. Dukuh Paruk juga
mempunyai seorang laki-laki yang sangat perkasa yaitu Rasus yang juga
seorang Tentara dengan pangkat Tamtama, dia sangat dihormati oleh rakyat
Dukuh Paruk. Keberadaanya sangat membuat tenang dan damai rakyat dukuh
paruk, dia juga sahabat dekat Srintil.
Perebutan kekuasaan antar penguasa pada waktu itu menyebabkan
rakyat kecil menjadi korban dari ketamakan para penguasa. Kekuasaan
menjadi faktor utama akan kejadian-kejadian keji yang menimpa rakyat
Dukuh Paruk. Kekuasaan sangatlah penting adanya, apabila kekuasaan sudah
berada digenggaman tangan maka apapun yang diinginkan kemungkinan besar
akan tercapai. Seperti yang dilakukan oleh para pemberontak pada waktu itu,
mereka melawan pemerintah demi sebuah kekuasaan. Pada novel Jantera
4
ingin merebut kekuasaan atas pemerintah sehingga banyak terjadi
pembunuhan yang dilakukan pemberontak untuk mewujudkan semua itu.
Orang-orang yang memiliki kekuasaan waktu itu akan dengan mudah
memiliki apa yang diinginkan dan mereka memiliki kekuatan atas
kekuasaannya, sehingga rakyat kecil banyak yang bekerja terhadap orang yang
memiliki kekuasaan. Semua peristiwa yang dialami oleh rakyat Dukuh Paruk
yang dilakukan para penguasa menyebabkan rakyat di sana banyak menjadi
pekerja di bawah tangan para penguasa. Atas peristiwa-peristiwa tersebut
perlu kiranya dikaji lebih dalam tentang kekuasaan yang terdapat dalam novel
Jantera Bianglala.
Novel Jantera Bianglala ini sangatlah berbeda dengan kebanyakan
novel lainnya, novel ini mempunyai keistimewaan karena mengangkat dan
mengupas tentang kehidupan rakyat kecil dari daerah yang begitu terpencil
pula, selain itu novel ini juga menguak tragedi 1965 yang tidak akan pernah
terlupakan oleh rakyat Dukuh Paruk dan rakyat indonesia secara umum. Novel
Jantera Bianglala merupakan trilogi karya Ahmad Tohari, novel yang pertama
berjudul Ronggeng Dukuh Paruk yang kedua berjudul Lintang Kemukus Dini
Hari dan yang ketiga berjudul Jantera Bianglala. Peneliti memilih Jantera
Bianglala karena novel ini berbeda dengan judul-judul sebelumnya, novel ini
sangatlah radikal dalam mengupas kehidupan masyarakat Dukuh Paruk,
dimana pengarang menceritakan secara detail bagaimana sistem kehidupan
rakyat Dukuh Paruk. Jantera Bianglala merupakan gambaran dari kehidupan
rakyat Dukuh Paruk, suka dan duka dapat dilihat dari peristiwa-peristiwa yang
5
terlibat dengan para komunis menyebabkan rakyatnya menjadi korban
peristiwa pembakaran terhadap Dukuh Paruk. Jantera dapat dilambangkan
sebagai alat yang mampu memutar sebuah benda atau poros sedangkan
Bianglala dapat dilambangkan sebagai pelangi yang mampu memberi warna
dalam kehidupan. Semua peristiwa yang menimpa rakyat Dukuh Paruk
menyebabkan dukuh tersebut dianggap sebagai sarang komunis dan semua
rakyat di sana menderita sepanjang waktu. Dukuh Paruk telah mengalami
masa-masa yang sangat memilukan, rumah-rumah di sana hancur tinggal
bekas kebakaran, sistem kehidupan rakyatnya lumpuh. Peristiwa tersebut tidak
selama dialami oleh rakyat Dukuh Paruk, pergantian musim menyebabkan
wilayah Dukuh Paruk mulai tampak hijau dan mulai kelihatan keindahan alam
di sana, sistem perekonomian rakyatnya mulai menggeliat dan gubuk-gubuk
kecil mulai berdiri satu persatu. Anggapan bahwa rakyat Dukuh Paruk terlibat
dengan komunis mulai terhapuskan dan rakyat di sana mulai berani berangkat
ke pasar untuk memenuhi kehidupannya.
Novel Jantera Bianglala mengisahkan bagaimana perjuangan
rakyat Dukuh Paruk, Rasus, Srintil maupun para sesepuh desa dalam
mengembalikan citra Dukuh Paruk setelah tragedi 1965 yang sangat
memilukan, hal itu disebabkan masyarakat Dukuh Paruk dianggap terlibat
persekutuan dengan para komunis, sehingga semua rakyatnya menjadi korban
atas tragedi yang telah melumpuhkan sistem kehidupan masyarakat Dukuh
Paruk. Para penguasa sangatlah tega menghukum orang-orang yang terlibat
6
yang diembannya, sehingga sangatlah mudah menghukum orang-orang yang
melanggar aturan negara.
Rasus yang merupakan putra asli Dukuh Paruk dan memiliki
kekuasaan atas jabatannya sebagai seorang tentara, dia berusaha
menyelamatkan para orang-orang Dukuh Paruk dengan tangannya sendiri dan
berusaha mengembalikan citra Dukuhnya sebagai Pedukuhan yang tidak
terlibat dengan komunis. Dalam novel Jantera Bianglala banyak terdapat tanda
atau perlambangan yang perlu dikaji lebih mendalam, oleh karena itu penulis
akan mengkaji tentang sistem tanda atau perlambangan yang terdapat pada
novel Jantera Bianglala, sistem perlambangan yang terdapat dalam novel ini
akan dikaji sebagaimana mestinya sehingga dapat diketahui dan dipahami
tentang sistem perlambangannya. Pendekatan dalam suatu penelitian sangatlah
penting adanya, hal ini dikarenakan dengan adanya suatu pendekatan maka
akan menemukan suatu titik terang dalam suatu penelitian.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan semiotik
yaitu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sistem tanda. Hal ini
sesuai dengan pengertian semiotik sebagai ilmu tanda, yang memandang
fenomena sosial dan budaya sebagai sistem tanda Pradopo (dalam Wiyatmi
2006, 92). Sebagai ilmu tanda semiotik secara sistematik mempelajari
tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem-sistem lambang dan proses-proses
perlambangan Luxemburg (dalam Wiyatmi 2006, 92-93).
Dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya manusia juga sering
berada dalam proses semiosis, yaitu memahami sesuatu yang berada di
7
misalnya, maka orang akan mengatakan bahwa sebentar lagi akan turun hujan.
Demikian juga ketika tampak serombongan orang yang memakai baju warna
hitam, yang kemudian ditafsirkan sebagai para pelayat yang sedang berada
dalam suasana duka. Semiotik pada mulanya dikembangkan oleh Ferdinand de
Saussure dari Swiss dan Charles Sanders Pierce dari Amerika, Luxemburg
(dalam Wiyatmi 2006, 93). Dari semiotik yang semula untuk studi bahasa dan
sastra dalam arti luas itu, dalam analisis sastra kemudian kemudian
dikembangkan pendekatan semiotik. Menurut pandangan semiotik, setiap
tanda terdiri dari dua aspek, yaitu penanda (hal yang menandai sesuatu) dan
petanda (referent yang diacu atau dituju oleh tanda tertentu). Sebagai
fenomena budaya, bahasa dan sastra merupakan sistem tanda. Bedanya, kalau
bahasa merupakan sistem tanda tingkat pertama, maka sastra merupakan
sistem tanda tingkat kedua. Mengapa sastra dianggap sebagai sistem tanda
tingkat kedua, hal ini karena sastra menggunakan bahasa sebagai media
ekspresinya.
Penelitian tentang kajian semiotika telah ada sebelumnya yang
dilakukan oleh peneliti sebelumnya, antara lain penelitian yang dilakukan oleh
Muhairin dengan judul penelitian “Analisis Semiotika pada Syair Lagu
Daerah Bima dalam Album “Mori Kese” karya Aan’s Sapoetra. Dalam
penelitian tersebut disimpulkan bahwa ada beberapa penanda dan petanda
yang dapat di temukan pada syair lagu album “mori kese” (hidup sebatang
kara) yaitu. Penanda dan petanda yang di temukan pada syair lagu “mori kese”
8
menggambarkan atau menceritakan kesedihan yang dialami oleh seorang anak
karena di tinggal mati oleh kedua orang tuanya.
Dan yang kedua penelitian yang dilakukan oleh Nikmatus Sholiha,
dengan judul penelitian “problem kehidupan tokoh perempuan pada novel
Jantera Bianglala” karya Ahmad Tohari. Pertama dalam penelitian tersebut
disimpulkan bahwa Srintil tidak mempunyai harga diri lagi, Srintil berusaha
menjalani hidup yang lebih layak, layaknya seorang perempuan. Penolakan
dari anak angkat dan banyak lagi problem yang dialami. Kedua dilakukan
dengan cara bijaksana tanpa adanya kekerasan, Srintil mengubah penampilan
karena dengan mengubah penampilan menjadi salah satu cara menyelesaikan
problem karena ia menghindari orang-orang yang membicarakan
penampilannya. Dan yang ketiga Srintil mengalami depresi dan tidak bisa
berfikir normal lagi, tidak bisa mengenali orang-orang yang ada disekitarnya.
Srintil menjadi perempuan liar dan susah diatur, gila dan tidak bisa berfikir
secara normal lagi.
Pada penelitian kali ini berbeda dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Muhairin dan Nikmatus Sholiha. Penelitian ini lebih
ditekankan pada penggunaan lambang-lambang yang terdapat pada novel
Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari dimana sistem perlambangan banyak
terdapat dalam novel Jantera Bianglala sehingga sangat perlu dikaji yang
berhubungan dengan pemakaian dan hubungan antarlambang yang
merepresentasikan kekuasaan yang terdapat dalam novel Jantera Bianglala
9
Peirce (dalam Santosa, 1993:6) berpendapat bahwa lambang
merupakan bagian dari tanda. Setiap lambang adalah tanda, dan tidak setiap
tanda itu dapat dikatakan sebagai lambang. Ada kalanya tanda dapat menjadi
lambang secara keseluruhan, yaitu dalam bahasa. Hal ini dimungkinkan
karena bahasa merupakan sistem tanda yang arbitrer sehingga setiap tanda
dalam bahasa merupakan lambang. Saussure memandang bahasa sebagai
sebuah sistem tanda, yang harus dipelajari secara sinkronis maksudnya,
dipelajari sebagai satu sistem yang lengkap pada satu waktu tertentu, dan
bukan secara diakronis yaitu dalam perkembangan sejarahnya. Setiap tanda
harus dilihat terdiri dari sebuah penanda (sebuah citra bunyi, atau
persamaanya dalam bentuk gambar) dan sebuah petanda (konsep atau makna).
Pengkajian susastra secara semiotika disebabkan bahwa susastra
memiliki watak otonom dan komunikatif. Watak otonom ditinjau secara
struktural dan watak komunikatif ditinjau secara ekstrinsik Wellek (dalam
Santosa 1993, 20). Pengkajian semiotika secara otonom dapat menggunakan
pokok-pokok pemikiran Charles Morris (dalam Santosa 1993, 20).
Menurutnya ada empat macam yang dikaji secara semiotika, yaitu (1) masalah
hubungan antar lambang, (2) penafsiran lambang, (3) maksud lambang dan,(4)
cara pemakaian lambang. Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, peneliti
mengkaji dua aspek dari unsur pokok-pokok yang disampaikan oleh Charles
Morris di atas agar lebih focus yaitu pemakaian lambang dan hubungan
antarlambang.
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimanakah
10
hubungan antarlambang yang merepresentasikan kekuasaan dalam novel
Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membahas tentang
“Kajian Semiotika terhadap Novel Jantera Bianglala Karya Ahmad
Tohari”.
1.2 Jangkauan Masalah
Jantera Bianglala merupakan salah satu dari banyak karya sastra
yang diciptakan oleh Ahmad Tohari, novel Jantera Bianglala merupakan
trilogi antara lain: Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari dan
Jantera Bianglala. Novel ini menceritakan tentang kehidupan rakyat Dukuh
Paruk, novel ini sangat menarik untuk dikaji dan diteliti, pada novel ini
terdapat banyak tanda dan perlambangan yang menggambarkan sebuah
kenyataan kehidupan, suka duka rakyat Dukuh Paruk. Dalam penelitian ini
pada umumnya yaitu mengkaji tentang lambang yang terdapat dalam novel
Jantera Bianglala, menurut pemikiran Charles Morris ada empat macam kajian
secara semiotika yaitu, 1) masalah hubungan antar lambang, 2) penafsiran
lambang, 3) maksud lambang, dan 4) cara pemakaian lambang. Dari
pokok-pokok diatas peneliti mengkaji tentang dua aspek yaitu bagaimanakah
pemakaian lambang yang merepresentasikan kekuasaan dan bagaimanakah
11 1.3 Batasan Masalah
Mengingat luasnya dalam penelitian ini, maka penulis membatasi
permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam novel Jantera Bianglala
yaitu tentang bagaimanakah pemakaian lambang yang merepresentasikan
kekuasaan dan bagaimanakah hubungan antarlambang yang
merepresentasikan kekuasaan. Pemakaian dan hubungan antarlambang
memiliki peran penting dalam menggambarkan jalannya cerita yang terdapat
dalan novel, hal ini dikarenakan lambang merupakan tanda yang bermakna
dinamis, khusus, subjektif, kias dan majas (Santosa, 1993: 5). Penulis
memilih pemakaian dan hubungan antar lambang dalam kajian semiotika ini
karena bahasa merupakan sistem tanda, dan setiap tanda tersusun dengan
adanya lambang. Hubungan antarlambang memiliki fungsi yang cukup
penting dalam membentuk satu kisah cerita, peristiwa-peristiwa yang timbul
dalam novel Jantera Bianglala tidak lepas dari penggunaan lambang, lambang
merupakan bagian dari tanda, setiap lambang adalah tanda, dan tidak setiap
tanda itu dapat sebagai lambang, adakalanya tanda dapat menjadi lambang
secara keseluruhan yaitu dalam bahasa.
1.4 Rumusan Masalah
Permasalahan-permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian
ini dapat dirumuskan ke dalam pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
1) Bagaimanakah pemakaian lambang yang merepresentasikan kekuasaan
12
2) Bagaimanakah hubungan antarlambang yang merepresentasikan kekuasaan
dalam novel Jantera Bianglala?
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
a) Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini adalah dapat mendeskripsikan tentang
perlambangan yang merepresentasikan kekuasaan yang terdapat dalam novel
Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari.
b) Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini antara
lain sebagai berikut:
1) Mendeskripsikan pemakaian lambang yang merepresentasikan kekuasaan
dalam novel Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari.
2) Mendeskripsikan hubungan antarlambang yang merepresentasikan
kekuasaan dalam novel Jantera Bianglala karya Ahmad Tohari.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat-manfaat dalam penelitian ini dapat dibedakan
menjadi dua yaitu manfaat teoretik dan manfaat praktik.
1.6.1 Manfaat teoretik
Manfaat penelitian secara teoretik adalah:
13
2. Untuk menambah wawasan tentang ilmu sastra khususnya novel.
1.6.2 Manfaat praktis
Manfaat penelitian secara praktik dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Bagi pembelajaran sastra
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pembelajaran
sastra, khususnya tentang karya sastra, sehingga pembelajaran sastra dapat
lebih bervariasi.
b. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan sumbangan
bagi kajian sastra sehingga uraian dan telaah semiotika dapat dijadikan
pemikiran dan pengembangan peneliti selanjutnya, khususnya yang mengkaji
tentang karya sastra.
1.7 Penegasan Istilah
Agar istilah-istilah dalam penelitian ini lebih jelas dan dapat dipahami,
maka perlu kiranya adanya penegasan istilah. Adapun istilah-istilah yang
perlu ditegaskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Semiotika adalah ilmu yang secara sistematis mempelajari tanda-tanda
dan lambang-lambang, sistem-sistemnya dan proses perlambangan
(Luxemburg dalam Santosa, 1993: 3).
2) Tanda merupakan bagian dari ilmu semiotika yang menandai sesuatu hal
atau keadaan untuk menerangkan atau memberitahukan objek kepada
14
3) Lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang memimpin pemahaman si
subjek kepada objek, hubungan antara subjek dan objek terselip adanya
pengertian sertaan. Suatu lambang selalu dikaitkan dengan tanda-tanda
yang sudah diberi sifat-sifat kultural, situasional, dan kondisional
(Santosa, 1993: 4).
4) Kekuasaan merupakan kemampuan untuk menjamin pelaksanaan
kewajiban-kewajiban yang mengikat melalui satuan-satuan yang ada di
dalam suatu sistem organisasi kolektif pada saat kewajiban-kewajiban itu
berlaku sesuai dengan tujuan-tujuan kolektif yang telah dicanangkan
(Martin, 1990: 36).
5) Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai
budaya, sosial, moral, dan pendidikan.
6) Kajian merupakan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan
penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk
memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk