• Tidak ada hasil yang ditemukan

Emisi gas CH4 dan serapan karbon dari aplikasi pupuk anorganik, organik dan tanaman sela pada budidaya jarak pagar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Emisi gas CH4 dan serapan karbon dari aplikasi pupuk anorganik, organik dan tanaman sela pada budidaya jarak pagar"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

EMISI GAS CH

4

DAN SERAPAN KARBON DARI APLIKASI

PUPUK ANORGANIK, ORGANIK, DAN TANAMAN SELA

PADA BUDIDAYA JARAK PAGAR

YANUAR ISHAQ DWI CAHYO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

ABSTRACT

YANUAR ISHAQ DWI CAHYO. Methane Emission and Carbon Sequestration from Intercropping System, Organic and Anorganic Fertilizer Application inJatropha Cultivation.

Supervised by HERDHATA AGUSTA.

Production of Jatropha as a biofuel can be increased by fertilization. Subtitution chemical fertilizer into organic fertilizer have to consider the methane (CH4) emissions from

soil that fertilizer applied. In this study the rate of methane (CH4) emission from jatropha

cake compost (-0.99 CH4/m2/hour) and peanuts intercrops (- 0.62 CH4/m2/hour) is lower than

urea fertilizer (- 0.04 CH4/m2/hour). Carbon sequestration is a reference to see the potential

of the plant to reduce the CO2 in the atmosphere. Application of urea fertlizer showed carbon

uptake (13.62 tonnes C/ha/year) higher than between fertilizer application (12.83 ton C/ha/year) and jatropha cake compost (11.09 tonnes C/ha/year). The productivity of jatropha from the jatropha cake compost (152 kg/ha/year) and intercrops (147.1 kg/ha/year) application was higher than urea fertilizer (147 kg/ha /year).

(3)

ABSTRAK

YANUAR ISHAQ DWI CAHYO. Emisi Gas CH4 dan Serapan Karbon Pada

Pertanaman Jarak Pagar dari Perlakuan Tanaman Sela, Pupuk Organik, dan Pupuk Anorganik. Dibimbing oleh HERDHATA AGUSTA.

Peningkatan produksi jarak pagar sebagai bahan bakar nabati dapat ditingkatkan dengan cara pemupukan. Upaya subtitusi pupuk anorganik menjadi organik perlu mempertimbangkan emisi metana (CH4) dari tanah dari aplikasi

pemupukan. Rata-rata laju gas metana dari tanah yang dihasilkan dari pupuk organik kompos bungkil jarak (-0.99 CH4/m2/jam) dan tanaman sela kacang tanah

(-0.62 CH4/m2/jam) lebih rendah daripada pupuk anorganik urea (-0.04

CH4/m2/jam). Serapan karbon dapat menjadi acuan untuk melihat potensi tanaman

dalam mengurangi kandungan CO2 dari atmosfer. Aplikasi pupuk anorganik urea

memberikan serapan karbon (13.62 ton C/ha/tahun) lebih besar dibandingkan aplikasi pupuk tanaman sela (12.83 ton C/ha/tahun) maupun pupuk kompos bungkil jarak (11.09 ton C/ha/tahun). Total produktivitas tanaman pada perlakuan bungkil jarak (152 kg/ha/tahun), tanaman sela (147.1 kg/ha/tahun) lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk anorganik urea (147 kg/ha/tahun).

Kata kunci: Jarak pagar, Metana (CH4), Pupuk, Serapan Karbon

ABSTRACT

YANUAR ISHAQ DWI CAHYO. Methane Emission and Carbon Sequestration from Intercropping System, Organic and Anorganic Fertilizer Application in Jatropha Cultivation. Supervised by HERDHATA AGUSTA.

Production of Jatropha as a biofuel can be increased by fertilization. Subtitution chemical fertilizer into organic fertilizer have to consider the methane (CH4) emissions from soil that fertilizer applied. In this study the rate of methane

(CH4) emission from jatropha cake compost (-0.99 CH4/m2/hour) and peanuts

intercrops (- 0.62 CH4/m2/hour) is lower than urea fertilizer (- 0.04 CH4/m2/hour).

Carbon sequestration is a reference to see the potential of the plant to reduce the CO2 in the atmosphere. Application of urea fertlizer showed carbon uptake (13.62

tonnes C/ha/year) higher than between fertilizer application (12.83 ton C/ha/year) and jatropha cake compost (11.09 tonnes C/ha/year). The productivity of jatropha from the jatropha cake compost (152 kg/ha/year) and intercrops (147.1 kg/ha/year) application was higher than urea fertilizer (147 kg/ha /year).

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Emisi Gas CH4

dan Serapan Karbon dari Aplikasi Pupuk Anorganik, Organik, dan Tanaman Sela pada Budidaya Jarak Pagar adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Yanuar Ishaq Dwi Cahyo

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

EMISI GAS CH

4

DAN SERAPAN KARBON DARI APLIKASI PUPUK

ANORGANIK, ORGANIK, DAN TANAMAN SELA PADA BUDIDAYA

JARAK PAGAR

YANUAR ISHAQ DWI CAHYO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Emisi Gas CH4 dan Serapan Karbon dari Aplikasi Pupuk

Anorganik, Organik dan Tanaman Sela pada Budidaya Jarak Pagar Nama : Yanuar Ishaq Dwi Cahyo

NIM : A24080026

Disetujui oleh

Dr. Ir. Herdhata Agusta Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2011 sampai dengan Mei 2012 ini ialah teknik budidaya ramah lingkungan, dengan judul emisi gas CH4 dan serapan karbon dari aplikasi pupuk anorganik, organik, dan tanaman sela

pada budidaya jarak pagar.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Herdhata Agusta selaku pembimbing yang telah memberikan koreksi dan saran. Selain itu, penulis juga memberikan ucapan terima kasih kepada teman-teman yang berada di Surfactan and Bioenergy Research Center (SBRC) atas bimbingannya dalam penelitian. Penulis juga memberikan penghargaan kepada PT Indocement Tunggal Prakarsa yang telah menyediakan lahan penelitian serta para pendamping lahan yang membantu dalam mengambil data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

METODE 8

Bahan 8

Alat 8

Prosedur Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Laju Gas Metana 9

Biomasa dan Serapan Karbon 10

Vegetatif dan Generatif Jarak Pagar 11

Tanaman Sela: Kacang Tanah 14

Kondisi Lingkungan Tanah 15

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 26

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan kimia bungkil biji jarak pagar 6

2 Pengaruh jenis pupuk terhadap kandungan C-organik pada jarak pagar 10 3 Pengaruh jenis pupuk terhadap serapan karbon pada jarak pagar 11 4 Parameter vegetatif tanaman jarak pagar dari perlakuan sumber

pupuk 12

5 Parameter warna daun tanaman jarak pagar dari perlakuan sumber

pupuk 12

6 Bobot basah dan bobot kering tanaman sela dan tanaman sela yang

ditambah dengan pupuk bungkil jarak 14

7 Perbandingan warna daun dan konsentrasi klorofil pada dua perlakuan

tanaman sela 15

8 Parameter daya hasil (generatif) pada tanaman sela kaca tanah 15

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) 3

2 Laju emisi metana (CH4) pada 7, 14, 21, dan 65 hari setelah aplikasi

pada masing-masing perlakuan 9

3 Potensi produktivitas biji kering jarak pagar dari perlakuan pemupukan 13 4 Suhu tanah pada berbagai perlakuan dan hari setelah aplikasi (HSA)

pupuk 16

5 pH tanah pada berbagai kedalaman (0-100 cm) pada masing-masing

perlakuan 17

6 Kandungan amonium pada berbagai kedalaman (0-100 cm) pada

masing-masing perlakuan 18

7 Kandungan nitrat pada berbagai kedalaman (0-100 cm) pada

masing-masing perlakuan 19

8 Kandungan C-organik pada berbagai kedalaman (0-100 cm) pada

masing-masing perlakuan 20

9 Kandungan N-total pada berbagai kedalaman (0-100 cm) pada

masing-masing perlakuan 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data iklim selama penelitian 26

2 Laju emisi gas metana dari perlakuan sumber pupuk 27 3 Potensi produktivitas biji kering jarak pagar 28 4 pH di berbagai kedalaman tanah pada perlakuan sumber pupuk 29

(11)
(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman jarak pagar berpotensi sebagai penghasil bahan baku energi terbarukan (Achten et al. 2010). Potensi untuk produksi bahan bakar nabati (BBN) dapat dipilih karena tanaman jarak pagar tidak bersaing dengan tanaman penghasil pangan, tidak dimakan binatang karena beracun, mudah beradaptasi di lapangan, berpotensi menjadi bisnis baru untuk masyarakat, dan kegiatan produksi lebih terdesentralisasi (Syakir 2010).

Program pengembangan jarak pagar sangat difokuskan pada lahan-lahan marginal. Potensi produksi jarak pagar di lahan kering pada tahun pertama sebesar 880.78 kg/ha (352.31 g/pohon) dari tanaman asal stek (Santoso et al. 2008). Salah satu upaya peningkatan produktivitas adalah melalui pemupukan. Penggunaan pupuk anorganik atau kimia akan meningkatkan emisi gas rumah kaca dari sektor industrinya. Sumber energi utama untuk pembuatan pupuk kimia N adalah gas alam yang tidak dapat diperbaharui. Pada proses pembuatannya pun menghasilkan rata-rata 1.5 kg CO2/kg NH3 dilepaskan ke atmosfer dari produksi amonia

(Althaus et al. 2007) yang merepresentasikan 0.93% dari total gas rumah kaca di dunia (IFA 2009).

Upaya untuk menekan pencemaran lingkungan tersebut perlu dilakukan dengan mengembangkan model budidaya jarak pagar yang ramah lingkungan. Sumber pupuk lain perlu dikembangkan untuk menekan produksi emisi gas rumah kaca dari penggunaan pupuk kimia. Subtitusi yang dapat digunakan sebagai sumber pupuk adalah kompos bungkil jarak dan pupuk hijau berupa tanaman sela kacang tanah. Penggunaan bungkil jarak pagar sebagai kompos disebabkan oleh kandungan unsur hara yang tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang (Prihandana dan Hendroko2007). Pada proses pembuatannya pupuk bungkil jarak tidak memerlukan energi yang besar. Tanaman sela kacang tanah dapat memberikan tambahan produk lain dari penggunaan lahan yang sama.

Pemupukan akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara vegetatif maupun generatif. Sehingga aplikasi pupuk dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan potensi tanaman dalam menyerap gas CO2

dari atmosfer. Aplikasi pemupukan ke lahan pertanian akan memunculkan potensi emisi gas CH4 yang berasal dari aktivitas mikroorganisme tanah. Gas CH4 adalah

salah satu gas rumah kaca yang memiliki kekuatan radiasi 20 kali lebih besar daripada CO2. Penggunaan kompos bungkil jarak dan tanaman sela kacang tanah

sebagai sumber pupuk masih berperan dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca dari tanah. Pada akhirnya subtitusi pupuk anorganik harus diikuti oleh potensi emisi gas CH4 yang rendah dari tanah serta meningkatkan vegetatif dan generatif

tanaman jarak pagar. Sehubungan dengan hal tersebut penelitian ini mengukur emisi gas CH4 dan serapan karbon dari yaitu tanaman sela dan bungkil jarak pagar.

Selanjutnya dibandingkan dengan penggunaaan pupuk anorganik yaitu urea, KCl, dan SP-36. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah emisi CH4 lebih

(14)

2

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dapat diketahui terdapat permasalahan mengenai emisi gas metana yang diakibatkan dari penggunaan pupuk untuk lahan pertanian. Peningkatan penggunaan pupuk kimia sejajar dengan peningkatan emisi gas metana. Masih terdapat peluang untuk mengurangi emisi gas metana dengan cara subtitusi penggunaan jenis pupuk yaitu pupuk organik bungkil jarak pagar dan pupuk dari tanaman sela kacang tanah. Jenis pupuk nantinya juga akan mempengaruhi kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Berdasarkan hal tersebut dapat

dirumuskan bahwa permasalahan yang diteliti adalah

1. Apakah pupuk organik bungkil jarak dan tanaman sela dapat menghasilkan emisi gas metana yang lebih rendah daripada pupuk anorganik ?

2. Apakah pupuk organik bungkil jarak dan tanaman sela dapat menggantikan pupuk anorganik untuk peningkatan produksi tanaman jarak pagar ?

3. Apakah penggunaan pupuk organik bungkil jarak dan tanaman sela memberikan potensi penyerapan CO2 yang lebih baik daripada pupuk

anorganik pada tanaman jarak pagar ?

4. Bagaimana kondisi lingkungan tanah setelah aplikasi jenis pupuk yang berbeda dan pengaruhnya terhadap emisi gas metana ?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini ialah untuk mendapatkan model produksi jarak pagar yang efektif dan berwawasan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah 1. Mengukur emisi CH4 dari tanah pada aplikasi sumber pupuk anorganik,

kompos bungkil jarak, dan tanaman sela kacang tanah

2. Mendapatkan informasi potensi pupuk kompos bungkil jarak dan tanaman sela dalam menggantikan penggunaan pupuk anorganik dalam meningkatkan produksi tanaman jarak pagar

3. Mengukur potensi serapan karbon pada tanaman jarak pagar dari aplikasi pupuk anorganik, kompos bungkil jarak, dan tanaman sela

4. Mendapatkan informasi mengenai kondisi lingkungan tanah dari aplikasi pupuk kompos bungkil jarak, tanaman sela, dan pupuk anorganik serta korelasinya dengan emisi gas metana.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisis laju emisi gas metana dari aplikasi jenis pupuk yang berbeda berupa pupuk anorganik, pupuk organik bungkil jarak serta tanaman sela. Data Sampel gas dari lahan penelitian dianalisis sehingga muncul konsentrasi gas metana yang kemudian dikonversi untuk mendapatkan nilai laju emisi gas metana. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sebagai pengaruh penggunaan pupuk diamati berupa aspek vegetatif dan generatif dari tanaman jarak pagar. Kemampuan tanaman jarak pagar dalam menyerap CO2 diukur dengan cara

(15)

3 tanah dilihat dengan cara mengambil sampel tanah secara komposit pada setiap petakan sumber pupuk.

TINJAUAN PUSTAKA

Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Taksonomi dan Morfologi

Jarak pagar mempunyai morfologi pohon yang kekar, batang berkayu bulat dan mengandung banyak getah. Jarak pagar (Jatropha curcas L.) memiliki rataan umur berbunga mencapai 126.5 hari dengan minimum 75 hari dan maksimum lebih dari 360 hari (Hartati et al. 2009). Tinggi tanaman dapat mencapai 5 meter dan mampu hidup sampai 50 tahun. Daun tumbuh lebar dengan pertulangan menjari dan sisi berlekuk-lekuk sebanyak 3–5 buah serta tumbuh tunggal. Bunga jarak pagar bunga berupa majemuk berbentuk malai yang berwarna kuning kehijauan, berumah satu dan uniseksual, kadang hermaprodit. Jumlah bunga betina 4–5 kali lebih banyak daripada bunga jantan. Buah berbentuk buah kendaga, oval atau bulat telur, berupa buah kotak berdiameter 2–4 cm dengan permukaan tidak berbulu (gundul) dan berwarna hijau ketika masih muda dan setelah tua kuning kecoklatan. Kemasakan buah pada tanaman ini tidak serentak. Buah jarak pagar terbagi menjadi 3 ruangan yang diisi 1 biji tiap ruangannya. Biji berbentuk bulat lonjong berwarna cokelat kehitaman dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan berat 0.4 – 0.6 gram/biji.

Gambar 1 Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.)

Jarak pagar termasuk dalam familia Euphorbiaceae, satu famili dengan tanaman karet dan ubikayu. Adapun klasifikasi jarak pagar sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

(16)

4

Jarak pagar dapat ditemukan tumbuh subur di berbagai tempat di Indonesia. Umumnya terdapat di pagar-pagar rumah, kebun dan sepanjang tepi jalan. Cabang-cabang pohon ini bergetah dan dapat diperbanyak dengan biji, setek atau kultur jaringan dan mulai berbuah delapan bulan setelah ditanam dengan produktivitas 0.5–1.0 ton biji kering/ha/tahun. Selanjutnya akan meningkat secara bertahap dan akan stabil sekitar 5 ton pada tahun ke lima setelah tanam.

Persyaratan Lingkungan

Tanaman jarak merupakan tanaman yang mudah beradaptasi dan tahan terhadap kondisi lingkungan yang kritis seperti kondisi fisik tanah yang rusak, ketersediaan air dan kualitas unsur hara yang rendah. Pertumbuhan optimal tanaman dicapai pada ketinggian 0–2000 mdpl (meter diatas permukaan laut), suhu berkisar antara 18 - 30 oC serta pada lintang 50 ºLU–40 ºLS. Pertumbuhan tanaman jarak terhambat pada daerah dengan suhu rendah (<18 oC) sedangkan pada suhu tinggi (> 35 oC). Kondisi tersebut menyebabkan keguguran pada daun dan bunga serta buah cepat kering sehingga produksi menurun. Jarak pagar dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan antara 300 mm–1200 mm per tahun serta pH tanah antara 5.0 – 6.5.

Produksi dan Serapan Karbon

Jarak pagar yang ditanam seluas 1 ha dapat menghasilkan 2.7 ton CJO (Crued Jatropha Oil), dengan asumsi umur 5 tahun jarak pagar dapat berproduksi sekitar 8-10 ton/ha (Prastowo et al. 2007). Selain itu, tanaman jarak pagar berumur 18 -24 bulan menghasilkan berat kering berangkasan (BK) sekitar 20-22 ton/ha (June et al. dalam Puslitbangbun 2008). Sampai dengan umur 25 tahun jarak pagar rata-rata memiliki bobot kering sekitar 84-102 ton/ha/tahun atau memiliki karbon stok (C average) sebesar 42-51 ton C/ha/tahun atau mampu menyerap sekitar 158-191 ton CO2/ha/tahun sepanjang umur produktif tanaman.

Metana (CH4)

Sekitar 70% total emisi gas CH4 berasal dari aktivitas manusia dan 30 %

berasal dari sumber-sumber alami seperti area rawa yang tergenang. Gas CH4

secara biologis dihasilkan dari penguraian atau pembusukan anaerobik bahan organik yang terjadi pada lahan sawah dan fermentasi enterik pada ruminan. Gas CH4 merupakan produk penting hasil degradasi bahan organik dibawah kondisi

anaerob. Selulosa didegradasi secara metanogenik menghasilkan 50% CO2 dan

50% CH4 (Conrad 1996). Gas CH4 merupakan hasil akhir dekomposisi anaerob

bahan organik oleh sekelompok bakteri anaerob yang disebut bakteri metanogenik yaitu archaebacteria yang merupakan bakteri anaerob obligat. Laju emisi CH4 dan

pembentukannya dipengaruhi beberapa faktor yaitu oksidasi gas CH4, sumber

metabolik organik karbon, potensial redoks (Eh), jenis tanah, suhu tanah, derajat kemasaman tanah (pH), bakteri metanogenik, ketersediaan nitrogen, cahaya, pengairan dan aktivitas tanaman. Beberapa tipe penggunaan lahan dapat bertindak sebagai penyerap (sink) CH4. Daya serap rata-rata pada beberapa tipe tata guna

lahan antara lain hutan konservasi mengonsumsi rata-rata CH4 per jam sebesar

(17)

5 lahan kering yang ditanami padi gogo, kebun tebu, dan alang-alang dapat mengonsumsi CH4 per jam sama besar yaitu 0.03 mg/m2/jam.

Karbondioksida (CO2) dan Serapan Karbon

Aliran karbon dari atmosfer ke vegetasi merupakan aliran yang bersifat dua arah, yaitu pelepasan CO2 ke atmosfer melalui proses dekomposisi organ tanaman

dan pembakaran serta penyerapan CO2 melalui respirasi oleh tanaman. Mengukur

jumlah karbon (C) dalam bagian tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan, berarti dapat menggambarkan jumlah CO2 yang diserap oleh tanaman dari

atmosfer. Besarnya emisi CO2 ditentukan oleh kehilangan karbon pada biomassa

tanaman akibat pembukaan lahan maupun pengelolaan lahan menggunakan api, penambatan karbon oleh tanaman, dan dekomposisi bahan organik tanah. Cadangan karbon pada beberapa tipe lahan antara lain hutan primer rata-rata memiliki cadangan sebesar 300 ton C/ha, hutan sekunder 132 ton C/ha, semak belukar 15 ton C/ha, alang-alang 2 ton C/ha, dan perkebunan karet berpotensi menyerap karbon sebesar 30 ton CO2–e/ha/tahun (Agus et al. 2009).

Pemupukan

Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman bertujuan menambah unsur hara serta dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah atau kesuburan tanah. Pemupukan adalah cara atau metode pemberian pupuk atau bahan-bahan lain ke dalam tanah. Arsal dan Widyawati (2008) menyatakan bahwa untuk mengurangi pengeluaran biaya pembelian pupuk anorganik dapat disubtitusi dengan pupuk organik dari bahan limbah kelapa, jerami padi atau jagung, kacang tanah, dan rumput.

Pupuk Anorganik (Urea, SP-36, dan KCl)

Pupuk nitrogen tergolong cukup banyak ragamnya salah satunya adalah pupuk urea. Urea ialah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2CO. Urea

merupakan pupuk nitrogen yang paling mudah dipakai. Urea mengandung nitrogen paling tinggi (46 %) diantara semua pupuk padat. Nitrogen dari urea ialah amonium (NH4+) yang mudah larut di dalam air dan tidak mempunyai

residu garam sesudah dipakai untuk tanaman. Nitrogen merupakan unsur penting bagi pertumbuhan tanaman terutama pada fase vegetatif. Pada fase tersebut terjadi proses penting yaitu pembelahan sel, perpanjangan sel dan tahap pertama diferensiasi sel yang berhubungan dengan perkembangan akar, daun dan batang (Harjadi 1996).

(18)

6

K2O sebesar 48-62.5 % setara dengan 39-51 % kalium dan 47 % klorin.

Disamping unsur K dan Cl pupuk ini juga mengandung Na, Mg, S, B, Ca dan unsur lain meskipun sedikit (Leiwakabessy 1998).

Fosfor digunakan oleh tanaman dalam semua tahap pertumbuhan khususnya awal pertumbuhan. Namun ketersediaan unsur ini lambat dan merupakan unsur yang relatif immobile dalam tanah. Beberapa pupuk P yang umum digunakan adalah batuan fosfat alam (rock phosphate), superfosfat (TSP, SP-36), kalium fosfat, dan bentuk-bentuk majemuk (amonium fosfat, NPK, dan lain-lain). Pupuk P dibuat juga kombinasi dengan mikrobia, tujuannya untuk meningkatkan efisiensi pemupukan. Fungsi P dalam pengaruhnya terhadap produksi adalah P mampu meningkatkan hasil serta bobot bahan kering serta memperbaiki kualitas hasil. Havlin et al (1999) menyatakan bahwa unsur P sangat diperlukan untuk pembentukan komponen asam amino, enzim, nukleotida, phosphoprotein, phospholipid dan gula fosfat. Pemberian unsur P pada awal pertubuhan tanaman sangat baik untuk perkembangan organ reproduksinya.

Pupuk Organik Kompos Bungkil Jarak

Bungkil jarak diperoleh dari residu pengepresan minyak dari biji jarak pagar. Residu ini dapat dihitung dengan asumsi rendemen minyak 30% setiap kali pengepresan biji jarak ini akan dihasilkan 70% bungkil (Hambali dan Mujdalipah 2006). Bungkil sisa pengepresan daging biji dan setelah diambil minyaknya sangat baik digunakan untuk kompos. Menurut Makkar dan Becker (2008) bungkil jarak pagar yang bersifat toksik dapat digunakan sebagai pupuk dan pestisida, substrat untuk produksi biogas dan sumber bahan bakar untuk generator. Bungkil daging biji banyak mengandung N (nitrogen), P (fosfor), dan K (kalium) (Nurcholis dan Sumarsih 2007). Kandungan kimia bungkil jarak disajikan dalam bentuk tabel 1.

Tabel 1 Kandungan kimia bungkil biji jarak pagar

Jenis unsur hara Kandungan (%)

C-organik 55.2

Sumber : Hening (2005) dalam Nurcholis dan Sumarsih (2007)

Tanaman Sela (Kacang Tanah)

(19)

7 dimungkinkan karena tanaman ini berhabitus rendah, sehingga tidak akan berkompetisi dengan tanaman jarak pagar dalam penggunaan cahaya matahari mengingat tanaman jarak pagar tidak tahan naungan (berpengaruh terhadap produksi). Mulyaningsih et al. dalam Puslitbangbun (2010) menyatakan bahwa tanaman kacang-kacangan yang ditanam disela-sela tanaman jarak pagar tidak mengurangi populasi jarak pagar. Bahkan hasil biji kering jarak pagar (236.5 kg/ha) dengan penggunaan tanaman sela lebih tinggi dari monokultur (224.48 kg/ha). Hal ini menunjukkan adanya sinergis antara tanaman jarak pagar dengan tanaman kacang-kacangan. Pola tanam sela dan pemupukan organik dapat mengurangi emisi gas rumah kaca melalui penyerapan unsur C dan N ke dalam menghasilkan akar primer yang berkembang dengan baik dan memiliki banyak akar lateral. Daun kacang tanah menyusun berselang dan mempunyai empat helai anak daun. Harsono (1998) menyatakan tanaman kacang tanah lebih toleran terhadap kekeringan, namun kebutuhan air sangat diperlukan pada saat kritis pertumbuhan tanaman yaitu saat perkecambahan, pembungaan, dan pengisian polong. Produksi hasil juga akan berkurang jika bagian atas tanah kering sejak pembungaan sampai perkembangan polong. Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman kacang tanah mampu memfiksasi 100-300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya.

METODE

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan jarak pagar milik PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (Lintang 6049’65.07”S and Bujur

106093’23.56”E), laboratorium Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi-IPB,

laboratorium Plant Analysis and Gas Chromatography Departemen Agronomi dan Hortikultura-IPB serta laboratorium Kesuburan Tanah Departemen Manajemen dan Sumberdaya Lahan, Kampus IPB Darmaga, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan Mei 2012.

(20)

8

Bahan

Bahan tanaman yang digunakan adalah jarak pagar lokal Dompu-NTB berumur 4 tahun. Pupuk organik yang digunakan adalah bungkil jarak pagar, sedangkan pupuk anorganik yang digunakan adalah urea, SP-36, dan KCl. Tanaman sela yang digunakan adalah kacang tanah varietas Turangga (Valencia). Dosis pupuk dalam perlakuan yaitu bungkil jarak 2 kg/pohon, Urea 80 g/pohon, SP-36 50 gr pohon, dan KCl 12 gr/pohon. Pupuk anorganik dan bungkil jarak diaplikasikan secara keseluruhan pada awal percobaan. Tanaman sela (kacang tanah) yang digunakan ditanam dengan jarak tanam 20 x 20 cm2.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah gas chamber (tabung gas), syringe

(suntikan), tadler bag (plastik tempat gas). Gas metana (CH4) dianalisis

menggunakan Gas Chromatography tipe Hewlett Packard (HP) versi 5890 (alat pengukur gas) dengan detektor FID (Flame Ion Detector) serta volume injeksi 0.6 ml. Pengambilan sampel tanah menggunakan bor biopori dan pengukuran suhu tanah dengan termometer tanah.

Prosedur Analisis Data

Variabel pengamatan berupa konsentrasi gas metana, serapan karbon, vegetatif dan generatif jarak pagar serta tanaman sela. Kondisi lingkungan tanah dianalisis pada kandungan amonium, nitrat, C-organik, dan N-total. Data diuji menggunakan uji F kemudian dianalisis dengan SAS versi 9.0. Perlakuan yang memberikan pengaruh yang nyata akan dijuji lanjut mengunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi tanah pada lahan percobaan termasuk pada tipe tanah latosol merah dengan komposisi 24 % pasir, 46 % debu, dan 30 % liat. Kandungan bahan organik dan N-totalnya tergolong sangat rendah yaitu 0.92 % (27 600 kg C/ha) dan 0.08% (2400 kg N/ha). Namun C/N rasionya tergolong sedang yaitu sebesar 12 %. Fosfat (P2O5) yang terkandung tergolong tinggi yaitu 21 mg/100 g,

sedangkan kandungan K2O sangat rendah yaitu 8 mg/100 g. Curah hujan rata-rata

(21)

9 dari tanah serta pada lahan kering tidak memiliki mekanisme untuk melepaskan CH4 ke atmosfer melalui tanaman. Laju gas CH4 (metana) dari tanah terhadap

jenis pupuk menunjukkan perbedaan pada 14 hari setelah aplikasi pupuk. Sedangkan pada 7, 21 dan 65 hari setelah aplikasi menunjukkan tidak adanya

Sedangkan pada kontrol atau tanpa pemupukan menunjukkan rata-rata laju gas metana yang bernilai positif yaitu 0.37 CH4/m2/jam. Hal tersebut mengindikasikan

bahwa pemupukan dapat menekan laju emisi gas CH4 dari tanah. Neli (2011)

melaporkan kompos bungkil jarak mampu menghasilkan konsentrasi CH4 yang

lebih rendah dibandingkan dengan pupuk anorganik (urea) kecuali pada 14 hari setelah aplikasi (HSA). Penggunaan kombinasi pupuk antara kompos bungkil jarak dengan tanaman sela juga menunjukkan rata-rata laju metana yang bernilai negatif sebesar -0.34 ± 2.06 CH4/m2/jam. Tanaman kacang tanah yang Kim et al.

(2012) menyatakan bahwa penggunaan kacang-kacangan sebagai penutup tanah akan menurunkan C/N rasio yang akan berimplikasi pada rendahnya emisi metana (CH4). Penggunaan kacang-kacangan akan meningkatkan input N dalam tanah

serta akan menurunkan aktivitas oksidasi metana (Seqhers et al. 2003; Bayer et al. 2012).

Penggunaan pupuk anorganik lengkap (nitrogen-phospat-kalium) menunjukkan rata-rata laju gas metana yang bernilai negatif yaitu -1.15 ± 1.13

Urea + KCl +SP-36 Bungkil jarak +KCl _SP-36 Bungkil Jarak + tanaman sela

(22)

10

CH4/m2/jam. Namun pada perlakuan bungkil jarak yang ditambah KCl dan SP-36

menunjukkan nilai yang berbeda yaitu 0.70 ± 0.84 mg CH4/m2/jam. Hal tersebut

diduga karena kandungan C yang terdapat dalam pupuk kompos bungkil jarak lebih tahan lama dalam tanah daripada pupuk anorganik (KCl dan SP-36). Kondisi tersebut memberikan keuntungan pada bakteri metanogen karena ketersediaan substrat dalam jangka waktu yang lebih lama.

Pupuk organik kompos bungkil jarak (- 0.99 CH4/m2/jam) dan dan tanaman

sela kacang tanah (- 0.62 CH4/m2/jam) menghasilkan rata-rata laju gas metana

yang lebih rendah daripada pupuk anorganik nitrogen tunggal (-0.04 CH4/m2/jam).

Namun masih lebih rendah pupuk anorganik lengkap (-1.15 CH4/m2/jam). Pupuk

nitrogen dari urea, kompos bungkil jarak pagar dan tanaman sela kacang tanah dapat mengubah peran tanah menjadi rosot (sink) CH4 dari atmosfer. Oleh karena

itu, pada peranan yang sama pupuk organik berupa kompos bungkil jarak pagar dan penggunaan tanaman sela dapat digunakan untuk subtitusi pupuk anorganik nitrogen.

Biomasa dan Serapan karbon

Serapan karbon dapat digunakan untuk mengukur potensi tumbuhan dalam mengurangi gas rumah kaca yaitu dengan menyerap CO2 sebagai bahan dasar

proses fotosintesis (Jansson et al. 2010). Hasil fotosintesis kemudian disebarkan untuk pertumbuhan mulai dari daun, cabang, batang hingga akar membentuk biomasa tanaman. Serapan karbon dihitung dari biomasa yang terbentuk. Analisis kandungan C-organik menunjukkan tidak ada perbedaan dari masing-masing perlakuan pada bagian cabang dan daun tanaman. Namun terdapat perbedaan pada bagian batang dan akar.

Tabel 2 Pengaruh jenis pupuk terhadap kandungan C-organik pada jarak pagar Perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT.

Rata-rata kandungan C-organik terbesar terdapat pada tanaman jarak pagar yang mendapatkan pemupukan bungkil jarak yaitu sebesar 53.76 %. Kisaran kandungan karbon organik pada penelitian ini adalah 52.79 – 53.76 %. Total serapan karbon tanaman jarak pagar bergantung pada kandungan karbon dan total biomasa.

(23)

11 ini biomasa maupun serapan karbon yang terbentuk menunjukkan tidak ada perbedaan pada berbagai perlakuan sumber pupuk (Tabel 3). Hal tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan pupuk organik kompos bungkil jarak maupun tanaman sela dapat menggantikan posisi pupuk anorganik. Biomasa tertinggi pada penelitian ini dicapai pada tanaman kontrol atau tanpa pemupukan yaitu 13.81 ton C/ha/tahun. Kandungan hara yang cukup pada lahan memungkinkan tanaman jarak pagar tumbuh dan berkembang baik tanpa perlu pemupukan. Sedangkan serapan karbon terendah diperoleh pada perlakuan pupuk bungkil jarak yang ditambah dengan fosfat dan kalium yaitu sebesar 10.75 ton C/ha/tahun. Aplikasi pupuk anorganik urea memberikan serapan karbon (13.62 ton C/ha/tahun) lebih besar dibandingkan aplikasi pupuk tanaman sela (12.83 ton C/ha/tahun) maupun pupuk kompos bungkil jarak (11.09 ton C/ha/tahun).

Tabel 3 Pengaruh jenis pupuk terhadap serapan karbon pada jarak pagar

Perlakuan

**) Bagian tanaman yang berumur 7 bulan setelah pemangkasan.

Perlakuan pemupukan lebih mengarah pada bagian cabang dan daun karena berhubungan dengan titik tumbuh setelah pemangkasan. Serapan karbon pada bagian daun menunjukkan rata-rata tertinggi per tanaman pada penggunaan kombinasi pupuk bungkil jarak dan tanaman sela kacang tanah (0.41 kg/tan./tahun). Pada bagian cabang penggunaan tanaman sela memberikan potensi serapan karbon tertinggi (2.81 kg/tan./tahun). Tanaman sela kacang tanah diduga memberikan ketersediaan yang unsur hara nitrogen di tanah dalam jangka waktu yang lama sehingga memicu pertumbuhan daun lebih lama. Sedangkan kompos bungkil jarak dapat diserap oleh tanaman pada masa awal setelah aplikasi.

Serapan karbon dapat digunakan untuk mengetahui potensi CO2 yang

diserap oleh tanaman dengan rasio CO2 dari serapan karbon (C) adalah 3.67 : 1

(Nowak et al. 2002). Sehingga dapat diketahui nilai potensi serapan CO2 dari

(24)

12

Vegetatif dan Generatif Jarak Pagar

Tinggi tanaman, jumlah cabang sekunder dan warna daun

Pemupukan meningkatkan tinggi tanaman dari jarak pagar. Tanaman jarak pagar yang mendapatkan pemupukan menunjukkan lebih tinggi daripada kontrol (Tabel 4). Tinggi tanaman terbaik (191 cm) dicapai oleh perlakuan yang menggunakan bungkil jarak sebagai pupuk organik. Tinggi tanaman akan mempengaruhi luas daun yang ternaungi maupun yang terkena sinar matahari. Sehingga dapat dihubungkan bahwa tinggi tanaman mempengaruhi fotosintesis dan serapan CO2 dari atmosfer. Behera et al. (2011) melaporkan bahwa pupuk

dari bungkil jarak pagar memiliki efek terhadap tinggi tanaman yang lebih besar dibandingkan pupuk anorganik (NPK). Hartati et al. (2009) menyatakan bahwa pada tanaman jarak pagar tinggi tanaman berkorelasi sangat nyata dengan jumlah infloresen, jumlah tandan buah serta jumlah buah yang dihasilkan per tanaman. Tabel 4 Parameter tinggi dan jumlah cabang sekunder tanaman jarak pagar dari

perlakuan sumber pupuk

Bungkil jarak 191.00 20ab

Bungkil jarak + SP-36 + KCl 189.00 23a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT

Pada peubah jumlah cabang sekunder menunjukkan terdapat perbedaan secara nyata perlakuan terhadap jumlah cabang sekunder yang terbentuk (Tabel 5). Analisis menunjukkan bahwa perlakuan pupuk menggunakan bungkil jarak, KCl dan SP-36 memiliki jumlah cabang yang tertinggi yaitu 23 cabang sekunder per tanaman. Jumlah cabang pada jarak pagar akan menentukan jumlah infloresen yang terbentuk maupun biomasa tanaman (Cifti 2007;Talebi et al. 2007).

Tabel 5 Parameter warna daun tanaman jarak pagar dari perlakuan sumber pupuk

Perlakuan Red Green Blue Konsentrasi

Bungkil jarak 163.33a 188.00a 77.00a 0.31b

Bungkil jarak + SP-36 + KCl 118.67a 141.67a 76.67a 0.57a

(25)

13 Hasil analisis menunjukkan konsentrasi klorofil tertinggi dicapai oleh perlakuan pupuk bungkil jarak ditambah dengan KCl dan SP-36. Namun dari nilai warna merah, hijau dan biru tidak menunjukkan adanya perbedaan (Tabel 5). Ouda and Mahadeen (2008) menyatakan bahwa kandungan klorofil pada tanaman brokoli tertinggi ketika menggunakan pupuk organik dicampur dengan pupuk anorganik dibandingkan penggunaan pupuk secara tunggal. Nilai warna daun juga dapat digunakan untuk mengetahui kandunga nitrogen dalam tanaman. Pada perlakuan pupuk bungkil jarak menunjukkan nilai warna hijau daun yang tertinggi (188.00). Nilai warna hijau pada daun menunjukkan kandungan nitrogen dalam daun tersebut. Nilai warna semakin besar menunjukkan tingkat warna hijau yang bertambah gelap.

Produksi Tanaman

Pertumbuhan generatif ditandai dengan produksi buah yang dihasilkan oleh tanaman. Produksi buah jarak pagar dihitung berdasarkan biji kering yang dihasilkan dari setiap perlakuan. Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan dari penggunaan sumber pupuk yang berbeda terhadap daya hasil biji kering jarak pagar. Semua perlakuan pemupukan menunjukkan nilai total produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemupukan (kontrol). Total produktivitas tertinggi dicapai pada perlakuan pupuk bungkil jarak yang ditambah dengan KCl dan SP-36 yaitu sebesar 168.6 kg/ha/tahun dan terendah pada kontrol yaitu 128.6 kg/ha/tahun.

(26)

14

karena masih membutuhkan proses mineralisasi sehingga ketersediaan harannya berkelanjutan. Bahan organik yang diaplikasikan ke dalam tanah dapat berfungsi sebagai kelat yang akan membantu penyerapan unsur hara besi dan hara mikro oleh tanaman (Schlecht et al. 2006). Kombinasi pupuk antara organik dan anorganik akan meningkatkan efisiensi pupuk (Agbede et al. 2008). Pupuk anorganik akan menyediakan hara yang siap diserap secara langsung sedangkan pupuk organik akan memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah sehingga pada akhirnya akan meningkatkan hasil panen (Maatman et al. 2007; Muyayabantu et al. 2012).

Tanaman Sela: Kacang Tanah

Biomasa Tanaman Sela

Pengamatan pada tanaman sela kacang tanah dilakukan dengan mengukur biomasa yang terkandung pada tanaman sela kacang tanah. Bobot kering yang telah diukur tidak memperlihatkan adanya perbedaan pada bagian akar dan daun. Namun memperlihatkan perbedaan bobot kering pada bagian brangkasan dan polong (Tabel 6). Biomasa (bobot kering) pada bagian polong lebih besar (1.99 ton/ha) ketika ada penambahan pupuk bungkil jarak dibandingkan hanya menanam tanaman sela (1.29 ton/ha). Hal yang sama pada bagian brangkasan dengan tanaman sela dengan bungkil jarak (2.11 ton/ha) lebih besar daripada tanpa penambahan bungkil jarak (1.53 ton/ha). Kompos bungkil jarak memberikan kondisi lingkungan fisik tanah yang baik sehingga mempengaruhi pertumbuhan awal tanaman sela kacang tanah. Menurut Radwan dan Awad (2002) penambahan pupuk organik meningkatkan akumulasi berat kering pada semua bagian tanaman kacang tanah dan juga rasio akar dan tajuk. Selain itu juga meningkatkan bobot basah maupun jumlah polong yang terbentuk dibandingkan tanpa pemupukan maupun menggunakan pupuk NPK.

Tabel 6 Bobot basah dan bobot kering tanaman sela dan tanaman sela yang ditambah dengan pupuk bungkil jarak

Perlakuan Biomasa

Akar Brangkasan Daun Polong

Tanaman sela 0.13a 1.53b 0.40a 1.26b

Tanaman sela + Bungkil jarak 0.31a 2.11a 0.39a 1.99a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji DMRT

Warna Daun Kacang Tanah sebagai Tanaman Sela

(27)

15 organik secara signifikan meningkatkan kandungan klorofil a, b maupun total klorofil pada tanaman kacang tanah. Nilai hijau daun pada tanaman sela saja (195.33) lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman sela yang mendapatkan tamabahan bungkil jarak.

Keterangan : Kandungan klorofil dihitung dengan menggunakan persamaan yang telah dikembangkan oleh Kawashima and Nakatani (1998).

Potensi Produksi Kacang Tanah

Potensi produksi kacang tanah sebagai tanaman sela dihitung dari bobot kering biji yang dihasilkan per ha. Tidak terdapat perbedaan pada bobot kering biji yang dihasilkan dari penambahan pupuk bungkil jarak maupun tanpa pupuk bungkil jarak (Tabel 8). Namun jika dilihat dari potensinya, penambahan pupuk kompos bungkil jarak pada tanaman sela menghasilkan biji kering (0.67 ton/ha) lebih tinggi daripada tanpa tambahan kompos bungkil jarak (0.48 ton/ha). Bobot basah polong juga lebih tinggi (3.87 ton/ha) daripada hanya tanaman sela (3.06 ton/ha). Pada bagian polong kacang tanah memperlihatkan tidak terdapat perbedaan pada jumlah polong isi, polong cipo (kosong) maupun jumlah total polong yang terbentuk.

Tabel 8 Parameter daya hasil (generatif) pada tanaman sela kaca tanah

Perlakuan Tanaman sela, T = Tanaman Sela.

Pupuk organik bungkil jarak meningkatkan jumlah polong isi maupun total polong total karena bersifat memperbaiki struktur fisik tanah dan kimia tanah (Chandrasekaran et al. 2007). Kondisi tanah tersebut akan menginisiasi berkembangnya mikroorganisme tanah yang membantu terbentuknya polong pada kacang. Selain itu, keanekaragaman bakteri akan menentukan potensi banyaknya nodul yang akan terbentuk pada kacang tanah (Ngo Nkot et al. 2011).

Kondisi Lingkungan Tanah

Suhu Tanah

(28)

16

menunjukkan tidak berbeda nyata pada 7-65 HSA (Hari Setelah Aplikasi) (Gambar 4). Perlakuan tanaman sela memiliki suhu tanah rata-rata 28.75 0C sedangkan perlakuan pupuk anorganik (Urea, SP-36 dan KCl) dan pupuk organik (bungkil jarak) rata-rata sebesar 28.95 0C dan 29.125 0C. Peningkatan ataupun penurunan suhu tanah disebabkan oleh penyerapan energi sinar matahari pada permukaan tanah dan secara konduksi panas tersebut dialirkan ke lapisan bawahnya (Sudaryono 2001).

Gambar 4 Suhu tanah pada hari setelah aplikasi (HSA) pada perlakuan sumber pupuk.

Korelasi antara suhu dan laju emisi rata-rata metana pada penelitian ini adalah positif (r = 0.40). Suhu tanah pada penelitian ini berkisar antara 26.33-30.57 0C. Pada kondisi tanah dengan suhu tersebut memiliki korelasi yang positif terhadap produksi metana (CH4) karena metanogenesis mencapai proses yang

optimum (Scheutz and Kjeldsen 2004). Suhu tanah yang rendah menurut Le Mer and Roger (2001) akan mengurangi gas metana muncul karena menghambat aktivitas bakteri metanogen. Knoor et al. (2005) menyatakan bahwa peningkatan suhu tanah akan menyebabkan mikrooganisme tanah lebih cepat dalam menguraikan bahan organik serta melepaskan karbondioksida (CO2). Perlakuan

sumber pupuk tidak menunjukkan adanya perbedaan pada kondisi suhu tanah.

pH Tanah

Kriteria sifat kimia tanah yang diukur mengacu pada kriteria kesuburan tanah dari Pusat Penelitian Tanah tahun 1983 (Leuwikabessy 1998). Jenis pupuk yang diaplikasikan akan mempengaruhi pH tanah yang ada di permukaan maupun ke lapisan yang lebih dalam jika pupuk tersebut terlarut ke bagian yang lebih dalam tanah. Secara umum pH tanah memiliki kecenderungan yang menurun (Gambar 5). Reaksi tanah (pH) pada lapisan atas tanah (0-20 cm) memiliki rentangan 5.3–6.4 yang menunjukkan bahwa tanah bersifat agak masam. Data analisis pH menunjukkan pada lapisan atas tanah pemberian pupuk anorganik (KCl dan SP-36) menurunkan nilai pH tanah sampai dengan 4.9 yang berarti tanah bersifat masam. Perlakuan pupuk anorganik ini memiliki pola mendekati netral (pH=7) dengan bertambahnya kedalaman tanah. Perlakuan tanaman sela memiliki pola semakin rendah nilai pH (masam) ketika kedalaman bertambah. Sedangkan pada perlakuan pupuk organik relatif stabil nilai pH tanahnya.

(29)

17

Gambar 5 pH tanah pada berbagai kedalaman (0-100 cm) pada masing-masing perlakuan. =kontrol, =pupuk urea, = pupuk Urea +KCl+SP-36, = Bungkil Jarak + Tanaman sela, = Tanaman Sela, = Bungkil Jarak, = Bungkil jarak + SP-36 + KCl.

Reaksi tanah (pH) pada berbagai lapisan tanah menunjukkan agak masam dan mendekati netral (4.9-6.6). Analisis korelasi menunjukkan hubungan antara pH tanah lapisan atas (0-20 cm) dengan laju emisi rata-rata metana pada penelitian ini bersifat positif (r = 0.50). Tanah dengan pH di bawah 7 baik digunakan sebagai lahan pertanian karena pada nilai pH tersebut sebagian bahan organik tanah mudah larut dan memiiliki kapasitas tukar kation yang baik. pH tanah sangat mempengaruhi kondisi lingkungan dari bakteri metanogen yang menghasilkan metana (CH4). Setyanto et al. (2002) menyatakan bahwa pH yang

optimum pada lahan sawah untuk berkembangnya bakteri metanogen berkisar antara 6.0-6.6. Aplikasi pemupukan memberikan nilai pH yang lebih tinggi pada kedalaman 0-100 cm dibandingkan dengan tanpa pemupukan. Kondisi tersebut memungkinkan ketersediaan unsur hara yang lebih banyak dapat diserap oleh akar. Akar dari tanaman jarak pagar mampu menembus kedalaman sampai dengan 150 cm dari permukaan tanah. Adanya pemupukan mampu memberikan kondisi rata-rata pH mendekati netral sehingga unsur hara tersedia sampai kedalaman tersebut. Pada aplikasi tanaman sela kacang tanah memberikan kondisi dengan pH 6.3-6.9 pada kedalaman 0-30 cm tanah. Kondisi tersebut membuat hara-hara yang terdapat dipermukaan tanah dapat diserap oleh tanaman dengan baik.

Kandungan Amonium (NH4+) dan Nitrat (NO3-)

Secara umum kadar amonium (NH4+) dalam tanah menunjukkan tren yang

menurun dari permukaan tanah hingga kedalaman 50 cm, namun meningkat pada kedalaman 50-100 cm (Gambar 6). Kadar NH4+ pada perlakuan pupuk organik

memiliki tren yang stabil di setiap kedalaman yaitu sebesar 36 mg/kg. Sedangkan perlakuan tanaman sela memiliki tren kadar amonium yang menurun dengan bertambahnya kedalaman. Kadar NH4+ pada perlakuan ini sebesar 90 mg/kg

pada lapisan atas tanah (0-10 cm) dan menurun menjadi 36 mg/kg pada kedalaman 80-100 cm dari permukaan tanah. Penggunaan tanaman sela sebagai sumber nitrogen memberikan ketersediaan amonium dan nitrat secara langsung dari fiksasi N2 oleh bakteri yang terdapat pada bintil akar kacang tanah. Namun

(30)

18 dan mengikuti pergerakan air yang masuk ke dalam tanah.

Gambar 6 Kandungan amonium pada berbagai kedalaman (0-100 cm) pada perlakuan pupuk bungkil jarak yaitu 36 mg/kg. Hubungan antara kadar amonium dengan rata-rata laju emisi metana (CH4) menunjukkan korelasi yang positif (r =

0.37) pada lapisan atas tanah (0-20 cm). Nitrogen dalam bentuk amonium menurut Bodelier and Laanbroek (2004) menjadi penghambat bakteri metanotrop sehingga berkorelasi positif terhadap terbentuknya metana (CH4) namun dalam penelitian

nilai koefisien korelasinya kecil. Aplikasi tanaman sela kacang tanah akan memberikan ketersediaan amonium pada lapisan atas tanah. Sedangkan aplikasi kompos bungkil jarak akan memberikan ketersediaan amonium pada masa awal pertumbuhan serta memperbaiki sifat fisik tanah sehingga terutam tekstur tanah.

Nitrat memiliki kadar yang lebih tinggi daripada amonium secara keseluruhan (Gambar 7). Hal tersebut mengindikasikan terjadi perubahan sudah terjadi perubahan dari amonium menjadi nitrat. Pada lapisan atas tanah kadar nitrat tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk nitrogen tunggal yaitu sebesar 1674 mg/kg. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa nitrat dari pupuk urea yang ada di dalam tanah lapisan atas tidak terserap dengan baik oleh tanaman. Sedangkan kadar nitrat terendah yaitu 746.5 mg/kg terdapat pada perlakuan pupuk tanaman sela yang ditambah dengan bungkil jarak. Korelasi yang ditunjukkan antara kadar nitrat lapisan atas tanah dengan ratarata laju emisi metana adalah negatif (r = -0.01). Nitrat (NO3-) bertolak belakang dan sangat kecil korelasinya dalam

mempengaruhi emisi metana dari tanah seperti yang dilaporkan oleh Kumar et al. (2010). Jenis sumber pupuk yang diaplikasikan memberikan respon yang beragam dalam tanah. Aplikasi pupuk tanaman sela, kompos bungkil jarak dan pupuk anorganik memberikan ketersediaan nitrat hingga kedalaman tanah 100 cm sehingga dapat diserap bagian ujung dari perakaran jarak pagar. Kandungan nitrat

(31)

19 pada lapisan atas tanah dengan aplikasi pupuk kompos bungkil jarak dan tanaman sela cenderung kecil. Pada tanaman sela diduga nitrat sebagian besar diserap langsung oleh kacang tanah sedangkan pada aplikasi kompos bungkil jarak ada diduga karena tercuci oleh air hujan.

Gambar 7 Kandungan nitrat pada berbagai kedalaman (0-100 cm) pada masing-masing perlakuan.

=kontrol, ■= pupuk urea, ▲= pupuk urea + KCl+ SP-36,

= tanaman sela,

= bungkil jarak,

= bungkil jarak + SP-36 + KCl, ∆ = bungkil jarak + tanaman sela.

Menurut Purwanto et al. (2007) bahwa tingginya konsentrasi NH4+

mengindikasikan bahwa imobilisasi NH4+ belum berlangsung cepat. Penurunan

dalam tanah akan meningkatkan konsentrasi NH4+ dalam tanah karena terjadi

proses transformasi NH4+ menjadi NO3-. Kondisi tanah yang lembab dan basah

memungkinkan terjadinya proses amonifikasi, sehingga terbentuk ion amonium. Kondisi aerob menyebabkan terjadinya nitrifikasi menghasilkan nitrat dengan bahan baku amonium yang ada di dalam tanah dan dibantu dengan ketersediaan air sebagai media bagi mikroorganisme untuk proses tersebut sehingga konsentrasi N-NO3- meningkat (Prantl et al. 2006). Pupuk urea yang diberikan

langsung terhidrolisis dan menghasilkan NH4+ terlarut yang akan ternitrifikasi. Kandungan C-organik dan N-total

Berdasarkan analisis tanah yang telah dilakukan kandungan C-organik tanah pada lahan penelitian tergolong rendah yaitu berkisar antara 0.08-1.92 %. Perubahan kadar C-organik secara umum memiliki tren yang menurun dari kedalaman 0-100 cm (Gambar 8). Perubahan kadar C-organik bersifat fluktuatif dari setiap kedalaman pada perlakuan pupuk anorganik dan tanaman sela. Pada lapisan atas tanah (0-20 cm) kandungan C-organik tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk anorganik majemuk (NPK) yaitu sebesar 1.52 % dan terendah pada perlakuan bungkil jarak yang ditambah KCl dan SP-36 yaitu sebesar 0.87 %. Hubungan antara kandungan C-organik dengan laju emisi rata-rata metana pada lapisan atas tanah berkorelasi negatif (r = -0.41). Penurunan kadar karbon disebabkan proses pelapukan bahan organik oleh mikroorganisme, membebaskan CO2 ke udara, disertai produksi energi. Karama et al. (1990) menyatakan bahwa

ada korelasi positif antara C-organik tanah dengan produktivitas tanaman, makin tinggi kadar C-organik tanah maka makin tinggi pula produktivitas tanaman.

(32)

20

Gambar 8 Kandungan C-organik pada berbagai kedalaman (0-100 cm) pada masing-masing perlakuan.

=kontrol, ■= pupuk urea, ▲= pupuk urea + KCl+ SP-36,

= tanaman sela,

= bungkil jarak,

= bungkil jarak + SP-36 + KCl, ∆ = bungkil jarak + tanaman sela.

Kadar N-Total memiliki nilai yang lebih rendah daripada C-organik. Perubahan kadar N-total cenderung menurun pada kedalaman 0-100 cm pada semua perlakuan pupuk (Gambar 9). Kadar N-total tertinggi dicapai pada perlakuan pupuk anorganik majemuk (NPK) yaitu sebesar 0.15 % pada lapisan atas tanah (0-20 cm). Sedangkan kadar N-total terendah terdapat pada pupuk bungkil jarak pada lapisan tanah yang sama. Perlakuan pupuk anorganik secara umum memiliki kadar N-total yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman sela dan pupuk organik. Kadar N-total dalam tanah yang terukur tergolong rendah yaitu berkisar antara 0.05-0.18 %. Kadar N-total memiliki korelasi yang negatif (r = -0.45) terhadap laju emisi rata-rata metana pada lapisan atas tanah. Kandungan N-total dalam tanah berkorelasi negatif terhadap emisi gas metana seperti yang dinyatakan oleh Hang et al. (2002) pada tanah padi sawah.

(33)

21

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penggunaan pupuk dalam budidaya jarak pagar perlu mempertimbangkan emisi gas metana (CH4) yang rendah agar ramah lingkungan. Pupuk organik

kompos bungkil jarak (-0.99 CH4/m2/jam) dan tanaman sela kacang tanah (-0.62

CH4/m2/jam) menghasilkan rata-rata laju gas metana yang lebih rendah daripada

pupuk anorganik nitrogen tunggal (-0.04 CH4/m2/jam). Selain itu, aplikasi pupuk

anorganik urea memberikan potensi serapan karbon (13.62 ton C/ha/tahun) lebih besar dibandingkan pemupukan dengan tanaman sela (12.83 ton C/ha/tahun) maupun pupuk kompos bungkil jarak (11.09 ton C/ha/tahun). Sedangkan produktivitas tanaman jarak pagar dengan pemupukan bungkil jarak (152 kg/ha/tahun) dan tanaman sela (147.1 kg/ha/tahun) lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk anorganik urea (147 kg/ha/tahun). Terdapat korelasi yang positif antara rata-rata laju emisi metana (CH4) dengan suhu tanah, pH, dan kandungan

amonium (NH4+) serta berkorelasi negatif dengan kandungan C-organik, N-total

dan nitrat (NO3-) pada lapisan atas tanah. Saran

Pada lokasi lahan yang mengandung kapur tinggi pupuk bungkil jarak dapat digunakan sebagai pengganti urea. Tanaman sela kacang tanah dapat digunakan untuk menurunkan emisi gas metana (CH4).

DAFTAR PUSTAKA

Achten WMJ, Verchot L, Franken YJ, Mathijs E, Singh VP, Aerts R, Muys B. 2008. Jatropha biodiesel production and use. Biomass and Bioenergy 32 (12): 1063-1084. doi: 10.1016/j.biombioe.2008.03.003.

Achten WMJ, Maes WH, Aerts R, Verchot L, Trabucco A, Mathijs E, Sing VP, Muys B. 2010. Jatropha: From global hype to local opportunity. J Arid Environ. 74:164-165. doi:10.1016/j.jaridenv.2009.08.010.

Adams AB, Harrison RB, Sletten RS, Strahm BD, Turnblom EC, Jensen CM. 2005. Nitrogen-fertlization impacts on carbon sequestration and flux in managed coastal Douglas-fir stands of the Pacific Northwest. For Ecol Manage. 220:313-325. doi:10.1016/j.foreco.2005.08.018.

Agbede TM, Ojeniyi SO, Adeyemo AJ. 2008. Effect of poultry manure on soil physical and chemical properties, growth and grain yield of sorghum in Southwest, Nigeria. Am-Eurasian J Sustain Agric. 2 (1): 72-77.

Agus F, Runtunuwu E, June T, Susanti E, Komara H, Las I, van Noordwijk M. 2009. Carbon budget in land use transitions to plantation. JPPP29:119−126.

(34)

22

Arsal AF, Widyawati L. 2008. Penurunan emisi gas rumah kaca melalui proses dekomposisi limbah pertanian pada media biodigester dan penggunaan pupuk organik. Bionature 9:61-70.

Bayer C, Juliana G, Vieira FCB, Josileia AZ, Cassia PMD, Dieckow J. 2012. Methane emission from soil under long-term no-till cropping system. Soil and Tillage Res. 124 :1-7. doi: 10.1016/j.still.2012.03.006.

Behera SK, Pankaj S, Ritu T, Singh JP, Singh N. 2011. Evaluation of plant perfomance of Jatropha curcas L. under different agro-practices for optimizing biomass- a case study. Biomass and Bioenergy 34 :30-41. doi:10.1016/j.biombioe.2009.09.008.

Bodelier PLE, Laanbroek HJ. 2004. Nitrogen as regulatory factor of methane oxidation in soil and sediments. FEMS Microbiology Ecology 47(3):265-277. doi:10.1016/S0168-6496(03)00304-0

Chandrasekaran R, Somasundaram E, Amanullah MM, Thirukkumaran K, Sathyamoorthi K. 2007. Response of confectionery groundnut (Arachis hypogea L.) varieties to farm yard manure. J Appl Sci Res. 3(10):1097-1099. Conrad R. 1996. Soil microorganism as controller s of atmospheric trace gases

(H2, CO, CH4, OCS, N2O, and NO). Microbiol Rev. 60(4): 609-640.

Dixon R.K. 1995. Agroforestry systems: sources or sinks of greenhous gases?

Agrofor Syst. 31(2):99-116. doi: 10.1007/BF00711719.

Foth HD. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University.

Hambali E, Mujdalipah S. 2006. Peningkatan Nilai Ekonomis Jarak Pagar Sebagai Bahan Baku Biodiesel. Workshop Pendirian Kebun Jarak Pagar, 2006 Agustus 1-2 ; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): hlm. 29.

Harjadi SS. 1996. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID):PT Gramedia Pustaka Utama. 197 hal.

Hartati RRS, Setiawan A, Heliyanto B, Pranowo D, Sudarsono. 2009. Keragaan morfologi dan hasil 60 individu jarak pagar (Jatropha curcas L.) terpilih di kebun percobaan Pakuwon Sukabumi. J LITTRI 15 (4):152-161.

Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, Nelson WL. 1999. Soil Fertility and Fertilizer: An Introduction to Nutrient Management. New Jersey (USA): Prentice Hall. IFA. 2009. Climate Change and Enhancing Agricultural Productivity Sustainably.

Paris :IFA.

Jansson C, DW Stan, CK Udaya, Gerald AT. 2010. Phytosequestration: Carbon biosequestration by plants and the prospects of genetic engineering.

Bioscience 60 (9):685-696. doi: 10.1525/bio.2010.60.9.6.

Karama, AS, Mardjuki AR, Manwan I. 1990. Penggunaan pupuk organik pada tanaman pangan. Di dalam: Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V Cisarua.12-13 November 1990. hlm. 395-425.

Kim KY, Jordan D, Donald M. 1998. Effect of phosphate solubilizing bacteria and vesicular arbuscular micorhizal on tomato growth and soil microbial activity. Biol Fertil Soils 26:79-87. doi: 10.1007/s003740050347.

Kim SY, Gutierrez J, Kim PJ. 2012. Considering winter cover crop selection as green manure to control methane emission during rice cultivation in paddy soil. Agricult Ecosyst Environ. 161:130-136. doi:10.1016/j.agee.2012.07.026. Knorr W, Prentice IC, House JI, Holland EA. 2005. Long-term sensitivity of soil

(35)

23 Kumar JIN, Viyoi S. 2009. Short term diurnal and temporal measurement of methane emission in relation to organic carbon phosphate and sulphate content pf two rice fields of central Gujarat, India. J Environ Biol 30 (2): 241-246. doi: 10.1007/s10333-008-0147-5.

Kumar JIN, Kumar RN, Viyol S. 2010. Dissolved Methane Fluctuations in relation to hydrochemical parameters in tapi estuary, Gulf of Cambay, India.

IntJ Environ Res. 4(4): 893-900.

Le Mer J, Roger P. 2001. Production, oxidation, emission and consumption of methane by soils: a review. Eur J Soil Biol. 37: 25-50. doi: 10.1016/S1164-5563(01)01067-6.

Leiwakabessy FM. 1998. Kesuburan Tanah. Bogor (ID): Fakultas Pertanian IPB. 121 hal.

Maatman A, Wopreis MCS, Debrah KS, Groot JJR. 2007. From thousands to millions: accelerating agricultural intensification and economic growth in saharan africa. Advancs in integrated soil fertility management in sub-saharan africa: Challenges and opportuinities. pp 77-84.

Makkar HPS, Francis G, Becker K. 2008. Protein concentrate from Jatropha curcas screwpressed seed cake and toxic and antinutritional factors in protein concentrate. J Sci Foof Agric. 88(9):1542-1548. doi:10.1002/jsfa.3248.

Mendoza TC. 2001. CO2-greenhouse gas-reducing potentials of some ecological

agriculture practices in the Philippine landscape. Philippine J Crop Sci.

26(3): 31-44.

Muyayabantu GM, Kadiata BD, Nkongolo KK. 2012. Response of maize to different organic and inorganic fertilization regimes in monocrop and intercrop system in sub-saharan africa region. J Soil Sci Environ Manage. 3(2):42-48. doi: 10.5897/JSSEM11.079.

Neli M. 2011. Aplikasi Kompos Bungkil jarak Pagar untuk Mereduksi Emisi Gas Rumah Kaca Karbondioksida (CO2), Metana (CH4) dan Dinitro-Oksida

(N2O) dari Perkebunan Jarak Pagar. Skripsi. Departemen Teknologi

Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Ngo Nkot L, Nwaga D, Ngakou A, Fankem H, Etoa FX. 2011. Variation in

nodulation and growth of groundnut (Arachis hypogaea L.) on oxisols from land use systems of the humid forest zone in southern Cameroon. African J Biotechnology 10 (20):3996-4004.doi: 10.5897/AJB11.106.

Nowak D, Stevens J, Sisinni S, Luley C. 2002. Effect of urban tree management and species selection on atmospheric carbon dioxide. J Arboricult. 28(3): 113-122.

Nurcholis M, Sumarsih S. 2007. Budidaya Jarak Pagar dan Pembuatan Biodiesel. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Ouda BA, Mahadeen AY. 2008. Effect of fertilizers on growth, yield, yield components, quality and certain nutrient content in broccoli (Brassica oleracea). Int J Agri Biol. 10(6):627-632.

Prantl R, Tesar M, Huber M, Lechner P. 2006. Changes in carbon and nitrogen pool during in-situ aeration of old landfills under varying conditions. Waste Manage. 26 (4):373 –380. doi: 10.1016/j.wasman.2005.11.010.

(36)

24

Prihandana R, Hendroko R. 2007. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Jakarta(ID):Agromedia Pustaka. 79 hal.

Purwanto, Handayanto E, Suparyogo D, Hairiah K. 2007. Nitrifikasi potensial dan nitrogen-mineral tanah pada sistem agroforestri kopi dengan berbagai spesies pohon penaung. Pelita Perkeb. 23(1):35-56.

Puslitbangbun. 2008. Infotek jarak pagar: Potensi serapan karbon jarak pagar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 36 hal.

Puslitbangbun. 2010. Infotek jarak pagar: Kacang-kacangan di antara tanaman jarak pagar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 32 hal.

Radwan SMA, Awad NM. 2002. Effect of soil amendment with various organic wastes with multi-biofertilizer on yield of peanuts plants in sandy soil. J Agric Sci Mans Univ. 27(5): 3129-3138.

Sainju UM, Singh BP, Whitehead WF, Wang S. 2006. Carbon supply and storage in tilled and non-tilled soils as influenced by cover crops and nitrogen fertilization. J Environ Qual. 35(4):1507-1517. doi:10.2134/jeq2005.0189. Santoso BB. 2008. Potensi hasil jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada tahun

pertama budidaya di lahan kering Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Bul. Agron. 36 (2): 161-167.

Scheutz C, Kjeldsen P. 2004. Environmental factors influencing attenuation of methane and hydrochlorofluorocarbons in landfill cover soils. J Environ Qual. 33(1):72-79.doi:10.2134/jeq2004.7200.

Schlecht E, Buerkert A, Tielkes E, Bationo A. 2006. A critical analysis of challenges and opportunities for soil fertility restoration in sudano-sahelian west africa. Nutri Cycl Agroecos. 76 (2-3):109-136. doi: 10.1007/978-1-4020-5760-1_1

Seqhers D, Top EM, Reheul D, Bulcke R, Boeckx P, Verstraete W, Siciliano SD. 2003. Long-term effects of mineral versus organic fertilizers on activity and structure of the methanotrophic community in agricultural soils. Environ Microbio. 5(10):867-877. doi:10.1046/j.1462-2920.2003.00477.x.

Setyanto P, Rosenani AB, Makarim AK, Che FI, Bidin A, Suharsih. 2002. Soil controlling factors of methane gas production from flooded rice fields in pati district, central java. Indones J Agric Sci. 3(1):1-11.

Srinophakun P, Boosaree T, Isara S, Vittaya P. 2011. Prospect of deoiled jatropha curcas seedcake as fertilizer for vegetables crop-a case study. J Agric Sci.

4(3):211-226. doi:10.5539/jas.v4n3p211.

Sudana W. 2005. Potensi dan prospek lahan rawa sebagai sumber produksi pertanian. Analisis Kebijakan Pertanian 3(2):141-151.

Sudaryono. 2001. Pengaruh bahan pengkondisi tanah terhadap iklim mikro pada lahan berpasir. Jurnal Teknologi Lingkungan 2 (2 ): 175-184.

Syakir M. 2010. Prospek dan kendala pengembangan jarak pagar (Jatropha curcas L.) sebagai bahan bakar nabati di Indonesia. Perspektif 9 (2):55-65. Talebi R, Fayaz F, Jelodar NB. 2007. Correlation and path coefficient analysis of

(37)

25 Wamba OF, Taffouo VD, Youmbi E, Ngwene B, Amougou A. 2012. Effect of organic and inorganic nutrient sources on growth, total chlorophyll and yield of three bambara groundnut landraces in the coastal region of cameroon.

(38)

26

Lampiran 1 Data iklim selama penelitian

Bulan

Curah

Hujan Suhu udara

Kelembaban Udara

Penyinaran Matahari Lama Intensitas

(mm) (°C) (%) (%) (Cal/cm2)

Oktober 2011 256.0 26.3 75 74 256.0

Nopember 2011 457.7 26.2 80 56 457.7

Desember 2011 344.6 26.1 84 44 344.6

Januari 2012 272.0 25.1 86 28 224.0

Februari 2012 548.9 25.6 87 57 318.3

(39)

27 Lampiran 2 Laju emisi gas metana dari perlakuan sumber pupuk

Perlakuan

Emisi gas metana ( mg CH4/m2/jam)

7 HSA 14 HSA 21 HSA 64 HSA

Kontrol -3. 36 2.34 1.29 1.21

Urea 1.69 -5.70 1.07 2.80

Bungkil Jarak -2.35 -2.36 0.76 -0.01

Tanaman sela -0.65 -2.75 -1.04 1.96

Urea + KCl + SP-36 -2.47 -2.91 2.08 -1.29

Bungkil jarak + KCl + SP-36 0.75 -1.54 1.05 2.56 Bungkil Jarak + Tan. Sela -3.92 -3.06 0.44 5.16

(40)

28

Lampiran 3 Potensi produktivitas biji kering jarak pagar

Perlakuan pupuk Produktivitas (kg/ha/tahun)

Kontrol 128.58

Urea 147

Bungkil Jarak 152

Tanaman sela 147.1

Urea + KCl + SP-36 147

Bungkil jarak + KCl + SP-36 168.6

(41)

29 Lampiran 4 pH di berbagai kedalaman tanah pada perlakuan sumber pupuk

Perlakuan Kedalaman tanah (cm)

0-10 10-20 20-30 30-40 40-60 60-80 80-100

Kontrol 6.1 6.6 6 5.6 5.6 5 4.9

Urea 6.4 6.1 5.4 5.2 5.9 5.4 5.4

Urea +KCl +SP-36 4.9 5.7 6.1 5.7 5.8 5.9 6.7 Tan. Sela + Bungil

Jarak 6.5 6 6.2 6 6.3 5.8 5.6

Tanaman Sela 6.3 6.6 6.5 6.6 6.2 5.1 5

Bungkil jarak 6.1 6.3 5.6 6 6 5.7 5.8

Bungkil Jarak +

(42)

30

Lampiran 5 Dokumentasi kegiatan penelitian

Pengambilan sampel gas

Pengambilan sampel tanah Perlakuan-Kontrol Perlakuan- Pupuk

Urea

Perlakuan- Pupuk urea +KCl+SP-36

Perlakuan- Pupuk Bungkil Jarak

Perlakuan- Pupuk Bungkil Jarak+KCl+SP-36

Perlakuan- Tanaman Sela

Perlakuan- Tanaman Sela+Bungkil jarak

Pengamatan vegetatif tanaman

Analisi gas dengan

Gas Chromatography

(43)

31

RIWAYAT HIDUP

Peneliti bernama Yanuar Ishaq Dwi Cahyo yang lahir di kota Malang pada tanggal 09 Januari 1990. Peneliti merupakan putra kedua dari 3 bersaudara dari pasangan Chamsun dan Badriyah. Pendidikan akademik peneliti di SMA Negeri 1 Tumpang-Malang pada tahun 2005. Setelah selesai SMA pada tahun 2008 peneliti melanjutkan program studi Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan peneliti aktif di Uni Konservasi Fauna yang merupakan organisasi mahasiswa yang bergerak pada upaya pelestarian lingkungan. Peneliti pernah mengikuti dan lolos didanai pada program kreativitas mahasiswa (PKM) berupa penelitian dan kewirausahaan pada tahun 2010 dan 2011. Selain itu peneliti juga pernah mengikuti program mahasiswa wirausaha yang diadakan oleh Direktorat Pengembangan Karir dan Hubungan Alumni pada tahun 2011. Pada tahun 2012 menjadi anggota tim lingkungan untuk indikator

“Water Use and Efficiency” dalam Pilot Project Global Bioenergy Partnership (GBEP) for Indonesia. Kegiatan tersebut merupakan kerjasama antara Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi-IPB dan Food and Agricultural Organization

Gambar

Gambar 2  Laju emisi metana (CH4) pada 7, 14, 21, dan 65 hari setelah aplikasi
Tabel 3  Pengaruh jenis pupuk terhadap serapan karbon pada jarak pagar
Tabel 4  Parameter tinggi dan jumlah cabang sekunder tanaman jarak pagar dari  perlakuan sumber pupuk
Grafik 3  Potensi produktivitas biji kering jarak pagar dari perlakuan pemupukan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Surat Penetapan Panitia Pengadaan Kegiatan Pengadaan Guard Rail Dishubkominfoparbud Kota Pekalongan TA.2011 nomor 050/1760/2011 tanggal 8 September 2011, telah

juga oleh penelitian yang dilakukan Tanti (2007) tentang stres dan kehidupan penghuni LP pada 345 responden, yang menemukan bahwa reaksi psikologis yang sering

Saham dalam kelompok JII merupakan saham syariah yang mempunyai batasan hutang yang berbasis bunga adalah kurang dari delapan puluh dua persen sehingga dengan

Apabila nilai yang ditawarkan suatu perusahaan relatif lebih tinggi dari pesaing akan mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen, semakin tinggi persepsi nilai yang dirasakan

Selain itu untuk mendeskripsikan fenomena aliran fluida yang terjadi disekitar masing-masing model kendaraan truk, sehingga nilai koefisien drag dari truk akan diketahui

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Umur dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Buruh bagasi di Pelabuhan Samudera Kota Bitung..

Sebagian besar siswa memilki tingkat pengetahuan lebih banyak pengetahuan baik setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang bantuan hidup dasar pada kecelakaan lalu

Pengetahuan Prosedural) karena pada soal ini peserta didik dituntut untuk dapat mengevaluasi dengan cara menyimpulkan sifat-sifat koligatif larutan dari suatu data percobaan