MEMBRAN PERVAPORASI POLISTIRENA DENGAN
VARIASI PENAMBAHAN KONSENTRASI PLURONIC
DISKA MEYLIA SARI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
DISKA MEYLIA SARI. Membran Pervaporasi Polistirena Dengan Variasi
Penambahan Konsentrasi Pluronic. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI
WULANAWATI.
Membran polistirena dimodifikasi dengan penambahan pluronic sebagai
porogen. Pembuatan membran tersebut menggunakan fase terbalik. Komposisi
polistirena, diklorometan sebagai pelarut, dan Pluronic adalah 17:82:1,
17:81.5:1.5, dan 17:81:2
.Campuran tersebut dihomogenkan menggunakan
pengaduk ultrasonik selama 3 jam kemudian dicetak di atas pelat kaca. Membran
tersebut direndam dan dicuci pada suhu berbeda, yaitu 60
°
C dan 65 °C. Membran
dengan pori terbaik ditemukan pada perendaman di suhu 65 °C. Hasil pervaporasi
menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi etanol dalam larutan umpan
alkohol yang sebelumnya tidak diketahui konsentrasi etanol awal, yaitu dari 12,60
% menjadi 15,5 %. Pada larutan umpan lainnya, yaitu etanol murni yang dibuat
menjadi 70 % etanol dan 30 % air, konsentrasi etanolnya pun meningkat dari 70
% menjadi 78,6 %. Faktor separasi dari larutan alkohol dan etanol 70 %
berturut-turut adalah 1.04 dan 0.63.
ABSTRACT
DISKA MEYLIA SARI. Polystyrene Pervaporation Membrane With Different
Concentration Pluronic Addition. Supervised by SRI MULIJANI and ARMI
WULANAWATI.
MEMBRAN PERVAPORASI POLISTIRENA DENGAN
VARIASI PENAMBAHAN KONSENTRASI PLURONIC
DISKA MEYLIA SARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul
: Membran Pervaporasi Polistirena Dengan Variasi Penambahan
Konsentrasi Pluronic
Nama
: Diska Meylia Sari
NIM
: G44070080
Menyetujui
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Sri Mulijani, MS
Armi Wulanawati, S. Si., M. Si
NIP 19630401 199103 2 001
NIP 19690725 200003 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Kimia
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
NIP 19501227 197603 2 002
PRAKATA
Alhamdulillahhirobbil’alamin..
Ucapan penuh kesyukuran penulis haturkan kepada Alloh SWT. atas segala
anugerah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
dengan judul: Membran Pervaporasi Polistirena Dengan Variasi Penambahan
Konsentrasi Pluronic. Shalawat dan salam tercurah kepada Rasul Muhammad
SAW, keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang setia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Sri Mulijani, MS. dan
Ibu Armi Wulanawati S.Si., M.Si. selaku pembimbing atas dorongan, nasihat,
kritik, serta bimbingannya selama masa penelitian dan penyusunan karya ilmiah
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf laboran, yaitu Om Em,
Pak Mail, Bu Ai, dan Pak Nano yang sangat membantu penulis selama masa
penelitian.
Ucapan terima kasih tak terhingga kepada Suami, Papa, Mama, dan
adik-adikku atas nasihat, semangat, dan doa-doanya. Selain itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada Tari, Ega, Lucky, Loli, Zona, Erlita, Rojali, Niken, dan
Fanindra atas semangatnya yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah
ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan ilmu bagi
penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Wallahua’lam
.
Bogor, September 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 Mei 1990 dari Ayah Salim
dan Ibu Lanita Sari. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dan istri
dari Tesar Dzikrulloh S.Si.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN ...
1
TINJAUAN PUSTAKA ...
1
Membran Polistirena ...
1
Pluronic ...
2
Pervaporasi ...
2
METODE
Bahan dan Alat ... 2
Pembuatan Membran Polistirena ... 3
Pervaporasi Etanol ... 3
Analisis SEM ... 3
Anaisis FTIR ... 3
Gas Chromatography
(GC) ... 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran PS-pluronic ...
3
Kajian SEM ...
4
Kajian FTIR ...
4
Pengaruh Suhu Perendaman Dengan Hasil SEM ...
5
Pervaporasi Etanol ...
5
Analisis Kemurnian Etanol ...
6
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ... 6
Saran ... 6
DAFTAR PUSTAKA ... 6
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Struktur Polistirena ... 2
2
Struktur Pluronic ... 2`
3
Membran PS-Pluronic ... 3
4
Hasil SEM Membran PS-Pluronic ... 4
5
Spektrum FTIR Membran PS-Pluronic ... 5
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian ...
9
2 Modul pervaporator ...
10
3 Penentuan nilai faktor separasi ...
11
4 Spektrum FTIR ...
12
PENDAHULUAN
Teknologi membran telah menjadi topik hangat dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu dipicu oleh fakta bahwa pemisahan dengan membran memiliki banyak keunggulan yang tidak dimiliki metode-metode pemisahan lain, diantaranya yaitu tidak membutuhkan zat kimia tambahan, kebutuhan energi yang sangat minim, dan dapat bertindak sebagai filter yang spesifik. Selain itu, murah, sederhana, dan ramah terhadap lingkungan
(Rahayu et al. 2009).
Banyak cara yang dilakukan untuk
mengaplikasikan suatu membran, salah
satunya pervaporasi. Pervaporasi merupakan penghilangan komponen organik dari airnya dengan pemisahan selektif dan difusi melalui
sebuah membran (Jou et al. 1999). Ketika
membran berinteraksi dengan campuran, salah satu dari komponennya bisa dihilangkan dari campuran tersebut berdasarkan afinitasnya serta sifat difusi pada membran (Shao &
Huang 2007). Keberhasilan pemisahan
menggunakan membran bergantung pada kualitas dari membran tersebut. Menurut Mulder (1996), parameter mutu membran diantaranya ialah memiliki permeabilitas dan selektivitas yang tinggi, tahan terhadap zat kimia yang akan dipisahkan, dan kestabilan mekanik.
Modifikasi pembentukkan membran
melalui pencampuran polimer dengan material pendukung dilakukan untuk mendapatkan membran baru yang sifatnya sesuai dengan penggunaannya sehingga memperluas aplikasi membran tersebut. Penelitian membran yang diarahkan untuk aplikasi pervaporasi telah banyak dilakukan. Katresna (2010) membuat membran polistirena dengan porogen SDS (Sodium Dodecyl Sulfate) yang diaplikasikan pada pervaporasi alkohol menghasilkan peningkatan kemurnian alkohol sebesar 1,8 %.
Nilai αsep yang didapatkan yaitu 5,23 dan
menghasilkan membran terbaik pada
penambahan SDS 0,5 % (b/v). Lestari (2010) membuat membran selulosa asetat-SDS untuk pervaporasi metanol. Membran terbaik yaitu pada penambahan SDS sebanyak 2 % dengan
αsep 6,76. Hasil yang diperoleh berupa
peningkatan konsentrasi metanol sebesar 19 %.
Polistirena banyak digunakan sebagai bahan dasar pembentuk membran karena memiliki beberapa kelebihan seperti memiliki stabilitas panas dan dimensi baik, keras, sedikit getas, dan murah (Chanda & Roy 2006). Polistirena dapat digunakan sebagai
bahan dasar membran karena polistirena bersifat nonpolar sehingga dapat menyerap
alkohol dibandingkan air (Tsai et al. 2000).
Pada penelitian ini, membran PS dimodifikasi dengan penambahan pluronic (1 %, 1.5 %, dan 2 % b/v) yang berfungsi sebagai pembentuk pori pada membran (porogen).
Penelitian sebelumnya mengenai membran
PS-pluronic dilakukan oleh Ikrammurti
(2010). Penelitian tersebut membuat membran PS-pluronic (0 dan 1 % b/v) dengan suhu air perendaman 40, 50, dan 60 °C. Membran terbaik yang didapatkan yaitu membran dengan suhu air perendaman 50 °C. Faktor separasi 0,94 dengan kemurnian alkohol 90,2 %. Penelitian tersebut menunjukkan adanya sisa pluronic di dalam membran sehingga pori-pori yang terbentuk belum maksimal. Berdasarkan hal tersebut, suhu air perendaman dilakukan pada 60 °C dan 65 °C. Suhu
perendaman ditingkatkan untuk
menghilangkan sisa pluronic di permukaan membran dan diharapkan dengan adanya
peningkatan suhu dan penambahan
konsentrasi pluronic (1 %, 1.5 %, dan 2 %) dapat menghasilkan pori-pori membran yang lebih kecil dan homogen. Selain itu, semakin meningkatnya konsentrasi porogen yang ditambahkan, diharapkan semakin banyak pori-pori yang terbentuk dalam membran.
Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah membentuk membran PS-pluronic
melalui variasi penambahan konsentrasi
pluronic dan suhu sehingga terbentuk pori
yang lebih seragam,tanpa adanya sisa
pluronic, diketahui melalui pencirian
membran menggunakan Scanning Electron
Microscop (SEM), Fourier Transform Infrared (FTIR), serta dapat diaplikasikan
untuk pervaporasi etanol yang diuji
kemurniannya dengan Gas Chromatography
(GC).
TINJAUAN PUSTAKA
Membran Polistirena
Membran adalah lapisan tipis
semipermeabel berupa padatan polimer tipis yang menahan pergerakan bahan tertentu (Scott & Hughes 1996). Menurut Osada dan Nakagawa (1992), membran merupakan lapisan semipermeabel yang tipis dan dapat digunakan untuk memisahkan dua komponen dengan cara menahan dan melewatkan
komponen tertentu melalui pori-pori.
material berpori dapat digunakan untuk beberapa proses pemisahan (Eryan 2004).
Polistirena (PS) adalah suatu polimer aromatik yang terbuat dari monomer aromatik stirena (Gambar 1). PS merupakan polimer termoplastik yang berwujud padatan tak berwarna pada suhu ruang, tetapi dapat meleleh jika dipanaskan dan kembali menjadi padatan jika didinginkan (Steven 2007).
Pelarut yang biasa digunakan untuk
polistirena adalah diklorometana, etilbenzena,
CHCl3, CCl4, tetrahidrofuran, dan
metiletilketon (Lide 2005). Polistirena banyak
digunakan sebagai bahan pengemas,
perabotan rumah tangga, mainan anak, dan dapat diaplikasikan menjadi bahan dasar pembuatan suatu membran.
Membran polistirena, pada dasarnya
merupakan membran nonpori maka dari itu dibutuhkan adanya suatu zat pembentuk pori yang dinamakan porogen, berguna untuk membentuk pori-pori mikro pada lapisan membran tersebut.
Gambar 1 Struktur polistirena (Cowd 1991)
Pluronic
Pluronic atau dapat disebut poloxamer
termasuk polimer dengan jenis kopolimer blok yang mengandung kopolimer polioksietilena-polipropilena dengan kisaran konsentrasi antara 20-30 % (Gambar 2). Gugus oksietilena sebagai gugus hidrofilik sedangkann gugus propilena sebagai gugus hidrofobik pada
pluronic (Escobar et al 2006). Pluronic
memiliki berat molekul 12,600 g/mol dan
berat jenis 500 kg/m3. Pluronic berbentuk
padat, partikel kasar, dan berwarna putih.
Kelarutan pluronicdalam air adalah 175 g/L
(23 °C). Pluronic tidak akan menyebabkan
iritasi apabila terkena mata ataupun kulit (Brenntag 2007). PLURONIC memiliki HLB berkisar antara 18-23. Hal ini menyebabkan
pluronic dapat larut dalam pelarut organik
yang polar (Salager 2002).
Pluronic ini yang nantinya akan bertindak
sebagai pembentuk pori pada membran
polistirena. Penambahan pluronic ke dalam
polistirena harus di atas nilai konsentrasi misel kritis (KMK) sebesar 0,7 % b/v (Dong-Hua et al 2010).
Gambar 2 Struktur pluronic (Escobar- Chavez 2006)
Pervaporasi
Pervaporasi merupakan teknik pemisahan berdasarkan transport selektif melalui celah tebal yang digabungkan dengan evaporasi
(Tsai et al. 2000). Pervaporasi ini adalah salah
satu aplikasi membran yang secara teoritis dapat memisahkan semua campuran uap-cair dengan berbagai konsentrasi. Akan tetapi dalam prakteknya baru kompetitif dalam campuran azeotrop, pemisahan campuran isomer, atau menggantikan kesetimbangan reaksi kimia (Baker 2004).
Menurut Shao dan Huang (2007)
pervaporasi dapat diaplikasikan untuk
dehidrasi pelarut organik (seperti alkohol, eter, ester, dan asam) dan penghilangan komponen larutan organik dari air. Metode ini banyak dilakukan untuk pemisahan senyawa azeotrop yang memiliki titik didih hampir berdekatan. Pada proses pervaporasi, larutan akan bersentuhan dengan membran dan salah satu komponen dari larutan tersebut akan melewati membran sebagai titik-titik uap. Uap komponen yang lebih mulai terserap akan
didinginkan melalui kondensor dan
digerakkan vakum (Baker 2004). Kinerja
pervaporasi (Kittur et al. 2000) dapat dilihat
dari faktor separasi yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
! !"#=
!" ! !"#$
!" ! !"#$
αsep = faktor separasi, P dan F = fraksi massa
atau konsentrasi permeat dan umpan (Kittur et
al 2000).
METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan yaitu
polistirena (Merck), pluronic F-127 (Aldrich), akuades, diklorometana, etanol 96 %, dan etanol p.a.
8360 LA, dan spektrofotometer FTIR Perkin
Elmer Spectrumone
Pembuatan Membran Polistirena
Larutan polimer dalam 100 ml
diklorometana dicampurkan dengan pluronic dengan komposisi PS:diklorometana:pluronic yaitu 17:83:0, 17:82:1, 17:81.5:1.5, dan 17:81:2. Masing-masing campuran tersebut kemudian dihomogenisasi dengan ultrasonik selama 3 jam hingga diperoleh larutan polimer yang homogen. Larutan tersebut didiamkan selama 10 menit lalu dicetak di atas pelat kaca yang telah diberi selotip pada seluruh sisinya dengan ketebalan yang sama. Kemudian
dilakukan pelepasan membran dengan
perendaman dalam air pada suhu 60 °C dan 65 °C. Membran tersebut dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kelebihan pelarut.
Pervaporasi Etanol
Larutan umpan yang digunakan adalah
alkohol teknis yang tidak diketahui
konsentrasi etanol awal di dalamnya dan etanol 70 % yang dibuat dari 99,9 % etanol murni yang kemudian diencerkan menjadi 70
% etanol dan 30 % air.Masing-masing larutan
umpan dilewatkan pada pervaporator yang terlebih dahulu mengalami proses pemanasan di suhu 70 °C hingga senyawa yang lebih rendah titik didihnya seperti etanol akan menguap terlebih dahulu dibanding air. Uap yang menetes pada membran kemudian ditampung sebagai hasil permeat.
Analisis SEM
Sampel ditambahkan N₂ cair kemudian
dipatahkan. Sampel dengan ukuran 1×1 cm²
kemudian direkatkan (perekat ganda) dalam suatu silinder logam. Kemudian silinder diletakkan ke dalam pelapis ion untuk divakum selama 3 jam dengan tekanan 0,1 mbar. Kemudian contoh dilapisi dengan logam Pt-Au, lalu difoto dengan perbesaran tertentu.
Analisis FTIR
Sampel membran dalam bentuk lapisan film tipis berdiameter 1,5 cm ditempatkan
dalam cell holder. Pengujian dengan FTIR
dilakukan dengan tujuan melihat spektrum inframerah dari membran PS-pluronic, polistirena, dan pluronic.
Gas Chromatography (GC)
Sebanyak 5 µL larutan standar etanol dan
metanol (PA), larutan umpan (unknown
alcohol), dan larutan permeat alkohol serta etanol 70 % (hasil penyaringan membran PS), masing-masing disuntikkan ke dalam GC untuk mengetahui tingkat kemurniannya
dengan kondisi alat fase gerak N₂, kolom
Carbowax26, laju aliran N₂ 20 ml/menit, laju
aliran H2 70 ml/menit, suhu injektor 130 °C,
detektor inonisasi nyala, suhu detektor 150 °C.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Membran PS-Pluronic
Suatu membran yang akan diaplikasikan untuk pervaporasi harus memiliki pori-pori yang baik. Secara alami, membran PS tidak memiliki pori pada permukaannya, oleh karena itu diperlukan adanya tambahan zat yang berperan sebagai pembentuk pori (porogen). Dalam penelitian ini digunakan pluronic sebagai porogen. Membran PS-pluronic yang dihasilkan berbentuk lembaran tipis dan berwarna putih (Gambar 3).
Gambar 3 Membran PS-Pluronic
Jumlah pluronic yang dicampurkan pada polistirena harus di atas nilai KMK pluronic
yaitu sebesar 0,7 % b/v (Dong-Hua et al
2010). Hal tersebut disebabkan pada
konsentrasi 0,7 % b/v terbentuk misel berupa agregat-agregat molekul sabun yang apabila konsentrasinya di atas nilai KMK, didapatkan bentuk misel yang sempurna. Misel ini yang nantinya akan berfungsi dalam pembentukan pori di dalam membran. Maka dari itu, penelitian ini diawali dengan penambahan pluronic dengan konsentrasi 1 % b/v.
Kajian SEM
dan rongga dalam membran. Pori yang diharapkan terbentuk yakni yang berukuran kecil dan homogen. Pori ini dapat diperoleh melalui perendaman dalam air hangat selama
beberapa menit (Rabek 1980). Proses
perendaman dalam air hangat ini sangat menentukan baik tidaknya pori yang terbentuk dalam membran. Pori yang ada pada membran terbentuk akibat agregat-agregat misel dari pluronic yang terjerap di dalam membran, kemudian kembali lepas karena adanya pencucian dengan air hangat.
Membran PS-pluronic yang diuji
menggunakan SEM adalah membran dengan
konsentrasi pluronic 2 % b/v, baik yang
direndam dalam air bersuhu 60 °C maupun pada suhu 65 °C, sehingga dapat diketahui membran dengan suhu perendaman yang menghasilkan pori yang terbaik.
Berdasar hasil SEM, pori-pori membran merupakan pori yang terdapat dari sisi
penampang lintang membran dengan
perbesaran 2000 kali (Gambar 4). Ketika dibandingkan dengan penampang lintang (b) dapat terlihat dengan jelas adanya perbedaan pori baik dalam bentuk, jumlah maupun ukuran.
a
b
Gambar 4 Membran PS-pluronic 2 % b/v dengan suhu perendaman a) 60 °C
dan b) 65 °C dengan perbesaran 2000 kali
Ukuran pori membran pada perendaman
air 60 °C (Gambar 4a) adalah 3,63 µm,
sedangkan pada perendaman air 65 °C
(Gambar 4b) yaitu 1,17 µm. Hal ini
menunjukkan bahwa membran dengan
perendaman di suhu 65 °C menghasilkan pori-pori yang lebih kecil dan lebih homogen dibandingkan dengan membran di suhu perendaman 60 °C. Ukuran pori seperti ini yang diharapkan selektif dalam proses difusi sehingga partikel yang lebih kecil dapat terpisah dari partikel yang lebih besar. Maka dari itu, dapat dikatakan membran
PS-pluronicyang terbaik dari struktur pori adalah
yang memiliki konsentrasi pluronicterbanyak
yaitu 2 % b/v dalam suhu perendaman 65 °C.
Kajian FTIR
Analisis FTIR dilakukan pada membran PS, membran PS-pluronic, dan serbuk
pluronic. Analisis ini ditujukan untuk
mengidentifikasi gugus fungsi yang ada dalam suatu senyawa. Berdasarkan kemampuannya tersebut, FTIR dapat digunakan untuk melihat ada tidaknya sisa pelarut pada lapisan membran, serta porogen yang masih terdapat pada membran.
a
C‐H
b
Gambar 5 Hasil FTIR a) Membran PS-
pluronicdan b) Pluronic
Spektrum FTIR membran PS-pluronic (Gambar 5a) menunjukkan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 699,95 dan
757,06 cm-1 yang merupakan serapan dari
gugus aromatik serta pada daerah bilangan
gelombang 2851,43 cm-1 yang merupakan
serapan dari gugus C-H yang berasal dari monomer polistirena. Pada spektrum FTIR membran PS-pluronic ini, tidak ditemukan adanya pita serapan identik pluronic seperti yang terlihat pada spektrum FTIR pluronic (Gambar 5b) dengan serapan pada bilangan
gelombang 3500 cm-1 untuk O-H dan 1111,58
cm-1 untuk C-O.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak
ditemukan senyawa pluronic dalam membran PS, dibuktikan dengan tidak adanya pita serapan identik pluronic (O-H dan C-O) pada membran tersebut. Pluronic hanya berfungsi sebagai porogen yang kemudian akan terlarut pada perendaman dan pencucian dengan air hangat.
Pengaruh Suhu Perendaman dengan Hasil SEM
Suhu perendaman merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan dalam pembentukan pori yang homogen, selain dari proses pengadukan ultrasonik. Berdasarkan hasil
SEM untuk kedua membran dengan
konsentrasi pluronic sama (2 % b/v), namun
berbeda suhu perendamannya (60 dan 65 °C), ditemukan hasil yang berbeda pula.
Pada membran dengan suhu perendaman 60 °C didapatkan pori yang lebih besar dan tidak homogen. Tidak seperti yang ditemukan pada membran dengan suhu perendaman 65 °C yang memiliki pori kecil dan seragam.
Hasil ini menunjukkan bahwa suhu
perendaman optimum pada penelitian ini adalah 65 °C. Dengan suhu perendaman tersebut didapatkan pori-pori membran yang terbaik sehingga selektif dalam memisahkan partikel kecil dari partikel yang berukuran lebih besar.
Faktor suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan pori dalam membran. Rabek (1980) menyatakan
bahwa dibutuhkan adanya perendaman
membran dalam air hangat selama beberapa
menit. Air hangat tersebut akan
mempengaruhi keseimbangan bagian lipofilik pada misel hingga rusak dan terbawa pada
perendaman yang kemudian dilanjutkan
dengan pencucian membran. Perendaman membran tidak dilakukan pada suhu di atas 65 °C karena dikhawatirkan akan adanya pengaruh termal pada membran tersebut. Hal
ini ditandai dengan swealing yaitu
pembengkakan misel yang kemudian pecah karena tidak tahan dengan adanya suhu tinggi.
Pervaporasi Etanol
Pervaporasi didasarkan pada sifat
hidrofilitas membran terhadap larutan yang akan dipisahkan (Schwarz 2001). Membran polistirena yang bersifat hidrofobik akan melewatkan uap atau cairan yang bersifat
hidrofobik seperti etanol. Etanol yang
kepolarannya lebih rendah dari air akan melewati membran polistirena dan berdifusi
melewati membran tersebut. Dengan
ditambahkannya pluronic ke dalam membran polistirena akan membuat membran tersebut
berpori dan tentunya mempengaruhi
kemampuan membran dalam memisahkan etanol dari air.
Selain faktor kepolaran dan pori membran, suhu pemanasan larutan umpan yang dijaga konstan 70 °C ikut mempengaruhi proses pervaporasi ini. Larutan umpan dipanaskan pada suhu tersebut dengan tujuan menguapkan komponen etanol lebih awal sehingga terpisah dari komponen air. Besarnya pemisahan etanol dari larutan umpan dapat dihitung dari
faktor separasi (αsep).
Faktor separasi yang didapat dari dua
larutan umpan, yaitu unknown alcohol dan
O‐H
etanol 70 % murni, berturut-turut yaitu 1,04 dan 0,63 (Lampiran 3).
Analisis Kemurnian Etanol
Analisis GC ini dilakukan pada hasil pervaporasi yang menggunakan membran PS-pluronic 2 % b/v pada suhu perendaman 65 °C. Pervaporasi etanol menghasilkan tingkat kemurnian berbeda pada masing-masing larutan umpan (Tabel 1).
Tabel 1 Hasil analisis kemurnian etanol Larutan
umpan
Konsentrasi etanol ( %)
Awal Akhir
Alkohol 12,6 15,5
Etanol 70 % 70,0 78,6
Berdasarkan hasil analisis (Tabel 1)
diketahui bahwa dalam larutan unknown
alcohol, terjadi peningkatan konsentrasi etanol sebesar 2,9 % dengan nilai faktor separasi 1,04. Larutan etanol 70 % setelah mengalami
proses pervaporasi didapatkan adanya
peningkatan kemurnian etanol sebesar 8,6 % dengan faktor separasi 0,63 (Lampiran 3). Larutan etanol 70 % ini mengalami kenaikan konsentrasi etanol yang cukup signifikan
dibandingkan dengan larutan unknown
alcohol walaupun dengan faktor separasi
(0,63) yang lebih kecil dari larutan unknown
alcohol (1,04).
Kecilnya faktor separasi ini disebabkan oleh komposisi etanol 70 % yang hanya terdiri dari etanol dan air sehingga kemampuannya
melewati membran PS-pluronic yang
cenderung hidrofobik lebih selektif dan mengakibatkan sedikitnya permeat yang didapatkan. Jika dibandingkan dengan larutan
umpan unknown alcohol, setelah dianalisis
menggunakan GC diketahui bahwa dalam larutan umpan tersebut terdiri dari metanol (81,7 %), etanol (12,6 %) dan sisanya air (Lampiran 5). Titik didih metanol dan etanol hampir berdekatan sehingga terjadi persaingan antara kedua komponen tersebut dalam melewati membran PS-pluronic.
Sifat etanol yang lebih hidrofobik
dibanding metanol membuat etanol lebih mudah melewati membran daripada metanol. Hal ini dibuktikan melalui hasil GC dari
permeat larutan unknown alcohol (Lampiran
5). Konsentrasi metanol dan etanol berturut-turut yaitu 77,3 % dan 15,5 %. Hasil ini menunjukkan bahwa etanol lebih banyak melewati membran, dikaitkan dengan adanya peningkatan konsentrasi etanol sebesar 2,9 %,
sedangkan metanol mengalami penurunan konsentrasi sebesar 4,4 %.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Membran PS-pluronic menunjukkan pori terbaik pada penambahan pluronic sebanyak 2 % b/v serta suhu perendaman optimum yaitu 65 °C yang menghasilkan pori-pori kecil dan homogen. Adanya peningkatan konsentrasi
etanol pada larutan hasil pervaporasi
membuktikan bahwa membran PS-pluronic baik diaplikasikan untuk pervaporasi.
Saran
Sangat dibutuhkan adanya waterbath
dengan suhu pemanasan yang konstan serta uji kekuatan tarik membran.
DAFTAR PUSTAKA
Brenntag. 2007. Basf pluronic F 127. Canada:
Brenntag Canada Inc.
Baker RW. 2004. Membrane Technology and
Application. New York: J Wiley.
Chanda M, Roy SK. 2006. Plastics
Technology Handbook. Ed ke-4. New York: CRC Pr.
Cowd MA. 1991. Kimia Polimer. Firman H,
penerjemah; Padmawinata K, editor. London: J Murray. Terjemahan dari:
Cowd, Polymer Chemistry.
Dong-Hua W et al. 2010. Solubilization of
ibuprofen in pluronic block copolymer
F-127 micelles. Acta Physico-Chimica
Sinica. 26(X): 0001-0009.
Eryan. 2004. Pemisahan gas dengan membran berpori. http://www.eryan@tf.itb.ac.id. [16 Desember 2010].
Escobar JJ et al. 2006. Application of
thermoreversible PLURONIC F-127 gels
in pharmaceutical formulations. J Pharm
Pharmaceut Sci. 9:3 339-358.
Ikrammurti K. 2010. Membran polistirena dengan variasi suhu perendaman untuk
pervaporasi alkohol.[skripsi]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu
Jou et al. 1999. A novel ceramic-supported polymer membrane for pervaporation of
dilute volatile organic compounds. Journal
of membrane science. 162: 269-284.
Katresna TC. 2010. Pervaporasi alkohol
menggunakan membrane
polistirena-SDS.[skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
Kittur A A, et al. 2000. Pervaporation
separation of water-isopropanol mixtures using ZSM-5 zeolite incorporated poly (vinyl alcohol) membranes. New Delhi: Department of Science and Technology.
Lestari IW. 2010. Pervaporasi methanol
menggunakan membrane selulosa
asetat/polivinil pirolidon dan natrium dodesil sulfat.[bogor]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor
Lide DR, editor. 2004-2005. Handbook of
Chemistry and Physics. Ed ke-85. London: CRC Pr.
Mulder M. 1996. Basic Principles of
Membrane Technology. Netherland: Kluwer Academic Publisher.
Osada Y, Nakagawa T. 1992. Membrane
Science and Technology. New York: Marcel Dekker.
Rabek JK. 1980. Experimental Methods in
Polymer Chemistry: Physical Principles and Applications. Chichester: J Wiley
Rahayu I. 2009. Pengaruh Variasi Suhu Larutan Pintal Terhadap Karakteristik Membran Serat Berongga Polisulfon. [skripsi]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjajaran.
Salager JL. 2002. Surfactants Types and Uses.
Venezuela: FIRP Booklet.
Scott K, Hughes R. 1996. Industrial
Membrane Separation Technology.
London: Blackie Academic and
Proffesionals.
Schwarz H et al. 2001. Membranes based on
polyelectrolyte-surfactant complexes for
methanol separation. Journal of membrane
science. 194: 91-102. separation. J Memb
Sci 194:91-102.
Shao P, Huang RYM. 2007. Polimeric
membrane pervaporation. J Memb Sci 287:
162-179.
Steven MP. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I,
penerjemah. Jakarta: Pradnya Paramitha.
Terjemahan dari: Polymer Chemistry: An
Introduction.
Tsai et al. 2000. Effect of surfactant addition
on the morfology and pervaporation performance of symetric polysulfone
membranes. J Membr Sci. 176: 97-103.
Zuraidah NS. 2010. Pengembangan
membrane selulosa asetat dengan
Lampiran 1 Diagram alir metode penelitian
polistirena, diklorometan dan pluronic
komposisi 17:82:1, 17:81.5:1.5, dan 17:81:2
ultrasonik selama 3 jam
pencetakan membran di atas pelat kaca
perendaman membran dalam air hangat 60˚
dan 65˚C
Analisis kinerja membran: faktor separasi
dan GC
Lampiran 2 Modul pervaporator
Keterangan:
A. Penampung umpan
B. Pompa
C. Reaktor membran
Lampiran 3 Penentuan nilai faktor separasi
Parameter uji Unknown alcohol Etanol 70 %
umpan permeat Umpan permeat
[air] ( %) 5,7 7,3 30 21,4
[etanol] ( %) 12,6 15,5 70 78,6
Faktor separasi 1,04 0,63
Contoh perhitungan faktor separasi unknown alcohol:
! !"#= 7,3
15,5 5,7
12,6 =1,04
Lampiran 4 Spektrum FTIR
Membran PS-pluronic
Pluronic
2851.43
757.06
699.9
O-H
Lampiran 4 lanjutan
Polistirena
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 -1.0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 93.0
cm-1 %T
Laboratory Test Result Polistirena
3081.89
3059.85
3025.75
3001.40
2922.42 2849.74
2336.76
1942.81 1869.66
1802.12 1746.80
1669.66
1601.22 1583.02
1541.68
1492.74
1452.25 1372.26
1328.31 1181.37 1154.56
1069.15
1028.44 964.3 9
942.3 1
906.5 8 841.4 0
756.8 7 698.9 7
620.4 5
Lampiran 5 Analisis kemurnian alkohol
Sampel
Metanol % (b/b)
Etanol
% (b/b) % Total alkohol (b/b)
Standar alkohol 80 20 99,9
Larutan umpan
unknown alcohol 81,7 12,6 94,3
Larutan permeat
unknown alcohol 77,3 15,5 92,7
Standar etanol - 100 100
Larutan permeat