(
Ananas comosus
(L.) Merr.) HASIL KULTUR JARINGAN
MELALUI APLIKASI GIBERELIN DAN PUPUK NITROGEN
PADA DAUN
ELFIANI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
i
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Peningkatan Efisiensi Produksi Bibit Nenas (Ananas comosus (L.) Merr) Hasil Kultur Jaringan melalui Aplikasi Giberelin dan Pupuk Nitrogen pada Daun adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Agustus 2011
ii
ELFIANI. Increasing efficiency of pineapple seedling production using tissue culture material result through gibberellins and nitrogen fertilizer application to the leaves. Under supervision of M.RAHMAD SUHARTANTO AND SOBIR.
One of the problems in pineapple cultivation in Indonesia is unavailable seeds producer who provide variety pineapple seedling, whether in its form or in it’s nature, with major quantity and short relative time. The aims of this research is to study the effect of giving Nitrogen fertilizer, gibberellin to the leaves and time application through the development pineapple seedling resulter for tissue culture propagation, counting technical and economic efficiency. The field study is held at the Center Tropical Fruits Research (PKBT), research institution and human resources (LPPM) IPB, Baranang Siang, Bogor. It was started in August until December 2010. This research used factorial random design. The first factor is time application consist of two standards, in the morning (W1) and at night (W2). The second factor is gibberellins concentration consist of three levels, 0 ppm (G0), 50 ppm (G1), 100 ppm (G2). The third factor is N fertilizer concentration consist of three levels 0 g/I (N0), 0.5 g/I (N1), 1.0 g/I (N2). There are 18 combination treatments with three repetitions with the result 54 experiment units. Each unit consists of 10 pineapple seedlings, with the result 540 experiment. Fertilizer distribution 0.5 g/I increase the seedlings high, the number of the leaves, and the width of the leaves, wet weight and dry weight. Giving extra Nitrogen can reduce the development of the pineapple seedlings. Giving gibberellins and time application cannot increase the development of pineapple seeds tissue culture result. Economic and technique efficiency was achieved by giving nitrogen 0.5g/I fertilizer.
iii
RINGKASAN
ELFIANI. Peningkatan Efisiensi Produksi Bibit Nenas (Ananas comosus (L.) Merr) Hasil Kultur Jaringan melalui Aplikasi Giberelin dan Pupuk Nitrogen pada Daun.Dibimbing oleh M.RAHMAD SUHARTANTO dan SOBIR.
Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan salah satu buah tropika yang banyak diminati masyarakat dan berpotensi menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia. Salah satu permasalahan dalam budidaya nenas di Indonesia adalah belum adanya produsen bibit yang dapat menyediakan bibit nenas yang seragam, baik bentuk ataupun sifatnya, dalam jumlah yang banyak dan waktu yang relatif singkat. Metode perbanyakan vegetatif yang dilakukan oleh para petani tidaklah mencukupi untuk mendukung industri pertanian nenas. Kultur jaringan merupakan salah satu cara yang telah dikembangkan untuk memperoleh produksi bibit secara besar-besaran.Teknik kultur jaringan nenas dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bibit. Permasalahan yang muncul di lapangan adalah lambatnya pertumbuhan bibit nenas. Bibit nenas yang dihasilkan dari kultur jaringan tidak tumbuh secepat yang diharapkan sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai standar mutu bibit nenas hasil kultur jaringan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibit nenas hasil kultur jaringan, mempelajari interaksi antara perlakuan pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibit nenas hasil kultur jaringan, dan menghitung efisiensi teknis dan ekonomi dari aplikasi perlakuan pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap produksi bibit nenas hasil kultur jaringan.
Percobaan lapangan dilaksanakan di rumah kasa Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT), Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB, Baranang Siang, Bogor. Penelitian dimulai dari Agustus sampai Desember 2010. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial. Faktor pertama adalah Waktu Aplikasi yang terdiri dari dua taraf, yaitu pagi hari (W1) dan malam hari (W2). Faktor kedua adalah konsentrasi giberelin yang terdiri atas tiga taraf yaitu 0 ppm (G0), 50 ppm (G1) dan 100 ppm (G2). Faktor ketiga konsentrasi pupuk N yang terdiri dari tiga taraf yaitu 0 g/l (N0), 0,5 g/l (N1) dan 1,0 g/l (N2). Terdapat 18 kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan sehingga terdapat 54 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 10 bibit nenas, sehingga terdapat 540 unit percobaan.
iv
bobot kering daun. Peningkatan konsentrasi pupuk nitrogen 1.0 g/l Urea meningkatkan nilai rataan peubah tersebut tetapi memberikan pengaruh yang tidak nyata. Secara ekonomis penyediaan benih tanaman nenas pada penelitian ini memberikan keuntungan karena nilai B/C ratio dari semua perlakuan mempunyai nilai lebih besar dari satu sehingga layak untuk diusahakan. Secara teknis waktu aplikasi harus menjadi pertimbangan bila usaha ini dilakukan pada skala lebih luas karena membutuhkan upah tenaga kerja yang lebih besar.
v
© Hak cipta milik IPB, Tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.
vi
(
Ananas comosus
(L.) Merr.) HASIL KULTUR JARINGAN
MELALUI APLIKASI GIBERELIN DAN PUPUK NITROGEN
PADA DAUN
ELFIANI
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Magister Profesional Perbenihan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
vii
viii
Aplikasi Giberelin dan Pupuk Nitrogen pada Daun
Nama : Elfiani
NRP : A254090125
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ketua
Dr. Ir. M.Rahmad Suhartanto, MSi
Anggota Dr. Ir. Sobir, MSi
Diketahui
Ketua Program Studi
Magister Profesional Perbenihan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
ix
PRAKATA
Ucapan syukur kehadirat Tuhan YME karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan adalah efisiensi produksi bibit dengan judul Peningkatan Efisiensi Produksi Bibit Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) hasil Kultur Jaringan melalui Aplikasi Giberelin dan Pupuk Nitrogen pada Daun. Penulisan tugas akhir ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Magister Profesional Perbenihan, Sekolah Pascasarjana IPB.
Penulisan tugas akhir ini penulis mendapatkan bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Ir. M.Rahmad Suhartanto, MSi sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Sobir, MSi sebagai anggota komisi pembimbing.
Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua tercinta M.Nidar dan Mulida Osmi, atas doa, nasehat dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama ini. Penghargaan dan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada suami tercinta Bunti MT Sinaga dan anak-anak tercinta Aaron Syahronitua Sinaga dan Anastasia Sinaga atas segala pengertian, dukungan dan dorongan selama penulis menyelesaikan pendidikan, serta kepada teman-teman “Seed Family” Angkatan I Program Magister Perbenihan atas kebersamaan dan semangat yang telah diberikan, dan akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu per satu dalam karya ilmiah ini, semoga Tuhan memberikan balasan yang setimpal.
Demi kesempurnaan tugas akhir ini, saran dan kritik dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2011
x
Penulis dilahirkan di kota Pekanbaru, Riau pada tanggal 7 Mei 1968 dari pasangan Bapak M.Nidar dan Ibu Mulida Osmi. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.
Pendidikan SD, SMP dan SMA penulis tempuh di kota Pekanbaru, Riau, Pada tahun 1987 penulis lulus dari SMAN 2 Pekanbaru dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat dan penulis memilih program studi Agronomi.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ……….. xi
DAFTAR GAMBAR ………. xii
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiii
PENDAHULUAN ………. Latar Belakang ………... Tujuan Penelitian……… Hipotesis Penelitian ………
1 1 3 3 TINJAUAN PUSTAKA ………
Botani Tanaman Nenas………... Syarat Tumbuh Tanaman Nenas ……… Budidaya Tanaman Nenas ………. Pupuk Nitrogen ……….. Giberelin ………. Efisiensi Ekonomis dan Teknis ………..
5 5 6 8 10 11 13 BAHAN DAN METODA………...
Tempat dan Waktu Penelitian ……… Bahan dan Alat ………... Metode Penelitian ……….. Pelaksanaan Penelitian ………... Pengamatan ……… 14 14 14 14 15 16 HASIL DAN PEMBAHASAN ……….
Kondisi Umum ………... Komponen Pengamatan ………. Pembahasan Umum ………
19 19 20 37
KESIMPULAN ………. 41
DAFTAR PUSTAKA ……… 42
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh pemberian nitrogen, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap
peubah yang diamati ………. 20 2. Pengaruh interaksi perlakuan nitrogen dan giberelin
pada peubah tinggi bibit nenas 16 MST (cm) ……… 22
3. Ekstrapolasi tinggi bibit nenas …………... 24 4. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap peubah jumlah
daun bibit nenas (helai)………... 25 5. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap peubah lebar
daun bibit nenas (cm) ………... 27 6. Pengaruh waktu aplikasi terhadap peubah lebar daun
bibit nenas (cm)………... 28 7. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap peubah bobot
basah dan bobot kering daun bibit nenas (g) ……….. 29 8. Efisiensi teknis dan ekonomis produksi bibit nenas
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kondisi bibit nenas (a) selama aklimatisasi,
(b) setelah aklimatisasi……….. 21 2. Kondisi awal bibit nenas ……… 21 3. Bibit nenas pada kombinasi perlakuan nitrogen dan giberelin …… 22 4. Pertumbuhan tinggi bibit nenas pada beberapa kombinasi
Perlakuan ………... 23
5. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap jumlah daun
bibit nenas ………. 26
6. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap lebar daun
bibit nenas ………. 28
7. Kondisi bibit nenas (a) dalam botol kultur (b) setelah
dibersihkan dan diseleksi ……….. 34 8. Kondisi bibit nenas setelah tanam (a) saat aklimatisasi dan
(b) setelah aklimatisasi ……….. 35 9. Kondisi bibit nenas (a) 4 MST, (b) 8 MST, (c) 12 MST
dan (d) 16 MST ………. 35
10. Pertumbuhan bibit nenas (a) tanpa perlakuan
(b) perlakuan giberelin ………. 36 11. Pertumbuhan bibit nenas yang berbeda (a) berduri pada
xiv
Halaman
1. Tata letak unit percobaan ……….. 45
2. Anova dengan respon tinggi bibit ………... 46
3. Anova dengan respon jumlah daun ………... 48
4. Anova dengan respon lebar daun ……….. 50
5. Anova dengan respon tinggi bobot basah daun ……… 53
6. Anova dengan respon bobot kering daun ………. 54
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan salah satu buah tropika
yang banyak diminati masyarakat dan berpotensi menjadi komoditas ekspor
andalan Indonesia. Indonesia merupakan negara pengekspor jus nenas dan nenas
kaleng terbesar ketiga setelah Filipina dan Thailand (BPS 2008). Produksi nenas
nasional terus meningkat dari 925,082 ton pada tahun 2005 hingga 1,272,700 ton
pada tahun 2009 dan menempati urutan keempat setelah pisang, jeruk dan mangga
(BPS 2010). Industri pengalengan nenas berpeluang besar untuk dikembangkan di
Indonesia. Berdasarkan kondisi agroklimatnya, Indonesia merupakan wilayah
yang sesuai untuk pengembangan nenas dan memiliki ketersediaan lahan yang
cukup luas, terutama di daerah-daerah yang belum termanfaatkan secara optimal,
sehingga Indonesia berpeluang besar untuk meningkatkan suplai nenas di pasar
nasional maupun regional.
Salah satu permasalahan dalam budidaya nenas di Indonesia adalah belum
adanya produsen bibit yang dapat menyediakan bibit nenas yang bermutu dalam
jumlah yang banyak dan waktu yang relatif singkat. Teknik perbanyakan
tradisional dan modifikasinya tidak efisien. Teknik perbanyakan tradisional
dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman seperti crown (mahkota buah),
slip, shoot (tunas samping) dan sucker (anakan) memerlukan waktu lama, jumlah
bibit yang dihasilkan sedikit dan tidak seragam. Tanaman nenas kultivar smooth
Cayenne menghasilkan 2 propagul/tanaman per tahun sehingga perlu waktu 30
tahun untuk menghasilkan bahan tanaman yang cukup untuk satu hektar yang
dimulai dari satu tanaman (Purseglove 1972).
Kultur jaringan merupakan salah satu cara yang telah dikembangkan untuk
memperoleh produksi bibit secara massal. Teknik kultur jaringan nenas dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan bibit, antara lain telah dilaporkan oleh
Zepada & Sagawa (1981) yang menghasilkan 5000 planlet/tahun dengan
menggunakan media ½ MS+1 mg/l BAP. Firoozabady & Gutterson (2003)
menghasilkan 2,025 planlet/tahun dengan penambahan 20 µM Kinetin.
Permasalahan yang muncul di lapangan adalah lambatnya pertumbuhan
yang diharapkan sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai
standar mutu bibit nenas hasil kultur jaringan. Standar mutu bibit nenas hasil
kultur jaringan adalah tinggi tanaman minimal 15 cm dari permukaan tanah.
Permasalahan laju pertumbuhan yang lambat ini dicoba diatasi dengan memicu
laju pertumbuhan vegetatifnya. Pemberian pupuk nitrogen (N) melalui daun dapat
menjadi salah satu alternatif yang baik untuk memicu laju pertumbuhan vegetatif.
Mustikawati (2007) melaporkan pemberian pupuk daun Gandasil D setiap satu
minggu sekali hanya mempengaruhi peubah jumlah daun pada 5 MST dan
sebaiknya diberikan diatas dosis dan frekuensi anjuran. Menurut Lingga &
Marsono (2006) salah satu keuntungan pemberian pupuk daun pada tanaman
adalah penyerapan hara berjalan lebih cepat dibandingkan pemberian pupuk lewat
akar namun pemberian pupuk daun ini harus diberikan secara berulang.
Pemberian zat pengatur tumbuh pada tanaman juga dapat dilakukan untuk
memacu pertumbuhan tanaman. Senyawa-senyawa auksin, giberelin, sitokinin,
etilen, asam absisik dan fenolik merupakan beberapa zat pengatur tumbuh
endogen. Pemberiannya secara eksogen dapat memodifikasi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Wattimena 1988).
Giberelin merupakan senyawa kimia yang mempunyai struktur
ent-gibberellane. Efek fisiologis dari giberelin diantaranya adalah memperpanjang
batang karena pembelahan sel dan pemanjangan sel. GA3 merupakan golongan
hormon tanaman yang mempunyai efek terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman (Davies 1995). Aplikasi giberelin pada batang bibit tanaman jeruk
dengan konsentrasi 500 ppm dapat meningkatkan tinggi tanaman, panjang tunas
dan diameter batang (Muller & Young 1982). Penyemprotan GA3
Menurut Moore et al. (1998), nenas secara alami merupakan tanaman yang
tahan terhadap kekeringan karena nenas termasuk jenis tanaman CAM
(Crassulacean Acid Metabolism), yaitu tanaman yang membuka stomata pada
malam hari untuk menyerap CO
30 ppm yang
dicampur dengan urea melalui daun mampu meningkatkan jumlah cabang
sekunder pada tanaman mangga dewasa (Rajput & Singh 1983).
2 dan menutup stomata pada siang hari. Stomata
yang menutup pada siang hari membuat tumbuhan menghemat air tetapi
3
mengambil CO2
Permasalahan lain yang juga muncul adalah sejauhmana efisiensi
pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya dalam
meningkatkan produksi benih nenas hasil kultur jaringan. Apakah efisiensi teknis
dan ekonomi dapat tercapai melalui perlakuan diatas sehingga bibit nenas yang
dihasilkan selain memenuhi standar mutu bibit nenas hasil kultur jaringan, juga
efisien secara teknis dan ekonomi. Permasalahan ini perlu diteliti sehingga
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani nenas untuk pengembangan
komoditas nenas di waktu mendatang.
dan memasukkannya ke berbagai asam organik. Kondisi
membuka dan menutupnya stomata yang berbeda dengan tanaman lain yang
umumnya pada pagi atau sore hari ini, diduga menjadi salah satu penyebab
perbedaan yang tidak nyata bagi pertumbuhan tanaman nenas bila pemberian
pupuk maupun zat pengatur tumbuh melalui daun dilaksanakan pada siang hari,
sehinga perlu diketahui respon pertumbuhan bibit nenas bila waktu aplikasinya
dilaksanakan pada malam hari saat stomata daun nenas dalam kondisi terbuka.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mempercepat pertumbuhan bibit nenas hasil
kultur jaringan dengan cara :
1. Mempelajari pengaruh pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan
waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibitnenas hasil kultur jaringan.
2. Mempelajari interaksi antara perlakuan pemberian pupuk nitrogen pada
daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibit nenas
hasil kultur jaringan
3. Menghitung efisiensi teknis dan ekonomi dari aplikasi perlakuan
pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya
terhadap produksi bibit nenas hasil kultur jaringan.
Hipotesis
1. Pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya
2. Terdapat interaksi antara pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin
dan waktu aplikasinya terhadap percepatan pertumbuhan bibit nenas hasil
kultur jaringan.
3. Pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya
dapat meningkatkan efisiensi teknis dan ekonomi produksi bibit nenas
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.)
Nenas (Ananas comusus (L.) Merr.) merupakan tanaman buah berbentuk
semak yang berasal dari Amerika Selatan (Ashari 1995). Tanaman nenas mulai
masuk ke Indonesia pada abad ke-15. Awalnya tanaman nenas hanya digunakan
sebagai tanaman pekarangan namun lambat laun mulai dibudidayakan diseluruh
Indonesia (Rukmana 2007).
Tanaman nenas termasuk ke dalam keluarga Bromeliaceae yang
merupakan tanaman herba tahunan atau dua tahunan ( Wee & Thongtham 1997).
Nenas merupakan tanaman monokotil dan bersifat merumpun. Bagian utama
tanaman nenas terdiri dari daun, batang, bunga, buah dan akar. Daun tanaman
nenas berurat sejajar dan pada tepinya tumbuh duri yang menghadap ke arah
ujung daun. Beberapa kultivar nenas durinya mulai lenyap tetapi duri pada ujung
daun masih dapat terlihat (Sunarjono 2005). Batang tanaman nenas berukuran
20-25 cm atau lebih, berdiameter 2.0-3.5 cm, beruas pendek, secara visual batang
tanaman nenas tidak terlihat karena tertutup oleh daun (Rukmana 2007).
Menurut Krauss (1949) dalam Nakanose dan Paul (1998) tanaman nenas
memiliki tunas-tunas dorman atau disebut juga tunas aksilar di setiap buku pada
batang dan mahkota. Tunas-tunas tersebut nantinya akan membentuk tunas buah
(slip) dan tunas batang (sucker). Sunarjono (2005) menyatakan pada batang
tanaman nenas akan tumbuh tangkai buah (slip) dan tunas batang (sucker). Tunas
yang tumbuh pada pangkal batang di bawah tanah disebut dengan tunas akar atau
anakan. Tunas-tunas yang dihasilkan oleh tanaman nenas tersebut digunakan
sebagai bahan tanaman untuk budidaya selanjutnya.
Tanaman nenas hanya dapat berbunga sekali dengan arah tegak ke atas.
Bunga nenas bersifat majemuk dan termasuk kedalam bunga sempurna. Tanaman
nenas merupakan tanaman yang menyerbuk silang dengan bantuan binatang,
seperti burung dan lebah (Sunarjono 2005). Buah nenas berbentuk silinder dengan
panjang ± 20 cm, diameter ±14 cm, dan berat ±1-2.5 kg. Buah nenas dihiasi oleh
suatu roset daun-daun yang pendek dan tersusun spiral yang biasa disebut dengan
Syarat Tumbuh Tanaman Nenas
Tanaman nenas dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah maupun
dataran tinggi hingga 1200 m di atas permukaan laut (dpl). Pertumbuhan
optimum pada ketinggian 100-700 m dpl. Di daerah tropis seperti Indonesia,
nenas cocok dikembangkan di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl
dengan iklim basah maupun kering (Ashari 1995).
Tanaman nenas dibudidayakan di daerah 25oLU dan 25oLS dengan kisaran
suhu 23-32oC. Suhu yang baik untuk pematangan buah adalah 25oC. Walaupun
dapat dipelihara di lahan yang suhunya dapat turun sampai suhu 10o
Nenas termasuk tanaman herbaceous dari klas monokotil yang bersifat
perennial. Tergantung pada varietasnya, tanaman nenas dewasa dapat mencapai
ketinggian 100 – 200 cm, dengan diameter tajuk 100 – 200 cm. Struktur utama
morfologi dibedakan menjadi batang, daun, tangkai buah, buah majemuk atau
sinkarp, mahkota, tunas dan akar (Coppens & Leal 2003).
C, akan tetapi
tanaman ini tidak toleran terhadap hujan salju dan buahnya sensitif terhadap terik
matahari. Tanaman nenas peka terhadap kekeringan, serta kisaran curah hujannya
luas. Curah hujan yang optimum untuk pertumbuhan tanaman nenas adalah
berkisar antara 1000-1500 mm per tahun (Wee & Thongtham 1997).
Batang nenas berbentuk ganda, dengan panjang 25-50 cm dan lebar 2-5
cm pada bagian dasar dan 5-8 cm pada bagian atas. Pada bagian atas lurus dan
tegak lurus, sementara permukaan bagian bawah tergantung bahan tanaman yang
digunakan. Tanaman yang berasal dari tunas anakan atau tunas batang, bagian atas
tumbuh lurus, bagian bawah tanaman tumbuhnya bengkok (Coppens & Leal
2003). Batang terdiri dari ruas dan buku. Ruasnya pendek berkisar antara 1-10 cm,
ruas yang panjang berada pada bagian tengah batang, yaitu batang yang
pertumbuhannya paling cepat. Buku nenas dapat dilihat melalui daun yang dekat
batang. Menghasilkan tunas ketiak setiap buku. Tunas ketiak ini dapat
menghasilkan tunas dasar buah atau tunas anakan (Nakasone & Paul 1998).
Pada saat terbentuk buah, beberapa tunas ketiak pada batang tumbuh
menjadi tunas batang. Tunas batang yang telah mencapai panjang 30-35 cm dapat
dipotong dan digunakan untuk bibit. Tangkai buah yang merupakan perpanjangan
7
bawah buah, terdapat sejumlah daun yang pendek dan sempit. Jumlah dan
besarnya tunas dasar buah tergantung dari sifat keturunan tanaman nenas dan
kesuburan tanah. Panjangnya dapat mencapai sekitar 26 cm dengan bobot antara
285 – 425 g. Tunas dasar buah batangnya bengkok, dan pada waktu ditanam
sebagai bibit juga masih tetap bengkok
( Nakasone & Paull 1998).
Daun merupakan bagian yang melekat pada bagian batang yang berada di
bagian atas permukaan tanah, pada tangkai dan pada batang mahkota. Rata-rata
jumlah daun yang berfungsi dan aktif berkisar antara 70 – 80 dan berbentuk
pedang, panjangnya dapat mencapai 1 m atau lebih, lebarnya 5 – 8 cm,
pinggirannya berduri atau hampir rata, berujung lancip, bagian atas daun
berdaging, berserat, beralur, tersusun dalam dalam spiral yang tertutup, bagian
pangkalnya memeluk poros utama. Daun di bagian bawah merupakan daun tua
dan ukurannya pendek, dibagian tengah tanaman ukuran daun paling panjang dan
daun bagian atas umumnya muda dan ukurannya pendek, sehingga tanaman
seakan-akan berbentuk hati.Warna daun nenas sebelah atas adalah hijau
mengkilap, hijau tua, merah tua bergaris coklat kemerahan, tergantung dari
varietasnya, sedangkan permukaan daun bagian bawah berwarna putih seperti
perak atau putih seperti ketombe. Berdasarkan pengamatan anatomi terdapat
jaringan penyimpan air (water-storage tissue), yang terdiri dari sel-sel yang tidak
berwarna, berbentuk tiang dan terletak di bawah jaringan hypodermal bagian atas
dan meluas kebawah sampai mesofil. Jaringan penyimpanan air apabila terisi air
akan menduduki setengah dari dari tebalnya daun. Pada musim kekeringan,
tanaman nenas akan menggunakan air dalam jaringan tersebut (Collins 1968).
Stomata terdapat pada permukaan daun bagian bawah. Jumlah stomata
lebih kurang 75 – 85 per mm2. Jumlah stomata pada daun tanaman nenas jenis
Cayenne adalah 180 per mm2, lebih sedikit dibandingkan hibrida triploid dan
tetraploid. Jumlah ini sedikit dibandingkan pisang dan jeruk yang masing-masing
berjumlah 220 per mm2 dan 500 per mm2. Stomata ini tertutup sepanjang siang
untuk menghemat penggunaan air. Mekanisme menutupnya stomata pada nenas
ini termasuk mempunyai jalur fotosintesis tipe CAM. Karbondioksida diserap
karbohidrat pada siang hari. Jalur fotosintesa memungkinkan stomata tertutup
sepanjang siang untuk menghemat penggunaan air. (Collins 1968; Verheij &
Coronel 1992; Samson 1980).
Nenas secara alami merupakan tanaman yang tahan terhadap kekeringan
karena nenas termasuk jenis tanaman CAM, yaitu tanaman yang membuka
stomata pada malam hari untuk menyerap CO2 dan menutup stomata pada siang
hari. Stomata yang menutup pada siang hari membuat tumbuhan menghemat air
tetapi mencegah masuknya CO2. Saat stomata terbuka pada malam hari,
tumbuhan mengambil CO2 dan memasukkannya ke berbagai asam organic.
Metabolism ini disebut crassulacean acid metabolism (CAM). Sel mesofil
tumbuhan CAM menyimpan asam organik yang dibuatnya selama malam hari di
dalam vakuola hingga pagi hari. CO2
Bagian vegetatif tanaman yang tumbuh di atas puncak buah nenas
memiliki batang pendek dengan beberapa daun yang melekat padanya disebut
mahkota. Mahkota ini merupakan lanjutan meristem sumbu utama dari tanaman
sesudah mengalami pembentukan buah. Pertumbuhan mahkota berlangsung
selama buah berkembang menjadi besar. Setelah buah masak, mahkota dapat
ditanam sebagai bahan bibit tanaman baru. Pada ujung mahkota terdapat meristem
pembentuk daun. (Collins 1968).
dilepas dari asam organik yang dibuat pada
malam hari itu sebelum dimasukkan ke dalam gula dalam kloroplas (Moore et al.
1998).
Budidaya Tanaman Nenas
Tanaman nenas biasanya ditanam dalam barisan ganda dengan lebar alur
yang cukup antara barisan ganda tersebut, untuk memudahkan pengerjaan
lapangan. Jadi jarak tanam yang dianjurkan adalah (90 + 60) cm x 30 cm untuk
kultivar ‘Singapore Spanish’, ini berarti bahwa lorongnya selebar 90 cm, kedua
barisan ganda itu berjarak 60 cm, dan masing-masing tanaman pada setiap
barisannya berjarak 30 cm. Untuk kultivar yang perawakannya lebih besar
misalnya ‘Masmerah’, jarak tanam yang dianjurkan adalah (120 + 60) cm x 30
cm. Di Thailand ‘Smooth Cayenne’ ditanam oleh petani dengan jarak tanam (100
9
panen akan meningkat jika jarak tanam lebih rapat, tetapi ukuran buahnya
mengecil. Percobaan-percobaan jarak tanam di Malaysia menunjukkan hasil
maksimum 60 ton per hektar untuk jumlah tanaman 72.000 per hektar dengan
menggunakan kultivar ‘ Singapore Spanish’ (Wee & Thongtham 1997). Di
Hawaii menggunakan jarak tanam 30 cm antar tanaman dalam dua barisan
tanaman yang berjarak 60 cm, jarak antar lorong adalah 90 sampai 120 cm,
dengan jarak tanam tersebut diperoleh kepadatan tanaman 44.444 sampai 58.700
tanaman per hektar. Kepadatan tanaman setinggi 75.000 tanaman per hektar
digunakan bilamana buah yang lebih kecil diinginkan (Nakasone & Paul 1999).
Tanaman nenas di Thailand di lahan berpasir dan diberikan pupuk dengan
komposisi 9 g N, 2.4 g P2O5 dan 7 g K2O untuk setiap tanaman dan dilakukan
dua kali penyemprotan urea ke tajuk tanaman setelah tumbuh dua tunas ketiak
daun. Pada lahan gambut yang miskin hara di Malaysia, dosis pupuk yang
dianjurkan adalah 14 g N, 0.7 g P2O5 dan 23 g K2
Menurut Collins (1968) di beberapa daerah tertentu di Hawaii, pemupukan
nenas dilakukan dengan menyemprotkan larutan pupuk ke tajuk tanaman.
Perlakuan pemupukan ini memiliki keuntungan yaitu tersedianya hara dengan
segera bagi tanaman, dan untuk daerah yang kering atau daerah yang sedang
mengalami musim kering, cara pemupukan ini dapat meningkatkan kelembaban di
sekitar tanaman. Konsentrasi pupuk yang disemprotkan harus disesuaikan untuk
menghindari kerusakan tanaman akibat terlalu pekatnya konsentrasi pupuk.
O yang diberikan lewat tanah
setiap tiga bulan, pada umur 6 dan 9 bulan dilakukan penyemprotan pupuk
melalui tajuknya (Wee & Thongtham 1997).
Menurut Wee & Thongtham (1997) penyakit paling merugikan bagi
tanaman nenas terutama kultivar Singapore Spanish di Malaysia adalah busuk
layu buah. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Erwinia chrysantemi. Di Filipina
dan Thailand yang serupa busuk bagian tengah juga ditemukan, penyebabnya
adalah cendawan Phytophtora cinnamomi.
Hama nenas yang paling merugikan adalah mealy bug (Pseudocoocus
brevipes). Hama ini menyerang daun tanaman nenas yang dapat mengakibatkan
tanaman menjadi layu dan kemudian mati. Hama ini mulai menyerang dari bagian
daun. Daun yang terserang menunjukkan perubahan warna menjadi kuning
kemerahan, kemudian layu dan mati. Hama ini bersimbiosis dengan semut
sehingga dapat menyebar dengan cepat (Collins 1968).
Pupuk Nitrogen
Menurut Salisbury & Ross (1995) nitrogen adalah salah satu unsur hara
makro yang dibutuhkan tanaman selain fosfor (P) dan kalium (K). Nitrogen
diserap tanaman dalam bentuk ion NH4+, dan atau NO3-.
Ketersediaan unsur N, akan memberikan jaminan bagi tanaman untuk
tumbuh secara optimal, terutama pada pertumbuhan vegetatifnya. Kekurangan
unsur N akan mengakibatkan menguningnya daun, kerdilnya tajuk tanaman,
bahkan dapat menurunkan produktivitas tanaman. Kelebihan unsur N pun dapat
mengakibatkan jaringan terlalu sukulen, tertekannya perkembangan generatif
tanaman, dan tanaman akan mudah terserang hama dan penyakit (Ryugo 1988).
Menurut Thongtham & Wee (1991) tanaman nenas membutuhkan 9 g N pada
awal penanamannya, dan menurut Mitra & Sheet (1996) pemberian N hingga 18
g per tanaman dapat meningkatkan pertumbuhannya. Safuan (2007)
mengemukakan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk N berpengaruh nyata
terhadap jumlah daun pada saat tanaman nenas berumur 6 bulan sesudah tanam,
tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada saat tanaman berumur
9 bulan dan pada saat berbunga.
. Fungsi unsur N
diantaranya adalah sebagai bahan penyusun asam amino, memacu pertumbuhan
vegetatif, bahan penyusun materi genetika seperti purin dan piramidin, dan juga
sebagai penyusun klorofil.
Tujuan pemberin pupuk nitrogen melalui daun adalah untuk
mendistribusikan sejumlah larutan secara merata ke seluruh permukaan daun.
Pupuk daun umumnya diencerkan dengan konsentrasi tertentu sesuai dosis yang
dianjurkan pada tanaman. Pemberian pupuk yang larut air dapat dilakukan
langsung pada bagian tanaman yang berhubungan dengan udara, sehingga dapat
masuk melalui kutikula dan stomata untuk kemudian menuju sel-sel tanaman.
11
melalui akar. Hal ini terjadi karena pada saat pupuk diberikan, stomata yang
membuka segera menyerap hara yang dibutuhkan dan berjalan lebih cepat
dibandingkan pupuk yang diberikan lewat akar. Akibatnya, tanaman akan mulai
menumbuhkan tunas dan tanah tidak rusak (Lingga & Marsono 2006).
Lingga & Marsono (2006) menjelaskan membuka dan menutupnya
stomata merupakan proses mekanis yang diatur oleh tekanan turgor dari sel-sel
penutup. Jika tekanan turgor tinggi maka stomata akan membuka dan jika
tekanan turgor rendah stomata akan menutup. Cahaya matahari dan angin akan
menyebabkan turgor dari sel-sel penjaga menurun, karena kehilangan air akibat
proses transpirasi. Air dalam daun cepat berkurang sehingga tekanan turgor
sehingga tekanan turgor rendah dan stomata akan segera membuka dan menyerap
cairan yang hilang lewat penguapan. Bila air yang disemprot tersebut
mengandung unsure hara, maka pada saat stomata membuka unsur hara akan
berdifusi melalui stomata bersama air.
Giberelin
Giberelin merupakan hormon tanaman yang diperoleh dari jaringan
tanaman dan mempunyai banyak aktivitas biologis. Kegunaan giberelin dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan dengan
beberapa cara, misalnya memperpanjang batang, meningkatkan pembungaan dan
pembentukan buah. Beberapa efek dari giberelin yaitu menyebabkan
perangsangan sintesis dan aktivitas enzim spesifik dan merubah penggunaan
auksin endogen (George & Sherrington 1984).
Pengaruh giberelin terutama dalam perpanjangan ruas tanaman yang
disebabkan oleh bertambahnya jumlah dan besar sel-sel pada ruas tersebut. Brian
dan Hemming dalam Wattimena (2000) menyatakan bahwa giberelin mempunyai
pengaruh yang nyata berbeda terhadap tanaman yang normal dan tanaman yang
pendek (terhambat pertumbuhannya). Bila tanaman kapri yang pendek disemprot
GA maka terjadi perpanjangan batang dan tinggi tanaman tersebut serupa dengan
tanaman yang normal. Sebaliknya jika tanaman dari kultivar yang normal diberi
Pembelahan sel dirangsang pada bagian titik tumbuh, terutama pada sel-sel
meristematik pada posisi basal, lokasi dimana sel-sel korteks berkembang.
Giberelin memacu pembelahan sel. Giberelin juga dapat memacu pertumbuhan
dan pembesaran sel karena hormon ini meningkatkan hidrolisis pati, fruktan dan
fruktosa menjadi glukosa dan fruktosa (Davies 1995). Heksosa hasil dari hidraksi
pati merupakan sumber energi terutama untuk pembentukan dinding sel dan
menyebabkan energi potensial air menjadi rendah. Penurunan energi potensial air
menyebabkan air dari luas sel mudah berdifusi ke dalam sel, sehingga sel dapat
membesar. Pembesaran sel yang disebabkan oleh GA3 dapat mencapai 15 kali
lebih tinggi dari sel yang tidak diberi perlakuan GA3
Menurut Wuryaningsih et al. (1995) konsentrasi 300 ppm GA (Davies 1995).
3
mempunyai nilai tertinggi dalam jumlah ruas (13,12 ruas) dan panjang ruas (4,12
cm) selanjutnya diikuti oleh konsentrasi 200 ppm dan 100 ppm, sedangkan
kontrol mempunyai nilai paling rendah terhadap pertumbuhan dan hasil mawar
kultivar cherry brandy. Dengan kata lain, asam giberelin dapat meningkatkan
jumlah ruas, dan panjang ruas. Pertambahan panjang ruas disebabkan karena asam
giberelin dapat meningkatkan aktivitas pembelahan sel di meristem pucuk.
Pemanjangan ruas terjadi melalui dua proses yaitu pembelahan dan pembesaran
sel. Setelah sel membesar dan mencapai ukuran maksimal, selanjutnya diikuti
oleh pembelahan (Krishnamoorthy 1981). Pemberian GA3
Terdapat berbagai senyawa giberelin dalam tanaman, saat ini telah
diketahui lebih dari 50 GA dan lebih dari 40 yang terdapat pada tumbuhan. GA
yang paling umum adalah GA, GA
dari luar meningkatkan
kandungan auksin dalam jaringan (Nagarajaiah & Reddy 1986) serta dapat
mempercepat transfer auksin dan mendorong pemanjangan ruas. Dalam hal ini
pembelahan dan pemanjangan jaringan sel di samping dapat menambah jumlah
ruas juga akan meningkatkan panjang ruas.
3-8, GA17-20 dan yang lain hanya terdapat pada
spesies tumbuhan tertentu. Selain itu GA juga bukan saja dihasilkan dari
metabolisme cendawan, melainkan diproduksi juga oleh tanaman. GA terdapat
pada berbagai organ dan jaringan tumbuhan seperti akar, tunas, mata tunas, daun,
13
Menurut Wright & Aung (1975), GA4+7 lebih efektif dibandingkan GA3
dalam meningkatkan pertumbuhan batang Cucumber dan Holly Jepang. Pada
tanaman berkayu dan buah-buahan pemberian GA3 lebih efektif, sedangkan pada
tanaman conifer penggunaan GA3 dan GA4+7 memberikan pengaruh yang sama
terhadap pembungaan. Konsentrasi GA yang digunakan untuk tanaman Holly
jepang adalah 0-400 mg/l.
Efisiensi Ekonomis dan Teknis
Analisis ekonomis merupakan analisis yang digunakan untuk menilai
layak atau tidaknya suatu usaha dilakukan. Salah satu metoda analisis yang
digunakan untuk menilai kelayakan suatu usaha adalah dengan menggunakan B/C
Ratio. B/C Ratio merupakan suatu ratio antara manfaat terhadap biaya. Ratio ini
dapat diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus
biaya. Kriteria untuk menentukan nilai B/C ratio yaitu apabila nilai B/C ratio <1,
maka usahatani tersebut tidak layak dilakukan, namun bila B/C Ratio>1 maka
usahatani tersebut layak dilakukan (Gittinger 1986).
Analisis dengan menggunakan Linear Programing dilakukan untuk
mendapatkan optimasi dari setiap perlakuan untuk mendapatkan efisiensi teknis
dari setiap perlakuan. Linear Programing merupakan salah satu teknik operation
research untuk tujuan optimasi suatu kasus tertentu (Reveliotis 1997). Model
linear programing mempunyai karakteristik dasar yaitu terdapat fungsi tujuan
(objective function) dan kendala (constraint) yang berbentuk persamaan linier.
Fungsi tujuan dapat berbentuk memaksimumkan atau meminimumkan tergantung
tujuannya. Bila biaya, maka optimasinya adalah meminimumkan dan bila
keuntungan atau manfaat, maka optimasinya adalah memaksimumkan (Miswanto
BAHAN DAN METODA
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di rumah kasa Pusat Kajian Buah Tropika
(PKBT), Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB,
Baranang Siang, Bogor, dimulai dari Agustus sampai Desember 2010.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit nenas
(Ananas comusus (L.) Merr) hasil kultur jaringan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) varitas Delika Subang sebanyak 540 planlet. Zat pengatur tumbuh
sintetik giberelin, pupuk Urea (45% N) sebagai sumber nitrogen, dan arang sekam
sebagai media tumbuhnya. Bibit ditanam menggunakan gelas air mineral sebagai
wadah individu.
Alat-alat yang digunakan yaitu handsprayer, ember, timbangan analitik,
gelas ukur, dan alat tulis lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial. Faktor
pertama adalah Waktu Aplikasi yang terdiri atas dua taraf, yaitu pagi hari (W1)
dan malam hari (W2). Faktor kedua adalah konsentrasi giberelin yang terdiri atas
tiga taraf yaitu 0 ppm (G0), 50 ppm (G1) dan 100 ppm (G2). Faktor ketiga
konsentrasi pupuk Nitrogen yang terdiri atas tiga taraf yaitu 0 g/l urea (N0), 0,5
g/l urea (N1) dan 1,0 g/l urea (N2) sehingga terdapat 18 kombinasi perlakuan
dengan tiga ulangan (54 satuan percobaan). Masing-masing satuan percobaan
terdiri dari 10 bibit nenas, sehingga terdapat 540 unit percobaan. Tata letak unit
percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Model rancangan yang digunakan adalah :
Yijkl = µ + K1 + Ai + Bj + Ck + ABij + ACi k + BCjk + ABCijk +
ε
Keterangan :
ijkl
Yijkl : Nilai pengamatan (respon) dari kelompok ke-1, yang memperoleh
15
µ : Rataan umum
K1
A
: Pengaruh aditif dari kelompok ke-1
i
B
: Pengaruh aditif dari waktu aplikasi taraf ke-i
j
C
: Pengaruh aditif dari giberelin taraf ke-j
k
AB
: Pengaruh aditif dari pupuk nitrogen taraf ke-k
ij
AC
: Pengaruh interaksi waktu aplikasi taraf ke-i dan giberelin taraf kej
ik
nitrogen taraf ke-k
: Pengaruh interaksi waktu aplikasi taraf ke-i dan dan pupuk
BCjk
ke-k
: Pengaruh interaksi giberelin taraf ke-j dan pupuk nitrogen taraf
ABCijk
dan pupuk nitrogen taraf ke-k
: Pengaruh interaksi waktu aplikasi taraf ke-i, giberelin taraf ke-j
ε
ijkltaraf ke-i waktu aplikasi, taraf ke-j giberelin dan taraf ke-k :Pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-l yang memperoleh
pupuk nitrogen
Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji F dan uji
nilai tengah menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α
5%. Apabila data yang diperoleh dari hasil pengamatan belum memenuhi
standar mutu bibit nenas 15 cm, maka dilakukan ekstrapolasi data untuk
memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan bibit
nenas yang sesuai standar mutu. Ekstrapolasi merupakan prosedur untuk
memperkirakan nilai atau data yang tidak diketahui berdasar kombinasi beberapa
data yang diketahui.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan bahan tanam
Media tumbuh yang digunakan adalah arang sekam. Bahan tanaman yang
digunakan adalah bibit nenas (Ananas comosus (L.) Merr) hasil kultur jaringan varitas Delika Subang sebanyak 540 bibit.
Penanaman
Penelitian dilakukan dengan menggunakan bibit nenas yang telah berada
pada media pengakaran. Bibit dicuci terlebih dahulu sebelum ditanam dengan air
mengalir agar bersih dari media agar yang menempel di perakaran. Bibit yang
telah dicuci lalu dikeringanginkan dan ditanam dalam media tanam dengan ukuran
dengan kedalaman sekitar 1-3 cm. Satu gelas air mineral terdiri atas satu bibit.
Selanjutnya bibit di aklimatisasi selama tiga minggu.
Pemberian Giberelin dan Pupuk Nitrogen
Perlakuan waktu aplikasi pagi (W1) dengan melakukan penyiraman
giberelin dan pupuk nitrogen pada pagi hari antara pukul 07.00 – 08.00 wib,
sedangkan waktu aplikasi malam (W2) dilaksanakan pada pukul 18.00 – 19.00
wib. Pemberian giberelin dan pupuk nitrogen sesuai perlakuan dilaksanakan 4
minggu setelah tanam (MST) dan selanjutnya diberikan dengan interval waktu 1
minggu. Pemberian pupuk nitrogen dan giberelin dilakukan dengan cara
menyiramkan larutan ke tengah-tengah tajuk tanaman sebanyak 25 ml/tanaman.
Pemberian dilakukan tidak secara bersamaan, dimana urea diberikan terlebih
dahulu dan keesokan harinya baru diberikan giberelin.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan bibit pada fase vegetatif.
Peubah-peubah yang diukur dan diamati adalah :
1. Persentase Bibit Hidup
Persentse bibit hidup adalah banyaknya bibit yang hidup dibandingkan
dengan jumlah bibit yang ditanam pada saat aklimatisasi. Pengamatan
dilakukan 3 minggu setelah tanam. Data diambil dengan rumus :
Jumlah planlet hidup
Persentase Planlet Hidup = --- X 100%
Jumlah planlet yang ditanam 2. Jumlah Daun
Jumlah daun diukur dengan cara menghitung jumlah daun yang telah
terbentuk sempurna. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali setelah
aklimatisasi.
3. Tinggi Bibit
Tinggi bibit diukur dari permukaan media hingga ujung daun terpanjang.
17
4. Lebar Daun
Lebar daun diukur dengan cara mengukur lebar daun terlebar yang
terbentuk sempurna. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali
setelah aklimatisasi.
5. Bobot Basah Daun
Bobot basah daun diukur dengan menimbang daun yang masih segar dan
telah dipisahkan dari akar, lalu daun ditimbang dengan timbangan analitik.
Pengamatan dilakukan pada akhir pengamatan.
6. Bobot Kering Daun
Bobot kering daun diukur dengan menimbang daun yang telah dipisahkan
dari akar, kemudian daun dikeringkan dengan oven bersuhu 102o
7. Efisiensi Teknis dan Ekonomi
C selama
24 jam. Pengamatan dilakukan pada akhir pengamatan.
Setiap aplikasi perlakuan dicatat waktunya, misalnya berapa waktu yang
dibutuhkan untuk menyiram tanaman pada saat aplikasi giberelin dan
pupuk nitrogen. Hal ini bertujuan untuk menghitung waktu kerja dan
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan apabila teknologi ini diterapkan
pada skala yang lebih luas (lapangan). Penghitungan B/C ratio dilakukan
untuk mendapatkan nilai efisiensi ekonomis dari setiap perlakuan. Analisis
dengan menggunakan Linear Programing dilakukan untuk mendapatkan
optimasi dari setiap perlakuan untuk mendapatkan efisiensi teknis dari
setiap perlakuan. Linear Programing merupakan salah satu teknik
operation research untuk tujuan optimasi suatu kasus tertentu (Reveliotis
1997). Model linear programing mempunyai karakteristik dasar yaitu
terdapat fungsi tujuan (objective function) dan kendala (constraint) yang
berbentuk persamaan linier. Bentuk program linear adalah : n
Maksimumkan (atau minimumkan) X0 =
∑
c
jx
j j=1
dengan kendala
∑
a
n
ij
x
j=
b1
untuk i = 1,2, …… m
X
j=1
Fungsi tujuan dapat berbentuk memaksimumkan atau meminimumkan
tergantung tujuannya. Bila biaya, maka optimasinya adalah
meminimumkan dan bila keuntungan atau manfaat, maka optimasinya
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum
Setelah tiga minggu pertanaman persentase keberhasilan bibit yang hidup
setelah aklimatisasi mencapai 100% dimana tidak dijumpai satupun bibit yang
mati. Pertumbuhan bibit terlihat segar dan daun berwarna hijau, hal ini diduga
disebabkan asal bibit yang cukup baik dan sehat sehingga selama aklimatisasi
bibit dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungannya. Selama tiga minggu bibit
disungkup dengan menggunakan plastik hitam untuk menjaga kelembaban agar
tetap tinggi. Disamping itu penyiraman dilakukan setiap hari untuk mencegah
bibit mengalami kekeringan.
Pengamatan pada peubah persentase bibit yang hidup, tinggi bibit, jumlah
daun dan lebar daun dimulai pada 4 MST. Perubahan lain terjadi setelah 5 MST,
yaitu dari penampakan visual daun berwarna hijau, lebih kokoh, daun tidak
keriting dan bibit sudah pulih dari stress. Sampai akhir pengamatan (16 MST)
persentase bibit yang hidup mencapai 100% yaitu tidak ada bibit yang mati. Pada
peubah jumlah daun selalu bertambah tiap minggunya namun diikuti oleh gugur
daun yang ditandai dengan menguningnya daun. Peubah tinggi bibit mengalami
penambahan rata-rata 0.1-1 cm tiap minggunya dan untuk lebar daun mengalami
penambahan rata-rata 0.01-0.05 cm tiap minggunya. Selama dirumah kasa bibit
tidak terserang oleh gangguan hama dan penyakit pada media maupun pada bibit
nenas.
Tanaman hasil kultur jaringan memiliki respon tipikal berupa rendahnya
tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman, tunas yang sukulen atau
mengalami hiperhidrisitas dengan penyimpangan fisiologis dan atau morfologis
berupa daun kering dan defisiensi ion pada daun serta tidak sempurnanya dan
sedikitnya akar sekunder yang terbentuk membuat planlet tidak dapat tumbuh
dengan sempurna atau bahkan mati (Kozai & Zobayed 2000).
Hasil analisis ragam pengaruh pemberian pupuk nitrogen, giberelin dan
waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibit nenas dapat dilihat pada Tabel
Lampiran 1,2,3,4, dan 5 yang rekapitulasinya tertera pada Tabel 1. Pemberian
pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah daun pada 5-16 MST,
Waktu aplikasi hanya berpengaruh nyata terhadap lebar daun pada 5-16 MST.
Pengaruh interaksi nitrogen dan giberelin terjadi pada peubah tinggi bibit pada
[image:35.595.98.508.135.761.2]6-16 MST.
Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh pemberian nitrogen, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap peubah yang diamati
Peubah Waktu
Pengamatan
Perlakuan
(MST) N G W Wx
N
WxG NxG WxNxG
Persentase Planlet Hidup 1-3 tn tn tn tn tn tn tn
Tinggi tanaman 4-5
6-16 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn * tn tn
Jumlah Daun 5-16 * tn tn tn tn tn tn
Lebar Daun 5-16 * tn * tn tn tn tn
Berat Basah Daun 16 * tn tn tn tn tn tn
Berat Kering Daun 16 * tn tn tn tn tn tn
Keterangan :
N = Nitrogen
G = Giberelin
W = Waktu Aplikasi
WxN = Interaksi perlakuan waktu aplikasi dan nitrogen WxG = Interaksi perlakuan waktu aplikasi dan giberelin
WxNxG = Interaksi perlakuan waktu aplikasi, nitrogen dan giberelin
MST = Minggu setelah tanam
tn = tidak berpengaruh nyata
* = berpengaruh nyata
Persentase Planlet Hidup
Tingginya persentase planlet yang hidup diduga dipengaruhi oleh asal
planlet yang cukup bagus dengan kondisi awal yang baik dengan cara
menyeleksinya sebelum ditanam ke media, sehingga planlet mampu beradaptasi
dengan lingkungannya dan tumbuh dengan baik selama aklimatisasi (Gambar 1).
Pertumbuhan plantlet juga cukup bagus, hal ini terlihat dari kondisi planlet yang
cukup segar, daun berwarna hijau dan masih tebal, hal ini diduga oleh penggunaan
media tumbuh yang telah disterilkan terlebih dahulu dan planlet berasal dari
planlet yang sehat (Gambar 2). Aklimatisasi dilakukan selama tiga minggu dengan
cara planlet disungkup dengan plastik hitam untuk menjaga kelembaban tetap
tinggi. Menurut Wetherell (1982) salah satu cara untuk menjaga kelembaban
relatif tetap tinggi selama tahap aklimatisasi adalah dengan menggunakan
21
untuk mempertahankan hidupnya pada tahap aklimatisasi sangat bervariasi.
Menurut Winarto (2002) penyungkupan pada tujuh hari pertama terbukti
meningkatkan keberhasilan hidup plantlet anyelir pada awal masa aklimatisasi.
Disamping itu penyiraman dilakukan setiap hari untuk mencegah kekeringan pada
planlet. Hingga akhir penelitian, persentase planlet yang hidup mencapai 100%,
dimana tidak dijumpai satupun planlet yang mati.
[image:36.595.102.503.434.603.2]Gambar 1 Kondisi bibit nenas (a) selama aklimatisasi, (b) setelah aklimatisasi
Gambar 2 Kondisi awal bibit nenas hasil kultur jaringan
Tinggi Bibit
Interaksi perlakuan nitrogen dan giberelin berpengaruh terhadap
pertambahan tinggi bibit. Tabel 2 menunjukkan interaksi antara nitrogen dan
giberelin pada pertambahan rataan tinggi bibit nenas. Pemberian nitrogen 0.5 g/l
urea ternyata dapat meningkatkan efisiensi giberelin. Pada setiap taraf giberelin,
rataan tinggi bibit meningkat ketika diberi nitrogen pada perlakuan N1 (0.5 g/l
Urea), kembali menurun ketika perlakuan nitrogen ditingkatkan menjadi N2 (1.0
[image:37.595.99.489.368.728.2]g/l Urea).
Tabel 2 Pengaruh interaksi perlakuan nitrogen dan giberelin pada peubah tinggi bibit nenas 16 MST (cm).
Nitrogen Konsentrasi Giberelin
G0 (0 ppm) G1 (50 ppm) G2 (100 ppm)
N0 (0 g/l Urea) 10.85 a 11.21 ab 12.11 ab
N1 (0.5 g/l Urea) 13.44 b 12.45 b 12.35 b
N2 (1.0 g/l Urea) 11.94 ab 12.08 ab 12.12 ab
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan DMRT (α5%)
Perbedaan nyata terlihat secara visual dimana bibit yang diberi kombinasi
perlakuan nitrogen dan giberelin terlihat lebih tinggi dan lebih bagus
pertumbuhannya dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya (Gambar 3).
23
Untuk analisis dengan pengamatan yang berulang, terdapat komponen
tambahan yang diuji yaitu komponen waktu pengamatan ketika respon diambil.
Pengaruh yang nyata terlihat pada pengamatan 6 MST, 7 MST sampai
pengamatan 12 MST. Namun tidak berpengaruh nyata pada pengamatan 4 MST
dan pengamatan 5 MST (Lampiran 2). Pertambahan tinggi bibit nenas setiap
minggunya terus mengalami peningkatan dan kemungkinan terus bertambah
[image:38.595.102.506.90.692.2]seiring dengan pertumbuhan tanaman (Gambar 4).
Gambar 4 Pertumbuhan Tinggi bibit nenas pada beberapa kombinasi perlakuan
Hingga akhir pengamatan (16 MST) rataan tinggi bibit nenas kurang dari
15 cm dimana tinggi bibit ini belum memenuhi kriteria penyediaan bibit tanaman
nenas hasil kultur jaringan (Lampiran 8). Untuk itu dilakukan ekstropolasi data
dengan menggunakan ektrapolasi kedepan cara newton untuk data dengan
interval konstan. Polinomial interpolasi kedepan Newton F
f(x) dengan x0, ……,
x n-1
Ff (x) = a
sebagai titik pusatnya yang mempunyai interval (Δx) tetap sebesar h dapat
dinyatakan sebagai berikut:
0 + a1(x-x0)+a2(x-x0)(x-x1
an(x-x
)+….+
0)(x-x1)(x-x2)….(x-xn-1) 0 2 4 6 8 10 12 14 16
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
T in g g i T a n a ma n ( cm)
Waktu Pengamatan (MST)
N1G1(0.5 g/l Urea, 50 ppm Giberelin)
N1G2(0.5 g/l Urea, 100 ppm Giberelin)
N2G1(1.0 g/l Urea, 50 ppm Giberelin)
Ektrapolasi data dilakukan dengan menghitung berapa lama waktu yang
diperlukan untuk medapatkan tinggi bibit yang sesuai dengan kriteria bibit hasil
[image:39.595.100.517.185.455.2]kultur jaringan . Hasil ekstrapolasi data disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Ekstrapolasi tinggi bibit nenas
MST N0G0 N1G0 N2G0 N0G1 N1G1 N2G1 N0G2 N1G2 N2G2
16 10.85 12.44 11.94 11.21 12.42 12.08 12.11 12.35 12.12 17 11.47 12.52 12.80 12.10 13.04 12.24 13.22 13.39 13.20 18 11.89 12.68 13.43 12.24 13.37 12.78 13.35 14.14 14.09 19 12.24 13.03 13.96 12.32 13.61 13.04 13.70 14.45 14.38 20 12.45 13.21 14.07 12.40 14.20 13.12 13.82 14.69 14.60 21 12.51 13.37 14.14 12.54 14.27 13.50 14.98 14.75 14.64 22 12.53 14.12 14.22 12.58 14.31 13.79 14.09 14.81 14.68 23 12.54 14.37 14.26 12.64 14.39 13.97 14.21 14.83 14.69 24 12.57 14.72 14.41 12.72 14.48 14.20 14.37 14.87 14.73 25 12.62 14.86 14.47 12.87 14.58 14.39 14.43 14.91 14.80 26 12.76 15.01 14.49 13.18 14.98 14.61 14.52 14.98 14.99 27 12.91 14.53 13.24 15.21 14.92 14.58 15.07 15.01
28 13.04 15.19 13.68 15.00 14.62
29 13.66 14.03 14.67
30 14.08 14.28 14.71
31 14.43 14.53 14.85
32 14.64 14.67 14.96
33 14.66 15.08 15.11
34 15.02
Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa waktu yang diperlukan untuk
mendapatkan bibit nenas yang sesuai dengan kriteria bibit hasil kultur jaringan
yang telah ditetapkan (15 cm) berbeda pada setiap perlakuan. Waktu yang terlama
(34 MST) terdapat pada bibit yang tidak diberi perlakuan (N0G0) dan waktu yang
tersingkat (26 MST) terdapat pada perlakuan N1G0 dengan asumsi bahwa
pemberian perlakuan dilakukan hingga tinggi bibit mencapai 15 cm.
Jumlah Daun
Pada peubah jumlah daun yang diamati ternyata pemberian pupuk nitrogen
lebih berpengaruh dibandingkan pemberian giberelin dan waktu aplikasinya. Bibit
nenas yang diberi nitrogen pada taraf N1 dan N2, rata-rata memiliki jumlah daun
25
Tabel 4 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap jumlah daun bibit nenas (helai)
Nitrogen Waktu pengamatan
4 MST 8 MST 12 MST 16 MST
N0 (0 g/l Urea) 7.47 9.27 a 11.18 a 11.65 a
N1 (0.5 g/l Urea) 7.57 9.34 b 11.24 b 12.94 b
N2 (1.0 g/l Urea) 7.83 9.32 b 11.23 b 12.87 b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT(α 5%)
Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa bibit yang diberi nitrogen 0.5 g/l urea
(N1) memiliki jumlah daun terbesar yang berbeda nyata dengan bibit yang tidak
diberi nitrogen (N0), tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian nitrogen 1.0
g/l urea (N2). Pemberian nitrogen akan meningkatkan jumlah daun bibit nenas,
hal ini terlihat dari perbedaan nyata antara bibit yang diberi nitrogen (N1) dengan
bibit yang tidak diberi nitrogen. Akan tetapi bila konsentrasi nitrogen lebih
ditingkatkan lagi tidak meningkatkan jumlah daun bibit nenas secara nyata
malah cenderung mengalami penurunan dimana jumlah daun terbesar pada
pengamatan terakhir (16 MST) diperoleh pada pemberian nitrogen N1 (0.5 g/l
Urea) sebesar 12.94 helai dibandingkan N2 (1.0 g/l Urea) sebesar 12.87 helai.
Hasil ini menunjukkan bahwa walaupun unsur hara N sangat dibutuhkan
untuk pertumbuhan vegetatif tanaman terutama untuk pertambahan jumlah daun,
tetapi pemberian N dengan konsentrasi yang lebih tinggi dapat menghambat
pertambahan jumlah daun. Konsentrasi pupuk N yang dibutuhkan bervariasi
tergantung pada fase pertumbuhan tanaman. Pada pase awal pertumbuhan,
tanaman nenas membutuhkan unsur hara N yang lebih rendah. Malezieux &
Bartholomew (2003) mengemukakan bahwa tanaman nenas membutuhkan
sedikit hara N selama awal pertumbuhannya, oleh karena itu hubungan antara N
dan pertumbuhan awal adalah sedikit. Tetapi pada pertumbuhan selanjutnya
tanaman nenas membutuhkan hara N yang lebih banyak. Safuan (2007)
mengemukakan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk N berpengaruh nyata
terhadap jumlah daun pada saat tanaman nenas berumur 2-4 bulan sesudah
tanam, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada saat tanaman
berumur 9 bulan dan pada saat berbunga.
Untuk analisis dengan pengamatan yang berulang, terdapat komponen
(t=13). Pengaruh yang nyata terlihat pada pengamatan 7 MST dan 12 MST
[image:41.595.111.480.136.365.2](Lampiran 3).
Gambar 5 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap jumlah daun bibit nenas
Peningkatan jumlah daun benih nenas seiring dengan pertambahan umur
bibit, hal ini terlihat dari pertambahan rataan jumlah daun selama pengamatan.
Pada Gambar 5 terlihat pada awal pertumbuhan hingga bibit berumur 6 minggu
jumlah daun pada setiap perlakuan mengalami peningkatan tetapi tidak terdapat
perbedaan yang nyata. Perbedaan yang nyata terlihat pada pengamatan 7 MST, 10
MST, dan 14 MST. Rataan jumlah daun mengalami penurunan pada pengamatan
12 MST tetapi selanjutnya rataan jumlah daun meningkat hingga akhir
pengamatan (16 MST). Terjadinya penurunan rataan jumlah daun benih tanaman
nenas diduga disebabkan adanya daun yang gugur selama penelitian. Selama
pertumbuhannya bibit tanaman nenas mengalami pengguguran daun diawali
dengan menguningnya daun lalu berubah menjadi kecoklatan dan selanjutnya
gugur.
Lebar Daun
Pada peubah lebar daun yang diamati ternyata pemberian pupuk nitrogen
dan waktu aplikasi lebih berpengaruh dibandingkan pemberian giberelin. Bibit
nenas yang diberi nitrogen pada taraf N1 dan N2, rata-rata memiliki lebar daun
yang lebih tinggi dibandingkan benih yang tidak diberi nitrogen (N0) (Tabel 5).
0 2 4 6 8 10 12 14
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Ju
ml
a
h
D
a
u
n
(
H
e
la
i)
Waktu Pengamatan (MST)
N0(0 g/l Urea)
N1(0.5 g/l Urea)
27
Demikian juga dengan waktu aplikasinya, dimana lebar daun bibit nenas yang
aplikasi perlakuannya dilakukan pada malam hari (W2) lebih tinggi dibandingkan
[image:42.595.110.516.183.253.2]lebar daun yang waktu aplikasi pagi hari (W1) (Tabel 6).
Tabel 5 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap lebar daun bibit nenas (cm)
Nitrogen Waktu pengamatan
4 MST 8 MST 12 MST 16 MST
N0 (0 g/l Urea) 0.54 1.09 a 1.12 a 1.17 a
N1 (0.5 g/l Urea) 0.55 1.42 b 1.18 b 1.45 b
N2 (1.0 g/l Urea) 0.55 1.41 b 1.19 b 1.48b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT (α 5%)
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa bibit yang diberi nitrogen 1.0 g/l urea
(N2) memiliki rataan lebar daun terbesar yang berbeda nyata dengan bibit yang
tidak diberi nitrogen (N0), tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian nitrogen
0.5 g/l urea (N2). Pemberian nitrogen akan meningkatkan lebar daun, hal ini
terlihat dari perbedaan nyata antara bibit yang diberi nitrogen (N1) dengan bibit
yang tidak diberi nitrogen (N0). Akan tetapi bila konsentrasi nitrogen lebih
ditingkatkan tidak meningkatkan lebar daun bibit nenas secara nyata.
Hasil ini menunjukkan bahwa walaupun unsur hara N sangat dibutuhkan
untuk pertumbuhan vegetatif tanaman terutama untuk pertambahan lebar daun,
tetapi pemberian N dengan dosis yang lebih tinggi dapat menghambat
pertambahan lebar daun. Dosis pupuk N yang dibutuhkan bervariasi tergantung
pada pase pertumbuhan tanaman. Pada pase awal pertumbuhan, tanaman nenas
membutuhkan unsur hara N yang lebih rendah. Malezieux & Bartholomew
(2003) mengemukakan bahwa tanaman nenas membutuhkan sedikit hara N
selama awal pertumbuhannya, oleh karena itu hubungan antara N dan
pertumbuhan awal adalah sedikit. Tetapi pada pertumbuhan selanjutnya.
Tanaman nenas membutuhkan hara N yang lebih banyak.
Untuk analisis dengan pengamatan yang berulang, terdapat komponen
tambahan yang diuji yaitu komponen waktu pengamatan ketika respon diambil
(t=13). Pengaruh yang nyata terlihat pada pengamatan pertama (4 MST) hingga
Gambar 6 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap lebar daun bibit nenas
Lebar daun bibit nenas pada setiap pengamatan berbeda nyata satu dengan
lainnya. Lebar daun pada pengamatan ke-2 (5 MST) berbeda nyata dengan lebar
daun benih nenas pada pengamatan ke-3 (6 MST), dan seterusnya. Pertambahan
lebar daun benih nenas setiap minggunya terus mengalami peningkatan dan
kemungkinan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan tanaman. Pada
Gambar 6 dapat diketahui bahwa rataan lebar daun benih tanaman nenas terus
mengalami peningkatan setiap minggunya selama pengamatan. Pertambahan
rataan jumlah daun pada pengamatan pertama (4 MST) dan pengamatan kedua (5
MST) sebesar 0.11 cm, selanjutnya mengalami peningkatan 0.2 cm pada
pengamatan ke-3 (6 MST) dan seterusnya hingga pengamatan terakhir (16 MST).
Tabel 6 Pengaruh waktu aplikasi terhadap peubah lebar daun bibit nenas (cm)
Perlakuan Waktu pengamatan
4 MST 8 MST 12 MST 16 MST
W1 (Pagi Hari) 0.54 0.7 a 1.12 a 1.32 a
W2 (Malam Hari) 0.55 0.9 b 1.24 b 1.43 b
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata berdasarkan DMRT (α5%)
Waktu aplikasi sangat berpengaruh terhadap pertambahan lebar daun bibit
nenas hingga akhir pengamatan (16 MST) dimana daun yang terlebar (1.43 cm)
terdapat pada bibit yang waktu aplikasinya dilakukan pada malam hari (W2).
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Le
b
a
r D
a
u
n
(
cm)
Waktu Pengamatan (MST)
N0 (0 g/l Urea)
N1(0.5 g/l Urea)
29
Nenas merupakan tanaman yang tahan terhadap kekeringan karena nenas
termasuk jenis tanaman CAM (Crassulacean Acid Metabolism), yaitu tanaman
yang membuka stomata pada malam hari untuk menyerap CO2 dan menutup
stomata pada siang hari. Stomata yang menutup pada siang hari membuat
tumbuhan menghemat air tetapi mencegah masuknya CO2. Saat stomata terbuka
pada malam hari, tumbuhan mengambil CO2 dan memasukkannya ke berbagai
asam organic. Metabolism ini disebut crassulacean acid metabolism (CAM). Sel
mesofil tumbuhan CAM menyimpan asam organik yang dibuatnya selama
malam hari di dalam vakuola hingga pagi hari. CO2 dilepas dari asam organik
yang dibuat pada malam hari itu sebelum dimasukkan ke dalam gula dalam
kloroplas (Moore et al. 1998). Proses membuka dan menutupnya stomata pada
tanaman nenas dapat dimanfaatkan untuk waktu aplikasi pemupukan. Kondisi
stomata yang membukan pada malam hari menyebabkan pemberian pupuk
nitrogen yang dilakukan pada malam hari memberikan pengaruh yang nyata
terhadap bibit nenas yang diberi nitrogen pada pagi hari.
Bobot Basah dan Kering Daun
Pemberian pupuk nitrogen lebih berpengaruh dibandingkan pemberian
giberelin dan waktu aplikasinya terhadap bobot basah dan bobot kering daun.
Dari hasil uji lanjut Duncan (DMRT) (Tabel 7) Pemberian nitrogen pada bibit
nenas memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot basah daun,
dimana perlakuan N2 (1.0 g/l Urea) rata-rata memiliki bobot basah daun paling
tinggi dibandingkan bibit yang diberi perlakuan N1 (0.5 g/l Urea) dan N0 (tanpa
Urea). Demikian juga pada peubah bobot kering daun bibit nenas yang diberi
nitrogen pada taraf N1 dan N2, rata-rata memiliki bobot kering daun yang lebih
tinggi dibandingkan bibit yang diberi nitrogen pada taraf N0.
Tabel 7 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap peubah bobot basah dan bobot kering daun bibit nenas (g) pada 16 MST
Nitrogen Bobot Basah Daun (g) Bobot Kering Daun (g)
N0 (0 g Urea) 24.77 a 2.26 a
N1 (0.5 g/l Urea) 50.97 b 4.92 b
N2 (1.0 g/l Urea) 56.92 c 4.95 b
Pemberian nitrogen pada bibit nenas memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap bobot basah daun, dimana perlakuan N2 (1.0 g/l Urea) rata-rata
memiliki bobot basah daun paling tinggi dan berbeda nyata dengan bibit yang
diberi perlakuan N1 (0.5 g/l Urea) dan N0 (tanpa Urea). Demikian juga dengan
bibit yang diberi nitrogen 0.5 g/l Urea (N1) berbeda nyata dengan bibit yang tidak
diberi nitrogen (N0). Dengan demikian peningkatan pemberian nitrogen akan
meningkatkan bobot basah daun. Diduga pada keadaan ini penggunaan nitrogen
lebih diarahkan pada pertumbuhan daun berupa pertambahan jumlah dan lebar
daun. Lowlor et al (2001) menyatakan bahwa pemberian nitrogen adalah sesuatu
yang dominan mempengaruhi produksi tanaman. Pemberian nitrogen
mempengaruhi pertumbuhan tanaman, tidak hanya terhadap produksi biomassa
tetapi juga ukuran dan proporsi dari organ-organ dan strukturnya.
Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa bibit yang diberi pupuk nitrogen 1.0
g/l urea (N2) memiliki rataan bobot kering daun terbesar yang berbeda nyata
dengan bibit yang tidak diberi nitrogen (N0), tetapi tidak berbeda nyata dengan
pemberian nitrogen 0.5 g/l urea (N2). Pemberian nitrogen akan meningkatkan
bobot kering daun, hal ini terlihat dari perbedaan nyata antara bibit yang diberi
nitrogen (N1) dengan bibit yang tidak diberi nitrogen (N0). Akan tetapi bila
konsentrasi nitrogen lebih ditingkatkan tidak meningkatkan bobot kering daun
bibit nenas secara nyata. Nitrogen menurut Lowlor et al (2001) berpengaruh kuat
terhadap partisi bahan kering, kekurangan nitrogen akan menghambat
pertumbuhan tanaman dimana ketersediaan N akan memperkuat laju fotosintesis
untuk alokasi asimilat ke organ yang membutuhkan.
Efisiensi Teknis dan Ekonomi
Efisiensi ekonomis dari suatu usaha dapat diketahui dengan melakukan
analisis finansial terhadap usaha tersebut. Analisis finansial merupakan analisis
yang digunakan untuk menilai layak atau tidaknya suatu usaha dilakukan. Salah
satu metoda analisis yang digunakan untuk menilai kelayakan suatu usaha adalah
dengan menggunakan B/C Ratio. B/C Ratio merupakan suatu ratio antara manfaat
terhadap biaya. Ratio ini dapat diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi
31
apabila nilai B/C ratio <1, maka usahatani tersebut tidak layak dilakukan, namun
bila B/C Ratio>1 maka usahatani tersebut layak dilakukan (Gittinger 1986).
Model linear programing mempunyai karakteristik dasar yaitu terdapat
fungsi tujuan (objective function) dan kendala (constraint) yang berbentuk
persamaan linier. Fungsi tujuan dapat berbentuk memaksimumkan atau
meminimumkan tergantung tujuannya. Bila biaya, maka optimasinya adalah
meminimumkan dan bila keuntungan atau manfaat, maka optimasinya adalah
memaksimumkan (Miswanto & Winarno 1993). Analisis dengan menggunakan
Linear Programing dilakukan untuk mendapatkan optimasi dari setiap perlakuan
untuk mendapatkan efisiensi teknis dari setiap perlakuan. Linear Programing
merupakan salah satu teknik operation research untuk tujuan optim