• Tidak ada hasil yang ditemukan

Increasing efficiency of pineapple seedling production using tissue culture material result through gibberellins and nitrogen fertilizer application to the leaves

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Increasing efficiency of pineapple seedling production using tissue culture material result through gibberellins and nitrogen fertilizer application to the leaves"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

(

Ananas comosus

(L.) Merr.) HASIL KULTUR JARINGAN

MELALUI APLIKASI GIBERELIN DAN PUPUK NITROGEN

PADA DAUN

ELFIANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

i

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Peningkatan Efisiensi Produksi Bibit Nenas (Ananas comosus (L.) Merr) Hasil Kultur Jaringan melalui Aplikasi Giberelin dan Pupuk Nitrogen pada Daun adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Agustus 2011

(3)

ii

ELFIANI. Increasing efficiency of pineapple seedling production using tissue culture material result through gibberellins and nitrogen fertilizer application to the leaves. Under supervision of M.RAHMAD SUHARTANTO AND SOBIR.

One of the problems in pineapple cultivation in Indonesia is unavailable seeds producer who provide variety pineapple seedling, whether in its form or in it’s nature, with major quantity and short relative time. The aims of this research is to study the effect of giving Nitrogen fertilizer, gibberellin to the leaves and time application through the development pineapple seedling resulter for tissue culture propagation, counting technical and economic efficiency. The field study is held at the Center Tropical Fruits Research (PKBT), research institution and human resources (LPPM) IPB, Baranang Siang, Bogor. It was started in August until December 2010. This research used factorial random design. The first factor is time application consist of two standards, in the morning (W1) and at night (W2). The second factor is gibberellins concentration consist of three levels, 0 ppm (G0), 50 ppm (G1), 100 ppm (G2). The third factor is N fertilizer concentration consist of three levels 0 g/I (N0), 0.5 g/I (N1), 1.0 g/I (N2). There are 18 combination treatments with three repetitions with the result 54 experiment units. Each unit consists of 10 pineapple seedlings, with the result 540 experiment. Fertilizer distribution 0.5 g/I increase the seedlings high, the number of the leaves, and the width of the leaves, wet weight and dry weight. Giving extra Nitrogen can reduce the development of the pineapple seedlings. Giving gibberellins and time application cannot increase the development of pineapple seeds tissue culture result. Economic and technique efficiency was achieved by giving nitrogen 0.5g/I fertilizer.

(4)

iii

RINGKASAN

ELFIANI. Peningkatan Efisiensi Produksi Bibit Nenas (Ananas comosus (L.) Merr) Hasil Kultur Jaringan melalui Aplikasi Giberelin dan Pupuk Nitrogen pada Daun.Dibimbing oleh M.RAHMAD SUHARTANTO dan SOBIR.

Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan salah satu buah tropika yang banyak diminati masyarakat dan berpotensi menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia. Salah satu permasalahan dalam budidaya nenas di Indonesia adalah belum adanya produsen bibit yang dapat menyediakan bibit nenas yang seragam, baik bentuk ataupun sifatnya, dalam jumlah yang banyak dan waktu yang relatif singkat. Metode perbanyakan vegetatif yang dilakukan oleh para petani tidaklah mencukupi untuk mendukung industri pertanian nenas. Kultur jaringan merupakan salah satu cara yang telah dikembangkan untuk memperoleh produksi bibit secara besar-besaran.Teknik kultur jaringan nenas dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bibit. Permasalahan yang muncul di lapangan adalah lambatnya pertumbuhan bibit nenas. Bibit nenas yang dihasilkan dari kultur jaringan tidak tumbuh secepat yang diharapkan sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai standar mutu bibit nenas hasil kultur jaringan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibit nenas hasil kultur jaringan, mempelajari interaksi antara perlakuan pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibit nenas hasil kultur jaringan, dan menghitung efisiensi teknis dan ekonomi dari aplikasi perlakuan pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap produksi bibit nenas hasil kultur jaringan.

Percobaan lapangan dilaksanakan di rumah kasa Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT), Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB, Baranang Siang, Bogor. Penelitian dimulai dari Agustus sampai Desember 2010. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial. Faktor pertama adalah Waktu Aplikasi yang terdiri dari dua taraf, yaitu pagi hari (W1) dan malam hari (W2). Faktor kedua adalah konsentrasi giberelin yang terdiri atas tiga taraf yaitu 0 ppm (G0), 50 ppm (G1) dan 100 ppm (G2). Faktor ketiga konsentrasi pupuk N yang terdiri dari tiga taraf yaitu 0 g/l (N0), 0,5 g/l (N1) dan 1,0 g/l (N2). Terdapat 18 kombinasi perlakuan dengan tiga ulangan sehingga terdapat 54 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 10 bibit nenas, sehingga terdapat 540 unit percobaan.

(5)

iv

bobot kering daun. Peningkatan konsentrasi pupuk nitrogen 1.0 g/l Urea meningkatkan nilai rataan peubah tersebut tetapi memberikan pengaruh yang tidak nyata. Secara ekonomis penyediaan benih tanaman nenas pada penelitian ini memberikan keuntungan karena nilai B/C ratio dari semua perlakuan mempunyai nilai lebih besar dari satu sehingga layak untuk diusahakan. Secara teknis waktu aplikasi harus menjadi pertimbangan bila usaha ini dilakukan pada skala lebih luas karena membutuhkan upah tenaga kerja yang lebih besar.

(6)

v

© Hak cipta milik IPB, Tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.

(7)

vi

(

Ananas comosus

(L.) Merr.) HASIL KULTUR JARINGAN

MELALUI APLIKASI GIBERELIN DAN PUPUK NITROGEN

PADA DAUN

ELFIANI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Magister Profesional Perbenihan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

vii

(9)

viii

Aplikasi Giberelin dan Pupuk Nitrogen pada Daun

Nama : Elfiani

NRP : A254090125

Disetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. M.Rahmad Suhartanto, MSi

Anggota Dr. Ir. Sobir, MSi

Diketahui

Ketua Program Studi

Magister Profesional Perbenihan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

ix

PRAKATA

Ucapan syukur kehadirat Tuhan YME karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan adalah efisiensi produksi bibit dengan judul Peningkatan Efisiensi Produksi Bibit Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) hasil Kultur Jaringan melalui Aplikasi Giberelin dan Pupuk Nitrogen pada Daun. Penulisan tugas akhir ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Magister Profesional Perbenihan, Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulisan tugas akhir ini penulis mendapatkan bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Ir. M.Rahmad Suhartanto, MSi sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Sobir, MSi sebagai anggota komisi pembimbing.

Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada orang tua tercinta M.Nidar dan Mulida Osmi, atas doa, nasehat dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama ini. Penghargaan dan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada suami tercinta Bunti MT Sinaga dan anak-anak tercinta Aaron Syahronitua Sinaga dan Anastasia Sinaga atas segala pengertian, dukungan dan dorongan selama penulis menyelesaikan pendidikan, serta kepada teman-teman “Seed Family” Angkatan I Program Magister Perbenihan atas kebersamaan dan semangat yang telah diberikan, dan akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu per satu dalam karya ilmiah ini, semoga Tuhan memberikan balasan yang setimpal.

Demi kesempurnaan tugas akhir ini, saran dan kritik dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011

(11)

x

Penulis dilahirkan di kota Pekanbaru, Riau pada tanggal 7 Mei 1968 dari pasangan Bapak M.Nidar dan Ibu Mulida Osmi. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Pendidikan SD, SMP dan SMA penulis tempuh di kota Pekanbaru, Riau, Pada tahun 1987 penulis lulus dari SMAN 2 Pekanbaru dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat dan penulis memilih program studi Agronomi.

(12)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR GAMBAR ………. xii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xiii

PENDAHULUAN ………. Latar Belakang ………... Tujuan Penelitian……… Hipotesis Penelitian ………

1 1 3 3 TINJAUAN PUSTAKA ………

Botani Tanaman Nenas………... Syarat Tumbuh Tanaman Nenas ……… Budidaya Tanaman Nenas ………. Pupuk Nitrogen ……….. Giberelin ………. Efisiensi Ekonomis dan Teknis ………..

5 5 6 8 10 11 13 BAHAN DAN METODA………...

Tempat dan Waktu Penelitian ……… Bahan dan Alat ………... Metode Penelitian ……….. Pelaksanaan Penelitian ………... Pengamatan ……… 14 14 14 14 15 16 HASIL DAN PEMBAHASAN ……….

Kondisi Umum ………... Komponen Pengamatan ………. Pembahasan Umum ………

19 19 20 37

KESIMPULAN ………. 41

DAFTAR PUSTAKA ……… 42

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh pemberian nitrogen, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap

peubah yang diamati ………. 20 2. Pengaruh interaksi perlakuan nitrogen dan giberelin

pada peubah tinggi bibit nenas 16 MST (cm) ……… 22

3. Ekstrapolasi tinggi bibit nenas …………... 24 4. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap peubah jumlah

daun bibit nenas (helai)………... 25 5. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap peubah lebar

daun bibit nenas (cm) ………... 27 6. Pengaruh waktu aplikasi terhadap peubah lebar daun

bibit nenas (cm)………... 28 7. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap peubah bobot

basah dan bobot kering daun bibit nenas (g) ……….. 29 8. Efisiensi teknis dan ekonomis produksi bibit nenas

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kondisi bibit nenas (a) selama aklimatisasi,

(b) setelah aklimatisasi……….. 21 2. Kondisi awal bibit nenas ……… 21 3. Bibit nenas pada kombinasi perlakuan nitrogen dan giberelin …… 22 4. Pertumbuhan tinggi bibit nenas pada beberapa kombinasi

Perlakuan ………... 23

5. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap jumlah daun

bibit nenas ………. 26

6. Pengaruh pemberian nitrogen terhadap lebar daun

bibit nenas ………. 28

7. Kondisi bibit nenas (a) dalam botol kultur (b) setelah

dibersihkan dan diseleksi ……….. 34 8. Kondisi bibit nenas setelah tanam (a) saat aklimatisasi dan

(b) setelah aklimatisasi ……….. 35 9. Kondisi bibit nenas (a) 4 MST, (b) 8 MST, (c) 12 MST

dan (d) 16 MST ………. 35

10. Pertumbuhan bibit nenas (a) tanpa perlakuan

(b) perlakuan giberelin ………. 36 11. Pertumbuhan bibit nenas yang berbeda (a) berduri pada

(15)

xiv

Halaman

1. Tata letak unit percobaan ……….. 45

2. Anova dengan respon tinggi bibit ………... 46

3. Anova dengan respon jumlah daun ………... 48

4. Anova dengan respon lebar daun ……….. 50

5. Anova dengan respon tinggi bobot basah daun ……… 53

6. Anova dengan respon bobot kering daun ………. 54

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.) merupakan salah satu buah tropika

yang banyak diminati masyarakat dan berpotensi menjadi komoditas ekspor

andalan Indonesia. Indonesia merupakan negara pengekspor jus nenas dan nenas

kaleng terbesar ketiga setelah Filipina dan Thailand (BPS 2008). Produksi nenas

nasional terus meningkat dari 925,082 ton pada tahun 2005 hingga 1,272,700 ton

pada tahun 2009 dan menempati urutan keempat setelah pisang, jeruk dan mangga

(BPS 2010). Industri pengalengan nenas berpeluang besar untuk dikembangkan di

Indonesia. Berdasarkan kondisi agroklimatnya, Indonesia merupakan wilayah

yang sesuai untuk pengembangan nenas dan memiliki ketersediaan lahan yang

cukup luas, terutama di daerah-daerah yang belum termanfaatkan secara optimal,

sehingga Indonesia berpeluang besar untuk meningkatkan suplai nenas di pasar

nasional maupun regional.

Salah satu permasalahan dalam budidaya nenas di Indonesia adalah belum

adanya produsen bibit yang dapat menyediakan bibit nenas yang bermutu dalam

jumlah yang banyak dan waktu yang relatif singkat. Teknik perbanyakan

tradisional dan modifikasinya tidak efisien. Teknik perbanyakan tradisional

dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman seperti crown (mahkota buah),

slip, shoot (tunas samping) dan sucker (anakan) memerlukan waktu lama, jumlah

bibit yang dihasilkan sedikit dan tidak seragam. Tanaman nenas kultivar smooth

Cayenne menghasilkan 2 propagul/tanaman per tahun sehingga perlu waktu 30

tahun untuk menghasilkan bahan tanaman yang cukup untuk satu hektar yang

dimulai dari satu tanaman (Purseglove 1972).

Kultur jaringan merupakan salah satu cara yang telah dikembangkan untuk

memperoleh produksi bibit secara massal. Teknik kultur jaringan nenas dapat

digunakan untuk memenuhi kebutuhan bibit, antara lain telah dilaporkan oleh

Zepada & Sagawa (1981) yang menghasilkan 5000 planlet/tahun dengan

menggunakan media ½ MS+1 mg/l BAP. Firoozabady & Gutterson (2003)

menghasilkan 2,025 planlet/tahun dengan penambahan 20 µM Kinetin.

Permasalahan yang muncul di lapangan adalah lambatnya pertumbuhan

(17)

yang diharapkan sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk mencapai

standar mutu bibit nenas hasil kultur jaringan. Standar mutu bibit nenas hasil

kultur jaringan adalah tinggi tanaman minimal 15 cm dari permukaan tanah.

Permasalahan laju pertumbuhan yang lambat ini dicoba diatasi dengan memicu

laju pertumbuhan vegetatifnya. Pemberian pupuk nitrogen (N) melalui daun dapat

menjadi salah satu alternatif yang baik untuk memicu laju pertumbuhan vegetatif.

Mustikawati (2007) melaporkan pemberian pupuk daun Gandasil D setiap satu

minggu sekali hanya mempengaruhi peubah jumlah daun pada 5 MST dan

sebaiknya diberikan diatas dosis dan frekuensi anjuran. Menurut Lingga &

Marsono (2006) salah satu keuntungan pemberian pupuk daun pada tanaman

adalah penyerapan hara berjalan lebih cepat dibandingkan pemberian pupuk lewat

akar namun pemberian pupuk daun ini harus diberikan secara berulang.

Pemberian zat pengatur tumbuh pada tanaman juga dapat dilakukan untuk

memacu pertumbuhan tanaman. Senyawa-senyawa auksin, giberelin, sitokinin,

etilen, asam absisik dan fenolik merupakan beberapa zat pengatur tumbuh

endogen. Pemberiannya secara eksogen dapat memodifikasi pertumbuhan dan

perkembangan tanaman (Wattimena 1988).

Giberelin merupakan senyawa kimia yang mempunyai struktur

ent-gibberellane. Efek fisiologis dari giberelin diantaranya adalah memperpanjang

batang karena pembelahan sel dan pemanjangan sel. GA3 merupakan golongan

hormon tanaman yang mempunyai efek terhadap pertumbuhan dan perkembangan

tanaman (Davies 1995). Aplikasi giberelin pada batang bibit tanaman jeruk

dengan konsentrasi 500 ppm dapat meningkatkan tinggi tanaman, panjang tunas

dan diameter batang (Muller & Young 1982). Penyemprotan GA3

Menurut Moore et al. (1998), nenas secara alami merupakan tanaman yang

tahan terhadap kekeringan karena nenas termasuk jenis tanaman CAM

(Crassulacean Acid Metabolism), yaitu tanaman yang membuka stomata pada

malam hari untuk menyerap CO

30 ppm yang

dicampur dengan urea melalui daun mampu meningkatkan jumlah cabang

sekunder pada tanaman mangga dewasa (Rajput & Singh 1983).

2 dan menutup stomata pada siang hari. Stomata

yang menutup pada siang hari membuat tumbuhan menghemat air tetapi

(18)

3

mengambil CO2

Permasalahan lain yang juga muncul adalah sejauhmana efisiensi

pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya dalam

meningkatkan produksi benih nenas hasil kultur jaringan. Apakah efisiensi teknis

dan ekonomi dapat tercapai melalui perlakuan diatas sehingga bibit nenas yang

dihasilkan selain memenuhi standar mutu bibit nenas hasil kultur jaringan, juga

efisien secara teknis dan ekonomi. Permasalahan ini perlu diteliti sehingga

diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani nenas untuk pengembangan

komoditas nenas di waktu mendatang.

dan memasukkannya ke berbagai asam organik. Kondisi

membuka dan menutupnya stomata yang berbeda dengan tanaman lain yang

umumnya pada pagi atau sore hari ini, diduga menjadi salah satu penyebab

perbedaan yang tidak nyata bagi pertumbuhan tanaman nenas bila pemberian

pupuk maupun zat pengatur tumbuh melalui daun dilaksanakan pada siang hari,

sehinga perlu diketahui respon pertumbuhan bibit nenas bila waktu aplikasinya

dilaksanakan pada malam hari saat stomata daun nenas dalam kondisi terbuka.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mempercepat pertumbuhan bibit nenas hasil

kultur jaringan dengan cara :

1. Mempelajari pengaruh pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan

waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibitnenas hasil kultur jaringan.

2. Mempelajari interaksi antara perlakuan pemberian pupuk nitrogen pada

daun, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibit nenas

hasil kultur jaringan

3. Menghitung efisiensi teknis dan ekonomi dari aplikasi perlakuan

pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya

terhadap produksi bibit nenas hasil kultur jaringan.

Hipotesis

1. Pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya

(19)

2. Terdapat interaksi antara pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin

dan waktu aplikasinya terhadap percepatan pertumbuhan bibit nenas hasil

kultur jaringan.

3. Pemberian pupuk nitrogen pada daun, giberelin dan waktu aplikasinya

dapat meningkatkan efisiensi teknis dan ekonomi produksi bibit nenas

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Nenas (Ananas comosus (L.) Merr.)

Nenas (Ananas comusus (L.) Merr.) merupakan tanaman buah berbentuk

semak yang berasal dari Amerika Selatan (Ashari 1995). Tanaman nenas mulai

masuk ke Indonesia pada abad ke-15. Awalnya tanaman nenas hanya digunakan

sebagai tanaman pekarangan namun lambat laun mulai dibudidayakan diseluruh

Indonesia (Rukmana 2007).

Tanaman nenas termasuk ke dalam keluarga Bromeliaceae yang

merupakan tanaman herba tahunan atau dua tahunan ( Wee & Thongtham 1997).

Nenas merupakan tanaman monokotil dan bersifat merumpun. Bagian utama

tanaman nenas terdiri dari daun, batang, bunga, buah dan akar. Daun tanaman

nenas berurat sejajar dan pada tepinya tumbuh duri yang menghadap ke arah

ujung daun. Beberapa kultivar nenas durinya mulai lenyap tetapi duri pada ujung

daun masih dapat terlihat (Sunarjono 2005). Batang tanaman nenas berukuran

20-25 cm atau lebih, berdiameter 2.0-3.5 cm, beruas pendek, secara visual batang

tanaman nenas tidak terlihat karena tertutup oleh daun (Rukmana 2007).

Menurut Krauss (1949) dalam Nakanose dan Paul (1998) tanaman nenas

memiliki tunas-tunas dorman atau disebut juga tunas aksilar di setiap buku pada

batang dan mahkota. Tunas-tunas tersebut nantinya akan membentuk tunas buah

(slip) dan tunas batang (sucker). Sunarjono (2005) menyatakan pada batang

tanaman nenas akan tumbuh tangkai buah (slip) dan tunas batang (sucker). Tunas

yang tumbuh pada pangkal batang di bawah tanah disebut dengan tunas akar atau

anakan. Tunas-tunas yang dihasilkan oleh tanaman nenas tersebut digunakan

sebagai bahan tanaman untuk budidaya selanjutnya.

Tanaman nenas hanya dapat berbunga sekali dengan arah tegak ke atas.

Bunga nenas bersifat majemuk dan termasuk kedalam bunga sempurna. Tanaman

nenas merupakan tanaman yang menyerbuk silang dengan bantuan binatang,

seperti burung dan lebah (Sunarjono 2005). Buah nenas berbentuk silinder dengan

panjang ± 20 cm, diameter ±14 cm, dan berat ±1-2.5 kg. Buah nenas dihiasi oleh

suatu roset daun-daun yang pendek dan tersusun spiral yang biasa disebut dengan

(21)

Syarat Tumbuh Tanaman Nenas

Tanaman nenas dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah maupun

dataran tinggi hingga 1200 m di atas permukaan laut (dpl). Pertumbuhan

optimum pada ketinggian 100-700 m dpl. Di daerah tropis seperti Indonesia,

nenas cocok dikembangkan di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl

dengan iklim basah maupun kering (Ashari 1995).

Tanaman nenas dibudidayakan di daerah 25oLU dan 25oLS dengan kisaran

suhu 23-32oC. Suhu yang baik untuk pematangan buah adalah 25oC. Walaupun

dapat dipelihara di lahan yang suhunya dapat turun sampai suhu 10o

Nenas termasuk tanaman herbaceous dari klas monokotil yang bersifat

perennial. Tergantung pada varietasnya, tanaman nenas dewasa dapat mencapai

ketinggian 100 – 200 cm, dengan diameter tajuk 100 – 200 cm. Struktur utama

morfologi dibedakan menjadi batang, daun, tangkai buah, buah majemuk atau

sinkarp, mahkota, tunas dan akar (Coppens & Leal 2003).

C, akan tetapi

tanaman ini tidak toleran terhadap hujan salju dan buahnya sensitif terhadap terik

matahari. Tanaman nenas peka terhadap kekeringan, serta kisaran curah hujannya

luas. Curah hujan yang optimum untuk pertumbuhan tanaman nenas adalah

berkisar antara 1000-1500 mm per tahun (Wee & Thongtham 1997).

Batang nenas berbentuk ganda, dengan panjang 25-50 cm dan lebar 2-5

cm pada bagian dasar dan 5-8 cm pada bagian atas. Pada bagian atas lurus dan

tegak lurus, sementara permukaan bagian bawah tergantung bahan tanaman yang

digunakan. Tanaman yang berasal dari tunas anakan atau tunas batang, bagian atas

tumbuh lurus, bagian bawah tanaman tumbuhnya bengkok (Coppens & Leal

2003). Batang terdiri dari ruas dan buku. Ruasnya pendek berkisar antara 1-10 cm,

ruas yang panjang berada pada bagian tengah batang, yaitu batang yang

pertumbuhannya paling cepat. Buku nenas dapat dilihat melalui daun yang dekat

batang. Menghasilkan tunas ketiak setiap buku. Tunas ketiak ini dapat

menghasilkan tunas dasar buah atau tunas anakan (Nakasone & Paul 1998).

Pada saat terbentuk buah, beberapa tunas ketiak pada batang tumbuh

menjadi tunas batang. Tunas batang yang telah mencapai panjang 30-35 cm dapat

dipotong dan digunakan untuk bibit. Tangkai buah yang merupakan perpanjangan

(22)

7

bawah buah, terdapat sejumlah daun yang pendek dan sempit. Jumlah dan

besarnya tunas dasar buah tergantung dari sifat keturunan tanaman nenas dan

kesuburan tanah. Panjangnya dapat mencapai sekitar 26 cm dengan bobot antara

285 – 425 g. Tunas dasar buah batangnya bengkok, dan pada waktu ditanam

sebagai bibit juga masih tetap bengkok

( Nakasone & Paull 1998).

Daun merupakan bagian yang melekat pada bagian batang yang berada di

bagian atas permukaan tanah, pada tangkai dan pada batang mahkota. Rata-rata

jumlah daun yang berfungsi dan aktif berkisar antara 70 – 80 dan berbentuk

pedang, panjangnya dapat mencapai 1 m atau lebih, lebarnya 5 – 8 cm,

pinggirannya berduri atau hampir rata, berujung lancip, bagian atas daun

berdaging, berserat, beralur, tersusun dalam dalam spiral yang tertutup, bagian

pangkalnya memeluk poros utama. Daun di bagian bawah merupakan daun tua

dan ukurannya pendek, dibagian tengah tanaman ukuran daun paling panjang dan

daun bagian atas umumnya muda dan ukurannya pendek, sehingga tanaman

seakan-akan berbentuk hati.Warna daun nenas sebelah atas adalah hijau

mengkilap, hijau tua, merah tua bergaris coklat kemerahan, tergantung dari

varietasnya, sedangkan permukaan daun bagian bawah berwarna putih seperti

perak atau putih seperti ketombe. Berdasarkan pengamatan anatomi terdapat

jaringan penyimpan air (water-storage tissue), yang terdiri dari sel-sel yang tidak

berwarna, berbentuk tiang dan terletak di bawah jaringan hypodermal bagian atas

dan meluas kebawah sampai mesofil. Jaringan penyimpanan air apabila terisi air

akan menduduki setengah dari dari tebalnya daun. Pada musim kekeringan,

tanaman nenas akan menggunakan air dalam jaringan tersebut (Collins 1968).

Stomata terdapat pada permukaan daun bagian bawah. Jumlah stomata

lebih kurang 75 – 85 per mm2. Jumlah stomata pada daun tanaman nenas jenis

Cayenne adalah 180 per mm2, lebih sedikit dibandingkan hibrida triploid dan

tetraploid. Jumlah ini sedikit dibandingkan pisang dan jeruk yang masing-masing

berjumlah 220 per mm2 dan 500 per mm2. Stomata ini tertutup sepanjang siang

untuk menghemat penggunaan air. Mekanisme menutupnya stomata pada nenas

ini termasuk mempunyai jalur fotosintesis tipe CAM. Karbondioksida diserap

(23)

karbohidrat pada siang hari. Jalur fotosintesa memungkinkan stomata tertutup

sepanjang siang untuk menghemat penggunaan air. (Collins 1968; Verheij &

Coronel 1992; Samson 1980).

Nenas secara alami merupakan tanaman yang tahan terhadap kekeringan

karena nenas termasuk jenis tanaman CAM, yaitu tanaman yang membuka

stomata pada malam hari untuk menyerap CO2 dan menutup stomata pada siang

hari. Stomata yang menutup pada siang hari membuat tumbuhan menghemat air

tetapi mencegah masuknya CO2. Saat stomata terbuka pada malam hari,

tumbuhan mengambil CO2 dan memasukkannya ke berbagai asam organic.

Metabolism ini disebut crassulacean acid metabolism (CAM). Sel mesofil

tumbuhan CAM menyimpan asam organik yang dibuatnya selama malam hari di

dalam vakuola hingga pagi hari. CO2

Bagian vegetatif tanaman yang tumbuh di atas puncak buah nenas

memiliki batang pendek dengan beberapa daun yang melekat padanya disebut

mahkota. Mahkota ini merupakan lanjutan meristem sumbu utama dari tanaman

sesudah mengalami pembentukan buah. Pertumbuhan mahkota berlangsung

selama buah berkembang menjadi besar. Setelah buah masak, mahkota dapat

ditanam sebagai bahan bibit tanaman baru. Pada ujung mahkota terdapat meristem

pembentuk daun. (Collins 1968).

dilepas dari asam organik yang dibuat pada

malam hari itu sebelum dimasukkan ke dalam gula dalam kloroplas (Moore et al.

1998).

Budidaya Tanaman Nenas

Tanaman nenas biasanya ditanam dalam barisan ganda dengan lebar alur

yang cukup antara barisan ganda tersebut, untuk memudahkan pengerjaan

lapangan. Jadi jarak tanam yang dianjurkan adalah (90 + 60) cm x 30 cm untuk

kultivar ‘Singapore Spanish’, ini berarti bahwa lorongnya selebar 90 cm, kedua

barisan ganda itu berjarak 60 cm, dan masing-masing tanaman pada setiap

barisannya berjarak 30 cm. Untuk kultivar yang perawakannya lebih besar

misalnya ‘Masmerah’, jarak tanam yang dianjurkan adalah (120 + 60) cm x 30

cm. Di Thailand ‘Smooth Cayenne’ ditanam oleh petani dengan jarak tanam (100

(24)

9

panen akan meningkat jika jarak tanam lebih rapat, tetapi ukuran buahnya

mengecil. Percobaan-percobaan jarak tanam di Malaysia menunjukkan hasil

maksimum 60 ton per hektar untuk jumlah tanaman 72.000 per hektar dengan

menggunakan kultivar ‘ Singapore Spanish’ (Wee & Thongtham 1997). Di

Hawaii menggunakan jarak tanam 30 cm antar tanaman dalam dua barisan

tanaman yang berjarak 60 cm, jarak antar lorong adalah 90 sampai 120 cm,

dengan jarak tanam tersebut diperoleh kepadatan tanaman 44.444 sampai 58.700

tanaman per hektar. Kepadatan tanaman setinggi 75.000 tanaman per hektar

digunakan bilamana buah yang lebih kecil diinginkan (Nakasone & Paul 1999).

Tanaman nenas di Thailand di lahan berpasir dan diberikan pupuk dengan

komposisi 9 g N, 2.4 g P2O5 dan 7 g K2O untuk setiap tanaman dan dilakukan

dua kali penyemprotan urea ke tajuk tanaman setelah tumbuh dua tunas ketiak

daun. Pada lahan gambut yang miskin hara di Malaysia, dosis pupuk yang

dianjurkan adalah 14 g N, 0.7 g P2O5 dan 23 g K2

Menurut Collins (1968) di beberapa daerah tertentu di Hawaii, pemupukan

nenas dilakukan dengan menyemprotkan larutan pupuk ke tajuk tanaman.

Perlakuan pemupukan ini memiliki keuntungan yaitu tersedianya hara dengan

segera bagi tanaman, dan untuk daerah yang kering atau daerah yang sedang

mengalami musim kering, cara pemupukan ini dapat meningkatkan kelembaban di

sekitar tanaman. Konsentrasi pupuk yang disemprotkan harus disesuaikan untuk

menghindari kerusakan tanaman akibat terlalu pekatnya konsentrasi pupuk.

O yang diberikan lewat tanah

setiap tiga bulan, pada umur 6 dan 9 bulan dilakukan penyemprotan pupuk

melalui tajuknya (Wee & Thongtham 1997).

Menurut Wee & Thongtham (1997) penyakit paling merugikan bagi

tanaman nenas terutama kultivar Singapore Spanish di Malaysia adalah busuk

layu buah. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Erwinia chrysantemi. Di Filipina

dan Thailand yang serupa busuk bagian tengah juga ditemukan, penyebabnya

adalah cendawan Phytophtora cinnamomi.

Hama nenas yang paling merugikan adalah mealy bug (Pseudocoocus

brevipes). Hama ini menyerang daun tanaman nenas yang dapat mengakibatkan

tanaman menjadi layu dan kemudian mati. Hama ini mulai menyerang dari bagian

(25)

daun. Daun yang terserang menunjukkan perubahan warna menjadi kuning

kemerahan, kemudian layu dan mati. Hama ini bersimbiosis dengan semut

sehingga dapat menyebar dengan cepat (Collins 1968).

Pupuk Nitrogen

Menurut Salisbury & Ross (1995) nitrogen adalah salah satu unsur hara

makro yang dibutuhkan tanaman selain fosfor (P) dan kalium (K). Nitrogen

diserap tanaman dalam bentuk ion NH4+, dan atau NO3-.

Ketersediaan unsur N, akan memberikan jaminan bagi tanaman untuk

tumbuh secara optimal, terutama pada pertumbuhan vegetatifnya. Kekurangan

unsur N akan mengakibatkan menguningnya daun, kerdilnya tajuk tanaman,

bahkan dapat menurunkan produktivitas tanaman. Kelebihan unsur N pun dapat

mengakibatkan jaringan terlalu sukulen, tertekannya perkembangan generatif

tanaman, dan tanaman akan mudah terserang hama dan penyakit (Ryugo 1988).

Menurut Thongtham & Wee (1991) tanaman nenas membutuhkan 9 g N pada

awal penanamannya, dan menurut Mitra & Sheet (1996) pemberian N hingga 18

g per tanaman dapat meningkatkan pertumbuhannya. Safuan (2007)

mengemukakan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk N berpengaruh nyata

terhadap jumlah daun pada saat tanaman nenas berumur 6 bulan sesudah tanam,

tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada saat tanaman berumur

9 bulan dan pada saat berbunga.

. Fungsi unsur N

diantaranya adalah sebagai bahan penyusun asam amino, memacu pertumbuhan

vegetatif, bahan penyusun materi genetika seperti purin dan piramidin, dan juga

sebagai penyusun klorofil.

Tujuan pemberin pupuk nitrogen melalui daun adalah untuk

mendistribusikan sejumlah larutan secara merata ke seluruh permukaan daun.

Pupuk daun umumnya diencerkan dengan konsentrasi tertentu sesuai dosis yang

dianjurkan pada tanaman. Pemberian pupuk yang larut air dapat dilakukan

langsung pada bagian tanaman yang berhubungan dengan udara, sehingga dapat

masuk melalui kutikula dan stomata untuk kemudian menuju sel-sel tanaman.

(26)

11

melalui akar. Hal ini terjadi karena pada saat pupuk diberikan, stomata yang

membuka segera menyerap hara yang dibutuhkan dan berjalan lebih cepat

dibandingkan pupuk yang diberikan lewat akar. Akibatnya, tanaman akan mulai

menumbuhkan tunas dan tanah tidak rusak (Lingga & Marsono 2006).

Lingga & Marsono (2006) menjelaskan membuka dan menutupnya

stomata merupakan proses mekanis yang diatur oleh tekanan turgor dari sel-sel

penutup. Jika tekanan turgor tinggi maka stomata akan membuka dan jika

tekanan turgor rendah stomata akan menutup. Cahaya matahari dan angin akan

menyebabkan turgor dari sel-sel penjaga menurun, karena kehilangan air akibat

proses transpirasi. Air dalam daun cepat berkurang sehingga tekanan turgor

sehingga tekanan turgor rendah dan stomata akan segera membuka dan menyerap

cairan yang hilang lewat penguapan. Bila air yang disemprot tersebut

mengandung unsure hara, maka pada saat stomata membuka unsur hara akan

berdifusi melalui stomata bersama air.

Giberelin

Giberelin merupakan hormon tanaman yang diperoleh dari jaringan

tanaman dan mempunyai banyak aktivitas biologis. Kegunaan giberelin dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan dengan

beberapa cara, misalnya memperpanjang batang, meningkatkan pembungaan dan

pembentukan buah. Beberapa efek dari giberelin yaitu menyebabkan

perangsangan sintesis dan aktivitas enzim spesifik dan merubah penggunaan

auksin endogen (George & Sherrington 1984).

Pengaruh giberelin terutama dalam perpanjangan ruas tanaman yang

disebabkan oleh bertambahnya jumlah dan besar sel-sel pada ruas tersebut. Brian

dan Hemming dalam Wattimena (2000) menyatakan bahwa giberelin mempunyai

pengaruh yang nyata berbeda terhadap tanaman yang normal dan tanaman yang

pendek (terhambat pertumbuhannya). Bila tanaman kapri yang pendek disemprot

GA maka terjadi perpanjangan batang dan tinggi tanaman tersebut serupa dengan

tanaman yang normal. Sebaliknya jika tanaman dari kultivar yang normal diberi

(27)

Pembelahan sel dirangsang pada bagian titik tumbuh, terutama pada sel-sel

meristematik pada posisi basal, lokasi dimana sel-sel korteks berkembang.

Giberelin memacu pembelahan sel. Giberelin juga dapat memacu pertumbuhan

dan pembesaran sel karena hormon ini meningkatkan hidrolisis pati, fruktan dan

fruktosa menjadi glukosa dan fruktosa (Davies 1995). Heksosa hasil dari hidraksi

pati merupakan sumber energi terutama untuk pembentukan dinding sel dan

menyebabkan energi potensial air menjadi rendah. Penurunan energi potensial air

menyebabkan air dari luas sel mudah berdifusi ke dalam sel, sehingga sel dapat

membesar. Pembesaran sel yang disebabkan oleh GA3 dapat mencapai 15 kali

lebih tinggi dari sel yang tidak diberi perlakuan GA3

Menurut Wuryaningsih et al. (1995) konsentrasi 300 ppm GA (Davies 1995).

3

mempunyai nilai tertinggi dalam jumlah ruas (13,12 ruas) dan panjang ruas (4,12

cm) selanjutnya diikuti oleh konsentrasi 200 ppm dan 100 ppm, sedangkan

kontrol mempunyai nilai paling rendah terhadap pertumbuhan dan hasil mawar

kultivar cherry brandy. Dengan kata lain, asam giberelin dapat meningkatkan

jumlah ruas, dan panjang ruas. Pertambahan panjang ruas disebabkan karena asam

giberelin dapat meningkatkan aktivitas pembelahan sel di meristem pucuk.

Pemanjangan ruas terjadi melalui dua proses yaitu pembelahan dan pembesaran

sel. Setelah sel membesar dan mencapai ukuran maksimal, selanjutnya diikuti

oleh pembelahan (Krishnamoorthy 1981). Pemberian GA3

Terdapat berbagai senyawa giberelin dalam tanaman, saat ini telah

diketahui lebih dari 50 GA dan lebih dari 40 yang terdapat pada tumbuhan. GA

yang paling umum adalah GA, GA

dari luar meningkatkan

kandungan auksin dalam jaringan (Nagarajaiah & Reddy 1986) serta dapat

mempercepat transfer auksin dan mendorong pemanjangan ruas. Dalam hal ini

pembelahan dan pemanjangan jaringan sel di samping dapat menambah jumlah

ruas juga akan meningkatkan panjang ruas.

3-8, GA17-20 dan yang lain hanya terdapat pada

spesies tumbuhan tertentu. Selain itu GA juga bukan saja dihasilkan dari

metabolisme cendawan, melainkan diproduksi juga oleh tanaman. GA terdapat

pada berbagai organ dan jaringan tumbuhan seperti akar, tunas, mata tunas, daun,

(28)

13

Menurut Wright & Aung (1975), GA4+7 lebih efektif dibandingkan GA3

dalam meningkatkan pertumbuhan batang Cucumber dan Holly Jepang. Pada

tanaman berkayu dan buah-buahan pemberian GA3 lebih efektif, sedangkan pada

tanaman conifer penggunaan GA3 dan GA4+7 memberikan pengaruh yang sama

terhadap pembungaan. Konsentrasi GA yang digunakan untuk tanaman Holly

jepang adalah 0-400 mg/l.

Efisiensi Ekonomis dan Teknis

Analisis ekonomis merupakan analisis yang digunakan untuk menilai

layak atau tidaknya suatu usaha dilakukan. Salah satu metoda analisis yang

digunakan untuk menilai kelayakan suatu usaha adalah dengan menggunakan B/C

Ratio. B/C Ratio merupakan suatu ratio antara manfaat terhadap biaya. Ratio ini

dapat diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus

biaya. Kriteria untuk menentukan nilai B/C ratio yaitu apabila nilai B/C ratio <1,

maka usahatani tersebut tidak layak dilakukan, namun bila B/C Ratio>1 maka

usahatani tersebut layak dilakukan (Gittinger 1986).

Analisis dengan menggunakan Linear Programing dilakukan untuk

mendapatkan optimasi dari setiap perlakuan untuk mendapatkan efisiensi teknis

dari setiap perlakuan. Linear Programing merupakan salah satu teknik operation

research untuk tujuan optimasi suatu kasus tertentu (Reveliotis 1997). Model

linear programing mempunyai karakteristik dasar yaitu terdapat fungsi tujuan

(objective function) dan kendala (constraint) yang berbentuk persamaan linier.

Fungsi tujuan dapat berbentuk memaksimumkan atau meminimumkan tergantung

tujuannya. Bila biaya, maka optimasinya adalah meminimumkan dan bila

keuntungan atau manfaat, maka optimasinya adalah memaksimumkan (Miswanto

(29)

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di rumah kasa Pusat Kajian Buah Tropika

(PKBT), Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) IPB,

Baranang Siang, Bogor, dimulai dari Agustus sampai Desember 2010.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit nenas

(Ananas comusus (L.) Merr) hasil kultur jaringan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) varitas Delika Subang sebanyak 540 planlet. Zat pengatur tumbuh

sintetik giberelin, pupuk Urea (45% N) sebagai sumber nitrogen, dan arang sekam

sebagai media tumbuhnya. Bibit ditanam menggunakan gelas air mineral sebagai

wadah individu.

Alat-alat yang digunakan yaitu handsprayer, ember, timbangan analitik,

gelas ukur, dan alat tulis lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial. Faktor

pertama adalah Waktu Aplikasi yang terdiri atas dua taraf, yaitu pagi hari (W1)

dan malam hari (W2). Faktor kedua adalah konsentrasi giberelin yang terdiri atas

tiga taraf yaitu 0 ppm (G0), 50 ppm (G1) dan 100 ppm (G2). Faktor ketiga

konsentrasi pupuk Nitrogen yang terdiri atas tiga taraf yaitu 0 g/l urea (N0), 0,5

g/l urea (N1) dan 1,0 g/l urea (N2) sehingga terdapat 18 kombinasi perlakuan

dengan tiga ulangan (54 satuan percobaan). Masing-masing satuan percobaan

terdiri dari 10 bibit nenas, sehingga terdapat 540 unit percobaan. Tata letak unit

percobaan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Model rancangan yang digunakan adalah :

Yijkl = µ + K1 + Ai + Bj + Ck + ABij + ACi k + BCjk + ABCijk +

ε

Keterangan :

ijkl

Yijkl : Nilai pengamatan (respon) dari kelompok ke-1, yang memperoleh

(30)

15

µ : Rataan umum

K1

A

: Pengaruh aditif dari kelompok ke-1

i

B

: Pengaruh aditif dari waktu aplikasi taraf ke-i

j

C

: Pengaruh aditif dari giberelin taraf ke-j

k

AB

: Pengaruh aditif dari pupuk nitrogen taraf ke-k

ij

AC

: Pengaruh interaksi waktu aplikasi taraf ke-i dan giberelin taraf kej

ik

nitrogen taraf ke-k

: Pengaruh interaksi waktu aplikasi taraf ke-i dan dan pupuk

BCjk

ke-k

: Pengaruh interaksi giberelin taraf ke-j dan pupuk nitrogen taraf

ABCijk

dan pupuk nitrogen taraf ke-k

: Pengaruh interaksi waktu aplikasi taraf ke-i, giberelin taraf ke-j

ε

ijkl

taraf ke-i waktu aplikasi, taraf ke-j giberelin dan taraf ke-k :Pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-l yang memperoleh

pupuk nitrogen

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan uji F dan uji

nilai tengah menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α

5%. Apabila data yang diperoleh dari hasil pengamatan belum memenuhi

standar mutu bibit nenas 15 cm, maka dilakukan ekstrapolasi data untuk

memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan bibit

nenas yang sesuai standar mutu. Ekstrapolasi merupakan prosedur untuk

memperkirakan nilai atau data yang tidak diketahui berdasar kombinasi beberapa

data yang diketahui.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan bahan tanam

Media tumbuh yang digunakan adalah arang sekam. Bahan tanaman yang

digunakan adalah bibit nenas (Ananas comosus (L.) Merr) hasil kultur jaringan varitas Delika Subang sebanyak 540 bibit.

Penanaman

Penelitian dilakukan dengan menggunakan bibit nenas yang telah berada

pada media pengakaran. Bibit dicuci terlebih dahulu sebelum ditanam dengan air

mengalir agar bersih dari media agar yang menempel di perakaran. Bibit yang

telah dicuci lalu dikeringanginkan dan ditanam dalam media tanam dengan ukuran

(31)

dengan kedalaman sekitar 1-3 cm. Satu gelas air mineral terdiri atas satu bibit.

Selanjutnya bibit di aklimatisasi selama tiga minggu.

Pemberian Giberelin dan Pupuk Nitrogen

Perlakuan waktu aplikasi pagi (W1) dengan melakukan penyiraman

giberelin dan pupuk nitrogen pada pagi hari antara pukul 07.00 – 08.00 wib,

sedangkan waktu aplikasi malam (W2) dilaksanakan pada pukul 18.00 – 19.00

wib. Pemberian giberelin dan pupuk nitrogen sesuai perlakuan dilaksanakan 4

minggu setelah tanam (MST) dan selanjutnya diberikan dengan interval waktu 1

minggu. Pemberian pupuk nitrogen dan giberelin dilakukan dengan cara

menyiramkan larutan ke tengah-tengah tajuk tanaman sebanyak 25 ml/tanaman.

Pemberian dilakukan tidak secara bersamaan, dimana urea diberikan terlebih

dahulu dan keesokan harinya baru diberikan giberelin.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan bibit pada fase vegetatif.

Peubah-peubah yang diukur dan diamati adalah :

1. Persentase Bibit Hidup

Persentse bibit hidup adalah banyaknya bibit yang hidup dibandingkan

dengan jumlah bibit yang ditanam pada saat aklimatisasi. Pengamatan

dilakukan 3 minggu setelah tanam. Data diambil dengan rumus :

Jumlah planlet hidup

Persentase Planlet Hidup = --- X 100%

Jumlah planlet yang ditanam 2. Jumlah Daun

Jumlah daun diukur dengan cara menghitung jumlah daun yang telah

terbentuk sempurna. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali setelah

aklimatisasi.

3. Tinggi Bibit

Tinggi bibit diukur dari permukaan media hingga ujung daun terpanjang.

(32)

17

4. Lebar Daun

Lebar daun diukur dengan cara mengukur lebar daun terlebar yang

terbentuk sempurna. Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali

setelah aklimatisasi.

5. Bobot Basah Daun

Bobot basah daun diukur dengan menimbang daun yang masih segar dan

telah dipisahkan dari akar, lalu daun ditimbang dengan timbangan analitik.

Pengamatan dilakukan pada akhir pengamatan.

6. Bobot Kering Daun

Bobot kering daun diukur dengan menimbang daun yang telah dipisahkan

dari akar, kemudian daun dikeringkan dengan oven bersuhu 102o

7. Efisiensi Teknis dan Ekonomi

C selama

24 jam. Pengamatan dilakukan pada akhir pengamatan.

Setiap aplikasi perlakuan dicatat waktunya, misalnya berapa waktu yang

dibutuhkan untuk menyiram tanaman pada saat aplikasi giberelin dan

pupuk nitrogen. Hal ini bertujuan untuk menghitung waktu kerja dan

jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan apabila teknologi ini diterapkan

pada skala yang lebih luas (lapangan). Penghitungan B/C ratio dilakukan

untuk mendapatkan nilai efisiensi ekonomis dari setiap perlakuan. Analisis

dengan menggunakan Linear Programing dilakukan untuk mendapatkan

optimasi dari setiap perlakuan untuk mendapatkan efisiensi teknis dari

setiap perlakuan. Linear Programing merupakan salah satu teknik

operation research untuk tujuan optimasi suatu kasus tertentu (Reveliotis

1997). Model linear programing mempunyai karakteristik dasar yaitu

terdapat fungsi tujuan (objective function) dan kendala (constraint) yang

berbentuk persamaan linier. Bentuk program linear adalah : n

Maksimumkan (atau minimumkan) X0 =

c

j

x

j j=1

dengan kendala

a

n

ij

x

j

=

b1

untuk i = 1,2, …… m

X

j=1

(33)

Fungsi tujuan dapat berbentuk memaksimumkan atau meminimumkan

tergantung tujuannya. Bila biaya, maka optimasinya adalah

meminimumkan dan bila keuntungan atau manfaat, maka optimasinya

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Setelah tiga minggu pertanaman persentase keberhasilan bibit yang hidup

setelah aklimatisasi mencapai 100% dimana tidak dijumpai satupun bibit yang

mati. Pertumbuhan bibit terlihat segar dan daun berwarna hijau, hal ini diduga

disebabkan asal bibit yang cukup baik dan sehat sehingga selama aklimatisasi

bibit dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungannya. Selama tiga minggu bibit

disungkup dengan menggunakan plastik hitam untuk menjaga kelembaban agar

tetap tinggi. Disamping itu penyiraman dilakukan setiap hari untuk mencegah

bibit mengalami kekeringan.

Pengamatan pada peubah persentase bibit yang hidup, tinggi bibit, jumlah

daun dan lebar daun dimulai pada 4 MST. Perubahan lain terjadi setelah 5 MST,

yaitu dari penampakan visual daun berwarna hijau, lebih kokoh, daun tidak

keriting dan bibit sudah pulih dari stress. Sampai akhir pengamatan (16 MST)

persentase bibit yang hidup mencapai 100% yaitu tidak ada bibit yang mati. Pada

peubah jumlah daun selalu bertambah tiap minggunya namun diikuti oleh gugur

daun yang ditandai dengan menguningnya daun. Peubah tinggi bibit mengalami

penambahan rata-rata 0.1-1 cm tiap minggunya dan untuk lebar daun mengalami

penambahan rata-rata 0.01-0.05 cm tiap minggunya. Selama dirumah kasa bibit

tidak terserang oleh gangguan hama dan penyakit pada media maupun pada bibit

nenas.

Tanaman hasil kultur jaringan memiliki respon tipikal berupa rendahnya

tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman, tunas yang sukulen atau

mengalami hiperhidrisitas dengan penyimpangan fisiologis dan atau morfologis

berupa daun kering dan defisiensi ion pada daun serta tidak sempurnanya dan

sedikitnya akar sekunder yang terbentuk membuat planlet tidak dapat tumbuh

dengan sempurna atau bahkan mati (Kozai & Zobayed 2000).

Hasil analisis ragam pengaruh pemberian pupuk nitrogen, giberelin dan

waktu aplikasinya terhadap pertumbuhan bibit nenas dapat dilihat pada Tabel

Lampiran 1,2,3,4, dan 5 yang rekapitulasinya tertera pada Tabel 1. Pemberian

pupuk nitrogen berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah daun pada 5-16 MST,

(35)

Waktu aplikasi hanya berpengaruh nyata terhadap lebar daun pada 5-16 MST.

Pengaruh interaksi nitrogen dan giberelin terjadi pada peubah tinggi bibit pada

[image:35.595.98.508.135.761.2]

6-16 MST.

Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh pemberian nitrogen, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap peubah yang diamati

Peubah Waktu

Pengamatan

Perlakuan

(MST) N G W Wx

N

WxG NxG WxNxG

Persentase Planlet Hidup 1-3 tn tn tn tn tn tn tn

Tinggi tanaman 4-5

6-16 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn * tn tn

Jumlah Daun 5-16 * tn tn tn tn tn tn

Lebar Daun 5-16 * tn * tn tn tn tn

Berat Basah Daun 16 * tn tn tn tn tn tn

Berat Kering Daun 16 * tn tn tn tn tn tn

Keterangan :

N = Nitrogen

G = Giberelin

W = Waktu Aplikasi

WxN = Interaksi perlakuan waktu aplikasi dan nitrogen WxG = Interaksi perlakuan waktu aplikasi dan giberelin

WxNxG = Interaksi perlakuan waktu aplikasi, nitrogen dan giberelin

MST = Minggu setelah tanam

tn = tidak berpengaruh nyata

* = berpengaruh nyata

Persentase Planlet Hidup

Tingginya persentase planlet yang hidup diduga dipengaruhi oleh asal

planlet yang cukup bagus dengan kondisi awal yang baik dengan cara

menyeleksinya sebelum ditanam ke media, sehingga planlet mampu beradaptasi

dengan lingkungannya dan tumbuh dengan baik selama aklimatisasi (Gambar 1).

Pertumbuhan plantlet juga cukup bagus, hal ini terlihat dari kondisi planlet yang

cukup segar, daun berwarna hijau dan masih tebal, hal ini diduga oleh penggunaan

media tumbuh yang telah disterilkan terlebih dahulu dan planlet berasal dari

planlet yang sehat (Gambar 2). Aklimatisasi dilakukan selama tiga minggu dengan

cara planlet disungkup dengan plastik hitam untuk menjaga kelembaban tetap

tinggi. Menurut Wetherell (1982) salah satu cara untuk menjaga kelembaban

relatif tetap tinggi selama tahap aklimatisasi adalah dengan menggunakan

(36)

21

untuk mempertahankan hidupnya pada tahap aklimatisasi sangat bervariasi.

Menurut Winarto (2002) penyungkupan pada tujuh hari pertama terbukti

meningkatkan keberhasilan hidup plantlet anyelir pada awal masa aklimatisasi.

Disamping itu penyiraman dilakukan setiap hari untuk mencegah kekeringan pada

planlet. Hingga akhir penelitian, persentase planlet yang hidup mencapai 100%,

dimana tidak dijumpai satupun planlet yang mati.

[image:36.595.102.503.434.603.2]

Gambar 1 Kondisi bibit nenas (a) selama aklimatisasi, (b) setelah aklimatisasi

Gambar 2 Kondisi awal bibit nenas hasil kultur jaringan

Tinggi Bibit

Interaksi perlakuan nitrogen dan giberelin berpengaruh terhadap

pertambahan tinggi bibit. Tabel 2 menunjukkan interaksi antara nitrogen dan

giberelin pada pertambahan rataan tinggi bibit nenas. Pemberian nitrogen 0.5 g/l

urea ternyata dapat meningkatkan efisiensi giberelin. Pada setiap taraf giberelin,

rataan tinggi bibit meningkat ketika diberi nitrogen pada perlakuan N1 (0.5 g/l

(37)

Urea), kembali menurun ketika perlakuan nitrogen ditingkatkan menjadi N2 (1.0

[image:37.595.99.489.368.728.2]

g/l Urea).

Tabel 2 Pengaruh interaksi perlakuan nitrogen dan giberelin pada peubah tinggi bibit nenas 16 MST (cm).

Nitrogen Konsentrasi Giberelin

G0 (0 ppm) G1 (50 ppm) G2 (100 ppm)

N0 (0 g/l Urea) 10.85 a 11.21 ab 12.11 ab

N1 (0.5 g/l Urea) 13.44 b 12.45 b 12.35 b

N2 (1.0 g/l Urea) 11.94 ab 12.08 ab 12.12 ab

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak

berbeda nyata berdasarkan DMRT (α5%)

Perbedaan nyata terlihat secara visual dimana bibit yang diberi kombinasi

perlakuan nitrogen dan giberelin terlihat lebih tinggi dan lebih bagus

pertumbuhannya dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya (Gambar 3).

(38)

23

Untuk analisis dengan pengamatan yang berulang, terdapat komponen

tambahan yang diuji yaitu komponen waktu pengamatan ketika respon diambil.

Pengaruh yang nyata terlihat pada pengamatan 6 MST, 7 MST sampai

pengamatan 12 MST. Namun tidak berpengaruh nyata pada pengamatan 4 MST

dan pengamatan 5 MST (Lampiran 2). Pertambahan tinggi bibit nenas setiap

minggunya terus mengalami peningkatan dan kemungkinan terus bertambah

[image:38.595.102.506.90.692.2]

seiring dengan pertumbuhan tanaman (Gambar 4).

Gambar 4 Pertumbuhan Tinggi bibit nenas pada beberapa kombinasi perlakuan

Hingga akhir pengamatan (16 MST) rataan tinggi bibit nenas kurang dari

15 cm dimana tinggi bibit ini belum memenuhi kriteria penyediaan bibit tanaman

nenas hasil kultur jaringan (Lampiran 8). Untuk itu dilakukan ekstropolasi data

dengan menggunakan ektrapolasi kedepan cara newton untuk data dengan

interval konstan. Polinomial interpolasi kedepan Newton F

f(x) dengan x0, ……,

x n-1

Ff (x) = a

sebagai titik pusatnya yang mempunyai interval (Δx) tetap sebesar h dapat

dinyatakan sebagai berikut:

0 + a1(x-x0)+a2(x-x0)(x-x1

an(x-x

)+….+

0)(x-x1)(x-x2)….(x-xn-1) 0 2 4 6 8 10 12 14 16

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

T in g g i T a n a ma n ( cm)

Waktu Pengamatan (MST)

N1G1(0.5 g/l Urea, 50 ppm Giberelin)

N1G2(0.5 g/l Urea, 100 ppm Giberelin)

N2G1(1.0 g/l Urea, 50 ppm Giberelin)

(39)

Ektrapolasi data dilakukan dengan menghitung berapa lama waktu yang

diperlukan untuk medapatkan tinggi bibit yang sesuai dengan kriteria bibit hasil

[image:39.595.100.517.185.455.2]

kultur jaringan . Hasil ekstrapolasi data disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Ekstrapolasi tinggi bibit nenas

MST N0G0 N1G0 N2G0 N0G1 N1G1 N2G1 N0G2 N1G2 N2G2

16 10.85 12.44 11.94 11.21 12.42 12.08 12.11 12.35 12.12 17 11.47 12.52 12.80 12.10 13.04 12.24 13.22 13.39 13.20 18 11.89 12.68 13.43 12.24 13.37 12.78 13.35 14.14 14.09 19 12.24 13.03 13.96 12.32 13.61 13.04 13.70 14.45 14.38 20 12.45 13.21 14.07 12.40 14.20 13.12 13.82 14.69 14.60 21 12.51 13.37 14.14 12.54 14.27 13.50 14.98 14.75 14.64 22 12.53 14.12 14.22 12.58 14.31 13.79 14.09 14.81 14.68 23 12.54 14.37 14.26 12.64 14.39 13.97 14.21 14.83 14.69 24 12.57 14.72 14.41 12.72 14.48 14.20 14.37 14.87 14.73 25 12.62 14.86 14.47 12.87 14.58 14.39 14.43 14.91 14.80 26 12.76 15.01 14.49 13.18 14.98 14.61 14.52 14.98 14.99 27 12.91 14.53 13.24 15.21 14.92 14.58 15.07 15.01

28 13.04 15.19 13.68 15.00 14.62

29 13.66 14.03 14.67

30 14.08 14.28 14.71

31 14.43 14.53 14.85

32 14.64 14.67 14.96

33 14.66 15.08 15.11

34 15.02

Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa waktu yang diperlukan untuk

mendapatkan bibit nenas yang sesuai dengan kriteria bibit hasil kultur jaringan

yang telah ditetapkan (15 cm) berbeda pada setiap perlakuan. Waktu yang terlama

(34 MST) terdapat pada bibit yang tidak diberi perlakuan (N0G0) dan waktu yang

tersingkat (26 MST) terdapat pada perlakuan N1G0 dengan asumsi bahwa

pemberian perlakuan dilakukan hingga tinggi bibit mencapai 15 cm.

Jumlah Daun

Pada peubah jumlah daun yang diamati ternyata pemberian pupuk nitrogen

lebih berpengaruh dibandingkan pemberian giberelin dan waktu aplikasinya. Bibit

nenas yang diberi nitrogen pada taraf N1 dan N2, rata-rata memiliki jumlah daun

(40)
[image:40.595.117.517.108.180.2]

25

Tabel 4 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap jumlah daun bibit nenas (helai)

Nitrogen Waktu pengamatan

4 MST 8 MST 12 MST 16 MST

N0 (0 g/l Urea) 7.47 9.27 a 11.18 a 11.65 a

N1 (0.5 g/l Urea) 7.57 9.34 b 11.24 b 12.94 b

N2 (1.0 g/l Urea) 7.83 9.32 b 11.23 b 12.87 b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT(α 5%)

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa bibit yang diberi nitrogen 0.5 g/l urea

(N1) memiliki jumlah daun terbesar yang berbeda nyata dengan bibit yang tidak

diberi nitrogen (N0), tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian nitrogen 1.0

g/l urea (N2). Pemberian nitrogen akan meningkatkan jumlah daun bibit nenas,

hal ini terlihat dari perbedaan nyata antara bibit yang diberi nitrogen (N1) dengan

bibit yang tidak diberi nitrogen. Akan tetapi bila konsentrasi nitrogen lebih

ditingkatkan lagi tidak meningkatkan jumlah daun bibit nenas secara nyata

malah cenderung mengalami penurunan dimana jumlah daun terbesar pada

pengamatan terakhir (16 MST) diperoleh pada pemberian nitrogen N1 (0.5 g/l

Urea) sebesar 12.94 helai dibandingkan N2 (1.0 g/l Urea) sebesar 12.87 helai.

Hasil ini menunjukkan bahwa walaupun unsur hara N sangat dibutuhkan

untuk pertumbuhan vegetatif tanaman terutama untuk pertambahan jumlah daun,

tetapi pemberian N dengan konsentrasi yang lebih tinggi dapat menghambat

pertambahan jumlah daun. Konsentrasi pupuk N yang dibutuhkan bervariasi

tergantung pada fase pertumbuhan tanaman. Pada pase awal pertumbuhan,

tanaman nenas membutuhkan unsur hara N yang lebih rendah. Malezieux &

Bartholomew (2003) mengemukakan bahwa tanaman nenas membutuhkan

sedikit hara N selama awal pertumbuhannya, oleh karena itu hubungan antara N

dan pertumbuhan awal adalah sedikit. Tetapi pada pertumbuhan selanjutnya

tanaman nenas membutuhkan hara N yang lebih banyak. Safuan (2007)

mengemukakan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk N berpengaruh nyata

terhadap jumlah daun pada saat tanaman nenas berumur 2-4 bulan sesudah

tanam, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada saat tanaman

berumur 9 bulan dan pada saat berbunga.

Untuk analisis dengan pengamatan yang berulang, terdapat komponen

(41)

(t=13). Pengaruh yang nyata terlihat pada pengamatan 7 MST dan 12 MST

[image:41.595.111.480.136.365.2]

(Lampiran 3).

Gambar 5 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap jumlah daun bibit nenas

Peningkatan jumlah daun benih nenas seiring dengan pertambahan umur

bibit, hal ini terlihat dari pertambahan rataan jumlah daun selama pengamatan.

Pada Gambar 5 terlihat pada awal pertumbuhan hingga bibit berumur 6 minggu

jumlah daun pada setiap perlakuan mengalami peningkatan tetapi tidak terdapat

perbedaan yang nyata. Perbedaan yang nyata terlihat pada pengamatan 7 MST, 10

MST, dan 14 MST. Rataan jumlah daun mengalami penurunan pada pengamatan

12 MST tetapi selanjutnya rataan jumlah daun meningkat hingga akhir

pengamatan (16 MST). Terjadinya penurunan rataan jumlah daun benih tanaman

nenas diduga disebabkan adanya daun yang gugur selama penelitian. Selama

pertumbuhannya bibit tanaman nenas mengalami pengguguran daun diawali

dengan menguningnya daun lalu berubah menjadi kecoklatan dan selanjutnya

gugur.

Lebar Daun

Pada peubah lebar daun yang diamati ternyata pemberian pupuk nitrogen

dan waktu aplikasi lebih berpengaruh dibandingkan pemberian giberelin. Bibit

nenas yang diberi nitrogen pada taraf N1 dan N2, rata-rata memiliki lebar daun

yang lebih tinggi dibandingkan benih yang tidak diberi nitrogen (N0) (Tabel 5).

0 2 4 6 8 10 12 14

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Ju

ml

a

h

D

a

u

n

(

H

e

la

i)

Waktu Pengamatan (MST)

N0(0 g/l Urea)

N1(0.5 g/l Urea)

(42)

27

Demikian juga dengan waktu aplikasinya, dimana lebar daun bibit nenas yang

aplikasi perlakuannya dilakukan pada malam hari (W2) lebih tinggi dibandingkan

[image:42.595.110.516.183.253.2]

lebar daun yang waktu aplikasi pagi hari (W1) (Tabel 6).

Tabel 5 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap lebar daun bibit nenas (cm)

Nitrogen Waktu pengamatan

4 MST 8 MST 12 MST 16 MST

N0 (0 g/l Urea) 0.54 1.09 a 1.12 a 1.17 a

N1 (0.5 g/l Urea) 0.55 1.42 b 1.18 b 1.45 b

N2 (1.0 g/l Urea) 0.55 1.41 b 1.19 b 1.48b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT (α 5%)

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa bibit yang diberi nitrogen 1.0 g/l urea

(N2) memiliki rataan lebar daun terbesar yang berbeda nyata dengan bibit yang

tidak diberi nitrogen (N0), tetapi tidak berbeda nyata dengan pemberian nitrogen

0.5 g/l urea (N2). Pemberian nitrogen akan meningkatkan lebar daun, hal ini

terlihat dari perbedaan nyata antara bibit yang diberi nitrogen (N1) dengan bibit

yang tidak diberi nitrogen (N0). Akan tetapi bila konsentrasi nitrogen lebih

ditingkatkan tidak meningkatkan lebar daun bibit nenas secara nyata.

Hasil ini menunjukkan bahwa walaupun unsur hara N sangat dibutuhkan

untuk pertumbuhan vegetatif tanaman terutama untuk pertambahan lebar daun,

tetapi pemberian N dengan dosis yang lebih tinggi dapat menghambat

pertambahan lebar daun. Dosis pupuk N yang dibutuhkan bervariasi tergantung

pada pase pertumbuhan tanaman. Pada pase awal pertumbuhan, tanaman nenas

membutuhkan unsur hara N yang lebih rendah. Malezieux & Bartholomew

(2003) mengemukakan bahwa tanaman nenas membutuhkan sedikit hara N

selama awal pertumbuhannya, oleh karena itu hubungan antara N dan

pertumbuhan awal adalah sedikit. Tetapi pada pertumbuhan selanjutnya.

Tanaman nenas membutuhkan hara N yang lebih banyak.

Untuk analisis dengan pengamatan yang berulang, terdapat komponen

tambahan yang diuji yaitu komponen waktu pengamatan ketika respon diambil

(t=13). Pengaruh yang nyata terlihat pada pengamatan pertama (4 MST) hingga

(43)
[image:43.595.147.482.80.286.2]

Gambar 6 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap lebar daun bibit nenas

Lebar daun bibit nenas pada setiap pengamatan berbeda nyata satu dengan

lainnya. Lebar daun pada pengamatan ke-2 (5 MST) berbeda nyata dengan lebar

daun benih nenas pada pengamatan ke-3 (6 MST), dan seterusnya. Pertambahan

lebar daun benih nenas setiap minggunya terus mengalami peningkatan dan

kemungkinan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan tanaman. Pada

Gambar 6 dapat diketahui bahwa rataan lebar daun benih tanaman nenas terus

mengalami peningkatan setiap minggunya selama pengamatan. Pertambahan

rataan jumlah daun pada pengamatan pertama (4 MST) dan pengamatan kedua (5

MST) sebesar 0.11 cm, selanjutnya mengalami peningkatan 0.2 cm pada

pengamatan ke-3 (6 MST) dan seterusnya hingga pengamatan terakhir (16 MST).

Tabel 6 Pengaruh waktu aplikasi terhadap peubah lebar daun bibit nenas (cm)

Perlakuan Waktu pengamatan

4 MST 8 MST 12 MST 16 MST

W1 (Pagi Hari) 0.54 0.7 a 1.12 a 1.32 a

W2 (Malam Hari) 0.55 0.9 b 1.24 b 1.43 b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata berdasarkan DMRT (α5%)

Waktu aplikasi sangat berpengaruh terhadap pertambahan lebar daun bibit

nenas hingga akhir pengamatan (16 MST) dimana daun yang terlebar (1.43 cm)

terdapat pada bibit yang waktu aplikasinya dilakukan pada malam hari (W2).

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Le

b

a

r D

a

u

n

(

cm)

Waktu Pengamatan (MST)

N0 (0 g/l Urea)

N1(0.5 g/l Urea)

(44)

29

Nenas merupakan tanaman yang tahan terhadap kekeringan karena nenas

termasuk jenis tanaman CAM (Crassulacean Acid Metabolism), yaitu tanaman

yang membuka stomata pada malam hari untuk menyerap CO2 dan menutup

stomata pada siang hari. Stomata yang menutup pada siang hari membuat

tumbuhan menghemat air tetapi mencegah masuknya CO2. Saat stomata terbuka

pada malam hari, tumbuhan mengambil CO2 dan memasukkannya ke berbagai

asam organic. Metabolism ini disebut crassulacean acid metabolism (CAM). Sel

mesofil tumbuhan CAM menyimpan asam organik yang dibuatnya selama

malam hari di dalam vakuola hingga pagi hari. CO2 dilepas dari asam organik

yang dibuat pada malam hari itu sebelum dimasukkan ke dalam gula dalam

kloroplas (Moore et al. 1998). Proses membuka dan menutupnya stomata pada

tanaman nenas dapat dimanfaatkan untuk waktu aplikasi pemupukan. Kondisi

stomata yang membukan pada malam hari menyebabkan pemberian pupuk

nitrogen yang dilakukan pada malam hari memberikan pengaruh yang nyata

terhadap bibit nenas yang diberi nitrogen pada pagi hari.

Bobot Basah dan Kering Daun

Pemberian pupuk nitrogen lebih berpengaruh dibandingkan pemberian

giberelin dan waktu aplikasinya terhadap bobot basah dan bobot kering daun.

Dari hasil uji lanjut Duncan (DMRT) (Tabel 7) Pemberian nitrogen pada bibit

nenas memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot basah daun,

dimana perlakuan N2 (1.0 g/l Urea) rata-rata memiliki bobot basah daun paling

tinggi dibandingkan bibit yang diberi perlakuan N1 (0.5 g/l Urea) dan N0 (tanpa

Urea). Demikian juga pada peubah bobot kering daun bibit nenas yang diberi

nitrogen pada taraf N1 dan N2, rata-rata memiliki bobot kering daun yang lebih

tinggi dibandingkan bibit yang diberi nitrogen pada taraf N0.

Tabel 7 Pengaruh pemberian nitrogen terhadap peubah bobot basah dan bobot kering daun bibit nenas (g) pada 16 MST

Nitrogen Bobot Basah Daun (g) Bobot Kering Daun (g)

N0 (0 g Urea) 24.77 a 2.26 a

N1 (0.5 g/l Urea) 50.97 b 4.92 b

N2 (1.0 g/l Urea) 56.92 c 4.95 b

(45)

Pemberian nitrogen pada bibit nenas memberikan pengaruh yang berbeda

nyata terhadap bobot basah daun, dimana perlakuan N2 (1.0 g/l Urea) rata-rata

memiliki bobot basah daun paling tinggi dan berbeda nyata dengan bibit yang

diberi perlakuan N1 (0.5 g/l Urea) dan N0 (tanpa Urea). Demikian juga dengan

bibit yang diberi nitrogen 0.5 g/l Urea (N1) berbeda nyata dengan bibit yang tidak

diberi nitrogen (N0). Dengan demikian peningkatan pemberian nitrogen akan

meningkatkan bobot basah daun. Diduga pada keadaan ini penggunaan nitrogen

lebih diarahkan pada pertumbuhan daun berupa pertambahan jumlah dan lebar

daun. Lowlor et al (2001) menyatakan bahwa pemberian nitrogen adalah sesuatu

yang dominan mempengaruhi produksi tanaman. Pemberian nitrogen

mempengaruhi pertumbuhan tanaman, tidak hanya terhadap produksi biomassa

tetapi juga ukuran dan proporsi dari organ-organ dan strukturnya.

Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa bibit yang diberi pupuk nitrogen 1.0

g/l urea (N2) memiliki rataan bobot kering daun terbesar yang berbeda nyata

dengan bibit yang tidak diberi nitrogen (N0), tetapi tidak berbeda nyata dengan

pemberian nitrogen 0.5 g/l urea (N2). Pemberian nitrogen akan meningkatkan

bobot kering daun, hal ini terlihat dari perbedaan nyata antara bibit yang diberi

nitrogen (N1) dengan bibit yang tidak diberi nitrogen (N0). Akan tetapi bila

konsentrasi nitrogen lebih ditingkatkan tidak meningkatkan bobot kering daun

bibit nenas secara nyata. Nitrogen menurut Lowlor et al (2001) berpengaruh kuat

terhadap partisi bahan kering, kekurangan nitrogen akan menghambat

pertumbuhan tanaman dimana ketersediaan N akan memperkuat laju fotosintesis

untuk alokasi asimilat ke organ yang membutuhkan.

Efisiensi Teknis dan Ekonomi

Efisiensi ekonomis dari suatu usaha dapat diketahui dengan melakukan

analisis finansial terhadap usaha tersebut. Analisis finansial merupakan analisis

yang digunakan untuk menilai layak atau tidaknya suatu usaha dilakukan. Salah

satu metoda analisis yang digunakan untuk menilai kelayakan suatu usaha adalah

dengan menggunakan B/C Ratio. B/C Ratio merupakan suatu ratio antara manfaat

terhadap biaya. Ratio ini dapat diperoleh bila nilai sekarang arus manfaat dibagi

(46)

31

apabila nilai B/C ratio <1, maka usahatani tersebut tidak layak dilakukan, namun

bila B/C Ratio>1 maka usahatani tersebut layak dilakukan (Gittinger 1986).

Model linear programing mempunyai karakteristik dasar yaitu terdapat

fungsi tujuan (objective function) dan kendala (constraint) yang berbentuk

persamaan linier. Fungsi tujuan dapat berbentuk memaksimumkan atau

meminimumkan tergantung tujuannya. Bila biaya, maka optimasinya adalah

meminimumkan dan bila keuntungan atau manfaat, maka optimasinya adalah

memaksimumkan (Miswanto & Winarno 1993). Analisis dengan menggunakan

Linear Programing dilakukan untuk mendapatkan optimasi dari setiap perlakuan

untuk mendapatkan efisiensi teknis dari setiap perlakuan. Linear Programing

merupakan salah satu teknik operation research untuk tujuan optim

Gambar

Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh pemberian nitrogen, giberelin dan waktu aplikasinya terhadap peubah yang diamati
Gambar 1  Kondisi bibit nenas (a) selama aklimatisasi, (b) setelah  aklimatisasi
Tabel 2  Pengaruh interaksi perlakuan nitrogen dan giberelin pada peubah tinggi bibit nenas 16 MST (cm)
Gambar 4  Pertumbuhan Tinggi bibit nenas pada beberapa kombinasi
+7

Referensi

Dokumen terkait