• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN GIBERELIN TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF NENAS (Ananas comosus L.Merr) KLON PASIR KUDA-1 AULIA DINA PRAMESTI A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN GIBERELIN TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF NENAS (Ananas comosus L.Merr) KLON PASIR KUDA-1 AULIA DINA PRAMESTI A"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN GIBERELIN

TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF

NENAS (Ananas comosus L.Merr) KLON PASIR KUDA-1

AULIA DINA PRAMESTI

A24061714

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

AULIA DINA PRAMESTI. Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Giberelin terhadap Pertumbuhan Vegetatif Nenas (Ananas comosus L.Merr) Klon Pasir Kuda-1. (Dibimbing oleh DINY DINARTI dan SOBIR).

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh pupuk nitrogen dan giberelin serta interaksinya terhadap pertumbuhan tanaman nenas Klon Pasir Kuda-1. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Pasir Kuda, Bogor pada bulan Maret – Juli 2010.

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor. Faktor pertama adalah pupuk nitrogen dengan tiga taraf konsentrasi yaitu urea 0 g/l, 25 g/l dan 40 g/l. Faktor kedua adalah giberelin dengan tiga taraf konsentrasi 0 ppm, 25 ppm, dan 50 ppm. Tanaman nenas yang digunakan berasal dari stek basal daun mahkota yang berumur 7.5 bulan setelah tanam (BST). Aplikasi pupuk nitrogen dilakukan dua minggu sekali. Giberelin diaplikasikan setiap sebulan sekali. Aplikasi pupuk nitrogen dan giberelin dilakukan selama 4 bulan. Volume siram pupuk nitrogen dan giberelin adalah 30 ml/tanaman. Analisis data yang digunakan yaitu uji F. Jika hasilnya berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut Tukey (BNJ) pada taraf 5%. Peubah yang diamati terdiri dari jumlah daun, panjang daun, lebar daun, tinggi tanaman, warna daun dan stomata daun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pupuk nitrogen dan giberelin pada konsentrasi dan intensitas yang diberikan tidak meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman nenas. Interaksi pupuk nitrogen dan giberelin berpengaruh terhadap peubah lebar daun saat 16 MSA. Peningkatan konsentrasi pupuk urea pada level konsentrasi giberelin yang sama relatif meningkatkan pertumbuhan lebar daun. Nenas tidak responsif terhadap dosis pupuk urea sampai 384 kg/ha dan giberelin sampai 50 ppm.

(3)

PENGARUH PUPUK NITROGEN DAN GIBERELIN

TERHADAP PERTUMBUHAN VEGETATIF

NENAS (Ananas comosus L.Merr) KLON PASIR KUDA-1

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

AULIA DINA PRAMESTI

A24061714

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(4)

KLON PASIR KUDA-1

Nama : AULIA DINA PRAMESTI NIM : A24061714

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Diny Dinarti, MSi Dr.Ir. Sobir, MSi NIP.19660408 199203 2 003 NIP.19640512 198903 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP.19611101 198703 1 003

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surakarta, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 9 Februari 1988. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Sugeng Iriyanto dan Ibu Kusmiyatun.

Tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN II Gemolong dan lulus dari SLTPN I Gemolong pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikannya di SMAN I Gemolong dan menamatkannya pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Selanjutnya pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

Penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan non kurikuler menjadi panitia seminar Training Penulisan Ilmiah tahun 2008. Panitia HERBAL 44 dan SAUNG TANI pada tahun 2008. Praktek magang di LIPI UPT Balai Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya Purwodadi dalam bidang „Kultur Jaringan Anggrek‟ tahun 2008. Tahun 2010 menjadi asisten praktikum Dasar-Dasar Agronomi.

(6)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian yang berjudul “Pengaruh

Pupuk Nitrogen dan Giberelin terhadap Pertumbuhan Vegetatif Nenas (Ananas comosus L.Merr) Klon Pasir Kuda-1” dilaksanakan di Kebun

Percobaan Pasir Kuda, Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ir. Diny Dinarti, MSi dan Dr.Ir. Sobir, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Winarso D Widodo, MS selaku dosen penguji.

3. Prof. Dr. Ir. Roedhy Poerwanto, M.Agr selaku pembimbing akademik.

4. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teknisi kebun dan teknisi laboratorium yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. 5. Ayahanda Sugeng Iriyanto, Ibunda Kusmiyatun, dan Kakak Rizqia Annisa

Paramita serta teman-teman AGH 43 yang telah memberikan dukungan yang tulus baik moril maupun materiil serta telah menyampaikan kritik dan saran yang membangun.

Bogor, Januari 2011

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Hipotesis ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Botani ... 3

Deskripsi Nenas Klon Pasir Kuda-1 ... 4

Syarat Tumbuh ... 5

Pertumbuhan ... 6

Pemupukan ... 6

Nitrogen... 8

Giberelin ... 9

BAHAN DAN METODE ... 11

Tempat dan Waktu ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Metode Penelitian... 11

Pelaksanaan Penelitian ... 12

Pengamatan ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

Kondisi Umum ... 15

Hasil ... 16

Nitrogen dan Giberelin ... 18

Interaksi antara Nitrogen dan Giberelin ... 21

Pembahasan ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

Kesimpulan ... 25

Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi Respon, Peluang, dan Koefisien Keragaman ... 17 2. Rata-rata Pertambahan Lebar Daun Hasil Perlakuan Giberelin (G) ... 19 3. Rata-rata Pertambahan Lebar Daun saat 16 MSA Hasil Perlakuan Pupuk

(9)

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur Morfologi Tanaman Nenas ... 3

2. Pengelompokan daun nanas menurut Sideris dan Kraus (1963) ... 13

3. Pengamatan Beberapa Peubah Vegetatif Tanaman ... 14

4. Tanaman Nanas di Kebun Percobaan Pasir Kuda ... 15

5. Kondisi Beberapa Tanaman yang Ditemukan Selama Penelitian ... 16

6. Pertambahan Jumlah Daun pada Konsentrasi Urea (a) dan Giberelin (b) yang Berbeda ... 18

7. Pertambahan Panjang Daun pada Konsentrasi Urea (a) dan Giberelin (b) yang Berbeda ... 19

8. Pertambahan Lebar Daun pada Konsentrasi Urea (a) dan Giberelin (b) yang Berbeda ... 20

9. Pertambahan Tinggi Tanaman pada Konsentrasi Urea (a) dan Giberelin (b) yang Berbeda ... 20

10. Persentase Warna Hijau Daun pada Perlakuan yang Berbeda. ... 21

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Klimatologi ... 29

2. Data Hasil Analisis Tanah ... 29

3. Sidik Ragam Jumlah Daun ... 30

4. Sidik Ragam Panjang Daun ... 31

5. Sidik Ragam Lebar Daun ... 32

6. Sidik Ragam Tinggi Tanaman ... 33

7. Sidik Ragam Warna Daun ... 35

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nenas merupakan salah satu buah unggulan Indonesia dan memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Berdasarkan data BPS (2008) ekspor buah terbesar di Indonesia adalah nenas sebagai konsumsi segar. Produksi nenas di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 1 558 049 ton menduduki peringkat 4 dunia. Namun Indonesia hanya menyumbang 215 ton atau kurang dari 1% ekspor nenas dunia sebagai konsumsi segar (FAO, 2010).

Rendahnya ekspor nenas di Indonesia disebabkan oleh nenas yang diproduksi belum memenuhi standar mutu perdagangan dunia atau selera konsumen terutama untuk konsumsi segar (Deptan, 2008). Pengembangan varietas dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan varietas/klon unggul baru yang sesuai dengan karakter yang telah ditetapkan berdasarkan informasi pasar dan proyeksi kebutuhan konsumen yang akan datang (RUSNAS, 2008). Nenas klon Pasir Kuda-1 merupakan salah satu klon unggul yang berhasil dikembangkan oleh Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) yang termasuk dalam kultivar Smooth

Cayenne. Smooth Cayenne adalah kultivar yang paling penting dalam

perdagangan dunia (Rohrbach et al., 2003).

Menurut Chan et al. (2003) nenas Smooth Cayenne biasanya diperbanyak menggunakan anakan yang sangat terbatas produksinya. Naibaho et al. (2008) menambahkan ketersediaan bibit anakan sangat terbatas, yaitu dua anakan per tanaman per tahun dan untuk mendapatkan produksi yang optimal dibutuhkan minimal 40 000 bibit nenas untuk tiap hektarnya. Alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi adalah dengan menggunakan stek basal daun mahkota sebagai bibit.

Stek basal daun mahkota adalah perbanyakan tanaman nenas dengan menggunakan tunas-tunas dorman yang terdapat pada mahkota nenas. Bahan perbanyakan yang dapat dihasilkan dari satu mahkota nenas sekitar 20 – 25 bahan stek sehingga jumlah bibit nenas yang dihasilkan cukup banyak (Octaviani, 2009). Tanaman yang berasal dari stek daun memiliki fase vegetatif yang lebih lama jika dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari anakan. Lamanya fase vegetatif

(12)

dipengaruhi oleh ukuran bibit. Semakin kecil ukuran bibit maka semakin sedikit jumlah daun. Jika jumlah daun sedikit pada awal penanaman maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fase generatif akan semakin lama. Menurut Wee dan Thongtham (1997) tanaman nenas memasuki fase generatif jika jumlah daun sudah mencapai 70-80 lembar. Salah satu usaha untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif adalah dengan menambahkan unsur hara dan zat pengatur tumbuh sehingga diharapkan tanaman lebih cepat berbuah.

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah besar pada masa pertumbuhan vegetatif tanaman (Prihmantoro, 1999) dan nitrogen cenderung merupakan unsur pembatas dalam pertumbuhan tanaman (Harjadi, 1993). Selain unsur hara, salah satu zat pengatur tumbuh yang mampu merangsang pertumbuhan adalah giberelin. Menurut Arteca (1996) giberelin mampu merangsang pembelahan dan pembesaran sel. Hasil penelitian Hayashi pada tahun 1961 menunjukkan bahwa pemberian GA3 melalui daun dapat

meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat karena terjadi peningkatan luas daun efektif sehingga fotosintesis meningkat.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pupuk nitrogen dan giberelin serta interaksinya terhadap pertumbuhan tanaman nenas Klon Pasir Kuda-1.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Aplikasi pupuk nitrogen akan meningkatkan pertumbuhan vegetatif nenas. 2. Aplikasi giberelin akan meningkatkan pertumbuhan vegetatif nenas.

3. Terdapat interaksi antara pupuk nitrogen dan giberelin terhadap pertumbuhan vegetatif nenas.

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani

Nenas (Ananas comosus L.Merr) termasuk dalam famili Bromeliaceae.

Bromeliaceae merupakan famili terbesar dari ordo Bromeliales yang penyebaran

alaminya terbatas di Amerika. Nenas adalah tanaman parenial yang berbentuk semak dan termasuk dalam golongan monokotil (d‟Eeckenbrugge dan Leal, 2003).

Struktur morfologi nenas secara umum dapat dilihat pada Gambar 1. Menurut d‟Eeckenbrugge dan Leal (2003) nenas memiliki batang yang panjangnya berukuran antara 25 - 50 cm dengan diameter 2 - 5 cm di bagian pangkal dan 5 - 8 cm di bagian ujung. Tinggi nenas dapat mencapai 1 - 2 m. Batang sebagai tempat melekat akar, daun, bunga, tunas dan buah, sehingga secara visual batang tersebut tidak terlihat karena disekelilingnya tertutup oleh daun.

Gambar 1. Struktur Morfologi Tanaman Nenas Sumber: Royal University of Bhutan, 2008.

Mahkota buah Buah

Batang

Tunas ketiak daun Tunas tangkai buah

Daun

Akar serabut Tunas ketiak daun

(14)

Akar nenas dapat dibedakan menjadi akar primer dan akar samping. Akar primer mati setelah perkecambahan dan digantikan dengan akar samping. Akar-akar melekat pada pangkal batang dan termasuk berakar serabut (monocotyledonae). Akar mampu menyebar secara lateral sampai 1 - 2 m dan kedalaman sampai 0.85 m di bawah kondisi ideal (d‟Eeckenbrugge dan Leal, 2003).

Panjang daun dapat mencapai 1.6 m dan lebar 7 cm. Jumlah daun tiap batang tanaman sangat bervariasi antara 40 - 80 helai yang tata letaknya seperti spiral, yaitu mengelilingi batang mulai dari bawah sampai ke atas arah kanan dan kiri. Daun nenas berbentuk pedang, agak kaku, berserat, beralur dan tidak mempunyai tulang daun utama. Daunnya ada yang tumbuh duri tajam dan ada yang tidak berduri. Ada juga yang durinya hanya terdapat di ujung daun (d‟Eeckenbrugge dan Leal, 2003).

Nenas mempunyai rangkaian bunga majemuk pada ujung batangnya. Bunga bersifat hermaprodit dan berjumlah antara 50 - 200, masing-masing berkedudukan di ketiak daun pelindung. Pertumbuhan bunga dimulai dari bagian dasar menuju bagian atas memakan waktu 10 - 15 hari (d‟Eeckenbrugge dan Leal, 2003).

Menurut Wee dan Thongtham (1997) buah nenas berbentuk silinder dihiasi oleh suatu roset daun-daun yang pendek, tersusun spiral, yang disebut mahkota. Ujung buah biasanya tumbuh tunas mahkota tunggal, tetapi ada pula tunas yang tumbuh lebih dari satu yang biasa disebut multiple crown (mahkota ganda). Selain tunas mahkota juga terbentuk tunas batang (slips) yaitu tunas yang tumbuh pada batang dibawah buah dan tunas ketiak daun (suckers) yang kedua-duanya dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan.

Deskripsi Nenas Klon Pasir Kuda-1

Nenas Klon Pasir Kuda-1 termasuk dalam kultivar Smooth Cayenne. Deskripsi nenas Klon Pasir Kuda-1 adalah:

1. Tinggi tanaman 84 cm. 2. Diameter tajuk 134 - 140 cm. 3. Jumlah daun 32. 4. Lebar daun 5.4 - 5.7 cm. 5. Panjang daun 83 - 85 cm. 6. Umur berbunga 13 BST

(15)

5

7. Umur panen 16 BST (Bulan Sesudah Tanam).

8. Panjang tangkai buah 16 cm. 9. Bobot buah 1360 gram. 10. Bobot mahkota 280 gram. 11. Diameter buah 10 - 11cm. 12. Panjang buah 12 - 13 cm. 13. Tebal daging buah 4 cm.

14. Diameter empulur 2,10 cm. 15. Nilai TSS (°Brix) : 20 - 22. 16. Total asam daging buah : 0.7 -

0.8.

17. Tepi daun tidak berduri. 18. Warna buah matang kuning

merata.

19. Warna daging buah kuning cerah.

Sumber: PKBT, 2010.

Syarat Tumbuh

Pemilihan lahan untuk nenas ditentukan berdasarkan empat faktor utama yaitu kemiringan lahan, aspek lingkungan, tanah dan air (Gene Technology Regulator, 2003). Nenas dibudidayakan antara 250LU dan LS. Umur tanaman meningkat sejalan dengan semakin jauhnya dari ekuator dan semakin tingginya tempat tumbuh (Wee dan Thongtham, 1997).

Nenas dapat tumbuh dengan baik pada suhu hangat dengan perbedaan suhu yang kecil selama setahun. Nakasone dan Paull (1998) mengemukakan bahwa kisaran suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan nenas 150C – 200C, sedangkan kisaran suhu maksimum 250C – 320C. Prihatman (2000) menambahkan bahwa nenas dapat tumbuh baik jika cahaya dan suhu diterima secara maksimum. Nenas dapat tumbuh dengan baik dengan cahaya matahari rata-rata 33 - 71% dari kelangsungan maksimumnya, dengan angka tahunan rata-rata 2 000 jam.

Di Florida, nenas mampu bertahan hidup pada suhu 280F (-2.20C) tetapi daun mengalami kerusakan dan mati pada suhu yang lebih rendah. Suhu yang terlalu rendah dalam waktu yang lama akan menyebabkan kerusakan akar. Suhu yang terlalu panas menyebabkan tanaman terbakar dan buah mudah retak (Malo dan Campbell, 1994).

Curah hujan yang ideal untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman nanas yang optimal adalah 1000 – 1500 mm/th atau 83.33 – 125 mm/bln atau 2.78 – 4.17 mm/hr (Nakasone dan Paull, 1998). Menurut Hepton (2003) jika curah hujan kurang dari 5 cm/bln pertumbuhannya akan terhambat, siklus panen menjadi lebih lama, dan rata-rata bobot buah berkurang.

(16)

Tanah pasir dan lempung sangat baik untuk nenas. Nenas dapat tumbuh baik pada tanah alluvial muda dan alluvial tua dengan drainase yang baik. Tanah asam cocok untuk pertanaman nenas. Pada pH 4.5 – 5.5 soil born disease dapat dikurangi. Tanah liat yang terlalu pekat dan air permukaan yang tinggi tidak kondusif bagi pertanaman nenas (Evans et al., 2002).

Pertumbuhan

Pertumbuhan tanaman sering didefinisikan sebagai pertambahan ukuran, berat, dan jumlah sel (Lakitan, 1996). Menurut Salisbury dan Ross (1995) ciri pertumbuhan dapat diukur melalui pengukuran pertambahan volume. Pertambahan volume sering ditentukan dengan cara mengukur perbesaran ke satu atau dua arah, seperti panjang, diameter, atau luas.

Pertumbuhan dan perkembangan terjadi melalui tiga proses sederhana yaitu pembelahan sel, pembesaran sel, dan diferensiasi sel. Sel dapat membelah ke arah yang berbeda-beda. Pembesaran sel sebagian besar merupakan peristiwa penyerapan air ke dalam vakuola yang mengembang. Pada organ tumbuhan yang memanjang, pembesaran terjadi terutama ke satu dimensi hanya ke arah memanjangnya (Salisbury dan Ross, 1995).

Tanaman nanas membentuk suatu roset yang lambat laun daun-daunnya yang lebih besar mencapai ukuran yang mencerminkan keadaan pertumbuhan normal. Setelah itu ukuran daun konstan jika meristem pucuknya telah menghasilkan 70 - 80 lembar daun dengan kecepatan satu lembar daun per minggu selama periode pertumbuhannya yang cepat (Wee dan Thongtham, 1997).

Pemupukan

Pemberian pupuk pada tanaman nenas dapat dilakukan melalui dua cara yaitu pemupukan melalui akar atau penyemprotan melalui daun dalam bentuk larutan (Seaver, 2000). Pupuk anorganik NPK dan urea sangat dibutuhkan tanaman nenas. Pada periode pertumbuhan 2 - 11 bulan nenas membutuhkan nutrisi tambahan (Rohrbach, 2002). Nitrogen (N) sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Fosfor diperlukan selama beberapa bulan pada awal pertumbuhan. Kalium diperlukan untuk perkembangan buah (Lakitan, 2004).

(17)

7

Cara pemupukan melalui daun biasanya digunakan untuk mengatasi masalah pemupukan melalui akar. Pemupukan melalui daun diharapkan pupuk dapat langsung diserap dan digunakan tanaman. Pemupukan melalui daun dilakukan dengan cara melarutkan pupuk ke dalam air kemudian larutan disemprotkan ke permukaan daun (Prihmantoro, 1999).

Pemupukan pada tanaman nenas pertama kali dilakukan pada saat pembibitan dengan pupuk kandang. Pemupukan di lahan dilakukan sebelum penanaman menggunakan pupuk kandang dengan dosis 20 ton per hektar. Pemupukan lanjutan dilakukan setelah tanaman berumur 2 - 3 bulan dengan pupuk buatan. Pemupukan susulan berikutnya diulang tiap 3 - 4 bulan sekali sampai tanaman berbunga dan berbuah. Cara pemberian pupuk dibenamkan/dimasukkan ke dalam parit sedalam 10 - 15 cm diantara barisan tanaman nenas, kemudian ditutup dengan tanah. Cara lain adalah disemprotkan pada daun terutama pupuk nitrogen dengan dosis 40 gram urea per liter atau kurang lebih 900 liter larutan urea per hektar (Prihatman, 2000).

Menurut Hepton (2003) total nutrisi yang diberikan pada tanaman nanas ditentukan oleh tiga tahap penting yaitu pemupukan sebelum tanam dengan cara ditebar untuk perbaikan tanah, pemupukan setelah tanam untuk meningkatkan munculnya akar dan penyerapan nutrisi, dan terakhir pemupukan dalam larikan atau pemupukan daun untuk menambah nutrisi yang mungkin masih terbatas. Ketepatan tempat pemupukan setelah tanam dapat meningkatkan pertumbuhan akar dan penyerapan N, P, dan K untuk perkembangan kanopi daun. Pemupukan dalam larikan harus diberikan dalam jumlah yang cukup untuk meningkatkan perakaran dan tanaman muda selama 3 - 4 bulan sampai kanopi cukup perkembangannya untuk membuat aplikasi pemupukan daun efisien dan efektif.

Pemupukan melalui daun

Pupuk daun biasanya diberikan pada tanaman dalam bentuk cair dengan konsentrasi tertentu sesuai kebutuhan. Volume semprot yang digunakan pada tanaman nenas berkisar antara 225 – 2 250 liter/ha. Besarnya volume semprot tergantung umur tanaman (ukuran kanopi), volume semprot diharuskan mengenai seluruh permukaan tanpa melukai jaringan daun (Hepton, 2003).

(18)

Menurut Prihmantoro (1999) respon tanaman terhadap pemupukan melalui daun tergantung dari bentuk pupuk, frekuensi aplikasi pupuk, spesies tanaman dan fase pertumbuhan tanaman. Penyemprotan dilaksanakan selama pertumbuhan sampai tanaman tiba masanya untuk berbunga, yaitu pada saat fase vegetatifnya telah maksimum. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki warna daun, kualitas dan besarnya buah.

Banyak unsur hara dapat diserap lewat daun dan penyerapannya berlangsung cepat. Pemupukan lewat daun untuk tanaman nenas mudah diaplikasikan. Penyerapan nutrisi terjadi melewati kutikula dan nutrisi disalurkan ke seluruh bagian tanaman. Struktur morfologi tanaman nenas memudahkan dalam menerima larutan semprot dan menyalurkannya ke akar adventif yang berada di pangkal daun (Hepton, 2003).

Menurut Ignatieff dan Page (1958) terdapat beberapa kesulitan dalam melakukan penyemprotan pupuk daun. Pertama, terbakarnya daun karena larutan pupuk yang terlalu pekat. Kedua, sedikitnya nutrisi yang diaplikasikan dalam bentuk pupuk tunggal. Ketiga, beberapa aplikasi membutuhkan pupuk dalam jumlah yang tinggi. Keempat, tingginya biaya setiap unit nutrisi tanaman dan peralatannya.

Nitrogen

Nitrogen merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial seperti protein dan enzim. Selain itu, nitrogen juga terkandung dalam klorofil (Lakitan, 2004). Nitrogen cenderung menjadi pembatas dalam pertumbuhan tanaman. Kandungan nitrogen dalam tanah tergantung kandungan bahan organik dan jasad renik. Akibatnya jumlah nitrogen yang tersedia tergantung cara budidaya tanaman dan pemupukan. Pemupukan bertanggung jawab pada sebagian besar nitrogen yang tersedia dalam tanah yang telah diusahakan secara intensif (Harjadi, 1993).

Sumber nitrogen dapat diperoleh antara lain dari hasil mineralisasi nitrogen organik tanah, atmosfer, pupuk kandang, dan pemberian pupuk buatan. Nitrogen yang hilang atau berkurang dapat disebabkan antara lain pencucian oleh air hujan, penguapan, denitrifikasi, dan erosi tanah (Laegreid et al., 1999)

(19)

9

Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan tanaman agar subur, tetapi bukan diperlukan pada saat rangsangan bunga, sebab pertumbuhan yang subur akan mengurangi reaksi pembungaan (Wee dan Thongtham, 1997).Prihmantoro (1999) menambahkan bahwa tanaman buah membutuhkan banyak nutrisi pada masa vegetatif. Tanaman membutuhkan pupuk yang mengandung unsur nitrogen tinggi untuk pertumbuhan. Pertumbuhan daun sangat penting karena daun merupakan tempat mengolah makanan yang dibutuhkan oleh tanaman.

Pertumbuhan yang cepat terkadang tidak disertai dengan ketersediaan unsur hara yang cukup. Menurut Lakitan (2004), tanaman yang kekurangan unsur hara nitrogen tajuknya akan berwarna hijau terang, daun tua menguning, mengering, menjadi berwarna coklat muda. Namun, gejala kekurangan suatu unsur hara yang ditampakkan tanaman tidak selalu sama tergantung spesies tanaman, tingkat keseriusan masalah, dan fase pertumbuhan tanaman.

Giberelin

Giberelin adalah zat pengatur tumbuh yang merangsang pembelahan sel atau pemanjangan sel dan dikenal sebagai gibberellic acid (GA3). GA3 adalah

giberelin yang pertama kali tersedia secara komersial. Giberelin telah digunakan sebagai standar dalam sistem bioassay (Arteca, 1996). Menurut Salisbury dan Ross (1995) pemanjangan batang pada keseluruhan tumbuhan oleh giberelin disebabkan oleh tiga peristiwa. Pertama, pembelahan sel dipacu di apeks tajuk terutama di sel meristematik yang terletak lebih bawah yang menumbuhkan jalur panjang sel korteks dan sel empulur. Kedua, giberelin memacu pertumbuhan sel karena zat itu meningkatkan hidrolisis pati, fruktan, dan sukrosa menjadi molekul glukosa dan fruktosa. Ketiga, giberelin sering meningkatkan plastisitas.

Menurut Moore (1979) giberelin dihasilkan di meristem apikal tunas ujung dan akar, daun muda serta embrio. Arteca (1996) menambahkan secara umum giberelin disintesis melalui lintasan asam mevalonik pada tunas muda yang tumbuh aktif dan biji yang berkembang. Daun muda merupakan tempat sintesis geberelin yang utama kemudian ditransportasikan ke seluruh tanaman secara nonpolar. Akar juga mempunyai kemampuan mensintesis giberelin yang

(20)

ditransportasikan ke tunas melalui xilem. Giberelin yang tinggi ditemukan pada biji yang belum matang.

Giberelin berkaitan dengan proses fisiologi tanaman. Genus atau spesies dan faktor lain menentukan jenis giberelin yang lebih efektif digunakan. Proses fisiologi yang dipengaruhi oleh giberelin antara lain pertumbuhan tanaman, pembungaan, perkecambahan, dormansi, ekpresi seks, senescence, partenokarpi, dan fruit set (Arteca, 1996). Giberelin mendukung pembentukan enzim protolitik yang akan membebaskan tryptophan sebagai bentuk asal dari auksin. Hal ini berarti bahwa giberelin dapat meningkatkan kandungan auksin (Abidin, 1983).

Banyak tanaman biennial (dua tahunan) dapat dirangsang untuk mempunyai siklus hidup setahun menggunakan giberelin. Giberelin berbeda dengan auksin, giberelin lebih efektif pada tanaman utuh sedangkan kebanyakan pengaruh auksin terlihat pada organ-organ yang dipotong (Heddy, 1989).

Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan pertumbuhan oleh GA3

disebabkan oleh adanya peningkatan luas daun efektif, peningkatan fotosintesis, atau modifikasi penyaluran fotosintat. Hasil penelitian Hayashi pada tahun 1961 menunjukkan bahwa pemberian GA3 melalui daun dapat meningkatkan

pertumbuhan karena terjadi peningkatan luas daun efektif sehingga fotosintesis meningkat (Arteca, 1996).

Respon positif terhadap giberelin terjadi dalam kisaran konsentrasi yang luas. Kandungan GA yang tinggi tidak bersifat racun dan tidak menyebabkan respon negatif, kecuali pada tanaman kerdil yang peka (Gardner et al.,1991). Pengaruh pemberian GA3 melalui akar dalam fotosintesis dan pertumbuhan telah

dievaluasi pada beberapa spesies tanaman termasuk tanaman C3 dan C4. Respon

terhadap pemberian GA3 melalui akar tidak berkaitan dengan monokotil atau

(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di kebun Percobaan Pasir Kuda dengan ketinggian 261 m diatas permukaan laut dan suhu pada bulan Maret sampai Juni berkisar antara 25.9 - 27.10C. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2010.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah nenas klon Pasir Kuda-1 yang berasal dari stek basal daun mahkota. Nenas berumur 7.5 BST (Bulan Setelah Tanam) atau 3 bulan di pembibitan dan 4.5 bulan di lahan, pupuk urea, giberelin SUN NEO (GA3 10%), alkohol dan air. Sedangkan alat yang

digunakan selama penelitian adalah label, alat siram, alat budidaya, ember, alat takar, timbangan, BWD (Bagan Warna Daun), penggaris dan meteran.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan faktorial 3 x 3 yang diulang 3 kali. Faktor pertama adalah pupuk nitrogen dengan tiga taraf konsentrasi yaitu urea 0 g/l, 25 g/l dan 40 g/l. Faktor kedua adalah giberelin dengan tiga taraf konsentrasi 0 ppm, 25 ppm, dan 50 ppm.

Penelitian ini terdiri dari 9 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri dari 8 tanaman sehingga terdapat 216 tanaman nenas yang diamati seluruhnya. Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. P0G0 : pupuk urea 0 g/l + giberelin 0 ppm 2. P0G1 : pupuk urea 0 g/l + giberelin 25 ppm 3. P0G2 : pupuk urea 0 g/l + giberelin 50 ppm 4. P1G0 : pupuk urea 25 g/l + giberelin 0 ppm 5. P1G1 : pupuk urea 25 g/l + giberelin 25 ppm

(22)

6. P1G2 : pupuk urea 25 g/l + giberelin 50 ppm 7. P2G0 : pupuk urea 40 g/l + giberelin 0 ppm 8. P2G1 : pupuk urea 40 g/l + giberelin 25 ppm 9. P2G2 : pupuk urea 40 g/l + giberelin 50 ppm

Analisis data yang digunakan yaitu uji F. Jika hasilnya berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut Tukey (BNJ) pada taraf 5%.

Model aditif linier yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yijk = Pertumbuhan vegetatif dari kelompok ke-i, pupuk nitrogen ke-j,

giberelin ke-k.

µ = Rataan umum.

Ui = Pengaruh kelompok ke-i.

Pj = Pengaruh pupuk nitrogen ke-j.

Gk = Pengaruh giberelin ke-k.

(P x G)jk = Pengaruh interaksi antara pupuk nitrogen (P) dan giberelin (G).

Pelaksanaan Penelitian

Pertama kali dilakukan pengamatan peubah vegetatif 216 tanaman nenas yang dilakukan sebelum aplikasi. Peubah vegetatif yang diamati meliputi jumlah daun, panjang daun, lebar daun, dan tinggi tanaman. Selanjutnya dilakukan aplikasi sesuai dengan perlakuan yang sudah ditentukan. Aplikasi pupuk urea dilakukan dua minggu sekali. Giberelin diaplikasikan setiap sebulan sekali. Aplikasi dilakukan selama 4 bulan. Setiap 2 MSA (Minggu Setelah Aplikasi) dilakukan pengamatan peubah vegetatif sampai 16 MSA. Pengamatan warna daun dilakukan saat 16 MSA.

Volume siram pupuk urea dan giberelin adalah 30 ml/tanaman. Larutan disiramkan di bagian tengah tanaman. Struktur morfologi tanaman nenas memudahkan dalam menerima larutan dan menyalurkannya ke akar adventif yang berada di basal daun (Hepton, 2003). Larutan pupuk urea diperoleh dari campuran pupuk urea dan air dengan konsentrasi yang sudah ditentukan yaitu 25 gram/liter dan 40 gram/liter. Pembuatan larutan giberelin pada penelitian ini dibutuhkan giberelin SUN NEO (GA3 10%), alkohol dan air. Serbuk giberelin ditambah

(23)

13

sedikit alkohol agar mudah larut kemudian dicampur dengan air sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Konsentrasi 25 ppm diperoleh dari 1 gram giberelin yang ditambah 4 liter air. Konsentrasi 50 ppm diperoleh dari 1 gram giberelin yang ditambah 2 liter air.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian gulma dan pengendalian hama. Pengendalian gulma dilakukan dua minggu sekali dengan cara mencabut gulma. Hama dikendalikan dengan cara membunuhnya secara manual menggunakan tangan atau alat budidaya.

Pengamatan

Peubah yang diamati antara lain:

1. Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung dari banyaknya daun yang ada termasuk daun yang masih muda.

2. Panjang Daun.

Panjang daun diukur dari pangkal daun sampai ujung daun dari daun yang terpanjang. Pengukuran panjang daun dilakukan pada daun „D-leaf‟. Menurut Malezieux dan Bartholomew (2003) „D-leaf‟ merupakan daun yang terpanjang pada tanaman nenas. Daun „D-leaf‟ menunjukkan standar daun yang mudah diidentifikasi dan umumnya digunakan sebagai indeks pertumbuhan. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.

.

(24)

3. Lebar Daun.

Lebar daun diukur dari bagian daun terlebar dari daun yang terpanjang.

4. Tinggi Tanaman.

Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun terpanjang yang ditangkupkan ke atas.

5. Warna Daun.

Warna hijau daun diukur menggunakan BWD yang terdiri dari empat warna yang berbeda. Skor yang diberikan sebagai berikut:

2 : 25% 2-3 : 37.5% 3 : 50% 3-4 : 62.5% 4 : 75% 4-5 : 87.5% 5 : 100%

Semakin besar nilainya maka semakin hijau daun tersebut. Cara pengamatan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.

A B C D

Gambar 3. Pengamatan Beberapa Peubah Vegetatif Tanaman, A. Panjang daun, B. Lebar Daun, C. Tinggi tanaman, D. Warna daun.

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Tempat penelitian terletak di Kebun Percobaan Pasir Kuda dengan ketinggian 261 mdpl. Suhu pada bulan Maret sampai Juni antara 25.9 - 27.10C. Curah hujan rata-rata pada bulan Maret sampai Juni adalah 370.75 mm/bulan. Curah hujan tertinggi selama penelitian terjadi pada bulan Maret sebesar 658 mm dan terendah pada bulan April sebesar 149 mm (BMKG, 2010).

Tekstur tanah di Kebun Percobaan Pasir Kuda termasuk dalam kategori liat berdebu. Kandungan C (Carbon) dan N (Nitrogen) pada tanah sebelum diberikan perlakuan termasuk dalam kategori rendah. Kemasaman tanah di kebun tersebut adalah 5.3 (Balai Penelitian Tanah, 2010).

A B

Gambar 4. Tanaman Nanas di Kebun Percobaan Pasir Kuda A. Awal penelitian sebelum aplikasi (Maret), B. Akhir penelitian (Juni)

Tanaman nenas yang digunakan merupakan klon Pasir Kuda I hasil stek basal daun mahkota yang berada di pembibitan selama 3 bulan dan 4.5 bulan di lahan. Pupuk yang sudah diberikan sebelum dilakukan perlakuan adalah pupuk kandang dan pupuk NPK. Tanaman diberikan perlakuan saat berumur 7.5 BST - 11.5 BST. Kondisi tanaman saat awal penelitian sebelum dilakukan aplikasi dan saat akhir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Selama penelitian berlangsung ditemukan telur serangga yang menempel pada daun. Beberapa tanaman tampak membusuk daun mudanya. Awalnya tepi

(26)

daun berwarna coklat yang semakin meluas kemudian daun membusuk dan patah. Pada awal pengamatan beberapa tanaman tampak berwarna coklat pada ujung daun sehingga terlihat seperti daun kering yang semakin meluas. Satu tanaman mengalami mutasi sehingga posisi daun menjadi tidak teratur. Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kondisi Beberapa Tanaman yang Ditemukan Selama Penelitian A. Telur Serangga, B. Daun membusuk dan patah, C. Pucuk daun mengering, D. Mutasi

Hasil

Hasil rekapitulasi respon, peluang, dan koefisien keragaman (KK) selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai koefisien keragaman (KK) pada penelitian ini berkisar antara 10.05 - 53.06 %. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh lingkungan yang bervariasi. Hal ini terlihat dari hasil sidik ragam bahwa ulangan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap beberapa peubah pengamatan (Lampiran 3 – 7). Menurut Gomez dan Gomez (1995) semakin tinggi nilai koefisien keragaman maka percobaan tersebut kurang dapat diandalkan.

A B

(27)

17

Tabel 1. Rekapitulasi Respon, Peluang, dan Koefisien Keragaman

No Peubah Pengamatan P-G P G Pr>F KK (%) 1 Jumlah Daun 2 MSA tn tn tn 0.3855 20.45 4 MSA tn tn tn 0.7987 19.48 6 MSA tn tn tn 0.9792 18.53 8 MSA tn tn tn 0.8125 11.91 10 MSA tn tn tn 0.4021 10.69 12 MSA tn tn tn 0.8834 13.71 14 MSA tn tn tn 0.2570 11.63 16 MSA tn tn tn 0.3715 10.91 2 Panjang Daun 2 MSA tn tn tn 0.2956 24.05 4 MSA tn tn tn 0.3829 23.03 6 MSA tn tn tn 0.4834 24.52 8 MSA tn tn tn 0.3976 23.4 10 MSA tn tn tn 0.2991 22.9 12 MSA tn tn tn 0.2786 22.33 14 MSA tn tn tn 0.3143 20 16 MSA tn tn tn 0.3727 17.11 3 Lebar Daun 2 MSA tn tn tn 0.1543 53.06 4 MSA tn tn tn 0.4250 46.21 6 MSA tn tn tn 0.5189 41.22 8 MSA tn tn tn 0.3830 28.56 10 MSA tn tn * 0.4443 22.14 12 MSA tn tn * 0.4851 21.84 14 MSA tn tn tn 0.1712 20.28 16 MSA * tn tn 0.0070 13.65 4 Tinggi Tanaman 2 MSA tn tn tn 0.5390 21.36 4 MSA tn tn tn 0.3233 19.77 6 MSA tn tn tn 0.5006 21.33 8 MSA tn tn tn 0.4576 21.26 10 MSA tn tn tn 0.4018 21.25 12 MSA tn tn tn 0.2517 18.44 14 MSA tn tn tn 0.2639 15.21 16 MSA tn tn tn 0.3582 13.64 5 Warna Daun tn tn tn 0.6232 10.05 Keterangan : * = berbeda nyata menurut uji F pada taraf 5 %, tn = tidak nyata.

(28)

Nitrogen dan Giberelin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pupuk nitrogen tidak berpengaruh pada semua peubah yang diamati. Perlakuan giberelin berpengaruh pada pertumbuhan lebar daun saat 10 dan 12 MSA.

a. Jumlah Daun

Perbedaan konsentrasi pupuk urea dan giberelin yang diberikan tidak berpengaruh pada pertumbuhan jumlah daun selama 16 MSA. Daun yang bertambah selama 16 minggu mencapai 13 daun. Jumlah daun diawal pengamatan (7.5 BST) berkisar antara 11 - 14 daun dan 23 - 28 daun diakhir pengamatan (11.5 BST) yang terlihat pada Gambar 6.

a b

Gambar 6. Pertambahan Jumlah Daun pada Konsentrasi Urea (a) dan Giberelin (b) yang Berbeda

b. Panjang Daun

Gambar 7 menunjukkan bahwa pertambahan panjang daun saat 2 - 8 MSA lebih cepat dibandingkan minggu setelahnya terlihat dari lebih curamnya garis yang terbentuk pada grafik. Pertambahan panjang daun semakin meningkat pada 2 - 8 MSA, panjang daun yang bertambah berkisar antara 4 - 6 cm per 2 minggu. Pertambahan panjang daun mulai menurun saat 10 - 16 MSA, panjang daun yang bertambah berkisar antara 1 - 3 cm per 2 minggu. Panjang daun diawal pengamatan berkisar antara 32 - 36 cm dan 57 - 62 cm diakhir pengamatan.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 2 4 6 8 10 12 14 16 Ju m lah Daun MSA urea 0 g/l urea 25 g/l urea 40 g/l 0 2 4 6 8 10 12 14 16 2 4 6 8 10 12 14 16 Ju m lah Daun MSA Giberelin 0 ppm Giberelin 25 ppm Giberelin 50 ppm

(29)

19

a b

Gambar 7. Pertambahan Panjang Daun pada Konsentrasi Urea (a) dan Giberelin (b) yang Berbeda

c. Lebar Daun

Perlakuan tunggal giberelin berpengaruh pada peubah lebar daun saat 10 MSA dan 12 MSA. Saat 10 MSA penambahan lebar daun yang tertinggi dihasilkan oleh tanaman yang diberikan perlakuan giberelin 0 ppm yaitu sebesar 0.51 cm tetapi tidak berbeda dengan perlakuan giberelin 25 ppm. Saat 12 MSA penambahan lebar daun yang tertinggi dihasilkan oleh tanaman yang diberikan perlakuan giberelin 0 ppm dan 25 ppm. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Pertambahan Lebar Daun Hasil Perlakuan Giberelin (G)

Perlakuan 10 MSA 12 MSA G0 (0 ppm) 0.51a 0.62a

G1 (25 ppm) 0.48ab 0.63a

G2 (50 ppm) 0.38b 0.46b

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Tukey (BNJ) 5%.

Pertambahan lebar daun berkisar antara 0.08 - 0.22 cm per 2 minggu. Lebar daun diawal pengamatan berkisar antara 3.1 - 3.5 cm dan 4.1 - 4.7 cm diakhir pengamatan (Gambar 8).

0 5 10 15 20 25 30 2 4 6 8 10 12 14 16 P an jang Daun (c m ) MSA urea 0 g/l urea 25 g/l urea 40 g/l 0 5 10 15 20 25 30 2 4 6 8 10 12 14 16 P an jang Daun (c m ) MSA Giberelin 0 ppm Giberelin 25 ppm Giberelin 50 ppm

(30)

a b

Gambar 8. Pertambahan Lebar Daun pada Konsentrasi Urea (a) dan Giberelin (b) yang Berbeda

d. Tinggi Tanaman

Pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih cepat terjadi saat 2 - 8 MSA jika dibandingkan dengan minggu setelahnya terlihat dari garis yang lebih curam (Gambar 9). Penambahan tinggi tanaman semakin meningkat pada 2 - 8 MSA berkisar antara 5 - 6 cm per 2 minggu. Penambahan tinggi tanaman mulai menurun saat 10 - 16 MSA berkisar antara 1 - 3 cm per 2 minggu. Tinggi tanaman pada awal pengamatan berkisar antara 32 - 36 cm dan 60 - 65 cm.

a b

Gambar 9. Pertambahan Tinggi Tanaman pada Konsentrasi Urea (a) dan Giberelin (b) yang Berbeda

e. Warna Daun

Selain pertumbuhan, juga dilakukan pengamatan warna daun untuk mengetahui tingkat nitrogen pada tanaman. Status hara tanaman nenas memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman dan konsekuensinya terhadap hasil serta kualitas buah.

,000 ,200 ,400 ,600 ,800 1,000 1,200 2 4 6 8 10 12 14 16 L eb ar Daun ( cm ) MSA urea 0 g/l urea 25 g/l urea 40 g/l ,000 ,200 ,400 ,600 ,800 1,000 1,200 2 4 6 8 10121416 L eb ar Daun ( cm ) MSA Giberelin 0 ppm Giberelin 25 ppm Giberelin 50 ppm 0 5 10 15 20 25 30 2 4 6 8 10 12 14 16 T in ggi T an am an ( cm ) MSA urea 0 g/l urea 25 g/l urea 40 g/l ,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 2 4 6 8 10 12 14 16 T in ggi T an am an ( cm ) MSA Giberelin 0 ppm Giberelin 25 ppm Giberelin 50 ppm

(31)

21

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan pupuk urea dan giberelin tidak berpengaruh terhadap peubah warna daun. Persentase warna daun yang diperoleh berkisar antara 60.94% - 67.53%. Rata-rata persentase warna hijau daun pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Persentase Warna Hijau Daun pada Perlakuan yang Berbeda.

Interaksi antara Nitrogen dan Giberelin

Interaksi pupuk nitrogen dan giberelin hanya berpengaruh pada peubah lebar daun saat 16 MSA. Peningkatan konsentrasi pupuk urea pada level konsentrasi giberelin yang sama relatif meningkatkan pertambahan lebar daun tanaman nenas. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Pertambahan Lebar Daun saat 16 MSA Hasil Perlakuan Pupuk Nitrogen (P) dan Giberelin (G)

Perlakuan G0 (0 ppm) G1 (25 ppm) G2 (50 ppm) P0 (0 g/l) 0.83bc 0.90abc 0.81bc

P1 (25 g/l) 0.94abc 0.97abc 1.01abc

P2 (40 g/l) 1.20a 1.09ab 0.68c

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Tukey (BNJ) 5%.

56 58 60 62 64 66 68 70 W ar n a Daun ( % ) urea 0 g/l urea 25 g/l urea 40 g/l Giberelin 0 ppm Giberelin 25 ppm Giberelin 50 ppm

(32)

Pembahasan

Aplikasi pupuk melalui daun bertujuan untuk menambah nutrisi yang mungkin masih terbatas jumlahnya. Nutrisi yang kurang pada tanaman nenas penelitian ini terlihat dari hasil analisis tanah sebelum diberikan perlakuan (Lampiran 2.) yang menunjukkan bahwa persentase kandungan bahan organik nitrogen (N) dan karbon (C) termasuk dalam kategori rendah. Pertumbuhan nenas selain dipengaruhi oleh jenis tanah juga dipengaruhi oleh kandungan hara tanah. Nenas cocok dibudidayakan pada lahan lempung berpasir dengan kandungan nitrogen tinggi (RUSNAS, 2006).

Menurut Evans et al. (2002) kebutuhan nitrogen pada tanaman nenas saat 4 - 10 bulan sebesar 556 kg urea/ha pada populasi 58 710 tanaman/ha atau sebesar 379 kg urea/ha pada populasi 40 000 tanaman/ha. Pada penelitian ini digunakan konsentrasi urea 25 g/l dan 40 g/l sehingga diperoleh dosis urea 240 kg/ha dan 384 kg/ha (Lampiran 8). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pupuk nitrogen yang diberikan tidak berpengaruh terhadap semua peubah yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa nenas tidak terlalu responsif terhadap dosis pupuk urea sampai 384 kg/ha meskipun dosis tersebut sudah melebihi dosis rekomendasi. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian Partini (2003) bahwa pemupukan urea sampai dosis 300 kg/ha yang diberikan melalui tanah tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif nenas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun nenas yang bertambah selama 16 minggu mencapai 13 daun. Pertumbuhannya dapat dikatakan lambat karena menurut Wee dan Thongtham (1997) selama periode pertumbuhannya yang cepat tanaman nenas mampu bertambah daunnya dengan kecepatan satu lembar daun per minggu atau 5 - 6 daun per bulan (Nakasone dan Paull, 1998). Rohrbach (2002) menambahkan periode pertumbuhan yang cepat pada tanaman nenas terjadi saat tanaman nenas berumur 2 - 11 bulan.

Jumlah daun nenas pada umur 11.5 BST berkisar antara 23-28 daun. Jangka waktu yang dibutuhkan tanaman untuk mencapai fase generatif kurang lebih 12 bulan lagi dengan kecepatan 3-4 lembar daun per bulan. Menurut Wee dan Thongtham (1997) ukuran daun akan konstan jika meristem pucuknya menghasilkan 70-80 daun kemudian meristem pucuk berubah menjadi bongkol

(33)

23

bunga dan bongkol tanaman, yaitu poros tengah yang memanjang ke bunga dan buah.

Daun merupakan salah satu bagian tanaman yang penting dalam pertumbuhan. Banyaknya daun akan menentukan luas bidang permukaan yang berfungsi untuk menerima sinar matahari guna proses fotosintesis. Proses tersebut akan menghasilkan karbohidrat yang didistribusikan ke seluruh tubuh tanaman untuk pertumbuhannya (Suhaendi, 1990). Semakin banyak jumlah daun yang terbentuk berarti proses fotosintesis semakin optimal.

Panjang daun juga menentukan luas bidang permukaan daun. Tinggi tanaman akan mempengaruhi banyaknya jumlah daun. Semakin tinggi batang akan semakin banyak jumlah daun. Menurut d‟Eeckenbrugge dan Leal (2003) jumlah daun tiap batang tanaman sangat bervariasi antara 40-80 helai yang tata letaknya seperti spiral, yaitu mengelilingi batang mulai dari bawah sampai ke atas arah kanan dan kiri. Berdasarkan grafik pertumbuhan panjang daun dan tinggi tanaman (Gambar 7 dan 8). Pertumbuhan yang cepat pada tanaman nenas terjadi saat 2 - 8 MSA (8 - 9.5 BST). Pertambahan panjang dan tinggi tanaman mulai konstan saat 10 - 16 MSA (10 - 11.5 BST). Menurut Lakitan (1996) laju pertumbuhan tanaman yang konstan terjadi selama fase linier. Laju pertumbuhan tidak berubah walaupun ukuran tanaman terus membesar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tunggal giberelin berpengaruh pada pertumbuhan lebar daun saat 10 dan 12 MSA. Saat 10 MSA penambahan lebar daun yang tertinggi dihasilkan oleh tanaman yang diberikan perlakuan giberelin 0 ppm yaitu sebesar 0.51 cm tetapi tidak berbeda dengan perlakuan giberelin 25 ppm. Saat 12 MSA penambahan lebar daun yang tertinggi dihasilkan oleh tanaman yang diberikan perlakuan giberelin 0 ppm dan 25 ppm. Menurut Salisbury dan Ross (1995) pertambahan lebar daun angiosperma disebabkan oleh meristem yang menghasilkan sejumlah sel baru di sepanjang tepi poros daun tetapi aktivitas tersebut sudah lama berhenti sebelum daun mencapai dewasa.

Interaksi pupuk nitrogen dan giberelin hanya berpengaruh pada peubah lebar daun saat 16 MSA. Peningkatan konsentrasi pupuk nitrogen pada level konsentrasi giberelin yang sama relatif meningkatkan lebar daun tanaman nenas.

(34)

Menurut Gardner et al. (1991) pemupukan nitrogen mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perluasan daun, terutama pada lebar dan luas daun.

Pengaruh nitrogen juga diamati melalui warna daun. Menurut Malezieux dan Bartholomew (2003) warna daun merupakan indeks diagnosa yang penting untuk mengetahui kandungan nitrogen. Daun yang defisiensi N akan berwarna hijau kekuningan sampai kuning. Tingkat warna hijau daun berasal dari banyak sedikitnya kandungan klorofil yang terdapat pada tanaman tersebut. Menurut Marschner (1995) tanaman yang mengalami defisiensi unsur hara nitrogen akan berkurang kandungan klorofilnya. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan tidak berpengaruh terhadap warna hijau daun. Warna hijau daun nenas berkisar antara 60.94 - 67.53% dapat diduga persentase tersebut menunjukkan karakteristik warna hijau daun pada tanaman nenas Klon Pasir Kuda-1.

Respon tanaman terhadap perlakuan yang diberikan diduga dipengaruhi oleh waktu aplikasi. Waktu aplikasi yang dilakukan pada pagi hari diduga kurang efektif karena meskipun stomata daun masih membuka tetapi larutan mudah menguap sedangkan penyerapan oleh tanaman belum sempurna. Menurut Lakitan (2004) tanaman nenas termasuk dalam jenis tanaman CAM. Stomata pada tanaman CAM akan menutup pada siang hari dan membuka pada malam hari. Menurut Nakasone dan Paull (1998) daun nenas menutup pada pukul 9 pagi - 2 siang dan membuka pada pukul 2 siang dan sepanjang malam hari. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan mikroskopik stomata pada daun nenas yang dapat dilihat pada Gambar 11.

A B

Gambar 11. Hasil Pengamatan Stomata A. Siang Hari (stomata menutup), B. Malam Hari (stomata membuka)

(35)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan pupuk nitrogen dan giberelin melalui daun pada konsentrasi dan intensitas yang diberikan tidak mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman nenas. Interaksi antara pupuk nitrogen dan giberelin berpengaruh terhadap peubah lebar daun pada saat 16 MSA. Peningkatan konsentrasi pupuk urea pada level konsentrasi giberelin yang sama relatif meningkatkan lebar daun tanaman nenas. Nenas tidak responsif terhadap dosis pupuk urea sampai 384 kg/ha dan giberelin sampai 50 ppm.

Saran

Waktu aplikasi yang tepat dalam pemupukan perlu diperhatikan agar unsur hara dapat diserap oleh tanaman secara optimal. Pemberian pupuk atau zat pengatur tumbuh pada tanaman nanas melalui daun sebaiknya dilakukan pada sore atau malam hari saat stomata membuka sempurna. Interaksi antara pupuk nitrogen dan giberelin tidak signifikan dan pengaruhnya bersifat linier sehingga sebaiknya tidak diaplikasikan secara bersamaan.

(36)

Abidin, Z. 1983. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa.Bandung. 84 hal.

Arteca, R.N. 1996. Plant Growth Sunstances Principles and Aplication. Chapman and Hall. New York. 332p.

Balai Penelitian Tanah. 2010. Hasil Analisis Contoh Tanah. Bogor.

BMKG. 2010. Data Iklim. Darmaga, Bogor.

BPS. 2009. Data Statistik Ekspor 2003-2008. www.hortikultura.deptan.go.id. [5 Februari 2010].

Chan, Y.K., G.C. d‟Eeckenbrugge, and G.M. Sanewski. 2003. Breeding and Variety Improvement. P. 33 - 55. In: D.P. Bartholomew, R.E. Paull and K.G. Rohrbach (Eds). The Pineapple: Botany, Production and Uses. CABI Publishing. Wallingford.

d‟Eeckenbrugge G.C. and F. Leal. 2003. Morphology, Anatomy and Taxonomy. P. 13 - 32. In: D.P. Bartholomew, R.E. Paull and K.G. Rohrbach (Eds). The Pineapple: Botany, Production and Uses. CABI Publishing. Wallingford.

Deptan. 2008. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. http://agribisnis.deptan.go.id. [30 November 2010].

Evans, D.O., W.G. Sanford, and D.P. Bartholomew. 2002. Growing Pineapple. P. 4 - 8. In: D.P. Bartholomew, K.G. Rohrbach and D.O.Evans (Eds). Pineapple Cultivation in Hawaii. College of Tropical Agriculture and Human Resources. University of Hawaii.

FAO. 2010. FAOSTAT Agriculture. http://faostat.fao.org/site. [30 November 2010].

Gardner, F.P., R.B. Pearce and R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan dari : Physiology of Crop Plants. Penerjemah : H. Susilo dan Subiyanto. Penerbit UI Press. Jakarta. 428 hal.

Gene Technology Regulator. 2003. The Biology and Ecology of Pineapple in Australia (Anenas comosus var. comosus). http://www.ogtr.gov.au. [5 Februari 2010].

Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Satatistik Untuk Penelitian Pertanian Edisi Kedua. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research. Penerjemah: E. Sjamsudin dan J.S. Baharsjah. UI-Press. Jakarta. 698 hal.

(37)

27

Harjadi, M.M.S.S. 1993. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 197 hal.

Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali. Jakarta. 98 hal.

Hepton, A. 2003. Cultural System. P. 109 - 142. In: D.P. Bartholomew, R.E. Paull and K.G. Rohrbach (Eds). The Pineapple: Botany, Production and Uses. CABI Publishing. Wallingford.

Ignatieef, V. and H.J. Page. 1958. Efficient Use of Fertilizers. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Italy. 367p.

Laegreid, M., O.C. Bockman, and O. Kaarstad. Agriculture Fertilizer and The Environment. CABI Publishing. Wallingford. 294p.

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Penerbit PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 218 hal.

Lakitan, B. 2004. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Penerbit PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 206 hal.

Malezieux, E and D.P. Bartholomew. 2003. Plant Nutrition. P. 143 - 165. In: D.P. Bartholomew, R.E. Paull and K.G. Rohrbach (Eds). The Pineapple: Botany, Production and Uses. CABI Publishing. Wallingford.

Malo, S.E. and C.W. Campbell. The Pineapple. Florida Cooperative Extension Service. University of Florida. 3p

Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of higher plants. Academic Press. Harcourt Brace and Company. London.

Mattjik, A.A. dan I.M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Bogor. 276 hal.

Moore, T.C. 1979. Biochemistry and Physiology of Plant Hormones. Springer Verlag. New York. 274p.

Naibaho, N., K. Darma, Sobir dan M.R. Suhartanto. 2008. Perbanyakan Massal Bibit Nenas dengan Stek Daun. Pusat Kajian Buah Tropika, LPPM – IPB. Bogor. 20 hal

Nakasone, H.Y. and R.E. Paull. 1998. Tropical Fruit. CAB International. USA.

Octaviani, D. 2009. Pengaruh Media Tanam dan Asal Bahan Stek terhadap Keberhasilan Stek Basal Daun Mahkota Nenas (Ananas comosus L. Merr). Skripsi. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Partini. 2003. Pengaruh Perlakuan Dosis Pupuk Nitrogen dan Kalium terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Kualitas Buah Nenas (Ananas comosus L. Merr) Varietas Queen. Skripsi. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 30 hal.

(38)

Prihatman, K. 2000. Budidaya Pertanian (Nenas). Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS. Jakarta. 17 hal.

Prihmantoro, H. 1999. Memupuk Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. 76 hal.

Rohrbach, K.G. 2002. Pineapple Cultivation in Hawaii. Fruits and Nuts 7:1 - 8.

Rohrbach, K.G., F. Leal, and G.C. d‟Eeckenbrugge. 2003. History, Distribution, and World Production. P. 1 – 12. In: D.P. Bartholomew, R.E. Paull and K.G. Rohrbach (Eds). The Pineapple: Botany, Production and Uses. CABI Publishing. Wallingford.

Royal University of Bhutan. 2008. Botany: Pineapple. http://cms.cnr.edu.bt. [9 Februari 2010].

RUSNAS, 2006. Ringkasan Pencapaian Hasil Tahun 2006. Laporan Akhir Riset Unggulan Strategis Nasional.

RUSNAS. 2008. Executive Summary Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia Komoditas Nenas. Laporan Akhir Riset Unggulan Strategis Nasional.

Salisbury, F.B. and C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Terjemahan dari : Plant Physiology. Penerjemah : D.R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung. 343 hal.

Seaver, L.A. 2000. Crop Profile for Pineapple in Northern Mariana Island. NSF Center for Integrated Pest Management. North Carolina State University. 9p

Suhaendi, H. 1990. Penggunaan pupuk dalam usaha pembangnan HTI. Prosiding Diskusi Hutan Tanaman Industri. Badan Litbang Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta, 13-14 Maret 1990.

Wee, Y.C. and M.L.C. Thongtham. 1997. Ananas comosus L. Merr, p. 68 - 76.

In E.W.M. Verheij and R.E. Coronel (Eds). Sumber Daya Nabati Asia

Tenggara 2 : Buah-buahan yang dapat dimakan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

(39)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Klimatologi

Bulan (2010) Temperatur (0C) CH (mm) Maret 26 658 April 27 149 Mei 26.7 371 Juni 25.9 305 Keterangan :

Lokasi : Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor Lintang : 6o31‟LS

Bujur : 106o44‟BT Elevasi : 261 m dpl

Lampiran 2. Data Hasil Analisis Tanah

Tekstur Tanah pH Pasir : 11% Debu : 49% Liat : 40% H2O: 5.3 KCl: 4.4

Perlakuan Bahan Organik

C (%) N (%) C/N Awal 1.39 0.11 13 P0G0 1.53 0.13 12 P0G1 1.27 0.11 12 P0G2 1.42 0.13 11 P1G0 1.80 0.15 12 P1G1 1.35 0.11 12 P1G2 1.34 0.11 12 P2G0 1.19 0.09 13 P2G1 1.14 0.09 13 P2G2 1.34 0.11 12 Keterangan :

P0G0 : pupuk urea 0 g/l + giberelin 0 ppm P0G1 : pupuk urea 0 g/l + giberelin 25 ppm P0G2 : pupuk urea 0 g/l + giberelin 50 ppm P1G0 : pupuk urea 25 g/l + giberelin 0 ppm P1G1 : pupuk urea 25 g/l + giberelin 25 ppm P1G2 : pupuk urea 25 g/l + giberelin 50 ppm P2G0 : pupuk urea 40 g/l + giberelin 0 ppm P2G1 : pupuk urea 40 g/l + giberelin 25 ppm P2G2 : pupuk urea 40 g/l + giberelin 50 ppm

(40)

Lampiran 3. Sidik Ragam Jumlah Daun

MSA SK DB JK KT F-Hit F-Tab Pr > F KK

2 Ulangan 2 4.67 2.33 9.33 3.63 0.0021 20.45 Pupuk (P) 2 0.67 0.33 1.33 3.63 0.2914 Giberelin (G) 2 0.22 0.11 0.44 3.63 0.6489 P*G 4 1.11 0.28 1.11 3.01 0.3855 Galat 16 4.00 0.25 Total 26 10.67 4 Ulangan 2 0.67 0.33 0.62 3.63 0.5527 19.48 Pupuk (P) 2 1.56 0.78 1.44 3.63 0.2670 Giberelin (G) 2 0.89 0.44 0.82 3.63 0.4579 P*G 4 0.89 0.22 0.41 3.01 0.7987 Galat 16 8.67 0.54 Total 26 12.67 6 Ulangan 2 3.19 1.59 1.80 3.63 0.1970 18.53 Pupuk (P) 2 0.52 0.26 0.29 3.63 0.7498 Giberelin (G) 2 3.63 1.81 2.05 3.63 0.1609 P*G 4 0.37 0.09 0.10 3.01 0.9792 Galat 16 14.15 0.88 Total 26 21.85 8 Ulangan 2 3.56 1.78 3.12 3.63 0.0717 11.91 Pupuk (P) 2 1.56 0.78 1.37 3.63 0.2834 Giberelin (G) 2 2.89 1.44 2.54 3.63 0.1104 P*G 4 0.89 0.22 0.39 3.01 0.8125 Galat 16 9.11 0.57 Total 26 18.00 10 Ulangan 2 5.85 2.93 3.85 3.63 0.0430 10.69 Pupuk (P) 2 3.19 1.59 2.10 3.63 0.1552 Giberelin (G) 2 4.96 2.48 3.27 3.63 0.0645 P*G 4 3.26 0.81 1.07 3.01 0.4021 Galat 16 12.15 0.76 Total 26 29.41 12 Ulangan 2 8.30 4.15 2.45 3.63 0.1175 13.71 Pupuk (P) 2 3.63 1.81 1.07 3.63 0.3650 Giberelin (G) 2 1.85 0.93 0.55 3.63 0.5886 P*G 4 1.93 0.48 0.28 3.01 0.8834 Galat 16 27.04 1.69 Total 26 42.74 14 Ulangan 2 10.89 5.44 3.14 3.63 0.0709 11.63 Pupuk (P) 2 4.22 2.11 1.22 3.63 0.3224 Giberelin (G) 2 6.89 3.44 1.98 3.63 0.1699 P*G 4 10.22 2.56 1.47 3.01 0.2570 Galat 16 27.78 1.74 Total 26 60.00

(41)

31

Lampiran 3. Lanjutan

MSA SK DB JK KT F-Hit F-Tab Pr > F KK

16 Ulangan 2 5.63 2.81 1.39 3.63 0.2773 10.91 Pupuk (P) 2 3.63 1.81 0.90 3.63 0.4273 Giberelin (G) 2 2.07 1.04 0.51 3.63 0.6085 P*G 4 9.26 2.31 1.14 3.01 0.3715 Galat 16 32.37 2.02 Total 26 52.96

Lampiran 4. Sidik Ragam Panjang Daun

MSA SK DB JK KT F-Hit F-Tab Pr > F KK

2 Ulangan 2 3.74 1.87 1.27 3.63 0.3070 24.05 Pupuk (P) 2 4.09 2.04 1.39 3.63 0.2779 Giberelin (G) 2 1.85 0.93 0.63 3.63 0.5452 P*G 4 7.93 1.98 1.35 3.01 0.2956 Galat 16 23.53 1.47 Total 26 41.14 4 Ulangan 2 2.06 1.03 0.15 3.63 0.8628 23.03 Pupuk (P) 2 11.07 5.53 0.80 3.63 0.4672 Giberelin (G) 2 1.14 0.57 0.08 3.63 0.9212 P*G 4 30.97 7.74 1.12 3.01 0.3829 Galat 16 110.91 6.93 Total 26 156.16 6 Ulangan 2 0.68 0.34 0.02 3.63 0.9781 24.52 Pupuk (P) 2 20.39 10.19 0.67 3.63 0.5260 Giberelin (G) 2 1.15 0.58 0.04 3.63 0.9629 P*G 4 55.26 13.82 0.91 3.01 0.4834 Galat 16 243.80 15.24 Total 26 321.28 8 Ulangan 2 0.2 0.1 0.01 3.63 0.9949 23.4 Pupuk (P) 2 17.35 8.68 0.45 3.63 0.6446 Giberelin (G) 2 0.84 0.42 0.02 3.63 0.9785 P*G 4 83.29 20.82 1.08 3.01 0.3976 Galat 16 307.55 19.22 Total 26 409.23 10 Ulangan 2 0.3 0.15 0.01 3.63 0.9932 22.9 Pupuk (P) 2 20.74 10.37 0.48 3.63 0.628 Giberelin (G) 2 0.24 0.12 0.01 3.63 0.9945 P*G 4 115.76 28.94 1.34 3.01 0.2991 Galat 16 346.37 21.65 Total 26 483.41

(42)

Lampiran 4. Lanjutan

MSA SK DB JK KT F-Hit F-Tab Pr > F KK

12 Ulangan 2 1.71 0.86 0.04 3.63 0.9646 22.33 Pupuk (P) 2 20.96 10.48 0.44 3.63 0.6497 Giberelin (G) 2 0.15 0.07 0 3.63 0.9969 P*G 4 132.45 33.11 1.4 3.01 0.2786 Galat 16 378.35 23.65 Total 26 533.61 14 Ulangan 2 4.08 2.04 0.1 3.63 0.9072 20.00 Pupuk (P) 2 15.08 7.54 0.36 3.63 0.7017 Giberelin (G) 2 0.03 0.01 0 3.63 0.9993 P*G 4 107.65 26.91 1.29 3.01 0.3143 Galat 16 333.07 20.82 Total 26 459.91 16 Ulangan 2 15.74 7.87 0.47 3.63 0.6356 17.11 Pupuk (P) 2 5.96 2.98 0.18 3.63 0.8397 Giberelin (G) 2 0.06 0.03 0 3.63 0.9982 P*G 4 77.06 19.26 1.14 3.01 0.3727 Galat 16 270.08 16.88 Total 26 368.9

Lampiran 5. Sidik Ragam Lebar Daun

MSA SK DB JK KT F-Hit F-Tab Pr > F KK

2 Ulangan 2 0.03 0.01 18.5 3.63 0.0001 53.06 Pupuk (P) 2 0 0 2.60 3.63 0.1051 Giberelin (G) 2 0 0 1.92 3.63 0.1794 P*G 4 0.01 0 1.93 3.01 0.1543 Galat 16 0.01 0 Total 26 0.05 4 Ulangan 2 0.04 0.02 5.35 3.63 0.0166 46.21 Pupuk (P) 2 0.01 0 0.62 3.63 0.5498 Giberelin (G) 2 0 0 0.56 3.63 0.5803 P*G 4 0.02 0 1.02 3.01 0.4250 Galat 16 0.06 0 Total 26 0.13 6 Ulangan 2 0.08 0.04 4.57 3.63 0.0269 41.22 Pupuk (P) 2 0.02 0.01 1.22 3.63 0.3220 Giberelin (G) 2 0.02 0.01 0.88 3.63 0.4329 P*G 4 0.03 0.01 0.84 3.01 0.5189 Galat 16 0.15 0.01 Total 26 0.30

(43)

33

Lampiran 5. Lanjutan

MSA SK DB JK KT F-Hit F-Tab Pr > F KK

8 Ulangan 2 0.16 0.08 9.70 3.63 0.0017 28.56 Pupuk (P) 2 0.01 0.01 0.67 3.63 0.5239 Giberelin (G) 2 0.04 0.02 2.57 3.63 0.1073 P*G 4 0.04 0.01 1.12 3.01 0.383 Galat 16 0.13 0.01 Total 26 0.39 10 Ulangan 2 0.26 0.13 12.8 3.63 0.0005 22.14 Pupuk (P) 2 0.01 0.01 0.68 3.63 0.5220 Giberelin (G) 2 0.08 0.04 3.93 3.63 0.0409 P*G 4 0.04 0.01 0.98 3.01 0.4443 Galat 16 0.17 0.01 Total 26 0.57 12 Ulangan 2 0.45 0.23 14.49 3.63 0.0003 21.48 Pupuk (P) 2 0.03 0.02 1.03 3.63 0.3808 Giberelin (G) 2 0.16 0.08 5.02 3.63 0.0203 P*G 4 0.06 0.01 0.90 3.01 0.4851 Galat 16 0.25 0.02 Total 26 0.95 14 Ulangan 2 0.41 0.20 9.73 3.63 0.0017 20.28 Pupuk (P) 2 0.03 0.02 0.73 3.63 0.4995 Giberelin (G) 2 0.12 0.06 2.88 3.63 0.0854 P*G 4 0.15 0.04 1.84 3.01 0.1712 Galat 16 0.34 0.02 Total 26 1.05 16 Ulangan 2 0.34 0.17 10.37 3.63 0.0013 13.65 Pupuk (P) 2 0.11 0.06 3.43 3.63 0.0575 Giberelin (G) 2 0.14 0.07 4.29 3.63 0.0322 P*G 4 0.34 0.08 5.20 3.01 0.0070 Galat 16 0.26 0.02 Total 26 1.19

Lampiran 6. Sidik Ragam Tinggi Tanaman

MSA SK DB JK KT F-Hit F-Tab Pr > F KK

2 Ulangan 2 13.56 6.78 3.96 3.63 0.0402 21.36 Pupuk (P) 2 2.19 1.09 0.64 3.63 0.5412 Giberelin (G) 2 1.22 0.61 0.36 3.63 0.7061 P*G 4 5.53 1.38 0.81 3.01 0.5390 Galat 16 27.42 1.71 Total 26 49.92

(44)

Lampiran 6. Lanjutan

MSA SK DB JK KT F-Hit F-Tab Pr > F KK

4 Ulangan 2 17.03 8.51 1.41 3.63 0.2723 19.77 Pupuk (P) 2 8.53 4.26 0.71 3.63 0.5077 Giberelin (G) 2 2.57 1.28 0.21 3.63 0.8105 P*G 4 30.56 7.64 1.27 3.01 0.3233 Galat 16 96.42 6.03 Total 26 155.1 6 Ulangan 2 22.32 11.16 0.81 3.63 0.4629 21.33 Pupuk (P) 2 14.78 7.39 0.54 3.63 0.5956 Giberelin (G) 2 0.31 0.16 0.01 3.63 0.9888 P*G 4 48.30 12.07 0.87 3.01 0.5006 Galat 16 220.87 13.80 Total 26 306.58 8 Ulangan 2 4.66 2.33 0.12 3.63 0.8864 21.26 Pupuk (P) 2 25.28 12.64 0.66 3.63 0.5306 Giberelin (G) 2 0.16 0.08 0 3.63 0.9958 P*G 4 73.33 18.33 0.96 3.01 0.4576 Galat 16 306.59 19.16 Total 26 410.01 10 Ulangan 2 2.66 1.33 0.06 3.63 0.9425 21.25 Pupuk (P) 2 25.18 12.59 0.56 3.63 0.5807 Giberelin (G) 2 0.18 0.09 0 3.63 0.9960 P*G 4 96.16 24.04 1.07 3.01 0.4018 Galat 16 358.19 22.39 Total 26 482.37 12 Ulangan 2 4.30 2.15 0.11 3.63 0.8968 18.44 Pupuk (P) 2 21.70 10.85 0.55 3.63 0.5853 Giberelin (G) 2 0.50 0.25 0.01 3.63 0.9874 P*G 4 116.77 29.19 1.49 3.01 0.2517 Galat 16 313.37 19.59 Total 26 456.63 14 Ulangan 2 7.39 3.69 0.25 3.63 0.7855 15.21 Pupuk (P) 2 12.57 6.28 0.42 3.63 0.6661 Giberelin (G) 2 0.11 0.06 0 3.63 0.9963 P*G 4 87.32 21.83 1.45 3.01 0.2639 Galat 16 241.15 15.07 Total 26 348.54 16 Ulangan 2 6.17 3.09 0.23 3.63 0.7982 13.64 Pupuk (P) 2 9.00 4.50 0.33 3.63 0.7213 Giberelin (G) 2 1.87 0.93 0.07 3.63 0.9334 P*G 4 63.52 15.88 1.18 3.01 0.3582 Galat 16 215.93 13.50 Total 26 296.48

(45)

35

Lampiran 7. Sidik Ragam Warna Daun

SK DB JK KT F-Hit F-Tab Pr > F KK Ulangan 2 128.22 64.11 1.54 3.63 0.2437 10.05 Pupuk (P) 2 44.67 22.33 0.54 3.63 0.5942 Giberelin (G) 2 196.58 98.29 2.37 3.63 0.1258 P*G 4 111.04 27.76 0.67 3.01 0.6232 Galat 16 664.42 41.53 Total 26 1.144.93 Keterangan : SK : Sumber Keragaman DB : Derajat Bebas JK : Jumlah Kuadrat KT : Kuadrat Tengah KK : Koefisien Keragaman

Lampiran 8. Perhitungan Dosis Pupuk Urea

RUMUS

a. Konsentrasi urea 25 g/l

Gambar

Gambar 1. Struktur Morfologi Tanaman Nenas  Sumber: Royal University of Bhutan, 2008.
Gambar 2. Pengelompokan daun nanas menurut Sideris dan Kraus (1963)
Gambar  3.  Pengamatan  Beberapa  Peubah  Vegetatif  Tanaman,  A.  Panjang  daun,   B
Gambar 4. Tanaman Nanas di Kebun Percobaan Pasir Kuda A. Awal penelitian  sebelum aplikasi (Maret), B
+7

Referensi

Dokumen terkait

lapangan sedemikian rupa sehingga dapat dianalisis prilaku dari tanah sehingga dapat menghasilkan sebuah perencanaan yang tepat. Untuk mengidentifikasikan Zona Tanah, semua

Di kota Padang pada bulan Agustus 2016, 6 (enam) kelompok pengeluaran memberikan andil/sumbangan inflasi antara lain; kelompok bahan makanan memberikan andil

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan (1) Untuk mengetahui penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam upaya meningkatkan hasil

Umum – Badan Pembiayaan Pembangunan Hutan (BLU-BPPH) yang baru dibentuk—yang mengelola sekurang-kurangnya US$ 2,2 miliar dari DR—sampai pertengahan 2009 belum berhasil

Sejalan dengan penelitian Syafitri, Hasanah (2014) menjelaskan bahwa dari kesepuluh keterampilan proses sains peserta didik (aspek mengajukan pertanyaan, menyusun

tuapsac* sqdyo merupald alat aplikalor p.stisida yms ssal dip€rlukd dalm dCla Fnbetuli@ dd p€ngendalia hma da penyalil.. tmbuhe. Kineia spnyd ssat dilenilltr kesesMie

Penelitian ini akan menganalisis mengenai ketidakadilan jender terhadap tokoh wanita dalam novel Perempuan Kembang Jepun dengan menggunakan tinjauan kritik sastra feminis

Hasil rasio efisiensi belanja dapat dilihat bahwa untuk tahun anggaran 2009-2012 pada Pemerintah Kota "X", Pemerintah Kabupaten "Y", dan Pemerintah