PERBANDINGAN STRATEGI DAKWAH
MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA
RANTING SAWANGAN BARU
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai
Gelar Sarjan Sosial Islam
Oleh:
JAMILAH MATHAR NIM. 104051001867
Di Bawah Bimbingan
Bpk. Dr. Arief Subhan. M. A. NIP. 150262442
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYTULLAH
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan asli hasil karya saya sendiri, yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam
(S.Sos.I) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 16 September 2008
ABSTRAK
Jamilah Mathar, Pebandingan Strategi Dakwah Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru,(Di Bawah Bimbingan Bapak Dr. Arief subhan, M.A.).
Berbeda dengan anggapan banyak orang yang menyatakan bahwa telah terbentuk ketidakakuran antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama, di Kelurahan Sawangan Baru, Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama hidup berdampingan dan cukup harmonis. Namun ini tidak berarti bahwa kedua organisasi berbeda haluan tersebut lantas berdamai dengan melalui penyeragaman paham, karena baik Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama tetap berdakwah dengan mengusung ideologi masing-masing, Muhammadiyah dengan paham modernisnya dan sebaliknya Nahdatul Ulama dengan paham tradisionalnya.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan hingga anlisis data yang merujuk pada metodologi penelitian kualitatif, untuk menemukan data-data yang menajawab rumusan masalah yang telah diputuskan, tentang perbandingan strategi dakwah antardua objek penelitian. Sehingga hasil dari penelitian ini akan berujung pada penggunaan sejumlah instrumen pembanding untuk mengetahui persamaan dan perbedaan, serta kekurangan dan kelebihan dari dua objek penelitian yang diperbandingkan tadi.
Setelah mengadakan penelitian selama kurang-lebih dua bulan, kesamaan hanya ditemukan pada strategi dakwah yang keduanya kini bergerak pada dakwah kultural. Pelaksanaan aktivitas dakwah pada segi kultural diharapkan mampu meredam segala perbedaan yang bisa memicu konflik antarkeduanya. Namun demikian selain memberi pengaruh positif, strategi dakwah kultural tersebut juga menyebabkan ketidakefektifan kinerja masing-masing organisasi di sisi yang lain.
Pada Muhammadiyah, penggunaan strategi dakwah kultural menyebabkan terbatasnya gerakan dakwah Muhammadiyah yang bercirikan “tajdid”, karena para kadernya cenderung mengikuti saja tradisi keagamaan Nahdatul Ulama yang menjadi adat setempat.
Pada Nahdatul Ulama, penggunaan strategi dakwah kultural bukan sebuah langkah baru. Sudah sejak lama dakwah organisasi ini menghasilkan pembentukan pada tradisi keagamaan masyarakat Kelurahan Sawangan Baru. Akan tetapi karena terlalu fokus pada kultural, menyebabkan Nahdatul Ulama lemah di segi struktural organisasinya. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan tanggung jawab setiap jabatan antapengurusnya.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Terucap syukur dari hati yang paling dalam kepada Allah Yang Maha Pengasih, yang senantiasa menemani dari mulai terbit fajar
sampai terbenamnya, hingga ia terbit kembali di keseterusan harinya, yang senantiasa
memberikan kekuatan fisik dan batin, terutama kemampuan akal untuk penulis
berpikir dalam rangka menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam untuk Rasulullah Muhammad SAW, yang menjadi suri
tauladan serta menitipkan banyak pengetahuannya untuk menjadi penerang dalam
perjalanan di dunia ini.
Penyelesaian skripsi ini tidak luput dari figur-figur di belakang layar yang
telah sangat membantu penulis, baik berupa motivasi, materi, waktu, dan lain
sebagainya, yang tanpa mereka skripsi ini pun tidak akan ada. Merupakan sebuah
kehormatan penulis bisa menuliskan nama-nama mereka dalam kata pengantar skripsi
ini.
1. Terima kasih untuk Aba (Bpk. Qasim Mathar) dan Ummi (Ibu Nursiah Hamid),
yang dengan melihat mereka adalah sebuah kekuatan, mendengar suara mereka
adalah sebuah motivasi, dan mengingat mereka adalah sebuah dorongan besar
untuk penulis terus berusaha dan tidak putus harapan.
2. Terima kasih kepada Bang Ais, Kak Dewi, Kak Pia, Kak Ali, Kak Upi, Bang Ikki,
Bang Topik, serta adik-adikku, Apip, dan Arkoun, yang dengan setia memberikan
dukungan meskipun kami berada di dua pulau yang berbeda. Telpon atau SMS
dari mereka sudah menjadi dukungan berharga bagi penulis. Buat Akang dan Mba
3. Tidak terlupa untuk Vivant dan Diat, si kecil yang selalu mengundang gelak tawa,
penghibur ketika penulis mulai merasa jenuh.
4. Terima kasih kepada Bpk. Dr.H.Murodi,M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Bpk. Drs. H.Mahmud Djalal,M.A, selaku PuDek II, serta Bpk.
Drs.Studi Rizal L.K. M.Ag, selaku PuDek III. Dekanat yang menurut penulis unik
dan bersahabat, sehingga penulis merasa ada suasana akrab di lantai II.
5. Terima kasih terkhusus untuk PuDek I, Bpk. Dr.Arief Subhan.M.A, yang selain
menjadi PuDek I juga merupakan Dosen Pembimbing dalam penyusunan skripsi
ini. Jika semua isi skripsi ini diibaratkan sebagai sebuah tujuan yang untuk
mencapainya penulis telah menemukan pintu masuknya, maka pintu itu tetap tidak
akan terbuka tanpa bantuan Bapak, karena Bapak yang memegang kuncinya.
Penulis juga mengucapkan maaf atas segala kesalahan yang penulis lakukan,
sengaja maupun tidak sengaja.
6. Terima kasih untuk Bpk. Wahidin Saputra,M.Ag, selaku Ketua Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam, dan Ibu Ummi Musyarofah selaku Sekretaris
Jurusan, yang kerap kali mempermudah ketika penulis menghadapi kesulitan.
7. Terima kasih untuk pihak Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama Ranting
Sawangan Baru, Bpk.Baharuddin Rahman, Bpk.H. Heri Husaeri, Bpk. Abdul
Kadir, K.H.Damanhuri, beserta para santri yang sangat membantu penulis
menemukan data.
8. Terima kasih kepada semua dosen, yang banyak memberikan ilmunya kepada
penulis. Juga segenap staf Fakultas Dakwah dan Komunikasi, di akademik, di
perpustakaan, di administrasi, dan lain-lain, yang mohon maaf tidak bisa
9. Terima kasih untuk Solah, yang kebaikan dan kesabarannya adalah penguat hati,
yang tidak pernah berhenti memberikan ketulusan dan keihlasannya dalam
mengayomi.
10.Terima kasih untuk Indri, yang tidak berhenti memotivasi dan mengganggu
penulis dengan semua keusilannya agar penulis tidak menjadi stres dalam
menyelesaikan semua tugas.
11.Terima kasih untuk Odah, Achi, serta dua tetangga baru Tina dan Eska, yang
selalu punya alasan untuk bertamu ke rumah penulis, sekaligus memberi alasan
untuk penulis juga bertamu ke kozan mereka, untuk ganti-gantian numpang
makan, numpang mandi, atau pinjam-pinjaman buku atau pakaian.
12.Terima kasih untuk teman-teman kelompok “Daon”, Rika yang jago masak. Hana
dan Kesi yang suka hilang terus muncul tiba-tiba. Alfi, yang sekarang sibuk di
luar kampus. Sela dan Ane yang dekat tapi jauh, Nyak Dede dan teman-teman di
KPI D, Delon, Irfa, Ari, Yayan, Ipul, Jaka, Ical, Acun, Jamal, Away, Herdi, Alip,
Hijrah, Dian, Susi, Ulfa, Ratna, Plontang, Yuli, Maria, Nida, Eka, Ine yang
semuanya banyak membantu penulis di masa-masa aktif perkuliahan.
13.Terima kasih Dasuki, Indra, Melli, Kak Toni, Teh Ratna, Kak Moko, Acun, Otoy,
Ikhwal, Apip, Arifin, Kak Away, Kak Lukman, Kak Ersyad, Adit, Maheso,
Luthfi, Ustadz, Hasan, Nunu, Munir, Deden, teman-teman Angkatan 2004, BEM
dan HMI, semuanya yang meramaikan kehidupan penulis di tahun-tahun yang
14.Terima kasih untuk semua pihak yang lagi-lagi, mohon maaf, tidak bisa
disebutkan kesemuanya.
Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menjadi wujud terima kasih
penulis kepada mereka, dan bisa menjadi kontribusi ilmiah bagi segenap pembaca.
Penulis sangat terbuka untuk menerima segala kritik dan saran untuk perbaikan
tulisan ini.
Ciputat, 16 September 2008
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ………... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….... ii
LEMBAR PERNYATAAN ..………. iii
ABSTRAK ………..………... iv
KATA PENGANTAR ……… v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Tinjauan Kepustakaan ... 6
F. Metodologi Penelitian ... 7
G. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Konsepsi Dakwah 1. Pengertian Dakwah ... 11
2. Unsur-Unsur Dakwah ... 14
3. Tujuan Dakwah ... 19
4. Hakikat dakwah Islam ... 21
B. Konsepsi Strategi 1. Pengertian Strategi Dakwah ... 22
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Strategi ... 25
BAB III PROFIL MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA
A. Sejarah Pendirian dan Perkembangan
1. Muhammadiyah di Indonesia ... 28
2. Nahdatul Ulama di Indonesia ... 33
B. Profil Organisasi Tingkat Ranting
1. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru ... 37
2. Nahdatul Ulama Cabang Sawangan Baru ... 41
C. Struktur Kepengurusan Ranting
1. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru ... 46
2. Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru ... 47
BAB IV ANALISA STRATEGI DAKWAH ANTARA MUHAMMADIYAH
DAN NAHDATUL ULAMA RANTING SAWANGAN BARU
A. Muhammadiyah dan NU di Kelurahan Sawangan Baru ... 48
B. Skema Perbandingan ... 53
C. Kelebihan dan Kekurangan
1. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru ... 55
2. Nahdatul Ulama Ranting Sawangan Baru ... 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 58
B. Kritik dan Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 63
LAMPIRAN-LAMPIRAN
SURAT – SURAT KEABSAHAN PENELITIAN ... 67
HASIL WAWANCARA ... 71
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama adalah dua di antara beberapa organisasi
masyarakat Islam terbesar dan tertua di Indonesia. Dua organisasi ini memiliki kiprah
yang sangat signifikan dalam sejarah pra hingga pasca kemerdekaan Indonesia.
Meskipun pada awal berdirinya kedua organisasi ini berorientasi pada pembinaan
keislaman masyarakat muslim Indonesia kala itu, namun seiring berjalannya waktu
baik Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama terus melebarkan sayapnya di dunia
politik, ekonomi, dan berbagai sisi kehidupan sosial lainnya.
Meski demikian, merambahnya cabang program kerja Muhammadiyah dan
Nahdatul Ulama ke bidang-bidang tersebut tidak menjadikan kedua organisasi ini lupa
akan arah utamanya, yaitu membina keislaman masyarakat muslim Indonesia. Karena
baik Muhammadiyah maupun Nahdatul Ulama tetap eksis melakukan aktivitas
dakwah untuk mengurusi akhlak maupun aqidah masyarakat muslim Indonesia dari
awal berdirinya hingga sekarang.
Muhammadiyah adalah organisasi Islam modern, menganut madzhab yang
sejalan dengan Al-Qur’an dan Hadist shahih. Didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di kota Yogyakarta, 18 November 1912. dengan tujuan menegakkan dan menjunjung
tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.1
1
Organisasi ini dikenal sebagai pengusung gerakan tajdid, yang merupakan sebuah gerakan yang berupaya untuk memberantas penyakit yang oleh kelompok
Muhammadiyah disebut sebagai penyakit TBC (tahayyul, bid’ah, churafat). Muhammadiyah juga disebut-sebut sebagai organisasi Islam modern, karena sejumlah
gerakan pembaharuannya berorientasi pada pembaharuan dalam budaya tradisional
keberagamaan umat muslim di Indonesia.
Nahdatul Ulama adalah organisasi Islam berhaluan Ahlu Al-Sunnah wal Jama’ah dengan berpegang teguh pada salah satu dari 4 mazhab: Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad ibn Hambali. Didirikan di Surabaya (31
Januari 1926) dalam rapat alim ulama yang diselenggarakan untuk membentuk
organisasi NU, dan untuk mengirim utusan ke Muktamar Islam di Mekah dengan
tugas memperjuangkan hukum-hukum ibadah dalam empat mazhab.2
Organisasi ini sering disandingkan dengan Muhammadiyah sebagai pihak
yang bertolakbelakang dengan paham-paham keagamaan yang diajarkan
Muhammadiyah. Nahdatul Ulama merupakan gerakan Islam tradisional.
Ajaran-ajaran keagamaan tradisional yang ingin diberantas Muhammadiyah, juga pada
umumnya merupakan budaya-budaya yang terbentuk dari ajaran-ajaran Nahdatul
Ulama.
Di awal masa berdirinya, sebagai organisasi keagamaan yang terbesar dan
berpengaruh, kedua organisasi ini juga pernah melakukan kerjasama, salah satunya
adalah menjadi sponsor pendiri MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) pada tahun
1937.
2
Hal menarik yang mewarnai perjalanan kedua organisasi ini ialah lahirnya
asumsi publik yang menyatakan bahwa telah berkembang ketidakakuran dari dua
kubu organisasi ini. Di mana Muhammadiyah cenderung dipandang sebagai
organisasi Islam yang menerima pembaharuan atau lembaga dakwah modern,
sedangkan Nahdatul Ulama sebaliknya, dipandang sebagai organisasi yang tidak
sepaham dengan pembaharuan khususnya di bidang agama, atau lembaga dakwah
tradisional.
Perbedaan perspektif antara kedua organisasi Islam ini akhirnya menyebabkan
terbaginya pula perbedaan pendapat dalam masyarakat, sehingga terbentuk kelompok
pengikut dari masing-masing pendapat ataupun pemahaman agama yang diajarkan
oleh dua organisasi Islam yang berbeda fatwa ini.
Terlepas dari semua permasalahan yang menyangkut perbedaan pendapat di
antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama, karena penelitian ini bukan penelitian
investigatif konflik antara kedua organisasi tersebut, fenomena keberhasilan dua
organisasi dakwah ini untuk tetap eksis dan digandrungi banyak masyarakat di tengah
beragam dimensi kehidupan tradisional maupun modern yang berkembang di
Indonesia-lah yang melatarbelakangi diajukannya judul ini untuk diteliti.
Selain itu lokasi yang dipilih pun sengaja di Kelurahan Sawangan
Baru-Depok, karena di daerah ini terdapat sekretariat ranting dan sejumlah yayasan milik
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama yang jaraknya tidak begitu berjauhan. Kedua
ranting ini, selain bergerak pada pembinaan anak didik yayasannya masing-masing,
tentu juga memiliki andil pada pembentukan pemahaman keislaman masyarakat di
Dengan jarak yang berdekatan, (kurang dari 1 kilometer antara letak basis
Muhammadiyah dengan Nahdatul Ulama di Kelurahan Sawangan Baru ini), dengan
masyarakat sebagai objek dakwah yang sama, maka kedua organisasi ini tentu
memiliki strategi-strategi tersendiri agar ajaran-ajarannya lebih mudah dipahami serta
diterima oleh masyarakat setempat.
Jadi, sebagai organisasi besar yang memiliki masing-masing pengikut dengan
jumlah yang tidak sedikit, tentunya Muhammadiyah dengan mengusung
pembaharuannya maupun Nahdatul Ulama yang teguh pada paham tradisionalnya,
memiliki strategi-strategi dakwah tersendiri yang bisa membuat masyarakat mengikuti
pemahamannya hingga ikut teguh mempertahankan pemahaman yang mereka akui
lebih benar dibanding yang lain tersebut.
Selain itu, berada di lokasi yang saling berdekatan memungkinkan pula
terciptanya strategi-strategi penjagaan agar pesan dakwah yang telah disampaikan
masing-masing organisasi, mampu bertahan dalam akal dan pikiran masyarakat
sekitar.
Bukan persoalan siapa yang benar dan siapa yang keliru, akan tetapi realita
yang terjadi antara kedua organisasi ini merupakan hal yang sangat menarik.
Meskipun Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama menyebarkan dakwah melalui
strategi masing-masing yang saling berlainan satu sama lain, namun hal tersebut tidak
mempengaruhi fakta banyaknya minat masyarakat untuk menjadi jamaah
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penelitian ini difokuskan kepada perbandingan terhadap strategi dakwah yang
digunakan oleh Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama yang berada pada tingkatan
ranting di Kelurahan Sawangan Baru, Depok. Pembatasan ini dilakukan guna
menghindari perluasan pembahasan yang tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah
yang akan diteliti.
Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka perlu dibuat suatu
rumusan permasalahan yang akan diangkat dari objek penelitian. Adapun rumusan
tersebut ialah sebagai berikut:
1. Bagaimana perbedaan strategi dakwah antara Muhammadiyah dan Nahdatul
Ulama kepada masyarakat Sawangan Baru-Depok?
2. Apakah terdapat persamaan dari strategi dakwah yang dilakukan oleh
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama kepada masyarakat Sawangan Baru-Depok
serta bagaimana kekurangan dan kelebihan masing-masingdari strategi dakwah
antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan data
maupun informasi yang memberikan jawaban atas permasalahan yang dirumuskan di
atas, yaitu tentang perbedaan maupun persamaan strategi yang dilakukan
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengolah informasi seputar judul
penelitian yang telah dikumpulkan untuk dijadikan data-data dalam penulisan laporan
penelitian, sehingga laporan penelitian ini nantinya dapat menjadi suatu laporan yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
D. Manfaat Penelitian
Secara praktis, kegunaan penelitian ini adalah mendapatkan dan memberikan
gambaran tentang pendekatan psikologis dan efeknya pada proses komunikasi yang
bisa dijadikan satu perbandingan atau upaya pemahaman kembali terhadap strategi
pendekatan tersebut.
Secara teoritis, pertama, penelitian ini diupayakan dapat memberikan hasil
penelitian berupa karya ilmiah yang penulis harapkan mampu menambah referensi
pustaka untuk mata kuliah yang menyangkut ilmu dakwah maupun strategi.
Kedua, penulis berharap hasil penelitian ini bisa menjadi sumber data
penelitian-penelitian baru yang akan dilakukan di masa mendatang, dan semoga hasil
skiripsi ini bisa menjadi salah satu acuan yang memberikan kontribusi ilmiah bagi
kegiatan-kegiatan akademis lainnya.
E. Tinjauan Kepustakaan
Lutfi Rahman, seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam menyatakan dalam
tahun 2006, bahwa perbedaan mencolok dari konsep dakwah antara kedua lembaga
tersebut terletak pada sumber dan materi dakwah yang akan disampaikan.
Meskipun keduanya sama-sama berpegang teguh pada landasan Al Qur’an dan
Al Hadits, namun pada kelompok Nahdatul Ulama ada konsep dalam dakwahnya
yang juga harus menambahkan ajaran-ajaran mengenai ahlusunnah wal jama’ah, yang dalam Muhammadiyah tidak diberlakukan sebagai sumber ataupun materi
dakwah yang determinan.
Sementara konsep dakwah Muhammadiyah tersebut dipertegas oleh Nur
Hidayat, mahasiswa universitas yang sama pada jurusan Bimbingan Penyuluhan
Islam, dalam skripsinya yang berjudul, ”Dakwah dan Politik Muhammadiyah” menyatakan bahwa, orientasi kemunculan intervensi dakwah Muhammadiyah adalah
upaya untuk mengembalikan ajaran Islam kepada keaslian dan kemurniannya, yakni
berpegang pada dua landasan agama Al Qur’an dan Al Hadits tadi.
F. Metode Penelitian
Penelitian dengan judul ’Perbandingan Strategi Dakwah Antara Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama Ranting Kelurahan Sawangan Baru-Depok’ ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yakni prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati.3
3
Sengaja penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, karena pada
intinya penelitian ini bertujuan meneliti kualitas dari strategi masing-masing
organisasi dalam melakukan dakwah. Dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah hasil penelitian yang
deskriptif mengenai fokus permasalahan yang dikaji, serta tersusun berdasarkan data
dan perilaku-perilaku yang diamati.
1. Objek dan Sumber Data
a. Objek penelitian ini adalah dari lembaga dakwah Muhammadiyah dan Nahdatul
Ulama Ranting Sawangan Baru.
b. Sumber data penelitian ini adalah data-data tertulis maupun lisan serta
pengamatan pada perilaku objek penelitian yang memiliki sangkut paut yang
signifikan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Data-data awal akam dikumpulkan dari sejumlah sumber referensi tertulis,
baik berupa buku, artikel, maupun sumber tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang
memiliki sangkut-paut dengan judul penelitian yang akan diteliti.
Selain itu data-data ini nantinya juga tentu akan diperoleh ketika turun ke
lapangan penelitian, di mana data-data tersebut ditemukan berdasarkan hasil-hasil
pengamatan dan wawancara.
Data-data yang telah berhasil dikumpulkan tersebut pada akhirnya akan
melalui proses analisis untuk kemuian digabungkan hingga menjadi suatu tulisan
- Sumber referensi : data-data ilmiah tertulis. Data-data ini terkumpul dari
sejumlah tulisan yang berupa buku, maupun artikel dari majalah dan internet.
- Wawancara : pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara
langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada responden dan
jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder).4 Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah salah satu pengurus dari
kedua organisasi, yaitu: (1) Bapak Baharuddin Rahman, Sekretaris
Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru. (2) Bapak H. Heri Husaeri, Ketua
Dewan Syuriah Nahadatul Ulama Ranting Sawangan Baru, yang memang
merupakan pihak yang berkompeten untuk menjawab semua pertanyaan yang
penulis ajukan.
- Observasi : pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang berarti
tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan.5 Observasi ini dilakukan selama kurang-lebih dua bulan, terhitung mulai dari akhir Bulan Juli sampai awal
Bulan September 2008.
4
Irawan Soehartono, Metodologi Penenlitian Sosial, Suatu Teknik Penelitian BIdang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakaraya, 2004), h. 68.
5
3. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat
ditafsirkan. Menyusun data berarti menggolongkan ke dalam kategori. Tafsiran
atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan kategori,
dan mencari hubungan antara berbagai konsep.6
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan merangkum dan memilih
hal-hal yang pokok, serta difokuskan pada hal-hal yang penting dan berkaitan
dengan masalah yang diteliti.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam lima bab yang masing-masing bab terdiri dari
sub bab. Lima bab tersebut disusun secara berurutan guna menjelaskan isi skripsi
dengan lebih jelas, sistematis dan mendetail. Berikut gambaran mengenai
penyusunan bab dalam skripsi ini:
Bab satu, Pendahuluan: bab ini membahas tentang latar belakang
pemilihan judul skripsi, pembatasan dan perumusan masalah yang akan diteliti,
manfaat dan tujuan penelitian, serta metodologi penelitian.
Bab dua, Tinjauan Teoritis: dalam bab ini dibahas teori-teori yang
berkenaan dengan judul skripsi yang dipilih.
Bab tiga, Profil: pada bab ini diberikan gambaran mengenai profil
Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama, termasuk gambara umum beragam aktivitas
dan perkembangannya.
6
Bab empat, Analisis Data: semua data yang diperoleh dari berbagai
sumber dianalisis dan dituangkan dalam bentuk tulisan pada bab ini.
Bab lima, Penutup: penutup meliputi penarikan kesimpulan dan
saran-saran.
Di luar lima bab di atas, skripsi ini dilengkapi dengan lampiran-lampiran
data yang diperoleh selama masa penelitian, yang diletakkan di bagian akhir
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Konsepsi Dakwah 1. Pengertian Dakwah
a. Tinjauan Etimologi (Lughat, Bahasa)
Kata ”dakwah” berasal dari Bahasa Arab, yatiu dari fi’il madhi:
( ) yang berati menyeru, memanggil, mengajak,
menjamu.
Banyak sekali kata-kata Bahasa Arab yang erat kaitannya dengan kata
dakwah ini, seperti:
: mengajak kepada
: mendoakan kejahatan
: mendoakan kebaikan
: mendakwakan (perkara)
: yang mendoa, yang menyeru, yang memanggil.7
1. Dakwah yang artinya undangan
Artinya: ”Datangilah undangan apabila engkau diundang”.
(HR. Muslim)
7
2. Dakwah yang artinya menyeru
Artinya: ”Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga) dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)”.
(Q.S. Yunus: 25)
3. Dakwah yang artinya mengajak
Artinya: ”Yusuf berkata; Wahai tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku”.
(QS. Yusuf: 33)
b. Tinjauan Terminologi (Istilah)
Banyak ahli atau pakar yang berusaha mendefinisikan dakwah
dan mereka bervariasi dalam mengungkapkannya. Di antara para ahli
tersebut adalah:
a. HMS. Nasarudin Latif
Dakwah artinya setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan
yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk
beriman dan menaati Allah SWT sesuai dengan garis-garis aqidah dan
b. Syeikh Ali Mahfudz
Dakwah adalah mengajak (mendorong) manusia untuk mengikuti
kebenaran dan petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan
melarang mereka dari perbuatan munkar agar mereka mendapat
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
c. Prof. H..M. Thoha Yahya Omar
Dakwah ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan
yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.8
2. Unsur-Unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dalam
setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku dakwah), mad’u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqah (metode), dan atsar (efek dakwah).
a. Da’i (pelaku dakwah)
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan,
maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, atau lewat
oraganisasi/lembaga.
Secara umum kata da’i ini sering disebut dengan sebuatn mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam), namun sebenarnya sebutan ini
konotasinya sangat sempit, karena masyarakat cenderung mengartikannya
8
sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan, seperti
penceramah agama, khatib (orang yang berkhotbah), dan sebagainya.
Siapa saja yang menyatakan sebagai pengikut Nabi Muhammad
hendaknya menjadi seorang da’i, dan harus dijalankan sesuai dengan hujjah yang nyata dan kokoh.
Dengan demikian, wajib baginya untuk mengetahui kandungan
dakwah baik dari segi akidah, syariah, maupun dari akhlak. Berkaitan dengan
hal-hal yang memerlukan ilmu dan keterampilan khusus maka kewajiban
berdakwah dibebankan kepada orang-orang tertentu.
Nasaruddin Latief mendefinisikan bahwa da’i adalah muslim dan
muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok bagi tugas
ulama. Ahli dakwah adalah wa’ad, mubaligh mustama’in (juru penerang) yang menyeru, mengajak, memberi pengajaran, dan pelajaran agama Islam.9
b. Mad’u (Penerima Dakwah)
Mad’u yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik
manusia yang beragama Islam maupun tidak: atau dengan kata lain, manusia
secara keseluruhan.
Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk
mengajak mereka untuk mengikuti agama Islam, sedangkan kepada
orang-orang yang telah beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas
iman, Islam dan Ihsan.
9
Secara umum Al-Qur’an menjelaskan ada tiga tipe mad’u, yaitu:
mukmin, kafir dan munafik. Dari ketiga klasifikasi besar ini, mad’u kemudian
dikelompokkan lagi dalam berbagai macam peneglompokan. Misalnya, orang
mu’min dibagi mejadi tiga, yaitu: dzalim linafsih, muqtashid, dan sabiqun bilkhairat. Kafir bisa dibagi menjadi kafir zimmi dan kafir harbi. Mad’u atau mitra dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia.
Oleh karena itu, menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan
manusia itu sendiri dari aspek profesi, ekonomi, dan seterusnya.
Muhammad Abduh membagi mad’u menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dapat berpkir secara
kritis, dan cepat dapat menangkap persoalan.
2. Golongan awam, yaitu orang kebanyakan yang belum dapat berpikir
secara kritis dan mendalam, serta belum dapat menangkap
pengertian-pengertian yang tinggi.
3. Golongan yang berbeda dengam kedua golongan tersebut, mereka senang
membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja. 10
c. Maddah (Materi) Dakwah
Pada dasarnya, materi dakwah tidak lan adalah Al Qur’an dan Al
Hadits sebagai sumber utama yang meliputi: aqidah, syariah, dan akhlak
dengan berbagai macam cabang ilmu yang diperoleh darinya.11
Materi dakwah tergantung pada tujuan dakwah yang hendak
dicapai,namun secara umum bahwa materi dakwah adalah mencakup ajaran
10
Ibid, h.22-23. 11
Islam yang terkandung dalam al-Qur’an dan Hadits sbagai sumber ajaran
Islam.
Karena sangat luasnya ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan
Hadits, maka da’i harus cermat dan mampu dalam memilih materi yang akan
disampaikan kepada mad’udengan mempertimbangkan situasi dan kondisi
masyarakat.12
d. Wasilah (Media) Dakwah
Wasilah (media) dakwah adalah alat yang digunakan untuk
menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad’u. Untuk
menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan
berbagai wasilah. Hamzah Ya’qub membagi wasilah dakwah menjadi lima
macam, yaitu:
1. Lisan, adalah media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan
lidah atau suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato,
ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan dan sebagainya.
2. Tulisan, adalah media dakwah melalui tukisan, buku, majalah, surat kabar,
surat-menyurat (korespondensi), dan sebagainya.
3. Lukisan, adalah media dakwah melalui gambar, karikatur, dan sebagainya.
4. Audiovisual, adalah media dakwah yang dapat merangsang indera
pendengaran, penglihatan atau kedua-duanya, sperti televisi, film slide, OHP, internet, dan sebagainya.
12
5. Akhlak, adalah media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang
mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan
didengarkan oleh mad’u.
d. Thariqah (Metode) Dakwah
Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang memiliki pengertian
”suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk
mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia”.
Sedangkan dalam metodologi pengajaran ajaran Islam disebutkan bahwa
metode adalah”suatu cara yang sistematis yang umum teritama dalam mencari
kebenaran ilmiah”.
Ketika membahas tentang metode dakwah, maka pada umumnya
merujuk pada surat An-Nahl:125:
Artinya: ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu:
1. Bil hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan siatuasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka,
sehingga di dalam melanjutkan ajaran-ajaran agama Islam selanjutnya,
2. Mau’izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih sayang,
sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh
hati mereka.
3. Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan tidak
memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada komunitas yang
menjadi sasaran dakwah.13
3. Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah merupakan salah satu faktor yang sangat penting.
Dengan tujuan itulah dapat dirumuskan suatu landasan tindakan dalam
pelaksanaan aktivitas dakwah.14
Tujuan dilaksanakannya dakwah adalah mengajak manusia ke jalan
Tuhan, jalan yang benar, yaitu Islam. Di samping itu, dakwah juga bertujuan
untuk mempengaruhi cara berpikir manusia, cara merasa, cara bersikap dan
bertindak, agar manusia bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.15 Tujuan dakwah secara umum adalah megubah perilaku sasaran dakwah
agar mau menerima ajaran Islam dan mengamalkannya dalam dataran
kenyataan kehidupan sehari-hari baik yang bersangkutan dengan masalah
pribadi, keluarga, maupun sosial kemasyarakatannya, agar terdapat kehidupan
yang penuh dengan keberkahan samawi dan keberkahan ardhi (al-A’raf:96). .
13
Munir. M, Ilahi. Wahyu, (Manajemen Dakwah), op.cit, hlm. 32-34. 14
H. Hasanuddin, Hukum Dakwah (Tinjauan Aspek Dalam Berdakwah Di Indonesia), (Jakarta: PT. Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 33.
15
4. Hakikat Dakwah Islam
Ismail R. al-Faruqi dan istrinya Lois Lamnya membagi hakikat dakwah
Islam pada tiga term: kebebasan, rasionalitas dan universalisme. Ketiganya
saling berkaitan dan melengkapi.
Kebahagiaan, ketenangan itulah cita-cita setiap orang. Manusia
berusaha untuk menggapainya. Kadang mereka harus berebut kursi, bahkan
banyak menghalalkan yang nyata haram. Mereka mengira ketika mencapai
tujuan, itulah kebahagiaan. Mungkin benar itu bahagia, tapi sesaat.
”Bahagianya manusia adalah ketika ia menggapai apa yang diinginkannya”.
Di sinilah manusia harus memiliki gapaian yang positif, di mana agama
memberi bimbingan spritual yang transendental.
Kebebasan sangat dijamin dalam agama Islam, termasuk kebebasan
meyakini agama. Objek dakwah harus merasa bebas sama sekali dari
ancaman, harus benar-benar yakin kebenaran ini hasil penilaiannya sendiri.
Jelas ”dakwah” tidak bersifat memaksa. Dakwah adalah ajakan yang
tujuannya dapat dicapai hanya dengan persetujuan tanpa paksaan dari subjek
dakwah.
Dakwah Islam merupakan ajakan untuk berpikr, berdebat, berargumen,
dan untuk menilai suatu kasus yang muncul. Dakwah Islam tidak dapat
disikapi dengan keacuhan kecuali oleh orang bodoh atau berhati dengki. Hak
berpikir merupakan sifat dan milik semua manusia. Tak ada orang yang dapat
Adapun yang dimaksud dengan dakwah yang komprehensif (takamul)
adalah dakwah yang tidak membatasi diri hanya pada satu aspek/bidang saja
sembari mengesampingkan aspek/bidang lainnya. Sebab, di antara kekhususan
metode Islami adalah bahwa di dalamnya ada sistem ibadah, sistem ekonomi,
sistem sosial, sistem politik dan sistem militer.
Sebaliknya, ada juga kalangan yang beranggapan bahwa parsialitas
dalam dakwah Islam berarti membatasi dakwah pada aspek-aspek yang
memang harus dilaksanakan-tidak boleh melampauinya dan meyakini hal itu
saja sembari menolak selainnya. Gagasan parsialitas dakwah ini telah
menyebabkan berbilangnya dan tumpah tindihnya dakwah, serta memecah
belah kekuatan yang ada.16
Di antara aktivitas dakwah Islam, ada juga yang melontarkan
keharusan adanya ide mengenai komprehensivitas dan keseimbangan dalam
aktivitas dakwah di masa sekarang ini. Sebaliknya, ada juga pihak yang
melontarkan gagasan dakwah yang bersifat parsial dan terkesan ”ekstrem”.
B. Konsepsi Strategi
1. Pengertian Strategi Dakwah
Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan yaitu sebagai
suatu siasat untuk mengalahkan musuh. Pengunaannya diwali atau bersumber
dari dan populer di lingkungan militer.
16
Di lingkungan tersebut penggunaan kata strategi lebih dominan dalam
situasi peperangan, sebagai tugas seorang komandan dalam menghadapi
musuh, dan bertanggung jawab mengatur cara atau taktik untuk memenangkan
peperangan.17
Namun pada akhirnya strategi berkembang untuk semua kegiatan
organisasi, termasuk keperluan ekonomi, sosial, budaya, dan agama.
Kata strategi selalu diartikan atau disejajarkan dengan kata cara.
Strategi kemudian berarti cara untuk menyelesaikan sesuatu. Dalam konteks
ini padanan kata cara untuk strategi tidaklah melulu salah karena memang strategi adalah cara.
Hal yang membedakan antara strategi dan cara dalam arti harfiah
adalah bahwa strategi mempunyai arti yang luas dan kompleks. Kata cara
dapat dipergunakan dalam banyak kondisi tetapi strategi adalah cara untuk
menyelesaikan sesuatu secara jangka panjang.
Ini kemudian berarti bahwa strategi adalah kegiatan yang dilakukan
organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ada atau aksi dalam organisasi
untuk mencapai performance terbaiknya.18
Strategi ini dalam segala hal digunakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Tujuan tidak akan mudah dicapai tanpa strategi, karena pada
dasarnya segala tindakan atau perbuatan itu tidak terlepas dari strategi.
Adapun tentang taktik, sebenarnya merupakan cara yang digunakan, dan
merupakan bagian dari strategi.
17
Hadari, Nawawi, Manajemen Strategi Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Perss, 2003), h. 147.
18
Berikut beberapa pengertian strategi lainnya dari sejumlah literatur:
1. Onong Uchyana Efendi mengatakan ”Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya memberikan atah saja, melainkan juga harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya”.19
2. Fuad Amsyari mengatakan bahwa ”Dalam pengertian dasarnya, strategi adalah metode atau taktik untuk memenangkan suatu persaingan. Persaingan itu berbentuk suatu pertempuran fisik untuk merebut suatu wilayah dengan memakai senjata dan tenaga manusia. Sedangkan dalam bidang non militer strategi dan taktik adalah suatu cara untuk memenangkan suatu persaingan antara kelompok yang berbeda orientasi hidupnya”.20
3. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa istilah strategi
adalah ”suatu ilmu untuk menggunakan sumber daya-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan tertentu”.21
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari
strategi dakwah adalah strategi yang dilakukan dalam dakwah, yang artinya
sebagai metode, siasat, taktik yang digunakan dalam proses kegiatan
dakwah.22
19
Onong Uchyana Efendi, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), h. 32.
20
Fuad Amsyari, Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia, (Bandung: Mizan, 1990), h. 40. 21
Tim Penyusun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: LPFE UI, 19970, h. 199.
22
Strategi dalam berdakwah harus memperhatikan beberapa asas
dakwah, yaitu:
1. Asas fisiologis, yaitu asas yang membicarakan masalah yang erat hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses aktifitas dakwah Islam.
2. Asas keahlian dan kemampuan da,i.
3. Asas sosiologis, yaitu asas yang membahas masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi lingkuangn yang menjadi tempat sasaran dakwah.
4. Asas psikologis, yaitu asas yang mengharuskan adanya keseimbangan antara biaya, waktu, dan tenaga yang harus dikeluarkan dengan pencapaian hasil dakwah yang akan dicapai.23
Strategi yang disusun, dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan dengan
baik dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis. Menurut Drs. H. Hisyam Alie, untuk mencapai strategi yang strategis harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1. Strategi (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki yang biasanya menyangkut manusianya, dananya, beberapa piranti yang dimiliki.
2. Weakness (kelemahan), yakni memperhitungkan kelemahan-kelemahan yang dimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek sebagaimana dimiliki sebagai kekuatan, misalnya kualitas manusianya dan sebagainya.
3. Opportunity (peluang), yakni seberapa besar peluang yang mungkin tersedia di luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat diterobos.
4. Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya ancaman dari luar.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Strategi
Dalam menentukan suatu strategi, seseorang ataupun sekelompok
orang akan dihadapkan oleh sejumlah faktor yang akan sangat mempengaruhi
diambilnya keputusan terhadap suatu strategi tersebut.
23
Faktor-faktor ini dapat bersumber dari dalam maupun dari luar diri
sang pengambil keputusan strategi apa yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan semula. Oleh karena itu sangat penting pula untuk
diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi diambilnya suatu strategi,
termasuk dalam penetapan strategi dakwah sebuah organisasi.
Berikut faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang ataupun
sekelompok orang dalam memutuskan suatu strategi:
1. Lingkungan: Lingkungan tidak pernah berada pada suatu kondisi yang tetap dan tidak berubah. Perubahan yang terjadi pada lingkungan berpengaruh sangat kuat dan luas kepada segala sendi kehidupan manusia. Sebagai individu dan masyarakat, tidak hanya pada cara berpikir tetapi juga tingkah laku, kebiasaan, kebutuhan, dan pandangan hidup.
2. Lingkungan organisasi yang mencakup segala sumber daya dan kebijakan organisasi yang ada.
3. Kepemimpinan: Seorang pemimpin adalah orang tertinggi dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu setiap pemimpin dalam menilai perkembangan yang ada dalam lingkungan, baik eksternal maupun internal yang berbeda.24
Dari pemaparan di atas terlihat jelas bahwa faktor yang mendominasi
untuk mempengaruhi ditetapkannya suatu organisasi ialah faktor yang berasal
dari lingkungan, baik lingkungan di luar organisasi maupun lingkungan di
dalam organisasi itu sendiri.
Karena strategi adalah suatu alat untuk mencapai suatu tujuan, maka
strategi juga memiliki beberapa sifat:
1. Menyatu (unified), yaitu menyatuka seluruh bagian dalam organisasi. 2. Menyeluruh (conprehensive), yaitu mencakup seluruh aspek dalam
organisasi.
24
3. Integral (integrated), yaitu strategi harus dapat cocok/sesuai dengan seluruh tingkatan dalam organisasi.25
3. Strategi Dakwah Rasul Allah
Banyak sekali manfaat serta pelajaran yang dapat kita ambil dengan
menelusuri jejak dakwah Rasulullah SAW, pada saat mulai menyebarkan
agama Islam di luar lingkungan keluarganya hingga mencapai batas-batas
kesukuan maupun teritorial. Kita dapat memperhatikan bahwa keberhasilan
dakwah Rasasulullah disebakan strategi yang strategis.
Dengan menganalisis strategi yang strategis sebagaimana telah
dikemukakan oleh Drs. H. Hisyam Alie di atas, yaitu memperhitungkan
kondisi intern dan ekstern, strategi dakwah diawali dengan menggalang
kekuatan di kalang keluarga terdekat dan tokoh kunci yang sangat
berpengaruh di masyarakat.
Tahap awal yang dilakukan oleh Rasul menghasilkan kekuatan yang
sangat tangguh, seperti adanya bantuan dan dorongan dana yang besar dari
istrinya (Khadijah), dan memperoleh motivasi dari Abu Bakar Siddiq, seorang
tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh serta disegani.
Kita benar-benar yakin bahwa keberhasilan Rasul itu tidak terlepas
dari bimbingan dan petunjuk Allah. Ketika menerima wahyu pertama, beliau
tidak langsung mengislamkan seluruh warga Quraisy, tetapi memulainya
dengan sabar dari keluarga terdekatnya, meskipun Beliau kerap menerima
berbagai hasutan, hinaan, siksaan, bahkan usaha-usaha pembunuhan dan
25
penjegalan. Semua itu merupakan pelajaran yang sangat berharga yang
diberikan oleh Rasulullah SAW, tentang perlunya penggunaan strategi.
Dengan menyimak hal-hal di atas, maka strategi dakwah memerlukan
beberapa faktor yang harus benar-benar diperhatikan dan dipertimbangkan, di
antaranya adalah:
1. Umat Islam harus mengembangkan pola pikir dan wawasan keilmuan.
2. Pola pikir dan wawasan yang luas tersebut akan mempengaruhi umat Islam
dalam hal kepribadian, sehingga tidak mudah larut terbawa watak
tradisional emosional dan sikap-sikap negatif lainnya, termasuk tidak
menghargai pendapat orang lain-lain. Dari situlah terwujud persaudaraan
Islam (ukhuwah Islamiah) akan terwujud.
3. Memiliki khazanah ilmu termasuk iptek, sehingga dalam melaksanakan
dakwah mampu membawakan materi-materi yang sesuai dengan tuntutan
masyarakat.26
26
BAB III
PROFIL MUHAMMADIYAH DAN NAHDATUL ULAMA
A. Sejarah Pendirian dan Perkembangan 1. Muhammadiyah di Indonesia
Indonesia di akhir abad ke-19 adalah sebuah negeri yang muram.
Setelah runtuhnya kekuasaan-kekuasaan monarkis di nusantara, negeri ini
terkoyak oleh kolonialisme, sebuah pengalaman kolektif sebagai bangsa yang
menimbulkan trauma dan cedera historis.
Pengalaman pahit sebagai bangsa di bawah penindasan kolonialisme itu
dialami sebagian besar rakyat yang tenggelam dalam kemiskinan (struktural
maupun kultural), kebodohan dan keterbelakangan.27
Di tengah kemuraman mayoritas pendududk pribumi yang tidak
berdaya dalam kapitalisme kolonial itu, ada juga sekelompok kecil masyarakat
pribumi yang muncul sebagai pengusaha industri dan pedagang yang kuat
seperti pengusaha undustri batik, rokok, kerajinan, pedagang perantara, dan
pedagang keliling di daerah-daerah seperti Pekalongan, Yogyakarta, Surakarta,
Kudus, Pariaman, Palembanga dan Banjarmasin.
Kelompok ini merupakan kelas menengah pribumi dan juga merupakan
sebagian kecil dari wiraswastawan pribumi yang mampu bersaing pada tingkat
lokal dengan para pengusaha dan pedagang asing seperti eropa, Cina, arab dan
India yang mendominasi sektor ekonomi pada masa itu.
27
Satu di antara kelas menengah pribumi saat itu ialah Kiai Haji Ahmad
Dahlan. Ia barangkali hanyalah merupakan sebuah noktah kecil dalam kancah
sejarah Indonesia, jika ia hanya menjalani hidup sebagai seorang pedagang
batik dan khatib amin di Masjid Agung Kesultanan Ngayogyakarta.
Namun ternyata ia tidak hanya hadir sebagai noktah kecil sejarah,
melainkan ia hadir dengan gagasan besar yang mencerahkan di tengah
kemuraman nasib bangsa di bawah penindasan kolonialisme di tengah
kosmopolitanisme pergaulannya melalui perdagangan, ibadah haji, studi di
Makkah, dan bacaan-bacaannya, ia berpikir besar tentang perubahan sosial
demi kemajuan umat Islam yang sedang mengalami keterbelakangan,
kebodohan, dan kemiskinan secara sistematis.
Pikiran besarnya itulah yang kemudian mendoronganya untuk
melahirkan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 yang mencoba
melakukan pencerahan di tengah kemuraman nasib bangsa ini, sekaligus juga
untuk mengembalikan sejarah umat Islam pada kejayaannya.28
K.H. Ahmad Dahlan mendirikan persarikatan Muhammadiyah secara
bertahap dan berencana. Mula-mula K.H. Ahmad Dahlan selalu menganjurkan
agar pengajaran agama meninggalkan cara lama dan memulai cara baru dan
para kiai giat mendatangi murid dan tidak hanya menunggu datangnya santri di
pesantren atau suraunya.
28
K.H. Ahmad Dahlan memberi contoh dengan langsung mengajar dasar
agama Islam di berbagai sekolah negeri, seperti Sekolah Guru (Kweekschool) di Jetis Yogyakarta, dan sekolah Pamong Praja atau Osvia (Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren).
K.H. Ahmad Dahlan tidak langsung mendirikan persyarikatan
Muhammadiyah. Mula-mula beliau mendirikan lembaga pendidikan. Pada
tahun 1911 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah agama yang khas dengan
nama ’Sekolah Muhammadiyah’, sekolah Muhammadiyah ini memang tidak sama dengan pendidikan agama yang dikenal selama ini.
Dahulu pendidikan agama selalu diadakan di surau atau pesantren. Para
santri duduk di lantai, mereka belajar mengaji dengan meletakkan kitab suci
Al- Qur’an di atas sarekal. Sedangkan dalam sekolah Muhammadiyah, para murid belajar di gedung, duduk di bangku, terdapat papan tulis dan meja guru.
Dahulu para santri hanya belajar agama dan berbagai cabangnya.
Namun, di sekolah Muhammadiyah, di samping pelajaran agama, murid juga
belajar Huruf Latin, berhitung, ilmu bumi, ilmu tubuh manusia, sejarah dan
lain-lain. Pendek kata sekolah Muhammadiyah itu menyerupai sekolah umum
yang didirikan pemerintah. Pada mulanya jumlah muridnya belum banyak.
Tetapi, makin lama jumlah siswanya makin meningkat.29
29
Perserikatan Muhammadiyah terus berkembang. Sejak tahun 1921
cabang Muhammadiyah tidak hanya di pulau Jawa, tetapi juga tumbuh di
pulau-pulau lain, seperti Sumatera dan Sulawesi. Muhammadiyah juga
mendapat dukungan keuangan dari para pengusaha Kota Gede, Lawijan
(Surakarta), Kudus, Pekalongan, dan pengusaha kota lain.30
Sebagai gerakan yang berlandaskan agama, maka ide pembaharuan
Muhammadiyah ditekankan pada usaha untuk memurnikan Islam dari pengaruh
tradisi dan kepercayaan lokal yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Dalam kaitan ini usaha-usaha pembaharuan yang dilakukan
Muhammadiyah banyak terkait dengan masalah-masalah praktis ubudiyah dan
muamalah. Namun demikian, sebagaimana gerakan pembaharuan Islam yang
lain, Muhammadiyah konsisten dengan semboyan ”kembali pada ajaran yang
murni, yakni Qur’an dan Sunnah”. 31
Posisi modernis Muhammadiyah terletak pada inovasinya untuk tidak
terikat dengan suatu rezim madzhab tertentu. Juga, Muhammadiyah tidak
terpaku pada pendapat ulama tertentu, baik dalam merumuslan ketentuan
agama maupun dalam menafsirkan Al Qur’an.
Sebagai gambaran kumulatif tentang pembaharuan khususnya dalam
bidang keagamaan yang telah dilakukan Muhammadiyah sebagai aktivitas
dakwahnya dapat dilihat sebagai berikut:
1. Penentuan arah kiblat yang tepat dalam shalat, sebaga koreksi dari
kebiasaan sebelumnya yang menghadap tepat ke arah barat.
30
Ibid, h. 53 31
2. Penggunaan perhitungan astronomi dalam menentukan permulaan dan
akhir bulan puasa (hisab), sebagai kebalikan dari pengamatan perjalanan
bulan oleh petugas agama.
3. Menyelenggarakan shalat bersama di lapangan terbuka pada hari raya
Islam, Idul Fitri dan Idul Adha, sebagai ganti drai shalat serupa dalam
jumlah jamaah yang lebih kecil yang diselenggarakan di masjid.
4. Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan qurban pada dua hari raya
(Idul Fitri dan Idul Adha) oleh panita khusus (’amil) untuk didistribusikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Hal ini mendekonstruksi hak
istimewanpara pejabat agama (kiai, penghulu, naib, modin, kaum, dan
lain-lain) yang sebelumnya merupakan pihak yang paling berhak
menerima zakat atau qurban tanpa kontrol.
5. Penyampaian khutbah dalam bahasa lokal (Jawa atau Melayu) sebagai
perubahan dari kebiasaan sebelumnya yang dalam Bahasa Arab.
6. Penyederhanaan upacara dan ibadah dalam upacara kelahiran, khitanan,
perkawinan, dan pemakaman, dengan menghilangkan hal-hal yang bersifat
politeistis.
7. Penyederhanaan makam (kuburan) yang semula dihiasi secara berlebihan.
8. Meghilangkan kebiasaan berziarah ke makam orang-orang suci (wali).
9. Membersihkan anggapan adanya berkah yang bersifat gaib yang dimiliki
oleh para kiai/ulama tertentu, serta mendekonstruksi pengaruh ekstrem
10.Penggunaan kerudung untuk wanita, dan pemisahan laki-laki dengan
wanita dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan. 32
2. Nahdatul Ulama di Indonesia
Arti penting lahirnya organisasi Nahdatul Ulama ini tidak lepas dari
konteks saat itu, yaitu untuk menjaga eksistensi ”jama’ah tradisional” ketika
harus berhadapan dengan gerakan pembaharuan yang ketika itu telah
terlambangkan, antara lain, dalam Muhammadiyah.
Nahdatul Ulama adalah organisasi keagamaan, keislaman dan
kemasyarakatan (Jamiyyah diniya, Islamiyyah dan ijtima’iyyah) yang didirikan pada 16 Rajab 1344 H, bertepatan dengan tanggal 26 Januari 1926 M.
Organisasi ini dirintis oleh para kiai yang berpaham Ahlussunnah wal al-Jama’ah, sebagai wadah usaha mempersatukan diri dan menyatukan langkah dalam tugas memelihara, melestarikan, memperjuangkan dan mengamalkan
ajaran Islam menurut salah satu madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan
Hambali), serta berkhidmat pada kepentingan bangsa, negara dan umat Islam.
Nahdatul Ulama (NU) merupakan perkumpulan para kiai yang mencoba
membangkitkan semangat para pengikutnya dan juga masyarakat Indonesia
pada umumnya. Oleh karena itu, kiai pesantren dalam Nahdatul Ulama
memiliki kedudukan yang sentral, baik sebagai pendiri, pemimpin dan
pengendali organisasi, maupun sebagai panutan kaum nahdhiyyin.
32
Memahami Nahdatul Ulama sebagai organisasi (jam’iyyah) secara tepat belumlah cukup dengan hanya melihat dari sudut formal saja, semenjak
Nahdatul Ulama lahir dalam bentuk organisasi, ia telah lebih dahulu hadir
dalam bentuk jama’ah (community) yang sudah terikat kuat oleh tradisi sosial keagamaan yang mempunyai karakternya sendiri.
Lahirnya Nahdatul Ulama tidak ubahnya hanya untuk mewadahi sesuatu
yang sudah ada. Dengan sebagai penegasan formal dari mekanisme informal
para kiai sebagai pemegang teguh tradisi fiqh yang sudah ada jauh sebelum NU
dilahirkan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa tujuan didirikannya organisasi Nahdatul
Ulama adalah untuk menjaga dan mengembangkan ortodoksi yang ada. Akan
tetapi, pembaharuannya juga terkait erat dengan perkembangan Islam modern
di Indonesia.
Islam di Indonesia yang diperhadapkan dengan kolonialisme Belanda
dalam kurun waktu yang panjang juga dipengaruhi oleh perkembangan Islam di
saudi arabia pada awal abad XX. Munculnya wahabi mengilhami sebagian
umat Islam Indonesia untuk membentuk gerakan serupa.
Oleh karena tujuan dari gerakan keagamaan ini adalah ”Pemurnian
Islam” dan mengajak kembali kepada Al-Qur’an dan al-Hadist maka tidak
mengherankan jika dalam tataran operasional ia selalu menyerang tradisi para
Pada 1912, di Indonesia lahir organisasi keagamaan yang juga sangat
concern dengan pemikiran kaum wahabi, yakni Muhammadiyah. Organisasi ini menganggap tradisi para kiai terlalu dipenuhi oleh hal-hal yang bersifat
tahayyul dan bid’ah, yang menyebabkan terjadinya stagnasi pada umat Islam. Oleh karena itu, organisasi modern ini selalu mendorong pola beragama
dengan penalaran independen (ijtihad) terhadap para ulama terdahulu yang diyakini lebih kredibel pengetahuan dan pengalamannya.
Adanya semangat untuk merdeka dari penjajahan Belanda dan sebagai
respon atas gerakan ”modernisasi”agama yang mengancam kelestarian tradis
Ahlusunnah wa al-Jama’ah telah mendorong para kiai pesantren untuk membidani lahirnya organisasi para ulama yang kemudian disebut Nahdatul
Ulama.
Di sisi lain, berdirinya Nahdatul Ulama dapat dikatakan sebagai ujung
dari perjalanan dan perkembangan gagasan-gagasan yang muncul di kalangan
kiai pada seperempat pertama abad XX.
Nahdatul Ulama mendasarkan paham keagamaannya kepada sumber
ajaran Islam yakni: Al Qur’an, As Sunnah, Al Ijma’, dan Al Qiyas.33
Sepanjang perjalanannya, Nahadtul Ulama telah banyak sekali
mengambil peran-peran besar dalam berbagai episode sejarah Republik
Indonesia, yang sekaligus menunjukkan dinamika organisasi, antara lain:
1. Mempelopori berdirinya MIAI (Majlis Islami A’la Indonesia) tahun 1937,
yang kemudian ikut memperjuangkan tuntutan Indonesia Berparlemen.
33
2. Memobilisasi perlawanan fisik terhadap kekuatan imperialis melalui
Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober 1945.
3. Berubah menjadi partai politik, yang pada Pemilu 1955 berhasil menempati
urutan ketiga dalam perolehan suara secara nasional.
4. Memperoleh sedikitnya tiga puluh dua jabatan kementerian sepanjang
pemerintahan RI tahun 1945-1965.
5. Memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA)
1965 yang diikuti oleh perwakilan dari 37 negara.
6. Kembali ke Khittah pada tahun 1984, yang menegaskan jati diri Nahadatul
Ulama sebagai organisasi sosial keagamaan.
7. Mempelopori gerakan Islam kultural dan penguatan civil society di sepanjang dekade 90-an.
Kini, jumlah warga Nahdatul Ulama yang merupakan basis
pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 60 juta orang, dengan
beragam profesi, yang sebagaian besar dari mereka adalah penduduk desa, dan
rata-rata memiliki ikatan emosional cukup kuat dengan dunia pesantren yang
menjadi pusat cagar budaya Nahadatul Ulama.34
Para kader Nahdatul Ulama sangat khas dengan budaya kepesantrenan.
Oleh karena itu, biasanya pada pesantren-pesantren yang berada di bawah
naungan organisasi ini, para pimpinan atau guru-guru terhormat yang digelar
sebagai kiai, akan sangat diagungkan.
34
Berbeda dengan pesantren-pesantren Muhammadiyah pada umumnya
yang para pimpinan ataupun guru-gurunya yang dipanggil dengan sebutan
ustadz atau ustadzah, menerima perlakuan dari para santri yang biasa-biasa
saja. Dalam artian, para tokoh pesantren ini tetap dihormati, tetapi bukan
diagung-agungkan.
B. Profil Organisasi Tingkat Ranting
1. Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru
Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru atau lebih dikenal dengan
Ranting Sawangan Kaum berdiri sejak tahun 1968. Kemunculan
Muhammadiyah di kelurahan ini tidak terlepas dari peranan tokoh-tokoh yang
membawa pengaruh Muhammadiyah ke dalam kehidupan masyarakat Sawangan
Baru. Saat pertama kali Muhammadiyah masuk ke dalam daerah ini, kehidupan
masyarakat setempat telah kental dengan tradisi keagamaan ala Nahadatul
Ulama.35
Adapun tokoh pendiri Muhammadiyah tersebut ialah:
1. HME. Sunadi
Hasil Wawancara Dengan Bapak Baharuddin Rahman Selaku Sekretaris Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru
36
Muhammadiyah adalah gerakan/organisasi yang berupaya untuk
menghilangkan penyakit pada masyarakat dalam hal ibadah yaitu TBC (taklid, bid’ah, dan churafat), karena bagaimanapun tatkala manusia ingin beribadah dan mengabdikan diri kepada Allah harus dengan semurni-murninya ketulusan
dan keikhlasan, bukan karena ikut-ikutan tanpa mengetahui ilmunya, tidak
mengadakan sesuatu yang tidak Rasulullah dan tidak menghilangkan sunnahnya
serta tidak bersyarikat dalam beribadah kepada Allah.
Para kader Muhammadiyah menilai masyarakat Kelurahan Sawangan
Baru banyak dijangkiti oleh penyakit TBC tersebut, oleh karena itu pada tahun
1968 masuklah intervensi Muhammadiyah dalam kehidupan masyarakat
Sawangan Baru hingga hari ini.
Selain melalui pengadaan struktur kepengurusan tingkat ranting yang
formal, Untuk menopang pergerakan Muhammadiyah, para pendiri juga
mendirikan sarana pendidikan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi.
Sarana pendidikan yang dibina oleh muhammadiyah di Keluruhan Sawangan
Baru ini dimulai dari tingkat TK sampai dengan Aliyah (pondok pesantren). Pondok pesantren milik Muhammadiyah di daerah ini yang bernama
Pondok Pesantren Darul Arqom, merupakan tempat di mana kegiatan-kegiatan
Di samping itu, para aktivis Muhammadiyah di daerah ini juga
mendirikan sejumlah majelis taklim dan panti asuhan. Majelis taklim ini sengaja
dibentuk untuk mempererat hubungan silaturahmi antar kader Muhammadiyah
itu sendiri. 37
Pada umumnya, tingkatan ranting berbasis di sebuah yayasan
pendidikan milik organisasi. Begitu pun di Kelurahan Sawangan Baru ini, basis
Ranting Muhammadiyah ini bertempat di salah satu yayasan pendidikannya,
yaitu di Pondok Pesantren Darul Arqom tadi. Tidak terdapat gedung tersendiri
yang merupakan sekretariat ranting. Hal-hal yang berurusan dengan ranting
akan dibicarakan di pondok pesantren Darul Arqom atau di rumah salah satu
pengurus ranting tersebut.
Selain memiliki yayasan pendidikan tingkat aliyah dan tsanawiyah, Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru ini juga membina yayasan pendidikan
tingkat madrasah ibtida’iyah dan taman kanak-kanak. Semua yayasan tersebut terletak di area yang saling berdekatan. Untuk gedung SD dan TK, letaknya
lebih dekat ke yayasan-yayasan Nahdatul Ulama.38
Sekolah dasar milik Muhammadiyah disebut-sebut sebagai lokasi di
mana para tokoh pendirinya mencetuskan pemikiran mereka untuk medirikan
sebuah ranting. Sebelum berdirinya gedung sekolah, dulu di lokasi tersebut
adalah rumah salah satu tokoh Muhammadiyah setempat.
37
Hasil Wawancara dengan Bapak Baharuddin Rahman selaku Sekretaris Muhammadiyah Ranting Sawangan Baru.
38
Adapun gedung taman kanak-kanaknya merupakan tanah yang diwakafkan oleh
seorang tokoh Nahadatul Ulama. Di awal masuknya Muhammadiyah, kerap
terjadi selisih paham antarkader dengan Nahdatul Ulama. Meskipun demikian
masih ada beberapa tokoh Nahdatul Ulama yang simpatik, termasuk Bapak
Abdul Wahab, yang mewakafkan sebagian tanahnya kepada Muhammadiyah,
dan kini tanah tersebut telah menjadi lokasi gedung taman Kanak-Kanak
Aisyiyah.
a. Visi-Misi
Muhammadiyah hadir dalam kehidupan masyarakat Sawangan Baru
dengan mengusung visi terbentuknya baldah thoyibah, masyarakat yang utama, beriman dan bertakwa, yang diridhoi oleh Allah SWT.
Muhammadiyah juga mengemban misi amar ma’ruf nahi munkar, yaitu berupaya mengajak masyarakat kepada kebaikan dan mencegah mereka
untuk melakukan kejahatan.
Pada tataran aktivitas dakwah kekiniannya, Muhammadiyah Ranting
Sawangan Baru memantapkan misi gerakan dakwahnya agar mengutamakan
orientasinya pada strategi dakwah kultural.
b. Aktivitas
Dalam rangka mewujudkan visi-misinya, Muhammadiyah
mencanangkan sejumlah program kerja yang dikemas dalam jadwal harian,
1. Aktivitas Harian: mengelola Amal Usaha Muhammadiyah sesuai dengan
bidangnya masing-masing. Jadi setiap harinya, setiap pengurus
Muhammadiyah memiliki tugas sesuai bidangnya masing-masing.
Bidang-bidang ini meliputi:
a. Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah
b. Bidang Kesejahteraan Umat
c. Bidang Tabligh dan Dakwah
d. Bidang Pewakafan
e. Bidang Penelitian dan Pengembangan.
2. Aktivitas Mingguan: setiap mingggunya pengurus Muhammadiyah
Ranting Sawangan Baru mengadakan pengajian dan pengkajian rutin yang
terbuka untuk umum, yang dilaksanakan pada:
a. Hari Kamis Malam : pengajian bapak-bapak
b. Hari Sabtu Siang : pengajian ibu-ibu
c. Hari Jum’at Malam : pengajian remaja
d. Hari Ahad Malam : kaderisasi remaja
e. Hari Ahad Subuh : sholat Subuh berjamaah secara bergilir
3. Aktivitas Bulanan: Pengurus Muhammadiyah melakukan kerjasama rutin
dengan pengurus Aisyiyah (perkumpulan kader Muhammadiyah
perempuan) di setiap bulan dalam mengadakan santunan dan pemberian
dana tunjangan pembayaran SPP para siswa/i yang menjadi anak asuh atau