• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara persepsi tentang therapeutic community dengan harapan untuk pulih dari napza pada residen di unit pelaksana teknis (UPT) terapi dan rehabilitasi BNN Lido

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara persepsi tentang therapeutic community dengan harapan untuk pulih dari napza pada residen di unit pelaksana teknis (UPT) terapi dan rehabilitasi BNN Lido"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PADA RESIDEN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS

(UPT) BNN LIDO

Skripsi ini

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh :

NINING HARDIYANA GARNASIH NIM: 106070002274

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

UNTUK PULIH DARI NAPZA PADA RESIDEN DI

UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) TERAPI DAN

REHABILITASI BNN LIDO

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

NINING HARDIYANA GARNASIH NIM : 106070002274

Di Bawah Bimbingan :

Pembimbing I

Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 19620724 198903 2001

Pembimbinga II

S. Evangeline. I. Suaidy, M.Si, Psi NIP. 150 411 217

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)

DARI NAPZA PADA RESIDEN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) TERAPI DAN REHABILITASI BNN LIDO” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 Desember 2010 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pogram Strata I (SI) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 10 Desember 2010

Sidang Munaqasyah

Dekan/

Ketua Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522

Pembantu Dekan/ Sekertaris Merangkap Anggota

Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 2001

Anggota

Neneng Tati Sumiati, M. Si., Psi NIP. 19730328 200003 2003

Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 19620724 198903 2001

(4)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Nining Hardiyana Garnasih NIM : 106070002274

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Persepsi Tentang Therapeutic Community Dengan Harapan Untuk Pulih Dari Napza Pada Residen di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Terapi Dan Rehabilitasi BNN Lido” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalama penyususnan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 30 November 2010

(5)

A) Fakultas Psikologi B) November 2010

C) Nining Hardiyana Garnasih

D) Hubungan Antara Persepsi Tentang Therapeutic Community Dengan Harapan Untuk Pulih Dari Napza Residen Narkoba Di Unit Pelaksana Teknis (Upt) Terapi Dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Lido

E) xiv + 100 Halaman

F) Sudah banyak tulisan dalam berbagai bentuk mengenai Napza. Semua tulisan tersebut dimaksudkan untuk terus menerus mengingatkan dan menyadarkan masyarakat mengenai ancaman luar biasa dari Napza terhadap kelestarian hidup kita, khususnya generasi muda termasuk anak-anak usia dini. Ancaman itu terus ada dan semakin lama semakin nyata. Peneliti tertarik untuk mengambil judul hubungan antara persepsi tentang Therapeutic Community

dengan harapan untuk pulih dari Napza dikarenakan saat ini peneliti melihat fenomena yang terjadi pada residen di salah satu panti rehabilitasi, dimana sebagian dari mereka banyak yang sudah discharge program namun tidak lama kemudian kembali masuk rehabilitasi dikarenakan relapse. Sehingga peneliti ingin melihat bagaimana penghayatan residen terhadap kegiatan-kegiatan Therapeutic Community sehingga mampu menumbuhkan harapan mereka untuk bertahan dan pulih dari Napza, dan apakah para residen dapat menghayati kegiatan dalam program Therapeutic Community sebagai sesuatu yang positif atau negatif, kemudian bagaimana penghayatan residen tersebut terhadap kelompoknya (orang-orang yang memiliki permasalahan yang sama terhadap Napza)

Persepsi Therapeutic Community adalah suatu proses mengorganisir dan menginterpretasikan atau menafsirkan informasi dari sekelompok orang yang berkumpul untuk saling membantu dalam masalah yang dihadapinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara persepsi tentang therpeutic community dengan harapan untuk pulih dari Napza di unit pelaksana teknisi (upt) terapi dan rehabilitasi BNN Lido. Sampel yang merupakan residen dan staff adiksi berjumlah 197 orang diambil dengan menggunakan tekhnik purposive sampling dan diberikan angket untuk mengukur persepsi tentang therapeutic community dengan harapan untuk pulih dari Napza. Instrumen pengumpulan data menggunakan skala likert Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji korelasi pada taraf signifikansi 0,05.

Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang therapeutic community dengan harapan untuk Pulih dari Napza kekuatan. Dimana jika persepsi tentang therapeutic community

(6)

yang memberikan kontribusi sebesar 46,9% sekaligus merupakan persepsi tentang therapeutic community yang memiliki korelasi terbesar dengan harapan untuk pulih dari Napza dengan pearson product moment r sebesar 0,469.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian selanjutnya adalah meneliti metode selain metode therapeutic community yang juga digunakan oleh panti rehabilitasi narkoba yang tersebar di seluruh Indonesia. Sehingga diharapkan mendapat perbandingan dari beberapa metode tersebut, metode manakah yang memberi kontribusi paling besar terhadap harapan untuk pulih dari Napza.

(7)

Trust your hope

not your fear

KUPERSEMBAHKAN SKRIPSI INI UNTUK:

1. KEDUA ORANG TUAKU TERCINTA 2. KEDUA KAKAKKU TERSAYANG 3. SAHABAT-SAHABATKU

4. ABANG-ABANGKU TERSAYANG 5. BANGO DENGAN CARE AND CONCERN

(8)

Rasa syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah menunjukkan jalan bagi peneliti untuk belajar banyak melalui penelitian ini. Penelitian ini diajukan sebagai prasyarat kelulusan pendidikan sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti amat berharap siapapun yang membaca penelitian ini dapat memberikan masukan guna perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang.

Penelitian ini melibatkan banyak pihak, terutama dari responden yang telah bersedia membantu peneliti melakukan penelitian serta memberikan pelajaran tidak langsung kepada peneliti melalui penelitian ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya peneliti ucapkan kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph. D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.

2. Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si. Dosen pembimbing satu, yang dengan kesabarannya selalu dapat memberikan solusi-solusi cerdas mengenai hal-hal yang saya bingungkan berkaitan dengan penelitian. Terima kasih telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukan ibu untuk berdiskusi dan memberikan masukan yang sangat berarti.

3. Ibu Sitti Evangeline I. Suaidy, M.Si, Psi. Dosen pembimbing dua, yang mengajarkan banyak nilai-nilai baru dan hal-hal bermanfaat yang bermakna berkaitan dengan penelitian sehingga membuka cakrawala baru dalam ranah berpikir saya. Terima kasih telah meluangkan waktu di sela-sela jadwal ibu yang sangat padat untuk berdiskusi dan memberikan masukan yang sangat berarti serta mengantarkan peneliti untuk melakukan penelitian.

4. Ubi Fadhilah Suralaga, M. Psi. Psi., Pembimbing akademik.

5. Umi dan abahku tercinta terimakasih untuk segalanya yang sudah kalian berikan selama ini, untuk kedua kakakku teteh dan aka terimaksih untuk do’a dan support yang kalian berikan, untuk aka terimakasih telah memperkenalkan teri “harapan”.

6. Bapak M. Fierza Mucharom Nasution, M.Si, Psi, CHt. Psikolog beserta staff psikologi di BNN Lido, serta Mas Ito yang telah membantu saya dalam hal administrasi surat penelitian. Tanpa izin dan bantuan dari Anda semua saya tidak mungkin bisa melakukan penelitian di BNN Lido.

7. Para responden saya, para residen di primary stage dan re-entry stage serta staff adiksi BNN Lido . Anda semua telah menunjukkan bagaimana kerasnya usaha untuk memperoleh hal-hal yang sebelumnya dipandang remeh oleh orang lain. Terimakasih untuk waktu dan kerja keras kalian dalam mengisi angket yang begitu banyak yang diberikan oleh peneliti 8. Tidak lupa kepada Aa Dodi program directure, Bro Chico re-entry

program manager dan Bro Doly mayor re-entry stage yang telah

memberikan saya izin dan waktu untuk melakukan penelitian di re-entry

(9)

persahabatan, relationship, serta masukan-masukan) terkhusus untuk Bang Doni yang telah membantu langsung dalam penyebaran kuesioner dan Bang Nata terimakasih untuk waktu, saran, masukan, support dan pelajaran hidup yang amat berharga yang selama ini telah diberikan kepada penulis. Skripsi ini kupersembahkan untuk semua abang-abangku tercinta dan semua residen di BNN.

10.Bango, kamulah salah satu orang yang membuat penulis memiliki motivasi sangat besar untuk menyelesaikan skripsi ini, terima kasih untuk

care and concern yang selama ini diberikan, saran, masukan dan kritik

yang membuat penulis akhirnya membuka mata lebih mengetahui arti kehidupan.

11.Manun, nandut dan angel makasih untuk support yang amat besar yang kalian berikan pada penulis, selalu ada disaat up and down, terima kasih untuk masukan-masukannya tanpa kalian skripsi ini tidak akan selesai. 12.Sahabat-sahabat saya di Fakultas Psikologi (angkatan 2006) pada

umumnya dan kelas C khususnya yang telah menjadi teman dalam berjuang, belajar, bersenda gurau, berkonsultasi baik dalam senang atau pun susah. Terimakasih untuk teteh ega, cinta, mba’mut, mpo’alin, ece tha, cho-cho, tiko, sila, adel terima kasih slama ini telah memberikan support dan mengajarkan arti persahabatan.

Penelitian ini tidak akan berarti tanpa kehadiran dan kontribusi dari semua yang telah disebutkan sebelumnya. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi banyak orang. Amin.

Jakarta, 30 November 2010

(10)

Lembar Pengesahan ... ii

Pernyataan ... iv

Abstrak ... v

Motto ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiv

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah ... 10

1.3.1 Perumusan Masalah ... 10

1.3.2 Pembatasan Masalah ... 10

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 12

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 12

Bab 2 Kajian Pustaka ... 14

2.1 Harapan ... 14

2.1.1 Definisi Harapan ... 14

2.1.2 Komponen Dalam Harapan... 17

2.1.3 Variasi Harapan Berdasarkan Kombinasi willpower dan waypower... 22

2.1.4 Karakteristik Individu Dengan Tingkat Harapan Tinggi... ... 24

2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Harapan... 28

(11)

2.4.1 Pengertian Persepsi ... 30

2.4.2 Proses Persepsi. ... 31

2.4.3 Komponen Persepsi... 32

2.4.4 Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi... 33

2.5 Therapeutic Community ... 34

2.5.1 Filosofi Therapeutic Community... 34

2.5.1.1 Filosofi Therapeutic Community Yang Tertulis ... 34

2.5.1.2 Filosofi Therapeutic Community Yang Tidak Tertulis ... 36

2.5.2 Pengertin Therapeutic Community ... 37

2.5.3 Konsep Therapeutic Community... 38

2.5.4 Komponen Therapeutic Community... 38

2.5.4.1 Kategori Empat Struktur Program ... 38

2.5.4.2 Kategori Lima Pilar (tonggak dalam program) ... 39

2.5.5 Cardinal Rules... 40

2.5.6 Tahapan Program ... 40

2.5.6.1Proses penerimaan (Intake Process) ... 40

2.5.6.2 Tahap Awal (Primary Stage) ... 41

2.5.6.3 Encounter Group... 43

2.5.6.4 Static Group... 43

2.5.6.5 PAGE (Peer AccountabilityGroup Evaluation.... 44

2.5.6.6 Haircut... 44

2.5.6.7 Wrap Up ... 45

2.5.6.8 Learning Experience... 45

2.5.7 Tahapan Lanjutan (Re-Entry Stages... 45

2.5.8 Aftercare program... 48

2.6 NAPZA ... 49

(12)

2.7 Kerangka Berpikir... 62

2.8 Hipotesis... 65

BAB 3 Metodologi Penelitian ... 66

3.1 Pendekatan Penelitian ... 66

3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 66

3.2 Populasi dan Sampel ... 67

3.2.1 Populasi ... 67

3.2.2 Sampel... 67

3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel... 68

3.3 Variabel Penelitian ... 68

3.3.1 Definisi Konseptual... 69

3.3.2 Definisi Operasional... 70

3.4 Pengumpulan Data ... 70

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data... 70

3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data ... 71

3.5 Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 72

3.5.1 Uji Validitas ... 73

3.5.2 Uji Reliabilitas ... 74

3.6 Prosedur Penelitian ... 75

3.7 Teknik Analisa Data... 76

Bab 4 Presentasi Dan Analisa Data ... 78

4.1Gambaran Umum Responden ... 78

4.1.1Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia... 77

(13)

Rehabilitasi... 81

4.2Deskripsi Umum Hasil Penelitian... 82

4.3Kategorisasi Berdasarkan Penyebaran Skor Responden... 81

4.3.1Kategorisasi Skor Persepsi tentang therapeutic community ... 81

4.3.2Kategorisasi Skor Harapan untuk pulih dari Napza... 82

4.4Hasil Uji Hipotesis ... 83

4.5Hasil Penelitian Tambahan ... 84

4.5.1 Uji Regresi ... 90

Bab 5 Kesimpulan, Diskusi Dan Saran ... 92

5.1 Kesimpulan ... 92

5.2 Diskusi ... 92

5.3 Saran... 97

5.3.1 Saran Teoritis ... 97

5.3.2 Saran Praktis ... 98

(14)

Gambar 2.1 Visualisasi willpower ... 18

Gambar 2.2 Visualisasi waypower... 19

Gambar 2.3 Visualisasi waypower terkait dengan halangan / rintangan ... 21

Table 2.4 Kombinasi willpower dan waypower... 22

Tabel 3.1 Tabel Penilaian Skala Likert ... 71

Tabel 3.2 Blue Print Skala Persepsi tentang Therapeutic Community ... 72

Tabel 3.3 Blue Print Skala Harapan untuk pulih dari Napza ... 72

Tabel 3.4 Hasil Try Out Terpakai Skala Persepsi Therapeutic Community.... 73

Tabel 3.5 Hasil Try Out Harapan untuk pulih dari Napza ... 74

Table 3.6 Norma Reliabilitas Guilford ... 74

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia... 78

Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Pendidikan ... 79

Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 80

Tabel 4.4 Respongen Berdasarkan Tahapan Rehabilitasi ... 80

Tabel 4.5 Deskripsi Umum Skor Perhitungan Statistik Skala Persepsi Therapeutic Community dan Harapan untuk Pulih ... 81

Tabel 4.6 Penyebaran Skor Skala persepsi tentang Therapeutic Community... 82

Tabel 4.7 Penyebaran Skor Skala Harapan untuk pulih dari Napza ... 83

Tabel 4.8 Correlations Uji Hipotesis... 84

Tabel 4.9 Correlations ... 85

Tabel 4.10 Skor Hasil Penyebaran Dalam Empat Kegiatan Primary... 85

Tabel 4.11 Model Summary Uji Regresi ... 90

(15)

1.1Latar Belakang Masalah

Pada zaman sekarang, mobilitas kehidupan yang tinggi telah membuat narkoba menjadi bagian dari yang tadinya merupakan perangkat medis, kini narkoba mulai tenar sebagai alat pemuas dunia dan membuat hidup jadi lebih “ringan”. Seperti yang kita ketahui, segala sesuatu yang digunakan secara berlebihan dapat berdampak buruk bagi diri kita, apalagi penggunaan narkoba diluar jalur medis dan ditambah melebihi dosis yang berlebihan maka akan berdampak sangat buruk bagi tubuh kita, dan dampak yang paling buruk yaitu dapat mengakibatkan kematian.

Lebih lanjut lagi, masuknya narkoba ke dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi vital organ tubuh, yaitu jantung, peredaran darah, pernafasan, dan terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat). Hal ini menyebabkan kerja otak berubah (bisa meningkat atau menurun. Narkoba berpengaruh pada bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan, yang disebut dengan sistem limbus. Pusat kenikmatan pada otak (Hipotalamus) adalah bagian dari sistem limbus. Narkoba menghasilkan perasaan tinggi dengan mengubah susunan bio kimia molekul pada sel otak yang disebut neurotransmitter (BNN, Buku Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas Dan Rutan).

Sudah banyak tulisan dalam berbagai bentuk mengenai Napza. Semua tulisan tersebut dimaksudkan untuk terus menerus mengingatkan dan

(16)

menyadarkan masyarakat mengenai ancaman luar biasa dari Napza terhadap kelestarian hidup kita, khususnya generasi muda termasuk anak-anak usia dini. Ancaman itu terus ada dan semakin lama semakin nyata . Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh BKKBN, dari 3924 orang yang saat ini hidup dengan HIV/AIDS di Indonesia yaitu sebanyak 816 orang (hampir 21%) berada dalam kelompok usia 15 – 29 tahun, dan sebanyak 846 orang (lebih dari 21%) tertular melalui penggunaan Napza dengan jarum suntik bersama (Injecting Drug Use)

dan sebanyak 2011 orang (51%) melalui hubungan seks. Penggunaan napza juga menjadi penyebab dari berbagai risiko lain : risiko fisik (penyakit Hepatitis B dan C, IMS, kematian akibat over dosis, dll), risiko psikologis (paranoid, depresi, agresif, dll), maupun risiko sosial (kekerasan, kriminalitas, dll) dalam masyarakat kita (BKKBN, 2003).

Penelitian Hawari (1997) membuktikan bahwa penyalahgunaan Napza menimbulkan dampak antara lain; merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan membedakan mana yang baik dan buruk, perubahan perilaku menjadi anti sosial, merosotnya produktifitas kerja, gangguan kesehatan, mempertinggi kecelakaan lalu lintas, kriminalitas dan tindak kekerasana lainnya baik kuantitatif maupun kualitatif.

(17)

1,69 juta (0,76%), dan yang menjadi penyalahguna teratur pakai dan pecandu 3,6 juta (1,6%). Sedangkan menurut riset yang dilakukan oleh YCAB, pada tahun 2003 prevalensi kecendrungan mencoba-coba narkoba 3,54%, yang kemudian naik menjadi 5,30% pada tahun 2006, dan turun menjadi 1,66% sama halnya seperti riset yang telah dilakukan oleh BNN menunjukan kecendrungan yang sama terjadi di Indonesia pada tahun 2003, prevalansi mencoba-coba setahun terakhir 3,90% naik menjadi 5,3% pada tahun 2006, dan turun menjadi 4,70% pada 2009 (Media Indonesia 2010).

Badan Narkotika Nasional (BNN) mendata sebanyak 3,2 juta orang atau sekitar 1,5 persen dari jumlah penduduk Indonesia menjadi penyalahguna narkotik, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh BNN dan Universitas Indonesia tahun 2006, sebanyak 800 ribu orang menggunakan jarum suntik. Dari pengguna jarum suntik itu, 60 persennya terjangkit HIV/AIDS. Selain itu, sekitar 15 ribu orang Indonesia meninggal setiap tahunnya karena pengaruh Napza (http:nasional.kompas.com).

(18)

Masalah penanggulangan napza pada umumnya, dan panti rehabilitasi pada khususnya bukanlah sesuatu yang baru. Sudah cukup lama diusahakan dibanyak negara. Pemakai/pecandu narkoba biasanya terganggu atau menderita secara fisik, mental, spiritual dan sosial. Karena itu rehabilitasi bukan sekedar memulihkan kesehatan pemakai seperti semula, melainkan memulihkan serta menyehatkan seseorang secara utuh dan menyeluruh. Namun hal ini tidak menjamin kesembuhan mereka dari ketergantungan narkoba, kenyataan ini dapat dilihat pada penelitian yang diadakan oleh YCAB, dimana hasil yang diperoleh ialah angka relapse yang mencapai 90% yang dinyatakan telah pulih, kemudian kambuh kembali, berarti kira-kira hanya 10% yang berhasil mempertahankan kesembuhannya (abstinence) (Media Indonesia 2010). Hal ini diperkuat dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa residen, dimana mayoritas dari mereka telah mengkonsumsi narkoba selama lebih dari 10 tahun dan mereka sudah sering keluar masuk panti rehabilitasi, namun setelah keluar dari rehabilitasi mereka kembali masuk dikarnakan relapse.

(19)

BNN (Badan Narkotika Nasional) merupakan sebuah lembaga yang menangani penyalahgunaan narkotika dan memiliki tahapan rehabilitasi yang dimulai dari fase detoksifikasi, yaitu ditujukan untuk membantu residen menghilangkan racun-racun dalam tubuhnya akibat dari pemakaian zat adiktif. Umumnya pada fase ini, residen menetap selama ± 2 minggu dalam ruangan khusus dan terisolasi. Selanjutnya adalah fase Entry Unit yang merupakan tahap lanjutan dari fase detoksifikasi, dimana pada fase ini merupakan fase “istirahat” bagi residen untuk mempersiapkan fisik dan mentalnya guna mengikuti program selanjutnya. Pada umumnya fase Entry Unit berlangsung selama ± dua minggu, tergantung kemajuan residen dalam proses rehabilitasi. Selanjutnya adalah

Primary Program yaitu tahap awal (Primary Stage) program rehabilitasi melalui pendekatan Therapeutic Community (TC) dimana dilakukan stabilitasi fisik, emosi dan menumbuhkan motivasi residen untuk melanjutkan tahap terapi selanjutnya, dan yang terakhir adalah Re-entry Stage yaitu tahapan program rehabilitasi melalui pendekatan Therapeutic Community setelah residen mengikuti tahapan program primer, dimana dilakukan upaya pemantapan kondisi psikologis dalam dirinya, mendayagunakan nalarnya dan mampu mengembangkan keterampilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

(20)

yang lebih baik selama dan setelah mengikuti program yang dinilai dari pelasanaan pekerjaan, sekolah, dan perilaku sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sosial lainnya. Indikator keberhasilan yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan residen di BNN, yakni Pertama, residen dalam keadaan bebas zat (abstinence). Kedua, residen dapat menjalankan kehidupan sosialnya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat (BNN R.I. & Departemen Sosial R.I. 2004).

Metode treatment yang diberikan di BNN adalah metode Therepeutic

Community (TC), yaitu suatu metode rehabilitasi sosial yang merupakan sebuah

“keluarga” dan terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama serta memiliki tujuan yang sama, yaitu menolong diri sendiri dan sesama yang dipimpin oleh seseorang dari mereka sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari yang negatif kearah tingkah laku yang positif (Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta).

Teori yang mendasari metode Therapeutic Community adalah pendekatan behavioral dimana berlaku sistem reward (penghargaan/penguatan) dan

punishment (hukuman) dalam mengubah suatu peilaku. Selain itu digunakan juga

pendekatan kelompok, dimana sebuah kelompok dijadikan suatu media untuk mengubah suatu prilaku (Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta).

Therapeutic Community adalah sekelompok orang yang mempunyai

(21)

Dalam program Therapeutic Community kesembuhan diciptakan lewat perubahan persepsi/pandangan alam (the renewal of wordview) dan penemuan diri (self

discovery) yang mendorong pertumbuhan dan perubahan (growth and change)

(Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta).

Kegiatan dalam Therapeutic Community bertujuan untuk membantu masalah yang dihadapi oleh sekelompok orang yang memiliki permasalahan yang sama yaitu masalah yang berkaitan dengan Napza dan hal-hal yang menyebabkan individu kembali menggunakan Napza, mereka berkumpul untuk saling membantu dalam proses pemulihan.

Program Therapeutic Community berlandaskan pada filosofi dan slogan-slogan tertentu, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis (unwritten philosophy). Filosofi Therapeutic Community yang tertulis merupakan suatu hal yang harus dihayati, dianggap sakral, tidak boleh diubah dan harus dibaca setiap hari. Sementara filosofi tidak tertulis (unwritten philosophy) adalah merupakan nilai-nilai yang harus diterapkan dalam proses pemulihan yang maknanya mengandung nilai-nilai kehidupan yang yang universal, artinya filosofi ini tidak mengacu kepada kultur, agama dan golongan tertentu (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).

Prinsip yang mendasari dilaksanakannya konsep Thehrapeutic Community

(22)

dalam proses pengubahan perilaku tersebut, Therapeutic Community dianggap sebagai keluarga besar (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).

Konsep Therapeutic Community pada umumnya menerapkan pendekatan

self-help, artinya residen dibiasakan mengerjakan tugas-tugas yang berkaitan

dengan pengelola kebutuhan sehari-hari, misalnya memasak, mencuci, membersihkan fasilitas Therapeutic Community, memperbaiki gedung dan sebagainya, disamping kegiatan yang bersifat pemberian keterampilan. Dalam hal ini setiap kegiatan residen mempunyai tanggung jawab mengubah tingkah laku, baik bagi diri sendiri, maupun orang lain (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).

Kegiatan-kegiatan yang ada dalam Therapeutic Community antara lain ialah Morning Meeting, kegiatan yang dilaksanakan setiap pagi untuk mengawali kegiatan-kegiatan selanjutnya dan diikuti oleh semua residen, selanjutnya ialah

Encounter Group, group ini dirancang khusus untuk mengekspresikan atau

menyatakan perasaan kesal, kecewa, marah, sedih dan lain-lain. Group ini adalah bagian untuk memodifikasi prilaku agar menjadi lebih disiplin. Kegiatan Static

Group, ialah bentuk kelompok lain yang digunakan dalam upaya pengubahan

perilaku dalam Therapeutic Community, kelompok ini membicarakan berbagai macam permasalahan kehidupan keseharian dan kehidupan yang lalu. Kegiatan

PAGE (Peer Accountability Group Evaluation) adalah suatu kelompok yang

mengajarkan residen untuk dapat memberikan satu penilaian positif dan negatif dalam kehidupan sehari-hari terhadap sesama residen. Selanjutnya kegiatan

(23)

melakukan pelanggaran secara berulang-ulang dan telah diberikan sanksi berupa teguran lisan secara langsung saat terjadi pelanggaran dan peringatan serta nasihat pada forum morning meeting. Kegiatan Wrap up adalah kegiatan yang membahas kegiatan yang telah selama 1 hari, selanjutnya ialah kegiatan Learning

Experiences adalah bentuk sanksi yang diberikan kepada residen setelah

menjalani haircut, family haircut dan general meeting. Kegiatan seminar yaitu kegiatan berupa pemberian materi yang berkaitan dengan Therapeutic

Community, narkoba, maupun pengetahuan lain yang relevan. Function

merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap kebersihan lingkungan sekitar, dan masih banyak kegiatan yang lainnya (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).

Peneliti tertarik untuk mengambil judul hubungan antara persepsi tentang

Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari Napza dikarenakan saat

ini peneliti melihat fenomena yang terjadi pada residen di salah satu panti rehabilitasi, dimana sebagian dari mereka banyak yang sudah discharge program

(24)

Napza), selain itu dari survei yang telah dilakukan peneliti pada waktu mengadakan seminar “harapan” di salah satu panti rehabilitasi, terlihat bahwa sebanyak 24 residen menyatakan bahwa mereka memiliki harapan untuk stay

clean dan sober dan mendapatkan kepercayaan orang tua dan keluarga kembali

setelah mereka menjalani proses rehabilitasi. Karena itulah mengapa peneliti menjadi tertarik untuk mengambil judul tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah

Apakah ada hubungan positif yang signifikan antara Persepsi tentang Therapeutuc Community dengan Hope untuk pulih dari Napza?

1.3Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah

1.3.1 Perumusan Masalah

Adapun masalah yang ingin dikaji lebih jauh dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

“Apakah ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi tentang

Therapeutuc Community dengan harapan untuk pulih dari Napza?

1.3.2 Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak meluas, maka diperlukan pembatasan masalah dari masalah-masalah yang hendak diteliti. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(25)

hambatan (pathways/waypower) dan motivasi untuk menggunakan cara atau jalur tersebut (agency/willpower).

2. Pulih dari Napza adalah keadaan dimana seorang pecandu sama sekali tidak menggunakan zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosialnya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

3. Harapan untuk pulih dari Napza adalah kemampuan untuk merencanakan suatu cara atau jalur menuju tujuan yang diharapkana yaitu tidak menggunakan zat-zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosial sesuai dengan norma-norma yang berlaku diimasyarakat meskipun menjumpai hambatan dan motivasi untuk menggunakan cara atau jalur tersebut.

4. Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses dimana setiap individu mengorganisir dan menginterpretasikan apa yang ditangkap inderanya untuk memberikan arti pada lingkungannya.

5. Therapeutic Community (TC)

Therapeutic Community (TC) adalah sekelompok orang yang mempunyai

masalah yang sama, mereka berkumpul untuk saling bantu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to help himself, yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri. 6. Persepsi Tentang Therapeutic Community

(26)

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan persepsi tentang Therapeutuc Community dengan harapan untuk pulih dari Napza.

1.4.2 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:

1. Manfaat teoritis untuk penelitian ini:

Diharapkan memberikan sumbangan teoritis bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan psikologi klinis pada khususnya, berupa data empiris tentang hubungan persepsi tentang Therapeutic Community dengan harapanuntuk pulih dari Napza.

2. Manfaat Praktis untuk penelitian ini: a. Bagi residen

(27)

b. Bagi lembaga terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif serta dapat meningkatkan kualitas pelayanan berkaitan dengan penanganan pemulihan bagi para residen.

c. Bagi Konselor

Diharapkan penelitian dapat memberi tambahan informasi tentang persepsi

Therapeutic Community dengan harapan untuk pulih dari napza, sehingga

(28)

Pada bab ini akan diuraikan tentang deskripsi teoritis tentang harapan, persepsi, Therapeutic Community, Napza, kerangka berpikir, serta hipotesis penelitian.

2.1 Harapan

2.1.1 Definisi Harapan

Konsep harapan sudah dibahas selama bertahun-tahun dalam kepustakaan filsafat, teologi, psikologi dan sosiologi termasuk dalam penerapannya di setting klinis (Farran, Herth & Popovitch, 1995). Terdapat berbagai definisi tentang harapan. Menurut Petterson & Selligman (2004) harapan selalu mengacu pada suatu ekspektansi positif. (Religd, dalam Rice, 2000) Harapan memungkinkan seseorang untuk mengatasi situasi yang penuh tekanan (stressful) dengan mengharapkan hasil yang positif. Karena hasil positif yang diharapkan maka seseorang termotivasi untuk bertindak dalam menghadapi ketidakpastian.

Dalam psikologi, harapan didefinisikan pertama kali oleh Lynch (Raleigh, dalam Rice, 2000). Lynch mendefinisikan harapan sebagai pengetahuan mendasar bahwa situasi sulit dapat diatasi sehingga tujuan dapat dicapai.

the fundamental knowledge that a difficult situation can be worked out and that goals can be reached” (Religh, dalam Rice, 2000).

Kemudian Stotland (Raleigh, dalam Rice, 2000) membuat revolusi dalam pemahaman tentang konsep harapan dalam psikologi dengan mengembangkan

(29)

suatu kerangka konseptual tentang harapan dan mengoperasionalkan konsep harapan. Kerangka konseptual yang dikembangkan Stotland menjadi perintis dikembangkannya berbagai instrumen untuk mengukur harapan dan dilakukannya berbagai penelitian ilmiah tentang harapan. Sebelumnya, harapan dalam psikologi merupakan suatu konsep yang samar sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan pengukuran dan studi sistematik. Menurut Stotland (Raleigh, dalam Rice, 2000), harapan adalah suatu ekspektansi terhadap pencapaian tujuan di masa depan yang ditentukan oleh pentingnya tujuan tersebut bagi seseorang dan motivasi dalam bertindak untuk meraih tujuan.

Pemahaman terhadap konsep harapan berkembang. Farran, Herth, & Popovitch (1995) melakukan meta-analisis terhadap beberapa definisi yang ada dan mengemukakan bahwa harapan merupakan suatu pengalaman esensial dalam kehidupan manusia. Harapan berfungsi sebagai cara merasakan, cara berpikir, cara bertindak dan cara berhubungan dengan dirinya maupun dengan dunianya. Dalam harapan terdapat kemampuan untuk mengembangkan ekspektansi yang cair. Harapan dapat tetap ada ketika suatu objek atau hasil yang didambakan belum terwujud.

Hope constitutes an essential experience of the human condition. It

functions as a way of feeling, a way of thinking, a wayof behaving, and a way

relating to oneself and one’s world. Hope has the ability to be fluid in its

expectations, and in the event that the desired object or outcome does not occuur,

(30)

Sebagai suatu cara merasakan (afektif), harapan digambarkan sesuatu yang melampaui emosi dan berfungsi sebagai suatu kekuatan pendorong. Harapan menggerakkan seseorang untuk maju ketika merasakan sesuatu yang aneh yang melawan dirinya. Sebagai suatu cara berpikir (kognitif), harapan diasosiasikan dengan keberanian, keteguhan dalam menghadapi derita yang berat atau mengalami begitu banyak masalah (a sense of fortitude). Dalam hal ini, harapan digambarkan sebagai kemampuan menghadapi suatu kenyataan melampaui suatu kenyataan melampaui yang tampak dan merupakan suatu asumsi kepastian bahwa suatu kemungkinan kekhawatiran atau ketakutan tidak akan terjadi (Korner, dalam Farran, Herth, & Popovitch, 1995). Harapan juga berfungsi sebagai suatu proses kreatif dimana seseorang membayangkan cara-cara lain dalam menghadapi terjadinya kemungkinan atau ketakutan (Lynch, dalam Farran, Herth, & Popovitch, 1995).

Pemahaman lainnya tentang harapan dalam tinjauan psikologi dikembangkan oleh Seligman. Harapan merupakan suatu sikap mental positif secara kognitif, emosi dan motivasional terkait dengan masa depan (Petterson & Seligman, 2004; Seligman, 2002). Hal ini meliputi berpikir tentang masa depan, menantikan suatu kejadian dan hasil yang diharapkan terjadi, bertindak dengan cara yang diyakini dapat berhasil dan merasa yakin dengan usaha yang tepat untuk dilakukan serta menyebabkan seseorang merasa gembira saat ini untuk kemudian fokus dalam melakukan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan. Sikap mental positif terkait dengan masa depan lainnya adalah faith, trust, confidence

(31)

psikologi dikembangkan secara mendalam oleh seorang psikolog klinis, Snyder (1994). Definisi konsep harapan yang dikembangkan Snyder adalah :

the sum of the mental willpower dan waypower that you have for your goals

(Snyder, 1994:5)

Menurut Snyder (1994), bagaimana seseorang berpikir dan menginterpretasikan lingkungan eksternalnya merupakan kunci untuk memahami harapan. Harapan memiliki 3 komponen utama, yaitu goal, waypower, dan

willpower. Dalam konsep ini, harapan tampak paling kuat ketika perbandingan

antara kemungkinan pencapaian tujuan dan kemungkinan kegagalan adalah 50 – 50. Pada saat tujuan dirasakan pasti dapat dicapai, konsep harapan tampak menjadi kurang penting. Demikian pula ketika tujuan dirasakan pasti tidak dapat dicapai. Gejala yang terjadi adalah ketidakberdayaan.

2.1.2 Komponen dalam Hope

Terdapat 3 komponen dalam definisi harapan yang dikembangkan Snyder (1994), yaitu: tujuan (goals), willpower dan waypower. Berikut ini aka dijelaskan ketiga komponen tersebut satu persatu.

1. Tujuan

(32)

hasilnya sudah dapat dipastikan atau ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu, konsep harapan relevan pada tujuan yang terletak diantara sesuatu yang pasti akan tercapai dan sesuatu yang pasti tidak akan pernah tercapai.

2. Willpower / AgencyThought

Willpower merupakan kekuatan pendorong dalam berpikir penuh harap

(hopeful thinking). Willpower adalah “the sense of mental energy that over time helps to propel person toward goal”(Snyder, 1994).

Berikut ini merupakan visualisasi dari konsep willpower menurut snyder:

A

B

Gambar 2.1 Visualisasi willpower

Dalam visualisasi diatas, willpower (tanda panah) menggerakan seseorang dari poin A yang menggambarkan keadaan saat ini menuju kepencapaian tujuan yang digambarkan dengan poin B. Willpower berisikan keteguhan hati dan komitmen yang dapat digunakan untuk membantu menggerakan seseorang untuk maju kea rah pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam suatu momen tertentu.

Willpower memunculkan persepsi seseorang untuk dapat melakukan dan

(33)

tujuannya maka ia cenderung dapat mengisi dirinya dengan pemikiran yang aktif dan memberdayakan diri menuju pencapaian tujuan. Willpower juga memunculkan keyakinan dalam diri seseorang bahwa ia mampu melakukan suatu tindakan menuju pencapaian tujuan (Snyder, 1994).

Kemampuan seseorang untuk menciptakan willpower didasarkan pada pengalaman sebelumnya tentang keberhasilan yang mengaktifasikan benak dan tubuh kita untuk mengejar tujuan (Snyder, 1994). Penting untuk digarisbawahi bahwa willpower tidak diperoleh ketika seseorang menjalani kehidupannya dengan mudah dimana tujuan dapat dicapai tanpa adanya rintangan. Seseorang yang memiliki willpower adalah seseorang yang telah mampu mengatasi kesulitan-kesulitan sebelumnya dalam hidup.

3. Waypower / PathwaysThought

Waypower merefleksikan rencana atau peta jalur secara mental yang

menuntun pemikiran yang penuh harapan (hopeful thinking). Waypower adalah kapasitas mental yang dapat digunakan untuk menemukan satu atau lebih cara yang efektif untuk mencapai tujuan (Snyder, 1994).

a mental capacity we can call on to find one more effective ways to reach our goal” (Snyder, 1994).

Berikut ini merupakan visualisasi dari konsep waypower menurut Snyder:

A

B

(34)

Dalam visualisasi diatas, waypower menunjukan suatu rute (tanda panah) yang harus dijalani dan dilalui seseorang (dari poin A) menuju tujuan (poin B). Esensi dari berpikir waypower adalah suatu persepsi bahwa seseorang dapat terlibat dalam pemikiran yang penuh perencanaan (Snyder, 1994). Secara khusus, kemampuan waypower seseorang dapat diterapkan dalam beberapa tujuan yang berbeda satu sama lain. Secara umum, seseorang tampak lebih mudah untuk merencanakan secara efektif ketika tujuan yang hendak dicapai dapat didefinisikan atau dioperasionalkan dengan baik. Sama seperti willpower,

waypower lebih sering terjadi terkait dengan tujuan yang lebih penting. Tujuan yang lebih penting bagi seseorang cenderung memunculkan perencanaan yang kaya. Hal ini terjadi karena seseorang dalam perkembangannya cenderung menghabiskan banyak waktu untuk berpikir tentang bagaimana meraih tujuan yang lebih penting dan cenderung mempraktekan perencanaan terkait dengan tujuan yang lebih penting tersebut.

Kemampuan seseorang untuk menciptakan waypower didasarkan pada pengalaman sebelumnya tentang keberhasilan menemukan satu atau lebih cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Snyder, 1994). Berdasarkan hasil penelitian, ingatan seseorang diatur atau diorganisasikan kedalam tujuan dan rencana. Dengan perkataan lain, seseorang menyimpan informasi secara mental berdasarkan pada tujuan dan cara yang diasosiasikan dengan tujuan tersebut (Snyder, 1994).

(35)

keberhasilan sebelumnya. Pengalaman keberhasilan sebelumnya yang dimaksud adalah dalam hal mengembangkan suatu cara atau jalur baru menuju tujuan pada saat adanya hambatan dalam menjalankan cara yang biasanya dipakai menuju tujuan tersebut. Dalam hal ini. Waypower termasuk fleksibel mental untuk menemukan suatu alternatif jalur menuju pencapaian tujuan yang didambakan. Ungkapan berikut menjelaskan tentang hal ini. “jika anda tidak melakukannya dengan suatu cara tertentu, lakukanlah cara yang berdeda”.

A

B

Gambar 2.3 Visualisasi waypower terkait dengan halangan / rintangan

(36)

suatu rencana baru melainkan kebanykan orang cenderung merasa terhambat dan kehabisan cara ketika mengalami hambatan dalam usaha pencapaian tujuan.

2.1.3 Variasi harapan berdasarkan kombinasi willpower dan waypower

Menurut Snyder (1994), seseorang yang memiliki personal sense of

willpower sebaliknya juga memiliki pemikiran terkait waypower menuju

pencapaian tujuan yang didambakan. Namun seringkali hal ini tidak terjadi. Penelitian menunjukan bahwa seseorang dengan kemampuan berpikir willpower

tidak selalu memiliki pemikiran terkait waypower. Seseorang yang tidak memiliki keduanya, willpower dan waypower, tidak dapat dikatakan bahwa harapannya tinggi. Terdapat 4 (empat) jenis variasi tentang kombinasi willpower dan

waypower (Snyder, 1994), yaitu:

Willpower rendah Waypower rendah

Willpower tinggi Waypower rendah

Willpower rendah Waypower tinggi

Willpower tinggi Waypower tinggi

Table 2.4 Kombinasi willpower dan waypower

(37)

Pada kombibasi kedua (Willpower tinggi dan Waypower rendah). Seseorang tampak memiliki energi secara mental yang cukup untuk mencapai tujuan yang didambakan namun tidak berpkir bahwa dirinya menuju tujuan yang didambakan. Menurut Snyder (1994), dalam beberapa keadaan, ketidak mampuan seseorang dalam berpikir tentang cara untuk mencapai suatu tujuan (waypower) cenderung mengakibatkan frustasi atau kemarahan yang diasosiasikan dengan kinerjanya yang buruk. Selain itu, ketika waypower yang rendah terus dirasakan dalam jangka waktu yang lama maka seseorang cenderung akan mengalami kehilangan willpower.

Sesangkan dengan kombinasi ketiga (Willpower rendah dan Waypower

(38)

terkesan sebagai suatu rutinitas. Mereka dapat menceritakan bagaimana suatu pekerjaan dapat diselesaikan namun mereka seringkali tampak depresif.

Kombinasi terakhir (Waypower tinggi dan Waypower tinggi) merupakan profil diri seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi. Seseorang cenderung memiliki mental yang sangat memadai dan memiliki ide tentang cara meraih tujuan yang juga sangat memadai (Snyder, 1994). Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi memiliki tujuan yang jelas dalam benaknya dan terus menerus berpikir tentang cara untuk mendapatkannya. Mereka tampak sangat fokus pada tujuan yang didambakannya dan bebas bergerak dari satu ide ke ide yang dapat memfasilitasinya mendapatkan tujuannya. Intinya seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi tampak sangat aktif dalam berpikir dan mereka tampak selalu yakin bahwa tersedia pilihan-pilihan cara untuk meraih tujuan yang didambakannya.

2.1.4 Karakteristik Individu Dengan Tingkat Harapan Tinggi

(39)

mengalami emosi negatif yang sedikit dan kurang intens. Hal ini terjadi karena mereka secara kreatif mampu mengembangkan jalur/cara lain untuk meraih tujuan atau memilih tujuan lainnya yang dapat dicapai. Ketika menghadapi permasalahan dalam hidupnya, seseorang dengan tingkat harapan tinggi cenderung mampu memecahkan masalah yang tampak besar dan tidak jelas menjadi masalah-masalah yang lebih kecil dan dapat didefinisikan secara lebih jelas sehingga dapat dikelola. Sedangkan seseorang dengan tingkat harapan yang rendah, ketika menghadpi rintangan yang berat akan mengalami perubahan emosi dengan siklus sebagai berikut: dari berharap menjadi marah, kemudian dari marah menjadi putus asa dan pada akhirnya putus asa menjadi apatis.

Snyder (1994) mengemukakan karakteristik psikologis yang dimiliki seseorang dengan tingkat harapan tinggi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya. Karakteristik tersebut yaitu:

1. Optimis

Seseorang dengan harapan yang tinggi pasti optimis namun tidak sebaliknya. Optimis tampak berkaitan erat dengan willpower namun tidak dengan

waypower. Mereka yang optimis memiliki suatu energi mental terkait dengan

pencapaian tujuannya namun mereka tidak selalu memiliki pemikiran terkait dengan cara pencapaian tujuan (waypower).

2. Memiliki persepsi kontrol terhadap kehidupannya

(40)

3. Memiliki persepsi tentang kemampuannya dalam pemecahan masalah

Kemampuan seseorang dalam pemecahan masalah berkaitan dengan pemikiran seseorang terkait dengan cara pencapaian tujuan. Pada saat mengalami siruasi sulit dalam melaksanakan cara yang biasanya dilakukan untuk mencapai tujua, mereka menjadi sangat berorientasi pada tugas dan menjalankan cara alternatif untuk mencapai tujuan. Mereka cenderung telah mengantisipasi permasalahan dengan mengembangkan perencanaan dengan sistem back-up (cadangan) untuk mengatasi kemungkinan mengalami suatu kesulitan.

4. Kompetitif

Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi tertarik dengan orang lain dan menikmati interaksinya dengan orang lain dan menikmati interaksinya dengan orang lain. Mereka cenderung menikmati kerja keras dan mendapatkan perasaan akan suatu penguasaan tertentu dalam situasi kompetitif. Mereka cenderung membandingkan kemampuan dirinya dengan orang lain. Namun pada orang dengan tingkat harapan yang tinggi, kecendrungannya untuk berkompetisi dengan orang lain tidak ada kaitannya dengan hasrat atau kebutuhan untuk menang. Hal ini terjadi karena mereka tampak menikmati proses pengujian keterampilan yang dimilikinya dan kompetisi memberikan tantangan yang menyegarkan. Mereka lebih mengutamakan proses daripada hasil akhir.

5. Harga diri (self esteem) tinggi

(41)

situasi. Mereka berpikir positif dengan diri sendiri karena mereka mengetahui bahwa mereka telah meraih tujuan mereka dimasa lalu dan melakukan hal yang sama untuk tujuan dimasa yang akan datang. Harga diri orang dengan tingkat harapan yang tinggi tampil dalam ruang privat terkait dengan perasaan bangga terhadap diri sendiri.

6. Merasakan efek yang cenderung positif

Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi mengalami keadaan afek fang positif. Mereka terlibat secara penuh dalam usaha mewujudkan tujuan yang didambakannya. Mereka tampak antusias, tertarik, dan bersukacita dalam mencoba berbagai solusi atau jalur untuk mencapai tujuan yang diperkuat dengan konsentrasi penuh dan minat yang tinggi.

7. Tidak merasa cemas dan depresi

Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi tidak berarti kebal terhadap kecemasan. Namun mereka mampu mengatasi kecemasannya melalui cara berpikir yang dimilikinya terkain dengan willpower dan waypower. demikian halnya dengan depresi. Seseorang dengan tingkat harapan yang tinggi tampak bersemangat dan bergairah dengan energi mental dan ide yang dimilikanya tentang pencapaian tujuan-tujuan mereka. Akibatnya mereka tidak mengalami depresi. Namun tampilan menyerupai depresi atau depresi taraf ringan dapat dialami oleh seseorang yang tinggi dalam waypower namun rendah dalam

willpower.

(42)

yang dikembangkan oleh orang-orang dengan tingkat harapan yang tinggi. Menurut Snyder (1994), orang dengan tingkat harapan yang tinggi mendambakan beberapa tujuan sekaligus dalam berbagai area kehidupan. Meskipun cenderung sulit mereka mempertahankan tujuan tersebut dan memandangnya sebagai tantangan yang diterima dengan tangan terbuka sebagai bagian yang normal dari kehidupan. Mereka cenderung menggunakan tujuan mereka sebagai bagian yang normal dari kehidupan. Mereka cenderung menggunakan tujuan mereka sebagai suatu langkah menuju kesuksesan. Mereka menemukan tujuan dalam hidup mereka dan berpikir bahwa mereka akan mendapatkannya. Dengan kata lain orang dengan tingkat harapan yang tinggi adalah investor yang terus menerus menambah investasinya dalam tujuan-tujuan hidup dan berharap untuk mendapatkan pengambalian yang sempurna dari investasinya tersebut.

2.1.5 Faktor yang Memperngaruhi Harapan

Berdasarkan pemahaman akan konsep Snyder tentang harapan, emosi positif atau negatif merupakan hasil dari pemikiran yang penuh harapan terkait dengan pencapaian tujuan. Dalam berbagai situasi ketika tujuan yang diharapkan diusahakan terwujud, perilaku seseorang untuk mewujudkannya ditentukan oleh interaksi 3 hal (Snyder, dalam Carr, 2004), yaitu:

1. Derajat keberhargaan (valued) dari hasil tujuan yang dikembangkan,

(43)

3. Pemikiran tentang agency pribadi dan seberapa efektif seseorang dalam mengikuti jalur atau menjalankan cara menuju pencapaian tujuan.

Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh pemikiran yang dikembangkan berdasarkan situasi/pengalaman masa lalu dan berkembang melalui dua cara, yaitu:

1. Pemikiran tentang jalur atau cara menuju pencapaian tujuan berdasarkan pengalaman dalam proses perkembangan seseorang terkait dengan korelasi dan kausalitas.

2. Pemikiran tentang agency berdasarkan pengalaman dalam proses perkembangan seseorang terkait dengan diri sendiri sebagai pelaku atau diri sendiri dalam hubungan sebab akibat dari berbagai pengalamannya.

2.2 Pulih Dari Napza

2.2.1 Pengertian Pulih Dari Napza

Pulih dari Napza adalah keadaan dimana seorang pecandu sama sekali tidak menggunakan zat adiktif dan dapat menjalankan kehidupan sosialnya sesuai dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

2.3 Harapan Untuk Pulih Dari Napza

(44)

2.4 Persepsi

2.4.1 Pengertian Persepsi

Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt, dalam Sobur 2003).

Istilah persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman terhadap sesuatu benda ataupun sesuatu kejadian yang dialami. Robbins mendefinisikan persepsi sebagai berikut:

Perception is a process by which individuals organize and interpret their

sensory impression in order to give meaning to their envionmen. (Robbins: 2001).

Definisi Robbins menjelaskan bahwa persepsi merupakan suatu proses dimana setiap individu mengorganisir dan menginterpretasikan apa yang ditangkap inderanya untuk memberikan arti pada lingkungannya.

Morgan (1986) mendefinisikan persepsi sebagai:

Perception refer to the way the world looks, sounds, feels, tester, or smell

in other word percepstion can be defined as whatever is experienced by a

person.

(45)

Selain itu menurut Rice (1998) persepsi adalah interpretasi dan organisasi dari informasi yang diteruskan ke otak oleh indera. Dalam mempersepsikan suatu informasi terdapat dua proses penting, yaitu interpretasi dan organisasi. Pada saat individu melakukan interpretasi, ia berusaha untuk mengartikan dan membuat penilaian terhadap suatu informasi. Informasi tersebut dapat dinilai sebagai sesuatu yang positif ataupun negatif. Setelah melakukan proses interpretasi, individu kemudian melakukan proses organisasi dimana ia memilah-milah informasi baru dan menghubungkan informasi tersebut dengan informasi serupa yang telah disimpan di long-term memory.

Perlu diketahui bahwa saat individu mempersepsikan sesuatu, dapat terjadi bias yang dipengaruhi oleh karakteristik emosi individu tersebut. Bias juga dapat dipengaruhi oleh efek kumulatif dari pengalaman-pengalaman yang dialami sebelumnya oleh individu yang bersangkutan (Rice, 1998).

2.4.2 Proses Persepsi

(46)

Penalaran

Rangsangan Persepsi Pengenalan Tanggapan Perasaan

Persepsi, pengenalan, penalaran, dan perasaan kadang-kadang disebut variabel psikologis yang muncul di antara rangsangan dan tanggapan. Sudah tentu, ada pula cara lain untuk mengonsepsikan lapangan psikologi, namun rumus S-R dikemukakan di sini karena telah diterima secara luas oleh oleh para psikolog dan karena unsur-unsur dasarnya mudah dipahami dan digunakan oleh ilmu sosial lainnya (Hennessy, dalam Sobur 2003).

2.4.3 Komponen Persepsi

Menurut Sobur (2003) dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang, harus dimulai dari mengubah persepsinya. Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama yaitu:

1. Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

(47)

3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi. Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.

2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Robbin (2001) diantara faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu :

1. Orang yang melakukan persepsi, adapun beberapa hal yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang antara lain:

a. Sikap individu yang bersangkutan terhadap objek persepsi.

b. Motif atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada di dalam diri seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi yang dimunculkan.

c. Interest atau ketertarikan, faktor perhatian individu dipengaruhi oleh

ketertarikan tentang sesuatu. Hal ini menyebabkan objek persepsi yang sama dapat dipersepsikan berbeda oleh masing-masing individu.

d. Harapan, harapan dapat menyebabkan distorsi terhadap objek yang dipersepsikan atau dengan kata lain seseorang akan mempersepsikan suatu objek atau kejadian sesuai dengan apa yang diharapkan pada orang tersebut.

(48)

3. Faktor situasi yaitu situasi saat persepsi muncul, konteks situasi saat melihat objek baik berupa lokasi, cahaya dan suasana sangatlah penting. Pada faktor situasi terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi, antara lain:

a. Konteks sosial, bagaimana lingkungan sosial memandang objek persepsi seseorang adalah kecenderungan sesuai dengan apa yang dipersepsikan lingkungan sosialnya.

b. Konteks pekerjaan, persepsi seseorang terhadap suatu peristiwa dalam lingkup pekerjaan.

c. Waktu, pada saat kapan objek persepsi tersebut dipersepsikan.

2.5 Therapeutic Community (TC)

2.5.1 Filosofi

Program Therapeutic Community berlandaskan pada folosofi dan slogan-slogan tertentu, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis (unwritten philosophy). Filosofi Therapeutic Community yang tertulis merupakan suatu hal yang harus dihayati, dianggap sakral, tidak boleh diubah dan harus dibaca setiap hari. Sementara filosofi tidak tertulis (unwritten philosophy) adalah merupakan nilai-nilai yang harus diterapkan dalam proses pemulihan yang maknanya mengandung nilai-nilai kehidupan yang yang universal, artinya filosofi ini tidak mengacu kepada kultur, agama dan golongan tertentu (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).

2.5.1.1Filosofi Therapeutic Community yang tertulis (The Creed)

Merupakan filosofi atau falsafah yang dianut dalam Therapeutic

(49)

Therapeutic Community yang harus dipahami dan dihayati oleh seluruh residen (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).

THE CREED

I am Here, Because There Is No Refuge Finally From My Self

Until I Confront My Self In The Eyes And Heart Of Others

I am Running Until Suffer Them To Share My Secrets I Have No Safety From Them

Afraid To Be Known I Can Know Neither My Self

Nor Any Other Where Else

But In Our Common Ground Can I Find Such A Mirror

Here Together

I Can At Last Appear Clearly To My Self Not As A Giant Of My Dreams

Nor The Drawf Of My Fears But As A Pearson Part Of The Whole With My Share In Its Purpose

(50)

“Saya berada di sini karena tiada lagi tempat berlindung, baik dari diri sendiri, hingga saya melihat diri saya dimata dan hati insan yang lain. Saya masih berlari, sehingga saya belum sanggup merasakan kepedihan dan menceritakan segala rahasia diri saya ini, saya tidak dapat mengenal diri saya sendiri yang lain, saya akan senantiasa sendiri. Di mana lagi kalau bukan disini, dapatkah saya melihat cermin diri ini? Di sinilah, akhirnya, saya melihat cermin diri ini. Disinilah akhirnya saya jelas melihat wujud diri sendiri. Bukan kebesaran semu dalam mimpi atau si kerdil didalam ketakutannya. Tetapi seperti seorang insan, bagian dari masyarakat yang penuh kepedulian. Di sini saya dapat tumbuh dan berakar, bukan lagi seorang seperti dalam kematian tetapi dalam kehidupan yang nyata dan berharga baik untuk diri sendiri maupun orang lain.”

2.5.1.2Filosofi Tidak Tertulis (Unwritten Philosophy)

Merupakan nilai-nilai dasar yang tidak tertulis, tetapi harus dipahami oleh seluruh residen. Karena, inilah nilai-nilai atau norma-norma yang hendak dicapai dalam program. Dengan mengikuti program TC ini, residen dapat membentuk perilaku baru yang sesuai dengan Unwritten Philosophy (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).

(51)

Act as it

Than to be Understood

Compensation

2.5.2 Pengertian Therapeutic Community (TC)

Therapeutic Community (TC) adalah suatu metode rehabilitasi sosial yang ditujukan kepada korban penyalahgunaan narkoba, yang merupakan sebuah “keluarga” terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah yang sama dan memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menolong diri sendiri dan sesama yang dipimpin oleh seseorang dari mereka, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari yang negatif ke arah tingkah laku yang positif (Winanti, Lapas Klas IIA Narkotika).

Therapeutic Community (TC) adalah sekelompok orang yang mempunyai

(52)

masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, man helping man to help himself,

yaitu seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri (BNN).

2.5.3 Konsep Therapeutic Community (TC)

Menurut Winanti, konsep Therapeutic Community yaitu menolong diri sendiri, dapat dilakukan dengan adanya keyakinan bahwa:

a. Setiap orang bisa berubah.

b. Kelompok bisa mendukung untuk berubah. c. Setiap individu harus bertanggung jawab.

d. Program terstruktur dapat menyediakan lingkungan aman dan kondusif bagi perubahan.

e. Adanya partisipasi aktif.

2.5.4 Komponen Therapeutic Community

Dalam menjalankan metode Therapeutic Community, tidak cukup hanya menerapkan filosofi tertulis dan tidak tertulis saja. Masih ada komponen lain yang disebut sebagai empat struktur dan lima pilar (four structures and five pillars) (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004).

2.5.4.1 Kategori Empat struktur

1. Behavior Management Shaping(pembentukan tingkah laku)

(53)

2. Emotional and Psychological(pengendalian emosi dan psikologi)

Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan penyesuaian diri secara emosional dan psikologis, seperti murung, tertutup, cepat marah, perasaan bersalah, dan lain-lain ke arah perilaku yang positif. 3. Intelectual and Spiritual(pengembangan pemikiran dan kerohanian)

Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan aspek pengetahuan, sehingga mampu menghadapi dan mengatasi tugas-tugas kehidupannya serta didukung dengan nilai-nilai spiritual, etika, estetika, moral dan sosial.

4. Vocational and Survival (keterampilan kerja dan keterampilan bersosialisasi serta bertahan hidup)

Yaitu perubahan perilaku yang diarahkan pada peningkatan kemampuan dan keterampilan residen yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari dan tugas-tugas kehidupannya.

2.5.4.2 Kategori Lima Pilar (5 tonggak dalam program)

1. Family Milieu Concept (Konsep Kekeluargaan)

Yaitu suatu metode yang menggunakan konsep kekeluargaan dalam proses dan pelaksanaannya.

2. Peer Pressure(Tekanan Rekan Sebaya)

Yaitu suatu metode yang menggunakan kelompok sebagai metode perubahan perilaku.

3. Therapeutic Session(Sesi Terapi)

(54)

4. Religious Session(Sesi Agama)

Yaitu suatu metode yang memanfaatkan pertemuan-pertemuan keagamaan untuk meningkatkan nilai-nilai kepercayaan atau spiritual residen.

5. Role Modeling(Ketauladanan)

Yaitu suatu metode yang menggunakan tokoh sebagai model atau panutan.

2.5.5 Cardinal Rules

Di luar filosofi tertulis, tidak tertulis, empat struktur dan lima pilar, ada hal yang dianggap tabu untuk dilakukan pada sebuah fasilitas TC. Hal-hal ini disebut juga sebagai peraturan-peraturan utama(BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004). Cardinal Rules merupakan peraturan utama yang harus dipahami dan ditaati dalam program Therapeutic Community, yaitu:

- No Drugs (tidak diperkenankan menggunakan narkoba)

- No Sex (tidak diperkenankan melakukan hubungan seksual dalam bentuk

apapun)

- No Violence (tidak diperkenankan melakukan kekerasan fisik)

2.5.6 Tahapan Program

2.5.6.1Proses penerimaan (Intake Process)

(55)

2.5.6.2Tahap Awal (Primary Stage)

Primary Stage adalah tahapan program rehabilitasi sosial melalui

pendekatan Therapeutic Community, dimana dilakukan stabilitasi fisik, emosi dan menumbuhkan motivasi residen untuk melanjutkan tahap terapi residensi berikutnya. Tahap ini ditujukan bagi perkembangan sosial dan psikologis residen. Dalam tahap ini residen diharapkan melakukan sosialisasi, mengalami pengembangan diri, serta meningkatkan kepekaan psikologis dengan melakukan berbagai aktivitas dan sesi terapeutik yang telah ditetapkan. Dilaksanakan kurang lebih selama 3 sampai 6 bulan. Primary terbagi dalam beberapa tahap, yaitu:

a. Younger Member

Pada tahap ini residen mulai mengikuti program dengan proaktif, artinya ia telah dengan aktif mengikuti program yang telah ditetapkan oleh lembaga. Residen diwajibkan mengikuti aturan-aturan yang ada dan bila melakukan kesalahan diberi sanksi tetapi masih diberikan pula toleransi-toleransi dengan batasan-batasan tertentu. Tujuan dari tahap ini adalah untuk lebih mengenal peraturan-peraturan, filosofi, proses atau prosedur dan terminologi (istilah-istilah yang digunakan dalam Therapeutic Community).

b. Middle Peer

Pada tahap ini residen sudah harus bertanggung jawab pada sebagian pelaksanaan operasional panti/lembaga, membimbing younger member dan

induction (residen yang masih dalam proses orientasi), menerima telefon tanpa pendamping, meninggalkan panti bersama (didampingi) orang tua dan senior

(56)

Tujuan dari tahap ini adalah untuk meningkatkan tanggung jawab residen terhadap diri sendiri, komunitas, dan panti sosial/lembaga, dan untuk meningkatkan disiplin, kejujuran, dan kepercayaan terhadap orang lain.

c. Older Member

Pada tahap ini residen sudah harus bertanggung jawab pada staf dan lebih bertanggung jawab terhadap keseluruhan operasional panti dan bertanggung jawab terhadap residen yunior. Tujuan dari tahap ini adalah untuk meningkatkan tanggung jawab residen terhadap diri sendiri, seluruh komunitas, dan terhadap operasional panti. Untuk meningkatkan disiplin, kejujuran, dan kepercayaan terhadap orang lain. Meningkatkan kemampuan penyesuaian diri residen terhadap lingkungan luar yaitu: keluarga peer group

dan masyarakat.

Kegiatan-kegiatan kelompok yang ada dalam tahap ini adalah:

a. Morning Meeting

Morning meeting adalah komponen utama yang dilaksanakan setiap pagi

hari untuk mengawali kegiatan residen dan diikuti oleh seluruh residen. Morning

meeting merupakan satu forum untuk membangun nilai-nilai sistem pada

kehidupan yang baru berdasarkan Written Phylosophy, Honesty, Trust Environment, Responsibility, dan Comitment.

Tujuan morning meeting:

1. Mengawali hari agar menjadi lebih baik.

(57)

3. Melatih kejujuran dan kepercayaan terhadap residen yang lain. 4. Mengidentifikasi perasaan

5. Membalas Issue keseluruhan rumah yang harus diselesaikan oleh kemunitas.

2.5.6.3Encounter Group

Group ini dirancang khusus untuk mengekspresikan atau menyatakan perasaan kesal, kecewa, marah, sedih dan lain-lain. Group ini adalah bagian untuk memodifikasi perilaku agar menjadikan lebih disiplin.

Tujuan Encounter Group yaitu: 1. Kehidupan komunitas yang sehat.

2. Menjadikan komunitas personal yang bertanggung jawab. 3. Berani mengungkapkan perasaan.

4. Membangun kedisiplinan. 5. Meningkatkan tanggung jawab.

2.5.6.4Static Group

Static Group adalah bentuk kelompok lain yang digunakan dalam upaya

pengubahan perilaku dalam Therapeutic Community. Kelompok ini membicarakan berbagai macam permasalahan kehidupan keseharian dan kehidupan yang lalu.

Tujuan Static Group yaitu:

1. Membangun kepercayaan antara sesama residen dan konselor. 2. Image Breaking (membangkitkan rasa percaya diri).

(58)

2.5.6.5PAGE (Peer Accountability Group Evaluation)

PAGE adalah suatu kelompok yang mengajarkan residen untuk dapat memberikan satu penilaian positif dan negatif dalam kehidupan sehari-hari terhadap sesama residen. Dalam kelompok ini tiap residen dilatih meningkatkan kepekaan terhadap prilaku komunitas.

Tujuan PAGE yaitu:

1. Residen mendapatkan masukan sehingga dapat mengubah perilakunya 2. Menyadari akan kekurangannya.

3. Membangkitkan akan rasa percaya diri. 4. Membangun komunitas yang sehat.

2.5.6.6Haircut

Haircut adalah salah satu bentuk dan sanksi yang diberikan kepada reisden yang melakukan pelanggaran secara berulang-ulang dan telah diberikan sanksi

talking to (teguran lisan secara langsung saat terjadi pelanggaran) dan pull up

(peringatan dan nasihat yang disampaikan pada forum morning meeting). Tujuan Haircut yaitu:

a. Mengubah tingkah laku negatif residen yang melakukan pelanggaran secara berulang-ulang.

b. Untuk memberikan shock therapy.

(59)

2.5.6.7Wrap Up

Wrap up adalah suatu kegiatan yang membahas perjalanan kehidupan

selama 1 hari.

Tujuan wrap up yaitu:

a. Meningkatkan kejujuran antara sesama residen dan staf.

b. Image Breaking (membangkitkan kepercayaan diri).

2.5.6.8Learning Experinces

Learning Experiences adalah bentuk-bentuk sanksi yang diberikan setelah menjalani haircut, family haircut dan general meeting. Tujuannya agar residen belajar dari pengalamannya untuk dapat mengubah perilaku (behavior shapping).

2.5.7 Tahap Lanjutan (Re-Entry Stage)

Re-entry Stage adalah suatu tahapan proses lanjutan setelah tahap primer dengan tujuan mengembalikan residen kedalan kehidupan masyarakat (resosialisasi) pada umumnya (BNN Bekerjasama Dengan Departemen Sosial R.I, 2004). Tahap ini dilaksanakan selama 3 sampai dengan 6 bulan. Tahap ini meliputi :

1. Orientasi

(60)

Tahap ini dilaksanakan selama 2 minggu. Residen belum mendapatkan uang jajan, tidak boleh bertemu orang tua, dan sanksi atas pelanggaran berupa tugas-tugas rumah (task).

Tujuan :

Agar residen mengetahui dan memahami program-program yang ada dalam tahap lanjutan.

2. Fase A

Pada fase ini residen sudah mendapatkan hak berupa: uang jajan setiap minggu; dapat dikunjungi orang tua setiap waktu; diberikan ijin pulang menginap 1 malam 2 minggu sekali pada malam minggu (tergantung performance dan

request kepada staf/konselor). Residen juga boleh mempunyai aktifitas di luar

panti bersama residen lain misalnya Narcotic Anonymous Meeting, Sport Out Doors, acara ulang tahun salah satu residen tetapi harus bersama residen lain. Tujuan :

a) Meningkatkan kemampuan residen dalam menghadapi dan memecahkan masalah dalam keluarga.

b) Melatih kemampuan residen untuk mengelola waktu dan uang.

3. Fase B

Gambar

Gambar 2.1 Visualisasi willpower
Gambar 2.2 Visualisasi waypower
Gambar 2.3 Visualisasi waypower terkait dengan halangan / rintangan
Table 2.4 Kombinasi willpower dan waypower
+7

Referensi

Dokumen terkait