• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas metode bercerita pada proses pembelajaran bidang studi aqidah akhlak di MTSN 13 Ulujami Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas metode bercerita pada proses pembelajaran bidang studi aqidah akhlak di MTSN 13 Ulujami Jakarta Selatan"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS METODE BERCERITA PADA PROSES PEMBELAJARAN BIDANG STUDI AQIDAH AKHLAK

DI MTSN 13 ULUJAMI JAKARTA SELATAN

OLEH : DELLA RAHMAH NIM : 102011023494

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “EFEKTIFITAS METODE BERCERITA PADA PROSES PEMBELAJARAN BIDANG STUDI AQIDAH AKHLAK” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 15 November 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Strata Satu (S1) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 15 November 2006 Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan I/

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Prof. Dr. Rosyada, MA Prof. Dr. H. Aziz Fahrurrozi, MA

NIP. 150 231 356 NIP. 150 202 343

Anggota,

Penguji I Penguji II

Drs. H. Abdul Fatah Wibisono, MA Drs. H.M. Alisuf Sabri

(3)

EFEKTIVITAS METODE BERCERITA PADA PROSES PEMBELAJARAN BIDANG STUDI AQIDAH AKHLAK

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan PAI untuk Memenuhi Syarat-syarat

Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

DELLA RAHMAH Nim 102011023494

Di Bawah Bimbingan Pembimbing

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA NIP: 150 231 356

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(4)

KATA PENGANTAR

ﻢﻴﺣﺮﻟا

ﻦﻤﺣﺮﻟا

ﷲا

ﻢﺴﺑ

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang tidak pernah berhenti mencurahkan rahmat dan karunia-Nya, yang telah menjadikan iman itu indah dalam hati hamba-Nya serta menjadikan kecintaan kepada risalah-Nya lebih dicintai dari segala apapun di dunia ini. Dengan curahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat akhir dalam menyelesaikan program (S1) Universitas Islam negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat beriring salam senantiasa tercurahkan kepada insan mulia yang menjadi tauladan agung sepanjang masa dan mashum akan dosa serta pemupuk ukhuwah sesama manusia. Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, para sahabat dan pengikut sunnahnya yang selalu istiqomah menyeru dengan sruannya dan berpedoman dengan petunjuknya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari tidak sedikit tentunya kendala, hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, baik yang menyangkut pengaturan waktu pengumpulan bahan-bahan ataupun kondisi obyektif di lapangan dan sebagainya. Namun dengan pertolongan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta berkat kesungguhan hati dan kerja keras penulis dapat melewati kesulitan yang dihadapi dan semua ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak yang selalu menyertai penulis. Untuk itu penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

(5)

2. Bapak Ketua dan Sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan arahan kepada penulis. 4. Seluruh dosen serta asisten dosen yang telah memberikan ilmu serta bimbingan

kepada penulis selama masa perkuliahan.

5. Ayahanda dan ibunda tercinta atas segala kasih sayangnya telah memberikan dorongan baik moril maupun materil.

6. Ibu pimpinan MTs.N 13 Jakarta Selatan. 7. Bapak/Ibu guru MTs.N 13 Jakarta Selatan. 8. Para Siswa/siswi MTs.N 13 Jakarta Selatan.

9. Pimpinan perpustakaan utama dan tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 10.Kakak dan adik tercinta.

11.Sahabat-sahabat seperjuangan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan khususnya Mita Laraswati, Sulastri Herawati, Ery Syafaati, Tuningsih, Suminar dan rekan-rekan kelas B angkatan 2002 yang tidak dapat disebutkan yang saling memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca, Amin. Dan semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta membalas budi semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan kepada penulis. Amin Yaa Rabbal A’lamin …

Jakarta, 8 November 2006

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Teoritis... 9

1. Efektivitas Metode Bercerita ... 9

a. Pengertian Efektifitas... 9

b. Pengertian Metode, Strategi dalam Memilih Metode dan Peranannya ... 10

c. Pengertian Metode Bercerita, Aspek-aspek dalam Bercerita, Tujuan dan Fungsi serta Penyampaian Isi Cerita... 17

2. Mata Pelajaran Aqidah Akhlak ... 29

a. Pengertian Mata Pelajaran Aqidah Akhlak... 29

b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Aqidah Akhlak ... 30

c. Ruang Lingkup Pendidikan Aqidah Akhlak ... 31

(7)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian ... 36

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 36

C. Variabel Penelitian... 36

D. Populasi dan Sampel ... 37

E. Teknik Pengumpulan Data... 38

F. Teknik Analisa Data... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Sejarah Berdirinya MTs.N 13 Ulujami Jakarta Selatan dan Perkembangannya... 40

B. Analisis dan Interprestasi Data ... 46

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 64

B. Saran-saran... 65 DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

1. Tanggapan siswa mengenai pendapatan mereka mengikuti pelajaran bidang studi aqidah akhlak... 46 2. Tanggapan siswa mengenai metode apakah yang sering digunakan oleh

guru bidang studi aqidah akhlak dan menyampaikan materi pelajaran ... 48 3. Tanggapan siswa mengenai metode apakah yang tepat digunakan oleh guru

dalam mengajarkan materi tentang kitab suci al-Qur’an dan perilaku

sahabat... 49 4. Tanggapan siswa mengenai apakah guru aqidah akhlak sering menggunakan

materi tentang kitab suci al-Qur’an dan prilaku sahabat... 50 5. Tanggapan siswa mengenai apakah mereka senang mendengar cerita yang

disampaikan oleh guru aqidah akhlak dalam menyampaikan materi

pelajaran ... 51 6. Tanggapan siswa mengenai apakah mereka memperhatikan ketika guru sedang

mengajar dengan metode bercerita... 52 7. Tanggapan siswa mengenai berapa lama biasanya guru aqidah akhlak dalam

menyampaikan cerita ... 53 8. Tanggapan siswa mengenai apakah bahasa yang digunakan oleh guru dalam

bercerita dapat dipahami ... 54 9. Tanggapan siswa mentgenai apakah cerita yang disampaikan oleh guru sesuai

(9)

10.Tanggapan siswa mengenai apakah mereka dapat memahami tentang materi kitab suci al-Qur’an dan prilaku yang disampaikan oleh guru dengan

menggunakan metode bercerita... 56 11.Tanggapan siswa mengenai apakah guru mereka memberikan kesempatan

kepada mereka untuk bertanya usai menyampaikan cerita ... 57 12.Tanggapan siswa mengenai apakah mereka dapat mengingat kembali cerita

yang telah disampaikan oleh guru... 58 13.Tanggapan siswa mengenai apakah usai menyampaikan cerita guru

menyimpulkan kembali cerita tersebut ... 59 14.Tanggapan siswa mengenai apakah mereka dapat mengambil pesan baik dan

mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari dari sebuah cerita yang telah disampaikan oleh guru... 60 15.Tanggapan siswa mengenai pelaksanaan metode bercerita pada pengajaran

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah menciptakan manusia dengan bentuk yang paling sempurna di antara makluk ciptaanNya yang lain di alam semesta ini, karena manusia dilengkapi dengan akal. Yang dengan akal itu manusia dapat mengembangkan segala potensinya melalui bimbingan pengajaran dan latihan melalui suatu proses pendidikan.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangkan menurut Rama Yulis pendidikan diartikan sebagai bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar menjadi dewasa.1

Dengan demikian pendidikan adalah proses yang terdiri dari usaha-usaha yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap si terdidik, baik berupa bimbingan, pengarahan, pembinaan ataupun latihan yang tujuannya adalah membawa si terdidik ke arah terbentuknya kepribadian yang utama baik jasmani maupun rohani bagi perjalanan hidupnya di masa yang akan datang.

Sedangkan arti dari pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.2

Dengan demikian pendidikan Islam merupakan pendidikan yang melatih siswa sedemikian rupa, sehingga dalam prilaku mereka terhadap kehidupan, langkah-langkah dan keputusan mereka diatur oleh nilai-nilai etika Islam. Dalam hal ini dapat ditempuh melalui bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan

1

Rama Yulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalm Mulia, 1994), h. 1

2

(11)

hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Atau dengan kata lain pendidikan Islam merupakan bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.

Adapun tujuan dari pendidikan Islam yaitu mewujudkan insan kamil dengan pola taqwa. Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena ketaqwaan kepada Allah SWT. Dan ini mengandung arti bahwa pendidikan Islam itu berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam hubungannya dengan Allah dan sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia dan akhirat nanti.3

Berbudi pekerti luhur atau berakhlak mulia merupakan salah satu komponen dari tujuan pendidikan Islam. Sedangkan pendidikan akhlak atau yang lebih dikenal dengan pendidikan aqidah akhlak adalah salah satu mata pelajaran yang merupakan rumpun dari pendidikan agama Islam. Akhak secara terminology diartikan sebagai suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.4 Kalau melihat definisi akhlak tersebut maka pendidikan akhlak perlu dilakukan sejak dini karena kalau kita keliru dalam mendidik anak didik maka yang tertanam dalam jiwa mereka pun perbuatan yang keliru pula. Aqidah akhlak adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana kita berprilaku yang sesuai dengan keyakinan dan ajaran agama yang dianut atau norma dan etika yang berlaku dalam Islam.

3

Zakiah Daradjat,Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. Ke-3, h. 28

4

(12)

Oleh sebab itu, pendidikan aqidah akhlak sudah menjadi salah satu bagian dari pendidikan Islam yang dierikan oleh lembaga-lembaga pendidikan kepada peserta didik dimulai dari madrasah Ibtidaiyh, Tsanawiyah, Aliyah bahkan sampai ke perguruan tinggi. Karena kebesaran agama Islam antara lain terletak pada kaidah-kaidah moralitas atau akhlak yang diajarkannya, yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, dan di dalam ajaran agama Islam tidak ada aktivitas manusia yang terlepas dari tuntunan akhlak seperti tata cara bergaul, tingkah laku, perasaan atau aspek apapun dari aktivitas manusia, baik politik, sosial, ekonomi, kesenian dan lain-lain. Semuanya harus selaras dengan akhlak islamiyah dan berdasarkan kepada tuntunan ibadah kepada Allah SWT.

Adapun tujuan utama pendidikan akhlak dalam Islam adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Allah SWT.5

Untuk mencapai dari tujuan pendidikan akhlak tersebut yang juga merupakan bagian dari tujuan pendidikan Islam maka seorang guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif dan efesien mengena kepada tujuan yang diharapkan. Karena guru sebagai pendidik dan pengajar dalam hal ini bertanggung jawab terhadap kesuksesan proses belajar mengajar. Seorang guru pun juga harus bisa memilih dalam penggunaan metode yang disesuaikan dengan materi situasi, kondisi serta pesan yang ingin disampaikan. Karena penggunaan metode yang tidak tepat akan menjadi penghambat jalannya proses belajar mengajar sehingga tenaga dan waktu akan terbuang sia-sia.

Metode yang merupakan salah satu pendukung dalam kesuksesan proses belajar mengajar diartikan sebagai jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.6 Atau dapat juga diartikan sebagai suatu cara yang

5

Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), Cet. Ke-1, h, 159

6

(13)

dilakukan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan mudah dan yang menjadi tujuan dari pembelajaran tersebut dapat tercapai dengan baik.

Banyak sekali macam-macam metode yang dipergunakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Salah satu di antaranya adalah metode bercerita. Metode bercerita adalah salah satu metode atau cara yang dilakukan oleh guru dalam menyampaikan materi atau pesan yang disesuaikan dengan kondisi anak didik. Guru yang mampu memberi informasi dalam penyampaian cerita akan menimbulkan semangat dan minat belajar pada diri anak didik. Karena penggunaan metode yang monoton akan menimbulkan kebosanan pada anak didik. Karena anak didik itu akan selalu tertarik pada sesuatu yang baru, oleh sebab itu metode bercerita salah satu variasi metode yang membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis memilih judul skripsi dengan judul EFEKTIFITAS METODE BERCERITA PADA PROSES PEMBELAJARAN BIDANG STUDI AQIDAH AKHLAK DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 13 ULUJAMI JAKARTA SELATAN.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

(14)

1.1.Yang akan dijadikan objek penulisan skripsi ini pada sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri 13 (MTsN 13) Ulujami Jakarta Selatan adalah kelas 1 (satu) tahun pelajaran 2005/2006.

1.2.Karena ruang lingkup bidang studi Aqidah Akhlak itu cukup luas maka penulis lebih mengarah kepada keberhasilan penggunaan metode bercerita dalam kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak terutama pada materi kitab suci Al-Qur’an dan prilaku kehidupan sahabat.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

2.1.Apakah metode bercerita efektif digunakan dalam proses pembelajaran Aqidah Akhlak pada materi kitab suci Al-Qur’an dan prilaku kehidupan sahabat di Madrasah Tsanawiyah Negeri 13 Jakarta Selatan.

2.2.Bagaimana pelaksanaan metode bercerita dalam pembelajaran Aqidah Akhlak pada materi kitab suci Al-Qur’an dan prilaku kehidupan sahabat di Madrasah Tsanawiyah Negeri 13 Jakarta Selatan.

2.3.Sejauh mana keberhasilan metode bercerita dalam kegiatan pembelajaran Aqidah Akhlak pada materi kitab suci Al-Qur’an dan prilaku kehidupan sahabat.

C. Tujuan Penelitian

(15)

a. Untuk mengetahui apakah metode bercerita efektif digunakan dalam proses pembelajaran bidang studi Aqidah Akhlak pada materi kitab suci Al-Qur’an dan prilaku sahabat.

b. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan metode bercerita dalam proses pembelajaran bidang studi Aqidah Akhlak pada materi kitab suci Al-Qur’an dan prilaku sahabat.

c. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan metode bercerita yang digunakan dalam proses pembelajaran Aqidah Akhlak.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini tersusun dalam lima Bab yang berisi serangkaian pembahasan yang saling berkaitan satu sama lain sebagai satu kesatuan. Adapun urutannya sebagai berikut:

BAB PERTAMA: Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

(16)

BAB KETIGA: Metodologi Penelitian, terdiri dari tempat dan waktu penelitian, variable penelitian, populasi dan sample, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.

BAB KEEMPAT: hasil penelitian terdiri dari gambaran umum dan sejarah berdirinya tempat penelitian (sejarah berdirinya Madrasah Tsanawiyah Negeri 13 Ulujami Jakarta Selatan), dan analisa data.

(17)

BAB II

KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS

A. KAJIAN TEORITIS

1. Efektifitas Metode Bercerita a. Pengertian Efektifitas

Kata “efektifitas” merupakan kata sifat dari kata efektif yang berarti ada efeknya (akibat, pengaruh, kesan), manjur atau mujarab, dapat membawa hasil, berhasil guna.7 Sedangkan kata efektifitas yang terdapat dalam ensiklopedi Indonesia berarti tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dapat dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya.8

Dalam bukunya, pengantar studi ilmu administrasi dan manajemen Suwarno Handayaningrat sebagaimana ia mengutip dari pendapat A. Emerson menjelaskan arti dari efektifitas (effectivenss) “sebagai berikut”: effectiveness is measuring in term of attaining pres cribbed goals or objective” (efektifitasi ialah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya). Jelasnya bila sasaran atau tujuan telah tercapai sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya

7

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), cet. ke-8, h. 961

8

(18)

adalah efektif. Jadi kalau tujuan atau sasaran itu tidak selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, pekerjaan itu tidak efektif.9

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas berarti tercapainya atau terlaksananya suatu tujuan apa yang sudah direncanakan atau diinginkan sebelumnya sehingga membawa hasil yang baik.

b. Pengertian Metode, Strategi dalam Memilih Metode dan Peranannya 1. Pengertian Metode

Metode merupakan salah satu faktor penduduk dalam proses belajar mengajar. Oleh sebab itu dalam kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari sebuah metode.

Membahas tentang metode belajar, bisa ditinjau dari dua aspek, etimologi dan terminologi. Secara etimologi, dalam buku yang ditulis oleh Ramayulis menerangkan bahwa: “Metode berasal dari Bahasa Yunani yaitu Metha yang berarti melalui hodos yang berarti jalan atau cara. Metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Atau secara sederhana dalam termonologi pendidikan berarti, cara yang harus ditempuh untuk mengajar supaya dapat mencapai tujuan belajar mengajar.10

9

Suwarno Handayani Ningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, (Jakarta: PT. I Dayau Press dan Yayasan Masagung, 1990), cet. ke-10, hl. 16

10

(19)

Sedangkan Prof. Dr. Zakiah Daradjat dalam bukunya metodik khusus pengajaran Agama Islam, memberikan pengertian metode sebagai suatu cara kerja yang sistematik dan umum, seperti cara-cara kerja ilmu pengetahuan.11 Sementara itu Dr. Ahmad tafsir mengartikan metode sebagai cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.12 Dan ada pula yang mengartikan metode merupakan bagian dari didaktik yang membicarakan tentang pelaksanaan cara belajar atau cara guru menyajikan bahan pelajaran kepada murid.13

Dari beberapa pengertian metode di atas dapat diambil kesimpulan bahwa metode ialah suatu cara yang sistematik yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran agar tercapainya tujuan dari pembelajaran tersebut.

2. Strategi dalam memilih metode

Pemiilhan metode secara tepat menjadi keharusan, karena mengingat metode banyak sekali ragamnya, mungkin suatu metode sangat efektif digunakan untuk suatu mata pelajaran tertentu, tapi tidak efektif untuk mata pelajaran yang lainnya. Atau suatu metode efisien

11

Zakiah Daradjat, dkk., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 1

12

Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997), h. 1

13

(20)

untuk suatu kondisi tertentu, tapi tidak efisien untuk kondisi yang lain. Bahkan metode yang cocok digunakan untuk menyajikan pokok bahasan tertentu belum tentu sesuai untuk menyajikan pokok bahasa yang lain dalam mata pelajaran yang sama.

Oleh sebab itu, agar memperoleh metode yang tepat diperlukan strategi di dalam memilihnya. Dan dalam memilih metode ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, di antaranya.14

a. Tujuan yang akan dicapai

Setiap proses belajar mengajar tentu mempunyai tujuan. Dan setiap pendidik harus mengerti dengan jelas tujuan pendidikan yang akan menjadi sasaran dan menjadi pengarah daripada tindakan-tindakannya dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Di samping itu, tujuan pendiidkan dan pengajaran juga berfungsi sebagai kriteria bagi pemilihan dan penentuan alat dan sarana (termasuk metode) yang akan digunakan dalam mengajar.

b. Siswa/Pelajar

Siswa yang akan mempelajari bahan pelajaran yang disajikan guru, harus pula diperhatikan dalam memilih metode mengajar. Ini perlu sebab metode mengajar itu ada yang menurut pengetahuan dan kecekatan tertentu, misalnya metode diskusi menuntut

14

(21)

pengetahuan yang cukup luas dan penguasaan bahasa serta keterampilan mengemukakan pendapat. Demikian pula dengan metode ceramah yang menuntut penguasaan bahasa pasif dan siswa, sebab siswa harus dapat menangkap isi dari yang dikemukakan guru melalui ceramah.

c. Bahan Pelajaran

Bahan pelajaran yang menurut kegiatan penyelidikan oleh siswa hendaknya disajikan melalui Metode Eksperimen. Sedangkan bahan pelajaran yang terdiri dari latihan disajikan melalui Metode Drill.

d. Guru/Pendidik

Seperti telah dikemukakan bahwa pendidik harus mengerti tentang metode, baik ragamnya, efektifitasnya, kebaikan dan kelemahannya serta terampil menggunakan metode itu. Guru yang kurang berbahasa dengan baik dan tidak bersemangat dalam berbicara kurang tepat apabila ia menggunakan Metode Ceramah. Demikian juga guru yang kurang memahami tentang peran (action) sebaiknya tidak menggunakan metode sosiodrama atau Bramain Peran.

e. Srana/Fasilitas

(22)

dan lain sebagainya. Fasilitas ini turut menentukan metode mengajar yang akan digunakan oleh guru. Misalnya metode demonstrasi dan Eksperimen tidak dapat dipakai karena tidak tersendirinya alat-alat dan bahan-bahan untuk mengadakan demonstrasi dan percobaan. Apabila fasilitas kurang, maka guru cenderung menggunakan metode ceramah karena metode ini tidak menuntut adanya banyak fasilitas.

f. Situasi

Situasi adalah keadaan para pelajar menyangkut kelelahan dan

semangat mereka, keadaan guru, dan lingkungan kelas. Apabila siswa dalam keadaan lelah atau jenuh maka sebaiknya tidak

menggunakan metode ceramah akan tetapi menggunakan metode sisiodrama. Demikian pula sebaliknya.

g. Kebaikan dan Kelamahan Metode

Tidak ada suatu metode yang baik untuk setiap tujuan dalam segala situasi. Setiap metode mempunyai kelebihan dan

kelemahan. Guru perlu mengetahui kapan sesuatu metode tepat digunakan dan kapan harus digunakan kombinasi dari

(23)

h. Waktu

Alokasi waktu yang tersedia untuk menyampaikan bahan pelajaran juga menjadi pertimbangan dalam pemilihan metode.

Seorang pendidikan tidak hanya harus pandai dalam memilih metode tetapi perlu diperhatikan juga di dalam penerapan metode. Karena meskipun metode belajar yang dipiilh telah sesuai, namun apabila dalam penerapan kurang benar, maka tidak akan didapatkan Efektifitas di dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu hendaklah seorang pendidik di dalam menerapkan metode mampu menciptakan suasana belajar menjadi suasana yang menyenangkan karena dengan suasana tersebut belajar akan lebih efektif.

3. Peranan Metode

Ada beberapa peranan metode menurut para pakar pendidikan di antaranya:

a. Menurut H. M. Arifin, metode merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat itu mempunyai fungsi ganda, yaitu yang bersifat polipragmatis dan monopragmatis.”15 b. Metode, sebagai strategi mengajar. Karena “di dalam proses

belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat

15

(24)

belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut metode mengajar.”16

c. Metode sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar. Dengan metode diharapkan tumbuh berbagai kegiatan siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain tercipta interaksi edukatif dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa.”17

d. Menurut Hadisusanto metode adalah seni mengajar. Sebagai suatu seni, metode belajar harus menimbulkan kesenangan dan kepuasan bagi anak didik. Kesenangan dan kepuasan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan gairah semangat belajar bagi anak didik.18

Dari pendapat para pakar pendidikan di atas jelaslah bahwa peran metode itu sangat penting tidak hanya sebagai alat dan strategi dalam pembelajaran tetapi juga metode berperan sebagai seni

16

Roestiyah NK, Strategi Beljar Mengajar, Salah Satu Unsur Pelaksanaan Belajar Mengajar; Teknik Penyajian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), cet. ke-4, h. 1

17

Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989), cet. ke-2, hl. 76

18

Dirto Hadisusanto, Kapita Selekta Pendiidkan, Pendidikan dan Masalah-masalah Pokoknya,

(25)

mengajar sehingga dapat menimbulkan kesenangan dan kepuasan serta gairah semangat untuk belajar bagi anak didik.

c. Metode Bercerita

1. Pengertian Metode Bercerita

Metode bercerita terdiri dari dua kata, yaitu metode dan bercerita. Sedangkan pengertian metode telah dibahas di atas yang mana dapat disimpulkan pengertiannya yaitu suatu cara yang digunakan seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran agar apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai. Sementara itu kata bercerita berasal dari kata cerita dalam kamus Sastra Indonesia dikatakan bahwa cerita adalah: “Karangan yang mengisahkan terjadinya peristiwa, kejadian, perbuatan. Pengalaman atau penderitaan seseorang baik yang benar-benar terjadi maupun hanya bersifat khayalan belaka.19

Sedangkan menurut Soekamto, cerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru kepada murid-muridnya. Ayah kepada anak-anaknya juru cerita kepada pendengarnya. Suatu kegiatan yang bersifat seni karena erat kaitannya dengan keindahan dan bersandar kepada kekuatan kata-kata yang dipergunakan untuk mencapai tujuan cerita.20

19

Syamsir Arifin, Kamus Sastra Indonesia, (Jakarta: Balai PUstaka, 1991), cet. ke-10, h. 26

20

(26)

Adapun pengertian cerita dalam kamus umum Bahasa Indonesia adalah karangan yang menuturkan perbuatan, pengamalan, atau penderitaan orang, baik yang sungguh-sungguh terjadi ataupun yang hanya rekaan belaka. Sedangkan bercerita artinya menuturkan suatu cerita.21

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan metode bercerita adalah suatu cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik dengan menuturkan cerita atau suatu peristiwa, kejadian atau pengalamannya yang dengan cerita tersebut dapat disampaikan pelan-pesan yang baik dan dapat dijadikan suatu pelajaran.

Jadi, metode bercerita merupakan salah satu metode yang dilakukan oleh guru dalam menyampaikan pesan atau materi pelajaran kepada anak didik. Guru yang mampu memberikan informasi dalam penyampaian cerita akan menimbulkan semangat dan pemahaman anak terhadap pelajaran yang diterima dari cerita tersebut.

Oleh sebab itu, sebaiknya cerita diberikan secara menarik dan membuka kesempatan kepada anak didik untuk bertanya dan memberikan tanggapan setelah guru selesai bercerita. Jadi, dalam hal ini metode juga harus bervariatif. Dan cerita juga harus disesuaikan

21

(27)

dengan materi pelajaran yang sedang dibahas. Sehingga akan menimbulkan semnagat dan pemahaman anak didik terhadap pelajaran tersebut.

Dan biasanya sumber-sumber cerita bisa di dapat dari Al-Qur’an, hadits, buku-buku cerita keagamaan pengamatan dan pengalaman guru. Buku-buku yang berisi cerita kisah, hikayat dan sejarah sangat bermanfaat bagi anak didik karena dari kisah tersbut mereka dapat mengambil pelajaran dan kesan yang baik. Sehingga mereka dapat meniru dari apa yang baik yang terdapat dalam kisah tersebut.

2. Aspek yang perlu diperhatikan dalam metode bercerita

Salah satu unsur yang terpenting dalam sebuah cerita adalah tema. Oleh sebab itu seorang pendidik harus bisa memilih tema cerita yang baik untuk disampaikan anak didik.

Tema adalah pokok, dasar cerita yang dipercakapkan, sebagai dasar mengarang.22 Atau bisa juga diartikan sebagai ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fisik yang diciptakannya23 dan

22

W.J.S. Poerwadarminta., Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982)

23

(28)

adapula yang mengartikan tema sebagai gagasan, ide atau pokok persoalan yang menjadi dasar cerita.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa tema adalah pokok/ide yang mendasari suatu cerita atau pokok persoalan yang terdapat dalam sebuah cerita.

Tema-tema yang terdapat di dalam cerita banyak dikenal oleh masyarakat dan tidak semuanya baik untuk diceritakan kepada anak didik. Oleh karena itu pilihlah tema cerita yang senantiasa mengandung nilai pendidikan, nilai-nilai dan tujuan lainnya yang bermanfaat, di samping sebagai sarana hiburan.

Pada saat sekarang ini banyaksekali cerita yang diterbitkan dan diantaranya yang banyak itu banyak pula tema cerita yang diterbitkan yang tidak memiliki nilai pendidikan dan moral. Tema cerita yang demikian patut disisihkan secara teoritis, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam memilih tema cerita. Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah :

a. Aspek Religius (Agama)

Dalam memilih tema cerita yang baik, aspek agama ini tidak dapat diabaikan mengingat tema cerita yang dipilih merupakan sarana pembntukan moral.

(29)

merusak yang terkandung di dalam cerita yang temanya tidak baik, bahkan ada kemugkinan cerita yang demikian dapat merusak moral anak yang sudah baik.

Bagi kalangan keluarga muslim tema cerita yang dipilih tidak hanya karena daya tarik ceritanya saja, melainkan harus sarat dengan nilai-nilai ajaran Islam. Kini memang tugas orang tua untuk bisa menghidangkan cerita agamis pada anak dalam upaya menenggelamkan pengaruh cerita yang ternyata tidak baik dan dapat merusak aqidah dan akhlak anak.24

b. Aspek Paedagogis (Pendidikan)

Perhitungan aspek pendidikan dalam pemilihan tema cerita juga penting, sehingga dari tema cerita diperoleh dua keuntungan, yaitu menghibur dan mendidik anak dalam waktu yang bersamaan.

Di sinilah letak pencerita untuk dapat memilih tema cerita dan menyampaikan pesan-pesan didaktis dalam cerita.

Pendapat ini didukung oleh ayat Al-Qur’an yang berbunyi

اﺬه

ﻚْﻴ إ

ﺎ ْﻴ ْوأ

ﺺﺼ ْا

ﺴْ أ

ﻚْﻴ ﻋ

ﱡﺺ

ْ

ا

ﻴ ﻓﺎﻐْا

ﻪ ْ

ْ

ﺖْآ

ْنإو

ناءْﺮ ْ

Artinya: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu. Dan sesungguhnya

24

(30)

kamu sebelum (Aku Mewahyukan) adalah termasuk orang-orang yang lalai” (Q.S. Yusuf [12] : 3).

ٌةﺮْﻋ

ْ ﻬﺼﺼ

ﻲﻓ

نﺎآ

ْﺪ

ْا

ﻲ وﻷ

بﺎ ْﻷ

Artinya: “Sesungguhnya di dalam kisah-kisah mereka terdapat ibarat bagi orang-orang yang berakal” (Q.S. Yusuf [12] 111).

Kandungan ayat ini mencerminkan bahwa cerita yang ada dalam Al-Qur’an merupakan cerita-cerita pilihan yang mengandung nilai paedagogis.

c. Aspek Psikologis

Mempertimbangkan aspek psikologis dalam memilih tema cerita sangat membantu perkembangan jiwa anak. Mengingat anak adalah manusia yang sedang berkembang, maka secara kejiwaan tema ceritapun disesuaikan dengan kemampuan berfikir, kestabilan emosi, kemampuan berbahasa serta tahap perkembangan pengetahuan anak dalam menghayati berita tersebut. Cerita yang baik dapat mempnegaruhi perkembangan anak.

3. Tujuan Metode Bercerita

(31)

Menurut Abdul Aziz Abdul Madjid, tujuan metode bercerita sebagai berikut :25

a. Menghibur anak dan menyenangkan mereka dengan bercerita yang baik.

b. Menambah pengetahuan siswa secara umum. c. Mengembangkan imajinasi.

d. Mendidik akhlak. e. Mengasah rasa.

Menurt Hapidin dan Winda Gunarti, tujuan metode bercerita adalah sebagai berikut :26

a. Melatih daya tangkap dan daya berfikir. b. Melatih daya konsentrasi.

c. Membantu perkembangan fantasi.

d. Menciptakan suasana menyenangkan di kelas.

Sementara itu menurut Asnelli Ilyas, bahwa tujuan metode bercerita dalam pendidikan anak adalah, “menanamkan akhlak Islamiyah dan perasaan ketuhanan kepada anak dengan harapan melalui pendidikan dapat menggugah anak untuk senantiasa merenung dan berfikir sehingga dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari.27

25

Abdul Aziz Abdul Madjid, Mendidik dengan Cerita, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), cet. Ke-1, h. 64

26

Hapidin dan Winda Gunarti, Pedoman Perencanaan, Pengelolaan dan Evaluasi Pengajaran di Taman Kanak-kanak, (Jakarta: PGTK Darul Kalam, h. 62

27

(32)

Jadi jelaslah metode bercerita disajikan kepada anak didik bertujuan agar mereka memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari dan menambahkan rasa cinta anak-anak kepada Allah, Rasul dan Al-Qur’an.

4. Fungsi Metode Bercerita

Metode tidak hanya berfungsi sebagai alat dalam mencapai sesuai tujuan tetapi dalam penerapannya metode dapat disampaikan dalam suasana menyenangkan, menggembirakan, penuh dorongan dan motivasi sehingga pelajaran atau materi pendidikan itu dapat dengan mudah diberikan. Bercerita bukan hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga merupakan suatu cara yang dapat digunakan dalam mencapai sasaran-sasaran atau target pendidikan.

Di bawah ini beberapa fungsi metode cerita yang juga merupakan salah satu bentuk metode pendidikan yaitu :

a. Memahami konsep ajaran Islam secara emosional28

Cerita yang bersumber dari Al-Qur’an dankisah-kisah keluarga muslim diperdengarkan melalui cerita, diharapkan anak didik tergerak hatinya untuk mengetahui lebih banyak agamanya dan pada akhirnya terdorong untuk beramal di jalan yang lurus.

28

(33)

b. Menanamkan nilai-nilai pendidikan yang baik

Melalui metode bercerita ini dapat sedikit demi sedikit

ditanamkan hal-hal yang lebih baik kepada anak didik, yang

berupa cerita para Rasul atau umat yang terdahulu yang memiliki

kepatuhan dan keteladanan. Cerita hendaknya dipilih dan

disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu

pengajaran.

c. Mempengaruhi perasaan sikap dan tingkah laku

Metode bercerita dapat mempengaruhi perasaan, sikap dan

tingkah laku anak, karena dengan secara tidak langsung cerita itu

menciptakan lahirnya keinginan berbuat sperti dalam cerita itu

menciptakan lahirnya keinginan berbuat seperti dalam cerita atas

dasar inisiatif sendiri tanpa paksaan orang lain.

d. Dapat mengembangkan imajinasi anak29

Kisah-kisah yang disajikan dalam sebuah cerita dapat membantu

anak didik dalam mengembangkan imajinasi mereka. Dengan hasil

imajinasinya diharapkan mampu bertindak seperti tokoh-tokoh

dalam cerita yang disajikan guru.

29

(34)

e. Membangkitkan rasa ingin tahu30

Sikap ingin tahu hal-hal yang baik adalah harapan dari

sebuah cerita, sehingga rasa ingin tahu tersebut membuat anak

berupaya memahami isi cerita. Isi cerita yang dipahami tentu saja

akan membawa pengaruh terhadap anak didik dalam menentukan

sikap.

Dari penjelasan di atas semakin jelaslah bahwa bercerita

bukan hanya sebagai hiburan dan teman dikala tidur tetapi juga

memiliki fungsi yang sangat penting baik dalam pendidikan

maupun dalam pembentukan kepribadian anak.

5. Penyampaian Isi Cerita dan Menyimpulkan Pokok Isi Cerita

a. Penyampaian Isi Cerita

Setiap guru bisa bercerita, namun cerita yang mereka

sampaikan kepada anak didik akan semakin menarik kalau mereka

terampil, kreatif serta penuh penghayatan. Maka, sebaiknya dalam

membawakan/menyampaikan isi cerita perlu diperhatikan hal-hal

berikut:

1) Bayangkan setiap kejadian seolah-olah anda berada di

tengah-tengah peristiwa tersebut.

(35)

2) Jangan menggunakan kata sifat, melainkan gunakanlah kata kerja. Untuk menerangkan sifat dan tokoh-tokoh yang terlibat di dalam cerita hendaknya dijelaskan melalui segala perbuatannya, agar anak-anak bisa mengambil kesimpulan sendiri.

3) Gunakanlah percakapan (dialog), agar cerita menjadi hidup. 4) Gunakanlah alat peraga untuk menunjang penyajian cerita.

5) Gunakanlah mimik dan peraga untuk menunjang penyajian cerita. Jika cerita tersebut bersifat gembira, ungkapan kegembiraan tersebut melalui wajah dan gerak-gerik yang tidak berlebihan, sehingga anak bisa memahami melalu perasaannya.

6) Gunakanlah intonasi suara, tekanan kata, tinggi rendahnya nada untuk menghidupkan cerita sesuai dengan karakteristik dari tokoh-tokoh yang terlibat di dalam cerita.

7) Gunakanlah kata-kata yang dapat dipahami anak. Pakailah kalimat pendek yang sederhana.

8) Jangan terlalu lama dalam bercerita, karena daya konsentrasi anak sangat terbatas.

9) Perhatikan anak tatkala bercerita, agar fokus perhatian tidak beralih, dan untuk mengetahui apakah cerita yang kita sajikan menarik atau tidak.31

31

(36)

b. Menyimpulkan Pokok Isi Cerita

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan seorang guru atau pencerita dalam menyampaikan cerita yaitu ia harus bisa menyimpulkan cerita karena anak didik masih memerlukan bantuan pencerita untuk menyimpulkan pokok isi cerita. Sehingga seorang guru dalam menyampaikan cerita kepada anak didik tidak hanya menggambarkan, menguraikan isi atau alur cerita tetapi harus disertakan juga kesimpulan, agar anak memperoleh kesan/pesan yang jelas diri isi cerita yang disampaikan, dan mampu memahami inti cerita tersebut sesuai dengan harapan pencerita. Karena menurut Wilson Nadeak dalam bukunya cara-cara bercerita menjelaskan bahwa kesimpulan pokok isi cerita itu banyak memuat bagian-bagian terpenting dari unsur cerita. Cara yang demikian akan memudahkan anak memahami isi cerita secara utuh. Anak dapat mengenal tokoh yang baik dan tokoh yang jahat. Pertentangan-pertentangan dan ketegangan-ketegangan yang dihadapi tokoh dapat diselesaikan dengan baik, menggerakkan pikiran dan hati sehingga mereka memasuki dunia cerita itu seniri dan setelah puncak cerita dicapai mereka merasa terhibut atau budi nurani mereka menjadi luhur.32

Dalam menyimpulkan isi cerita juga harus dikaitkan dengan norma-norma ajaran Islam yang bertujuan agar dalam menyimpulkan

32

(37)

pokok-pokok isi cerita, pencerita selalu berpedoman kepada norma ajaran Islam yang telah digariskan oleh Al-Qur’an dan hadits, serta dalam menyimpulkan cerita, pencerita juga menyertakan nasehat-nasehat moral yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits.

2. Mata Pelajaran Aqidah Akhlak

a. Pengertian Mata Pelajaran Aqidah Akhlak

Dalam pendidikan formal, aqidah akhlak menjadi salah satu mata pelajaran yang meupakan rumpun mata pelajaran pendidikan agama Islam

yang secara etimologi kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu “

yang berarti kepercayaan atau keyakinan.33

Sedangkan kata akhlak atau khuluq secara kebahasaan berarti budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabiat.34

Sedangkan pengertian pendidikan Aqidah Akhlaq dalam buku pedoman khusus aqidah dan akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, menghayati dan mengimani Allah SWT. dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan bimbingan,

33

Ahmad Warsain Munawwir, Kamus Al-Munawar Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 1024

34

(38)

pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman, keteladanan dan pembiasaan. Dalam kehidupan masyarakat yang majemuk dalam bidang keagamaan, pendidikan ini juga diarahkan pada peneguhan aqidah di satusisi dan peningkatan toleransi serta saling menghormati dengan penganut agama lain dalam rangka mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa.35

b. Fungsi dan Tujuan 1. Fungsi

Mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah berfungsi untuk: (a) Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai

kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat; (b) Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. serta akhlaq mulia peserta didik

seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga; (c) Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui Aqidah Akhlak; (d) Perbaikan

kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan

sehari-hari; (e) Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang akan dihadapinya

35

(39)

hari; (f) Pengajaran tentang informasi dan pengetahuan keimanan dan

akhlak, serta sistem dan funsionalnya; (g) Penyaluran peserta didik untuk mendalami Aqidah Akhlak pada jenjang pendidikan yang lebih

tinggi.36 2. Tujuan

Mata pelajaran Aqidah Akhlak bertujuan untuk menumbuhkan

dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalu pemberian dan pemupukan

pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang aqidah dan akhlaq Islam, sehingga menjadi manusia

muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta

untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.37

c. Ruang Lingkup

Cakupan kurikulum Pendidikan Aqidah Akhlaq di Madrasah

Tsanawiyah meliputi:

36

Ibid., h. 22

(40)

1. Aspek Aqidah terdiri atas keimanan kepada sifat wajib, mustahil dan jaiz Allah, keimanan kepada kita Allah, Rasul Allah, sifat-sifat dan mu’jizatnya, dan hari akhir.

2. Apek akhlaq terpuji yang terdiri atas khauf, taubat, tawadlu, ikhlas, bertauhid, inovatif, kreatif, percaya diri, tekad yang kuat, ta’aruf, ta’awun, tafahum, tasamuh, jujur, adil, amanah, menepati janji, dan bermusyawarah.

3. Aspek akhlaq tercela meliputi kufur, syirik, munafik, namimah, dan ghibah.38

B. Skenario Gaya Metode Bercerita

Langkah-langkah dalam metode bercerita meliputi perencanaan, pelaksanaan, yang melibatkan guru dan murid yang kemudian evaluasi. Langkah pertama adalah perencanaan, perencanaan metode bercerita yaitu :

1. Merupakan tujuan yang hendak dicapai dan materi yang akan disampaikan. 2. Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah metode yang sesuai dengan

materi yang akan dibahas.

3. Memperhitungkan apakah kondisi siswa memungkinkan untuk diadakan metode bercerita.

38

(41)

4. Memperhitungkan waktu yang akan diperlukan, termasuk waktu siswa untuk bertanya, berkomentar dan mencatat hal-hal yang penting.

5. Menetapakan rencana untuk mengadakan evaluasi.

Apabila perencanaan telah tersusun, maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan atau penerapan metode bercerita, yaitu pertama-tama seperti biasa seorang guru diawal memulai kegiatan belajar mengajar maka terlebih dahulu melakukan apersepsi, memberikan motivasi dan baru kemudian kepada kegiatan inti yaitu menyampaikan materi pelajaran yang akan dibahas dengan menggunakan metode bercerita. Pertama guru menyuruh siswanya secara bergantian untuk membaca materi yang akan dibahas point perpoint setelah selesai membaca kemudian guru menjelaskan materi tersebut dengan diselangi cerita-cerita menarik yang masih berhubungan dengan materi yang dibahas. Setelah guru selesai menyampaikan materi dengan metode bercerita tadi lalu guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan berkomentar berkaitan dengan materi dan cerita yang telah disampaikan dan apabila waktunya masih memungkinkan maka guru menyuruh satu/dua orang untuk menceritakan dan menjelaskan kembali mengenai materi dan cerita yang telah disampaikan. Lalu guru bersama-sama dengan siswa menyimpulkan materi dan cerita yang telah disampaikan.

(42)

cara memberikan beberapa pertanyaan kepda siswa secara langsung dan dijawab secara langsung satu persatu.

Pada saat melakukan evaluasi seorang guru harus benar-benar memperhatikan dari seluruh siswa berapa persenkah siswa yang dapat menjawab dan berapa persenkah tujuan yang telah tercapai.

C. Kerangka Berfikir

Efektifitas adalah tercapainya atau terlaksananya suatu tujuan apa yang sudah direncanakan atau diinginkan sebelumnya.

Keberhasilan dalam proses belajar mengajar tidak terlepas dari yang namanya metode. Metode diartikan sebagai suatu cara yang sistematik yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran agar tercapainya tujuan dari suatu pembelajaran.

Adapun peranan metode tidak hanya sebagai alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan akan tetapi mempunyai peranan lain diantaranya: metode berperan sebagai strategi mengajar, metode sebagai seni dalam mengajar dan metode sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar.

(43)

Metode bercerita merupakan salah satu bentuk dari macam-macam metode yang digunakan oleh guru. Metode berceritaadalah suatu cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik dengan menuturkan cerita atau suatu peristiwa, kejadian atau pegalamannya yang dengan cerita tersebut dapat disampaikan pesan-pesan yang baik dan dapat dijadikan suatu pelajaran.

Metode bercerita memiliki fungsi diantaranya: agar dapat memahami konsep ajaran Islam secara emosional, menanamkan nilai-nilai pendidikan yang baik, dapat membangkitkan imajinasi anak membangkitkan rasa ingintahu dan mempengaruhi perasaan sikap dan tingkah laku. Oleh sebab itu dalam memilih tema cerita harus diperhatikan beberapa aspek berikut: aspek religius, aspek paedagogis dan aspek psikologis.

(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan hal yang umum dilakukan dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, yang berguna dalam menjawab permasalahan yang dihadapi. Metodologi ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang kurat, valid dan signifikan dengan permasalahan.

A. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana efektifitas metode bercerita dalam kegiatan pembelajaran aqidah akhlak pada materi kitab suci Al-Qur’an dan perilaku sahabat, bagaimana pelaksanaannya, serta kendala – kendala dan hal – hal apa sajakah yang menunjang pelaksanaan metode bercerita.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dan uji coba adalah sejak tanggal 6 Februari sampai dengan 29 April 2006, dan tempat penelitian adalah di sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri 13 Ulujami Jakarta Selatan.

C. Variable Penelitian

(45)

Efektifitas metode bercerita pada proses pembelajaran bidang studi Aqidah Akhlak.

Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Variabel Dimensi Indikator Butir Soal

Metode bercerita

Pelaksanaan metode bercerita

- Mengetahui tingkat kesenangan siswa dalam mengikuti pelajaran aqidah akhlak

- Mengetahui metode yang tepat dan sering digunakan guru akidah akhlak dalam menyampaikan materi pelajaran

- Respon sisiwa terhadap penggunaan metode bercerita

- Pelaksanaan metode bercerita yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar

- Tingkat pemahaman siswa setelah menggunakan metode bercerita

1

2-4

5-6 7, 8, 9, 11,

13 10, 14, 15

D. Populasi dan Sample

Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Adapun pengertian dari populasi itu adalah keseluruhan subyek penelitian. Sedangkan sample adalah

sebagian dari populasi yang memiliki sifat dan karakterisik yang sama sehingga betul-betul mewakili populasi.

Dan yang menjadi target dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa/siswi kelas 1 Madrasan Tsanawiyah Negeri 13 Ulujami Jakarta Selatan

(46)

sample sebanyak 50 orang responding dari keseluruhan jumlah siswa yang

diambil secara acak (random sampling).

E. Teknik Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data ini ditempuh melalui beberapa teknik antara lain: 1. Observasi, yaitu cara pengumpulan data dengan mengamati secara langsung

dan penulis mengadakan pencatatan bahan-bahan atau data-data yang dibutuhkan dalam pembahasan ini.

2. Angket, yaitu berupa lembaran pernyataan mengenai sesuatu hal yang berkaitan dengan penelitian yang harus dijawab dan diisi oleh responden.

3. Dokumentasi, yaitu doukmen-dokumen tentang sejarah berdirinya madrasah

tsanawiyah Ulujami Jakarta Selatan dan perkembangannya srta data-data

lainnya yang seusai dengn masalah yang diteliti.

F. Teknik Analisis Data

Beberapa tahapan yang dilalui penulis dalam pengolahan data, yaitu:

1. Editing atau ferifikasi

Setelah angket yang sudah diisi oleh responden dikembalikan oleh

penulis, penulis segera meneliti angket satu per satu mulai dari nomor pertama

(47)

meragukan atau tidak dijawab, penulis menghubungi responden yang

bersangkutan untuk dibetulkan dan disempurnakan agar jawaban tersebut sah.

2. Tabulating

Langkah selanjutnya adalah pemindahan jawaban yang terdapat dalam

angket ke dalam tabulasi. Kemudian setelah data diolah, sehingga hasil angket

dinyatakan sah. Maka penulis selanjutnya melakukan analisa data dengan

menggunakan teknik deskriptif kualitatif dengan menggunakan rumus statistik

kai kuadrat sebagai berikut:

( )( ) (

) (

)

ft ft fo ft

ft fo ft

ft fo

Χ2 =

++ − 2

Keterangan:

fo = Frekuensi yang diobservasi = frekuensi yang diperoleh dalam penelitian = frekuensi sebagaimana yang tampak di hadapan kita.

ft = Frekuensi yang diharapkan jika seandainya tidak terdapat perbedaan frekuensi = perbedaannya tidak ada atau sama dengan no.

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum dan Sejarah Berdirinya MTs. N 13 Ulujami Jakarta Selatan

Ditinjau dari periode kelahirannya MTs. N 13 Jakarta lahir satu periode dengan lainnya beberapa MTs. N hasil pemekaran beberapa MTs. Negeri Filian dan kelas-kelas di DKI Jakarta, di antaranya MTs. N Johar Baru, MTs. N Jelembar, MTs. N 12 Kebon Jeruk. Pemekaran tersebut dalam rangka peningkatan kwalitas madrasah menyongsong eraglobalisasi.

Kebijakan ke arah itu adalah menjadikan madrasah sebagai penyelenggara pendidikan umum, walalu tetap di bawah naungan Depag. Madrasah dijadikan sekolah umum bercirikan agama Islam, artinya kurikulum pengajaran di Madrasah sama dengan kurikulum sekolah umum di bawah Depdiknas.

MTs. N 13 Jakarta lahir dan tumbuh di era globalisasi yang mau tidak mau dituntut berperan ganda dalam menghadapi dampak modernisasi. Di satu sisi harus dapat mencetak generasi yang memahami teknologi, namun di sisi lain tetap menyandang nama madrasah yang tetap dianggap sebagai sekolah agama.

(49)

Madrasah menempati gedung Pemda DKI yang sebenarnya gedung MI yang dibangun dalam rangka wajib belajar 9 tahun. Bentuk fisik dan sarana madrasah cukup memadai, terdiri dari ruang belajar, ruang serba guna, ruang kepala, guru laboratorium IPA, perpustakaan, WC, gudang dan rumah dinas guru serta lapangan olah raga yang cukup luas.

Dengan sarana yang cukup memadai sebenarnya sangat kondusif terjadinya proses belajar mengajar yang maksimal, namun hambatan alam dan geografis madrasah sering mengganggu situasi konduktif tersebut. Hambatan letak geografis madrasah yang jauh dari pemukiman penduduk, sehingga rawan terjadinya tindak kejahatan yang menimpa madrasah seperti hilangnya berbagai investasi madrasah. Bahkan yang lebih menghawatirkan lokasi madrasah dijadikan markas para pelaku tindak kriminal. Hambatan lain adalah posisi bangunan diapit dua anak sungai yang bertempat sebelah kiri depan halaman madrasah, dan karena lokasi madrasah lebih rendah, maka di musim hujan terjadi arus balik yang menggenangi madrasah dan tidak jarang masuk ruang belajar. Hal ini menyebabkan rusaknya sarana fisik dan sulitnya guru dan siswa memasuki lokasi madrasah, karena jauhnya jarak jalan dengan lokasi madrasah yang harus melewati hamparan sawah yang licin akibat genangan air hujan.

(50)

lebih penting pimpinan madrasah terus memompa semangat guru, karyawan terlebih para siswa agar tidak pernah menyerah, dengan terus belajar dan tetep percaya diri. Upaya ini tidak sia-sia, sehingga proses belajar tetap berlangsung dengan lancar dan kepercayaan masyarakat terus meningkat seiring makin eksisnya madrasah ini di hati masyarakat.

Hal ini terbukti dari sumbangan masyarakat yang makin besar. Tahun pelajaran pertama 1986/1987 terjaring 2 kelas, ini luar biasa untuk ukuran sekolah yang masih baru. Bahkan pada tahun berikutnya rombongan belajar kelas satu mencapai 4 kelas dan bahkan di akhiri menempati lokasi lama (KJ Petukangan) rombongan belajar kelas satu baru mencapai 5 kelas.

Kepercayaan yang begitu besar tentunya berkat upaya madrasah menawarkan program yang bersentuan langsung dengan masyarakat, misalnya di masukkannya ketrampilan menjahit sebagai program pilihan samping ketrampilan lain, mengingat mayoritas masyarakat sekitar bermata pencaharian usaha bidang konveksi. Program lain adalah setiap tahun diadakan peringatan hari besar keagamaan yang mengambil tempat di desa tertentu, tempat banyak siswa berdomisili dan tempat tersebut memang membutuhkan sentuhan rohani seperti itu. Dalam ingatan penulis beberapa kali diadakan program itu di antaranya di kampung Pabuaran Pondok Karya dan di kampung Pondok Jengkol Pondok Aren.

(51)

dari pimpinan Lokasi (Pinlok). Pimpinan madrasah pertama setelah MTs. N 3 KJ dibuka adalah Bapak Drs. E. Komaruddin kepala MTs. N 3 Pondok Pinang dan Pinloknya Bapak Drs. Asep Saefuddin. Duet keduanya terkenal disiplin yang terkadang tanpa kompromi sehingga pada awalnya berat untuk diterima, namun akhirnya menjadi ciri khas beliau dan itu dapat diterima pihak, terbukti tingkat disiplin madrasah yang baru itu tidak kalah dengan sekolah negeri lainnya. Setahun kemudian Drs. Komaruddin dimutasi ke MTs. N Jakarta Barat dan digantikan Bapak Drs. Lukman Hakim dengan pimpinan lokasi tetap Bapak Drs. Asep Saefuddin.

Dalam menjalankan program madrasah beliau dibantu beberapa pembina di antaranya Bapak Fakih Syukri sebagai guru Olah Raga dan Pembina Kesiswaan. Pada tahun pelajaran 1990/1991 beliau diangkat menjadi Pinlok MTs. N 3 KJ petukangan menggantikan Bapak Drs. Asep Saefuddin yang ditarik ke MTs. N 3 Pusat pembina OSIS bersama beberapa pembina lainnya seperti Bapak Syarifuddin, Bapak Bahroji dan penulis sendiri. Tidak kalah pentingnya peran wali kelas dan guru yang dapat berperan aktif di samping mengajar juga menjadi pembina kegiatan di luar jam belajar, misalnya olah raga, belajar tambahan, simulasi dan lain-lain.

(52)

adalah guru layak disapa pak atau guru, sehingga dalam tindakan dan penampilan keduanya harus memperhatikan aspek pendidikan ahlakuk karimah.

Dalam menjalankan tugasnya pimpinan madrasah dibimbing MTs. N 3 Pusat Pondok Pinang dan Bapak Drs. H. Hizbullah yang membimbing MTs. N 3 KJ petukangan. Beliau sangat disiplin dalam membimbing dan tentunya dengan gaya masing-masing yang berbeda.

Dalam bidang kesiswaan, keterlibatan guru dan karyawan dalam membina siswa tidak dapat dianggap kecil terutama bidang ekstra kurikuler. Sebagai contoh pimpinan madrasah mewajibkan guru dan karyawan hadir di madrasah, bila ada kegiatan ekstra kurikuler misalnya ada pelantikan, perkemahan, pertandingan olah raga, dan kegiatan siswa lainnya.

Buah ini semua adalah kekompakan dan prestasi bidang kesiswaan utamanya pramuka dan Volly yang selalu mendapat nomor pada Porseni tingkat DKI.

Menurut heman penulis paling tidak ada tiga faktor yang mendukung keadaan di atas:

1. Visi dan Misi Madrasah

(53)

2. Partisipasi Guru dan Siswa

Semua guru utamanya wali kelas ditopang pembina OSIS bebas membuat program di kelasnya, mulai dari paparan tugas sehari-hari wali kelas termasuk “home visit” sampai harus menjadi manajer team olah raga di kelasnya. Semua wali kelas bersaing untuk menjadi yang terbaik, baik bidang akademik terlebih ekstrakurikulernya.

3. Kemandirian Siswa

Motivasi dan rasa percaya diri terhadap kemampuannya dapat memacu kreatifitas dan kemandirian siswa dalam mengorganisir kegiatan. Tahun pelajaran 1992/1993 OSIS di bawah komando ketua OSIS Doni Romdoni berhasil menampilkan sosok OSIS yang cukup mandiri, dengan bukti banyaknya prestasi OSIS saat itu.

(54)

Akhirnya pada pertengahan tahun pelajaran itu madrasah dipindahkan ke

gedung baru di Ulujami tepat di belakang Komplek Ulujami Indah, di pinggir sungai Pesanggrahan yang terkenal rawan banjir itu.

Namun pada saat sekarang ini setelah Dra. Hj. Farida Daulay, M.Pd. menjadi kepala sekolah kendala banjir yang menjadi masalah sekolah sudah tidak ada lagi karena setelah beliau diangkat menjadi kepala sekolah beliau melakukan

pembenahan terhadap sekolah termasuk masalah banjir yang disebabkan letak sekolah yang dekat dengan sungai. Akan tetapi sungai itu sekarang sudah ditutup

dan sekolahpun dipagar sehingga tidak ada masalah lagi apabila musim hujan tiba. Bahkan sekarang MTs. N 13 mempunyai 2 gedung karena semakin

banyaknya jumlah murid yang ada. Dan letak gedung 2 MTs. N 13 berlokasi di Jl. H. Liun Joglo Jakarta Barat.

[image:54.612.108.529.143.675.2]

B. Analisis dan Interpretasi Data

Tabel 1

1. Tanggapan siswa dalam mengikuti pelajaran bidang Aqidah Akhlak

Jawaban

Frekuensi yang diobservasi

(fo)

Frekuensi Teoritis (ft)

a. Sangat Senang 17 12,5

b. Senang 28 12,5

c. Kurang Senang 5 12,5

d. Tidak Senang 0 12,5

(55)

(

) (

) (

) (

)

(

) (

) (

) (

)

3 1 4 1 -df db 84 , 37 5 , 12 50 , 4 22 , 19 62 , 1 5 , 12 5 , 12 5 , 12 5 , 7 5 , 12 5 , 15 5 , 12 5 , 4 5 , 12 5 , 12 0 5 , 12 5 , 12 5 5 , 12 5 , 12 28 5 , 12 5 , 12 17 ft ft -fo ft ft fo ft ft fo ft ft fo 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 = − = = = + + + = − + − + + = − + − + − + − = + − + − + − = Χ

Dengan menggunakan df sebesar 3, diperoleh X2, sebagai berikut : - Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Maka dapat diperoleh hasil bahwa kai kuadrat observasi atau X2 jauh lebih besar daripada Xt2 yaitu 7,815 < 37,84 > 11,345, dengan demikian hipotesis nihil ditolak.

(56)
[image:56.612.101.523.157.510.2]

Tabel 2

2. Tanggapan siswa mengenai metode yang sering digunakan guru bidang studi Aqidah Akhlak dalam menyampaikan materi pelajaran

Jawaban Frekuensi yang diobservasi (fo) Frekuensi Teoritis (ft)

a. Metode ceramah dan cerita 43 12,5

b. Metode Tanya Jawab 5 12,5

c. Metode Diskusi - 12,5

d. Tidak Hafalan 2 12,5

Jumlah 50 50

(

) (

) (

) (

)

(

) (

) (

) (

)

3 1 4 1 -df db 24 , 100 82 , 8 5 , 12 5 , 4 42 , 74 5 , 12 5 , 10 5 , 12 5 , 12 5 , 12 5 , 7 5 , 12 5 , 30 5 , 12 5 , 12 2 5 , 12 5 , 12 0 5 , 12 5 , 12 5 5 , 12 5 , 12 43 ft ft -fo ft ft fo ft ft fo ft ft fo 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 = − = = = + + + = − + − + − + = − + − + − + − = + − + − + − = Χ

Dengan menggunakan df sebesar 3, maka diperoleh X2 sebagai berikut : - Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada Xt2, yaitu: 7,815

< 100,24 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

(57)
[image:57.612.100.517.180.595.2]

bahwa perlulah pengunaan metode yang bervariatif yang disesuaikan dengan materi pelajaran dan kondisi siswa agar suasana belajar mengajar menjadi menyenangkan dan tidak membosankan.

Tabel 3

3. Tanggapan siswa mengenai metode yang tepat digunakan guru bidang studi Aqidah Akhlak mengenai materi kitab suci Al-Qur’an dan perilaku sahabat

Jawaban Frekuensi yang diobservasi (fo) Frekuensi Teoritis (ft)

a. Metode Cerita 31 12,5

b. Metode Diskusi 1 12,5

c. Metode Ceramah 8 12,5

d. Tidak Tanya Jawab 11 12,5

Jumlah 50 50

(

) (

) (

) (

)

(

) (

) (

) (

)

3 1 4 1 -df db 76 , 39 18 , 0 62 , 1 58 , 10 38 , 27 5 , 12 5 , 1 5 , 12 5 , 4 5 , 12 5 , 11 5 , 12 5 , 18 5 , 12 5 , 12 11 5 , 12 5 , 12 8 5 , 12 5 , 12 1 5 , 12 5 , 12 31 ft ft -fo ft ft fo ft ft fo ft ft fo 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 = − = = = + + + = − + − + − + = − + − + − + − = + − + − + − = Χ

Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut : - Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada Xt2 yaitu 7,815

(58)
[image:58.612.100.520.173.634.2]

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kebanyakan dari siswa menjawab metode bercerita adalah metode yang tepat digunakan guru bidang studi Aqidah Akhlak dalam menyampaikan materi tentang kitab suci Al-Qur’an dan prilaku sahabat, dan memang sudah semestinya seorang guru harus pandai dalam memilih metode.

Tabel 4

4. Tanggapan siswa mengenai apakah guru Aqidah Akhlak sering menggunakan metode cerita ketika mengajarkan materi tentang kitab suci Al-Qur’an dan

prilaku sahabat Jawaban Frekuensi yang diobservasi (fo) Frekuensi Teoritis (ft)

a. Sering 33 16,67

b. Kadang-kadang 17 16,67

c. Tidak Pernah - 16,67

Jumlah 50 50

(

) (

) (

)

(

) (

) (

)

2 1 3 1 -df db 68 , 32 67 , 16 01 , 0 16 5 , 12 67 , 16 5 , 12 33 , 0 5 , 12 33 , 16 67 , 16 67 , 16 0 67 , 16 67 , 16 17 67 , 16 67 , 16 33 ft ft fo ft ft fo ft ft fo 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 = − = = = + + = − + + = − + − + − = − + − + − = Χ

Dengan menggunakan df 2, maka diperoleh X2 sebagai berikut : - Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 5,991

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 9,210

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada Xt2 yaitu 5,991

(59)
[image:59.612.99.519.212.672.2]

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan, kecenderungan siswa menjawab bahwa guru Aqidah Akhlak sering menggunakan metode bercerita ketika menyampaikan materi tentang kitab suci Al-Qur’an dan prilaku sahabat akan tetapi alangkah baiknya apabila pengguna metode bercerita tersebut divariasi dengan metode lain seperti: metode tanya jawab agar terjadi dialog antar siswa dan guru juga lebih menghidupkan suasana belajar.

Tabel 5

5. Tanggapam siswa mengenai apakah mereka senang mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru Aqidah Akhlak mengenai materi kitab suci Al-Qur’an dan

prilaku sahabat Jawaban Frekuensi yang diobservasi (fo) Frekuensi Teoritis (ft)

a. Sangat Senang 10 12,5

b. Senang 34 12,5

c. Kurang Senang 6 12,5

d. Tidak Senang - 12,5

Jumlah 50 50

(60)

Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut : - Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada Xt2 yaitu 7,815

< 53,36 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

[image:60.612.102.524.94.715.2]

Dapat disimpulkan bahwa 34 orang dari 50 responden menjawab senang mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru Aqidah Akhlak akan tetapi ada pula yang menjawab kurang senang mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru Aqidah Akhlak. Hal ini mungkin disebabkan karena alur cerita yang disampaikan kurang menarik atau juga dalam menyampaikan cerita guru kurang berekspresi.

Tabel 6

6. Tanggapan siswa mengenai apakah mereka memperhatikan dengan baik ketika guru sedang mengajar dengan menggunakan metode cerita

Jawaban Frekuensi yang diobservasi (fo) Frekuensi Teoritis (ft)

a. Selalu Memperhatikan 38 12,5

b. Cukup Memperhatikan 10 12,5

c. Kurang Memperhatikan 2 12,5

d. Tidak Memperhatikan - 12,5

Jumlah 50 50

(61)

Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut : - Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada Xt2 yaitu 7,815

< 73,82 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

[image:61.612.98.521.109.705.2]

Dapat disimpulkan, mayoritas siswa menjawab selalu memperhatikan ketika guru sedang mengajar dengan menggunakan metode bercerita. Hal ini menunjukkan bahwa ada keterkaitan siswa terhadap metode tersebut.

Tabel 7

7. Tanggapan siswa mengenai berapa lamakah biasanya guru Aqidah Akhlak dalam menyampaikan cerita

Jawaban Frekuensi yang diobservasi (fo) Frekuensi Teoritis (ft)

a. 15 menit 10 12,5

b. 20 menit 17 12,5

c. 35 menit 20 12,5

d. 40 menit 3 12,5

Jumlah 50 50

(62)

Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut : - Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada Xt2 yaitu 7,815

< 13,84 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

[image:62.612.105.519.103.699.2]

Mayoritas siswa menjawab bahwa lamanya guru bercerita 35 menit. Dan sebaiknya bagi seorang guru dalam bercerita jangan terlalu lama, karena akan membuat mereka bosan.

Tabel 8

8. Tanggapan siswa mengenai apakah bahasa yang digunakan oleh guru dalam bercerita dapat dipahami

Jawaban Frekuensi yang diobservasi (fo) Frekuensi Teoritis (ft)

a. Dapat Dipahami 32 12,5

b. Cukup Dipahami 16 12,5

c. Kurang Dipahami 2 12,5

d. Tidak Dapat Dipahami - 12,5

Jumlah 50 50

(63)

Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut : - Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada Xt2 yaitu 7,815

< 52,72 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

[image:63.612.101.525.89.709.2]

Kesimpulannya bahwa bahasa yang digunakan guru Aqidah Akhlak dalam menyampaikan cerita sudah baik dapat dipahami. Hal ini terlihat dari mayoritas jawaban siswa sebanyak 32 orang dari 50 responden.

Tabel 9

9. Tanggapan siswa apakah cerita yang disampaikan oleh guru sesuai dengan materi yang sedang dibahas dan menarik dari segi isi dan temanya

Jawaban Frekuensi yang diobservasi (fo) Frekuensi Teoritis (ft)

a. Sesuai 34 12,5

b. Cukup Sesuai 14 12,5

c. Kurang Sesuai 2 12,5

d. Tidak Sesuai - 12,5

Jumlah 50 50

(64)

Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut : - Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada Xt2 yaitu 7,815

< 58,48 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

[image:64.612.99.521.103.693.2]

Terlihat mayorita jawaban siswa (34) responden menjawab bahwa cerita yang disampaikan oleh guru sesuai dengan materi yang sedang dibahas, dan memang sudah seharusnya seperti itu agar apa yang menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Tabel 10

10. Tanggapan siswa mengenai apakah mereka dapat memahami materi tentang kitab suci Al-Qur’an dan prilaku sahabat yang disampaikan oleh guru dengan

menggunakan metode cerita Jawaban Frekuensi yang diobservasi (fo) Frekuensi Teoritis (ft)

a. Paham 39 12,5

b. Cukup Paham 9 12,5

c. Kurang Paham 2 12,5

d. Tidak Paham - 12,5

Jumlah 50 50

(65)

Dengan df sebesar 3 maka, diperoleh X2 sebagai berikut : - Pada taraf signifikansi 5% : Xt2 = 7,815

- Pada taraf signifikansi 1% : Xt2 = 11,345

Dengan demikian diperoleh hasil X2 jauh lebih besar daripada Xt2 yaitu 7,815

< 78,48 > 11,345, hipotesis nihil ditolak.

[image:65.612.101.523.103.722.2]

Kesimpulannya, mayoritas responden (39) menjawab bahwa mereka dapat memahami materi mengenai kitab suci

Gambar

Tabel 1 1. Tanggapan siswa dalam mengikuti pelajaran bidang Aqidah Akhlak
Tabel 2 2. Tanggapan siswa mengenai metode yang sering digunakan guru bidang studi
Tabel 3 3. Tanggapan siswa mengenai metode yang tepat digunakan guru bidang studi
Tabel 4 4. Tanggapan siswa mengenai apakah guru Aqidah Akhlak sering menggunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan oleh guru dalam mata pelajaran SKI yaitu dengan cara ceramah atau bercerita mempraktekkan untuk melatih peserta didik agar percaya diri

Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui penetrasi kulit oleh larva filariorm yang ada di tanah. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8

Metode pembelajaran juga merupakan cara yang digunakan oleh guru untuk berinteraksi dengan peserta didik di dalam kelas untuk menyampaikan materi pelajaran guna mencapai

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui level biokonversi rumput kume kering yang menghasilkan kecernaan NDF, ADF, selulosa, dan hemiselulosa yang terbaik

Berdasarkan berbagai definisi tentang kontrol diri dan remaja di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa kontrol diri pada remaja adalah proses memantau diri yang

menghilangkan stres, seseorang harus memiliki kemauan terlebih dahulu untuk kembali dalam kondisi baik sehingga mampu merubah pola pikir sebelumnya menjadi pola

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis perkembangan luas tanaman dan produksi DiGayo Lues untuk 5 tahun terakhir, untuk menganalisis faktor internal yang dimiliki dalam

Secara oprasional yang dimaksud Penerapan metode pembelajaran pada mata pelajaran Aqidah akhlak, yaitu proses atau cara mengajar yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan