GAMBARAN GEJALA GANGGUAN KULIT PADA NELAYAN DI LINGKUNGAN 30 GUDANG ARANG KELURAHAN BELAWAN I
KECAMATAN MEDAN BELAWAN TAHUN 2010
S K R I P S I Oleh :
NIM. 061000008
LIA STEVANY HARAHAP
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN GEJALA GANGGUAN KULIT PADA NELAYAN DI LINGKUNGAN 30 GUDANG ARANG KELURAHAN BELAWAN I
KECAMATAN MEDAN BELAWAN TAHUN 2010
S K R I P S I
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
NIM. 061000008
LIA STEVANY HARAHAP
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul
GAMBARAN GEJALA GANGGUAN KULIT PADA NELAYAN DI LINGKUNGAN 30 GUDANG ARANG KELURAHAN BELAWAN I
KECAMATAN MEDAN BELAWAN TAHUN 2010 Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
NIM. 061000008 LIA STEVANY HARAHAP
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 27 Desember 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji Medan, 30 Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi Dengan Judu l:
GAMBARAN GEJALA GANGGUAN KULIT PADA NELAYAN DI LINGKUNGAN 30 GUDANG ARANG KELURAHAN BELAWAN I
KECAMATAN MEDAN BELAWAN TAHUN 2010
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:
NIM. 061000008 LIA STEVANY HARAHAP
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui Untuk diuji dihadapan tim penguji Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh:
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
dr. Mhd Makmur Sinaga, MS
ABSTRAK
Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas permukaannya dan membungkus seluruh tubuh. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari yang mengandung sinar ultraviolet dan melindungi kulit terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan antara tubuh dan lingkungan. Nelayan merupakan pekerja yang potensial untuk mengalami gangguan kulit. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui gambaran gejala gangguan kulit pada nelayan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan tahun 2010.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Populasi penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga penduduk Lingkungan 30 Gudang Arang dan sampel adalah nelayan tradisional berjumlah 65 nelayan. Data yang diperoleh adalah data primer dengan wawancara dan observasi, selain itu juga menggunakan data sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masa kerja < 20 tahun (41,53%), pendidikan SD (47,69%), kebersihan diri (72,31%), alat pelindung diri (75,38%), dan gejala gangguan kulit yang pernah dialami nelayan yaitu gatal (80%), merah (61,53%), bersisik (35,38%), kehitaman (27,69%), berair (18,47%), bercak keputihan (27,69%), bengkak (13,84%), dan urtikaria (13,84%).
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada nelayan sebaiknya lebih menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan rumah serta menggunakan sebo yang menutupi seluruh kepala agar terhindar dari paparan sinar ultraviolet. Dan diharapkan kepada nelayan sebaiknya memperoleh pengobatan di Puskesmas bila mengalami gejala gangguan kulit.
ABSTRACT
The skin is the organ most surface area and wrap around the body. The skin as body armor against the dangers of chemicals, sunlight contains ultraviolet rays and protects the skin against microorganisms as well as maintaining the balance between body and environment. Fishermen are potential workers to have skin disorders. The purpose of this research is to know the description of symptoms of skin disorders in fishing in the environment of 30 Warehouse District Charcoal Medan Belawan Belawan First District in 2010.
This study is descriptive. The population of this study are all heads of families 30 Gudang Arang Environment population and sample are traditional fishermen amounted to 65 fishermen. The data obtained were the primary data with interviews and observation, while also using secondary data.
The results of this study indicate that the working period <20 years (41.53%), elementary education (47.69%), personal hygiene (72.31%), personal protective equipment (75.38%), and symptoms of skin disorders never experienced fishermen are itching (80%), red (61.53%), scaly (35.38%), black (27.69%), watery (18.47%), whitish spots (27.69%) , swelling (13.84%), and urticaria (13.84%).
Based on the results of research should more fishermen are expected to maintain personal hygiene and cleanliness of the home environment and using SEBO that covers the entire head to avoid exposure to ultraviolet light. And is expected to fishermen should obtain treatment at the health center when experiencing symptoms of skin disorders.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Lia Stevany Harahap
Tempat/ Tanggal Lahir : Langsa, Aceh Timur/ 20 Agustus 1988
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Jumlah Anggota Keluarga : Anak ke-1 dari 4 bersaudara
Alamat Rumah : Jl. Bakti Abri Cingkwan Lingk : III, Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan
Riwayat Pendidikan :
1. Tahun 1994 – 2000 : SD Negeri 067266 Medan 2. Tahun 2000 – 2003 : SLTP Negeri 39 Medan 3. Tahun 2003 – 2006 : SMA Negeri 9 Medan
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penelitian ini dilakukan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan dengan judul “Gambaran Gejala Gangguan Kulit Pada Nelayan Di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selakuDekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt. MS selaku ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Dosen Pembanding I yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.
3. Bapak dr. Mhd Makmur Sinaga, MS selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan pengarahan, masukan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
4 Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan pengarahan, masukan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Ir. Kalsum, MKes selaku Dosen Pembanding II yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, MKes selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh dosen dan staf pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
9. Orangtua tercinta Ayahanda Mudarianto Harahap dan Ibunda Nurhayati yang telah membesarkan dengan penuh pengorbanan, hati yang ikhlas, serta selalu memberikan doa, semangat, dukungan moril dan materi bagi penulis dalam menyelesaikan seluruh jenjang pendidikan
10. Adikku tersayang Poppy Andresy Harahap, Devri Prima Harahap dan Wira Perdana Harahap terima kasih atas doa dan semangatnya.
11. Teruntuk teman dekatku Handala yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat- sahabat terbaik Fithri Handayani, Arinil, Benny, Irma, Sari dan Rafiah yang telah membantu dan memberikan semangat serta doanya kepada penulis.
13. Temen-temenku Elvi, Gilang, Eva, Dede MS, Wahyu, Kiki dan Sari Fatimah serta temen-temen Peminatan K3 yang telah membantu dan memberikan semangat serta doanya kepada penulis.
Akhirnya kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materi, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya.
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.
Medan, Desember 2010
DAFTAR ISI
2.6.1. Lingkungan Fisik ... 20
2.6.2. Lingkungan Kima ... 21
2.6.3. Lingkungan Biologi ... 22
2.7 Penyakit Kulit Akibat Kerja ... 26
2.8 Pencegahan Penyakit Kulit Akibat Kerja ... 27
2.9 Nelayan ... 28
2.10 Kerangka Konsep ... 30
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 31
3.4 Metode Pengumpulan Data... 32
3.4.1. Data Primer ... 32
3.4.2. Data Sekunder ... 33
3.6 Pengolahan dan Analisa Data ... 34
BAB VI HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahn Belawan I .. 35
4.2. Karakteristik Nelayan ... 36
4.2.1. Masa Kerja ... 36 5.1. Gambaran Gejala Gangguan Kulit Pada Nelayan ... 43
5.2. Gejala Gangguan Kulit Berdasarkan Masa Kerja ... 44
5.3. Gejala Gangguan Kulit Berdasarkan Pendidikan... 44
5.4. Gejala Gangguan Kulit Berdasarkan Kebersihan Diri ... 45
5.5. Gejala Gangguan Kulit Berdasarkan Alat Pelindung Diri ... 45
5.6. Gejala Gangguan Kulit Yang Pernah Di Alami Nelayan Di Lingk 30 Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan ... 46
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Nelayan Berdasarkan Masa Kerja Di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010………. 36 Tabel 4.2 Distribusi Nelayan Berdasarkan Pendidikan Di Lingkungan 30
Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010………. 37 Tabel 4.3 Distribusi Nelayan Berdasarkan Kebersihan Diri Di Lingkungan
30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan
Belawan Tahun 2010………..…….37 Tabel 4.4 Distribusi Nelayan Berdasarkan Alat Pelindung Diri
Di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I
Kecamatan Medan Belawan Tahun2010……….38 Tabel 4.5 Distribusi Gejala Gangguan Kulit pada Nelayan Di Lingkungan
30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan
Belawan Tahun 2010……….. 38 Tabel 4.6 Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Nelayan
di Lingkungan 30 Kelurahan Belawan I Kecamatan
Medan Belawan Tahun 2010………39 Tabel 4.7 Gambaran Masa Kerja dengan Gejala Gangguan Kulit pada
Nelayan Di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010………39 Tabel 4.8 Gambaran Pendidikan dengan Gejala Gangguan Kulit pada
Nelayan Di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010………40 Tabel 4.9 Gambaran Kebersihan Diri dengan Gejala Gangguan Kulit pada
Nelayan Di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010………40 Tabel 4.10 Gambaran Alat Pelindung Diri dengan Gejala Gangguan Kulit
Pada Nelayan Di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan
Tabel 4.11 Gambaran Gejala Gangguan Kulit yang pernah di Alami Nelayan Di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan
Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010……….. 41 Tabel 4.12 Gambaran Gejala dan Lokasi Gangguan Kulit yang pernah
dialami Nelayan di Lingkungan 30 Kelurahan Belawan I
DAFTAR GAMBAR
ABSTRAK
Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas permukaannya dan membungkus seluruh tubuh. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari yang mengandung sinar ultraviolet dan melindungi kulit terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan antara tubuh dan lingkungan. Nelayan merupakan pekerja yang potensial untuk mengalami gangguan kulit. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui gambaran gejala gangguan kulit pada nelayan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan tahun 2010.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Populasi penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga penduduk Lingkungan 30 Gudang Arang dan sampel adalah nelayan tradisional berjumlah 65 nelayan. Data yang diperoleh adalah data primer dengan wawancara dan observasi, selain itu juga menggunakan data sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masa kerja < 20 tahun (41,53%), pendidikan SD (47,69%), kebersihan diri (72,31%), alat pelindung diri (75,38%), dan gejala gangguan kulit yang pernah dialami nelayan yaitu gatal (80%), merah (61,53%), bersisik (35,38%), kehitaman (27,69%), berair (18,47%), bercak keputihan (27,69%), bengkak (13,84%), dan urtikaria (13,84%).
Berdasarkan hasil penelitian diharapkan kepada nelayan sebaiknya lebih menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan rumah serta menggunakan sebo yang menutupi seluruh kepala agar terhindar dari paparan sinar ultraviolet. Dan diharapkan kepada nelayan sebaiknya memperoleh pengobatan di Puskesmas bila mengalami gejala gangguan kulit.
ABSTRACT
The skin is the organ most surface area and wrap around the body. The skin as body armor against the dangers of chemicals, sunlight contains ultraviolet rays and protects the skin against microorganisms as well as maintaining the balance between body and environment. Fishermen are potential workers to have skin disorders. The purpose of this research is to know the description of symptoms of skin disorders in fishing in the environment of 30 Warehouse District Charcoal Medan Belawan Belawan First District in 2010.
This study is descriptive. The population of this study are all heads of families 30 Gudang Arang Environment population and sample are traditional fishermen amounted to 65 fishermen. The data obtained were the primary data with interviews and observation, while also using secondary data.
The results of this study indicate that the working period <20 years (41.53%), elementary education (47.69%), personal hygiene (72.31%), personal protective equipment (75.38%), and symptoms of skin disorders never experienced fishermen are itching (80%), red (61.53%), scaly (35.38%), black (27.69%), watery (18.47%), whitish spots (27.69%) , swelling (13.84%), and urticaria (13.84%).
Based on the results of research should more fishermen are expected to maintain personal hygiene and cleanliness of the home environment and using SEBO that covers the entire head to avoid exposure to ultraviolet light. And is expected to fishermen should obtain treatment at the health center when experiencing symptoms of skin disorders.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO (World Trade Organisation) dan GATT (General Agreement on Tariff and Trade) yang akan berlaku tahun 2020 mendatang. Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar Negara yang harus dipenuhi oleh seluruh Negara anggota, termasuk bangsa Indonesia.4
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini disebabkan untuk mengantisipasi serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi – tingginya.4 Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dengan pendekatan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, sesuai dengan UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009.16
tidak memenuhi syarat dapat merupakan media penyebab timbulnya gangguan kesehatan maupun penyakit, seperti penyakit kulit.5
Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya dan membungkus seluruh bagian luar tubuh. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari yang mengandung sinar ultraviolet dan melindungi kulit tehadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan antara tubuh dan lingkungan.14
Berdasarkan jenis organ tubuh yang dapat mengalami kelainan akibat pekerjaan seseorang, maka kulit merupakan organ tubuh yang paling sering terkena, 50% dari jumlah seluruh penderita Penyakit Akibat Kerja (PAK). Dari suatu penelitian epidemiologik diluar negeri mengemukakan, PAK dapat berdampak hilangnya hari kerja sebesar 25% dari jumlah hari kerja.4
Secara tidak disadari, sebenarnya di lingkungan kerja mungkin ada bahan, barang atau unsur yang dapat bersifat melukai kulit, mengiritasi kulit, menyebabkan alergi kulit, menyebabkan infeksi kulit, maupun menyebabkan perubahan pigmen kulit jika menempel pada kulit. Bahkan masih ada bahan atau unsur yang bersifat memicu terjadinya keganasan pada kulit (kanker kulit).4
Menurut hasil penelitian Tri Martiana dan Lestari Kanti Wilujeng pada nelayan Kabupaten Lombok Timur (2004) terdapat gangguan kelainan pada kulit, 80% nelayan mengalami hiperpigmentasi (bintik hitam) yang disebabkan oleh karena adanya paparan terhadap sinar ultraviolet dari matahari. 5
kulit dan 2919 kasus alergi kulit. Sementara berdasarkan data Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) Kota Medan tahun 2006, terdata sebanyak 13.200 lebih penduduk di Medan yang berprofesi sebagai nelayan dan tinggal di 3 Kecamatan yaitu Medan Belawan, Medan Labuhan dan Medan Marelan, dengan jumlah nelayan sebanyak 138.678 yang terdiri dari 95.738 bekerja sebagai nelayan penuh, 37.103 bekerja sebagai nelayan sambilan utama dan sebanyak 6847 adalah nelayan tambahan.9
Dari pernyataan di atas dapat dinyatakan bahwa masyarakat Indonesia sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, dimana Indonesia merupakan wilayah yang terdiri atas perairan, ada sekitar 60 juta penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir dan penyumbang sekitar 22 % dari pendapatan brutto nasional (GDP). Kasus penyakit kulit akibat kerja pada nelayan disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja dan kondisi kerjanya.9
Dari hasil survey awal tanggal 5 Juni 2010 pada nelayan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan tahun 2010, terlihat bahwa beberapa nelayan yang bekerja perhari (nelayan sambilan utama) pernah mengalami gangguan kulit dengan gejala yang bervariasi mulai dari gatal, bersisik, kehitaman dan berwarna putih.
dari 3 orang, setelah sampai di tempat tujuan nelayan meletakkan jaring-jaringnya di tempat-tempat yang banyak memperoleh ikan, pada saat bekerja nelayan berhubungan langsung dengan panas dan sinar ultraviolet, dan nelayan tidak memakai topi hanya menggunakan pakaian tipis atau kaos dalam. Setelah waktunya untuk diambil maka semua jaring-jaring di angkut dan mengumpulkan ikan-ikan yang ada di jaring. Kemudian nelayan pulang menuju gudang arang, yaitu tempat nelayan-nelayan tradisional mengumpulkan hasil melautnya, sesampainya nelayan di gudang arang, nelayan memilah-milah ikan menurut jenisnya, dengan kondisi tangan yang sering kontak dengan ikan basah dan dengan air es .
Dalam pengamatan waktu nelayan pulang, sesampainya di rumah nelayan mencuci dan membersihkan perahu atau sampan dengan menggunakan air laut. Diperkirakan nelayan berhubungan langsung dengan air sekitar tiga jam, yaitu mulai dari memilah-milah ikan dan pada saat mencuci perahu atau sampan. Berdasarkan latar belakang, penulis tertarik meneliti tentang gambaran gejala gangguan kulit pada nelayan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan.
1.2. Perumusan Masalah
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran gejala gangguan kulit pada nelayan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan tahun 2010.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran gejala gangguan kulit pada nelayan berdasarkan Masa Kerja.
2. Untuk mengetahui gambaran gejala gangguan kulit pada nelayan berdasarkan Pendidikan.
3. Untuk mengetahui gambaran gejala gangguan kulit pada nelayan berdasarkan Kebersihan Diri.
4. Untuk mengetahui gambaran gejala gangguan kulit pada nelayan berdasarkan Alat Pelindung Diri (APD).
5. Untuk mengetahui bentuk gejala gangguan kulit yang pernah dialami nelayan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Menambah pengetahuan bagi nelayan tentang gangguan kulit.
2. Bagi penulis untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan menambah wawasan melalui karya ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastisk yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50 – 1,75 m2. Rata- rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis.7
Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan jaringan subkutan atau subkutis.
2.1.1. Epidermis
Epidermis terbagi atas empat lapisan yaitu : 1. Lapisan Basal atau Stratum Germinativum 2. Lapisan Malpighi atau Stratum Spinosum 3. Lapisan Granular atau Sratum Granulosum 4. Lapisan Tanduk atau Stratum Korneum
Pada telapak tangan dan kaki terdapat lapisan tambahan di atas lapisan granular yaitu Stratum Lusidium atau lapisan-lapisan jernih.
Stratum Lusidium, selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-selnya sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Dalam lapisan terlihat seperti suatu pita yang bening, batas- batas sel sudah tidak begitu terlihat, disebut stratum lusidium.7
Lapisan Malpighi atau lapisan spinosum/akantosum, lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel–selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawah mikroskop sel–selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut) dan mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena sel–selnya berduri. Ternyata spina atau tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain disebut Interceluler Bridges atau jembatan interseluler.
Lapisan granular atau stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel–sel pipih seperti kumparan. Sel–sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir–butir yang disebut keratohiolin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena
banyaknya butir–butir stratum granulosum. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel (inti selnya sudah mati) dan mengandung zat keratin.
kening, dan dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol, dan zat lain.
Rambut terdapat diseluruh tubuh, rambut tumbuh dari folikel rambut di dalamnya epidermis. Folikel rambut dibatasi oleh epidermis sebelah atas, dasrnya terdapat papil tempat rambut tumbuh. Akar berada di dalam folikel pada ujung paling dalam dan bagian sebelah luar disebut batang rambut. Pada folikel rambut terdapat otot polos kecil sebagai penegak rambut. Rambut terdiri dari rambut panjang di kepala, pubis dan jenggot, rambut pendek dilubang hidung, liang telinga dan alis, rambut bulu lanugo diseluruh tubuh, dan rambut seksual di pubis dan aksila (ketiak).
Kuku merupakan lempeng yang terbuat dari sel tanduk yang menutuoi permukan dorsal ujung jari tangan dan kaki. Lempeng kuku terdiri dari 3 bagian yaitu pinggir bebas, badan, dan akar yang melekat pada kulit dan dikelilingi oleh lipatan kulit lateral dan proksimal. Fungsi kuku menjadi penting waktu mengutip benda–benda kecil.7
2.1.2. Dermis
retikulus. Serabut ini saling beranyaman dan masing–masing mempunyai tugas yang berbeda. Serabut kolagen, untuk memberikan kekuatan kepada kulit, dan retikulus, terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan memberikan kekuatn pada alai tersebut.15
2.1.3. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan–kumpulan sel–sel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan serabut–serabut jaringan ikat dermis. Sel–sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap–tiap tempat dan juga pembagian antar laki–laki dan perempuan tidak sama (berlainan). Guna penikulus adiposus adalah sebagai shock braker atau pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di bawah subkurtis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.15 2.2. Fisiologi Kulit
Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan atau perubahan pada kulit. Misalnya karena stress, ketakutan atau dalam keadaaan marah, akan terjadi perubahan pada kulit wajah. Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah seseorang telah lanjut usia atau masih muda. Wanita atau pria juga dapat membedakan penampilan kulit. Warna kulit juga dapat menentukan ras atau suku bangsa misalnya kulit hitam suku bangsa negro, kulit kuning bangsa mongol, kulit putih dari eropa dan lain-lain. 15
Perasaan pada kulit adalah perasaan reseptornya yang berada pada kulit. Pada organ sensorik kulit terdapat 4 perasaan yaitu rasa raba/tekan, dingin, panas, dan sakit. Kulit mengandung berbagai jenis ujung sensorik termasuk ujung saraf telanjang atau tidak bermielin. Pelebaran ujung saraf sensorik terminal dan ujung yang berselubung ditemukan pada jaringan ikat fibrosa dalam. Saraf sensorik berakhir sekitar folikel rambut, tetapi tidak ada ujung yang melebaratau berselubung untuk persarafan kulit.
2.3. Fungsi Kulit
Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin kelangsungan hidup secara umum yaitu :
1. Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut–serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning (pengobatan dengan asam asetil).
2. Proteksi rangsangan kimia
Dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air. Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara pH 5-6,5. Ini merupakan perlindungan terhadap infeksi jamur dan sel–sel kulit yang telah mati melepaskan diri secara teratur.
3. Absorbsi
mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di antara sel, menembus sel–sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih banyak melalui sel–sel epidermis.
4. Pengatur panas
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur panas, medulla oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu visceral 36-37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan vasomotorik dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak dikeluarkan).
5. Ekskresi
Kelenjar–kelenjar kulit mengeluarkan zat–zat yang tidak berguna lagi atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit.
6. Persepsi
terhadap dingin diperankan oleh dermis, peradaban diperankan oleh papila dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis. Serabut saraf sensorik lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
7. Pembentukan Pigmen
Sel pembentukan pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap sinar matahari memengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan– tangan dendrit sedangkan lapisan di bawahnya dibawa oleh melanofag. Warna kulit tidak selamanya dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebal-tipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.
8. Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum. Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Semakin lama intinya menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup. Keratinosit melalui proses sintasis dan degenerasi menjadi lapisan tanduk yang berlangsung kira–kira 14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
9. Pembentukan vitamin D
2.4. Modalitas Rasa Kulit
Rasa mekanik, rasa suhu dan rasa nyeri berbeda dengan alat indra yang lain. Reseptornya tergabungdalam satu organ tertentu. Masing–masing reseptor modalitas rasa ini berdiri sendiri secara terpisah dan tersebar hampir diseluruh bagian tubuh. Serat aferennya tidak membentuk berkas saraf khusus tetapi tersebar pada banyak saraf perifer dan jaringan saraf di pusat. Dengan demikian modalitas rasa ini tidak membentuk alat indra tertentu yang khas.
Rasa mekanik mempunyai beberapa modalitas (kualitas) yaitu rasa tekan, rasa raba, dan rasa geli yang berbeda di setiap bagian tubuh tetentu. Dengan menggunakan aestesiometer dapat diketahui bagian kulit yang paling peka terhadap rangsangan. Pada permukaan kulit yang peka, titik tekan lebih padat dibandingkan dengan kulit lain. Titik rasa tekan tersebut merupakan manifestasi adanya reseptor tekan pada bagian kulit di bawahnya.
Rasa suhu mempunyai dua submodalitas yaitu rasa dingin dan rasa panas. Reseptor dingin/panas berfungsi mengindrai rasa dingin/rasa panas dan refleks pengaturan suhu tubuh. Reseptor ini dibantu oleh reseptor yang terdapat di dalam sistem saraf pusat. Dengan pengukuran waktu reaksi, dapat dinyatakan bahwa kecepatan hantaran rasa panas. Dengan anastesi blok rasa dingin/panas dapat diblok sehingga objektif maupun subjektif rasa dingin dan panas dapat dipisahkan.
laminikus medial dan thalamus ke korteks. Impuls berasal dari komparan otot,
organ sensorik di dalam, dan sekitar sendi. Neuron dalam korteks sensoris berespons terhadap gerakan–gerakan tertentu.
Rasa nyeri timbul oleh rangsangan yang merusak. Rasa nyeri ini terutama berfungsi untuk pelindungi, mencegah kerusakan lebih lanjut dari jaringan yang terkena. Modalitas rasa nyeri dibagi atas submodalitas nyeri somatik dan nyeri visera. Nyeri somatik dibagi menjadi submodalitas nyeri permukaan dan nyeri dalam. Zat kimia pada kadar tertentu dapat menimbulkan nyeri (misalnya : asetilkoin, serotonin, histamine yang juga menimbulkan rasa gatal). Rasa nyeri
terdiri dari nyeri proyeksi. nyeri alih, hiperalgesia, hipalgesia dan nyeri kronis. Rasa gatal merupakan bentuk khusus rasa nyeri yang timbul pada kondisi perangsangan tertentu. Perangsangan yang berurutan dengan rangsangan makin kuat. Suatu saat rasa gatal yang timbul diganti dengan rasa nyeri. Bila rangsangannya mencapai intensitas yang tinggi, rasa gatal yang dialami dapat hilang. Bila jaras spinotalamatik yang sedang dilewati rasa gatal. Rasa nyeri dengan cara tertentu jika titik gatal sama dengan titik nyeri. Reseptor gatal terletak pada bagian kulit permukaan sedangkan reseptor nyeri terdapat lebih dalam dari kulit.12
2.5. Gejala dan Jenis Gangguan Kulit
Gangguan pada kulit sering terjadi karena berbagai faktor penyebab, antara lain yaitu iklim, lingkungan tempat tinggal, kebiasaan hidup yang kurang sehat, alergi, dan lain-lain. Adapun gejala gangguan kulit antara lain :
2. Muncul bintik-bintik merah (kemerahan), kehitaman, bercak keputihan, bentol-bentol, berair dan bengkak.
3. Timbul ruam-ruam, bersisik. 4. Kadang disertai demam.18
Beberapa jenis gangguan kulit antara lain yaitu : 1. Gatal
Gatal adalah sejenis sensasi, yang sebenarnya merupakan sejenis rasa nyeri yang sangat ringan. Gatal dapat ditimbulkan oleh macam–macam sebab dan tidak selalu menunjukkan kelainan kulit.
2. Eksim
Oleh karena itu harus diperhatikan untuk menghindari hal-hal atau bahan-bahan yang dapat menimbulkan alergi (alergen).
3. Kudis
Merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit/tungau yang gatal yaitu Sarcoptes scabiei var hominis. Kudis lebih sering terjadi di daerah yang higienisnya buruk dan menyerang orang yang kurang menjaga kebersihan tubuhnya. Gejala yang timbul antara lain : timbul gatal yang hebat pada malam hari, gatal yang terjadi terutama di bagian sela-sela jari tangan, di bawah ketiak, pinggang, alat kelamin, sekeliling siku, aerola (area sekeliling puting susu), dan permukaan depan pergelangan. Penyakit ini mudah sekali menular ke orang lain secara langsung misalnya bersentuhan dengan penderita, atau tidak langsung misalnya melalui handuk atau pakaian.
4. Kurap
Merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur. Gejalanya antara lain yaitu : kulit menjadi tebal dan timbul lingkaran-lingkaran, bersisik, lembab, berair, dan terasa gatal, kemudian timbul bercak keputih-putihan. Kurap biasanya timbul karena kurang menjaga kebersihan kulit. Bagian tubuh yang biasanya terserang kurap yaitu tengkuk, leher, dan kulit kepala 5. Bisul
disebabkan karena adanya infeksi bakteri Stafilokokus aureus pada kulit melalui folikel rambut, kelenjar minyak, kelenjar keringat yang kemudian menimbulkan infeksi lokal. Faktor yang meningkatkan risiko terkena bisul antara lain kebersihan yang buruk, luka yang terinfeksi, pelemahan diabetes, kosmetika yang menyumbat pori, dan pemakaian bahan kimia.
6. Dundruff (ketombe)
Yaitu sejenis eksim (Seborrheic Dermatitis) yang mengenai kulit kepala dan ditandai dengan terbentuknya sisik halus yang mudah lepas dari kulit. 7. Urtica atau Kaligata
Yaitu sejenis kelainan pada kulit yang ditandai rasa gatal hampir diseluruh tubuh yang disertai munculnya penonjolan pada kulit tubuh, sebagai akibat sifat alergi terhadap sesuatu yang dimakan, atau mengenai tubuh orang yang bersangkutan. Kadang–kadang gejala ini muncul juga karena tekanan psikis.
8. Panu (Pytiriasis versicolor)
Penyakit kulit akibat infeksi jamur. Infeksi jamur dapat bermacam– macam, pengobatannya biasanya membutuhkan waktu lama, paling sedikit 30 hari dengan obat khusus jamur. Obat eksim biasa, bila diberikan pada penderita infeksi jamur, dapat memperhebat infeksi itu.
9. Jerawat (Acne vulgaris)
10.Vitiligo
Kelainan pada kulit yang ditandai dengan hilangnya pigmen melanin sehingga bagian kulit itu menjadi putih. Kelainan ini yang bersifat bawaan dan sebagai akibat penyakit auto-imunne, tetapi pada sebagian besar penderita penyebabnya tidak jelas. Vitiligo ini harus dibedakan dengan perubhan kulit yang menjadi lebih putih sebagai akibat infeksi jamur.18 2.6. Etiologi
Lingkungan kerja sering mengandung bermacam-macam bahaya kesehatan yang bisa bersifat fisik, biologis, kimia dan psikologis. Terdapat 3 faktor penting sebagai penyebab dermatitis akibat kerja yaitu : lingkungan fisik, lingkungan kimia, dan lingkungan biologi.
2.6.1. Lingkungan Fisik
Lingkungan kerja fisik memiliki pengaruh yang besar dalam menciptakan kenyamanan dan keamanan tempat kerja selain tentunya lingkungan kerja yang lain. Lingkungan fisik mempengaruhi penampilan seseorang. Hampir semua manusia dapat bekerja secara efisien pada setiap variabel lingkungan dengan kisaran yang relatif terbatas. Pada umumnya disetujui orang bekerja sangat baik di suatu lingkungan fisik yang baik.
atau merendahkan daya tahan kulit. Sedangkan yang menimbulkan alergi kulit umumnya adalah hipersensitivitas tipe lambat.8
2.6.2. Lingkungan Kimia
Lingkungan kimia juga berpengaruh terhadap timbulnya penyakit kulit. Misalnya air, asam, basa, garam logam berat, aldehid, alkohol dan sebagainya. Ada 2 cara bahan–bahan kimia ini menimbulkan dermatosis, yaitu dengan jalan perangsangan atau iritasi disebut perangsangan primer, sedangkan penyebab sesitisasi disebut pemeka (sensitizer). Perangsangan primer mengadakan rangsangan kepada kulit dengan jalan melarutkan lemak kulit, dengan mengambil air dari lapisan kulit, dengan oksidasi atau reduksi, sehingga keseimbangan kulit terganggu dan timbullah dermatosis. Sensitisasi biasanya disebabkan oleh bahan– bahan organik dengan struktur molekul lebih sederhana, untuk membentuk antigen.
2.6.3. Lingkungan Biologi
Lingkungan biologi terdiri dari bakteri, jamur dan artropoda. A. Infeksi Bakteri
Pada kulit manusia terdapat 2 jenis bakteri yaitu bakteri parasit yang menimbulkan penyakit dan bakteri komensal yang merupakan flora normal kulit. Floral normal dapat dibedakan lagi atas floral penghuni sementara (transient) dan flora penghuni (resident). Flora penghuni sementara terdiri atas berbagai jenis mikroorganisme yang hidup di permukaan kulit dan berasal dari lingkungan sekitar kita. Bakteri ini tidak berproliferasi di permukaan kulit dan akan segera meninggalkan kulit karena beberapa garutan saja. Flora penghuni terdiri atas sejumlah kecil mikroorganisme. Bakteri ini berlipat ganda di permukaan kulit oleh garutan, contoh penyakit kulit oleh karena infeksi bakteri yaitu paronikia, merupakan suatu reaksi peradangan mengenai lipatan kulit dan jaringan disekitar kuku. Paronikia akut paling seringdi akibatkan oleh infeksi bakteri, umumnya Stapylococcus aureus atau Pseudomonus aeruginosa, sedangkan paronikia kronis
disebabkan oleh jamur Candida albicans.
Paronikia ditandai dengan jaringan kuku menjadi lembut dan membengkak serta dapat mengeluarkan pus (nanah), kuku bertambah tebal, berubah warna dan membentuk garis punggung melintang. Bila infeksi telah kronis, maka terdapat cerah horizontal pada dasar kuku biasanya menyerang satu sampai tiga jari.
Penyakit ini berkembang pada orang-orang yang tangannya lama terendam air kalau jari terluka sedikit saja, maka basil atu jamur akan merusak jaringan sekitar kuku. Penderita diabetes atau kekurangan gizi lebih mudah diserangnya.10
Indonesia adalah negara tropis yang beriklim panas dan lembab. Dalam keadaan demikian ditambah hygiene yang kurang sempurna, infestasi jamur kulit cukup banyak. Terminology dan pembagian penyakit jamur kulit disebut mikosis superfisialis atau dermatomikosis. Dermatomikosis adalah penyakit pada kulit dan adneksa yang disebabkan jamur. Pada umumnya golongan penyakit ini dibagi atas infeksi superfisialis dan infeksi kutan. Sedangkan infeksi subkutis juga termasuk dermatomikosis. Otomikosis dan keratitis mikotika juga sebetulnya termasuk dermatomikosis.7
Penyakit Jamur Kulit terbagi atas : 1. Pitriasis versikolor
Pitiriasis versikolor atau panu, kadang-kadang disebut kromofitosis, tinea flava, liver spots dan terakhir disebut pitirosporosis/pitiriasis. Penyakit ini adalah dermatomikosis superfisialis yang disebabkan oleh Malassezia furfur atau Pityrossporum orbiculare yang bersifat ringan, menahun, biasanya tanpa keluhan
gatal.
2. Dermatofitosis (Ring-worm infection)
Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superfisialis yang disebabkan oleh jamur dermatofita yaitu Trichopyton spp (T), Microsporum spp (M), Epidermophyton spp (E). Penyakit ini menyerang jaringan yang mengandung zat tanduk, yakni pada epidermis, rambut dan kuku.
Klasifikasi Dermatofitosis (Ring-worm infection): 1. Tinea kapitis
Kadang-kadang penyakit ini ditularkan dari hewan peliharaan, misalnya kucing, anjing dan sebagainya, berwarna putih kelabu. Infeksi Trichopyton spp, biasanya menimbulkan bercak kecil-kecil di kepala dengan rambut yang putus-putus tepat di permukan kulit. Sehingga terlihat bintik-bintik hitam pada bercak tersebut yang disebut black dots.
2. Tinea barbe
Tinea barbe adalah penyakit yang disebabkan infeksi jamur dermatofita di daerah janggut, jambang dan kumis, sering pada orang-orang dewasa yang banyak kontak dengan hewan atau tanah. Keluhan penderita adalah gatal pada beberapa tempat di janggut, kumis atau jambang disertai putusnya rambut di tempat tersebut.
3. Tinea korporis
Tinea korporis adalah penyakit karena infeksi jamur dermatofita pada kulit halus (glabrous skin) di daerah muka, leher, badan, lengan dan gluteal. Penyebab tersering kelainan ini adalah Trychopyton rubrum dan Trychopyton mentagrophytes. Penderita mengeluh rasa gatal yang kadang-kadang meningkat
waktu berkeringat. 4. Tinea kruris
5. Tinea unguium
Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita. Keluhan penderita berupa kuku menjadi rusak, warnanya menjadi suram. Bergantung jamur penyebabnya, destruksi kuku mulai dari distal, lateral proksimal ataupun keseluruhan. Bila disertai paronikia maka sekitar kuku akan terasa nyeri dan gatal.
6. Tinea imbrikata
Kelainan kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur T.concentcum dimana terjadi gambaran klinis yang khas. Penyakit ini banyak didapatkan di bagian timur kepulauan kita, sering disebut pula penyakit cascade, tokelau, ringworm dan sebagainya. Keluhan berupa rasa gatal pada daerah yang terkena kulit jadi bersisik dengan sisik yang melingkar-lingkar. 7
C. Artropoda
Penyakit kulit disebabkan artropoda yaitu penyakit kulit yang disebabkan oleh kutu. Contoh penyakit kulit yang disebabkan oleh kutu seperti scabies mengenai pada sela jari tangan, pergelangan tangan, sisi tangan dan kaki, lipat paha, areola, permukaan ekstensor siku dan lutut. 1
2.7. Penyakit Kulit Akibat Kerja
Definisi penyakit kulit akibat kerja adalah semua keadaan patologis kulit dengan pajanan pada pekerjaan sebagai faktor penyebab utama atau hanya sebagai faktor penunjang. 13
lingkungan kerja. Meliputi penyakit kulit baru yang timbul karena pekerjaan atau lingkungan kerja dan penyakit kulit lama yang kambuh karena pekerjaan atau lingkungan kerja.4
Sejak dahulu diseluruh dunia telah dikenal adanya reaksi tubuh terhadap bahan atau material yang ada di lingkungan kerja. Dalam Ilmu Kesehatan Kulit dikenal, pada individu atau pekerja tertentu baik yang berada di negara berkembang maupun di negara maju, dapat mengalami kelainan kulit akibat pekerjaannya. Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK) dikenal secara populer karena berdampak langsung terhadap pekerja yang secara ekonomis masih produktif. Istilah PKAK dapat diartikan sebagai kelainan kulit yang terbukti diperberat oleh jenis pekerjaannya, atau penyakit kulit yang lebih mudah terjadi karena pekerjaan yang dilakukan.
Apabila ditinjau lebih lanjut, penyakit kulit akibat kerja (PKAK) sebagai salah satu bentuk penyakit akibat kerja, merupakan jenis penyakit akibat kerja terbanyak yang kedua setelah penyakit muskoloskeletal, berjumlah sekitar 22% dari seluruh penyakit akibat kerja. Data di Inggris menunjukkan 1,29 kasus per 1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95% merupakan dermatitis kontak, sedangkan yang lain merupakan penyakit kulit lain seperti akne, urtikaria kontak, dan tumor kulit.5
2.8. Pencegahan Penyakit Kulit Akibat Kerja
penyedia sarana. Yang juga penting adalah keterlibatan peraturan atau perundang-undangan.5
Program perawatan kulit sebaiknya diikutsertakan dalam program pendidikan, memuat informasi tentang kulit sehat dan penyakit kulit yang terkait dengan pekerjaan. Juga pengenalan diri penyakit kulit dan kegunan prosedur perlindungan, sebagai contoh program perlindungan kulit pada pekerja di “pekerjaan basah”, yaitu mencuci tangan dengan air biasa, lalu bilas dan keringkan tangan dengan sempurna setelah mencuci, karena kulit yang tidak dilindungi lebih mudah terkena iritasi, maka disarankan memakai sarung tangan untuk melindungi kulit terhadap air, kotoran, deterjen, sampo, dan bahan makanan.
Yang juga penting diperhatikan, hindari pemakaian cincin selagi bekerja, karena dermatitis umumnya dimulai pada jari yang memakai cincin sebagai reaksi terhadap iritan yang terjebak dibawah cincin. Pemakaian disinfektan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan tempat kerja. Sebab, umumnya disinfektan bersifat iritan dan turut berperan terhadap perkembangan menjadi dermatitis kontak di tangan.
tidak mempunyai riwayat alergi kulit. Pekerja yang kebersihan perorangannya buruk lebih banyak yang dermatosis daripada yang kebersihan perorangannya baik atau sedang. 5
Pengaruh sinar matahari yang menahun/kronik dapat menyebabkan kerusakan kulit akibat efek fotobiologik sinar UV yang menghasilkan radikal bebas, akan menimbulkan kerusakan protein dan asam amino yang merupakan struktur utama kolagen dan elastin, kerusakan pembuluh darah kulit dan menimbulkan kelainan pigmentasi kulit. Pekerja yang terpapar dengan sinar ultraviolet langsung memakai baju yang dapat melindungi dari sinar matahari. Alat Pelindung Diri (APD) yang berhubungan dengan gangguan kulit yaitu pakaian lengan panjang (baju pelindung), sarng tangan dan sepatu boot.2
2.9. Nelayan
Menurut Undang–undang Republik Indonesia No. 31 tahun 2004, Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Sebagian besar nelayan di Indonesia adalah nelayan kecil, nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari–hari. 17
Nelayan merupakan pekerjaan yang bergerak di sektor Informal yang kegiatan ekonominya secara tradisional, usaha–usaha diluar sektor modern/formal yang mempunyai ciri–ciri sebagai berikut yaitu sederhana, skala usaha relative kecil, umumnya belum terorganisir dengan baik.
perundang- undangan yang berlaku. Pembinaan dan pengembangan tenaga kerja di arahkan untuk perlindungan dan peningkatan kesejahteraaan tenaga kerja yang bersangkutan.11
Nelayan masih banyak yang belum memperoleh kesehatan dan perekonomian yang baik, dikarenakan tingkat pendidikan nelayan, rendahnya penguasaan teknologi penangkapan, kecilnya skala usaha, belum efisiennya sistem pemasaran hasil laut, dan sebagian besar nelayan berstatus sebagai buruh serta pola kehidupan nelayan itu sendiri.6
2.10.Kerangka konsep
Karakteristik Nelayan - Masa kerja - Pendidikan
Gejala Gangguan
Kulit Kebersihan Diri
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, untuk melihat gambaran gejala gangguan kulit pada nelayan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan tahun 2010.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan. Adapun yang menjadi pertimbangan pemilihan lokasi penelitian ini adalah :
1. Nelayan merupakan pekerja yang potensial untuk mengalami gangguan kulit.
2. Penelitian tentang gangguan kulit pada nelayan yang bekerja perhari belum pernah dilakukan di tempat ini.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September sampai Desember 2010. 3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
3.3.2. Sampel
Sampel penelitian diambil dengan cara pengambilan Simple Random Sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sehingga tiap unit penelitian atau
satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Vincent Gasper (1991), dengan menggunakan jumlah populasi (N) = 165, Proporsi Populasi (P) = 0,5, Galat Pendugaan (G) = 0,1, Taraf Kepercayaan (Zc) = 95% (1,96).
Besar sampel dihitung dengan rumus :
Jadi, Besar sampel yang diperoleh adalah 65 nelayan. 3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Kepala Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan mengenai jumlah penduduk di Lingkungan 30 Gudang Arang.
3.5. Definisi Operasional
1. Gejala gangguan kulit adalah adanya keluhan pada kulit yang pernah dialami nelayan pada saat penelitian berlangsung berupa gatal, bentol-bentol, merah, bersisik, kehitaman, berair, bercak keputih-putihan, atau bengkak.
2. Masa kerja adalah lamanya nelayan bekerja (dalam tahun) pada saat penelitian berlangsung/dilakukan.
3. Pendidikan adalah sekolah terakhir dari nelayan pada saat penelitian dilakukan.
4. Kebersihan Diri adalah mandi dengan menggunakan sabun setiap hari setelah selesai bekerja.
5. Alat Pelindung Diri adalah pakaian (baju lengan panjang) atau peralatan (topi, sarung tangan) sebagai pencegahan kontak langsung antara sinar ultraviolet, ikan dengan bagian tubuh.
6. Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan yang mempengaruhi nelayan pada saat bekerja berupa panas, suhu, sinar ultraviolet, kelembapan, dan air laut.
3.6. Pengolahan dan Analisa Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Belawan merupakan pelabuhan terbesar di Sumatera yang berada di Kecamatan Medan Belawan yang terletak di wilayah Utara Kota Medan dengan batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Marelan dan Kecamatan Medan Labuhan, dan Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
Kecamatan Medan Belawan terdiri dari enam kelurahan, salah satunya yaitu Kelurahan Belawan I yang terdiri dari 39 lingkungan. Dan lingkungan 30 merupakan perkampungan nelayan yang besar dengan jumlah 265 Kepala Keluarga, yang secara keseluruhan merupakan nelayan. Di daerah perkampungan nelayan lingkungan 30 terdapat rumah-rumah nelayan semi permanen di pinggir pantai, dengan jenis kapal kayu sederhana untuk keperluan profesi mereka sebagai nelayan.
Keseharian nelayan-nelayan di daerah lingkungan 30, tidaklah berbeda pada nelayan pada umumnya. Namun mereka lebih kearah nelayan tradisional. Mereka masih menggunakan perahu-perahu kayu sederhana, beberapa jaring-jaring ikan buatan sendiri, yang mereka persiapkan sebelum mencari ikan dilaut.
Nelayan biasanya berangkat melaut sekitar pukul empat pagi dan kembali ke darat pukul lima sore hari. Sebelum melaut nelayan harus betul-betul memperhatikan kondisi cuaca, karena jika cuaca mendukung biasanya nelayan bisa memperoleh penghasilan yang cukup bagi keluarga. Nelayan mencari ikan tidak jauh ke tengah karena nelayan ini hanya memiliki perahu yang kecil.
4.2. Karakteristik Nelayan 4.2.1. Masa Kerja
Keadaan masa kerja nelayan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.1. Distribusi Nelayan Berdasarkan Masa Kerja di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010
NO. Masa Kerja (Tahun)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1. <20 33 50,76
2. ≥20 32 49,23
Total 65 100
Dari tabel di atas dengan umur antara 2-45 tahun yang dibedakan berdasarkan nilai tengah (median) yaitu 20 tahun. Umur pekerja terbanyak dimulai pada umur 20 tahun (< 20 tahun) yaitu sebanyak 33 nelayan (50,76%).
4.2.2. Pendidikan
Keadaan pendidikan nelayan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I 5Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.2. Distribusi Nelayan Berdasarkan Pendidikan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010
NO Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 SD 36 55,38
2 SLTP 10 15,38
3 SLTA 19 29,24
Total 65 100
Berdasarkan tabel di atas didapat bahwa pendidikan nelayan yang terbanyak adalah tamatan SD yaitu sebanyak 36 orang nelayan (55,38%).
4.2.3. Kebersihan Diri
Keadaan kebersihan diri nelayan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.3. Distribusi Nelayan Berdasarkan Kebersihan Diri di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010
No Kebersihan Diri Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Ya 60 92,31
2 Tidak 5 7,69
Total 65 100
4.2.4. Alat Pelindung Diri (APD)
Keadaan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada nelayan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.4. Distribusi Nelayan Berdasarkan Alat Pelindung Diri di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010
No Alat Pelindung Diri Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Ya 61 93,84
2 Tidak 4 6,16
Total 65 100
Dari tabel di atas didapat bahwa Alat Pelindung Diri (APD) pada nelayan yaitu sebanyak 61 nelayan (93,84%).
Tabel 4.5. Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Nelayan di Lingkungan 30 Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010
No Alat Pelindung Diri
Penggunaan APD Total
Ya Persen
4.2.5. Gambaran Gejala Gangguan Kulit
Keadaan gejala gangguan kulit pada nelayan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.6. Distribusi Gejala Gangguan Kulit pada nelayan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010
No Gejala Gangguan Kulit Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Ya 52 80,00
2 Tidak 13 20,00
Total 65 100
Dari tabel di atas didapat bahwa ada sebanyak 52 nelayan (80,00%) yang mengalami gejala gangguan kulit.
4.2.6. Tabulasi Silang
Tabel 4.7. Gambaran Masa Kerja dengan Gejala Gangguan Kulit pada Nelayan di Lingkungan 30 Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010
Masa Kerja
Tabel 4.8. Gambaran Pendidikan dengan Gejala Gangguan Kulit pada Nelayan di Lingkungan 30 Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010
Pendidikan
Berdasarkan tabel di atas diperoleh hasil bahwa nelayan yang mengalami gejala gangguan kulit yang terbanyak adalah nelayan yang berpendidikan SD yaitu sebanyak 31 nelayan (47,69%).
Tabel 4.9. Gambaran Kebersihan Diri dengan Gejala Gangguan Kulit pada Nelayan di Lingkungan 30 Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010
Kebersihan
Tabel 4.10. Gambaran Alat Pelindung Diri (APD) dengan Gejala Gangguan Kulit pada Nelayan di Lingkungan 30 Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010
Alat Pelindung Diri
Berdasarkan tabel di atas diperoleh hasil bahwa nelayan yang mengalami gejala gangguan kulit yang terbanyak adalah nelayan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu sebanyak 49 nelayan (75,38%).
Tabel 4.11. Gambaran Gejala Gangguan Kulit yang pernah dialami Nelayan di Lingkungan 30 Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010
Tabel 4.12. Gambaran Gejala dan Lokasi Gangguan Kulit yang pernah dialami Nelayan di Lingkungan 30 Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010
Gejala Ganggua
n Kulit
Lokasi Gejala Gangguan Kulit Sela jari
tangan
Sela jari
kaki Tangan kaki Punggung Perut Leher
N % N % N % N % N % N % N %
Gatal 9 13,9 8 12,3 5 7,7 3 4,6 26 40 1 1,5 -
-Merah 16 24,6 20 30,8 2 3,1 2 3,1 - - -
-Bersisik - - - - 7 10,5 16 24,6 - - -
-Bintik
Hitam - - - 18 27,7
Berair 4 6,2 8 12,3 - - -
-Bercak
Putih - - - 18 27,7 - - -
-Bengkak 4 6,2 5 7,7 - - -
-Urtikaria - - - - 9 13,8 - - -
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Gejala Gangguan Kulit pada Nelayan
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar nelayan mengalami gejala gangguan kulit yaitu sebanyak 52 nelayan (80,00%). Dengan gejala yang bervariasi mulai dari gatal, merah, bersisik, bintik hitam, berair, bercak putih, bengkak dan urtikaria. Gejala yang paling banyak dialami nelayan yaitu gatal ada 80%, merah ada 61,53%, dan bersisik ada 35,38%. Sementara lokasi timbulnya gejala gangguan kulit yang dialami nelayan lebih banyak di sela jari tangan dan kaki, tangan dan kaki, leher, perut dan punggung. Sedangkan wajah tidak terkena karena sebagian besar nelayan memakai alat pelindung diri seperti topi untuk melindungi dari sengatan panas matahari.
Lingkungan kerja yang dapat menimbulkan gangguan kulit pada nelayan yaitu Lingkungan fisik seperti sinar ultraviolet, panas, dan lembab. Nelayan sering terkena sinar ultraviolet yang dapat mengakibatkan alergi pada kulit, seperti muncul bintik-bintik hitam. Biasanya sering ditemukan di berbagai bagian tubuh seperti leher, wajah, kaki, tangan, dan lain-lain. Bintik-bintik ini umumnya berkembang pada kulit yang terkena cahaya matahari secara langsung. Tak hanya cuaca panas, kulit juga sangat rentan terhadap cuaca lembab, atau kondisi lingkungan kerja yang lembab. Di mana pada saat seperti ini, kulit akan lebih cenderung sering basah.
kondisi ruangan terlalu lembab serta kurang mendapat sinar matahari secara langsung. Dengan kondisi lingkungan rumah yang kurang terjaga gejala gangguan kulit dapat menular antara keluarga maupun kepada orang lain melalui peralatan dirumah seperti handuk, seprai, bantal, baju dan lainnya.
5.2. Gejala Gangguan Kulit Berdasarkan Masa Kerja
Berdasarkan tabel 4.6 gambaran masa kerja dengan gejala gangguan kulit, dijumpai adanya gejala gangguan kulit yang terbanyak pada nelayan yang masa kerjanya < 20 tahun sebanyak 27 nelayan (41,53%). Penelitian ini menunjukkan bahwa masa kerja berperan dengan gejala gangguan kulit. Hal ini disebabkan kondisi kerja yang sering terpapar sinar ultraviolet maka akan menyebabkan hyperpigmentasi (bintik hitam) dan pada masa kerja yang semakin lama akan menyebabkan kanker kulit.
Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang terpajan dengan faktor resiko. Dengan perbedaan masa kerja akan berhubungan dengan pajanan terhadap pencemar atau bahan yang beresiko terhadap gangguan kesehatan kulit.
5.3. Gejala Gangguan Kulit Berdasarkan Pendidikan
Hal ini sama dengan penelitian yang diperoleh oleh Corry (2008) pada nelayan bahwa nelayan belum mengetahui tentang pencegahan penyakit akibat kerja termasuk penyakit kulit, seperti penggunaan APD, personal hygiene serta pemahaman tentang perilaku kerja yang berpotensi terhadap terjadinya kecelakaan kerja .23
5.4. Gejala Gangguan Kulit Berdasarkan Kebersihan Diri
Berdasarkan tabel 4.8. gambaran kebersihan diri dengan gejala gangguan kulit, dijumpai adanya gejala gangguan kulit yang terbanyak pada nelayan yang membersihkan diri sebanyak 47 nelayan (72,31%) dan yang tidak langsung membersihkan diri sebanyak 5 nelayan (7,69%). Kebersihan diri sangat berperan terhadap munculnya gejala gangguan kulit. Gejala gangguan kulit yang muncul pada penelitian ini akibat kurangnya menjaga kebersihan kulit dapat berupa gatal dan merah. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan yang kurang terjaga, sanitasi yang buruk, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari. Gejala gangguan kulit dapat menular dari satu orang ke orang lainnya, sehingga tak jarang menyebar dalam keluarga ketika salah satu anggota keluarganya pulang kerumah membawa penyakit dan secara tidak langsung dapat menular melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah digunakan penderita dan belum dibersihkan dan dicuci sehingga kemungkinan terdapat mikroorganisme tertentu.
Menurut Entjang (2000), Usaha kebersihan diri adalah upaya seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri.20
Gejala gangguan kulit kemungkinan juga muncul disebabkan oleh jamur karena nelayan tidak membawa pakaian ganti pada saat pergi kelaut, sehingga kondisi nelayan pada saat pulang dalam keadaan basah kuyup dan lembab, pada kondisi pakaian yang lembab dapat meningkatkan pertumbuhan jamur dan menimbulkan gejala gangguan kulit berupa bercak putih pada punggung yang sangat gatal. Kesehatan kulit tidak terlepas dari menjaga kebersihan pakaian.
Hal ini sesuai dengan penelitian Alfian (2004) yang mengatakan bahwa kebiasaan ganti pakaian yang kategori tidak baik dan menderita penyakit kulit sebesar 88% dimana ada hubungan antara kebiasaan ganti pakaian dengan penyakit kulit.21
5.5. Gejala Gangguan Kulit Berdasarkan Alat Pelindung Diri
Berdasarkan tabel 4.9. gambaran penggunaan alat pelindung diri dengan gejala gangguan kulit, dijumpai adanya gejala gangguan kulit pada nelayan yang menggunakan alat pelindung diri sebanyak 49 nelayan (75,38%) dan yang tidak menggunakan sebanyak 12 nelayan (18,46%). Alat pelindung diri berperan terhadap terjadinya gejala gangguan kulit. Secara keseluruhan nelayan menggunakan pakaian lengan panjang, sarung tangan, dan topi. Gejala gangguan kulit akibat kerja pada nelayan yaitu bintik hitam pada bagian leher akibat terkena sinar ultraviolet secara langsung.
nelayan mengalami hiperpigmentasi (bintik hitam) yang disebabkan oleh karena adanya paparan terhadap sinar ultraviolet dari matahari. 5
5.6. Gejala Gangguan Kulit Yang Pernah di alami Nelayan di Lingkungan 30 Gudang Arang Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Belawan Tahun 2010
Berdasarkan tabel 4.10. gambaran gejala gangguan kulit, dijumpai adanya gejala gangguan kulit yang pernah dialami nelayan yaitu gatal ada 52 nelayan (80%), merah ada 40 nelayan (61,53%), bersisik ada 23 nelayan (35,38%), kehitaman ada 18 nelayan (27,69%), berair ada 12 nelayan (18,47%), bercak keputihan ada 18 nelayan (27,69%), bengkak ada 9 nelayan (13,84%) dan bentol-bentol ada 9 nelayan (13,84%).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian didapat bahwa sebagian pekerja memiliki masa kerja < 20 tahun ada 33 nelayan, dan berpendidikan SD ada 36 nelayan, menjaga kebersihan diri ada 60 nelayan dan menggunakan alat pelindung diri ada 61 nelayan.
2. Nelayan yang mengalami gejala gangguan kulit sebanyak 52 nelayan.
3. Berdasarkan gejala gangguan kulit dengan masa kerja < 20 tahun yaitu sebanyak 27 nelayan (41,53%).
4. Berdasarkan gejala gangguan kulit dengan pendidikan yang terbanyak pada pendidikan SD yaitu sebanyak 31 nelayan (47,69%).
5. Berdasarkan gejala gangguan kulit dengan kebersihan diri yang terbanyak pada nelayan yang membersihkan diri sebanyak 47 nelayan (72,31%). 6. Berdasarkan gejala gangguan kulit dengan alat pelindung diri yang
terbanyak sebanyak 49 nelayan (75,38%).
6.2. Saran
1. Diharapkan kepada nelayan sebaiknya lebih menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan rumah.
2. Diharapkan kepada nelayan sebaiknya menggunakan sebo yang menutupi seluruh kepala atau menggunakan krem atau sunblock agar terhindar dari paparan sinar ultraviolet.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam OG. 2001. Goldstain. Dermatologi Praktis. Hipokrates. Edisi Pertama. Jakarta
2. Misnadiarly. 2006. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kesehatan Kulit. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Depkes RI.
http : //. Diakses tanggal
16 Juni 2010
3. Halim. 2003. Pedoman Diagnosis Penilaian Cacat karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Edisi Pertama. PERDOSKI. Jakarta
4. Lestari, C. 2008. Penyakit Kulit Akibat Kerja.
http : //cintalestariwordpress.com/ 2008/11/26/Penyakit kulit. Diakses tanggal 5 Juni 2010
5. Martiana. 2006 Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal dan Lingkungan Perumahan Nelayan di Kabupaten Lombok Timur NTB Tahun 2006 . http : //www.FkmUnair.com/ Files/Upaya Kesehatan Nelayan, pdf . Diakses tanggal 16 Mei 2010
6. Marwali, H. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan I. Penerbit Hipokrates. Jakarta
7. Anonim. 2005. Penyakit Kulit Akibat Kerja.
http : //www.suaramerdeka.com/harian/0511/21/ragam01.htm. Diakses tanggal 10 Juni 2010
8. Anonim. 2009. SNI : Perkuat Organisasi Nelayan Menuju Kedaulatan Rakyat. http : //www.spi.or.id//. Diakses tanggal 16 Juni 2010
9. Raflizar. 2001. Paronikia Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta
10.Sastrohadiwiryo, S. 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Cetakan Kedua. PT. Bumi Aksara. Jakarta
11.Sirait. 2004. Gambaran Kelainan Kulit Pada Pekerja Penjual Ikan Basah Di Pasar Tradisional Sukarame Medan Tahun 2004. Skripsi FKM–USU. Medan.
13.Suyadi, dkk. 2010. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Textbook of Occupational Kedokteran Kerja. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 14.Syaifudin. 2001. Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Penerbit Widya
Medika. Jakarta
15.---. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
16.Undang-undang Kesehatan Pasal 1 No. 36 Tahun 2009
http : //dinkes.palembang.go.id/tampung/dokumen/dokumen-37-35.pdf. Diakses tanggal 15 September 2010
17.Undang-undang Perikanan Pasal 1 No. 31 Tahun 2004
http : //www.ditjenphka.go.id// Undang- Undang Perikanan/2004.pdf. Diakses tanggal 15 September 2010
18.Wibowo, D. 2008. Anatomi Tubuh Manusia. Cetakan Ketiga. PT. Gramedia Widiasarana. Jakarta
19.Anonim, 2009. Penyakit Kulit, Tanda dan Gejala, Cara Penularan Dampak dan Upaya. http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/10/penyakit-kulit-tanda-dan-gejala-cara.html . Diakses tanggal 16 Oktober.
20.Enjtang, 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
21.Khairunnas, 2004. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis pada Pekerja Pengangkut Sampah di Pasar Tradisional Johar Kota Semarang. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Dipenegoro, Semarang.
22.Sirait, 2004. Gambaran Kelainan Kulit Pada Pekerja Ikan Basah Di Pasar Tradisional Sukarame Medan Tahun 2004. Skripsi FKM- USU. Medan.
23.Corry, 2008. Gambaran Kelainan Kulit Pada Nelayan Di Young Panah Hijau Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2008. Skripsi FKM-USU. Tahun 2008