ANALISIS DERET BERKALA BIVARIAT PADA MODEL FUNGSI
TRANSFER
(Analisys Of Bivariate Time Series On Transfer Function Models)
SKRIPSI
FRANEKA SH TAMBUNAN
090823009
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : ANALISIS DERET BERKALA BIVARIAT PADA MODEL FUNGSI TRANSFER
Kategori : SKRIPSI
Nama : FRANEKA SH TAMBUNAN Nim : 090823009
Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA Departemen : MATEMATIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di
Medan, Juni 2011
Komisi pembimbing:
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Drs. Marwan Harahap, M.Eng Drs. Bambang Irwan, M.Sc NIP. 19461225 197403 1 001 NIP. 19470421 197303 1 001
Diketahui /Disetujui oleh
Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,
Prof. Dr. Tulus, M.Si
NIP. 19620901 198803 1 002
PERNYATAAN
ANALISIS DERET BERKALA BIVARIAT PADA MODEL FUNGSI TRANSFER
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2011
FRANEKA SH TAMBUNAN
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha
Penyayang, dengan limpah karunia-Nya skripsi ini berhasil diselesaikan dalam waktu
yang telah ditetapkan.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Drs. Bambang Irwan, MSc
dan Drs. Marwan Harahap, M. Eng, selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini
yang telah memberi panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk
menyempurnakan skripsi ini. Panduan ringkas dan padat serta profesional telah diberikan
agar penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada
ketua dan Sekretaris Departemen Matematika FMIPA USU Prof. Dr. Tulus, M.Si dan
Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara, semua dosen pada Departemen Matematika FMIPA USU,
pegawai di FMIPA USU, dan rekan-rekan kuliah. Akhirnya tidak terlupakan kepada
Ayah dan Ibu serta semua sanak keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan
ABSTRAK
Fungsi transfer memiliki konsep lebih dari satu deret berkala. Metode fungsi transfer membutuhkan deret input (x ), deret output (t y ) dan gangguan (t n ). Hal ini merupakan t
syarat utama agar fungsi transfer t xt b nt B
B y = − +
) (
) (
δ
ω dapat digunakan. Selanjutnya
ABSTRACT
Transfer function concept has more than one time series. Transfer function method requires the input (x ), output (t y ) and noise (t n ). That is a major requirement for the t transfer function t xt b nt
B B y = − +
) (
) (
δ
ω can be used.
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstract vi Daftar Isi vii
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Bab 1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Tinjauan Pustaka 3
1.4 Tujuan Penelitian 5
1.5 Kontribusi Penelitian 5
1.6 Metodologi Penelitian 6
Bab 2 Landasan Teori 7
2.1 Peramalan 7
2.1.1 Manfaat Peramalan 7
2.1.2 Jenis–Jenis Peramalan 8
2.1.3 Metode Peramalan 9
2.1.4 Metode Peramalan Kuantitatif 9
2.2 Pemilihan Teknik dan metode Peramalan 10
2.3 Model Deret Berkala 13
2.3.1 Alat-alat Metodologi untuk Menganalisa Data Deret Berkala 14 2.3.2 Aplikasi Analisis Deret Berkala 16
2.4 Model Rata-rata Bergerak Terpadu Autoregresif (ARIMA) 19 2.4.1 Model Autoregresif (AR) 20
2.4.2 Model Rata-rata Bergerak/Moving Average (MA) 21
2.4.3 Model Campuran Autoregressve Moving Average (ARMA) 21
2.4.4 Model Autoregressive Integrate Moving Average (ARIMA) 21
Bab 3 Pembahasan 24
3.1 Tahapan Pembentukan Fungsi Transfer 24
3.1.1 Identifikasi Bentuk Model 24
3.1.1.1 Mempersiapkan Deret Input dan Output 24
3.1.1.2 Pemutihan Deret Input 25
3.1.1.3 Pemutihan Deret Output 25
3.1.1.4 Perhitungan Korelasi Silang dan Autokorelasi untuk Deret Input dan Output yang Telah Diputihkan 26
3.1.1.5 Pendugaan Langsung Bobot Respons Impuls (αt) 27
3.1.1.6 Penetapan Parameter (r,s,b) 29 3.1.1.7 Pendugaan Deret Gangguan (n ) t 30 3.1.1.8 Penetapan (p ,n q ) untuk Model ARIMA (n p ,n q ) dari n Deret Gangguan 30
3.1.2 Pendugaan Parameter-parameter Model 30
3.1.2.1 Pendugaan Awal Parameter Model 30
3.1.2.2 Pendugaan Akhir Parameter Model 31
3.1.3 Pemeriksaan Uji Diagnostik Model 31 3.1.4 Peramalan dengan Fungsi Transfer 32 3.2 Contoh Kasus 32 3.2.1 Plot Data 33
3.2.2 Identifikasi Bentuk model 36
3.2.2.1 Memeriksa Kestasioneran Data 36 3.2.2.2 Pemutihan Deret Input 44 3.2.2.3 Pemutihan Deret Output 46
3.2.2.4 Perhitungan korelasi Silang dan korelasi Diri 48 3.2.2.5 Penundaan Langsung Bobot Respons Impuls 52 3.2.2.6 Penetapan (r,s,b) untuk Model Fungsi Transfer 53
3.2.2.7 Pengamatan Awal Deret Noise 53 3.2.2.8 Identifikasi Model ARIMA untuk Deret Gangguan 55 3.2.3 Penaksiran Parameter-parameter Model Fungsi Transfer 56
3.2.3.1 Taksiran Awal Parameter Model 56
3.2.3.2 Taksiran Akhir Parameter Model 57
3.2.4 Pemeriksaan Diagnosa Model 57 3.2.4.1 Analisis Nilai Sisa (Residu) a t 60 3.2.4.2 Analisis Korelasi Silang dari Gugus Residu (a ) dengan t Pemutihan Deret Input 60
Bab 4 Kesimpulan dan Saran 61
4.1 Kesimpulan 61
4.2 Saran 61
Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Pola ACF dan PACF 21 Tabel 3.2 Data Bulanan IOS Bulan Januari 1999-2009 32 Tabel 3.2 Data Curah Hujan Bulan Januari 1999 - 2009 33 Tabel 3.3 Pembedaan Pertama Deret Input (X ) t 37 Tabel 3.4 Data Hasil Transformasi Logaritma 39 Tabel 3.5 Pembedaan Pertama dari Data Transformasi 41 Tabel 3.6 Nilai – Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial
Data Hasil Deret Input (X ) t 42 Tabel 3.7 Pendugaan Parameter Model ARIMA 44 Tabel 3.8 Pemutihan Deret Input (αt) 45 Tabel 3.9 Pemutihan Deret Output (βt) 47 Tabel 3.10 Ringkasan Statistik Pemutihan Deret Input dan Output 48 Tabel 3.11 Korelasi Silang Pemutihan Deret input 48 Tabel 3.12 Autokorelasi Pemutihan Deret Input 49 Tabel 3.13 Autokorelasi Pemutihan Deret Output
50
Tabel 3.14 Pendugaan Langsung Bobot Impuls 52 Tabel 3.15 Identifikasi Parameter (r,s,b) Fungsi Transfer 53 Tabel 3.16 Perkiraan Awal Deret Komponen Gangguan Noise 54 Tabel 3.17 Taksiran Awal Parameter 56 Tabel 3.18 Taksiran Akhir Parameter dari Pembobotan Impuls 57 Tabel 3.19 Taksiran Akhir Parameter (a ) t 57 Tabel 3.20 Gugus Residu Akhir (n ) t 59 Tabel 3.21 Korelasi Silang dari Gugus Residu (a ) dengan t
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pola Data Horizontal 11
Gambar 2.2 Pola Data Musiman 11
Gambar 2.3 Pola Data Siklis 12
Gambar 2.4 Pola Data Trend 12
Gambar 2.5 Konsep Fungsi Transfer 23 Gambar 3.1 Plot IOS 33
Gambar 3.2 Autokorelasi IOS 34
Gambar 3.3 Autokorelasi parsial IOS 34 Gambar 3.4 Plot Curah Hujan 35 Gambar 3.5 Autokorelasi Curah Hujan 35 Gambar 3.6 Autokorelasi parsial Curah Hujan 35 Gambar 3.7 Plot IOS Pembedaan Pertama 38 Gambar 3.8 Autokorelasi IOS dengan Pembedaan Pertama 43
Gambar 3.9 Autokorelasi parsial IOS dengan Pembedaan Pertama 43 Gambar 3.10 Autokorelasi Pemutihan Deret Input 51 Gambar 3.10 Autokorelasi Pemutihan Deret output 51 Gambar 3.10 Plot Deret Noise (n ) Awal t 55 Gambar 3.11 Autokorelasi Noise (n ) Awal t 55 Gambar 3.12 Autokorelasi Parsial Noise (n ) Awal t 55
ABSTRAK
Fungsi transfer memiliki konsep lebih dari satu deret berkala. Metode fungsi transfer membutuhkan deret input (x ), deret output (t y ) dan gangguan (t n ). Hal ini merupakan t
syarat utama agar fungsi transfer t xt b nt B
B y = − +
) (
) (
δ
ω dapat digunakan. Selanjutnya
ABSTRACT
Transfer function concept has more than one time series. Transfer function method requires the input (x ), output (t y ) and noise (t n ). That is a major requirement for the t transfer function t xt b nt
B B y = − +
) (
) (
δ
ω can be used.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya peramalan adalah merupakan suatu dugaan atau perkiraan tentang
terjadinya suatu keadaan di masa depan. Akan tetapi dengan menggunakan
metode-metode tertentu peramalan menjadi lebih dari sekedar perkiraan. Peramalan dilakukan
dengan memanfaatkan informasi terbaik yang ada pada masa itu, untuk menimbang
kegiatan di masa yang akan datang agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
Teknik Peramalan sangat penting dalam berbagai macam organisasi ketika
prediksi masa depan harus diikutsertakan dalam pengambilan keputusan. Sebagai contoh,
pemerintah suatu negara harus dapat membuat prediksi beberapa hal antara lain kualitas
udara, kualitas air, curah hujan, laju pengangguran laju inflasi dan beberapa hal yang
berkaitan dengan penentuan kebijakan pemerintah. Contoh lain misalnya departemen
marketing di bidang bisnis tertentu, lebih banyak membutuhkan peramalan peristiwa atau
kondisi yang terjadi selama perusahaan itu beroperasi. Karena itu prediksi yang handal
sangat dibutuhkan untuk menentukan kebijakan pada masa yang akan datang.
Dalam melakukan peramalan peristiwa yang akan terjadi di masa depan,
seseorang memerlukan informasi tentang peristiwa masa lalu. Dengan kata lain, dalam
melakukan peramalan ke depan harus melakukan analisa data masa lalu, dan
menjadikannya dasar untuk meramalkan di masa yang akan datang.
Para peramal biasanya melakukan peramalan melalui tahapan berikut:
1. Melakukan analisa data masa lalu dengan tujuan untuk melihat pola atau perilaku
data masa lalu.
2. Setelah ditemukan pola tertentu, dilakukan eksplorasi data masa lalu kemudian
pemilihan metode peramalan untuk mendapatkan model peramalan pada masa depan
Metode peramalan yang baik adalah metode yang memberikan nilai perbedaan atau
penyimpangan sekecil mungkin antara ramalan dengan data yang sebenarnya. Syarat
suatu peramalan kuantitatif harus bisa memenuhi 3 (tiga) kondisi yaitu tersedia informasi
masa lalu, informasi dapat dikuantitatifkan ke dalam bentuk data numerik serta dapat
diasumsikan bahwa pola masa lalu akan berlanjut pada masa yang akan datang.
Lebih dari beberapa dekade, banyak penelitian yang telah dilakukan untuk
mempelajari dan memprediksi masa depan. Penelitian penelitian tersebut telah
memberikan rekomendasi beberapa metode untuk peramalan antara lain Moving
Average, Naïve Model, Exponential Smothing sampai model yang paling rumit seperti
model Holt dan model dan model Winter dan pengembangan model-model lain seperti
model kombinasi deterministik stokastik, ARIMA, fungsi transfer dan peramalan
multivariabel.
Data yang digunakan dalam peramalan merupakan suatu data time series. Time
series sendiri merupakan observasi yang diamati secara kronologis dari waktu ke waktu.
Sebagai contoh data time series adalah curah hujan setiap jangka waktu tertentu, jumlah
pengangguran dari tahun ke tahun, permintaan konsumen terhadap suatu produk yang
tercatat setiap bulan dan sebagainya.
Data deret berkala yang akan diramalkan harus dilakukan analisa data terlebih
dahulu untuk melihat pola atau perilaku data masa lalu. Analisis deret berkala (time
series) adalah suatu analisa yang berdasarkan hasil ramalan yang disusun atas pola hubungan antara variabel yang dicari dengan variabel waktu yang mempengaruhinya.
Peramalan data deret berkala pada dasarnya adalah analisis univariat (tunggal)
yaitu pada model ARIMA, sedangkan dalam kenyataannya, sebagian besar pengamatan
merupakan data multivariat. Salah satu upaya menganalisis data deret waktu multivariat
agar diperoleh hasil yang dapat memberikan informasi yang lengkap dan simultan, adalah
dengan mentransformasikan menjadi model univariat melalui model fungsi transfer, yang
konsepsinya berdasarkan pada data bivariat.
Pemodelan fungsi transfer adalah metode dalam analisis deret berkala berganda
(multivariate). Model Fungsi Transfer adalah suatu model yang menggambarkan bahwa
nilai-nilai masa lalu dari time series itu sendiri dan berdasarkan pula pada satu atau lebih
time series yang berhubungan (input series) dengan output series tersebut. Menurut
beberapa ahli bahwa metodologi fungsi transfer merupakan metodologi yang tingkat
kesulitannya tinggi, akan tetepi pada saat ini dengan banyaknya perangkat lunak
komputer yang mendukung dalam penggunaan metode ini dalam peramalan semakin
banyak juga digunakan dalam meramalkan suatu keadaan dimasa yang akan datang.
Berdasarkan kondisi di atas, penulis ingin menguraikan cara pemodelan fungsi
transfer. Untuk itu penulis mengambil judul " Analisis Deret Berkala Bivariat Pada
Model Fungsi Transfer ".
1.2 Perumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini bagaimanakah menentukan karakteristik (sifat) indikator
penentu (deret input) sehingga diperoleh variabel deret output pada masa yang akan
datang dengan menggunakan konsep fungsi transfer yang terdiri dari deret input, deret
output, dan seluruh pengaruh lain disebut gangguan. Dalam tulisan ini penulis hanya
membahas pada fungsi transfer dengan menggunakan data deret berkala bivariat.
1.3 Tinjauan Pustaka
ARIMA dikembangkan oleh Box dan Jenkins sehingga disebut ARIMA Box-Jenkins.
Metode ini merupakan gabungan dari metode penghalusan, metode regresi dan metode
dekomposisi. Analisis deret berkala berganda dalam model multivariat adalah
menggabungkan beberapa karateristik dari model ARIMA univariat dan beberapa
karateristik analisis regresi berganda. Fungsi transfer adalah bagian dari model
multivariat itu sendiri yaitu data yang terdiri dari dua deret berkala (bivariat) dan data
yang terdiri lebih dari dua deret berkala (multivariat) sehingga dapat memprediksi apa
yang akan terjadi pada deret output apabila deret input berubah.
Beberapa ahli telah menggunakan model fungsi transfer dalam peramalan, di
bidang teknik konsep fungsi transfer sudah menjadi pusat perhatian selama beberapa
transfer untuk suatu tanur gas (gas furnance) dimana deret inputnya adalah laju gas dalam
feet kubik/menit dan deret outputnya adalah persentase CO2 dari gas yang keluar.
Dalam bidang ekonomi manejerial, penerapan pemodelan fungsi transfer sedang
meningkat. Umsteat (1977) mengembangkan suatu model fungsi transfer untuk tujuan
meramalkan harga pasar bursa (stock market).
Helmer dan Johansson (1977) menggunakan "Lydia Pinkham data base" dan
mengembangkan model fungsi transfer yang menghubungkan tingkat penjualan hasil
tanaman dengan pengeluaran advertensinya. Pada subjek yang sama, Montgomery dan
Weatherby (1980) mengembangkan model fungsi transfer untuk menghubungkan
penjualan "konsentrat soft drink" (y) dengan pengeluaran (x).
Model fungsi transfer bivariat ditulis dalam dua bentuk umum (Metode dan
Aplikasi Peramalan Karangan Makridakis: 1999). Bentuk pertama adalah sebagai berikut:
t t
t v B X N
Y = ( ) + (1.1) Keterangan:
t
Y = Deret output
t
X = Deret input
t
N = Nilai gangguan random ) ... (
)
( 0 1 2 2
k kB v B v B v v B
v = + + + k adalah orde fungsi transfer.
1
) (Xt =Xt−
B
=
k
v
v ,...0 Bobot respons impuls (bobot fungsi transfer)
Box-Jenkins (1976) menamakan persamaan (1.1) dengan model fungsi transfer,
atau model ARMAX.
Untuk menunjukkan nilai yang ditransformasikan, persamaan (1.1) diubah ke dalam
bentuk:
t
t n
B B
y = +
) (
) (
δ
ω (1.2)
atau t b t t a B B x B B y ) ( ) ( ) ( ) ( φ θ δ ω +
Tujuan deret input dan output tersebut ditransformasikan adalah untuk mengatasi varians
yang nonstasioner dan dibedakan untuk mengatasi nilai tengah yang nonstasioner dan
jika perlu untuk menghilangkan unsur musimannya. Selain itu orde dari fungsi transfer
tersebut adalah k menjadi orde tertinggi untuk proses pembedaan dan kadang–kadang
dapat lebih besar sehingga tidak perlu dibatasi, oleh sebab itu model fungsi transfer dapat
diubah menjadi model yang lebih sederhana.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Menerapkan metode fungsi transfer untuk melihat pengaruh deret input terhadap
deret output.
2. Menduga model peramalan deret output berdasarkan deret input dengan menerapkan
metode fungsi transfer.
3. Mendapatkan bentuk model peramalan deret berkala yang baik dengan
menggunakan fungsi transfer.
1.5 Kontribusi Penelitian
1. Mengembangkan fungsi transfer dan pengunaannya dalam peramalan
2. Meningkatkan pemahaman yang baik dalam rangka menerapkan fungsi transfer
1.6 Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode peramalan dengan
menggunakan fungsi transfer, adapun langkah–langkah yang dilakukan dengan fungsi
transfer adalah sebagai berikut:
1. Plot Data
2. Identifikasi bentuk model dengan cara memeriksa kestasioneran data dan melakukan
pembedaan, kemudian dilakukan pemutihan deret input dan output, melihat model
perhitungan korelasi silang dan korelasi diri dari deret input dan output serta
pendugaan langsung bobot fungsi transfer (bobot respon impuls).
3. Pendugaan parameter model dengan cara menduga nilai awal dan akhir parameter
(disebut tahap pendugaan).
4. Uji diagnosa model dengan cara perhitungan korelasi diri (autokorelasi) dan korelasi
silang dari deret input dan output (untuk melihat bentuk model sudah tepat atau
belum).
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Peramalan
Peramalan adalah kegiatan memperkirakan apa yang akan terjadi pada masa yang akan
datang. Ramalan adalah sesuatu kegiatan situasi atau kondisi yang diperkirakan akan
terjadi pada masa yang akan datang. Peramalan dilakukan dengan memanfaatkan
informasi terbaik yang ada pada masa itu, untuk menimbang kegiatan di masa yang akan
datang.
2.1.1 Manfaat peramalan
Kegunaan peramalan terlihat pada saat pengambilan keputusan atau menetapkan berbagai
kebijakan. Keputusan yang baik adalah keputusan yang didasarkan atas pertimbangan apa
yang akan terjadi pada waktu keputusan itu dilaksanakan. Ramalan diperlukan untuk
memberikan informasi sebagai dasar untuk membuat suatu keputusan dalam berbagai
kegiatan, seperti penerbangan, peternakan, perkebunan dan sebagainya.
Pertimbangan tentang peramalan telah tumbuh karena beberapa faktor, yang
pertama adalah karena meningkatnya kompleksitas organisasi dan lingkungan. Hal ini
menyebabkan semakin sulit bagi pengambil keputusan untuk mempertimbangkan semua
faktor secara memuaskan. Ke dua, meningkatnya ukuran organisasi menyebabkan bobot
dan kepentingan suatu keputusan meningkat pula. Ke tiga, lingkungan dari kebanyakan
organisasi telah berubah dengan cepat.
Peramalan diperlukan karena adanya perbedaan-perbedaan waktu antara
kebijakan baru dengan waktu pelaksanaan tersebut. Oleh karena itu dalam menentukan
kebijakan sangat diperlukan pemanfaatan kesempatan yang ada, dan gangguan yang
mungkin terjadi pada saat kebijakan baru tersebut dilaksanakan. Peramalan diperlukan
untuk mengantisipasi suatu peristiwa yang dapat terjadi pada masa yang akan datang,
sehingga dapat dipersiapkan kebijaksanaan atau tindakan-tindakan yang perlu dilakukan.
1. Membantu agar perencanaan suatu pekerjaan dapat diperkirakan dengan tepat.
2. Merupakan suatu pedoman dalam menentukan tingkat persediaan perencanaan dapat
bekerja secara optimal.
3. Sebagai masukan untuk penentuan jumlah investasi.
4. Membantu menentukan pengembangan suatu pekerjaan untuk periode selanjutnya.
2.1.2 Jenis-jenis Peramalan
Berdasarkan sifatnya peramalan dibedakan atas 2 (dua) macam yaitu:
1. Peramalan Kualitatif
Peramalan Kualitatif merupakan peramalan yang didasarkan atas data kualitatif pada
masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada orang yang
menyusunnya. Hal ini penting karena hasil peramalan tersebut ditentukan
berdasarkan pemikiran yang bersifat intuisi, pendapat dan pengetahuan serta
pengalaman penyusunan.
2. Peramalan Kuantitatif
Peramalan Kuantitatif merupakan peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif
pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada metode yang
dipergunakan dalam peramalan tersebut. Baik tidaknya metode yang digunakan
ditentukan oleh perbedaan antara penyimpangan hasil ramalan dengan kenyataan
yang terjadi. Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat 3 (tiga)
kondisi sebagai berikut:
1. Adanya informasi masa lalu yang dapat dipergunakan.
2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data.
3. Dapat diasumsikan bahwa pola yang lalu akan berkelanjutan pada masa yang
akan datang.
Peramalan yang baik adalah peramalan yang dilakukan dengan mengikuti
langkah-langkah atau prosedur penyusunan yang baik. Pada dasarnya ada 3 (tiga) langkah
1. Menganalisis data masa lalu
2. Menentukan metode yang dipergunakan
3. Memproyeksi data masa lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan
dan mempertimbangkan adanya beberapa faktor perubahan.
2.1.3 Metode Peramalan
Metode peramalan adalah cara memperkirakan secara kuantitatif apa yang terjadi pada
masa depan berdasarkan data yang relevan pada masa lalu. Oleh karena metode
peramalan didasarkan atas data yang relevan pada masa lalu, sehingga metode peramalan
ini dipergunakan dalam peramalan yang objektif. Metode peramalan sangat berguna
untuk membantu dalam mengadakan pendekatan analisis terhadap pola data yang lalu,
sehingga dapat memberikan cara pemikiran, pekerjaan dan pemecahan yang sistematis,
serta memberi tingkat keyakinan yang lebih atas ketepatan hasil ramalan yang dibuat.
Keberhasilan dari suatu peramalan ditentukan oleh:
1. Pengetahuan teknik tentang informasi masa lalu yang dibutuhkan, informasi ini
bersifat kuantitatif.
2. Teknik dan metode peramalan.
2.1.4 Jenis-jenis Metode Peramalan Kuantitatif
1. Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisis pola hubungan antara
variabel yang diperkirakan dengan variabel waktu yang merupakan deret berkala
(time series). Metode peramalan yang termasuk data deret berkala adalah:
a. Metode pemulusan
b. Metode Box-Jenkins
c. Metode proyeksi trend dengan regresi
2. Metode peramalan yang didasarkan atas analisa pola hubungan antara variabel yang
mempengaruhinya, yang bukan waktu disebut metode korelasi atau sebab akibat
(metode kausal).
a. Metode regresi dan korelasi
b. Metode ekonometri
Salah satu metode yang mencampurkan pendekatan deret berkala dan pendekatan
kausal yaitu metode fungsi transfer (adakalanya disebut multivariat ARIMA atau
MARIMA). Hal ini disebabkan karena model multivariat menggabungkan beberapa
karakteristik dari model ARIMA univariat dan beberapa karakteristik analisa regresi
berganda.
2.2 Pemilihan Teknik dan Metode Peramalan
Semua tipe organisasi telah menunjukkan keinginan yang meningkat untuk mendapatkan
ramalan dan menggunakan sumber daya peramalan secara lebih baik. Oleh karena
metode peramalan yang tersedia sangat banyak, maka masalah yang timbul bagi para
praktisi adalah memahami bagaimana karakteristik suatu metode peramalan cocok bagi
situasi pengambilan keputusan tertentu.
Ada enam faktor utama yang dapat didefinisikan sebagai teknik dan metode
peramalan yaitu:
1. Horizon waktu
Merupakan pemilihan yang didasarkan atas jangka waktu peramalan yaitu:
a. Peramalan yang segera dilakukan dengan waktu kurang dari satu bulan.
b. Peramalan jangka pendek dengan waktu antara satu sampai tiga bulan.
c. Peramalan jangka menengah dengan waktu antara tiga bulan sampai dua tahun.
d. Peramalan jangka panjang dengan waktu tiga tahun ke atas.
2. Pola Data
Salah satu dasar pemilihan metode peramalan adalah dengan memperhatikan pola.
Ada empat jenis pola data mendasar yang terdapat dalam suatu deretan data yaitu:
a. Apabila pola data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan (deret
seperti ini adalah stasioner terhadap nilai rata-ratanya), maka disebut dengan Pola
Y
waktu
Gambar 2.1 Pola Data Horizontal
b. Apabila pola data terjadi saat suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman
(misalnya: kuartalan, bulanan, atau hari-hari pada minggu), maka disebut dengan
Pola Musiman (M).
waktu Y
Gambar 2.2 Pola Data Musiman
c. Apabila pola data terjadi saat data dipengaruhi oleh fluktuasi jangka panjang dan
lebih lama dari pola musiman, lamanya berbeda dari satu siklus yang lain, maka
pola ini disebut dengan Pola siklis (C).
waktu Y
Gambar 2.3 Pola Data Siklis
d. Apabila pola data terjadi saat terdapat kenaikan dan penurunan jangka panjang
Y
waktu
Gambar 2.4 Pola Data Trend
3. Jenis dari model
Untuk mengklasifikasikan metode peramalan kuantitatif perlu diperhatikan model
yang didasarinya. Model sangat penting diperhatikan, karena masing-masing model
mempunyai fungsi yang berbeda.
4. Biaya yang dibutuhkan
Biaya sangat diperlukan dalam meneliti suatu objek, yang termasuk biaya dalam
penggunaan metode peramalan antara lain, biaya penyimpangan data, biaya
perhitungan, biaya untuk menganalisisa dan biaya pengembangan.
5. Ketepatan metode peramalan
Tingkat ketepatan yang sangat erat hubungannya dengan tingkat perincian yang
dibutuhkan dalam suatu peramalan. Dalam pengambilan keputusan, variasi atau
penyimpangan atas peramalan yang dilakukan antara 10% sampai 15% bagi
maksu-maksud yang diharapkan, sedangkan untuk hal atau kasus lain mungkin menganggap
bahwa adanya variasi atau penyimpangan atas ramalan sebesar 5% adalah cukup
berbahaya.
6. Kemudahan dalam penerapan
Metode peramalan yang digunakan adalah metode yang mudah dimengerti dan
mudah diterapkan dalam pengambilan dan analisanya.
2.3 Model Deret berkala
Metode peramalan yang sering digunakan adalah deret berkala (time series), dengan
penyusunan suatu ramalan untuk beberapa periode di masa depan yang diinginkan.
Dengan kata lain, deret berkala adalah deret waktu yang pengamatan pada suatu waktu
berkorelasi linier dengan waktu sebelumnya secara dinamis.
Peramalan dengan model deret waktu ini tidak memperhatikan setiap faktor yang
mempengaruhi suatu perubahan, melainkan berdasarkan pada pola tingkah laku peubah
itu sendiri pada masa lampau. Kemudian dengan menggunakan informasi tentang tingkah
laku peubah tersebut dilakukan proses menduga kecenderungan peubah tersebut pada
masa yang akan datang. Pada umumnya perhatian utama dalam analisis deret waktu
bukan pada titik waktu pengamatan, melainkan pada urutan pengamatan.
Tujuan metode peramalan deret berkala adalah menemukan pola dalam deret data
historis dan mengekstrapolasikan data tersebut ke masa depan. Metode peramalan
Box-Jenkins merupakan suatu metode yang sangat tepat untuk menganalisis deret waktu dan
situasi peramalan lainnya. Pada dasarnya ada 2 (dua) model dari metode Box-Jenkins,
yaitu model linier untuk deret statis (Stationary Series) disebut ARMA dan model untuk
data yang tidak statis (Non Stationary Series) disebut ARIMA .
Metode fungsi transfer merupakan perluasan metode Box-Jenkins untuk analisis
deret berkala multivariat yaitu yang melibatkan dua atau lebih kelompok data.
2.3.1 Alat-alat Metodologi untuk Menganalisa Data Deret Berkala
Pada bagian ini kita akan memusatkan pada analisis tertentu yang dapat diterapkan untuk
analisis deret berkala secara empiris guna menetapkan sifat-sifat statistikanya dan dengan
demikian dapat kita peroleh pengertian tentang jenis model formal yang tepat.
1. Plot Data
Langkah pertama yang baik untuk menganalisis data deret berkala adalah membuat plot
data tersebut secara grafis. Untuk mempermudah hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan program komputer yang tersedia.
2. Koefisien Autokorelasi Plot Data
Statistika kunci di dalam analisis deret berkala adalah koefisien autokorelasi (korelasi
deret berkala dengan deret berkala itu sendiri dengan selisih waktu (lag) 0,1,2 periode
Menurut Pindyck dan Rubinfield (1981) secara matematis rumus untuk koefisien
autokorelasi dapat dituliskan dengan rumus seperti pada persamaan sebagai berikut:
∑
∑
= − − + − − − = n t t k n t k t t k X X X X X X r 1 2 1 ) ( ) )( ( (2.1)Apabila r merupakan fungsi atas waktu, maka hubungan autokorelasi dengan lagnya k dinamakan fungsi autokorelasi (Autocorrelation function) sering disebut ACF dan
dinotasikan oleh: 2 _ 1 _ _ 1 ) ( ) )( ( X X X X X X t n t k t t k n i k − − − =
Σ
Σ
= + − = ρ (2.2)Konsepsi lain pada autokorelasi adalah autokorelasi parsial (Partial Autocorrelation
Function) sering disebut PACF. Seperti halnya autokorelasi yang merupakan fungsi atas lagnya, yang hubungannya dinamakan autokorelasi (ACF), autokorelasi parsial juga
merupakan fungsi atas lagnya, dan disebut dengan fungsi autokorelasi parsial (PACF).
Gambar dari ACF dan PACF dinamakan kolerogram dan dapat digunakan untuk
menelaah signifikansi autokorelasi dan kestasioneran data.
3. Distribusi sampling autokorelasi
Tercapainya keberhasilan analisis deret berkala sangat bergantung pada keberhasilan
menginterpretasikan hasil analisis autokorelasi dan kemampuan membedakan pola dan
kerandoman data. Koefisien autokorelasi dari data random mendekati distribusi sampling
yang mendekati kurva normal dengan nilai tengah nol dan kesalahan standar 1/ n. Dengan demikian suatu deret data dapat disimpulkan bersifat random apabila koefisien
korelasi yang dihitung berada didalam batas tersebut. Sedangkan uji Box-Pierce
Pormanteau untuk sekumpulan nilai-nilai rk didasarkan pada nilai-nilai statistik Q.
Seperti yang diperlihatkan oleh Anderson (1942), Bartlett (1946), Quenouille
(1949) suatu deret berkala dikatakan bersifat acak apabila koefisien korelasi yang
dihitung berada di dalam batas:
) / 1 ( 96 . 1 )
/ 1 ( 96 .
1 n ≤rk ≤+ n
− (2.4)
Ini berarti bahwa 95% dari seluruh koefisisien autokorelasi berdasarkan sampel harus
terletak di dalam daerah nilai tengah ditambah atau dikurangi 1,96 kali galat standart.
4. Periodogram dan Analisis Spektral
Salah satu cara untuk menganalisis data deret berkala adalah dengan menguraikan data
tersebut ke dalam himpunan gelombang sinus (siklus) pada frekuensi yang berbeda-beda.
Hal ini merupakan prosedur yang sangat terkenal pada masa sebelum adanya komputer
tetapi prosedur masih sangat berguna untuk menetapkan kerandoman dan musiman
(seasonality) di dalam suatu deret berkala, dan untuk mengenali adanya autokorelasi
positif dan negatif.
5. Koefisien Autokorelasi Parsial
Autokorelasi parsial digunakan untuk mengukur tingkat keeratan (association) antara Xt dan Xt−k, pengaruh dari time-lag 1,2,3,.. dan seterusnya sampai k-1 dianggap terpisah. Satu-satunya tujuan di dalam analisis deret berkala adalah untuk membantu menetapkan
model ARIMA yang tepat untuk peramalan.
2.3.2 Aplikasi Analisis Deret Berkala
Analisis deret berkala dapat diaplikasikan dalam hal sebagai berikut:
1. Penentuan Kerandoman Data
Membuat plot koefisien autokorelasi sangat bermanfaat untuk membantu menentukan
model yang tepat. Autokorelasi dapat digunakan untuk menetapkan apakah terdapat suatu
pola dalam suatu kumpulan data dan apabila tidak terdapat kumpulan data tersebut, maka
dapat dibuktikan bahwa kumpulan data tersebut adalah random. Membuat plot koefisien
autokorelasi sangat bermanfaat untuk membantu menetapkan adanya suatu pola. Apabila
suatu model peramalan telah dipilih, maka autokorelasi kesalahan nilai sisa dapat
2. Pengujian Stasioner Data Deret Berkala
Plot autokorelasi dapat dengan mudah memperlihatkan ketidakstasioneran. Nilai-nilai
autokorelasi dari data stasioner akan turun sampai nol sesudah time lag kedua atau ketiga
sedangkan untuk data yang tidak stasioner, nilai-nilai tersebut bernilai signifikan dari nol
beberapa periode waktu. Apabila disajikan secara grafik, maka autokorelasi data yang
tidak stasioner memperlihatkan suatu trend searah diagonal dari kanan ke kiri bersama
dengan meningkatnya jumlah time lag.
Kestasioneran data dapat diperiksa dengan analisa autokorelasi dan autokorelasi
parsial. Data yang dianalisa dalam model ARIMA Box-Jenkins adalah data yang bersifat
stasioner yaitu data yang rata-rata dan variansinya relatif konstan dari satu periode ke
periode selanjutnya, demikian juga halnya dengan analisis dengan model Fungsi transfer.
Autokorelasi-autokorelasi dari data yang tidak stasioner berbeda secara
signifikan dari nol dan mengecil secara perlahan membentuk garis lurus, nilai-nilai
tersebut bernilai signifikan dari nol beberapa periode waktu sedangkan
autokorelasi-autokorelasi dari data yang stasioner mengecil secara drastis membentuk garis lengkung
ke arah nol setelah periode kedua atau ketiga.
Jadi bila autokorelasi pada periode satu, dua, maupun periode ketiga tergolong signifikan
sedangkan autokorelasi-autokorelasi pada periode lainnya tergolong tidak signifikan,
maka datanya bersifat stasioner.
Menurut Box-Jenkins data deret waktu yang tidak stasioner dapat
ditransformasikan menjadi deret data yang stasioner dengan melakukan proses
pembedaan (differencing) pada data aktual. Pembedaan ordo pertama dari data aktual
dapat dinyatakan sebagai berikut:
untuk t = 2, 3, …, N (2.5)
Secara umum proses pembedaan(differencing) ordo ke – d dapat ditulis sebagai berikut:
(2.6)
3. Menghilangkan Ketidakstasioneran Data Deret Berkala
Jika proses pembangkitan yang mendasari suatu deret berkala didasarkan pada nilai
sudah stasioner, maka sifat statistiknya bebas dari periode selama pengamatan. Jadi,
stasioner adalah fluktuasi data berada di sekitar nilai rata-rata yang konstan, tidak
tergantung pada waktu dan varian dari fluktuasi tersebut serta tetap konstan setiap waktu.
Dalam metode deret berkala (time series) pengujian kestasioneran data sangat
diperlukan karena apabila data tersebut sudah stasioner, maka dapat digunakan untuk
melakukan peramalan di masa yang akan datang.
Ada beberapa hal yang yang diperlukan untuk melihat suatu data telah stasioner
antaralain sebagai berikut:
1. Apabila suatu deret berkala diplot, dan kemudian tidak terbukti adanya perubahan
nilai tengah dari waktu kewaktu, maka dikatakan bahwa deret tersebut stasioner
pada nilai tengahnya.
2. Apabila plot deret berkala tidak memperlihatkan adanya perubahan yang jelas dari
waktu ke waktu, maka dapat dikatakan bahwa deret berkala tersebut adalah
stasioner pada variasinya.
3. Apabila plot deret berkala memperlihatkan adanya penyimpangan nilai tengah
atau terjadi perubahan varians yang jelas dari waktu ke waktu, maka dikatakan
bahwa deret berkala tersebut mempunyai nilai tengah yang tidak stasioner atau
mempunyai nilai variasi yang tidak stasioner.
4. Apabila plot deret berkala memperlihatkan adanya penyimpangan pada nilai
tengah serta terjadi perubahan nilai tengah dari waktu ke waktu, maka dikatakan
bahwa deret data tersebut mempunyai nilai tengah dan variasi yang tidak
stasioner.
Untuk melakukan peramalan dengan metode deret berkala Box-Jenkins, maka
dipilih deret berkala yang stasioner baik nilai tengahnya maupun variasinya, sehingga
untuk deret berkala yang tidak stasioner baik nilai tengah maupun variasinya perlu
dilakukan suatu proses untuk mendapatkan keadaan stasioner. Proses untuk mendapatkan
keadaan stasioner nilai tengah adalah dengan melakukan pembedaan, sedangkan untuk
mendapatkan keadaan stasioner varians perlu dilakukan transformasi. Ke dua hal tersebut
biasa dilakukan salah satu saja atau ke dua-duanya, tergantung dari keadaan stasioner dari
4. Mengenali Adanya Faktor Musiman dalam Suatu Deret Berkala
Musiman didefinisikan sebagai pola yang berulang-ulang dalam selang waktu yang
tetap. Sebagai contoh, penjualan minyak untuk alat pemanas adalah tinggi untuk musim
dingin dan rendah pada musim panas yang memperlihatkan suatu pola musim 12 bulan.
Untuk data stasioner, faktor musiman dapat ditentukan dengan mengidentifikasi
koefisien autokorelasi pada dua atau tiga time lag yang berbeda nyata dari nol.
Autokorelasi yang berbeda nyata dari nol menyatakan adanya suatu pola dalam data.
Adanya faktor musiman dapat dengan mudah dilihat di dalam grafik autokorelasi
namun hal ini tidaklah selalu mudah dikombinasikan dengan pola lain seperti trend.
Semakin kuat pengaruh trend akan semakin tidak jelas adanya ketidak stasioneran data
(adanya trend). Sebagai pedoman data tersebut harus ditransformasikan ke bentuk yang
stasioner sebelum ditentukan adanya faktor musiman.
2.4 Model Deret Berkala Box-Jenskin
ARIMA sering juga disebut metode runtun waktu Box-Jenskins. Model Autoregresif
Integrated Moving Average (ARIMA) adalah model yang secara penuh mengabaikan
variabel bebas dalam membuat peramalan. ARIMA menggunakan nilai masa lalu dan
sekarang dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang
akurat. ARIMA cocok digunakan untuk observasi dari deret waktu (time series) secara
statistik berhubungan satu sama lain (dependent).
ARIMA hanya menggunakan satu variabel (univariat) deret waktu. Misalnya:
variabel IHSG. Model ARIMA terdiri dari 3 (tiga) langkah dasar, yaitu tahap identifikasi,
tahap penaksiran dan pengujian, dan pemeriksaan diagnostik.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebanyakan deret berkala bersifat
nonstasioner dan bahwa aspek-aspek AR dan MA dari model ARIMA hanya berkenaan
Dalam anlisis data deret berkala untuk mendapatkan hasil yang baik nilai
pengamatan harus cukup besar, paling kecil 50 dah lebih baik lagi jika lebih dari 100 dan
autokorelasi dikatakan berarti jika k diambil lebih kecil atau sama dengan seperempat
dari pengamatan.
Model Box-Jenkins dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu:
1. Model Autoregressive
2. Model Moving Average
3. Model Campuran
Model campuran ini terdiri dari model Autoregressive-Moving Average (ARMA)
dan model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA).
2.4.1 Model Autoregresif (AR)
Metode autoregresif adalah model yang menggambarkan bahwa variabel dependent
dipengaruhi oleh variabel dependent itu sendiri pada periode-periode yang sebelumnya,
atau autokorelasi dapat diartikan juga sebagai korelasi linier deret berkala dengan deret
berkala itu sendiri dengan selisih waktu (lag) 0,1,2 periode atau lebih. Bentuk umum
autoregresif dengan ordo p atau ditulis dengan AR (p) atau model ARIMA (p,0,0)
mempunyai persamaan sebagai berikut:
t p t p t
t
t X X X e
X =µ+φ1 −1+φ2 −2+⋅ ⋅⋅+φ − +
(2.7) Keterangan:
X = Nilai series yang stasioner t
µ = Nilai konstan
i
φ = Parameter autokorelasi ke-i dengan i=1,2,3,….,p
t
e = Nilai kesalahan pada saat t
2.4.2 Model Rataan Bergerak/Moving Average (MA)
Metode rataan bergerak (Moving Average) mempunyai bentuk umum dengan ordo q atau
(2.8)
Keterangan:
t
X = Nilai series yang stasioner
µ
= Konstantai
θ = Parameter moving average ke- i dengan i = 1, 2,…,q
t
X = Variabel yang akan diramalkan
q t
e− = Nilai kesalahan pada saat t-q
Perbedaan moving average dan model autoregressif terletak pada jenis variabel
bebas pada model autoregresif adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependent
)
( X itu sendiri, pada model moving average sebagai variabel bebas adalah nilai residual
pada periode sebelumnya.
2.4.3 Model Campuran Autoregressive-Moving Average(ARMA)
Model umum untuk campuran proses AR (p) dan MA (q) atau sering disebut ARMA
(p,q) adalah sebagai berikut:
q t q t
t p t p t
t X X e e X
X =µ+φ1 −1+⋅ ⋅⋅+φ − − −θ1 −1 −⋅ ⋅⋅−θ − (2.9)
2.4.4 Model Autoregressive Integrated Moving Average(ARIMA)
Apabila proses nonstasioner ditambahkan pada campuran proses ARMA, maka
model umum ARIMA (p,d,q) ditulis sebagai berikut:
(2.10)
Salah satu tahapan dalam analisis deret berkala adalah menggetahui adanya pola
AR, MA dan ARMA dalam data tersebut. Hal ini dapat diidentifikasi dibantu dengan
[image:33.612.110.452.70.205.2]mengamati pola Fungsi autokorelasi (ACF) dan pola fungsi autokorelasi Parsial (PACF)
Tabel 2.1 berikut:
q t q t
t t
t e e e e
Tabel 2.1 Pola ACF dan PACF
Model ACF PACF
MA (q) Menuju nol setelah lag q Menurun secara bertahap/bergelombang
AR (p) Menurun secara
bertahap/bergelombang Menuju nol setelah lag q
ARMA
(p,q)
Menurun secara
bertahap/bergelombang Menurun secara bertahap/bergelombang
2.5 Metode Fungsi Transfer
Peramalan data deret waktu pada dasarnya adalah analisis univariat, sedangkan dalam
kenyataan, sebagian besar pengamatan merupakan data multivariat (lebih dari satu data).
Misal dalam bidang pemasaran, volume penjualan yang masing-masing bergantung pada
cara pemasaran, bentuk promosi, dan daerah pemasaran, yang masing-masing faktor
tersebut lebih dari satu macam, sehingga jika analisis peramalan hanya didasarkan pada
volume penjualan saja tanpa memperhatikan faktor-foktor yang mempengaruhinya, maka
informasi untuk pembuatan perencanaan menjadi tidak lengkap, sehingga tujuan
peramalan menjadi tidak tercapai secara utuh.
Salah satu upaya menganalisis data deret waktu multivatiat agar diperoleh hasil
yang dapat memberikan informasi yang lengkap dan simultan, adalah dengan
menggunakan model fungsi transfer.
Model Fungsi Transfer adalah suatu model yang menggambarkan bahwa nilai
prediksi masa depan dari suatu time series (disebut output series atau Y ) adalah t berdasarkan pada nilai-nilai masa lalu dari time series itu sendiri dan berdasarkan pula
pada satu atau lebih time series yang berhubungan (disebut input series atau X ) dengan t output series tersebut.
Model fungsi transfer merupakan pengembangan dari model ARIMA satu peubah
berkala lain X maka dapat dibuat suatu model berdasarkan informasi deret berkala t X , t
untuk menduga nilai Y . t Contoh:
1. Model antara total sales (Y ) dan advertising expenditure (t X ) yang diamati per t bulan. (Makridakis, Wheelwright, and Mc Gee, 1983).
2. Model antara sales (Y ) dan leading indicator (t X ) yang telah dianalisis oleh Box t
dan Jenkins (1976).
Jika deret berkala Y berhubungan dengan satu atau lebih deret berkala lain t X t maka dapat dibuat suatu model berdasarkan informasi deret berkala lain X , untuk t menduga nilai Yt model yang dihasilkan desebut fungsi transfer. Jadi, fungsi transfer
adalah suatu cara untuk meramalkan nilai Y dari t X dan gabungan deret ke dua-duanya t serta melihat pengaruh ke dua deret tersebut.
Gambar 2.5 Konsep Fungsi Transfer
Pada Gambar 2.5 diperlihatkan konsep fungsi transfer, di mana terdapat deret
output disebut Y , yang diperkirakan akan dipengaruhi oleh deret berkala input t X , dan t
input-input lain yang disebut gangguan (noise) N . Seluruh sistem-sistem tersebut adalah t
dinamis, dengan kata lain deret input X memberikan pengaruh-pengaruhnya melalui t fungasi transfer, mendistribusikan dampak X melalui beberapa periode yang akan t datang. Tujuan pemodelan fungsi transfer adalah untuk menetapkan model yang
sederhana, yang menghubungkan Y dengan t X dan t N , sehingga dengan menetapkan t peranan indikator penentu (leading indicator) deret input sehingga dapat ditetapkan
variabel yang dibicarakan yaitu variabel output.
Deret input (Xt) Fungsi Transfer Deret output (Yt)
Seluruh pengaruh
Dengan kata lain fungsi transfer membuat suatu konsep dengan cara mentransfer
data deret input (indikator penentu) melalui sistem dan keluaran sebagai deret output.
Untuk deret input (X ) dan deret output (t Y ) tertentu dalam bentuk data mentah, t terdapat empat tahap utama dan beberapa sub tahap di dalam proses yang lengkap dari
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Tahapan Pembentukan Fungsi Transfer
Untuk deret input Xt dan deret output Y tertentu, terdapat 4 (empat) tahap utama dan t beberapa sub tahap di dalam proses dari pembentukan model fungsi transfer.
3.1.1 Identifikasi Bentuk Model
Identifikasi bentuk model dibagi dalam delapan tahap sebagai berikut:
3.1.1.1 Mempersiapkan Deret Input dan Output
Dalam mempersiapkan model fungsi transfer hal yang pertama dilakukan adalah
mempersiapkan deret input dan output. Kestasioneran data merupakan kondisi yang
diperlukan dalam analisis deret berkala karena dapat memperkecil kekeliruan model,
sehingga pada tahap ini dilakukan identifikasi apakah data mentah (input dan output)
sudah stasioner dalam rataan dan ragam. Apabila belum stasioner, maka perlu dilakukan
pembedaan (mungkin pertama-tama ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma) atau
transformasi deret input dan output untuk menghilangkan ketidakstasionerannya.
Tahap identifikasi untuk mempersiapkan deret input dan output ini adalah tahap
untuk menetapkan apakah transformasi terhadap data input dan output perlu dilakukan,
dan berapa besar tingkat pembedaan yang seharusnya diterapkan untuk deret input dan
deret output agar menjadi stasioner, serta apakah deret input dan deret output perlu
dihilangkan pengaruh musimannya. Dengan demikian deret rataan yang telah
ditransformasikan dan yang telah sesuai disebut sebagai
x
t dan y , transformasi yang t biasa diterapkan adalah dalam bentuk:)
log(
,
m
X
X
t=
t+
Pada pemutihan deret input dimaksudkan untuk menghilangkan pola yang diketahui
sehingga yang tinggal hanya data hasil pemutihan (white noise).
Misalkan deret input x , apabila dimodelkan sebagai proses ARIMA (pt x,0,qx),
maka dalam hal ini tidak perlu dilakukan pembedaan (dx) karena sudah dilakukan
pembedaan pada tahap sebelumnya. Model ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:
t x t
x B x θ Bα
φ ( ) = ( ) (3.1)
Keterangan:
) (B
x
φ = operator autoregresif
) (B
x
θ = operator moving average
t
α = kesalahan random
Dengan menyusun kembali suku-suku pada persamaan 3.1, sehingga dapat diubah deret
t
x kedalam αt yang disebut dengan pemutihan deret x , maka persamaan tersebut t diubah menjadi:
t x x
t x
B B ) (
) (
θφ
α =
(3.2)
3.1.1.3 Pemutihan Deret Output (y ) t
Fungsi transfer yang akan ditetapkan adalah, memetakan x ke dalam t y . Apabila telah t diterapkan suatu taransformasi pemutihan untuk deret x , maka untuk deret output t y t dilakukan hal yang sama untuk mempertahankan integritas hubungan fungsional. Dengan
demikian deret yt diubah ke dalam deret βt sebagai berikut:
t x x
t y
B B ) (
) (
θφ
β = (3.3)
3.1.1.4 Perhitungan Korelasi Silang dan autokorelasi untuk Deret Input dan Output
Dalam pemodelan fungsi transfer, korelasi diri mempunyai peranan yang ke dua setelah
korelasi silang. Korelasi silang dugunakan untuk mengetahui hubungan dua deret waktu t
x dan y yang terpisah atau dalam bentuk yang telah diputihkan α dan β yang salah satu deret dilambatkan (lag) tergadap deret lainnya.
Korelasi silang antaraα dan β dihitung dengan rumus:
β α αβ αβ S S k C k
r ( )= ( ) (3.4)
β α β α αβ µ β µ α S S n k r k t k n t ) )( ( 1 ) ( 1 − − = + − =
∑
Keterangan: ) (krαβ = korelasi silang antara deret α dan β pada lag ke-k
) (k
Cαβ = kovarian antara deret α dan β pada lag ke-k
α
S = standar deviasi deret α β
S = standar deviasi deret β k = 0,1,2,…
Untuk menguji tingkat kepercayaan 95% dari nilai korelasi silang, menurut rumus
Bartlett (1955) dilakukan pendekatan perhitungan kesalahan baku dengan rumus:
k n se k
XY
r = −
1
(3.5)
Keterangan:
n = Jumlah pengamatan k = Kelambatan (lag)
Untuk perhitungan autokorelasi dapat dilihat pada persamaan 3.7 dan uji
Box-Pierce Portmanteau untuk sekumpulan nilai r didasarkan pada niai statistik k Q yang
) ( 2 1 k r n Q m k
Σ
= = (3.6) Keterangan:m= lag maksimum r = Autokorelasi untuk lag ke-k k n= N-d N = Jumlah pengamatan asli d= Pembedaan
Koefisien autokorelasi deret X yang stasioner untuk lag ke-k, dapat dihitung dengan t rumus: 2 _ 1 _ _ 1 ) ( ) )( ( X X X X X X r t n t k t t k n i k − − − =
Σ
Σ
= + −= (3.7)
Keterangan:
k
r = Korelasi pada lag ke-k
t
X = Nilai pengamatan ke-t
k t
X + = Nilai pengamatan saat ke-t+k
_
X = Rata-rata pengamatan
Untuk deret x yang telah diputihkan dinamakan deret t αt seharusnya tidak terdapat
beberapa autokorelasi yang signifikan, tetapi pada deret y yang diputihkan dinamakan t deret βt terdapat beberapa pola.
3.1.1.5 Pendugaan Langsung Bobot Respons Impuls
Setelah diperoleh deret input dan deret output yang telah diputihkan, kemudian
menghitung korelasi silang sehingga dapat diperoleh pendugaan langsung untuk
masing-masing bobot respons impuls, dengan rumus sebagai berikut:
α β αβ
S
S
k
r
Dasar pemikiran teoritis untuk persamaan 3.8 mudah dipahami sesudah tahapan
persiapan input dan output pada tahap pertama dan mengasumsikan b=0 untuk fungsi
transfer ditulis:
t t t v B x n
y = ( ) + (3.9)
Apabila
x
t ditransformasikan dengan (B)/ (B)x x
θ
φ
dan memasukkan transformasi ini ke dalam persamaan 3.9 secara keseluruhan, maka diperoleh:(3.10)
atau
β
t =v(B)α
t +ε
tt
ε
adalah deret gangguan yang telah ditransformasikan yang diperkirakan tidak berhubungan dengan deretα
t. Kemudian jika ke dua sisi persamaan 3.9 dikalikan dengank t−
α
nilai ekspektasinya, maka diperoleh:) ( ) ( ) ( ]
[ t k t v0E t k t v1E t k t 1 E t k t Eα − −β = α − α + α − α − +⋅ ⋅⋅+ α − ε
Cαβ(k)=vkCαα(t−k)+0 (3.11)
Dengan mensubsitusikan nilai sampel pada persamaan 3.11 dan menyusun
kembali suku-sukunya akan diperoleh:
α β αβ α αβ S S k r S k C vk ) ( ) ( 2 =
= (3.12)
3.1.1.6 Penetapan Parameter (r,s,b)
Dalam model fungsi transfer terdapat 3 (tiga) parameter kunci yaitu (r,s,b), r
menunjukkan derajat fungsi δ(B), s menunjukkan derajat fungsi ω(B), dan b
menunjukkan keterlambatan yang dicatat pada subskrip Xt+b. Pada persamaan fungsi
transfer dilakukan penetapan seperti dalam persamaan (1.3), selanjutnya untuk penetapan persamaan: b t t x B B x B
v = −
) ( ) ( ) ( δ ω (3.13)
Apabila pernyataan v(B), ω(B), dan δ(B)koefisisen-koefisiennya dibandingkan, maka
akan didapat hubungan sebagai berikut:
0
=
j
v untuk j<b
0 1
1 δ ω
δ +⋅ ⋅⋅+ +
= j− r j−r
j v v
v untuk j =b
b j r j r j
j v v
v =δ1 −1+⋅ ⋅⋅+δ − −ω − untuk j =b+1,...,b+s
r j r j
j v v
v =δ1 −1+⋅ ⋅⋅+δ − untuk j >b+s (3.14)
Arti (r,s,b) itu sendiri merupakan aturan yang mudah diuraikan, nilai b menyatakan bahwa y tidak dipengaruhi oleh nilai xt sampai periode t+b, sehingga nilainya menjadi:
b t t
t t
t x x x x
y =0 +0 −1+0 −2 +⋅ ⋅⋅+ω0 −
sedangkan arti s menyatakan untuk berapa lama deret output (y) secara terus-menerus
dipengaruhi nilai baru dari deret input (x ), dalam keadaan y dipengaruhi oleh: t
s b t b t b
t
x
x
x
−,
− −1,...,
− −Selanjutnya nilai r menunjukkan bahwa yt berkaitan dengan nilai-nilai masa lalu, sehingga nilainya menjadi:
r t t
t
y
y
y
−1,
−2,...,
−Dalam menentukan parameter (r,s,b) dapat digunakan 3 (tiga) prinsip untuk
membantu dalam menentukan nilai yang tepat adalah sebagai berikut:
1. Sampai lag waktu ke b, korelasi silang tidak akan berbeda dari nol secara
signifikan.
2. Untuk s time lag selanjutnya, korelasi silang tidak akan memperhatikan adanya
pola yang jelas.
3. Untuk r time lag selanjutnya, korelasi silang akan memperlihatkan suatu pola
3.1.1.7 Pendugaan deret gangguan (n ) t
Perhitungan nilai taksiran awal deret gangguan nt menggunakan rumus sebagai berikut:
g t g t t t o t
t y v x v x v x v x
n = − − 1 −1 − 2 −2 −⋅ ⋅⋅− − (3.15)
untuk g adalah hasil lag dari korelasi silang.
3.1.1.8 Penetapan (pn,qn) untuk Model ARIMA (pn,qn) dari deret gangguan
Untuk menemukan apakah terdapat model ARIMA (pn,0,qn), dianalisis nt dengan cara
ARIMA. Autokorelasi, autokorelasi parsial dan spektrum garis ditetapakan dan
selanjutnya nilai pn dan qn untuk autoregresif dan proses moving average berturut-turut
dipilih. Dengan cara ini, fungsi φn(B) dan θn(B)untuk deret gangguan nt diperoleh:
t n t
n B n θ Bα
φ ( ) = ( ) (3.16)
3.1.2 Pendugaan Parameter-parameter Model
Pada tahap ini terbagi atas 2 (dua) sub tahap sebagai berikut:
3.1.2.1 Pendugaan Awal Parameter Model
Pada tahap ini ditentukan model fungsi transfer untuk menduga nilai awal dari parameter.
Untuk mendapatkan nilai parameter-parameter tersebut digunakan algoritma Marquardt
dengan iterasi, tujuannya untuk mendapatkan nilai dugaan yang lebih baik.
Misalkan untuk nilai (r,s,b)=(2,2,2) dan deret gangguan mempunyai model
ARIMA (2,0,1) model tentatif yang digunakan adalah:
t t t a B B B x B B B B y ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( ) ( 2 1 1 2 2 1 2 2 1 0 φ φ θ δ δ ω ω ω − − − + − −− − = −
Selanjutnya adalah menaksir nilai awal parameter ω0, ω1, ω2, δ1, δ2, θ1, φ1 dan φ2
3.1.2.2 Pendugaan Akhir Parameter Model
Dengan menggunakan algoritma Marquardt pada setiap iterasi, nilai-nilai baru parameter
ditemukan dan dugaan baru nilai dapat dihitung. Untuk memilih nilai parameter yang
terbaik dilihat dari nilai jumlah kuadrat sisa yang paling kecil.
3.1.3 Pemeriksaan Uji Diagnosa Model
Pemeriksaan uji diagnosa model pada fungsi transfer dilakukan apabila nilai sisa (residu)
autokorelasi sangat kecil tau tidak signifikan dan model yang diperoleh akan bersifat
acak. Dengan menggunakan uji Box-Pierce untuk deret stasioner ARIMA (p,d,q)
rumusnya adalah sebagai berikut:
) ( ) ( 2 1 2 k r n df m k
Σ
− = χ (3.17) Keterangan:n = Jumlah pengamatan
m = Lag terbesar yang diperhatikan rk = Autokorelasi untuk lag ke-k
df = Derajat bebas (m-p-q)
sedangkan untuk nilai sisa rumusnya menjadi:
) ( ) ( 2 1 2 k r b s r n m k
Σ
− − − − = χ (3.18)(r,s,b) merupakan parameter fungsi transfer.
Untuk menunjukkan bahwa a merupakan deret acak maka perlu dilakukan uji t
Box-Pierce seperti pada persamaan 3.16. Apabila χ2tabel>χ2hitung, maka model a pada t
hakikatnya adalah acak.
3.1.4 Peramalan dengan Model Fungsi Transfer
Di dalam peramalan pada pemodelan fungsi transfer tujuannya adalah untuk menduga
harus dapat sekecil mungkin. Jika model yang ditetapkan menunjukkan residual yang
acakan, maka model tersebut dapat digunakan untuk tujuan peramalan. Model yang
digunakan adalah sebagai beriut:
n b t n b
t b t r
t r t
t
t y y y x x x
y =δ1 −1+δ2 −2 +⋅ ⋅⋅+δ − +ω0 − +ω1 − −1+⋅ ⋅⋅+ω − −
(3.19)
3.2 Contoh Kasus
Untuk memperjelas mengenai proses analisis fungsi transfer seperti yang telah
dikemukakan berikut ini penulis menyajikan proses membangun fungsi transfer. Data
yang digunakan adalah data Indeks Osilasi Selatan (IOS) dan curah hujan, yang datanya
seperti pada Tabel 3.1. Dalam analisis ini curah hujan IOS sebagai deret masukan atau
[image:45.612.109.546.339.557.2]deret input (X ), dan data curah hujan sebagai deret keluaran atau output (t Y ). t
Tabel 3.1 Data Bulanan IOS (mb)
Tabel 3.2 Data Bulanan Curah Hujan (mm)
Thn 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jan 341 76 106 181 315 59 217 91 51 138 35 Feb 159 63 97 50 260 87 15 79 99 130 25 Mar 203 78 134 29 127 182 158 104 192 155 155 Apr 61 215 110 35 322 115 165 71 192 257 225 May 240 152 81 134 303 60 256 192 364 191 192 Jun 185 175 175 145 256 191 308 192 271 287 90 Jul 121 195 226 213 30 122 281 139 215 193 423 Aug 424 248 96 321 111 325 121 156 729 139 193 Sep 221 320 291 170 119 451 373 383 153 160 65 Oct 301 311 139 340 204 382 732 364 732 122 340 Nov 336 354 256 276 126 108 431 158 70 220 159 Dec 192 143 182 414 456 174 339 102 321 246 136
3.2.1 Plot Data
[image:46.612.124.549.369.570.2]Gambar 3.2 Autokorelasi IOS Kota Medan
[image:47.612.128.538.120.348.2]Gambar 3.4 Plot Curah Hujan
[image:48.612.129.542.74.221.2]Gambar 3.5 Autokorelasi Curah Hujan
3.2.2 Identifikasi Bentuk Model
Tahapan dalam mengidentifikasi bentuk model fungsi transfer sebagai berikut:
3.2.2.1 Memeriksa Kestasioneran Data
Dari plot data IOS tahun 1999-2009 pada Gambar 3.1 memperlihatkan deret data tersebut
tidak stasioner, plot autokorelasi memperlihatkan sebuah trend yang linier pada sepuluh
lag pertama artinya bahwa nilai dari autokorelasi berturut turut bernilai positif antara satu
dengan yang lainnya, hal ini juga ditandai adanya fluktuasi data yang semakin naik dan
menurun dengan meningkatnya waktu, untuk menstasionerkannya dilakukan pembedaan
pertama untuk deret input dapat dicari sebagai berikut:
1
− − = t t
t x x
x
1 2 2 2 =x −x −
x
= x2 −x1
=−2,7−(−4) =1,3
x3 = x3 −x3−1
= x3 −x2
=3,5−(−2,7) =6,2
Tabel 3.3 Pembedaan Pertama Deret Input
No. x t No. x t No. x t No. x t
1 0 34 -3 67 1.8 100 1.3
2 1.3 35 3 68 9 101 -1.9
3 6.2 36 6 69 4.6 102 -4.6
4 12.7 37 -15 70 -0.2 103 14.9
5 -25.2 38 4.8 71 12.7 104 -4.7 6 7.5 39 -9.8 72 -14.7 105 -0.2
7 5.7 40 5 73 1.2 106 0
8 -3.4 41 24.5 74 3 107 -1.4
9 2.4 42 9.4 75 -5.2 108 13.2
10 -4.2 43 4.7 76 -6.4 109 -21.8 11 2.3 44 -4.8 77 -9.3 110 20.6 12 -7.3 45 1.2 78 10.8 111 -8.4
13 14.4 46 0 79 -4.8 112 -15.2
14 -7.3 47 1.5 80 -5.9 113 28
15 5.1 48 0.5 81 10.3 114 -27
16 1.6 49 2.6 82 -3.4 115 7.1
17 -6.5 50 -12 83 9.2 116 -0.7
18 12.6 51 5.3 84 -16.2 117 4.6 19 -7.1 52 10.1 85 11.7 118 -1
20 -2.2 53 -17.7 86 5 119 -5.3
21 2.3 54 -0.3 87 -12.9 120 1.3
22 -2.7 55 3.8 88 1.4 121 9.8
23 -4.3 56 -2.7 89 -11.2 122 -30.8
24 7.3 57 -2.1 90 8.7 123 29.2
25 -3.1 58 9.1 91 -1.3 124 -11.2
26 9.2 59 4 92 -7.4 125 -4
27 -21.8 60 -0.1 93 7 126 17.6
28 -7.5 61 -7.9 94 1 127 -1.7
29 -6 62 7.8 95 1 128 -7.8
30 -2 63 -3.5 96 -5 129 10.8
31 14.5 64 7.6 97 9 130 7.1
32 -10.5 65 -13.4 98 -5.4 131 -13.7
Gambar 3.7 Plot IOS dengan Menggunakan Pembedaan Pertama
Pada data asli curah hujan terlihat musiman yang jelas yaitu fluktuasi mengecil
dan membesar deret data terjadi secara acak atau disebut random walk. Oleh karena itu
untuk mengatasi pola musiman dari data tersebut perlu dilakukan transformasi dan untuk
membuat data stasioner pada rataan dan ragamnya. Untuk transformasi logaritma
digunakan rumus:
) log(Yt
l =
) log(
1 Yt
l =
=log(341) =2,53275
132 2,..., l
Tabel 3.4 Data Hasil Transformasi Logaritma
No. l t No. l t No. l t No. l t
Untuk membuat data stasioner terhad