IPPAN TEKI NA BENGKULU SEWAR BUKI NO REKISI KERTAS KARYA
Dikerjakan
O L E H
MUHAMMAD ROSIDIN HARAHAP NIM 062203023
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA
BIDANG STUDI BAHASA JEPANG MEDAN 2010
IPPAN TEKI NA BENGKULU SEWAR BUKI NO REKISI KERTAS KARYA
Dikerjak O
L E H
MUHAMMAD ROSIDIN HARAHAP NIM 062203023
Pembimbing Pembaca
Drs. Eman Kusdiana, M. Hum Rani Arfianty
NIP 196009191988031001 NIP 19761112005012002 Kertas karya ini diajukan kepada panitia pendidikan Non Gelar Fakultas Sastra USU Medan, Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma
III Bidang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA
2010
Disetujui Oleh :
Program Diploma Bahasa Jepang Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara Medan
Program Studi Bahasa Jepang
Ketua,
Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum
Diterimah Oleh :
Panitia Ujian Pendidikan Non-Gelar Satara Budaya
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, untuk Melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang
Pada :
Tanggal :
Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara Dekan,
Prof. Syaifuddin,M.A., Ph.D. NIP. 196509091994031004
Panitia :
No. Nama Tanda Tangan
1. Adriana Hasibuan,S.S., M. Hum ( )
2. Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum ( )
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehasiran Allah SWT karena berkat berkat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini, serta shalawat dan salam kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai syarat untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Kertas karya ini berjudul " SENJATA TRADISIONAL SEWAR BENGKULU.
Penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam kertas karya ini masih jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun penulisan. Demi kesempurnaan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kearah perbaikan.
Dalam kertas karya ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Adriana Hasibuan,S.S., M.Hum. selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa
Jepang Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum selaku dosen pembimbing yang sudah
dengan iklas meluangkan waktu untuk memberi bimbingan yang positip serta memberi masukan yang membangun kepada penulis.
4. Ibu Rani Arfianti, S.S selaku dosen pembaca.
5. Seluruh Staf pengajar pada Program Studi Bahasa Jepang Universitas Sumatera
Utara.
6. Teristimewa orangtua penulis, Ayahanda tercinta MASBUL HARAHAP dan
Ibunda tersayang ELLY HANNUM. S.pd, yang sudah terlalu besar pengorbanan, perjuangan, serta kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis dan juga sebagai sumber inspirasi penulis.
7. Buat adek adek penulis, Serf, Paisal, Akbar, dan Fajar siddik maragordong harahap yang udah banyak membantu penulis dalam segala hal, dan kalian jugalah yang memberi inspirasi kepada penulis.
Medan, Desember 2009 Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul
Kebudayaan bangsa adalah salah satu perhatian Pemerintah dalam rangka
membangun manusia seutuhnya, karena kebudayaan merupakan aspek yang
langsung melibatkan manusia Indonesia dalam menentukan sikap hidup sehari-hari
yang dapat mencerminkan identitas bangsa serta memastikan pegangan hidup
bangsa, untuk tidak mudah dipengaruhi kebudayaan asing yang nilai nya tidak sesuai
dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Unsur-unsur budaya yang mengandung nilai-nilai luhur dirasakan langsung
oleh masyarakat pendukungnya. Dengan nilai-nilai luhur tersebut, masyarakat
mendapat suatu pegangan yang kuat untuk menyeleksi unsur-unsur kebudayaan yang
datang dari luar.
Aneka ragam senjata Tradisional yang diwariskan oleh generasi terdahulu,
kelihatannya sampai sekarang masih disenangi dan dimanfaatkan oleh masyarakat
yang merupakan salah satu sisi kehidupan masyarakat. Bentuk senjata tradisional
yang ada di kalangan masyarakat sekarang ini nampaknya lebih bervariasi, karena
didapati adanya berbagai jenis senjata yang datang dari luar daerah.
Namun demikian, kedatangan jenis senjata tersebut tidaklah berarti dapat
menggeser kedudukan senjata tradisional yang telah ada, akan tetapi keadaan ini
dapat memperkaya khasanah budaya daerah Bengkulu itu sendiri.
Sewar adalah salah satu senjata tradisional Bengkulu yang mesi memiliki
nilai budanya yang sangat tinggi dikalangan masyarakat Bengkulu serta memiliki
Sewar berbeda dengan keris, sewar hanya mempunyai mata ( sisi tajam )
hanya sebelah, sedangkan keris memiliki mata kiri kanan. Sewar berbentuk
meruncing arah keujung dan panjangnya beraneka ragam, sekitar 15 Cm. Sedangkan
lebar wilanyahnya sekitar 1,5 sampai 2 Cm. bentuknya agak membungkuk kea rah
mata dan hulunyapun membungkuk sesuai dengan bungkuk wilanyahnya.
Kegunaan sewar ini juga hampir sama dengan kegunaan keris, yaitu
menyerang lawan dan dapat dipergunakan untuk bertahan sari serangan lawan.
Penggunaan yang efesien adalah dengan cara menusukkannya, karena itu juga sewar
ini dapat dikatagorikan sebagai senjata tusuk. Selain itu, untuk dapat dipergunakan
secara baik, harus dipergunakan secara baik, harus dipergunakan oleh orang yang
dapat menguasai bela diri.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud memberi judul karya tulis
ini dengan: “ SENJATA TRADISIONAL SEWAR BENGKULU”.
1.2 Batasan Masalah
Dalam penulisan kertas karya ini penulis membatasi pembahasan hanya
mengenai senjata tradisional sewar yang di provinsi Bengkulu khususnya mengenai
sejarah sewar, cara pembuatan sewar, fungsi sewar dan makna simbolik sewar.
Sebelum pembahasannya penulis menjelaskan tentang letatak geografis Bengkulu,
penduduk dan system kepercanyaannya.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk menambah gambaran kepada pembaca tantang senjata
tradisional sewar .
2. Untuk menambah wawasan penulis dalam memahami secara jelas
kebudanyaan provinsi Bengkulu yaitu senjata tradisional sewar.
1.4 Metode Penelitian
Dalam menyelesaikan kertas karya ini, penulis menggunakan Metode
Kepustakaan. Yaitu metode pengumpulan data atau informasi dengan mengambil isi
dari buku bacaan sebagai referensi yang berhubungan dengan permasalahan yang
BAB II
GAMBARAN UMUM DAERAH BENGKULU
2.1 Letak dan Keadaan Geografis
Dalam usia yang menanjak dewasa ini, daerah Bengkulu berdandan untuk
mempercantik diri, sehingga dapat menarik perhatian para investor dari luar yang
mampu berperan aktif dalam membangun daerah Bengkulu. Ternyata daerah
Bengkulu telah banyak mengalami kemajuan-kemajuan, baik itu berupa
pembangunan fisik maupun pembangunan non fisik.
Wilayah daerah Bengkulu ini berbentuk memanjang sejajar dengan pantai
Samudera Indonesia dan terletak diantara Lintang Selatan 20 – 50 dan Bujur Timur
1010-1040, dengan luas wilayah 20.000 Km2. Propinsi Bengkulu ini terbagi atas 3
wilayah kabupaten dan I wilayah kotamadya, serta setiap wilayah tingkat II tersebut
terbagi lagi menjadi beberapa kecamatan.
Mulanya di sekitar Kota Bengkulu sekarang terdapat beberapa buah kerajaaan,
yaitu Kerajaan Silebar, Sungai Lemau, Sungai Serut dan Kerajaan. Daerah propinsi
Bengkulu terletak di pesisir Barat Pulau Sumatera dan membujur dari Utara Selatan.
Pada jalur pegunungan masih terdapat gunung berapi dan hal tersebut ditandai
oleh banyaknya sumber mata air panas. Di daerah Bengkulu hampir semua sungai
bermuara di pesisir barat wilayah Bengkulu.Keadaan prasarana transportasi di daerah
2.2 Penduduk
Penduduk daerah Propinsi Bengkulu terdiri dari 9 suku bangsa, yaitu : suku
bangsa Melayu, suku bangsa Rejang, suku bangsa Serawi, suku bangsa Lembak,
suku bangsa Muko-Muko, Pekal, Kaur, Pasemah, dan suku bangsa Enggano.
Dimana masing-masing suku bangsa tersebut dilatarbelakangi oleh bahasa dan
adat istiadat yang berlainan.
2.3 Mata Pencaharian
Kehidupan ekonomi di daerah Bengkulu sangat dipengaruhi oleh hasil Pertanian, karena pada umumnya mata pencaharian penduduk adalah bertani. Lebih
dari 85% penduduk tinggal di luar kota Bengkulu dan penduduk inilah yang pada
umumnya mengandalkan kehidupannya dengan hasil pengolahan tanah.
Bagi penduduk yang berdomosili di Kota Bengkulu kegiatan perekonomian
lebih tampak menonjol. Hal ini disebabkan penduduknya relatif lebih padat dan mata
pencahariannya pun beraneka ragam, seperti : pegawai negri, pedagang, bertani dan
menjadi nelayan. Keadaan perekonomian di daerah pedesaan tidaklah dapat
disamakan dengan di perkotaan.
Selain mengandalkan penjualan hasil pertanian, rakyat pedesaan biasanya
mempunyai mata pencaharian sambilan. Diantaranya adalah pertukangan dan
kerajinan, dimana didalamnya mengandung nilai-nilai seni dan karena itu pekerjaan
2.3 Sistem Kepercayaan
Berdasarkan angka statistik tahun 1986, bahwa di propinsi Bengkulu pada
umumnya penduduk memeluk agama Islam. Hal tersebut dapat terlihat dari
presentasenya yaitu : Agama Islam 96,50%, Agama Protestan 1,86%, Agama Katolik
1,11%, Agama Hindu 0,30%, dan Agama Budha 0,23%.
Kehidupan di kota Bengkulu terutama penduduk asli Kota Bengkulu,
sementara menjalankan ibadah agama dengan taat, masih terlihat suatu jenis
kepercayaan yang merupakan warisan beberapa generasi yang telah lalu. Misalnya,
penduduk masih merayakan upacara Tabot yang bertujuan untuk mengagungkan atau
setidaknya memperingati gugurnya yang bernama Hasan dan Hosen pada waktu
perang di padang Karabela.
Selain upacara Tabot, juga terdapat beraneka upacara tradisional yang erat
BAB III
SENJATA TRADISIONAL SEWAR
3.1 Sejarah Sewar di Bengkulu
Sebagaimana senjata tradisional lainnya, Sewar juga merupakan senjata
tradisional yang tidak kalah populernya di kalangan masyarakat. Sejak dahulu atau
beberapa generasi yang telah lalu, dapat ditelusuri melalui latar belakang sejarah
perkembangannya.
Ada satu desa yang cukup terkenal dan desa tersebut bernama “Desa
Tungkal”. Desa ini terletak di Kecamatan Pino, Kabupaten Bengkulu Selatan. Desa
Tungkal ini terkenal dengan sewarnya yang lazim disebut “Kimpalan tungal”, yang
artinya buatan tungkal. Pengertian buatan disi lebih mengarah kepada suatu hak cipta
dan dengan adanya pengertian tersebut, apabila ada sewar yang disebut kimpalan
tungkal, maka keampuhannya tidak diragukan.
Selain Desa Tungkal tersebut, banyak lagi pande besi yang dapat membuat
sewar ini dan ternyata walaupun tempat pengrajin tersebut berjauhan, serupa atau
bentuknya berdekatan. Keadaan ini juga menyatakan bahwa sejak dahulu, sewar
tersebut telah bersebar di Bengkulu atau dengan kata lain tidak terbatas pada suatau
suku bangsa tertentu.
Dalam hal ingin mengetahui dari mana sejarah sewar ini pertama kali, boleh
dikatakan masi mengalami kesulitannya, karena pada umumnya para informasi
menceritakannya hanya dapat warisan mulut ke mulut. Sedangkan warisan yang
berkembang dari mulut ke mulut tersebut tidak menjamin keutuhan cerita dari
3.2 Cara Pembuatan Sewar
Pada umumnya pembuatan senjata berasal dari keinginan manusia untuk
mempertahankan diri dari keganasan alam dan tekhnologi tersebut tumbuh bersamaan
dengan dan senjata tersebut berkembang setelah menusia mengenal logam, karena
logam tersebut lebih mudah dibentuk sesuai dengan bentuk yang diinginkan.
Proses pembuatan sewar pada prinsipnya sama dengan proses pembuatan
keris. Terlebih dahulu pandai besi atau bisa juga orang yang ingin memesan
pembuatan sewar menyiapkan bahan baku biasanya bahan baku yang disenangi
adalah berupa besi tuang. Proses pembuatan sewar juga dilakukan di Pusin dan juga
dilakukan oleh orang yang professional dalam mengelola besi. Proses awal, besi
bahan baku tersebut dimasukkan ke dapur Pusin untuk dipanaskan hingga
membaradan pada saat besi tersebut sedang membara, diangkat ke atas lendasan untuk
dipotong dan dibelah sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Setelah proses
pemotongan dan pembelahan tersebut, besi kembali dipanaskan untuk kemudian
kembali diletakkan diatas lendasan dan selagi besi masih membara, dipukul-pukul
dengan martil beberapa kali sehingga besi tersebut menjadi agak dingin.
Ketika besi agak dingin, tentunya besi akan kembali menjadi keras dan
selanjutnya kembali dipanaskan sampai membara kembali. Proses tersebut dilakukan
sampai bahan baku dapat dibentuk seperti sewar yang dikehendaki. Dan perlu
diketahui bahwa adakalanya bila sewar tersebut dipesan oleh orang, terlebih dahulu
si pemesan membuat contoh yang terbuat dari kayu dengan bentuk dan ukuran yang
dikehendaki. Jika bentuk sewar telah dapat diciptakan, maka proses selanjutnya
Proses pengikiran ini bertujuan untuk meratakan dan menghilangkan bekas
pukulan martil yang terdapat dipermukaan wilahan sewar tersebut. Dan dengan
proses ini pula akan dapat menyempurnakan bentuk sewar tersebut. Selanjutnya,
diteruskan dengan proses penyepuhan, yaitu cara memanaskan kembali wilayah
sewar, dan pada saat wialhan sewar tersebut sedang membara, langsung diangkat dan
dicelupkan kedalam air sepuhan beberapa kali, sehingga wilahan sewar mwnjadi
dingin.
Proses penyepuhan ini dapat menciptakan besi tersebut menjadi sangat keras
serta mempunyai daya ketajaman yang mengagumkan. Proses penyepuhan ini juga
sangat menentukan kualitas sewar, karena kalau meleset dari apa yang seharusnya
akan dapat menyebabkan senjata tersebut lemah dan mungkin pula akan
menyebabkan senjata tersebut mudah patah. Setelah proses pengikiran, dan proses
penyepuhan selesai, wilahan sewar tersebut telah mencpai kesempurnaan. Akan
tetapi belumlah dapat dikatakan selesai karena sewar harus dilengkapi dengan hulu
dan warangkanya.
Dalam pembuatan hulu dan warangkanya, biasanya dilakukan pula oleh
orangyang khusus yang disebut dengan “Tukang Ranggi”.Dimana dalam
pembuatannya memerlukan jenis kayu yang berkualitas baik, dari segi ketahanannya
maupun ditinjau dari warnanya. Pembuatan hulu dan warangkanya juga dilakukan
dengan telaten dan penuh hati-hati. Untuk membuat satu sewar saja terkadang
Pemeliharaan sewar ini juga disebut “mengasami” dan prosesnya pun sama,
yaitu dengan memerlukan beberapa perlengkapan dan peralatan serta cara
merawatnya.
3.3 Fungsi Sewar
Disamping sebagai senjata untuk menyerang, sewar juga mempunyai fungi
lain yaitu sebagai berikut :
1. Sewar sebagai perlengkapan alat menari.
Dalam waktu tersebut sewar sangat diperlukan untuk kelangsungan acara
menari karena tidak dapat digantikan dengan jenis senjata lainnya.
2. Sewar Pusaka
Merupakan sewar yang diwariskan oleh beberapa generasi yang lalu. Yang
paling dihormati adalah sewar peninggalan Mulo Jadi (leluhur yang dianggap
mula/awal adanya mereka). Biasanya sewar pusaka tersebut disimpan oleh
Jurai Tuo atau keturuna dari Mulo. Jadi dari garis keturunan laki-laki serta
kepadanya dipercayakan untuk menyimpan sewar tersebut.
3. Sewar sebagai alat pengobatan tradisional
Dalam hal ini, sewar mempunyai kekuatan gaib yang dapat membantu
memujarabkan obat yang dipakai.
Apabila sewar telah terselip dipinggang, akan membawa kesan bahwa orang
tersebut telah berpakaian lengkap. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa sewar
itu kelengkapan pakaian adat.
3.4 Arti Simbolik Sewar
Sewar sebagai senjata tradisional memiliki arti simbolik tersendiri, yaitu :
a. Sewar yang berhulu gading, merupakan simbol keagungan dan kemewahan.
Orang yang memakai sewar yang berhulu gading tersebut adalah orang yang
terpandang, baik dia seorang bangsawan maupun seorang yang berada.
b. Adakalanya sewar tersebut diikat dengan kain. Jika ikatannya berwarna merah,
melambangkan sewar tersebut sangat berbahaya atau berbisa. Sedangkan
sewar yang berikat kain hitam menandakan bahwa sewar tersebut mempunyai
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Bahwasanya masing-masing daerah di Indonesia masih memiliki senjata
taradisional sendiri, dan tetap menjadi kebanggaan daerah tersebut khususnya
daerah Bengkulu.
2. Sewar merupakan senjata tradisional yang tidak kalah populernya dengan
senjata modern lainnya dikalangan masyarakat.
3. Selain sebagai senjata tradisional, sewar juga memiliki fungsi lainnya yaitu
sebagai alat pengobatan, maupun sebagai alat perlengkapan untuk menari.
4. Penggunaan sewar yang sangat efisien sebagai senjata tusuk, dapat
dipergunakan orang yang menguasai ilmu bela diri.
4.2 Saran
1. Sebaiknya kebudayaan tradisional harus tetap dilestarikan dengan menjaga
keasliannya.
2. Sebaiknya masing–masing daerah di Indonesia harus dapat menjaga keutuhan
budaya yang telah ada dan mempertahankannya hingga ke generasi-generasi
DAFTAR PUSTAKA
Rani, Zein, dkk, 1990, Senjata Tradisional Daerah Bengkulu, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Proyek
Inventaris dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Bengkulu.
Susanto, S. Astrid, 1997 Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bina Cipta,
Jakarta
Hoesen Kiagoes, 1958 Kumpulan Undang Undang Adat Lembaga Serta Undang
Undang Simbur Cahanya, Bengkulu.