• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Peranan Kawasan Berikat Dalam Proses Eskpor Gliserin (Studi Pada Pt. Musim Mas)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Hukum Peranan Kawasan Berikat Dalam Proses Eskpor Gliserin (Studi Pada Pt. Musim Mas)"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM

PERANAN KAWASAN BERIKAT

DALAM PROSES EKSPOR GLISERIN

(Studi pada PT. Musim Mas)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

JOEL MARTIN TAMBUNAN

NIM: 090200177

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Joel Martin Tambunan*

Sinta Uli Pulungan, S.H., M.Hum**

Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum***

Kegiatan ekspor-impor didasari oleh kondisi dimana tidak ada satu negara

pun yang benar-benar mandiri karena satu sama lain saling membutuhkan dan

saling mengisi. Kenyataan akan adanya interpendensi kebutuhan antar negara ini

lebih meyakinkan kita akan bertambah pentingnya peranan perdagangan

internasional dalam masa mendatang demi kepentingan ekonomi nasional kita

sendiri. Dalam rangka menciptakan kelancaran dalam arus ekspor-impor, maka

diperlukan sarana dan prasarana serta fasilitas berupa tempat bernaungnya

barang-barang yang akan diekspor ke luar negeri, maupun barang-barang-barang-barang yang baru saja

diimpor dari luar negeri. Maka dari itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai mengesahkan suatu Kawasan Berikat sebagai tempat penimbunan

barang impor untuk diolah, dipamerkan, dan/atau disediakan untuk dijual. Seiring

dengan perkembangan transaksi ekspor-impor di Indonesia yang semakin

menunjukkan progres positif, maka kawasan juga semakin mempunyai peranan

penting dalam membantu berjalannya proses ekspor-impor sebagai penopang

perekonomian negara.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan tata

cara pelaksanaan ekspor gliserin di PT. Musim Mas, peranan Kawasan Berikat

dalam proses ekspor gliserin di PT. Musim Mas, serta hal-hal yang menjadi

kendala dan hambatan maupun manfaat dan keuntungan yang didapatkan dalam

proses ekspor gliserin dengan menggunakan fasilitas Kawasan Berikat di PT.

Musim Mas.

Metode penelitian yang penulis pergunakan adalah d

library research

(penelitian kepustakaan) dengan cara membaca dan mempelajari sumber bahan

bacaan baik berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, karya

ilmiah, serta catatan-catatan kuliah yang berkaitan dengan permasalahan. Serta

f

ield research

(penelitian lapangan) dengan cara mengambil data primer dan

melakukan wawancara dengan responden dari PT. Musim Mas, guna melengkapi

keterangan yang telah diperoleh dalam penelitian tersebut.

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan tata cara pelaksanaan ekspor

gliserin dengan memanfaatkan fasilitas Kawasan Berikat pada PT. Musim Mas.

Mekanisme pelaksanan ekspor tersebut dikaitkan dengan peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang Kawasan Berikat, terutama Peraturan

Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat,

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang

Kawasan Berikat, serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Selain itu

penelitian ini juga menghasilkan penjelasan tentang manfaat serta keuntungan

yang diterima PT. Musim Mas dengan menggunakan fasilitas Kawasan Berikat,

khususnya dalam bidang perpajakan. Serta sisi negatif kawasan yang

menyebabkan kendala dan hambatan dalam proses ekspor gliserin.

Kata Kunci

: Kawasan Berikat, Proses Ekspor

*) Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus Sang Juru Selamat karena

atas kasih setia dan anugerahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “TINJAUAN HUKUM PERANAN KAWASAN BERIKAT DALAM

PROSES ESKPOR GLISERIN (STUDI PADA PT. MUSIM MAS)”. Skripsi ini

berisi tinjauan hukum tentang pelaksanaan ekspor, khususnya gliserin, dengan

memanfaatkan fasilitas Kawasan Berikat. Proses pelaksanaan ekspor tersebut

dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Di samping

itu, penelitian dalam skripsi ini mengangkat permasalahan yang dapat terjadi

dalam proses ekspor gliserin dengan menggunakan fasilitas Kawasan Berikat.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

dari Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata

Dagang, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

Dalam hal ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang penulis

sampaikan dalam skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Hal ini

disebabkan keterbatasan pengetahuan, pengalaman, serta kemampuan ilmiah

penulis, sehingga dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik

yang bersifat membangun sebagai bahan perbaikan dan demi kesempurnaan

penulisan skripsi ini.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada Orangtuaku yang selalu memberi

kasih sayangnya dengan berbagai cara kepadaku, Ayahanda Ir. Erwin Tambunan,

dan Ibunda Tiorida Pardede. Dan kepada kedua adikku yang kusayangi, Ruhut

(4)

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan pula terima kasih

sebesar-besarnya serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1.

Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2.

Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum.,

selaku ketua Departemen Hukum

Keperdataan Universitas Sumatera Utara.

3.

Ibu Sinta Uli Pulungan, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I, yang

telah bersedia memberikan pengarahan, bimbingan, serta petunjuk bagi

penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4.

Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II,

yang telah banyak mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

5.

Seluruh jajaran dosen dan pegawai akademik Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

6.

Bapak Effendi Manurung, S.T., Kasie Perdagangan Luar Negeri pada Dinas

Perindustian dan Perdagangan Sumatera Utara, yang telah membantu

memberikan bantuan relasi.

7.

Bapak Juanda Tan, Ass. Manager General Affair pada PT Musim Mas, yang

telah bersedia menjadi responden untuk penelitian ini.

8.

Bapaktua Ir. B. Hutahaean/br. Pardede beserta keluarga. Kerabat terdekat

penulis.

9.

Seluruh teman-teman yang membantu penulis dalam perjalanan studi dari

semester awal sampai akhir. Khususnya teman-teman tim klinis, teman-teman

(5)

10.

Paduan Suara ST. Chronicles SMA St. Thomas 1 Medan, NHKBP Sei Putih,

dan Paduan Suara El-Shaddai USU, tempat-tempat dimana penulis

bertumbuh, berkarya dan melayani Tuhan.

11.

Untuk teman terkasih, Oktaviana Sinaga, yang selalu memberikan dukungan

moril dan doa kepada penulis.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kasih sayangNya kepada

semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung ataupun tidak

langsung. Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak yang membaca. Terima kasih.

Medan, 11 September 2013

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...v

BAB I. PENDAHULUAN...1

A.

Latar Belakang...1

B.

Permasalahan...7

C.

Tujuan Penulisan...7

D.

Manfaat Penulisan...7

E.

Metode Penelitian...8

F.

Keaslian Penulisan...9

G.

Sistematika Penulisan...10

BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP PROSES PELAKSANAAN

EKSPOR-IMPOR...12

A.

Tinjauan Umum tentang Ekspor-Impor...12

B.

Peraturan Hukum yang Mengatur tentang Ekspor-Impor...23

C.

Pihak-pihak dalam Ekspor-Impor...26

D.

Tata Cara Pelaksanaan Ekspor-Impor...43

BAB III. GAMBARAN UMUM KAWASAN BERIKAT DAN

ASPEK HUKUMNYA...47

(7)

B.

Pihak-pihak yang terlibat dalam Kawasan Berikat...56

C.

Proses Masuk dan Keluarnya Barang Gliserin dari dan ke Kawasan

Berikat...67

D.

Fasilitas Kepabeanan terhadap Kawasan Berikat...78

BAB IV. PERANAN KAWASAN BERIKAT DALAM PROSES EKSPOR

GLISERIN DI PT. MUSIM MAS...88

A.

Pelaksanaan Ekspor Gliserin di PT. Musim Mas...88

B.

Peranan Kawasan Berikat dalam Pelaksanaan Ekspor Gliserin di PT.

Musim Mas...91

C.

Hambatan dan Kendala Pemanfaatan Kawasan Berikat dalam

Pelaksanaan Ekspor Gliserin PT. Musim Mas...95

D.

Keuntungan dan manfaat yang diterima PT. Musim Mas dengan

Penggunaan Fasilitas Kawasan Berikat dalam Proses Ekspor Gliserin...98

BAB V. PENUTUP...110

A.

Kesimpulan...110

B.

Saran...113

(8)

ABSTRAK

Joel Martin Tambunan*

Sinta Uli Pulungan, S.H., M.Hum**

Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum***

Kegiatan ekspor-impor didasari oleh kondisi dimana tidak ada satu negara

pun yang benar-benar mandiri karena satu sama lain saling membutuhkan dan

saling mengisi. Kenyataan akan adanya interpendensi kebutuhan antar negara ini

lebih meyakinkan kita akan bertambah pentingnya peranan perdagangan

internasional dalam masa mendatang demi kepentingan ekonomi nasional kita

sendiri. Dalam rangka menciptakan kelancaran dalam arus ekspor-impor, maka

diperlukan sarana dan prasarana serta fasilitas berupa tempat bernaungnya

barang-barang yang akan diekspor ke luar negeri, maupun barang-barang-barang-barang yang baru saja

diimpor dari luar negeri. Maka dari itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai mengesahkan suatu Kawasan Berikat sebagai tempat penimbunan

barang impor untuk diolah, dipamerkan, dan/atau disediakan untuk dijual. Seiring

dengan perkembangan transaksi ekspor-impor di Indonesia yang semakin

menunjukkan progres positif, maka kawasan juga semakin mempunyai peranan

penting dalam membantu berjalannya proses ekspor-impor sebagai penopang

perekonomian negara.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan tata

cara pelaksanaan ekspor gliserin di PT. Musim Mas, peranan Kawasan Berikat

dalam proses ekspor gliserin di PT. Musim Mas, serta hal-hal yang menjadi

kendala dan hambatan maupun manfaat dan keuntungan yang didapatkan dalam

proses ekspor gliserin dengan menggunakan fasilitas Kawasan Berikat di PT.

Musim Mas.

Metode penelitian yang penulis pergunakan adalah d

library research

(penelitian kepustakaan) dengan cara membaca dan mempelajari sumber bahan

bacaan baik berupa buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, karya

ilmiah, serta catatan-catatan kuliah yang berkaitan dengan permasalahan. Serta

f

ield research

(penelitian lapangan) dengan cara mengambil data primer dan

melakukan wawancara dengan responden dari PT. Musim Mas, guna melengkapi

keterangan yang telah diperoleh dalam penelitian tersebut.

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan tata cara pelaksanaan ekspor

gliserin dengan memanfaatkan fasilitas Kawasan Berikat pada PT. Musim Mas.

Mekanisme pelaksanan ekspor tersebut dikaitkan dengan peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang Kawasan Berikat, terutama Peraturan

Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat,

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang

Kawasan Berikat, serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Selain itu

penelitian ini juga menghasilkan penjelasan tentang manfaat serta keuntungan

yang diterima PT. Musim Mas dengan menggunakan fasilitas Kawasan Berikat,

khususnya dalam bidang perpajakan. Serta sisi negatif kawasan yang

menyebabkan kendala dan hambatan dalam proses ekspor gliserin.

Kata Kunci

: Kawasan Berikat, Proses Ekspor

*) Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Menurut Sentosa Sembiring, dalam bukunya, “Hukum Dagang”, dapat

diketahui bahwa unsur-unsur perusahaan adalah melakukan kegiatan yang

dengan cara:

1.

Terus-menerus;

2.

Terang-terangan;

3.

Dalam kualitas tertentu;

4.

Mencari untung; dan

5.

Adanya perhitungan rugi atau laba.

1

Selain itu, salah satu doktrin yang paling dijadikan acuan dalam

mengkaji pengertian perusahaan adalah pendapat sarjana Molengraaf.

Menurut Molengraaf, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang

dilakukan secara terus-menerus, bertindak ke luar untuk mendapatkan

penghasilan, dengan cara menperniagakan barang-barang atau mengadakan

perjanjian perdagangan.

2

Polak berpendapat sama dengan Molengraaf, dengan menambahkan

keharusan pembuatan pembukuan. Sementara itu, pemerintah Belanda

berpendapat bahwa perusahaan adalah apabila yang berkepentingan bertindak

1

Sentosa Sembiring,

Hukum Dagang

, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008,

hal. 14

2
(10)

secara tidak terputus-putus dan terang-terangan serta kedudukan tertentu

untuk memperoleh lagi bagi dirinya sendiri.

3

Jawaban terhadap pertanyaan ini kemungkinan ada yang

berpendapat ya. Pendapat tersebut memang ada benarnya jika dilihat dari

Dari pengertian yang dikemukakan Molengraaf, maka dapat

disimpulkan bahwa perusahaan berperan sebagai subjek yang melaksanakan

kegiatan jual-beli perusahaan. Namun sebelum membahas apa yang dimaksud

dengan jual-beli perusahaan, perlu diketahui dulu apa yang dimaksud dengan

jual-beli. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata disebutkan: “Jual beli adalah suatu

persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga

yang telah diperjanjikan.”

Selanjutnya, dalam Pasal 1458 KUH Perdata disebutkan: “Jual-beli itu

dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelah orang-orang

ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya meskipun

kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.”

Jika demikian halnya, apakah dalam jual-beli perusahaan ketentuan

tersebut di atas juga berlaku? Jika dilihat secara sepintas, tampaknya dalam

transaksi bisnis (

bussiness transaction)

atau jual-beli perusahaan hubungan

antara pembeli dan penjual kelihatannya cukup sederhana, yakni pembeli

membayar terhadap harga barang yang diinginkan dan penjual menerima

pembayaran terhadap barang yang ditawarkannya. Tetapi apakah transaksi

dagang sesederhana itu?

3
(11)

sudut pandang yang sederhana pula, artinya hubungan antara penjual dan

pembeli masih dalam satu tempat dan objek yang diperdagangkan belum

begitu besar, sehingga para pihak dapat memeriksa satu per satu terhadap

barang yang menjadi objek jual beli tersebut.

4

Tetapi sebaliknya, bagaimana kalau objek jual-beli tersebut dalam

jumlah yang besar dan penyerahannya di kemudian hari? Sementara itu, para

pihak belum saling kenal karena berbeda tempat, bahkan melintasi

negara, tentunya masalahnya akan lain. Perdagangan yang melintasi

antar-negara tersebut dikenal dengan transaksi perdagangan internasional

(

International Bussiness Transaction

). Dalam hal ini, para ahli berpendapat

perlu dibedakan antara perdagangan lokal atau dalam negeri dan perdagangan

luar negeri. Seperti yang dikemukakan oleh Ralph H. Folsom cs, yaitu

sebagai berikut:

“Unlike most domestic sales transactions, in sale of goods

across national borders the exporter-seller and importer-buyer may not

Cara terjadinya jual-beli perusahaan atau perniagaan pada prinsipnya

sama dengan perjanjian jual-beli pada umumnya sebagaimana diatur dalam

Pasal 1458 KUH Perdata yaitu merupakan perjanjian konsensual, artinya

jual-beli dapat terjadi dengan adanya kata sepakat. Kesepakatan tersebut pada

umumnya selalu diikuti dengan pembuatan akta, bahkan akta itu sudah

berbentuk formulir yang disediakan untuk kepentingan itu. Bahkan, sejak saat

penawaran diri calon penjual kepada calon pembeli, sudah dilakukan

pembuatan surat atau akta penawaran.

4
(12)

previously dealt with one another; or may know nothing about the other. Or

the other’s national legal system.”

5

5

Kutipan pendapat Ralph Folosom,

International Bussiness Transactions.

St.Paul, Minn,

West Publishing, 1884, hal. 44, dalam buku Sentosa Sembiring,

op.cit.

, hal. 132

Bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, maka pendapat

Folsom diartikan sebagai berikut: “Tidak seperti transaksi jual-beli domestik

pada umumnya, dalam jual-beli barang yang melintasi batas-batas negara,

penjual-eksportir dan pembeli-importir bisa saja tidak saling berurusan secara

langsung; atau tidak saling mengenal satu sama lain. Atau tidak mengetahui

sistem hukum nasionalnya.”

Apa yang dikemukakan oleh ahli hukum perdagangan Amerika

Serikat tersebut membuat semakin jelas bahwa transaksi perdagangan

khususnya melintasi antar negara tidaklah sederhana, tetapi cukup kompleks.

Kegiatan perdagangan antar negara ini selanjutnya dikenal dengan istilah

ekspor-impor.

Kegiatan ekspor-impor didasari oleh kondisi dimana tidak ada satu

negara pun yang benar-benar mandiri karena satu sama lain saling

membutuhkan dan saling mengisi. Dengan semakin majunya perekonomian

suatu negara maka semakin banyak pula kebutuhan yang diperlukan untuk

kebutuhan hidup masyarakatnya. Kebutuhan itu belum tentu dapat disediakan

oleh negara itu sendiri dan harus dibeli dari negara lain. Negara-negara maju

menghasilkan barang-barang teknologi dan negara-negara berkembang

menghasilkan bahan baku, sehingga masing-masing pihak saling

(13)

Kenyataan akan adanya interpendensi kebutuhan antar negara ini lebih

meyakinkan kita akan bertambah pentingnya peranan perdagangan

internasional dalam masa mendatang demi kepentingan ekonomi nasional kita

sendiri.

Dalam rangka menciptakan kelancaran dalam arus ekspor-impor,

maka diperlukan sarana dan prasarana serta fasilitas berupa tempat

bernaungnya barang-barang yang akan diekspor ke luar negeri, maupun

barang-barang yang baru saja diimpor dari luar negeri. Maka dari itu,

pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengesahkan suatu

Kawasan Berikat sebagai tempat penimbunan barang impor untuk diolah,

dipamerkan, dan/atau disediakan untuk dijual.

Seiring dengan perkembangan transaksi ekspor-impor di Indonesia

yang semakin menunjukkan progres positif, maka kawasan juga semakin

mempunyai peranan penting dalam membantu berjalannya proses

ekspor-impor sebagai penopang perekonomian negara.

Adapun peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum

dari penelitian ini Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Tempat Penimbunan Berikat. Menurut pasal 1 ayat 3 undang-undang ini,

yang dimaksud dengan Kawasan Berikat adalah: “Tempat penimbunan

berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari

tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasil

utamanya untuk diekspor.”

Selain itu, peraturan perundang-undangan lainnya yang mendasari

(14)

Ekspor Impor dan Lalu Lintas Devisa, Peraturan Menteri Keuangan Nomor

147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat, serta peraturan

perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan Kawasan Berikat dan ekspor-impor.

Penulis beranggapan bahwa sangat menarik untuk mengetahui dan

mempelajari secara mendalam tentang hal-hal yang berhubungan dengan

proses ekspor dengan menggunakan fasilitas Kawasan Berikat ini. Oleh

karena itu penulis termotivasi untuk mengangkat judul “Tinjauan Hukum

Peranan Kawasan Berikat dalam Proses Ekspor Gliserin”, untuk memperoleh

gambaran yang jelas mengenai Kawasan Berikat yang tidak banyak diangkat

sebagai topik penelitian dalam karya ilmiah sebelumnya.

Adapun permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini

adalah berkaitan dengan tata cara pelaksanaan ekspor gliserin peranan

Kawasan Berikat dalam proses ekspor gliserin, dan kendala dan hambatan

serta keuntungan dan manfaat yang didapatkan dalam proses ekspor gliserin

dengan menggunakan fasilitas kawasan berikat di PT. Musim Mas.

Penulis berharap dengan disusunnya penelitian ini, akan

mendatangkan manfaat bagi para pembaca.

B.

Permasalahan

Adapun poin-poin permasalahan yang akan menjadi pembahasan di

dalam skripsi ini antara lain :

1.

Bagaimanakah tata cara pelaksanaan ekspor gliserin di PT. Musim Mas

2.

Bagaimanakah peranan kawasan berikat dalam proses ekspor gliserin di

(15)

3.

Apa sajakah yang menjadi kendala dan hambatan yang terjadi serta

keuntungan yang didapatkan dalam proses ekspor gliserin dengan

menggunakan fasilitas kawasan berikat di PT. Musim Mas?

C.

Tujuan Penulisan.

Sebagai sebuah karya ilmiah, penulisan skripsi ini mempunyai

poin-poin tujuan sebagai berikut :

1.

Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan ekspor secara umum.

2.

Untuk mengetahui peranan kawasan berikat dalam proses ekspor barang.

3.

Untuk mengetahui kendala dan hambatan yang terjadi, serta keuntungan

yang didapatkan dalam dalam pelaksanaan ekspor barang menggunakan

fasilitas kawasan berikat.

D.

Manfaat Penulisan

1.

Secara akademis-teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat dijadikan

sebagai masukan bagi ilmu pengetahuan, khususnya mengenai proses

ekspor barang dengan memanfaatkan fasilitas Kawasan Berikat dikaitkan

dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

2.

Secara sosial-praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi para mahasiswa pada umumnya dan para

pelaku ekspor pada khususnya, agar dapat mengetahui lebih terperinci

(16)

Kawasan Berikat, serta dampak positif dan negatif yang didapatkan

dengan pemanfaatan Kawasan Berikat dalam proses ekspor.

E.

Metode Penulisan

Dalam melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan pembahasan lebih

terarah dan bobot penulisan dapat dipertanggungjawabkan, maka metode

penelitian yang penulis pergunakan adalah sebagai berikut :

1.

Library Research

(Penelitian Kepustakaan)

Dilakukan melalui studi kepustakaan dengan cara membaca dan

mempelajari sumber bahan bacaan baik berupa buku-buku literatur,

peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, serta catatan-catatan kuliah

yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi untuk memperoleh

data-data yang diperlukan.

2.

Field Research

(Penelitian Lapangan)

Dilakukan langsung di tempat penelitian, yaitu PT. Musim Mas

Medan, dengan mengambil data primer dan melakukan wawancara

dengan Bapak Juanda Tan,

Asissten Manager General Affair

pada PT.

Musim Mas, guna melengkapi keterangan yang telah diperoleh dalam

penelitian tersebut.

F.

Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi berjudul “Tinjauan Hukum terhadap Peranan

(17)

Mas (Studi pada PT. Musim Mas)” yang diajukan ini adalah dalam rangka

memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum.

Pembahasan mengenai ekspor-impor, setelah dilakukan pemeriksaan

dan penelusuran di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, khususnya

Perpustakaan Fakultas Hukum, diketahui bahwa sebelumnya memang sudah

pernah diangkat menjadi skripsi. Namun, judul skripsi “Tinjauan Hukum

terhadap Kawasan Berikat dalam Proses Pelaksanaan Ekspor Gliserin (Studi

pada PT. Musim Mas)” belum pernah diangkat dan dibahas dalam skripsi.

Maka, apabila skripsi ini memiliki persamaan dengan milik orang lain, hal

tersebut bukanlah sesuatu yang disengaja. Dan adalah suatu kepastian bahwa

skripsi yang memiliki kemiripan tersebut memiliki isi, pembahasan, dan

permasalahan yang berbeda dengan skripsi ini.

Dengan demikian penulisan skripsi ini tidaklah sama dengan

penulisan skripsi yang pernah ada, karena skripsi ini masih asli dan dapat

dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.

G.

Sistematika Penulisan

Dalam hal penyusunan penulisan skripsi yang sistematis, penulis

membagi skripsi ini ke dalam 4 (empat) bab, yaitu sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan latar belakang penulisan skripsi,

permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian,

(18)

BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP PROSES PELAKSANAAN

EKSPOR IMPOR

Pada bab ini akan diuraikan penjelasan-penjelasan yang berkaitan

dengan tinjauan umum tentang ekspor-impor, peraturan hukum yang

mengatur tentang ekspor-impor, pihak-pihak dalam ekspor-impor, serta tata

cara pelaksanaan ekspor-impor.

BAB III. GAMBARAN UMUM KAWASAN BERIKAT DAN ASPEK

HUKUMNYA

Pada bab ini akan diuraikan penjelasan-penjelasan tentang pengertian

Kawasan Berikat, dasar hukum Kawasan Berikat, syarat-syarat pendirian

Kawasan Berikat, pihak-pihak yang terlibat dalam Kawasan Berikat, proses

masuk dan keluarnya barang gliserin dari dan ke Kawasan Berikat PT. Musim

Mas, dan fasilitas kepabeanan terhadap Kawasan Berikat.

BAB IV. PERANAN KAWASAN BERIKAT DALAM PROSES EKSPOR

GLISERIN DI PT. MUSIM MAS

Pada bab ini akan diuraikan penjelasan-penjelasan tentang tata cara

pelaksanaan ekspor gliserin di PT. Musim Mas, peranan Kawasan Berikat

dalam pelaksanaan ekspor gliserin di PT. Musim Mas, hambatan dan kendala

pemanfaatan Kawasan Berikat dalam pelaksanaan ekspor gliserin di PT.

Musim Mas, dan Keuntungan dan Manfaat yang diterima PT. Musim Mas

(19)

BAB V. PENUTUP

Berisi kesimpulan dari semua uraian yang telah dibahas pada bab-bab

sebelumnya dan pada akhirnya mengemukakan saran-saran yang mungkin

berguna bagi fakultas, masyarakat maupun pemerintah untuk perkembangan

(20)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP PROSES PELAKSANAAN

EKSPOR-IMPOR

A.

Tinjauan Umum terhadap Ekspor –Impor

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarmita

disebutkan bahwa pengertian ekspor adalah pengiriman barang dagang ke

luar negeri atau barang-barang yang dikirim ke luar negeri.

6

Kegiatan ekspor-impor pada dasarnya adalah suatu perjanjian atau

kontrak. Istilah kontrak berasal dari Bahasa Inggris, yaitu contract. Dalam

Bahasa Belanda disebut dengan overeenkomst. Pengertian perjanjian atau

kontrak diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata. Pasal tersebut berbunyi:

Misalnya,

Indonesia ke Jepang. Sementara mengekspor adalah mengirimkan barang

dagangan ke luar negeri. Misalnya, coklat dan kopi Indonesia banyak yang

diekspor ke Eropa. Sementara eksportir adalah pedagang besar yang

mengirimkan barang-barang dagangan ke luar negeri.

Sedangkan kata impor dalam istilah dagang adalah memasukkan

barang dagangan dari negeri asing atau barang-barang yang didatangkan dari

luar negeri. Misalnya Indonesia mengimpor mesin-mesin dari Jerman.

Pengimpor atau importir adalah pedagang yang mengimpor barang atau

memasukkan barang dagangan dari luar negeri.

6
(21)

“Pernjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

7

a.

Adanya kesepakatan kedua belah pihak,

Dalam hukum Eropa Kontintental, syarat sahnya perjanjian diatur di

dalam Pasal 1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru)

Belanda. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya

perjanjian, yaitu:

b.

Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,

c.

Adanya objek,

d.

Adanya kausa yang halal.

8

Ekspor-impor merupakan salah satu bentuk perikatan perdata yang

memiki kekhususan unsur di dalamnya, maka dalam kajian mengenai

ekspor-impor, objek kajian ini tidak terlepas dari jual-beli perdata secara umum.

Selain itu, berkaitan dengan kekhususan ekspor-impor sebagai suatu bentuk

kegiatan perdata, maka perlu juga dikaji terlebih dahulu tentang kegiatan

jual-beli perusahaan, atau dalam Bahasa Belanda dikenal dengan

handelskoop

.

Di dalam Pasal 1457 KUH Perdata disebutkan bahwa “Jual-beli

adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya

untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar

harga yang telah dijanjikan.” Dari pengertian ini dapat ditarik unsur-unsur

antara lain adanya perjanjian, adanya salah satu pihak yang mengikatkan

dirinya untuk menyerahkan benda, dan adanya pihak yang lain yan

mengikatkan dirinya untuk membayar harga.

7

H. Salim H.S., S.H., M.S. dkk, Perancangan

Kontrak dan Memorandum of

Understanding (MoU)

, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 7

8

(22)

“Pihak yang satu” dalam pengertian di atas disebut penjual, sedangkan

“pihak yang lain” adalah pembeli. Maka dari penjelasan unsur di atas dapat

diperjelas bahwa jual- beli adalah suatu perjanjian timbal balik antara penjual

dan pembeli, dengan mana pihak penjual mengikatkan diri untuk

membayarkan suatu harga benda, sedangkan pihak pembeli mengikatkan diri

untuk membayar harga benda sebagai yang sudah diperjanjikan.

Di samping jual-beli perdata seperti yang disebutkan di atas, ada lagi

yang dinamakan jual-beli perusahaan (

handelskoop

). Menurut Zeylemeker

dalam bukunya “

Handelskoop

” (2009), menberikan definisi

handelskoop

sebagai berikut:

“Handelskoop is in deze tegenstelling op te vatten als de

koopoverenkomst als bedrijfshandeling, de handeling van de kooplieden en

alle anderen, die uit hoofde van hun bedrijf of beroep kopen en verkopen

9

Menurut sarjana Indonesia, Hartono Hadisoeprapto, yang

menggunakan istilah “jual beli perniagaan”, mendefinisikannya sebagai

Dalam terjemahan bahasa Indonesia, definisi tersebut dapat diuraikan

sebagai berikut: “Jual-beli perusahaan adalah suatu perjanjian jual-beli

sebagai perbuatan perusahaan, yakni perbuatan pedagang atau pengusaha

lainnya, yang berdasarkan perusahaannya atau jabatannya melakukan

perjanjian jual-beli.”

Berdasarkan definisi di atas, dapat dilihat bahwa jual-beli perusahaan

merupakan perbuatan perusahaan. Pernyataan ini diperkuat dengan tambahan

bahwa

“Handelskoop is op te vatten als bedrijfshandeling”

(“Handelskoop

harus diartikan sebagai perbuatan perusahaan”).

9

(23)

“perjanjian jual-beli di dalam dunia perniagaan, yaitu antara orang-orang

yang melakukan perniagaan sebagai pekerjaan sehari-hari. Seperti yang

terjadi dalam ekspor-impor, ini merupakan jual-beli antar negara yang

dilakukan oleh orang-orang yang melakukan perniagaan sebagai

pekerjaannya”

10

Digunakannya istilah perniagaan tersebut oleh Hartono Hadisoeprapto

sebenarnya hanya sekedar mengambil istilah umum yang mudah diingat,

yang sebenarnya secara yuridis telah dihapuskan oleh Stb. 1938 – 276 dan

diganti dengan istilah perusahaan. Jika konsekuen dengan perubahan tersebut

seharusnya digunakan istilah jual-beli perusahaan. Hartono Hadisoeprapto

tetap menggunakan istilah jual-beli perniagaan dengan alasan bahwa rasio

seseorang akan tertuju kepada adanya transaksi-transaksi perdagangan.

.

11

Dari penjelasan mengenai jual-beli secara umum dan jual-beli

perusahaan di atas, maka dapat ditarik suatu hubungan antara jual-beli

Ekspor, dipandang dari sudut Indonesia adalah perbuatan

mengirimkan barang ke luar Indonesia, sedangkan impor adalah sebaliknya,

yaitu memasukkan barang dari luar negeri ke dalam Indonesia. Dipandang

dari sudut jual-beli perusahaan, perbuatan ekspor- impor adalah perikatan

yang timbul dari perjanjian jual-beli perusahaan yang telah ditutup.

Ekspor-impor adalah prestasi penjual dalam usahanya untuk menyerahkan barang

kepada pembeli di seberang lautan. Ekspor dilakukan oleh penjual di

Indonesia, sedangkan impor dilakukan oleh penjual di luar negeri. Jadi,

ekspor-impor adalah perbuatan penyerahan oleh penjual kepada pembeli.

10

Menurut Hartono Hadisoeprapto dalam buku Ridwan Khairandy,

Pengantar Hukum

Dagang

, Yogyakarta: FH UII, 2006, hal. 211

11

(24)

perusahaan dengan ekspor-impor. Dimana kegiatan ekspor-impor merupakan

kegiatan penyerahan barang oleh penjual kepada pembeli, setelah pihak

penjual dan pembeli melaksanakan perjanjian jual-beli perusahaan

sebelumnya, dimana kedua pihak berada di dua negara yang berbeda. Dapat

dikatakan bahwa ekspor-impor merupakan unsur pertama dari pada

pelaksanaan jual-beli perusahaan.

Dalam hukum dagang internasional, dewasa ini berkembang beberapa

metode pembayaran yang telah merubah sistem pembayaran dalam transaksi

ekspor-impor, di antaranya yang lazim adalah sebagai berikut:

a.

Letter of Credit

(L/C)

Letter of Credit

secara mudah dapat diartikan sebagai “jaminan

pembayaran bersyarat” yang merupakan surat yang diterbitkan oleh bank

(

issuing bank

) atas permintaan importir yang ditujukan kepada bank lain

di negara eksportir (

advising/negotiating bank

) untuk kepentingan pihak

eksportir (

beneficiary/penikmat

) dimana eksportir diberi hak untuk

menarik wesel-wesel atas importir yang bersangkutan sebesar jumlah

uang yang disebutkan dalam surat itu.

Letter of Credit

menjadi jembatan bagi eksportir dan importir

yang terpisah oleh negara dan belum saling mengenal dengan baik. L/C

akan memudahkan pelunasan pembayaran, mengamankan dana yang

disediakan importir dan menjamin kelengkapan dokumen pengapalan,

serta resiko dapat dialihkan kepada bank yang terkait. Eksportir dapat

menggantungkan kepercayaan pada L/C karena pembayaran terjamin.

(25)

jaminan. Sedangkan bagi importir, dengan adanya L/C tersebut berarti

dengan dana minimum importir dapat mengimpor barang

setidak-tidaknya sampai barang tiba. Importir akan merasa aman karena bank

akan menolak pembayaran kalau semua pembayaran L/C terpenuhi.

Jadi berdasarkan penjelasan di atas, dalam cara pembayaran

Letter of Credit

ini terdapat beberapa pihak yang terlibat, di antaranya:

1)

Opener

(

Applicant

) yaitu sebutan lain untuk importir yang

melaksanakan pembukaan L/C.

2)

Opening bank

(

issuing bank

) yaitu bank devisa tempat importir

melaksanakan pembukaan L/C.

3)

Advising bank

yaitu bank yang menjadi koresponden

issuing bank

di

negara eksportir.

4)

Beneficiary

yaitu sebutan lain untuk eksportir yang menerima

pembukaan L/C dari

pihak applicant

.

5)

Negotiating bank

yaitu bank dimana

beneficiary

dapat menguangkan

dokumen ekspor tersebut. Sering terjadi

advising bank

dan

negotiating bank

ada pada bank yang sama.

Dasar untuk dapat membuka L/C biasanya adalah suatu

sales

contract

atau ada suatu

confirmation of sales

. Proses pembukaan L/C

dimulai dengan adanya kontrak jual-beli antara penjual dan pembeli yang

menyiaratkan pembukaan L/C sebagai cara pembayarannya.

12

12

(26)

b.

Advance Payment

(Pembayaran Terlebih Dahulu)

Yang dimaksudkan dengan pembayaran terlebih dahulu adalah

suatu sistem pembayaran dimana pihak eksportir (penjual) akan

mengirim barang dagangannya setelah ia menerima pembayaran harga

barang tersebut.

Dalam hal cara pembayaran di muka, importir berpeluang untuk

memperoleh kerugian, sebaliknya hal ini dapat mendatangkan

keuntungan bagi pihak eksportir. Hal ini disebabkan karena dalam cara

pembayaran ini importir melakukan pembayaran terlebih dahulu sebelum

eskportir mengirimkan uangnya. Untuk cara pembayaran yang seperti ini

sebaiknya dilakukan antara importir dan eksportir yang sudah saling

kenal dan saling percaya, ataupun untuk jumlah impor barang yang relatif

kecil.

13

1)

Jika bonafiditas dan kejujuran pihak eksportir sudah dikenal di

kalangan pedagang secara luas.

Karena itu, metode pembayaran secara

advance payment

ini

sangat jarang diikuti dalam praktek, kecuali dalam hal-hal sebagai

berikut:

2)

Jika ada hubungan khusus antara eksportir dengan importir, misalnya

ada hubungan saudara, hubungan teman atau hubungan antara

perusahaan yang terafilifasi dalam suatu group usaha.

13
(27)

3)

Jika transaksi tersebut terhadap order barang-barang yang harganya

relatif rendah. Misalnya pemesanan dengan surat atas pembelian

buku, atau benda-benda lainnya.

c.

Open Account

Metode pembayaran ini merupakan kebalikan dari metode

pembayaran

advance payment

, dimana barang yang bersangkutan dikirim

terlebih dahulu kepada importir, kemudian setelah barang diterima oleh

pihak importir tersebut, baru kemudian dilakukan pembayaran oleh

importir sebagai hutang.

Karena itu sistem

open account

ini menimbulkan resiko bagi

pihak eksportir, berhubung adanya kemungkinan pembayaran yang tidak

sesuai dengan perjanjian, kurang atau terlambatnya pembayaran, atau

bahkan karena satu dan lain hal, harga tidak dibayarkan sama sekali.

Sistem pembayaran

open account

ini sering dilakukan antara

induk perusahaan dengan anak anak perusahaan atau dengan perusahaan

yang terafiliasi, ataupun dilakukan jika pihak importir memiliki reputasi

yang baik di kalangan perusahaan ekspor-impor.

d.

Consignment

(Konsinyasi)

Metode pembayaran atas dasar konsinyasi ini merupakan suatu

variasi lain dari sistem pembayaran dengan

open account

. Dalam sistem

konsinyasi, pihak importir juga baru akan membayar harga setelah

(28)

Hanya saja dalam hal ini, pihak importir menerima barang

tersebut untuk kemudian menjual lagi kepada pihak ketiga. Kemudian

setelah barang tersebut laku terjual kepada pihak ketiga dan telah dibayar

harganya oleh pihak ketiga tersebut, baru kemudian harganya setelah

dipotong selisihnya, dikirim kepada pihak eksportir yang merupakan

penjual semula dari barang tersebut. Pembayaran harga secara konsinyasi

kepada pihak eksportir tersebut biasanya dilakukan dengan cara-cara

berikut:

1)

Dengan langsung mengirim harga kepada pihak eksportir setelah

dipotong selisih harga untuk tiap-tiap jual-beli;

2)

Atau harga baru dibayar kepada eksportir dalam waktu tertentu

setelah barang laku terjual kepada pihak ketiga;

3)

Ataupun jika jual-beli dilakukan secara rutin, harga dibayar setelah

pihak ketiga membayar harga, tetapi kepada eksportir oleh impotir.

Berarti sekali bayar untuk beberapa pengiriman.

Cara pembayaran dengan konsinyasi ini menguntungkan pihak

ekspotir dan importir. Eksportir akan memperoleh kemudahan untuk

memasarkan barangnya ke luar negeri karena banyak importir yang

berminat. Sementara itu bagi importir juga menguntungkan karena

importir tidak perlu mengeluarkan dana untuk pembayaran harga barang

terlebih dahulu. Tugas utama importir adalah mencari pihak ketiga yang

berminat untuk membeli barang tersebut

14

14

Ibid

., hal. 99

(29)

e.

Documentary Collection

15

Metode pembayaran dengan cara

documentary collection

adalah

cara pembayaran dalam ekspor-impor dengan penggunaan dokumen yang

disebut

Bills of Exchange

.

Dalam hal ini pihak importir harus membayar harga barang

setelah

shipping documents

tiba di bank importir. Pembayaran harga

tersebut dipertukarkan dengan

shipping documents

yang bersangkutan.

Karena itu, tanpa adanya pembayaran harga barang,

shipping documents

tidak diberikan oleh pihak bank. Dan tanpa

shipping documents

di

tangannya, pihak importir tidak dapat mengambil barang impor yang

bersangkutan.

Dalam praktek ada dua macam

Bills of Exchange

, yaitu:

1)

Clean bills

Yaitu

bills of exchange

yang tidak memerlukan dokumen-dokumen

supportif lainnya. Jadi tidak diperlukan dokumen kepemilikan

barang seperti

bill of lading

dan sebagainya

2)

Documentary bills

Yaitu

bills of exchange

yang diperkuat oleh kelengkapan

dokumen-dokumen suportif lainnya, seperti dokumen-dokumen kepemilikan barang, dan

lain-lain.

15
(30)

f.

Documentary Credit

Sistem pembayaran

documentary credit

dipakai untuk

menjembatani kepentingan pihak eksportir agar barang dikirim setelah

harga dibayar, sementara bagi eksportir agar harga dibayar setelah barang

diterima. Dalam hal ini suatu pembayaran dilakukan via bank sebagai

perantara, tanpa terlebih dahulu menunggu tibanya barang atau tibanya

dokumen. Kewajiban ini dilakukan dengan kewajiban dari pihak importir

untuk membuka

letter of credit

(L/C) di bank negara importir, untuk

kemudian oleh bank tersebut diteruskan kepada bank di negara eksportir.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa antara suatu negara dengan

negara lainnya adalah saing berbeda bila ditinjau dari sudut pemilikan sumber

alam, iklim, penduduk, keahlian, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur

ekonomi dan sosial, dan lain sebagainya. Perbedaan tersebut memungkinkan

suatu negara memiliki keunggulan dan keistimewaan untuk dapat

memproduksi suatu barang tertentu. Hal ini dimungkinkan kareana suatu

negara memiliki faktor-faktor produksi lebih dari negara lain sehingga negara

tersebut dapat memproduksi barang yang lebih bersaing. Apabila keunggulan

suatu negara dalam memproduksi suatu jenis barang disebabkan faktor alam,

maka negara itu disebut mempunyai keunggulan mutlak (

absolute

advantage

), sedangkan apabila keunggulan suatu negara dalam memproduksi

suatu barang yang lebih murah karena lebih baik dalam mengkombinasikan

faktor-faktor produksi, maka negara tersebut mempunyai keunggulan dalam

(31)

B.

Peraturan Hukum yang Mengatur tentang Ekspor-Impor

Setiap negara memiliki peraturan serta sistem perdagangan yang

berbeda-beda. Karena itu mereka yang terlibat dalam transaksi ekspor-impor,

misalnya para pengusaha atau para petugas bank, sangat perlu mengikuti

perkembangan peraturan serta sistem perdagangan internasional, baik yang

berlaku di Indonesia atau di negara lain.

Setelah dilakukan beberapa kali perubahan, maka peraturan umum

tentang pelaksanaan ekspor-impor dan lalu lintaws devisa yang berlaku

dewasa ini di Indonesia adalah PP Nomor 1 Tahun 1982, tentang pelaksanaan

ekspor impr dan lalu lintas devisa.

Untuk menjalankan peraturan pemerintah tersebut, maka ditetapkan

beberapa peraturan pelaksanaannya yang dikeluarkan oleh instansi yang

berwenang untuk itu, antara lain:

1.

Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.

118/MPP/Kep/II/2003 junto No. 558/MPP/Kep/XII/1998 junto No.

27/KP/I/1982, tentang Ketentuan-ketentuan Umum di Bidang Ekspor.

2.

Keputusan Menteri Perdagangan No. 131/MPP/Kep/I/2003, tentang

Penyederhanaan Ketentuan-Ketentuan di Bidang Ekspor.

3.

Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.

299/MPP/Kep/VII/1997 junto No. 28/KP/Kep/I/1982, tentang

Ketentuan-ketentuan Umum di Bidang Impor.

4.

Keputusan Menteri Perdagangan No. 789/MPP/Kep/XII/1997 junto No.

79/MPP/Kep/XII/2002 junto SK No. 230/MPP/Kep/VII/1997, tentang

(32)

Sebelum berlakunya PP No. 1 tahun 1982 tentang Pelaksanaan

Ekspor-impor dan Lalu Lintas Devisa, telah berlaku beberapa Peraturan

Pemerintah yang mengatur tentang pelaksanaan ekspor-impor. Namun

dengan semakin berkembangnya masyarakat dan semakin meningkatnya

kegiatan ekspor-impor, maka peraturan-peraturan lama tersebut dianggap

tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan.

Pertimbangan pemerintah untuk mengeluarkan PP No. 1 Tahun 1982

adalah dalam rangka usaha pemerintah untuk meningkatkan pembangunan

ekonomi serta memperlancar perdagangan luar negeri, sehingga perlu disusun

tata cara pelaksanaan ekspor-impor yang mudah dan praktis.

Kebijaksanaan dan tindakan pemerintah dalam bidang ekspor-impor

ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1.

Mengambil langkah yang dibutuhkan untuk memperkuat daya saing

ekspor Indonesia yang mengalami kemerosotan akibat dari pengaruh

resesi dunia, diskriminasi tarif dan saingan dari negara-negara produsen

lainnya.

2.

Menciptakan suatu suasana agar dapat melakukan suatu usaha

penerobosan pasar serta siap menghadapi saingan dari negara-negara

produsen lainnya.

3.

Membebaskan para eksportir dan kewajiban menjual devisa yang

diperolehnya kepada Bank Indonesia, agar devisa tersebut dapat

(33)

barang modal guna menunjang ekspornya, maupun untuk mendapatkan

hasil yang maksimal dari penggunaan devisanya.

4.

Menyempurnakan cara pembayaran transaksi ekspor-impor, dengan

memperluas cara pembayaran dari yang telah ada sebelumnya hingga

cara pembayaran yang sesuai dengan yang lazim digunakan dalam

perdagangan internasional.

5.

Menyediakan fasilitas kredit ekspor, jaminan kredit ekspor dengan syarat

yang lunak.

Selain Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan

Ekspor-impor dan Lalu Lintas Devisa, peraturan perundang-undangan yang

lebih rinci tentang tata laksana ekspor-impor dianggap masih diperlukan

dalam rangka mempermudah para pelaku ekspor-impor dalam melaksanakan

kegiatannya. Oleh dasar itu, maka Presiden menerbitkan Inpres Nomor 4

Tahun 1985. Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 Tanggal 4 April 1985

ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengatur kelancaran arus lalu lintas

barang antar pulau, ekspor dan impor.

16

C.

Pihak-pihak dalam Ekspor-Impor

Dalam mengadakan suatu kontrak, setiap subjek hukum harus

memenuhi suatu kondisi tertentu agar dapat mengikat para pihak yang

membuatnya. Jika subjek hukumnya adalah “orang” (natuurlijke

persoon)orang tersebut harus sudah dewasa. Namun, jika subjeknya “badan

hukum” (recht persoon) harus memenuhi syarat formal suatu badan hukum.

16

(34)

Kedua jenis subjek hukum tersebut memiliki hak dan kewajiban yang

sama dalam melakukan kontrak. Oleh karena itu, dalam hukum perjanjian,

yang dapat menjadi subjek hukumnya adalah individu dengan individu atau

pribadi dengan pribadi, badan hukum dengan badan hukum.

17

Perdagangan internasional sesungguhnya merupakan ikatan kontrak

antara dua pihak, yaitu pihak importir yang dengan kata lain disebut pembeli

(

buyer

) dengan eksportir yang biasa disebut dengan penjual (

seller

). Di antara

kedua kelompok inilah sesungguhnya terjadi ikatan kontrak perdagangan

internasional. Namun dalam pelaksanaannya, kedua kelompok ini

membutuhkan sarana dan prasarana maupun bantuan dari pihak lain dengan

peranannya masing-masing. untuk mendukung terlaksananya proses

perdagangan internasioanal. Maka secara garis besar, pihak-pihak pelaksana

dalam ekspor-impor dapat dibagi ke dalam 5 (lima) kelompok besar, yaitu

kelompok importir, kelompok eksportir, kelompok indentor, kelompok

promosi, dan kelompok pendukung

18

1.

Kelompok Importir

.

Setiap pihak pelaksana dalam proses ekspor-impor memilik hak dan

kewajiban serta peran masing-masing dalam memperlancar pelaksanaan

ekpor impor tersebut. Berikut penjelasan yang lebih terpenci tentang

pihak-pihak yang berperan dalam pelaksanaan ekspor-impor.

17

Syahmin A.K.,

Hukum Kontrak Internasional

, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2006, hal. 3

18

(35)

Importir adalah orang atau pengusaha yang memperoleh izin

untuk memasukkan barang dari luar negeri ke dalam negeri. Importir

lazim juga disebut pembeli (

buyer

). Dalam perdagangan internasional,

importir memikul tanggung jawab kontraktual atas terlaksananya dengan

baik barang yang diimpor. Para importir umumnya terdiri dari

pihak-pihak di bawah ini:

a.

Pengusaha Impor (

Import Merchant

)

Pengusaha Impor adalah badan usaha yang diberi izin oleh

pemerintah dalam bentuk TAPPI (Tanda Pengenal Pengakuan

Importir) untuk mengimpor barang yang khusus disebut dalam izin

tersebut, dan tidak berlaku untuk barang lain di luar yang disebut

dalam TAPPI tersebut.

b.

Approved Importer

(

Approved Traders

)

Approced Importer

adalah pengusaha impor yang secara khusus

diistimewakan oleh pemerintah (Departemen Perdagangan) untuk

mengimpor komoditi tertentu untuk tujuan tertentu pula yang

dipandang perlu oleh pemerintah, misalnya importir cengkeh,

importir bahan baku plastik, importir gandum dan lain-lain.

c.

Importir Terbatas

Pemerintah memberikan izin khusus kepada Perusahaan Penanaman

Modal Asing (PMA) dan Perusahaan Penanaman Modal Dalam

Negeri (PMDN) untuk mengimpor mesin-mesin dan bahan baku

yang diperlukannya sendiri (bukan untuk diperdagangkan). Izin ini

(36)

dekeluarkan oleh BPKM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) atas

nama Menteri Perdagangan,

d.

Importir Umum (

General Importer

)

Importir Umum adalah perusahaan impor yang khusus mengimpor

aneka mata-dagangan. Perusahaan yang memperoleh status sebagai

importir umum ini kebanyakan merupakan Persero Niaga atau

perusahaan dagang Negara yang mengimpor berbagai barang, mulai

dari barang kelontong sampai instalasi lengkap suatu pabrik.

e.

Sole Agent Importer

Sole Agent Importer

adalah perusahaan asing yang mengangkat

perusahaan setempat sebagai kantor perwakilannya untuk

memasarkan hasil produksinya atau menunjuk suatu agen tunggal

yang akan mengimpor hasil produksinya ke Indonesia.

Sebagai pihak dalam suatu perikatan perdata, maka importir

memiliki kewajiban, yaitu membayar harga barang yang dibelinya pada

waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut persetujuan.

Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1513 KUH Perdata. Bilamana hal

yang berhubungan dengan tempat itu tidak ditetapkan di dalam perjanjian

sejumlahnya menentukan tempat pembayaran yaitu di tempat dan pada

saat penyerahan barang. Dalam hal tidak ada ketentuan mengenai tempat

penyerahan, maka penyerahan dilakukan di mana barang berada pada

saat perjanjian jual-beli dibuat. Mengenai pembayaran, hal ini dilakukan

di tempat tinggal kreditur (penjual) sesuai dengan ketentuan bahwa utang

(37)

berdasarkan Pasal 1393 ayat (2) KUH Perdata. Selain membayar harga

barang, importir juga berkewajiban untuk melaksanakan pengambilan

barang atas biaya sendiri, apabila tidak diatur dengan cara lain dalam

perjanjian jual-beli. Cara lain tersebut misalnya apabila pembeli meminta

supaya barang yang dibelinya diantar ke rumah atas biaya penjual.

Demikian menurut ketentuan Pasal 1476 KUH Perdata.

Di samping memiliki kewajiban, importir juga memiliki hak-hak.

Salah satunya, importir berhak menerima jaminan dari eksportir

mengenai kenikmatan tentram dan damai dari tidak adanya cacat

tersembunyi. Hak yang kedua adalah hak untuk menunda pembayaran

harga barang, apabila importir diganggu dalam menikmati barang yang

dibelinya oleh tuntutan hukum berdasarkan suatu hak, ataupun importir

mempunyai alasan yang patut untuk mengkhawatirkan bahwa ia akan

diganggu dalam penguasaannya atas barang yang dibelinya hingga

barang itu sampai ke tangan importir, kecuali bila eksportir meminta

jaminan yang telah ditetapkan di dalam perjanjian bahwa importir harus

membayar harga.

2.

Kelompok Eksportir

Eksportir adalah orang atau pengusaha yang memperoleh izin

untuk menjual atau mengirim hasil produksinya kepada pembeli di luar

negeri. Eksportir lazim disebut juga dengan penjual atau

seller

.

(38)

a.

Produsen – Eksportir

Para produsen yang sebagian hasil produksinya memang

diperuntukkan untuk pasar luar negeri, yang ekspornya diurus sendiri

oleh produsen yang bersangkutan.

b.

Confirming House

(

Export Commision House/Export-Indent House

)

Confirming house

ialah perusahaan lokal setempat yang didirikan

sesuai degan perundang-undangan atau hukum setempat tapi bekerja

untuk dan atas perintah kantor indukya di luar negeri.

c.

Pedagang Ekspor (

Export-Merchant

)

Pedagang Ekspor ialah badan usaha yang diberi izin pemerintah

dalam bentuk Surat Pengakuan Eksportir dan diberi Kartu Angka

Pengenal Ekspor (APE) dan diperkenankan melaksanakan ekspor

komoditi yang dicantumkan dalam Surat Pengakuan itu. Pedagang

Ekspor bekerja untuk dan atas kepentingan produsen dalam negeri

yang diwakilinya.

d.

Agen Ekspor (

Export-Agent

)

Bilamana hubungan antara

Export-Merchant

dengan produsen tidak

hanya sebagai rekanan biasa, tapi sudah meningkat dengan suatu

ikatan perjanjian keagenan, maka dalam hal ini

Export-Merchant

itu

juga disebut juga sebagai

Export-Agent

.

e.

Wisma Dagang (

Trading House

)

Wisma Dagang adalah suatu perusahaan ekspor-impor yang besar

dan dapat mengimpor dan mengekspor aneka komoditi dan

(39)

perdagangan dunia, dan memperoleh fasilitas tertentu dari

pemerintah baik dalam bentuk fasilitas perbankan maupun dalam

bidang perpajakan.

Secara lebih terperinci kewajiban yang dimiliki oleh eksportir

menurut Pasal 1474 KUH Perdata adalah Menyerahkan (

levering

) barang

yang dijual serta melakukan penanggungan terhadapnya.

19

Pada barang-barang yang bergerak perbedaan antara penyerahan

secara nyata dan penyerahan secara hukum sering sekali sukar dibedakan

oleh karena dalam barang tersebut, penyerahan secara nyata biasanya

mencakup pula penyerahan menurut hukum sebagaimana yang disebut di

dalam Pasal 612 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi: “Penyerahan

barang bergerak, kecuali yang tak bertubuh, dilakukan dengan

penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik,

atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana

kebendaan itu berada.”

Penyerahan

barang dalam poin a ini dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu

penyerahan barang secara nyata (

feitelijke levering

) dan penyerahan

menurut hukum (

juridische levering

).

20

Selanjutnya menurut Pasal 1474 KUH Perdata, kewajiban lain

dari eksportir ialah menanggung. Adapun ketentuan menanggung ini,

yakni “adalah untuk menjamin dua hal, yaitu pertama penguasaan benda

yang dijual secara aman dan tenteram; kedua terhadap adanya cacat-cacat

19

Subekti,

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

, Jakarta: Pradnya Paramita, 2006, hal.

369

20

(40)

barang tersebut yang tersembunyi tersembunyi, atau yang sedemikian

rupa sehingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya.

21

21

Ibid

., hal. 371

Mengenai unsur penguasaan secara tentram adalah dengan

menghindarkan barang dari gangguan yang dapat datang dati pihak

ketiga dengan melakukan perbuatan melanggar hukum

(

onrechtmatigedaad

). Mengenai cacat tersembunyi, menurut Pasal 1504

KUH Perdata, si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat

tersembunyi yang terdapat pada barang yang dijualnya. Kriteria cacat

tersembunyi yang mendapat penanggungan dari penjual ialah cacat yang

sedemikian seriusnya hingga barang itu tidak dapat dipergunakan untuk

pemakaian yang dimaksudkan, atau mengurangi pemakaian terhadap

barang yang dibeli, atau apabila cacat tersembunyi tersebut diketahui

oleh si pembeli, ia sama sekali tidak akan membelinya, atau hanya akan

membelinya apabila mendapatkan pengurangan harga.

Sementara itu yang menjadi hak-hak eksportir adalah menerima

hak atas harga barang yang dijual serta menerima hak reklame, yaitu hak

penjual atas barang-barang bergerak yang dijual secara tunai untuk

menuntut kembali barangnya yang belum dibayar lunas oleh pembeli

dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah penyerahannya.

Selama barang tersebut masih di tangan pembeli, demikian ketentuan

(41)

3.

Kelompok Indentor

Yang dimaksud dengan indent adalah permintaan seorang pembeli

kepada importir untuk mengimpor barang tertentu dengan harga yang telah

ditetapkan. Importir mempunyai jangka waktu tertentu untuk menerima

atau menolak permintaan tersebut.

22

a.

Para pemakai langsung

Perlu diketahui bahwa tidak semua

peminat barang impor melaksanakan impornya sendiri, tapi malah

sebagian besar pelaksanaan impor itu mereka serahkan kepada perusahaan

yang sudah biasa mengimpor barang tertentu. Maka secara singkat dapat

disebutkan bahwa indentor adalah pihak peminat terhadap suatu barang

yang menempatkan pesanan (mengindent) kepada pihak importir yang

sudah biasa mengimpor barang tertentu.

Para indentor ini terdiri dari:

Para pemakai langsung ini misalnya pabrik-pabrik otomotif yang

sering meng-indent suku cadang yang dibutuhkan ke luar negeri.

b.

Para pedagang

Sebagai contoh pihak pedagang sebagai pelaku indent adalah

pengusaha toko grosir besar atau

departement store

yang biasanya

melakukan indent untuk memesan barang-barang dagangan mereka.

c.

Para pengusaha perkebunan, industriawan, dan instansi pemerintah

Kebanyakan para pengusaha industri dan perkebunan serta instansi

pemerintah dalam memenuhi kebeutuhan barang impor biasanya

22

(42)

menempatkan indent pada para importir, mengadakan kontrak

pengadaan barang impor, ataupun menunjuk importir sebagai

handling

importer

mereka.

4.

Kelompok Promosi

Kegiatan promosi adalah upaya penjual untuk memperkenalkan

komoditas yang dihasilkannya kepada calon pembeli. Tujuannya adalah

untuk menarik minat calon pembeli terhadap komoditas yang

diperkenalkan. Promosi ekspor adalah upaya penjual (eksportir)

memperkenalkan komoditas yang dihasilkannya kepada calon pembeli di

luar negeri (importir) dengan tujuan menarik minat mereka untuk membeli

komoditas yang diperkenalkan dengan pembayaran dengan valuta asing.

Pada umumnya media yang digunakan untuk promosi dalam perdagangan

internasional adalah surat-menyurat, karena penjual dan pembeli

berdomisili di dua negara yang berbeda. Beberapa bentuk dokumen

surat-menyurat dalam promosi perdagangan internasional adalah

introduction

letter

dan letter

of inquiry for a quotation

.

23

a.

Kantor Perwakilan dari produsen atau eksportir asing di negara

konsumen atau importir.

Kelompok promosi ini pada umumnya terdiri dari:

b.

Kantor Perwakilan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) yang ada di

luar negeri maupun di dalam negeri

23

(43)

c.

Misi perdagangan dan Badan Pameran Dagang Internasional (BPEN),

yaitu suatu instansi yang khusus didirikan Departemen Perdagangan

untuk melakukan kegiatan pengembangan dan promosi komoditi

Indonesia ke luar negeri, serta badan usaha seperti

Indonesia Trade

Center

yang didirikan di luar negeri seperti New York, London,

Jeddah dan lain-lain.

d.

Kantor Bank Devisa di dalam maupun luar negeri.

e.

Atase Perdagangan dan

Trade Commisioner

, ataupun bagian ekonomi

dari tiap kedutaan di luar negeri.

f.

Majalah Dagang dan Industri ataupun

Trade Directories

termasuk

lembaran kuning Buku Petunjuk Telepon merupakan sarana promosi

yang lazim pula.

g.

Brosur atau leaflet yang dibuat oleh masing-masing pengusaha ekspor

termasuk

price list

yang dikirim dengan cuma-cuma pada setiap

peminat.

5.

Kelompok Pendukung

Seperti yang telah diutarakan sebalumnya bahwasanya importir dan

eksportir merupakan pelaksana utama dalam perdagangan internasional.

Namun di samping itu terdapat pula badan usaha lain yang mempunyai

peranan yang besar pula dalam menunjang serta menjamin kelancaran

pelaksanaan ekspor-impor secara keseluruhannya. Di antara

(44)

a.

Bank (Bank Devisa)

24

Bank Devisa adalah pihak yang ikut terlibat hampir dalam setiap

transaksi perdagangan luar negeri sebagai perantara dalam hal

pembayaran dan sebagai penyedia jasa pembiayaan. Bank devisa

berperan penting dalam memberikan jasa perkreditan, baik dalam

bentuk kredit ekspor maupun uang muka jaminan L/C impor. Di

samping itu, bank devisa berperan dalam pelaksanaan pembukaan

L/C impor, penerimaan L/C ekspor maupun negosiasi dokumen

pengapalan itu. Bank juga sangat berguna dalam penyampaian

dokumen pengapalan, penelitian keaslian dokumen pengapalan serta

verifikasi jenis dan isi masing-masing dokumen pengapalan.

b.

Perusahaan Pengangkutan (

Carrier

)

Perusahaan pengangkutan yang disebut juga pengangkut adalah pihak

yang mengangkut barang dari suatu negara ke negara lain dan

mengeluarkan surat bukti pengiriman barang yang disebut

Bill of

Lading

(B/L) dan/atau

Air Waybill

. Pengangkut bertanggung jawab

terhadap barang-barang yang diangkut mulai pada saat diterimanya

dari pengirim sampai diserahkannya kepada penerima.

Dalam Pasal 468 KUHD, disebutkan: “Persetujuan pengangkutan

mewajibkan si pengangkut untuk menjaga akan keselamatan barang

yang diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya

barang tersebut.”

24

(45)

Jenis-jenis pengangkutan antara lain:

1)

Pengangkutan darat

Pada dasarnya pengangkutan melalui darat itu digunakan untuk

menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain atau

daerah yang lain di satu pulau. Pengangkutan melalui selat

dengan kapal ferry dikategorikan sebagai pengangkutan darat.

Yang dapat diangkut melalui darat ialah hewan dan barang. Sifat

lainnya dari pengangkutan melalui darat ini ialah hampir

seluruhnya bersifat nasional.

25

2)

Pengangkutan laut

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992

tentang Pelayaran disebutkan bahwa: “Pelayaran adalah segala

sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di perairan, ke

pelabuhan, serta keamanan dan keselamatannya.”

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 Pasal 8 ayat

1 disebutkan bahwa perusahaan angkutan laut nasional atau badan

hukum Indonesia atau warga negara Indonesia dapat melakukan

kerjasama dengan perusahaan angkutan laut asing atau badan

hukum asing atau warga negara asing dalam bentuk usaha

patungan (

joint venture

) dengan membentuk perusahaan angkutan

laut nasional.

25

(46)

Pengangkutan laut dapat kita bagi atas:

a.

Pengangkutan antar pulau, dan

b.

Pengangkutan ke luar negeri.

3)

Pengangkutan udara

Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan

pesawat untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk

satu perjalanan atau lebih dari satu bandara ke bandara udara yang

lain atau beberapa bandara (Peraturan Pemerintah Nomor 40

Tahun 1995). Pada dasarnya yang diangkut dengan angkutan

udara adalah dominan untuk penumpang, di samping itu juga

Referensi

Dokumen terkait

(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai

(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Keputusim Menteri Keuangan mengenai

(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai

(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal atas nama Menteri menerbitkan keputusan tentang perubahan keputusan Menteri

(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan

(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan surat persetujuan pemindahtanganan

(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi wilayah kerja panas bumi

(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai