• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PROSES PELAKSANAAN EKSPOR-IMPOR - Tinjauan Hukum Peranan Kawasan Berikat Dalam Proses Eskpor Gliserin (Studi Pada Pt. Musim Mas)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PROSES PELAKSANAAN EKSPOR-IMPOR - Tinjauan Hukum Peranan Kawasan Berikat Dalam Proses Eskpor Gliserin (Studi Pada Pt. Musim Mas)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP PROSES PELAKSANAAN EKSPOR-IMPOR

A. Tinjauan Umum terhadap Ekspor –Impor

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarmita disebutkan bahwa pengertian ekspor adalah pengiriman barang dagang ke luar negeri atau barang-barang yang dikirim ke luar negeri.6

Kegiatan ekspor-impor pada dasarnya adalah suatu perjanjian atau kontrak. Istilah kontrak berasal dari Bahasa Inggris, yaitu contract. Dalam Bahasa Belanda disebut dengan overeenkomst. Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata. Pasal tersebut berbunyi: Misalnya, Indonesia ke Jepang. Sementara mengekspor adalah mengirimkan barang dagangan ke luar negeri. Misalnya, coklat dan kopi Indonesia banyak yang diekspor ke Eropa. Sementara eksportir adalah pedagang besar yang mengirimkan barang-barang dagangan ke luar negeri.

Sedangkan kata impor dalam istilah dagang adalah memasukkan barang dagangan dari negeri asing atau barang-barang yang didatangkan dari luar negeri. Misalnya Indonesia mengimpor mesin-mesin dari Jerman. Pengimpor atau importir adalah pedagang yang mengimpor barang atau memasukkan barang dagangan dari luar negeri.

6

(2)

“Pernjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.7

a. Adanya kesepakatan kedua belah pihak,

Dalam hukum Eropa Kontintental, syarat sahnya perjanjian diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru) Belanda. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu:

b. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, c. Adanya objek,

d. Adanya kausa yang halal.8

Ekspor-impor merupakan salah satu bentuk perikatan perdata yang memiki kekhususan unsur di dalamnya, maka dalam kajian mengenai ekspor-impor, objek kajian ini tidak terlepas dari jual-beli perdata secara umum. Selain itu, berkaitan dengan kekhususan ekspor-impor sebagai suatu bentuk kegiatan perdata, maka perlu juga dikaji terlebih dahulu tentang kegiatan jual-beli perusahaan, atau dalam Bahasa Belanda dikenal dengan handelskoop.

Di dalam Pasal 1457 KUH Perdata disebutkan bahwa “Jual-beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.” Dari pengertian ini dapat ditarik unsur-unsur antara lain adanya perjanjian, adanya salah satu pihak yang mengikatkan dirinya untuk menyerahkan benda, dan adanya pihak yang lain yan mengikatkan dirinya untuk membayar harga.

7

H. Salim H.S., S.H., M.S. dkk, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 7

8

(3)

“Pihak yang satu” dalam pengertian di atas disebut penjual, sedangkan “pihak yang lain” adalah pembeli. Maka dari penjelasan unsur di atas dapat diperjelas bahwa jual- beli adalah suatu perjanjian timbal balik antara penjual dan pembeli, dengan mana pihak penjual mengikatkan diri untuk membayarkan suatu harga benda, sedangkan pihak pembeli mengikatkan diri untuk membayar harga benda sebagai yang sudah diperjanjikan.

Di samping jual-beli perdata seperti yang disebutkan di atas, ada lagi yang dinamakan jual-beli perusahaan (handelskoop). Menurut Zeylemeker dalam bukunya “Handelskoop” (2009), menberikan definisi handelskoop

sebagai berikut: “Handelskoop is in deze tegenstelling op te vatten als de koopoverenkomst als bedrijfshandeling, de handeling van de kooplieden en

alle anderen, die uit hoofde van hun bedrijf of beroep kopen en verkopen9

Menurut sarjana Indonesia, Hartono Hadisoeprapto, yang menggunakan istilah “jual beli perniagaan”, mendefinisikannya sebagai

Dalam terjemahan bahasa Indonesia, definisi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: “Jual-beli perusahaan adalah suatu perjanjian jual-beli sebagai perbuatan perusahaan, yakni perbuatan pedagang atau pengusaha lainnya, yang berdasarkan perusahaannya atau jabatannya melakukan perjanjian jual-beli.”

Berdasarkan definisi di atas, dapat dilihat bahwa jual-beli perusahaan merupakan perbuatan perusahaan. Pernyataan ini diperkuat dengan tambahan bahwa “Handelskoop is op te vatten als bedrijfshandeling” (“Handelskoop harus diartikan sebagai perbuatan perusahaan”).

9

(4)

“perjanjian jual-beli di dalam dunia perniagaan, yaitu antara orang-orang yang melakukan perniagaan sebagai pekerjaan sehari-hari. Seperti yang terjadi dalam ekspor-impor, ini merupakan jual-beli antar negara yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan perniagaan sebagai pekerjaannya”10

Digunakannya istilah perniagaan tersebut oleh Hartono Hadisoeprapto sebenarnya hanya sekedar mengambil istilah umum yang mudah diingat, yang sebenarnya secara yuridis telah dihapuskan oleh Stb. 1938 – 276 dan diganti dengan istilah perusahaan. Jika konsekuen dengan perubahan tersebut seharusnya digunakan istilah jual-beli perusahaan. Hartono Hadisoeprapto tetap menggunakan istilah jual-beli perniagaan dengan alasan bahwa rasio seseorang akan tertuju kepada adanya transaksi-transaksi perdagangan.

.

11

Dari penjelasan mengenai jual-beli secara umum dan jual-beli perusahaan di atas, maka dapat ditarik suatu hubungan antara jual-beli

Ekspor, dipandang dari sudut Indonesia adalah perbuatan mengirimkan barang ke luar Indonesia, sedangkan impor adalah sebaliknya, yaitu memasukkan barang dari luar negeri ke dalam Indonesia. Dipandang dari sudut jual-beli perusahaan, perbuatan ekspor- impor adalah perikatan yang timbul dari perjanjian jual-beli perusahaan yang telah ditutup. Ekspor-impor adalah prestasi penjual dalam usahanya untuk menyerahkan barang kepada pembeli di seberang lautan. Ekspor dilakukan oleh penjual di Indonesia, sedangkan impor dilakukan oleh penjual di luar negeri. Jadi, ekspor-impor adalah perbuatan penyerahan oleh penjual kepada pembeli.

10

Menurut Hartono Hadisoeprapto dalam buku Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, Yogyakarta: FH UII, 2006, hal. 211

(5)

perusahaan dengan ekspor-impor. Dimana kegiatan ekspor-impor merupakan kegiatan penyerahan barang oleh penjual kepada pembeli, setelah pihak penjual dan pembeli melaksanakan perjanjian jual-beli perusahaan sebelumnya, dimana kedua pihak berada di dua negara yang berbeda. Dapat dikatakan bahwa ekspor-impor merupakan unsur pertama dari pada pelaksanaan jual-beli perusahaan.

Dalam hukum dagang internasional, dewasa ini berkembang beberapa metode pembayaran yang telah merubah sistem pembayaran dalam transaksi ekspor-impor, di antaranya yang lazim adalah sebagai berikut:

a. Letter of Credit (L/C)

Letter of Credit secara mudah dapat diartikan sebagai “jaminan pembayaran bersyarat” yang merupakan surat yang diterbitkan oleh bank (issuing bank) atas permintaan importir yang ditujukan kepada bank lain di negara eksportir (advising/negotiating bank) untuk kepentingan pihak eksportir (beneficiary/penikmat) dimana eksportir diberi hak untuk menarik wesel-wesel atas importir yang bersangkutan sebesar jumlah uang yang disebutkan dalam surat itu.

(6)

jaminan. Sedangkan bagi importir, dengan adanya L/C tersebut berarti dengan dana minimum importir dapat mengimpor barang setidak-tidaknya sampai barang tiba. Importir akan merasa aman karena bank akan menolak pembayaran kalau semua pembayaran L/C terpenuhi.

Jadi berdasarkan penjelasan di atas, dalam cara pembayaran

Letter of Credit ini terdapat beberapa pihak yang terlibat, di antaranya: 1) Opener (Applicant) yaitu sebutan lain untuk importir yang

melaksanakan pembukaan L/C.

2) Opening bank (issuing bank) yaitu bank devisa tempat importir melaksanakan pembukaan L/C.

3) Advising bank yaitu bank yang menjadi koresponden issuing bank di negara eksportir.

4) Beneficiary yaitu sebutan lain untuk eksportir yang menerima pembukaan L/C dari pihak applicant.

5) Negotiating bank yaitu bank dimana beneficiary dapat menguangkan dokumen ekspor tersebut. Sering terjadi advising bank dan

negotiating bank ada pada bank yang sama.

Dasar untuk dapat membuka L/C biasanya adalah suatu sales contract atau ada suatu confirmation of sales. Proses pembukaan L/C dimulai dengan adanya kontrak jual-beli antara penjual dan pembeli yang menyiaratkan pembukaan L/C sebagai cara pembayarannya.12

12

(7)

b. Advance Payment (Pembayaran Terlebih Dahulu)

Yang dimaksudkan dengan pembayaran terlebih dahulu adalah suatu sistem pembayaran dimana pihak eksportir (penjual) akan mengirim barang dagangannya setelah ia menerima pembayaran harga barang tersebut.

Dalam hal cara pembayaran di muka, importir berpeluang untuk memperoleh kerugian, sebaliknya hal ini dapat mendatangkan keuntungan bagi pihak eksportir. Hal ini disebabkan karena dalam cara pembayaran ini importir melakukan pembayaran terlebih dahulu sebelum eskportir mengirimkan uangnya. Untuk cara pembayaran yang seperti ini sebaiknya dilakukan antara importir dan eksportir yang sudah saling kenal dan saling percaya, ataupun untuk jumlah impor barang yang relatif kecil.13

1) Jika bonafiditas dan kejujuran pihak eksportir sudah dikenal di kalangan pedagang secara luas.

Karena itu, metode pembayaran secara advance payment ini sangat jarang diikuti dalam praktek, kecuali dalam hal-hal sebagai berikut:

2) Jika ada hubungan khusus antara eksportir dengan importir, misalnya ada hubungan saudara, hubungan teman atau hubungan antara perusahaan yang terafilifasi dalam suatu group usaha.

13

(8)

3) Jika transaksi tersebut terhadap order barang-barang yang harganya relatif rendah. Misalnya pemesanan dengan surat atas pembelian buku, atau benda-benda lainnya.

c. Open Account

Metode pembayaran ini merupakan kebalikan dari metode pembayaran advance payment, dimana barang yang bersangkutan dikirim terlebih dahulu kepada importir, kemudian setelah barang diterima oleh pihak importir tersebut, baru kemudian dilakukan pembayaran oleh importir sebagai hutang.

Karena itu sistem open account ini menimbulkan resiko bagi pihak eksportir, berhubung adanya kemungkinan pembayaran yang tidak sesuai dengan perjanjian, kurang atau terlambatnya pembayaran, atau bahkan karena satu dan lain hal, harga tidak dibayarkan sama sekali.

Sistem pembayaran open account ini sering dilakukan antara induk perusahaan dengan anak anak perusahaan atau dengan perusahaan yang terafiliasi, ataupun dilakukan jika pihak importir memiliki reputasi yang baik di kalangan perusahaan ekspor-impor.

d. Consignment (Konsinyasi)

(9)

Hanya saja dalam hal ini, pihak importir menerima barang tersebut untuk kemudian menjual lagi kepada pihak ketiga. Kemudian setelah barang tersebut laku terjual kepada pihak ketiga dan telah dibayar harganya oleh pihak ketiga tersebut, baru kemudian harganya setelah dipotong selisihnya, dikirim kepada pihak eksportir yang merupakan penjual semula dari barang tersebut. Pembayaran harga secara konsinyasi kepada pihak eksportir tersebut biasanya dilakukan dengan cara-cara berikut:

1) Dengan langsung mengirim harga kepada pihak eksportir setelah dipotong selisih harga untuk tiap-tiap jual-beli;

2) Atau harga baru dibayar kepada eksportir dalam waktu tertentu setelah barang laku terjual kepada pihak ketiga;

3) Ataupun jika jual-beli dilakukan secara rutin, harga dibayar setelah pihak ketiga membayar harga, tetapi kepada eksportir oleh impotir. Berarti sekali bayar untuk beberapa pengiriman.

Cara pembayaran dengan konsinyasi ini menguntungkan pihak ekspotir dan importir. Eksportir akan memperoleh kemudahan untuk memasarkan barangnya ke luar negeri karena banyak importir yang berminat. Sementara itu bagi importir juga menguntungkan karena importir tidak perlu mengeluarkan dana untuk pembayaran harga barang terlebih dahulu. Tugas utama importir adalah mencari pihak ketiga yang berminat untuk membeli barang tersebut14

14

Ibid., hal. 99

(10)

e. Documentary Collection15

Metode pembayaran dengan cara documentary collection adalah cara pembayaran dalam ekspor-impor dengan penggunaan dokumen yang disebut Bills of Exchange.

Dalam hal ini pihak importir harus membayar harga barang setelah shipping documents tiba di bank importir. Pembayaran harga tersebut dipertukarkan dengan shipping documents yang bersangkutan. Karena itu, tanpa adanya pembayaran harga barang, shipping documents

tidak diberikan oleh pihak bank. Dan tanpa shipping documents di tangannya, pihak importir tidak dapat mengambil barang impor yang bersangkutan.

Dalam praktek ada dua macam Bills of Exchange, yaitu: 1) Clean bills

Yaitu bills of exchange yang tidak memerlukan dokumen-dokumen supportif lainnya. Jadi tidak diperlukan dokumen kepemilikan barang seperti bill of lading dan sebagainya

2) Documentary bills

Yaitu bills of exchange yang diperkuat oleh kelengkapan dokumen-dokumen suportif lainnya, seperti dokumen-dokumen kepemilikan barang, dan lain-lain.

15

(11)

f. Documentary Credit

Sistem pembayaran documentary credit dipakai untuk menjembatani kepentingan pihak eksportir agar barang dikirim setelah harga dibayar, sementara bagi eksportir agar harga dibayar setelah barang diterima. Dalam hal ini suatu pembayaran dilakukan via bank sebagai perantara, tanpa terlebih dahulu menunggu tibanya barang atau tibanya dokumen. Kewajiban ini dilakukan dengan kewajiban dari pihak importir untuk membuka letter of credit (L/C) di bank negara importir, untuk kemudian oleh bank tersebut diteruskan kepada bank di negara eksportir.

(12)

B. Peraturan Hukum yang Mengatur tentang Ekspor-Impor

Setiap negara memiliki peraturan serta sistem perdagangan yang berbeda-beda. Karena itu mereka yang terlibat dalam transaksi ekspor-impor, misalnya para pengusaha atau para petugas bank, sangat perlu mengikuti perkembangan peraturan serta sistem perdagangan internasional, baik yang berlaku di Indonesia atau di negara lain.

Setelah dilakukan beberapa kali perubahan, maka peraturan umum tentang pelaksanaan ekspor-impor dan lalu lintaws devisa yang berlaku dewasa ini di Indonesia adalah PP Nomor 1 Tahun 1982, tentang pelaksanaan ekspor impr dan lalu lintas devisa.

Untuk menjalankan peraturan pemerintah tersebut, maka ditetapkan beberapa peraturan pelaksanaannya yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang untuk itu, antara lain:

1. Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.

118/MPP/Kep/II/2003 junto No. 558/MPP/Kep/XII/1998 junto No. 27/KP/I/1982, tentang Ketentuan-ketentuan Umum di Bidang Ekspor. 2. Keputusan Menteri Perdagangan No. 131/MPP/Kep/I/2003, tentang

Penyederhanaan Ketentuan-Ketentuan di Bidang Ekspor.

3. Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.

299/MPP/Kep/VII/1997 junto No. 28/KP/Kep/I/1982, tentang Ketentuan-ketentuan Umum di Bidang Impor.

(13)

Sebelum berlakunya PP No. 1 tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor-impor dan Lalu Lintas Devisa, telah berlaku beberapa Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pelaksanaan ekspor-impor. Namun dengan semakin berkembangnya masyarakat dan semakin meningkatnya kegiatan ekspor-impor, maka peraturan-peraturan lama tersebut dianggap tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan.

Pertimbangan pemerintah untuk mengeluarkan PP No. 1 Tahun 1982 adalah dalam rangka usaha pemerintah untuk meningkatkan pembangunan ekonomi serta memperlancar perdagangan luar negeri, sehingga perlu disusun tata cara pelaksanaan ekspor-impor yang mudah dan praktis.

Kebijaksanaan dan tindakan pemerintah dalam bidang ekspor-impor ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Mengambil langkah yang dibutuhkan untuk memperkuat daya saing ekspor Indonesia yang mengalami kemerosotan akibat dari pengaruh resesi dunia, diskriminasi tarif dan saingan dari negara-negara produsen lainnya.

2. Menciptakan suatu suasana agar dapat melakukan suatu usaha penerobosan pasar serta siap menghadapi saingan dari negara-negara produsen lainnya.

(14)

barang modal guna menunjang ekspornya, maupun untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari penggunaan devisanya.

4. Menyempurnakan cara pembayaran transaksi ekspor-impor, dengan memperluas cara pembayaran dari yang telah ada sebelumnya hingga cara pembayaran yang sesuai dengan yang lazim digunakan dalam perdagangan internasional.

5. Menyediakan fasilitas kredit ekspor, jaminan kredit ekspor dengan syarat yang lunak.

Selain Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor-impor dan Lalu Lintas Devisa, peraturan perundang-undangan yang lebih rinci tentang tata laksana ekspor-impor dianggap masih diperlukan dalam rangka mempermudah para pelaku ekspor-impor dalam melaksanakan kegiatannya. Oleh dasar itu, maka Presiden menerbitkan Inpres Nomor 4 Tahun 1985. Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 Tanggal 4 April 1985 ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengatur kelancaran arus lalu lintas barang antar pulau, ekspor dan impor. 16

C. Pihak-pihak dalam Ekspor-Impor

Dalam mengadakan suatu kontrak, setiap subjek hukum harus memenuhi suatu kondisi tertentu agar dapat mengikat para pihak yang membuatnya. Jika subjek hukumnya adalah “orang” (natuurlijke persoon)orang tersebut harus sudah dewasa. Namun, jika subjeknya “badan hukum” (recht persoon) harus memenuhi syarat formal suatu badan hukum.

16

(15)

Kedua jenis subjek hukum tersebut memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam melakukan kontrak. Oleh karena itu, dalam hukum perjanjian, yang dapat menjadi subjek hukumnya adalah individu dengan individu atau pribadi dengan pribadi, badan hukum dengan badan hukum.17

Perdagangan internasional sesungguhnya merupakan ikatan kontrak antara dua pihak, yaitu pihak importir yang dengan kata lain disebut pembeli (buyer) dengan eksportir yang biasa disebut dengan penjual (seller). Di antara kedua kelompok inilah sesungguhnya terjadi ikatan kontrak perdagangan internasional. Namun dalam pelaksanaannya, kedua kelompok ini membutuhkan sarana dan prasarana maupun bantuan dari pihak lain dengan peranannya masing-masing. untuk mendukung terlaksananya proses perdagangan internasioanal. Maka secara garis besar, pihak-pihak pelaksana dalam ekspor-impor dapat dibagi ke dalam 5 (lima) kelompok besar, yaitu kelompok importir, kelompok eksportir, kelompok indentor, kelompok promosi, dan kelompok pendukung18

1. Kelompok Importir

.

Setiap pihak pelaksana dalam proses ekspor-impor memilik hak dan kewajiban serta peran masing-masing dalam memperlancar pelaksanaan ekpor impor tersebut. Berikut penjelasan yang lebih terpenci tentang pihak-pihak yang berperan dalam pelaksanaan ekspor-impor.

17

Syahmin A.K., Hukum Kontrak Internasional, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 3

18

(16)

Importir adalah orang atau pengusaha yang memperoleh izin untuk memasukkan barang dari luar negeri ke dalam negeri. Importir lazim juga disebut pembeli (buyer). Dalam perdagangan internasional, importir memikul tanggung jawab kontraktual atas terlaksananya dengan baik barang yang diimpor. Para importir umumnya terdiri dari pihak-pihak di bawah ini:

a. Pengusaha Impor (Import Merchant)

Pengusaha Impor adalah badan usaha yang diberi izin oleh pemerintah dalam bentuk TAPPI (Tanda Pengenal Pengakuan Importir) untuk mengimpor barang yang khusus disebut dalam izin tersebut, dan tidak berlaku untuk barang lain di luar yang disebut dalam TAPPI tersebut.

b. Approved Importer (Approved Traders)

Approced Importer adalah pengusaha impor yang secara khusus diistimewakan oleh pemerintah (Departemen Perdagangan) untuk mengimpor komoditi tertentu untuk tujuan tertentu pula yang dipandang perlu oleh pemerintah, misalnya importir cengkeh, importir bahan baku plastik, importir gandum dan lain-lain.

c. Importir Terbatas

(17)

dekeluarkan oleh BPKM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) atas nama Menteri Perdagangan,

d. Importir Umum (General Importer)

Importir Umum adalah perusahaan impor yang khusus mengimpor aneka mata-dagangan. Perusahaan yang memperoleh status sebagai importir umum ini kebanyakan merupakan Persero Niaga atau perusahaan dagang Negara yang mengimpor berbagai barang, mulai dari barang kelontong sampai instalasi lengkap suatu pabrik.

e. Sole Agent Importer

Sole Agent Importer adalah perusahaan asing yang mengangkat perusahaan setempat sebagai kantor perwakilannya untuk memasarkan hasil produksinya atau menunjuk suatu agen tunggal yang akan mengimpor hasil produksinya ke Indonesia.

(18)

berdasarkan Pasal 1393 ayat (2) KUH Perdata. Selain membayar harga barang, importir juga berkewajiban untuk melaksanakan pengambilan barang atas biaya sendiri, apabila tidak diatur dengan cara lain dalam perjanjian jual-beli. Cara lain tersebut misalnya apabila pembeli meminta supaya barang yang dibelinya diantar ke rumah atas biaya penjual. Demikian menurut ketentuan Pasal 1476 KUH Perdata.

Di samping memiliki kewajiban, importir juga memiliki hak-hak. Salah satunya, importir berhak menerima jaminan dari eksportir mengenai kenikmatan tentram dan damai dari tidak adanya cacat tersembunyi. Hak yang kedua adalah hak untuk menunda pembayaran harga barang, apabila importir diganggu dalam menikmati barang yang dibelinya oleh tuntutan hukum berdasarkan suatu hak, ataupun importir mempunyai alasan yang patut untuk mengkhawatirkan bahwa ia akan diganggu dalam penguasaannya atas barang yang dibelinya hingga barang itu sampai ke tangan importir, kecuali bila eksportir meminta jaminan yang telah ditetapkan di dalam perjanjian bahwa importir harus membayar harga.

2. Kelompok Eksportir

Eksportir adalah orang atau pengusaha yang memperoleh izin untuk menjual atau mengirim hasil produksinya kepada pembeli di luar negeri. Eksportir lazim disebut juga dengan penjual atau seller.

(19)

a. Produsen – Eksportir

Para produsen yang sebagian hasil produksinya memang diperuntukkan untuk pasar luar negeri, yang ekspornya diurus sendiri oleh produsen yang bersangkutan.

b. Confirming House (Export Commision House/Export-Indent House)

Confirming house ialah perusahaan lokal setempat yang didirikan sesuai degan perundang-undangan atau hukum setempat tapi bekerja untuk dan atas perintah kantor indukya di luar negeri.

c. Pedagang Ekspor (Export-Merchant)

Pedagang Ekspor ialah badan usaha yang diberi izin pemerintah dalam bentuk Surat Pengakuan Eksportir dan diberi Kartu Angka Pengenal Ekspor (APE) dan diperkenankan melaksanakan ekspor komoditi yang dicantumkan dalam Surat Pengakuan itu. Pedagang Ekspor bekerja untuk dan atas kepentingan produsen dalam negeri yang diwakilinya.

d. Agen Ekspor (Export-Agent)

Bilamana hubungan antara Export-Merchant dengan produsen tidak hanya sebagai rekanan biasa, tapi sudah meningkat dengan suatu ikatan perjanjian keagenan, maka dalam hal ini Export-Merchant itu juga disebut juga sebagai Export-Agent.

e. Wisma Dagang (Trading House)

(20)

perdagangan dunia, dan memperoleh fasilitas tertentu dari pemerintah baik dalam bentuk fasilitas perbankan maupun dalam bidang perpajakan.

Secara lebih terperinci kewajiban yang dimiliki oleh eksportir menurut Pasal 1474 KUH Perdata adalah Menyerahkan (levering) barang yang dijual serta melakukan penanggungan terhadapnya.19

Pada barang-barang yang bergerak perbedaan antara penyerahan secara nyata dan penyerahan secara hukum sering sekali sukar dibedakan oleh karena dalam barang tersebut, penyerahan secara nyata biasanya mencakup pula penyerahan menurut hukum sebagaimana yang disebut di dalam Pasal 612 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi: “Penyerahan barang bergerak, kecuali yang tak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada.”

Penyerahan barang dalam poin a ini dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu penyerahan barang secara nyata (feitelijke levering) dan penyerahan menurut hukum (juridische levering).

20

Selanjutnya menurut Pasal 1474 KUH Perdata, kewajiban lain dari eksportir ialah menanggung. Adapun ketentuan menanggung ini, yakni “adalah untuk menjamin dua hal, yaitu pertama penguasaan benda yang dijual secara aman dan tenteram; kedua terhadap adanya cacat-cacat

19

Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 2006, hal. 369

20

(21)

barang tersebut yang tersembunyi tersembunyi, atau yang sedemikian rupa sehingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya.21

21

Ibid., hal. 371

” Mengenai unsur penguasaan secara tentram adalah dengan menghindarkan barang dari gangguan yang dapat datang dati pihak ketiga dengan melakukan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad). Mengenai cacat tersembunyi, menurut Pasal 1504 KUH Perdata, si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi yang terdapat pada barang yang dijualnya. Kriteria cacat tersembunyi yang mendapat penanggungan dari penjual ialah cacat yang sedemikian seriusnya hingga barang itu tidak dapat dipergunakan untuk pemakaian yang dimaksudkan, atau mengurangi pemakaian terhadap barang yang dibeli, atau apabila cacat tersembunyi tersebut diketahui oleh si pembeli, ia sama sekali tidak akan membelinya, atau hanya akan membelinya apabila mendapatkan pengurangan harga.

(22)

3. Kelompok Indentor

Yang dimaksud dengan indent adalah permintaan seorang pembeli kepada importir untuk mengimpor barang tertentu dengan harga yang telah ditetapkan. Importir mempunyai jangka waktu tertentu untuk menerima atau menolak permintaan tersebut.22

a. Para pemakai langsung

Perlu diketahui bahwa tidak semua peminat barang impor melaksanakan impornya sendiri, tapi malah sebagian besar pelaksanaan impor itu mereka serahkan kepada perusahaan yang sudah biasa mengimpor barang tertentu. Maka secara singkat dapat disebutkan bahwa indentor adalah pihak peminat terhadap suatu barang yang menempatkan pesanan (mengindent) kepada pihak importir yang sudah biasa mengimpor barang tertentu.

Para indentor ini terdiri dari:

Para pemakai langsung ini misalnya pabrik-pabrik otomotif yang sering meng-indent suku cadang yang dibutuhkan ke luar negeri.

b. Para pedagang

Sebagai contoh pihak pedagang sebagai pelaku indent adalah pengusaha toko grosir besar atau departement store yang biasanya melakukan indent untuk memesan barang-barang dagangan mereka. c. Para pengusaha perkebunan, industriawan, dan instansi pemerintah

Kebanyakan para pengusaha industri dan perkebunan serta instansi pemerintah dalam memenuhi kebeutuhan barang impor biasanya

22

(23)

menempatkan indent pada para importir, mengadakan kontrak pengadaan barang impor, ataupun menunjuk importir sebagai handling importer mereka.

4. Kelompok Promosi

Kegiatan promosi adalah upaya penjual untuk memperkenalkan komoditas yang dihasilkannya kepada calon pembeli. Tujuannya adalah untuk menarik minat calon pembeli terhadap komoditas yang diperkenalkan. Promosi ekspor adalah upaya penjual (eksportir) memperkenalkan komoditas yang dihasilkannya kepada calon pembeli di luar negeri (importir) dengan tujuan menarik minat mereka untuk membeli komoditas yang diperkenalkan dengan pembayaran dengan valuta asing. Pada umumnya media yang digunakan untuk promosi dalam perdagangan internasional adalah surat-menyurat, karena penjual dan pembeli berdomisili di dua negara yang berbeda. Beberapa bentuk dokumen surat-menyurat dalam promosi perdagangan internasional adalah introduction letter dan letter of inquiry for a quotation.23

a. Kantor Perwakilan dari produsen atau eksportir asing di negara konsumen atau importir.

Kelompok promosi ini pada umumnya terdiri dari:

b. Kantor Perwakilan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) yang ada di luar negeri maupun di dalam negeri

23

(24)

c. Misi perdagangan dan Badan Pameran Dagang Internasional (BPEN), yaitu suatu instansi yang khusus didirikan Departemen Perdagangan untuk melakukan kegiatan pengembangan dan promosi komoditi Indonesia ke luar negeri, serta badan usaha seperti Indonesia Trade Center yang didirikan di luar negeri seperti New York, London, Jeddah dan lain-lain.

d. Kantor Bank Devisa di dalam maupun luar negeri.

e. Atase Perdagangan dan Trade Commisioner, ataupun bagian ekonomi dari tiap kedutaan di luar negeri.

f. Majalah Dagang dan Industri ataupun Trade Directories termasuk lembaran kuning Buku Petunjuk Telepon merupakan sarana promosi yang lazim pula.

g. Brosur atau leaflet yang dibuat oleh masing-masing pengusaha ekspor termasuk price list yang dikirim dengan cuma-cuma pada setiap peminat.

5. Kelompok Pendukung

(25)

a. Bank (Bank Devisa)24

Bank Devisa adalah pihak yang ikut terlibat hampir dalam setiap transaksi perdagangan luar negeri sebagai perantara dalam hal pembayaran dan sebagai penyedia jasa pembiayaan. Bank devisa berperan penting dalam memberikan jasa perkreditan, baik dalam bentuk kredit ekspor maupun uang muka jaminan L/C impor. Di samping itu, bank devisa berperan dalam pelaksanaan pembukaan L/C impor, penerimaan L/C ekspor maupun negosiasi dokumen pengapalan itu. Bank juga sangat berguna dalam penyampaian dokumen pengapalan, penelitian keaslian dokumen pengapalan serta verifikasi jenis dan isi masing-masing dokumen pengapalan.

b. Perusahaan Pengangkutan (Carrier)

Perusahaan pengangkutan yang disebut juga pengangkut adalah pihak yang mengangkut barang dari suatu negara ke negara lain dan mengeluarkan surat bukti pengiriman barang yang disebut Bill of Lading (B/L) dan/atau Air Waybill. Pengangkut bertanggung jawab terhadap barang-barang yang diangkut mulai pada saat diterimanya dari pengirim sampai diserahkannya kepada penerima.

Dalam Pasal 468 KUHD, disebutkan: “Persetujuan pengangkutan mewajibkan si pengangkut untuk menjaga akan keselamatan barang yang diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut.”

24

(26)

Jenis-jenis pengangkutan antara lain:

1) Pengangkutan darat

Pada dasarnya pengangkutan melalui darat itu digunakan untuk menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain atau daerah yang lain di satu pulau. Pengangkutan melalui selat dengan kapal ferry dikategorikan sebagai pengangkutan darat. Yang dapat diangkut melalui darat ialah hewan dan barang. Sifat lainnya dari pengangkutan melalui darat ini ialah hampir seluruhnya bersifat nasional.25

2) Pengangkutan laut

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran disebutkan bahwa: “Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan di perairan, ke pelabuhan, serta keamanan dan keselamatannya.”

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 Pasal 8 ayat 1 disebutkan bahwa perusahaan angkutan laut nasional atau badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia dapat melakukan kerjasama dengan perusahaan angkutan laut asing atau badan hukum asing atau warga negara asing dalam bentuk usaha patungan (joint venture) dengan membentuk perusahaan angkutan laut nasional.

25

Hanil Basri Siregar, Hukum Pengangkutan, Medan: Kelompok Studi Fakultas Hukum,

(27)

Pengangkutan laut dapat kita bagi atas: a. Pengangkutan antar pulau, dan b. Pengangkutan ke luar negeri. 3) Pengangkutan udara

Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandara ke bandara udara yang lain atau beberapa bandara (Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995). Pada dasarnya yang diangkut dengan angkutan udara adalah dominan untuk penumpang, di samping itu juga diangkut barang-barang yan bersifat segar, relatif ringan dan bernilai tinggi.

Dalam sistem angkutan udara dengan multimoda transport ada beberapa pihak yang terkait dalam penyelenggaraan angkutan barang. Pihak-pihak yang terkait adalah:

a) Pengirim barang

Pengirim barang dalam sistem angkutan udara bisa saja bukan pemilik barang, tetapi pihak yang diberikan kuasa untuk melakukan pengiriman barang.

(28)

Pihak pengangkut dalam angkutan udara adalah perusahaan angkutan udara yang diberikan kuasa oleh pengirim untuk melakukan pengangkutan barang ke suatu tujuan tertentu.26

c. Perusahaan Asuransi

Perusahaan Asuransi adalah pihak yang menjamin resiko kehilangan atau kerusakan akibat adanya bahaya selama masa pengangkutan. Resiko atas barang baik di darat maupun di laut tidak mungkin dipikul sendiri oleh para eksportir maupun importir. Menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah suatu persetujuan yang menerangkan bahwa pihak penanggung (the insurer) berjanji akan mengganti kerugian sehubungan dengan kerusakan, kerugian ataupun kehilangan laba yang diharapkan (laba khayal) yang dialami oleh pihak tertanggung (the insured) dan disebabkan oleh suatu kejadian tak tersangka, mengenai perjanjian mana pihak tertanggung harus membayar uang premi kepada penanggung. Persetujuan asuransi ini dicantumkan secara terperinci dalam apa yang lazimnya disebut polis asuransi yang ditanda tangani oleh pihak penanggung.27

Dalam hal ini, maskapai asuransi memegang peranan yang tak dapat diabaikan dalam merumuskan persyaratan kontrak

26

Sinta Uli, Pengangkutan: Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat dan Angkutan Udara, Medan: USU Press, 2000, hal. 87

27

(29)

perdagangan internasional yang dapat menjamin resiko yang terkecil dalam tiap transaksi itu.

d. Pemerintah (Departemen-departemen teknis)

(30)

e. Surveyor

Suveyor adalah pihak ketiga setelah eksportir dan importir yang netral dan objektif untuk memberikan kesaksian atas mutu, jenis, kuantum, keaslian, kondisi (baru atau second hand), harga, nomor Pos CCCN dan tarif bea dari komoditi atau produk yang diperdagangkan. SGS (Societe Generale De Surveillance) dan PT. SUCOFINDO (Super Intending Company of Indonesia) ialah dua surveyor yang ditunjuk oleh pemerintah berdasarkan Inpstruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 untuk memeriksa kebenaran atau kecocokan barang-barang yang akan diimpor maupun diekspor dengan mengeluarkan Laporan Kebenaran Pemeriksaan (LKP).

f. Lembaga dan Instansi Lainnya yang Berwenang

Berbagai lembaga dan instansi yang berwenang disini dimaksudkan sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk menerbitkan berbagai sertifikat sesuai ketentuan yang berlaku seperti Kamar Dagang dan Industri (KADIN), laboratorium tertentu, dan lain sebagainya.

D. Tata Cara Pelaksanaan Ekspor-Impor

(31)

transaksi impor. Oleh karena itu, tata cara pelaksanaan kedua transaksi ini ada baiknya dikaji secara terpisah.

Adapun prosedur dalam pelaksanaan ekspor secara sistematis dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:

1. Eksportir menerima order/pesanan dari langganan di luar negeri.

2. Bank memberitahukan telah dibukanya suatu dokumen barang untuk dan atas nama eksportir.

3. Eksportir menempatkan pesanan kepada leveransir (maker pemilik barang).

4. Eksportir menyelenggarakan pengepakan barang khususnya untuk diekspor.

5. Eksportir memesan ruangan kapal dan mengeluarkan surat order pada Maskapai Pelayaran.

6. Eksportir menyelesaikan semua formulir ekspor dengan semua instansi ekspor yang berwenang.

7. Eksportir menyelenggarakan pemuatan barang ke atas kapal dengan atau tanpa mempergunakan perusahaan ekspedisi.

8. Eksportir mengurus tanda terima barang dengan maskapai pelayaran. 9. Eksportir menutup asuransi laut dengan maskapai asuransi.

10. Menyiapkan faktur dan surat-surat penting pengapalan lainnya.

11. Menarik wesel kepada importir dan menerima hasilnya dari surat penawaran bank.

(32)

Sementara itu, prosedur impor adalah sebagai berikut:

1. Importir menempatkan order (pesanan) kepada eksportir luar negeri. 2. Importir membuka surat hutang untuk dan atas nama eksportir di luar

melalui bank di dalam negeri.

3. Bank menyelenggarakan pembukaan surat hutang untuk eksportir melalui bank di dalam negeri.

4. Surat pemuatan barang diterima oleh bank diterima oleh bank di dalam negeri dari korespondennya di luar negeri.

5. Importir menyerahkan rekening kepada Maskapai Pelayaran (atau agennya yang menyangkut barang-barang itu untuk ditukarkan dengan DO (delivery order).

6. Importir menyelesaikan bea-bea masuk dengan pabean.

7. Importir mengambil barang-barang dari maskapai pelayaran setelah semua formalitas impor dipenuhi.

8. Melunasi wesel pada hari jatuh temponya, kalau hal itu belum diselesaikan sebelumnya dengan bank.

Pada umumnya tata cara perdagangan dalam lebih tidak berbeda dengan perdagangan dalam negeri, hanya perdagangan luar negeri agak lebih sulit dan lebih berbelit-belit. Hal ini disebabkan faktor-faktor berikut:

1. Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan (geopolitik). 2. Barang harus dikirim atau diangkut dari satu negara ke negara lainnya

(33)

3. Antara satu negara dengan negara lainnya tidak jarang terdapat perbedaan dalam bahasa, mata uang, takaran dan timbangan, hukum dan

usance dalam perdagangan dan lain-lain.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil observasi terhadap keaktifan siswa, diperoleh hasil bahwa nilai rata-rata yang dicapai siswa pada siklus I adalah 65,63 Nilai tertinggi yang dicapai siswa

KPR BRISyariah iB adalah Pembiayaan Kepemilikan Rumah kepada Perorangan untuk memenuhi sebagian atau keseluruhan kebutuhan akan hunian dengan menggunakan prinsip

lisan lisan Non Test: Non Test:   Karya Karya :karangan, :karangan, puisi, doa puisi, doa   Sikap: Sikap: tindakan tindakan yang akan yang akan dilakukan dilakukan untuk

Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui reaksi pasar pada saat penerbitan obligasi, maka digunakan metode event study untuk mengetahui ada tidaknya return saham

kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segenap rahmat dah karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “ Sistem Informasi Pohon

Sebab umum penyebab konflik politik Kerajaan Demak adalah pembunuhan Pangeran Sekar Seda Lepen oleh Sunan Prawoto karena dianggap sebagai penghalang Sultan Trenggono untuk

In the first one, opponents are ideological enemies such as, first , the crypto-communistic party, a PRD (People Democratic Party) which is derived from the spirit of

Berdasarkan Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 44 responden anak usia 36-42 bulan didapatkan nilai signifikansi (nilai p) sebesar 0,005 Nilai ᵖ = 0,005 < 0,05