HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN DENGAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN INFEKSI NIFAS OLEH BIDAN PRAKTEK SWASTA di WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATU ENAM PEMATANGSIANTAR
TAHUN 2010
YENNI APNI VERONIKA 095102077
KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya Tulis Ilmiah, JUNI 2010 Yenni Apni Veronika
Hubungan Karakteristik Responden Dengan Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar Tahun
2010
ix + 47 hal + 6 tabel + 1 skema + 10 lampiran
Abstrak
Infeksi nifas adalah infeksi – peradangan pada semua alat genetalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 38ºC tanpa menghitung hari pertama dan berturut – turut selama 2 hari. Salah satu penyebab terjadinya infeksi nifas yaitu manipulasi penolong : terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam, alat yang dipakai kurang suci hama.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara karakteristik responden dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas oleh Bidan Praktek Swasta di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar Tahun 2010. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai bulan Mei 2010. Peneliti menggunakan teknik totaly sampling. Analisa data yang digunakan chi – square. Berdasarkan hasil penelitian, dari 40 responden mayoritas berumur antara 22 – 39 tahun sebanyak 23 orang ( 57,5% ), pendidikan D – I Kebidanan sebanyak 22 orang ( 55% ), pengalaman kerja 14 – 26 tahun sebanyak 27 orang ( 67,5% ), dan berpengetahuan kurang sebanyak 24 orang ( 60% ). Dari hasil analisa data hubungan umur dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas diperoleh nilai p=0,002 dan OR = 11,40 artinya ada hubungan yang signifikan. Pendidikan dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas diperoleh nilai p=0,032 dan OR = 5,343 artinya ada hubungan yang signifikan dan pengalaman kerja dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas diperoleh nilai p=0,063 dan OR = 5,923 artinya tidak ada hubungan yang signifikan. Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada bidan sebagai tenaga kesehatan lebih meningkatkan pengalaman, pengetahuan, kualitas pelayanan dalam pencegahan infeksi nifas.
Kata kunci : Bidan Praktek Swasta, Pencegahan Infeksi Nifas.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Masa Esa, yang telah
memberikan rahmad dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal
Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Hubungan Karakteristik Responden dengan
Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja
Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar Tahun 2010” yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program D-IV Bidan Pendidik
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis mendapatkan bimbingan,
masukan dan arahan dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat membuat Karya Tulis
Ilmiah ini tepat pada waktunya. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara
2. dr. Murniati Manik, M.Sc. SpKK. selaku Ketua Program D IV Bidan Pendidik
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
3. Hj. Idau Ginting, M.kes. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
bantuan dan arahan selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
4. dr. Ruspal Simarmata, selaku Kepala Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar
yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
5. Seluruh staf dan Dosen Program D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan
6. Kedua orang tua, abang, serta kedua adikku tersayang yang telah memberikan
dukungan baik moril maupun materil dan doa serta semangat kepada peneliti
dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Rekan-rekan mahasiswa program D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan dukungan dan masukan
kepada penulis.
8. Semua Bidan Praktek Swasta di wilayah Kerja Puskesmas Batu Enam
Pematangsiantar yang telah bersedia menjadi sampel dalam penelitian Karya
Tulis Ilmiah.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dan dukungan pada penulis dalam menyusun Karya Tulis
Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk
perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan, dorongan, dan
semangat yang telah diberikan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa menyertai Kita semua.
Medan, Juni 2010
Peneliti,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR SKEMA... viii
DAFTAR LAMPIRAN... ix
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum ... 4
2. Tujuan Khusus ... 4
D. Manfaat penelitian 1. Bagi Bidan ... 4
2. Bagi Organisasi Profesi ... 5
3. Bagi Pendidikan ... 5
4. Bagi Peneliti ... 5
II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencegahan Infeksi ... 6
1. Pengertian... ... 6
2. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Infeksi ... 6
4. Prinsip-Prinsip Pencegahan Infeksi ... 8
5. Tindakan-Tindakan Pencegahan Infeksi ... 9
B. Nifas ... 16
1. Pengertian Nifas ... 16
2. Pengertian Infeksi Nifas ... 16
3. Penyebab dan Cara Terjadinya Infeksi Nifas ... 17
4. Faktor Predisposisi Infeksi Nifas ... 18
5. Gambaran Klinis Infeksi Nifas ... 18
6. Pencegahan Infeksi Nifas... 21
C. Faktor Yang Mendukung Bidan dalam Pencegahan Infeksi Nifas... 23
III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFENISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep ... 25
B. Hipotesis ... 26
C. Definisi Operasional ... 26
IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 28
B. Populasi dan sampel ... 28
1. Populasi ... 28
2. Sampel ... 28
C. Lokasi Penelitian ... 29
D. Waktu Penelitian ... 29
E. Etika Penelitian ... 29
F. Instrument Penelitian ... 29
H. Analisis Data ... 31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN...
A. Hasil Penelitian... 33
1. Karakteristik Responden ... 33
2. Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas ... 34
3. Hubungan Karakteristik Responden dengan Pelaksanaan
Pencegahan Infeksi Nifas ... 37
B. Pembahasan
1. Interpretasi dan Diskusi Hasil ... 41
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan... 46
2. Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Tabel 5.1 Distribusi karakteristik responden di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam
Pematangsiantar Tahun 2010...33
Tabel 5.2 Distribusi hasil tingkat pelaksanaan pencegahan infeksi nifas oleh Bidan
Praktek Swasta di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar
tahun 2010... 34
Tabel 5.3 Distibusi tingkat pelaksanaan responden tentang pencegahan infeksi nifas
oleh Bidan Praktek Swasta di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam 34
Pematangsiantar Tahun 2010 …....………...……...37
Tabel 5.4 Hubungan umur dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas oleh Bidan
Praktek Swasta di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar
Tahun 2010………..………...38
Tabel 5.5 Hubungan pendidikan dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas oleh
Bidan Praktek Swasta di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam
Pematangsiantar tahun 2010...….………...39
Tabel 5.6 Hubungan pengalaman kerja dengan pelaksanaan pencegahan infeksi
nifas oleh Bidan Praktek Swasta di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam
DAFTAR SKEMA
Skema 3.1 Kerangka konsep...25
Lampiran 1 Surat Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 2 Data Demografi Responden
Lampiran 3 Lembar Checklist
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari Program Studi D – IV Bidan Pendidik Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian dari Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar Tahun
2010
Lampiran 6 Surat Selesai Melakukan Penelitian
Lmpiran 7 Surat Editor Bahasa Indonesia
Lampiran 8 Hasil out put chi square
Lampiran 9 Jadwal Konsul KTI
PROGRAM D - IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya Tulis Ilmiah, JUNI 2010 Yenni Apni Veronika
Hubungan Karakteristik Responden Dengan Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar Tahun
2010
ix + 47 hal + 6 tabel + 1 skema + 10 lampiran
Abstrak
Infeksi nifas adalah infeksi – peradangan pada semua alat genetalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 38ºC tanpa menghitung hari pertama dan berturut – turut selama 2 hari. Salah satu penyebab terjadinya infeksi nifas yaitu manipulasi penolong : terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam, alat yang dipakai kurang suci hama.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara karakteristik responden dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas oleh Bidan Praktek Swasta di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar Tahun 2010. Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari sampai bulan Mei 2010. Peneliti menggunakan teknik totaly sampling. Analisa data yang digunakan chi – square. Berdasarkan hasil penelitian, dari 40 responden mayoritas berumur antara 22 – 39 tahun sebanyak 23 orang ( 57,5% ), pendidikan D – I Kebidanan sebanyak 22 orang ( 55% ), pengalaman kerja 14 – 26 tahun sebanyak 27 orang ( 67,5% ), dan berpengetahuan kurang sebanyak 24 orang ( 60% ). Dari hasil analisa data hubungan umur dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas diperoleh nilai p=0,002 dan OR = 11,40 artinya ada hubungan yang signifikan. Pendidikan dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas diperoleh nilai p=0,032 dan OR = 5,343 artinya ada hubungan yang signifikan dan pengalaman kerja dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas diperoleh nilai p=0,063 dan OR = 5,923 artinya tidak ada hubungan yang signifikan. Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada bidan sebagai tenaga kesehatan lebih meningkatkan pengalaman, pengetahuan, kualitas pelayanan dalam pencegahan infeksi nifas.
Kata kunci : Bidan Praktek Swasta, Pencegahan Infeksi Nifas.
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO (World Health Organization), di seluruh dunia setiap menit
seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan
kehamilannya,persalinannya,dan nifas. Dengan kata lain, 1.400 perempuan meninggal
setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena
kehamilan, persalinan, dan nifas. ( Riswandi, 2005 ). AKI di Indonesia masih tertinggi di
Negara Asean. Tetapi berdasarkan data resmi SDKI, AKI di Indonesia terus mengalami
penurunan. Pada tahun 2003 AKI di Indonesia yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup,
tahun 2004 yaitu 270 per 100.00 kelahiran hidup, tahun 2005 yaitu 262 per 100.000
kelahiran hidup, tahun 2006 yaitu 255 per 100.000 kelahiran hidup, dan tahun 2007
menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Target Millenium Development Goald
( MDGs ) AKI di Indonesia tahun 2015 harus mencapai 125 per 100.000 kelahiran
hidup ( Barata, 2008 )
Sementara di Provinsi Sumatera Utara AKI dalam 6 tahun terakhir
menunjukkan kecenderungan penurunan, dari 360 per 100.000 kelahiran hidup tahun
2002, menjadi 345 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003, 330 per 100.000 tahun
2004, 320 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005, pada tahun 2006 menjadi 315
per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2007 menjadi 275 per 100.000 kelahiran
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia dan Negara-negara lainnya di
dunia hampir sama yaitu akibat perdarahan ( 28% ), eklampsia ( 24% ), dan infeksi (
11% ). Sementara penyebab tidak langsung kematian ibu antara lain Kurang Energi
Kronis/KEK pada kehamilan ( 37% ) dan anemia pada kehamilan ( 40% ) ( Dr Nugraha,
diambil dari Http// www.wordpress.com//buku - pws-kia-bab 1 – pendahuluan )
Menurut Dinkes Provinsi Sumatera Utara penyebab utama kematian ibu di
Sumatera Utara belum ada survey khusus, tetapi secara nasional oleh karena komplikasi
persalinan ( 45% ), retensio plasenta ( 20% ), robekan jalan lahir ( 19% ), partus lama
(11 % ), perdarahan dan eklampsia masing-masing ( 10% ), komplikasi selama nifas
(5%), dan demam nifas ( 4% ) ( Dinkes Provsu, 2008 )
Penyebab kematian maternal merupakan suatu hal yang sangat kompleks yang
dapat digolongkan kepada faktor-faktor komplikasi obstetric, pelayanan kesehatan, dan
social ekonomi. Faktor komplikasi obstetric diantaranya adalah infeksi nifas pada
pertolongan persalinan yang tidak mengindahkan syarat-syarat asepsis antisepsis
( Manuaba, 1998 )
Pemerintah sebenarnya telah mengupayakan beberapa program dalam usahanya
menurunkan angka kematian ibu. Pada tahun 2000 dicanangkan Gerakan Nasional
Kehamilan atau Making Pregnancy Saver ( MPS ) sebagai bagian dari Strategi
Pembagunan Kesehatan Masyarakat menuju Indonesia Sehat 2010. Fokus
pembenahannya bahwa dalam setiap persalinan hendaknya ditolong oleh tenaga
kesehatan terampil, setiap komplikasi persalinan yang dapat mengakibatkan infeksi pada
masa nifas mendapatkan pelayanan optimal, dan setiap wanita usia subur memiliki akses
terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan, serta penanganan komplikasi
aborsi ( Pinem Saroha, 2008 )
Masa nifas adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira
selama 6 minggu. Sedangkan infeksi nifas adalah infeksi-peradangan pada semua alat
genetalia pada masa nifas oleh sebab apa pun dengan ketentuan meningkatnya suhu
badan melebihi 38°C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama 2 hari
( Prawirohardjo Sarwono, 2002 )
Salah satu penyebab terjadinya infeksi kala nifas yaitu manipulasi penolong :
terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam, dan alat yang dipakai kurang suci hama.
Oleh sebab itu diharapkan kepada para petugas kesehatan melaksanakan prinsip
pelaksanaan tindakan pencegahan infeksi sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
untuk mencegah kejadian infeksi ( Saifuddin, 2002 )
Tindakan pencegahan infeksi adalah bagian dari esensial lengkap yang diberikan
kepada ibu dan bayi baru lahir dan harus dilaksanakan secara rutin pada saat menolong
persalinan dan kelahiran, saat memberikan asuhan dasar selama kunjungan
antenatal/pasca persalinan/bayi baru lahir/saat menatalaksana penyulit. Tindakan ini
harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir,
keluarga, penolong persalinan, dan petugas kesehatan lainnya. Juga upaya – upaya untuk
menurunkan resiko terjangkit atau terinfeksi mikroorganisme yang menimbulkan
penyakit – penyakit berbahaya ( Acuan APN, 2007 )
Data yang didapat di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar yaitu
jumlah persalinan pada bulan Januari – November 2009 sebanyak 98 orang, dengan
pasien yang mengalami infeksi masa nifas sebanyak 2 orang.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merasa tertarik untuk
pencegahan infeksi nifas oleh Bidan Praktek Swasta di wilayah kerja Puskesmas Batu
Enam Pematangsiantar tahun 2010.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini, maka penulis merumuskan masalah
tentang hubungan karakteristik responden dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas
oleh Bidan Praktek Swasta di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar
tahun 2010.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
karakteristik responden dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas oleh Bidan
Praktek Swasta di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar tahun 2010.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui karakteristik Bidan Praktek Swasta berdasarkan umur, pendidikan,
dan pengalaman kerja.
b. Untuk mengetahui tingkat pelaksanaan pencegahan infeksi nifas.
c. Untuk mengetahui hubungan karakteristik responden dengan pelaksanaan
pencegahan infeksi nifas.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Bidan
Sebagai informasi atau masukan dalam meningkatkan pelayanan khususnya
tentang pencegahan infeksi pada masa nifas.
2. Bagi Organisasi Profesi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam menerapkan asuhan
kebidanan yang komprehensif dan bermutu dalam melakukan pencegahan infeksi
pada proses pertolongan persalinan yang pada akhirnya akan menurunkan Angka
Kematian Ibu dan Bayi.
3. Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan atau ide-ide baru dalam
menerapkan ilmu pelayanan kebidanan, khususnya tentang prosedur pencegahan
infeksi.
4. Bagi Peneliti
Dapat dijadikan sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dalam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pencegahan Infeksi 1. Pengertian
Pencegahan infeksi adalah : Suatu upaya untuk menurunkan resiko terjangkit
atau terinfeksi mikroorganisme yang menimbulkan penyakit-penyakit bahaya yang kini
belum ditemukan cara pengobatannya seperti : HIV/AIDS ( JNPK – KR/POGI, 2007 )
2. Faktor yang mempengaruhi proses infeksi:
a. Sumber penyakit : Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi dapat
berjalan cepat atau lambat.
b. Kuman penyebab : Kuman penyebab dapat menentukan jumlah
mikroorganisme, dan kemampuan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh.
c. Cara membebaskan sumber dari kuman : cara membebaskan kuman dapat
menentukan apakah proses infeksi cepat teratasi atau diperlambat,seperti tingkat
keasaman ( PH ), suhu, penyinaran ( cahaya ), dan lain-lain.
d. Cara penularan : Cara penularan seperti kontak langsung, melalui makanan atau
udara, dapat menyebabkan penyebaran kuman ke dalam tubuh.
e. Cara masuknya kuman : Proses penyebaran kuman berbeda, bergantung dari
sifatnya. Kuman dapat masuk melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan,
f. Daya tahan tubuh : daya tahan tubuh yang baik dapat memperlambat proses
infeksi atau mempercepat proses penyembuhan. Demikian pula sebaliknya, daya
tahan yang buruk dapat memperburuk proses infeksi.
Selain faktor tersebut di atas, terdapat faktor lain seperti status gizi atau nutrisi,
tingkat stress tubuh, faktor usia, atau kebiasaan yang tidak sehat.
3. Defenisi tindakan-tindakan dalam pencegahan infeksi :
a. Asepsis atau teknik aseptic adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang berpotensi untuk menimbulkan
infeksi.
b. Teknik aseptic membuat prosedur lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir, dan
penolong persalinan, dengan cara menurunkan jumlah atau menghilangkan
seluruh ( eradikasi) mikroorganisme pada kulit, jaringan, dan
instrument/peralatan hingga tingkat yang aman.
c. Antisepsis mengacu pada pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh
lainnya.
d. Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa
petugas kesehatan dapat menangani secara aman berbagai benda yang
terkontaminasi darah dan cairan tubuh.peralatan medis, sarung tangan, dan
permukaan ( mis meja periksa ) harus segera didekontaminasi segera setelah
terpapar darah atau cairan tubuh.
e. Mencuci atau membilas adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk
( mis:debu, kotoran ) dari kulit atau instrumen/peralatan.
f. Desinfeksi adalah : tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir
semua mikroorganisme penyebab penyakit yang mencemari benda-benda mati
atau instrument.
g. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri dengan cara
merebus atau kimiawi.
h. Sterilisasi adalah : tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme ( bakteri, jamur, parasit.dan virus ) termasuk endospora bakteri
pada benda-benda mati atau instrument.
4. Prinsip-prinsip pencegahan infeksi
Pencegahan infeksi yang efektif pada prinsip-prinsip berikut :
a. Setiap orang ( ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan )harus dianggap dapat
menularkan penyakit karena infeksi dapat bersifat asimptomatik ( tanpa gejala )
b. Setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi
c. Permukaan benda di sekitar kita, peralatan dan benda-benda lain yang akan dan
telah bersentuhan dengan permukaan kulit yang utuh, lecet selaput mukosa atau
darah harus dianggap terkontaminasi hingga setelah digunakan, harus diproses
secara benar.
d. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah
diproses dengan benar maka semua itu harus dianggap masih terkontaminasi.
e. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi hingga
sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan PI secara benar dan
konsisten.
5. Tindakan-tindakan Pencegahan Infeksi
a. Cuci tangan
b. Menggunakan teknik aseptis atau aseptik
c. Memproses alat bekas pakai
d. Menangani peralatan tajam dengan aman
e. Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan ( termasuk pengelolaan sampah
secara benar )
a. Cuci tangan 1) Pengertian
Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan penyebaran
infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir.
2) Cuci tangan harus dilakukan :
a) Segera setelah tiba di tempat kerja
b) Sebelum melakukan kontak fisik secara langsung dengan ibu dan bayi baru
lahir
c) Setelah kontak fisik langsung dengan ibu dan bayi baru lahir.
d) Sebelum memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
e) Setelah melepaskan sarung tangan ( kontaminasi melalui lubang atau robekan
sarung tangan )
f) Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah atau
cairan tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput mukosa ( mis :
hidung, mulut, mata, vagina ) meskipun saat itu sedang menggunakan sarung
tangan.
g) Setelah ke kamar mandi
h) Sebelum pulang kerja
b. Menggunakan teknik aseptik
Teknik aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir dan
penolong persalinan. Teknik aseptik meliputi aspek :
1). Penggunaan perlengkapan pelindung pribadi
2). Antisepsis
3). Sterilisasi dan disinfeksi tingkat tinggi
1). Jenis alat pelindung pribadi
a) Sarung tangan berfungsi melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi
pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas
fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap
kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi silang.
b) Masker harus cukup besar unuk menutup hidung, muka bagian bawah, rahang
dan semua rambut muka. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar
sewaktu petugas kesehatan bicara, batuk, atau bersin dan juga untuk mencegah
cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung
atau mulut petugas kesehatan.
c) Pelindung mata berfungsi melindungi kalau terjadi cipratan darah atau cairan
tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan melindungi mata. Pelindung mata
pelindung plastik yang jernih kacamata pengaman, pelindung muka.
d) Kap dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit dan rambut
tidak masuk dalam luka sewaktu melakukan tindakan medis
e) Gaun penutup dipakai untuk menutupi baju rumah. Pemakaian utama dari gaun
penutup untuk melindungi pakaian petugas pelayan kesehatan.
f) Apron yang dibuat dari karet atau plastik sebagai suatu pembatas tahan air di
bagian depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron berfungsi membuat cairan
yang terkontaminasi tidak mengenai baju dan kulit petugas kesehatan
g) Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam atau
berat atau dari cairan yang kebetulan jatuh atau menetes pada kaki.
2). Antisepsis
Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara
membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh atau kulit. Cuci
tangan secara teratur di antara kontak dengan setiap ibu atau bayi baru lahir, juga
membantu untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada kulit.
3). Pemeliharaan teknik steril dan DTT
a). Sterilisasi
Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau penghancuran semua
bentuk kehidupan mikroba yang yang dilakukan di Rumah Sakit melalui proses
fisik maupun kimiawi. Sterilisasi juga dikatakan sebagai tindakan untuk
membunuh kuman pathogen atau apatogen beserta spora yang terdapat pada alat
bahan kimiawi. Jenis sterilisasi antara lain : sterilisasi cepat, sterilisasi panas
kering, sterilisasi gas, radiasi ionisasi.
b). Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses pembuangan semua mikroorganisme pathogen
pada objek yang tidak hidup dengan pengecualian pada endospora bakteri.
Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfeksi melalui cara
mencuci, mengoles, merendam, dan menjemur dengan tujuan mencegah
terjadinya infeksi, dan mengondisikan alat dalam keadaan siap pakai.
Sediakan dan pelihara daerah steril/desinfeksi Tingkat Tinggi :
1. Gunakan kasa steril
2. Berhati-hati jika membuka bungkusan atau memindahkan benda-benda ke daerah
yang steril / desinfeksi tingkat tinggi.
3. Hanya benda-benda steril/desinfeksi Tingkat Tinggi atau petugas dengan baju
yang sesuai yang diperkenankan untuk memasuki daerah steril / Desinfeksi
Tingkat Tinggi.
4. Anggap barang apa pun yang basah, terpotong atau robek sebagai benda yang
terkontaminasi.
5. Tempatkan daerah yang steril / Desinfeksi Tingkat Tinggi jauh dari pintu atau
jendela.
6. Cegah orang-orang yang tidak memakai sarung tangan Desinfeksi Tingkat
Tinggi atau steril menyentuh peralatan yang ada di daerah steril.
c. Memproses alat bekas pakai 1). Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah langkah penting pertama untuk menangani peralatan,
perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lainnya yang terkontaminasi.
Dekontaminasi membuat benda-benda lebih aman untuk ditangani dan dibersihkan
oleh petugas.
2). Pencucian dan Pembilasan
Pencucian adalah cara paling efektif untuk menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme pada peralatan / perlengkapan yang kotor atau yang sudah
digunakan. Baik sterilisasi maupun Desinfeksi Tingkat Tinggi menjadi kurang
efektif tanpa proses pencucian sebelumnya. Jika benda-benda yang terkontaminasi
tidak dapat dicuci segera setelah didekontaminasi, bilas peralatan dengan air untuk
mencegah korosi dan menghilangkan bahan-bahan organik, lalu cuci dengan
seksama.
Tahap-tahap pencucian dan pembilasan :
1) Pakai sarung tangan karet yang tebal pada kedua tangan
2) Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi ( hati-hati bila
memegang peralatan yang tajam, seperti gunting dan jarum jahit )
3) Agar tidak merusak benda-benda yang terbuat dari plastic atau karet, jangan
dicuci secara bersamaan dengan peralatan dari logam.
4) Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati-hati :
a) Gunakan sikat dengan air sabun untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran.
c) Sikat dengan seksama terutama di bagian sambungan dan sudut peralatan.
d) Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada peralatan
e) Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali dengan air dan sabun atau detergen
f) Bilas benda-benda tersebut dengan air bersih
g) Ulangi prosedur tersebut pada benda-benda lain.
h) Jika benda akan didisinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi ( misalkan dalam
larutan klorin 0,5% ) tempatkan peralatan dalam wadah yang bersih dan biarkan
kering sebelum memulai proses DTT
alasannya : jika peralatan masih basah mungkin akan mengencerkan larutan
kimiawi dan membuat larutan menjadi kurang efektif.
i) Peralatan yang akan didisinfeksi tingkat tinggi dengan cara dikukus atau
direbus, atau disterilisasi di dalam otoklaf atau oven panas kering, tidak perlu
dikeringkan dulu sebelum proses DTT atau disterilkan dimulai.
j) Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air dan sabun
dan kemudian bilas dengan seksama menggunakan air bersih.
k) Gantungkan sarung tangan dan biarkan kering dengan cara diangin-anginkan.
d. Penggunaan peralatan tajam secara aman
Untuk mencegah terjadinya infeksi melalui benda tajam maka dalam melakukan
tindakan medis harus memperhatikan pedoman berikut :
1) Letakkan benda-benda tajam di atas baki steril atau disinfeksi tingkat tinggi atau
dengan menggunakan daerah aman yang sudah ditentukan ( daerah khusus untuk
meletakkan dan mengambil peralatan tajam )
2) Hati-hati saat melakukan penjahitan agar terhindar dari luka tusuk secara tidak
sengaja.
3) Gunakan pemegang jarum dan pinset pada saat menjahit. Jangan pernah meraba
jarum ujung atau memegang jarum jahit dengan tangan.
4) Buang benda-benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan perekat
jika sudah dua per tiga penuh. Jangan memindahkan benda-benda tajam tersebut
ke wadah lain. Wadah benda tajam yang sudah disegel tadi harus dibakar di
dalam incinerator.
5) Jika benda-benda tajam tidak bisa dibuang secara aman dengan cara insinerasi,
bilas tiga kali dengan larutan klorin 0,5% ( dekontaminasi ), tutup kembali
menggunakan teknik satu tangan dan kembali kuburkan.
Cara melakukan teknik satu tangan :
a). Letakkan penutup jarum pada permukaan yang keras dan rata
b). Pegang tabung suntik dengan satu tangan dan gunakan ujung jarum suntik
mengait penutup jarum. Jangan memegang penutup dengan tangan lainnya
c). Jika jarum sudah tertutup seluruhnya, pegang bagian bawah jarum dan gunakan
tangan yang lain untuk merapatkan penutupnya.
e. Pengelolaan sampah dan mengatur kebersihan dan kerapian
1). Melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan.
2). Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
3). Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
4). Membuang bahan-bahan berbahaya ( bahan toksik, dan radioaktif) dengan aman.
D. Nifas
1. Pengertian Nifas
a. Masa nifas ( puerperium ) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu ( Prawirohardjo Sarwono, 2002 )
b. Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan berakhir
setelah kira-kira 6 minggu ( Wiknjosastro Hanifa, 2002 )
c. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil, lama masa nifas ini
yaitu 6 minggu ( Mochtar Rustam, 1998 )
2. Pengertian Infeksi Nifas
a. Infeksi nifas adalah : infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah
melahirkan, ditandai kenaikan suhu 38°C atau lebih selama 2 hari dalam 10
pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan infeksi 24 jam pertama
( Mansjoer Arif, 1999)
b. Infeksi nifas adalah : infeksi – peradangan pada semua alat genitalia pada masa
nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi
38ºC tanpa menghitung hari pertama dan berturut – turut selama 2 hari
( Manuaba, 1998 )
c. Infeksi nifas adalah : semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman
-kuman ke dalam alat-alat genital pada waktu persalinan dan nifas.
( Wiknjosastro Hanifa, 2002 )
3. Penyebab dan Cara Terjadinya Infeksi Nifas
a. Penyebab Infeksi Nifas :
Bermacam -macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti
eksogen ( kuman masuk dari luar ), autogen ( kuman masuk dari tempat lain dalam
tubuh ) dan endogen ( dari jalan lahir sendiri ). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari
50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak pathogen sebagai penghuni
normal jalan lahir.
Kuman – kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain :
1) Streptococcus haemoliticus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari
penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, dan sebagainya.
2) Staphylococcus aureus
Masuk secara eksogen, infeksi sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab
infeksi rumah sakit.
3) Escheria coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas.
4) Clostridium Welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya, sering ditemukan pada abortus
kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
b. Cara Terjadinya Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena :
1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam
Kemungkinan lain adalah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang dimasukkan
ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2) Droplet infeksion. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang
berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas.
3) Dalam rumah sakit selalu banyak kumankuman pathogen, berasal dari penderit
-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh
aliran udara kemana-mana, antara lain ke handuk, kain-kain, dan alat – alat yang
suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau
pada waktu nifas.
4) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali
apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
4. Faktor Predisposisis Infeksi Nifas
a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan
banyak, pre-eklampsia, juga infeksi lain, seperti : pneumonia, penyakit jantung,
dan sebagainya.
b. Partus lama, terutama dengan ketuban pecah lama.
c. Tindakan bedah vaginal, yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir.
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah.
5. Gambaran Klinis Infeksi Nifas
a. Infeksi pada perineum, vulva, vagina dan serviks
Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi dan
tidak berat, suhu sekitar 38ºC dan nadi di bawah 100 x per menit. Bila luka
terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa
naik sampai 39ºC - 40ºC dengan kadang-kadang disertai menggigil.
b. Endometritis
Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta, dan
selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan
kenaikan suhu. Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan, dan lembek.
c. Septikemia dan Piemia.
Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septikemia
lebih mendadak dari piemia. Pada septikemia, dari permulaan penderita sudah
sakit dan lemah. Sampai 3 hari postpartum suhu meningkat dengan cepat,
biasanya disertai menggigil. Selanjutnya suhu berkisar antara 39-40ºC, keadaan
umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat ( 140-160 X per menit atau lebih ).
Penderita meninggal dalam 6-7 hari post partum. Jika ia masih tetap hidup terus,
gejala-gejalanya menjadi seperti piemia.
Pada piemia, tidak lama pasca persalinan pasien sudah merasa sakit, perut nyeri,
dan suhu agak meningkat. Tetapi gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta
menggigil terjadi setelah kuman dengan emboli memasuki peredaran darah
umum. Ciri khas pasien dengan piemia ialah berulang-ulang suhu meningkat
dengan cepat disertai menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu. Lambat
d. Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat
juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.
Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan
nanahnya ke rongga dan menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah
pelvis.Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seprti pada peritonitis umum.
Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada
pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya
terkumpul dalam Douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk
mencegah keluarnya melalui rectum atau kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat pathogen dan merupakan
penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut
kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita yang mula-mula
kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin, terdapat apa
yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.
e. Sellulitis Pelvika
Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam
nifas. Bila suhu tinggi menetap dalam satu minggu disertai dengan rasa nyeri di
kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai
terhadap kemungkinan sellulitis pelvika.
Pada perkembangan peradangan lebih lanjut gejala-gejala sellulitis
pelvika menjadi lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat
panggul, dapat meluas ke berbagai jurusan. Di tengah-tengah jaringan yang
meradang itu bisa terjadi abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi
secara menetap menjadi naik-turun disertai dengan menggigil. Penderita tampak
sakit, nadi cepat, dan perut nyeri. Dalam dua pertiga kasus tidak terjadi
pembentukan abses, dan suhu menurun dalam beberapa minggu. Tumor di
sebelah uterus mengecil sedikit demi sedikit, dan akhirnya terdapat parametrium
yang kaku.
Jika terjadi abses, nanah harus dikeluarkan karena selalu ada bahaya
bahwa abses mencari jalan ke rongga perut yang menyebabkan peritonitis ke
rectum atau ke kandung kemih.
f. Salpingitis dan Ooforitis
Gejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan dari pelvio peritonitis.
6. Pencegahan Infeksi Nifas
a. Masa Kehamilan
1) Mengurangi atau mencegah faktor-faktor atau predisposisi seperti anemia,
malnutrisi dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu
2) Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.
3) Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan dengan
hati -hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban.Kalau ini terjadi infeksi
b. Selama Persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri atas membatasi sebanyak mungkin masuknya
kuman-kuman dalam jalan lahir :
1) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama / menjaga supaya persalinan
tidak berlarut-larut.
2) Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.
3) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun
perabdominan dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
4) Menjaga terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus
segera diganti dengan transfusi darah.
5) Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan
masker, yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar
bersalin.
6) Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.
7) Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan
sterilisasi yang baik, apabila bila ketuban telah pecah.
C. Selama Nifas
1) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-alat
dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril.
2) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak
bercampur dengan ibu sehat.
3) Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi
sedapat mungkin.
E. Faktor Yang Mempengaruhi Bidan Dalam Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas
1. Umur
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
beberapa tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Singgih D. Gunarso ( 1990 ) mengemukakan bahwa makin tua umur seseorang
maka proses – proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada
umur tertentu bertambahnya proses perkembangan ini tidak secepat ketika berusia
belasan tahun.
Abu Ahmadi ( 1997 ) juga mengemukakan bahwa memori atau daya ingat
seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa dengan bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada
bertambahnya pengetahuan yang diperoleh, dan dari pengetahuan itu dapat
diterapkan tindakan – tindakan yang diketahuinya.
b. Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan luar sekolah dan berlangsung seumur hidup (
Notoadmodjo, 2003 ). Pendidikan mempengaruhi proses belajar, menurut Cherin
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi.
Dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media massa, sebaliknya
seseorang terhadap nilai – nilai yang baru diperkenalkan ( Koentjaraningrat, 1997,
dikutip Nursalam, 2001 )
Wiet Hary dalam Notoadmodjo ( 2003 ) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan
menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang
mereka peroleh pada umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin
baik pula pengetahuannya.
c. Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik ( experient is the best teacher ),
pepatah tersebut bisa diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan,
atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh suatu kebenaran
pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat dijadikan sebagai upaya
untuk memperoleh pengetahuan ( Notoatmodjo, 2002 )
Pengalaman kerja akan menghasilkan pemahaman yang berbeda bagi tiap individu.
Dengan semakin banyaknya pengalaman yang diperoleh selama bekerja maka
ketrampilan akan semakin bertambah pula, dengan pengetahuan dan
ketrampilannya tersebut maka akan dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaan
yang diemba
BAB III
KERANGKA KONSEP , HIPOTESIS, DAN DEFENISI OPERASIONAL
A. Kerangka konsep
Adapun kerangka konsep untuk penelitian yang berjudul Hubungan
Karakteristik Responden dengan Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas oleh Bidan
Praktek Swasta di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar tahun 2010
menggunakan variabel independen meliputi umur, pendidikan, dan pengalaman
kerja. Dan yang menjadi variabel dependen meliputi pelaksanaan pencegahan infeksi
nifas.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam skema kerangka konsep di bawah ini :
Variabel independen Variabel dependen
Bagan 3.1
Kerangka konsep
Umur Bidan
Pendidikan Bidan
Pengalaman Kerja Bidan
Pelaksanaan Pencegahan
Infeksi Nifas
B. Hipotesis
1. Hipotesis alternatif
Hipotesis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif ( Ha )
yaitu :
a. Ada hubungan antara umur responden dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas.
b. Ada hubungan antara pendidikan responden dengan pelaksanaan pencegahan infeksi
nifas
c. Ada hubungan antara pengalaman kerja responden dengan pelaksanaan pencegahan
infeksi nifas.
C. Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi
Operasional
Cara Ukur Alat
ukur
Hasil Skala
01. Umur Lamanya hidup
bidan yang
dihitung sejak
lahir sampai
dengan penelitian
ini dilakukan.
Wawancara Lembar
checklist
1). 22 - 39
tahun
2). 40 - 56
tahun
Interval
02. Pendidikan Pendidikan
formal kebidanan
yang telah
diselesaikan oleh
bidan.
Wawancara Lembar
03. Pengalaman kerja Lamanya masa waktu bidan dalam memberikan asuhan kebidanan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas.
Wawancara Lembar
checklist
1). 1 - 13
tahun
2). 14 - 26
tahun
Interval
04. Pelaksanaan
pencegahan infeksi nifas Suatu upaya untuk menurunkan resiko terjangkit atau terinfeksi mikroorganisme yang menimbulkan penyakit -penyakit berbahaya.
Observasi Lembar
checklist
Baik :
Score
16 – 30
kurang
1 – 15
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian
deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui
adanya hubungan antara karakteristik responden dengan pelaksanaan pencegahan infeksi
nifas oleh Bidan Praktek Swasta di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam
Pematangsiantar tahun 2010.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua Bidan Praktek Swasta di wilayah
kerja Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar yaitu 40 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini menggunakan total populasi di mana semua populasi
dijadikan sampel yaitu sebanyak 40 orang.
Kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu :
1. Bidan Praktek Swasta yang bersedia dijadikan sampel dalam penelitian.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam
Pematangsiantar karena terdapat 2 orang yang menderita infeksi nifas pada tahun 2009
dan belum pernah diadakan penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini di
wilayah kerja Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar.
D. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2010
E. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapatkan izin dari Ketua Program
D-IV Bidan Pendidik Fakltas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dengan
mengajukan permohonan izin penelitian kepada kepala Puskesmas Batu Enam
Pematangsiantar. Selanjutnya peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada
calon responden bahwa partisipasi responden yang diteliti tersebut bersifat sukarela dan
responden berhak mengundurkan diri dari penelitian. Jika bersedia menjadi responden,
maka responden diminta untuk manandatangani lembar persetujuan ( informed concent )
penelitian atau responden dapat menyatakan persetujuan secara verbal.
Dalam menjaga kerahasiaannya, maka lembar pernyataan untuk obsevasi yang
akan diisi tidak mencantumkan nama responden dan informasi yang diperoleh hanya
dipergunakan untuk penelitian.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar cheklist
yang akan diisi oleh peneliti dengan cara melakukan observasi pada saat responden
dilakukan oleh responden sudah sesuai dengan tindakan-tindakan pencegahan infeksi
nifas.
Bagian pertama lembar observasi berisi data demografi responden yang meliputi
umur, pendidikan, dan pengalaman kerja.
Bagian kedua yaitu lembar observasi yang berisi sejumlah pernyataan yang
digunakan untuk mengidentifikasi pelaksanaan pencegahan infeksi oleh Bidan Praktek
Swasta. Lembar checklist penelitian ini terdiri dari 30 pernyataan.
Setiap item pernyataan mempunyai 2 alternatif penilaian yaitu bila tindakan
dilaksanakan mendapat nilai 1 dan bila tindakan tidak dilaksanakan mendapat nilai 0.
Untuk mengukur pelaksanaan pencegahan infeksi nifas yang dilakukan oleh
Bidan Praktek Swasta, terlebih dahulu dihitung score yang diperoleh responden :
1. Score maksimal yaitu 30, yang berarti dari hasil observasi responden memperoleh
nilai 1 x 30 = 30
2. Score minimal yaitu 0, yang berarti dari hasil observasi responden memperoleh nilai
0 x 30 = 0
Penentuan nilai panjang dengan menggunakan rumus dari Hidayat ( 2007 ) sebagai
berikut :
Rentang = nilai maksimal – nilai minimal
Panjang kelas = Rentang Banyaknya kelas = 30 – 0
2
= 15
Dari rumus di atas diperoleh rentang kategori pelaksanaan pencegahan infeksi nifas oleh
Bidan Praktek Swasta sebagai berikut :
1. Kurang memperoleh score 0 – 15
2. Baik memperoleh score 16 – 30
G. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dengan mengajukan surat
permohonan izin penelitian dari institusi pendidikan Program D – IV Bidan Pendidik
Fakultas Keperawatan USU., dan mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian
kepada Bapak Kepala Puskesmas di wilayah kerja Puskesmas Batu Enam
Pematangsiantar maka peneliti akan menjumpai para Bidan Praktek Swasta dan
menjelaskan tujuan dari penelitian tersebut. Peneliti akan menjelaskan bahwa peneliti
akan mengobservasi pada waktu bidan melakukan tindakan pertolongan persalinan.
Peneliti akan mengobservasi Bidan Praktek Swasta pada waktu menolong persalinan
apakah bidan telah melakukan tindakan pencegahan infeksi sesuai dengan standar
operasional prosedur. Peneliti juga ikut membantu Bidan Praktek Swasta pada waktu
melakukan pertolongan persalinan.
H. Analisis Data
Dalam melakukan analisa data, data yang telah terkumpul diolah dengan tujuan
mengubah data menjadi informasi. Pengolahan data dilakukan dengan langkah –
langkah :
1. Editing
Editing adalah memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan
pada saar pengumpulan data atau setelah data terkumpul
2. Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
3. Processing
Setelah data di coding maka data dari lembar checklist dimasukkan ke dalam program
komputer yaitu spss.
4. Melakukan teknik analisis data
Teknik analisis data yang digunakan adalah ;
a. Analisis Univariat
Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel
distribusi dab frekuensi.
b. Analisis Bivariat
Analisis data dilakukan secara bivariat yaitu menghubungkan antara karakteristik
responden dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas, analisis data ini
dilakukan dengan uji statistik yaitu chi – quare.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Dari hasil penelitian, karakteristik responden yang ditanyakan pada
penelitian ini yaitu umur, pendidikan, dan pengalaman kerja. Data deskriptif
umur responden diperoleh umur terendah adalah 22 tahun dan umur tertinggi
adalah 56 tahun sedangkan pendidikan responden yang terendah adalah D – I
Kebidanan dan yang tertinggi adalah D – III Kebidanan serta lama bekerja paling
[image:44.612.140.549.485.642.2]sedikit adalah 1 tahun dan yang tertinggi adalah 26 tahun.
Tabel 5.1
Distribusi Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Enam Pematangsiantar Tahun 2010
No Karakteristik Responden Jumlah
N %
1. Umur
1. 22 – 39 tahun 2. 40 – 56 tahun
23 17
57,5 42,5 2. Pendidikan
1. D-I Kebidanan 2. D-III Kebidanan
22 18
55 45 3. Pengalaman kerja
1. 1 – 13 tahun 2. 14 – 26 tahun
13 27
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari 40 responden sebagian besar
berumur antara 22 – 39 tahun sebanyak 23 orang ( 57,5%), dan sebagian kecil
berumur 40 – 56 tahun sebanyak 17 orang ( 42,5%)
Berdasarkan pendidikan responden, dapat dilihat bahwa dari 40
responden sebagian besar berpendidikan D – I Kebidanan sebanyak 22 orang
( 55%), dan sebagian kecil berpendidikan D – III Kebidanan sebanyak 18 orang
( 45%).
Berdasarkan lama bekerja, dapat dilihat bahwa dari 40 responden
sebagian besar mempunyai pengalaman kerja 14 – 26 tahun sebanyak 27 orang
( 67,5% ), dan sebagian kecil mempunyai pengalaman kerja 1 – 13 tahun
sebanyak 13 orang ( 32,5% )
[image:45.612.157.548.471.714.2]2. Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Tabel 5.2
Distribusi Hasil Tingkat Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Enam
Pematangsiantar tahun 2010
N0 Pernyataan Tindakan
Dilakukan Tidak
dilakukan
N % n %
1. Bidan melepaskan seluruh perhiasan di jari dan di tangan saat akan mencuci tangan
33 82,5 7 17,5
2. Bidan membasahi tangan dengan air bersih dan mengalir sampai ke siku tangan
27 67,5 13 32,5
3. Bidan menggunakan sabun cair untuk mencuci tangan
27 67,5 13 32,5
4. Bidan mencuci tangan dengan prosedur 6 langkah
31 77,5 9 22,5
5. Bidan membilas tangan dengan air bersih dan mengalir sampai ke siku tangan
23 57,5 17 42,5
6. Bidan mengeringkan tangan dengan cara diangin – anginkan dengan kertas tisu atau
19 47,5 21 52,5
handuk pribadi yang bersih dan kering 7. Bidan memakai sarung tangan yang sesuai
dengan ukuran tangan
13 32,5 27 67,5
8. Bidan memakai sarung tangan dengan benar, dengan memperhatikan ibu jari tangan dari sarung tangan. Ibu jari dari sarung tangan menandakan sarung tangan itu untuk tangan kiri dan sebaliknya.
21 52,5 19 47,5
9. Dengan 1 tangan sarung tangan diambil dengan cara memegang sebelah dalam yang dilipat keluar
21 52,5 19 47,5
10. Setelah sarung tangan terpasang dipatan tadi dibiarkan dan dengan tangan yang telah mengenakan sarung tangan bidan mengambil sarung tangan yang
sebelahnya dengan cara menyelinapkan tangan ke celah lipatan sarung tangan.
18 45 22 55
11. Bidan mengenakan sarung tangan dengan benar, kemudian merapikan lipatan
16 40 24 60
12. Bidan menggunakan sarung tangan pada eaktu menghisap lendir dari jalan nafas bayi baru lahir.
16 40 24 60
13. Bidan meletakkan benda – benda tajam di atas baki steril atau DTT atau dengan menggunakan daerah aman yang sudah ditentukan
17 42,5 23 57,5
14. Bidan dengan hati – hati melakuk an penjahitan agar terhindar dari luka tusuk secara tidak sengaja.
20 50 20 50
15. Bidan menggunakan pemegang jarum dan pinset pada saat menjahit. Bidan tidak meraba ujung jarum atau memegang jarum jahit dengan tangan.
22 55 18 45
16. Bidan tidak menutup, melengkungkan, mematahkan atau melepaskan jarum yang akan dibuang
26 65 14 35
17. Bidan membuang wadah tahan bocor dan menyegel dengan perekat jika sudah 2/3 penuh
19 47,5 21 52,5
18. Jika benda – benda tajam tidak bisa dibuang dengan aman, bidan membilas 3x larutan klorin 0,5%, lalu menutup kembali menggunakan teknik satu tangan dan kemudian dikuburkan.
16 40 24 60
19. Setelah selesai menolong persalinan, bidan membersihkan peralatan dengan
memisahkan alat – alat yang terbuat dengan logam dengan benda – benda tajam.
20. Bidan menggunakan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran.
18 45 22 55
21. Untuk peralatan yang didisinfeksi tingkat tinggi dengan cara direbus bidan tidak mengeringkan terlebih dahulu peralatan itu.
18 45 22 55
22. Bidan menggunakan panci dengan penutup yang rapat untuk mendesinfeksi peralatan dengan cara merebus.
20 50 20 50
23. Bidan merebus paralatan selama 20 menit 18 45 22 55 24. Bidan membiarkan peralatan kering
dengan cara diangin – anginkan sebelum digunakan atau disimpan
21 52,5 19 47,5
25.
26.
Bidan selalu menyediakan ember larutan pemutih ( klorin 0,5% yang belum terpakai
Bidan menuangkan larutan klorin 0,5% pada percikan darah kemudian
menyekanya dengan kain.
23 25 57,5 62,5 17 15 42,5 37,5
27. Setelah menggunakan tempat tidur persalinan, meja, troli prosedur, Bidan segera menyeka permukaan dan bagian - bagian peralatan tersebut dengan kain yang dibasahi klorin 0,5% dan detergen
16 40 24 60
28. Bidan setelah selesai menolong persalinan, menyeka celemek dengan menggunakan larutan klorin 0,5%
20 50 20 50
29. Bidan membersihkan lantai, dinding, atau permukaan datar lain dengan larutan klorin 0,5% dan detergen dengan membersihkan dari atas ke bawah sehingga kotoran yang jatuh dapat dihilangkan
21 52,5 19 47,5
30. Bidan mencegah terjadinya kontak antara sampah yang terkontaminasi dengan permukaan luar kantong.
22 55 18 45
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa banyak responden yang telah melakukan
tindakan pencegahan infeksi nifas, namun ada juga prosedur yang tidak dilakukan.
Dari 30 langkah prosedur pencegahan infeksi nifas, tindakan yang paling banyak
dilakukan responden yaitu bidan melepaskan seluruh perhiasan di jari dan di tangan
sebanyak 33 orang ( 82,5% ) dan tindakan yang paling sedikit dilakukan bidan yaitu
bidan memakai sarung tangan sesuai dengan ukuran tangan yaitu sebanyak 13
[image:48.612.132.549.347.406.2]responden ( 32,5% )
Tabel 5.3
Distribusi Tingkat Pelaksanaan Responden dalam Pencegahan Infeksi Nifas Oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Enam
Pematangsiantar Tahun 2010
No Tingkat pelaksanaan n %
1. Kurang 24 60
2. Baik 16 40
Jumlah 40 100
Pelaksanaan responden tentang pencegahan infeksi nifas terbagi dalam 2 kategori
yaitu kurang dan baik. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 40 responden
sebagian besar mempunyai tingkat pelaksanaan kurang sebanyak 24 orang ( 60%)
dan sebagian kecil mempunyai tingkat pelaksanaan baik sebanyak 16 orang ( 40% )
3. Hubungan Karakteristik dengan Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Oleh Responden
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan karakteristik dengan pelaksanaan
Tabel 5.4
Hubungan Umur Dengan Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Enam
Pematangsiantar Tahun 2010
No Umur
Pelaksanaan Pencegahan Infeksi
Nifas
Total Nilai P
OR ( 95 %
CI ) Kurang Baik
n % N % N %
1. 2.
22 – 39 tahun 40 – 56 tahun
19 5 82,6 29,4 4 12 17,4 70,6 23 17 100,0 100,0
0,002 11,400
Hasil analisa hubungan antara umur dengan pelaksanaan responden
tentang pencegahan infeksi nifas diperoleh bahwa dari 23 responden, yang
berumur antara 22 -39 tahun yang sebagian besar mempunyai pelaksanaan
pencegahan infeksi nifas kurang sebanyak 19 orang ( 82,6% ) sedangkan dari 17
responden yang berumur antara 40 - 56 tahun sebagian besar mempunyai
pelaksanaan pencegahan infeksi nifas baik sebanyak 12 orang ( 70,6% ).
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,002 maka dapat disimpulkan ada hubungan
yang signifikan antara umur dengan pelaksanaan pencegahan infeksi nifas . Dari
hasil uji statistik juga diperoleh nilai OR=11,400 artinya responden yang
berumur antara 40 – 56 tahun mempunyai peluang 11 kali lebih baik dalam
pelaksanaan pencegahan infeksi nifas dibandingkan responden yang berumur 22
– 39 tahun.
Tabel 5.5
Hubungan Pendidikan Dengan Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Enam
Pematangsiantar Tahun 2010
No Pendidikan
Pelaksanaan Pencegahan Infeksi
Nifas
Total Nilai P
OR ( 95 % CI ) Kurang Baik
N % N % n %
1. 2. D-I Kebidanan D-III Kebidanan 17 7 77,3 38,9 5 11 22,7 61,1 22 18 100,0 100,0
0,032 5,343
Dari tabel hubungan antara pendidikan dengan pelaksanaan pencegahan
infeksi nifas oleh Bidan Praktek Swasta diperoleh bahwa dari 22 responden
yang berpendidikan D- I Kebidanan sebanyak 17 orang ( 77,3 ) mempunyai
pelaksanaan pencegahan infeksi nifas kurang. Sedangkan responden yang
mempunyai pendidikan D-III Kebidanan dari 18 responden ada 11 orang ( 61,1%
) yang mempunyai pelaksanaan pencegahan infeksi baik.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,032 maka dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pelaksanaan pencegahan
infeksi nifas.
Dari hasil uji statistik diperoleh juga nilai OR=5,343 artinya responden yang
mempunyai pendidikan D-III Kebidanan mempunyai peluang 5 kali lebih baik
dalam pelaksanaan pencegahan infeksi nifas dibandingkan dengan responden
Tabel 5.6
Hubungan Pengalaman Kerja Dengan Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas Oleh Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Enam
Pematangsiantar Tahun 2010
No Pengalaman kerja
Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas
Total Nilai P
OR ( 95 % CI )
Kurang Baik
n % n % n %
1. 2.
1-13 tahun 14 – 26 tahun
11 13 84,6 48,1 2 14 15,4 51,9 13 27 100,0 100,0
0.063 5,923
Dari hasil analisa hubungan lama bekerja dengan pelaksanaan
pencegahan infeksi nifas oleh Bidan Praktek Swasta diperoleh bahwa dari 13
responden yang memiliki pengalaman kerja 1 -13 tahun sebagian besar
mempunyai pelaksanaan pencegahan infeksi kurang sebanyak 11 orang ( 84,6%
), sedangkan responden yang memiliki pengalaman kerja 14 – 26 tahun sebagian
besar mempunyai pelaksanaan pencegahan infeksi baik sebanyak 14 orang (
51,9% )
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,063 maka dapat diartikan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara pengalaman kerja dengan pelaksanaan
pencegahan infeksi nifas.
Dari hasil uji statistik didapatkan juga nilai OR=5,923 artinya responden
yang mempunyai pengalaman kerja 14 - 26 tahun mempunyai peluang 5 kali
lebih baik dalam pelaksanaan pencegahan infeksi nifas dibandingkan responden
yang mempunyai pengalaman kerja 1 – 13 tahun.
B. Pembahasan
1. Interpretasi dan Diskusi Hasil
a. Karakteristik Responden
Dapat dilihat bahwa dari 40 responden sebagian besar responden berumur 22
– 39 tahun sebanyak 23 orang ( 57,5% ). Umur mempunyai peran dalam
memperoleh pengetahuan sehingga dengan pengetahuan yang baik akan
berdampak terhadap penerapannya dalam tindakan. Semakin tua seseorang
fungsi organ – organ tubuhnya menurun termasuk daya ingat.
Menurut Nursalam, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Sedangkan dari 40 responden sebagian besar responden memiliki pendidikan
D-I Kebidanan yaitu 22 orang ( 55% ). Melalui pendidikan seseorang dapat
memperoleh informasi dengan cepat, tingkat pendidikan juga menentukan mudah
tidaknya seseorang memahami pengetahuan yang diperolehnya dan akan
mempengaruhi sikap dalam menerapan tindakan berdasarkan pengetahuan yang
diperoleh. Hal ini didukung oleh teori Cherin, semakin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.
Dari 40 responden sebagian besar responden memiliki pengalaman kerja 14 –
26 tahun sebanyak 27 orang ( 67,5% ). Pengalaman akan menghasilkan
pemahaman yang berbeda bagi tiap individu. Menurut Wiet Hary dalam
Notoadmodjo ( 2003 ) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan menentukan
mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka
peroleh pada umumnya, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin
b. Pelaksanaan Responden Tentang Tindakan Pencegahan Infeksi Nifas
Secara keseluruhan tingkat pelaksanaan responden tentang tindakan
pencegahan infeksi nifas adalah kurang sebanyak 24 orang ( 60% ), karena masih
dijumpai responden yang tidak melakukan tindakan sesuai dengan prosedur
seperti bidan memakai sarung tangan yang sesuai dengan ukuran tangan, bidan
menggunakan sarung tangan dengan benar, kemudian merapikan lipatan, Bidan
merapikan tempat sarung tangan, setelah menggunakan tempat tidur persalinan,
meja, troli prosedur, bidan segera menyeka permukaan dan bagian – bagian
peralatan tersebut dengan kain yang dibasahi klorin 0,5% dan detergen, bidan
meletakkan benda – benda tajam di atas baki steril atau DTT atau dengan
menggunakan daerah aman yang sudah ditentukan, bidan menggunakan air dan
sabun untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran, untuk peralatan yang akan
didisinfeksi tingkat tinggi dengan cara direbus, bidan tidak mengeringkan
terlebih dahulu peralatan itu, bidan merebus peralatan selama 20 menit, setelah
sarung tangan terpasang lipatan tadi dibiarkan dan dengan tangan yang telah
mengenakan sarung tangan bidan mengambil sarung tangan yang sebelahnya
dengan cara menyelinapkan tangan ke celah lipatan disarung tangan, bidan
mengeringkan tangan dengan cara diangin – anginkan atau dikeringkan dengan
kertas tisu atau handuk pribadi yang bersih dan kering, bidan membuang benda –
benda tajam dalam wadah tahan bocor dan menyegel dengan perekat jika sudah
penuh 2/3 penuh, bidan dengan hati – hati melakukan penjahitan agar terhindar
dari luka tusuk secara tidak sengaja, bidan menggunakan panci dengan penutup
yang rapat untuk mendesinfeksi peralatan dengan cara merebus,
Ketidaktahuan ini dapat disebabkan karena masih ada responden yang
memiliki pendidikan D – I Kebidanan sebanyak 22 orang ( 55% ), karena
pendidikan yang rendah mempengaruhi pemahaman seseorang dalam
memperoleh pengetahuan dan tingkat pendidikan yang rendah dapat
menyebabkan seseorang kurang mempunyai ketrampilan tertentu yang
diperlukan dalam kehidupannya.
Ketidaktahuan ini juga dapat disebabkan masih banyak responden yang
mempunyai pengalaman kerja 1 – 13 tahun sebanyak 13 orang ( 32,5%).
Pengalaman akan menghasilkan pemahaman yang berbeda bagi tiap individu.
Menurut Notoadmodjo pengalaman pribadi pun dapat dijadikan sebagai upaya
untuk memperoleh pengetahuan yang dapat mempengaruhi kemampuan
seseorang dalam menerapkan ilmu yang dimiliki.
c. Hubungan Karakteristik dengan Pelaksanaan Pencegahan Infeksi Nifas
Berdasarkan analisa data diperoleh nilai p=0,002 yang artinya ada
hubungan yang signifikan antara umur dengan pelaksanaan pencegahan infeksi
nifas.
Menurut Gunarso ( 1990 ) bahwa makin tua um