• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG BAHASA ISYARAT DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN INTELEGENSI ANAK TUNARUNGU.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG BAHASA ISYARAT DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN INTELEGENSI ANAK TUNARUNGU."

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG BAHASA ISYARAT DALAM MENGEMBANGKAN

KECERDASAN INTELEGENSI ANAK TUNA RUNGU

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Setyoko Bagus Prakoso NIM 13110244009

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

iv MOTTO

“Kepercayaan diri akan memberikan efek positif dalam setiap tindakan kita” (Penulis)

“Berfikirlah positif dengan hasil yang akan kita dapat melalui kerja keras dan ketekunan”

(6)

v

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya, karya ini aku persembahkan kepada:

 Kedua orang tuaku tercinta, Ayah R Indro Joko Kusuma Wardana, dan

Almh Ibu Ellyana Indriati, yang telah membesarkan, mencurahkan kasih sayang, doa, serta dukungannya dalam memberi semangat dan dorongan sehingga penulis dapat berhasil menyusun skripsi ini.

 Kakakku tercinta Aprillia Karunia Perdana tersayang yang telah

(7)

vi

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG BAHASA ISYARAT DALAM MENGEMBANGKAN

KECERDASAN INTELEGENSI ANAK TUNARUNGU Oleh

Setyoko Bagus Prakoso 13110244009

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan melihat terlaksananya Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Bahasa Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tunarungu di SLB Maarif Muntilan dilihat dari segi akademik dan sosial.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan subyek penelitian yang meliputi Kepala Sekolah, guru, dan peserta didik. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara, dokumentasi, observasi. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Analisis data menggunakan teknik interaktif model Miles dan Huberman yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Implementasi kebijakan bahasa isyarat berjalan dengan baik dengan adanya dukungan bahasa oral sebagai penunjang dalam mengembangkan kecerdasan intelegensi anak tunarungu (2) faktor pendukung meliputi :dukungan suatu komunitas di luar sekolah yaitu magelang deaf community untuk mengembangkan kecerdasan intelegensi serta dapat memberikan pengalaman kepada anak, adanya bahasa ibu yang dimiliki oleh anak tunarungu sebagai bekal untuk berkomunikasi, serta dengan dilakukannya evaluasi yang dilakukan oleh sekolah untuk melihat dan memantau keberhasilan dari implementasi kebijakan bahasa isyarat tersebut dan (3) faktor penghambat meliputi : adanya keterbatasan komunikasi yang masih menjadi hambatan untuk melakukan interaksi dengan masyarakat sekolah dan umum. Hasil dari implementasi kebijakan bahasa isyarat yaitu anak mampu mengolah dan mengembangkan pikiran mereka melalui gerak tubuh.

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat serta karunia-NYA yang sangat melimpah, sehingga penulis masih diberikan kesempatan,kesabaran, dan kemampuan untuk menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2011 Tentang Bahasa Isyarat dalam Mengembangkan kecerdasan Intelegensi Anak Tunarungu” dengan baik dan lancar.

Penulis disini menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam mensukseskan penyusunan skripsi ini. Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan Prodi Kebijakan Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

4. Bapak L Hendrowibowo, selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini, atas bimbingan, arahan, dukungan, dan kesabarannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(9)

viii

6. Bapak Kepala Sekolah dan segenap staf guru di Sekolah Luar Biasa Maarif Muntilan yang telah membantu proses pengambilan data secara lancar. 7. Bapak dan Ibu tercinta (R Indro Joko KW dan Almh, Ellyana Indriati),

kakaku Aprillia Karunia Perdana beserta segenap keluarga, yang telah memberikan doa dan motivasi secara langsung maupun tidak langsung. 8. Kawan – kawan Kebijakan Pendidikan kelas A yang telah memberikan

semangat dan ilmu selama masa perkuliahan dilaksanakan.

9. Teman seperjuangan serta sahabat yang selalu memberikan keceriaan dengan tawa dan canda.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya penulis dan umumnya bagi semua pembaca.

Yogyakarta , 12 Juni 2017 Penulis

(10)

ix DAFTAR ISI

hal

HALAM JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

(11)

x

1. Implementasi ... 11

2. Teori Implementasi ... 12

3. Kebijakan ... 13

B. Bahasa ... 14

1. Bahasa ... 14

2. Fungsi ... 14

C. Bahasa Isyarat ... 16

1. Bahasa Isyarat ... 16

2. Jenis ... 17

D. Perkembangan ... 18

1. Perkembangan ... 18

2. Karakteristik ... 19

3. Prinsip – Prinsip Perkembangan ... 21

E. Tunarungu ... 24

1. Tunarungu ... 24

2. Jenis Tunarungu ... 25

3. Karakteristik Tunarungu ... 26

F. Kecerdasan ... 28

1. Kecerdasan ... 28

2. Teori Kecerdasan ... 30

3. Ciri – Ciri Intelektual ... 31

4. Faktor Kecerdasan ... 37

G. Penelitian Yang Relevan ... 38

H. Kerangka Pikir Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 42

B. Setting Penelitian ... 43

C. Subyek Penelitian ... 43

D. Metode Pengumpulan Data ... 43

(12)

xi

F. Keabsahan Data ... 46

G. Teknik Analisis Data ... 48

H. Pertanyaan Penelitian ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 52

1. Profil SLB ... 52

a. Visi dan Misi ... 52

b. Sejarah ... 52

c. Lokasi dan SLB Maarif Muntilan... 53

d. Sumber Daya ... 54

e. Sarana dan Prasarana ... 55

f. Prestasi yang Diraih ... 55

2. Proses Pembelajaran Tunarungu ... 56

a. Proses Pembelajaran ... 56

B. Hasil Penelitian ... 57

1. Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tunarungu ... 57

a. Pembelajaran Bahasa Isyarat di Sekolah ... 57

b. Pengembangan Bakat Anak Tunarungu ... 61

c. Pengarahan Kegiatan ... 63

d. Penggunaan Bahasa Isyarat di Masyarakat ... 66

2. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tunarungu... 70

3. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tunarungu... 73

C. Pembahasan ... 74

1. Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tunarungu ... 74

a. Pembelajaran Bahasa Isyarat di Sekolah... 74

b. Pengembangan Bakat Anak Tunarungu ... 75

c. Pengarahan Kegiatan ... 76

d. Penggunaan Bahasa Isyarat di Masyarakat ... 77

2. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Anak Tunarungu ... 77

(13)

xii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Kisi – Kisi Pedoman Wawancara... 45

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Observasi ... 86

Lampiran 2. Catatan Lapangan ... 88

Lampiran 3. Pedoman Wawancara ... 92

Lampiran 4. Transkrip Wawancara Yang Sudah Direduksi ... 96

Lampiran 5. Dokumentasi Foto... 111

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia tidak akan bisa lepas dari yang namanya pendidikan, dalam berbagai perkembangan zaman kata tersebut tidak akan pernah hilang dari peradaban manusia. Pendidikan merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok baik itu yang terjadi dalam institusi formal maupun informal yang ada pada lingkungan sekitar. Dengan adanya pendidikan seseorang akan mengalami serta menemukan tahapan dalam masa perkembangannya, apabila dilihat dari segi manfaatnya dapat diketahui bahwa pendidikan mempunyai fungsi dan tujuan yang mampu memajukan serta mengembangkan gagasan dan pola pikir untuk menjadi manusia seutuhnya atau memanusiakan manusia.

Menurut undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 1 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

(18)

2

bermanfaat setiap waktu seiring perkembangan zaman hingga menuju akhir hayat atau disebut dengan pendidikan sepanjang hayat.

Sependapat dengan Dwi Siswoyo, dkk (2008: 146) mengemukakan bahwa makna pendidikan sepanjang hayat yaitu pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi dewasa, tetapi tetap berlanjut sepanjang hidupnya. Serta pendidikan bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja, dengan kata lain pendidikan berlangsung sepanjang hayat atau lebih dikenal dengan pendidikan seumur hidup.

Selanjutnya apabila kita membahas mengenai pendidikan maka tidak akan jauh dengan pembentukan pola pikir manusia. Pembentukan pola pikir yang terus berkembang akan menimbulkan suatu hal baru yang memiliki banyak manfaat. Dengan adanya berbagai manfaat untuk kedepannya, membuat pendidikan semakin gencar diberikan kepada masyarakat guna membekali mereka demi meraih masa depan.

Pendidikan di Indonesia umumnya diterapkan pada dua bentuk yang lebih dikenal dengan bentuk formal dan informal, keduanya memiliki tujuan yang sama untuk mencerdaskan anak, dimana dari sisi formal berhubungan dengan kegiatan pembelajaran di sekolah yang memiliki struktur terencana, sedangkan informal berada pada lingkup diluar sekolah seperti halnya dalam keluarga.

(19)

3

Sekolah di dalamnya terjadi proses interaksi sosial melalui transfer wawasan dan ilmu yang melibatkan pendidik dan peserta didik. Interaksi sosial ini berguna untuk mendampingi serta mengarahkan berbagai perilaku anak untuk mencapai tujuan pengembangan kualitas diri yang lebih optimal.

Pendidikan di dalam sekolah diberikan kepada anak untuk membekali mereka berupa modal yang bermanfaat di masa depan. Seorang anak di sekolah mendapatkan kegiatan pembelajaran atau transfer ilmu, ketika kegiatan pembelajaran dilaksanakan pasti di dalamnya akan muncul berbagai problematika masalah. Untuk itu dicetuskanlah suatu kebijakan yang dalam hal ini diterapkan pada sekolah luar biasa.

SLB Maarif Muntilan memiliki bermacam – macam anak disabilitas dari tuna grahita, tuna rungu, tuna wicara yang menimba ilmu di sekolah yang sama yaitu SLB. Adapun jenis dari pada anak disabilitas yang dibahas dalam hal ini adalah tuna rungu.

Anak tungarungu merupakan anak yang mengalami gangguan dalam pendengaran. Pada umumnya kecerdasan yang dimiliki oleh anak penyandang tuna rungu di SLB ini tidak berbeda jauh dengan apa yang dimiliki oleh anak normal pada umumnya, hanya saja dalam penerimaan kata - kata sulit dan tata bahasa kurang teratur sehingga harus diajarkan secara intensif dan mendalam karena disini segi komunikasi sangatlah berperan.

(20)

4

seharusnya berjalan dengan lancar dan baik harus difokuskan melalui beberapa tahap agar anak - anak dapat berkonsentrasi.

Konsentrasi anak mulai terpecah saat menghadapi atau menerima pelajaran matematika, karena anak tuna rungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi yang menyebabkan problem belajar matematika mengalami kesulitan dalam hal simbol – simbol dan terkadang anak mengalami malas serta bosan untuk mengikuti proses pembelajaran karena mungkin dianggap terlalu monoton.

Permasalahan lain muncul di luar segi kegiatan pembelajaran misalnya segi sosial, anak disabilitias cenderung mengalami rendah diri di masyarakat (mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial). Mereka terkadang minder dengan orang yang tidak sama dengan kekurangan yang dimiliki. Masalah lainnya anak yang mengalami tuna rungu terkadang hanya mau berkomunikasi dengan anak tuna rungu lainnya tanpa ingin berkomunikasi dengan anak disabilitas lainnya, mereka juga merasa terasing dan sering menyendiri di lingkungan masyarakat.

Segi komunikasi masih menjadi hambatan bagi seorang penyandang tuna rungu, yang pada umumnya seharusnya bisa berbaur atau banyak berkomunikasi namun disini anak disabilitas tuna rungu mayoritas malu untuk berbicara, padahal berbicara akan membuat anak tunar rungu mendapatkan kepercayaan di dalam dirinya.

(21)

5

isyarat yang tertera pada UU No. 19 Tahun 2011 yang berkaitan dengan dunia tuli dalam pasal 2 dengan isi komunikasi mencakup bahasa, tayangan teks, braille, komunikasi tanda timbul, cetak besar, multimedia yang dapat diakses maupun bentuk – bentuk tertulis audio, termasuk informasi dan teknologi komunikasi yang dapat diakses, “bahasa” mencakup bahasa lisan dan bahasa

isyarat serta bentuk – bentuk non lisan yang lain. Dengan adanya UU tersebut diharapkan nantinya mampu membantu para peserta didik tuna rungu untuk mengembangkan potensi mereka dengan pendampingan guru dan dalam pengawasan sekolah.

Di sekolah luar biasa juga terdiri dari berbagai guru yang dianggap sebagai orang tua di lingkungan tersebut menggantikan orang tua mereka di rumah, disini hal yang membedakan dengan sekolah lain yaitu dengan munculnya berbagai ciri khas anak yang berbeda - beda tersebut yang harus diahadapkan dengan berjalannya suatu kebijakan bahasa isyarat, maka bisa dibayangkan bagaimana seorang guru akan berinteraksi serta membentuk kecerdasan pada anak – anak yang berbeda karakteristik satu dengan yang lainnya.

(22)

6

Pada hakekatnya orang awam tidak akan mengetahui kebijakan bahasa isyarat dalam mengembangkan kecerdasan anak dengan keterbatasan seperti tuna rungu yang memiliki hambatan. Bahasa isyarat tidak diketahui oleh masyarakat dikarenakan penggunaanya tidak begitu diterapkan di masyarakat. Oleh sebab itu maka implementasi kebijakan bahasa isyarat disini dikaitkan dengan kecerdasan intelegensi anak.

Kecerdasan anak tuna rungu ini diberikan karena anak belum dapat berkomunikasi secara bebas dan menyatu saat berada di lingkungan masyarakat. Dikarenakan kebijakan bahasa isyarat yang digunakan anak tuna rungu belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Sehingga dengan mengaitkan serta mengembangkan bahasa isyarat dengan kecerdasan intelegensi diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi anak tuna rungu.

Kemampuan khusus disini lebih memfokuskan kepada bidang - bidang tertentu saja. Adapun dari Teori Multiple Intrlligence (Gardner) kecerdasan memiliki 9 dimensi yang semiotonom, yaitu linguistik, musik, matematik logis, visual spesial, kinestetik fisik, sosial interpersonal,intrapersonal, spiritual, natural. Bahasa isyarat mendukung kecerdasan intelegensi anak di demensi kinestetik, interpersonal, serta natural.

(23)

7

mempengaruhi kecerdasan intelegensi dari suatu anak yaitu berasal dari keturunan maupun lingkungannya.

Segi prestasi salah satunya seperti seorang siswa yang mempunyai keterbatasan mendengar ialah dengan diraihnya juara membatik tingkat provinsi, dari beberapa hal tersebut lingkungan sekolah memberikan pengarahan yang baik sehingga anak di sekolahan tersebut mampu memberikan pencapaian terbaik, disini menjadi sebuah tantangan bagi guru bagaimana anak tersebut diasuh dengan keterbatasan yang dia miliki.

Beberapa keterbatasan yang dimiliki oleh anak tuna rungu, memberikan suatu gagasan untuk lebih mendekatkan serta merekatkan pendidik dan peserta didik dalam berbagai pola asuh yang diberikan di lingkungan sekolah.

(24)

8 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Implementasi kebijakan bahasa isyarat yang dikaitkan dengan kecerdasan intelegensi mengalami hambatan dalam hal penerapan di masyarakat. 2. Sulitnya anak tuna rungu untuk melakukan komunikasi dengan warga

sekolah dan masyarakat.

3. Adanya kendala dalam mata pelajaran matematika karena terdiri dari simbol – simbol.

4. Anak tuna rungu cenderung rendah diri dalam berkomunikasi di masyarakat.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan peneliti dan luasnya cakupan dalam permasalahan, maka dalam penelitian ini, permasalahan hanya dibatasi pada implementasi kebijakan bahasa isyarat berkaitan dengan kecerdasan intelegensi.

D. Rumusan masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini yaitu :

“Bagaimana implementasi kebijakan bahasa isyarat di sekolah dan

(25)

9 E. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan :

1. Implementasi kebijakan bahasa isyarat di SLB berkaitan dengan kecerdasan intelegensi.

2. Faktor pendukung dan penghambat komunikasi anak tuna rungu di masyarakat dan sekolah

3. Kendala saat anak menerima pelajaran matematika. 4. Sebab anak rendah diri ketika berada di masyarakat. F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai impementasi kebijakan (bahasa isyarat) yang terlaksana dengan adanya proses pendidikan yang melibatkan anak, peserta didik, dan lingkungan. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Mampu mengembangkan metodologi penelitian serta menerapkan berbagai teori yang didapat di bangku kuliah dan memberi informasi mengenai implementasi kebijakan bahasa isyarat serta kecerdasan. b. Bagi Guru

(26)

10 c. Bagi anak

(27)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Implementasi Kebijakan 1. Implementasi

Implementasi menurut Kamus Webster diartikan sebagai to provide the means carrying out yang berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu, to give practical effect to dengan arti menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu (Solichin Abdul Wahab, 2002: 64). Sedangkan menurut Grindle (Sudiyono, 2007: 77) bahwa implementasi kebijakan pendidikan sesungguhnya tidak semata - mata terbatas pada mekanisme penjabaran keputusan - keputusan politik ke dalam prosedur rutuin melalui saluran birokrasi, tetapi terkait dengan masalah konflik.

(28)

12 2. Teori Implementasi

a. Implementasi kebijakan sebagai model proses atau alur yang berarti kebijakan yang disusun oleh pemerintah diarahkan atau ditujukan untuk mengadakan perubahan, dengan kata lain kebijakan sebagai sebuah “social engineering” (rekayasa sosial), yaitu kebijakan ditetapkan oleh

pemerintah dalam rangka mengubah masyarakat sebagai kelompok sasaran, Smith (Sudiyono,2007: 83)

b. Implementasi sebagai pendekatan “the top down Approach” bahwa untuk mewujudkan implementasi yang sempurna diperlukan persyaratan tertentu, Brian w. Hogwood dan Lewis A. Gun (Sudiyono, 2007: 85).

c. Implementasi kebijakan sebagai sebuah sebuah abstraksi hubungan berbagai faktor yang mempengaruhi hasil atau kinerja kebijakan. Teori ini dikemukakan oleh Meter dan Horn. Menurut mereka implementasi kebijakan sebagai sebuah abstraksi yang memperhatikan hubungan antara berbagai faktor yang mempengaruhi hasil atau kinerja suatu kebijakan.

(29)

13 3. Kebijakan

Kebijakan merupakan sebuah rekayasa sosial. Sebagai sebuah rekayasa sosial, maka kebijakan dirumuskan oleh pemerintah. Tentu saja rumusan kebijakan ini secara esensial sesuai dengan permasalahan yang ada. Persoalan yang sering terjadi adalah formulasi kebijakan sebagai sebuah bahasa buatan bukan permasalahan pokoknya, sehingga seringkali kebijakan tidak menyelesaikan permasalahan, bahkan sebuah kebijakan dapat menimbulkan permasalahan baru (Sudiyono, 2007: 1)

Kebijakan harus lahir dari hakikat manusia dan hakikat dari proses pendidikan yang melibatkan anak, pendidik, dan hubungan intrapersonal di dalam suatu masyarakat yang berbudaya dan beretika.

Kebijakan umumnya dimaknai sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh perorangan atau kelompok. Pengertian ini memberikan makna bahwa kebijakan merupakan suatu rangkaian tindakan, yang berarti tindakan tersebut tidak terbatas satu tindakan melainkan beberapa tindakan.

Jadi implementasi kebijakan merupakan sebuah penerapan rekayasa sosial yang disusun secara sistematis guna kemajuan pendidikan khususnya, kebijakan diambil setelah melalui berbagai proses perundingan.

(30)

14 B. Bahasa

1. Bahasa

Bahasa adalah komunikasi atau ekspresif fikir dan perasaan, yang berwujud vokal, dan merupakan kombinasi dari beberapa bunyi atau simbol tertulis yang mengandung arti, Webster (Sardjono, 2005: 5). Dilain hal hakikat bahasa pada prinsipnya meliputi kemampuan pengungkapan, pemahaman, ingatan serta sikap moral dalam kaitannya dengan keterampilan berbahasa. Kemampuan berbahasa meliputi kemampuan menangkap simbol, mengungkapkan kalimat, pemahaman dan keterampilan berbahasa baik pasif maupun aktif serta penggunaan kata - kata yang tepat dan terstruktur menurut tarmansyah (Sardjono, 2005:5).

Maka dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang berwujud suatu vokal ataupun tulisan yang berpadu sehingga mengandung arti satu sama lain.

2. Fungsi Bahasa

Sardjono (2005: 7) wujud bahasa dapat digunakan sebagai alat komunikasi karena sifatnya yang mengandung makna. Wujud bahasa ada yang berbentuk suara yang kemudian bahasa lisan, yang berbentuk gerakan tubuh, bunyi benda - benda tertentu disebut bahasa isyarat yang berbentuk lambang - lambang bunyi disebut bahasa tulisan .

(31)

15

mereka. Dan perhubungan tersebut akan lebih berarti dan dapat saling mengerti bila mereka memakai alat penghubung. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, sebenarnya telah timbul dari adanya tanggapan seseorang terhadap ucapan anak atau reaksi anak terhadap ucapan seseorang.

b. Bahasa sebagai alat penyimpanan, dalam kehidupan manusia, lahirlah kebudayaan - kebudayaan yang bersifat agresif, selalu berubah - ubah bertambah dan tumbuh sesuai dengan pertumbuhan dan kemajuan manusia, selanjutnya lama kelamaan makin banyaklah macam ragam kebudayaan yang tertumpuk mulai dari kebudayaan kuno hingga kebudayaan yang terbaru. Jadi bahasa tulis dapat berguna sebagai alat penyimpan.

c. Bahasa sebagai alat penolong, bahasa juga sebagai alat penolong untuk memproduksikan apa yang telah diketahui, menolong untuk menyatakan fikiran, perasaan dan pengetahuan ilmu - ilmu yang telah dimiliki, juga menolong untuk menjelaskan hal - hal yang abstrak menjadi kongkrit. Jadi jelaslah bahwa bahasa mempunyai banyak kegunaan yang banyak.

(32)

16

menanggapi ucapan, menyadarkan anak bahwa suara atau ucapan merupakan wadah pengantar makna. Dari bahasa yang dibentuk oleh suara atau ucapan dapat dijadikan alat penghubung dengan orang lain. e. Fungsi bahasa yang berhubungan dengan fakta, mula - mula pengenalan

akan makna kata itu melalui penghayatan nama - nama benda kemudian dilanjutkan dengan penghayatan melalui tingkah laku, baru penghayatan melalui perasaan, fikiran, yang merupakan gabungan dari fakta - fakta.

Menurut penjelasan di atas maka fungsi dari bahasa dapat diartikan menjadi alat komunikasi dalam bermasyarakat sehari – hari.

Dan digunakan sebagai pengungkapan suatu makna yang akan disampaikan kepada orang lain.

C. Bahasa Isyarat 1. Bahasa Isyarat

(33)

17 2. Jenis Isyarat

Menurut Lani Bunawan jenis isyarat sebagai berikut :

a. Bahasa isyarat dapat diartikan sebagai dactylology atau “bahasa jari” atau juga lebih dikenal dengan sebutan abjad jari / ejaan jari ( finger spelling ). Sistem ini masih dibedakan menjadi 2 yaitu : gerak posisi

yang menggambarkan abjad atau ejaan dan gerak posisi jari yang menggambarkan bunyi bahasa.

b. Istilah isyarat juga sering digunakan untuk menunjukkan bahasa tubuh atau body language. Bahasa tubuh meliputi keseluruhan ekspresi tubuh seperti sikap tubuh, ekspresi muka (mimic), pantomimic, dan gesti / gerak yang dilakukan seseorang secara wajar dan alami.

c. Bahasa isyarat asli / alami adalah suatu isyarat sebagaimana digunakan anak tuna rungu (berbeda dari bahasa tubuh) merupakan suatu ungkapan manual (dengan tangan) yang disepakati bersama pemakai. d. Bahasa isyarat formal dikembangkan menjadi 1) bahasa isyarat yang

(34)

18

menggunakan ejaan jari sebagai penunjang untuk gejala bahasa yang sukar dibuatkan isyarat.

D. Perkembangan

1. Perkembangan Manusia

Perkembangan manusia secara psikologis merupakan suatu yang merujuk pada perubahan - perubahan tertentu yang terjadi di dalam kehidupan manusia sejak masa hidup hingga meninggal. Perubahan dalam perkembangan manusia terjadi secara berurutan dan setiap urutan perubahan mempunyai masa tertentu yang relatif panjang seperti masa usia dini, kanak - kanak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia.

Perkembangan adalah proses - proses yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan (maturity) yang berlangsung secara sistematik dan progresif, Lefrancois dkk (Santrock, 2007: 7). Sependapat dengan Moh. Surya (Santrock, 2007: 8) perkembangan merupakan perubahan secara progresif (maju) dalam diri organisme dalam pola - pola yang memungkinkan terjadinya fungsi fungsi baru.

(35)

19

2. Karakteristik Perkembangan Manusia

Paul Baltes (Santrock, 2007: 11-12) seorang peneliti di bidang psikologi perkembangan dan seperti yang dikutip oleh () menjelaskan bahwa perkembangan manusia memiliki tujuh karakteristik dasar yaitu : a. Perkembangan berlangsung sepanjang hidup yang adalah

perkembangan manusia terjadi sangat pesat pada usia dini. Pada usia selanjutnya, perkembangan tersebut tetap berlangsung dengan pesat sampai anak mencapai usia dewasa. Setelah mencapai pada usia dewasa, perkembangan menjadi lebih stabil. Saat mencapai usia tua maka perkembangan manusia menjadi menurun.

b. Perkembangan manusia bersifat multidimensional yaitu perkembangan dalam diri manusia memiliki berbagai dimensi seperti dimensi kognitif, dimensi kecerdasan, dimensi sosioemosional.

c. Perkembangan manusia bersifat multidireksional adalah perkembangan manusia pada dimensi tertentu dapat berkembang dengan pesat sementara pada dimensi lainnya menurun. Misalnya seorang yang dewasa mampu bertindak bijaksana dengan menggunakan kematangan intelektual dan pengalaman yang dimilikinya dapat mengambil keputusan tepat, namun pada waktu melakukan kegiatan yang membutuhkan ingatan dalam memproses informasi, ia tidak melakukan dengan baik.

(36)

20

sepanjang hidupnya. Oleh sebab itu, perkembangan manusia mengikuti berbagai alur perkembangan. Misalnya, ingatan orang dewasa yang telah memasuki masa usia tua dapat ditingkatkan melalui training atau melalui berbagai kebiasaan yang membantu mempertahankan daya ingat, seperti menstimulasi otak dengan membaca serta menulis. e. Perkembangan manusia mengandung sejarah perkembangan yaitu

seorang individu sangat dipengaruhi oleh sejarah perkembangan hidupnya. Misalnya, seperti orientasi wanita yang hidup di tahun 1950 akan berbeda dengan wanita yang hidup di era globalisasi. Dimana tahun 1950 diorientasikan pada fungsinya sebagai wanita pengurus rumah tangga yang lemah, lembut, dan patuh pada suami.

f. Studi tentang perkembangan manusia bersifat mutlidisiplin yaitu dalam studi perkembangan manusia ini melibatkan berbagai ahli dari disiplin ilmu, sosiologis, antropologis, sosiologis, dan pendidikan. Semuanya memberikan masukan dalam membuka rahasia perkembangan manusia.

g. Perkembangan manusia bersifat kontekstual yaitu manusia memberikan respon dan bertindak berdasarkan konteks yang mencakup biologis, lingkungan fisik, dan lingkungan sosial. Dapat disederhanakan sejalan dengan berubahnya waktu dan zaman maka perkembangan akan mengikutinya

(37)

21

faktor seperti daya ingat, dimensi kecerdasan serta berbagai hal yang melekat pada seorang anak demi menunjang keberhasilan dalam proses perkembangan. Semua hal tersebut saling berhubungan satu sama lain seperti contoh perkembangan berlangsung seumur hidup tapi dalam perjalanan tersebut seseorang memiliki tingkat kecerdasan untuk memberikan informasi yang ia dapat.

3. Prinsip – Prinsip Perkembangan Manusia

Untuk lebih memahami perkembangan manusia secara menyeluruh perlu dilandasi dengan adanya pengetahuan mengenai fakta dasar yang berhubungan dengan perkembangan serta sering disebut dengan prinsip - prinsip perkembangan, prinsip ini menunjuk adanya beberapa pemikiran yang perlu dipedomani dalam usaha memahami perkembangan.

Hurlock (Endang Poerwanti dkk, 2002: 30) menjelaskan bahwa prinsip - prinsip perkembangan tersebut meliputi :

a. Perkembangan melibatkan adanya perubahan yaitu dalam hal ini perkembangan selalu ditandai dengan perubahan yang bersifat progresif, bertujuan agar manusia dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan jaman. Perubahan juga meliputi hilangnya ciri lama untuk mendapatkan ciri baru.

(38)

22

c. Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar adalah hasil keduanya sering terintegrasi satu sama lain untuk membentuk suatu perkembangan.

d. Pola perkembangan dapat diramalkan : dalam pola ini mengikuti pola umum maka dengan melakukan pengamatan longitudional sejak awal perkembangan anak, maka akan dapat diramalkan pola perkembangan berikutnya baik yang menyangkut pertumbuhan fisik maupun psikis. e. Dalam perkembangan ditemui perbedaan individual.

Secara garis besar, peristiwa perkembangan mempunyai atau mengikuti prinsip - prinsip perkembangan sebagai berikut Atmodiwirjo ( Endang Poerwanti dkk, 2002: 132) :

a. Perkembangan tidak terbatas dalam arti ini tumbuh menjadi besar, namun mencakup rangkaian perubahan yang bersifat progresif dan teratur. Jadi semua tahap saling berhubungan satu sama lain serta tidak berdiri sendiri.

b. Perkembangan selalu menuju proses diferensiasi dan integrasi. Prinsip dalam diferensiasi berarti ada prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas tersebut maka lambat laun bagian – bagiannya akan menjadi menjadi sangat nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.

(39)

23

- orang, namun lambat laun seiring berkembang dapat membedakan senyuman tersebut.

d. Setiap orang akan mengalami tahapan perkembangan yang berlangsung secara berantai.

e. Setiap anak memiliki tempo kecepatan perkembangan sendiri - sendiri. Pada setiap anak, terdapat impuls untuk berkembang dengan caranya sendiri, untuk melatih semua bakat serta kemampuannya.

f. Di dalam perkembangan, dikenal adanya irama atau naik turunnya proses perkembangan. Artinya perkembangan manusia tidak tetap terkadang bisa baik bahkan bisa juga turun.

g. Setiap anak, seperti juga orgasnisme lainnya, memiliki dorongan dan hasrat mempertahankan diri dari hal - hal yang negatif seperti rasa sakit, rasa tidak aman, dan kematian.

h. Dalam perkembangan terdapat masa peka. Masa peka ini ialah suatu massa dalam perkembangan anak, saat fungsi jasmani ataupun rohani, dapat berkembang dengan cepat jika mendapat latihan yang baik dan kontinyu.

i. Perkembangan tiap anak pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pembawaan sejak lahir, tetapi juga oleh lingkungan anak.

(40)

24

perkembangan sendiri setiap anak memiliki tempo kecepatan sendiri - sendiri.

E. Tuna Rungu 1. Tuna rungu

Haenudin (2013: 53-54) tuna rungu adalah peristilahan secara umum yang diberikan kepada anak yang mengalami kehilangan atau kekurang mampuan mendengar, sehingga ia mengalami gangguan dalam melaksanakan kehidupannya sehari - hari. Secara garis besar tuna rungu dapat dibedakan menjadi dua yaitu tuli dan kurang dengar.

Istilah tuna rungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya

kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tuna rungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila dilihat secara fisik, anak tuna rungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya, tetapi ketika dia berkomunikasi barulah diketahui bahwa mereka tuna rungu.

Untuk mengetahui lebih lanjut hakikat tuna rungu, dibawah ini akan dikemukakan beberapa pendapat, antara lain Van Uden (1997) dalam Murni Winarsih (2007:6) sebagai berikut :

(41)

25

Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa seseorang dikatakan tuli jika kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 ISO dB, atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa atau menggunakan alat bantu mendengar. Sedangkan seseorang dikatakan kurang dengar apabila kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 35dB sampai 69 dB ISO, sehingga ia mengalami kesulitan untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa atau dengan alat bantu mendengar (ABM). 2. Jenis – Jenis Ketuna runguan

Ketuna runguan secara anatio fisiologis dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis (Haenudin, 2013: 62- 63) yaitu :

a. Tuna rungu hantaran (Konduksi), yaitu ketuna runguan yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya alat - alat penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah. Ketuna runguan konduksi (A Conductive hearing loss) terjadi karena pengurangan intensitas bunyi yang mencapai telinga bagian dalam, dimana syaraf pendengaran berfungsi.

(42)

26

c. Tuna rungu campuran, yaitu ketuna runguan yang disebabkan kerusakan pada penghantar suara dan kerusakan pada syaraf pendengaran.

Jadi jenis dari tuna rungu tersebut dibagi menjadi tiga yaitu tuna rungu hantaran yang diakibatkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat - alat penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah, tuna rungu syaraf ditimbulkan karena tidak berfungsinya alat - alat pendengaran bagian dalam syaraf pendengaran yang menyalurkan getaran ke pusat pendengaran, serta tuna rungu campuran yaitu ketuna runguan yang disebabkan karena kerusakan pada penghantar suara dan kerusakan pada syaraf pendengaran.

3. Karakteristik Tuna rungu

Haenudin (2013: 66-67) anak tuna rungu apabila dilihat dari segi fisiknya tidak ada perbedaan dengan anak pada umumnya, tetapi sebagai dampak dari ketuna runguan mereka memiliki karaktersitik khas. Berikut ini merupakan karakteristik anak tuna rungu dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, serta emosi dan social.

a. Karakteristik dalam Segi Intelegensi

(43)

27

Perkembangan intelegensi anak tuna rungu tidak sama cepatnya dengan anak yang mendengar, karena anak yang mendengar belajar banyak dari apa yang mereka dengar, dan hal tersebut merupakan proses dari latihan berpikir. Keadaan tersebut tidak terjadi pada anak tuna rungu, karena anak tuna rungu memahami sesuatu lebih banyak dari apa yang mereka lihat, bukan dari apa yang mereka dengar. Oleh sebab itu sering kali anak tuna rungu disebut sebagai “Instan Permata”.

Dengan kondisi seperti itu anak tuna rungu lebih banyak memerlukan waktu dalam proses belajarnya terutama untuk mata pelajaran yang diverbalisasikan.

b. Karakteristik dalam Segi Bahasa dan Bicara

Anak tuna rungu dalam segi bicara dan bahasa mengalami hambatan, hal ini disebabkan adanya hubungan yang erat antara bahasa dan bicara dengan ketajaman pendengaran, mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil proses peniruan sehingga para tuna rungu dalam segi bahasa memiliki ciri yang khas, yaitu sangat terbatas dalam pemilihan kosa kata, sulit mengartikan arti kalasan dan kata - kata yang bersifat abstrak.

c. Karakteristik dalam Segi Emosional dan Sosial

(44)

28

menimbulkan emosi yang tidak stabil, mudah curiga, dan kurang percaya diri. Dalam pergaulan cenderung memisahkan diri terutama dengan anak normal, hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan untuk melakukan komunikasi secara lisan.

F. Kecerdasan 1. Kecerdasan

Apabila kita telusuri lebih asal usul kata “kecerdasan” erat sekali hubungannya dengan kata “intelek”. Hal ini bisa dimaklumi sebab

keduanya berasal dari kata Latin yang sama yaitu intellegere, yang mempunyai arti memahami. Intellectus atau intelek adalah suatu bentuk participium perpectum (pasif) dari intellegere, sedangkan intellegens atau

kecerdasan adalah bentuk participium praesens (aktif) dari kata yang sama. Bentuk - bentuk kata ini memberikan indikasi kepada kita bahwa intelek bersifat statis sedangkan intelegensi lebih bersifat aktif. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwasanya intelek adalah potensi untuk memahami, sedangkan intelegensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan perwujudan dari daya serta poteqnsi tersebut.

Sehubungan dengan definisi di atas ada yang mengartikan intelegensi sebagai “kemampuan untuk berpikir secara abstrak” (Terman), “kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya” (Colvin).

(45)

29

a. S.C. Utami Munandar secara umum intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut : 1) Kemampuan untuk berpikir abstrak, 2) Kemampuan untuk menangkap hubungan - hubungan dan untuk belajar, 3) Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi baru. Perumusan - perumusan yang ada di ketiga bagian tersebut yaitu untuk melihat intelegensi sebagai kemampuan berpikir, perumusan kedua mengenai kemampuan untuk belajar, dan yang ketiga kemampuan untuk menyesuaikan. Sekalipun membahas mengenai aspek - aspek yang berbeda namun ketiganya saling berkaitan satu sama lain.

b. Alfred Binet dikenal sebagai pelopor dalam menyusun tes intelegensi, mengemukakan pendapatnya mengenai intelegensi sebagai berikut (Effendi & Praja, 1993) : Intelegensi mempunyai tiga aspek kemampuan : 1) Direction yaitu kemampuan untuk memusatkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan, 2) Adptation yaitu kemampuan untuk mengadakan adaptasi terhadap masalah yang dihadapinya serta fleksibel dalam menghadapi masalah, 3) Criticism yaitu kemampuan untuk mengadakan kritik, baik terhadap masalah yang dihadapi maupun terhadap dirinya sendiri.

(46)

30

Number (N) : kecakapan untuk memecahkan masalah matematika

(penggunaan angka – angka / bilangan), 4) Space (S) : kecakapan tilikan ruang, sesuai dengan bentuk hubungan formal, seperti menggambar design from memory, 5) Memory (M) : kecakapan untuk mengingat, 6)

Perceptual (P) : kecakapan untuk mengamati dan menafsirkan,

mengamati persamaan dan perbedaan suatu objek, tes ini kadang -kadang dihilangkan dalam beberapa bentuk, 7) Reasoning (R) : kecakapan menemukan dan menggunakan prinsip - prinsip.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan atau intelligensi merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu yang berbeda. Kemampuan dari setiap anak dimiliki untuk menghadapi masalah dengan memecahkannya melalui kecakapan maupun pemahaman yang mereka miliki. Serta adanya potensi yang mampu mereka kembangkan di masa perkembangan.

2. Teori Kecerdasan

a. Teori Multiple Intelligence

(47)

31 b. Incremental Theory

Dalam teori ini, seseorang dapat mengembangkan kecerdasan atau kecerdasannya melalui belajar.

c. Teori Uni Factor (Wilhelm Stern)

Dalam teori ini, kecerdasan merupakan kapasitas atau kemampuan umum. Oleh karena itu , cara kerja kecerdasan juga bersifat umum. Reaksi atau tindakan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau dalam memecahkan masalah, bersifat umum pula. Kapasitas umum itu timbul akibat pertumbuhan fisiologis ataupun akibat belajar.

3. Ciri – Ciri Intelektual

Adapun ciri – ciri menurut Howard Gardenr (Thomas Armstrong, 2013: 6-7) sebagai berikut :

a. Kecerdasan Lingusitik

(48)

32

Dari penjelasan di atas didapat kesimpulan bahwa ciri - ciri lingusitik sebagai berikut : 1) Mampu mendengar dan memberikan respons pada kata - kata yang diucapkan dalam suatu komunikasi verbal, 2) Mampu berbicara dan menulis dengan efektif, 3) Mampu mengembangkan kemampuan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sehari - hari.

b. Kecerdasan Logika - Matematika

Kemampuan untuk menggunakan angka secara efektif (misalnya, sebagai ahli matematika, akuntan pajak, atau ahli statistik) dan untuk alasan yang baik (misalnya, sebagai seorang ilmuwan, pemrograman komputer, atau ahli logika). Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap pola - pola dan hubungan - hubungan yang logis, pernyataan dan dalil (jika - maka, sebab - akibat), fungsi, dan abstraksi terkait lainnya.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Logis –

matematis mempunyai ciri – ciri sebagai berikut: 1) Mampu mengamati objek yang ada di lingkungan, 2) Mampu dan menunjukkan kemampuan dalam memecahkan masalah yang menuntut pemikiran, 3) Mampu mengamati dan mengenali pola serta hubungan.

c. Kecerdasan Visual – Spasial

(49)

33

seniman). Kecerdasan ini melibatkan kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan hubungan - hubungan yang ada diantara unsur - unsur ini. Hal ini mencakup kemampuan untuk memvisualisasikan, mewakili ide - ide visual atau spasial secara grafis, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam sebuah matriks spasial.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan visual - spasial dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melihat sekaligus mengamati dunia visual dan spasial secara akurat. Visual mempunyai arti gambar sedangkan spasial yaitu hal - hal yang berkenaan dengan tempat maupun ruang, adapun ciri - cirinya sebagai berikut :1) belajar dengan cara mengamati dan melihat, mengenali wajah, objek, bentuk dan warna, 2) mampu mengenali lokasi dan jalan keluar, 3) mempunyai kemampuan imajinasi yang baik.

d. Kecerdasan Gerak Tubuh (Bodily - kinesthetic)

Keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide - ide dan perasaan - perasaan dan (misalnya sebagai atlet atau penari) dan kelincahan dalam menggunakan tangan seseorang untuk menciptakan atau mengubah sesuatu. Kecerdasan ini meliputi ketrampilan fisik tertentu seperti koordinasi, keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, fleksibilitas, dan kecepatan.

(50)

34

dan perasaan melalui beberapa kegiatan. Dengan ciri - ciri sebagai berikut : 1) menciptakan pendekatan baru dengan menggunakan keahlian fisik seperti dalam menari, olah raga, atau aktifitas lainnya, 2) mempunyai koordinasi fisik dan ketepatan waktu yang baik, 3) menyukai pengalaman belajar yang nyata seperti permainan dan membangun model.

e. Kecerdasan Musikal

Kemampuan untuk merasakan (misalnya sebagai penikmat musik), membedakan, menggubah, dan mengekspresikan bentuk - bentuk musik. Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap ritme, nada atau melodi, dan timbre atau warna nada dalam sepotong musik. Seseorang dapat memiliki pemahaman musik yang figural atau “ dari atas ke bawah”, pemahaman musik yang formal atau “dari bawah ke atas”.

(51)

35 f. Kecerdasan Interpersonal

Kemampuan ini untuk memahami dan membuat perbedaan - perbedaan pada suasana hati, maksud, motivasi, dan perasaan terhadap orang lain. Sebagai ciri lainnya yaitu :1) membentuk dan mempertahankan suatu hubungan sosial, 2) mampu berinteraksi dengan orang lain, 3) mengenali dan menggunakan berbagai cara untuk berhubungan dengan orang lain.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan interpersonal menekankan kepada perbedaan suasana hati yang ada pada diri seorang manusia.

g. Kecerdasan Intrapersonal

Pengetahuan diri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasarkan pengetahuan. Kecerdasan ini termasuk memiliki gambaran yang akurat tentang diri sendiri (kekuatan dan keterbatasan seseorang); kesadaran terhadap suasana hati dan batin, maksud, motivasi, tempramen, dan keinginan; serta kemampuan untuk mendisiplinkan diri, pemahaman diri, dan harga diri.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai ciri – ciri sebagai berikut :1) mampu bekerja secara sendiri, 2) mampu

(52)

36

dan berkembang sebagai gabungan dari unsur keturunan, lingkungan, dan pengalaman hidup.

h. Kecerdasan Naturalis

Kecerdasan ini dengan keahlian mengenali dan mengklasifikasikan berbagai spesies flora dan fauna, dari sebuah lingkungan individu dan mencakup kepekaan terhadap fenomena alam lainnya.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan naturalis memiliki ciri - ciri lain sebagai berikut : 1) menjelajahi lingkungan alam dan lingkungan manusia dengan penuh keterkaitan dan antusias, 2) senang memelihara tanaman dan hewan, 3) suka mengamati, mengenali, berinteraksi, atau peduli dengan objek, tanaman atau hewan.

i. Kecerdasan Spiritual

(53)

37

mengenalkan dan mencontohkan kegiatan keagamaan secara nyata, membangun sikap toleransi kepada sesama sebagai mahluk ciptaan Tuhan.

Penjabaran di atas secara umum dapat diartikan bahwa ciri - ciri poin intelegensi sebagai berikut: 1) mudah menangkap pelajaran, 2) ingatan baik, 3) senang dan sering membaca, 4) cepat memecahkan masalah, 5) ungkapan diri lancar dan jelas, 6) penalaran tajam (berpikir logis – kritis, memahami hubungan sebab akibat), 7) menguasai banyak

bahan tentang macam - macam topik, 8) cepat menemukan asas dalam suatu uraian, 9) senang mempelajari kamus, peta, ensiklopedia, 10) perbendaharaan kata luas.

4. Faktor yang mempengaruhi Kecerdasan

Kecerdasan satu orang dengan orang lain cenderung berbeda - beda . hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor yang mempengaruhiya, Ngalim Purwanto (2003: 55-56) sebagai berikut :

a. Faktor Pembawaaan, pembawaan ditentukan sifat-sifat dan ciri - ciri yang dibawa sejak lahir, yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita

b. Faktor pembentukan, pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita

bedakan dengan sengaja dan pembentukan tidak sengaja.

(54)

38

dapat dikatakan telah matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Anak - anak tidak dapat memecahkan soal - soal tertentu, karena soal-soal itu terlampau sukar. Organ-organ tubunya masih belum matang untuk melakukan mengenai soal itu. Kematangan berhubungan erat dengan umur.

d. Faktor kebebasan, kebebasan berarti bahwa manusia dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah

e. Minat dan pembawaan yang khas, minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi kegiatan itu. Dalam diri

manusia berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan

menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motives). Dari

manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar, akan timbul minat terhadap sesuatu. Yang menarik minat sesorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.

Kelima faktor inilah yang saling terkait satu sama lain. Jadi untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpaku pada satu faktor saja.

G. Penelitian Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Hafizha Rizqa Febriana dengan judul “Penggunaan Bahasa Isyarat sebagai Komunikasi”. Pada hasil penelitian

(55)

39

pemahaman, 3) efek kognitif, 4) efek afektif dan efek behavioral. Dalam dimensi tersebut mereka menggunakan gerak tubuh dan interpersonal untuk melakukan komunikasi seperti yang ada pada kecerdasan intelegensi di bidang kecerdasan gerak tubuh anak dan interpersonal.

(56)

40 H. Kerangka Berpikir

Anak tuna rungu yang mengalami hambatan untuk berkomunikasi dengan masyarakat lainnya menjadi kendala tersendiri bagi kalangan anak untuk menyatu dengan lingkungan. Karena keterbatasan untuk berkomunikasi tersebut, maka muncullah UU No 19 tahun 2011 yang diterbitkan pemerintah untuk membantu anak dalam berkomunikasi di dalam lingkungan.

UU no 19 tahun 2011 di pasal 2 mengatur tentang dunia tuli dengan mengedepankan komunikasi menggunakan bahasa isyarat. Dengan uu tersebut maka mulai diterapkannya kebijakan mengenai bahasa isyarat untuk membantu anak tuna rungu agar dapat berkomunikasi. Kebijakan merupakan proses pendidikan yang melibatkan anak, pendidik, dan masyarakat. Faktor pendorong dan penghambat muncul seiring berjalannya kebijakan bahasa isyarat.

(57)
[image:57.595.102.495.140.758.2]

41

Gambar. 1 Kerangka Berpikir

UU NO 19 Tahun 2011

Anak Disabilitas (Tuna rungu) Implementasi

kebijakan bahasa isyarat

Kecerdsasan majemuk

(58)

42 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif. Dengan pendekatan ini diharapkan peneliti dapat menghasilkan data yang berkenaan melalui interpretasi dan bersifat deskriptif untuk mengungkap gejala serta proses di lapangan.

Aan Komariah (2010: 25) pendekatan kualitatif yaitu suatu pendekatan penelitian yang mengungkap situasi sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata - kata berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang diperoleh dari situasi yang alamiah.

Sugiyono (2007: 9) penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif / kualitatif, danhasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

(59)

43 B. Setting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di SLB Maarif Muntilan yang beralamat di Dalitan Pucungrejo Muntilan Magelang.

2. Waktu Penelitian

Persiapan untuk melakukan penelitian ini dilakukan sejak bulan

November 2016. Sedangkan untuk penelitian dan pengumpulan data yang

berupa wawancara, observasi, serta dokumentasi dilaksanakan pada awal

februari sampai dengan awal maret 2017.

C. Subjek Penelitian

Subyek penelitian adalah sumber dimana data tersebut diperoleh. Suharsimi Arikunto (2005: 152) subyek penelitian pada umumnya manusia atau apa saja yang menjadi urusan manusia, dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah guru, kepala sekolah, peserta didik SLB Maarif Muntilan. Maksud dari pada pemilihan subyek penelitian ini untuk mendapatkan sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber sehingga data yang diperoleh dapat diakui akan kebenarannya. Objek penelitian ini adalah implementasi kebijakan bahasa isyarat dalam mengembangkan kecerdasan intelegensi anak tuna rungu.

D. Teknik Pengumpulan Data

(60)

44 1. Teknik Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data - data secara langsung dilakukan oleh pewawancara kepada informan secara langsung. Dalam wawancara sendiri terdapat 2 metode yaitu wawancara secara mendalam serta wawancara secara bertahap. Tujuan dilakukan wawancara ialah untuk mendapatkan informasi secara mendalam dengan mengacu kepada tujuan - tujuan wawancara dan mengembangkan tema tema wawancara baru di lokasi tersebut. Wawancara dilakukan secara mendalam kepada subyek - subyek antara lain guru, peserta didik, dan kepala sekolah.

2. Teknik Observasi

(61)

45 3. Teknik Dokumentasi

Metode ini adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi sosial. Pada intinya metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis. Dokumen yang diteliti bisa dibagi menjadi dua yaitu pribadi dan resmi. Dokumentasi dalam penelitian ini yang berupa data - data dokumen penunjang akan dikumpulkan serta diklasifikasikan sebagai data pendukung, foto dan arsip yang nantinya akan mendukung dalam penelitian. Dokumen yang diperoleh antara lain foto, data jumlah anak tuna rungu, dan guru . E. Instrumen Pengumpulan Data

Menurut Nasution (Sugiyono, 2007: 306-307) dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain dari pada menjadikan manusia itu sebagai instrumen penelitian utama. Setelah fokus penelitian jelas maka dikembangkan melalui instrumen yang sederhana serta diharapkan dapat melengkapi dan mengembangkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.

(62)

46 1. Pedoman wawancara

[image:62.595.141.513.312.634.2]

Pedoman wawancara digunakan oleh peneliti yang berguna sebagai salah satu panduan untuk mengumpulkan data langsung dari narasumber . Subyek dalam penelitian ini meliputi kepala sekolah, guru (orang tua asuh), peserta didik. Adapun aspek yang ingin diketahui oleh peneliti yaitu sebagai berikut:

Tabel 1. Kisi – kisi pedoman wawancara

No Aspek yang dikaji Indikator yang dicari Sumber data 1 Implementasi

kebijakan bahasa isyarat

Implementasi kebijakan bahasa isyarat terhadap anak tuna rungu

Kepala sekolah Guru

Peserta Didik 2 Kecerdasan

intelegensi anak

Perkembangan kecerdasan intelegensi anak (tuna rungu)

Guru

3 Faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan bahasa isyarat dan perkembangan kecerdasan intelegensi anak Faktor internal Faktor eksternal Guru Peserta Didik

2. Pedoman observasi

(63)

47

[image:63.595.138.509.220.460.2]

menggunakan lembar ini dapat digunakan oleh peneliti sebagai pedoman dalam bentuk deskripsi data. Adapun aspek - aspek yang ingin diamati dalam observasi adalah sebagai berikut :

Tabel 2 kisi – kisi pedoman observasi

No Aspek yang diamati Indikator yang dicari Sumber data

1 Kondisi fisik a. Bangunan

sekolah b. sarana dan

prasarana c. dan letak

geografis sekolah

Pengamatan Peneliti

2 Sumber Daya

Manusia

a. Pendidik b. Siswa atau

peserta didik c. Situasi interaksi

3 Lingkungan masyarakat

a. Orang tua b. Masyarakat

sekitar

3. Pedoman dokumentasi

Analisis dokumentasi digunakan oleh peneliti untuk menggambarkan data - data dari hasil analisis terhadap dokumen - dokumen, arsip, foto yang terkait dengan implementasi kebijakan bahasa isyarat dalam mengembangkan kecerdasan intelegensi di SLB Maarif Muntilan

F. Keabsahan Data

(64)

48

triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai me- recheck temuannya dengan jalan membandingkan dengan berbagai sumber,

metode, atau teori (Moleong,2007: 332). Sedangkan menurut (Sugiyono, 2011:372) triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan mengacu kepada berbagai waktu dan cara. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, waktu, dan teknik.

Triangulasi dengan sumber berarti mengecek data yang telah diperoleh melalui berbagai sumber yang ada. Triangulasi teknik yaitu mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik – teknik yang berbeda. Sedangkan untuk triangulasi dengan waktu dilakukan dengan cara wawancara, observasi, atau dengan teknik lain dalam waktu yang berbeda (Sugiyono, 2007: 374)

G. Teknik Analisis Data

[image:64.595.130.507.586.754.2]

Adapun teknik analisis data yang digunakan untuk penelitian ini mengacu kepada konsep Miles dan Hubberman (Sugiyono, 2017:338-345) yaitu :

Gambar 2. Teknik Interaktif Pengumpul

an Data

Reduksi

Data Penarikan

Kesimpulan Penyajian

(65)

49 1. Reduksi Data ( Data Reduction)

Mereduksi data memiliki arti untuk merangkum, memilih berbagai hal yang dianggap pokok, memfokuskan kepada hal - hal penting, serta membuang data yang dianggap tidak penting atau tidak dibutuhkan. (Sugiyono, 2011:338). Dengan hal tersebut maka data - data yang telah direduksi akan memberikan arahan yang jelas serta mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data di waktu yang akan datang. Dalam penelitian yang dilakukan ini, reduksi data dilakukan dengan cara melakukan analisis pada hasil catatan lapangan dan wawancara dari berbagai informan untuk nantinya dirangkum dan dikategorisasikan. 2. Penyajian Data ( Data Display)

(66)

50

Dalam penelitian kualitatif yang paling sering digunakan ialah teks atau uraian yang bersifat naratif.

3. Penarikan Kesimpulan ( verification)

(67)

51 H. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimanakah proses yang dialami peserta didik ketika mendapatkan kebijakan mengenai bahasa isyarat?

2. Adakah hasil yang dicapai dengan adanya implementasi kebijakan bahasa isyarat berkaitan dengan mengembangkan komunikasi anak dengan lingkungan sekitar?

3. Apakah yang mengakibatkan konsentrasi anak mudah hilang ketika menerima pelajaran selain faktor komunikasi?

4. Bagaimana upaya guru dan warga sekolah lainnya agar dapat menghadapi kendala di dalam proses belajar mengajar?

(68)

52 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Profil SLB Maarif Muntilan a. Visi dan Misi

SLB Maarif Muntilan Mengemban Visi dan Misi sebagai berikut : Visi :

“Anak Berkebutuhan Khusus yang berprestasi, berbudaya dan bertaqwa pada ALLah SWT”.

Misi :

1) Peserta didik dapat berperilaku akhalkul karimah di kehidupan sehari - hari.

2) Membimbing dan mengembangkan minat dan bakat siswa untuk berprestasi.

3) Melaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, inovatif dan menyenangkan.

4) Membekali dengan ketrampilan (life skill) untuk hidup mandiri. b. Sejarah SLB Maarif Muntilan

(69)

53

dengan daya tampung siswa dari tingkat SDLB sampai dengan tingakatan SMALB sejumlah 170 siswa yang terdiri dari tuna rungu, tunanetra, dan tunagrahita dengan pendampingan guru sebanyak 25 orang.

c. Lokasi SLB Maarif Muntilan

SLB Maarif Muntilan mempunyai letak yang startegis. Berada di dalam kota Muntilan, letak sekolah ini berada di desa Dalitan kelurahan Pucungrejo, kecamatan Muntilan. Berikut adalah batasannya :

1) Wilayah bagian Timur berbatasan dengan SMK Muhammadiyah 2) Wilayah bagian Selatan berbatasan dengan SMP Negeri 3 Muntilan

3) Wilayah bagian Barat berbatasan dengan SMA 1 Muntilan

4) Wilayah bagian Utara berbatasan dengan SD,SMP,SMA Bentara Wacana

(70)

54

terdiri dari fasilitas meja, kursi, papan tulis. Ketenangan serta kenyamanan situasi belajar membuat orang yang belajar di dalamnya menjadi fokus terhadap pelajaran yang diterima. Dengan ruangan yang dipenuhi oleh siswa sejumlah 5-10 orang membuat anak - anak menjadi lebih nyaman untuk belajar. Di lain hal ada sebuah lapangan didepan milik SLB Maarif yang biasanya digunakan untuk acara maupun kegiatan yang dilakukan oleh bagian masyarakat dari SLB tersebut.

Letak dari pada SLB tersebut yang berada jauh dari jalan utama menjadikan keuntungan bagi pihak sekolah untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran tanpa ada suara lalu lalang kendaraan bermotor. Lingkungan sekolah juga dikelilingi oleh rumah - rumah warga yang sangat ramah sehingga membuat sekolah tersebut merasakan kenyamanan ketika melepas anak - anak ke lingkungan sekitar.

d. Sumber Daya yang Dimilki SLB Maarif Muntilan

SLB Maarif merupakan suatu sekolahan yang ada di daerah Muntilan dengan segudang prestasi dari anak - anak disabilitas baik berupa akademik maupun non akademik yang selalu mendapatkan juara di setiap tingkatannya. Dengan dukungan dari pendidik yang berkompeten di bidangnya serta ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai.

Berikut ini merupakan sumber daya yang dimilki oleh SLB Maarif Muntilan yaitu :

(71)

55

Dewan guru di sekolahan ini terdiri dari 25 guru yang mengajar di setiap kelas dengan tingkatan kelas tuna rungu, tunagrahita, dan tunawicara. Setiap guru harus bisa memiliki keahlian untuk ditempatkan di kelas mana saja jika terjadi pergantian guru dalam mengajar dikelas.

2) Peserta didik

Peserta didik merupakan obyek pembelajaran dan menjadi subyek di dalam prosesnya. Jumlah peserta didik sebanyak 170 siswa dari tingkatan SDLB sampai dengan SMALB

e. Sarana dan Prasarana

Pada observasi pertama dan kedua peneliti memperhatikan bangunan - bangunan ruangan di sekitar sekolah. Untuk kelas sendiri ada sekitar 23 kelas dengan rincian tingkat A ada 2 kelas, B ada 9, dan C ada 12 kelas. Masing - masing kelas memenuhi kriteria untuk belajar anak di dalam kelas. Dilain hal masih ada ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang komputer, perpustakaan, ruang speech theraphy, mushola, ruang menjahit dan asrama.

[image:71.595.168.500.637.745.2]

f. Prestasi yang Diraih oleh SLB

Tabel 3. Prestasi Siswa

No. Akademik dan Non Akademik Tingkat

1 Juara 1 olimpiade Sains anak luar biasa tahun 2010

Kabupaten Magelang

2 Juara 1 O2SN SDLB Bulu Tangkis Putra tahun 2014

(72)

56

3 Juara 1 cabang batik tahun 2016 Provinsi Jateng 4 Juara 3 Porda Soina tahun 2014 Provinsi Jateng 5 Juara 1 02SN SMPLB Lari 100 M

Putri tahun 2014

Kabupaten Magelang

6 Juara 2 O2SN SMPLB Lari 100 M Putra Tahun 2014

Kabupaten Magelang

7 Juara 2 O2SN SDLB Bulu Tangkis Putra tahun 2014

Kabupaten Magelang

8 Juara 1 FLS2N SDLB Menyanyi Solo Tahun 2014

Kabupaten Magelang

2. Proses Pembelajaran Kelas Tuna rungu

a. Proses Pembelajaran di Kelas Tuna rungu

SLB Maarif menerapkan sistem aktif dan menyenangkan dimana interaksi pembelajaran antara guru dan murid dapat berjalan harmonis dan berkembang. Dari observasi diketahui pula aktivitas fisik peserta didik saat pembelajaran tengah berlangsung seperti berikut ini.

1) Mengajukan pertanyaan

Siswa yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran selalu aktif menanyakan materi yang berkaitan kepada guru dengan bahasa oral dan bahasa isyarat. Pertanyaan tidak diajukan kepada guru saja, namun juga ke sesama siswa untuk memperdalam materi pembelajaran.

(73)

57

Ketika berdiskusi didalam kelas, peserta didik bersama sama menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru kelas secara kompak dengan arahan seorang guru.

3) Belajar kejadian yang mudah diingat

Untuk pelajaran yang diberikan terkadang mengaitkan dengan kejadian - kejadian langsung sehingga nantinya anak dalam belajar akan mudah mengingat apa saja yang mereka alami.

4) Belajar menulis

Bagi sebagian guru, menulis membuat anak lebih semangat untuk belajar karena mengguakan gerakan tubuh anak tersebut.

5) Penggunaan bahasa oral dan isyarat

Bagi pembelajaran di kelas kedua bahasa tersebut dominan seimbang dimana untuk menyalurkan dan menerima materi pembelajaran. Sehingga anak dan guru merasa nyaman dengan adanya kedua bahasa tersebut.

B. Hasil Penelitian

1. Implementasi Kebijakan Bahasa Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tuna rungu

a. Pembelajaran dengan Bahasa Isyarat di Sekolah

Penelitian ini melihat kebijakan bahasa isyarat yang merupakan salah satu program dari pemerintah yang mengacu pada UU No 19 Tahun 2011 tentang pengesahan konvensi mengenai hak – hak peyandang disabilitas khususnya di pasal 2 mengenai “komunikasi”

(74)

58

bahasa nonlisan yang lain. Sasaran yang dituju dengan adanya kebijakan ini adalah anak - anak peyandang disabilitas dengan golongan tuna rungu. Kebijakan ini dibuat demi membantu para anak tuna rungu untuk mampu berkomunikasi dengan lingkungan sekitar masyarakat umumnya serta khususnya disekolah dalam menggunakan bahasa isyarat dan bahasa oral sebagai pendampingnya. Dalam hal ini untuk menganalisis penyelenggaraan Kebijakan Bahasa Isyarat dalam Mengembangkan Kecerdasan Intelegensi Anak Tuna rungu di SLB Maarif, peneliti melihat dari dua aspek yaitu aspek akademik dan sosial.

Bertitik tolak dari hasil pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan melalui beberapa proses, SLB Maarif Muntilan merupakan sekolah yang dipercaya untuk mendidik anak disabilitas di daerah kabupaten Magelang. Sekolah dengan kapasitas anak sejumlah 170 anak terdiri dari anak tunanetra, tuna rungu, serta anak tunagrahita. Disini peneliti lebih cenderung mengarah kepada pengkhususan anak tuna rungu.

(75)

59

kepada anak dapat menggunakan bahasa oral, terjun ke lapangan langsung dan lain sebagainya.

Seperti yang dikatakan oleh Ibu M selaku pengampu kelas tuna rungu :

“Di sekolahan ini tidak selalu mempelajari bahasa isyarat namun lebih kearah bahasa oral untuk penerapannya di dalam kelas. Bahasa isyarat digunakan ketika dalam pembelajaran mengalami kesulitan sehingga guru menuliskan dipapan tulis serta menggunakan bahasa isyarat itu sendiri. Untuk anak dewasa lebih diutamakan bahasa oral sedangkan untuk anak kecil menggunakan bahasa isyarat atau bahasa ibu. Selain itu untuk anak SMA, demi menunjang kebijakan bahasa isyarat maka saya menggunakan laptop untuk mempermudah dalam pengajaran”

Hal senada juga disampaikan oleh Ibu WT

“Untuk pembelajaran disini bahasa isyarat menjadi bahasa sekunder dimana bahasa yang paling sering digunakan adalah bahasa oral. Sedangkan bahasa isyarat digunakan untuk memperjelas apa yang kita atau anak kerjakan. Untuk pembelajaran selanjutnya ada ber

Gambar

Gambar. 1 Kerangka Berpikir
Tabel 1. Kisi – kisi pedoman wawancara
Tabel 2 kisi – kisi pedoman observasi
Gambar 2. Teknik Interaktif
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro dengan membangun Kawasan Niaga Metro Mega Mall tidak berjalan dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Kebijakan Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro dengan membangun Kawasan Niaga Metro Mega Mall tidak berjalan dengan

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) implementasi Kebijakan Perencanaan Penataan Toko Modern Berjaringan Nasional kurang berjalan dengan baik disebabkan kurangnya sinergi EVR

Keyword “Smart” diharapkan mampu mewakili dalam Perancangan Buku Fotografi Nama – Nama Hewan Ternak Dengan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia ( SIBI ) Sebagai Media Pembelajaran

1. Hasil analisis SWOT menunjukkan beberapa kekuatan yang dimiliki Kabupaten Pangandaran terkait dengan strategi implementasi kebijakan pariwisata adalah : a) Adanya komitmen

Sehingga fokus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang implementasi kebijakan tatap muka terbatas sebagai model alternatif pembelajaran bahasa Arab di era

Jadi, adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 berhubungan dengan kebijakan tersebut saat ini di Kota Blitar khususnya proses implementasi berjalan dengan

Demikian halnya dengan Implementasi Kebijakan Kartu Identitas Anak di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Ciamis, pelaksanaan program tersebut tidak akan berjalan apabila