• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN PEMBANGUNAN PASAR KOTA METRO (PEMBANGUNAN KAWASAN NIAGA METRO MEGA MALL) DI KOTA METRO TAHUN 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN PEMBANGUNAN PASAR KOTA METRO (PEMBANGUNAN KAWASAN NIAGA METRO MEGA MALL) DI KOTA METRO TAHUN 2010"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE IMPLEMENTATION OF POLICY OF METRO CITY MARKET DEVELOPMENT ARRANGEMENT (DEVELOPMENT OF COMMERCIAL AREA METRO MEGA MALL) IN METRO CITY

YEAR 2010

By

FRANSISKA YULIANTI SARI

The implementation of policy of Metro City market development arrangement (development of commercial area metro mega mall) is a policy made by Metro City government so that Metro City has a more ideal and tidy market. Due to market condition, particulary Shopping Centre owned by Metro City Right to build (HGB) in land management right (HPL) which expired in 2000; from terms of aesthetics, this Shopping Centre area is no longer reflecting market city design; in park area particulary many street vendors and traders are selling on the street which disturbing the traffic, hygine and beauty of the city. To do development of commercial area metro mega mall, government of Metro City in cooperation with investor which is PT. Nolimax Jaya. But in practice, this development got the refusal from traders who are located at Shopping Centre that resulted the process of development becomes not running smoothly.

By using qualitative descriptive type with interview techniques, observation, and documentation, researcher desribes the implementation of policy of metro city market development arrangement (development of commercial area metro mega mall) in metro city year 2010. this research uses focus taken from model Edward III, which are: (1) communication, (2) sources, (3) tendencies, (4) bureaucratic structure.

(2)

Conclusion is that process of the implementation of development commercial area metro mega mall in metro city year 2010 is not running smoothly. To improve the implementation of development commercial area metro mega mall, Metro City government and PT. Nolimax should: (1) held the four elements meeting, which are Metro City government, regional parliamentary, PT. Nolimax and traders; (2) provided temporary shelter for traders; (3) held a forum for the community’s aspiration traders; (4) conducted a study on the economic ability of the traders so that shop rent in commercial area metro mega mall can adjust to the ability of traders.

(3)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN PEMBANGUNAN PASAR KOTA METRO

(PEMBANGUNAN KAWASAN NIAGA METRO MEGA MALL) DI KOTA METRO TAHUN 2010

Oleh

FRANSISKA YULIANTI SARI

Kebijakan Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro (Pembangunan Kawasan Niaga Metro Mega Mall) adalah kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Kota Metro agar Kota Metro memiliki pasar yang lebih ideal dan rapi. Karena kondisi pasar khususnya Shopping Center yang dimiliki Kota Metro HGB (Hak Guna Bangunan) diatas HPL (Hak Pengelolaan Lahan) telah berakhir tahun 2000; dari segi estetika kota, area Shopping tidak lagi mencerminkan disain pasar kota; di area taman parkir khususnya banyak pedagang kaki lima dan hamparan yang berjualan di badan jalan yang mengganggu kelancaran lalu lintas, kebersihan dan keindahan kota. Untuk melakukan Pembangunan Kawasan Niaga Metro Mega Mall ini Pemerintah Kota Metro bekerjasama dengan investor yakni PT. Nolimax Jaya. Namun dalam pelaksanaannya pembangunan ini mendapat penolakan dari para pedagang yang berada di lokasi Shopping Center yang mengakibatkan proses pembangunan menjadi tidak lancar.

Dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik wawancara, observarsi dan dokumentasi, peneliti mendeskripsikan Implementasi Kebijakan Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro (Pembangunan Kawasan Niaga Metro Mega Mall) di Kota Metro Tahun 2010. Penelitian ini menggunakan fokus yang diambil dari Model Edwards III, yaitu: (1) Komunikasi, (2) Sumber-Sumber, (3) Kecenderungan-Kecenderungan, (4) Stroktur Birokrasi.

(4)

mundur selama dua tahun.

Kesimpulan yang dapat ditarik bahwa proses Implementasi Pembangunan Kawasan Niaga Metro Mega Mall (Pembangunan Kawasan Niaga Metro Mega Mall) di Kota Metro tahun 2010 tidak berjalan dengan lancar. Untuk memperbaiki Implementasi Pembangunan Kawasan Niaga Metro Mega Mall hendaknya Pemerintah Kota Metro dan PT. Nolimax : (1) mengadakan pertemuan 4 elemen, yakni Pemerintah, DPRD, PT. Nolimax dan pedagang, (2) menyediakan tempat penampungan sementara bagi para pedagang, (3) adanya forum bagi aspirasi masyarakat pedagang, (4) adanya studi mengenai kemampuan ekonomi para pedagang sehingga harga ruko dan kios di kawasan Niaga Metro Mega Mall dapat menyesuaikan dengan kemampuan para pedagang.

Kata Kunci: Implementasi, Kawasan Niaga, Metro Mega Mall.

(5)

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Otonomi daerah merupakan hak, wewenang dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundangan. Otonomi daerah diatur dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kini telah direvisi menjadi Undang-Undang nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah maka daerah diberikan hak, kewenangan dan kewajiban oleh pusat untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangan. Peraturan perundangan ini merupakan hasil dari suatu kebijakan publik.

(6)

dengan tata cara untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Anderson (Winarno, 2008:18) kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Ini berarti bahwa kebijakan publik itu memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan.

Kebijakan publik tidak terbentuk begitu saja, melaikan melalui beberapa proses. Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks, dimana melibatkan banyak proses maupun variabel. Kebijakan publik itu muncul diawali dengan adanya tuntutan dan dukungan dari masyarakat atau negara, dimana tuntutan dan dukungan ini kemudian diproses di dalam suatu sistem politik dan menghasilkan suatu output yaitu penetapan kebijakan publik yang dapat berupa suatu surat keputusan presiden, peraturan perundangan dan lain sebagainya.

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit apabila program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh sebeb itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi, agen-agen pemerintah ataupun melibatkan pihak swasta. Maka suatu kebijakan publik sangatlah penting untuk diimplementasikan, agar masyarakat dapat merasakan tujuan daripada dibentuknya suatu kebijakan ini.

(7)

mempunyai hak untuk membuat kebijakan guna mewujudkan suatu tujuan yang dicita-citakan. Kota Metro merupakan kota yang memiliki penduduk sekitar 152 ribu jiwa dengan mata pencaharian paling besar berada di sektor jasa (28,56%) (sumber: www.kotametro.go.id diakses tanggal 9 febuari 2010). Maka dari itu Kota Metro diarahkan untuk menjadi kota jasa. Untuk mewujudkan Kota Metro agar menjadi kota jasa maka perlu didukung oleh infrastruktur yang memadai. Untuk itu kota Metro memerlukan adanya infrastuktur yang lebih baik, dimana infrastruktur ini mencakup ruang-ruang aktifitas bagi masyarakat seperti ruang perdagangan, perkantoran, rekreasi, dan sebagainya.

Pembangunan infrastruktur ditempuh Pemerintah Kota Metro dalam penataan kawasan pusat kota. Sebagaimana diketahui, Pemerintah Daerah Kota Metro memiliki area perdagangan yang berada di pusat kota, namun tampilan dari kawasan ini sudah jauh dari representasi sebuah kawasan di pusat pertokoan. Selain alasan tampilan kawasan pusat perdagangan yang jauh dari representasi sebuah kawasan di pusat pertokoan, alasan lain pemerintah melakukan penataan kawasan ini adalah karena kondisi pasar yang dimiliki Kota Metro, yakni area Shopping Center kondisinya HGB (Hak Guna Bangunan) diatas HPL (Hak

Pengelolaan Lahan) telah berakhir tahun 2000; dari segi estetika kota, area Shopping tidak lagi mencerminkan disain pasar kota; khususnya taman parkir

(8)

taman parkir dan ruko-ruko blok B dan C) dengan konsep urban renewal, membongkar dan membangun kembali tanpa merubah fungsi yang sudah ada saat ini, yaitu fungsi perdagangan dan jasa (sumber: Dokumen Dinas Pasar Kota Metro Tahun 2007). Oleh karena itu Pemerintah Daerah mengajak pihak swasta selaku investor untuk melakukan penataan kawasan ini sehingga dapat tampil lebih nyaman, rapi, dan segar sebagai representasi pusat perdagangan di pusat kota.

Keinginan Pemerintah Kota Metro dalam penataan pembangunan pasar Kota Metro ini dituangkan di dalam:

1. SK nomor 173/KPTS/D.10/2007 tentang Pembentukan Tim Evaluasi Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro.

2. Surat nomor 800/651/DPRD/2007 tentang Persetujuan Rencana Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro.

3. Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota Metro dengan PT. Nolimax Jaya nomor 20/KSAD-L/02/2007, dan nomor 167/PKS/NJ/2007 yang kemudian dibuat perjanjian tambahan (addendum) dengan nomor 20/KSDD-D/07/2009 tentang Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro dan Pengelolaan Mall, Kios, Ruko dan Hamparan beserta Fasilitas Penunjangnya diatas tanah seluas 2,4 Ha yang terletak di Kota Metro Lampung (Kawasan Niaga Metro Mega Mall).

(9)

evaluasi terhadap proposal calon investor; pendataan dan kunjungan lapangan sebagai bahan untuk melengkapi hasil evaluasi; melaporkan hasil evaluasi secara tertulis kepada Walikota.

Sebelum melaksanakan penataan pembangunan pasar Kota Metro tersebut, Pemerintah Kota Metro meminta persetujuan kepada Ketua DPRD Kota Metro, dengan surat nomor 800/1228.1/D.10/2007 tentang Persetujuan Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro. Kemudian permohonan persetujuan penataan pembangunan pasar Kota Metro ini disetujui DPRD dengan dikeluarkannya surat nomor 800/651/DPRD/2007 tentang Persetujuan Rencana Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro (sumber: Dokumen Dinas Pasar Kota Metro Tahun 2007). Pemerintah Kota Metro bekerjasama dengan investor yaitu PT. Nolimax dalam Pelaksanaan Kebijakan Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro. Dalam penataan pembangunan pasar Kota Metro semua golongan pedagang (kuat, menengah dan lemah) tetap tertampung di dalam kawasan penataan ini.

(10)

terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam kontrak tersebut, untuk itu ketentuan atau hal-hal yang belum diatur tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis sama seperti kontrak yang telah dibuat.

Kawasan Metro Mega Mall menempati lahan seluas 2,4 Ha. Lokasinya berada di pusat Kota Metro. Lahan ini dikelilingi oleh jalan dan dilalui Jalan Sudirman sebagai jalan protokol Kota Metro sehingga Kawasan Metro Mega Mall ini mudah untuk diakses oleh daerah-daerah lain di luar Kota Metro.

Dalam proses pelaksanaannya, pembangunan Metro Mega Mall dibangun melalui 2 (dua) tahap, dimana berdasarkan PKS (Perjanjian Kerja Sama) yang telah di

addendum (dibuat perjanjian tambahan) pembangunan tahap pertama

direncanakan selesai pada 19 Desember 2010 dan tahap kedua akan selesai pada 19 Desember 2013 (sumber: Dokumen Dinas Pasar Kota Metro Tahun 2007).

(11)

Namun pada kenyataan pelaksanaan pembangunan ini menuai banyak masalah. Pembangunan tahap pertama ini pun mendapat penolakan dari para pedagang yang menjadi sasaran kebijakan, sehingga pelaksanaan implementasi kebijakan ini menjadi tidak lancar. Untuk menyikapi hal ini maka pemerintah memberhentikan sementara pembangunan Metro Mega Mall dengan mengeluarkan SK Walikota Metro Nomor 800/69/07/2009 tanggal 2 November 2009 tentang Penghentian Sementara Pembangunan Metro Mega Mall. Namun yang terjadi hingga kini pembangunan Metro Mega Mall tetap dijalankan meski adanya kontra di masyarakat kelompok sasaran (pedagang).

(12)

Adanya kesenjangan antara desain kebijakan dengan pelaksanaan di lapangan yang kemudian menjadi dasar perlu dilakukan penelitian terhadap implementasi kebijakan penataan pembangunan pasar Kota Metro (Kawasan Niaga Metro Mega Mall) ini. Sehingga dari hasil penelitian ini dapat diketahui permasalahan yang muncul ketika kebijakan ini dijalankan.

I.2 Rumusan Masalah

Dengan melihat permasalahan pada uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Implementasi Kebijakan

Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro (Pembangunan Kawasan Niaga Metro Mega Mall)?”

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan proses dari Implementasi Kebijakan Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro (Pembangunan Kawasan Niaga Metro Mega Mall) di Kota Metro tahun 2010.

I.4 Manfaat Penelitian

(13)
(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Tentang Kebijakan Publik

II.1.1 Pengertian Kebijakan

Kebijaksanaan (policy) memiliki arti yang bermacam-macam. Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan (Islamy, 2003:16) mendifinisikan kebijaksanaan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah.

Sedangkan menurut Friedrich (Wahab,2004:3) mengatakan bahwa Kebijaksanaan ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.

(15)

Dari beberapa pengertian tentang kebijakan yang telah dikemukakan oleh para ilmuwan tersebut, kiranya dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya policy (kebijakan) adalah suatu tindakan sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) yang diarahkan untuk pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

II.1.2 Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Thomas Dye (Nugroho, 2008: 54) menjelaskan bahwa Kebijakan Publik meliputi apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (public policy is whatever governments choose to do or not to do ).

Sedangkan menurut David Easton (Nugroho, 2008: 54) mendefinisikan kebijakan publik sebagai akibat aktivitas pemerintah (the impact of government activity). Kemudian menurut George C. Edwards III dan Ira Sharkansky (Islamy, 2003:18) mengartikan kebijakan publik sebagai apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan publik itu berupa sasaran atau tujuan program-program pemerintah.

(16)

Begitu pula yang dijelaskan Anderson (Wahab, 2004:5) bahwa Kebijakan Publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah dimana implikasi dari kebijakan itu adalah: Kebijakan Publik memiliki tujuan tertentu, berisi tindakan-tindakan pemerintah, merupakan hal yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah bukan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan, bisa bersifat positif (tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu), Kebijakan Publik dalam arti positif setidak-tidaknya didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Istilah kebijakan sering dipertukarkan penggunaannya dengan tujuan, program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan, dan rancangan-rancangan besar (Wahab, 2004:1)

Dari beberapa definisi kebijakan publik menurut ahli di atas, maka kebijakan publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah program-program yang dibuat oleh pemerintah, dimana program-program ini memiliki tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya.

II.1.3 Ciri-Ciri Kebijakan Publik

(17)

sistem politik. Sehingga mereka bertanggung jawab atas urusan-urusan politik tersebut dan berhak untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu sepanjang tindakan-tindakan tersebut masih berada dalam batasan peran dan kewenangan mereka. Sehingga penjelasan tersebut membawa implikasi tertentu terhadap konsep kebijaksanaan negara, (Wahab, 2004: 5-7) yaitu:

1. Kebijaksanaan negara lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak dan kebetulan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan negara dalam sistem politik modern pada umumnya bukanlah merupakan tindakan yang serba kebetulan, melainkan tindakan yang direncanakan.

2. Kebijaksanaan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang berdiri sendiri.

3. Kebijaksanaan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan pemerintah dalam bidang-bidang tertentu.

(18)

II.1.4 Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Proses-proses penyusunan kebijakan publik tersebut dibagi kedalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan dalam kebijakan publik adalah sebagai berikut (Winarno,2008:32-34):

1. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

2. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy options). Sama halnya dengan perjuangan suatu

(19)

dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

3. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsesus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

5. Tahap Penilaian Kebijakan

(20)

yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

II.2 Konsep Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan publik adalah tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Mazmanian dan Sabatier (Wahab, 1990:123) menerangkan bahwa dengan mengimplementasikan kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijaksanaan negara, baik itu menyangkut usaha-usaha untuk mengimplementasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa.

(21)

Implementasi kebijakan jika dipandang dalam pengertian yang luas merupakan tahap dari proses kebijakan setelah penetapan undang-undang. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak dan tujuan. Grindle (Wiyoto, 2005:31) memformulasikan pengertian implementasi kebijakan sebagai upaya menciptakan keterkaitan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik dapat diwujudkan sebagai hasil aktivitas pemerintah.

Grindle (Wahab, 2004:59) juga memandang bahwa implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijaksanaan. Oleh karena itu implementasi merupakan tahap yang penting dari keseluruhan proses kebijaksanaaan.

(22)

Seiring dengan definisi di atas, Van Meter dan Van Horn (Winarno, 2008:146) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan sebelumnya. Sementara itu, Jones (Widodo, 2001:191-192) merumuskan batasan implementasi sebagai suatu proses mendapatkan sumber daya tambahan, sehingga dapat menghitung apa yang harus dikerjakan. Ia juga menambahkan bahwa dalam implementasi tersebut, tidak kurang dari suatu tahap dari suatu kebijakan yang paling tidak memerlukan dua macam tindakan berurutan. Pertama, merumuskan tindakan yang akan dilakukan. Kedua, melaksanakan tindakan apa yang telah dirumuskan tadi.

Dengan demikian, maka penulis menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, individu-individu atau kelompok swasta dengan mengerahkan seluruh sumber-sumber yang ada (dana, SDM, kemampuan organisional) setelah suatu program ditetapkan, dimana tindakan ini diarahkan untuk mencapai hasil-hasil atau tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya tercapai.

II.2.1 Model Implementasi Kebijakan Publik

(23)

kompleksitas permasalahan-permasalahan kebijakan yang akan dikaji serta tujuan dan analisis itu sendiri. Semakin kompleks masalah kebijakan dan semakin mendalam analisis yang dilakukan, semakin diperlukan teori atau model relatif operasional, dimana nantinya model yang dipilih akan mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel yang menjadi fokus analisis.

Berbagai model implementasi kebijakan publik memiliki perbedaan dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Model implementasi yang pertama adalah model implementasi milik Donald Van Meter dengan Carl Van Horn (Nugroho, 2004:167). Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementator, dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang dimasukkan sebagai variabel yang mempengaruhi kebijakan publik adalah variabel: (1) aktivitas implementasi dan komunikasi organisasi, (2) Karakteristik dari agen pelaksana/implementator, (3) Kondisi ekonomi, sosial dan politik, (4) Kecenderungan (disposition) dari pelaksana/implementor.

(24)

2004:174) yang ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut.

Selanjutnya terdapat model Edward III (Nugroho, 2008:447) menegaskan bahwa masalah utama administrasi publik adalah lack of attention to implementation (kurangnya perhatian dari implementasi). Dikatakannya, without effective implementation the decission of policymakers will not be carried out successfully

(tanpa implementasi yang efektif, pembuat kebijakan tidak akan berjalan lancar). Edward menyarankan untuk memerhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi atau kecenderungan, dan yang terkhir struktur birokrasi.

II.2.2 Implementasi Kebijakan Publik Dalam Perspektif George Edward III

(25)

Menurut Edwards, studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration (administrasi publik) dan public policy (kebijakan publik). Implementasi kebijakan adalah salah satu tahap kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang telah direncanakan dengan sangat baik, mungkin juga akan mengalami kegagalan, jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.

Menurut Edwards ada 4(empat) faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan publik untuk menilai apakah kebijakan itu berhasil atau gagal (Winarno, 2008: 174), yaitu: komunikasi, sumber daya, disposisi atau kecenderungan, dan yang terakhir struktur birokrasi.

a. Komunikasi

(26)

Edwards (Winarno, 2008: 175) membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity). Dimensi transmisi menghendaki agar kebijakan publik disampaikan tidak hanya disampaikan kepada pelaksana (implementers) kebijakan, tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan dan pihak lain yang berkepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan tadi, oleh karena itu, dimensi komunikasi mencakup transformasi kebijakan, kejelasan dan konsistensi (Widodo, 2009:97).

Transmisi merupakan faktor pertama yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan. Dimensi transformasi menghendaki agar kebijakan publik dapat ditransformasikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran, dan pihak yang terkait dengan kebijakan. Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu adanya salah pengertian (miskomunikasi) yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdirtorsi di tengah jalan.

Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana nampaknya. Banyak sekali ditemukan keputusan keputusan tersebut diabaikan atau jika tidak demikian, seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan-keputusan yang dikeluarkan.

(27)

diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi kebijakan tersebut harus jelas. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan akan mendorong terjadinya interpretasi yang salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal.

Konsistensi merupakan faktor ketiga yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan. Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah-perintah-perintah-perintah yang disampaikan kepada para pelaksana kebijakan mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan tugasnya dengan baik.

Di sisi lain, perintah-perintah implementasi kebijakan yang tidak konsisten akan mendorong para pelaksana mengambil tindakan yang sangat longgar dalam menafsirkan dan mengimplementasikan kebijakan. Bila hal ini terjadi, maka akan berakibat pada ketidakefektifan implementasi kebijakan karena tindakan yang sangat longgar besar kemungkinan tidak dapat digunakan untuk melaksanakan tujuan-tujuan kebijakan.

(28)

b. Sumber Daya (Resources)

Berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia. Hal ini berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out (melaksanakan) kebijakan secara efektif (Nugroho, 2008: 447) Sumber daya yang penting menurut Edwards III (Winarno, 2008: 181) meliputi: staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, informasi, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menterjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.

(29)

c. Disposisi (Disposition)

Berkenaan dengan kesediaan dari para implementator untuk carry out (melaksanakan) kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan.

Edwards III (Widodo, 2009:104) menegaskan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan bukan hanya ditentukan oleh sejauh mana para pelaku kebijakan (implementors) mengetahui apa yang harus dilakukan dan mampu melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh kemauan para pelaku kebijakan tadi memiliki disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang sedang diimplementasikan. Disposisi merupakan kemauan, keinginan, dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan secara sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan.

Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diingini oleh pembuat kebijakan. Demikian pula sebaliknya, apabila tingkah laku-tingkah laku atau perspektif-perspektif para pelaksana berbeda dengan para pembuat keputusan, maka proses pelaksanaan suatu kebijakan menjadi semakin sulit.

Menurut Edwards III (Winarno, 2008:194), banyak kebijakan yang masuk ke dalam ”zona ketidakacuhan”. Ada kebijakan yang dilaksanakan efektif karena

(30)

implementasi bila pelaksana benar-benar tidak sepakat dengan substansi suatu kebijakan.

Individu-individu di luar sektor pemerintahan juga mempunyai pengaruh bagi implementasi kebijakan. Sebagian besar penduduk yang terlibat dalam pelaksanaan satu atau lebih kebijakan dan usaha-usaha pelaksanaannya pada umumnya tidak sangat nampak. Dengan demikian potensi untuk melakukan kesalahan dalam implementsi dalah besar jika warganegara-warganegara tidak menyetujui suatu kebijakan. Kecenderungan-kecenderungan dari para individu swasta terhadap tipe-tipe tertentu dari sistem-sistem pemberian pelayanan mungkin juga menghalangi pelaksanaannya karena mencegah orang-orang mengambil keuntungan dari manfaat-manfaat yang ada.

d. Struktur Birokrasi

Berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif.

(31)

legislatif, kelompok-kelompok kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi-organisasi birokrasi-birokrasi pemerintah.

1. Standar Operating Procedure (SOP)

Salah satu struktur paling dasar dari suatu organisasi adalah prosedur-prosedur dasar kerja (Standar Operating Prosedure). Dengan menggunakan Standar Operating Prosedure para pelaksana dapat memanfaatkan waktu yang

tersedia, selain itu SOP juga menyeragami tindakan-tindakan dari para pejabat dalam organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas yang pada gilirannya dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan-peraturan.

2. Fragmentasi

(32)

kebijakan terpecah-pecah. Kedua, pandangan-pandangan yang sempit dari badan-badan pelaksana mungkin juga akan menghambat perubahan. Bila suatu badan memiliki fleksibilitas yang rendah dalam misi-misinya, maka badan tersebut akan berusaha mempertahankan esensinya dan besar kemungkinan akan menentang kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan perubahan.

II.3 Tinjauan Tentang Kebijakan Pembangunan Metro Mega Mall

II.3.1 Latar Belakang Kebijakan

1. Pemenuhan infrastruktur dan fasilitas kota yang memadai seperti perdagangan, perkantoran, rekreasi, dan sebagainya.

2. Kondisi pasar khususnya Shoping Center dan Ruko juga Taman Parkir yang terletak di jantung kota kondisinya:

1) HGB diatas HPL telah berakhir tahun 2000

2) Fisik pasar yang tidak layak lagi karena telah berumur 28 tahun

3) Dari segi estetika Kota, Shoping tidak lagi mencerminkan disain pasar Kota

(33)

II.3.2 Dasar Pelaksanaan

1. Pembentukan TIM: SK Walikota Metro Nomor: 173/KPTS/D.10/2007, tanggal 26 Juni 2007

2. Persetujuan DPRD Kota Metro Nomor : 800/651/DPRD/2007, tanggal 22 November 2007

3. Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Daerah Kota Metro dengan PT. Nolimax Jaya Nomor 20/KSAD-L/02/2007, dan nomor 167/PKS/NJ/2007, Tanggal 19 Desember 2007.

(sumber: Dokumen Dinas Pasar Kota Metro Tahun 2007)

II.3.3 Manfaat dan Tujuan

1. Meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat perkotaan, menambah ruang perdagangan yang memadai dan ruang perkantoran

2. Meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kota Metro 3. Memperluas akses ekonomi dan memperluas lapangan pekerjaan.

(sumber: Dokumen Dinas Pasar Kota Metro Tahun 2007)

II.3.4 Tahapan-Tahapan Rencana Pelaksanaan Metro Mega Mall

1. Tahapan yang akan dilalui sebelum proyek dilaksanakan:

 Mengadakan sosialisasi kepada pedagang Ruko, toko, dan kaki lima

secara berkelanjutan khusus membicarakan masalah pembangunan dan harga jual.

(34)

2. Proses penunjukkan calon investor:

 Pengajuan proposal dari pengembang kepada pemerintah

 Melakukan ekspose

 Melakukan evaluasi tim

 Pengajuan persetujuan kepada DPRD Kota Metro

 Penandatanganan PKS (Perjanjian Kerja Sama).

(sumber: Dokumen Dinas Pasar Kota Metro Tahun 2007)

II.3.5 Tahapan Proses Pembangunan Metro Mega Mall

a) Metro Mega Mall tahap I

Metro Mega Mall tahap pertama ini dibangun diatas lahan seluas 1,2 Ha, dimana sebelah barat berbatasan dengan Jalan KH. Arsyad dan sebelah Selatan dengan Jalan Jendral Sudirman. Diatas lahan bekas Taman Parkir dan Ruko berjumlah 58 unit yang berada di sepanjang Jalan Jendral Sudirman terdiri dan disepanjang jalan Baru.

Area tahap pertama ini terdiri dari Ruko dan Pasar Modern, yang dilengkapi juga oleh fasilitas umum seperti kantor pengelola, parkir, toilet umum, mushola dan gardu keamanan. Pembangunan Metro Mega Mall Tahap Pertama ini terdiri dari: a. - 70 Unit Ruko 3 Lantai ukuran (4,5 x 16) m

- 1 Unit Ruko 3 Lantai ukuran ( 5 x 16) m - 2 Unit Ruko 3 Lantai ukuran ( 7 x 16) m

(35)

- 10 Unit kios 1 Lantai ukuran (2,5 x 2,8) m - 91 Unit kios 1 Lantai ukuran (2,5 x 2,5) m - 10 Unit kios 1 Lantai ukuran (2,4 x 2,5) m - 4 Unit kios 1 Lantai ukuran (2,3 x 2 ) m - 8 Unit kios 1 Lantai ukuran ( 2 x 1,7 ) m - 1 Unit kios 1 Lantai ukuran (2,8 x 2,5 ) m - 1 Unit kios 1 Lantai ukuran (2,8 x 2 ) m - 1 Unit kios 1 Lantai ukuran (4,4 x 3 ) m - 1 Unit kios 1 Lantai ukuran (4,5 x 3 ) m - 1 Unit kios 1 Lantai ukuran (3,8 x 2,9) m -108 Unit hamparan 1 Lantai (1,6 x 1,5) m

b) Metro Mega Mall tahap II

Metro Mega Mall tahap II ini rencana akan dibangun di atas lahan seluas 1,2 Ha setelah pembangunan tahap I selesai. Lokasinya di Shopping Center, dengan batas sebelah barat berbatasan dengan jalan Baru, sebelah timur dengan Jalan Imam Bonjol, sebelah utara dengan Jalan KH. Arsyad dan sebelah selatan dengan jalan Jendral Sudirman. Diatas lahan bekas Taman Parkir. Area tahap kedua ini terdiri dari Ruko, Mall dan area kios pedagang kaki lima, yaitu:

(36)

b. - 27 Unit kios 1 Lantai ukuran (2,25 x 3,1) m - 26 Unit kios 1 Lantai ukuran (2,25 x 2,8) m - 315 Unit kios 1 Lantai ukuran (2,25 x 2,5) m - 1 Unit kios 1 Lantai ukuran ( 3,1 x 3,1) m - 4 Unit kios 1 Lantai ukuran ( 3,5 x 2,5) m - 54 Unit kios 1 Lantai ukuran ( 2,5 x 2,5) m - 10 Unit kios 1 Lantai ukuran (2,09 x 2,25) m - 7 Unit kios 1 Lantai ukuran (2,32 x 2,17) m - 1 Unit kios 1 Lantai ukuran (6,5 x 1,9) m c. - Mall dengan luas bangunan kurang lebih 22.901 m2

(terdiri dari Basement lantai 1, 2, 3, + Mushola dan servise di lantai atap) (sumber: addendum PKS Pemkot Metro dan PT. Nolimax)

II.4 Kerangka Pikir

(37)

yang berjualan di badan jalan (Jalan Cut Nyak Dien, Jalan Agus Salim, Jalan Kh. Arsyad) yang mana mengganggu kelancaran lalu lintas, kebersihan kota dan keindahan kota (sumber: Dokumen Dinas Pasar Kota Metro Tahun 2007). Maka Pemerintah Kota Metro mengeluarkan kebijakan penataan pembangunan pasar Kota Metro dengan membangun Kawasan Niaga Metro Mega Mall. Rencana penataan ini dimulai dari penataaan area seluas 2,53Ha (meliputi pasar Shopping, taman parkir dan ruko-ruko blok B dan C) dengan konsep urban renewal, membongkar dan membangun kembali tanpa merubah fungsi yang sudah ada saat ini, yaitu fungsi perdagangan dan jasa.

Untuk melaksanakan kebijakan ini, Pemerintah Kota Metro bekerja sama dengan PT. Nolimax selaku pengembang Pembangunan Metro Mega Mall. Namun dalam proses implementasinya berbagai masalah muncul menyebabkan sasaran atau tujuan yang telah digariskan pada saat perumusan kebijaksanaan tidak dapat terwujud dengan sempurna. Dari hal tersebut maka peneliti merasakan perlu diadakan suatu penelitian untuk melihat proses implementasi Kebijakan Penaaan Pembangunan Pasar Kota Metro (Pembangunan Kawasan Niaga Metro Mega Mall).

(38)

model ini akan mempermudah peneliti dalam menjawab rumusan masalah dari penelitian ini berupa : ”Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Penataan

(39)

Bagan 1. Kerangka Pikir

Implementasi Kebijakan Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro (Pembangunan Kawan Niaga Metro Mega Mall) di Kota Metro

Kebijakan penataan pembangunan pasar kota Metro: 1. SK no 173/KPTS/D.10/2007

2. Surat DPRD no 800/651/DPRD/2007 3. PKS No. 20/KSAD-L/02/2007, dan nomor

167/PKS/NJ/2007 addendum no 20/KSDD-D/07/2009

Latar Belakang Masalah:

1. Pemenuhan infrastruktur dan fasilitas kota yang memadai

2. Kondisi pasar khususnya Shopping Center dan Ruko juga taman parkir yang kurang

mencerminkan disain pasar kota

3. Banyaknya PKL dan hamparan yang berjualan di badan jalan

Implementasi Kebijakan Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro

(Pembangunan Kawasan Niaga Metro Mega Mall) 1. Analisis proses

implementasi kebijakan: a.Komunikasi b.Sumber Daya c.Kecenderungan d.Struktur Birokrasi Penolakan Pembangunan Metro Mega

(40)

III. METODE PENELITIAN

III.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bertipe deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Denzim Lincoln (1987) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada (Moleong, 2005:5). Dalam penelitian kualitatif, metode yang digunakan adalah wawancara, pegamatan, dan pemanfaatan dokumen. Data-data yang akan dikumpulkan di lapangan pada nantinya adalah data-data yang bersifat kualitatif yang berbentuk kata-kata dan bahasa, perilaku, kalimat pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan menggunakan berbagai metode alamiah (Moleong, 2005:6). Kemudian data-data itu digunakan untuk menjelaskan dan menggambarkan (deskripsi) fenomena sosial yang diteliti.

(41)

data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2008:9).

Penelitian ini ditekankan pada metode kualitatif deskriptif yang menekankan pada kebenaran mutlak yang terjadi di lapangan penelitian. Dengan penelitian kualitatif, penelitian ini bermaksud memperoleh kebenaran riil mengenai implementasi penataan pembangunan pasar Kota Metro (Kawasan Niaga Metro Mega Mall) melalui proses wawancara kepada instansi terkait maupun pada kelompok sasaran.

III.2 Fokus Masalah Penelitian

Fokus merupakan pembatasan masalah dalam penelitian kualitatif. Fokus pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah ataupun kepustakaan lainnya (Moleong,2005:97). Dengan fokus, peneliti akan tahu persis data yang perlu dikumpulkan dan yang tidak perlu dikumpulkan.

(42)

studi. Jadi, dalam hal ini fokus akan membatasi bidang inkuiri. Kedua, penetapan fokus itu berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi-eksklusi atau kriteria masuk-keluar (inclusion-exlusion criteria) suatu informasi yang baru diperoleh di lapangan. Dengan bimbingan dan arahan suatu fokus, seorang peneliti tahu persis data mana dan data tentang apa yang perlu dikumpulkan dan data mana pula, yang walaupun mungkin menarik, karena tidak relevan, tidak perlu dimasukkan ke dalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan. Jadi, dengan penetapan fokus yang jelas dan mantap, seorang peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data mana yang dikumpulkan dan mana yang tidak perlu dijamah ataupun mana yang akan dibuang.

Dengan melihat proses implementasi kebijakan publik, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah:

1. Indikator untuk menganalisis implementasi kebijakan penataan pembangunan pasar Kota Metro (Model Edward III):

a. Komunikasi

(43)

b. Sumber Daya (Resources)

Berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia. Hal ini berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out (melaksanakan) kebijakan secara efektif.

c. Disposisi (Disposition)

Berkenaan dengan kesediaan dari para implementator untuk carry out (melaksanakan) kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan.

d. Struktur Birokrasi

Berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif.

III.3 Lokasi Penelitian

(44)

III.4 Jenis dan Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland (Moleong, 2005:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data merupakan suatu benda, hal atau orang maupun tempat yang dapat dijadikan sebagai acuan peneliti untuk mengumpulkan data yang diinginkan sesuai dengan masalah dan fokus penelitian. Jenis data yang akan dikumpulkan melalui penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder (Moleong, 2005:157-159)

1) Data Primer

Yaitu berupa kata-kata dan tindakan (informan), serta peristiwa-pristiwa tertentu yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, dan merupakan hasil pengumpulan peneliti sendiri selama berada di lokasi penelitian. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari responden penelitian, baik dari observarsi, wawancara maupun dokumentasi serta catatan lapangan peneliti yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, yaitu mengenai penataan pembangunan pasar kota Metro (Kawasan Niaga Metro Mega Mall). Data primer dalam penelitian ini meliputi:

a. Observarsi langsung dari peneliti terhadap keadaan-keadaan kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung dengan pembangunan kawasan niaga metro mega mall.

(45)

Metro Mega Mall, Para pedagang (pemilik Ruko dan para pedagang yang menjadi sasaran pembangunan metro mega mall).

2) Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Adapun data-data sekunder yang didapat peneliti adalah data-data dokumen tentang penataan pembangunan pasar Kota Metro yang didapat dari Dinas Pasar dan PT Nolimax serta foto-foto yang berkaitan dengan penelitian.

Beberapa dokumen yang didapatkan peneliti berupa:

a. SK Walikota Metro Nomor: 173/KPTS/D.10/2007 tentang Pembentukan Tim Evaluasi Dalam Rangka Rencana Penataan, Pembangunan, Pasar Kota Metro Tahun 2007

b. Surat Walikota Metro kepada Ketua DPRD Kota Metro Nomor: 800/1228.1/ D.10/2007 tentang Persetujuan Rencana Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro

c. Surat Persetujuan DPRD Kota Metro Nomor:800/651/ DPRD/ 2007 tentang Persetujuan Rencana Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro d. Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Kota MetroLampung dengan PT.

(46)

e. Addendum Atas Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Kota Metro Provinsi Lampung Dengan PT. Nolimax Jaya Nomor: 20/KSDD-D/07/2009 ; Nomor: 267/PKS/NJ/2009 tentang Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro dan Pengelolaan Mall, Ruko, Kios dan Hamparan Beserta Fasilitas Penunjangnya Diatas Tanah Seluas kurang lebih 2,53 Hektar Yang Terletak Di Kota Metro Lampung (Kawasan Niaga Metro Mega Mall)

f. Surat DPRD Nomor: 030/222/DPRD/2009 tentang Persetujuan Penghapusan Gedung dan Sebagian Jalan KH. Arsyad

g. Surat Walikota Metro Nomor: 800/69/07/2009 tanggal 2 November 2009 Tentang Penghentian Pembangunan

h. Surat DPRD Kota Metro nomor: 170/378/DPRD/2009 tentang Rekomendasi agar PT. Nolimax Jaya menghentikan sementara semua kegiatan yang menyangkut proses pembangunan Metro Mega Mall sampai dengan pansus DPRD Kota Metro tentang Metro Mega Mall menyelesaikan tugasnya.

i. Surat Seketariat Daerah Kota Metro Nomor: 005/67/D.12/2010 tanggal 25 Febuari 2010 Tentang Pemberhentian Pembongkaran

j. Kronologis Metro Mega Mall

III.5 Informan

(47)
[image:47.595.107.517.165.562.2]

Adapun informan yang telah diwawancarai adalah sebagai berikut: Tabel 1:

Daftar Nama Informan Wawancara

No. Informan Unsur/Jabatan Tanggal Wawancara

1. Drg. Torry Duet Irianto, MM, M. Kes

Asisten II Setda Kota Metro

12 Maret 2010 2. Suciptanto Yudha Kepala Dinas Pasar Kota

Metro

12 Maret 2010, 5 Noveber 2010 3. Leonard Hutabarat, SH Ketua Bidang Pembinaan

dan Penataan Pedagang Pasar Kota Metro

25 Januari 2010, 10 Maret 2010, 3 Mei 2010

4. Uzenda Lukman Perwakilan PT. Nolimax Lampung

11 Mei 2010, 26 Mei 2010

5. Eni Bagian Marketing PT.

Nolimax Perwakilan Lampung

14 Mei 2010

6. Fahmi Anwar Ketua Pansus DPRD

tentang Metro Mega Malll

31 Mei 2010

7. Debora Pemilik Ruko 3 Mei 2010

8. Fifi Pemilik Ruko 3 Mei 2010

9. Abdul Rochman Ketua IKBP3 (Ikatan Keluarga Besar Pedagang dan Pekerja Pasar) Kota Metro

10 Mei 2010

10. Tarmiji Seketaris IKBP3 (Ikatan Keluarga Besar Pedagang dan Pekerja Pasar) Kota Metro

12 Mei 2010, 5 November 2010

11. Defi Pemilik Ruko 5 November 2010

Sumber: Data diolah peneliti tahun 2010

III.6 Teknik Pengumpulan Data

(48)

1. Proses Memasuki Lokasi Penelitian (Getting In)

Dalam tahap ini, untuk memasuki lokasi penelitian, peneliti melapor terlebih dahulu kepada instansi yang terkait dengan membawa surat pegantar dari universitas dan hal-hal lainnya yang sesuai dengan prosedur yang berlaku di instansi tersebut.

2. Ketika Berada di Lokasi Penelitian (Getting Down)

Pada tahap ini peneliti mencoba untuk melakukan hubungan baik dengan para informan, kemudian mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan. 3. Tahap Pengumpulan Data (Logging the Data)

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan di dalam penelitian ini meliputi:

a) Observarsi

Nasution (Sugiyono, 2008:226) menyatakan bahwa observarsi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observarsi. Kemudian observarsi dapat diartikan sebagai teknik yang digunakan dengan mengumpulkan data primer yang diperlukan dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian.

(49)

b) Wawancara

Teknik ini digunakan untuk menjaring data-data primer yang berkaitan dengan fokus penelitian. Wawancara yang teraplikasi di dalam penelitian ini dilakukan secara terstruktur dengan menggunakan panduan wawancara (interview guide).

(50)
[image:50.595.216.445.140.266.2]

Gambar

Dokumentasi Peneliti Saat Sedang Mewawancarai Salah Satu Informan.

c) Dokumentasi

(51)

Lahan Tanah Seluas Kurang lebih 2,4 Hektar yang terletak Di Kota Metro Lampung (Kawasan Niaga Metro Mega Mall), (5) Addendum Atas Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Kota Metro Provinsi Lampung Dengan PT. Nolimax Jaya Nomor: 20/KSDD-D/07/2009 ; Nomor: 267/PKS/NJ/2009 tentang Penataan Pembangunan Pasar Kota Metro dan Pengelolaan Mall, Ruko, Kios dan Hamparan Beserta Fasilitas Penunjangnya Diatas Tanah Seluas kurang lebih 2,53 Hektar Yang Terletak Di Kota Metro Lampung (Kawasan Niaga Metro Mega Mall), (6) Surat DPRD Nomor: 030/222/DPRD/2009 tentang Persetujuan Penghapusan Gedung dan Sebagian Jalan KH. Arsyad, (7) Surat Walikota Metro Nomor: 800/69/07/2009 tanggal 2 November 2009 Tentang Penghentian Pembangunan, (8) Surat DPRD Kota Metro nomor: 170/378/DPRD/2009 tentang Rekomendasi agar PT. Nolimax Jaya menghentikan sementara semua kegiatan yang menyangkut proses pembangunan Metro Mega Mall sampai dengan pansus DPRD Kota Metro tentang Metro Mega Mall menyelesaikan tugasnya., (9) Surat Seketariat Daerah Kota Metro Nomor: 005/67/D.12/2010 tanggal 25 Febuari 2010 Tentang Pemberhentian Pembongkaran, (11) Kronologis Metro Mega Mall

III.7 Teknik Analisis Data

(52)

memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain (Sugiyono, 2008:244)

Dalam penelitian ini akan digunakan teknik analisis data dengan model interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman, yang meliputi lagkah-langkah sebagai berikut: reduksi data, penyajian data, penyimpulan dan verivikasi (Sugiyono, 2008: 246-253).

a. Reduksi Data

Adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari

catatan-catatan tertulis di lapangan maupun hasil wawancara di lapangan. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dianalisa melalui tahapan penajaman informasi, penggolongan berdasarkan kelompoknya, pengarahan, atau diarahkan dari arti data tersebut, membuang yang tidak perlu, dan diorganisasikan dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan dapat ditarik dan diverivikasi.

(53)

Pada proses pengklasifikasian juga masih mengalami kelebihan data, sehingga terjadi pembuangan data yang dianggap tidak perlu, hingga pada akhirnya ditemukan data yang benar-benar sesuai untuk menjawab fokus penelitian. Oleh karena itu, selama penelitian penulis melakukan reduksi data secara terus menerus.

b. Penyajian Data

Adalah penyusunan sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan. Pada penelitian ini, secara teknis data-data yang telah diorganisir ke dalam matriks analisis data akan disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajian data dilakukan dengan cara mendiskripsikan atau memaparkan hasil temuan dalam wawancara terhadap informan serta menghadirkan dokumen sebagai penunjang data.

c. Penarikan Kesimpulan

(54)

Bagan 2. Analisis Model Interaksi, Miles dan Huberman

Sumber : Sugiyono, 2008:247

III.8 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Pada penelitian ini pemeriksaan keabsahan data akan mengacu kepada kriteria-kriteria sebagai berikut: kredibilitas, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian. Setiap kriteria ini menghendaki teknik pemeriksaan keabsahan data yang berbeda satu dengan yang lain. Langkah-langkah tersebut secara lebih rinci ialah sebagai berikut (Moleong, 2005:324-339).

a. Derajat Kepercayaan

Penerapan kriterium derajat kepercayaan (kredibilitas) pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari nonkualitatif. Kriterium ini berfungsi: pertama, melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai; kedua, mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada

Data Colection

Data Reduction

Data Display

(55)

kenyataan ganda yang sedang diteliti. Beberapa teknik yang digunakan untuk memeriksa kredibilitas data hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzin (Moleong, 2005:330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan sumber, metode, penyidik, dan teori.

(56)
[image:56.595.114.525.226.746.2]

Salah satu contoh metode triangulasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2:

Data Triangulasi mengenai Implementasi Kebijakan Penataan Pembanguan Pasar Kota Metro (Pembangunan Kawasan Niaga

Metro Mega Mall) di Kota Metro

Objek Penelitian

Wawancara Data Observarsi Kesimpulan Implementasi Pembangunan Kawasan Niaga Metro Mega Mall “Dalam Implementasi Pembangunan Metro Mega Mall ini banyak persoalan yang terjadi. Sebenarnya intinya itu karena sosialisasi kurang, tidak ada tempat penampungan pedagang, dan masalah harga dan isi PKS. Makanya terjadi aksi-aksi damai dari pedagang. Untuk itu dikeluarkan SK dan surat rekomendasi untuk menghentikan pembangunan metro mega mall.” (Fahmi Anwar, Ketua Pansus DPRD tentang Metro Mega Mall). Perjanjian Kerjasama Antara Pemkot Metro dan PT. Nolimax, Sk Walikota dan surat rekomendasi DPRD untuk memberhentik an pembangunan metro mega mall sebagai upaya meredakan polemik yang terjadi di masyarakat penerima sasaran kebijakan. Walaupun telah ada Sk dan surat rekomendasi untuk memberhentikan pembangunan Metro Mega Mall, pembangunan Kawasan Niaga ini tetap berlangsung hingga kini. Implementasi kebijakan penataan pembangunan pasar Kota Metro dengan membangun Kawasan Niaga Metro Mega Mall berjalan kurang baik, dikarenakan adanya penolakan pedagang dan koordiasi dan komunikasi yang kurang baik antara pemerintah dan pengembang.

(57)

2) Kajian Kasus Negatif

Dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding (Feriyanti, 2009:58). Cara ini ditempuh peneliti dengan cara mengumpulkan berita-berita di surat kabar yang berhubungan dengan Implementasi Pembangunan Metro Mega mall di Kota Metro. Hal ini dilakukan untuk menunjang kebenaran data, karena bila tidak ada lagi yang berbeda atau bertentangan dengan temuan berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya

b. Keteralihan

(58)

c. Kebergantungan

Dalam penelitian kualitatif, uji kebergantungan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan data. Peneliti seperti ini perlu di uji dependability nya, dan untuk mengecek apakah hasil penelitian ini benar atau tidak, peneliti selalu mendiskusikannya dengan pembimbing. Setahap demi setahap data-data yang dihasilkan di lapangan dikonsultasikan dengan pembimbing.

d. Kepastian

Dalam penelitian kualitatif uji kepastian mirip dengan uji kebergantungan, sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan secara bersamaan. Kepastian yang dimaksud berasal dari konsep objektivitas, sehingga dengan disepakati hasil penelitian oleh banyak orang maka hasil penelitian tidak bersifat subjektif lagi, tapi sudah objektif.

Menguji kepastian berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang ada dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada tetapi hasilnya ada. Derajat ini dapat dicapai melalui audit atau pemeriksaan yang cermat terhadap seluruh komponen dan proses penelitian serta hasil penelitiannya.

(59)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV.1 Profil Kota Metro

IV.1.1 Sejarah Singkat Kota Metro

Nama ”Metro” berasal dari kosa kata Jawa ”Mitro” yang berarti sahabat (tempat

berkumpulnya orang-orang bersahabat atau menjalin persahabatan). Dalam bahasa Belanda memiliki arti pusat (centrum). Dengan demikian Metro dapat diartikan sebagai suatu tempat yang strategis dan merupakan daerah pusat perkembangan untuk daerah-daerah sekitarnya.

(60)

Metro bermula dari dibangunnya sebuah Induk Desa Baru yang diberi nama Trimurjo. Pembukaan Induk Desa Baru tersebut dimaksudkan untuk menampung sebagian dari kolonis yang telah didatangkan sebelumnya dan untuk menampung kolonis-kolonis yang akan didatangkan selanjutnya.

Kedatangan kolonis pertama di daerah Metro yang ketika itu masih bernama Trimurjo adalah pada hari Sabtu, 4 April 1936 dan untuk sementara ditempatkan pada bedeng-bedeng yang sebelumnya telah disediakan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Kemudian pada hari Sabtu, 4 April 1936 kepada para kolonis dibagikan tanah pekarangan yang sebelumnya memang telah diatur. Setelah kedatangan kolonis pertama ini, perkembanggan daerah bukaan baru ini berkembang demikian pesat, daerah menjadi semakin terbuka dan penduduk kolonis pun semakin bertambah, kegiatan perekonomian mulai tumbuh dan berkembang.

Pada hari Selasa, 9 Juni 1937nama Desa Trimurjo diganti dengan nama Metro, dan karena perkembangan penduduknya yang pesat, maka Metro dijadikan tempat kedudukan Asisten Wedana dan sebagai pusat pemerintahan Onder District Metro. Sebagai asisten Wedana (Camat) yang pertama adalah Raden Mas Sudarto.

Penggantian nama Desa Trimurjo menjadi Desa Metro, karena didasarkan pada pertimbangan letak daerah kolonisasi ini berada di tengah-tengah antara Adipuro (Trimurjo) dengan Rancang purwo (Pekalongan).

(61)

daerah pertanian, tempat-tempat untuk pembangunan berbagai fasilitas sosial, jaringan pembuangan air hujan. Dengan kata lain, Pemerintah Kolonial Belanda tlah menggariskan “land use planning” daerah.

Seiring dengan perjalanan waktu, Kota Metro sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Kota Metro dan Ibukota Kabupaten Lampung Tengah ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administratif, yaitu pada taggal 14 Agustus 1986 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1986. Peresmiannya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada waktu itu, Letjen TNI Soeparjo Rustam pada tanggal 9 September 1987.

(62)

IV.1.2 Visi Misi Kota Metro

Visi Kota Metro:

“Terwujudnya Kota Metro Sebagai Kota Pendidikan yang Asri maju, makmur aman dan demokratis.”

Misi Kota Metro:

1. membangun sumber daya manusia yang bertaqwa, berkualitas, profesional, unggul, berdaya saing dan berahklak mulia, melalui sistem pendidikan yang terarah dan komperhensif

2. menciptakan keseimbangan pembangunan kota dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan mutu lingkungan hidup menuju pembangunan yang berkelanjutan

3. mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan yang berbasis perdagangan dan agroindustri, memperbaiki iklim usaha, menarik investasi, dan penyediaan lapangan kerja

4. mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bertanggungjawab

5. mewujudkan kehidupan demokrasi dalam segala aspek kehidupan, menjunjung tinggi dan menghormati hak asasi manusia, menjunjung tinggi hukum dan menjamin tegaknya supermasi hukum.

6. membangun serta meningkatka kualitas dan kuantitas infrastruktur guna mendukung pembangunan daerah

(63)

IV.1.3 Keadaan Geografis

Kota Metro terletak pada bagian tengah wilayah Propinsi Lampung. Kota Metro yang berjarak 45 km dari Kota Bandar Lampung (bukota Propinsi Lampung) secara geografis terletak pada 5o6’-5o8’ LS dan 105o17’-105o19’ BT. Kota yang berpenduduk sebayak 152.827 jiwa dengan kepadatan 2.223 jiwa/km2 ini secara administratif terbagi dalam 5 wilayah kecamatan, yaitu Metro Pusat, Metro Barat, Metro Timur, Metro Selatan dan Metro Utara serta 22 kelurahan dengan total luas wilayah 68,74 km2 atau 6.874 ha.

Kota Metro memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung

Tengah dan Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampng Timur.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Metro Kibang Kabupaten

Lampung Timur

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pekalongan dan Kecamatan

Batanghari Kabupaten Lampung Timur

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan trimurjo Kabupaten Lampung

[image:63.595.105.530.597.743.2]

Tengah.

Tabel 3:

Kondisi Tanah di Kota Metro Kondisi Metro

Pusat

Metro Barat

Metro Timur

Metro Selatan Metro Utara Jenis Podzolik

merah Podzolik merah Podzolik merah Podzolik merah Podzolik merah Permukaan Datar/rata Datar/rata Datar/rata Datar/

bergelombang Datar/rata Ketinggian (dpl) 48,07-54,95 54,49-57,32 36,3-58,12 dpl

(64)

IV.1.4 Kependudukan

[image:64.595.109.519.333.459.2]

Penduduk Kota Metro pada tahun 2008 (per Mei 2008) berjumlah 147,997 jiwa. Penyebaran penduduk di Kota Metro pada tahun 2008 sebagian besar terkonsentrasi di Kecamatan Metro Pusat (35%) dan Kecamatan Metro Timur (24%). Rata-rata kepadatan penduduk Kota Metro sebesar 2.153 jiwa/km2, dengan kepadatan tertinggi di Kecamatan Metro Pusat (4.390,67 jiwa/km2) dan terendah di Kecamatan Metro Selatan (984,15 jiwa/km2).

Tabel 4:

Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Metro, Tahun 2008 (per Mei)

No Kecamatan

Banyaknya Penduduk (Mei’ 08) Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Metro Pusat 26.326 25.089 51.415

2. Metro Barat 12.281 11.682 23.963

3. Metro Timur 18.286 17.541 35.827

4. Metro Utara 11.994 11.211 23.205

5. Metro Selatan 7.004 6.583 13.587

Jumlah 75.891 72.106 147.997

Sumber: Selayang Pandang Kota Metro

Mata pencaharian penduduk Kota Metro bergerak pada sektor jasa (28,56%), sektor perdagangan (28,18%), sektor pertanian (23,97%), transportasi dan komunikasi (9,84%) dan konstruksi (5,63%).

IV.1.5 Kondisi Sarana dan Prasarana

(65)

merupakan jalan aspal biasa, 83,31 km jalan batu, dan jalan tanah sepanjang 108 km. Jalan tersebut terdiri dari berbagai kelas, yitu jalan Negara (5,735 km), jalan propinsi (21,900 km), dan jalan kabupaten/kota (371,350 km).

Letak posisi Kota Metro yang strategis menjadikannya sebagai daerah yang penting dalam sistem perhubungan antar wilayah (kabupaten/kota) disekitarnya. Mobilitas masyarakat yang melalui Metro sebagai daerah transit atau tujuan kegiatan yang relatif tinggi menandakan Metro memiliki peran penting dalam perekonomian masyarakat. Jarak Kota Metro dari jalur Lintas Sumatra (Tegineneng) yang relatif dekat yaitu kurang lebih 17 km dan jalur transportasi ke Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Timur dan Kota Bandar Lampung (melalui Kec. Sukadamai Kab. Lampung Selatan) akan menjadikan mobilitas masyarakat yang melaluinya meningkat dari waktu ke waktu. Armada angkutan yang ada dan melintasi wilayah Kota Metro yang melayani dan membantu mobilitas penduduk untuk mencapai tempat kerja atau daerah-daerah tujuan lainnya cukup mendukung. Jumlah armada angkutan umum jenis AKAP sebanyak 10 buah dengan layanan 4 jalur trayek. Sedangkan armada yang melayani dalam kota sebayak 800 buah dengan 7 jalur trayek.

(66)

Suplai energi listrik untuk kawasan Kota Metro sangat mendukung masuknya investasi baru. Dengan telah beroperasinya PLTA Way Besai yang mampu memproduksi listrik sebesar 90 MW sejak tahun 2001, kebutuhan listrik industri dan rumah tangga mulai dapat teratasi. Apalagi dengan telah beroperasinya PLTA Batu Tegi dan dibangunnya PLTA Tarahan yang diperkirakan dapat meroperasinpada Oktober 2007 akan memiliki andil dalam memenuhi kebutuhan akan energi listrik.

Perkembangan kota juga menuntut tersedianya lokasi atau unit pengolahan limbah kota. Metro telah merintis adanya Unit Pengolahan Limbah yang mampu mengatasi persoalan limbah kota dan bahkan hasilolahan limbah organik telah dapat diubah menjadi komoditi yang bernilai ekonomi (sebagai pupuk organik).

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi kegiatan rumah tangga dan industri kecil menengah sebagian besar diambil dari sumber air tanah dangkal, sedangkan untuk perkantoran dan beberapa usaha tertentu memanfaatkan air tanah dalam (aquifer). Sementara potensi air permukaan cukup besar berasal dari sungai Way

Sekampung yang melintasi Kota Metro.

IV.1.6 Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan

(67)

Kota Metro pada tanggal 27 Juli 2005. Walikota dan Wakil Walikota tersebut adalah :

Walikota Metro : Lukman Hakim, SH. MM Wakil Walikota Metro: Djohan, SE. MM

Kemudian pada tanggal 18 Agustus 2005 bertempat di ruang sidang DPRD Kota Metro dilaksanakan pengambilan Sumpah Jabatan dan Pelantikan Pejabat Terpilih oleh Gubernur Lampung Drs. Sjahroedin ZP.

IV.2 Profil Dinas Pasar Kota Metro

IV.2.1 Struktur Organisasi

Dinas Pasar Kota Metro dibentuk berdasarkan Peraturan daerah Kota Metro Nomor 03 Tahun 2003 tentang Pembenukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan terbentuk atas 3 (tiga) tahapan:

a. 27 April 1999 s/d 01 Januari 2001 Dinas Pasar Kota Metro

b. 01 Januari 2001 s/d 11 Agustus 2003 Subdin Pasar Pada Dinas Tata Kota dan Lingkungan hidup Kota Metro

c. 12 Agustus 2003 s/d sekarang Dinas Pasar Kota Metro.

Susunan organisasi Dinas Pasar Kota Metro adalah sebagai berikut: 1. Kepala Dinas

2. Bagian Tata Usaha terdiri dari: - Sub Bagian Umum

(68)

- Sub Bagian Kepegawaian

3. Bidang Pembinaan dan Pengembangan terdiri dari: - Seksi Pendataan dan Perizinan

- Seksi Pemeliharaan dan Pembangunan - Seksi Keamanan dan Ketertiban 4. Bidang Pendapatan terdiri dari: - Seksi Operasional Pendapatan - Seksi Pembukuan dan Pelaporan

- Seksi Pengendalian Petugas Operasional 5. Bidang Kebersihan terdiri dari:

- Seksi Operasional Kebersihan - Seksi Pengawasan Kebersihan

6. UPT Pasar Kota Metro yang bertanggung jawab kepada Kepala Dinas, terdiri dari:

(69)
(70)
(71)

IV.2.2

Gambar

Tabel 1: Daftar Nama Informan Wawancara
Gambar
Tabel 2:
Tabel 3: Kondisi Tanah di Kota Metro
+5

Referensi

Dokumen terkait

Adapun penanggulangan kelelahan kerja menurut Setyawati (1997) yaitu : 1) Lingkungan kerja bebas dari zat berbahaya, penerangan memadai sesuai dengan jenis pekerjaan yang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti kepada 45 responden dan responden yang diperoleh peneliti dan sesuai dengan kriteria responden pada sampel dan

Guru perlu Guru perlu memberikan memberikan contoh teladan contoh teladan yang baik dalam yang baik dalam berkata, berkata, bersikap, dan bersikap, dan bertingkah laku bertingkah

PARALYMPIC CABANG OLAHRAGA ATLETIK PADA PERSIAPAN ASEAN PARAGAMES KE 9 TAHUN 2017 (Deskripsi Tentang Pembinaan dan Prestasi Cabang Olah Raga Atletik NPC

Pejabat Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Narkotika Nasional melaksanakan Pengadaaan Langsung untuk

Greater understanding of the tripartite infuence of on the host state is needed.

PUNDARIKA ATMA SEMESTA Direktur Penjualan : DIAN NOVITA. Alamat

Perhatikan bahwa pada mesin Moore, keadaan-sekarang dalam lingkaran (yang di nyatakan dengan kode-kode biner di atas garis) disertai oleh keluaran untuk keadaan bersangkutan (di