• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Penataan PKL di Pasar Besar Kota Malang

N/A
N/A
Wilda Gustina Putri

Academic year: 2024

Membagikan "Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Penataan PKL di Pasar Besar Kota Malang"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI PASAR BESAR KOTA

MALANG

(Studi Pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Dan Satuan Polisi Pamong Praja)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Gelar Sarjana Pada Fakultas Administrasi Publik

Universitas Islam Malang

OLEH INTAN ARINI NPM 21801091108

UNIVERSITAS ISLAM MALANG FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

2023

(2)

xi ABSTRAK

Intan Arini, 2023, NPM 21801091108, Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Islam Malang, Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) (Studi Pada Dinas Perdagangan Kota Malang dan Satuan Polisi Pamong Praja), Dosen Pembimbing I : Dr. Nurul Umi Ati, M. AP, Dosen Pembimbing II : Taufiq Rahman, S. AP., M. AP Fenomena Pedagang Kaki Lima telah banyak menyita perhatian pemerintah.

Berbagai jenis kebijakan telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Malang, salah satunya kebijakan penataab kembali telah menjadi pilihan pemerintah kota Malang dalam mewujudkan kehidupan kota yang bersih dan rapi. Hal ini didasarkan pada PERDA Nomor 2 BAB III Pasal 21 Tahun 2012 Pedagang Kaki Lima di Wilayah Kota Malang. Selain itu juga di perkuat dengan S.K. Walikota Nomor. 580 Tahun 2000 yang disempurnakan dengan S.K Walikota Nomor 10 Tahun 2005. Peraturan di atas pada garis besarnya berisikan tentang lokasi, pengaturan, pembinaan, perizinan dan retribusi, pengawasan, ketentuan pidana, dan ketentuan penyidikan terhadap para PKL di kota Malang.

Penelitian in bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan pemerintah Kota Malang dalam penataan Pedagang Kaki Lima guna mewujudkan pengelolaan PKL yang adil di Kota Malang beserta faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Malang dalam penataan Pedagang Kaki Lima. Sejalan dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka dalam penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Jens data yang digunakan berupa data primer yang bersumber dari Dinas Pasar kota Malang dan PKL, serta data sekunder yang bersumber dari kepustakaan yang ada pada Dinas Pasar Kota Malang.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kebijakan penataan PKL yang dilaksanakan pemkot Malang masing dikatakan belum maksimal karena adanya beberapa kendala yang dan permasalahan yang masih ada.

Hal ini dibuktikan dengan masih adanya beberapa PKL yang Kembali ke tempat semula itu berjualan walaupun sudah ada himbauan, selain itu juga banyak sekali sampah. Masih tidak tertatanya PKL yang ada, kemudian juga kurangnya pengawasan pihak terkait. Sebaiknya dalam menyelesaikan berbagai persoalan PKL di area pasar besar Kota Malang harus adanya siknronisasi penerapan dari Pemkot Malang oleh Walikota, Kepala Dinas Pasar, hingga Kepala Pasar Baru Besar dan para pedagang di Pasar Besar dengan melibatkan lembaga swadaya masayarakat (LSM) serta tokoh masyarakat di Kota Malang, dengan musyawarah disertai tanggapan dari masyarakat Kota Malang sebagai konsumen.

Kata kunci: Pedagang Kaki Lima, Kebijakan Relokasi

(3)

xii ABSTRACT

Intan Arini, 2023, NPM 21801091108, Public Administration Study Program, Faculty of Administrative Sciences, Islamic University of Malang, Implementation of Local Government Policy in the Arrangement of Street Vendors (PKL) (Studies at the Malang City Trade Service and Civil Service Police Unit), Supervisor I: Dr. Nurul Umi Ati, M. AP, Advisor II : Taufiq Rahman, S. AP., M. AP

The phenomenon of street vendors has caught the government's attention. Various types of policies have been implemented by the Malang City Government, one of which is the rearrangement policy which has become the choice of the Malang City Government in realizing a clean and tidy city life. This is based on PERDA Number 2 CHAPTER III Article 21 of 2012 Street Vendors in the Malang City Region. Besides that, it was also strengthened by S.K. Mayor No. 580 of 2000 which was refined with Mayor Decree No. 10 of 2005. The above regulations in outline contain location, regulation, guidance, licensing and fees, supervision, criminal provisions, and provisions for investigating street vendors in the city of Malang.

This study aims to determine the implementation of Malang City government policies in the arrangement of street vendors in order to realize a fair management of street vendors in Malang City along with the supporting and inhibiting factors faced by the City Government of Malang in the arrangement of street vendors. In line with the problems and research objectives, the research uses descriptive research methods with a qualitative approach. The type of data used is in the form of primary data sourced from the Malang City Market Service and street vendors, as well as secondary data sourced from the existing literature at the Malang City Market Service. Data collection techniques were carried out by means of observation, interviews and documentation. From the results of the study, it can be concluded that the street vendors' structuring policy implemented by the municipal government of Malang is said to be not optimal because there are several constraints and problems that still exist.

This is evidenced by the fact that there are still a number of street vendors who have returned to their original places selling even though there has been an appeal, besides that there is also a lot of garbage. The existing street vendors are still not organized, then also the lack of supervision from related parties. We recommend that in solving various street vendors' problems in the big market area of Malang City there should be synchronized implementation from the Malang City Government by the Mayor, Head of the Market Service, to the Head of Pasar Baru Besar and traders in the Big Market by involving non-governmental organizations (NGOs) and community leaders in the City. Malang, with deliberations accompanied by responses from the people of Malang City as consumers.

Keywords: Street Vendors, Relocation Policy

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Pada akhir abad ke-18 Malang dipilih sebagai meneeren mevrouw yaitu tempat peristirahatan tuan dan nyonya Belanda. Selain karena Malang merupakan daerah terdekat dari perkebunan sekitarnya, daerah ini kini memang layak menjadi tempat tetirah. Letaknya pada ketinggian 440 sampai 667 meter memberi hawa sejuk dengan suhu rata-rata 24,5 derajat Celcius. Dan dengan adanya pemandangan yang indah dari Gunung Semeru, Kawi, Arjuna, dan puncak Pengunungan Tengger menambah keindahan kota ini. “Bahkan pada masa itu Malang mendapat julukan Switzerland of Indonesia. (Koen, A., dkk, 2001:45).”

Kota merupakan pusat dari seluruh kegiatan masyarakat, dengan berbagai macam cara yang dilakukan untuk bertahan hidup di kota-kota besar. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa kota besar dianggap oleh masyarakat sebagai tempat mata pencaharian yang menjanjikan untuk meningkatkan derajat hidup.

Selain itu, keadaan di Kota besar juga telah mengubah berbagai macam pekerjaan yang semula sektor formal menjadi tujuan utama masyarakat. Dari sinilah awal apabila ada masyarakat yang tidak tertampung di sektor formal

(5)

2

terpaksa atau mencari jalan lain dengan berpartisipasi di sektor informal yang bergerak dalam bidang atau sektor jasa dan perdagangan. (Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2016)

Menurut Effendi 1997, sebagaimana ditulis oleh Ali Achsan (2008:5) Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor informal dalam sistem ekonomi kontemporer bukanlah suatu gejala negatif tetapi lebih sebagai realitas ekonomi kerakyatan dalam pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional. Sektor informal sebagai penyedia jasa dan barang murah tanpa dukungan fasilitas dari Negara.

Namun, kenyataan yang bisa dilihat di Indonesia saat ini adalah kecenderungan sektor informal yang sering dipandang sebelah mata karena adanya kesalahan dalam menempati ruang publik dan tidak sesuai dengan visi kota yang sebagian besar memiliki aspek meningkatkan kebersihan, keindahan, ketertiban, dan kerapihan kota. Terganggunya kelancaran lalu lintas, estetika, dan fungsi prasaranan ruang terbuka hijau. Berbeda dengan sektor formal, yaitu sektor usaha yang mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah, walaupun demikian, sektor formal perkotaan ternyata tidak bisa menyerap penambahan tenaga kerja. Penyebabnya adalah berkembangnya perkotaan yang cukup pesat, tetapi tidak dibarengi dengan perkembangan sektor pedesaan. Sehingga menyebabkan banyak urbanisasi terjadi pada kota-kota besar di Negara Indonesia.

(6)

3

Pemerintah Kota Malang mempunyai peranan tertentu dalam mengatasi masalah Pedagang Kaki Lima (PKL) tresebut. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka pemerntah mengambil tindakan tegas terhadap setiap pelaku sektor informal, yakni dengan jalan merelokasi, serta menggusur atau menyingkirkan usahanya dengan guna pengembangan tempat. Untuk itu, setiap Pemerintah Daerah memiliki satuan khusus yang pekerjaannya sewaktu-sewaktu operasi atau razia kepada sektor informal yang terkenal dengan operasi ketertiban umum yang diakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). kebijakan terseut membuat penataan tempat untukmemberi fasilitas penepatan dagang terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL), dengan harapan dapat memberiakan kesadaran dan kemungkinan para Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk berpartisipasi daam pembangunan Kota Malang sebagai kota yang aman, tertib, aman, dan indah.

Menanggapi masalah tersebut maka Kota Malang memiliki peraturan Daerah No.2 Bab III Tahun 2012 tentang ketertiban umum dan lingkungan terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berbunyi:

“Melakukan kegiatan usaha dijalan, trotoar, jalur hijau, dan atau fasilitas umum kecuali pada tempat-tempat yang ditetapkan oleh Walikota. Melakukan kegiatan usaha dengan mendirikan tempat yang bersifat semi permanen dan atau permanen dan atau melaukan kegiatan usaha yang menimbulkan kerugian dalam hal kebersihan, keindahan, ketertiba, kenyamanan”.

(7)

4

Seiring dengan berkembangnya pedagang kaki lima serta adanya kebutuhan yang tinggi terhadap pedagang kaki lima oleh masyarakat menjadikan keberadaan pedagang kaki lima semakin berkembang dengan pesat dan mengalami peningkatan. Seperti misalanya pengingkatan pedagang kaki lima di salah satu Kabupaten di Jawa Timur yaitu Kabupaten Banyuwangi yang pada Tahun 2012 jumlah pedagang kaki lima sebanyak 120. 000 dan mengalami peningkatan dengan pesat pada tahun 2013 sebanyak 296. 000 pedagang kaki lima (bappeda.jatimprov.go.id, 2014).

Dari data tersebut menunjukkan bahwa tingginya kebutuhan masyarakat menengah kebawah terhadap pedagang kaki lima serta pedagang kaki lima yang memanfaatkan usaha tersebut untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri.

“Kota Malang yang berada di Provinsi Jawa Timur dengan berbagai macam masyarakat dan latar belakangnya budayanya yang cukup beragam dengan jumlah kepadatan penduduk sebanyak 874.890 jiwa (Sumber BPS Kota Malang 2020)” harus mampu memantau aktivitas penduduk Kota Malang terutama bagi yang sedang melakukan kegiatan ekonomi agar sesuai dengan peraturan pemerintah.

Namun yang terjadi di lapangan adalah cepatnya pertumbuhan penduduk yang begitu pesat namun tidak diimbangi dengan pertambahan kesempatan kerja.

Dan di zaman yang sudah canggih ini dengan arus urbanisasi yang masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang rendah dan minimnya keterampilan. Hal

(8)

5

ini mengakibatkan meningkatnya angka pengangguran. Disinilah ada peningkatan urbanisasi yang memilih pekerjaan pada sektor informal untuk memenuhi keberlangsungan hidup.

Selain itu, karena di Kota Malang menjadi tempat dengan berbagai macam usaha kecil, baik yang dilakukan oleh penduduk kota maupun oleh para pendatang dari luar daerah Kota Malang. Banyak sekali usaha kecil yang berdiri, mulai dari usaha kecil formal, usaha kecil informal, dan usaha kecil tradisional.

Dibagian usaha kecil informal yang paling terlihat dan menjadi salah satu isu implementasis Kota Malang adalah pedagang kaki lima.

Berkembangnya Kota Malang dengan sangat pesat seakan berbanding lurus dengan pertumbuhan pedagang kaki lima yang berkembang dengan pesat.

Berdasarkan Badan Statistik Kota Malang, pada tahun 2018 terdapat sebanyak 10.741 pedagang kaki lima yang tersebar di Kota Malang. Jadi, sangat wajar sekali jika pertumbuhan jumlah pedagang kaki lima dengan pesat di Kota Malang disebabkan kurangnya tempat sentral pedagang kaki lima yang disediakan oleh Pemerintah Kota Malang. Dalam hal ini Pemerintah Kota Malang belum tuntas mengentaskan permasalahan pedagang kaki lima yang berada di Kota Malang.

(Badan Pusat Statistik Malang, 2021)

Pemindahan atau relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) ke lokasi yang lebih kondusif untuk menciptakan lingkungan yang nyaman perkotaan menjadi salah satu kebijakan yang dilakukan hamper di beberapa kota besar yag mengalami

(9)

6

masalah dengan PKL, termasuk juga Kota Malang. Wacana Pemerintah Kota Malang untuk merelokasi PKL muncul disaat kebutuhan ruang publik di perkotaan yang semakin berkurang dan keterttiban lalu lintas yang kurang baik aibat kegatan perdagangan yang dilakukan di badan jalan, kesadaran untuk memenuhi kebutuhan akan ruang publik perkotaan menjadi mimpi besar Kota Malang yang semakin hari mengalami penurunan kualitas lingkungan. Relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan kebijakan untuk menjadikan ruang-ruang publik berfungsi sebagaimana mestinya seperti trotoar, badan jalan.

Pedagang Kaki Lima yang kian semakin populer namun banyak pihak yang masih pro dan kontra. Pihak yang pro memandang dari sudut pandang arti yang positif bahwa PKL dapan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi pemerintah daerah, PKL sebagai awal seseorang bekerja, memperlihatkan sifat yang mampu bertahan dalam kondisi ekonomi kritis sekaligus menjadi peluang kerja untuk para pengangguran yang bias menjadi wadah dalam berkreasi, berwirausaha dengan modal yang sangat minim atau bahkan tanpa modal.

Pihak yang kontra berdiri dengan sudut pandang negatif yang beranggapan bahwa keberadaan Pedagang Kaki Lima memperpanjang kemiskinan, tempat menimbulkan kriminalitas, dan mengganggu ketertiban. Karena kenyataan yang terjadi, banyak Pedagang Kaki Lima yang tidak tertib, tidak mengindahkan kemiskinan, kotor, kumuh, dan banyak sampah. Dan di sisi lain akan menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan usaha pengembangan tata

(10)

7

ruang kota karena sifat yang tidak tertib itu yang menjadi factor sulitnya mengendalikan perkembangan sektor informal ini.

Di sebagian besar kota di Indonesia, sudah menjadi hal yang umum trotoar digunakan untuk menjemput rezeki para pedagang, tidak terkecuali di Kota Malang. Beberapa wilayah di Kota Malang terdapat Pedagang Kaki Lima (PKL) yang penulis beranggapan bahwa mampu mengurangi angka pengangguran, serta memiliki peran dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan serta mendukung pertumbuhan ekonomi pada umumnya.

Menurut Okvian & Nawangsari (2019), munculnya sektor informal Pedagang Kaki Lima (PKL) di kota-kota besar dikatakan juga sudah memunculkan berbagai permasalahan. Hadirnya pedagang kaki lima (PKL) telah memunculkan permasalahan-permasalahan di kota-kota besar yaitu lingkungan perkotaan, perubahan sosial dan ekonomi .

Dari banyaknya jumlah pedagang kaki lima yang tersebar di Kota Malang, pemerintah berupaya untuk mengurangi sifat pedagang kaki lima yang kurang memperhatikan ruang publik yang buka untuk peruntukannya. Maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 2 Bab III Pasal 21 Tahun 2012 Tentang Ketertiban Umum dan Lingkungan terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berbunyi:

Melakukan kegiatan usaha dijalan, trotoar, jalur hijau dan atau fasilitas umum kecuali pada tempat – tempat yang ditetapkan oleh Walikota. Melakukan

(11)

8

kegiatan usaha dengan mendirikan tempat usaha yang bersifat semi permanen dan atau permanen dan atau melakukan kegiatan usaha yang menimbulkan kerugian dalam hal kebersihan, keindahan, ketertiban, dan kenyamanan.

Sudah banyak sekali implementasi-implementasi yang dilakukan oleh pemerintah bagaimana mengatasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di ruang kota yang tidak teratur. Implementasi pemerintah adalah suatu proses pemikiran yang berupaya untuk melihat masalah-masalah yang telah terjadi di masyarakat sehingga dengan adanya peran pemerintah diharapkan dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan potensi dan peluang dalam ekonomi. Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu system ketertiban dimana masyarakat bisa menjalani kehidupan secara wajar.

“Pemerintah diasakan tidaklah untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang mungkin setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mecapai kemajuan Bersama (Labolo,2011).”

Dalam proses pembuatan kebijakan publik, dibagi dalam beberapa tahapan yang dikelompokkan untuk mempermudah dalam menganalisis kebijakan public.

Tahapan – tahapan impelementasi kebijakan public yang sudah terkenal dapat dikelompokkan oleh George C. Edward III (1980), sebagai berikut:

1. Komunikasi 2. Sumberdaya

(12)

9

3. Disposisi (sikap) 4. Struktur Birokrasi

Keberadaan Pedagang Kaki Lima di Kota Malang bukanlah tanpa sebab, namun PKL berdiri menjajakan dagangannya seiring berjalannya perkembangan populasi manusia di perkotaan yang semakin meningkat namun tidak diimbangi dengan lapangan pekerjaan maupun sumber mata pencaharian lainnya. PKL merupakan tugas besar bagi pemerintah dalam melakukan penataan kota.

Keberadaannya yang tidak teratur, memenuhi sudut jalan, bahu jalan, emperan toko, dan sebagainya telah memperburuk suasana kota sebagai Kota metropolitan.

Model pendekatan yang lain selain George C. Edward III diatas terdapat model pendekatan lain yaitu implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn disebut dnegan A Model Of The Policy Implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu pengejewan paham kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja impelmentasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variable. Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik, pelaksana bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel-variabel tersebut yaitu standart dan sasaran kebijakan, sumber daya, karakteristik organisasi

(13)

10

pelaksana, sikap para pelaksana, komunikasi antar organisasi terkait dan lingkungan social, ekonomi, politik.

Tapi pada kenyataannya adanya efektifitas dari pengimplementasian peraturan ini dilihat dari kesadaran masyarakat dalam memahami dan mematuhi aturan- aturan yang sudah ditetapkan. Fenomena sosial memperlihatkan bahwa masih banyak pelanggaran Pedagang Kaki Lima (PKL) yang terjadi di Kota Malang. Ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dan kepatuhan hokum di Malang masih sangat minim atau kurang.

Upaya dalam melakukan penertiban dan penataan sudah cukup sering dilakukan oleh pemerintah Kota Malang. Khususnya, ditangani oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Satuan Petugas Polisi Pamong Praja (SATPOL PP). Namun hal itu benar-benar sangat sulit untuk melakukan penataan hingga benar-benar rapih. Karena PKL masih tetap berdagang di daerah yang dilarang.

Pemerintah Kota Malang perlu membangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan para Pedagang Kaki Lima agar program dalam penataan dan penertiban PKL dapat disosialisasikan dan terealisasikan. Dengan adanya komunkasi yang baik dengan adanya pesan secara timbal balik, antara masyarakat dengan pemerintah yang terlibat langsung dalam upaya pembangunan.

(14)

11

Hal ini telah dibuktikan pada wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada beberapa Pedagang Kaki Lima (PKL) yang menjalankan usahanya di berbagai tempat seperti di trotoar, pinggir jalan raya, ataupun ditempat pejalan kaki.

Adapun alasan yang mereka kemukakan sangatlah beragam. Dan kebanyakan dari mereka memiliki alasan bahwa di tempat- tempat ramai seperti itu memiliki keuntungan yang lebih tinggi. Karena menjadi perhatian dari orang-orang yang melewatinya. Selain itu, dikarenakan mereka tidak memiliki fasilitas tempat untuk berjualan atau berdagang. Sehingga mencari tempat nomaden adalah pilihan. Serta tuntutan untuk keberlangsungan hidup mereka yang mengharuskan untuk berdagang di tempat-tempat yang dilarang

Dari wawancara oleh penulis dengan beberapa narasumber, dapat disimpulkan bahwa masih rendahnya kesadaran dan pemahaman atas ketaatan hukum masyarakat dalam mengimplementasikan hukum itu sendiri. Dan juga kurangnya perhatian dari pemerintah dalam mengawasi, mengamankan, dan menertibkan atas hukum yang telah dibuat. Hal ini yang menyebabkan hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan sebagainya tidak begitu dihiraukan. Karena tidak ada tindak lanjut yang serius mengenai hal ini.

Salah satu contoh yang bisa dilihat adalah Pasar Besar Kota Malang yang bertempat di pusat yang ramai. Banyak sekali para pedagang yang berjualan di pinggir jalan di luar pasar tersebut. Hal ini dikarenakan beberapa alasan seperti tidak mendapatkan lapak atau tempat di dalam pasar untk berjualan. Alasan

(15)

12

lainnya adalah karena pasar tersebut selalu ramai dan tidak pernah sepi pembeli, jadi para Pedagang Kaki Lima rela berjualan di pinggir jalan di luar pasar untuk berdagang.

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bakhri (2021), yang berjudul

“Penataan Pedagang Kaki Lima: Resiliensi Usaha di Masa Pandemi”. Seperti yang kita ketahui bahwa Pandemic covid-19 yang terjadi pada akhir tahun 2019 hingga saat ini sudah berdampak pada seluruh aspek kehidupan, salah satunya adalah perekonomian diberbagai negara termasuk Indonesia. Dengan munculnya kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat dari upaya penanganan pandemi telah menimbulkan dampak yang besar bagi ekonomi secara signifikan dan memberi guncangan yang hebat pada sektor UMKM, salah satunya adalah PKL. Sehingga pada penataan PKL butuh dorongan dari pemerintah daerah melalui implementasi regulasi terkait dengan penataan dan pemberdayaan yang implementasinya butuh ketegasan agar meminimalisasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang dari sumber daya yang ada pada PKL itu sendiri.

Terkait observasi dan wawancara tidak terstruktur yang dilakukan peneliti menggambarkan bahwa permasalahan yang terjadi mengenai tentang kebijakan Pedagang Kaki Lima (PKL), yaitu memberikan perubahan pada Pedagang Kaki Lima. Dari fenomena mengenai kebijakan penataan Pedagang Kaki Lima tersebut, penulis menyimpulkan bahwa banyak dampak positif dan dampak negative yang timbul atas kebijakan yang telah ditetapkan. Setelah

(16)

13

terimplementasinya kegiatan penertiban dan penataan Pedagang Kaki Lima oleh Pemerintahan Kota Malang, saat ini keadaan di Pasar Besar Kota Malang sudah lumayan tertib dan tidak ada lagi timbul kemacetan yang parah.

Pemindahan atau reokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) ke lokasi yang lebih kondusif untuk menciptakan lingkungan yang nyaman menjadi salah satu kebijakan yang dilakukan oleh hmpir beberapa kota besar yang mengalami masalah dengan PKL, termasuk juga diantaranya Kota Malang. Relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan kebijakan untuk menjadikan rung-ruang pubik berfungsi sebagaimana mestinya seperti trotoar dan badan jalan.

Pemerintah Kota Malang telah membahas permasalahan yang ada, maka pemerintah Kota Malang memberi jalan keluar yaitu dengan adanya Kebijakan Pemerintah yakni upaya relokasi menjadi salah sau alternatif untuk menyelesaikan persoalan ini. Namun pemerintah melakukan relokasi dengan pembinaan yang sangat minim. Akibatnya tempat relokasi bagi Pedagang Kaki Lima (PKL) sering dianggap sulit dijangkau oleh para pembeli atau konsumen menjadikan PKL enggan menempatinya. Oleh karena itu, untuk mengetahui secara lebh mendalam, maka perlu diasakan penelitian lebih lanjut yaitu tentang

“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) di PASAR BESAR KOTA MALANG (Studi PadaDinas Perindutrian dn Perdagangan dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang)”

(17)

14

B. Permasalahan

Kenyataan yang dapat dilihat atas keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) bagi sebagian warga Kota Malang sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun di sisi lain sebagian warga juga merasa mengganggu kepentingan umum dan tidak dapat dihindari. Terlihat dari sisi tata kota eksistensi Pedagang Kaki Lima tersebut adalah sebagai potensi namun juga menjadi kendala yang akan berpengaruh terhadap perkembangan Kota Malang. Sebagai Kota tujuan pariwisata, keberadaan PKL Kota Malang yang tertata, terencana, dan dikelola dengan baik mampu menjadi daya Tarik tersendiri sebagai objek wisata Kota.

Dalam upaya menjadikan keberadaan PKL dalam keterpaduan budaya pembangunan sektor formal dan informal sebagai penggerak kehidupan Kota Malang, usulan studi ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan dari permasalahan :

1. Bagaimana implementasi kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang?

2. Apa saja faktor pendukung dalam Implementasi Kebijakan Pemerinah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang?

3. Apa saja faktor Penghambat dalam Implementasi Kebijakan Pemerinah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang?

(18)

15

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan sesuatu yang ingin diteliti sehingga peneliti dapat merinci kembali bahasan yang akan diteliti, penetapan fokus penelitian dilakukan agar peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data yang akan diperoleh. Menurut Moleong (2011: 152), penentuan fokus penelitian memiliki dua tujuan. Pertama, penetapan fokus Penelitian dalam membatasi studi, dalam hal ini akan membatasi bidang inkuiri. Kedua, penetapan fokus berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusif-eksklusi fakta masuk-keluar suatu informasi yang baru diperoleh dilapangan.

Adapun fokus pernyataan yang dilakukan oleh penulis adalah:

1. implementasi kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang, dengan menggunakan Model Implementasi George C. Edward IIIyang meliputi:

a. komunikasi b. Sumber Daya c. Disposisi (Sikap) d. Sruktur Birokrasi)

Implementasi yang dipakai dan diandalkan pada penataan PKL di kawasan pasar besar Malang ini adalah kekuatan yang dimiliki dalam mengatasi kelemahan atau kekurangan yang berpengaruh dalam penataan PKL, disamping itu kekuatan pemerintah juga mengandalkan peluang yang dimiliki yaitu

(19)

16

menghadapi ancaman-ancaman yang akan menghambat dalam proses penataan PKL dikawasan besar Malang.

Faktor pendukung dalam Implementasi Kebijakan Pemerinah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang

1. Faktor Pendukung a. Sarana dan Prasarana b. Sosialisasi

c. Pengawasan

faktor penghambat dalam Implementasi Kebijakan Pemerinah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang 2. Faktor Penghambat

a. ketersediaan lahan di Pasar Besar Kota Malang b. anggaran dalam penataan Pedagang Kaki Lima (PKL)

c. kurang tegasnya sanksi untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) yang melanggar aturan

d. tingkat pendidikan Pedagang Kaki Lima (PKL) rendah

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

(20)

17

1. Untuk Mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis Kebijakan Pemerinta Daerah DalamPenataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang

2. Untuk mengetahui faktor pendukung Implementasi Kebijakan Pemerinta Daerah DalamPenataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang

3. Untuk mengetahui faktor penghambat Implementasi Kebijakan Pemerinta Daerah DalamPenataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang

E. Manfaat Penelitian 1. Teoritis

a. Sebagai bahan untuk memperluas pengetahuan dan wawasan tentang teori atau konsep yang diperoleh selama perkuliahan dan menerapkannya didunia nyata

b. Memberikan pengetahuan yang lebih tentang Ilmu Administrasi Negara khususnya yang berkaitan dengan Implementasi Pemerintahan Dalam Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Malang.

2. Praktis

a. Bagi peneliti

(21)

18

Menambah pengetahuan tentang Implementasi Kebijakan Penertiban dan Pengawasan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Malang

b. Bagi mahasiswa

Menambah pengetahuan mahasiswa lain dalam memahami Implementasi Pemerintahan Dalam Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Malang.

c. Bagi Univeritas Islam Malang

Menambah sumber referensi bagi pihak-pihak lain yang tertarik untuk meneliti Implementasi Kebijakan Penertiban dan Pengawasan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Malang.

(22)

213 BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Besar Kota Malang.

Dalam pengimplementasian sudah relatif baik. Peneliti menggunakan model George C. Edward III untuk melihat tingkat keerhasilan Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Malang, adapun variabelnya adalah sebagai berikut:

a. Komunikasi

Komunikasi yang dilakukan sudah cukup jelas Karena pelaksana kebijakan telah menyampaikan kepada para sasaran kebijakan yaitu para pedagang kaki lima (PKL) sudah jelas tanpa ditutup-tutupi.

Namun sayangnya tingkat kesadaran para pedagang kaki lima (PKL) sangat kurang, hal ini dikarenakan para pedagang kaki lima (PKL) tidak bisa menerima adanya Kebijakan Penataan ini.

(23)

214

b. Sumber Daya

Sumber daya yang dibutuhkan pertama adalah Sumber Daya Manusia. Sumber daya manusia atau Staf di Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang telah memadai dan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dan juga kedua instansi tersebut sudah menjalankan kewajiban masing-masing sesuai dengan buku pedoman.

c. Disposisi

Disposisi adalah sikap yang ditunjukkan oleh para pelaksana kebijakan yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Malang serta Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut, dalam penataan dan pembinaan pedagang kaki lima (PKL) tersebut para pelaksana kebijakan Kurang tegas dengan alasan kemanusian. Untuk masalah kejujuran sudah cukup baik

d. Sruktur Birokrasi

Kegiatan rutin yang dilakukan oleh Dinas terkait sudah baik dan bertanggung jawab. Karena birokrasi sebagai pelaksana kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan.

(24)

215

2. Faktor Pendukung Dalam Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang.

a. Sarana dan Prasarana

Dalam penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang, sarana dan prasarana yang di berikan oleh Pemerintah Kota Malang sudah cukup memadai. seperti mobil razia, mobil patrol, dan juga truk sampah. Kemudian pemerintah membangun kios serta paving di Pasar Besar Kota Malang guna relokasi yang diberikan oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di tempat yang diperuntukkan.

b. Sosialisasi

Sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Perindustian dan Perdagangan serta Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang dalam Peraturan daerah yang harus disampaikan kepada Para Pedagang Kaki Lima (PKL) sudah sangat baik. Disperindag dengan rutin melakukan soialisasi dengan turun langsung ke lapangan, kemudian memberikan arahan mengenai kebijakan dan juga melakukan perundingan dengan melakukan perundingan bersama PKL. Dan juga Satpol PP yang selalu melakukan kegiatanrutin seperti pengawasan, pengontrolan, pembinaan, dan lain sebagainya.

c. Pengawasan

Pengawasan yang dilakukan oleh Satpol PP sudah cukup baik. Namun ada hal yang kurang seperti melakukan kegiatan penyitaan bagi yang

(25)

216

melanggar. Hal tersebut sangat sulit dilakukan dengan alasan kemanusiawian atau tidak tega. Karena hal ini masih banyak PKL yang melanggar aturan.

3. Faktor penghambat dalam Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang

a. ketersediaan lahan di Pasar Besar Kota Malang.

Dalam melakukan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) dengan cara merelokasi ke area yang diperuntuukan. Namun ketersediaan lahan yang terbatas membuat relokasi para Pedagang Kaki Lima (PKL) tidak bisa dilakukan pemindahan secara bersamaan.

b. anggaran dalam penataan Pedagang Kaki Lima (PKL)

Mengenai biaya yang dikeluarkan untuk penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang sangat tertutup atau tidak bisa diekspos oleh pemerintah. Sehingga banyak yang berasumsi bahwa adanya tindakan korupsi mengenai penataan PKL di Pasar Besar Kota Malang.

c. kurang tegasnya sanksi untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) yang melanggar aturan

Hingga saat ini masih banyak Pedagang Kaki Lima (PKL) yang masih melanggar dengan berjualan di tempat yang dilarang oleh Pemerintah. Hal ini terjadi karena dalam melakukan kegiatan pengontrolan yang dilakukan

(26)

217

Satpol PP seperti menyita barang dagangan, tidak dilakukan karena alasan kemanusiawian.

d. Tingkat pendidikan Pedagang Kaki Lima (PKL) rendah

Tingkat Pendidikan para Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang rata-rata memiliki pendidikan yang rendah. 13 PKL dari 13 PKL yang diwawancarai oleh penulis, keseluruhannya memiliki pendidikan di bawah S1 (Strata 1)

B. Saran

1. Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima di Pasar Besar Kota Malang.

Lebih terintegrasinya Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Malang yang bertugas dalam penanganan penataan dan pembinaan pedagang kaki lima, agar penataan dan pembinaan dapat berjalan dengan baik. Relokasi atau penyiapan lokasi terkait pemberian lokasi berjualan dalam hal ini seharusnya pemerintah Kota Malang juga memikirkan kepentingan pedagang kaki lima di lokasi lainnya, karena ditakutkan akan membuat kecemburuan sosial. Pemerintah Kota Malang dalam hal anggaran tidak terbuka, seharusnya untuk mencapai keberhasilan implementasi pemerintah harus merinci dan memberi tahu bahwa anggaran yang akan digunakan

(27)

218

2. Faktor pengdukung dalam Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang

Melakukan pendekatan secara personal sehingga pedagang kaki lima merasa dihargai dan menampung aspirasi dari pedagang kaki lima sehingga mereka bisa mengutarakan apa saja sebenarnya yang pedagang kaki lima butuhkan. Pada tahap pembinaan PKL, dalam memberikan pembinaan terhadap pedagang kaki lima seharusnya menggunakan pembekalan pembinaan dengan bahasa yang lebih dipahami oleh pedagang kaki lima. Pemerintah Kota Malang sebaiknya melakukan perundingan rutin dengan PKL selama proses pembuatan lapak baru bagi PKL berlangsung. Pemerintah Kota Malang juga sebaiknya memberikan perhatian kepada seluruh PKL yang melanggar aturan di wilayah Kota Malang dan tidak terfokus pada satu titik seperti Pasar Besar Kota Malang. Hal yang paling penting, Pemerintah Kota Malang perlu mempertimbangkan lagi komponen yang baik untuk keberhasilan relokasi seperti ketersediaan lapak di area relokasi yang harus sesuai dengan jumlah PKL yang hendak direlokasi.

3. Faktor penghambat dalam Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Besar Kota Malang

Memberikan pegetahuan kepada para pedagang kaki lima (PKL) yang berpendidikan rendah. Misalnya: memberikan pengertian tentang cara membuat makanan yang bergizi dan higenis agar makanan yang diperjual belikan sehat.

(28)

219

Pemerintah seharusnya memberikan standar harga untuk para pedagang kaki lima. Dalam penataan pedagang kaki lima sebaiknya pemerintah mengelola tempat relokasi untuk dijadikan pusat perbelanjaan dan wisata kuliner

(29)

220

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdul Wahab Solidin. 1997. Analisis Kebijakan Dari Formulasi Keimplementasian Kebijaksanaan Negara, Jakarta : Edisi Kedua, Bumi Aksara

Ali Achsan. 2008. Transpormasi Sosial Masyarakat Marginal Mengukuhkan Eksistensi Pedagang Kaki Lima Dalam Pusaran Modernitas. Malang:

INSPIRE.

Anderson, James. 1979. Public Policy Making, (Second ed), New York : Holt, Renhart and Winston, New York

Andi Pangerang Moenta, Syafa'at Anugrah Pradana, 2018. Pokok-Pokok Hukum.

Pemerintahan Daerah, Depok: Rajawali Pers

Ani Sri Rahayu. 2018. Pengantar Pemerintahan Daerah Kajian Teori, Hukum, dan Aplikasinya.Jakarta: Sinar Grafika.

Anthony, W.P., Parrewe, P.L., dan Kacmar, K.M. 1999. Implementasic Human Resources Management. Second Edition. Orlando : Harcount Brace and Company.

Badan Pusat Statistika. “Jumlah Tempat Usaha dan Pedagang Menurut Kecamatan2016-2018.

Bromley, Ray. 1979. Organisasi, Peraturan, dan Pengusaha Sektor Informal di Kota : Pedagang Kaki Lima di Columbia. Jakarta : Yayasan Dbor Indonesia

Daldjoeni, N. 1987. Geografi Kota dan Desa. Bandung : Alumni

Dunn, William N. 1999. Pengantar Analiis Kebijakan Publik, Cetakan Kelima.

Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.

Dunn, W. N. 2013. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, cetakan kelima.

Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.

Dunn, W. N. (2013). Pengantar Analisis Kebijakan Publik, cetakan kelima.

Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.

(30)

221

Dye, Thomas R. 1978, Understandi Public Policy, Prentice Himi, Enggle Wood Clifts. NJ

Faisal, Sanafiah. 1990. Penelitian Kualitatif (Dasar – dasar dan Aplikasi). Malang : Ya 3 Malang

Firdausy, C.M. 1995. Pengembangan Sektor Informal Pedagang Kaki Lima di Perkotaan. Jakarta, Dewan Riset Nasional dan Bappenas Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan LIPI.

G Subarson. 2005. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Hogwood, Brian W. and Lewis A. Gunn. 1986. Policy Analisis For The Real World (Analysing Public Policy); Oxford University Press , New York.

James. E. Anderson. 1979. Public Policy Making, New York:Holt, Rinehart and Winston.

Kesuma Giri, H. A. (2017). Formulasi Kebijakan (Studi Kasus Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Bisa Baca Dan Tulis Al-Qur’an Bagi Murid Sekolah Yang Beragama Islam). Jurnal Ilmu

Pemerintahan Nakhoda, 16(27), 40–53.

https://doi.org/10.35967/jipn.v16i27.5794

Koen, A., dkk. 2001. Profil Daerah Kabupaten dan Kota (F. Harianto Santoso, ED).

Jakarta: Kompas.

Labolo Muhadam. 2011. Memahami Ilmu Pemerintahan. Rajagrafindo: Jakarta Larasati, D. C. (2021). Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam

Menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL). JISIP : Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 10(3), 193–201. https://doi.org/10.33366/jisip.v10i3.2313

Lestari, D., Widodo, J., Pd, M., Dayati, D. S., & Si, M. (2018). Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kota Salatiga. Jurnal Mahasiswa Administrasi Negara (JMAN), 02(02), 170–177.

Lexy J. Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya:

Bandung.

(31)

222

Lofland. 1984. Analyzing Social Setting: A Guide To Qualitative Observation dan Analysis, Belmont Cal. :Wad Word Publishing Company, .

Marrus. 2002. Desain Penelitian Manajemen Implementasik. Jakarta: Gramedia Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku

Sumber Tentang Metode-Metode Baru

Muhammad Ramli. 2014. manajemen stratejik sektor publik. Makassar: Alauddin, University.

Muhammad Ramli. (2014). manajemen stratejik sektor publik. Makassar: Alauddin, University.

Moleong. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Remaja Rosdakarya: Bandung.

Nasution. 1998. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito

Nugroho, R. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta:

PT Elek Media Kompotindo.

Nugroho, R. (2003). Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi.

Jakarta: PT Elek Media Kompotindo.

Pearce John dan Richard B. Robinson Jr. 2008. Manajemen Implementasi Formulasi, Implementasi, dan Pengendalian. Jakarta : Selemba Empat

Siegel. 1998. Statistik Nonparametik Untuk Ilmu – Ilmu Sosial. Jakarta : Bumi Kasara Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitaf Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Bisnis Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Kombinasi dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Soemarwoto O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Edisi ke 10.

Jakarta: Penerbit Djambatan.

Soeratno dan Lincoln Arsyad. 2003. “Metode Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis, Cet ke-4 Edisi Revisi” Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

(32)

223

Suharto. 2009. Membangun Masyarakat Membangun Masyarakat. Bandung : Pt.

Refika Aditama

Suhartono. 1997. Metode Penelitian Sosial : SUatu Teknok Pnelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remaja Resdakarya Suyatno, Bagong, dan Sutinah, 2005. Metode Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif

Pendekatan. Jakarta: Prnada Media

Sopyan, A. (2017). Implementasi Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima di

Kawasan Cicadas Kota Bandung.

https://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/year/2020/docId/22424 Subarsono. (2005). Analisis Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar, Yogjakarta.

Sudjarwo, A., Muda, W., Badan, P., Propinsi, D., & Timur, J. (2012). KEBIJAKAN PUBLIK DALAM PELAKSANAAAN PENATAAN POLA PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA MALANG Anton Sudjarwo WidyaIswara Muda Pada Badan Diklat Propinsi Jawa Timur. 2, 2–6.

Untoro, Joko. 2008. Buku Pintar SMP. Jakarta: Wahyu Media.

Widiyanti. 1987. Kejahatan dalam Masyarakat dan Pencegahannya. Jakarta : Bima Aksara

Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik, teori, dan proses, Yogyakarta: UNY PRESS Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik, teori, dan proses, Yogyakarta: UNY

PRESS.

Winarno, Budi. 2016. Kebijakan Publik Era Globalisasi, Jakarta: PT Buku Seru.

Jurnal dan Skripsi

Abd Rahman. 2021. Implementasi Pemerintah Daerah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima di Pantai Losari Kota Makassar.

Akhmad Raditya Maulana Fajrin. 2015. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) Pada Korido Jalan Besar Pasar Kota Malang.

(33)

224

Bakhri, Syaeful. 2021. Penataan Pedagang Kaki Lima: Resiliensi Usaha Di Masa Pandemi. Al-Mustashfa: Jurnal Penelitian Hukum Ekonomi Syariah 6(2):147.

Cameron S. Kim and Quinn E. Robert, 1999. Diagnosing and Changin.

Organizational Culture : Based on the Competing Values.

Dewanto. 2004. Potret Kehidupan Pedagang Kaki Lima Pantai Losari, Makassar : Universitas Hasanudin

Donnelly, Gibson. 1996. Organisasi, Prilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga.

Dunn, W. N. (2013). Pengantar Analisis Kebijakan Publik, cetakan kelima.

Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.

Dwi Prasetyo. 2016. Implementasi Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Sebagai Upaya Perwujudan Pengembangan Ekonomi Lokal. Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Adminstrasi.

Elissa Maulina. 2012. Implementasi Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima diKota Malang(Studi Relokasi PKL Alun-alun ke GOR Delta Sidoarjo). Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Eqqi Syahputra. 2022. Pembenahan Pasar Rakyat Malang Jadi Contoh Daerah Lain.

CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20220208163125-4- 313831/pembenahan-pasar-rakyat-malang-jadi-contoh-daerah-lain

Hamel, Gary dan C.K. Prahalad. 2002. Competing for The Future. Harvard.

Bussiness School Press.

Hatten, K.J., and Hatten K. M.L, 1999. Implementasic Group Asymetrical Mobility, Cantors,

Haryono, T. 1989. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Usaha Pedagang Kaki Lima : Studi Kasus Di Kota Surakarta, (Tesis). Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada

Goldworthy dan Ashley. 1996. Australian Public Affairs Information. Service.

Australia: APAIS

(34)

225

Ilmiah Veronica. 2018. Dampak Kebijakan Perda Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Universitas

Islam Malang.

Isbandi Rukminto. 2001. Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Investasi Komunitas. Jakarta : Fakultas Ekonomi UI, Cet. Ke-1

Kesuma Giri, H. A. (2017). Formulasi Kebijakan (Studi Kasus Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Bisa Baca Dan Tulis Al-Qur’an Bagi Murid Sekolah Yang Beragama Islam). Jurnal Ilmu

Pemerintahan Nakhoda, 16(27), 40–53.

https://doi.org/10.35967/jipn.v16i27.5794

Larasati, D. C. (2021). Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL). JISIP : Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 10(3), 193–201. https://doi.org/10.33366/jisip.v10i3.2313

Lestari, D., Widodo, J., Pd, M., Dayati, D. S., & Si, M. (2018). Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (Pkl) Di Kota Salatiga. Jurnal Mahasiswa Administrasi Negara (JMAN), 02(02), 170–177.

Muhammad Ramli. (2014). manajemen stratejik sektor publik. Makassar: Alauddin, University.

Nugroho, R. (2003). Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi.

Jakarta: PT Elek Media Kompotindo.

Okvian, R.N.& Nawangsari, E.R. 2019. Implementasi Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) Di Sentra PKL Taman Prestasi Kota Surabaya, Public Administration Journal, 1(2), 7-66

Prasojo. 2004. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik. People and Society Empowerment : Perspektif Membangun Partisipasi Publik. Vol 4. No.2

Purnawati, Laily. 2016. “Evaluasi Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Dari Taman Aloon-Aloon Kabupaten Tulungagung.” Jurnal Evaluasi Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima 48–79.

(35)

226

Seli Pitriani. 2021. Implementasi Pemerintah Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Talang Banjar Provinsi Jambi.

Sopyan, A. (2017). Implementasi Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima di

Kawasan Cicadas Kota Bandung.

https://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/year/2020/docId/22424 Subarsono. (2005). Analisis Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar, Yogjakarta.

Sudjarwo, A., Muda, W., Badan, P., Propinsi, D., & Timur, J. (2012). Kebijakan Publik Dalam Pelaksanaaan Penataan Pola Pedagang Kaki Lima Di Kota Malang Anton Sudjarwo WidyaIswara Muda Pada Badan Diklat Propinsi Jawa Timur. 2, 2–6.

Sukmaratri, Myrna. 2018. Kajian Pola Pergerakan Wisatawan Di Daya Tarik Wisata Alam Kabupaten Malang. Jurnal Pariwisata Vol.3 No.1 Juni 2018.

Van Meter, Donals and Carl E. Van Horn, “The Policy Implementation Process : a Conseptual Framwork”, Administration and Society Vol.6, No.4, February,1973

Website

Bappeda Jawa Timur. 2014. PeningkatanJumlahPedagang Kaki Lima di Kota Malang. https://bappeda.jatimprov.go.idDiakss 11 Oktober 2022

Wordpres. 2009. Sejarah Pedagang kaki lima di. Website http//mujibsite.wordpress.com/2009/08/14/sejarah-pedagang-kaki-lima-pkl/.

Undang-Undang Dan Peraturan

Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 2 Tahun 2012

Peraturan Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012 Peraturan Daerah Kota Malang No.2 Bab III Pasal 21 Tahun 2012 Undang – undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang dilakukan, maka diperoleh hasil mengenai kebijakan penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima (PKL) dalam program relokasi pedagang kaki lima di

MAHDI, L100 060 022, Strategi Komunikasi Pembangunan Manusiawi Dalam Penataan Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan

Hal ini tentu saja mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengambil kebijakan dalam penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di Kawasan Kota Tua Jakarta agar

Kajian terhadap kebijakan penataan pedagang kaki lima (PKL) di Kota Tasikmalaya dilihat dari kebijakan-kebijakan terkait dengan tata ruang dan PKL itu sendiri diantaranya Rencana

Namun sosialisasi yang diberikan oleh Pemerintah Kota Semarang tidak bersifat khusus membahas tentang Kebijakan Penertiban Pedagang Kaki Lima di Pasar Johar Kota

Tujuan penelitian untuk mengetahui peran pemerintah daerah dan faktor-faktor yang mempengaruhi peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan penataan pedagang kaki lima

penataan pedagang kaki lima dengan indicator penataan tempat Izin usaha tiori sudah berjalan dengan baik dimana pemerintah kecamatan ujung pandang menberikan kebijakan terhadap

41 tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, dijelaskan bahwa Penataan pedagang kaki lima adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui