ANALISIS CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE
PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSS CONNECT
O
L
E
H
NIM : 070402018
DION SITORUS
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE
PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSS CONNECT
Oleh
NIM : 070402018 DION SITORUS
Disetujui oleh : Dosen Pembimbing,
NIP : 196311281991031003 Ir. M.Zulfin, MT
Diketahui oleh :
Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,
NIP : 194610221973021001 Ir. SURYA TARMIZI KASIM, M.Si
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Konsep hubung silang (cross connect) pada teknologi WDM atau yang
dikenal sebagai optical cross connect merupakan teknologi transport untuk
menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan video) secara transparan, dengan
menggunakan panjang gelombang yang berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal
secara bersamaan. Ketika menghubung-silangkan panjang gelombang dari serat input
ke serat output, OXC menghasilkan crosstalk. Hal ini dapat menjadi penghambat
diterapkannya OXC ini dalam sistem komersial. Crosstalk pada OXC digunakan
untuk mengevaluasi kinerja BER dari link WDM optical cross connect.
Pada tugas akhir ini akan dianalisis nilai crosstalk dan bit error rate pada
multiwavelength optical cross connect menggunakan topologi cross connect
didasarkan pada switch. Total crosstalk yang terjadi pada suatu sistem OXC
dihitung sebagai fungsi daya input dan parameter-parameter komponen (switch,
multiplexer dan multiplexer) dan jumlah serat masukan sedangkan bit error rate
dihitung berdasarkan pengaruh total crosstalk pada komponen OXC.
Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya daya input tidak
mempengaruhi besarnya nilai crosstalk, melainkan bergantung pada jumlah serat
masukan, jumlah panjang gelombang serta parameter komponen (switch,
multiplexer dan demultiplexer). Sedangkan besarnya bit error rate dipengaruhi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah
memnberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu
Ayahanda dan Ibunda serta abang dan juga adik tercinta yang merupakan bagian
dari hidup penulis yang senantiasa mendukung dan mendoakan dari sejak penulis
lahir hingga sekarang.
Tugas akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan
untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu (S-1)
di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul Tugas Akhir ini adalah
“ANALISIS CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSS CONNECT”
Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya
Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan serta dukungan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ir. M. Zulfin, MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir penulis
atas segala bimbingan, pengarahan, motivasi dan bantuannya dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Zulkarnaen Pane sebagai Dosen Wali penulis selama
3. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim. M.Si selaku Ketua Departemen Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT sebagai Sekretaris Departemen Teknik
Elektro Fakultas Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh Staff Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Elektro FT-USU.
6. Ulfi Zahara yang selalu menyertai dan memberikan motivasi dan
perhatiannya hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
7. Sahabat-sahabat gokil : Borong, Frans, Ryan, Hirzi, Lamhot, Comeng,
Ghocan, Ridho, Arynda, Totok, Syuib, Fajar, Agus, Bon,Fitri, Roy,Aprial,
Reidi, Arief, Sobirin, ihsan, leo, Arpan dan seluruh stambuk’07 yang tidak
bisa penulis sebutkan namanya satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan baik
dari segi materi maupun penyajiannya. Oleh karena itu kritik dan saran dari
pembaca untuk menyempurkanan Tugas Akhir ini sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermamfaat bagi pembaca sekalian
dalam peningkatan pengenalan ilmu pnegethuan dan teknologi, khususnya bidang
telekomunikasi.
Medan , Juli 2012
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penulisan ... 3
1.4 Batasan Masalah ... 4
1.5 Metode Penulisan ... 4
1.6 Sistematika Penulisan ... 5
BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Umum ... 7
2.2 Skema Modulasi pada Komunikasi Optik ... 9
2.2.1 Amplitudo Shift Keying (ASK) ... 10
2.2.2 Frekuensi Shift Keying (FSK) ... 11
2.2.3 Phase Shift Keying (PSK) ... 11
2.3 Wavelength Division Multiplexing (WDM) ... 13
2.3.1 Rentang Frekuensi WDM ... 16
2.4 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) ... 16
2.4.1 Prinsip Kerja Dense Wavelength Division Multiplexing ... 19
2.4.2 Aplikasi DWDM ... 21
2.4.3 Komponen Penting pada DWDM ... 22
2.4.4 Chanel Spacing ... 25
2.5.1 Prinsip Kerja Coarse WDM... 26
2.5.3 Perbedaan Antara CWDM dan DWDM ... 27
BAB III CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSS CONNECT 3.1 Umum ... 29
3.2 Optical Cross Connect ... 29
3.2.1 Multiplexer dan Demultiplexer ... 31
3.2.2 Optical Switch ... 32
3.3 Crosstalk ... 33
3.3.1 Crosstalk pada Optical Cross Connect ... 33
3.3.2 Analisis Sistem ... 33
3.4 Bit Error Rate pada Optical Cross Connect ... 36
3.5 Crosstalk dan BER Model ... 36
3.6 Optical Amplifier ... 38
3.7 Derau (Noise) ... 39
3.7.1 Derau Termal (Thermal Noise) ... 39
3.7.2 Arus Gelap (Dark Noise) ... 39
3.7.3 Arus Tembakan (Shot Noise) ... 40
3.7.4 Amplified Spontaneous Emission (ASE) ... 40
3.9 Hubungan antara Error Function dengan BER ... 41
3.10 Bit Error Rate dengan Crosstalk ... 42
BAB IV ANALISIS CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSS CONNECT 4.1 Umum ... 45
4.2 Analisis Crosstalk pada Multiwavelength Optical Cross Connect... 45
4.2.1 Analisis Crosstalk pada Multiwavelength Optical Cross Connect sebagai Fungsi Daya Input ... 45
4.2.2 Analisis Crosstalk pada Multiwavelength Optical Cross Connect sebagai Fungsi Crosstalk Demultiplexer dan Multiplexer ... 49
4.2.3 Analisis Crosstalk pada Multiwavelength Optical Cross Connect sebagai Fungsi Jumlah Serat Masukan ... 56
4.3.1 Analisis Bit Error Rate pada multiwavelength Optical Cross
connect Terhadap Total Crosstalk sebagai Fungsi Daya Input ... 61
4.3.2 Analisis Bit Error Rate pada multiwavelength Optical Cross
connect Terhadap Total Crosstalk sebagai Fungsi Multiplexer dan
Demultiplexer ... 63
4.3.3 Analisis Bit Error Rate pada multiwavelength Optical Cross
connect Terhadap Total Crosstalk sebagai Fungsi Jumlah Serat
Masukan ... 64
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ... 64
5.2 Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Blok Diagram Sistem Komunikasi
Gambar 2.4 Prinsip Dasar Sistem DWDM
Gambar 2.5 Pengiriman Informasi Pada WDM
Gambar 2.6 Pentransmisian dengan Sistem TDM
Gambar 2.7 Komponen pada DWDM
Gambar 2.8 Karakteristik Tipikal Optik Kanal DWDM
Gambar 2.9 Jarak Antar Kanal pada DWDM
Gambar 2.10 Jarak Antar Kanal pada CWDM
Gambar 3.1 Skema sebuah Optical Cross Connect yang didasarkan pada
Optical Switch
Gambar 3.2 Optical Switch MEMS 8x8 dengan Cermin Mikro yang bebas
Berotasi
Gambar 3.3 Definisi Crosstalk
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Daya Input Terhadap Crosstalk OXC
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Crosstalk Demultiplexer dan Multiplexer
Terhadap Crosstalk OXC
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Jumlah Serat Masukan dengan crosstalk
OXC
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Total Crosstalk Terhadap BER
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Bit Error Rate Terhadap Total Crosstalk sebagai
Fungsi Multiplexer dan Demultiplexer
Gambar 5.6 Grafik Hubungan Bit Error Rate Terhadap Total Crosstalk sebagai
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rentang Frekuensi WDM
Tabel 2.2 Perbedaan Antara CWDM dan DWDM
Tabel 3.1 Tabulasi dari Error Function erf (z)
Tabel 4.1 Hasil Analisis Crosstalk OXC Sebagai Fungsi Daya Input
Tabel 4.2 Hasil Analisis Crosstalk OXC untuk Xsw = -20 dB dan
Xdemux/Xmux bervariasi (10, dB, 20 dB, 30 dB, 40 dB, dan
-50 dB)
Tabel 4.3 Hasil Analisis Crosstalk OXC untuk Xsw = -40 dB dan
Xdemux/Xmux bervariasi (10, dB, 20 dB, 30 dB, 40 dB, dan
-50 dB)
Tabel 4.4 Hasil Analisis Crosstalk OXC untuk Xsw = -60 dB dan
Xdemux/Xmux bervariasi (-10, dB, -20 dB, -30 dB, -40 dB, 50 dB)
Tabel 4.5 Hasil Analisis Crosstalk OXC untuk Xsw = -80 dB dan
Xdemux/Xmux bervariasi (10, dB, 20 dB, 30 dB, 40 dB, dan
-50 dB)
Tabel 4.6 Hasil Analisis Crosstalk OXC sebagai Fungsi Crosstalk
Demultiplexer dan Multiplexer
Tabel 4.7 Hasil Analisis Crosstalk OXC sebagai Fungsi Jumlah Serat
Masukan
Tabel 4.8 Parameter-Parameter yang digunakan untuk Perhitungan BER
Tabel 4.9 Hasil Analisis Bit Error Rate Terhadap Total Crosstalk sebagai
Fungsi Daya Input
Tabel 4.10 Hasil Analisis Bit Error Rate Terhadap Total Crosstalk sebagai
ABSTRAK
Konsep hubung silang (cross connect) pada teknologi WDM atau yang
dikenal sebagai optical cross connect merupakan teknologi transport untuk
menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan video) secara transparan, dengan
menggunakan panjang gelombang yang berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal
secara bersamaan. Ketika menghubung-silangkan panjang gelombang dari serat input
ke serat output, OXC menghasilkan crosstalk. Hal ini dapat menjadi penghambat
diterapkannya OXC ini dalam sistem komersial. Crosstalk pada OXC digunakan
untuk mengevaluasi kinerja BER dari link WDM optical cross connect.
Pada tugas akhir ini akan dianalisis nilai crosstalk dan bit error rate pada
multiwavelength optical cross connect menggunakan topologi cross connect
didasarkan pada switch. Total crosstalk yang terjadi pada suatu sistem OXC
dihitung sebagai fungsi daya input dan parameter-parameter komponen (switch,
multiplexer dan multiplexer) dan jumlah serat masukan sedangkan bit error rate
dihitung berdasarkan pengaruh total crosstalk pada komponen OXC.
Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya daya input tidak
mempengaruhi besarnya nilai crosstalk, melainkan bergantung pada jumlah serat
masukan, jumlah panjang gelombang serta parameter komponen (switch,
multiplexer dan demultiplexer). Sedangkan besarnya bit error rate dipengaruhi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Didalam sistem telekomunikasi, keterbatasan utama yang umum diketahui
adalah spektrum dan bandwidth. Namun adanya keterbatasan tersebut tidak selalu
berdampak buruk pada perkembangan di bidang telekomunikasi karena hal ini
mendorong lahirnya teknologi-teknologi baru sebagai responnya. Hal ini ini
ditandai dengan munculnya berbagai jenis teknologi jaringan terbaru yang
ditawarkan kepada masyarakat. Peningkatan kebutuhan masyarakat akan
komunikasi yang berkecepatan tinggi dan bandwidth yang besar membawa pada
perkembangan teknologi komunikasi broadband.
Salah satu hal yang paling penting dari sebuah link komunikasi optik
adalah dapat melewatkan banyak panjang gelombang yang berbeda melalui
sebuah serat tunggal secara simultan dalam spectral band 1300 sampai 1600 nm.
Teknologi yang mengkombinasikan sejumlah panjang gelombang dalam serat
yang sama dikenal sebagai Wavelength Division Multiplexing (WDM).
Mengingat kebutuhan bandwidth untuk sistem transmisi yang akan datang
jauh lebih besar dari yang sudah ada sekarang, sedangkan pengembangan
teknologi TDM (Time Division Multipexing) masih terbatas, maka dibutuhkan
suatu teknik multiplexing yang memungkinkan untuk mengatasi masalah
bandwidth tersebut, yaitu teknologi WDM (Wavelength Division Multiplexing).
Teknik WDM merupakan suatu teknik multiplexing atau penggabungan yang
optik yang sama dimana setiap sinyal optik dialokasikan dengan panjang
gelombang tertentu.
Untuk meningkatkan kapasitas dan fleksibilitas-nya, maka diperlukan
teknik perutean sinyal yang tepat. Salah satu solusi untuk peningkatan kapasitas
dan fleksibilitas dari sebuah jaringan WDM adalah dengan menerapkan konsep
hubung silang (cross connect), yang dikenal sebagai Optical Cross Connect
(OXC). Ketika menghubung-silangkan panjang gelombang dari serat input ke
serat output, OXC menghasilkan crosstalk, yang didefinisikan sebagai
perpindahan sinyal dari sebuah kanal ke kanal lain. Tingkat crosstalk dalam
konfigurasi Optical Cross Connect yang disajikan sejauh ini umumnya sangat
tinggi, sehingga menimbulkan penurunan sinyal yang signifikan dan
meningkatkan bit error rate pada sistem.
Bit error rate merupakan jumlah kesalahan bit yang terjadi dalam ruang
per detik. Pengukuran bit error rate merupakan pertimbangan utama dalam
menentukan kualitas sinyal. Pada jaringan WDM yang paling praktis, persyaratan
BER adalah 10-9 sampai dengan 10-12 [1]. Oleh karena itu, BER merupakan salah
satu parameter yang sangat penting dalam pemamfaatan teknologi WDM yang
didesain untuk memenuhi persyaratan tersebut.
Pada tugas akhir ini akan dianalisis besarnya crosstalk yang terjadi pada
suatu OXC sebagai fungsi daya input, fungsi demultiplexer dan multiplexer serta
sebagai fungsi jumlah serat masukan. Selanjutnya akan dianalisis pengaruh total
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan, yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan hubung silang (cross-connect) pada jaringan
Wavelength Division Multiplexing (WDM).
2. Apa yang dimaksud dengan crosstalk dan pengaruhnya terhadap total
crosstalk
dalam optical cross connect WDM
3. Apa saja sumber terjadinya crosstalk dan pengaruhnya terhadap total
crosstalk dalam optical cross connect WDM
4. Bagaimana memperoleh besaran crosstalk dalam suatu sistem OXC
5. Bagaimana pengaruh total crosstalk pada komponen terhadap bit error rate
pada sistem OXC.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah:
1. Untuk menganalisis dan menentukan paramater apa saja yang mempengaruhi
nilai crosstalk pada suatu multiwavelength optical crossconnect.
2. Untuk menganalisis pengaruh total crosstalk pada komponen terhadap bit
1.4 Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang meluas dan untuk menjaga
pembahasan materi dalam Tugas Akhir ini lebih terarah, maka penulis
menetapkan suatu batasan masalah sebagai berikut:
1. Hanya membahas jaringan WDM secara umum.
2. Tidak membahas jaringan serat optik secara mendetail.
3. Topologi cross connect yang dibahas adalah topologi OXC yang didasarkan
pada space switch.
4. Tidak membahas nilai crosstalk yang terjadi pada masing-masing komponen.
5. Hanya membahas pengaruh total crosstalk pada komponen terhadap bit error
rate pada sistem OXC.
6. Tidak membahas penurunan rumus.
1.5 Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penulisan
Tugas Akhir ini adalah:
1. Studi Literatur
Berupa studi kepustakaan dan kajian dari berbagai sumber pustaka yang
relevan yang mendukung dalam penulisan tugas akhir ini.
2. Diskusi
Penulis melakukan diskusi dengan dosen pembimbing, dosen-dosen lain dan
juga rekan-rekan mahasiswa tentang masalah yang timbul dalam penulisan
tugas akhir ini.
Penulis melakukan perhitungan dengan menggunakan software Matlab dan
mengalisa hasil perhitungan yang diperoleh.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman terhadap Tugas Akhir ini, maka penulis
menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar
belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode
penulisan, dan sistematika penulisan dari Tugas Akhir ini.
BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK
Bab ini membahas tentang komunikasi optik, prinsip kerja WDM,
serta arsitektur dan komponen pembentuk WDM.
BAB III CROSSTALK DAN BIT ERROR PADA
MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSSCONNECT
Bab ini membahas tentang definisi crosstalk dan bit error rate
pada jaringan WDM yang terhubung silang (cross-connect), serta
parameter-parameter yang mempengaruhi crosstalk dan juga bit
error rate.
BAB IV ANALISIS CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSS CONNECT
Bab ini membahas tentang analisis Crosstalk pada multiwavelength
optical crossconnect sebagai fungsi daya input, fungsi
masukan serta analisis bit error rate terhadap total crosstalk pada
komponen hingga pembahasan grafik yang dihaslkan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini membahas tentang hal-hal yang dianggap penting didalam
penulisan yang dirangkumkan sebagai kesimpulan dan juga saran.
BAB II
SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Umum
Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan
sarana telekomunikasi dengan biaya relatif rendah, mutu pelayanan tinggi, cepat,
aman, dan juga kapasitas bandwidth yang besar dalam menyalurkan informasi.
Seiring dengan perkembangan telekomunikasi yang cepat maka kemampuan
sistem transmisi dengan menggunakan teknologi serat optik semakin
dikembangkan, sehingga dapat menggeser penggunaan sistem transmisi
konvensional dimasa mendatang, terutama untuk transmisi jarak jauh.
Dampak dari perkembangan teknologi ini adalah perubahan jaringan
analog menjadi jaringan digital baik dalam sistem switching maupun dalam
sistem transmisinya. Hal ini akan meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi
yang dikirim, serta biaya operasi dan pemeliharaan yang lebih ekonomis. Sebagai
sarana transmisi dalam jaringan digital, serat optik berperan sebagai pemandu
gelombang cahaya. Serat optik dari bahan gelas atau silika dengan ukuran kecil
dan sangat ringan dapat mengirimkan informasi dalam jumlah besar dengan
rugi-rugi relatif rendah. Dalam sistem komunikasi serat optik, informasi diubah
menjadi sinyal optik (cahaya) dengan menggunakan sumber cahaya LED atau
Diode Laser. Kemudian dengan dasar hukum pemantulan sempurna, sinyal optik
yang berisi informasi dilewatkan sepanjang serat pada penerima, selanjutnya
detektor optik akan mengubah sinyal optik tersebut menjadi sinyal listrik kembali
Gambar 2.1 Blok Diagram Sistem Komunikasi
Komunikasi optik merupakan salah satu bentuk teknologi komunikasi yang terbaru dan paling canggih yang menggunakan gelombang elektromagnetik. Di satu sisi, hal itu berbeda dengan komunikasi radio dan komunikasi microwave yang menggunakan panjang gelombang yang lebih pendek. Komunikasi optik adalah salah satu jenis teknologi telekomunikasi yang menggunakan cahaya sebagai media transmisinya. Sebuah komunikasi optik terdiri dari pemancar yang mengkode pesan menjadi sinyal optik, kemudian pada sisi penerima sinyal tersebut dibawa ke tujuan.selanjutnya pada receiver pesan tersebut diolah dari sinyal optik yang diterima.
detektor. Isyarat termodulasi diubah oleh fotodetector menjadi sinyal listrik. Dan setelah dipisahkan dari pembawanya, sinyal listrik diubah menjadi sinyal aslinya oleh suatu transducer.
2.2 Skema Modulasi Pada Komunikasi Optik
Modulasi optik adalah proses penambahan sinyal-sinyal informasi ke dalam sinyal pembawa (carrier), sehingga dapat ditransmisikan ke tujuan. Modulasi optik atau modulasi cahaya adalah teknik modulasi yang menggunakan berkas cahaya berupa pulsa-pulsa cahaya sebagai sinyal pembawa informasi. Berkas cahaya yang digunakan dihasilkan oleh suatu sumber cahaya yang digunakan adalah berkas cahaya yang dihasilkan oleh suatu sumber cahaya (laser atau LED). Dibandingkan dengan modulasi konvensional, modulasi cahaya memiliki keunggulan dalam hal ketahanan terhadap derau yang sangat tinggi, karena sinyal tidak dipengaruhi oleh medan elektromagnetik. Di samping itu, sistem ini memungkinkan adanya bit rate hingga mencapai ratusan gigabit per detik. Dalam modulasi optik, sinyal dapat dimodulasi amplitudonya yang dikenal dengan modulasi intensitas (Intesity Modulation) berupa Amplitudo Shift Keying (ASK) / On-Off keying (OOK). Selain itu, berkas cahaya dapat juga dimodulasi frekuensinya atau lebih tepatnya adalah modulasi panjang gelombang (Wavelength Modulation). Dan yang ketiga adalah modulasi fasa (Phasa
Modulation).
( )
[
t t]
A
Es = s cosωs +φs
...(2.1)
Dimana:
s
E = Nilai sesaat besaran sinyal optik
s
A = Amplitudo sinyal optik
s
ω = frekuensi sinyal optik atau pembawa
s
φ = fasa sinyal optik
Dari persamaan 2.1, dapat diturunkan teknik modulasi optik yang akan
dijelaskan pada bagian berikut.
1. Amplitudo Shift Keying ( ASK)
Amplitudo Shift Keying atau pengiriman sinyal berdasarkan pergeseran
amplitudo, merupakan suatu metode modulasi dengan mengubah-ubah amplitudo. Dalam proses modulasi ini kemunculan frekuensi gelombang pembawa tergantung pada ada atau tidak adanya sinyal informasi digital. Keuntungan yang diperoleh dari metode ini adalah bit rate (kecepatan digital) lebih besar. Sedangkan kesulitannya adalah dalam menentukan level acuan yang dimilikinya, yakni setiap sinyal yang diteruskan melalui saluran transmisi jarak jauh selalu dipengaruhi oleh redaman dan distorsi lainnya. Oleh sebab itu, metode modulasi ASK ini hanya menguntungkan apabila dipakai untuk hubungan jarak dekat saja.
2. Frequency Shift Keying (FSK)
Frekuency Shift Keying (FSK) atau pengiriman sinyal melalui pergeseran
yang tidak memiliki gelombang terputus-putus. Dalam proses modulasi ini besarnya frekuensi gelombang pembawa berubah-ubah sesuai dengan perubahan ada atau tidaknya sinyal informasi sinyal digital. FSK merupakan metode modulasi yang paling populer.
Dalam proses ini, gelombang pembawa digeser ke atas dan ke bawah untuk memperoleh bit 1dan bit 0. Modulasi FSK digunakan untuk komunikasi data dengan bit rate (kecepatan transmisi) yang relatif rendah, seperti untuk Telex dan Modem data dengan bit rate yang tidak lebih dari 2.4 kbps.
3. Phase Shift Keying (PSK)
Phase Shift Keying (PSK) atau pengiriman sinyal melalui pergeseran fasa
merupakan suatu bentuk modulasi fasa yang memungkinkan fungsi pemodulasi fasa gelombang termodulasi di antara nilai-nilai diskrit yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam proses modulasi ini fasa dari frekuensi gelombang pembawa berubah-ubah sesuai dengan perubahan status sinyal informasi digital. Sudut fasa harus mempunyai acuan kepada pemancar dan penerima. Oleh karena itu sangat diperlukan stabilitas frekuensi pada pesawat penerima. Untuk memudahkan dalam memperoleh stabilitas pada penerima, kadang-kadang dipakai suatu teknik yang koheren dengan PSK yang berbeda-beda. Hubungan antara dua sudut fasa yang dikirim digunakan untuk memelihara stabilitas. Untuk transmisi data atau sinyal digital dengan kecepatan tinggi, maka lebih efisien dipilih sistem modulasi PSK. Ada dua jenis modulasi yang sering kita jumpai yaitu Binary Phase Shift Keying (BPSK) dan Quadrature Phase Shift Keying (QPSK).
Pada transmisi digital menggunakan teknik modulasi BPSK, yaitu mengirimkan 1 dari 2 sinyal yang mungkin selama interval waktu tertentu dimana setiap sinyal terkirim antara “0” dan “1”. Pada BPSK sinyal ditumpangkan pada sinyal pembawa, mempunyai dua kemungkinan dari setiap bitnya yang akan ditransmisikan. Output dari modulator BPSK menghasilkan sinyal yang termodulasi.
• Quandrate Phase Shift Keying (QPSK)
Modulasi QPSK menggunakan empat titik pada diagram lingkaran. Dengan empat tahap, QPSK dapat mendekode dua bit per simbol. Hal ini berarti dua kali dari BPSK. Walaupun QPSK dapat dipandang sebagai suatu modulasi quaternar, maka lebih mudah untuk melihatnya sebagai dua quadrature
carriers yang termodulasi sendiri.
2.3 Wavelength Division Multiplexing (WDM)
Dalam komunikasi serat optik, teknik WDM (wavelength division
multiplexing) merupakan suatu teknik transmisi yang memamfaatkan cahaya
dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai kanal informasi, sehingga
setelah dilakukan proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut dapat
ditransmisikan melalui sebuah serat optik. Konsep ini pertama kali dipublikasikan
pada tahun 1970 , dan pada tahun 1978 sistem WDM telah terealisasi di
laboratorium. Sistem WDM pertama hanya menggabungkan 2 sinyal, kemudian
pada perkembangannya beberapa sistem telah sukses mengakomodasikan
sejumlah panjang gelombang dalam sehelai serat optik yang masing-masing
berkapasitas 2,5 Gbps sampai 5 Gbps. Namun penggunaan WDM menimbulkan
semakin signifikan sehingga menyebabkan terbatasnya jumlah panjang
gelombang 2 sampai 8 buah saja di kala itu.
Pada perkembangan selanjutnya, jumlah panjang gelombang yang dapat
diakomodasikan oleh sehelai serat optik bertambah mencapai puluhan buah dan
masing-masing panjang gelombang pun juga mengalami peningkatan yakni pada
kisaran 10 Gbps, kemampuan ini merujuk pada apa yang disebut DWDM [2].
Teknologi WDM pada dasarnya adalah teknologi transport untuk
menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan video) secara transparan,
dengan menggunakan panjang gelombang (λ) yang berbeda-beda dalam suatu
fiber tunggal secara bersamaan. Implementasi WDM dapat diterapkan baik pada
jaringan long haul (jarak jauh) maupun untuk aplikasi short haul (jarak dekat).
WDM populer karena memungkinkan untuk mengembangkan kapasitas jaringan
tanpa menambah jumlah serat. Sistem WDM dibagi menjadi 2 segmen yaitu dense
dan coarse WDM [3].
Teknologi CWDM dan DWDM didasarkan pada konsep yang sama yaitu
menggunakan beberapa panjang gelombang cahaya pada sebuah serat optik, tetapi
kedua teknologi tersebut berbeda pada jarak antar panjang gelombang, jumlah
kanal, dan kemampuan untuk memperkuat sinyal pada medium optik.
Pada dasarnya, teknologi WDM memiliki prinsip kerja yang sama dengan
media transmisi yang lain, yaitu untuk mengirimkan informasi dari suatu tempat
ketempat lain. Namun, dalam teknologi WDM pada suatu kabel atau serat optik
pengiriman informasi dapat dilakukan secara bersamaan melalui kanal yang
berbeda. Setiap kanal ini dibedakan dengan menggunakan prinsip perbedaan
Penggunaan teknologi WDM menawarkan kemudahan dalam hal
peningkatan kapasitas transmisi dalam suatu sistem komunikasi serat optik,
khususnya kabel laut. Hal ini dimungkinkan karena setiap sumber data memiliki
sumber optiknya masing-masing, yang kemudian digandengkan ke dalam sebuah
serat optik. Meski demikian, besarnya daya untuk masing-masing sumber optik
mesti dibatasi karena serat optik yang dipergunakan akan mengalami
ke-nonliniearan apabila jumlah total daya dari sumber-sumber optik tersebut
melebihi suatu ambang nilai, yang besarnya tergantung pada jenis
ke-nonliniearan-nya. Gambar 2.2 memperlihatkan diagram suatu sistem WDM.
Gambar 2.3 menunjukkan pengaturan jarak antar kanal dalam suatu sistem
WDM, yang besarnya lebih kurang 1 nm. Dengan demikian, di sisi penerima
mesti ditempatkan suatu filter guna mencegah terjadinya cakap-silang/crosstalk
2.2 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)
Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan suatu
teknik transmisi yang yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang
yang berbeda-beda sebagai kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses
pemultipleksan seluruh panjang gelombang tersebut dapat ditransmisikan melalui
sebuah serat optik.
Teknologi DWDM adalah teknologi dengan memanfaatkan sistem SDH
(Synchoronous Digital Hierarchy) yang sudah ada (solusi terintegrasi) dengan
memultiplekskan sumber-sumber sinyal yang ada. Menurut definisi, teknologi
DWDM dinyatakan sebagai suatu teknologi jaringan transport yang memiliki
kemampuan untuk membawa sejumlah panjang gelombang (4, 8, 16, 32, dan
seterusnya) dalam satu serat tunggal. Artinya, apabila dalam satu serat itu dipakai
empat gelombang, maka kecepatan transmisinya menjadi 4x10 Gbs (kecepatan
awal dengan menggunakan teknologi SDH). Konsep ini diilustrasikan seperti
Gambar 2.4 Prinsip Dasar Sistem DWDM
Teknologi DWDM beroperasi dalam sinyal dan domain optik dan
memberikan fleksibilitas yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan akan
kapasitas transmisi yang besar dalam jaringan. Kemampuannya dalam hal ini
diyakini banyak orang akan terus berkembang yang ditandai dengan semakin
banyaknya jumlah panjang gelombang yang mampu untuk ditramsmisikan dalam
satu serat.
Pada perkembangan selanjutnya, teknologi DWDM ini tidak saja
dipergunakan pada jaringan utama (backbone), melainkan juga pada jaringan
akses di kota-kota metropolitan di seluruh dunia, seperti halnya New York yang
memiliki distrik bisnis yang terpusat. Alasan utama yang mendorong penggunaan
penggunaan DWDM pada jaringan akses ini tentu saja kemampuan sehelai serat
optik yang sudah mampu mengakomodasikan puluhan bahkan ratusan panjang
gelombang, sehingga setiap perusahaan penyewa dapat memiliki access pribadi
masing-masing.
Kemunculan teknologi DWDM tersebut dengan segera menjadi daya tarik
sendiri bagi perusahaan-perusahaan penyedia jasa telekomunikasi (carriers). Hal
sebuah jaringan tanpa perlu susah payah membangun sendiri infrastruktur
jaringannya. Mereka cukup menyewa beberapa panjang-gelombang sesuai
kebutuhan dengan daerah tujuan yang sama ataupun berbeda. Metode penyewaan
panjang-gelombang ini pula yang saat ini banyak dilakukan oleh carriers,
khususnya yang tergolong baru, di kawasan Eropa, dimana trafik telepon dan
internet di kota-kota besar di kawasan tersebut menunjukkan pertumbuhan yang
sangat tinggi.
Namun pada dasarnya, DWDM merupakan pemecahan dari
masalah-masalah yang ditemukan pada WDM, dimana dari segi infrastruktur sendiri
praktis hanya terjadi penambahan peralatan pemancar dan penerima saja untuk
masing-masing panjang-gelombang yang dipergunakan. Inti perbaikan yang
dimiliki oleh teknologi DWDM terletak pada jenis filter, serat optik dan penguat
(amplifier). Jenis filter yang umum dipergunakan di dalam sistem DWDM ini
antara lain Fiber Bragg Gratings (FBG) dan Array Waveguide Filters (AWG).
Komponen berikutnya adalah serat optik dengan dispersi yang rendah, dimana
karakteristik demikian sangat diperlukan mengingat dispersi secara langsung
berkaitan dengan kapasitas transmisi suatu sistem. Sementara penguat optik yang
banyak dipergunakan untuk aplikasi demikian adalah EDFA dengan karakteristik
flat untuk semua panjang-gelombang di dalam spektrum DWDM 2.2.1 Prinsip Kerja Dense Wavelength Division Multiplexing
Pada dasarnya, teknologi WDM (awal adanya teknologi DWDM)
memiliki prinsip kerja yang sama dengan media transmisi yang lain, yaitu untuk
mengirimkan informasi dari suatu tempat ke tempat yang lain. Namun, dalam
bersamaan banyak informasi melalui kanal yang berbeda. Setiap kanal ini
dibedakan dengan menggunakan prinsip perbedaan panjang gelombang
(wavelength) yang dikirimkan oleh sumber informasi. Sinyal informasi yang
dikirimkan awalnya diubah menjadi
panjang gelombang yang sesuai dengan panjang gelombang yang tersedia pada
kabel serat optik kemudian dimultipleksikan pada satu serat. Dengan teknologi
DWDM ini, pada satu kabel serat optik dapat tersedia beberapa panjang
gelombang yang berbeda sebagai media transmisi yang biasa disebut dengan
kanal. Konsep pengiriman informasi pada WDM ini diilustrasikan pada Gambar
[image:30.595.129.523.366.469.2]2.5.
Gambar 2.5 Pengiriman Informasi Pada WDM
Skema pengiriman informasi pada WDM berbeda dengan skema
pengiriman informasi pada TDM. TDM (Time Division Multiplexing)
menggunakan teknik pengiriman tetap pada satu kanal dengan mengefisiensikan
skala waktu untuk mengangkut berbagai macam informasi. Pada WDM informasi
adalah berupa berkas cahaya yang melewati suatu kanal, informasi tersebut
dikirim berdasarkan inisial berkas cahaya sesuai serat optik yang dilalui. Data atau
informasi yang dimultipleksing tetap berupa berkas cahaya pada keluaran kanal
multipleksing, setelah dimultipleksing informasi tersebut langsung ditransmisikan
dikirim harus berupa sinyal listrik sebelum melewati kanal serat optik. Informasi
tersebut melewati kanal serat optik. Informasi tersebut melewati kanal-kanal yang
telah ada, dan dikuantisasi menjadi sinyal-sinyal diskrit. Sinyal dari
masing-masing kanal yang telah dikuantisasi lalu dimultipleksing berdasarkan kesamaan
waktu sampling. Sinyal hasil
multipleksing lalu dikirim pada kanal transmisi, jika ingin melalui kanal serat
optik, maka sinyal informasi tersebut harus diubah menjadi berkas cahaya (optik).
[image:31.595.149.479.337.442.2]Skema pentransmisian informasi pada sistem TDM ini diilustrasikan pada
Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Pentransmisian dengan Sistem TDM
Pada gambar 2.6 tampak perbedaan informasi yang melewati kanal setelah
dimultiplekxing.
2.2.2 Aplikasi DWDM
Kemunculan teknologi DWDM menjadi daya tarik sendiri bagi
perusahaan-perusahaan penyedia jasa telekomunikasi (carriers). Hal ini
dikarenakan teknologi DWDM memungkinkan carriers untuk memiliki sebuah
jaringan tanpa perlu susah payah membangun sendiri infrastruktur jaringannya,
cukup menyewa beberapa panjang-gelombang sesuai kebutuhan dengan daerah
tujuan yang sama ataupun berbeda. Metode penyewaan panjang-gelombang ini
baru, di kawasan Eropa, dimana trafik telepon dan internet di kota-kota besar di
kawasan tersebut menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi.
Keadaan ini memicu bermunculannya carriers baru yang dengan segera
memiliki jaringan yang luas di benua tersebut dengan akses ke seluruh penjuru
dunia, meski beberapa carriers yang tergolong mapan lebih memilih untuk
membangun sendiri infrastrukturnya dengan alasan kemudahan dalam
pengawasan, keamanan, dan lain - lain. Perbedaan strategi tersebut nantinya bakal
mewarnai persaingan dalam penguasaan teknologi, manajemen jaringan, dan
sebagainya.
Sementara bagi produsen perangkat telekomunikasi sendiri, kemunculan
teknologi ini seakan memberi angin segar bagi perusahaan baru untuk turut
bermain di dalam bisnis bernilai milyaran dollar ini. Sebagai contoh adalah Cina,
yang menjadi pemain papan atas untuk produk DWDM.
2.2.3 Komponen Penting pada DWDM
Pada teknologi DWDM, terdapat beberapa komponen utama yang harus
ada untuk mengoperasikan DWDM dan agar sesuai dengan standar kanal ITU
sehingga teknologi ini dapat diaplikasikan pada beberapa jaringan optik seperti
SONET dan yang lainnya. Komponen-komponennya adalah sebagai berikut [4]:
1. Transmitter, yaitu komponen yang mengirimkan sinyal informasi untuk
dimultipleksikan pada sistem DWDM. Sinyal dari transmitter ini akan
dimultipleks untuk dapat ditransmisikan.
2. Receiver, yaitu komponen yang menerima sinyal informasi dari demultiplexer
3. DWDM terminal multiplexer. Terminal Mux sebenarnya terdiri dari
transponder converting wavelength untuk setiap sinyal panjang gelombang
tertentu yang akan dibawa. Transponder converting wavelength menerima
sinyal input optik (sebagai contoh dari sistem SONET atau yang lainnya),
mengubah sinyal tersebut menjadi sinyal optik dan mengirimkan kembali
sinyal tersebut menggunakan pita laser 1550 nm. Terminal Mux juga terdiri
dari multiplekser optik yang mengubah sinyal 550 nm dan menempatkannya
pada suatu fiber SMF (Single Mode Fiber) -28.
4. Intermediate optical terminal (amplifier). Komponen ini merupakan amplifier
jarak jauh yang menguatkan sinyal dengan banyak panjang gelombang yang
ditransfer sampai sejauh 140 km atau lebih. Diagnostik optical dan telemetry
dimasukkan di sekitar daerah amplifier ini untuk mendeteksi adanya
kerusakan dan pelemahan pada fiber. Pada proses pengiriman sinyal
informasi pasti terdapat atenuasi dan dispersi pada sinyal informasi yang
dapat melemahkan sinyal. Oleh karena itu harus dikuatkan. Sistem yang biasa
dipakai pada fiber amplifier ini adalah sistem EDFA (Erbium Doped Fiber
Amplifier), namun karena bandwith dari EDFA ini sangat kecil yaitu 30 nm
(1530 nm-1560 nm) dan minimum attenuasi terletak pada 1500 nm sampai
1600 nm, kemudian digunakan DBFA (Dual Band Fiber Amplifier) dengan
bandwidth 1528 nm sampai 1610 nm. Kedua jenis penguat ini termasuk jenis
EBFA (Extended Band Filter Amplifier) dengan penguatan yang tinggi,
saturasi yang lambat dan noise yang rendah. Teknologi amplifier optic yang
lain adalah sistem Raman Amplifier yang merupakan pengembangan dari
5. DWDM terminal Demux. Terminal ini mengubah sinyal dengan banyak
panjang gelombang menjadi sinyal dengan hanya 1 panjang gelombang dan
mengeluarkannya ke dalam beberapa fiber yang berbeda untuk
masing-masing client untuk dideteksi. Sebenarnya demultiplexing ini beritndak pasif,
kecuali untuk beberapa telemetry seperti sistem yang dapat menerima sinyal
1550 nm. Teknologi terkini dari demultiplekser ini yaitu terdapat couplers
(penggabung dan pemisah power wavelength) berupa Fiber Bragg Grating.
6. Optical supervisory channel (OSC). Ini merupakan tambahan panjang
gelombang yang selalu ada di antara 1510 nm-1310 nm. OSC membawa
informasi optic multi wavelength sama halnya dengan kondisi jarak jauh pada
terminal optik atau daerah EDFA. Jadi OSC selalu ditempatkan pada daerah
intermediate amplifier yang menerima informasi sebelum dikirimkan
kembali.
[image:34.595.127.519.489.671.2]Secara skematis, rangkaian komponen utama DWDM ini dapat dilihat pada
Gambar 2.7.
Pada Gambar 2.7 dapat dilihat, empat buah informasi masukan, masing –
masing dengan panjang gelombang λ
1, λ2, λ3, λ4 dimultipleksing dengan
multiplexer DWDM 4 kanal dan selanjutnya ditransmisikan melalui sebuah serat
tunggal. Setelah melewati jarak tertentu (100 km), sinyal tersebut dikuatkan
dengan amplifier (EDFA) karena telah mengalami pelemahan akibat rugi – rugi
yang dialami selama pentransmisian. Setelah mengalami penguatan, sinyal
tersebut diteruskan hingga ke ujung penerima. Di ujung penerima, sinyal
informasi tersebut didemultiplekskan hingga kembali menjadi seperti sinyal
informasi masukan (λ1, λ2, λ3, λ4).
2.2.4 Channel Spacing
Channel spacing menentukan performansi dari sistem DWDM. Standar
channel spacing dari ITU adalah 50 GHz sampai 100 GHz (100 GHz akhir-akhir
ini sering digunakan). Spacing (jarak) ini membuat kanal dapat dipakai dengan
memperhatikan batasan-batasan fiber amplifier. Channel spacing bergantung pada
komponen sistem yang dipakai.
Channel spacing merupakan sistem frekuensi minimum yang memisahkan
2 sinyal yang dimultipleksikan, atau biasa disebut sebagai perbedaan panjang
gelombang di antara 2 sinyal yang ditransmisikan. Optical amplifier dan
kemampuan receiver untuk membedakan sinyal menjadi penentu dari spacing
pada 2 gelombang yang berdekatan. Gambar 2.8 menunjukkan karakteristik
Gambar 2.8 Karakteristik Tipikal Optik Kanal DWDM
Pada Gambar 2.8 , total channel isolation merupakan isolasi dari kanal
secara keseluruhan. Channel passband menunjukkan rentang (band) dari kanal
yang dapat dilewatkan. Center wavelength adalah pusat panjang gelombang.
Adjacent channel isolation adalah isolasi dari kanal yang berdekatan. Passband ripple merupakan fluktuasi atau atau toleransi band yang dapat dilewatkan. Pada
perkembangan selanjutnya, sistem DWDM berusaha untuk menambah kanal yang
sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan lalu lintas data informasi. Salah
satunya adalah dengan memperkecil channel spacing tanpa adanya suatu
interferensi dari pada sinyal pada satu serat optik tersebut. Dengan demikian, hal
ini sangat bergantung pada komponen sistem yang digunakan. Salah satu
contohnya adalah pada demultiplexer DWDM yang harus memenuhi beberapa
kriteria, di antaranya adalah bahwa Demux harus stabil pada setiap waktu dan
pada berbagai suhu, harus memiliki penguatan yang relatif besar pada suatu
daerah frekuensi tertentu dan dapat tetap memisahkan sinyal informasi sehingga
2.3 Coarse Wavelength Division Multiplexing (CWDM)
Konsep Coarse Wavelength Division Multiplexing (CWDM) ialah
memanfaatkan kanal spasi yang tetap untuk dapat meningkatkan band
frekuensinya. Tujuan utama teknologi ini adalah menekan biaya investasi dan
biaya operasi teknologi DWDM terutama untuk area metro.
2.3.1 Prinsip Kerja Coarse WDM
Prinsip kerja dasar dari CDWM adalah sama dengan prinsip kerja umum
teknologi DWDM yaitu mentransmisikan kombinasi sejumlah panjang gelombang
yang berbeda dengan menggunakan perangkat multipleks panjang gelombang
optik dalam satu fiber. Pada sisi penerima terjadi proses kebalikannya dimana
panjang gelombang tersebut dikembalikan ke sinyal asalnya.
2.3.2 Perbedaan Antara CWDM dan DWDM
Perbedaan yang paling mendasar antara CWDM dan DWDM terletak pada
channel spacing (parameter jarak antar kanal) dan area operasi panjang
gelombangnya (band frekuensi) [4]. CWDM memanfaatkan channel spacing 20
nm yang lebih memberi ruang kepada sistem untuk toleran terhadap dispersi. Hal
ini berkaitan langsung dengan teknologi perangkat multipleks (terutama laser dan
filter) yang akan diimplementasikan dalam sistem, dimana untuk channel spacing
yang semakin presisi (DWDM = 0,2 nm s/d 1,2 nm) laser dan filter yang
digunakan akan semakin mahal.
Jarak antar kanal merupakan jarak antara dua panjang gelombang yang
dialokasikan sebagai referensi. Semakin sempit jarak antar kanal, maka akan
semakin besar jumlah panjang gelombang yang dapat ditampung. Jarak antar
0,2 nm s/d 1,2 nm, sedangkan untuk CWDM ditetapkan 20 nm. Deskripsi jarak
[image:38.595.158.443.147.268.2]antar kanal adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.9 dan Gambar 2.10
Gambar 2.9 Jarak Antar Kanal pada DWDM
Gambar 2.10 Jarak Antar Kanal pada CWDM
Pada DWDM dibutuhkan laser transmitter yang lebih stabil dan presisi
daripada yang dibutuhkan pada CWDM. Artinya, DWDM menempati level
teknologi yang lebih tinggi dari CWDM. Pada sistem DWDM laser yang
digunakan adalah yang menggunakan teknologi tinggi dengan toleransi panjang
gelombang sekitar 0,1 nm (presisi dan sangat sempit) dan mengakibatkan
temperatur tinggi sehingga membutuhkan sistem pendingin. Sedangkan pada
sistem CWDM sekitar 2-3 nm, tanpa sistem pendingin dan membutuhkan
konsumsi daya yang lebih kecil (hanya sekitar 15% dibanding DWDM).
Demikian pula terjadi pada sistem filter diantara keduanya. Tentunya hal ini
menimbulkan perbedaan biaya yang sangat signifikan. Perbedaan antara CWDM
[image:38.595.188.440.328.400.2]Tabel 2.1 Perbedaan Antara CWDM dan DWDM
No. Parameter CWDM DWDM
1 Jarak antarkanal 20 nm 0,2 nm s/d 1,2 nm
2 Band frekuensi 1290 nm s/d 1610 nm 1470 s/d 1610 nm
3 Type serat optimal ITU-T G.652, G.653, G.655
ITU-T G.655
4 Area implementasi optimal
Metro Jarak jauh
5 Ukuran perangkat Lebih kecil Lebih besar
6 OLA (Regenerator) Tidak ada Ada
7 Konsumsi daya Lebih rendah Lebih tinggi
BAB III
CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSS CONNECT
3.1 Umum
Optical Cross Connect (OXC) adalah salah satu elemen jaringan yang
penting yang memungkinkan dilakukannya rekonfigurasi jaringan optik, dimana
lintasan cahaya dapat ditingkatkan dan diturunkan sesuai kebutuhan [6]. Hal ini
menawarkan fleksibilitas routing dan dapat meningkatkan kapasitas transport
jaringan WDM. Timbulnya crosstalk pada sebuah kanal optik tertentu karena
interferensi dengan sinyal lain ketika dipropagasikan melalui berbagai elemen
jaringan WDM dapat mengakibatkan masalah yang serius. Crosstalk pada OXC
adalah salah satu kriteria mendasar yang menentukan kinerja jaringan WDM.
Crosstalk menghasilkan perpindahan daya dari satu kanal ke kanal lainnya.
Karena Crosstalk faktor yang menyebabkan keterbatasan, maka penggunaan OXC
pada jaringan WDM secara komersial dihindari.
3.2 Optical Cross Connect (OXC)
Pengembangan jaringan WDM membawa kepada dibutuhkannya sebuah
skema peruteean panjang gelombang secara dinamis ( dinamic wavelength
routing) yang dapat merekonfigurasi jaringan seraya memelihara nonblocking-nya. Sama seperti switch digital elektronik pada jaringan telepon. Penggunaan
perutean (dynamic routing) juga memecahkan keterbatasan panjang gelombang
yang tersedia melalui teknik penggunaan kembali panjang gelombang
(Wavelength-reuse). Penggunaan dan fabraksi OXC telah menjadi topik yang
Gambar 3.1 Skema sebuah Optical Cross Connect yang didasarkan pada Optical Switch
Gambar 3.1 menunjukkan skema umum sebuah OXC. Perangkatnya
memiliki N port masukan, masing-masing port menerima sebuah sinyal WDM
yang terdiri dari M panjang gelombang. Demultiplexer memisahkan sinyal
tersebut ke dalam panjang gelombang masing-masing dan mendistribusikan
tiap-tiap panjang gelombang ke kumpulan M unit switch, masing-masing unit
menerima N sinyal masukan dengan panjang gelombang yang sama. Sebuah port
masukan dan keluaran tambahan ditambahkan ke switch untuk meningkatkan
pengurangan atau penambahan sebuah kanal tertentu. Tiap-tiap unit switching
memuat N unit optical switch yang dikonfigurasikan untuk merutekan
sinyal-sinyal dalam bentuk yang diinginkan. Keluaran dari semua unit-unit switching
dikirim ke (N) multiplexer, yang menggabungkan (M) masukannya untuk
membentuk sinyal WDM. Dengan demikian sebuah OXC membutuhkan (N)
multiplexer, (N) demultiplexer, dan M(N+1)2 optical switch.
Multiplexer dan demultiplexer merupakan komponen penting dalam sistem
WDM. Demultiplexer membutuhkan sebuah mekanisme dalam pemilihan panjang
gelombang dan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kategori [6],
yaitu:
1. Demultiplexer yang didasarkan pada difraksi, menggunakan sebuah elemen
dispersi angular, misalnya sebuah kisi dfraksi yang menghaburkan cahaya
yang terjadi secara ruang ke berbagai komponen panjnag gelombang
2. Demultiplexer yang didasarkan pada interferensi, menggunakan perangkat
seperti fiber optik dan pengkopel direksional.
Kinerja multiplexer terutama ditentukan oleh besarnya insertion loss pada
tiap-tiap kanal. Kinerja demultiplexer lebih ketat, pertama kinerja demultiplexer
sebaiknya dipengaruhi oleh polaritas sinyal WDM. Kedua, demultiplexer
sebaiknya memisahkan tiap-tiap kanal tanpa perusakan dari kanal yang
berdekatan. Dalam praktiknya, perusakan sebagian daya sering terjadi, khususnya
pada sistem DWDM dengan interchannel spacing yang kecil. Perusakan daya ini
dinyatakan sebagai crosstalk dan untuk memberikan kinerja sistem yang
memuaskan maka nilai crosstalk ini sebaiknya bernilai (< -20dB) [7].
3.2.2 Optical Switch
Optical Swicth yang paling sederhana adalah mechanical switching [7].
Sebuah cermin sederhana dapat dijadikan Switch apabila arah keluaranya dapat
diubah dengan memiringkan cermin tersebut. Tidaklah praktis apabila cermin
yang digunakan berukuran besar karena jumlah Switch yang dibutuhkan
berukuran besar karena jumlah Switch yang dibutuhkan untuk membuat OXC
System (MEMS) sebagai switching. Gambar 3.2 menunjukkan sebuah Optical Switch MEMS 8x8 yang memuat arah dan cermin mikro yang bebas berotasi.
Cermin-cermin yang kecil ini dapat memantulkan 100% sinyal cahaya ataupun
[image:43.595.198.427.199.363.2]sebagainya (partical transmission). Rugi-rugi juga relatif lebih kecil [8].
Gambar 3.2 Optical Switch MEMS 8x8 dengan Cermin Mikro yang bebas
Berotasi
3.3 Crosstalk
Jarak antar kanal (channel Spacing) yang sempit pada saluran DWDM
mengakibatkan crosstalk, yang didefinisikan sebagai perpindahan sinyal sebuah
kanal ke kanal lain. Crosstalk dapat terjadi pada hampir semua komponen dalam
sistem WDM, termasuk Optical Switch, multiplexer, demultiplexer, Optical
Amplifier, dan serat itu sendiri [9].
3.3.1 Crosstalk pada Optical Cross Connect
Optical Cross Connect (OXC) adalah elemen penting dalam jaringan
WDM. OXC memberikan fleksibilitas perutean dan kapasitas transfor pada
jaringan WDM. Ketika menghubung-silangkan panjang gelombang dari serat
kriteria dasar yang menentukan kinerja jaringan WDM. Adapun nilai crosstalk
yang masih dapat ditolerir adalah <-20 dB [9]. Untuk menghitung crosstalk, maka
terlebih dahulu akan ditentukan model sistem yang akan dianalisis.
3.3.2 Analisa Sistem
Besarnya crosstalk yang terjadi pada suatu optical cross connect
ditentukan dengan menghitung daya output antara perhitungan tanpa crosstalk
(suatu kanal input) dengan perhitungan crosstalk (semua kanal yang mungkin
pada input atau diasumsikan beban trafik penuh sehingga menghasilkan crosstalk
maksimal) [9]. Perhitungan hanya dilakukan untuk masukan bit “satu” pada input
dan pola getar diasumsikan maksimum untuk menghitung kondisi terburuk.
Dengan kata lain, perhitungan crosstalk adalah perbedaan antara “satu” tanpa
crosstalk dan “satu” dengan crosstalk. Konsep ini diilustrisasikan pada Gambar
[image:44.595.187.441.445.613.2](3.3).
Gambar 3.3 definisi Crosstalk
Crosstalk dihitung pada kanal panjang gelombang tertentu, kanal ini
disebut kanal yang diamati. Pada bagian ini dilakukan persamaan-persamaan
untuk menganalisis crosstalk pada OXC. Pada persamaan-persamaan berikut,
gelombang dan j jumlah serat. Serat yang memuat kanal yang diamati dinyatakan
dengan �0, panjang gelombang yang diamati �0. Dengan demikian, daya input
kanal yang diamati dinyatakan dengan ��0�0 dan daya output dinyatakan dengan
��0���1 dengan tambahan konstribusu crosstalk (diasumsikan semua kanal panjang
gelombang membawa bit 1) dan dihitung dengan persamaan (3.1) berikut [10].
(
)
[
]
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)(
)
(
)(
)
(
)(
)
(
)(
)
( )
3.1 . ... ... ... ... ... ... 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 0 − − + − − + − − − − − − + − + − + − + − × − − − + =∑
− = N M X X X M N N X X M N N X X P N NM M X X X M X X N M X X N X M N X X P P t X P N X P P P demux sw mux mux sw demux sw j io demux sw mux demux mux sw mux sw demux sw j io jo io N t sw j io sw j io jo io out ioDimana ���adalah crosstalk space switch dan dinyatakan sebagai dari
daya input yang dirutekan ke output lain. Xdemux dan Xmux adalah dan multiplexer
dan juga dinyatakan sebagai faktor transmisi (<1). ���� adalah daya kanal panjang
gelombang pada serat j yang membawa panjang gelombang �0.
Jika ��0��� (���) adalah daya output kanal panjang gelombang �0 ketika
OXC membawa hanya kanal panjang gelombang �0 (ketika tidak ada crosstalk),
maka crosstalk dapat dihitung dengan persamaan (3.2) berikut [10].
Crosstalk =
���0���−��01����
��0���(���) ...(3.2)
Crosstalk (dB) = 10 log
(crosstalk)...(3.3)
3.4 Bit Error Rate pada Optical Cross Connect
Bit Error Rate merupakan Jumlah kesalahan bit yang terjadi dalam ruang
per detik. Pengukuran Bit Error Rate merupakan pertimbangan utama dalam
menentukan kualitas sinyal. Pada jaringan WDM yang paling praktis, persyaratan
BER adalah 10-9 dB sampai dengan 10-12[1].Oleh karena itu, BER merupakan
salah parameter yang sangat penting dalam pemamfaatan teknologi WDM yang
didesain untuk memenuhi persyaratan tersebut.
Selama transmisi data melalui saluran optik, penerima harus mampu
menerima setiap bit tanpa kesalahan. Kesalahan terjadi ketika penerima gagal
untuk mendeteksi bit masuk dengan benar sehingga meyebabkan error yang
umumnya berasal dari gangguan yang berkaitan dengan saluran transmisi.
3.5 Crosstalk dan BER Model
Analisis model crosstalk OXC digunakan untuk mengevaluasi kinerja
BER dari link WDM optical cross connect. Analisis diberikan untuk
menggambarkan daya keluaran pada OXC sebagai fungsi daya input dan
parameter komponen. Daya masukan kanal yang diamati disini dinyatakan dengan
��0�0 , dimana i menyatakan kanal panjang gelombang dan j merupakan jumlah
serat. Serat yang memuat kanal yang diamati dinyatakan dengan �0, panjang
tambahan konstribusi crosstalk (diasumsikan semua kanal panjang gelombang
membawa bit 1).
Sejak kanal panjang gelombang io akan membawa bit 1 atau bit 0 pada
beberapa waktu singkat, persamaan (3.1) telah dimodifikasi. Jika kanal panjang
gelombang io membawa bit 0, kemudian persamaan (3.1) diturunkan ke
persamaan (3.4) berikut [12].
(
)
− − + − − + − − − − − =∑
− = ) 1 )( 1 ( ) 1 )( 1 ( ) 1 )( 1 ( 2 2 ] 1 [ 2 1 0 N M X X X M N N X X M N N X X P t X P N X P P demux sw mux mux sw demux sw j io N t sw j io sw j io out io ………..(3.4)Dimana ���adalah crosstalk space switch dan dinyatakan sebagai dari
daya input yang dirutekan ke output lain. Xdemux dan Xmux adalah dan multiplexer
dan juga dinyatakan sebagai faktor transmisi (<1). ���� adalah daya kanal panjang
gelombang pada serat j yang membawa panjang gelombang �0.
Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah banyak melihat penggunaan
jaringan Wavelength Division Multiplexing (WDM) . Sistem ini dikonfigurasi
untuk menyalurkan data dengan menggunakan panjang gelombang yang
berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal secara bersamaan Tapi dengan teknologi baru ini
muncul tantangan baru yaitu parameter yang menyediakan informasi langsung
mengenai kinerja sistem seperti bit error rate (BER).
Pada suatu sistem komunikasi jarak jauh, repeater adalah suatu bagian
yang akan memperkuat dan memperbaiki signal yang sudah menerun karena jarak
yang jauh. Dalam sistem komunikasi optik, repeater dapat berupa Repeater
elektronik atau dapat berupa repeater optik.
Repeater elektronik mempunyai beberapa kelemahan karena sinyal
pertama-tama mengalami konversi dari optik listrik, kemudian diperkuat secara
elektronik dan sesudah itu konversi kembali dari listrik ke optik, akibatnya terjadi
penurunan kualitas sinyal. Disamping itu akan sangat kompleks dan mahal untuk
sistem yang high speed dan multiwavelength.
Untuk mengatasi hal ini, banyak usaha telah dilakukan, sehingga diperoleh
suatu repeater yang serba optik yaitu sinyal optik yang sudah lemah tidak
dikonversi lagi ke sinyal listrik melainkan langsung diperkuat secara optik
(Optical Amplifier) sehingga diperoleh sinyal keluaran yang sudah diperkuat[11].
Secara umum terdapat 4 tipe optical amplifier yaitu [11]:
1. EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier)
2. FRA (Fiber Raman Amplifier)
3. SLA (Semiconductor Laser Amplifier)
4. Intregrated optical amplifier
3.7 Derau (Noise)
Derau adalah sinyal-sinyal yang tidak diinginkan yang selalu ada dalam
suatu sistem transmisi. Level noise yang cukup besar akan terasa mengganggu
sistem komunikasi serat optik terdiri dari thermal noise, noise dark current, dan
shot noise.
3.7.1 Derau Termal (Thermal Noise)
Derau termal didefinisikan sebagai sebagai arus yang berasal dari struktur
gerak acak elektron bebas pada komponen-komponen elektronik. Biasanya level
noise ini sebanding dengan temperature pada sistem komunikasi serat optik. Besar
daya noise termal dirumuskan pada persamaan (3.5)[11].
�ℎ����������=
l
R KTB
4 ………..(3.5)
Dimana:
k = Konstantan Bolltzman (1,38x10-23 Joule/0K)
B= Bandwidth (Hz)
T= Temperatur (0K)
Rl= Receiver Load (Ω)
3.7.2 Arus Gelap (Dark Current)
Arus gelap yaitu arus balik (reverse current) kecil yang mengalir melalui
arus reverse bias diode . Arus gelap ini terjadi pada setiap diode yang dikenal
dengan arus bocor balik (reverse leakge current) yang dapat dirumuskan seperti
pada persamaan (3.6)[11].
����������������=
D
eBI
Dimana:
e = Muatan Elektron (1,6x10-19 C)
ID= Arus gelap = 2x10-9 (A)
B= Bandwidth (Hz)
3.8.3 Derau Tembakan (Shot Noise)
Shot Noise terjadi karena adanya ketidaklinearan pada sistem. Sumbangan shot noise pada total noise sistem komunikasi serat optik dirumuskan pada
persamaan (3.7) berikut [11].
�ℎ�������=
S
eBI
2 ……….(3.7)
Dimana:
e = Muatan elektron (1,6x10-19 C)
IS = Shot noise (A)
B= Bandwidth (Hz)
3.7.4 Amplified Spontaneous Emission (ASE)
Amplified Spontaneous Emission merupakan emisi spontan dari transisi
antara tingkat energi teratas (upper level) ke tingkat energi terbawah (ground
state). Daya noise Amplified Spontaneous Emission (ASE) dapat ditunjukkan pada
persamaan (3.8) berikut[12].
B G hfN
PASE = sp( −1)
...(3.8)
sp
N = Open emission faktor (faktor inverse populasi)
G= Gain
=
h Konstanta planks
f =Operating frekuensi
3.9 Hubungan Error Function dengan BER
Error Function (erf) didefinisikan sebagai:
( )
=∫
z −xdx e z
erf
0
2
2 π
...(3.9)
Kemudian complementary Error Function (erfc) didefinisikan sebagai berikut:
( )
=∫
∞ −0
2
2
dx e z
erfc x
π
...(3.10)
Hubungan antara erfc dengan fungsi erf ditunjukkan pada persamaan (3.11)
berikut.
( )
z erf( )
z erfc =1−...(3.11)
Tabulasi dari error function erf (z) dapat ditunjukkan pada Tabel 3.1 berikut
ini[12].
Tabel 3.1 Tabulasi dari Error Function erf (z).
z erf(z) z Erf(z)
0,1 0,11246 1,6 0.97635
0,2 0,22270 1,7 0.98379
0,3 0,32863 1,8 0.98909
0,4 0,42839 1,9 0.99279
0,5 0,52049 2,0 0.99532
0,7 0,67780 2,2 0.99814
0,8 0,74210 2,3 0.99885
0,9 0.79691 2,4 0.99931
1,0 0.842'70 2,5 0.99959
1,1 0.88021 2,6 0.99976
1,2 0.91031 2,7 0.99987
1,3 0.93401 2,8 0.99993
1,4 0.95228 2,9 0.99996
1,5 0.96611 3,0 0.99998
3.10 Bit Error Rate dengan Crosstalk
Bit error rate dapat dihitung dengan crosstalk menggunakan beberapa
persamaan. Bit error rate sering sekali ditandai sebagai sebuah data error.
Semakin tinggi Bit error rate menandakan bahwa semakin lambat waktu yang
diperlukan untuk mentransimisikan data. BER dalam sistem WDM dapat dihitung
dengan persamaan (3.12) berikut ini [13].
− − + + − + − − + + − = 1 _ 0 1 0 1 _ 1 1 1 0 _ 0 0 0 0 _ 1 0 1 2 1 2 1 2 1 2 1 8 1 σ σ σ σ CT D D CT CT D D CT i i i erfc i i i erfc i i i erfc i i i erfc BER ...(3.12)
dimana, iD adalah threshold current yang didefinisikan seperti persamaan (3.13)
berikut ini [13].
(
)
(
0_1 1_1)
0 1 _ 1 1 1 _ 0 σ σ σ σ + +
= i i
iD ………..(3.13) 2 0 _ 1
σ merupakan variansi noise ketika sinyal bit 1 diganggu oleh crosstalk bit 0,
2 0 _ 0
σ merupakan variansi noise ketika sinyal bit 0 diganggu oleh crosstalk bit 0,
2 1 _ 1
σ adalah variansi noise ketika bit 1 diganggu oleh crosstalk bit 1 dan 2 1 _ 0
merupakan variansi noise ketika bit 0 mendapat gangguan oleh crosstalk bit 1.
Variansi dari sumber noise yang berbeda ditunjukkan pada persamaan berikut ini
[13].
B P P P
eRd s sp CT
th 2 ( 0)
2 2
0 _
1 =σ + + +
σ
………..……(3.14)
B P P P
eRd s sp CT
th 2 ( 1)
2 2
1 _
1 =σ + + +
σ
……….…(3.15)
B P P eRd sp CT
th 2 ( 1)
2 2
1 _
0 =σ + +
σ
………...(3.16)
B P P eRd sp CT
th 2 ( 0)
2 2
0 _
0 =σ + +
σ
……….….………(3.17)
L th
R KTB
4
2 =
σ
……….….….(3.18)
S dP
R i1 =2
……….….(3.19)
0
0 =
i
……….…….(3.20)
Dimana:
2
th
σ = Thermal noise Rd= Reiceiver responsivity e = Electronic charge (1,6x10-19) B= Bandwidth
RL= Receiver load PS= Signal power
I1 merupakan photocurrent untuk transmisi bit 1, I0 merupakan photocurrent
untuk transmisi bit 0, dengan asumsi power signal adalah nol. Daya emisi spontan
(Spontaneous emission power) dapat dihitung menggunakan persamaan (3.21)
B G hfN
Psp = sp( −1)
………...(3.21)
Dimana, h merupakan konstantan plank, f merupakan frekuensi carrier untuk
panjang gelombang 1550 nm, Nsp adalah factor emisi spontan dan G merupakan
penguat optik. Jika PCT1 mewakili crosstalk bit 1dan PCT0 mewakili crosstalk bit
0, maka hubungannya dapat dilihat pada persamaan berikut [13].
out io
CT P
P 0 =− 0
………...(3.22)
out io ref out io
CT P P
P 1
) (
1 = −
………..(3.23)
1
1 d CT
CT R P
i =
………..…(3.24)
0
0 d CT
CT R P
i =
BAB IV
ANALISIS CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSSCONNECT 4.1 Umum
Tugas akhir ini bertujuan untuk menganilisis nilai crosstalk dan Bit error
rate pada suatu Multiwavelength optical crossconnect.
4.2 Analisis Crosstalk pada Multiwavelength Optical CrossConnect
Crosstalk pada OXC dianalisis sebagai fungsi dari daya input, crosstalk demultiplexer dan multiplexer, serta jumlah serat masukan
4.2.1 Analisis Crosstalk pada Multiwavelength Optical CrossConnect sebagai Fungsi Daya Input
Dari model multiwavelength optical crossconnect (OXC) dengan topologi
Space Switch pada Gambar 3.1, maka dapat dihitung crosstalk OXC untuk daya input yang bervariasi: 0 dB