• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Crosstalk Dan Bit Error Rate Pada Multiwavelenght Optical Cross Connect

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Crosstalk Dan Bit Error Rate Pada Multiwavelenght Optical Cross Connect"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE

PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSS CONNECT

O

L

E

H

NIM : 070402018

DION SITORUS

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE

PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSS CONNECT

Oleh

NIM : 070402018 DION SITORUS

Disetujui oleh : Dosen Pembimbing,

NIP : 196311281991031003 Ir. M.Zulfin, MT

Diketahui oleh :

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,

NIP : 194610221973021001 Ir. SURYA TARMIZI KASIM, M.Si

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

Konsep hubung silang (cross connect) pada teknologi WDM atau yang

dikenal sebagai optical cross connect merupakan teknologi transport untuk

menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan video) secara transparan, dengan

menggunakan panjang gelombang yang berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal

secara bersamaan. Ketika menghubung-silangkan panjang gelombang dari serat input

ke serat output, OXC menghasilkan crosstalk. Hal ini dapat menjadi penghambat

diterapkannya OXC ini dalam sistem komersial. Crosstalk pada OXC digunakan

untuk mengevaluasi kinerja BER dari link WDM optical cross connect.

Pada tugas akhir ini akan dianalisis nilai crosstalk dan bit error rate pada

multiwavelength optical cross connect menggunakan topologi cross connect

didasarkan pada switch. Total crosstalk yang terjadi pada suatu sistem OXC

dihitung sebagai fungsi daya input dan parameter-parameter komponen (switch,

multiplexer dan multiplexer) dan jumlah serat masukan sedangkan bit error rate

dihitung berdasarkan pengaruh total crosstalk pada komponen OXC.

Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya daya input tidak

mempengaruhi besarnya nilai crosstalk, melainkan bergantung pada jumlah serat

masukan, jumlah panjang gelombang serta parameter komponen (switch,

multiplexer dan demultiplexer). Sedangkan besarnya bit error rate dipengaruhi

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah

memnberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu

Ayahanda dan Ibunda serta abang dan juga adik tercinta yang merupakan bagian

dari hidup penulis yang senantiasa mendukung dan mendoakan dari sejak penulis

lahir hingga sekarang.

Tugas akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan

untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu (S-1)

di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul Tugas Akhir ini adalah

“ANALISIS CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSS CONNECT”

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya

Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan serta dukungan

dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. M. Zulfin, MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir penulis

atas segala bimbingan, pengarahan, motivasi dan bantuannya dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Zulkarnaen Pane sebagai Dosen Wali penulis selama

(5)

3. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim. M.Si selaku Ketua Departemen Teknik

Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT sebagai Sekretaris Departemen Teknik

Elektro Fakultas Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Staff Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Elektro FT-USU.

6. Ulfi Zahara yang selalu menyertai dan memberikan motivasi dan

perhatiannya hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

7. Sahabat-sahabat gokil : Borong, Frans, Ryan, Hirzi, Lamhot, Comeng,

Ghocan, Ridho, Arynda, Totok, Syuib, Fajar, Agus, Bon,Fitri, Roy,Aprial,

Reidi, Arief, Sobirin, ihsan, leo, Arpan dan seluruh stambuk’07 yang tidak

bisa penulis sebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan baik

dari segi materi maupun penyajiannya. Oleh karena itu kritik dan saran dari

pembaca untuk menyempurkanan Tugas Akhir ini sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermamfaat bagi pembaca sekalian

dalam peningkatan pengenalan ilmu pnegethuan dan teknologi, khususnya bidang

telekomunikasi.

Medan , Juli 2012

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penulisan ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 4

1.5 Metode Penulisan ... 4

1.6 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Umum ... 7

2.2 Skema Modulasi pada Komunikasi Optik ... 9

2.2.1 Amplitudo Shift Keying (ASK) ... 10

2.2.2 Frekuensi Shift Keying (FSK) ... 11

2.2.3 Phase Shift Keying (PSK) ... 11

2.3 Wavelength Division Multiplexing (WDM) ... 13

2.3.1 Rentang Frekuensi WDM ... 16

2.4 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) ... 16

2.4.1 Prinsip Kerja Dense Wavelength Division Multiplexing ... 19

2.4.2 Aplikasi DWDM ... 21

2.4.3 Komponen Penting pada DWDM ... 22

2.4.4 Chanel Spacing ... 25

(7)

2.5.1 Prinsip Kerja Coarse WDM... 26

2.5.3 Perbedaan Antara CWDM dan DWDM ... 27

BAB III CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSS CONNECT 3.1 Umum ... 29

3.2 Optical Cross Connect ... 29

3.2.1 Multiplexer dan Demultiplexer ... 31

3.2.2 Optical Switch ... 32

3.3 Crosstalk ... 33

3.3.1 Crosstalk pada Optical Cross Connect ... 33

3.3.2 Analisis Sistem ... 33

3.4 Bit Error Rate pada Optical Cross Connect ... 36

3.5 Crosstalk dan BER Model ... 36

3.6 Optical Amplifier ... 38

3.7 Derau (Noise) ... 39

3.7.1 Derau Termal (Thermal Noise) ... 39

3.7.2 Arus Gelap (Dark Noise) ... 39

3.7.3 Arus Tembakan (Shot Noise) ... 40

3.7.4 Amplified Spontaneous Emission (ASE) ... 40

3.9 Hubungan antara Error Function dengan BER ... 41

3.10 Bit Error Rate dengan Crosstalk ... 42

BAB IV ANALISIS CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSS CONNECT 4.1 Umum ... 45

4.2 Analisis Crosstalk pada Multiwavelength Optical Cross Connect... 45

4.2.1 Analisis Crosstalk pada Multiwavelength Optical Cross Connect sebagai Fungsi Daya Input ... 45

4.2.2 Analisis Crosstalk pada Multiwavelength Optical Cross Connect sebagai Fungsi Crosstalk Demultiplexer dan Multiplexer ... 49

4.2.3 Analisis Crosstalk pada Multiwavelength Optical Cross Connect sebagai Fungsi Jumlah Serat Masukan ... 56

(8)

4.3.1 Analisis Bit Error Rate pada multiwavelength Optical Cross

connect Terhadap Total Crosstalk sebagai Fungsi Daya Input ... 61

4.3.2 Analisis Bit Error Rate pada multiwavelength Optical Cross

connect Terhadap Total Crosstalk sebagai Fungsi Multiplexer dan

Demultiplexer ... 63

4.3.3 Analisis Bit Error Rate pada multiwavelength Optical Cross

connect Terhadap Total Crosstalk sebagai Fungsi Jumlah Serat

Masukan ... 64

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan ... 64

5.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Blok Diagram Sistem Komunikasi

Gambar 2.4 Prinsip Dasar Sistem DWDM

Gambar 2.5 Pengiriman Informasi Pada WDM

Gambar 2.6 Pentransmisian dengan Sistem TDM

Gambar 2.7 Komponen pada DWDM

Gambar 2.8 Karakteristik Tipikal Optik Kanal DWDM

Gambar 2.9 Jarak Antar Kanal pada DWDM

Gambar 2.10 Jarak Antar Kanal pada CWDM

Gambar 3.1 Skema sebuah Optical Cross Connect yang didasarkan pada

Optical Switch

Gambar 3.2 Optical Switch MEMS 8x8 dengan Cermin Mikro yang bebas

Berotasi

Gambar 3.3 Definisi Crosstalk

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Daya Input Terhadap Crosstalk OXC

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Crosstalk Demultiplexer dan Multiplexer

Terhadap Crosstalk OXC

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Jumlah Serat Masukan dengan crosstalk

OXC

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Total Crosstalk Terhadap BER

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Bit Error Rate Terhadap Total Crosstalk sebagai

Fungsi Multiplexer dan Demultiplexer

Gambar 5.6 Grafik Hubungan Bit Error Rate Terhadap Total Crosstalk sebagai

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rentang Frekuensi WDM

Tabel 2.2 Perbedaan Antara CWDM dan DWDM

Tabel 3.1 Tabulasi dari Error Function erf (z)

Tabel 4.1 Hasil Analisis Crosstalk OXC Sebagai Fungsi Daya Input

Tabel 4.2 Hasil Analisis Crosstalk OXC untuk Xsw = -20 dB dan

Xdemux/Xmux bervariasi (10, dB, 20 dB, 30 dB, 40 dB, dan

-50 dB)

Tabel 4.3 Hasil Analisis Crosstalk OXC untuk Xsw = -40 dB dan

Xdemux/Xmux bervariasi (10, dB, 20 dB, 30 dB, 40 dB, dan

-50 dB)

Tabel 4.4 Hasil Analisis Crosstalk OXC untuk Xsw = -60 dB dan

Xdemux/Xmux bervariasi (-10, dB, -20 dB, -30 dB, -40 dB, 50 dB)

Tabel 4.5 Hasil Analisis Crosstalk OXC untuk Xsw = -80 dB dan

Xdemux/Xmux bervariasi (10, dB, 20 dB, 30 dB, 40 dB, dan

-50 dB)

Tabel 4.6 Hasil Analisis Crosstalk OXC sebagai Fungsi Crosstalk

Demultiplexer dan Multiplexer

Tabel 4.7 Hasil Analisis Crosstalk OXC sebagai Fungsi Jumlah Serat

Masukan

Tabel 4.8 Parameter-Parameter yang digunakan untuk Perhitungan BER

Tabel 4.9 Hasil Analisis Bit Error Rate Terhadap Total Crosstalk sebagai

Fungsi Daya Input

Tabel 4.10 Hasil Analisis Bit Error Rate Terhadap Total Crosstalk sebagai

(11)
(12)

ABSTRAK

Konsep hubung silang (cross connect) pada teknologi WDM atau yang

dikenal sebagai optical cross connect merupakan teknologi transport untuk

menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan video) secara transparan, dengan

menggunakan panjang gelombang yang berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal

secara bersamaan. Ketika menghubung-silangkan panjang gelombang dari serat input

ke serat output, OXC menghasilkan crosstalk. Hal ini dapat menjadi penghambat

diterapkannya OXC ini dalam sistem komersial. Crosstalk pada OXC digunakan

untuk mengevaluasi kinerja BER dari link WDM optical cross connect.

Pada tugas akhir ini akan dianalisis nilai crosstalk dan bit error rate pada

multiwavelength optical cross connect menggunakan topologi cross connect

didasarkan pada switch. Total crosstalk yang terjadi pada suatu sistem OXC

dihitung sebagai fungsi daya input dan parameter-parameter komponen (switch,

multiplexer dan multiplexer) dan jumlah serat masukan sedangkan bit error rate

dihitung berdasarkan pengaruh total crosstalk pada komponen OXC.

Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya daya input tidak

mempengaruhi besarnya nilai crosstalk, melainkan bergantung pada jumlah serat

masukan, jumlah panjang gelombang serta parameter komponen (switch,

multiplexer dan demultiplexer). Sedangkan besarnya bit error rate dipengaruhi

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Didalam sistem telekomunikasi, keterbatasan utama yang umum diketahui

adalah spektrum dan bandwidth. Namun adanya keterbatasan tersebut tidak selalu

berdampak buruk pada perkembangan di bidang telekomunikasi karena hal ini

mendorong lahirnya teknologi-teknologi baru sebagai responnya. Hal ini ini

ditandai dengan munculnya berbagai jenis teknologi jaringan terbaru yang

ditawarkan kepada masyarakat. Peningkatan kebutuhan masyarakat akan

komunikasi yang berkecepatan tinggi dan bandwidth yang besar membawa pada

perkembangan teknologi komunikasi broadband.

Salah satu hal yang paling penting dari sebuah link komunikasi optik

adalah dapat melewatkan banyak panjang gelombang yang berbeda melalui

sebuah serat tunggal secara simultan dalam spectral band 1300 sampai 1600 nm.

Teknologi yang mengkombinasikan sejumlah panjang gelombang dalam serat

yang sama dikenal sebagai Wavelength Division Multiplexing (WDM).

Mengingat kebutuhan bandwidth untuk sistem transmisi yang akan datang

jauh lebih besar dari yang sudah ada sekarang, sedangkan pengembangan

teknologi TDM (Time Division Multipexing) masih terbatas, maka dibutuhkan

suatu teknik multiplexing yang memungkinkan untuk mengatasi masalah

bandwidth tersebut, yaitu teknologi WDM (Wavelength Division Multiplexing).

Teknik WDM merupakan suatu teknik multiplexing atau penggabungan yang

(14)

optik yang sama dimana setiap sinyal optik dialokasikan dengan panjang

gelombang tertentu.

Untuk meningkatkan kapasitas dan fleksibilitas-nya, maka diperlukan

teknik perutean sinyal yang tepat. Salah satu solusi untuk peningkatan kapasitas

dan fleksibilitas dari sebuah jaringan WDM adalah dengan menerapkan konsep

hubung silang (cross connect), yang dikenal sebagai Optical Cross Connect

(OXC). Ketika menghubung-silangkan panjang gelombang dari serat input ke

serat output, OXC menghasilkan crosstalk, yang didefinisikan sebagai

perpindahan sinyal dari sebuah kanal ke kanal lain. Tingkat crosstalk dalam

konfigurasi Optical Cross Connect yang disajikan sejauh ini umumnya sangat

tinggi, sehingga menimbulkan penurunan sinyal yang signifikan dan

meningkatkan bit error rate pada sistem.

Bit error rate merupakan jumlah kesalahan bit yang terjadi dalam ruang

per detik. Pengukuran bit error rate merupakan pertimbangan utama dalam

menentukan kualitas sinyal. Pada jaringan WDM yang paling praktis, persyaratan

BER adalah 10-9 sampai dengan 10-12 [1]. Oleh karena itu, BER merupakan salah

satu parameter yang sangat penting dalam pemamfaatan teknologi WDM yang

didesain untuk memenuhi persyaratan tersebut.

Pada tugas akhir ini akan dianalisis besarnya crosstalk yang terjadi pada

suatu OXC sebagai fungsi daya input, fungsi demultiplexer dan multiplexer serta

sebagai fungsi jumlah serat masukan. Selanjutnya akan dianalisis pengaruh total

(15)

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan, yaitu :

1. Apa yang dimaksud dengan hubung silang (cross-connect) pada jaringan

Wavelength Division Multiplexing (WDM).

2. Apa yang dimaksud dengan crosstalk dan pengaruhnya terhadap total

crosstalk

dalam optical cross connect WDM

3. Apa saja sumber terjadinya crosstalk dan pengaruhnya terhadap total

crosstalk dalam optical cross connect WDM

4. Bagaimana memperoleh besaran crosstalk dalam suatu sistem OXC

5. Bagaimana pengaruh total crosstalk pada komponen terhadap bit error rate

pada sistem OXC.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah:

1. Untuk menganalisis dan menentukan paramater apa saja yang mempengaruhi

nilai crosstalk pada suatu multiwavelength optical crossconnect.

2. Untuk menganalisis pengaruh total crosstalk pada komponen terhadap bit

(16)

1.4 Batasan Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang meluas dan untuk menjaga

pembahasan materi dalam Tugas Akhir ini lebih terarah, maka penulis

menetapkan suatu batasan masalah sebagai berikut:

1. Hanya membahas jaringan WDM secara umum.

2. Tidak membahas jaringan serat optik secara mendetail.

3. Topologi cross connect yang dibahas adalah topologi OXC yang didasarkan

pada space switch.

4. Tidak membahas nilai crosstalk yang terjadi pada masing-masing komponen.

5. Hanya membahas pengaruh total crosstalk pada komponen terhadap bit error

rate pada sistem OXC.

6. Tidak membahas penurunan rumus.

1.5 Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penulisan

Tugas Akhir ini adalah:

1. Studi Literatur

Berupa studi kepustakaan dan kajian dari berbagai sumber pustaka yang

relevan yang mendukung dalam penulisan tugas akhir ini.

2. Diskusi

Penulis melakukan diskusi dengan dosen pembimbing, dosen-dosen lain dan

juga rekan-rekan mahasiswa tentang masalah yang timbul dalam penulisan

tugas akhir ini.

(17)

Penulis melakukan perhitungan dengan menggunakan software Matlab dan

mengalisa hasil perhitungan yang diperoleh.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap Tugas Akhir ini, maka penulis

menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar

belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode

penulisan, dan sistematika penulisan dari Tugas Akhir ini.

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

Bab ini membahas tentang komunikasi optik, prinsip kerja WDM,

serta arsitektur dan komponen pembentuk WDM.

BAB III CROSSTALK DAN BIT ERROR PADA

MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSSCONNECT

Bab ini membahas tentang definisi crosstalk dan bit error rate

pada jaringan WDM yang terhubung silang (cross-connect), serta

parameter-parameter yang mempengaruhi crosstalk dan juga bit

error rate.

BAB IV ANALISIS CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSS CONNECT

Bab ini membahas tentang analisis Crosstalk pada multiwavelength

optical crossconnect sebagai fungsi daya input, fungsi

(18)

masukan serta analisis bit error rate terhadap total crosstalk pada

komponen hingga pembahasan grafik yang dihaslkan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas tentang hal-hal yang dianggap penting didalam

penulisan yang dirangkumkan sebagai kesimpulan dan juga saran.

(19)

BAB II

SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Umum

Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan

sarana telekomunikasi dengan biaya relatif rendah, mutu pelayanan tinggi, cepat,

aman, dan juga kapasitas bandwidth yang besar dalam menyalurkan informasi.

Seiring dengan perkembangan telekomunikasi yang cepat maka kemampuan

sistem transmisi dengan menggunakan teknologi serat optik semakin

dikembangkan, sehingga dapat menggeser penggunaan sistem transmisi

konvensional dimasa mendatang, terutama untuk transmisi jarak jauh.

Dampak dari perkembangan teknologi ini adalah perubahan jaringan

analog menjadi jaringan digital baik dalam sistem switching maupun dalam

sistem transmisinya. Hal ini akan meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi

yang dikirim, serta biaya operasi dan pemeliharaan yang lebih ekonomis. Sebagai

sarana transmisi dalam jaringan digital, serat optik berperan sebagai pemandu

gelombang cahaya. Serat optik dari bahan gelas atau silika dengan ukuran kecil

dan sangat ringan dapat mengirimkan informasi dalam jumlah besar dengan

rugi-rugi relatif rendah. Dalam sistem komunikasi serat optik, informasi diubah

menjadi sinyal optik (cahaya) dengan menggunakan sumber cahaya LED atau

Diode Laser. Kemudian dengan dasar hukum pemantulan sempurna, sinyal optik

yang berisi informasi dilewatkan sepanjang serat pada penerima, selanjutnya

detektor optik akan mengubah sinyal optik tersebut menjadi sinyal listrik kembali

(20)

Gambar 2.1 Blok Diagram Sistem Komunikasi

Komunikasi optik merupakan salah satu bentuk teknologi komunikasi yang terbaru dan paling canggih yang menggunakan gelombang elektromagnetik. Di satu sisi, hal itu berbeda dengan komunikasi radio dan komunikasi microwave yang menggunakan panjang gelombang yang lebih pendek. Komunikasi optik adalah salah satu jenis teknologi telekomunikasi yang menggunakan cahaya sebagai media transmisinya. Sebuah komunikasi optik terdiri dari pemancar yang mengkode pesan menjadi sinyal optik, kemudian pada sisi penerima sinyal tersebut dibawa ke tujuan.selanjutnya pada receiver pesan tersebut diolah dari sinyal optik yang diterima.

(21)

detektor. Isyarat termodulasi diubah oleh fotodetector menjadi sinyal listrik. Dan setelah dipisahkan dari pembawanya, sinyal listrik diubah menjadi sinyal aslinya oleh suatu transducer.

2.2 Skema Modulasi Pada Komunikasi Optik

Modulasi optik adalah proses penambahan sinyal-sinyal informasi ke dalam sinyal pembawa (carrier), sehingga dapat ditransmisikan ke tujuan. Modulasi optik atau modulasi cahaya adalah teknik modulasi yang menggunakan berkas cahaya berupa pulsa-pulsa cahaya sebagai sinyal pembawa informasi. Berkas cahaya yang digunakan dihasilkan oleh suatu sumber cahaya yang digunakan adalah berkas cahaya yang dihasilkan oleh suatu sumber cahaya (laser atau LED). Dibandingkan dengan modulasi konvensional, modulasi cahaya memiliki keunggulan dalam hal ketahanan terhadap derau yang sangat tinggi, karena sinyal tidak dipengaruhi oleh medan elektromagnetik. Di samping itu, sistem ini memungkinkan adanya bit rate hingga mencapai ratusan gigabit per detik. Dalam modulasi optik, sinyal dapat dimodulasi amplitudonya yang dikenal dengan modulasi intensitas (Intesity Modulation) berupa Amplitudo Shift Keying (ASK) / On-Off keying (OOK). Selain itu, berkas cahaya dapat juga dimodulasi frekuensinya atau lebih tepatnya adalah modulasi panjang gelombang (Wavelength Modulation). Dan yang ketiga adalah modulasi fasa (Phasa

Modulation).

(22)

( )

[

t t

]

A

Es = s cosωss

...(2.1)

Dimana:

s

E = Nilai sesaat besaran sinyal optik

s

A = Amplitudo sinyal optik

s

ω = frekuensi sinyal optik atau pembawa

s

φ = fasa sinyal optik

Dari persamaan 2.1, dapat diturunkan teknik modulasi optik yang akan

dijelaskan pada bagian berikut.

1. Amplitudo Shift Keying ( ASK)

Amplitudo Shift Keying atau pengiriman sinyal berdasarkan pergeseran

amplitudo, merupakan suatu metode modulasi dengan mengubah-ubah amplitudo. Dalam proses modulasi ini kemunculan frekuensi gelombang pembawa tergantung pada ada atau tidak adanya sinyal informasi digital. Keuntungan yang diperoleh dari metode ini adalah bit rate (kecepatan digital) lebih besar. Sedangkan kesulitannya adalah dalam menentukan level acuan yang dimilikinya, yakni setiap sinyal yang diteruskan melalui saluran transmisi jarak jauh selalu dipengaruhi oleh redaman dan distorsi lainnya. Oleh sebab itu, metode modulasi ASK ini hanya menguntungkan apabila dipakai untuk hubungan jarak dekat saja.

2. Frequency Shift Keying (FSK)

Frekuency Shift Keying (FSK) atau pengiriman sinyal melalui pergeseran

(23)

yang tidak memiliki gelombang terputus-putus. Dalam proses modulasi ini besarnya frekuensi gelombang pembawa berubah-ubah sesuai dengan perubahan ada atau tidaknya sinyal informasi sinyal digital. FSK merupakan metode modulasi yang paling populer.

Dalam proses ini, gelombang pembawa digeser ke atas dan ke bawah untuk memperoleh bit 1dan bit 0. Modulasi FSK digunakan untuk komunikasi data dengan bit rate (kecepatan transmisi) yang relatif rendah, seperti untuk Telex dan Modem data dengan bit rate yang tidak lebih dari 2.4 kbps.

3. Phase Shift Keying (PSK)

Phase Shift Keying (PSK) atau pengiriman sinyal melalui pergeseran fasa

merupakan suatu bentuk modulasi fasa yang memungkinkan fungsi pemodulasi fasa gelombang termodulasi di antara nilai-nilai diskrit yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam proses modulasi ini fasa dari frekuensi gelombang pembawa berubah-ubah sesuai dengan perubahan status sinyal informasi digital. Sudut fasa harus mempunyai acuan kepada pemancar dan penerima. Oleh karena itu sangat diperlukan stabilitas frekuensi pada pesawat penerima. Untuk memudahkan dalam memperoleh stabilitas pada penerima, kadang-kadang dipakai suatu teknik yang koheren dengan PSK yang berbeda-beda. Hubungan antara dua sudut fasa yang dikirim digunakan untuk memelihara stabilitas. Untuk transmisi data atau sinyal digital dengan kecepatan tinggi, maka lebih efisien dipilih sistem modulasi PSK. Ada dua jenis modulasi yang sering kita jumpai yaitu Binary Phase Shift Keying (BPSK) dan Quadrature Phase Shift Keying (QPSK).

(24)

Pada transmisi digital menggunakan teknik modulasi BPSK, yaitu mengirimkan 1 dari 2 sinyal yang mungkin selama interval waktu tertentu dimana setiap sinyal terkirim antara “0” dan “1”. Pada BPSK sinyal ditumpangkan pada sinyal pembawa, mempunyai dua kemungkinan dari setiap bitnya yang akan ditransmisikan. Output dari modulator BPSK menghasilkan sinyal yang termodulasi.

Quandrate Phase Shift Keying (QPSK)

Modulasi QPSK menggunakan empat titik pada diagram lingkaran. Dengan empat tahap, QPSK dapat mendekode dua bit per simbol. Hal ini berarti dua kali dari BPSK. Walaupun QPSK dapat dipandang sebagai suatu modulasi quaternar, maka lebih mudah untuk melihatnya sebagai dua quadrature

carriers yang termodulasi sendiri.

2.3 Wavelength Division Multiplexing (WDM)

Dalam komunikasi serat optik, teknik WDM (wavelength division

multiplexing) merupakan suatu teknik transmisi yang memamfaatkan cahaya

dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai kanal informasi, sehingga

setelah dilakukan proses multiplexing seluruh panjang gelombang tersebut dapat

ditransmisikan melalui sebuah serat optik. Konsep ini pertama kali dipublikasikan

pada tahun 1970 , dan pada tahun 1978 sistem WDM telah terealisasi di

laboratorium. Sistem WDM pertama hanya menggabungkan 2 sinyal, kemudian

pada perkembangannya beberapa sistem telah sukses mengakomodasikan

sejumlah panjang gelombang dalam sehelai serat optik yang masing-masing

berkapasitas 2,5 Gbps sampai 5 Gbps. Namun penggunaan WDM menimbulkan

(25)

semakin signifikan sehingga menyebabkan terbatasnya jumlah panjang

gelombang 2 sampai 8 buah saja di kala itu.

Pada perkembangan selanjutnya, jumlah panjang gelombang yang dapat

diakomodasikan oleh sehelai serat optik bertambah mencapai puluhan buah dan

masing-masing panjang gelombang pun juga mengalami peningkatan yakni pada

kisaran 10 Gbps, kemampuan ini merujuk pada apa yang disebut DWDM [2].

Teknologi WDM pada dasarnya adalah teknologi transport untuk

menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan video) secara transparan,

dengan menggunakan panjang gelombang (λ) yang berbeda-beda dalam suatu

fiber tunggal secara bersamaan. Implementasi WDM dapat diterapkan baik pada

jaringan long haul (jarak jauh) maupun untuk aplikasi short haul (jarak dekat).

WDM populer karena memungkinkan untuk mengembangkan kapasitas jaringan

tanpa menambah jumlah serat. Sistem WDM dibagi menjadi 2 segmen yaitu dense

dan coarse WDM [3].

Teknologi CWDM dan DWDM didasarkan pada konsep yang sama yaitu

menggunakan beberapa panjang gelombang cahaya pada sebuah serat optik, tetapi

kedua teknologi tersebut berbeda pada jarak antar panjang gelombang, jumlah

kanal, dan kemampuan untuk memperkuat sinyal pada medium optik.

Pada dasarnya, teknologi WDM memiliki prinsip kerja yang sama dengan

media transmisi yang lain, yaitu untuk mengirimkan informasi dari suatu tempat

ketempat lain. Namun, dalam teknologi WDM pada suatu kabel atau serat optik

pengiriman informasi dapat dilakukan secara bersamaan melalui kanal yang

berbeda. Setiap kanal ini dibedakan dengan menggunakan prinsip perbedaan

(26)

Penggunaan teknologi WDM menawarkan kemudahan dalam hal

peningkatan kapasitas transmisi dalam suatu sistem komunikasi serat optik,

khususnya kabel laut. Hal ini dimungkinkan karena setiap sumber data memiliki

sumber optiknya masing-masing, yang kemudian digandengkan ke dalam sebuah

serat optik. Meski demikian, besarnya daya untuk masing-masing sumber optik

mesti dibatasi karena serat optik yang dipergunakan akan mengalami

ke-nonliniearan apabila jumlah total daya dari sumber-sumber optik tersebut

melebihi suatu ambang nilai, yang besarnya tergantung pada jenis

ke-nonliniearan-nya. Gambar 2.2 memperlihatkan diagram suatu sistem WDM.

Gambar 2.3 menunjukkan pengaturan jarak antar kanal dalam suatu sistem

WDM, yang besarnya lebih kurang 1 nm. Dengan demikian, di sisi penerima

mesti ditempatkan suatu filter guna mencegah terjadinya cakap-silang/crosstalk

(27)

2.2 Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)

Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) merupakan suatu

teknik transmisi yang yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang

yang berbeda-beda sebagai kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses

pemultipleksan seluruh panjang gelombang tersebut dapat ditransmisikan melalui

sebuah serat optik.

Teknologi DWDM adalah teknologi dengan memanfaatkan sistem SDH

(Synchoronous Digital Hierarchy) yang sudah ada (solusi terintegrasi) dengan

memultiplekskan sumber-sumber sinyal yang ada. Menurut definisi, teknologi

DWDM dinyatakan sebagai suatu teknologi jaringan transport yang memiliki

kemampuan untuk membawa sejumlah panjang gelombang (4, 8, 16, 32, dan

seterusnya) dalam satu serat tunggal. Artinya, apabila dalam satu serat itu dipakai

empat gelombang, maka kecepatan transmisinya menjadi 4x10 Gbs (kecepatan

awal dengan menggunakan teknologi SDH). Konsep ini diilustrasikan seperti

(28)

Gambar 2.4 Prinsip Dasar Sistem DWDM

Teknologi DWDM beroperasi dalam sinyal dan domain optik dan

memberikan fleksibilitas yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan akan

kapasitas transmisi yang besar dalam jaringan. Kemampuannya dalam hal ini

diyakini banyak orang akan terus berkembang yang ditandai dengan semakin

banyaknya jumlah panjang gelombang yang mampu untuk ditramsmisikan dalam

satu serat.

Pada perkembangan selanjutnya, teknologi DWDM ini tidak saja

dipergunakan pada jaringan utama (backbone), melainkan juga pada jaringan

akses di kota-kota metropolitan di seluruh dunia, seperti halnya New York yang

memiliki distrik bisnis yang terpusat. Alasan utama yang mendorong penggunaan

penggunaan DWDM pada jaringan akses ini tentu saja kemampuan sehelai serat

optik yang sudah mampu mengakomodasikan puluhan bahkan ratusan panjang

gelombang, sehingga setiap perusahaan penyewa dapat memiliki access pribadi

masing-masing.

Kemunculan teknologi DWDM tersebut dengan segera menjadi daya tarik

sendiri bagi perusahaan-perusahaan penyedia jasa telekomunikasi (carriers). Hal

(29)

sebuah jaringan tanpa perlu susah payah membangun sendiri infrastruktur

jaringannya. Mereka cukup menyewa beberapa panjang-gelombang sesuai

kebutuhan dengan daerah tujuan yang sama ataupun berbeda. Metode penyewaan

panjang-gelombang ini pula yang saat ini banyak dilakukan oleh carriers,

khususnya yang tergolong baru, di kawasan Eropa, dimana trafik telepon dan

internet di kota-kota besar di kawasan tersebut menunjukkan pertumbuhan yang

sangat tinggi.

Namun pada dasarnya, DWDM merupakan pemecahan dari

masalah-masalah yang ditemukan pada WDM, dimana dari segi infrastruktur sendiri

praktis hanya terjadi penambahan peralatan pemancar dan penerima saja untuk

masing-masing panjang-gelombang yang dipergunakan. Inti perbaikan yang

dimiliki oleh teknologi DWDM terletak pada jenis filter, serat optik dan penguat

(amplifier). Jenis filter yang umum dipergunakan di dalam sistem DWDM ini

antara lain Fiber Bragg Gratings (FBG) dan Array Waveguide Filters (AWG).

Komponen berikutnya adalah serat optik dengan dispersi yang rendah, dimana

karakteristik demikian sangat diperlukan mengingat dispersi secara langsung

berkaitan dengan kapasitas transmisi suatu sistem. Sementara penguat optik yang

banyak dipergunakan untuk aplikasi demikian adalah EDFA dengan karakteristik

flat untuk semua panjang-gelombang di dalam spektrum DWDM 2.2.1 Prinsip Kerja Dense Wavelength Division Multiplexing

Pada dasarnya, teknologi WDM (awal adanya teknologi DWDM)

memiliki prinsip kerja yang sama dengan media transmisi yang lain, yaitu untuk

mengirimkan informasi dari suatu tempat ke tempat yang lain. Namun, dalam

(30)

bersamaan banyak informasi melalui kanal yang berbeda. Setiap kanal ini

dibedakan dengan menggunakan prinsip perbedaan panjang gelombang

(wavelength) yang dikirimkan oleh sumber informasi. Sinyal informasi yang

dikirimkan awalnya diubah menjadi

panjang gelombang yang sesuai dengan panjang gelombang yang tersedia pada

kabel serat optik kemudian dimultipleksikan pada satu serat. Dengan teknologi

DWDM ini, pada satu kabel serat optik dapat tersedia beberapa panjang

gelombang yang berbeda sebagai media transmisi yang biasa disebut dengan

kanal. Konsep pengiriman informasi pada WDM ini diilustrasikan pada Gambar

[image:30.595.129.523.366.469.2]

2.5.

Gambar 2.5 Pengiriman Informasi Pada WDM

Skema pengiriman informasi pada WDM berbeda dengan skema

pengiriman informasi pada TDM. TDM (Time Division Multiplexing)

menggunakan teknik pengiriman tetap pada satu kanal dengan mengefisiensikan

skala waktu untuk mengangkut berbagai macam informasi. Pada WDM informasi

adalah berupa berkas cahaya yang melewati suatu kanal, informasi tersebut

dikirim berdasarkan inisial berkas cahaya sesuai serat optik yang dilalui. Data atau

informasi yang dimultipleksing tetap berupa berkas cahaya pada keluaran kanal

multipleksing, setelah dimultipleksing informasi tersebut langsung ditransmisikan

(31)

dikirim harus berupa sinyal listrik sebelum melewati kanal serat optik. Informasi

tersebut melewati kanal serat optik. Informasi tersebut melewati kanal-kanal yang

telah ada, dan dikuantisasi menjadi sinyal-sinyal diskrit. Sinyal dari

masing-masing kanal yang telah dikuantisasi lalu dimultipleksing berdasarkan kesamaan

waktu sampling. Sinyal hasil

multipleksing lalu dikirim pada kanal transmisi, jika ingin melalui kanal serat

optik, maka sinyal informasi tersebut harus diubah menjadi berkas cahaya (optik).

[image:31.595.149.479.337.442.2]

Skema pentransmisian informasi pada sistem TDM ini diilustrasikan pada

Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Pentransmisian dengan Sistem TDM

Pada gambar 2.6 tampak perbedaan informasi yang melewati kanal setelah

dimultiplekxing.

2.2.2 Aplikasi DWDM

Kemunculan teknologi DWDM menjadi daya tarik sendiri bagi

perusahaan-perusahaan penyedia jasa telekomunikasi (carriers). Hal ini

dikarenakan teknologi DWDM memungkinkan carriers untuk memiliki sebuah

jaringan tanpa perlu susah payah membangun sendiri infrastruktur jaringannya,

cukup menyewa beberapa panjang-gelombang sesuai kebutuhan dengan daerah

tujuan yang sama ataupun berbeda. Metode penyewaan panjang-gelombang ini

(32)

baru, di kawasan Eropa, dimana trafik telepon dan internet di kota-kota besar di

kawasan tersebut menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi.

Keadaan ini memicu bermunculannya carriers baru yang dengan segera

memiliki jaringan yang luas di benua tersebut dengan akses ke seluruh penjuru

dunia, meski beberapa carriers yang tergolong mapan lebih memilih untuk

membangun sendiri infrastrukturnya dengan alasan kemudahan dalam

pengawasan, keamanan, dan lain - lain. Perbedaan strategi tersebut nantinya bakal

mewarnai persaingan dalam penguasaan teknologi, manajemen jaringan, dan

sebagainya.

Sementara bagi produsen perangkat telekomunikasi sendiri, kemunculan

teknologi ini seakan memberi angin segar bagi perusahaan baru untuk turut

bermain di dalam bisnis bernilai milyaran dollar ini. Sebagai contoh adalah Cina,

yang menjadi pemain papan atas untuk produk DWDM.

2.2.3 Komponen Penting pada DWDM

Pada teknologi DWDM, terdapat beberapa komponen utama yang harus

ada untuk mengoperasikan DWDM dan agar sesuai dengan standar kanal ITU

sehingga teknologi ini dapat diaplikasikan pada beberapa jaringan optik seperti

SONET dan yang lainnya. Komponen-komponennya adalah sebagai berikut [4]:

1. Transmitter, yaitu komponen yang mengirimkan sinyal informasi untuk

dimultipleksikan pada sistem DWDM. Sinyal dari transmitter ini akan

dimultipleks untuk dapat ditransmisikan.

2. Receiver, yaitu komponen yang menerima sinyal informasi dari demultiplexer

(33)

3. DWDM terminal multiplexer. Terminal Mux sebenarnya terdiri dari

transponder converting wavelength untuk setiap sinyal panjang gelombang

tertentu yang akan dibawa. Transponder converting wavelength menerima

sinyal input optik (sebagai contoh dari sistem SONET atau yang lainnya),

mengubah sinyal tersebut menjadi sinyal optik dan mengirimkan kembali

sinyal tersebut menggunakan pita laser 1550 nm. Terminal Mux juga terdiri

dari multiplekser optik yang mengubah sinyal 550 nm dan menempatkannya

pada suatu fiber SMF (Single Mode Fiber) -28.

4. Intermediate optical terminal (amplifier). Komponen ini merupakan amplifier

jarak jauh yang menguatkan sinyal dengan banyak panjang gelombang yang

ditransfer sampai sejauh 140 km atau lebih. Diagnostik optical dan telemetry

dimasukkan di sekitar daerah amplifier ini untuk mendeteksi adanya

kerusakan dan pelemahan pada fiber. Pada proses pengiriman sinyal

informasi pasti terdapat atenuasi dan dispersi pada sinyal informasi yang

dapat melemahkan sinyal. Oleh karena itu harus dikuatkan. Sistem yang biasa

dipakai pada fiber amplifier ini adalah sistem EDFA (Erbium Doped Fiber

Amplifier), namun karena bandwith dari EDFA ini sangat kecil yaitu 30 nm

(1530 nm-1560 nm) dan minimum attenuasi terletak pada 1500 nm sampai

1600 nm, kemudian digunakan DBFA (Dual Band Fiber Amplifier) dengan

bandwidth 1528 nm sampai 1610 nm. Kedua jenis penguat ini termasuk jenis

EBFA (Extended Band Filter Amplifier) dengan penguatan yang tinggi,

saturasi yang lambat dan noise yang rendah. Teknologi amplifier optic yang

lain adalah sistem Raman Amplifier yang merupakan pengembangan dari

(34)

5. DWDM terminal Demux. Terminal ini mengubah sinyal dengan banyak

panjang gelombang menjadi sinyal dengan hanya 1 panjang gelombang dan

mengeluarkannya ke dalam beberapa fiber yang berbeda untuk

masing-masing client untuk dideteksi. Sebenarnya demultiplexing ini beritndak pasif,

kecuali untuk beberapa telemetry seperti sistem yang dapat menerima sinyal

1550 nm. Teknologi terkini dari demultiplekser ini yaitu terdapat couplers

(penggabung dan pemisah power wavelength) berupa Fiber Bragg Grating.

6. Optical supervisory channel (OSC). Ini merupakan tambahan panjang

gelombang yang selalu ada di antara 1510 nm-1310 nm. OSC membawa

informasi optic multi wavelength sama halnya dengan kondisi jarak jauh pada

terminal optik atau daerah EDFA. Jadi OSC selalu ditempatkan pada daerah

intermediate amplifier yang menerima informasi sebelum dikirimkan

kembali.

[image:34.595.127.519.489.671.2]

Secara skematis, rangkaian komponen utama DWDM ini dapat dilihat pada

Gambar 2.7.

(35)

Pada Gambar 2.7 dapat dilihat, empat buah informasi masukan, masing –

masing dengan panjang gelombang λ

1, λ2, λ3, λ4 dimultipleksing dengan

multiplexer DWDM 4 kanal dan selanjutnya ditransmisikan melalui sebuah serat

tunggal. Setelah melewati jarak tertentu (100 km), sinyal tersebut dikuatkan

dengan amplifier (EDFA) karena telah mengalami pelemahan akibat rugi – rugi

yang dialami selama pentransmisian. Setelah mengalami penguatan, sinyal

tersebut diteruskan hingga ke ujung penerima. Di ujung penerima, sinyal

informasi tersebut didemultiplekskan hingga kembali menjadi seperti sinyal

informasi masukan (λ1, λ2, λ3, λ4).

2.2.4 Channel Spacing

Channel spacing menentukan performansi dari sistem DWDM. Standar

channel spacing dari ITU adalah 50 GHz sampai 100 GHz (100 GHz akhir-akhir

ini sering digunakan). Spacing (jarak) ini membuat kanal dapat dipakai dengan

memperhatikan batasan-batasan fiber amplifier. Channel spacing bergantung pada

komponen sistem yang dipakai.

Channel spacing merupakan sistem frekuensi minimum yang memisahkan

2 sinyal yang dimultipleksikan, atau biasa disebut sebagai perbedaan panjang

gelombang di antara 2 sinyal yang ditransmisikan. Optical amplifier dan

kemampuan receiver untuk membedakan sinyal menjadi penentu dari spacing

pada 2 gelombang yang berdekatan. Gambar 2.8 menunjukkan karakteristik

(36)
[image:36.595.198.429.85.193.2]

Gambar 2.8 Karakteristik Tipikal Optik Kanal DWDM

Pada Gambar 2.8 , total channel isolation merupakan isolasi dari kanal

secara keseluruhan. Channel passband menunjukkan rentang (band) dari kanal

yang dapat dilewatkan. Center wavelength adalah pusat panjang gelombang.

Adjacent channel isolation adalah isolasi dari kanal yang berdekatan. Passband ripple merupakan fluktuasi atau atau toleransi band yang dapat dilewatkan. Pada

perkembangan selanjutnya, sistem DWDM berusaha untuk menambah kanal yang

sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan lalu lintas data informasi. Salah

satunya adalah dengan memperkecil channel spacing tanpa adanya suatu

interferensi dari pada sinyal pada satu serat optik tersebut. Dengan demikian, hal

ini sangat bergantung pada komponen sistem yang digunakan. Salah satu

contohnya adalah pada demultiplexer DWDM yang harus memenuhi beberapa

kriteria, di antaranya adalah bahwa Demux harus stabil pada setiap waktu dan

pada berbagai suhu, harus memiliki penguatan yang relatif besar pada suatu

daerah frekuensi tertentu dan dapat tetap memisahkan sinyal informasi sehingga

(37)

2.3 Coarse Wavelength Division Multiplexing (CWDM)

Konsep Coarse Wavelength Division Multiplexing (CWDM) ialah

memanfaatkan kanal spasi yang tetap untuk dapat meningkatkan band

frekuensinya. Tujuan utama teknologi ini adalah menekan biaya investasi dan

biaya operasi teknologi DWDM terutama untuk area metro.

2.3.1 Prinsip Kerja Coarse WDM

Prinsip kerja dasar dari CDWM adalah sama dengan prinsip kerja umum

teknologi DWDM yaitu mentransmisikan kombinasi sejumlah panjang gelombang

yang berbeda dengan menggunakan perangkat multipleks panjang gelombang

optik dalam satu fiber. Pada sisi penerima terjadi proses kebalikannya dimana

panjang gelombang tersebut dikembalikan ke sinyal asalnya.

2.3.2 Perbedaan Antara CWDM dan DWDM

Perbedaan yang paling mendasar antara CWDM dan DWDM terletak pada

channel spacing (parameter jarak antar kanal) dan area operasi panjang

gelombangnya (band frekuensi) [4]. CWDM memanfaatkan channel spacing 20

nm yang lebih memberi ruang kepada sistem untuk toleran terhadap dispersi. Hal

ini berkaitan langsung dengan teknologi perangkat multipleks (terutama laser dan

filter) yang akan diimplementasikan dalam sistem, dimana untuk channel spacing

yang semakin presisi (DWDM = 0,2 nm s/d 1,2 nm) laser dan filter yang

digunakan akan semakin mahal.

Jarak antar kanal merupakan jarak antara dua panjang gelombang yang

dialokasikan sebagai referensi. Semakin sempit jarak antar kanal, maka akan

semakin besar jumlah panjang gelombang yang dapat ditampung. Jarak antar

(38)

0,2 nm s/d 1,2 nm, sedangkan untuk CWDM ditetapkan 20 nm. Deskripsi jarak

[image:38.595.158.443.147.268.2]

antar kanal adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.9 dan Gambar 2.10

Gambar 2.9 Jarak Antar Kanal pada DWDM

Gambar 2.10 Jarak Antar Kanal pada CWDM

Pada DWDM dibutuhkan laser transmitter yang lebih stabil dan presisi

daripada yang dibutuhkan pada CWDM. Artinya, DWDM menempati level

teknologi yang lebih tinggi dari CWDM. Pada sistem DWDM laser yang

digunakan adalah yang menggunakan teknologi tinggi dengan toleransi panjang

gelombang sekitar 0,1 nm (presisi dan sangat sempit) dan mengakibatkan

temperatur tinggi sehingga membutuhkan sistem pendingin. Sedangkan pada

sistem CWDM sekitar 2-3 nm, tanpa sistem pendingin dan membutuhkan

konsumsi daya yang lebih kecil (hanya sekitar 15% dibanding DWDM).

Demikian pula terjadi pada sistem filter diantara keduanya. Tentunya hal ini

menimbulkan perbedaan biaya yang sangat signifikan. Perbedaan antara CWDM

[image:38.595.188.440.328.400.2]
(39)
[image:39.595.118.508.113.312.2]

Tabel 2.1 Perbedaan Antara CWDM dan DWDM

No. Parameter CWDM DWDM

1 Jarak antarkanal 20 nm 0,2 nm s/d 1,2 nm

2 Band frekuensi 1290 nm s/d 1610 nm 1470 s/d 1610 nm

3 Type serat optimal ITU-T G.652, G.653, G.655

ITU-T G.655

4 Area implementasi optimal

Metro Jarak jauh

5 Ukuran perangkat Lebih kecil Lebih besar

6 OLA (Regenerator) Tidak ada Ada

7 Konsumsi daya Lebih rendah Lebih tinggi

(40)

BAB III

CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSS CONNECT

3.1 Umum

Optical Cross Connect (OXC) adalah salah satu elemen jaringan yang

penting yang memungkinkan dilakukannya rekonfigurasi jaringan optik, dimana

lintasan cahaya dapat ditingkatkan dan diturunkan sesuai kebutuhan [6]. Hal ini

menawarkan fleksibilitas routing dan dapat meningkatkan kapasitas transport

jaringan WDM. Timbulnya crosstalk pada sebuah kanal optik tertentu karena

interferensi dengan sinyal lain ketika dipropagasikan melalui berbagai elemen

jaringan WDM dapat mengakibatkan masalah yang serius. Crosstalk pada OXC

adalah salah satu kriteria mendasar yang menentukan kinerja jaringan WDM.

Crosstalk menghasilkan perpindahan daya dari satu kanal ke kanal lainnya.

Karena Crosstalk faktor yang menyebabkan keterbatasan, maka penggunaan OXC

pada jaringan WDM secara komersial dihindari.

3.2 Optical Cross Connect (OXC)

Pengembangan jaringan WDM membawa kepada dibutuhkannya sebuah

skema peruteean panjang gelombang secara dinamis ( dinamic wavelength

routing) yang dapat merekonfigurasi jaringan seraya memelihara nonblocking-nya. Sama seperti switch digital elektronik pada jaringan telepon. Penggunaan

perutean (dynamic routing) juga memecahkan keterbatasan panjang gelombang

yang tersedia melalui teknik penggunaan kembali panjang gelombang

(Wavelength-reuse). Penggunaan dan fabraksi OXC telah menjadi topik yang

(41)
[image:41.595.180.450.93.314.2]

Gambar 3.1 Skema sebuah Optical Cross Connect yang didasarkan pada Optical Switch

Gambar 3.1 menunjukkan skema umum sebuah OXC. Perangkatnya

memiliki N port masukan, masing-masing port menerima sebuah sinyal WDM

yang terdiri dari M panjang gelombang. Demultiplexer memisahkan sinyal

tersebut ke dalam panjang gelombang masing-masing dan mendistribusikan

tiap-tiap panjang gelombang ke kumpulan M unit switch, masing-masing unit

menerima N sinyal masukan dengan panjang gelombang yang sama. Sebuah port

masukan dan keluaran tambahan ditambahkan ke switch untuk meningkatkan

pengurangan atau penambahan sebuah kanal tertentu. Tiap-tiap unit switching

memuat N unit optical switch yang dikonfigurasikan untuk merutekan

sinyal-sinyal dalam bentuk yang diinginkan. Keluaran dari semua unit-unit switching

dikirim ke (N) multiplexer, yang menggabungkan (M) masukannya untuk

membentuk sinyal WDM. Dengan demikian sebuah OXC membutuhkan (N)

multiplexer, (N) demultiplexer, dan M(N+1)2 optical switch.

(42)

Multiplexer dan demultiplexer merupakan komponen penting dalam sistem

WDM. Demultiplexer membutuhkan sebuah mekanisme dalam pemilihan panjang

gelombang dan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kategori [6],

yaitu:

1. Demultiplexer yang didasarkan pada difraksi, menggunakan sebuah elemen

dispersi angular, misalnya sebuah kisi dfraksi yang menghaburkan cahaya

yang terjadi secara ruang ke berbagai komponen panjnag gelombang

2. Demultiplexer yang didasarkan pada interferensi, menggunakan perangkat

seperti fiber optik dan pengkopel direksional.

Kinerja multiplexer terutama ditentukan oleh besarnya insertion loss pada

tiap-tiap kanal. Kinerja demultiplexer lebih ketat, pertama kinerja demultiplexer

sebaiknya dipengaruhi oleh polaritas sinyal WDM. Kedua, demultiplexer

sebaiknya memisahkan tiap-tiap kanal tanpa perusakan dari kanal yang

berdekatan. Dalam praktiknya, perusakan sebagian daya sering terjadi, khususnya

pada sistem DWDM dengan interchannel spacing yang kecil. Perusakan daya ini

dinyatakan sebagai crosstalk dan untuk memberikan kinerja sistem yang

memuaskan maka nilai crosstalk ini sebaiknya bernilai (< -20dB) [7].

3.2.2 Optical Switch

Optical Swicth yang paling sederhana adalah mechanical switching [7].

Sebuah cermin sederhana dapat dijadikan Switch apabila arah keluaranya dapat

diubah dengan memiringkan cermin tersebut. Tidaklah praktis apabila cermin

yang digunakan berukuran besar karena jumlah Switch yang dibutuhkan

berukuran besar karena jumlah Switch yang dibutuhkan untuk membuat OXC

(43)

System (MEMS) sebagai switching. Gambar 3.2 menunjukkan sebuah Optical Switch MEMS 8x8 yang memuat arah dan cermin mikro yang bebas berotasi.

Cermin-cermin yang kecil ini dapat memantulkan 100% sinyal cahaya ataupun

[image:43.595.198.427.199.363.2]

sebagainya (partical transmission). Rugi-rugi juga relatif lebih kecil [8].

Gambar 3.2 Optical Switch MEMS 8x8 dengan Cermin Mikro yang bebas

Berotasi

3.3 Crosstalk

Jarak antar kanal (channel Spacing) yang sempit pada saluran DWDM

mengakibatkan crosstalk, yang didefinisikan sebagai perpindahan sinyal sebuah

kanal ke kanal lain. Crosstalk dapat terjadi pada hampir semua komponen dalam

sistem WDM, termasuk Optical Switch, multiplexer, demultiplexer, Optical

Amplifier, dan serat itu sendiri [9].

3.3.1 Crosstalk pada Optical Cross Connect

Optical Cross Connect (OXC) adalah elemen penting dalam jaringan

WDM. OXC memberikan fleksibilitas perutean dan kapasitas transfor pada

jaringan WDM. Ketika menghubung-silangkan panjang gelombang dari serat

(44)

kriteria dasar yang menentukan kinerja jaringan WDM. Adapun nilai crosstalk

yang masih dapat ditolerir adalah <-20 dB [9]. Untuk menghitung crosstalk, maka

terlebih dahulu akan ditentukan model sistem yang akan dianalisis.

3.3.2 Analisa Sistem

Besarnya crosstalk yang terjadi pada suatu optical cross connect

ditentukan dengan menghitung daya output antara perhitungan tanpa crosstalk

(suatu kanal input) dengan perhitungan crosstalk (semua kanal yang mungkin

pada input atau diasumsikan beban trafik penuh sehingga menghasilkan crosstalk

maksimal) [9]. Perhitungan hanya dilakukan untuk masukan bit “satu” pada input

dan pola getar diasumsikan maksimum untuk menghitung kondisi terburuk.

Dengan kata lain, perhitungan crosstalk adalah perbedaan antara “satu” tanpa

crosstalk dan “satu” dengan crosstalk. Konsep ini diilustrisasikan pada Gambar

[image:44.595.187.441.445.613.2]

(3.3).

Gambar 3.3 definisi Crosstalk

Crosstalk dihitung pada kanal panjang gelombang tertentu, kanal ini

disebut kanal yang diamati. Pada bagian ini dilakukan persamaan-persamaan

untuk menganalisis crosstalk pada OXC. Pada persamaan-persamaan berikut,

(45)

gelombang dan j jumlah serat. Serat yang memuat kanal yang diamati dinyatakan

dengan �0, panjang gelombang yang diamati �0. Dengan demikian, daya input

kanal yang diamati dinyatakan dengan ��0�0 dan daya output dinyatakan dengan

��0���1 dengan tambahan konstribusu crosstalk (diasumsikan semua kanal panjang

gelombang membawa bit 1) dan dihitung dengan persamaan (3.1) berikut [10].

(

)

[

]

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)(

)

(

)(

)

(

)(

)

(

)(

)

( )

3.1 . ... ... ... ... ... ... 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 0               − − + − − + − − −               − − − + − + − + − + − × −     − − + =

− = N M X X X M N N X X M N N X X P N NM M X X X M X X N M X X N X M N X X P P t X P N X P P P demux sw mux mux sw demux sw j io demux sw mux demux mux sw mux sw demux sw j io jo io N t sw j io sw j io jo io out io

Dimana ���adalah crosstalk space switch dan dinyatakan sebagai dari

daya input yang dirutekan ke output lain. Xdemux dan Xmux adalah dan multiplexer

dan juga dinyatakan sebagai faktor transmisi (<1). ���� adalah daya kanal panjang

gelombang pada serat j yang membawa panjang gelombang 0.

Jika ��0��� (���) adalah daya output kanal panjang gelombang �0 ketika

OXC membawa hanya kanal panjang gelombang �0 (ketika tidak ada crosstalk),

maka crosstalk dapat dihitung dengan persamaan (3.2) berikut [10].

Crosstalk =

���0���−��01����

�0���(���) ...(3.2)

(46)

Crosstalk (dB) = 10 log

(crosstalk)...(3.3)

3.4 Bit Error Rate pada Optical Cross Connect

Bit Error Rate merupakan Jumlah kesalahan bit yang terjadi dalam ruang

per detik. Pengukuran Bit Error Rate merupakan pertimbangan utama dalam

menentukan kualitas sinyal. Pada jaringan WDM yang paling praktis, persyaratan

BER adalah 10-9 dB sampai dengan 10-12[1].Oleh karena itu, BER merupakan

salah parameter yang sangat penting dalam pemamfaatan teknologi WDM yang

didesain untuk memenuhi persyaratan tersebut.

Selama transmisi data melalui saluran optik, penerima harus mampu

menerima setiap bit tanpa kesalahan. Kesalahan terjadi ketika penerima gagal

untuk mendeteksi bit masuk dengan benar sehingga meyebabkan error yang

umumnya berasal dari gangguan yang berkaitan dengan saluran transmisi.

3.5 Crosstalk dan BER Model

Analisis model crosstalk OXC digunakan untuk mengevaluasi kinerja

BER dari link WDM optical cross connect. Analisis diberikan untuk

menggambarkan daya keluaran pada OXC sebagai fungsi daya input dan

parameter komponen. Daya masukan kanal yang diamati disini dinyatakan dengan

�0�0 , dimana i menyatakan kanal panjang gelombang dan j merupakan jumlah

serat. Serat yang memuat kanal yang diamati dinyatakan dengan �0, panjang

(47)

tambahan konstribusi crosstalk (diasumsikan semua kanal panjang gelombang

membawa bit 1).

Sejak kanal panjang gelombang io akan membawa bit 1 atau bit 0 pada

beberapa waktu singkat, persamaan (3.1) telah dimodifikasi. Jika kanal panjang

gelombang io membawa bit 0, kemudian persamaan (3.1) diturunkan ke

persamaan (3.4) berikut [12].

(

)

              − − + − − + − − −     − − =

− = ) 1 )( 1 ( ) 1 )( 1 ( ) 1 )( 1 ( 2 2 ] 1 [ 2 1 0 N M X X X M N N X X M N N X X P t X P N X P P demux sw mux mux sw demux sw j io N t sw j io sw j io out io ………..(3.4)

Dimana ���adalah crosstalk space switch dan dinyatakan sebagai dari

daya input yang dirutekan ke output lain. Xdemux dan Xmux adalah dan multiplexer

dan juga dinyatakan sebagai faktor transmisi (<1). ���� adalah daya kanal panjang

gelombang pada serat j yang membawa panjang gelombang 0.

Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah banyak melihat penggunaan

jaringan Wavelength Division Multiplexing (WDM) . Sistem ini dikonfigurasi

untuk menyalurkan data dengan menggunakan panjang gelombang yang

berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal secara bersamaan Tapi dengan teknologi baru ini

muncul tantangan baru yaitu parameter yang menyediakan informasi langsung

mengenai kinerja sistem seperti bit error rate (BER).

(48)

Pada suatu sistem komunikasi jarak jauh, repeater adalah suatu bagian

yang akan memperkuat dan memperbaiki signal yang sudah menerun karena jarak

yang jauh. Dalam sistem komunikasi optik, repeater dapat berupa Repeater

elektronik atau dapat berupa repeater optik.

Repeater elektronik mempunyai beberapa kelemahan karena sinyal

pertama-tama mengalami konversi dari optik listrik, kemudian diperkuat secara

elektronik dan sesudah itu konversi kembali dari listrik ke optik, akibatnya terjadi

penurunan kualitas sinyal. Disamping itu akan sangat kompleks dan mahal untuk

sistem yang high speed dan multiwavelength.

Untuk mengatasi hal ini, banyak usaha telah dilakukan, sehingga diperoleh

suatu repeater yang serba optik yaitu sinyal optik yang sudah lemah tidak

dikonversi lagi ke sinyal listrik melainkan langsung diperkuat secara optik

(Optical Amplifier) sehingga diperoleh sinyal keluaran yang sudah diperkuat[11].

Secara umum terdapat 4 tipe optical amplifier yaitu [11]:

1. EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier)

2. FRA (Fiber Raman Amplifier)

3. SLA (Semiconductor Laser Amplifier)

4. Intregrated optical amplifier

3.7 Derau (Noise)

Derau adalah sinyal-sinyal yang tidak diinginkan yang selalu ada dalam

suatu sistem transmisi. Level noise yang cukup besar akan terasa mengganggu

(49)

sistem komunikasi serat optik terdiri dari thermal noise, noise dark current, dan

shot noise.

3.7.1 Derau Termal (Thermal Noise)

Derau termal didefinisikan sebagai sebagai arus yang berasal dari struktur

gerak acak elektron bebas pada komponen-komponen elektronik. Biasanya level

noise ini sebanding dengan temperature pada sistem komunikasi serat optik. Besar

daya noise termal dirumuskan pada persamaan (3.5)[11].

�ℎ����������=

l

R KTB

4 ………..(3.5)

Dimana:

k = Konstantan Bolltzman (1,38x10-23 Joule/0K)

B= Bandwidth (Hz)

T= Temperatur (0K)

Rl= Receiver Load (Ω)

3.7.2 Arus Gelap (Dark Current)

Arus gelap yaitu arus balik (reverse current) kecil yang mengalir melalui

arus reverse bias diode . Arus gelap ini terjadi pada setiap diode yang dikenal

dengan arus bocor balik (reverse leakge current) yang dapat dirumuskan seperti

pada persamaan (3.6)[11].

����������������=

D

eBI

(50)

Dimana:

e = Muatan Elektron (1,6x10-19 C)

ID= Arus gelap = 2x10-9 (A)

B= Bandwidth (Hz)

3.8.3 Derau Tembakan (Shot Noise)

Shot Noise terjadi karena adanya ketidaklinearan pada sistem. Sumbangan shot noise pada total noise sistem komunikasi serat optik dirumuskan pada

persamaan (3.7) berikut [11].

�ℎ�������=

S

eBI

2 ……….(3.7)

Dimana:

e = Muatan elektron (1,6x10-19 C)

IS = Shot noise (A)

B= Bandwidth (Hz)

3.7.4 Amplified Spontaneous Emission (ASE)

Amplified Spontaneous Emission merupakan emisi spontan dari transisi

antara tingkat energi teratas (upper level) ke tingkat energi terbawah (ground

state). Daya noise Amplified Spontaneous Emission (ASE) dapat ditunjukkan pada

persamaan (3.8) berikut[12].

B G hfN

PASE = sp( −1)

...(3.8)

(51)

sp

N = Open emission faktor (faktor inverse populasi)

G= Gain

=

h Konstanta planks

f =Operating frekuensi

3.9 Hubungan Error Function dengan BER

Error Function (erf) didefinisikan sebagai:

( )

=

zx

dx e z

erf

0

2

2 π

...(3.9)

Kemudian complementary Error Function (erfc) didefinisikan sebagai berikut:

( )

=

∞ −

0

2

2

dx e z

erfc x

π

...(3.10)

Hubungan antara erfc dengan fungsi erf ditunjukkan pada persamaan (3.11)

berikut.

( )

z erf

( )

z erfc =1−

...(3.11)

Tabulasi dari error function erf (z) dapat ditunjukkan pada Tabel 3.1 berikut

ini[12].

Tabel 3.1 Tabulasi dari Error Function erf (z).

z erf(z) z Erf(z)

0,1 0,11246 1,6 0.97635

0,2 0,22270 1,7 0.98379

0,3 0,32863 1,8 0.98909

0,4 0,42839 1,9 0.99279

0,5 0,52049 2,0 0.99532

(52)

0,7 0,67780 2,2 0.99814

0,8 0,74210 2,3 0.99885

0,9 0.79691 2,4 0.99931

1,0 0.842'70 2,5 0.99959

1,1 0.88021 2,6 0.99976

1,2 0.91031 2,7 0.99987

1,3 0.93401 2,8 0.99993

1,4 0.95228 2,9 0.99996

1,5 0.96611 3,0 0.99998

3.10 Bit Error Rate dengan Crosstalk

Bit error rate dapat dihitung dengan crosstalk menggunakan beberapa

persamaan. Bit error rate sering sekali ditandai sebagai sebuah data error.

Semakin tinggi Bit error rate menandakan bahwa semakin lambat waktu yang

diperlukan untuk mentransimisikan data. BER dalam sistem WDM dapat dihitung

dengan persamaan (3.12) berikut ini [13].

                    − − +     + − +     +     + = 1 _ 0 1 0 1 _ 1 1 1 0 _ 0 0 0 0 _ 1 0 1 2 1 2 1 2 1 2 1 8 1 σ σ σ σ CT D D CT CT D D CT i i i erfc i i i erfc i i i erfc i i i erfc BER ...(3.12)

dimana, iD adalah threshold current yang didefinisikan seperti persamaan (3.13)

berikut ini [13].

(

)

(

0_1 1_1

)

0 1 _ 1 1 1 _ 0 σ σ σ σ + +

= i i

iD ………..(3.13) 2 0 _ 1

σ merupakan variansi noise ketika sinyal bit 1 diganggu oleh crosstalk bit 0,

2 0 _ 0

σ merupakan variansi noise ketika sinyal bit 0 diganggu oleh crosstalk bit 0,

2 1 _ 1

σ adalah variansi noise ketika bit 1 diganggu oleh crosstalk bit 1 dan 2 1 _ 0

(53)

merupakan variansi noise ketika bit 0 mendapat gangguan oleh crosstalk bit 1.

Variansi dari sumber noise yang berbeda ditunjukkan pada persamaan berikut ini

[13].

B P P P

eRd s sp CT

th 2 ( 0)

2 2

0 _

1 =σ + + +

σ

………..……(3.14)

B P P P

eRd s sp CT

th 2 ( 1)

2 2

1 _

1 =σ + + +

σ

……….…(3.15)

B P P eRd sp CT

th 2 ( 1)

2 2

1 _

0 =σ + +

σ

………...(3.16)

B P P eRd sp CT

th 2 ( 0)

2 2

0 _

0 =σ + +

σ

……….….………(3.17)

L th

R KTB

4

2 =

σ

……….….….(3.18)

S dP

R i1 =2

……….….(3.19)

0

0 =

i

……….…….(3.20)

Dimana:

2

th

σ = Thermal noise Rd= Reiceiver responsivity e = Electronic charge (1,6x10-19) B= Bandwidth

RL= Receiver load PS= Signal power

I1 merupakan photocurrent untuk transmisi bit 1, I0 merupakan photocurrent

untuk transmisi bit 0, dengan asumsi power signal adalah nol. Daya emisi spontan

(Spontaneous emission power) dapat dihitung menggunakan persamaan (3.21)

(54)

B G hfN

Psp = sp( −1)

………...(3.21)

Dimana, h merupakan konstantan plank, f merupakan frekuensi carrier untuk

panjang gelombang 1550 nm, Nsp adalah factor emisi spontan dan G merupakan

penguat optik. Jika PCT1 mewakili crosstalk bit 1dan PCT0 mewakili crosstalk bit

0, maka hubungannya dapat dilihat pada persamaan berikut [13].

out io

CT P

P 0 =− 0

………...(3.22)

out io ref out io

CT P P

P 1

) (

1 = −

………..(3.23)

1

1 d CT

CT R P

i =

………..…(3.24)

0

0 d CT

CT R P

i =

(55)

BAB IV

ANALISIS CROSSTALK DAN BIT ERROR RATE PADA MULTIWAVELENGTH OPTICAL CROSSCONNECT 4.1 Umum

Tugas akhir ini bertujuan untuk menganilisis nilai crosstalk dan Bit error

rate pada suatu Multiwavelength optical crossconnect.

4.2 Analisis Crosstalk pada Multiwavelength Optical CrossConnect

Crosstalk pada OXC dianalisis sebagai fungsi dari daya input, crosstalk demultiplexer dan multiplexer, serta jumlah serat masukan

4.2.1 Analisis Crosstalk pada Multiwavelength Optical CrossConnect sebagai Fungsi Daya Input

Dari model multiwavelength optical crossconnect (OXC) dengan topologi

Space Switch pada Gambar 3.1, maka dapat dihitung crosstalk OXC untuk daya input yang bervariasi: 0 dB

Gambar

Gambar 2.1 Blok Diagram Sistem Komunikasi
Gambar 2.2 Diagram suatu sistem WDM
Gambar 2.3 Jarak antarkanal dalam sistem WDM
Gambar 2.4 Prinsip Dasar Sistem DWDM
+7

Referensi

Dokumen terkait

Router termasuk juga alat pelubang, namun lebih tepatnya merupakan alat pembuat motip pada kayu dengan cara membentuk alur pada permukaan kayu. Router dapat membuat

[5] Fatta, A.Hanif, 2007, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi untuk Keunggulan Bersaing Perusahaan dan. Organisasi Modern , Yogyakarta:

Hingga kemudian, setelah Rangga keluar dari penjara ia langsung diburu oleh anak buah Rambo yang menuntut.. balas dendam atas

Program bina keluarga balita (BKB) sebagai salah satu pelayanan anak usia dini yang bertujuan meningkatkan pengetahuan &amp; ketrampilan orangtua dalam pengasuhan

”Proses Emosi pada Manusia: Pengertian Emosi, Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Emosi, Jenis-Jenis Emosi, Dampak Hubungan Emosi.. terhadap Otak Manusia”

Seksualitas adalah relasi laki-laki atas perempuan yang tak terbatas pada hal-hal yang bersifat fisik, namun juga tindakan yang melibatkan kesenangan, sensasi,

Terlihat metode Jacobian jauh lebih banyak melakukan iterasi dibandingkan metode Newton-Raphson tetapi untuk solusi sistem persamaan nonlinear metode Jacobian

Loan to Deposit Ratio Tahun