• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Steganografi Dengan Metode Bit-Plane Complexity Segmentation (BPCS) Pada Dokumen Citra Terkompresi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Steganografi Dengan Metode Bit-Plane Complexity Segmentation (BPCS) Pada Dokumen Citra Terkompresi"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KAJIAN STEGANOGRAFI DENGAN METODE

( ) PADA DOKUMEN CITRA TERKOMPRESI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

PRISKILLA BR GINTING 060803038

PROGRAM STUDI S1 MATEMATIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul : KAJIAN STEGANOGRAFI DENGAN METODE

( ) PADA DOKUMEN CITRA TERKOMPRESI

Kategori : SKRIPSI

Nama : PRISKILLA BR GINTING

Nomor Induk Mahasiswa : 060803038

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, 2010

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Syahril Efendi, S.Si, M.IT Drs. Sawaluddin, M.IT NIP. 196711101996021001 NIP. 195912311998021001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

(4)

KAJIAN STEGANOGRAFI DENGAN METODE

( ) PADA DOKUMEN CITRA TERKOMPRESI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan,

(5)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan karuniaNya yang selalu menyertai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

(6)
(7)

!

(8)

Halaman

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Gambar ix

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metode Penelitian 4

Bab 2 Landasan Teori 5

2.1 Citra Digital 5

2.1.1 Representasi Citra Digital 5

2.1.2 Warna pada Citra Digital 6

2.2 Kompresi pada Citra Digital 8

2.2.1 Teknik Kompresi 9

2.3 ! $ # % ( ) 12

2.3.1 Struktur 12

2.3.2 Spesifikasi % "# pada 14

2.4 Steganografi 17

2.4.1 Sejarah Steganografi 17

2.4.2 Konsep dan Terminologi Steganografi 18

2.4.3 Teknik Steganografi 20

2.5 ! " ! ( ' " " ( ) 21

2.5.1 ! " 22

2.5.2 Kompleksitas Citra Biner 22

2.5.3 Konjugasi Citra Biner 24

2.5.4 ") & " dan # & " 25 2.5.5 " ' ( ) dan " " ! ' ( ) 25

2.5.6 Algoritma 26

Bab 3 Pembahasan 30

3.1 Sistem " " ! ' ( ) 30

3.2 Blok Rahasia dan Operasi Konjugasi 31

3.3 Penerapan pada Dokumen Citra 33

3.3.1 Penyisipan Pesan 35

3.2.2 Ekstraksi Pesan 45

(9)

3.3.4 Analisis Perubahan Ukuran Dokumen Citra 68

3.4 Aplikasi pada 68

3.4.1 Proses Penyisipan Pesan 69

3.4.2 Proses Ekstraksi Pesan 70

3.4.3 Hasil Pengujian 73

Bab 4 Kesimpulan dan Saran 75

4.1 Kesimpulan 75

4.2 Saran 75

(10)

Halaman

Gambar 2.1 Representasi Citra Digital dalam Matriks dan Gambar Biner 6 Gambar 2.2 Contoh Tabel Warna pada Penggunaan " ( ! 7

Gambar 2.3 Penyisipan Pesan dan Ekstraksi Pesan 19

Gambar 2.4 (a) Gambar biner dengan nilai perubahan warna 4 dan (b) Gambar

biner dengan nilai perubahan warna 20 23

Gambar 2.5 Contoh Konjugasi dan Pola Biner 24

Gambar 2.6 Gambar Biner dengan Sistem dan 25

Gambar 2.7 Proses Pengubahan Citra Menjadi Segmen-Segmen ! " 27 Gambar 2.8 Representasi Blok Pesan dalam Gambar Biner 28

Gambar 3.1 Contoh Blok Pesan Rahasia 31

Gambar 3.2 Kompleksitas maksimum blok 8x8 32

Gambar 3.3 Proses Segmentasi Citra 8-bit Menjadi Blok 8x8 36 Gambar 3.4 Pergantian Nilai Bit pada ! " dengan Blok Pesan Rahasia 41

Gambar 3.5 Proses Penyisipan Pesan 43

Gambar 3.6 Proses Ekstraksi Pesan 48

Gambar 3.7 Pesan Rahasia 49

Gambar 3.8 Gambar Asli 67

Gambar 3.9 Gambar Berisi Pesan Rahasia 67

Gambar 3.10 Jendela Menu * % + & , $ 69

Gambar 3.11 Komponen ") " " 69

Gambar 3.12 Proses Penyisipan 70

Gambar 3.13 Komponen ") " ( " 71

Gambar 3.14 Proses Ekstraksi 72

Gambar 3.15 ( ketika Nilai % % ! Berbeda 72

Gambar 3.16 Hasil Ekstraksi Pesan 73

Gambar 3.17 Perbandingan gambar sebelum (a) dan sesudah (b) disisipi Pesan

(11)
(12)

!

(13)

" #$#% &'#(#)*

Saat ini, teknologi komunikasi dan informasi berkembang dengan pesat dan

memberikan pengaruh besar bagi kehidupan manusia. Contoh dari perkembangan ini

adalah jaringan internet, yang pada saat ini telah memungkingkan banyak orang untuk

saling bertukar data secara bebas melalui jaringan tersebut. Karena kemudahan yang

dimilikinya, internet sudah berkembang menjadi salah satu media yang paling populer

di dunia. Namun, kemudahan ini juga dimanfaatkan oleh sebagian pihak yang

mencoba untuk melakukan kejahatan. Dengan berbagai teknik banyak yang mencoba

untuk mengakses informasi yang bukan haknya. Oleh karena itu, sejalan dengan

berkembangnya media internet ini harus juga dibarengi dengan perkembangan

keamanan sistem informasi.

Untuk berbagai alasan, keamanan dan kerahasiaan sangat dibutuhkan dalam

komunikasi data. Terdapat beberapa usaha untuk menangani masalah keamanan data

rahasia yang dikirimkan melalui internet, di antaranya adalah menggunakan teknik

kriptografi dan steganografi. Kriptografi adalah ilmu dan seni untuk menjaga

kerahasiaan pesan dengan cara menyandikannya ke dalam bentuk yang tidak dapat

dimengerti lagi maknanya (Munir, 2006, hal: 2). Teknik kriptografi dapat

menimbulkan kecurigaan pada pihak ketiga yang tidak berhak menerima informasi

karena pesan disamarkan dengan cara mengubah pesan yang asli menjadi seolah-olah

tidak terbaca. Selanjutnya pihak ketiga tersebut akan memiliki keinginan untuk

mengetahui isi pesan rahasia tersebut dan berusaha memecahkan informasi yang

(14)

Sedangkan steganografi lebih mengurangi kecurigaan karena pesan yang

disamarkan disembunyikan ke dalam pesan lainnya (Cachin, 2005). Steganografi

dapat menyamarkan pesan ke dalam suatu media tanpa orang lain menyadari bahwa

media tersebut telah disisipi suatu pesan, karena hasil keluaran steganografi adalah

data yang memiliki bentuk persepsi yang sama dengan data aslinya apabila dilihat

menggunakan indera manusia, sedangkan perubahan pesan dalam kriptografi dapat

dilihat dan disadari langsung oleh indera manusia. Pada steganografi, data rahasia

disisipkan pada data lain yang disebut - dan menghasilkan

-(hasil steganografi). Media penampung yang umum digunakan pada teknik

steganografi adalah gambar, suara, video, atau teks. Adapun data yang disimpan juga

dapat berupa gambar, suara, video, teks, atau pesan lain. Pada tugas akhir ini,

steganografi yang diterapkan adalah steganografi pada dokumen citra (gambar). Ada

banyak metode yang digunakan untuk steganografi pada dokumen citra seperti metode

" ) " . /0 " %' dan ! "

! ( ' " " . /.

Metode steganografi yang digunakan pada tugas akhir ini adalah metode

! " ! ( ' " " ( ). Metode ini ditemukan oleh Eiji Kawaguchi

dan R. O. Eason pada tahun 1998. Metode ini memanfaatkan perhitungan

kompleksitas pada tiap ! " dalam menyisipkan data rahasia (Kawaguchi dan

Eason, 1998). Segmen ! " yang dianggap " ! # pada dapat

diganti dengan data rahasia yang ingin disisipkan. Metode ini memiliki kapasitas

penyisipan data rahasia yang lebih besar dari pada metode lain, yaitu 30% sampai

50% dari ukuran (Spaulding !, 2002) . Pada tugas akhir ini, dokumen

citra yang digunakan sebagai penampung adalah dokumen citra terkompresi berformat

( ! $ # % ). Untuk penyimpanan dan pengiriman citra akan

lebih baik jika digunakan citra terkompresi daripada citra yang tidak terkompresi.

Ukuran citra akan menjadi lebih kecil setelah dikompresi sehingga waktu

pengirimannya menjadi lebih cepat. Format dipilih karena teknik kompresi yang

digunakan pada merupakan teknik kompresi yang ! ! (Boutell, 1997). Hal

ini berarti tidak ada nilai bit yang berubah pada saat proses kompresi dan dekompresi

sehingga kemungkinan hilang atau rusaknya pesan rahasia tidak ada pada penerapan

(15)

" &%+,+-#) #-#'#.

Permasalahan yang terdapat dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses penyisipan dan ekstraksi pesan pada dokumen citra terkompresi

dengan menggunakan teknik steganografi dengan metode .

2. Apakah terjadi perubahan ukuran data pada dokumen citra setelah disisipkan

pesan jika dibandingkan dengan dokumen citra aslinya.

" &,/#$#-#) #-#'#.

Agar pembahasan penelitian ini lebih terarah maka diberikan batasan-batasan masalah

sebagai berikut:

1. Format dokumen citra terkompresi yang digunakan sebagai penampung adalah

( ! $ # % ).

2. Pengujian teknik steganografi dengan metode dilakukan dengan

menggunakan ) $ * % + & , $.

3. Pesan yang disisipkan ke dalam gambar berupa pesan teks.

"0 +1+#) &)&'2$2#)

Tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini adalah:

1. Memahami cara kerja steganografi dengan metode pada dokumen citra

terkompresi.

2. Membandingkan ukuran data pada dokumen citra sebelum dan sesudah pesan

(16)

"3 #)4##$ &)&'2$2#)

Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menambah pengetahuan dan

wawasan penulis tentang steganografi khususnya menggunakan metode ! "

! ( ' " "( ) untuk pengamanan pesan pada dokumen citra.

" &$56& &)&'2$2#)

Metodologi penelitian yang digunakan pada studi ini adalah:

1. Studi Literatur dan Pemahaman

Penulisan ini dimulai dengan studi kepustakaan yaitu mengumpulkan dan

mempelajari bahan-bahan referensi berupa buku ( ( #), jurnal dan artikel

ilmiah, serta $ yang membahas tentang steganografi, dokumen citra

berformat dan metode .

2. Analisis

Pada tahap ini dilakukan analisis dari hasil studi pustaka yang meliputi algoritma

yang akan digunakan untuk penyisipan dan ekstraksi pesan rahasia pada dokumen

citra terkompresi menggunakan metode serta untuk mengetahui apakah

terjadi perubahan pada dokumen citra setelah disisipi pesan rahasia.

3. Penyusunan laporan dan kesimpulan akhir

Penyusunan laporan hasil analisis ke dalam format penulisan tugas akhir dengan

(17)

" 2$%# 2*2$#'

Citra digital merupakan suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan

suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya menyatakan tingkat keabuan

pada titik tersebut (Sutoyo, 2009). Piksel merupakan elemen terkecil dari suatu citra,

yakni berupa titik-titik warna yang membentuk citra.

Pada citra digital berbagai macam pengolahan citra dapat dilakukan terhadap

citra tersebut. Salah satu operasi pada pengolahan citra yang diterapkan pada citra

adalah menyembunyikan data rahasia pada citra sehingga keberadaan data rahasia

tersebut tidak diketahui (steganografi). Komputer digital hanya dapat memproses citra

dalam bentuk digital.

" " &7%&-&)$#-2 2$%# 2*2$#'

Sebuah citra digital dapat direpresentasikan dalam bentuk matriks yang terdiri dari

kolom dan baris, di mana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel

(Sutoyo !, 2009). Piksel mempunyai dua parameter, yaitu koordinat dan intensitas

atau warna. Nilai yang terdapat pada koordinat ((0') adalah )((0'), yaitu besar

intensitas atau warna dari piksel di titik itu. Oleh sebab itu , sebuah citra digital dapat

(18)

Berdasarkan gambaran tersebut, secara matematis citra digital dapat dituliskan sebagai

fungsi intensitas )((0'), di mana harga ( (baris) dan ' (kolom) merupakan koordinat

posisi dan )((0') adalah nilai fungsi pada setiap titik ((0') yang menyatakan besar

intensitas citra atau tingkat keabuan atau warna dari piksel di titik tersebut.

Jika pada sebuah citra digital dengan warna hitam-putih dan berukuran 5 x 5

piksel. Didefinisikan bahwa bit 0 menandakan warna piksel hitam dan bit 1

merupakan representasi warna piksel putih, maka contoh representasi matriks dan

gambar dari citra digital tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

#,/#% " &7%&-&)$#-2 2$%# 2*2$#' 6#'#, #$%2(- 6#) #,/#% 2)&%

" " 8#%)# 7#6# 2$%# 2*2$#'

Citra digital memiliki beberapa jenis cara pewarnaan. Tiap jenis pewarnaan ini

memiliki karakteristik masing-masing. Jenis pewarnaan ini memberikan pengaruh

pada citra digital sehingga memiliki jumlah warna yang berbeda (perbedaan kualitas

warna) dan pengaruh pada ukuran dokumen. Berikut adalah jenis-jenis pewarnaan

pada citra digital (Sutoyo !, 2009):

1. " % .+ " %/

" % ini disebut juga dengan warna 1-bit, karena setiap piksel hanya

membutuhkan 1 bit untuk menyimpan warna piksel tersebut. Karena mode warna

ini hanya menyimpan informasi kedalaman bit ( %) warna sebesar 1 bit,

maka warna yang bisa ditampilkan hanya dua warna saja. Warna yang akan

ditampilkan adalah warna hitam dan putih. Dengan penggunaan warna 1-bit, maka

(19)

menggunakan warna 1-bit sangat sederhana karena memiliki ukuran file yang jauh

lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan sistem warna lainnya.

2. ' !

' ! adalah warna–warna piksel yang berada dalam rentang gradasi warna

hitam dan putih. ' ! menyimpan informasi % warna sebesar 8 bit.

Jadi warna yang bisa ditampilkan pada mode warna ' ! berjumlah sampai

256, dalam hal ini nilai 0 menyatakan hitam dan 255 menyatakan putih, nilai

antara 0 sampai 255 menyatakan warna keabuan yang terletak antara hitam dan

putih. Dengan penggunaan warna 8-bit ini maka ukuran dokumennya pun otomatis

menjadi semakin besar dibandingkan dengan warna 1-bit.

3. " ( !

" ( ! merupakan citra digital berwarna yang menghasilkan gambar

dengan warna maksimal terdiri atas 256 warna dan 256 warna tersebut

didefenisikan ke dalam tabel warna. Nilai bit pada " ( ! merupakan

penunjuk ( " ) menuju tabel warna. Gambar 2.2 merupakan contoh tabel

warna pada penggunaan " ( ! .

#,/#% " 5)$5. #/&' 9#%)# 7#6# &)**+)##)

4. & " ! .& /

Dengan menggunakan pewarnaan ini, bit-bit pembentuk piksel merupakan

perwakilan dari setiap elemen pembentuk warna yaitu merah, hijau dan biru.

Jumlah bit yang digunakan pada warna & sangat beragam, di antaranya adalah

16-bit, 24-bit dan 32-bit. Semakin banyak jumlah bit yang merepresentasikan

warna, maka kualitas warna tersebut semakin baik.

" 5,7%&-2 7#6# 2$%# 2*2$#'

Kompresi citra bertujuan untuk meminimalkan jumlah bit yang diperlukan untuk

(20)

efisien. Citra yang belum dikompresi akan membutuhkan tempat penyimpanan yang

jauh lebih besar bila dibandingkan dengan citra yang sudah dikompresi. Demikian

juga dengan waktu pengiriman, citra yang belum dikompresi akan membutuhkan

waktu yang lebih lama. Untuk itulah diperlukan kompresi citra sehingga ukuran citra

tersebut menjadi lebih kecil dan waktu pengiriman citra menjadi lebih cepat.

Teknik kompresi yang ada sekarang memungkinkan citra dikompresi sehingga

ukurannya menjadi jauh lebih kecil daripada ukuran asli. Ada dua tipe utama kompresi

data, yaitu kompresi tipe ! ! dan kompresi tipe ! '. Jika sebuah dokumen citra

dikompresi dengan teknik kompresi ! ! dan di ( " kembali, maka akan

menghasilkan bit-bit asli yang persis sama dengan bit-bit sebelum dilakukan kompresi

(Miano, 1999). Sedangkan teknik kompresi ! ' akan menghasilkan gambar yang

mendekati bit-bit asli tetapi terjadi perubahan sehingga tidak tepat sama dengan bit-bit

yang ada pada gambar asli namun sangat mirip (Miano, 1999). Pada kompresi tipe

! ' ini akan terdapat data yang hilang selama proses kompresi. Akibatnya kualitas

data yang dihasilkan akan lebih rendah daripada kualitas data asli. Ukuran dokumen

yang dihasilkan kompresi tipe ! ' lebih kecil dibandingkan dengan hasil kompresi

! ! .

Parameter-parameter citra yang penting dalam proses kompresi di antaranya

adalah sebagai berikut:

1. Resolusi

Resolusi citra menyatakan ukuran panjang kali lebar dari sebuah citra. Resolusi

citra biasanya dinyatakan dalam satuan piksel. Semakin tinggi resolusi sebuah

citra, semakin baik kualitas citra tersebut. Namun, tingginya resolusi

menyebabkan semakin banyaknya jumlah bit yang diperlukan untuk menyimpan

dan mentransmisikan data citra tersebut.

2. Kedalaman Bit ( 1 %)

Kedalaman bit menyatakan jumlah bit yang diperlukan untuk merepresentasikan

(21)

satuan bit2piksel. Semakin banyak jumlah bit yang digunakan untuk

merepresentasikan sebuah citra, maka semakin baik kualitas citra tersebut.

3. Konsep Redundansi

Redundansi merupakan suatu keadaan dimana representasi suatu elemen data tidak

bernilai signifikan dalam merepresentasikan keseluruhan data. Keadaan ini

menyebabkan data keseluruhan dapat direpresentasikan secara lebih baik dengan

cara menghilangkan representasi dari sebuah elemen data yang redundan.

" " &()2( 5,7%&-2

Teknik kompresi yang umum digunakan dalam pengolahan dokumen citra ada 4, yaitu

& , 3, + )) " dan 1 (Miano, 1999). Berikut keterangan singkat mengenai

teknik-teknik kompresi pada dokumen citra tersebut:

1. & .& " " % " " /

Pada teknik & , piksel berurutan dengan nilai yang sama akan dikodekan

menggunakan " ! " % dan pasangan nilai (Miano, 1999). Sebagai contoh, jika

piksel bernilai 8 muncul 9 kali berturut-turut, maka piksel tersebut tidak

direpresentasikan dengan 9 buah piksel bernilai 8, namun menjadi 2- ' yang

merepresentasikan jumlah kemunculan piksel tersebut beserta nilainya.

2. 3 " "

Pada 3 " " , kompresor membuat kamus yang memuat nilai piksel yang ada

dalam dokumen, hasil kompresi akan memuat kode yang berisi kamus yang dibuat

sebelumnya (Miano, 1999). 377 dan 378 merupakan 3 " " yang

dikembangkan oleh Jacob Ziv dan Abraham Lempel pada tahun 1977 dan 1978.

3. + )) " "

Pada teknik ini, penyimpanan tidak menggunakan jumlah pasti bit yang

merepresentasikan nilai komponen, namun menggunakan ! ! " %

(Miano, 1999). Semakin banyak nilai yang sama keluar, maka semakin kecil

ukuran dokumen karena semakin pendeknya kode yang merepresentasikan gambar

tersebut. Sebagai contoh, dalam kode string “ABBABABACAACDDD”

ditulis:

(22)

01000001 01000010 01000010 01000001 01000010 01000001 01000010

A C A A C D D

01000001 01000011 01000001 01000001 01000011 01000100 01000100

D

01000100

Bila dikodekan menggunakan kode + )) "0 langkah-langkahnya adalah sebagai

berikut:

1) Buat daftar frekuensi kemunculan tiap-tiap karakter dan urutkan dari yang

terkecil hingga terbesar.

C : 2 D : 3 B : 4 A :6

2) Gabung dua buah pohon yang mempunyai frekuensi kemunculan terkecil dan

urutkan kembali.

B : 4 C,D : 5 A : 6

C : 2 D : 3

3) Gabung dua buah pohon yang mempunyai frekuensi kemunculan terkecil dan

urutkan kembali.

A : 6 B,C,D : 9

C,D : 5 B :4

C : 2 D : 3

4) Gabung dua buah pohon yang mempunyai frekuensi kemunculan terkecil dan

urutkan kembali.

Karakter Frekuensi

A 6

B 4

C 2

(23)

A,B,C,D : 15

A : 6 B,C,D : 9

C,D : 5 B : 4

C : 2 D : 3

5) Beri label dari akar ke daun, sebelah kiri = 0, kanan = 1

A,B,C,D : 15

0 1

A : 6 B,C,D : 9

0 1

C,D : 5 B : 4

0 1

C : 2 D : 3

Penelusuran dari akar ke daun (dari atas ke bawah) menghasilkan kode

+ )) "berikut:

A = 0, B = 11, C = 100, D = 101

Dalam kode + )) ", string “ABBABABACAACDDD” ditulis:

0 11 11 0 11 0 11 0 100 0 0 100 101 101 101

Ukuran string sebelum pemampatan (dalam kode ) adalah 15 ( 8 bit =

120 bit.

Ukuran string setelah pemampatan (dalam kode + )) ") adalah:

6 (1 bit + 4 (2 bit + 2 ( 3 bit + 3 ( 3 bit = 29 bit.

4. 1 .1 " " ) /

Teknik ini mengubah representasi blok piksel menggunakan fungsi kosinus

dengan frekuensi berbeda. Frekuensi yang besar, yang tidak memberikan banyak

kontribusi pada dokumen akan dihilangkan (Miano, 1999). Teknik kompresi 1

(24)

" !"

! $ # % ( ) diperkenalkan untuk menggantikan format citra

4. Format file ini digunakan untuk menampilkan objek dalam halaman web.

Kelebihan dibandingkan dengan 4 adalah kemampuannya menyimpan citra

& dengan kedalaman bit hingga 48 bit dan citra ' ! dengan kedalaman bit

hingga 16 bit, dan memiliki ! % % "" ! untuk mengontrol " " ' (Boutell,

1997).

Format menyediakan portabilitas, tidak memerlukan hak paten, dan

merupakan citra kompresi yang baik karena menggunakan teknik kompresi yang

! ! sehingga tidak ada data yang hilang (Boutell, 1997). Teknik kompresi

menggunakan algoritma 355 dan + )) ". Format mendukung jenis

pewarnaan yang sangat beragam karena dapat menampung piksel dengan warna & ,

' ! serta " ( ! (Miano, 1999).

" " $%+($+%

Format menyimpan data byte dengan " ) " di bagian awal (

" ") (Miano, 1999). Ini berarti bahwa urutan penulisan byte pada diawali

oleh bit yang paling berpengaruh pada byte tersebut. Sebuah dokumen selalu

diawali oleh tanda ( ) ! " ) sepanjang 8 byte (Miano, 1999). Kedelapan

byte " tersebut selalu memiliki nilai yang sama sebagai penanda bahwa

dokumen tersebut adalah dokumen . Nilai kedelapan byte tersebut jika dituliskan

dalam desimal secara berurutan adalah 137 80 78 71 13 10 26 10 (Boutell, 1997).

Setelah " , dokumen memiliki beberapa informasi dokumen yang

disimpan dalam rangkaian % "#. % "# merupakan suatu urutan blok biner yang

terdiri atas empat bagian, yaitu 4 byte panjang data (! " %), 4 byte tipe % "#, data

% "#, dan 32 bit ' ! " " ' % # ( & ) (Salomon, 2007)6 Setiap dokumen

harus diawali dengan % "# IHDR dan diakhiri dengan % "# IEND (Boutell,

(25)

Pada penamaan % "#, terdapat 4 byte yang menentukan nama dan sifat dari

% "# tersebut. Byte pertama dari % "# menentukan apakah % "# tersebut adalah

! % "# atau " !! ' % "# (Boutell, 1997). Jika byte pertama tersebut

merupakan huruf kapital ASCII, maka % "# tersebut merupakan ! % "#yang

berarti merupakan % "# yang wajib dimiliki oleh setiap dokumen . Lain halnya

dengan " !! ' % "#yang berarti % "#tersebut merupakan % "#yang tidak wajib

ada dalam sebuah dokumen .

Byte kedua dari penamaan % "#menentukan sifat dari % "#tersebut apakah

bersifat ! atau % "# (Boutell, 1997). Jika byte kedua merupakan huruf

kapital pada representasi ASCII, maka % "#tersebut bersifat ! 6Sebaliknya, jika

merupakan huruf kecil maka % "#tersebut bersifat .

Byte ketiga dari nama % "# harus merupakan huruf kapital. Hal ini

dikarenakan byte ketiga ini belum memiliki arti apapun yang dapat digunakan untuk

dokumen . Byte % "# ketiga ini diproyeksikan untuk digunakan dalam

merepresentasikan sesuatu yang mungkin akan dikembangkan dalam (Boutell,

1997).

Byte terakhir dari nama % "# mengindikasikan karakteristik % "# tersebut

dalam hal keamanan saat dilakukan editing pada % "#tersebut. Dengan byte keempat

merupakan huruf kapital, maka % "# tersebut tidak bebas untuk di- ' atau diubah

dan sebaliknya jika byte keempat merupakan huruf kecil maka % "# tersebut dapat

di- ' atau dimodifikasi (Boutell, 1997).

" " 7&-242(#-2 # 7#6#

Ada beberapa jenis % "# yang dapat dimiliki oleh dokumen . Setiap % "#

memiliki sifat dan karakteristik masing-masing dilihat dari 32-bit penamaanya.

Berikut dijelaskan semua % "#yang dapat dimiliki oleh dokumen .

(26)

+1& merupakan % "# yang berisi header dari dokumen . Byte pertama

menunjukkan bahwa % "# ini bersifat !, artinya wajib dimiliki oleh setiap

dokumen . +1& harus muncul di bagian paling awal dari sebuah dokumen

setelah " (Boutell, 1997). IHDR terdiri dari:

a. Lebar gambar: 4 byte

Menunjukkan lebar dari gambar pada dokumen

b. Tinggi gambar: 4 byte

Menunjukkan tinggi dari gambar pada dokumen

c. Kedalaman bit: 1 byte

Menunjukkan jumlah bit per ! . Dapat bernilai 1, 2, 4, 8 atau 16.

Kedalaman bit yang digunakan bergantung pada pewarnaan yang digunakan.

d. Pewarnaan: 1 byte

Menunjukkan pewarnaan yang digunakan. Merupakan hasil penjumlahan dari

beberapa nilai yaitu 1( ! ), 2(& ) dan 4( ! % % "" !). Nilai

penjumlahan yang valid adalah 0, 2, 3, 4 dan 6.

e. Metode kompresi: 1 byte

Menunjukkan metode kompresi yang digunakan. Saat ini hanya bernilai 0,

artinya menggunakan )! 2 ")! "dengan 32K ! " $ " $.

f. Metode filter: 1 byte

Merepresentasikan metode filter yang digunakan dalam dokumen

g. Metode " ! : 1 byte

Mengindikasikan metode interlace pada dokumen . Nilai 0 tidak

menggunakan interlace, nilai 1 menggunakan Adam7-" ! .

2. ( ! )

% "# ! merupakan ! % "#, namun tidak selalu harus ada dalam

dokumen . % "#ini harus muncul apabila pewarnaan yang digunakan adalah

jenis 3 (penggunaan " ( ! ) (Boutell, 1997). Jika warna yang digunakan

adalah & , maka % "# ini boleh muncul namun tidak wajib. % "# ini akan

digunakan apabila aplikasi tidak mendukung penggunaan ! . Sementara

pada penggunaan warna ' ! , % "# ini tidak boleh ada dalam dokumen

(Boutell, 1997). Data pada % "# ! terdiri dari 1 hingga 256 data

! yang masing masing berisi 3 byte. Masing-masing byte merepresentasikan

(27)

3. 1 ( 1 )

% "# 1 adalah tempat penyimpanan data gambar yang sesungguhnya. Data

yang disimpan disini berupa byte yang merupakan data mentah yang telah

dikompresi dan difilter sebelumnya (Boutell, 1997). Ukuran data mentah yang

belum dikompresi dan difilter tersebut sangat bergantung dengan data % yang

didefinisikan sebelumnya.

4. 1 ( ! )

% "# ini harus muncul di bagian paling akhir dari dokumen . % "# ini

adalah penanda akhir dari sebuah dokumen . Tidak ada data pada % "#ini.

5. 7 1 ( # " ! )

% "# 7 1 harus muncul sebelum % "# IDAT dan sesudah % "# PLTE

(Boutell, 1997). % "# ini menspesifikasikan warna latar belakang ) ! yang

digunakan dalam dokumen (Boutell, 1997). % "# ini tidak harus selalu

muncul pada setiap dokumen ( " !! ' % "#). Pada penggunaan ! ,

% "#ini berisi 1 byte yang merupakan pointer menuju ! . Pada penggunaan

warna ' ! , % "#ini berisi 2 byte intensitas warna. Pada penggunaan warna

! , % "# ini berisi data berupa 6 byte yang merepresentasikan intensitas

warna. Masing-masing warna & direpresentasikan dalam 2 byte.

6. +& ( ' % " 8% ")

% "# ini merupakan " !! ' % "# yang harus muncul sebelum % "# IDAT

dan sebelum % "#PLTE. % "#ini menyatakan nilai % 'pada dokumen

(Boutell, 1997).

7. ( )

% "#ini berisi informasi sepanjang 4 byte yang menyatakan gamma dari kamera

yang memproduksi gambar(Boutell, 1997). Dengan penggunaan gamma maka

dapat ditampilkan warna yang sesuai dengan warna asli dengan adanya informasi

dari kamera yang mengambil gambar tersebut. % "# ini bersifat " !! ' dan

harus muncul sebelum % "# 1 dan (Boutell, 1997).

8. % ( + )

% "# ini tidak wajib dimiliki oleh setiap dokumen karena merupakan

" !! ' % "#. % "# ini hanya muncul jika pewarnaan yang digunakan adalah

(28)

warna. % "#ini terdiri dari 2 byte data dari masing-masing warna yang ada pada

! (tabel warna) (Boutell, 1997).

9. + ( %' ! ( ! 1 " " )

% "# ini menspesifikasikan ukuran piksel atau aspek rasio untuk menampilkan

gambar. Berupa 9 byte dimana 1 byte menunjukkan spesifikasi unit, 4 byte

menyatakan jumlah piksel per unit pada sumbu x dan 4 byte menyatakan jumlah

piksel per unit pada sumbu y (Boutell, 1997).

10. ( ( ! 1 )

% "# ini menyimpan data tekstual yang dimasukkan oleh " untuk

informasi yang ingin dimasukkan. % "#tEXT mengandung # '$ sepanjang 1

hingga 79 byte, 1 byte " !! dan " byte teks informasi berupa karakter

" (Boutell, 1997).

11. ( ) " )

% "#yang merupakan " !! ' % "#ini menyimpan informasi mengenai waktu

modifikasi dokumen terakhir kali (Boutell, 1997). % "# ini terdiri atas 2

byte informasi tahun, 1 byte bulan, 1 byte tanggal, 1 byte jam, 1 byte menit dan 1

byte detik. Waktu yang digunakan adalah GMT, bukan waktu lokal pada

komputer.

12. & ( " " ')

% "# ini menandakan bahwa suatu dokumen menggunakan transparansi

warna yang simpel (Boutell, 1997). % "# ini merupakan " !! ' % "# yang

tidak wajib ada dalam dokumen . % "# ini jarang digunakan karena pada

jenis pewarnaan sudah terdapat pewarnaan dengan ! % (Boutell, 1997). ! %

ini menunjukkan tingkat transparansi warna suatu piksel.

13.9 ( ( ! 1 )

% "# 9 tidak ubahnya % "# yang berfungsi menyimpan data tekstual.

Perbedaannya adalah bahwa % "# ini menggunakan kompresi saat akan

menyisipkan pesan tekstual. Pesan tekstual tersebut disimpan dengan spesifikasi

# '$ sepanjang 1-79 byte, " !! , metode kompresi dan pesan tekstual

(29)

"0 $&*#)5*%#42

Steganografi adalah ilmu dan seni untuk menyembunyikan informasi dengan

menyisipkan pesan kedalam pesan lainnya (Cachin, 2005). Kata " %'

berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata " yang artinya tersembunyi dan

% "yang artinya tulisan.

Steganografi biasanya sering disamakan dengan kriptografi karena keduanya

sama-sama bertujuan untuk melindungi informasi yang berharga dan rahasia.

Perbedaan yang mendasar antara keduanya terletak pada proses merahasiakan data

dan hasil akhir dari proses tersebut. Kriptografi melakukan proses pengacakan data

asli sehingga dihasilkan data terenkripsi yang benar-benar acak dan berbeda dengan

aslinya. Sementara itu, steganografi menyembunyikan data ke dalam data lain dengan

cara menumpanginya tanpa mengubah data yang ditumpanginya tersebut sehingga

tampilan data tetap terlihat sama.

"0" &1#%#. $&*#)5*%#42

Sejarah steganografi cukup panjang. Awalnya adalah penggunaan % !' % oleh

bangsa Mesir, yakni menulis menggunakan karakter-karakter dalam wujud gambar.

Tulisan Mesir kuno tersebut menjadi ide untuk membuat pesan rahasia saat ini. Oleh

karena itulah, tulisan mesir kuno yang menggunakan gambar dianggap sebagai

steganografi pertama di dunia (Ariyus, 2007).

Menurut penelitian para ahli, Yunani termasuk bangsa yang menggunakan

steganografi setelah bangsa Mesir. Herodotus mendokumentasikan konflik antara

Persia dan Yunani pada abad ke-50 sebelum masehi. Dokumentasi pada masa Raja

Xerxes, raja dari Persia, disimpan di Yunani menggunakan steganografi. Berikut

adalah beberapa contoh penggunaan teknik steganografi klasik (Bakshi, 2007):

1. Abad ke-15 orang Italia menggunakan tawas dan cuka untuk menulis pesan

(30)

meresap dan tidak terlihat pada kulit telur. Penerima pesan cukup mengupas kulit

telur tersebut untuk membaca pesan.

2. Selama terjadinya Perang Dunia ke-2, tinta yang tidak tampak (" ! "#) telah

digunakan untuk menulis informasi pada lembaran kertas sehingga saat kertas

tersebut jatuh di tangan pihak lain hanya akan tampak seperti lembaran kertas

kosong biasa.

3. Pada sejarah Yunani kuno, masyarakatnya biasa menggunakan seorang pembawa

pesan sebagai perantara pengiriman pesan. Pengirim pesan tersebut akan dicukur

rambutnya, untuk kemudian dituliskan suatu pesan pada kepalanya yang sudah

botak. Setelah pesan dituliskan, pembawa pesan harus menunggu hingga

rambutnya tumbuh kembali sebelum dapat mengirimkan pesan kepada pihak

penerima. Pihak penerima kemudian akan mencukur rambut pembawa pesan

tersebut untuk melihat pesan yang tersembunyi.

4. Metode lain yang digunakan oleh masyarakat Yunani kuno adalah dengan

menggunakan lilin sebagai media penyembunyi pesan mereka. Pesan dituliskan

pada suatu lembaran, dan lembaran tersebut akan ditutup dengan lilin untuk

menyembunyikan pesan yang telah tertulis. Pihak penerima kemudian akan

menghilangkan lilin dari lembaran tersebut untuk melihat pesan yang disampaikan

oleh pihak pengirim.

"0" 5)-&7 6#) &%,2)5'5*2 $&*#)5*%#42

Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan steganografi (Munir, 2006), yaitu:

1. + " ( atau : pesan yang disembunyikan.

2. - : pesan yang digunakan untuk menyembunyikan .

Pada tugas akhir ini akan digunakan istilah karena yang digunakan

sebagai cover-object adalah gambar ( ).

3. - : pesan yang sudah berisi . Pada tugas akhir ini

akan digunakan istilah .

Di dalam steganografi digital, baik maupun

(31)

- dinamakan " " , sedangkan ekstraksi pesan dari

-dinamakan " . Kedua proses ini mungkin memerlukan kunci rahasia ( # ')

agar hanya pihak yang berhak saja yang dapat melakukan penyisipan pesan dan

ekstraksi pesan sehingga menambah tingkat keamanan data. Proses umum penyisipan

pesan dan ekstraksi pesan dapat dilihat pada Gambar 2.3

-

-

# ' # '

#,/#% " &):2-27#) &-#) 6#) (-$%#(-2 &-#)

Tiga aspek berbeda yang mempengaruhi sifat sistem " atau

penyisipan pada gambar adalah kapasitas, keamanan, dan ketahanan (Ariyus,2007).

Kapasitas merujuk pada jumlah informasi yang bisa disembunyikan ke dalam media

penampung ( - ). Keamanan adalah ketidakmampuan pengamat untuk

mendeteksi pesan yang tersembunyi. Ketahanan adalah jumlah modifikasi

- yang bisa bertahan sebelum musuh merusak pesan rahasia yang tersembunyi

tersebut.

Kriteria yang harus diperhatikan dalam penyembunyian data adalah:

(Cummins !, 2004)

1. Mutu citra penampung ( - ) tidak jauh berubah. Setelah penambahan

data rahasia, citra hasil steganografi masih terlihat dengan baik. Pengamat tidak

mengetahui kalau di dalam citra tersebut terdapat data rahasia.

2. Data yang disembunyikan harus tahan terhadap manipulasi yang dilakukan pada

citra penampung. Bila pada citra dilakukan operasi pengolahan citra, maka data

yang disembunyikan tidak rusak.

3. Data yang disembunyikan harus dapat diungkapkan kembali ( '). Karena

tujuan steganografi adalah % " , maka sewaktu-waktu pesan rahasia di

dalam - harus dapat diambil kembali untuk digunakan lebih lanjut.

" (

(32)

"0" &()2( $&*#)5*%#42

Pada dasarnya, terdapat tujuh teknik yang digunakan dalam steganografi (Ariyus,

2007), yaitu:

1. "- ", merupakan suatu teknik menanamkan pesan rahasia secara langsung ke

suatu media. Salah satu masalah dari teknik ini adalah ukuran media yang diinjeksi

menjadi lebih besar dari ukuran normalnya sehingga mudah dideteksi.

2. Teknik substitusi ( " %" : ), pada teknik ini data asli digantikan

dengan data rahasia. Biasanya, hasil teknik ini tidak terlalu mengubah ukuran data

asli, tetapi tergantung pada file media dan data yang akan disembunyikan. Teknik

substitusi ini bisa menurunkan kualitas media penampung.

3. Teknik Domain Transformasi (1 " " ) %" : ), yaitu dengan cara

menyimpan informasi rahasia pada transformasi ruang (misalnya domain

frekuensi) dari media penampung ( ). Akan lebih efektif jika teknik ini

diterapkan pada file berekstensi ; (gambar).

4. Teknik ( %" : ), merupakan sebuah

teknik pentransmisian menggunakan " , yang independen

terhadap data informasi sebagai modulataor bentuk gelombang untuk

menyebarkan energi sinyal dalam sebuah jalur komunikasi ( " $ %) yang

lebih besar dari pada sinyal jalur komunikasi informasi. Penerima mengumpulkan

kembali sinyal dengan menggunakan replica " tersinkronisasi.

5. Teknik Statistik ( ! %" : ), dengan teknik ini data diencoding

melalui pengubahan beberapa informasi statistik dari media penampung ( ).

Media penampung di bagi dalam blok-blok dimana setiap blok tersebut

menyimpan satu pixel informasi rahasia yang disembunyikan. Perubahan statistik

ditunjukkan dengan indikasi 1 dan jika tidak ada perubahan, terlihat indikasi 0.

Sistem ini bekerja berdasarkan kemampuan penerima dalam membedakan antara

informasi yang dimodifikasi dan yang belum.

6. Teknik Distorsi (1 " %" : ), informasi yang hendak disembunyikan

disimpan berdasarkan distorsi sinyal. Teknik ini menciptakan perubahan atas

(33)

7. Teknik Pembangkitan Wadah ( " " %" : ), Teknik ini

menyembunyikan informasi rahasia sejalan dengan pembangkitan 6

"3 $ % &$

! " ! ( ' " " ( ) merupakan teknik steganografi yang

diperkenalkan oleh Eiji Kawaguchi dan Richard O. Eason pada tahun 1998. Teknik ini

merupakan teknik steganografi yang memiliki kapasitas besar, karena dapat

menampung data rahasia dengan kapasitas yang relatif besar jika dibandingkan

dengan metode steganografi lain seperti . " ) " /. Teknik ini

adalah teknik steganografi yang tidak berdasarkan teknik pemrograman, tetapi teknik

yang menggunakan sifat penglihatan manusia. Sifat penglihatan manusia yang

dimanfaatkan yaitu ketidakmampuan manusia menginterpretasi pola biner yang sangat

rumit.

Eiji Kawaguchi dan R. O. Eason memperkenalkan teknik ini untuk

digunakan pada dokumen citra berwarna yang tidak terkompresi dengan format .

Dokumen citra tersebut dibagi menjadi beberapa segmen dengan ukuran 8x8 piksel

setiap segmennya (Kawaguchi dan Eason, 1998). Pada dokumen citra 8-bit, setiap satu

segmen akan memiliki 8 buah ! " yang merepresentasikan piksel-piksel dari

setiap bit tersebut. Proses pembagian segmen 8x8 piksel menjadi 8 buah ! "

disebut proses ! " 6Representasi kedelapan ! " ini merupakan '

. " ' /. Pada , proses penyisipan dilakukan pada ! " dengan

sistem . " " ! ' / karena proses ! " pada cenderung

lebih baik dibandingkan pada (Kawaguchi dan Eason, 1998). Sehingga pada

proses penyisipan, ! " dengan representasi diubah menjadi ! "

dengan representasi .

Proses penyisipan pesan dilakukan pada segmen yang memiliki kompleksitas

yang tinggi. Segmen yang memiliki kompleksitas tinggi ini disebut " ! # " .

Pada segmen-segmen ini penyisipan dilakukan tidak hanya pada ! " ) " ,

(34)

teknik , kapasitas data yang disisipkan dapat mencapai 50% dari ukuran

nya (Kawaguchi dan Eason, 1998).

"3"

Sebuah citra ! ! dengan kedalaman n bit dapat diuraikan menjadi n-gambar

biner ( ! " ) dengan operasi ! " (Kawaguchi dan Eason, 1998). Sebagai

contoh, misalkan ada citra dengan kedalaman n-bit, dapat ditunjukkan

= ( <, =,…, ") (2.1)

merupakan ! " ke-i, dengan i = 1, 2, …, n.

Jika citra terdiri dari 3 warna0 0 "0 ! , maka dapat ditunjukkan

= ( &<, &=, …, &", <, =, …, ", <, =, …, ") (2.2)

&: ! " ke-i untuk

: ! " ke-i untuk "

: ! " ke-i untuk !

"3" 5,7'&(-2$#- 2$%# 2)&%

Kompleksitas citra biner adalah suatu parameter kerumitan dari suatu citra biner.

Tidak ada definisi standar tentang nilai kompleksitas suatu citra biner. Pada tugas

akhir ini, ukuran kompleksitas yang digunakan adalah ! # " $%

! ( ' yang diadopsi dari paper Eiji Kawaguchi dan R.O.Eason. Perubahan warna

hitam dan putih dalam gambar biner adalah ukuran yang baik untuk menghitung nilai

kompleksitas. Jika perubahan warna yang terjadi banyak, maka gambar tersebut

memiliki tingkat kompleksitas tinggi. Jika sebaliknya, maka gambar tersebut

(35)

#,/#% "0 # #,/#% /2)&% 6&)*#) )2'#2 7&%+/#.#) 9#%)# 0 6#) / #,/#%

/2)&% 6&)*#) )2'#2 7&%+/#.#) 9#%)# "

Perubahan warna hitam-putih adalah jumlah dari perubahan warna yang terjadi pada

setiap baris dan kolom dalam citra. Sebagai contoh, sebuah piksel hitam yang

dikelilingi piksel putih memiliki nilai perubahan warna 4. Gambar 2.4 menunjukkan

nilai perubahan warna pada suatu gambar biner.

Rumus penghitungan kompleksitas citra biner yang akan digunakan adalah

(Kawaguchi dan Eason, 1998):

(2.3)

Dengan sebagai nilai kompleksitas, # adalah jumlah perubahan warna hitam-putih

dan " adalah kemungkinan maksimal perubahan warna dalam citra. Untuk sebuah

citra biner persegi dengan ukuran 2 x 2 , kemungkinan maksimal perubahan

warnanya adalah 2*2 *(2 -1) dan kemungkinan minimum perubahan warnanya

adalah 0, diperoleh untuk gambar semua putih atau semua hitam (Srinivasan, 2003).

Jadi, nilai α berkisar antara:

(2.4)

"3" 5)1+*#-2 2$%# 2)&%

Konjugasi dari suatu gambar biner adalah sebuah gambar biner lainnya yang

memiliki nilai kompleksitas sebesar satu dikurangi nilai kompleksitas . Misalkan

sebuah gambar hitam-putih berukuran 8x8 piksel memiliki warna # " putih

(36)

adalah pola dengan semua piksel berwarna hitam. 8 dan adalah pola papan

catur, dengan piksel pada bagian kiri atas berwarna putih pada 8 dan hitam pada .

>adalah konjugasi dari gambar yang ditunjukan pada Gambar 2.5.

#,/#% "3 5)$5. 5)1+*#-2 6#) 5'# 2)&% #9#*+;.2 6#) #-5)< ==

Dari Gambar 2.5 dapat dilihat bahwa adalah gambar yang memiliki piksel

# " dengan pola 8dan piksel ) " dengan pola . >yang merupakan

konjugasi dari memiliki spesifikasi sebagai berikut (Kawaguchi dan Eason,1998):

1) Memiliki bentuk area ) " sama dengan .

2) Memiliki pola area ) " sama dengan pola .

3) Memiliki pola area # " sama dengan pola 8 .

Untuk membangun sebuah konjugasi >dari sebuah gambar , dapat dilakukan

dengan rumus berikut, dimana “⊕” menandakan operasi ( ! OR (XOR).

> = ⊕8 (2.5)

( >)* = (2.6)

> (2.7)

Jika ( ) adalah kompleksitas dari , maka:

( >) = 1 - ( ) (2.8)

"3"0 ' $ ( ) & 6#) " ) &

") berarti gambar yang simpel, sedangkan " ! # " berarti

gambar yang kompleks. Hal ini hanya berlaku pada kasus dimana sebuah gambar

biner merupakan bagian dari sebuah gambar yang natural (Kawaguchi dan Eason,

1998). Kompleksitas sebuah area ! " adalah parameter yang digunakan dalam

[image:36.595.107.530.162.258.2]
(37)

+%& 2)#%: 56& #)5)2;#' %#: 56&

Parameter kompleksitas ini harus memiliki batas yang merupakan pemisah keduanya

yang disebut % % ! ( ).

Sebuah ! " tergolong sebagai ") " apabila memiliki nilai

kompleksitas lebih kecil dibandingkan dengan nilai % % ! ( ) dan apabila

memiliki nilai kompleksitas yang lebih besar dibandingkan dengan nilai % % !

( ) akan dianggap sebagai " ! # ".

"3"3 # % 6#) ! %

adalah sandi yang digunakan untuk menyajikan setiap digit dalam bilangan

desimal dengan ekuivalen binernya (Widodo, 2007). termasuk sandi dengan

perubahan minimum yang berarti setiap bilangannya hanya berbeda satu bit dari

bilangan sebelumnya dan sistem sesuai untuk devais masukan/keluaran

(Widodo, 2007). Sebagai contoh, penyajian angka desimal 9 dalam sistem

adalah 1001 sedangkan dalam sistem adalah 1101. Gambar 2.6 menunjukkan

perbedaan antara dan .

#,/#% " #,/#% 2)&% 6&)*#) 2-$&, 6#)

Berikut adalah rumus persamaan antara gambar biner dan (dengan

adalah ( ! &):

1= 1 (2.9)

i? <⊕ i , > 1 (2.10)

1= 1 (2.11)

(38)

dengan gi : nilai bit ke- pada sistem

bi : nilai bit ke- pada sistem

"3" '*5%2$,#

Langkah-langkah yang dilakukan pada algoritma pada saat menyisipkan data

adalah sebagai berikut: (Kawaguchi dan Eason, 1998)

1. dengan sistem diubah menjadi sistem , kemudian gambar

tersebut di ! menjadi ! " dalam bentuk gambar biner. Setiap ! "

mewakili bit dari setiap piksel pada gambar.

2. Segmentasi setiap ! " pada menjadi ") dan " ! #

"dengan menggunakan nilai batas/% % ! ( ). Nilai umum dari =0,3.

3. Kelompokkan byte-byte pesan rahasia menjadi rangkaian blok pesan rahasia.

4. Jika blok( ) kurang kompleks dibandingkan dengan nilai batas, maka lakukan

konjugasi terhadap untuk mendapatkan > yang lebih kompleks. Blok

konjugasi( *) pasti lebih kompleks dibandingkan dengan nilai batas.

5. Sisipkan setiap blok pesan rahasia ke ! " yang merupakan " ! # "

(atau gantikan semua bit pada " ! # "). Jika blok dikonjugasi, maka

simpan data pada “ "- " ”.

6. Sisipkan juga "- " seperti yang dilakukan pada blok pesan rahasia.

7. Ubah dari sistem menjadi sistem .

Proses ekstraksi pesan rahasia dapat dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah

penyisipan secara terbalik.

Sebagai contoh, sebuah dokumen citra akan disisipi sebuah pesan rahasia .

Pertama-tama piksel pada citra tersebut ( ) dibagi menjadi segmen-segmen

gambar biner seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7. Kemudian pesan rahasia dibagi

menjadi blok yang masing-masing berukuran 64 bit, dan direpresentasikan pada

(39)

#,/#% "> %5-&- &)*+/#.#) 2$%# &)1#62 &*,&) &*,&)

Pada ! " tersebut dihitung nilai kompleksitasnya. Jumlah pergantian

warna hitam-putih pada ! " @ adalah sebanyak 47 kali. Jumlah maksimum

perubahan warna pada gambar biner dengan ukuran 8x8 adalah 112 kali, sehingga

nilai #=47 dan " = 112. Melalui persamaan 2.3 didapatkan nilai kompleksitas dari

! " @ tersebut, yaitu = 0,42.

Dengan menggunakan nilai % % ! = 0,3 maka ! " @dikategorikan

sebagai " ! # " karena sehingga penyisipan dilakukan didalamnya.

Jika < , maka tidak dilakukan penyisipan karena segmen tersebut merupakan

") ". Selanjutnya bit pesan rahasia dibagi menjadi segmen-segmen yang

masing-masing berukuran 64 bit. Jika bit pesan rahasia tersebut adalah maka blok

pertama pesan rahasia adalah @dan blok berikutnya adalah <.

= 0100111010011100110101011111100101010000010100100010101000011001

0000111010001111100111100011111001111110010111001111100011110000

@ = 0100111010011100110101011111100101010000010100100010101000011001

(40)

Representasi blok pesan dalam gambar biner dapat dilihat pada Gambar 2.8. Blok

pesan @ akan disisipkan pada blok gambar yaitu ! " @ (karena tergolong

" ! # "), dan blok < akan disisipkan pada ! " berikutnya yang

tergolong " ! # "juga.

- ? - ?

#,/#% " &7%&-&)$#-2 '5( &-#) 6#'#, #,/#% 2)&%

Sebelum melakukan penyisipan, gambar biner yang merupakan representasi

blok pesan tersebut dihitung nilai kompleksitasnya terlebih dahulu. Pada blok pesan

pertama ( @), jumlah perubahan warna adalah 57 kali, sehingga dengan persamaan

2.3 diperoleh @ = 0,51. Karena blok pesan ini memiliki kompleksitas @ > ,

maka blok ! " pada citra diganti oleh 64 bit pesan ini.

Pada blok kedua pesan rahasia, jumlah perubahan warna adalah 30, sehingga

didapatkan nilai < = 0,27. Nilai kompleksitas << menunjukkan bahwa blok

kedua pesan tidak cukup kompleks untuk disisipkan, karena itu blok pesan tersebut

harus dikonjugasi terlebih dahulu. Hasil konjugasi, yaitu <* akan memiliki

kompleksitas 0,73 menurut persamaan 2.8. Hasil konjugasi inilah yang kemudian

disisipkan pada " ! # " berikutnya pada citra dijital.

Saat proses ekstrasi pesan, yang perlu dilakukan hanyalah mengambil segmen

bit yang memiliki kompleksitas diatas % % ! . Jika nilai kompleksitas segmen

(41)

pesan rahasia. Tabel konjugasi yang disisipkan juga dibaca untuk melihat proses

(42)

" 2-$&, ! %

Setiap gambar dengan ukuran 8x8 piksel yang menggunakan warna ' ! dengan

kedalaman 8 bit dapat dibagi menjadi 8 ! " . Operasi pembagian gambar menjadi

! " disebut dengan ! " ! " . ! " ! " dapat dilakukan pada

sistem " ' ( ) dimana setiap nilai intensitas direpresentasikan

sebagai 8 bit angka biner. Pada kenyataannya nilai intensitas piksel pada gambar

relatif rata. Perhatikan bila piksel yang berdampingan pada gambar memiliki nilai

intensitas yang berdekatan yaitu 127 dan 128, yang dalam format biner adalah

01111111 dan 10000000. Pada kasus ini terlihat bahwa nilai intensitas yang hanya

berbeda satu level abu-abu saja memiliki representasi biner yang sangat berbeda

bahkan setiap bit yang bersesuain berbeda. Dua angka yang memiliki nilai yang

hampir mirip tetapi sangat berbeda dalam representasi binernya, atas dasar bit per bit,

disebut dengan + " ! )) (Kawaguchi dan Eason, 1998). Karena pada teknik

ini seluruh nilai ! " diganti, maka kemungkinan nilai " ) "

( ) juga akan berubah. Sehingga setelah proses penyisipan, 01111111 (127) dapat

menjadi 11111111 (255) dan 10000000 (128) dapat menjadi 00000000 (0). Gambar

yang sebelumnya hanya memiliki perbedaan intensitas 1 level abu-abu saja dan

perbedaan warnanya tidak terlalu kentara, sekarang memiliki perbedaan intensitas

yang sangat jauh yaitu 256 (putih) dan 0 (hitam). Jika hal ini terjadi, maka akan

nampak perbedaan pada gambar sebelum dilakukan penyisipan dan sesudah

penyisipan.

Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan sistem " " ! ' "

(43)

satu bit dalam representasinya. Dua angka pada contoh diatas, 127 dan 128,

direpresentasikan sebagai 01000000 dan 11000000. Jika dilakukan penyisipan

01000000 dapat menjadi 11000000 (128) dan 11000000 dapat menjadi 01000000

(127), perbedaan intensitasnya tetap hanya 1 level abu-abu saja. Sistem ini

cocok digunakan untuk proses penyisipan. Oleh sebab itu, pada teknik

diubah terlebih dahulu dari sistem menjadi sebelum proses

penyisipan dilakukan.

" '5( &-#) #.#-2# 6#) 7&%#-2 5)1+*#-2

Pesan rahasia dibagi menjadi beberapa bagian dengan ukuran 8 byte yang dibentuk

menjadi blok pesan rahasia berukuran 8x8. Setiap byte pada pesan rahasia akan

membentuk baris pada blok 8x8. Pesan rahasia dibaca sebagai string pada karakter

dan direpresentasikan dengan nilai binernya. Sebagai contoh, sebuah rangkaian

dari 8 karakter dari sebuah dokumen ‘Blok ini’ (8 karakter termasuk spasi) akan

membentuk blok pesan rahasia 8x8 yang ditunjukkan pada Gambar 3.1 dengan ‘B’

sama dengan 01000010 (66 dalam karakter ), ‘l’ sama dengan 01101100 (108

dalam karakter ), spasi sama dengan 00100000 (32 dalam karakter ) dan

seterusnya.

#,/#% " 5)$5. '5( &-#) #.#-2#

Blok-blok pesan rahasia dibentuk menjadi gambar biner yang merupakan pola

papan catur berukuran 8x8, di mana warna hitam menunjukkan nilai bit ‘0’ dan warna

putih menunjukkan nilai bit ‘1’. Gambar biner tersebut yang akan mengganti ! "

' 5 (

(44)

yang kompleks pada gambar pada saat penyisipan. Namun sebelumnya harus

dipastikan bahwa gambar biner dari blok-blok pesan rahasia tersebut sudah kompleks.

Apabila gambar biner tersebut kurang kompleks dibandingkan dengan nilai % % ! ,

maka akan terjadi masalah pada proses ekstraksi, blok pesan rahasia tersebut tidak

akan diambil kembali karena hanya blok yang memiliki kompleksitas diatas nilai

% % ! saja yang diambil. Untuk mengatasi masalah ini, maka diperkenalkan

operasi konjugasi.

Gambar 3.2 menunjukkan blok 8x8 yang paling kompleks dengan nilai

kompleksitas 1. Blok ini dilambangkan dengan 8 , dengan nilai kiri atas adalah 1.

Sebuah pola papan catur dengan nilai kompleksitas 1 juga dapat dibentuk dengan

membuat pola yang sama dengan 8 tetapi nilai kiri atasnya adalah 0 yang

dilambangkan dengan . Untuk penjelasan seterusnya yang digunakan sebagai blok

yang paling kompleks adalah 8 . Blok 8 jika di- XOR-kan dengan blok yang

tidak kompleks (kompleksitasnya < ) akan menghasilkan blok * yang kompleks

(kompleksitasnya > ). Blok * di-XOR-kan lagi dengan 8 untuk mendapatkan

blok kembali. Operasi mengganti kompleksitas dari sebuah blok dengan

meng-XOR-kan dengan Wc disebut # "- dan dilambangkan dengan ‘*’.

*! !

#,/#% " 5,7'&(-2$#- ,#(-2,+, /'5( @

Dua properti penting pada operasi konjugasi dapat dituliskan sebagai berikut:

1. α(P*) = 1- α(P)

[image:44.595.105.542.466.645.2]
(45)

Properti pertama digunakan pada proses penyisipan untuk membuat gambar biner

yang tidak kompleks menjadi kompleks, sedangkan properti kedua digunakan pada

proses ekstraksi untuk mengambil kembali gambar biner yang asli.

Tidak semua blok pesan rahasia harus dikonjugasi karena kebanyakan blok

pesan rahasia sudah kompleks. Oleh karena itu, penting dibuat catatan untuk blok

pesan rahasia yang telah dikonjugasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan

peta konjugasi. Untuk setiap blok pesan rahasia berukuran 8 byte, 1 bit ditambahkan

ke peta konjugasi untuk menunjukkan apakah blok tersebut telah dikonjugasi atau

tidak. Jika nilai bit ‘1’ yang ditambahkan ke peta konjugasi tersebut, maka hal itu

menunjukkan bahwa blok tersebut telah dikonjugasi sedangkan nilai ‘0’ menunjukkan

blok tersebut tidak dikonjugasi. Peta konjugasi akan disisipkan ke dalam gambar

setalah semua blok pesan rahasia disisipkan.

Peta konjugasi juga akan dibentuk menjadi blok berukuran 8x8. Peta konjugasi

mungkin tidak akan membentuk blok yang kompleks sehingga perlu dibuat peta

konjugasi untuk peta konjugasi. Peta konjugasi untuk peta konjugasi dapat dibuat

dengan cara membentuk peta konjugasi ke dalam blok berukuran 63 bit. Jika panjang

blok tersebut tidak sampai 63 bit, maka lakukan " yaitu dengan menambahkan

‘0’ pada bit-bit terakhir. Tambahkan nilai ’0’ pada bit pertama (bit kiri atas) peta

konjugasi sehingga ukuran peta konjugasi menjadi 64 bit dan dapat dibentuk menjadi

gambar biner 8x8. Jika gambar biner tersebut kompleks, maka lakukan penyisipan

seperti biasa. Jika tidak kompleks, maka konjugasi blok peta konjugasi tersebut.

Proses konjugasi akan membuat bit pertama menjadi ‘1’. Jadi, pada saat proses

ekstraksi dapat diketahui jika bit pertama pada peta konjugasi bernilai ‘0’ maka peta

konjugasi tersebut tidak dikonjugasi tetapi jika bit pertama bernilai ‘1’ maka peta

konjugasi tersebut telah dikonjugasi.

" &)&%#7#) 7#6# 5(+,&) 2$%#

Teknik kompresi yang digunakan yaitu teknik kompresi )! dengan

(46)

(Miano, 1999). Hal ini berarti pada saat proses kompresi dan dekompresi tidak ada

nilai bit yang berubah, data yang telah dimampatkan akan direkonstruksi kembali

secara utuh sehingga menghasilkan nilai bit yang tidak berubah setelah proses

dekompresi. Sifat kompresi ! ! yang digunakan ini sangat cocok untuk

metode steganografi . Ketika sebuah pesan rahasia akan disisipkan pada

dengan teknik , maka data gambar akan didekompresi terlebih

dahulu. Proses dekompresi dilakukan untuk mendapatkan representasi piksel yang

sebenarnya dari gambar sehingga gambar dapat disegmentasi dengan baik menjadi

blok-blok gambar biner. Setelah pesan rahasia disisipkan ke dalam blok-blok gambar

biner tersebut, gambar dikompresi kembali untuk menghasilkan data gambar yang

telah dimampatkan. Karena pada proses kompresi dan dekompresi tidak terjadi

perubahan nilai bit, maka kemungkinan rusak atau hilangnya pesan rahasia yang

disisipkan tidak akan terjadi sehingga pada proses ekstraksi tidak akan terjadi

masalah.

Format mendukung jenis pewarnaan yang sangat beragam karena dapat

menampung piksel dengan warna & 24 dan 48 bit, ' ! 8 dan 16 bit serta

" ( ! dengan kedalaman 1 hingga 8 bit (Boutell, 1997). Teknik dalam

menyisipkan pesan bekerja dengan memanfaatkan perubahan intensitas warna. Setiap

perubahan nilai bit yang terjadi pada saat penyisipan pesan berarti intensitas warna

pada piksel yang bersangkutan akan berubah dan perubahan tersebut bisa sedikit

ataupun banyak. Penerapan pada citra berformat yang menggunakan

warna & atau ' ! tidak memiliki masalah karena & dan ' !

membaca bit sebagai representasi piksel dalam bentuk intensitas warna. Namun

masalah akan muncul jika menggunakan pewarnaan " ( ! karena nilai bit

pada " ( ! bukan merupakan nilai intensitas warna, tetapi sebagai penunjuk

( " ) menuju tabel warna. Dengan penggunaan tabel warna ini maka perubahan

warna piksel tidak dapat diterka dengan perubahan nilai bit yang terjadi. Perubahan 1

bit saja pada penggunaan tabel warna kemungkinan bisa menyebabkan perubahan

warna yang cukup jauh. Pada tabel warna, biasanya beberapa warna yang mirip

diletakkan berdekatan, namun tidak menutup kemungkinan bahwa dua warna yang

bersebelahan merupakan dua warna yang sangat berbeda, biru dan merah misalnya.

(47)

warna yang sangat signifikan. Sementara jika menggunakan intensitas warna,

perubahan 1 bit tidak akan menyebabkan perubahan warna yang signifikan,

warna tersebut akan terlihat sama. Perubahan bit saja pada tabel warna ini bisa

menyebabkan perubahan warna yang sangat signifikan, apalagi bila terjadi perubahan

pada yang akan membuat nilai indeks berubah sangat jauh sehingga warna piksel

akan berubah drastis. Padahal pada teknik , perubahan bit tidak hanya pada ,

tetapi bisa saja terjadi pada . Perubahan warna yang sangat signifikan dapat

menyebabkan gambar yang dihasilkan menjadi rusak. Oleh sebab itu, jika teknik

diterapkan pada dokumen yang menggunakan jenis pewarnaan " (

! , kemungkinan besar menghasilkan kualitas yang kurang baik atau

rusak. Untuk mengatasi masalah kerusakan pada ini, dokumen yang

mengunakan jenis pewarnaan " ( ! dikonversi ke format & sebelum

dilakukan penyisipan pesan.

" " &):2-27#) &-#)

Data yang ada pada dokumen citra berformat merupakan data yang terkompresi.

Oleh sebab itu, dokumen citra berformat tersebut harus didekompresi terlebih

dahulu untuk mendapatkan bit-bit gambar yang membentuk nilai intensitas setiap

piksel yang sesungguhnya. Kemudian nilai intensitas tersebut dikonversi dari sistem

menjadi . Proses konversi dilakukan seperti yang telah dijelaskan pada

bagian 2.5.5. Setelah itu, dokumen citra tersebut dibagi menjadi beberapa segmen

dengan ukuran 8x8 piksel setiap segmennya, segmentasi gambar ditunjukkan oleh

Gambar 3.3. Supaya proses segmentasi dapat dilakukan dengan benar, %

dokumen dari citra harus dibaca terlebih dahulu untuk mengetahui jenis pewarnaan

dan kedalaman bit yang digunakan oleh dokumen citra . Hal itu diperlukan

karena merupakan format citra yang mendukung penggunaan warna lebih dari

satu yaitu & , ' ! dan " ( ! serta menggunakan kedalaman bit yang

cukup bervariasi untuk setiap elemen warna. Apabila dokumen citra

menggunakan jenis pewarnaan " ( ! , maka dokumen citra tersebut dikonversi

menjadi format & 6 Kemudian setiap segmen dari gambar di- ! " atau diuraikan

(48)

#,/#% " %5-&- &*,&)$#-2 2$%# /2$ &)1#62 '5( @

Representasi biner dari nilai intesitas setiap piksel pada segmen gambar berukuran 8x8

ditunjukkan sebagai berikut:

b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b

b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b

b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b

b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b

b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b

b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b

b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b

b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b4b5b6b7b8 b1b2b3b

Di mana, bi merupakan nilai bit ke- dari nilai intensitas setiap piksel pada citra. Nilai

bi adalah 0 atau 1. Citra dengan kedalaman 8 bit atau sering disebut citra 8-bit akan

memiliki 8 buah ! " pada setiap segmennya. Hasil ! " dari citra 8-bit

adalah sebagai berikut:

I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8

I9 I10 I11 I12 I13 I14 I15 I6

I17 I18 I19 I20 I21 I22 I23 I24

I25 I26 I27 I28 I29 I30 I31 I32

I33 I34 I35 I36 I37 I38 I39 I40

I41 I42 I43 I44 I45 I46 I47 I48

I49 I50 I51 I52 I53 I54 I55 I56

I57 I58 I59 I60 I61 I62 I63 I64

(49)

1. ! " 1

2. ! " 2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2 b2

3. ! " 3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3

b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b3 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1 b1

b1 b1 b1 b1 b

Gambar

gambar dari citra digital tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.
gambar yang kompleks. Hal ini hanya berlaku pada kasus dimana sebuah gambar
Gambar 3.2 menunjukkan blok 8x8 yang paling kompleks dengan nilai
Gambar 3.4.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilaksanakan kegiatan Evaluasi Dokumen Penawaran Pengadaan Meubelair Kantor Pengadilan Agama Nunukan sejak tanggal 18 Juni 2015 sampai dengan tanggal 20 Juni 2015;

Dengan ini kami beritahukan bahwa perusahaan Saudara telah masuk dalam Daftar Pendek untuk paket pekerjaan tersebut di atas2. Muara

Uji coba pada kelompok besar dila-kukan di SMP Muhammadiyah 1 Tulang Bawang Tengah di kelas VII semester I. Siswa dikumpulkan dalam satu kelas dan diberi

Non Aplicable Dari hasil verifikasi di ketahui bahwa selama setahun terakhir periode Januari s/d Desember 2016, CV Bukit Layang tidak melakukan kegiatan

Tempat Penerimaan Pasien Rawat Jalan atau Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan (TPPRJ) disebut juga loket Pendaftaran Pasien Rawat Jalan yang mempunyai tugas pokok yaitu

Non Aplicable Dari hasil verifikasi di ketahui bahwa selama setahun terakhir periode Januari s/d Desember 2016, CV Bukit Cemara Indah tidak melakukan kegiatan

Pengembangan Indikator Kepuasan Pasien Rumah Sakit Dipropinsi Jawa Tengah, Riset Pembinaan Kesehatan Kerjasama FKM UNDIP dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes

UPAYA TUTOR DALAM MENINGKATKAN MOTORIK HALUS ANAK USIA DINI (3-4 TAHUN) MELALUI PENGEMBANGAN KREATIVITAS SENI MELIPAT (ORIGAMI). Universitas Pendidikan Indonesia |