• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konstruksi Makna Keperawanan Bagi Mahasiswa Tidak Perawan Di Kota Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konstruksi Makna Keperawanan Bagi Mahasiswa Tidak Perawan Di Kota Bandung"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1

Tidak Perawan Di Kota Bandung)

DAPID SAPUTRA NIM. 41809875

Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, Bandung, Indonesia

Email:

dapidsaputra64@gmail.com

ABSTRACT

Research intends to know the meaning of virginity for female student not virgin in Bandung. To answer a this research then appointed sub focus of research is value, motif and experience.

Method of research is a qualitative with phenomenology study. Informants amounted to four people using snowball sampling technique. Data collection using the study of literature, online data tracking, observation, interview, and documentation. Test the validity of the observation data by increase in persistence, triangulation, and discussion,. Data analysis technique used is data collection, data reduction, a data display, and data verification conclusion.

Result of research is the value of virginity by female student not virgin in Bandung is no mean because it does not understand the values of Islamic Religion, motif of female student not virgin in Bandung namely „in order to motives‟ is love that is not true while „because motives‟ is environment, and the experience of female student not virgin in Bandung over the meaning of virginity is important when it was still a virgin and not a big deal because had done adultery.

Conclusion of research is meaning of virginity were constructed by the female student not virgin in Bandung is something that does not mean because they do not understand the value of virginity in terms of culture and ideology and did not know that in Islam, the value of virginity it is sanctity of self and the virgin woman it's better to be his wife.

(3)

2

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Membahas mengenai keperawanan maka secara tidak langsung kita menyinggung hal yang sangat tabu bagi kaum perempuan. Hal ini dikarenakan masalah keperawanan merupakan suatu hal yang sangat sensitif. Menanyakan mengenai makna keperawanan bagi kaum perempuan, itu secara tidak langsung menanyakan mengenai harga diri mereka.

Keperawanan adalah suatu hal yang terkadang menjadi perdebatan dimasa kini. Banyak pihak yang masih memperdebatkan hal tersebut dan saling mempertanyakan satu sama lain dan belum bisa mendapatkan sebuah jawaban yang tepat. Pertanyaan tersebut adalah mengenai betapa pentingnya sebuah nilai keperawanan di mata seorang perempuan. Salah satu pihak menjawab bahwa keperawanan itu masih penting untuk dipertahankan hingga menikah kelak dan pihak lain menjawab bahwa keperawanan itu bukan menjadi patokan utama untuk seorang perempuan apakah mereka diterima atau tidaknya oleh seorang laki-laki apabila ia kelak menjadi istrinya.

Kedua belah pihak tersebut akan selalu memperdebatkan hal tersebut dan belum bisa menemukan jawaban yang tepat. Hingga mereka menarik sebuah kesimpulan yang tidak pasti bahwa hal tersebut dikembalikan lagi kepada pihak yang memperdebatkannya yaitu apakah mereka masih mempertimbangkan keperawanan menjadi patokan utama untuk diterima oleh pasangannnya atau mereka tidak mempersoalkan masalah keperawanan apabila mereka menikah.

(4)

3

kalau ia berhubungan seks sebelum menikah. Pelanggaran ini akan dihukum berat (Baswardono, 2005:4).

Semakin berubahnya jaman maka semakin berubah juga pandangan masyarakat mengenai arti pentingnya sebuah keperawanan. Masa lalu sangatlah berbeda apabila dibandingkan dengan masa sekarang, di mana nilai sebuah keperawanan di masa sekarang bukanlah menjadi sebuah nilai yang terlalu berharga. Banyak kaum perempuan di masa sekarang tidak mementingkan arti sebuah nilai keperawanan, hingga muncul anggapan bahwa perawan atau tidak perawan itu sama saja. Banyak faktor yang mempengaruhi kaum perempuan untuk beranggapan seperti itu. Salah satunya adalah anggapan bahwa bukan hanya dia yang tidak perawan, perempuan lain masih banyak yang tidak perawan. Selain itu, perawan atau tidaknya, masih bisa diterima di lingkungan masyarakat. Apalagi di kalangan masyarakat perkotaan yang menganggap hal tersebut bukanlah hal tabu untuk dijaga.

Seperti dikutip dari pendapat Virgin (21 tahun) dalam Baswardono (2005:23):

(5)

4

sebuah keperawanan adalah nilai mutlak yang harus dijaga kesuciannya. Rasulullah menganjurkan umatnya untuk mengutamakan mencari istri yang masih perawan. Hal ini diungkapkan berdasarkan hadits:

“Menikahlah dengan gadis, sebab mulut mereka lebih jernih, rahimnya lebih cepat hamil, dan lebih rela pada pemberian yang sedikit”.

Hal itu dianjurkan karena wanita perawan cenderung memiliki kesehatan yang lebih baik daripada perempuan yang sudah tidak perawan lagi. Wanita perawan mempunyai tingkat kesuburan yang lebih baik sehingga memudahkan untuk memperoleh keturunan.

Dari penjelasan tersebut, seharusnya wanita wajib untuk menjaga keperawanannya dan jangan berpandangan bahwa keperawanan merupakan hal yang biasa dan tidak berusaha untuk menjaganya. Ingatlah bahwa setelah kehidupan ini maka masih ada kehidupan lain. Manusia diharuskan memikirkan bahwa kehidupan saat ini merupakan modal bagi kita untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya. Apabila manusia tidak bisa mencari modal yang baik untuk kehidupan selanjutnya maka sudah semestinya ia mendapat hukuman di akherat nanti. Di akherat nanti, bagi mereka yang sering melakukan perzinahan maka akan mendapatkan tempat khusus untuk mempertanggunggjawabkan perbuatannya. Di dalam Hadits Zawajir Juz 2 Hal 137, Rosulullahi Shollalloohu

„Alaihi Wasallam bersabda yang artinya sebagai berikut:

(6)

5

hancur dan dari lubang kemaluannya mengalir nanah yang sangat busuk”.

Hadits tersebut juga menjelaskan bahwa bagi mereka yang sering berzinah maka akan mendapatkan siksaan di dalam neraka jahaman. Sudah seharusnya mereka menjauhkan diri dari zinah dan mulai untuk beranggapan bahwa keperawanan harus dijaga dengan sebaik mungkin.

Tapi pada masa sekarang ini, banyak orang yang sudah terlanjur melakukan zinah. Banyak alasan yang dikemukan bagi mereka yang sudah pernah melakukan zinah. Dalam Islam dikatakan bahwa, setiap orang yang sudah pernah melakukan zinah diharapkan untuk menutup aibnya. Karena aib tersebut seharusnya disimpan sebaik mungkin bukan untuk diketahui oleh orang lain.

Dalam ajaran Islam, banyak dalil-dalil yang mengatakan bahwa untuk menutup aib masing-masing. Diantaranya adalah sabda Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam:

“Jauhilah dosa yang telah Allah larang. Siapa saja yang telah terlajur melakukan dosa tersebut, maka tutuplah rapat-rapat dengan apa yang telah Allah tutupi”.

Dan bahkan Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam mengancam bahwa orang yang suka membuka aibnya sendiri setelah ditutupi oleh Allah, maka Allah tidak akan mengampuninya. Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam bersabda:

“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang melakukan jahr. Di

(7)

6

di masa lalu apabila dia telah berzina. Tetapi dalam kenyataan di masa sekarang, banyak kaum perempuan yang tidak merasa malu lagi untuk membuka rahasia atau aib mereka sendiri yang seharusnya dijaga dengan sebaik mungkin. Aib tersebut yaitu dengan memberitahukan mengenai keperawanan mereka kepada orang lain.

Bagi kaum perempuan, sudah seharusnya ia menjaga kesuciannya hingga ia menikah kelak. Wanita yang baik dan bisa menjaga kesuciannya adalah wanita yang dianjurkan untuk dijadikan sebagai seorang istri. Wanita yang baik dan bisa dijadikan sebagai seorang istri harus memenuhi kriteria yang sudah dianjurkan oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya sebagai berikut:

(8)

7

seorang wanita untuk menjaga kesuciannya untuk suaminya hingga ia menikah kelak.

Semakin berkembangnya zaman maka makna keperawanan sudah mengalami pergeseran. Faktor lingkungan menjadi salah satu penyebab mengapa keperawanan sebagai suatu hal yang menjadi perdebatan. Perdebatan-perdebatan mengenai keperawanan tersebut akhrinya menjadi sebuah pertanyaan bagi mahasiswi saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah makro dalam penelitian ini yaitu: “Bagaimana Konstruksi Makna Keperawanan Bagi Mahasiswi Tidak Perawan Di Kota Bandung?”

Sedangkan rumusan masalah mikro dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana nilai keperawanan bagi mahasiswi tidak perawan di kota

Bandung?

2. Bagaimana motif mahasiswi tidak perawan di kota Bandung untuk memaknai keperawanan?

3. Bagaimana pengalaman mahasiswi tidak perawan di kota Bandung selama memaknai keperawanan?

2. KERANGKA PEMIKIRAN

(9)

8

manusia menjadi aktor yang memandang makna sebagai sesuatu yang intersubjektif (Schutz).

Intersubjektif di sini dimaksudkan dengan menggunakan studi fenomenologi mahasiswi tidak perawan sebagai aktor dalam dunia sosial memiliki kesamaan dan kebersamaan dalam memaknai mengenai keperawanan. Makna intersubjektif ini merupakan proses interaksi di antara mahasiswi tidak perawan dengan lingkungan sekitar.

3. PEMBAHASAN

Pembentukan makna keperawanan yang dilakukan oleh mahasiswi tidak perawan berdasarkan apa yang dipahaminya mengenai keperawanan itu sendiri serta berbagai informasi yang ia dapatkan dari lingkungan sekitarnya. Memahami mengenai keperawanan merupakan pemikiran yang berasal dari pandangannya sendiri setelah melakukan pengamatan berdasarkan pengalamannya selama ini. Mahasiswi tidak perawan dalam memandang keperawanan adalah sebagai sesuatu yang tidak berarti karena berdasarkan apa yang telah ia alami selama ini. Dengan kondisinya yang sudah tidak perawan maka ketika memandang keperawanan sudah biasa saja. Hal ini akan berbeda ketika ia masih perawan, di mana keperawanan sebagai sesuatu yang masih sangat penting dan suci untuk dijaga.

(10)

9

orang di sekitarnya maka akan membantu ia dalam membangun makna keperawanan itu sendiri. Setelah menggabungkan pandangan mengenai keperawanan dari diri sendiri dan digabungkan dengan pandangan dari lingkungannya maka mahasiswi tidak perawan ketika memaknai keperawanan adalah sebagai sesuatu yang biasa saja atau tidak berarti.

Untuk memahami mengenai pembentukan makna di dalam sebuah realitas sosial oleh Berger dan Luckmann, ada tiga hal yang harus diperhatikan lebih lanjut yaitu mengenai nilai, motif dan pengalaman. Dari ketiga hal tersebut maka peneliti bisa membangun makna keperawanan itu sendiri.

Berdasarkan nilai yang disampaikan oleh mahasiswi tidak perawan di Kota Bandung dalam memaknai keperawanan itu sendiri yaitu keperawanan adalah sesuatu yang biasa saja atau tidak berarti. Jelas dikatakan dalam Agama Islam bahwa nilai keperawanan berhubungan dengan sesuatu yang baik, penting untuk dijaga dan suci. Hal ini merupakan perintah-Nya yang harus dijalankan. Apabila tidak bisa menjaga kesuciannya maka wanita akan menerima hukuman dari Allah SWT. Berdasarkan apa yang disampaikan oleh mahasiswi tidak perawan mengenai nilai keperawanan yang tidak berarti maka sudah jelas mereka tidak menjalankan perintah Allah SWT dan akan mendapatkan azab-Nya di akherat kelak. Mahasiswi tidak perawan tidak memahami terhadap nilai-nilai keyakinan yang dianut dan akhirnya dalam memandang keperawanan sebagai sesuatu yang tidak berarti, hanya berdasarkan pandangan diri sendiri tanpa memikirkan nilai agama yang dianutnya.

(11)

10

„ ‟

keperawanan adalah cinta. Dengan mengatakan semuanya karena cinta maka ini bisa dikatakan mahasiswi tidak perawan berserah diri untuk masa yang akan datang. Dalam menerima seseorang untuk dijadikan istri maka seseorang harus didasari dengan rasa cinta tapi apabila dikaitkan dengan Agama Islam, hal itu sungguh berbeda.

Dalam Agama Islam jelas dikatakan bahwa cinta sesungguhnya adalah cinta yang berdasarkan rasa sayang untuk menjaga bukan untuk menghancurkan. Apabila mahasiswi tidak perawan mengerti akan hal itu maka dari awal ia masih perawan harus mengerti bahwa apabila ada seorang laki-laki yang mencintainya maka laki-laki tersebut akan menjaganya bukan menghancurkannya.

Berdasarkan hadist Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa dianjurkan untuk memilih wanita yang masih perawan karena wanita perawan cenderung memiliki kesehatan yang lebih baik daripada perempuan yang sudah tidak perawan lagi. Wanita perawan mempunyai tingkat kesuburan yang lebih baik sehingga memudahkan untuk memperoleh keturunan.

Berdasarkan hadits tersebut maka sudah sewajarnya mahasiswi tidak perawan menjaga keperawanannya tetap suci untuk bisa dijadikan sebagai seorang istri. Karena wanita yang masih perawan dianjurkan dalam Agama Islam untuk dijadikan istri. Maka sudah seharusnya para mahasiswi tidak perawan sebagai seorang muslimah harus berpegang kepada ajaran Agama Islam bukan berpegangan kepada cinta semata. Selain itu, sebagai seorang laki-laki harus sadar bahwa apabila memahami ajaran Agama Islam dengan baik maka akan berpikiran untuk mencari seorang istri yang masih perawan karena wanita masih perawan lebih baik dan bisa menghasilka keturunan yang baik pula.

(12)

11

Pengalaman mahasiswi tidak perawan di Kota Bandung selama memaknai keperawanan adalah pada waktu masih dalam kondisi perawan maka keperawanan adalah sesuatu yang sangat dianggap penting untuk dijaga. Sedangkan ketika sudah tidak perawan lagi maka makna keperawanan itu sendiri adalah sebagai sesuatu yang tidak penting walaupun ada satu mahasiswi tidak perawan yang menganggap itu masih penting karena faktor masa depan. Perubahan yang dialami oleh mahasiswi tidak perawan dari kondisi perawan menjadi tidak perawan karena kesalahan yang pernah mereka lakukan yaitu zinah. Makna keperawanan tidak akan berubah apabila mereka tidak melakukan zinah. Untuk mencegah zinah tersebut, seharusnya mereka memahami bahwa dalam Agama Islam jelas dikatakan bahwa zinah adalah perbuatan yang dikutuk oleh Allah SWT. Jelas dikatakan dalam sebuah hadist, apabila melakukan zinah maka mereka akan mendapatkan azab dari Allah SWT di akherat kelak. Karena tidak memahami maka mudah saja bagi mereka melakukan zinah. Apabila memahami maka mereka bisa menghindari perbuatan tersebut.

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setelah melakukan analisis terhadap hasil penelitian dan melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian mengenai konstruksi makna keperawanan bagi mahasiswi tidak perawan di Kota Bandung maka dapat dibuat kesimpulan, yaitu sebagai berikut:

1. Nilai keperawanan bagi Mahasiswi tidak perawan di Kota Bandung adalah sebagai sesuatu yang tidak berarti karena tidak memahami nilai-nilai agama yang dianut yaitu Agama Islam.

(13)

12

Islam yang mengatakan bahwa wanita perawan lebih baik untuk dijadikan sebagai seorang istri. Sedangkan alasan cinta karena mahasiswi tidak perawan tidak mengetahui mengenai cinta sesungguhnya. Sedangkan motif „karena‟ mahasiswi tidak perawan di Kota Bandung dalam memaknai keperawanan sebagai sesuatu yang penting adalah lingkungan.

3. Pengalaman mahasiswi tidak perawan di Kota Bandung selama proses konstruksi makna keperawanan yaitu ketika masih dalam kondisi perawan dalam memaknai keperawanan adalah sebagai sesuatu yang penting. Sedangkan ketika sudah tidak perawan lagi maka makna keperawanan adalah sebagai sesuatu yang biasa saja. Hal ini dikarenakan mahasiswi tidak perawan sudah melakukan zinah, apabila mereka bisa menghindari zinah dari awal maka mahasiswi tidak perawan menganggap keperawanan sebagai sesuatu yang suci untuk dijaga.

Berdasarkan ketiga resume di atas yaitu mengenai nilai, motif dan pengalaman maka ditarik kesimpulan mengenai makna keperawanan bagi mahasiswi tidak perawan di Kota Bandung sebagai berikut, yaitu makna keperawanan yang dikonstruksikan oleh mahasiswi tidak perawan di Kota Bandung adalah sesuatu yang tidak berarti karena tidak memahami nilai keperawanan dari sisi budaya dan ideologi serta tidak mengetahui bahwa dalam Agama Islam nilai keperawanan itu adalah kesucian diri dan wanita perawan itu lebih baik untuk dijadikan istri.

4.2 Saran

Berikut adalah saran-saran yang ditujukan kepada para mahasiswi tidak perawan, yaitu:

(14)

13

bersama komunitas tersebut sehingga mempunyai berbagai kegiatan dan dengan sendirinya bisa menghindari kegiatan di luar kebenaran (zinah dapat dihindari).

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Ardianto, Elvinaro. 2011. Metodologi Penelitian Untuk Public Relations, Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung:Simbiosa Rekatama Media.

---. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung:Simbiosa Rekatama Media.

Basrowi dan Sukidin. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya:Insan Cendekian.

Baswardono, Dono. 2005. Perawan Tiga Detik. Yogyakarta:Galang Press. Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif. Jakarta:Kencana.

---. 2008. Sosiologi Komunikasi. Jakarta:Prenada Media Group. Effendy, Onong Uchjana. 2001. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik.

Bandung:Remaja Rosdakarya.

Furchan, Arief. 1992. Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial. Surabaya:Usaha Nasional. Hidayat, Dedy N. 2003. Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik

Klasik. Jakarta:Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia. Hikmat, Mahi M. 2010. Komunikasi Politik. Bandung:Simbiosa Rekatama Media. Josep A, Devito. 2011. Komunikasi Antar Manusia. Tanggerang

Selatan:Kharisma Publishing Group.

Juliastuti, Nuraeni. 2000. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:Kencana.

Laksmi. 2012. Interaksi, Interpretasi dan Makna. Bandung:Karya Putra Darwati. Liliweri, Alo. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Jakarta:Kencana

Prenada Media Group.

Kriyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta:Kencana. Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi.

Bandung:Widya Padjajaran.

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:Remaja Rosdakarya.

(15)

14

Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung:Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex. 2013. Filsafat Komunikasi. Bandung:Remaja Rosda Karya.

---. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung:Remaja Rosda Karya. Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta.

(16)

vi

NOT VIRGIN IN CITY OF BANDUNG

(Phenomenological Study regarding Construction Meaning Of Virginity For Female Student Not Virgin In City Of Bandung)

By Dapid Saputra NIM. 41809875

This research under guidance : Dr. H. M. Ali Syamsudin Amin, S.Ag., M.Si.

NIP. 4127 35 30 005

Research intends to know the meaning of virginity for female student not virgin in Bandung. To answer a this research then appointed sub focus of research is value, motif and experience.

Method of research is a qualitative with phenomenology study. Informants amounted to four people using snowball sampling technique. Data collection using the study of literature, online data tracking, observation, interview, and documentation. Test the validity of the observation data by increase in persistence, triangulation, and discussion,. Data analysis technique used is data collection, data reduction, a data display, and data verification conclusion.

Result of research is the value of virginity by female student not virgin in Bandung is no mean because it does not understand the values of Islamic Religion, motif of female student not virgin in Bandung namely ‘in order to motives’ is love that is not true while ‘because motives’ is environment, and the experience of female student not virgin in Bandung over the meaning of virginity is important when it was still a virgin and not a big deal because had done adultery.

Conclusion of research is meaning of virginity were constructed by the female student not virgin in Bandung is something that does not mean because they do not understand the value of virginity in terms of culture and ideology and did not know that in Islam, the value of virginity it is sanctity of self and the virgin woman it's better to be his wife.

Suggestions of research is female student not virgin in Bandung is let do penance for his mistakes early on. Join the community according talents and interests, so as to have a variety of activities and by itself could avoid activities outside of truth (adultery can be avoided).

(17)

v

KONSTRUKSI MAKNA KEPERAWANAN BAGI MAHASISWI TIDAK PERAWAN DI KOTA BANDUNG

(Studi Fenomenologi Mengenai Konstruksi Makna Keperawanan Bagi Mahasiswi Tidak Perawan Di Kota Bandung)

Oleh :

Penelitian bermaksud mengetahui makna keperawanan bagi mahasiswi tidak perawan di Kota Bandung. Untuk menjawab penelitian tersebut maka diangkat sub fokus penelitian yaitu nilai, motif dan pengalaman.

Metode penelitian yaitu kualitatif dengan studi fenomenologi. Informan berjumlah 4 orang dengan menggunakan teknik snowball sampling. Pengumpulan data menggunakan studi literatur, penelusuran data online, observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Uji keabsahan data dengan cara peningkatan ketekunan, triangulasi, dan diskusi. Teknik analisa data yang digunakan adalah data collection, data reduction, data display, dan data conclusion verification.

Hasil penelitian yaitu nilai keperawanan menurut mahasiswi tidak perawan adalah tidak berarti karena tidak memahami nilai-nilai Agama Islam, motif mahasiswi tidak perawan yaitu motif ‘untuk’ adalah cinta yang bukan sesungguhnya sedangkan motif ‘karena’ adalah lingkungan, dan pengalaman mahasiswi tidak perawan selama memaknai keperawanan adalah penting ketika masih perawan dan biasa saja karena telah melakukan zinah.

Kesimpulan penelitian adalah makna keperawanan yang dikonstruksikan oleh mahasiswi tidak perawan di Kota Bandung adalah sesuatu yang tidak berarti karena tidak memahami nilai keperawanan dari sisi budaya dan ideologi serta tidak mengetahui bahwa dalam Agama Islam nilai keperawanan itu adalah kesucian diri dan wanita perawan itu lebih baik untuk dijadikan istri.

Saran penelitian adalah mahasiswi tidak perawan di Kota Bandung hendaklah melakukan tobat sejak dini atas kesalahannya. Bergabung dengan komunitas sesuai bakat dan minat, sehingga mempunyai berbagai kegiatan dan dengan sendirinya bisa menghindari kegiatan di luar kebenaran (zinah dapat dihindari).

(18)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Membahas mengenai keperawanan maka secara tidak langsung kita menyinggung hal yang sangat tabu bagi kaum perempuan. Hal ini dikarenakan masalah keperawanan merupakan suatu hal yang sangat sensitif. Menanyakan mengenai makna keperawanan bagi kaum perempuan, itu secara tidak langsung menanyakan mengenai harga diri mereka.

Keperawanan adalah suatu hal yang terkadang menjadi perdebatan dimasa kini. Banyak pihak yang masih memperdebatkan hal tersebut dan saling mempertanyakan satu sama lain dan belum bisa mendapatkan sebuah jawaban yang tepat. Pertanyaan tersebut adalah mengenai betapa pentingnya sebuah nilai keperawanan di mata seorang perempuan. Salah satu pihak menjawab bahwa keperawanan itu masih penting untuk dipertahankan hingga menikah kelak dan pihak lain menjawab bahwa keperawanan itu bukan menjadi patokan utama untuk seorang perempuan apakah mereka diterima atau tidaknya oleh seorang laki-laki apabila ia kelak menjadi istrinya.

(19)

keperawanan menjadi patokan utama untuk diterima oleh pasangannnya atau mereka tidak mempersoalkan masalah keperawanan apabila mereka menikah.

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan keperawanan itu sendiri. Keperawanan adalah keadaan belum pernah berhubungan seksual. Keperawanan dianggap positif atau negatif tergantung pada umur, jenis kelamin dan budaya seseorang, serta sikap dan keyakinan pribadinya. Secara selintas, definisi keperawanan kelihatannya sudah jelas pernah atau tidak pernah berhubungan seks. Padahal, bila kita bicara dengan orang-orang, ada banyak hal “pertama kali” yang mereka anggap penting atau bahkan lebih penting daripada hubungan seks, baik secara fisik, emosional, intelektual maupun politik (Baswardono, 2005:3).

Apabila kita melihat waktu kebelakang maka kita akan menemukan sebuah pendapat yang berbeda apabila dibandingkan dengan anggapan masa sekarang mengenai pentingnya sebuah keperawanan. Menurut Baswardono, masa lalu, nilai sebuah keperawanan adalah sebuah hal yang mutlak dan wajib harus dijaga oleh seorang perempuan hingga ia menikah kelak. Apabila ia tidak bisa menjaganya maka bisa dikatakan harga diri dari perempuan tersebut akan jatuh di mata masyarakat maupun di depan suaminya. Wanita diharapkan tetap menahan diri sampai perkawinan. Seorang wanita dianggap menjatuhkan kehormatan keluarga kalau ia berhubungan seks sebelum menikah. Pelanggaran ini akan dihukum berat (Baswardono, 2005:4).

(20)

keperawanan di masa sekarang bukanlah menjadi sebuah nilai yang terlalu berharga. Banyak kaum perempuan di masa sekarang tidak mementingkan arti sebuah nilai keperawanan, hingga muncul anggapan bahwa perawan atau tidak perawan itu sama saja. Banyak faktor yang mempengaruhi kaum perempuan untuk beranggapan seperti itu. Salah satunya adalah anggapan bahwa bukan hanya dia yang tidak perawan, perempuan lain masih banyak yang tidak perawan. Selain itu, perawan atau tidaknya, masih bisa diterima di lingkungan masyarakat. Apalagi di kalangan masyarakat perkotaan yang menganggap hal tersebut bukanlah hal tabu untuk dijaga.

Seperti dikutip dari pendapat Virgin (21 tahun) dalam Baswardono (2005:23):

“Di dalam lingkungan saya, saya banyak mengenal pasangan yang sudah berhubungan seks meski mereka belum menikah. Saya malah tidak percaya kalau ada yang mengaku masih perawan dan perjaka. Kalau saya tanya mengapa mereka berhubungan seks biasanya dijawab karena mereka yakin akhirnya akan menikah juga. Jadi, mari hadapi saja hidup ini. Bayangkan, dua orang kekasih, yang satu masih perawan dan yang lain perjaka. Keduanya penuh dengan hormon dan nafsu yang terhambat selama ini. Ketika akhirnya mereka berdua memutuskan untuk berhubungan seks sebelum menikah, ternyata... hanya berlangsung selama tiga detik! Maka, saya dengan lantang akan berteriak sekencang-kencangnya, “Busyet, buat apa aku menunggu sepanjang hidupku hanya untuk sesuatu yang berlangsung selama tiga detik saja? Tak usyah ya!”

(21)

“Menikahlah dengan gadis, sebab mulut mereka lebih jernih, rahimnya

lebih cepat hamil, dan lebih rela pada pemberian yang sedikit”.1

Hal itu dianjurkan karena wanita perawan cenderung memiliki kesehatan yang lebih baik daripada perempuan yang sudah tidak perawan lagi. Wanita perawan mempunyai tingkat kesuburan yang lebih baik sehingga memudahkan untuk memperoleh keturunan.2

Dari penjelasan tersebut, seharusnya wanita wajib untuk menjaga keperawanannya dan jangan berpandangan bahwa keperawanan merupakan hal yang biasa dan tidak berusaha untuk menjaganya. Ingatlah bahwa setelah kehidupan ini maka masih ada kehidupan lain. Manusia diharuskan memikirkan bahwa kehidupan saat ini merupakan modal bagi kita untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya. Apabila manusia tidak bisa mencari modal yang baik untuk kehidupan selanjutnya maka sudah semestinya ia mendapat hukuman di akherat nanti. Di akherat nanti, bagi mereka yang sering melakukan perzinahan maka akan mendapatkan tempat khusus untuk mempertanggunggjawabkan perbuatannya. Di dalam Hadits Zawajir Juz 2 Hal 137, Rosulullahi Shollalloohu „Alaihi Wasallam bersabda yang artinya sebagai berikut:

“Dan di dalam neraka Jahannam terdapat jurang, namanya “Jubbul Hazan”. Isinya ular-ular dan kalajengking-kalajengking. Setiap kala jengking, besarnya sebighol (sejenis kuda), ia mempunyai 70 (tujuh puluh) duri penyengat. Di dalam setiap duri penyengatnya mengandung racun. Tugasnya, menyengat orang yang melakukan perzinahan sambil

1

HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al Albani dalam

http://flpmaliki.blogspot.com/2013/05/kenapa-harus-perawan.html. Diakses pada tanggal 18 April 2015, pukul 19.34 wib.

2

(22)

menuangkan racun bisanya kedalam tubuh orang yang melakukan zina tersebut. Terus menerus dia merasakan sakit yang amat sangat akibat sengatan kalajengking itu, selama 1000 (seribu) tahun, sehingga dagingnya hancur dan dari lubang kemaluannya mengalir nanah yang sangat busuk”.3

Hadits tersebut juga menjelaskan bahwa bagi mereka yang sering berzinah maka akan mendapatkan siksaan di dalam neraka jahaman. Sudah seharusnya mereka menjauhkan diri dari zinah dan mulai untuk beranggapan bahwa keperawanan harus dijaga dengan sebaik mungkin.

Tapi pada masa sekarang ini, banyak orang yang sudah terlanjur melakukan zinah. Banyak alasan yang dikemukan bagi mereka yang sudah pernah melakukan zinah. Dalam Islam dikatakan bahwa, setiap orang yang sudah pernah melakukan zinah diharapkan untuk menutup aibnya. Karena aib tersebut seharusnya disimpan sebaik mungkin bukan untuk diketahui oleh orang lain.

Dalam ajaran Islam, banyak dalil-dalil yang mengatakan bahwa untuk menutup aib masing-masing. Diantaranya adalah sabda Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam:

“Jauhilah dosa yang telah Allah larang. Siapa saja yang telah terlajur

melakukan dosa tersebut, maka tutuplah rapat-rapat dengan apa yang telah

Allah tutupi”.4

3 http://jakartankh.blogspot.com/2014/05/dosa-orang-yang-berzina.html. Diakses pada tanggal 18 April 2015, pukul 19.37 wib.

4

HR. Al-Baihaqi dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Shohihah 663 dari Ibnu Umar

(23)

Dan bahkan Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam mengancam bahwa orang yang suka membuka aibnya sendiri setelah ditutupi oleh Allah, maka Allah tidak akan mengampuninya. Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam bersabda:

“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang yang melakukan jahr. Di antara bentuk melakukan jahradalah seseorang di malam hari melakukan maksiat, namun di pagi harinya –padahal telah Allah tutupi-, ia sendiri yang bercerita, “Wahai fulan, aku semalam telah melakukan maksiat ini dan itu.” Padahal semalam Allah telah tutupi maksiat yang ia lakukan, namun di pagi harinya ia sendiri yang membuka „aib-„aibnya yang telah Allah tutup.5

Maka dari dalil-dalil ini maka seorang wanita tidak boleh membuka aibnya di masa lalu apabila dia telah berzina. Tetapi dalam kenyataan di masa sekarang, banyak kaum perempuan yang tidak merasa malu lagi untuk membuka rahasia atau aib mereka sendiri yang seharusnya dijaga dengan sebaik mungkin. Aib tersebut yaitu dengan memberitahukan mengenai keperawanan mereka kepada orang lain.

Bagi kaum perempuan, sudah seharusnya ia menjaga kesuciannya hingga ia menikah kelak. Wanita yang baik dan bisa menjaga kesuciannya adalah wanita yang dianjurkan untuk dijadikan sebagai seorang istri. Wanita yang baik dan bisa dijadikan sebagai seorang istri harus memenuhi kriteria yang sudah dianjurkan oleh Allah SWT, sebagaimana firman-Nya sebagai berikut:

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah

5HR. Bukhori No. 6069 dan Muslim 2990 dari Abu Hurairoh Radhiyallahu‟ anhu dalam

(24)

mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntun. (Q.S. An Nuur : 31).”6

Dalam Surat An Nuur tersebut sudah jelas dikatakan bahwa seorang wanita yang baik adalah wanita yang bisa menjaga kesuciannya (kemaluannya). Dengan menjaga kesuciaannya maka wanita tersebut merupakan seorang wanita yang sudah seharusnya dijadikan sebagai seorang istri. Sudah menjadi kewajiban seorang wanita untuk menjaga kesuciannya untuk suaminya hingga ia menikah kelak.

Semakin berkembangnya zaman maka makna keperawanan sudah mengalami pergeseran. Faktor lingkungan menjadi salah satu penyebab mengapa keperawanan sebagai suatu hal yang menjadi perdebatan. Perdebatan-perdebatan mengenai keperawanan tersebut akhrinya menjadi sebuah pertanyaan bagi mahasiswi saat ini.

Dalam mengungkapkan masalah keperawanan terjadi perbedaan pada masing-masing mahasiswi. Terjadinya perbedaan makna yang diungkapkan oleh seorang mahasiswi dengan mahasiswi lainnya dikarenakan proses konstruksi makna yang mereka lakukan juga berbeda-beda. Konstruksi makna adalah proses produksi makna melalui bahasa, konsep kontruksi makna bisa berubah. Akan

(25)

selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam posisi negosiasi yang disesuaikan dengan situasi yang baru. Ia adalah hasil praktek penandaan, praktek yang membuat sesuatu hal bermakna sesuatu (Juliastuti, 2000).

Pembentukan makna adalah berfikir, dan setiap individu memiliki kemampuan berfikir sesuai dengan kemampuan serta kapasitas kognitif atau muatan informasi yang dimilikinya. Oleh karena itu, makna tidak akan sama atas setiap individu walaupun objek yang dihadapinya adalah sama. Pemaknaan terjadi karena cara dan proses berfikir adalah unik pada setiap individu yang akan menghasilkan keragaman dalam pembentukan makna.

(26)

Keunikan berfikir sebagai proses pembentukan makna dalam diri individu ditentukan oleh faktor-faktor dalam diri individu tersebut, yang dipengaruhi oleh kontek sosial yang ada di diri individu tersebut.

Menurut Kaye, keunikan tersebut terlihat nyata ketika individu membangun komunikasi dengan orang lain. Kaye (1994) berpendapat bahwa:

In a very real sense, communication is about thinking. More precisely, it is concerned with the construction of meaning. Generally, people act toward others on the basis of how they construe others’ dispositions and behaviour. These constructions (meaning) are, in turn, influenced by individual value system, beliefs and attitudes. Dalam arti yang sangat nyata, komunikasi adalah tentang berpikir. Lebih tepatnya, itu berkaitan dengan konstruksi makna. Umumnya, orang bertindak terhadap orang lain berdasarkan bagaimana mereka menafsirkan disposisi dan perilaku orang lain. Konstruksi inti (makna) yang dipengaruhi oleh sistem nilai individu, kepercayaan dan sikap (Mulyana, 2007:64).”

Makna tentang keperawanan saat ini dipahami oleh masyarakat secara umum adalah sebagai suatu kondisi dimana seorang perempuan tidak suci lagi atau sudah pernah melakukan hubungan suami istri. Pemahaman ini dilihat sebagai konstruksi sosial yang diketahui oleh masyarakat. Makna yang dipahami mengenai keperawanan adalah sebuah hasil interpretasi dari pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki dan dialami oleh setiap individu.

(27)

sebagai sesuatu yang berharga, yang nantinya akan dijadikan sebagai nilai dan bentuk tindakan nyata yang akan mempengaruhi keadaan kedepannya.

Setiap individu akan berbeda dalam memaknai realitas yang ada, hal tersebut tergantung dari cari pandang mereka yang sangat dipengaruhi oleh frame of reference (kerangka berfikir) dan field of experience (pengalaman) mereka,

baik frame of reference dan field of experience setiap orang tentu saja dibentuk oleh berbagai faktor diantaranya adalah faktor fisiologi, faktor psikologi dan faktor budaya serta faktor-faktor lainnya yang melatar belakangi persepsi seseorang dalam mengkonstruksikan sebuah makna. Proses tersebut bisa terjadi pada saat proses komunikasi berlangsung yang berupa sistem komunikasi intrapersonal, seperti yang sudah diketahui bahwa komunikasi intrapersonal (terjadi dalam diri) dan merupakan taraf persuasif yang terdiri dari sensasi, persepsi, memori, berpikir (Jalaludin Rahmat, 2012).

Terdapat perbedaan kerangka pikir dan pengalaman akan membuat seseorang berbeda dalam memahami sebuah peristiwa, misalnya seorang anak muda akan berbeda persepsi mengenai sebuah kejadian dengan orang dewasa atau orang tua.

(28)

yang kuat apabila dikaitkan dengan masalah yang diteliti oleh peneiliti di dalam penelitian ini.

Kata komunikasi atau communication secara etimologis berkaitan dengan dua kata lainnya communion dan community berasal dari bahasa Latin communcare yang berarti to make common yaitu membuat sesuatu menjadi

bersama-sama atau to share yaitu membagi yang artiannya diperluas menjadi misalnya, komunikasi adalah proses atau tindakan untuk mengalihkan pesan dari suatu sumber kepada penerima melalui saluran dalam situasi adanya gangguan dan interferensi. Ada pula yang mengelaborasi definisi ini menjadi, komunikasi adalah transmisi pesan yang bertujuan untuk memperoleh makna perubahan tertentu. Komunikasi sebagai proses dan tindakan merupakan konsep dari kata berkomunikasi atau communicate juga berasal dari kata common yang artinya membagi, mempertukarkan, mengirimkan, mengalihkan, berbicara, isyarat, menulis, mendayagunakan, menghubungkan (to share, exchange, send along, transmit, talk, gesture, write, put in use, relate) (Weekley, 1967 dan De Vito,

1986 dalam Liliweri, 2011:35).

Banyaknya perbedaan yang diungkapkan mengakibatkan penarikan makna secara umum belum menemukan kepastian yang jelas. Hal ini dikarenakan bagaimana proses komunikasi yang dilakukan. Apabila pemaknaan yang diberikan oleh seseorang berbeda dengan orang lain membuat suatu problema baru muncul.

(29)

satunya dapat dilihat dari awal hingga akhir percakapan. Ketiga, komunikasi pada hakikatnya merupakan suatu simbol. Keempat, hal yang mengaitkan antara proses dan simbol adalah makna yang merupakan pusat dari pendefinisian komunikasi. Kelima, lingkungan merupakan situasi atau konteks dimana komunikasi terjadi.

Apabila kita tarik makna dalam permasalahan ini, maka kita akan menemukan berbagai pandangan yang berbeda-beda. Cara pandang seorang mahasiswi dengan mahasiswi yang lainnya tentulah berbeda dalam memaknai keperawanan itu sendiri. Proses komunikasi yang dilakukan oleh mahasiswi-mahasiswi melahirkan pendapat-pendapat tertentu dalam membangun makna mengenai keperawanan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi dalam mencari dan mengumpulkan berbagai informasi dari para mahasiswi tidak perawan di kota Bandung sebagai objek penelitian. Pendekatan fenomenologis memusatkan perhatian pada pengalaman subjektif. Pendekatan ini berhubungan dengan pandangan pribadi mengenai dunia serta berbagai kejadian yang dihadapinya. Dalam konteks fenomenologis, mahasiswi tidak perawan adalah aktor yang melakukan tindakan sosial bersama aktor lainnya yang memiliki kesamaan dan kebersamaan dalam ikatan makna intersubjektif. Menurut Schutz, makna subjektif yang terbentuk dalam dunia sosial oleh aktor lebih merupakan sebuah „kesamaan‟ dan „kebersamaan‟ (common and shared) diantara para aktor. Oleh karena itu, sebuah makna subjektif disebut sebagai „intersubjektif‟.

(30)

fenomena tertentu. Memahami pengalaman-pengalaman hidup manusia yang mengharuskan peneliti mengkaji sejumlah subjek dengan terlibat secara langsung untuk mengembangkan makna, yang berkaitan dengan motif aktor serta pengalamannya.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui dan mengkaji secara mendalam mengenai pemaknaan keperawanan oleh mahasiswi tidak perawan di kota Bandung. Maka judul yang diangkat dari penelitian ini sebagai berikut: Konstruksi Makna Keperawanan Bagi Mahasiswi Tidak Perawan Di Kota Bandung (Studi Fenomenologi Mengenai Konstruksi Makna Keperawanan Bagi Mahasiswi Tidak Perawan Di Kota Bandung).

1.2 Rumusan Masalah

Mengacu kepada latar belakang masalah di atas, maka peneliti membuat suatu rumusan masalah untuk penelitian ini yaitu rumusan masalah makro dan rumusan masalah mikro sebagai berikut:

1.2.1 Rumusan Masalah Makro

(31)

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro

Mengacu kepada rumusan masalah makro di atas, maka dapat dirumuskan masalah mikro dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana nilai keperawanan bagi mahasiswi tidak perawan di kota Bandung?

2. Bagaimana motif mahasiswi tidak perawan di kota Bandung untuk memaknai keperawanan?

3. Bagaimana pengalaman mahasiswi tidak perawan di kota Bandung selama memaknai keperawanan?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan secara mendalam bagaimana konstruksi makna keperawanan bagi mahasiswi tidak perawan di kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui nilai keperawanan bagi mahasiswi tidak perawan di kota Bandung.

(32)

3. Untuk mengetahui pengalaman mahasiswi tidak perawan di kota Bandung selama memaknai keperawanan.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini dapat dilihat dari segi teoritis dan praktis, sebagai berikut:

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu pengetahuan tentang komunikasi interpersonal secara umum dan secara khusus terkait dengan konstruksi makna.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Kegunaan secara praktis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.2.1 Kegunaan Bagi Peneliti

Dapat dijadikan bahan referensi sebuah pengetahuan dan pengalaman serta penerapan ilmu yang diperoleh peneliti selama studi secara teoritis. Dalam hal ini umumnya mengenai kajian komunikasi interpersonal dan khususnya mengenai konstruksi makna.

1.4.2.2 Kegunaan Bagi Akademik

(33)

dapat dijadikan sebagai literatur dan referensi tambahan terutama bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian pada kajian yang sama.

1.4.2.3 Kegunaan Bagi Mahasiswi Tidak Perawan Di Kota Bandung

(34)

17 2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Tentang Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Setelah peneliti melakukan tinjauan pustaka terdapat hasil penelitian terdahulu, ditemukan penelitian yang membahas tentang konstruksi makna dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Hasil pencarian peneliti mengenai penelitihan terdahulu yang sejenis memberikan informasi mengenai konstruksi makna itu sendiri, serta pendekatan yang menggunakan studi fenomenologi. Berikut hasil penelitian terdahulu yang sejenis yang ditampilkan dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.1 1 Nama Citra Abadi Winda Septiana Nuryanita Rahmat Dapid Saputra 2 Universitas Universitas

(35)
(36)
(37)
(38)

dari luar diri kita.

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi

Istilah komunikasi memang sudah menjadi bagian keseharian kehidupan manusia, bahkan dalam kehidupan hewan pun terjadi komunikasi sebagaimana sejumlah hasil penelitian yang mengarahkan pada lahirnya komunikasi hewani.

(39)

2.1.2.1 Pengertian Komunikasi

Kata komunikasi atau communication secara etimologis berkaitan dengan dua kata lainnya communion dan community berasal dari bahasa Latin communcare yang berarti to make common, membuat sesuatu menjadi bersama-sama atau to share, membagi yang artiannya diperluas menjadi misalnya, komunikasi adalah proses atau tindakan untuk mengalihkan pesan dari suatu sumber kepada penerima melalui saluran dalam situasi adanya gangguan dan interferensi. Ada pula yang mengelaborasi definisi ini menjadi komunikasi adalah transmisi pesan yang bertujuan untuk memperoleh makna perubahan tertentu. Komunikasi sebagai proses dan tindakan merupakan konsep dari kata berkomunikasi atau communicate juga berasal dari kata common yang artinya membagi, mempertukarkan, mengirimkan,

mengalihkan, berbicara, isyarat, menulis, mendayagunakan, menghubungkan (to share, exchange, send along, transmit, talk, gesture, write, put in use, relate) (Weekley, 1967 dan De Vito, 1986

dalam Liliweri, 2011:35).

Definisi dan pengertian komunikasi juga banyak dijelaskan oleh beberapa ahli komunikasi. Menurut Ruben & Stewart dalam Alo Liliweri (2011:35):

(40)

Pendapat lain tentang komunikasi menurut Santoso Santropoetro dalam Hikmat (2010:3-4):

“Esensinya adalah kesamaan pengertian di antara mereka yang berkomunikasi. Dalam kegiatannya, suatu komunikasi berlangsung melalui suatu proses, yaitu jalan dan urutan kegiatan sehingga terjadi atau timbul pengertian tentang suatu hal di antara unsur-unsur yang saling berkomunikasi. Komunikasi adalah kegiatan manusia untuk saling memahami atau mengerti tentang suatu pesan yang dihadapi bersama antara pemberi pesan (komunikator) dan penerima pesan (komunikan), yang ada pada umumnya berakhir dengan suatu efek atau hasil. Efek komunikasi merupakan segala perubahan yang terjadi pada komunikan sebagai akibat diterimanya suatu pesan dari komunikator.”

2.1.2.2 Proses Komunikasi

(41)

Gambar 2.1

Proses Komunikasi Sosial

Sumber: Baldwin dalam Hikmat, 2010.

Menurut Baldwin dalam buku Komunikasi Politik proses komunikasi: Pertama, komunikasi merupakan proses. Kedua, proses alami dari komunikasi, salah satunya dapat dilihat dari awal hingga akhir percakapan. Ketiga, komunikasi pada hakikatnya merupakan suatu simbol. Keempat, hal yang mengaitkan antara proses dan simbol adalah makna yang merupakan pusat dari pendefinisian komunikasi. Kelima, lingkungan merupakan situasi atau konteks di mana komunikasi terjadi (Hikmat, 2010:10-11).

2.1.2.3 Fungsi Komunikasi

(42)

A. Pendidikan dan Pengajaran

Fungsi pendidikan dan pengajaran sebenarnya sudah dikenal sejak awal kehidupan manusia, kedua fungsi ini dimulai dari dalam rumah, misalnya pendidikan nilai dan norma kebudayaan, budi pekerti, dan sopan santun (fungsi pengajaran) oleh orang tua dan anggota keluarga lain. Pendidikan dan pengajaran dilaksanakan melalui pendidikan formal di sekolah dan pendidikan informal atau nonformal dalam masyarakat. Komunikasi menjadi sarana penyediaan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan untuk memperlancar peranan manusia dan memberikan peluang bagi orang lain untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

B. Informasi

(43)

C. Hiburan

Untuk memecahkan masalah dalam kehidupan yang rutin, maka manusia harus mengalihkan perhatiannya dari situasi stress ke situasi yang lebih santai dan menyenangkan. Hiburan merupakan salah satu kebutuhan penting bagi semua orang. Komunikasi menyediakan hiburan yang tiada habis-habisnya misalnya melalui film, televisi, radio, drama, musik, literatur, komedi, dan permainan.

D. Diskusi

Kehidupan kita penuh dengan berbagai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda, untuk menyatukan perbedaan itu dibutuhkan debat dan diskusi antarpersonal maupun dalam kelompok. Melalui diskusi dan debat akan ditemukan kesatuan pendapat sambil tetap menghargai perbedaan yang dimiliki orang lain. Komunikasi merupakan sarana yang baik bagi penyaluran bakat untuk berdebat dan berdiskusi tentang gagasan baru yang lebih kreatif dalam membangun kehidupan bersama.

E. Persuasi

(44)

persuader terhadap penerima pesan yang diharapkan akan berubah pikiran dan perilakunya.

F. Promosi Kebudayaan

Komunikasi juga menyediakan kemungkinan atau peluang untuk memperkenalkan, menjaga, dan melestarikan tradisi budaya suatu masyarakat. Komunikasi membuat manusia dapat menyampaikan dan menumbuhkembangkan kreativitasnya dalam rangka pengembangan kebudayaan.

G. Integrasi

Melalui komunikasi, maka sejumlah orang yang melintasi ruang dan waktu di muka bumi ini dapat diintegrasikan, artinya dengan komunikasi makin banyak orang saling mengenal dan mengetahui keadaan masing-masing. Suatu bangsa yang besar dapat diintegrasikan melalui komunikasi, misalnya komunikasi melalui media massa.

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Intrapersonal

(45)

komunikasi mungkin dengan sang pencipta maupun dengan hati nurani kita sendiri. Manusia selalu membutuhkan komunikasi dengan lingkungan sekitarnya untuk mencukupi kebutuhan hidup dan untuk mencapai suatu tujuannya.

Ilmu komunikasi merupakan ilmu sosial terapan dan bukan termasuk ilmu sosial murni, karena ilmu sosial tidak bersifat absolute melainkan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman serta kondisi yang sedang terjadi. Hal tersebut dikarenakan ilmu komunikasi erat kaitannya dengan tindakan dan perilaku manusia, sedangkan perilaku dan tingkah laku manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan maupun perkembangan zaman.

Luasnya komunikasi ini didefinisikan oleh Joseph A Devito dalam Effendy (2005:5) sebagai:

“Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan, yang mendapat distorsi dari gangguan-gangguan, dalam suatu konteks, yang menimbulkan efek dan kesempatan arus balik. Oleh karena itu, kegiatan komunikasi meliputi komponen-komponen sebagai berikut: konteks, sumber, penerima, pesan, saluran gangguan, proses penyampaian atau proses encoding, penerima atau proses decoding, arus balik dan efek. Unsur-unsur tersebut agaknya paling esensial dalam setiap pertimbangan mengenai kegiatan komunikasi. Ini dapat dinamakan kesemestaan komunikasi; unsur-unsur yang terdapat pada setiap kegiatan komunikasi, apakah itu intra-personal, antar-personal, kelompok kecil, pidato, komunikasi massa atau komunikasi antar budaya.”

2.1.3.1 Definisi Komunikasi Intrapersonal

(46)

dengan dirinya sendiri dan dia berdialog dengan dirinya sendiri. Dia bertanya kepada dirinya dan dijawab oleh dirinya sendiri. Memang tidak salah kalau komunikasi intrapribadi disebut melamun, tetapi jika melamun bisa mengenai segala hal misalnya melamun menjadi orang kaya. Komunikasi intrapribadi berbicara dengan diri sendiri dalam rangka berkomunikasi dengan orang lain, dan orang lain ini bisa satu orang, sekelompok orang atau masyarakat keseluruhan. Jadi, sebelum berkomunikasi dengan orang lain seseorang melakukan komunikasi intrapribadi terlebih dahulu.

Disaat kita sedang berbicara kepada diri kita sendiri, sedang melakukan perenungan, perencanaan, dan penilaian pada diri kita terjadi proses neuro fisiologis yang berbentuk landasan bagi tanggapan motivasi dan komunikasi kita dengan orang-orang atau faktor–faktor di lingkungan kita. Mampu berdialog dengan diri sendiri berarti mampu mengenal diri sendiri. Belajar mengenal diri sendiri berarti belajar bagaimana kita berpikir dan berasa, bagaimana kita mengamati, menginterpretasikan dan bereaksi di lingkungan kita.

Di lain pihak Ronal L. Applbaum dalam buku Fundamental Concept in Human Communication mendefinisikan komunikasi

intrapersonal sebagai:

(47)

mengamati dan memberikan makna (intelektual dan emosional) kepada lingkungan kita” (Uchayana dalam Mazdalifah, 2014).

2.1.3.2 Ruang Lingkup Komunikasi Intrapersonal

Dalam komunikasi intrapersonal, akan dijelaskan bagaimana orang menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya, dan menghasilkannya kembali. Proses pengolahan informasi, yang di sini kita sebut komunikasi intrapersonal meliputi sensasi, persepsi, memori dan berpikir.

A. Sensasi

Sensasi berasal dari kata “sense” yang artinya alat pengindera, yang menghubungkan organism dengan lingkungannya. Menurut Dennis Coon, Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal. Simbolis atau konseptual dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera atau pancaindera. Kita mengelompokkannya pada tiga macam indera penerima sesuai dengan sumber informasi.

(48)

B. Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Sensasi adalah bagian dari persepsi. Persepsi juga sensasi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional.

Faktor lainnya yang mempengaruhi persespsi, yakni perhatian. Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya.

Menurut Jalaludin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi:

“Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspetasi, motivasi, dan memori (Jalaludin, 2012:51)”.

(49)

memperhatikan stimuli yang menonjol dari stimuli yang lain, Kebauran (Novelty), hal-hal yang baru dan luar biasa, yang beda akan menarik perhatian, Perulangan, hal-hal yang disajikan berkali-kali bisa disertai sedikit variasi akan menarik perhatian. b) Faktor Internal Penarik Perhatian. Apa yang menjadi perhatian

kita lolos dari perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderung kita melihat apa yang ingin kita lihat, dan mendengar apa yang ingin kita dengar. Perbedaan ini timbul dari faktor-faktor yang ada dalam diri kita. Contoh-contoh faktor yang mempengaruhi perhatian kita adalah: Faktor-faktor Biologis, Faktor-faktor Sosiopsikologis, Motif Sosiogenis, sikap, kebiasaan, dan kemauan, memengaruhi apa yang kita perhatikan.

C. Memori

Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam memengaruhi baik persepsi maupun berpikir. Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organism sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya unruk membimbing perilakunya (Schlessinger dan Groves). Memori melewati tiga proses:

(50)

b) Penyimpanan (strorage) adalah menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa dan dimana. c) Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari mengingat

lagi adalah menggunakan informasi yang disimpan.

D. Berpikir

Dalam berpikir kita melibat semua proses yang kita sebut sensasi, persepsi, dan memori. Berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak. Berpikir menunjukan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang, sebagai pengganti objek dan peristiwa. Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem solving), dan menghasilkan yang baru (creativity).

Ada dua macam berpikir:

a) Berpikir autistik, dengan melamun, berfantasi, menghayal, dan wishful thinking. Dengan berpikir autistik peran melarikan diri dalam kenyataan dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis.

(51)

Salah satu fungsi berpikir adalah menetapkan keputusan. Keputusan yang kita ambil beraneka ragam. Tanda-tanda umumnya: a) Keputusan merupakan hasil berpikir, hasil usaha intelektual. b) Keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif. c) Keputusan selalu melibatkan dengan tindakan nyata, walaupun

pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan.

2.1.4 Tinjauan Tentang Komunikasi Interpersonal

2.1.4.1 Definisi Komunikasi Interpersonal

Komunikasi Interpersonal didefinisikan oleh Joseph A. Devito (2011:51) dalam bukunya Komunikasi Antar Manusia sebagai berikut:

“Proses pengiriman pesan dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orangorang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (the process of sending and receiving message between two person or among small group of persons, with some effect and some immated feedback).”

Pentingnya situasi kommunikasi interpersonal ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi yang berlangsung secara dialogis selalu lebih baik dari pada secara monologis. Monolog menunjukkan suatu bentuk komunikasi dimana seseorang berbicara, yang lain mendengarkan. Jadi tidak terdapat interaksi.

(52)

komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama (mutual understanding) dan empati. Disitu terjadi saling menghormati bukan

disebabkan oleh status sosial ekonomi, melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang wajib berhak, pantas, dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia.

2.1.4.2 Keampuhan Komunikasi Interpersonal

Dibandingkan dengan bentuk komunikasi lainnya, komunikasi interpersonal dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dn perilaku komunikan.

(53)

tanggapan komunikan negatif; kita harus mengubah gaya komunikasi sampai komunikasi itu berhasil.

Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikasi itulah, maka bentuk komunikasi interpersonal acapkali dipergunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif (persuasive communication) yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi yang sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan. Tetapi komunikasi persuasif interpersonal seperti itu hanya digunakan kepada komunikan yang potensial saja, artinya tokoh yang mempunyai jajaran dengan pengikutnya atau anak buahnya dalam jumlah yang sangat banyak, sehingga apabila ia berhasil diubah sikapnya atau ideologinya.

2.1.4.3 Jenis-Jenis Komunikasi Interpersonal

Secara teoritis komunikasi interpersonal dilasifikasikan menjadi dua jenis menurut sifatnya:

(54)

komunikan seorang itu. Situasi komunikasi seperti ini akan nampak dalam komunikasi triadik atau komunikasi kelompok, baik kelompok dalam bentuk keluarga maupun dalam bentuk kelas atau seminar. Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan terjadinya pemilihan interaksi seseorang dengan seseorang yang mengacu kepada apa yang disebut primasi diadik (dyadiv primacy) ini ialah setiap dua orang dari sekian banyak dalam kelompok itu yang terlibat dalam komunikasi yang berdasarkan kepentingannya masing-masing.

b) Komunikasi triadik (triadic communication). Komunikasi triadik adalah komunikasi interpersonal yang pelakunya terdiri dari tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika misalnya A yang menjadi komunikator, maka ia pertama-tama menyampaikan kepada komunikan B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi, beralih kepada komunikan C, juga secara berdialogis. Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang

(55)

komunikasi kelompok dan komunikasi massa, komunikasi triadik karena merupakan komunikasi interpersonal lebih efektif dalam kegiatan mengubah sikap, opini, atau perilaku komunikan.

2.1.5 Tinjauan Tentang Fenomenologi

Menurut Engkus bahwa fenomenologi berasal dari bahasa Yunani phainomai yang berarti menampak. Phanomenon merujuk pada yang

menampak. Fenomena tiada lain adalah fakta yang disadari, dan masuk ke dalam pemahaman manusia. Jadi suatu objek itu ada dalam relasi dengan kesadaran. Fenomena bukanlah dirinya seperti tampak secara kasat mata, melainkan justru ada di depan kesadaran, dan disajikan dengan kesadaran pula. Berkaitan dengan hal ini, maka fenomenologi mereflesikan pengalaman langsung manusia, sejauh pengalaman itu secara intensif berhubungan dengan suatu objek.

Menurut The Oxford English Dictionary, yang dimaksud dengan fenomenologi adalah: the science of phenomena as distinct from being (ontology) dan division of any science which describes and classifies its

phenomena. Jadi fenomenologi adalah ilmu mengenai fenomena yang

(56)

Fenomenologi tidak dikenal setidaknya sampai menjelang abad ke-20, abad ke-18 menjadi awal digunakanya istilah fenomenologi sebagai nama teori tentang penampakan, yang menjadi dasar pengetahuan empiris (penampakan yang diterima secara inderawi). Istilah fenomenologi itu sendiri diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert, pengikut Christian Wolff. Sesudah itu, filosof Immanuel Kant mulai sesekali menggunakan istilah fenomenologi dalam tulisannya, seperti hal Johann Gottlieb Fichte dan G.W.F. Hegel. pada tahun 1889, Franz Brentano menggunakan fenomenologi untuk psikologi deksriptif. Dari sinilah awalnya Edmund Husserl mengambil istilah fenomenologi untuk pemikirannya mengenai kesengajaan.

Adanya perbedaan pandangan dari para filosof membuat Immanuel Kant berpendapat bahwa pengetahuan adalah apa yang tampak kepada kita (fenomena). Fenomena itu sendiri didefinisikannya sebagai sesuatu yang tampak atau muncul dengan sendirinya (hasil sintesis antara penginderaan dan bentuk konsep dari objek, sebagaimana tampak darinya). Dalam teori positivistic Auguste Comte, fenomena adalah fakta atau keadaan yang harus diterima, dan dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan (Kuswarno, 2009:4).

Berikut ini adalah sifat-sifat dasar dari penelitian kualitatif yang diuraikan secara relevan untuk menggambarkan posisi metodelogis fenomenologi dan membedakannya dari penelitian kuantitatif:

(57)

B. Fokus penelitian adalah pada keseluruhannya, bukan pada per bagian yang membentuk keseluruhan itu.

C. Tujuan penelitian adalah menemukan makna dan hakikat dari pengalaman, bukan sekedar mencari penjelasan atau mencari ukuran-ukuran dari realitas.

D. Memperoleh gambaran kehidupan dari sudut pandang orang pertama, melalui wawancara formal dan informal.

E. Pertanyaan yang dibuat mereflesikan kepentingan, keterlibatan dan komitmen pribadi dari peneliti.

F. Melihat pengalaman dan perilaku sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, baik itu kesatuan antara subjek dan objek, maupun bagian dan keseluruhannya. (Kuswarno, 2009:36)

Dari sifat-sifat penelitian kualitatif diatas, akan sejalan dengan ciri-ciri penelitian fenomenologi berikut:

A. Fokus pada sesuatu yang tampak, kembali kepada yang sebenarnya (esensi), keluar dari rutinitas, dan keluar dari apa yang diyakini sebagai kebenaran dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Fenomenologi tertarik dengan keseluruhan, dengan mengamati entitas dari berbagai sudut pandang dan perspektif, sampai didapat pandangan esensi dari pengalaman atau fenomena yang diamati. C. Fenomeonologi mencari makna dan hakikat dari penampakkan,

(58)

Makna ini pada akhirnya membawa kepada ide, konsep, penilaian dan pemahaman yang hakiki.

D. Fenomenologi mendeskripsikan pengalaman, bukan menjelaskan atau menganalisisnya. Sebuah deskripsi fenomenologi akanj sangat dekat dengan kealamiahan (tekstur, kualita dan sifat-sifat penunjang) dari sesuatu. Sehingga deksripsi akan mempertahankan fenomena itu seperti apa adanya, dan menonjolkan sifat alamiah dan makna dibaliknya. Selain itu, deskripsi juga akan membuat fenomena ‖hidup‖

alam term yang akurat dan lengkap. Dengan kata lain sama ‖hidup‖ -nya antara tampak dalam kesadaran dengan yang terlihat oleh panca indera.

E. Fenomenologi berakar pada pertanyaan-pertanyaan yang langsung berhubungan dengan makna dari fenomena yang diamati. Dengan demikian peneliti fenomenologi akan sangat dekat dengan fenomena yang diamati. Analoginya penelti itu mrnjadi salah satu bagian puzzle dari sebuah kisah biografi.

F. Integrasi dari subjek dan objek. Persepsi peneliti akan sebanding/sama dengan apa yang dilihatnya/didengarnya. Pengalaman akan suatu tindakan akan membuat objek menjadi subjek, dan subjek menjadi objek.

(59)

H. Data yang diperoleh (melalui berpikir, intuisi, refleksi, dan penilaian) menjadi bukti-bukti utama dalam pengetahuan ilmiah.

I. Pertanyaan-pertanyaan penelitian harus dirumuskan dengan sangat hati-hati. Setiap kata harus dipilih, dimana kata yang terpilih adalah kata yang paling utama, sehingga dapat menunjukkan makna yang utama pula (Kuswarno, 2009:38).

Saat ini fenomenologi dikenal sebagai aliran filsafat sekaligus metode berpikir, yang mempelajari fenomena manusiawi tanpa mempertanyakan penyebab dari fenomena itu, realitas objektifnya, dan penampakannya.

Fenomenologi tidak beranjak dari kebenaran fenomena seperti yang tampak apa adanya, namun sangat meyakini bahwa fenomena yang tampak itu adalah objek yang penuh dengan makna transcendental. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hakikat kebenaran, maka harus menerobos melampaui fenomena yang tampak itu (Basrowi dan Sukidin, 2002:194).

(60)

dalam tindakan, karya, dan aktivitas yang kita lakukan, tetap saja ada peran orang lain di dalamnya.

2.1.5.1 Fenomenologi Alfred Schutz

Pemikiran Alfred Schutz tentang fenomenonologi dipengaruhi oleh dua tokoh yaitu Edmun Husserl dan Max Weber dengan tindakan sosial, pemikiran dua tokoh ini sangat kental dalam teori Alfred Schutz tentang pengetahuan dan pengalaman intersubjektif dalam kehidupan sehari-hari yang melacak karakteristik kesadaran manusia yang sangat fundamental, dengan memperlihatkan korelasi antara fenomenologi Transendental (Edmund Husserl) dan Verstehende Soziologia (Max Weber). Karena Schutz memandang bahwa

keseharian sosial sebagai sesuatu yang intersubjektif.

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1 Proses Komunikasi Sosial
Gambar 2.2 Alur Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1 Konstruksi Makna Dalam Fenomenologi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif para perempuan bekerja sebagai pekerja pabrik, makna hak-hak pekerja bagi perempuan pekerja pabrik serta pengalaman para

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah makna diet dan kecantikan yang pada awalnya di pahami oleh perempuan kini telah berubah seiring dengan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman-pengalaman anggota Komunitas Aleut pada sejarah, untuk mengetahui makna sejarah pada anggota Komunitas dan

Hasil penelitian adalah bahwa motif penggunaan jilbab gaul memiliki keunikan tersendiri yaitu motif psikologis, motif modis, modis proses pembelajaran, motif dorongan dari

menggunakan pendekatan kualitatif dengan judul penelitian Konstruksi Makna peringatan Konferensi Asia Afrika bagi Korps Relawan Bandung Spirit di Kota Bandung (studi

Jadi, secara keseluruhan menurut pengakuan para informan mengenai konstruksi makna perempuan dalam tari topeng puteri bagi penari sanggar Rengkak Katineung ini ditentukan

Dan motif untuk(in order to motive), dimana motif ini mendorong masyarakat Kota Pekanbaru untuk menggunakan Ask.fm sebagai media komunikasi virtual bertujuan selalu mengetahui

Makna cadar jenis ini tidak bisa dipahami dari pengalaman masa lalu, tetapi pembentukan makna cadar ini murni mempunyai motif yang ingin dicapai pada masa yang akan datang yaitu untuk