ANTHON DAUD KILMANUN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkankan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2012
ANTHON DAUD KILMANUN. Technical review of Ur Island Speed Boat in Soufheast Maluku. Supervised by Budhi Hascaryo Iskandar and Mohammad Imron.
This research was carried out based on the need of maximum speed of ketinting boat (dug out boat equipped with machine) using some values of horse power (HP) sechas : 5,5 HP; 6,5 HP or combination 5,5HP + 6,5 HP. In the fishing operation, this boat is equipped with long shaft to connect machine with the propeller. This arrangement produce some degrec of angles between propeller the boat. Experimental method was applied in this research. Two kinds of boat were used suchas, boat with stabilizer (katir) and the one without stabilizer.
The result show that maximum speed of boat (5-6 knot) is obtained by applying machine with 6,5 HP equipped with long or semi log shaft with cartain angles. Besides, fuel consumption on this power rate is the most efficient.
digunakan pada kapal jukung, kecepatan kapal jukung. Metode yang digunakan dalam penelitian
studi lapang dan eksperimental eksperimental. Jenis data mpulkan adalah Dimensi utama kapal, efesiensi baling-baling perbandingan antara daya yang dihasilkan oleh baling-baling
kapal dan daya yang disalurkan ke baling-baling, pitchadalah sebenarrnya yang ditempuh oleh baling-baling bila putaran(variable bebas), daya mesin yang menggerakan
yang disalurkan ke baling-baling, kondisi kapal han sejumlah beban tertentu. Kemiringan katinting, sudut jatuh por
hasil perhitungan yang diperoleh bahwa kapal jukung sema semang dengan ukuran/nomor baling-baling 6,5 memilki
mesin 5,5 hP, 6,5 hP dan kombinasi kedua daya mesin panjang poros baling-baling 2,60 m dan 2,20 m kecepatan kapal, penugukuran menunjukkan bahwa semang dengan daya 5,5 hp dan daya 6,5 hP, pada poros baling-baling mendapatkan penambahan daya 1 lebih besar apabila dibandingkan kombinasi dari daya 5,5 hP+6,5
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyembutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjan Teknologi Perikanan Tangkap
Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Dengan kerendahan hati, penulis panjatkan segala puji syukur dan hormat kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kemurahan serta keagungan kasihNya yang tiada berkesudahan, dalam mendengar desah suara doa yang dinaikkan ditengah-tengah keberadaan penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini guna memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Teknologi Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan sejak Juli hingga September 2010 dengan judul “ Kajian Teknis Kecepatan Kapal Jukung Di Ur Pulau Maluku Tenggara ”. Hasil penelitian ini dapat memperkaya atau setidak-tidaknya turut menempati sudut-sudut ruang ketegaran dan kewibawaan Almamater Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, khususnya dalam ilmu pengetahuan tentang kapal penangkap ikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.Ir. Budi Hascaryo Iskandar,M.Si, dan Bapak Dr.Ir.Mohammad Imron,M.Si selaku komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih yang sama pula penulis sampakan kepada Ibu Dr. Yopi Novita, S.Pi.,M.Si selaku penguji luar komisi pada ujian tesis yang dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2012 yang telah banyak memberikan saran dan masukkan demi penyempurnaan tesis ini.
Almamater, semoga tesis ini memberikan manfaat dan kewibawaan dalam diri garba ilmiah ini.
Bogor, Januari 2012
pada tanggal Kilmanun (Almarhum) dan Ibu Sorefina Kilmanun/Retraubun, Penulis merupakan anak ke dua dari ketujuh bersaudara.
Pada tahun 1984 penulis menyelesaikan pendidikan Swasta Siwa Lima Langgur dan pada tahun yang sama penulis diterima
Pattimura Ambon pada Fakultas Teknik Jurusan Kapal. Penulis menyelesaikan pendidikan Sarjana pada tahun
Skripsi dengan judul Tinjauan Terhadap Kerusakan Kopling Induk KM. Perikani 03.
diterima sebagai staf pengajar pada SMK Naskat Langgur (tahun 1997sampai tahun 1999), pada tahun 1999
PDAM Maluku Tenggara sampai tahun 2007, tahun yang sebagai staf pengajar Politeknik Perikanan Negeri penulis memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana jenjang Magister Sains di Institut Pertanian Bogor,
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii 2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian……….. 7
2.2 Kapal Perikanan... 7
2.3 Dimensi Utama Kapal ... 9
2.4 Koefisien Balok (Coeffisien of block) ... 13
3.4 Metode Analisa Data………... 40
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Diskrepsi Kapal Jukung ... 41
4.1.1 Spesifikasi Teknis ... 41
4.1.2 Dimensi Utama Kapal ... 43
4.2 Koefisien Bentuk Kapal ... 45
4.3 Mesin Kapal Jukung ... 45
4.4 Diskripsi Baling-baling ... 48
4.5 Kecepatan Kapal ... 50
4.6 Poros Dengan Beban Puntur dan Lentur ... 60
4.6.1 Daya rencana... 61
4.6.2 Poros dengan momen puntir ... 62
4.6.3 Poros dengan beban lentur ... 63
4.6.4 Sudut jatuh poros baling-baling pada kapal jukung... 64
4.6.5 Pengaruh kecepatan poros berdasarkansudut jatuh baling-baling 65
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ……….. 73
2 Pemasangan mesin terhadap kedudukan mesin ... 19
3 Spesifikasi teknis kapal Sedap Malam ... 32
4 Spesifikasi teknis kapal Bukit Sion ... 33
5 Ukuran baling-baling berdaun dua ... 34
6 Rancangan percobaan kecepatan kapal jukung ... 38
7 Ukuran utama kapala tipe jukung yang menggunakan semang ... 45
8 Ukuran utama kapala tipe jukung yang menggunakan semang ... 45
9 Kecepatan rata-rata untuk daya mesin dan ukuran baling-baling pada kapal yang menggunakan semang dengan poros baling-baling panjang dan pendek ……… 50
10 Kecepatan rata-rata untuk daya mesin dan ukuran baling-baling pada kapal yang menggunakan tanpa semang dengan poros baling-baling panjang dan pendek ……….. 55
11 Faktor-faktor koreksi yang akan ditransmisikan, fc ... 61
12 Perbandingan kecepatan kapal akibat sudut jatuh poros baling-baling yang dimiliki kapal Semang ……….. 65
DAFTAR GAMBAR
8 Coefficient of prismatic(Cp) dan Coefficient of vertical prismatic(Cvp)... 14
9 Coeffcientof waterplan (Cw)... 15
10 Coefficient of midship(C) ... 15
11 Diskripsi dan pitch baling-baling ... 24
12 Distribusi tekanan pada elemen daun baling-baling ... 26
13 Peta lokasi penelitian ... 31
22 Posisi mesin induk, poros baling-baling, baling-baling ... 47
23 Baling-baling yang digunakan pada saat eksperiment ... 48
27 Hubungan kecepatan kapal dengan daya mesin dan ukuran/nomor baling-baling pada kapal tanpa semang untuk poros baling-baling
pendek ………. 58
28 Hubungan kecepatan kapal jukung dengan sudut jatuh poros baling-balang pada kapal semang ……… 66
29 Hubungan kecepatan kapal jukung dengan sudut jatuh poros baling-balang pada kapal tanpa menggunakan semang ………... 69
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Tabel waktu tempuh kapal semang ... 77
2 Tabel waktu tempuh kapal tanpa semang ... 80
3 Tabel kecepatan rata-rata kapal semang ... 83
4 Tabel kecepatan rata-rata kapal tanpa semang ... 86
5. Rasio perbandingan kecepatan per jumlah daya mesin ... 90
6. Analisis statistik ... 95
Break horse power(BHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan roda gila
Coefficient vertical prismatic (Cvp), menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal.
Coefficient of waterplan (Cw), menunjukkan besarnya luas area penampang membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cw menunjukkan bentuk badan kapal pada bagian waterplan area.
Coefficient of prismatic (Cp), menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal (A) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl). Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara horizontal.
Coefficient of midship (C), menunjukkan perbandingan antara luas penampang
melintang tengahs kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cmengambarkan bentuk badan kapal
pada bagian tengah kapal/midship.
Depth(D) (m), adalah jarak vertikal yang diukur dari dek terendah kapal sampai titik terendah badan kapal.
Draught/Draft (d) (m) ,sarat kapal atau (d), adalah jarak vertikal yang diukur dari garis air (water line) tertinggi sampai dengan titik terendah badan kapal.
Displacement/Ton displacement (Δ), menunjukkan berat badan kapal di bawah WL atau berat air laut yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft tertentu.
Effective horse power (EHP), tenaga efektif yang digunakan untuk menggerakakan kapal.
Freeboard(FB)(m), jarak antara drafthingga garis geladak. Fishing ground, daerah penangkapan ikan.
Fore Perpendicular, ialah garis khayal yang terletak tegak lurus pada perpotongan antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan.
Horse Power(HP); satuan besar tenaga penggerak mesin, 1HP = 0,746 kW
In Board Motor; kapal yang menggunakan motor di dalam kapal.
Indicated horse power(IHP), tenaga yang dihasilkan untuk menggerakkan torak
Length Over All(LOA= L); panjang keseluruhan dari haluan hingga ke buritan.
Length Between Perpendicular, jarak horizontal yang dihitung dari garis tegak haluan sampai dengan garis tegak buritan.
Length of Water Line (LWL), panjang garis air, jarak horizontal pada kapal yang dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water line) dengan linggi haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air dengan linggi buritan.
Lifting vane,dimana daya angkat dan tahanan pada elemen daun berperan menambah gaya dorong dan tenaga putar.
Long Trip, lamanya waktu penangkapan.
Multipurpose,alat tangkap yang berbeda.
Pitch(P), adalah jarak aksial yang dicapai setiap satu kali berputar.
Rasio L/B, nilai perbandingan antara panjang kapal (L) dengan lebar kapal (B). Rasio L/D, nilai perbandingan antara panjang kapal (L) dengan lebar kapal (D). Rasio B/D, nilai perbandingan lebar kapal (L) dengan dalam kapal (B).
Shaft horse power (SHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan poros baling-baling.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam usaha perikanan tangkap, peranan mesin penggerak kapal sangat
penting. Hal ini mengingat operasi penangkapan ikan yang semakin jauh dari garis
pantai, dengan waktu penangkapan lebih lama (long trip).
Saat ini nelayan tradisional Ur Pulau dalam melakukan pengoperasian
penangkapan ikan demersal dan pelagis nelayan menggunakan kapal jukung yang
dilengkapi dengan motor penggerak luar (out board), dengan daya motor yang
dipakai adalah 5,5 HP dan 6,5 HP dengan menggunakan poros panjang. Motor
penggerak yang digunakan selama ini pada kapal tradisional menggunakan beberapa
jenis ukuran baling-baling, baik motor dalam (in board engine) maupun pada motor
luar (out board engine).
Mesin penggerak luar yang digunakan oleh nelayan Ur Pulau bukan
merupakan jenis mesin yang dirancang khusus sebagai tenaga penggerak kapal,
namun jenis mesin ini digunakan untuk tenaga penggerak serbaguna yang telah
dimodifikasikan menjadi mesin penggerak kapal dengan konstruksi poros
baling-baling panjang sehingga terbentuk sudut antara poros baling-baling-baling-baling dengan
permukaan air.
Harvald (1992), mengemukakan bahwa baling-baling merupakan perantara
antara mesin induk dan badab kapal, dimana efesiensi total pada sistem tersebut
dengan penertian bahwa penghamburan daya yang sekecil mungkin. Untuk
memperoleh penghamburan daya yang kecil maka harus menggunakan ukuran
baling-baling yang sesuai berdasarkan daya mesin serta ukuran kapal jukung yang
dilengkapi dengan mesin tempel (katinting).
Kecepatan kapal dapat ditentukan oleh dimensi utama kapal yang diantaranya
panjang seluruh kapal (LOA), lebar kapal (B), dalam/tinggi kapal (D)
koefesien-koefesien bentuk, displasemen, bentuk lambung dibawah air, trim, dan pemilihan
Pergerakan baling-baling yang berasal dari hasil kerja mesin penggerak kapal
yang ditransmisikan melalui shafting atau poros baling. Posisi poros
baling-baling berdasarkan kedudukan mesin utama kapal seharusnya berada di atas
permukaan air sehingga posisi poros baling-baling tidak sejajar dengan mesin dan
baling-baling.
Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian yang dapat memberikan
rekomendasi terkait dengan jumlah daun baling-baling dan besar sudut jatuh poros
baling-baling yang memberikan kecepatan maksimum. Diharapkan dari penelitian ini
operasi penangkapan ikan yang efektif dan efesien dapat tercapai.
1.2 Perumusan Masalah
Keberhasilan suatu usaha operasi penangkapan dengan menggunakan kapal
jukung tergantung pada kecepatan. Kecepatan suatu kapal banyak tergantung pada
ukuran kapal, besarnya tenaga penggerak yang digunakan, sudut kemiringan poros
baling-baling, ukuran/nomor baling-baling, ukuran panjang poros baling-baling, jenis
kapal jukung yang menggunakan semang dan tanpa semang. Dengan demikian, untuk
menentukan suatu keberhasilan operasi penangkapan dengan kapal jukung yang
meggunakan katir (semang) dan tanpa menggunakan semang, maka akan lebih cocok
menggunakan ukuran baling-baling, sudut kemiringan poros baling-baling, panjang
poros baling-baling, jenis kapal yang digunakan dan tenaga penggerak yang
berkekuatan tertentu.
Kapal jukung juga digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis, ikan-ikan
demersal. Keberadaan jenis ikan-ikan tersebut dijumpai di sekitar pantai. Dari uraian
baling-baling yang sesuai dengan daya mesin yang digunakan oleh nelayan Ur Pulau
yaitu :
1) Kekuatan tenaga penggerak kapal yang digunakan belum sesuai dengan
ukuran baling-baling dan daya mesin.
2) Penggunaan panjang poros baling-baling yang berbeda, dan besar
kecilnya sudut jatuh kemeringan poros baling-baling dapat
mempengaruhi kecepatan kapal.
Dengan demikian informasi tentang kombinasi tersebut sangat dibutuhkan
oleh nelayan setempat. Oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumber informasi dan dapat memberikan keuntungan secara teknis maupun ekonomis
bagi masyarakat nelayan Ur Pulau Kabupaten Maluku Tenggara.
Parameter yang dapat digunakan dalam menentukan kecepatan suatu kapal
adalah demensi utama kapal, besaran mesin yang digunakan dimana daya yang
digunakan adalah bervariasi yaitu anatar 5,5 HP dan 6,5 HP, penggunaan panjang
poros yang berbeda yaitu antara 2,60 m dan 2,20 m, sudut kemiringan poros
baling-baling yang berbeda, kapal yang semang dan kapal tanpa semang, ukuran/nomor
baling-baling antara no. 5-6, 6,5, dan 5.
Masyarakat nelayan Ur Pulau dalam melakukan operasi penangkapan ikan
belum memperhatikan ukuran/nomor baling-baling yang sesuai dengan daya mesin,
karena umumnya nelayan menentukan ukuran/nomor baling-baling berdasarkan
pengalaman semata. Hal ini merupakan faktor penyebab dimana nelayan belum
mengetahui ukuran baling-baling dan daya motor yang sesuai untuk dipergunakan
dalam pengoperasian.
Berdasarkan anggapan yang dikemukakan diatas, maka perlu dilakukan suatu
penelitian mengenai kajian teknis kecepatan kapal jukung berdasarkan ukuran/nomor
baling-baling, poros baling-baling, sudut jatuh poros baling-baling dan daya mesin
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari Penelitian ini adalah untuk dapat memberikan manfaat berupa :
1) Memberikan informasi lapang tentang ukuran/nomor baling-baling yang
memiliki efisiensi tertinggi dan panjang poros baling-baling yang sesuai
terhadap kecepatan kapal jukung berdasarkan jenis kapal yang akan digunakan.
2) Memberikan informasi tentang pertimbangan teknis dalam menggunakan
ukuran/nomor baling-baling dan ukuran poros baling-baling berdasarkan daya
mesin yang digunakan pada kapal. .
3) Memberikan informasi kedepan tentang ukuran/nomor baling-baling, sudut
kemiringan poros baling-baling yang digunakan pada kapal jukung berdasarkan
daya mesin agar diperoleh kecepatan kapal yang maksimum pada saat
pengoperasian kapal pada nelayan Ur Pulau Kabupaten Maluku Tenggara
khususnya maupun pemerintah dan masyarakat perikanan tangkap pada
umumnya.
1.5 Kerangka Pemikiran
Untuk mengetahui daya mesin yang sesuai untuk menghasilkan kecepatan
kapal di harapkan akan dilakukan pendekatan berdasarkan beberapa parameter
analisis pada kapal jukung, antara lain yaitu : dimensi utama kapal, kekuatan tenaga
penggerak kapal yang digunakan belum sesuai dengan ukuran/nomor baling-baling
Kajian kecepatan kapal :
Langkah awal yang dilakukan yaitu untuk mengetahui langsung daya dari
masing-masing mesin, ukuran baling-baling, diameter poros baling-baling, dan
panjang dari masing-masing poros baling-baling.
1.6 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Ukuran/nomor baling-baling dan panjang poros baling-baling menentukan
efisiensi yang tinggi pada kecepatan kapal jukung;
2) Panjang poros baling-baling dapat mempengaruhi kecepatan kapal; dan
3) Sudut jatuh poros baling-baling dapat memberikan pengaruh terhadap kecepatan
Selesai
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pendekatan Studi Kecepatan kapal katinting yang sangat bervariasi pada daya kekuatan mesin,
baling-baling dan sudut jatuh poros yang sama
Kekuatan mesin, ukuran baling-baling, dan sudut jatuh poros tertentu yang menghasilkan kecepatan mesin Analisis dimensi utama
kapal dan kecepatan kapal
Analisis kecepatan
berdasarkan kekuatan mesin,
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Perairan dan Perikanan di Tempat Penelitian
Laut dipandang sebagai pemersatu gugusan kepulauan dan juga menjadi
media integrasi determinan pembangunan secara utuh, baik sosio ekonomi, sosio
politik, institusional dan lingkungan, serta hukum. Rangkaian dasar pikir dan
kenyataan yang diuraikan di atas menjadi fenomena umum untuk Maluku. Secara
geografis Kabupaten Maluku Tenggara terletak pada koordinat 131o – 133o5’ Bujur
Timur dan 5o – 6,5o00’ Lintang Selatan, dengan batasannya Sebelah Utara dengan
Papua Bagian Selatan,Sebelah Selatan Berbatasan dengan Laut Arafura, Sebelah
barat berbatasan dengan Laut Banda dan bagian Utara Kepulauan Tanimbar, Sebelah
Timur berbatasan dengan Kepulauan Aru.
Secara administrasi pemerintahan Ur Pulau terletak wilayah Kecamatan Kei
Kecil Barat, cakupan wilayah dibatasi pada titik koorninat 505'45'' Bujur Timur dan
132032'30'' Lintang Selatan, sedangkan secara geografis di sebelah utara berbetasan
dengan pulau-pulau Sepuluh (10) sebelah timur berbatasan dengan Pulau Warbal,
sebelah Selatan berbatasan dengan Pulau Nuhuta. Kedalaman perairan antara 2
sampai 20 meter, dasar perairan berpasir terutama dibagian dekat pantai.
2.2 Kapal Perikanan
Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), yang dimaksud dengan kapal
perikanan adalah kapal yang digunakan dalam dunia usaha perikanan yang
pelaksaannya atau kegiatannya dalam usaha penangkapan atau mengumpulkan
sumberdaya perairan, pengengelolaan usaha budidaya perairan serta penggunaan
dalam beberapa kegiatan (seperti untuk research, traning, dan inspeksi sumberdaya
perairan). Kapal merupakan suatu bangunan atau konstruksi terapung yang berfungsi
sebagai wadah, tempat bekerja (working area) dan sarana transportasi, dimana kapal
ikan termasuk didalamnya (Iskandar & Novita 1997). Ayodhyoa (1972) mengartikan
kapal yang dibangun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan usaha penangkapan ikan
dengan ukuran, rancangan bentuk dek, kapasitas muat, akomodasi, mesin serta
berbagai perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan dengan fungsi dalam
rencana operasi.
Iskandar dan Imron (1993), mengemukakan bahwa kapal yang dibangun oleh
suatu usaha perikanan tergantung dari besar kecilnya usaha tersebut. Besar kecilnya
dari kapal yang dibuat, juga seringkali disebabkan berdasarkan tujuan dari daerah
penangkapan serta fasilitas di “ fishing base ”.
Menurut Iskandar dan Pujiati (1995), berpendapat bahwa kapal penangkapan
ikan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok berdasarkan teknik pengoperasian
alat yang digunakan, diantara :
1) Kapal yang mengoperasikan alat tangkap yang diam/statis (static gear), contohnya
gillnet, trammel net dan pancing;
2) Kapal yang mengoperasikan alat tangkap yang ditarik (towed gear/dragged gear),
contohnya pancing tonda, trawl, pukat ikan dan lainnya;
3) Kapal yang mengoperasikan alat yang tangkap dilingkarkan (encircling gear),
seperti purse seine, paying dan dogol;
4) Kapal yang mengoperasikan lebih dari satu alat tangkap yang berbeda
(multipurpose).
Menurut Gunawan (1987), kapal ikan tradisional di Indonesia umumnya
primitif sekali, tetapi modernisasinya dapat dipercepat terutama dengan adanya sistim
motorisasi perikanan di indonesia. Motorisasi perikanan ini secara lambat laun akan
merubah desain dan konstruksi kapal serta akan menggantikan kapal ikan tradisional
yang sesuai dengan daya mesin yang digunakan akan dilakukan pendekatan
berdasarkan beberapa parameter analisis.
Pasaribu (1986), menyatakan bahwa lebih dari 90 % kapal penangkap ikan
yang ada di Indonesia beroperasi di perairan pantai dan pada umumnya sebagian
besar dari kapal-kapal tersebut dibangun berdasarkan pengalaman tanpa
menggunakan perhitungan-perhitungan yang pasti sebagaimana pembuatan
kapal-kapal kayu yang dibangun secara modern, demikian juga dengan pembangunan kapal-kapal
yang digerakan dengan motor atau tanpa motor. Kapal jukung merupakan salah salah
satu jenis alat transportasi nelayan tradisional yang biasanya digunakan untuk
melakukan usaha penangkapan ikan.
2.3 Dimensi Utama Kapal
Menurut Dohri dan Soedjana (1983) dimensi utama kapal yang terdiri dari :
1) Panjang kapal (Length/L)
Panjang kapal dapat dibedakan dalam 3 bagian yaitu LOA, LPP dan LWL.
Panjang total atau LOA (Length Over All) adalah jarak tegak lurus kapal yang
diukur mulai dari titik terdepan dari linggi haluan sampai dengan titik
terbelakang dari buritan. Panjang total ini merupakan panjang yang terbesar
dari sebuah kapal dan diukur sejajar dengan lunas kapal seperti ditunjukkan
pada Gambar 2
LOA
khayal yang terletak pada badan kapal bagian buritan atau berada di belakang
poros kemudi (bagi kapal yang memiliki poros kemudi) (Gambar 3).
AP LPP FP
Gambar 3 Ukuran panjang garis tegak (LPP)
Panjang garis air atau LWL (Length of Water Line) adalah jarak horizontal
pada kapal yang dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water line)
dengan linggi haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air dengan
linggi buritan (Gambar 4). LWL
2) Lebar kapal (Breadth/B)
Lebar kapal pada umumnya dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
Lebar terbesar atau Bmax (Breadth maximum), adalah jarak horizontal pada
lebar kapal yang terbesar, dihitung dari salah satu sisi terluar (sheer) yang satu
ke sisi (sheer) lainnya yang berhadapan (Gambar 5).
Lebar dalam atau Bmoulded (Breadth moulded), adalah jarak horizontal pada
lebar kapal yang terbesar, diukur dari bagian dalam kulit kapal yang satu ke
bagian dalam kulit kapal lainnya yang berhadapan (Gambar 5).
Gambar 5 Lebar kapal
(sumber : Dahri dan Soedjana, 1983 digambar ulang)
3) Dalam kapal (Depth)
Dalam suatu kapal dibedakan atas :
Dalam atau D (Depth), adalah jarak vertikal yang diukur dari dek terendah
kapal sampai titik terendah badan kapal (Gambar 6).
Sarat kapal atau d (draft), adalah jarak vertikal yang diukur dari garis air
(water line) tertinggi sampai dengan titik terendah badan kapal (Gambar 6)
Lambung bebas (freeboard), adalah jarak vertikal/tegak yang diukur dari garis
Gambar 6 Dalam kapal
(sumber : Dahri dan Soedjana, 1983 digambar ulang)
Menurut Fyson (1985), dalam desain sebuah kapal karakteristik perbandingan
dimensi-dimensi utama (L, B, D) merupakan hal penting yang harus diperhatikan.
Perbandingan tersebut meliputi :
1) Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B), merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap tahanan gerak dan kecepatan kapal;
2) Perbandingan antara lebar dan dalam (B/D), merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap stabilitas; dan
3) Perbandingan antara panjang dan dalam (L/D), merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal.
Iskandar dan Novita (2000) mengemukakan, bahwa rasio dimensi utama
kapal penangkap ikan tradisional di Indonesia memiliki beberapa perbedaan nilai
parameter pada badan kapal apabila dibandingkan dengan kapal Jepang, dengan
demikian nilai kisaran yang dimiliki oleh kapal Jepang sebagian besar lebih besar dari
parameter kapal Indonesia. Menurut Iskandar (2007), mengatakan bahwa apabila nilai
L/B semakin mengecil maka nilai rasio akan berpengaruh terhadap kecepatan kapal,
nilai L/D semakin membesar mengakibatkan kekuatan memanjang kapal menjadi
lemah, sedangkan nilai dari B/D makin membesar maka akan memberikan stabilitas
2.4 Koefisien Balok (Coeffisien of block)
Koefisien bentuk suatu kapal erat hubungannya dengan stabilitas kapal,
menurut Fyson (1985), stabilitas kapal ikan didefenisikan sebagai kemampuan kapal
tersebut untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami momen temporal. Momen
ini dapat disebabkan oleh angin, gelombang, sebaran muatan di kapal, air di dek dan
lain-lain.
Muckel (1975) menyatakan bahwa stabilitas kapal tergantung pada beberapa
faktor antara lain dimensi kapal, bentuk kapal badan kapal yang ada di dalam air,
distribusi benda-benda yang ada diatas kapal dan sudut kemiringan kapal terhadap
bidang horizontal.
Fyson (1985) mengemukakan bahwa coefficient of fineness akan
menunjukkan bentuk badan kapal berdasarkan hubungan antara luas area badan kapal
yang berbeda dan volume badan kapal terhadap masing-masing dimensi utama kapal,
coefficient of fineness untuk kapal yang tidak bergerak (V = 0 m/det).
2.5 Parameter Hidrostatis
Menurut Iskandar dan Novita (1997), parameter hidrostatis merupakan
parameter yang menyangkut kemampuan kapal untuk mengapung ditas air. Parameter
hidrostatis juga menggambarkan kondisi awal kapal (by design) selama kapal
mengalami perubahan berat, variasi trim dan draf. Beberapa parameter hidrostatis
yang perlu diketahui antara lain (Derret & Barras 2006) :
1) Volume displasement(∇), menunjukan kapasitas/volume badan kapal dibawah
water line (WL) atau volume air yang dipindahkan pada saat kapal berada
dalam air pada drafttertentu.
2) Ton displacement (Δ), menunjukkan berat badan kapal di bawah WL atau
berat air laut yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft
tertentu.
3). Coefficient of block (Cb), menunjukkan perbandingan antara nilai volume
displacement kapal dengan volume bidang balok yang mengelilingi badan
(Sumber : Is
prismatic (Cp), menunjukkan perbandingan antara
kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang
tengah kapal (A) dan panjang kapal pada garis air tertentu
sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan
secara horizontal (Gambar 7).
al prismatic (Cvp), menunjukkan perbandingan
kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area ka
tertentu secara horizontal-longitudinal (Aw) dan draft kapal.
sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal
).
Coefficient of prismatic(Cp) dan coefficient vertical prismatic(Cvp)
6) Coefficient of waterplan (Cw), menunjukkan besarnya luas area penampang
membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang
yang mengelilingi luas area tersebut. Cw menunjukkan bentuk badan kapal
pada bagian waterplan area(Gambar 9).
Gambar 9 Coefficient of waterplane(Cw) (Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)
7) Coefficient of midship(C), menunjukkan perbandingan antara luas
penampang melintang tengahs kapal secara vertikal dengan bidang empat
persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cmengambarkan
bentuk badan kapal pada bagian tengah kapal/midship (Gambar 10).
Gambar 10 Coefficient of midship(C)
(Sumber : Iskandar dan Novita, 1997 digambar ulang)
Coefficient of midship (C), menunjukkan perbandingan antara luas
penampang melintang tengahs kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi
panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cmengambarkan bentuk badan kapal
disajikan nilai koefisien bentuk yang dikemukakan oleh Nomura dan Yamazaki
(1977), Tabel 1.
Tabel 1 Koefisien bentuk untuk masing-masing jenis kapal berdasarkan alat tangkap yang dioperasikan
Kelompok kapal Kisaran nilai
Cb Cp C Cw Alat tangkap yang ditarik 0,58 – 0,67 0,66 – 0,72 0,88 – 0,93
Alat tangkap pasif 0,63 – 0,72 0,83 – 0,90 0,65 – 0,75 0,91 – 0,97
Alat tangkap yang 0,57 – 0,68 0,76 – 0,94 0,67 – 0,78 0,91 – 0,95 Dilingkarkan
2.6 Sistem Propulsi Kapal
Kapal yang sedang bergerak merupakan suatu benda yang terapung dan
bergerak pada media air. Apabila kapal tersbut bergerak maka padanya akan
mengalami hambatan (resistance force) dari media yang dilaluinya (Kilmanun, 1993).
Agar kapal dapat bergerak dengan sesuatu kecepata yang diinginkan, maka
kapal tersebut harus diberikan suatu dorongan yang dihasilkan dari mesin induk ke
baling-baling. Gaya dorong tersebut harus lebih besar dari besarnya tahanan yang
bekerja pada badan kapal, dengan demikian gaya dorong merupakan fungsi dari
bentuk badan kapal.
Apabila bentuk badan kapal didesain sebaik mungkin maka tahanan yang
bekerja pada kapal tersebut akan lebih kecil, dengan demikian daya mesin penggerak
yang dipergunakan akan lebih kecil pula. Untuk itu maka sisim penggerak atau
2.6.1 Mesin kapal
2.6.1.1 Mesin utama kapal ikan
Mesin utama kapal ikan yang pada umumnya digunakan saat ini adalah
berdasarkan sistem pembakaran suatu motor maka dapat dibedakan menjadi motor
listrik, motor pembakaran luar, dan motor pembakaran dalam. Pembakaran yang
berlangsung didalam silinder disebut motor pembakaran dalam (Soenarto, 1985).
Pemakaian mesin yang sesuai berguna untuk efesiensi eksplotasi kapal perikanan.
Mesin harus dipilih dengan mempertimbangkan hasil kerja sesuai dengan tenaga dan
kecepatan yang diinginkan (Trianto, 1985). Mesin induk merupakan mesin penghasil
tenaga sebagai penggerak utama yang dilengkapi dengan adanya poros, baling-baling,
bantalan tabung poros baling-baling (stren tube), kopling dan kemudi. Klasifikasi
mesin pokok terdiri dari mesin uap torak, mesin uap turbin, turbin gas dan motor
bakar (Trianto, 1985).
Soenarta dan Furuhama (1985), mengemukakan bahwa mesin kapal harus
dipasang sedemikian rupa sehingga poros engkol yang dihubungkan dengan poros
propeller agak menurun sedikit di buritan. Akan sangat baik kalau kemiringannya
kecil yaitu tidak lebih dari 80. Kalau kemiringannya lebih besar akan mengurangi
daya yang dikeluarkan sehingga kecepatan pun berkurang. Dudukan mesin harus satu
sumbu dengan bantalan poros propeller dan dipasang secara tetap dan menetap kuat
pada kapal.
Menurut Murdiyanto dan Iskandar (2004), mengemukan bahwa mesin kapal
pada umumnya mempunyai konstruksi dan karakteristik yang berbeda dengan mesin
yang ada didarat, yang menjadi pertimbangan utama pada mesin kapal adalah
keselamatan. Mesin ini dipergunakan diperairan, dan apabila terjadi kecelakaan akan
berakibat fatal. Ketika kapal sedang berlayar maka mesin kapal digunakan dengan
waktu yang lama secara terus-menerus. Penggunaan mesin yang terus-menerus dan
kurangnya perawatan akan menyebabkan adanya penurunan daya yang dikeluarkan.
Penurunan daya ini menyebabkan putaran mesin mesin turun dan diteruskan dengan
atau proses lain-lain. Ditinjau dari segi cara memperoleh energi mesin kalor dibagi
menjadi dua golongan, yaitu mesin pembakaran luar dan mesin pembakaran dalam.
Mesin pembakaran luar proses pembakaran terjadi di luar mesin, dimana energi
termal dari gas hasil pembakaran dipindahkan ke fluida kerja mesin, melalui beberapa
dinding pemisah. Pada umumnya mesin pembakaran dalam dikenal dengan motor
bakar. Proses pembakaran berlangsung di dalam motor bakasr itu sendiri sehingga
gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja.
Menurut Echizen et. al., (1987), mesin kapal penangkap ikan adalah nama
umum dari mesin yang mempunyai konstruksi dan penampilan yang cocok digunakan
untuk menangkap ikan. Mesin kapal terdiri atas dua macam, yaitu mesin utama yang
digunakan untuk memutar baling-baling atau sebagai tenaga penggerak kapal dan
mesin bantu yang digunakan untuk membantu operasi penangkapan. Pada umumnya
mesin utama dan mesin bantu adalah mesin pembakaran.
Penggunaan mesin dalam suatu usaha penangkapan merupakan suatu usaha
modernisasi dalam bidang perikanan yang ditujukan untuk meningkatkan hasil
tangkapan. Perbedaan tenaga penggerak dari berbagai armada penangkapan akan
memberikan perbedaan terhadap hasil tangkapan pada suatu daerah penangkapan
(fishing ground) yang sama, (Jakobson, 1964).
Berdasarkan pemasangan mesin di kapal, mesin dapat dibedakan atas dua
jenis yaitu: mesin inboard yang pemasangannya diatas deck kapal sehingga dapat
dibongkar pasang dengan mudah atau pemasangannya didalam deck. Mesin outboard
dirancang untuk pelayaran yang memiliki dua jenis yaitu mesin yang dirancang
khusus untuk di laut yang biasanya disebut marine engine yang umumnya terdapat di
Berdasarkan letak pemasangan mesin outboard dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu:
mesin yang dipasang disamping kapal, dibagian belakang kapal (buritan kapal), dan
didalam kapal pada bagian buritan kapal (Traung, 1975).
Menurut Soenarta (1985), mesin tempel adalah salah satu jenis mesin
outboardyang terdiri dari sebuah mesin, poros penggerak, gigi reduksi, poros
baling-baling, dan baling-baling. Karakteristik dari mesin tempel adalah sebagai berikut :
1) Umumnya mesin tempel adalah mesin dua tak;
2) Menghasilkan daya keluaran per berat unit yang besar,
3) Beratnya ringan dan kompak; dan
4) Sangat mudah dibongkar dan dipasangkan pada kapal serta serta mudah
dibawa-bawa.
Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) (1989)), menyebutkan bahwa posisi
pemasangan mesin terhadap dudukan mesin haruslah sempurna untuk mencegah
getaran mesin. Sudut pemasangan mesin terhadap kedudukan mesin dapat telihat
pada Tabel 2 :
Menurut Ayodhyoa (1972), mengemukakan bahwa persyaratan mesin yang
layak pakai dan dapat pula dioperasikan yaitu harus memenuhi syarat BKI,
mempunyai bobot yang relatif ringan dengan volume yang relatif kecil, pada kapal
kekiri atau kekanan (oleng) yang terus menerus dengan sudut kemiringan 22,50motor
tetap dapat berfungsi, pada keadaan oleng arah membujur (trim) yang terus menerus
dengan sudut kemiringan 100 motor dapat befungsi, efisien dalam pemakaian bahan
1) Mesin diesel
Prinsip kerja mesin diesel adalah mengisap udara di dalam tabung bahan
bakar untuk untuk meningkatkan suhu dan tabung bakar atau silinder, apabila udara
ini ditekan dalam silinder menyebabkan suhu dan tekan tekanan akan sangat tinggi
secara tiba-tiba pada saat bahan bakar solar disemprotkan dalam bentuk embun
sehingga terjadi pembakaran dalam silinder. Mesin diesel memanfaatkan pemuaian
gas untuk membangkitkan tenaga putar propelleratau baling-baling.
2) Mesin bensin
Prinsip kerja mesin bensin sama saja dengan mesin diesel namun mesin besin
menggunakan bahan bakar bensin dimana pembakaran terjadi di dalam silinder
dengan cara percikan api listrik yang berasal dari accu, kelebihan dari mesin ini
adalah lebih ringan dari mesin diesel. Mesin bensin biasanya digunakan pada
kapal-kapal yang umumnya disebut mesin tempel.
2.6.1.2 Cara mengatur fungsi mesin bakar intern
Agar mesin yang tiap siklusnya terjadi empat kali langkah torak atau satu kali
putaran poros engkol untuk menghasilkan satu kali langkah usaha yang terjadi pada
saat itu adalah, langkah pemasukkan, langkah kompresi, langkah usaha/ekspansi, dan
langkah pembuangan.
Mesin dua langkah lebih kecil ruang geraknya namun lebih besar tenaga
(output) yang dihasilkan lebih besar dari mesin empat langkah, diman prinsip kerja
dari mesin ini terjadi dua kali langkah torak atau satu putaran poros engkol untuk
menghasilkan satu langkah usaha, selain itu mesin dua langkah lebih sederhana
proses pembakaran banyak menggunakan bahan bakar dan minyak pelumas serta
ruang pembakaran dengan mudah kotor, keuntungannya yaitu lebih menguntungkan
daripada kekurangannya sehingga sistim inilah yang digunakan pada mesin diesel.
2.6.2 Sistem poros dan baling-baling 2.6.2.1 Sistem poros
Poros merupakan suatu alat yang digunakan untuk menggerakkan
baling-baling kapal yang dimana daya penggeraknya diperoleh dari hasil kerja dari mesin
kapal. Poros merupakan salah satu bagian yang penting dari setiap mesin, hampir
semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Poros mempunyai
peranan penting dalam mentransmisikan daya (Sularso. 1983).
Poros merupakan suatu seri batang yang di pasang di mesin utama dan
baling-baling (propeller) atau untuk meneruskan daya putar mesin utama ke baling-baling
atau meneruskan dorongan air yang dihasilkan dengan perputaran baling-baling ke
kapal melalui roda pelor pendorong (Echien el. al, 1987).
Firnasari (2004), mengemukakan bahwa poros baling-baling merupakan
penghubungkan anatara mesin dan baling-baling. Perputaran putar dari poros
mengakibatkan baling-baling juga ikut berputar. Berputarnya baling-baling
mengakibatkan perpindahan massa air yang berada didepan baling-baling ke belakang
baling-baling, perpindahan massa air tersebut mengakibatkan kapal dapat bergerak
maju.
Akasaka T dan Tower B (1988) menyampaikan bahwa poros baling-baling
berfungsi untuk menyalurkan gaya dari mesin induk ke baling-baling dan sekaligus
2). Spindel, poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas,
dimana beban utamanya berupa puntiran, yang disebut spindel. Syarat yang harus
dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya
harus teliti
3). Gardan, seperti yang dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana tidak
mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh perputar, yang mana
disebut gardan. Gardan ini hanya mendapat beban lentur, kecuali jika digerakkan
oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga.
(2) Hal-hal penting dalam perencanaan poros
Untuk merencanakan sebuah poros, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Kekuatan poros, dimana suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau
lentur, atau gabungan antara puntir dan lentur. Juga poros yang mendapat beban
tarik atau tekan seperti poros baling-baling kapal atau turbin, dan lain-lain.
Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros
mempunyai alur pasak, harus diperhatikan.
2) Kekakuan Poros, apabila sebuah poros mempunyai kekuatan yang kuat tetapi jika
lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan menakibatkan ketidak telitian
atau getaran dan suara. Disamping itu kekuatan poros, kekakuannya juga harus
diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin yang akan dilayani poros
tersebut.
3) Putaran Kritis, apabila suatu mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran
putaran kritis. Hal tersebut dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor listrik
dan lain-lain, dan dapat mengakibatka kerusakan pada poros dan bagian lainnya.
4) Korosi, bahan-bahan tahan terhadap korosi (temasuk plastik) harus dipilih untuk
poros baling-baling dan pompa bila terjadi kontak dengan fluida yang korosif.
Demikian halnya untuk poros-poros yang terancam kavitasi, dan poros-poros
yang sering berhenti lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan
perlindungan terhadap korosi.
5) Bahan Poros, poros untuk mesin umumnya dibuat dari baja batang yang ditarik
dingin dan difinis, baja karbon konstruksi mesin (disebut dahan S-C) yang
dihasilkan dari ingot yang di-“kill” (baja yang dideoksidasikan dengan
ferrerolikondan dicor, kadar karbon terjamin).
(3) Poros dengan beban puntir dan beban lentur
Poros yang mendapat pembebanan utama berupa torsi, seperti pada poros
motor dengan sebuah kopling, tidak mendapat beban lain kecuali torsi, maka diameter
poros tersebut dapat lebih kecil. Jika diperkirakan akan terjadi pembebanan berupa
lenturan, tarikan, atau tekanan, maka kemungkinan adanya pembebanan tambahan
tersebut perlu diperhintungkan dalam faktor keamanan yang diambil.
Pada umumnya poros meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi, dan rantai. Dengan
demikian poros tersebut mendapat beban puntir dan beban lentur sehingga pada
permukaan akan terjadi tegangan geser karena momen puntir dan tegangan karena
momen lentur.
2.6.3 Sistem baling-baling kapal
Baling-baling merupakan salah satu bagian yang termasuk dalam sistem
propulsi kapal yang menghasilkan gaya dorong (penggerak) untuk mengantisipasi
tahanan yang dialami kapal dan hanya dapat bekerja atas dasar putaran mesin induk
kapal. Mesin induk kapal dengan baling-baling merupakan kesatuan sistem yang
prinsip dari perputaran mur pada baut. Bila diputar satu kali, baut akan bergerak
maju sepanjang langkah ulirnya (Pitch). Penerapannya pada baling-baling, dengan
mengasumsikan bahwa tidak memiliki viskositas maka dalam suatu kisaran
baling-baling akan bergerak maju sejauh jarak pitch. Dalam keadaan slip nol, kapal tidaj
bergerak maju karena tidak ada dorongan yang dihasilkan oleh baling-baling
(Sumarlan, 1983). Dalam keadaan tidak bergerak, namun baling-baling tetap
berputar, maka baling-baling berada dalam keadaan slip 100% (Attwood & Pangelly,
1967). Deskripsi tentang slip diperlihatkan pada Gambar 11.
J
Jaarraakkmmaajjuussaattuuppuuttaarraann
S Slliipp
A Arraahh
G Geerraakkaann P
Puuttaarraann DD mmaajjuu
Pitch
Menurut Djatmiko et al (1983), menyatakan bahwa mesin induk kapal
dengan baling-baling merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
perencanaan propulsi kapal. Menurut Suzuki, (1978), bahwa apabila kecepatan
sebuah kapal melebihi kecepatan yang diperlukan oleh kapal maka akan
mengakobatkan kapal tersebut tidak efisien. Hal tersebut disebabkan karena untuk
menambah daya dorong (HP) lebih dari kecepatan yang sesuai, tidak hanya
menyebabkan mesin yang digunakan terlalu besar, tetapi akan menyebabkan
konsumsi bahan bakar lebih tinggi tanpa adanya perubahan kecepatan yang berarti.
2.6.3.2 Elemen baling-baling
Baling-baling mempunyai fungsi sebagai alat mempercepat air yang melewati
bidang pinggiran baling-baling dari reaksi yang timbul akibat percepatan air tersebut
mengahsilkan daya dorong ke muka. Jadi timbul perubahan momentum dimana yang
semula diam, karena aksi baling-baling mengakibatkan terjadinya percepatan air.
Ditinjau dari teori elemen daun, propeller merupakan baling-baling angkat
(lifting vane) dimana daya angkat dan tahanan pada elemen daun berperan menambah
gaya dorong dan tenaga putar (Olson, 1965).
Prinsip kerja elemen daun baling-baling berdasarkan perbedaan tekanan pada kedua
sisi baling-baling dimana kecepatan aliran air pada bagian punggung lebih besar dari
sisi muka sehingga tekanan pada bagian punggung yang lebih tinggi, perbedaan
tekanan inilah yang menghasilkan daya angkat (Sutrisno, 1982). Tekanan pada
bagian punggung merupakan tekanan negative karena seolah-olah terjadi hisapan dan
baling-baling mendapatkan tekanan dorong dari hasil hisapan tersebut (Attwood dan
Pressure zon
Face
Gambar 12 Distribusi tekanan pada elemen daun baling-baling (Attwood & Pangelly, 1967).
2.6.4 Klasifikasi baling-baling
2.6.4.1 Berdasarkan karakteristik pitch 1. Baling-baling PitchTetap
Picth dari baling-baling ini terpasang tetap pada bos dan tidak berubah-ubah.
Jenis baling-baling ini terbagi atas dua, yaitu picth tetap bervariasi dalam arah radial
(Harval, 1992). Menurut Djatmiko et al (1983), picth (P) adalah jarak aksial yang
dicapai setiap satu kali berputar. Pada pembebanan yang tinggi baling-baling ini
tidak dapat dimanfaatkan daya motor yang baik (Nierich dkk1984).
2. Baling-baling Kendali Daun
Baling-baling picthnya dapat dikontrol, sehingga lanjut kisarannya dapat
dikontrol. Dengan demikian seluruh daya motor dapat dimanfaatkan secara maksimal
dalam kondisi benda yang berbeda-beda. Keuntungan lain adalah kemampuan olah
gerak yang cepat dan tanpa harus berhenti, berbalik atau merubah arah putaran dan
2.6.4.2 Berdasarkan struktur mekanik
Monoblok propeller adalah baling-baling dimana terpasang tetap pada bos
sehingga tidak dapat dipisahkan.
2.6.4.3 Baling-baling assembling
Baling-baling assembling adalah daun dan bos dapat dipisahkan. Hal ini
memberikan keuntungan karena daun dapat diganti karena rusak, namun berdampak
pada efisiensi.
2.6.4.4 Berdasarkan arah putaran
Arah rotasi adalah putaran baling-baling yang berputar dari kanana menurut
arah jarum jam yang akan memutarkan baling-baling pada rotasi maju atau
sebaliknya, jika dilihat dari buritan, jika dilihat dari buritan (Rawson,1984). Pada
kapal berbaling-baling, dikenal dengan baling-baling putaran kiri dan baling-baling
kanan, sedangkan kapal berbaling-baling dua dan putaran dalam. Menurut
(Yamamoto. 1982), bahwa baling-baling kanan berputar kekanan dan baling-baling
kiri berputar ke kiri maka pasangan baling-baling demikian disebut putaran ke kanan,
maka putarannya disebut putaran kedalam (Inward turning).
2.6.4.5 Berdasarkan jumlah daun
Berdasarkan jumlah daun, baling-baling dapat diklasifikasikan menjadi
baling-baling berdaun dua, baling-baling berdaun tiga, baling-baling berdaun empat
dan lain-lain. Pemilihan jumlah daun baling-baling yang digunakan tergantung dari
beban gaya dorong dan tingkat getaran (Olson, 1965).
2.6.4.6 Berdasarkan ukuran
Berdasarkan ukuran, baling-baling mempunyai ukuran yang berbeda-beda
sesuai dengan motor penggerak yang digunakan pada kapal dan daya motor yang
dipakai oleh motor penggerak kapal. Dilihat dari jenisnya, baling-baling mempunyai
sebuah kapal perikanan. Kecepatan dibutuhkan dan diperhitungkan dalam melakukan
pelayaran menuju fishing ground dan kecepatan pengajaran ikan. Kecepatan juga
diperhitungkan pada saat kembali menuju pangkalan pendaratan ikan fishing port
agar ikan-ikan hasil tangkapan dapat secepatnya diproses sehingga kesegaran ikan
masih sangat baik.
Menurut Trianto (1985) pemakaian mesin yang sesuai berguna untuk efisiensi
eksploitasi kapal perikanan, mesin harus dipilih dengan mempertimbangkan hasil
kerja sesuai dengan tenaga dan kecepatan yang diinginkan. Untuk itu dalam
pemilihan mesin haruslah disesuaikan dengan kapal yang kita miliki.
Ayodhyoa (1972), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang menentukan
kecepatan kapal adalah faktor-faktor dimensi utama, displacement, bentuk badan
kapal yang berada dalam air, trim, dan mesin penggerak. Dimensi utama kapal,
semakin besar ukuran nilai panjang kapal (L), dengan besaran nilai lebar (B) tetap,
maka kecepatan akan bertambah baik. Secara tidak langsung dimensi kapal sangat
mempengaruhi kecepata kapal seperti panjang kapal (Length, L), lebar (Lebar, B),
serta dalam kapal (Depth,D). Menurut Fyson (1985), mengemukankan bahwa
dimensi rasio kapal seperti L/B, L/D, B/D, L/B, sangatlah berpengaruh terhadap
kecepatan maju kapal, menurunnya nilai perbandingan L dan B (L/B) sehingga
menyebabkan menurunnya kecepatan kapal.
Novita dan Iskandar (2008), mengemukakan bahwa tahanan gerak merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan kapal yang dihasilkan oleh
kasko kapal pada saat terjadinya interaksi an atara alairan air dengan kasko kapal.
Semakin besarnya tahanan gerak yang dihasilkan, sehingga tenaga yang yang
dibutuhkan semakin besar yang dibutuhkan pada kapal untuk melaju di laut.
yang dioperasikan, selain itu juga dipengaruhi oleh ukuran panjang, lebar dan dalam,
coefisien of fineness, displecement, trim, bentuk kapal dibawah air dan kekuatan
mesin.
Kecepatan ekonomis kapal akan berpengaruh jika perbandingan antara
kecepatan kapal (V/L, V: kecepatan kapal dalam knots dan L: panjang kapal dalam
meter) mendekati 1,0 untuk kapal-kapal cepat perbandingannya lebih dari 1,2 dan
untuk kapal-kapal lambat nilai ini kurang dari 0,8 (Nomura dan Yamazaki, 1977).
Selain itu Munro dan Smith (1975), mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) faktor yang
mempengaruhi efisiensi propulsi dan kecepatan kapal anatara lain letak mesin,
konstruksi kasko serta efesiensi baling-baling.
Fyson (1995) menyatakan tahanan kapal pada kecepatan yang diberikan
merupakan daya yang dikehendaki untuk melaju pada perairan tenang, diasumsikan
bahwa tidak terdapat gangguan pada mesin penggerak kapal. Bila kapal mengalami
penambahan beban, disebut tahanan badan kapal pada saat kapal kosong. Daya yang
dibutuhkan untuk mengatasi tahanan tersebut effective horse power (EHP), dalam
penentuan HP dikenal beberapa istilah, yaitu :
1) Indicated horse power(IHP), tenaga yang dihasilkan untuk menggerakkan torak;
2) Break horse power (BHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan roda gila;
3) Shaft horse power (SHP), tenaga yang digunakan untuk memutarkan poros
baling-baling; dan
4) Effective horse power (EHP), tenaga efektif yang digunakan untuk
menggerakakan kapal.
2.8 Sudut jatuh poros
Sudut jatuh poros dapat mempengaruhi kecepatan kapal. Menurut Firnasari
(2004), mengemukakan bahwa untuk mengetahui berapa besarnya sudut jatuh poros
yang masuk kedalam air dengan menggunakan alat ukur (waterpass) pada satu sudut
yang sejajar dengan permukaan air yang berdekatan dengan panjang poros sehingga
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
direncanakan akan dilakukan selama tiga bulan (
sampai dengan September 2010 di perairan Ur Pulau
Pulau sebagai lokasi penelitian adalah 1) di desa
ya perikanan laut yang melimpah, 2) Alat tangkap yang
masih sederhana, 3) dalam pengoperasian kapal jukung nelayan
memperhatikan ukuran baling-baling yang sesuai dengan daya mesin.
r Pulau umumnya berprofesi sebagai nelayan
tangkapan yang diperoleh menjadi komsumsi keluarga
oleh adalah jenis-jenis ikan demersal seperti kakap,
ekor kuning dan mata besar. Adapun peta lokasi penelitian
masing-masing 5,5 HP dan 6,5 HP
(2) Baling-baling berdaun dua dengan ukuran/nomor 5-6, 6,5, dan 5
(3) Poros baling-baling dengan panjang poros 2,20 m dan 2,60 m yang di
gunakan pada kapal yang menggunakan semang dan kapal yang tidak
menggunakan semang.
Tabel 3 Spesifikasi teknis kapal sedap malam (kapal yang menggunakan semang)
No. Keterangan
1. Nama Sedap Malam 2. Tahun Pembuatan 2009
3. Bahan Kayu Kayu Ketapa (terminalia catapa) 4. LOA 10,05 meter
5. LPP 0,95 meter 6. Lebar (B) 0,97 meter 7. Lebar pada garis air (BWL) 0,87 meter 8. Dalam (D) 0,56 meter 9. Draf (d) 0,25 meter 10. Merk Honda GX 160 11. Tenaga penggerak 5,5 HP dan 6,5 HP
Baling-baling berdaun dua
Gambar 14 Kapal yang menggunakan (katir) semang
2) Kapal jukung yang tidak menggunakan semang yang di lengkapi dengan :
a) Motor penggerak merek Honda type GX 160 dengan daya mesin
masing-masing 5,5 HP dan 6,5 HP
b) Baling-baling berdaun dua dengan ukuran/nomor 5-6, 6,5, dan 5
c) Poros baling-baling dengan panjang poros 2,20 m dan 2,60 m yang di
gunakan pada kapal yang menggunakan semang dan kapal yang tidak
menggunakan semang
Tabel 4 Spesifikasi teknis kapal bukit sion (kapal jukung tanpa menggunakan semang)
No. Keterangan
1. Nama Bukit Sion 2. Tahun Pembuatan 2009
3. Bahan Kayu Kayu Pulai (alstonia sp) 4. LOA 10 meter
5. LPP 0,92 meter 6. Lebar (B) 0,94 meter 7. Lebar pada garis air (BWL) 0,84 meter 8. Dalam (D) 0,54 meter 9. Draf (d) 0,23 meter 10. Merk Honda GX 160 11. Tenaga penggerak 5,5 HP dan 6,5 HP
Baling-baling berdaun dua
Gambar 15 Kapal jukung tanpa menggunakan semang Tabel 5 Ukuran baling-baling berdaun dua
No Baling-baling Luas baling- Picth Diameter Urut baling(Cm2) (Cm2)
1 5-6 70,75 30° 15,5 2 6,5 88,25 33° 16,2 3 5 90,19 35° 17,5
3.2.2 Peralatan penelitian
Peralatan yang di gunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini
adalah pal sebagai tanda jarak, stopwatch, meter gulung, jangka sorong, waterpass,
alat tulis menulis, untuk pengolahan data digunakan satu unit komputer, perangkat
lunak program microsoft office excel untuk menyelesaikan perhitungan matematis
serta tampilan-tampilan grafik, minitab untuk pengelolaan data statistik.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi lapang
eksperimental yaitu salah bentuk dasar penelitian yang dilakukan dengan merubah
suatu keadaan untuk melihat suatu kejadian yang timbul dari akibat dari perubahan
tersebut (Arikunto 1991). Perubahan yang akan dilakukan adalah pergantian
ukuran/nomor baling-baling pada setiap daya mesin yang akan diuji cobakan
sehingga terlihat perubahan kecepatan. Penelitian ini dilakukan dengan cara
pengukuran ukuran pokok kapal. Pengukuran kecepatan kapal untuk berbagai
ukuran/nomor baling-baling (5-6, 6,5,dan 5), daya mesin, poros baling-baling di Ur
Pulau Kabupaten Maluku Tenggara dengan cara :
1) Pengambilan data primer dan sekunder
2) Menentukan dua titik didarat yaitu titik A dan titik B, sebagai titk
pengamatan yang jaraknya 100 m, dimana pada masing-masing titik
dipasang sejajar mengarah ke laut.
3) Kapal yang diukur kecepatannya mulai berjalan jauh sebelum melewti titik
A, pengamat yang berada pada titik tersebut akan memberikan tanda pada
pengamat yang berada pada titik B dan pengamat yang berada diatas kapal.
4) Pengukuran secara menyeluruh kapal untuk mendapatkan data demensi
utama kapal.
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang akan dikumpulkan adalah
1) Dimensi utama kapal, efesiensi baling-baling yang merupakan perbandingan
antara daya yang dihasilkan oleh baling-baling untuk menggerakan kapal dan
daya yang disalurkan ke baling-baling (variableterkait).
2) Pitch adalah jarak maju (aksial) sebenarrnya yang ditempuh oleh baling-baling
bila berputar sebanyak satu putaran(variablebebas).
3) Daya mesin yang mempunyai kemampuan untuk membawa atau menggerakan
kapal jukung dan daya yang disalurkan ke baling-baling, kondisi kapal setelah
penambahan sejumlah beban tertentu.
4) Kemiringan katinting disesuaikan dengan kondisi dilapangan/kemiringan yang
selalu dipakai oleh nelayan.
5) Sudut jatuh poros
Untuk mengetahui berapa besarnya sudut jatuh poros yang masuk kedalam air
dengan menggunakan alat ukur waterpass pada satu sudut yang sejajar dengan
permukaan air yang berdekatan dengan panjang poros sehingga sudut yang
Poros Fondasi mesin
Baling-baling
Gambar 16 Sudut jatuh poros baling-baling
7) Panjang poros seluruh
Pengukuran panjang poros dilakukan berawal dari flens mesin dengan poros
sampai pada batas pertemuan poros dengan baling-baling (Gambar 17).
Panjang poros baling-baling
Baling-baling Diameter poros Mesin
Sirip
Gambar 17 Panjang poros baling-baling
3.3.2 Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan cara wawancara dan pengamatan serta melakukan
eksperimental. Eksperimental dilakukan pada 2 unit kapal jukung dengan
menggunakan semang dan tanpa semang dari 154 buah kapal yang beroperasi di
perairan Ur Pulau Kabupaten Maluku Tenggara. Data primer yang diambil adalah
dimensi utama kapal, pengukuran kecepatan kapal pada beberapa ukuran
meter, panjang poros baling-baling, dan sudut jatuh poros baling-baling. Adapun
3) Pengambilan data kecepatan kapal dengan perlakuan ukuran baling-baling dari
nomor 5-6, 6,5, 5 pada saat pengoperasian menggunakan dua daya mesin dengan
jumlah baling-baling yang digunakan adalah dua buah, sedangkan pada saat
menggunakan satu mesin, jumlah baling –baling yang digunakan adalah satu buah
untuk berbagai jenis ukuran baling, dua jenis ukuran panjang poros
baling-baling, sudut jatuh jatuh poros baling-baling.
4) Pengambilan data dimensi utama kapal yaitu untuk :
Mengukur dimensi utama kapal jukung meliputi panjang (LOA) adalah jarak
secara horisontal dari ujung buritan sampai ke ujung haluan kapal yang
merupakan panjang keseluruhan dan (LWL), adalah jarak yang dihitung dari Fore
perpediculer (Fp) sampai After perpendicular (Ap) pada water line lebar (B)
karena panjang yang digunakan adalah LWL, maka lebar adalah breadth moulded
yang diukur spada bagian tengah kapal terlebar dan terhitung pada kulit luar kapal
dan lebar (D).
Data sekunder diperoleh melalui pendekatan dengan Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Maluku Tenggara serta untuk melengkapi hasil penelitian
dan penulisan tesis ini dilakukan studi literatur.
3.3.3 Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan untuk dapat mengidentifikasikan karekteristik
dimensi kapal jukung, dimensi ukuran baling-baling, daya mesin terhadap kecepatan
kapal jukung di Ur Pulau, selanjutnya diolah dengan landasan perhitungan dan
kemudian dikelompokkan serta dideskripsikan melalui tabulasi dan grafik. Hasil
Baling1 Baling2 Baling3 Baling1 Baling2 Baling3 Semang Daya1 A111
Daya2 Daya3
Tanpa Daya1 --- --- --- --- --- ---
semang Daya2 Daya3 --- --- --- --- --- Anjkl
Keterangan:
A= kecepatan kapal
n = 1 – 2, dimana n1= perahu dengan semang dan n2= perahu tanpa semang
j = 1 – 3, dimana j1= daya mesin 5,5, HP; j2= daya mesin 6,5 HP dan j3= daya mesin 5,5 + 6,5 HP
k = 1 – 2, dimana k1= poros panjang dan k2= poros pendek
l = 1 – 3, dimana l1= baling-baling no 5-6; l2= baling-baling no 6,5 dan l3= baling-baling no 5
3.3.3.1 Kecepatan Kapal
Menghitung kecepatan kapal dengan menggunakan rumus (Halliday 1985)
sebagai berikut :
V = m / det
………
( 1 )Keterangan :
V = Kecepatan (m/s) S = Jarak (m) t = Waktu (s)
Data kecepatan kapal dalam m/s akan dikonversikan menjadi knot, setelah itu
3.3.3.2 Poros Dengan Moemen Puntir dan Lentur
Poros umumnya berfungsi sebagai penerus daya melalui sabuk, roda gigi dan
rantai. Dengan demikian maka poros tersebut akan memdapatkan beban puntir dan
lentur sehingga pada permukaan poros akan terjadi tegangan geser τ(=T/Zp) karena momen puntir T dan tegangan σ(=M/Z) karena momen lentur. Beban yang bekerja
pada poros umumnya adalah beban berulangan. Apabila poros tersebut memiliki roda
gigi agar dapat meneruskan daya besar maka kejutan akan terjadi pada saat poros
mulai atau sedang berputar. Dengan mengingat macam beban, sifat beban dan
lainnya, maka ASME menganjurkan suatu rumus untuk dapat mennghitung diameter
poros secara sederhana dimana sudah dimasukkan pengaruh kelelahan karena beban
berulang. Dengan demikian berlaku persamaan (Sularso, 1983) :
1) Daya rencana Pd (HP)
Pd = fc. P ( kG.mm) ……… ( 2 )
Dimana :
fc = factor koreksi
P = daya yang ditransmisikan
2) Momen Puntir (momen rencana)
T = 9,74 x 104 (kG.mm) ……… ( 3 )
Dimana :
n = putaran poros ( rpm ) Pd = daya rencana (kg.mm)
3) Momen lentur (kG.mm)
yaitu salah bentuk dasar penelitian yang dilakukan dengan merubah suatu keadaan
untuk melihat suatu kejadian yang timbul dari akibat dari perubahan tersebut
(Arikunto 1991). Perubahan yang akan dilakukan adalah pergantian ukuran/nomor
baling-baling pada setiap daya mesin yang akan diuji cobakan sehingga terlihat
perubahan kecepatan. Penelitian ini menggunakan dasar studi kasus dimana
penelitian dilakukan dengan cara mempelajari suatu kasus tertentu dan objek tebatas
(Mantjoro dkk. 1989).
Untuk menganalisis kecepatan kapal jukung dengan menggunakan
ukuran/nomor baling-baling, ukuran poros baling-baling yang berbeda dan daya
mesin di lapang maka dapat dihitung berdasarkan pendekatan teori. Untuk
membandingkan perbedaan antara ukuran baling-baling (5-6, 6,5 dan 5) serta daya
mesin (5,5 HP, 6,5 HP dan kombinasi 5,5 HP dan 6,5 HP), ukuran poros digunakan
two way anova (anova dua arah) terhadap kapal yang menggunakan katir (semang)