• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Kandungan Kimia Tandan Buah Segar (Tbs) Kelapa Sawit Menggunakan Spektroskopi Nir.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Kandungan Kimia Tandan Buah Segar (Tbs) Kelapa Sawit Menggunakan Spektroskopi Nir."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN KANDUNGAN KIMIA TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI NIR

ZAQLUL IQBAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Kandungan Kimia Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Menggunakan Spektroskopi NIR adalah benar karya saya dengan arahan dan bimbingan Dr Ir Sam Herodian, MS sebagai ketua, Dr Slamet Widodo, STP MSc sebagai anggota komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Zaqlul Iqbal

(4)

RINGKASAN

ZAQLUL IQBAL. Pendugaan Kandungan Kimia Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Menggunakan Spektroskopi NIR. Dibimbing oleh SAM HERODIAN dan SLAMET WIDODO.

Kondisi buah kelapa sawit sebelum diekstrak menjadi salah satu kunci dalam menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) berkualitas. Pengaruh negatif akan muncul jika buah tidak matang ikut diolah. Buah mentah memiliki kandungan minyak yang lebih sedikit dari buah matang, sehingga ketika diproses akan menurunkan rendemen minyak total. Pada buah lewat matang, terdapat kandungan Asam Lemak Bebas (ALB) diatas ambang batas yang berkontribusi menurunkan kualitas minyak. Saat ini penentuan kematangan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit oleh petani dilakukan dengan melihat seberapa banyak brondol sawit dari TBS yang jatuh di atas tanah. Padahal tidak semua TBS mudah melepaskan brondol atau brondol yang terlepas tersangkut di sela pohon, sehingga dapat membiaskan hasil prediksi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun model kalibrasi dari beberapa kandungan kimia kelapa sawit yang dapat dijadikan standar kematangan buah untuk menggantikan penaksiran kematangan konvensional. Terdapat empat tahapan pada penelitian ini, Langkah pertama adalah persiapan sampel. Langkah kedua akuisisi spektrum NIR pada 60 sampel menggunakan NIRFlex N-500. Langkah ketiga adalah mengumpulkan data kimia yaitu kandungan minyak, asam lemak bebas (ALB), kadar air, dan karoten untuk masing-masing sampel. Langkah keempat adalah pembuatan model kalibrasi dengan metode Principal Component Analysis (PCA) dan Partial Least Square (PLS). Digunakan tambahan

pretreatment pada spektrum NIR untuk meningkatkan kehandalan model, yaitu

First Derivative Savitzky Golay (DG1), Multiplicative Scatter Correction (MSC),

Standard Normal Variate (SNV) pada analisis PCA dan PLS serta Orthogonal Signal Correction (OSC) pada PLS.

Hasil menyatakan bahwa metode PCA mampu membedakan seluruh sampel dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok dengan umur kematangan 4 bulan dan kelompok dengan umur kematangan 5, 6, dan 7 bulan. Dari model PLS tanpa menggunakan pretreatment menghasilkan R2 untuk kadar minyak sebesar 0.031, ALB sebesar 0.236, dan karoten sebesar 0.490. Meskipun telah menggunakan tambahan beberapa pretreatment, model pendugaan kadar minyak, ALB, dan karoten tidak bisa digunakan sebagai model kalibrasi. Model PLS untuk kadar air yang paling baik adalah dengan pretreatment DG1 yang menghasilkan nilai R2 sebesar 0.961, RPD 2.27 dan latent variable 4.

(5)

SUMMARY

ZAQLUL IQBAL. Prediction of Oil Palm Fresh Fruit Bunch (FFB) Chemical

Content Using NIR Spectroscopy. Supervised by SAM HERODIAN and

SLAMET WIDODO.

Condition of palm oil fruit before extracted is one of key factor to produce good Crude Palm Oil (CPO). Negative effect will appear if not-ripe fruit extracted. Unripe fruit has lower oil content compare with ripe fruit, so it can decrease total oil yield. Meanwhile, over ripe fruit has Free Fatty Acid (FFA) high above normal that can decrease the quality of oil. Nowadays prediction of Fresh Fruit Bunch (FFB) palm oil fruit ripeness done by seeing how many fruitlets detached from FFB fall down on the ground. However, not all FFB detach their fruitlets easily or the fruitlets stuck at frond, therefore the prediction result can be confusing.

The aim of this research was to develop NIR calibration model of some FFB chemical contents that can be a standard of ripe fruit to replace conventional ripeness prediction method. There were four steps of the research, the first was sample preparation. The second was NIR data aquisition of 60 samples by using NIRFlex N-500. The third was collecting chemical data specifically oil content, free fatty acid (FFA), water content, and carotene from each sample. The fourth was developing NIR calibration model using Principal Component Analysis (PCA) and Partial Least Square (PLS). Pretreatment of NIR spectra was applied to increase reliability of model. In this research pretreatment First Derivative Savitzky Golay (DG1), Multiplicative Scatter Correction (MSC), Standard Normal Variate (SNV), and Orthogonal Signal Correction (OSC) were used.

The result showed that PCA could distinguish the whole sample into two major grups namely grup with 4 month of ripeness and 5, 6, and 7 month of ripeness. PLS model without using pretreatment resulted R2 for the oil content was 0.031, FFA was 0.236, and carotene was 0.490. Although it had already used some additional pretreatments, PLS models could not be used as a calibration model. PLS model of water content was good after using pretreatment. The best PLS model of water content was developed by using DG1 with R2 0.961, RPD 2.27, and latent variable 4.

Keywords: Fresh Fruit Bunch (FFB), NIR spectra, calibration model

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

PENDUGAAN KANDUNGAN KIMIA TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI NIR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Pendugaan Kandungan Kimia Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Menggunakan Spektroskopi NIR

Nama : Zaqlul Iqbal NIM : F151130186

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Sam Herodian, MS Ketua

Dr Slamet Widodo, STP, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknik,Mesin,Pertanian dan Pangan

Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik penelitian yang diambil adalah Spektroskopi NIR dengan judul Pendugaan Kandungan Kimia Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Menggunakan Spektroskopi NIR.

Atas diselesaikannya karya ilmiah ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tua dan keluarga yang senantiasa melimpahkan do’a, semangat dan kasih sayang hingga tesis ini terselesaikan

2. Dr Ir Sam Herodian, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Slamet Widodo, STP MSc selaku anggota komisi pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dan masukan dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan serta Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu dan memberikan izin pelaksanaan penelitian.

4. Perkebunan PTPN VIII yang telah memberikan izin dalam penyediaan sampel TBS kelapa sawit

5. Rekan-rekan Laboratorium TPPHP dan seluruh teman-teman TMP angkatan 2012 yang selalu memberikan masukan dan semangat selama penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tesis ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak sebagai upaya perbaikan selanjutnya, serta penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Februari 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Batasan Masalah 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

3 METODE 10

Waktu dan Tempat 10

Alat dan Bahan 10

Metode Penelitian 11

Persiapan Sampel 12

Pengukuran Spektrum NIR 12

Pengukuran Kandungan Kimia 13

Kadar Minyak 13

Kandungan ALB (Asam Lemak Bebas) 13

Kadar Air 13

Kandungan Total Karoten 14

Pengembangan Model Kalibrasi Menggunakan Metode PCA dan PLS 14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Kandungan Kimia TBS Kelapa Sawit Secara Destruktif 15

Karakteristik Spektrum NIR TBS Kelapa Sawit 19

Analisis Spektrum NIR dengan Metode PCA 21

Kalibrasi Kuantitatif Spektrum NIR dengan Metode PLS 23

5 SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

(12)

DAFTAR TABEL

1 Fraksi matang panen pada tanaman kelapa sawit 4

2 Daerah spektrum inframerah 5

3 Deskripsi statistik kadar minyak TBS kelapa sawit 23

4 Deskripsi statistik ALB TBS kelapa sawit 24

5 Deskripsi statistik kadar air TBS kelapa sawit 25 6 Deskripsi statistik total karoten TBS kelapa sawit 27

DAFTAR GAMBAR

1 Bagian-bagian buah kelapa sawit 3

2 Grafik perkembangan kandungan minyak di tiap minggu 4

3 Indikasi ikatan kimia terhadap spektrum NIR 5

4 Set alat spektrometer NIRFlex N-500 7

5 Konfigurasi penyinaran inframerah pada sampel 8

6 Diagram alir proses penelitian 11

7 Fiber optic solid NIRFlex N-500 12

8 Grafik kadar minyak TBS kelapa sawit 16

9 Grafik kadar ALB TBS kelapa sawit 17

10 Grafik kadar air TBS kelapa sawit 17

11 Perkembangan kadar minyak (A) dan kadar air (B) terhadap umur buah

sawit 18

12 Kadar minyak vs kadar air 18

13 Grafik total karoten TBS kelapa sawit 19

14 Ikatan molekul trigliserida 20

15 Spektrum absorban NIR kelapa sawit 20

16 Scatter plot data spektrum original (A), pretreatment SNV (B),

pretreatment MSC (C), dan pretreatment DG1 (D) 21

17 Hasil analisis PCA (A) tanpa pretreatment dan (B) dengan DG1 22 18 Hasil analisis PCA (A) SNVdan (B) dengan MSC 22 19 (A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS tanpa pretreatment kadar minyak 23 20 (A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS tanpa pretreatment ALB 24 21 (A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS tanpa pretreatment kadar air 25 22 (A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS tanpa pretreatment total karoten 27

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan luas areal kebun kelapa sawit di Indonesia terus meningkat. Dari tahun 2012 (9 074 621 ha) hingga 2013 (9 149 919 ha) terjadi peningkatan kebun kelapa sawit sebesar 0.83% (Ditjenbun 2013). Akan tetapi lahan yang semakin berkurang akibat alih fungsi lahan menjadikan peningkatan luas kebun terbatas. Tantangan kedepan adalah bagaimana cara meningkatkan produksi minyak sawit tanpa melihat faktor penambahan luas lahan kebun kelapa sawit. Ditambah lagi persentase rendemen minyak yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit dalam negeri saat ini belum merata. Selain disebabkan oleh jenis klon sawit yang digunakan, pemupukan dan faktor alam, serta berbagai kegiatan selama di kebun seperti pemilihan kematangan buah, transportasi hingga proses produksi Crude Palm Oil (CPO) sangat mempengaruhi rendemen yang diperoleh.

Kondisi buah kelapa sawit sebelum diolah menjadi salah satu kunci peningkatan mutu CPO. TBS kelapa sawit yang baru dipanen harus segera diolah agar kandungan Asam Lemak Bebas (ALB) didalamnya tidak terus meningkat. ALB dapat menyebabkan bau tengik pada minyak dan dalam jumlah besar akan menyebabkan kerusakan yang menyebabkan waktu simpannya menjadi lebih cepat. Di lain hal, pada kegiatan pemanenan terdapat tahap penentuan kematangan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Jika salah menentukan TBS matang, maka yang akan dipanen adalah buah mentah atau lewat matang. Buah mentah memiliki kandungan minyak yang lebih sedikit dari buah matang, sehingga ketika diproses akan menurunkan rendemen minyak total. Pada buah lewat matang, terdapat kandungan ALB diatas ambang batas yang berkontribusi menurunkan kualitas minyak.

Salah satu upaya peningkatan rendemen dan kualitas minyak yaitu dengan dengan mengoptimalkan tahap penentuan kematangan buah, karena sampai saat ini masih menggunakan metode konvensional. TBS dikatakan layak panen apabila sudah menjatuhkan brondol (buah kecil) sebanyak 10-15 butir di atas tanah. Namun, terdapat TBS yang sulit menjatuhkan brondol atau brondol tersangkut di sela pelepah. Penentuan tersebut juga sangat bergantung pada pengalaman, kondisi psikis serta pengetahuan pemanen saat menentukan kematangan buah. Kegiatan ini pula yang akan berujung pada kondisi buah yang dipanen, apakah memiliki kematangan yang baik atau tidak.

(14)

2

mangga (Saranwong et al. 2003), memprediksi kandungan pH pada buah kiwi (Moghimi et al. 2010), memprediksi minyak pada oregano (Camps et al. 2013), mengetahui karakteristik keju (Karoui et al. 2006), bahkan mampu mendeteksi buah zaitun yang terinfeksi bakteri (Moscetti et al. 2015). Melihat potensi penggunaan spektroskopi NIR, terdapat kemungkinan untuk menggunakannya dalam penentuan kematangan TBS sawit dengan mengetahui karakteristik kimia yang terkandung di dalamnya secara non destruktif. Ditambah lagi, data karakteristik tersebut dapat menjadi suatu acuan standar untuk mengembangkan suatu alat bantu penentuan kematangan sawit di lapangan menggantikan metode konvensional. Sehingga dapat mencegah pemanenan buah mentah atau lewat matang.

Perumusan Masalah

1. Buah mentah dan lewat matang masih sering ikut dipanen sehingga berimplikasi pada menurunnya rendemen dan kualitas CPO

2. Kesalahan penentuan kematangan TBS kelapa sawit masih sering terjadi 3. Perkembangan industri minyak kelapa sawit menuntut peningkatan hasil

rendemen dan kualitas minyak.

4. Terdapat metode spektroskopi NIR yang berpotensi memperbaiki cara menentukan kualitas TBS kelapa sawit

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan NIR spektroskopi dalam penentuankondisipanenoptimum TBS, dengan tujuan khusus: 1. Menganalisis karakteristik spektrum NIR TBS kelapa sawit terhadap

sampel dengan berbagai umur panen

2. Melakukan analisis kualitatif untuk melihat pengelompokan tingkat kematangan TBS kelapa sawit

3. Membangun model kalibrasi untuk NIR untuk memprediksi kadar minyak, ALB, kadar air, dan karoten

Batasan Masalah

Selama proses penelitian dilakukan pembatasan masalah untuk memfokuskan tujuan yang akan dicapai sebagai berikut :

1. Seluruh sampel Tandan Buah Segar (TBS) yang diuji didapat dari perkebunan yang sama, jenis klon yang sama, dan kesegaran buah yang relatif sama

(15)

3 3. Pengindikasian ikatan kimia pada spektrum NIR TBS kelapa sawit didasari

pada literatur pendukung

4. Analisis data spektrum yang dilakukan adalah analisis kualitatif dengan metode Principal Component Analysis (PCA) dan analisis kuantitatif dengan metode Partial Least Square (PLS)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil dari spesies Elaeis. Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat hidup selama bertahun-tahun dan mampu memproduksi minyak nabati yang cukup banyak. Di Malaysia, rendemen minyak yang dapat dihasilkan adalah rata-rata 3.7 ton minyak per hektar per tahun. Tanaman ini cukup unik karena dapat menghasilkan dua macam jenis minyak yang berasal dari serabut buah (mesokarp) yang banyak digunakan sebagai kebutuhan pangan dan dari kernel yang memproduksi minyak kernel yang banyak digunakan sebagai industri oleokimia. Produk turunan oleokimia seperti sabun, produk pembersih, produk kosmetik, tinta cetak (Sambanthamurthi 2000).

Genus Elaeis terdiri atas dua spesies, yaitu E. guineensis dan E.oleifera.

E.guineensis merupakan tanaman asli Afrika Barat dan merupakan jenis yang paling banyak digunakan untuk kebutuhan komersil. E. oleifera adalah tanaman yang berasal dari Amerika Selatan dan minyaknya banyak mengandung asam oleat yang tinggi. Buah kelapa sawit adalah buah berbiji, yang membentuk suatu gerombolan dalam satu tandan (Sambanthamurthi 2000). Perikarp sawit (bagian buah) terdiri atas tiga lapisan yaitu, eksokarp (kulit luar), mesokarp (bagian serabut yang mengandung minyak) dan endokarp (bagian cangkang yang membungkus kernel) yang tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagian-bagian buah kelapa sawita

a

PPKS

Seperti kebanyakan minyak, Trigliserol (TAG) merupakan komponen utama pembentuk minyak sawit. Lebih dari 95% minyak sawit tersusun atas TAG

Mesokarp Endokarp Kernel

(16)

4

yang terbentuk atas molekul gliserol dan digliserol. Selain komponen mayor, terdapat pula komponen minor minyak sawit seperti fosfatida, sterol, pigmen, tokoferol dan logam (Sambanthamurthi 2000). Kandungan minyak buah sawit terbentuk secara signifikan mulai dari minggu ke 15 dan terus meningkat hingga minggu ke-20 (Gambar 2) (Flingoh & Zukarinah (1989) dalam Razali (2012)).

Gambar 2 Grafik perkembangan kandungan minyak di tiap minggua

a

Flingoh & Zukarinah 1989

Sampai saat ini perkebunan sawit menggunakan system fraksi kematangan dalam menentukan fase kematangan TBS kelapa sawit. Terdapat dua parameter penting dalam mengetahui fase kematangan yaitu banyak brondol yang jatuh di sekitar pohon sawit dan warnanya. Perubahan warna yang terjadi pada TBS adalah dari hijau berubah menjadi kehitaman kemudian berubah menjadi merah mengkilat atau jingga (PPKS. 2006).

Tabel 1 Fraksi matang panen pada tanaman kelapa sawita

Fraksi Panen Brondol Lepas dari Tandan Buah Kematangan

00 Belum ada Sangat mentah

0 >12.5% dari buah luar Mentah

1 12.5-25% buah luar Kurang matang

2 25-50% buah luar membrondol Matang 1

3 50-75% buah luar membrondol Matang 2

4 75-100% buah luar membrondol Lewat matang

5 Buah bagian dalam ikut membrondol Lewat matang

a

(17)

5 Near Infrared Spectroscopy

Spektrum infra merah terletak pada daerah dengan panjang gelombang dari 0.78 – 1000 µm atau bilangan gelombang dari 12 800 sampai 10 cm-1. Dilihat dari segi aplikasi dan instrumentasi spektrum inframerah dibagi ke dalam tiga jenis radiasi yaitu infra merah dekat, infra merah pertengahan, dan infra merah jauh. Daerah spektrum infra merah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Daerah spektrum infra meraha

Daerah Panjang

Gelombang (µm)

Bilangan gelombang (cm-1)

Frekuensi (Hz) Dekat 0.78 – 2.5 12 800 – 4 000 3.8x10

14

1.2x1014 Pertengahan 2.5 – 50 4 000 – 200 1.2x1014– 6.0x1012 Jauh 50 – 1000 200 – 10 6.0x1012– 3.0x1011

a

Osborne et al. 1986

Aplikasi spektroskopi infra merah sangat luas baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Kegunaan yang paling penting adalah untuk identifikasi senyawa organik karena spektrumnya sangat kompleks terdiri dari banyak puncak-puncak. Dan juga spektrum infra merah dari senyawa organik mempunyai sifat fisik yang karakteristik artinya kemungkinan dua senyawa mempunyai spektrum sama adalah kecil (Nur 1989). Korelasi antara spektrum infra merah terhadap stuktur kimia tersaji pada Gambar 3 (Osborne et al. 1986).

Gambar 3 Korelasi spektrum NIR terhadap struktur kimiaa

a

(18)

6

Atom-atom di dalam suatu molekul tidak diam melainkan bervibrasi (bergetar). Bila radiasi infra merah dilewatkan melalui suatu celah, maka molekul-molekulnya dapat menyerap energi dan terjadilah transisi di antara tingkat vibrasi dasar dan tingkat vibrasi tereksitasi. Contoh, suatu ikatan C-H yang bervibrasi 90 trillion kali dalam satu detik harus menyerap radiasi infra merah pada frekuensi tersebut (9 x 1013 Hz, 3000 cm-1) untuk pindah ke tingkat vibrasi tereksitasi pertama. Pengabsorbsian energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infra merah, yang memplot jumlah radiasi infra merah yang diteruskan melalui cuplikan sebagai fungsi frekuensi (atau panjang gelombang) radiasi. Plot tersebut disebut spektrum infra merah yang akan memberikan informasi penting tentang gugus fungsional suatu molekul (Hendayana et al. 1994). Penyerapan radiasi infra merah menyebabkan perubahan tingkat vibrasi. Hubungan antara frekuensi dan panjang gelombang (λ) dinyatakan sebagai:

c

V

(1)

di mana c adalah kecepatan cahaya (2.998 x 1010 cm det-1) dan λ dinyatakan dalam cm. Kebalikan dengan panjang gelombang (ῡ), bilangan gelombang dinyatakn dalam per cm.

  1 (2)

Bilangan gelombang (ῡ) berbanding lurus dengan frekuensi atau energi, karena itu bagian horizontal spektrum infra merah biasanya dinyatakan sebagai jumlah gelombang (ῡ) dalam cm-1. Molekul-molekul poli atom memperlihatkan dua jenis vibrasi molekul, stretching dan binding. Vibrasi ikatan yang melibatkan hidrogen sangat berarti, karena atom-atom dengan massa rendah cenderung lebih mudah bergerak daripada atom dengan massa yang lebih tinggi (Hendayana et al. 1994).

Infra merah mampu menembus suatu bahan hingga kedalaman tertentu

tergantung dari (panjang gelombang) λ, (index bias sampel) nsmp, (index bias

internal reflection element) nIRE, (sudut radiasi infra merah) θ yang membentuk Persamaan 3. Kedalaman penetrasi (dp) biasanya bernilai kurang dari 10 µm.

(19)

7 Spektrometer (Gambar 4) adalah instrumen yang digunakan untuk mengaktifkan energi gelombang elektromagnetik tertentu. Spektrometer memiliki detektor yang sesuai dengan daerah gelombang elektromagnetik yang berfungsi untuk menangkap kembali tingkat absorbsi energi oleh sampel. Terdapat dua alat penembakan gelombang tersebut, yaitu gun berbentuk seperti pistol dan ditembakkan secara langsung untuk sampel yang memiliki luas penampang yang besar atau petri dish berupa cawan untuk sampel berupa granula, biij-bijian, tepung, pasta, atau cairan.

Gambar 4 Set alat Spektrometer NIRFlex N-500

Intensitas penyerapan dapat dinyatakan sebagai transmitan dengan persamaan: energi yang mengenai sampel. Menurut hukum Beer-Lambert, jumlah intensitas yang diserap oleh bahan atau Absorbance (A) dinyatakan dengan persamaan :

A

Dimana k adalah (absorptivitas molar), c adalah konsentrasi larutan (mol/dm-3), dan l adalah panjang larutan yang dilalui sinar (cm). Dalam spektroskopi NIR, reflektan analog dengan transmittance (T) (Murray & Williams 1990) untuk produk cair, maka:

(20)

8

NIR, semakin besar kandungan kimia suatu bahan pertanian, maka penyerapan akan semakin besar atau puncak gelombangnya semakin tinggi.

Konfigurasi dasar suatu spektrofotometer terdiri atas transmitan dan pantulan (reflektan) cahaya yang tersaji pada Gambar 5. Untuk produk yang bersifat tidak tembus cahaya dan buram, pancaran radiasi akan dipantulkan seperti pada cermin. Jika permukaan sampel bersifat tidak rata, maka sudut pantulan radiasi tidak akan sama seperti sudut datangnya radiasi (Osborne et al. 1986). Bahan yang kaya akan kandungan kimia, memilik ketebalan tinggi, dan bersifat tidak tembus cahaya akan menyerap cahaya yang mengenainya dalam jumlah besar. Serapan cahaya (absorption) inilah yang digunakan sebagai dasar dalam menjabarkan karakteristik pada bahan.

Gambar 5 Proses penyinaran infra merahpada sampel

Pengembangan Model Spektrum NIR

Spektrum NIR memiliki rentang yang besar dan bertumpuk. Sehingga tidak mungkin dilakukan evalusi hanya dengan langsung melihat grafik panjang gelombangnya. Pada dasarnya spektrum NIR dievalusi dengan menggunakan bantuan metode matematika untuk menemukan korelasi statistik antara data spektrum dengan kandungan kimia yang diuji, metode tersebut biasa disebut

chemometric. Saat ini chemometric terdapat pada suatu perangkat spektrometer dalam bentuk perangkat lunak yang memudahkan pengolahan data, evaluasi, hingga menerjemahkan data spektum ke dalam kandungan kimia (Buchi 2013).

Pada umumnya terdapat dua pengolahan data spektrum NIR yaitu kalibrasi kualitatif dan kuantitatif. Tahap kalibrasi kualitatif berfungsi untuk mengidentifikasi substansi kimia suatu produk ataupun pengelompokan beberapa sampel. Kalibrasi kualitatif menggunakan metode Principal Component Analysis

(PCA). Tahap berikutnya adalah melakukan kalibrasi kuantitatif. Tahap ini bertujuan untuk mengukur intensitas dan konsentrasi pada satu komponen. Metode yang disarankan untuk digunakan adalah Principal Compenent Regression (PCR) atau Partial Least Square (PLS) untuk proses perhitungan (Buchi 2013).

(21)

9 komponen utama kedua tegak lurus terhadap komponen utama pertama dan memiliki variasi terbesar berikutnya (Miller & Miller 1984).

PLS digunakan untuk memperkirakan serangkaian peubah tidak bebas (respons) dari peubah bebas (prediktor) yang jumlahnya sangat banyak, memiliki struktur sistematik linear atau nonlinear, dengan atau tanpa data yang hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi (Hervey 2000). Bila jumlah prediktor X jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah pengamatan Y, pendekatan regresi akan sulit diterapkan karena adanya multikolinearitas pada data. Permasalahan ini diatasi dengan menentukan komponen utama dari matriks X, yang selanjutnya digunakan sebagai regresor pada Y. Peubah-peubah X yang memiliki korelasi yang tinggi dengan peubah respons diberi bobot lebih karena akan lebih efektif dalam perkiraan (Miller & Miller 2000).

Pretreatment Model Spektrum NIR

Pretreatment merupakan suatu langkah tansformasi data untuk memperbaiki spektrum yang kurang baik akibat pembauran cahaya saat akuisisi data NIR,

noise, gangguan dari lingkungan luar, serta masalah lainnya sehingga menyebabkan informasi yang terkandung dalam spektrum menjadi sulit untuk ditelaah. Berbagai jenis pretreatment yang biasa dimanfaatkan dalam pengolahan data spektroskopi NIR adalah sebagai berikut (Karoui et al. 2006; CAMO 2012; Moghimi et al. 2010) :

a. First Derivative Savitzky Golay (DG1)

DG1 merupakan metode untuk mengkalkulasi turunan orde pertama atau orde yang lebih besar yang meliputi faktor smoothing didalamnya, sehingga dapat menentukan seberapa besar variable yang berdekatan untuk memprediksi pendekatan polinomial pada suatu turunan. Perhitungan derivative berguna untuk mengatasi spektrum yang bertumpuk (overlap) sehingga menghasilkan data yang lebih mudah dimengerti, memperkecil variasi spektrum yang tidak jelas pada data mentah.

b. Orthogonal Signal Correction (OSC)

OSC biasa digunakan sebelum membangun model PLS. OSC bertujuan menghilangkan variasi nilai pada data di sumbu X yang tidak terkait oleh data respon di sumbu Y yang berpotensi mengganggu regresi model. OSC sangat bergantung dengan nilai di sumbu Y, sehingga apabila nilai di sumbu Y baik maka OSC akan bekerja dengan baik pula. OSC dapat memperbaiki model menjadi baik, namun tidak dapat memperbaiki data pada set prediksi.

c. Multiplicative Scatter Correction (MSC)

(22)

10

d. Standard Normal Variate (SNV)

SNV biasa digunakan untuk menghilangkan gangguan dari pembauran cahaya, keragaman ukuran objek yang dipindai, dan perubahan cahaya. Serupa dengan MSC, SNV merupakan transformasi yang biasa digunakan pada data spektrum untuk menghilangkan efek pembauran dengan memusatkan dan menyesuaikan skala tiap-tiap spektrum. Tiap nilai Xk pada baris dari kata X

ditransformasi dengan Persamaan 7.

(7)

3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei 2014 sampai Agustus 2014, di Laboratorium Teknik Pengolahan dan Hasil Pertanian (Lab. TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, dan Balai Besar Pasca Panen, Bogor.

Alat dan bahan

Bahan penelitian adalah TBS kelapa sawit klon Sungai Pancur (SP) yang ditentukan dari pohon dengan umur panen 4, 5, 6, dan 7 bulan dihitung mulai terbentunya brondol sawit berdasarkan penaksiran mandor panen. Dalam menentukan kematangan, mandor panen juga melihat warna dan jumlah brondol yang jatuh ke tanah. Masing-masing umur terdiri dari 15 sampel TBS, sehingga total sampel berjumlah 60. TBS berasal dari Perkebunan Cikasungka PTPN 8, Bogor, Jawa Barat. Peralatan yang digunakan untuk akuisisi data spektrum NIR adalah Spektrometer NIRFlex N-500 dengan panjang gelombang 1000-2500 nm. Untuk menganalisis spektrum dengan metode PCA dan PLS digunakan software The Unscrambler X 10.3.

(23)

11 Metode Penelitian

Diagram alir dari penelitian ini dapat dilihat Gambar 6. Berikut ini metode yang digunakan dalam penelitian.

Model

memenuhi syarat

R2 tinggi RPD > 2 RMSE kecil

Gambar 6 Diagram alir proses penelitian Ya

Persiapan sampel

Akuisisi data spekrum NIR TBS kelapa sawit

Pengukuran kandungan kimia (kadar minyak, ALB, karoten, dan kadar air)

Mulai

Selesai

Tidak

Model PLS korelasi spektrum NIR TBS kelapa sawit terhadap parameter kimia

Pembuatan model PLS

Verifikasi model korelasi

(24)

12

Persiapan Sampel

Jumlah TBS yang digunakan adalah 60 buah dengan empat umur panen berbeda (4,5,6, dan 7 bulan) dimana masing-masing umur panen berjumlah 15 TBS. Sampel yang diambil berupa brondol (buah sawit kecil) dilepaskan dari bagian bawah dari TBS kelapa sawit. Dalam satu TBS, total brondol yang diambil mengikuti jumlah minimum yang dibutuhkan untuk pengujian kandungan kimia, yaitu 33 brondol. Sebanyak 6 butir untuk pengujian kadar air dan masing-masing 9 butir untuk pengujian kadar minyak, ALB, dan karoten. 5 TBS diambil setiap paginya selama 12 hari kerja. Dari TBS tersebut akan dipilih brondol yang berkondisi baik dan masih melekat pada TBS. Brondol tersebut kemudian di tempatkan pada cool box dengan tambahan ice gel untuk menjaga sampel agar tetap sejuk dan terhindar dari paparan panas selama transportasi.

Sampel yang tiba di Laboratorium TPPHP akan segera dibersihkan dari kotoran dan langsung diambil data spektrumnya. Kemudian sebagian sampel akan diuji kadar airnya secara mandiri dan sisa sampel dibawa ke Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Bogor untuk pengujian kadar minyak, ALB, dan total karoten. Pengerjaan dari pengambilan sampel hingga pengujian kadar air serta transportasi sampel ke Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Bogor dilakukan kurang dari 12 jam setiap harinya agar informasi spektrum dan data kimianya merepresentasikan kondisi buah segar.

Pengukuran Spektrum NIR

Brondol kelapa sawit memiliki batas yang sangat tipis antara lapisan kulit dengan daging buahnya, sehingga memungkinkan sinar infra merah menembus hingga daging buah. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pancaran sinar NIR mampu menembus bagian kulit hingga ke dalam brondol sawit (Makky.&.Soni.2014), buah apel (Xing et al. 2006; Fan et al. 2009; McGlone.et.al. 2002), biji kopi (Zulfahrizal et al. 2013), serta buah mangga (Saranwong et al. 2004). Akuisisi spektrum sampel dilakukan per satu brondol sebanyak satu kali pengukuran menggunakan fiber optic solid NIRFlex N-500 (Gambar 7). Prinsip pengukuran spektra adalah menembakkan cahaya di panjang gelombang 1000-2500 nm ke sampel. Sebagian energi yang dipantulkan akan diterima oleh detektor sebagai data reflektan atau data spektrum.

(25)

13 Pengukuran Kandungan Kimia

1. Kadar Minyak

Kandungan lemak atau minyak merupakan komponen yang dominan pada buah sawit. Sehingga ini merupakan salah satu parameter penting diukur karena kemungkinan besar dapat menyatakan kematangan buah sawit yang dominan perubahannya. Serat brondol sawit diiris sampai terpisah dari kernel. Kemudian diperas dengan menggunakan kain. Minyak yang tersaring diletakkan dalam labu lemak sesuai alat ekstraksi soxhlet.

Sampel sebanyak 1–2 g dimasukkan dalam selongsong kertas yang dialasi kapas. Kemudian selongsong tersebut disumbat dengan kapas dan dikeringkan dalam oven pada suhu ≤ 80oC selama sekitar satu jam. Lalu sampel dimasukkan ke dalam labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel diekstrak dengan heksana selama 7 jam. Kemudian heksana disuling dan ekstrak sampel dikeringkan pada oven pengering pada suhu 105oC, lalu didinginkan dan ditimbang. Proses tersebut diulangi hingga mencapai bobot tetap. Setelah itu lakukan perhitungan dengan Persamaan 8 (SNI 01-2891-1992).

%

W1 = Bobot lemak sebelum ekstraksi, dalam gram

W2 = Bobot labu lemak sesudah ekstraksi dalam gram

2. Kandungan ALB (Asam Lemak Bebas)

Pengukuran kandungan ALB dilakukan dengan menyiapkan 5 gram ekstraksi buah sawit per sampel. Sampel dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml alkohol netral kemudian dipanaskan hingga mendidih. Setelah sampel dingin ditambahkan 3-5 indikator phenolpthealin (pp) dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah distandarisasi sampai warna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 15 detik. Lalu kandungan ALB dihitung dengan menggunakan persamaan SNI 01-3555-1998 untuk ALB:

xm

(26)

14

30 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel yang berupa cacahan serabut sawit sejumlah 5 g dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu 105oC. Setelah 21 jam sampel dikeluarkan dari dalam oven dan dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan. Setelah 30 menit, sampel dikeluarkan dari desikator dan ditimbang. Perbedaan berat sampel sebelum dan sesudah pengeringan dihitung sebagai persen basis basah kadar air menggunakan persamaan SNI 01-3555-1998.

(10)

Dimana :

m = Kadar air sampel dalam basis basah (%b.b.)

a = Berat sampel sebelum dikeringkan (gram)

b = Berat sampel setelah dikeringkan (gram) 4. Kandungan Karoten

Pengukuran total karoten dilakukan dengan metode berdasarkan panduan analisis pangan oleh Apriyantono (1989) di Balai Besar Pascapanen. Sebanyak 9-15 sampel dicacah serabutnya dan dicampur. Kemudian sebanyak 5 gr sampel dimasukkan dalam labu erlemeyer dan ditambah 100 ml larutan Aceton:Hexan (40:60) dan dikocok. Sampel didiamkan 1 malam dan disaring, lalu dicuci dengan campuran 25 ml aceton dan 25 ml Hexan. Kemudian dimasukkan ke dalam labu pisah dan dicuci dengan air suling. Ambil fasa organik dan tambahkan 9 ml aceton dan ditera hingga 100 ml (C) dengan hexan. Kocok dan ukur dengan spektro pada

panjang gelombang 436 nm, lalu ukur standar karoten sebagai β karoten. Hitung

total karoten dengan Persamaan 11 (Apriyantono 1989).

bobot sampel

C = Nisbah absorban spektroskopi dengan slope pada diagram spektroskopi

V = Fasa organik + 9 ml aceton + hexan hingga 100 ml

P = Volume pengencer (jika dibutuhkan)

Pengembangan Model Kalibrasi Menggunakan Metode PCA dan PLS

(27)

15 respon kimia pada sumbu Y. Pembangunan model kalibrasi diperkuat dengan metode cross validation (validasi silang). Metode ini biasa digunakan pada sampel pengujian yang tidak banyak sehingga tidak diperlukan penambahan set sampel validasi model. Konsep metode tersebut adalah dari sekelompok set data untuk membangun model akan dibagi menjadi beberapa segmen. Masing-masing segemen digunakan untuk kalibrasi dan sisanya untuk prediksi. Proses dilakukan berulang dengan komposisi data yang berbeda (Osborne et al. 1986). Dalam penelitian ini digunakan cross validation sebanyak 4 data (10 segmen dari 40 set data kalibrasi) yang dipilih secara acak.

Sebelum pembangunan model, data diberikan pretreatment untuk meningkatkan kehandalannya. Pretreatment yang digunakan adalah DG1, SNV, MSC, dan OSC. Setelah model telah dibentuk maka dicoba pada set sampel prediksi yang berbeda. Menurut William & Norris (1990), jumlah data yang digunakan dalam kelompok kalibrasi sekitar 2/3 dan validasi 1/3 dari total data. Setelah seluruh tahapan analisis dilakukan hingga dibentuk model yang dicoba pada sampel berbeda, maka dilakukan evaluasi model.

Evaluasi model didasari oleh berbagai parameter. Akurasi dari hasil kalibrasi dapat dievaluasi berdasarkan koefisien determinasi (R2). Diperlukan pula nilai Root Mean Square Error of Cross-Validation (RMSECV) dari set kalibrasi dan Root Mean Square Error of Prediction (RMSEP) dari set prediksi untuk membandingkan antara hasil dari model NIR dengan metode non-destruktif (Wiliam (2003) dalam Karoui et al (2006)). Rasio antara Standar Deviasi (SD)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kandungan Kimia TBS Kelapa Sawit Secara Destruktif

(28)

16

Secara umum memang perubahan kadar minyak tidak terlihat signifikan meskipun cenderung meningkat. Perubahan kadar minyak yang tidak terlihat signifikan ini dapat disebabkan oleh sampel yang diambil dilakukan di blok panen yang berbeda sehingga ada kemungkinan pemberian pupuk tambahan selama budidaya tidak seragam dan menyebabkan sintesis minyak tidak seragam.

Gambar 8 Grafik kadar minyak TBS kelapa sawit

Rata-rata komposisi asam lemak bebas kelapa sawit didominasi oleh asam lemak palmitat dan oleat. Saat buah dipotong maka terjadi kerusakan pada sel-sel sehingga enzim lipase mulai bekerja dan merusak molekul lemak. Kecepatan hidrolisa oleh enzim lipase yang terdapat dalam jaringan relatif lambat pada suhu rendah, sedangkan pada kondisi yang cocok, proses hidrolisis oleh enzim lipase akan lebih intensif dibandingkan dengan enzim lipotik yang dihasilkan oleh bakteri. Reaksi hidrolisis tersebut terjadi akibat adanya sejumlah air pada minyak (Ketaren 1986).

Pengujian pada sampel menunjukkan nilai antara 0.409% hingga 38.357% dengan standar deviasi 3.61. Dari Gambar 9, terlihat bahwa konsentrasi ALB pada sampel sangat bervariasi. Mulai umur 4 bulan menuju 6 bulan, kandungan ALB cenderung menurun. Hal tersebut dapat disebabkan akibat kadar air menurun sampai bulan ke 6 yang menyebabkan reaksi hidrolisis menurun dan menyebabkan ALB yang dihasilkan ikut menurun. namun dari umur 6 bulan menuju 7 bulan ALB meningkat secara drastis.

(29)

17

Gambar 9 Grafik kadar ALB TBS kelapa sawit

Air merupakan salah satu parameter yang menentukan bahwa buah kelapa sawit telah matang atau tidak. Sehingga parameter ini cukup penting untuk diuji dalam penelitian. Standar kadar air untuk buah yang matang adalah sebesar 27% (Ketaren 1986). Berdasarkan hasil pengukuran pada 4 umur kematangan TBS kelapa sawit didapatkan kandungan kadar air berada diantara 22.05% - 86.15% dengan standar deviasi 17.27.

Pada Gambar 1 terlihat bahwa kadar air menurun cukup besar dari umur panen 4 bulan ke umur panen 5 bulan, lalu pada umur panen 6 bulan sampai 7 bulan, kadar air mengalami penurunan yang tidak terlalu besar. Menurut Keshvadi.et al (2012), semakin meningkat usia buah maka semakin berkurang kandungan airnya. Penurunan kadar air di tiap umurnya juga diikuti oleh peningkatan kadar minyak. Pada bulan ke 4, terlihat bahwa variasi data tinggi jika dibandingkan bulan ke 5, 6 atau 7. Hal tersebut dapat disebkan akibat sampel di umur 4 bulan dekat dengan umur 3 bulan yang memiliki kadar air lebih tinggi dari umur 4 bulan.

Gambar 10 Grafik kadar air TBS kelapa sawit

(30)

18

Kadar air rata-rata (% bb)

Berbeda dengan hasil pengukuran yang menghasilkan tren eksponensial yang kurang sepadan, Penelitian Keshvadi (2012) menunjukkan kurva kadar minyak dan kadar air sepadan (Gambar 11). saat data kadar air pengukuran disandingkan dengan data kadar minyak (Gambar 12) R2 yang dihasilkan mencapai 0.704 jika dikorelasikan secara eksponensial. Korelasi tersebut diperkirakan dapat dapat diperbaiki dengan memperbanyak jumlah data pada kedua parameter tersebut sehingga menghasilkan kelengkungan kurva yang sepadan dan meningkatkan koefisien korelasinya

Gambar 11 Perkembangan kadar minyak (A) dan kadar air (B) terhadap umur buah sawita

aKeshvadi 2012

Gambar 12 Kadar minyak vs kadar air

(31)

19 umumnya berubah menjadi jingga kemerahan. Pada pengujian sampel, total karoten menunjukkan nilai antara 0.008% hingga 0.446%.

Dari Gambar 13 terlihat bahwa tren menunjukkan terjadi peningkatan total karoten seiring dengan peningkatan umur buah. Pada bulan ke 5 dan ke 6, terlihat bahwa variasi data lebih tinggi dibandingkan bulan ke 4 dan bulan ke 7. Pada umur 5 bulan, terdapat 2 data dengan perbedaan nilai yang cukup besar dibandingkan data lainnya, hal inilah yang menyebabkan rataan keseluruhan data meningkat dan variasi tinggi. Pada umur 6 bulan data yang didapat memiliki keragaman yang tinggi dengan rentang nilai antara 0.024 sampai 0.163 dengan standar deviasi 0.19.

Gambar 13 Grafik total karoten TBS kelapa sawit

Karakteristik Spektrum NIR TBS Kelapa Sawit

Berdasarkan pemindaian data spektrum NIR yang tersaji pada Gambar 15, pada panjang gelombang tertentu, terdapat spektrum yang tumpang tindih. Terdapat pula perbedaan tingkat reflektansi yang disebabkan karena sampel yang diambil memiliki perbedaan tingkat usia kematangan. Data spektrum awal merupakan reflektan hasil pengukuran. Spektrum reflektan perlu diubah menjadi spektrum absorban untuk mempermudah dalam melihat puncak-puncak mana saja yang terbentuk pada spektrum kelapa sawit. Pola spektrum NIR untuk kelapa sawit memiliki puncak-puncak yang mengandung informasi kandungan kimia pada sawit. Dari Gambar 15 terdapat puncak gelombang yang terlihat pada kisaran panjang gelombang 1190-1219 nm, 1408-1470 nm, 1724 nm, 1886-1960 nm, dan 2380-2500 nm.

Kisaran panjang gelombang 1190-1219 nm memuat infromasi ikatan CH3

dan CH2. Pada 1408-1470 nm memuat informasi ROH, CH2, ikatan aromatik,

Ar-OH, CONH2, Pati, CH, dan ikatan O-H H2O. Panjang gelombang 1724 nm

memuat informasi CH dan CH2. Panjang gelombang 1886-1960 nm memuat

informasi pati, CO2H, P-OH, CONH, H2O, -CO-R, dan CONH2. Sedangkan pada

panjang gelombang 2380-2500 nm memuat informasi pati (Osborne et al. 1986).

(32)

20

Berturut-turut puncak dominan pertama berada pada panjang gelombang 1886-1960 nm, kemudian 1408-1470 nm, 1724 nm, dan 1190-1219 nm.

Kadar minyak yang didominasi oleh Trigliserida (TAG) memiliki ikatan molekul CH, CH2, dan R-CO2 (Gambar 14) (Ketaren 1986). Berdasarkan

spektrum original kadar minyak yang didominasi oleh trigliserida yang tersusun atas ikatan CH dan CH2 terindikasi pada panjang gelombang 1190-1219 nm,

1408-1470 nm, 1724 nm memuat informasi CH dan CH2.

R1COO CH2

R2COO CH

R3COO CH2

Gambar 14 Ikatan molekul trigliserida

Asam lemak bebas bersama dengan gliserol merupakan hasil reaksi hidrolisa dari minyak atau lemak. Ikatan kimia gliserida akan terpecah membentuk ikatan kimia ALB sebagai R-COOH (Ketaren 1986). ALB memiliki ikatan CO yang terindikasi di panjang gelombang 1886-1960 nm dan OH yang terindikasi di panjang gelombang 1408-1470 nm dan 1886-1960 nm. Untuk kadar air berupa ikatan O-H terindikasi di 1408-1470 nm dan 1886-1960 nm. Dalam penelitian Lengkey (2013) kadar air dapat diprediksi dengan baik menggunakan NIR spektroskopi meskipun kadar air bukan termasuk senyawa organik.

Karoten merupakan salah satu pigmen yang berperan dalam warna merah, jingga, dan kuning pada daun, buah dan bunga, dan merah (Pfander (1992) dalam Omayma (2013)). Karoten terdiri atas ikatan karbon poliena sebanyak 40 atom C (Omayma 2013).Meskipun puncak yang terbentuk tidak sebesar puncak lainnya, kandungan yang memiliki ikatan CH3 ini dapat terindikasi di panjang gelombang

1190-1219 nm.

Gambar 15 Spektrum absorban NIR kelapa sawit

0

1000 1111 1250 1429 1667 2000 2500

(33)

21 Sebelum dilakukan analisis PCA dan PLS data spektrum diubah ke dalam

scatter plot untuk melihat apakah spektrum memerlukan pretreatment untuk memperbaiki data. Dari Gambar 16 terlihat bahwa scatter plot pada spektrum original terdapat sampel yang tumpang tindih yang dapat diperbaiki dengan penambahan DG1. Perubahan data juga terlihat tidak sejajar dari rata-rata spektrum awal hingga akhir yang menandakan adanya multiplicative effect dan dapat diperbaiki dengan penambahan pretreatment MSC atau SNV. Dalam analisis PLS, akan ditambahkan pula pretreatment OSC yang mampu mengeliminasi seluruh data dari predictors (spektrum) terhadap respons (data kimia) yang tidak memiliki hubungan, sehingga memungkinkan perbaikan dalam pengembangan model.

Gambar 16 Scatter plot data spektrum original (A), pretreatment SNV (B), pretreatment MSC (C), dan pretreatment DG1 (D)

Analisis Spektrum NIR dengan Metode PCA

Dilakukan analisis PCA untuk mengetahui apakah dari keempat umur kematangan kelapa sawit dapat langsung dibedakan satu sama lainnya. Beberapa penelitian menyatakan bahwa PCA mampu mengolongkan suatu bahan yang berbeda secara tepat seperti menggolongkan jenis wine (Lee et al. 2009), mengklasifikasi jenis endosperma barley (Munck et al. 2005), membedakan jenis minyak dari beberapa macam buah jeruk (Steuer et al. 2001), serta mengelompokkan kopi berdasarkan tingkat fermentasinya (Zulfahrizal et al. 2013). Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa analisis PCA tanpa pretreatment

menunjukkan adanya dua kelompok besar yang memisahkan antara umur 4 bulan dengan umur 5, 6, dan 7 bulan, namun perbedaan antara dua kelompok tersebut terlihat tidak terlalu jauh. Saat dilakukan pretreatment DG1 terlihat bahwa

A B

(34)

22

kelompok umur 4 bulan lebih memisah jauh dari umur lainnya, akan tetapi umur 5, 6, dan 7 bulan tetap berada dalam satu kelompok.

Gambar 17 Hasil Analisis PCA (A) tanpa pretreatment dan (B) dengan DG1 Serupa dengan DG1, Pada gambar 18, pretreatment SNV juga menghasilkan kelompok umur 4 bulan yang terpisah secara dominan dari kelompok umur lainnya, akan tetapi kelompok umur 5, 6, dan 7 belum dapat dibedakan. Pada pemberian pretreatment MSC, hasil pembedaan mirip dengan analisis PCA tanpa pretreatment.

Gambar 18 Hasil Analisis PCA (A) dengan SNV dan (B) dengan MSC Secara keseluruhan, Analisis PCA tanpa pretreatment maupun dengan

pretreatment tidak mampu membedakan keempat kelompok umur secara

signifikan, namun mampu membedakan kelompok umur 4 bulan dengan 3 umur lainnya. Penyebab tidak bisanya membedakan keempat umur kematangan disebabkan oleh penaksiran kematangan di lapangan yang kurang tepat oleh pemanen. TBS di umur 4 bulan memiliki perbedaan kadar air yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan umur panen 5, 6, dan 7 bulan dimana ketiga umur tersebut memiliki nilai kadar air yang tidak terpaut jauh. Kadar air sangat mudah terdeteksi oleh NIR spektroskopi dibandingkan kadnungan kimia lainnya, sehingga absorban spektrum yang didapat pada umur 4 bulan lebih mencolok ketimbang 3 umur lainnya.

4 bulan 5 bulan 6 bulan 7 bulan

(35)

23

Kadar minyak aktual (% minyak)

R² cal = 0.087

Kadar minyak aktual (% minyak)

R² kal = 0.031

Kadar minyak aktual (% minyak)

RPD = 1.05 n = 20 B

Kalibrasi Kuantitatif Spektrum NIR Kelapa Sawit dengan Metode PLS

Kalkulasi prediksi kandungan kimia dilakukan dengan metode PLS menggunakan full spectrum. Data spektrum original merupakan deretan angka hasil pengukuran instrumen di setiap panjang gelombang dari 1000 nm sampai 2500 nm yang berjumlah ribuan. Sehingga perlu dilakukan reduksi data menjadi variabel-variabel baru namun tetap menyimpan informasi kandungan kimia yang disebut latent variable atau Primary Component (PC). Di samping itu perlu dilakukan pretreatment data untuk mengurangi noise pada spektrum. Setelah dihasilkan koefisien korelasi (R2) dan RPD pada set kalibrasi dan validasi, nilai-nilai tersebut harus memenuhi syarat. Menurut Williams (2003) dalam Karoui.et.al (2006), nilai R2 diantara 0.66 dan 0.81 mengindikasikan prediksi mendekati nilai kuantitatif. Nilai diantara 0.82 dan 0.9 menunjukkan prediksi yang baik dan R2 diatas 0.91 menunjukkan prediksi yang sangat baik.

Sebanyak 60 sampel menghasilkan 540 data spektrum yang diakuisisi dari brondol sawit. Spektrum dari brondol tersebut dirata-ratakan berdasarkan TBS yang sama sehingga menghasilkan 60 rataan data spektrum. Data spektrum dibagi menjadi dua set data. 2/3 set pertama digunakan untuk membangun model kalibrasi PLS dan 1/3 set kedua untuk prediksi menggunakan model yang telah dibuat. Tabel 3 menunjukkan bahwa koefisien determinasi (R2) dari model dengan menggunakan PLS tanpa dilakukan pretreatment hanya sebesar 0.031 dengan RPD belum mencapai batas minimum yang distandarkan. Saat digunakan

pretreatment DG1, R2 yang dihasilkan lebih baik dari sebelumnya, namun masih tidak terlihat korelasi yang baik.

Tabel 3 Deskripsi statistik kadar minyak TBS kelapa sawit

Pretreatment latent

variable R

2 Kalibrasi Prediksi

RPD

(36)

24 OSC model PLS yang dibangun masih belum dapat dikatakan baik. Padahal jika dilihat dari grafik spektrum original TBS, kadar minyak yang memiliki ikatan CH, CH2, dan R-CO2, terindikasi di panjang gelombang inframerah dekat. Seharusnya

ada kemungkinan yang cukup besar bahwa model kalibrasi untuk kadar minyak dapat dibangun dengan baik. Ketika membangun sebuah model kalibrasi, data destruktif yang dijadikan database pembentuk model harus sama atau mendekati dengan kondisi saat sampel diambil spektrumnya. Kenyataannya untuk kandungan kimia yang mudah berubah, hal tersebut cukup sulit untuk dicapai. Meskipun sampel ditempatkan pada suhu rendah untuk persiapan pengukuran, minyak pada sampel akan berubah konsentrasinya secara perlahan. Sehingga kadar minyak ketika diukur berbeda dengan saat diambil spektrumnya. Penyebab lain tidak baiknya korelasi yang ada adalah karena jumlah data yang masih sedikit. Pada penelitian Makky & Soni (2014), kadar minyak dapat diprediksi dengan baik menggunakan 96 sampel TBS dengan bantuan metode Artificial Neural Network

(ANN).

Model kalibrasi TBS juga dibangun untuk menduga kandungan ALB kelapa sawit. Berdasarkan Tabel 4, model kalibrasi PLS tanpa pretreatment

menghasilkan R2 kalibrasi sebesar 0.236, yang artinya tidak terlihat korelasi yang baik antara data ALB aktual terhadap ALB prediksi atau dengan kata lain model yang dibangun belum baik. Ketika dilakukan pretreatment DG1 R2 yang dihasilkan pun tidak berbeda jauh dengan tanpa pretreatment.

Tabel 4 Deskripsi statistik ALB TBS kelapa sawit

Pretreatment latent

variable R

2 Kalibrasi Prediksi

RPD

(37)

25

Kadar air aktual (% bb)

R² kal = 0.908

Kadar air aktual (% bb)

RPD = 1.73 n = 20 B

Selanjutnya model PLS ditambahkan pretreatment SNV, MSC, dan OSC. Hasil menunjukkan bahwa untuk pretreatment SNV dan MSC tidak terlihat perbaikan model, namun dengan OSC terjadi perbaikkan model dimana faktor yang digunakan menjadi lebih sedikit. Berbeda dengan Makky & Soni (2014) yang mampu memprediksi ALB dengan baik. Salah satu faktor kecilnya R2 untuk TBS dapat disebabkan oleh jumlah sampel yang digunakan tidak terlalu banyak dan perlu dilakukan pengembangan metode analisis.

ALB memiliki kadar yang kecil ketimbang minyak. Saat sampel dipersiapkan untuk pengukuran secara destruktif, kandungan ALB dapat berubah secara perlahan. Minyak pada sawit dapat mengalami proses hidrolisis yang menghasilkan ALB. Pengukuran kandungan ALB yang tidak dilakukan secara langsung menghasilkan data destruktif yang tidak baik yang menyebabkan model kalibrasi sulit untuk dibentuk. Selain itu, jumlah scanning pada probe NIR saat mengukur spektra ALB juga mempengaruhi hasil spektra yang terukur. Pada minyak yang mendominasi sawit lebih mudah ditangkap ketimbang ALB yang sedikit kadarnya. Jumlah scanning reflektan inilah yang diduga mempengaruhi hasil spektra untuk pendugaan ALB menjadi kurang baik.

Berdasarkan Tabel 5, model kalibrasi untuk kadar air tanpa menggunakan

pretreatment menghasilkan koefisien determinasi (R2) kalibrasi sebesar 0.908, dan R2 cross validation sebesar 0.891. Saat model diuji dengan data independen, prediksi model menghasilkan RPD sebesar 1.73 dimana nilai tersebut belum memenuhi standar baik. Saat dilakukan pretreatment DG1, R2 kalibrasi bernilai 0.961 dan R2cross validation sebesar 0.914 dengan jumlah latent variable 4. Hal ini menunjukkan bahwa model yang dibangun lebih baik dari sebelumnya. Ketika dilakukan prediksi dengan sampel baru, RPD yang dihasilkan sudah memenuhi standar (lebih dari 2) ketimbang tanpa pretreatment yaitu 2.12.

Tabel 5 Deskripsi statistik kadar air TBS kelapa sawit

Pretreatment latent

variable R

2 Kalibrasi Prediksi

RPD

(38)

26

Selanjutnya dilakukan penambahan pretreatment SNV pada model. Hasil menunjukkan bahwa R2 kalibrasi sebesar 0.939 dan R2 cross validation sebesar 0.918. Ketika model dicoba untuk memprediksi sampel baru, RPD yang dihasilkan sebesar 2. Serupa dengan SNV, pretreatment MSC menunjukkan bahwa R2 kalibrasi sebesar 0.938 dan R2 cross validation sebesar 0.924. Pada prediksi untuk sampel independen yang baru menghasilkan RPD sebesar 2. Pada dasarnya memang SNV ataupun MSC berfungsi untuk menghilangkan adanya efek pembauran pada data spektrum, sehingga menghasilkan model yang mirip.

Pretreatment terakhir yang digunakan adalah OSC, Hasil menunjukkan bahwa R2 kalibrasi sebesar 0.925 dan R2 cross validation sebesar 0.942 dengan faktor 3. Saat model dicoba, grafik prediksi menghasilkan RPD sebesar 1.95. Model kadar air dengan R2 sebesar 0.92 sudah dapat dikatakan baik (Lengkey.2013). Beberapa penelitian menyatakan bahwa RMSE dengan nilai dibawah 1 sudah dianggap baik (Fan et al. 2009; McGlone et al. 2002; Saranwong

et al. 2004 ; Moghimi et al. 2010). Namun pada data dengan standar deviasi yang tinggi nilai RMSE sekitar 4 sudah dianggap baik (Karoui et al. 2006). Sehingga meskipun pada pengembangan model terdapat RSME di atas 4, hal tersebut tidak dapat dikatakan buruk karena tidak jauh dari angka 4. Secara keseluruhan model kalibrasi dengan pretreatment DG1, SNV dan MSC sudah cukup baik. Namun melihat nilai RDP, jumlah faktor dan R2 kalibrasi, model dengan pretreatment

DG1 yang paling baik dari semua model.

Konsentrasi Kadar air 27 % bb merupakan standar matang buah kelapa sawit (Ketaren 1986). Pada kondisi ini minyak yang dihasilkan memiliki konsentrasi optimal. Kandungan minyak dalam sawit merupakan komoditi utama yang akan dipanen, sehingga dengan mengetahui besar kandungan minyak pada sawit akan memudahkan pemanen mengetahui seberapa besar hasil yang akan didapat. Kadar air juga memiliki hubungan dengan kadar minyak secara eksponensial dengan R2 sebesar 0.704. Dengan kata lain konsentrasi kadar minyak dapat diprediksi dengan mengetahui nilai kadar air yang terkandung. Model pendugaan kadar air dengan PLS yang dapat dilakukan dengan baik menunjukkan bahwa pendugaan kadar minyak dapat pula dilakukan dengan baik tanpa menggunakan model PLS kadar minyak.

Model pendugaan terakhir adalah untuk total karoten. Sampel untuk membuat model kalibrasi berjumlah 40 dan untuk prediksi sebanyak 20. Saat dilakukan pembangunan model, terdapat satu data outlier yang dihilangkan, sehingga tersisa 39 sampel untuk membangun model. Berdasarkan Tabel 6, model PLS tanpa pretreatment menghasilkan R2 kalibrasi sebesar 0.49 dan R2 cross validation sebesar 0.40 dengan jumlah latent variable 3. Untuk mencapai model yang mengindikasikan prediksi mendekati nilai kuantitatif, R2 yang dihasilkan masih belum memenuhi syarat (antara 0.66-0.81). Saat dilakukan pretreatment

(39)

27

Tabel 6 Deskripsi statistik total karoten TBS kelapa sawit

Pretreatment latent

variable R

2 Kalibrasi Prediksi

RPD

Gambar 22 (A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS tanpa pretreatment total karoten

Pada model dengan pretreatment SNV, model juga menjadi lebih baik dengan R2 kalibrasi bernilai 0.46 dan R2 cross validation 0.369 dengan jumlah

latent variable 2. Pada model dengan pretreatment MSC, model menghasilkan R2 kalibrasi bernilai 0.49 dan R2 cross validation bernilai 0.45 dengan jumlah latent variable 2. Model dengan pretreatment ini masih belum baik. Sama halnya dengan MSC, model dengan pretreatment OSC masih belum baik dengan R2 kalibrasi bernilai 0.416 dan R2 cross validation 0.354 dengan jumlah latent variable 2. Secara umum model yang dibangun baik dengan pretreatment maupun tanpa pretreatment tidak mampu memprediksi karoten dengan baik.

Karoten yang merupakan komponen minor memang tidak menyumbang komposisi yang besar, akan tetapi jika dilihat dari spektrum original, kandungan yang tersusun atas ikatan CH3 seharusnya terindikasi di panjang gelombang infra

(40)

28

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian pendugaan kandungan kimia TBS kelapa sawit menghasilkan beberapa simpulan sebagai berikut :

1. Spektrum original kelapa sawit menunjukkan adanya puncak-puncak gelombang di panjang gelombang pada kisaran panjang gelombang 1190-1219 nm, 1408-1470 nm, 1724 nm, 1886-1960 nm, dan 2380-2500 nm. 2. Kadar minyak yang tersusun atas ikatan CH dan CH2 terindikasi pada

panjang gelombang 1190-1219 nm, 1408-1470 nm, 1724. ALB dengan ikatan CO dan OH masing-masing terindikasi di panjang gelombang 1886-1960 nm dan 1408-1470 nm. Kadar air berupa ikatan O-H terindikasi di 1408-1470 nm dan 1886-1960 nm. Karoten dengan ikatan CH3 dapat

terindikasi di panjang gelombang 1190-1219 nm.

3. Analisis PCA menyatakan bahwa TBS kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok dengan umur kematangan 4 bulan dan kelompok dengan umur kematangan 5, 6, dan 7 bulan.

4. Pembangunan model kalibrasi dengan PLS meyatakan bahwa kadar minyak, ALB dan total karoten belum mampu diprediksi dengan baik. 5. Model kalibrasi PLS untuk kadar air dapat dikatakan baik dengan

dilakukan pretreatment. Namun dari keseluruhan model yang dibangun, model dengan pretreatment DG1 merupakan yang terbaik.

6. Model PLS kadar air dapat digunakan sebagai landasan untuk menentukan umur panen yang tepat bagi pemanen sawit.

Saran

1. Model pendugaan kadar minyak, ALB, dan total karoten TBS kelapa sawit dapat dikembangkan dengan menambah jumlah sampel di masing-masing umur panen. Disamping itu pengujian destruktif perlu dipercepat sehingga rentang waktu antara akuisisi data spektrum dengan data kimia cukup dekat dan menghasilkan data kimia yang lebih real time.

2. Selain penambahan jumlah sampel, perlu dilakukan analisis lain seperti ANN.

3. Konfigurasi scanning reflektan spektrometer perlu diatur ulang sehingga informasi kandungan minor pada TBS seperti ALB dan total karoten masih dapat dianalisis dengan baik.

(41)

29 DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono A. 1989. Analisis Pangan : Penuntun Praktek. Bogor : PAU-IPB. Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992 : Cara Uji Makanan dan

Minuman.

Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-3555-1998 : Cara Uji Minyak dan Lemak.

BUCHI Corporation. 2013. Quick Guide NIRCal with Toolbox. [internet]. [diacu 2013 Desember 8]. Tersedia dari: http://www.buchi.com.

CAMO. 2012. Method Reference the Unscrambler X.

Camps C, Gerard M, Quennoz M, Brabant C, Oberson C, and Simonnet X. 2014

Prediction of Essential Oil Content of Oregano by Hand-Held and Fourier Transform NIR. J Sci Food Agric. 94(7):1259-1476.doi:10.1002/jsfa.6427 Ditjenbun. 2013. Luas areal perkebunan angka estimasi tahun 2013. [internet].

[diacu 2014 Juli 8]. Tersedia dari: http://ditjenbun.deptan.go.id/statis-35-luasareal.html

Fan G, Zha J, Du R, and Gao L. 2009. Determination of soluble solids and firmness of apples by Vis/NIR transmittance. Journal of Food Engineering. 93(1):416-420.doi:10.1016/j.foodeng.2009.02.006

Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw-Hill.

Hendayana S, Kadarohman A, Sumarna AA, dan Supriatna A. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.

Karoui R, Mouazen AM, Dufour E, Pillonel L, Schaller E, Baerdemaeker JD, and Bosset JO. 2006. Chemical Characterisation of European Emmental Cheeses by Near Infrared Spectroscopy Using Chemometric Tools.

International Dairy Journal. 16(1):

1211-1217.doi:10.1016/j.idairyj.2005.10.002.

Keshvadi A, Endan JB, Harun H, Ahmad D, and Saleena F. 2012. The Reflection of Moisture Content on Palm Oil Development During the Ripening Process of Fresh Fruits. Journal of Food, Agriculture and Environment. 10 (1):203-209.

Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-Press.

Lee VS, Tue-ngeun P, Traisathit P, Prasitwattanaseree S, Nimmanpipug P, and Provenan Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcasl.) Menggunakan Spektroskopi Inframerah Dekat Dengan Metode Partial Least Square (PLS). Jurnal Littri. 19(4): 203-211.

(42)

30

McGlone VA, Jordan RB, and Martinsen PJ. 2002. Vis/NIR Estimation at Harvest of Pre- and Post-Storage Quality Indices for ‘Royal Gala’ Apple. Postharvest Biology and Technology. 25(1):135-144

Miller JC and Miller JN. 2000. Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry. Ed Ke-4. Harlow: Pearson Education.

Moghimi A, Aghkhani MH, Sazgarnia A, and Sarmad M. 2010. Vis/NIR Spectroscopy and Chemometrics for the Prediction of Soluble Solids Content and Acidity (pH) of Kiwifruit. Biosystem Engineering. 106(1):295-302.doi:10.1016/j.biosystemseng. 2010.04.002

Moscetti R, Haff RP, Stella E, Contini M, Monarca D, Cecchini M, and Massantini R. 2015. Feasibility of NIR Spectroscopy to Detect Olive Fruit Infested by Bactrocera Oleae. Postharvest Biology and Technology. 99(1):58-62.doi:10.1016/j.postharvbio.2014.07.015

Munck L and Moller B. 2005. Principal Component Analysis of Near Infrared Spectra as a Tool of Endosperm Mutant Characterisation and in Barley Breeding for Quality. Czech J. Genet. Plant Breed. 41(3):89-95

Murray I, Williams PC. 1990. Chemical Prinsiple of Near-Infrared Technology. Di dalam: Williams P, Norris K, editor. Near-Infrared Technology in the Agricultural and Food Industries. Ed ke-2. St. Paul, Minnesota, USA. Hlm 18.

Nur MA, Adijuwana H. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologis.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.

Omayma AE and Abdel NBS. 2013. Carotenoids. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry. 2(1):225-234.

Osborne BG, Fearn T, and Hindle PH. 1993. Practical NIR Spectroscopy With Application in Food and Baverage Analysis. Singapore: Longman Singapore Publishers (Pte) Ltd.

PPKS. 2006. Panen pada Tanaman Kelapa Sawit.

PPKS. 2014. Buah Sawit. [internet]. [diacu 2014 Juli 8]. Tersedia dari: http://www.iopri.org/varietas.html.

Razali AS, Halim MA, and Abidin SZ. 2012. A Review on Crop Plant Production and Ripeness Forecasting. International Joural of Agriculture and Crop. 4(2):54-63.

Sambanthamurthi R , Sundram K, and Tan AT. 2000. Chemistry and Biochemistry of Palm Oil. Progress in Lipid Research. 39(1):507-558.

Saranwong S, Sornsrivichai J, and Kawano S. 2004.Prediction of Ripe-Stage Eating Quality Of Mango Fruit From Its Harvest Quality Measured Nondestructively by Near Infrared Spectroscopy. Postharvest Biology and Technology. 31(1):137–145. doi:10.1016/j.postharvbio.2003.08.007.

Setnica V. 2014. FT-IR Reflection Techniques. [internet]. [diacu 2015 Januari 29]. Tersedia.dari:.http://old.vscht.cz/anl/vibspec/FTIR%20Reflection %20Tech niques.pdf

Steuer B, Schulz H, and Läger E.2001. Classification and Analysis of Citrus Oils by NIR Spectroscopy. Food Chemistry. 72(1):113-117.

(43)

31 Xing J, Bravo C, Moshou D, Ramon H, and Baerdemaeker JD. 2006. Bruise Detection on ‘Golden Delicious’ Apples by vis/NIR Spectroscopy.

Computer and Electronics in Agriculture. 52(1):11-20.doi:10.1016/j.compag.2006.01.006

Zulfahrizal, Sutrisno, Budiastra IW, Seminar KB, dan Munawar AA. 2013.

(44)

32

Kadar minyak aktual (% minyak)

R² cal = 0.082

Kadar minyak aktual (% minyak)

R² cal = 0.089 R² cv = 0.069 n = 60 RPD = 1.01 faktor = 1

Lampiran 1 Grafik analisis PLS kadar minyak dengan pretreatment

Grafik (A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS + DG1 kadar minyak

Grafik (A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS + SNV kadar minyak

Grafik (A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS + MSC kadar minyak

A B

Kadar minyak aktual (% minyak)

R² kal = 0.051

Kadar minyak aktual (% minyak)

RPD = 1.12

Kadar minyak aktual (% minyak)

R² kal = 0.055

Kadar minyak aktual (% minyak)

RPD = 1.11

Kadar minyak aktual (% minyak)

R² kal = 0.055

Kadar minyak aktual (% minyak)

(45)

33

Grafik (A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS + OSC kadar minyak Lampiran 2 Grafik analisis PLS ALB dengan pretreatment

Grafik (A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS + DG1ALB

Grafik (A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS + SNVALB

0

Kadar minyak aktual (% minyak)

R² kal = 0.059

Kadar minyak aktual (% minyak)

(46)

34

Grafik (A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS + MSCALB

Grafik (A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS + OSCALB Lampiran 3 Grafik analisis PLS kadar air dengan pretreatment

Grafik (A) Kalibrasi dan (B) prediksi PLS + DG1 kadar air

0

Kadar air aktual (% bb)

R² kal = 0.973

Kadar air aktual (% bb)

Gambar

Grafik analisis PLS kadar minyak dengan pretreatment
Gambar 2 Grafik perkembangan kandungan minyak di tiap minggua
Gambar 3 Korelasi spektrum NIR terhadap struktur kimiaa
Gambar 4 Set alat Spektrometer NIRFlex N-500
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas buku mini riset Mikrobiologi Terapan yang telah dikembangkan pada mahasiswa Program Pascasarjana Unimed pada

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap kandungan fenol yang terdapat dalam wedang uwuh dan untuk mengetahui

Adapun berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan oleh Mahasiswa KKN Bersama 2019 Desa Purba Horison, Kecamatan Haranggaol, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi teraupeutik dan senam hamil sangat berpengaruh terhadap tekanan darah systole, diastole, nadi, suhu, pernafasan dan perdarahan

inu studiju o funkcionalnosti bibliografskih zapisa, tj. FRBR model, koji propisuje način na koji se trebaju organizirati bibliografski podaci kako bi isti bili što

U svrhu dobivanja što boljih rezultata i utvrđivanja što točnijeg morfološkog sastava, miješani komunalni otpad iz kontejnera odnosno „crnih“ kanti se posebno sakupljao

Seseorang pada suatu titik dapat menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri) dan apabila seseorang sedang merasa anonim maka seseorang tersebut akan melakukan