• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi LCA (Life Cycle Assessment) pada Bata Merah dan Batako

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi LCA (Life Cycle Assessment) pada Bata Merah dan Batako"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI LCA (LIFE CYCLE ASSESSMENT)

PADA BATA MERAH DAN BATAKO

AGIT SUPRIADI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Implementasi LCA (Life Cycle Assessment) pada Bata Merah dan Batako” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

AGIT SUPRIADI. Implementasi LCA (Life Cycle Assessment) pada Bata Merah dan Batako. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO.

Bata merah dan batako merupakan material utama dalam proses pembangunan rumah atau gedung. Belum adanya instrumen yang diterapkan dalam menentukan material bata merah dan batako yang lebih ramah lingkungan menjadi kendala. Tujuan penelitian adalah menentukan material diantara bata merah atau batako yang lebih baik dampaknya terhadap lingkungan berdasarkan metode LCA. Metode LCA adalah suatu metode yang digunakan untuk mengevaluasi dampak yang dihasilkan dari suatu proyek atau material atau jasa terhadap lingkungan. Tahapan LCA ISO 14040 meliputi menentukan tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori, analisis dampak lingkungan, dan interpretasi. Hasil penelitian diantaranya, kebutuhan bahan baku untuk pembuatan bata merah dalam satu unit fungsional 1 m2 dinding, tanah 64 liter dan air 1 liter. Kebutuhan bahan baku batako adalah tanah 45 liter, kapur 11 liter, dan air 1 liter. Tingkat kebisingan lingkungan pabrik bata merah adalah 83 dB(A), sedangkan pabrik batako sebesar 57 dB(A). Tingkat kebisingan pabrik bata merah melebihi baku mutu yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor No. KEP- 48/MENLH /11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Energi yang diperlukan untuk membuat 1 m2 dinding berbahan bata merah sebesar 2047 kkal sedangkan batako hanya 186 kkal. Berdasarkan metode LCA material pembuat dinding yang lebih baik dampaknya terhadap lingkungan adalah batako.

Kata kunci: bata merah, batako, penilaian daur hidup

ABSTRACT

AGIT SUPRIADI. Implementation of LCA (Life Cycle Assessment) on Red Brick and Brick. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO.

Red brick and brick are important materials on building project as like house. Purpose this research is determine the material between red brick and brick who have less impact to environment. LCA is one of method to evaluate impact assessment for a project or product. LCA ISO 14040 stage include goal definition and scoping, inventory analysis, impact assessment, and interpretation. Result this research is raw materials of red brick to make walls which function unit 1m2 wall soil 64 liter, and water 1 liter. Raw materials of brick to make 1 m2 walls is soil 45 liter, limestone 11 liter, and water 1 liter. Noise level of redbrick fabric is 83 dB(A). Noise level of brick fabric is 57 dB(A). Value the noise level of redbrick industry was exceeds the quality standards specified in the Decree of the Minister of Environment No.:KEP-48/MENLH/11/1996 pertaining on Noise Threshold. Energy consumption to make redbrick for 1 m2 walls was 2047 kcal whereas energy

consumption for to make 1 m2 brick was 186 kcal. Based on the method of LCA (Life Cycle Assessment), the best material for make walls between redbrick and brick was a brick.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

IMPLEMENTASI LCA (LIFE CYCLE ASSESSMENT)

PADA BATA MERAH DAN BATAKO

AGIT SUPRIADI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Implementasi LCA (Life Cycle Assessment) pada Bata Merah dan Batako

Nama : Agit Supriadi NIM : F44100021

Bogor, Juni 2014 Disetujui,

Pembimbing Akademik

Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc. NIP. 19660321 199003 1 012

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, MAgr Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Implementasi LCA (Life Cycle Assessment) pada Bata Merah dan Batako. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fateta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc sebagai dosen pembimbing atas arahan, bimbingan, motivasi, serta kesabaran dalam membimbing penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen penguji Bapak Muhammad Fauzan, S.T. M.T dan Bapak Dr. Satyanto Krido Saptomo, S.Tp, M.Si atas perbaikan terhadap skripsi penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada keluarga Bapak H. Rahman selaku pemilik pabrik bata merah dan bapak Jumadi selaku pemilik pabrik batako. Terima kasih penulis ucapkan karena telah diberikan kesempatan untuk belajar banyak hal terkait bata merah dan batako. Terima kasih juga atas doa dan bimbingan keluarga besar, rekan-rekan di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, dan keluarga DKM Alhurriyyah.

Semoga skripsi ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang.

(9)

DAFTAR ISI

PRAKATA vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Prosedur Pengumpulan Data 3

Studi Pustaka 3

Observasi Lapangan 3

Wawancara 3

Penilaian Daur Hidup 4

Penggunaan Bahan Baku 4

Penggunaan Energi 4

Dampak Lingkungan 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Tujuan dan Ruang Lingkup (Goal Definition and Scoping) 5

Analisis Inventori (Inventory Analysis) 5

Analisis Dampak Lingkungan (Impact Assessment) 8

Interpretasi (Interpretation) 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kebutuhan bahan baku 7

2 Kebutuhan energi untuk produksi 1 m2 dinding berbahan bata merah 7 3 Kebutuhan energi untuk produksi 1 m2 dinding berbahan batako 7

4 Tingkat kebisingan lingkungan pabrik batako 8 5 Tingkat kebisingan lingkungan pabrik bata merah 9 6 Jumlah emisi yang dihasilkan untuk 1 m2 dinding 10 7 Material terbaik antara bata merah dan batako 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kebutuhan bahan baku bata merah dan batako 14 2 Perhitungan kebutuhan energi produksi batako 15 3 Perhitungan kebutuhan energi produksi bata merah 17

4 Perhitungan emisi gas buang 20

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat mengakibatkan tingginya permintaan komoditas yang menjadi kebutuhan dasar manusia. Komoditas yang dimaksud adalah sandang, pangan, dan perumahan. Perumahan merupakan kebutuhan mendasar bagi kesejahteraan fisik, psikologi, dan ekonomi penduduk di suatu wilayah. Kebutuhan perumahan menarik minat para penanam modal untuk membangun suatu kawasan pemukiman baru yang memberikan kenyamanan, keamanan serta harga yang terjangkau (Zoebar 2004).

Berkembangnya kebutuhan perumahan sangat dipengaruhi oleh kemajuan industri penyedia bahan bangunan. Contoh bahan bangunan yang dibutuhkan adalah batu bata dan batako sebagai bahan pembuat dinding. Batu bata adalah bahan bangunan dalam pembuatan konstruksi bangunan yang terbuat dari tanah liat ditambah air dengan atau tanpa bahan campuran lain. Batako merupakan bahan bangunan berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen portland dan air (Zhang 2013). Berdasarkan bentuknya, batako digolongkan ke dalam dua kelompok utama yaitu batako padat dan batako berlubang (Turgut 2012). Sedangkan berdasarkan bahan bakunya, batako dibedakan menjadi dua, yaitu batako putih dan batako semen (Lin dan Weng 2001).

Bata merah dan batako memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Pemilihan bata merah atau batako dapat dikaji guna menentukan material yang paling baik dampaknya terhadap lingkungan. Ketiadaan instrumen dalam menentukan material yang ramah lingkungan menjadi kendala. Berdasarkan hal tersebut, instrumen yang akan diimplementasikan untuk menentukan pemilihan material bata merah atau batako yang ramah lingkungan adalah LCA (Life Cycle Assessment). LCA adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk mengevaluasi dampak yang dihasilkan dari suatu proyek atau produk atau jasa terhadap lingkungan (Finnveden et al. 2009). LCA dapat dipakai untuk mengetahui potensi limbah yang akan muncul, konsumsi energi yang digunakan serta bahan baku yang diperlukan selama proses produksi (Thorn et al. 2011). Cabeza et al. 2013 menyatakan bahwa LCA terdiri dari empat tahap, yaitu penentuan tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori, analisis dampak, dan interpretasi.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan diantaranya:

1. Belum adanya instrumen untuk menentukan material bata merah atau batako yang lebih ramah lingkungan.

(12)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengimplementasikan metode LCA (Life Cycle Assessment) pada bata merah dan batako.

2. Menentukan pilihan material diantara bata merah dan batako yang lebih baik dampaknya terhadap lingkungan berdasarkan metode LCA (Life Cycle Assessment).

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah menjadikan LCA sebagai salah satu metode pemilihan material pembuat dinding yang ramah lingkungan. Penelitian ini juga bermaksud mengajak masyarakat senantiasa menggunakan bahan material yang lebih ramah lingkungan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi analisis kebutuhan bahan baku, konsumsi energi, dan analisis potensi limbah yang ditimbulkan pada setiap tahapan produksi bata merah dan batako. Proses produksi bata merah dan batako dimulai dari penggalian tanah yang menjadi bahan baku sampai produk siap untuk dipasarkan ke masyarakat.

METODE

(13)

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian

Prosedur Pengumpulan Data

Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang dibutuhkan. Studi pustaka dilakukan pada buku-buku acuan, jurnal dan literatur lainnya. Studi pustaka pada penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data deskripsi produksi bata merah dan batako serta dampak lingkungan yang ditimbulkan. Studi pustaka terkait penjelasan metode LCA.

Observasi Lapangan

Observasi lapangan dilakukan untuk menghitung jumlah bahan baku yang digunakan. Observasi lapangan dilakukan pada bulan Maret sampai April 2014 di pabrik produksi bata merah di Desa Leuwisadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor dan tempat pembuatan batako di Desa Giri Harja, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Observasi lapangan juga dilakukan di sejumlah toko bangunan di Kabupaten Bogor.

Wawancara

Wawancara dilakukan pada pekerja dan pemilik dari pabrik produksi bata merah dan batako. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data siklus produksi bata merah dan batako.

Observasi Lapangan Pabrik Bata Merah dan Pabrik Batako

Studi Pustaka LCA, Bata Merah dan Batako

Pekerja Produksi Bata Merah dan Batako Ahli LCA

Wawancara Menentukan Tujuan

dan Ruang Lingkup

Penggunaan Bahan Baku, Energi, Analisis Dampak Lingkungan

Kajian

(14)

Penilaian Daur Hidup

Tahapan LCA yang digunakan mengikuti prosedur LCA yang terdiri dari empat fase (ISO 14040 1997) yaitu penentuan tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori, analisis dampak, dan interpretasi. Tahapan dalam LCA dapat digambarkan dalam bentuk bagan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2. Kajian utama dalam penelitian ini meliputi penggunaan bahan baku, konsumsi energi selama produksi pembuatan bata merah dan batako, serta analisis dampak yang terjadi.

Gambar 2 Tahapan LCA (ISO 14040 1997)

Penggunaan Bahan Baku

Bahan baku pembuatan bata merah terdiri dari tanah dan air. Sedangkan bahan baku untuk batako meliputi tras, kapur dan air. Penggunaan bahan-bahan selama proses produksi dikaji menggunakan analisis inventori sesuai dengan metode LCA.

Penggunaan Energi

Kebutuhan energi yang digunakan selama proses produksi bata merah dan batako terdiri dari dua sumber yaitu energi yang berasal dari tenaga mesin dan energi yang berasal dari manusia. Perhitungan energi manusia menggunakan Metode SNI 7269 2009 Tentang Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Tingkat Kebutuhan Kalori Menurut Pengeluaran Energi. Penilaian beban kerja dilakukan dengan mengukur berat badan pekerja, mengamati aktivitas tenaga kerja, dan menghitung kebutuhan kalori berdasarkan pengeluaran energi sesuai tabel perhitungan di SNI 7269 2009. Perhitungan energi dari bahan bakar solar dilakukan dengan cara mengkonversi jumlah kebutuhan bahan bakar menjadi energi dalam satuan kilo kalori.

Dampak Lingkungan

Aspek kuantitatif dampak lingkungan yang ditimbulkan selama proses produksi dianalisis menggunakan analisis inventori. Berdasarkan observasi lapangan dampak lingkungan yang diperoleh berupa emisi dari proses pencetakan, pembakaran bata merah, dan proses pengangkutan bahan dari hasil galian tanah untuk proses produksi batako, serta kebisingan yang ditimbulkan pada proses pencetakan bata merah. Pada proses produksi batako tidak ditemukan limbah cair

Tujuan dan Ruang Lingkup

Analisis Inventori

Analisis Dampak

(15)

dan limbah padat. Perhitungan emisi dilakukan dengan bantuan faktor emisi dari literatur yang ada. Kebisingan lingkungan diukur dengan cara sederhana. Alat yang digunakan adalah Sound Level Meter (SLM). Alat ini mengukur tingkat tekanan bunyi dB(A) selama 10 menit untuk setiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 detik. Hasil pengukuran dibandingkan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dan Ruang Lingkup (Goal Definition and Scoping)

Bata merah dan batako merupakan salah satu material utama dalam proses mendirikan suatu bangunan. Kedua material ini berfungsi sebagai komponen untuk membuat dinding. Penelitian ini bertujuan untuk mengimplementasikan metode LCA (Life Cycle Assessment) pada bata merah dan batako. Metode LCA akan memberikan penjabaran material yang ramah lingkungan antara bata merah dan batako. Unit fungsional yang ditetapkan pada penelitian ini adalah 1 m2 dinding.

Ruang lingkup proses yang ditetapkan pada penelitian ini mulai dari penggalian tanah, pengadukan atau pencampuran bahan sampai batu merah atau batako siap dipasarkan. Penentuan kriteria bata merah dan batako dipilih berdasarkan hasil observasi lapangan. Observasi lapangan dilakukan di Kabupaten Bogor khususnya Bogor Barat meliputi daerah Dramaga, Ciampea, Cibumbulang, sampai ke daerah Leuwisadeng. Observasi lapangan dilakukan pada bulan Maret sampai April 2014 di sepuluh (10) pabrik bata merah dan sepuluh (10) pabrik batako. Berdasarkan observasi lapangan, bata merah yang dipilih berukuran panjang 20 cm, lebar 10 cm, dan tebal 5 cm. Bata merah yang dimaksud merupakan campuran dari tanah liat dan air yang dicetak dan dibakar pada suhu yang tinggi hingga tidak hancur bila direndam air. Proses pembuatan bata merah dicetak dengan menggunakan dua sumber energi yaitu energi manusia dan mesin. Lokasi pengambilan data untuk bata merah bertempat di Desa Leuwisadeng Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. Batako yang dijadikan bahan penelitian berukuran panjang 23 cm, lebar 13 cm, dan tebal 7 cm. Batako ini terbuat dari bahan baku tras, kapur, dan air. Pembuatan batako dilakukan dengan energi manusia dan mesin. Pada proses penggalian tanah dibantu dengan tenaga mesin. Pabrik batako yang menjadi tempat penelitian bertempat di Blok Pabuaran, Desa Giri Harja, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.

Analisis Inventori (Inventory Analysis)

(16)

Proses Produksi

Proses produksi bata merah diawali dari penggalian tanah. Di Desa Leuwisadeng Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor setiap hari dilakukan penggalian tanah sebanyak 5 m3. Tanah ini dicetak menjadi bata merah sebanyak

4860 buah. Proses pencetakan bata merah dilakukan selama 5 jam setiap hari. Tahapan setelah penggalian tanah adalah pengadukan. Tanah diaduk sambil diberikan air sebanyak 80 liter. Tanah yang telah dianggap tercampur merata dimasukan ke dalam mesin pencetak bata dengan menggunakan sekop. Bata merah yang padat akan keluar dari mesin pencetak. Cetakan bata merah yang memanjang dipotong dengan alat pemotong. Pada proses pemotongan bata merah dibutuhkan bahan bakar solar sebanyak 15 liter untuk sekali produksi. Satu kali pemotongan menghasilkan 3 buah bata merah. Bata merah yang sudah dipotong disusun di tempat penyimpanan. Faktor cuaca sangat berpengaruh terhadap proses penyimpanan. Penyimpanan juga dimaksudkan sebagai pengeringan bata merah. Untuk mendapatkan kualitas bata merah yang baik, penyimpanan bata merah dilakukan selama 5 hari dengan kondisi cuaca cerah. Tahapan terakhir adalah proses pembakaran. Proses pembakaran dilakukan selama 72 Jam atau selama tiga hari tiga malam. Setiap satu kali pembakaran terdapat 50.000 - 70.000 buah bata merah. Bahan bakar yang digunakan adalah potongan kayu. Kayu yang disediakan untuk sekali pembakaran adalah 32 ton. Proses pembakaran sangat bergantung pada cuaca. Jika kondisi cuaca cerah (musim kemarau), pembakaran dapat dilakukan setiap 20 hari. Selama musim penghujan, pembakaran hanya dapat dilakukan rata-rata satu (1) kali per bulan.

Produksi batako diawali dengan proses penggalian tanah. Tanah yang sudah digali diangkut dengan mobil bak terbuka. Setiap hari tanah yang diangkut ke tempat produksi sebanyak 4 mobil atau setara dengan 4 m3. Tanah yang sudah berada ditempat produksi dicampur dengan kapur sebanyak 1 m3. Campuran akan lebih merata setelah ditambahkan air sebanyak 90 liter. Proses setelah pengadukan adalah pencetakan batako. Mayoritas masyarakat di Desa Giri Harja Kecamatan Cibungbulang mencetak batako secara manual. Setiap orang dapat mencetak batako sebanyak 400 buah setiap 8 jam kerja. Batako yang sudah dicetak disusun dengan rapi ditempat penyimpanan. Batako siap dijual ke pasaran minimal sudah dikeringkan selama 1 minggu.

Bahan Baku

(17)

Tabel 1. Kebutuhan bahan baku Tanah (liter) Kapur (liter) Air (liter)

Bata merah 64 64 0 1

Batako 27 45 11 1

Pada Tabel 1 ditampilkan bahwa untuk membuat 1 m2 dinding dibutuhkan 64 buah bata merah dan 27 buah batako. Hal ini berdasarkan perhitungan langsung di lapangan dengan terlebih dahulu menetapkan spasi mortar berukuran tebal 2 cm.

Kebutuhan Energi

Proses pembuatan bata merah atau batako membutuhkan energi. Energi pembuatan bata merah dan batako berasal dari energi mesin dan tenaga manusia. Total kebutuhan energi disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2 Kebutuhan energi untuk produksi 1 m2 dinding berbahan bata merah Produksi Bata Merah Energi Manusia

(kkal)

Tabel 3 Kebutuhan energi untuk produksi 1 m2 dinding berbahan batako Produksi Batako Energi Manusia

(kkal)

(18)

Analisis Dampak Lingkungan (Impact Assessment)

Berdasarkan observasi di lapangan, proses pembuatan batako secara manual tidak menimbulkan limbah padat, dan limbah cair. Air yang digunakan untuk proses produksi digunakan secara maksimal sehingga tidak terdapat aliran air dari proses pembuatan batako. Bahan-bahan seperti kapur dan tras dimanfaatkan semuanya pada setiap tahapan produksi. Setiap kali tahapan produksi digunakan 4 m3 tras dan 1 m3 kapur yang kesemuanya diproses menjadi batako. Emisi gas buang dihasilkan dari proses pengangkutan tanah hasil penggalian ke tempat percetakan. Proses pengangkutan tanah menggunakan mobil bak terbuka dengan kapasitas angkut 800 kg. Produksi batako secara manual tidak membutuhkan energi tambahan seperti daya listrik.

Proses pembuatan bata merah dibantu dengan tenaga mesin. Emisi gas buang ditimbulkan pada proses pencetakan bata merah. Produksi bata merah melalui tahapan pembakaran sehingga emisi gas buang pun dihasilkan pada proses ini. Selain emisi gas buang dihasilkan juga kebisingan lingkungan yang bersumber dari mesin diesel. Produksi bata merah tidak menghasilkan limbah padat dan limbah cair.

Analisis dampak lingkungan membahas terkait kebisingan, emisi gas buang, dan efisiensi biaya pada produksi bata merah dan batako. Kebisingan lingkungan merupakan salah satu faktor yang diukur dalam implementasi LCA. Kebisingan adalah gabungan berbagai macam bunyi yang mempunyai efek yang tidak menyenangkan atau tidak diinginkan oleh pendengar. Tingkat kebisingan lingkungan pabrik batako disajikan pada Tabel 4, sedangkan kebisingan lingkungan pabrik bata merah pada Tabel 5.

Tabel 4 Tingkat kebisingan lingkungan pabrik batako

(19)

Tabel 5 Tingkat kebisingan lingkungan pabrik bata merah

Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan lingkungan yang disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5, tingkat kebisingan lingkungan di pabrik bata merah selama 24 jam (Lsm) sebesar 83 dB(A) sedangkan tingkat kebisingan lingkungan di pabrik batako sebesar 57 dB(A). Nilai kebisingan lingkungan pabrik bata merah lebih besar dari pabrik batako. Sumber kebisingan di pabrik bata merah berasal dari mesin diesel yang digunakan untuk mencetak bata merah. Di pabrik batako tidak digunakan peralatan yang menimbulkan sumber kebisingan. Hasil pengukuran ini dibandingkan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan untuk daerah industri. Baku mutu tingkat kebisingan lingkungan industri berdasarkan Kepmen tersebut sebesar 70 dB(A). Tingkat kebisingan lingkungan pabrik bata merah melebihi baku mutu yang ditentukan.

Pengukuran tingkat kebisingan lingkungan untuk siang hari pada bata merah sebesar 85 dB(A) sedangkan untuk kebisingan lingkungan pabrik batako sebesar 59 dB(A). Berdasarkan pengukuran spesifik di siang hari didapatkan hasil selama 5 jam pemaparan kebisingan di daerah pabrik bata merah sebesar 90 dB(A). Hasil pengkuran tingkat kebisingan lingkungan ini dibandingkan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Peraturan ini memberikan penjelasan berapa lama pekerja boleh berada di lingkungan sumber bising. Waktu pemaparan yang dibolehkan untuk untuk tingkat kebisingan lingkungan sebesar 88-90 dB(A) hanya 4 jam. Berdasarkan hasil pengukuran di siang hari tersebut nilai kebisingan di pabrik bata merah melebihi waktu pemaparan yang dibolehkan yaitu 5 jam. Sunu 2001 menyatakan ketika nilai tingkat kebisingan di atas 80 dB(A) maka harus digunakan pelindung alat pendengaran.

(20)

Kedua bahan bakar ini dapat menimbulkan emisi gas buang bagi lingkungan. emisi yang ditimbulkan akan berdampak pada penurunan kualitas udara disekitar pabrik. Pada pabrik batako juga dihasilkan emisi gas buang. Emisi ini berasal dari proses pengangkutan tanah dari penggalian ke tahapan produksi. Perhitungan emisi dilakukan dengan mengacu undang-undang nomor 12 tahun 2012 Tentang Pedoman Penghitungan Beban Emisi Kegiatan Industri Minyak dan Gas Bumi. Perhitungan emisi gas buang membutuhkan nilai faktor emisi. Faktor emisi yang digunakan mengacu pada United State Environmental Protection Agency (USEPA). Faktor emisi bahan bakar solar menurut USEPA Chapter 3.4, Large Stationary Diesel and All Stationary yaitu NOx 1.935 lb/MMBtu, SO2 0.050 lb/MMBtu, PM10

0.057 lb/MMBtu, CO 0.134 lb/MMBtu, dan VOC 0.082 lb/MMBtu. Faktor emisi bahan bakar kayu berdasarkan USEPA Chapter 1.6, Wood Residue Combustion in Boilers, NOx 1. 466 lb/MMBtu, SO2 0.232 lb/MMBtu, PM10 1.175 lb/MMBtu, CO

4.432 lb/MMBtu, dan VOC 0.015 lb/MMBtu. Emisi gas buang yang dihasilkan dari proses pembuatan bata merah dan batako dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah emisi yang dihasilkan untuk 1 m2 dinding

Material Besar Emisi (g/m

2) batako adalah NOx yaitu 0.1 g/m2. Emisi gas buang yang dihasilkan oleh ke lima

(5) parameter ini hanya untuk kebutuhan 1 m2 dinding berbahan bata merah dan

Batako. Nilai dari emisi yang ditimbulkan akan semakin meningkat ketika dikalikan sejumlah produksi bata merah dan batako pada tahapan produksi pencetakan dan pembakaran. Emisi yang dihasilkan melebihi baku mutu yang ditimbulkan berdasarkan Kep-13/MENLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak. Emisi gas buang yang ditimbulkan dapat mempengaruhi kualitas udara disekitar pabrik bata merah.

Dampak terakhir terkait efisiensi biaya dari proses produksi bata merah dan batako. Kondisi ekonomi masyarakat berpengaruh pada proses pemilihan material bangunan. Masyarakat akan memilih material yang sesuai dengan kemampuan keuangannya. Kondisi tersebut termasuk dalam memilih material pembuat dinding antara bata merah dan batako. Berdasarkan observasi lapangan, harga persatuan bata merah di pabrik bata merah di Desa Leuwisadeng, Kecamatan Leuwisadeng Kabupaten Bogor adalah Rp520. Harga persatuan batako di pabrik batako di Desa Giri Harja, Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor adalah Rp650. Harga satuan bata merah lebih murah dari harga satuan batako. Jumlah bata merah untuk setiap 1 m2 dinding adalah 64 buah sedangkan untuk batako jumlahnya 27 buah. Sehingga untuk membuat 1 m2 dinding berbahan bata merah diperlukan biaya

(21)

Interpretasi (Interpretation)

Interpretasi merupakan proses membanding kedua material berdasarkan analisis inventori dan analisis dampak lingkungan yang diperoleh. Interpretasi material terbaik antara bata merah dan batako ditampilkan pada Tabel 7. Tabel ini disusun berdasarkan jumlah material penyusun, keperluan energi dan dampak lingkungan yang ditimbulkan selama proses produksi.

Tabel 7 Material terbaik antara bata merah dan batako Tahapan

LCA Parameter Bata Merah Batako

Material Terbaik

Analisis Inventori

Siklus Hidup 5 tahapan 4 tahapan Batako Kebutuhan Bahan Baku (liter)

Tanah 64 45 Batako

Kapur 0 11 Bata merah

Air 1 1 Kedua material

Kebutuhan Energi (kkal)

Penggalian Bahan 12 25 Bata merah

Pencampuran Bahan 15 15 Kedua material

Pencetakan 1834 73 Batako

(22)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Metode LCA telah dapat diimplementasikan pada bata merah dan batako

yang mencakup batasan tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori, analisis dampak lingkungan dan interpretasi.

2. Material terbaik antara bata merah atau batako berdasarkan metode LCA adalah batako. Pilihan ini didasarkan atas keperluan bahan baku yang lebih sedikit dan dampak lingkungan yang rendah.

Saran

Implementasi LCA sebaiknya juga dilakukan pada batako dengan proses produksinya menggunakan mesin atau batako yang berbahan semen.

DAFTAR PUSTAKA

Cabeza LF, Rincon L, Vilarino V, Perez G, Castell A. 2013. Life Cycle Assessment (LCA) And Life Cycle Energy Analysis (LCEA) Of Buildings and The Building Sector: A Review. Renewable and Sustainable Energy Reviews. 29:394–416. doi:10.1016/j.rser.2013.08.037

Finnveden G, Hauschild MZ, Ekvall T, Guinee J, Heijungs R, Hellweg S, Pennington D, Suh S. 2009. Recent Developments In Life Cycle Assessment. Journal of Environmental Management. doi:10.1016/j.jenvman.2009.06.018 ISO 14040. 1997. Environmental Management Life Cycle Assessment Principles

and Framework EN ISO 14040. The International Standards Association. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996

tentang Baku Tingkat Kebisingan.

Lin DF, Weng CH. 2001. Use Of Sewage Sludge Ash As Brick Material. Journal of Environmental Engineering. 10(127): 922–927.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.

Sunu P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 140001. Jakarta (ID). Grasindo.

Thorn MJ, Kraus JL, Parker DR. 2011. Life-Cycle Assessment as a Sustainability Management Tool: Strengths, Weaknesses, and Other Considerations. Environmental Quality Management. 20(2011):1-10. doi: 10.1002/tqem.20285 Turgut P. 2012. Manufacturing of Building Bricks Without Portland Cement.

Journal of Cleaner Production. 37(2012): 361-367. doi:10.1016/j.jclepro.2012.07.047

(23)

United State Environmental Protection Agency (US-EPA).2003. Wood Residue Combustion in Boilers. United States Environmental Protection Agency. Washington.

Zhang L. 2013. Production of Bricks from Waste Materials–A review. Construction and Building Material. 47(2013):643–655. doi:10.1016/ j.conbuildmat.2013.05.043

(24)
(25)

Lampiran 1 Kebutuhan bahan baku bata merah dan batako

Jenis Material

Ukuran Panjang x

Lebar x Tebal (cm)

Kebutuhan bahan baku per hari

Jumlah produksi perhari (buah) Tanah (m3) Kapur (m3) Air (liter)

Bata Merah 20 x 10 x 5 5 0 80 4860

Batako 23 x 13 x 7 4 1 96 2400

Jenis Material

Ukuran Panjang x Lebar x Tebal

(cm)

Kebutuhan bahan baku per satuan

Jumlah Material 1 m2 dinding Tanah (m3) Kapur (m3) Air (liter)

Bata Merah 20 x 10 x 5 0.001 0 0.02 64

Batako 23 x 13 x 7 0.002 0.0004 0.04 27

Jenis Material

Ukuran Panjang x Lebar x Tebal

(cm)

Kebutuhan bahan baku per 1 m2 dinding

Tanah (liter) Kapur (liter) Air (liter)

Bata Merah 20 x 10 x 5 64 0 1

(26)
(27)

15 Lampiran 2 Perhitungan kebutuhan energi produksi batako

Energi Manusia

Rerata beban kerja dihitung dengan rumus sebagai berikut: RerataBK = �� ×� + �� ×� +⋯ ��� ×��

� +� +⋯+�� × 60 � ��� �

MB untuk laki-laki = berat badan dalam kg × 1 kkal per jam MB untuk wanita = berat badan dalam kg × 0.9 kkal per jam Total BK = rerata BK + MB

Keterangan:

BK adalah beban kerja per jam

BK1,BK2, BKn adalah beban kerja sesuai aktivitas kerja 1,2,…n (dalam satuan menit) T adalah waktu (dalam satuan menit)

T1, T2,..Tn adalah waktu sesuai aktivitas kerja tenaga kerja 1, 2, … n (dalam satuan menit)

MB adalah metabolisme basal

Nama Pekerja

Metabolisme Basal (MB)

kkal /jam

(28)
(29)

Lampiran 2 Perhitungan kebutuhan energi produksi batako Posisi kerja

1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki 2. Posisi kerja pada saat pencetakan batako

 Berdiri

 Pekerjaan dengan dua tangan 3. Posisi kerja saat penyimpanan

 Berjalan

 Pekerjaan dengan satu tangan

Nama Pekerja

Metabolisme Basal (MB)

kkal /jam

Pencetakan Penyimpanan Rerata

(30)
(31)

17

Lampiran 3 Perhitungan kebutuhan energi produksi bata merah 1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki

2. Posisi kerja pada saat penggalian dan pencampuran bahan bata merah  Berdiri

 Pekerjaan dengan dua tangan

Nama Pekerja

Metabolisme Basal (MB)

kkal /jam

Penggalian Tanah Rerata Beban Kerja

(kkal/jam)

Beban Kerja (kkal/jam)

Energi untuk 1 m2 Dinding dari Bata

merah (kkal) Beban

Kerja/jam

Waktu Aktivitas (T)

Kasim 54 2.85 60 171 225

12

Rustandi 50 2.85 60 171 221

Anaf 53 2.85 60 171 224

(32)

Lampiran 3 Perhitungan kebutuhan energi produksi bata merah 1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki

2. Posisi kerja pada saat pencampuran bahan  Berdiri

 Pekerjaan dengan dua tangan 3. Posisi kerja saat pencetakan

 Duduk

 Pekerjaan dengan dua tangan

Nama Pekerja

Metabolisme Basal (MB)

kkal /jam

Pencampuran bahan Pencetakan Rerata

Beban Kerja (kkal/jam)

Beban Kerja (kkal/jam)

Energi untuk 1 m2

Dinding dari Bata merah (kkal) Beban

Kerja/jam

Waktu Aktivitas (T)

Beban Kerja/jam

Waktu Aktivitas (T)

Kasim 54 2.85 50 171 225 15

(33)

19 Lampiran 3 Perhitungan kebutuhan energi produksi bata merah

1. Pekerja berjenis kelamin laki-laki

2. Posisi kerja pada saat penyimpanan bata merah  Berdiri, berjalan, membawa gerobak  Pekerjaan dengan dua tangan

3. Posisi kerja pada saat pembakaran bata merah  Berdiri, Duduk

 Pekerjaan dengan dua tangan 4. Perhitungan energi mesin

Energi solar 138 700 BTU per US Gallon 1 BTU = 1055.056 Joule 1 Joule = 4.184 Kalori 1 US Gallon = 3.785 liter

Penyimpanan Pembakaran Rerata

(34)
(35)
(36)

21 Lampiran 4 Perhitungan emisi gas buang

Pengangkutan tanah hasil penggalian untuk produksi batako Kapasitas angkut mobil 800 kg

1 liter = 14 km

Parameter Polutan

Faktor Emisi US

EPA (lb/MMBtu)

Faktor Emisi US EPA (lb/liter)

Jumlah solar (liter)

Emisi gas buang (lb)

Emisi gas buang

(kg)

Jumlah produksi

batako (buah)

Emisi untuk 1 m2 dinding

Bata merah (kg)

NOx 1.9350 0.0714 0.1 0.0071 0.0032 2400 0.1

CO 0.1340 0.0049 0.1 0.0005 0.0002 2400 0.01

SO2 0.0505 0.0019 0.1 0.0002 0.0001 2400 0.002

PM10 0.0573 0.0021 0.1 0.0002 0.0001 2400 0.003

(37)

Lampiran 5 Metode perngukuran, perhitungan tingkat kebisingan lingkungan

METODA PENGUKURAN, PERHITUNGAN

DAN EVALUASI TINGKAT KEBISINGAN LINGKUNGAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

KEP-48/MENLH/11/1996

1. Metoda Pengukuran

Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua cara : 1) Cara Sederhana

Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB (A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 (lima) detik.

2) Cara Langsung

Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran LTM5, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 (sepuluh) menit.

Waktu pengukuran dilakukan selama aktifitas 24 jam (LSM) dengan cara pada siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 16 jam (LS) pada selang waktu 06.00 – 22.00 dan aktifitas malam hari selama 8 jam (LM) pada selang 22.00 – 06.00.

Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran, sebagai contoh :

- L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00 – 09.00

Sinambung Setara ialah nilai tingkat kebisingan dari kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif) selama waktu tertentu, yang setara dengan tingkat kebisingan dari kebisingan ajeg (steady) pada selang waktu yang sama. Satuannya adalah dB (A)

LTM5 = Leq dengan waktu sampling tiap 5 detik

Ls = Leq selama siang hari

Lm = Leq selama malam hari

(38)

23

2. Metoda Perhitungan

LS dihitung sebagai berikut : LS = 10 log 1/16 {T1.10

0.1.L1

+ … + T4.100.1.L4} dB (A) LM dihitung sebagai berikut :

LM = 10 log 1/8 {T5.100.1.L5 + … + T7.100.1.L7} dB (A)

Untuk mengetahui apakah kebisingan sudah melampaui tingkat kebisingan maka perlu dicari nilai LSM dari pengukuran lapangan. LSM dihitung dengan rumus :

LSM = 10 log 1/24 {16.10

0.1.Ls

+ … + 8.100.1(Lm+5) } dB (A)

3. Metoda Evaluasi

Nilai LSM yang dihitung dibandingkan dengan nilai baku tingkat kebisingan yang ditetapkan dengan toleransi + 3 dB (A)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Ciranca, Kecamatan Malausma, Kabupaten Majalengka pada tanggal 12 Oktober 1992 dari pasangan suami istri Ahmadudin dan Ida. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara, yaitu kakak dari Ade Hilman Fahmidin dan Aisya Zahra Nisa. Penulis lulusan SMA 1 Majalengka pada tahun 2010. Penulis diterima di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan di luar akademik. Penulis pernah aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa FATETA 2012, menjadi Ketua Lembaga Pengajaran Quran (LPQ) Alhurriyyah 2013, Ketua Departemen Sumberdaya Manusia LDK Alhurriyyah 2014. Penulis juga aktif mengikuti kegiatan himpunan profesi seperti pelatihan autocad dan kunjungan himpro. Penulis pernah tercatat sebagai delegasi IPB pada pelaksanaan MTQ Tingkat Nasional di Kota Padang 2013.

Penulis melakukan Praktik Lapangan dengan judul “Pengelolaan Proses Pengolahan Limbah Tambang Emas di Unit Bisnis Pertambangan Emas (UBPE)

Pongkor”. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis menyusun skripsi

dengan judul “Implementasi LCA (Life Cycle Assessment) pada Bata Merah dan

Gambar

Gambar 1  Diagram Alir Penelitian
Gambar 2  Tahapan LCA (ISO 14040 1997)
Tabel 1. Kebutuhan bahan baku
Tabel 4 Tingkat kebisingan lingkungan pabrik batako
+2

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Perbandingan Biaya dan Waktu Penggunaan Batako Puzzle dan Batu Bata Merah pada Rumah Sederhana; Salsabiel Firdaus, 091910301040; 2013; 45 halaman; Jurusan Teknik

Dampak lingkungan terbesar dihasilkan dari ketiga ruang lingkup Life Cycle Assessment (LCA) yaitu pada bagian proses produksi yaitu sebesar 60.2 Pt dengan penyusun impact

Penelitian ini merupakan pengembangan proses pembuatan bata merah dengan mengkompositkan bahan dasar pembuatan bata merah dengan silika RHA (Rice Husk Ash) yang didapat dari

Kabupaten Pati memiliki tiga sentra usaha batu bata, yakni batu bata merah yang berasal dari Desa Karanglegi Kecamatan Trangkil, Batu bata merah dari Desa

(2) Cradle to gate: meliputi semua proses dari ekstraksi bahan baku hingga tahap produksi, digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari suatu produk.. (3) Gate to grave:

Life Cycle Assessment (LCA) merupakan metode yang dapat digunakan untuk menganalisis dampak lingkungan yang ditimbulkan dari proses pengadaan bahan baku, proses produksi, hingga

Dampak lingkungan terbesar dihasilkan dari ketiga ruang lingkup Life Cycle Assessment (LCA) yaitu pada bagian proses produksi yaitu sebesar 60.2 Pt dengan penyusun impact

Sesuai dengan hasil analisis yang telah dilakukan pada proses sebelumnya yaitu aktivitas pembakaran pada CDU memberikan dampak yang besar terhadap ozone