• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan ZnCl2 sebagai Aktivator Karbon Aktif dari Limbah Padat Agar dan Aplikasinya sebagai Adsorben pada Limbah Cair Industri Tahu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan ZnCl2 sebagai Aktivator Karbon Aktif dari Limbah Padat Agar dan Aplikasinya sebagai Adsorben pada Limbah Cair Industri Tahu"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN ZnCl

2

SEBAGAI AKTIVATOR KARBON

AKTIF DARI LIMBAH PADAT AGAR DAN APLIKASINYA

SEBAGAI ADSORBEN PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI

TAHU

DINI AULIA PRASTIWI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penggunaan ZnCl2

sebagai Aktivator Karbon Aktif dari Limbah Padat Agar dan Aplikasinya sebagai Adsorben pada Limbah Cair Industri Tahu” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

DINI AULIA PRASTIWI. Penggunaan ZnCl2 sebagai Aktivator Karbon Aktif

dari Limbah Padat Agar dan Aplikasinya sebagai Adsorben pada Limbah Cair Industri Tahu. Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan YUSLI WARDIATNO. Limbah padat agar merupakan salah satu bahan yang berpotensi sebagai bahan baku karbon aktif. Limbah padat agar mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi ZnCl2 dan waktu aktivasi terbaik pada tahapan aktivasi karbon aktif serta

menentukan efektivitas penggunaan karbon aktif sebagai adsorben limbah cair tahu. Aktivasi karbon aktif dilakukan dengan perlakuan konsentrasi ZnCl2 10; 20;

30% dan waktu aktivasi 15; 20; 25 jam. Perlakuan aktivasi terbaik diperoleh dari perlakuan konsentrasi ZnCl2 10% dan waktu aktivasi 25 jam dengan rendeman

karbon aktif 96,24%, kadar air 1,12%, abu 85,68%, zat mudah menguap 10,16%, karbon aktif murni 4,25% dan daya serap iodium 579,12 mg/g. Karbon aktif dari perlakuan terbaik tersebut diaplikasikan pada limbah cair tahu dengan perlakuan kadar karbon aktif 0; 1; 2; 3% dengan lama periode kontak 0,5; 1; 1,5; 2 jam. Perlakuan aplikasi dengan konsentrasi karbon aktif 3% dan lama periode kontak 1 jam mampu menurunkan nilai BOD, nilai TSS dan nilai pH secara signifikan dari 3485,77 mg/L, 4249,38 mg/L, 681,33 mg/L dan 4,68 menjadi 1269,82 mg/L, 72 mg/L dan 4,09, namun tidak berpengaruh nyata terhadap nilai COD.

Kata kunci: adsorben, karbon aktif, limbah cair tahu, limbah padat agar, ZnCl2

ABSTRACT

DINI AULIA PRASTIWI. Using of ZnCl2 as Activator of Activated Carbon from

Agar Solid Waste and Its Application as Adsorbent for Tofu Industry Wastewater.

Supervised by JOKO SANTOSO and YUSLI WARDIATNO.

Agar solid waste is a material that has the potential as a raw material for activated carbon. This waste contains high value of cellulose, hemicellulose and lignin. The study aims to determine the best concentration of ZnCl2 and best activation time

on activation step and to determine the effectiveness of the using of activated carbon as adsorbent for tofu wastewater treatment. The activation step was carried out with ZnCl2 concentration of 10; 20; 30% and activation time of 15; 20; 25

hours. The best activation treatment was obtained from the treatment of 10% ZnCl2 concentration and 25 hours of activation time with activated carbon’s yield

96.24%, moisture content 1.12%, ash 85.68%, volatile matter 10.16%, carbon yield 4.25% and absorption of iodine 579.12 mg/g. Activated carbon from the best treatment applied to tofu wastewater treatment with activated carbon levels of 0; 1; 2; 3% and contact period of 0.5; 1; 1.5; 2 hours. Application treatment with activated carbon level of 3% and 1 hour contact period decreased the value of BOD, TSS and pH from 3485.77 mg/L, 4249.38 mg/L, 681.33 mg/L and 4.68 to 1269.82 mg/L, 72 mg/L dan 4.09 significantly, however it did not affect the COD value.

(6)
(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

PENGGUNAAN ZnCl

2

SEBAGAI AKTIVATOR KARBON

AKTIF DARI LIMBAH PADAT AGAR DAN APLIKASINYA

SEBAGAI ADSORBEN PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI

TAHU

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(10)
(11)

Judul Skripsi : Penggunaan ZnCl2 sebagai Aktivator Karbon Aktif dari Limbah

Padat Agar dan Aplikasinya sebagai Adsorben pada Limbah Cair Industri Tahu

Nama : Dini Aulia Prastiwi NIM : C34090020

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Joko Santoso, MSi Pembimbing I

Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen

(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul

“Penggunaan ZnCl2 sebagai Aktivator Karbon Aktif dari Limbah Padat Agar dan

Aplikasinya sebagai Adsorben pada Limbah Cair Industri Tahu” ini dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada :

1 Dr Ir Joko Santoso, MSi dan Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis

2 Dr Majariana Krisanti, SPi, MSi selaku dosen penguji atas masukan dan pengarahan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik

3 Ir Djoko Poernomo, BSc dan Ir Winarti Zahiruddin, MS selaku dosen pembimbing akademik atas arahan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis

4 Pihak PT Agarindo Bogatama dan PT Sari Bumi, atas kerjasamanya dalam proses pengambilan sampel penelitian

5 Bapak, Ibu serta adik satu dan hanya satu-satunya, Anindya Himawan Kurniadi, yang telah memberikan cinta, kasih sayang dan doanya kepada penulis

6 Teman-teman seperjuangan, Saptari Joan Tatra dan Yulian Nur Hanifah atas semangat yang diberikan kepada penulis

7 Muhammad Rafiq Wahyudi dan Aditya Yudha Prawira Sukarno yang selalu membantu saat dibutuhkan serta teman-teman THP 46 “always together” yang selalu ada bersama penulis dalam suka maupun duka

Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

Ruang Lingkup Penelitian ... 3

METODE PENELITIAN ... 3

Waktu dan Tempat ... 3

Bahan ... 3

Alat ... 4

Prosedur Penelitian ... 4

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

Karakteristik Limbah Padat Agar ... 9

Karakteristik Karbon Aktif dari Limbah Padat Agar ... 10

Karakteristik Limbah Cair Tahu ... 17

Aplikasi Karbon Aktif sebagai Adsorben Limbah Cair Tahu... 18

KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24

(14)

DAFTAR TABEL

1 Hasil karakterisasi limbah padat agar ... 9

2 Hasil karakterisasi limbah cair tahu ... 17

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan karbon aktif dari limbah padat agar... 5

2 Nilai rendemen karbon aktif dengan perbedaan konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi 15 jam ( ), 20 jam ( ), 25 jam ( ). ... 11

3 Nilai kadar air karbon aktif dengan perbedaan konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi 15 jam ( ), 20 jam ( ), 25 jam ( ) ... 12

4 Nilai kadar abu karbon aktif dengan perbedaan konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi 15 jam ( ), 20 jam ( ), 25 jam ( ) ... 13

5 Nilai zat mudah menguap karbon aktif dengan perbedaan konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi 15 jam ( ), 20 jam ( ), 25 jam ( ) .. 14

6 Nilai karbon aktif murni dengan perbedaan konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi 15 jam ( ), 20 jam ( ), 25 jam ( ) ... 15

7 Daya serap karbon aktif terhadap iodium dengan perbedaan konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi 15 jam ( ), 20 jam ( ), 25 jam ( ) .. 16

8 Nilai BOD limbah cair tahu dengan perbedaan lama periode kontak dan konsentrasi karbon aktif 0% ( ), 1% ( ), 2% ( ), 3% ( ) ... 19

9 Nilai COD limbah cair tahu dengan perbedaan lama periode kontak dan konsentrasi karbon aktif 0% ( ), 1% ( ), 2% ( ), 3% ( ) ... 20

10 Nilai TSS limbah cair tahu dengan perbedaan lama periode kontak dan konsentrasi karbon aktif 0% ( ), 1% ( ), 2% ( ), 3% ( ) ... 21

11 Nilai pH limbah cair tahu dengan perbedaan lama periode kontak dan konsentrasi karbon aktif 0% ( ), 1% ( ), 2% ( ), 3% ( ) ... 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur utama penelitian ... 29

2 Hasil analisis ragam rendemen arang aktif ... 29

3 Hasil analisis ragam kadar air karbon aktif ... 29

4 Hasil analisis ragam kadar abu karbon aktif ... 29

5 Hasil uji Duncan kadar abu karbon aktif... 30

6 Hasil analisis ragam zat mudah menguap karbon aktif ... 30

7 Hasil uji Duncan zat mudah menguap karbon aktif ... 30

8 Hasil analisis ragam karbon aktif murni karbon aktif ... 30

9 Hasil analisis ragam daya serap iodium karbon aktif... 31

10 Hasil uji Duncan daya serap iod karbon aktif ... 31

(15)

12 Hasil analisis ragam BOD limbah cair tahu setelah penambahan karbon aktif ... 31 13 Hasil uji Duncan BOD limbah cair tahu setelah penambahan karbon

aktif ... 32 14 Hasil nilai COD limbah cair tahu setelah penambahan karbon aktif ... 32 15 Hasil analisis ragam nilai COD limbah cair tahu setelah penambahan karbon

aktif ... 32 16 Hasil uji Duncan nilai COD limbah cair tahu setelah penambahan karbon

aktif ... 33 17 Hasil nilai TSS limbah cair tahu setelah penambahan karbon aktif ... 33 18 Hasil analisis ragam nilai TSS limbah cair tahu setelah penambahan karbon

aktif ... 33 19 Hasil uji Duncan nilai TSS limbah cair tahu setelah penambahan karbon

aktif ... 34 20 Hasil uji pH limbah cair tahu setelah penambahan karbon aktif ... 34 21 Hasil analisis ragam pH limbah cair tahu setelah penambahan karbon

aktif ... 34 22 Hasil uji Duncan nilai pH limbah cair tahu setelah penambahan karbon

aktif ... 35

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Agar merupakan galaktan sulfat kompleks yang diekstrak dari rumput laut kelas Rhodophyceae. Agar banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang sebagai bahan pengental, pengemulsi, penstabil, dan berbagai fungsi lain di bidang pangan. Salah satunya adalah sebagai pengental yang digunakan pada produk jelly, selai, marmalade, sirup dan makanan lainnya (Ramadhan 2011). Permintaan terhadap agar cukup tinggi di Indonesia sehingga banyak pengusaha yang mendirikan industri pengolahan rumput laut untuk dijadikan agar. Nilai produksi rumput laut Gracillaria sp. yang merupakan bahan baku pembuatan agar pada tahun 2012 yaitu sebesar 776.166 ton melebihi target yang ditentukan yaitu sebesar 157.600 ton (KKP 2013).

Industri pengolahan agar selain menghasilkan limbah cair juga menghasilkan limbah padat yang jumlahnya cukup banyak. Perusahaan agar mampu menghasilkan limbah padat sebesar 65–75% dari jumlah bahan baku yang masuk pada setiap satu siklus produksi (Kim et al. 2007). Limbah ini apabila dibiarkan begitu saja dapat menimbulkan penumpukan pada lokasi penimbunan serta menimbulkan bau yang tidak sedap. Limbah agar merupakan hasil samping proses pengolahan agar dari bahan baku rumput laut kelas Rhodophyceae (alga merah). Limbah agar mengandung selulosa, lignin, hemiselulosa, pektin serta bahan-bahan organik lainnya. Selulosa yang terdapat pada limbah agar cukup tinggi yaitu sebesar 27,38-39,45% (Fithriani et al. 2007). Selulosa, hemiselulosa dan lignin merupakan selulosa alami yang memiliki struktur berpori sehingga senyawa-senyawa tersebut sangat potensial apabila dijadikan karbon aktif (Widjanarko et al. 2006).

Karbon aktif atau arang aktif merupakan arang yang telah diaktifkan sehingga pori-porinya terbuka dan memiliki daya adsorpsi tinggi. Arang dibuat dari pembakaran bahan-bahan yang memiliki unsur C yang tinggi (Djatmiko et al. 1985). Karbon aktif atau arang aktif banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan adsorben atau sebagai bahan penyerap. Adsorben merupakan bahan atau materi yang berfungsi sebagai penyerap, sedangkan partikel atau materi yang diserap disebut sebagai adsorbat. Proses adsorpsi didefinisikan sebagai proses pengumpulan substansi-substansi tertentu ke dalam permukaan bahan penyerap. Zat pengadsorpsi atau adsorben kebanyakan merupakan bahan yang sangat berpori dan proses adsorpsi berlangsung pada dinding-dinding pori atau pada titik-titik tertentu dalam partikel tersebut (Billah 2010).

Karbon aktif atau arang aktif dapat dibuat dengan menggunakan beberapa jenis aktivator, yaitu asam fosfat (H3PO4), asam sulfat (H2SO4), seng klorida

(ZnCl2), dan kalium hidroksida (KOH). Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Faujiah (2012), seng klorida (ZnCl2) menghasilkan rendemen paling tinggi

(18)

bahwa selain jenis aktivator, pembuatan karbon aktif juga dipengaruhi oleh waktu kontak antara adsorbat dengan adsorbent. Sani (2011) menyatakan bahwa waktu aktivasi memegang peranan penting dalam proses aktivasi. Apabila waktu aktivasi yang dibutuhkan terlalu sebentar, bahan aktivator tidak akan terlepas sempurna dari karbon aktif sedangkan apabila terlalu lama, maka struktur karbon aktif bisa rusak.

Di sisi lain, industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah baik limbah padat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan. Limbah ini kebanyakan oleh pengrajin dijual dan diolah menjadi tempe gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung ampas tahu yang akan dijadikan bahan dasar pembuatan roti kering dan cake. Limbah cair dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan dan pencetakan tahu (Kaswinarni 2007). Setiap pengolahan satu kwintal kedelai menjadi tahu dihasilkan sekitar 1,5-3 m3 limbah cair. Limbah ini masih mengandung beberapa komponen organik seperti protein dan lemak yang apabila langsung dibuang ke perairan dapat menimbulkan eutrofikasi perairan (Damayanti et al. 2004).

Penggunaan limbah padat industri agar yang masih kaya akan unsur C menjadi arang aktif sebagai adsorben limbah cair industri tahu merupakan solusi yang cukup baik. Selain mengurangi penumpukan limbah padat industri agar dan meningkatkan nilai gunanya, pembuatan arang aktif ini juga dapat digunakan sebagai adsorben pada pengolahan limbah cair industri tahu sehingga limbah cair yang dihasilkan tidak menimbulkan permasalahan lingkungan jika dibuang ke lingkungan.

Perumusan Masalah

Limbah agar merupakan hasil samping proses pengolahan agar dari bahan baku berupa rumput laut dari kelas Rhodophyceae (alga merah). Limbah agar mengandung selulosa, lignin, hemiselulosa, pektin serta bahan-bahan organik lainnya. Hingga saat ini pemanfaatan limbah agar hanya terbatas sebagai pupuk kompos saja, sisa limbah yang tidak diolah dibuang begitu saja.

Penggunaan limbah padat industri agar yang masih kaya akan unsur C menjadi arang aktif sebagai adsorben limbah cair industri tahu merupakan solusi yang cukup baik. Selain mengurangi penumpukan limbah padat industri agar dan meningkatkan nilai gunanya, pembuatan arang aktif ini juga dapat digunakan sebagai adsorben pada pengolahan limbah cair industri tahu sehingga limbah cair yang dihasilkan tidak menimbulkan permasalahan lingkungan jika dibuang ke lingkungan.

Tujuan Penelitian

(19)

1 Mempelajari karakteristik limbah padat agar

2 Menentukan karakteristik karbon aktif serta konsentrasi dan waktu aktivasi terbaik yang dihasilkan dari limbah padat agar

3 Menentukan karakteristik limbah cair tahu serta mempelajari pengaruh penambahan karbon aktif terhadap kualitas limbah cair industri tahu dengan perlakuan perbedaan penambahan konsentrasi karbon aktif dan lama periode kontak

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah limbah padat agar dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif, memberikan informasi mengenai pembuatan karbon aktif dari limbah padat agar dengan konsentrasi ZnCl2 dan waktu aktivasi terbaik, serta aplikasinya sebagai

adsorben pada limbah cair tahu. Penelitian ini juga diharapkan memberikan informasi terkait dengan penanggulangan pencemaran lingkungan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah karakterisasi limbah padat agar, pembuatan karbon aktif dengan konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi terbaik serta aplikasinya sebagai adsorben pada limbah cair industri tahu.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga November 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Kimia Kayu dan Energi Biomasa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor.

Bahan

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah padat agar yang berasal dari PT Agarindo Bogatama serta limbah cair tahu yang berasal dari PT SARI BUMI. Bahan yang digunakan sebagai aktivator pada proses aktivasi arang aktif adalah ZnCl2. Bahan lain yang digunakan dalam analisis meliputi

H2SO4 pekat, tablet selenium, NaOH 40%, H3BO3 4%, HCl 0,1028 N, pelarut

(20)

FeCl3.6H2O), MnSO4, larutan AIA (campuran NaOH dan KI), Na2SO2O3,

indikator kanji, larutan pencerna, Ag2SO4, glass microfiber filter Whattman

no.47, larutan Iodium 0,1 N, Na2S2O3 0,1 N; indikator pati 2%,dan akuades.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu cawan porselen, kompor listrik, timbangan analitik merk Sartorius TE1502S, desikator, oven merk Yamato DV41 serta tanur merk Yamato FM38 untuk analisis kadar air dan abu. Labu destruksi, labu ukur, alat destruksi merk Shimaden SR91, alat destilasi merk LabTech model HMIC-F100, buret, erlenmeyer dan pipet volumetrik untuk analisis kadar protein. Alat soxhlet merk Shibata SB-6 dan labu lemak untuk analisis kadar lemak. Botol COD, tabung reaksi, vortex mixer merek DIGISYSTEM model VM-1000, Spektrofotometer UV-Vis merk HACH DR 5000 untuk analisis nilai COD. Botol BOD dan buret untuk analisis nilai BOD. Vacum pump untuk analisis nilai TSS dan serat kasar. Kertas pH, beaker glass, batang pengaduk, corong kaca, gelas ukur, magnetic stirrer merk Yamato MD41, magnetic bar, kertas saring, dan pencatat waktu untuk proses aktivasi arang.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu persiapan sampel dan karakterisasi limbah padat karaginan, karakterisasi limbah cair industri pengolahan tahu, karbonisasi limbah padat karaginan, aktivasi karbon aktif dengan konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi, serta karakterisasi karbon aktif yang dihasilkan. Tahapan selanjutnya yaitu aplikasi karbon aktif sebagai adsorben limbah cair industri pengolahan tahu dengan lama perode kontak yang berbeda.

Persiapan Sampel dan Karakterisasi Limbah Padat Agar

Sampel berupa limbah padat agar diambil dari PT Agarindo Bogatama dengan menggunakan mobil. Sampel selanjutnya dikeringkan di bawah sinar matahari selama 30 hari sehingga kadar airnya kurang lebih 10%. Sampel yang telah kering kemudian diuji karakteristiknya. Adapun uji yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak yang dilakukan berdasarkan AOAC (2005) serta analisis serat kasar yang dilakukan berdasarkan AOAC (1980).

Karakterisasi Limbah Cair Industri Tahu

(21)

Pembuatan Karbon Aktif (Budiono et al. 2009 yang Dimodifikasi)

Pembuatan karbon aktif dilakukan dengan cara mengeringkan limbah padat agar terlebih dahulu. Limbah padat agar yang telah kering kemudian dikarbonisasi pada suhu 200 °C hingga didapatkan arang. Sebanyak 15 g arang ditambahkan aktivator berupa ZnCl2 dengan konsentrasi berbeda yaitu 10%, 20%, dan 30%

masing-masing sebanyak 30 mL (perbandingan 1:2). Campuran sampel dengan aktivator kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan waktu aktivasi yang berbeda yaitu selama 15 jam, 20 jam dan 25 jam. Sampel selanjutnya disaring menggunakan kertas saring dan diambil residunya. Residu dicuci berulang-ulang menggunakan akuades hingga pH netral. Sampel dikeringkan dengan cara dioven selama 3 jam dengan suhu 105 oC. Setelah itu, sampel

didinginkan di dalam desikator. Karbon aktif yang dihasilkan dikarakteriasi dan selanjutnya diaplikasikan sebagai adsorben limbah industri pengolahan tahu. Diagram alir pembuatan karbon aktif dari limbah padat agar disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir pembuatan karbon aktif dari limbah padat agar

Karakterisasi Karbon Aktif

Karbon aktif yang dihasilkan dari proses aktivasi arang limbah agar dikarakterisasi sesuai dengan persyaratan SNI-06-3730-1995. Parameter yang

Limbah padat agar

Penambahan ZnCl2 10; 20; dan 30%

Penyaringan dengan kertas saring Pengadukan selama 15; 20; dan 25 jam

Analisis kadar air, abu, lemak, protein

dan serat kasar Pengarangan/karbonisasi

Pencucian residu hingga pH netral Pengeringan dalam oven 110 oC selama 3 jam

Pendinginan dalam desikator

Karbon aktif

Karakterisasi dan aplikasi karbon aktif

(22)

digunakan untuk karakterisasi karbon aktif yaitu kadar air dan kadar abu berdasarkan AOAC (2005), perhitungan rendemen, kadar zat mudah menguap, dan kadar karbon aktif murni berdasarkan SNI-06-3730-1995, serta daya serap terhadap iod berdasarkan ASTM (1999).

Aplikasi Karbon Aktif sebagai Adsorben Pada Limbah Cair Industri Tahu

Karbon aktif yang telah dikarakterisasi selanjutnya diaplikasikan sebagai adsorben komponen organik pada limbah industri tahu. Aplikasi ini dilakukan untuk mengetahui kondisi optimum dan efektivitas karbon aktif sebagai adsorben komponen organik. Kondisi optimum karbon aktif dilakukan dengan penentuan lama periode kontak antara karbon aktif dengan limbah serta konsentrasi karbon aktif yang digunakan. Sebanyak 0 g, 5 g, 10 g, dan 15 g karbon aktif dimasukkan ke dalam 500 mL limbah cair industri tahu. Adsorpsi dilakukan dengan ragam periode kontak 0,5; 1; 1,5 dan 2 jam. Limbah cair pada masing-masing perlakuan kemudian diambil dan diuji karakteristiknya seperti pada pengujian karakteristik limbah cair tahu.

Prosedur Analisis

Kadar Air (AOAC 2005)

Pengukuran kadar air sampel dilakukan dengan pengovenan pada suhu 105 °C selama 6 jam. Cawan berisi sampel yang telah dioven selanjutnya didinginkan dalam desikator hingga beratnya konstan. Kadar air dihitung dengan mengurangkan bobot sampel awal sebelum dioven dengan bobot sampel setelah dioven dan dikali seratus persen.

Kadar Abu (AOAC 2005)

Pengukuran kadar abu dilakukan dengan pembakaran sampel dalam tanur selama 6 jam dengan suhu 600 °C. Sampel selanjutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Kadar abu dihitung dengan membagi berat akhir sampel (berat abu) dengan berat sampel awal dan dikali seratus persen.

Kadar Protein (AOAC 2005)

Analisis kadar protein dilakukan dengan tiga tahapan yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Sampel didestruksi dengan larutan H2SO4 dan tablet selenium

pada suhu 400 °C selama 1 jam. Sampel yang telah didestruksi kemudian didestilasi dengan menambahkan NaOH 40% pada sampel dan uap nitrogen yang dihasilkan ditampung dengan erlenmeyer berisi larutan asam borat hingga berwarna hijau. Larutan tersebut selanjutnya dititrasi dengan HCl 0,1028 N hingga kembali berwarna merah muda.

Kadar Lemak (AOAC 2005)

Kadar lemak diukur dengan memasukan sampel dalam sokhlet dan direfluks selama 6 jam. Pelarut heksana yang berisi ekstrak lemak diuapkan dengan cara dioven pada suhu 105 °C selama 1 jam. Kadar lemak ditimbang dengan membagi berat lemak dengan berat sampel awal dan dikali seratus persen.

Kadar Serat Kasar (AOAC 1980)

Pengujian kadar serat kasar dilakukan dengan cara mendestruksi sampel dengan H2SO4 1,25% selama 30 menit dan dicuci dengan akuades sebanyak tiga

(23)

mendidih, dan alkohol. Sampel dioven selama 8 jam pada suhu 105 °C dan ditanur selama 30 menit dengan suhu 600 °C.

Rendemen (SNI 1995)

Penentuan nilai rendemen dilakukan dengan membandingkan bobot karbon aktif yang dihasilkan dan bobot bahan baku kemudian dikali seratus persen.

Daya Serap terhadap Larutan Iodium (SNI 1995)

Penentuan daya serap terhadap larutan iodium dilakukan dengan cara 25 mL larutan iodium 0,1 N ditambahkan ke dalam sampel dan dikocok selama 15 menit. Sampel dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai larutan berwarna kuning

muda. Sampel ditambahkan beberapa tetes larutan kanji 1% dan dititrasi kembali sampai warna biru tepat hilang.

Kadar Zat Mudah Menguap (ASTM 1999)

Sampel dipanaskan dalam tanur 950 oC selama 10 menit. Cawan ditutup serapat mungkin dengan bantuan kawat. Kadar zat mudah menguap ditentukan dengan menghitung perbandingan bobot sampel akhir dan bobot sampel awal kemudian dikali seratus persen.

Kadar Karbon Aktif Murni (SNI 1995)

Penentuan kadar karbon aktif murni dilakukan dengan menghitung selisih antara seratus persen dengan nilai hasil penjumlahan kadar abu dan zat mudah menguap.

Nilai Biologycal Oxygen Demand (APHA 2012)

Nilai Biologycal Oxygen Demand diukur dengan cara mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DO0), kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut

pada sampel yang telah diinkubasi selama 3 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap (20 oC) yang disebut DO3. Pengukuran dilakukan dengan metode titrimetri.

Selisih DO0 dan DO3 merupakan nilai BOD (mg/L).

Nilai Chemical Oxygen Demand (APHA 2012)

Analisis Chemical Oxygen Demand dilakukan menggunakan metode dikromat refluks-tertutup. Sampel yang telah diencerkan ditambahkan dengan larutan pencerna dan Ag2SO4.H2SO4. Sampel selanjutnya divortex dan direfluks

pada suhu 150 oC selama 2 jam. Sampel yang telah dingin dihitung absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm. Konversi nilai absorbansi menjadi nilai COD didapat melalui persamaan regresi kurva standar.

Nilai Total Suspended Solid (APHA 2005)

Pengukuran nilai Total Suspended Solid dilakukan dengan menyaring cairan limbah menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobot keringnya. Kertas saring dipasang pada vacum pump untuk memudahkan proses penyaringan. Kertas saring yang telah berisi padatan dari limbah dioven pada suhu 105 °C selama 1 jam. Penghitungan nilai TSS dilakukan dengan membagi berat sampel akhir (mg) dengan jumlah sampel awal (L).

Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993)

(24)

aktivasi (15 jam, 20 jam dan 25 jam). Masing-masing perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Model rancangan ini adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor konsentrasi taraf ke-i, faktor lama

waktu aktivasi taraf ke-j dan ulangan ke-k (k = 1, 2, 3) µ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan

Ai = pengaruh utama faktor konsentrasi aktivator

Bj = pengaruh utama faktor lama waktu aktivasi

(AB)ij = interaksi dari faktor konsentrasi dan waktu aktivasi

εijk = pengaruh acak yang menyebar normal

Pengaruh perbedaan konsentrasi karbon aktif yang digunakan dan perbedaan waktu kontak terhadap kualitas limbah tahu yang digunakan diuji dengan menggunakan metode rancangan acak faktorial dengan dua faktor perlakuan yaitu perbedaan konsentrasi karbon aktif (0%, 1%, 2%, dan 3%) dan perbedaan periode kontak (0,5 jam, 1 jam, 1,5 jam, dan 2 jam). Model rancangan ini adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk

Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan pada massa karbon aktif taraf ke-i, lama periode

kontak taraf ke-j dan ulangan ke-k (k = 1, 2, 3) µ = nilai tengah atau rataan umum pengamatan Ai = Pengaruh utama faktor massa karbon aktif

Bj = pengaruh utama lama periode kontak

(AB)ij = interaksi dari faktor massa karbon aktif dengan lama periode kontak

εij = galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j

Apabila hasil uji yang diperoleh menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% (α=0,05), maka selanjutnya dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus uji Duncan:

= s α tsr

Keterangan:

Rp = nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan p = perlakuan

dbs = derajat bebas

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Limbah Padat Agar

Limbah padat agar yang diuji karakteristiknya merupakan limbah padat agar yang telah dikeringkan terlebih dahulu dengan cara mengeringkannya di bawah sinar matahari selama 30 hari. Parameter yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar serat kasar. Hasil karakteristik limbah padat agar disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil karakterisasi limbah padat agar

Parameter Nilai (%) Pembanding (%)

Limbah padat agar memiliki kadar air sebesar 8,38%, abu sebesar 61,29%, protein sebesar 2,01%, lemak sebesar 0,47% serta serat kasar sebesar 6,54%. Nilai kadar air tersebut tidak jauh berbeda nilai kadar air pada penelitian yang dilakukan oleh Hartati (2001) yaitu sebesar 7,63%. Umumnya limbah padat agar memiliki kadar air yang cukup tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya proses perendaman dan perebusan yang menggunakan air (Hariadi 2001). Penelitian Mandella (2010) menunjukkan kadar air limbah padat agar yang belum dikeringkan ialah sebesar 90,11%. Perbedaan kadar air tersebut dikarenakan pada limbah padat agar sampel dilakukan proses pengeringan sehingga sebagian besar air yang terikat pada limbah telah menguap pada saat proses pengeringan. Faujiah (2012) menyatakan bahwa perbedaan nilai kadar air dipengaruhi oleh jenis rumput laut yang digunakan dan proses pengeringan yang dilakukan sebelum sampel dianalisis. Selain itu, Djatmiko et al. (1985) menyatakan bahwa bahan yang digunakan sebagai bahan baku karbon aktif sebaiknya memiliki kadar air antara 3-10%. Kadar air limbah padat agar yang diuji masih memenuhi kisaran tersebut. Suwilin (2007) menyatakan bahwa rendahnya nilai kadar air pada bahan baku diperlukan dalam pembuatan karbon aktif agar mempercepat proses karbonisasi.

(26)

Gracilaria changgi memiliki kadar mineral dan serat pangan yang tinggi. Selain itu, Irianto dan Giyatmi (2009) menyatakan bahwa dalam pembuatan agar digunakan beberapa bahan kimia yaitu larutan kapur seperti CaO atau NaOCl sebagai pemucat dan KOH atau KCl sebagai pemisah kotoran sebelum penjedalan. Bahan-bahan tersebut dapat menjadi residu yang mempengaruhi kadar mineral dalam limbah padat agar.

Kadar protein limbah padat agar yang dihasilkan pada penelitian ini ialah sebesar 2,01%. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian Hariadi (2001) yaitu sebesar 1,59%. Burtin (2003) menyatakan bahwa umunya rumput laut hijau dan merah memiliki kandungan protein sebesar 6–20%, sedangkan Norziah dan Ching (2000) menyatakan bahwa kadar protein rumput laut Gracilaria changgi yaitu sebesar 6,9%. Perbedaan kadar protein tersebut dapat dikarenakan perbedaan tempat dan spesies rumput laut bahan baku agar yang digunakan (Handayani 2006). Selain itu pada limbah padat agar telah dilakukan proses perendaman dan perebusan terlebih dahulu yang dapat menyebabkan terlarutnya protein larut air yang terdapat pada rumput laut sehingga kadar proteinnya menurun.

Kadar lemak limbah padat agar yang diuji sebesar 0,47%. Hasil tersebut lebih rendah dari penelitian Mandella (2010) sebesar 0,53% dan lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Hartati (2001) yaitu sebesar 0,19%. Perbedaan kandungan lemak dapat dikarenakan faktor perbedaan iklim dan geografi tempat rumput laut tumbuh. Umumnya rumput laut memiliki kadar lemak yang rendah jika dibandingkan dengan jenis tumbuhan darat seperti kacang-kacangan. Selain itu, lemak bukanlah merupakan komponen utama dari rumput laut (Ortiz et al. 2006).

Serat merupakan komponen penyusun dinding sel pada tumbuhan. Kadar serat kasar pada limbah padat agar yang diuji adalah sebesar 6,54%, lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Hariadi (2001) yaitu sebesar 1,66%. Tingginya kadar serat kasar pada limbah padat yang diuji dikarenakan limbah padat agar mengandung serat seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang cukup tinggi. Limbah padat agar mengandung 16,03% selulosa, 25,23% hemiselulosa dan 3,16% lignin (Hartati 2001). Pari (2011) menyatakan bahwa selulosa memiliki peranan dalam pembentukan struktur arang sehingga dapat menghasilkan arang berkualitas tinggi. Hal tersebut dikarenakan struktur dasar selulosa yang bersifat kristalin sehingga menguntungkan dalam pembuatan struktur karbon dalam arang karena pola struktur arang yang ideal pada umunya memiliki derajat kristalinitas yang tinggi.

Karakteristik Karbon Aktif dari Limbah Padat Agar

(27)

Rendemen

Rendemen karbon aktif dari masing-masing perlakuan berkisar antara 95,83-97,01%. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan rendemen karbon aktif dari penelitian Aloko dan Adebayo (2007) dengan bahan baku berupa sekam padi dan aktivator berupa amonium sulfat yaitu sebesar 89,50 %. Rendemen tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Faujiah (2012) yang menggunakan bahan baku dan aktivator yang sama yaitu sebesar 87,19 %. Tingginya rendemen tersebut diduga karena tingginya kandungan serat kasar pada limbah padat agar seperti selulosa, hemisulosa dan lignin sebagai sumber utama atom C pada arang aktif. Fithriani et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan selulosa yang terdapat pada limbah padat agar cukup tinggi yaitu sebesar 27,38-39,45%. Nilai rendemen karbon aktif pada berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Nilai rendemen karbon aktif dengan perbedaan konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi 15 jam ( ), 20 jam ( ), 25 jam ( ), angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap rendemen.

Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa baik perlakuan waktu aktivasi, konsentrasi aktivator dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rendemen karbon aktif. Rendemen arang yang dihasilkan sangat bergantung pada jenis bahan baku, kadar air bahan baku serta teknologi pengolahan. Aktivator yang digunakan bertujuan untuk membuka pori-pori arang. Semakin tinggi konsentrasi aktivator yang digunakan maka semakin banyak pori arang yang terbuka (terdegradasi) sehingga semakin kecil rendemen yang dihasilkan (Wijayanti 2009). Nilai rendemen yang tidak berbeda nyata pada masing–masing kombinasi perlakuan diduga karena masih terdapatnya pengotor arang berupa abu. Selain itu juga dapat dikarenakan tingginya konsentrasi zat aktivator yang digunakan menghalangi proses pembersihan pori-pori saat proses aktivasi sehingga massanya tidak berkurang banyak (Hendra dan Darmawan 2007).

Kadar Air

(28)

dibandingkan kadar air karbon aktif berdasarkan penelitian Aloko dan Adebayo (2007) yang menggunakan bahan baku berupa sekam padi dengan kadar air sebesar 4,5% dan telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI-06-3730-1995. Kadar air karbon aktif serbuk adalah tidak melebihi 15%, sedangkan untuk karbon aktif butiran adalah maksimal 4,4% (SNI 1995). Nilai kadar air karbon aktif yang diuji disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Nilai kadar air karbon aktif dengan perbedaan konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi 15 jam ( ), 20 jam ( ), 25 jam ( ), angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap kadar air.

Konsentrasi aktivator, waktu aktivasi dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air karbon aktif yang dihasilkan (Lampiran 3). Kadar air yang terkandung di dalam arang aktif dipengaruhi oleh jumlah uap air di udara, lama proses pendinginan, penggilingan dan pengayakan. Semakin lama proses pendinginan, penggilingan, dan pengayakan dapat meningkatkan kadar air dalam arang aktif. Kadar air yang tinggi dapat mengurangi daya adsorpsi arang aktif terhadap cairan maupun gas (Wijayanti 2009). Lempang et al. (2012) juga menyatakan bahwa kadar air arang aktif dipengaruhi oleh sifat higroskopis, porositas dan waktu penayangan arang pada tempat terbuka selama proses pendinginan.

Nilai kadar air semakin menurun seiring dengan bertambahnya waktu aktivasi. Hal tersebut dikarenakan struktur karbon aktif yang tersusun dari 6 atom C pada setiap sudut heksagonal, yang memungkinkan butir-butir air terperangkap di dalamnya. Butir-butir air ini akan semakin banyak yang terlepas, seiring lepasnya aktivator yang mengikat senyawa-senyawa tar dan pengotor, sehingga kadar airnya lebih rendah (Sani 2011). Rendahnya kadar air juga dapat dikarenakan sifat dehydrating agent yang dimiliki aktivator (Faujiah 2012).

Kadar Abu

Kadar abu arang aktif merupakan sisa mineral yang tertinggal ketika karbonisasi karena komponen senyawa penyusun bahan dasar arang aktif tidak hanya terdiri dari karbon saja tetapi juga mengandung mineral-mineral lain diantaranya kalium, natrium, magnesium, kalsium (Rahmawati dan Yuanita 2013). Pengujian kadar abu dibutuhkan untuk mengetahui kandungan bahan pengotor yang terdapat dalam karbon aktif. Bahan pengotor tersebut dapat

(29)

mempengaruhi kualitas karbon aktif yang dihasilkan. Nilai kadar abu karbon aktif pada berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Nilai kadar abu karbon aktif dengan perbedaan konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi 15 jam ( ), 20 jam ( ), 25 jam ( ), angka yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap kadar abu.

Karbon aktif yang dihasilkan memiliki nilai kadar abu tertinggi pada perlakuan waktu aktivasi 20 jam dengan konsentrasi ZnCl2 20% sebesar 85,28%

dan nilai kadar abu terendah terdapat pada perlakuan waktu aktivasi 15 jam dengan konsentrasi ZnCl2 30% sebesar 84,17%. Berdasarkan SNI-06-3730-1995,

nilai ini melebihi standar yang telah ditetapkan. Karbon aktif yang baik memiliki kadar abu maksimal 10% untuk karbon aktif serbuk dan 2,5% untuk karbon aktif butiran. Hasil tersebut juga lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu pada penelitian Sirait dan Sisilia (2008) yang menggunakan bahan baku arang berupa tempurung nipah yaitu sebesar 8,3915,35% serta penelitian Aloko dan Adebayo (2007) yang menggunakan bahan baku berupa sekam padi yaitu sebesar 48,20%.

Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa hanya waktu aktivasi yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu karbon aktif yang dihasilkan. Uji Duncan (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ZnCl2 10% dengan waktu aktivasi 15 jam tidak berbeda

nyata dengan perlakuan konsentrasi ZnCl2 10% dengan waktu aktivasi 25 jam dan

perlakuan konsentrasi ZnCl2 20% dengan waktu aktivasi 15 jam, namun berbeda

nyata dengan perlakuan yang lainnya. Semakin lama waktu aktivasi kadar abu yang dihasilkan semakin tinggi. Hal tersebut diduga karena semakin lama waktu aktivasi maka semakin banyak pula pori yang terbuka. Terjadi proses pembakaran bidang permukaan dari karbon aktif yang menghasilkan abu dalam pembentukan pori, sehingga semakin banyak pori yang dihasilkan maka kadar abu yang dihasilkan juga semakin tinggi (Pambayun et al. 2013). Abu merupakan residu yang tertinggal ketika zat yang mengandung arang telah terbakar pada saat proses pengabuan. Abu tersebut dapat berupa mineral seperti silika dan oksida alumunium, oksida besi, magnesium, dan kalsium. Zat aktivator yang tidak tercuci sempurna saat penetralan juga dapat menaikkan kadar abu arang aktif yang dihasilkan (Verla et al. 2012).

(30)

61,29 %. Sirait dan Sisilia (2008) menyatakan bahwa kadar abu juga dipengaruhi oleh proses pengarangan. Proses pengarangan yang dilakukan pada ruang terbuka memungkinkan terjadinya kontak dengan udara sehingga proses pembentukan arang menjadi tidak sempurna dan kemungkinan terbentuknya abu menjadi semakin besar.

Kadar Zat Mudah Menguap

Analisis kadar zat mudah menguap atau zat terbang bertujuan untuk mengukur kandungan senyawa yang belum menguap pada saat proses aktivasi tetapi menguap pada suhu 950 °C. Nilai kadar zat mudah menguap karbon aktif dari berbagai kombinasi perlakuan disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Nilai zat mudah menguap karbon aktif dengan perbedaan konsentrasi

aktivator dan waktu aktivasi 15 jam ( ), 20 jam ( ), 25 jam ( ), angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan

pengaruh yang tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap kadar zat mudah menguap.

Semakin lama waktu aktivasi kadar zat mudah menguap semakin kecil. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Pari et al. (2008) bahwa zat mudah menguap dipengaruhi oleh waktu aktivasi. Semakin tinggi waktu aktivasi maka cenderung menurunkan zat mudah menguap. Hal ini karena pada suhu tinggi penguraian senyawa nonkarbon berlangsung dengan sempurna. Sudradjat (1985) menyatakan bahwa komponen yang terkandung dalam arang aktif adalah air, abu, karbon terikat, nitrogen dan sulfur. Nitrogen dan sulfur termasuk komponen yang mudah menguap karena senyawa tersebut akan menguap pada pemanasan di atas 900 ºC. Selain itu, Rasjidin (2006) juga menyatakan bahwa penurunan kadar zat mudah menguap seiring dengan lamanya waktu aktivasi diakibatkan karena zat aktivator yang digunakan semakin meresap, melapisi dan melindungi permukaan karbon aktif dari panas sehingga jumlah karbon yang terbakar semakin sedikit sedangkan jumlah sulfur dan nitrogen yang terdapat pada karbon aktif tetap. Hal tersebut mengakibatkan persentase sulfur dan nitrogen dalam bahan semakin kecil dengan semakin bertambahnya waktu aktivasi.

Kadar zat mudah menguap karbon aktif limbah padat agar yang dihasilkan masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh SNI-06-3730-1995 karena kurang dari 25%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa masing perlakuan tidak memiliki hasil yang tidak berbeda nyata (Lampiran 6 dan Lampiran 7). Hasil tersebut juga tidak jauh berbeda dengan kadar zat mudah menguap pada penelitian

(31)

Pari dan Hendra (2006) dengan bahan baku kayu mangium sebesar 6,08-11,70% serta lebih besar dibandingkan penelitian Wijayanti (2009) dengan bahan dasar arang berupa ampas tebu sebesar 5,0-9,0%.

Kadar Karbon Aktif Murni

Karbon aktif murni merupakan jumlah karbon murni yang terikat dalam arang. Analisis karbon aktif murni atau karbon terkat bertujuan untuk mengetahui jumlah karbon yang tersisa setelah proses karbonisasi. Nilai kadar karbon aktif murni dari berbagai kombinasi perlakuan disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Nilai karbon aktif murni dengan perbedaan konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi 15 jam ( ), 20 jam ( ), 25 jam ( ), angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap kadar karbon aktif murni.

Nilai kadar karbon aktif murni yang dihasilkan masih belum memenuhi standar kualitas arang aktif berdasarkan SNI-06-3730-1995 yaitu minimal 65% untuk arang aktif berbentuk serbuk. Kadar karbon aktif murni tersebut juga lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar karbon aktif murni penelitian Pari dan Hendra (2006) yaitu sebesar 54,60-79,70% dengan bahan baku arang berupa kayu mangium serta penelitian Wijayanti (2009) yaitu sebesar 31,00-66,90% dengan bahan baku arang berupa ampas tebu.

(32)

kandungan selulosa dan kandungan lignin yang dapat dikonversi menjadi atom karbon.

Daya Serap terhadap Iodium

Daya serap iodium ditunjukkan dengan besarnya bilangan iod (iodine number) yaitu angka yang menunjukkan seberapa besar adsorben dapat mengadsorpsi iod. Daya serap iodium berkorelasi dengan luas permukaan arang aktif karena semakin besar daya serap iod maka semakin besar dalam kemampuan dalam mengadsorpsi larutan atau substrat tersebut (Budiono et al. 2009). Nilai daya serap karbon aktif terhadap iodium dari berbagai kombinasi perlakuan disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Daya serap karbon aktif terhadap iodium dengan perbedaan konsentrasi aktivator dan waktu aktivasi 15 jam ( ), 20 jam ( ), 25 jam ( ), angka yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap daya serap karbon aktif terhadap iodium.

Daya serap terhadap iodium karbon aktif hasil penelitian tidak jauh berbeda dengan penelitian Pari dan Hendra (2006) yang menggunakan bahan baku berupa kayu mangium yaitu sebesar 369607 mg/g, tetapi lebih kecil dibandingkan dengan penelitian Sirait dan Sisilia (2008) yang menggunakan bahan baku berupa tempurung nipah yaitu sebesar 686,60-1003,42 mg/g. Daya serap iodium karbon aktif berkisar antara 367,57-579,12 mg/g. Karbon aktif yang dihasilkan memiliki daya serap terhadap iodium tertinggi dari perlakuan waktu aktivasi 25 jam dengan konsentrasi ZnCl2 10% sebesar 579,12 mg/g, sedangkan karbon aktif yang

memiliki daya serap terhadap iodium terendah didapat dari perlakuan konsentrasi 30% dengan waktu aktivasi 15 jam dan 20 jam yaitu sebesar 367,57 mg/g.

Perlakuan waktu aktivasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap daya serap iodium karbon aktif yang dihasilkan (Lampiran 9). Uji Duncan (Lampiran 10) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi ZnCl2 30%

dengan waktu aktivasi 25 jam berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Semakin lama waktu aktivasi daya serap iodium karbon aktif yang dihasilkan semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan semakin lama watu aktivasi maka semakin banyak pula poripori arang yang terbuka sehingga semakin banyak iodium yang terjerap pada pori-pori karbon aktif yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh pernyataan Pari (2002) bahwa semakin lama waktu aktivasi maka semakin banyak pula pori-pori karbon yang terbuka sehingga semakin besar kemungkinannya

(33)

untuk lebih banyak menyerap iodium. Daya serap iodium juga berhubungan dengan pola struktur mikropori yang terbentuk dan mengindikasikan besarnya diameter pori-pori karbon aktif tersebut yang hanya mampu dimasuki oleh molekul dengan diameter kurang dari 10 Å seperti zat warna iodin.

Hasil karakterisasi karbon aktif yang dihasilkan menunjukkan bahwa karbon aktif terbaik adalah karbon aktif dengan perlakuan waktu aktivasi selama 25 jam dan konsentrasi aktivator 10% (Lampiran 1). Hal tersebut didasarkan pada tingginya daya serap karbon aktif terhadap larutan iodium. Pari dan Hendra (2006) menyatakan bahwa tingginya daya serap terhadap iodum memperlihatkan bahwa atom karbon yang membentuk kristalit heksagonal makin banyak sehingga celah atau pori yang terbentuk di antara lapisan kristalit juga makin besar. Semakin banyak struktur heksagonal terbentuk maka kemampuan karbon aktif dalam menyerap pengotor pun semakin tinggi.

Karakteristik Limbah Cair Tahu

Limbah cair tahu merupakan limbah pengolahan tahu yang berupa cairan yang berasal dari proses perendaman dan proses akhir pemisahan jonjot-jonjot tahu. Limbah cair tahu mengandung senyawa-senyawa organik terutama protein dan lemak yang apabila dibuang secara langsung ke perairan tanpa dilakukan perbaikan kualitas limbah terlebih dahulu akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Pencemaran yang dapat timbul antara lain eutrofikasi perairan serta meningkatnya kekeruhan air karena kandungan bahan organik yang terlalu tinggi (Damayanti et al. 2004). Limbah cair tahu yang digunakan merupakan limbah cair tahu dari PT Sari Bumi, Ciomas (Lampiran 1). Parameter yang diuji pada karakterisasi limbah cair tahu awal adalah parameter Chemical Oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand (BOD), Total Suspended Solid (TSS), dan derajat keasaman (pH). Hasil karakterisasi limbah cair tahu yang diuji disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil karakterisasi limbah cair tahu

Parameter Satuan Hasil Pembanding Baku Mutuc

COD (mg/L) 4249,38 ± 134,72 7050,00a 300

cPeraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 2008

(34)

Nilai BOD merupakan oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa-senyawa kimia. Nilai BOD bermanfaat untuk mengetahui terdegradasi atau tidaknya bahan organik dalam air limbah (Kaswinarni 2007). Nilai BOD limbah cair tahu yang diuji yaitu sebesar 3485,77 mg/L, lebih besar dibandingkan penelitian Damayanti et al. (2004) yaitu sebesar 5389,5 mg/L. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa nilai BOD maupun COD limbah cair tahu yang diuji masih berada di atas baku mutu limbah tahu yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 2008. Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan. Apabila prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah (Kaswinarni 2007).

Total Suspended Solid (TSS) merupakan padatan-padatan tersuspensi yang tidak terlarut dan tidak dapat mengendap secara langsung, terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen (Nailasa et al. 2013). Pengujian nilai TSS ditujukan untuk menentukan kepekatan air limbah. Nilai TSS limbah cair tahu yang diuji yaitu sebesar 681,33 mg/L lebih kecil dari penelitian Nailasa et al. (2013) yaitu sebesar 930 mg/L. Nilai tersebut juga tidak memenuhi baku mutu limbah tahu yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 2008 yaitu sebesar 200 mg/L. Nilai TSS yang sangat tinggi menghalangi masuknya sinar matahari. Konsentrasi TSS yang cukup tinggi pada air limbah tahu ini disebabkan oleh tingginya kadar bahan organik yang terdapat dalam air limbah tahu. Padatan-padatan yang tersuspensi pada air limbah dihasilkan dari proses perebusan dan pengepresan. Pada proses tersebut sebagian jonjot-jonjot tahu ikut terbuang bersama air limbah dan meningkatkan nilai padatan tersuspensi dalam limbah. Hal tersebut berdampak pada penurunan kualitas air limbah tahu. Semakin tinggi konsentrasi TSS maka air limbah tahu akan semakin tercemar (Nailasa et al. 2013).

Nilai pH digunakan untuk menggambarkan konsentrasi ion hidrogen dalam air limbah. Nilai pH limbah cair tahu yang diuji yaitu sebesar 4,68, lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Damayanti et al. (2004) yang hanya sebesar 4,11. Nilai tersebut masih belum memenuhi nilai baku mutu yang ditetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 2008. Tingkat keasaman (pH) berkaitan erat dengan karbon dioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbon dioksida bebas. Rendahnya nilai keasaman menunjukkan bahwa telah terjadi aktivitas mikroba yang dapat menguraikan bahan-bahan organik menjadi asam (Nailasa et al. 2013).

Aplikasi Karbon Aktif sebagai Adsorben Limbah Cair Tahu

(35)

Karbon aktif dengan perlakuan waktu aktivasi 25 jam dan konsentrasi 10% dipilih menjadi karbon aktif terbaik berdasarkan uji statistika dan karakterisasi yang dilakukan (Lampiran 1). Aplikasi karbon aktif sebagai adsorben limbah cair tahu dilakukan dengan menambahkan karbon aktif ke dalam 500 mL limbah tahu dengan konsentrasi 0; 1; 2; dan 3% dan diagitasi selama 0,5; 1; 1,5; dan 2 jam (Lampiran 1). Limbah selanjutnya diuji parameter BOD, COD, TSS dan pH.

Nilai Biological Oxygen Demand (BOD)

Hasil uji setelah penambahan karbon aktif menunjukkan bahwa nilai BOD limbah cair tahu berkisar antara 1269,82-4880,08 mg/L (Lampiran 11). Nilai BOD tertinggi didapatkan dari perlakuan lama periode kontak 2 jam dengan konsentrasi arang aktif 0% dan 5% sebesar 4880,08 mg/L, sedangkan nilai BOD terendah didapatkan dari perlakuan kosentrasi karbon aktif 3% dengan lama periode kontak 1 jam yaitu sebesar 1269,82 mg/L. Nilai BOD limbah cair tahu setelah penambahan karbon aktif disajikan pada Gambar 8.

Nilai BOD setelah aplikasi belum memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 2008 yaitu sebesar 150 mg/L. Analisis ragam pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa perlakuan lama periode kontak, konsentrasi karbon aktif yang ditambahkan, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai BOD. Perlakuan konsentrasi karbon aktif 3% dengan periode kontak 1 jam dan 1,5 jam, perlakuan konsentrasi karbon aktif 1% dengan periode kontak 1 jam dan perlakuan konsentrasi karbon aktif 2% dengan periode kontak 1,5 jam menunjukkan nilai BOD yang berbeda nyata dengan periode kontak 2 jam dengan konsentrasi karbon aktif 0% dan 1% (Lampiran 13).

Gambar 8 Nilai BOD limbah cair tahu dengan perbedaan lama periode kontak dan konsentrasi karbon aktif 0% ( ), 1% ( ), 2% ( ), 3% ( ), angka yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai BOD.

(36)

suatu perairan dipengaruhi oleh jumlah bahan organik dan bahan pencemar dalam perairan tersebut. Semakin banyak jumlah bahan organik dan bahan pencemar maka nilai BOD akan semakin meningkat, sebaliknya jika bahan organik dan bahan pencemar yang terkandung dalam perairan berjumlah sedikit maka nilai BOD pun akan kecil.

Adsorpsi yang terjadi pada karbon aktif dengan limbah cair tahu merupakan adsorpsi fisik. Suyata (2009) menyatakan bahwa peristiwa adsorpsi pada arang aktif terjadi karena adanya gaya Van der Waals yaitu gaya tarik-menarik intermolekuler antara molekul padatan dengan solut yang diadsorpsi lebih besar daripada gaya tarik-menarik sesama solut itu sendiri di dalam larutan, maka solut akan terkonsentrasi pada permukaan padatan. Adsorpsi jenis ini tidak bersifat site spesific, dimana molekul yang teradsorpsi bebas untuk menutupi seluruh permukaan padatan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Notodarmojo (2005) bahwa proses adsorpsi terhadap zat organik merupakan adsorpsi fisik dan didominasi oleh gaya Van der Waals yang merupakan ikatan yang lemah sehingga bersifat revesible atau dapat terlepas kembali.

Nilai Chemical Oxygen Demand (COD)

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Muhajir 2013). Nilai COD juga merupakan salah satu parameter uji yang dijadikan sebagai indikator pencemaran lingkungan. Nilai COD limbah cair tahu setelah penambahan karbon aktif disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Nilai COD limbah cair tahu dengan perbedaan lama periode kontak dan konsentrasi karbon aktif 0% ( ), 1% ( ), 2% ( ), 3% ( ), angka yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai COD.

Nilai COD tertinggi didapat dari perlakuan lama periode kontak 1,5 jam dengan konsentrasi karbon aktif 2% sebesar 5260,00 mg/L, sedangkan nilai COD terendah didapatkan dari perlakuan lama periode kontak 0,5 jam dengan konsentrasi karbon aktif 0% sebesar 2968,33 mg/L (Lampiran 14). Nilai tersebut belum memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 10 Tahun 2008 yaitu sebesar 300 mg/L. Hasil analisis ragam (Lampiran 15) menunjukkan bahwa lama periode kontak, konsentrasi karbon aktif yang ditambahkan serta interaksi antara keduanya memberikan

(37)

pengaruh berbeda nyata terhadap nilai COD limbah setelah penambahan karbon aktif.

Semakin lama waktu kontak limbah dengan karbon aktif maka nilai COD semakin tinggi. Meningkatnya nilai COD seiring dengan bertambahnya waktu kontak diduga dikarenakan karbon aktif yang telah jenuh dalam menyerap bahan organik dalam limbah ikut terdegradasi selama periode kontak sehingga menambah bahan organik dalam limbah. Bertambahnya bahan organik pada limbah akan menambah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi bahan organik tersebut sehingga nilai COD naik. Sawyer et al. (2003) menyatakan bahwa COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik menjadi karbondioksida, air dan amonia. Semakin banyak jumlah bahan organik dalam limbah maka nilai COD akan semakin meningkat dan mengindikasikan adanya pencemaran lingkungan. Selain itu Suwilin (2007) juga menyatakan bahwa arang aktif yang terbuat dari selulosa cenderung lunak dan mudah hancur.

Nilai Total Suspended Solid (TSS)

Padatan tersuspensi yang terdapat pada limbah cair tahu diukur dengan pengujian nilai TSS. Limbah cair tahu diketahui memiliki nilai TSS yang cukup tinggi karena kandungan bahan organik yang berasal dari sisa ampas tahu yang terbuang atau terbawa bersama limbah cair lainnya. Adapun nilai TSS limbah cair tahu setelah setalah penambahan karbon aktif disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Nilai TSS limbah cair tahu dengan perbedaan lama periode kontak dan konsentrasi karbon aktif 0% ( ), 1% ( ), 2% ( ), 3% ( ), angka yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai TSS.

Hasil nilai TSS limbah cair tahu yang dihasilkan telah memenuhi baku mutu limbah cair tahu yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 2008 yaitu tidak lebih dari 200 mg/L. Hasil nilai TSS limbah cair tahu yang dihasilkan setelah penambahan karbon aktif berkisar antara 8–134 mg/L (Lampiran 17). Limbah cair tahu dengan perlakuan konsentrasi karbon aktif 0% dengan lama periode kontak 1 jam memiliki nilai TSS tertinggi yaitu sebesar 134 mg/L dan nilai TSS terendah didapatkan dari perlakuan konsentrasi karbon aktif 3% dengan lama periode kontak 2 jam sebesar 8 mg/L.

(38)

Lama periode kontak, konsentrasi arang aktif yang ditambahkan serta interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai TSS limbah cair tahu (Lampiran 18). Perlakuan konsentrasi karbon aktif 2% dengan lama periode kontak 1 jam, konsentrasi karbon aktif 3% dengan lama periode kontak 1,5 jam, dan konsentrasi karbon aktif 2% dengan lama periode kontak 1,5 jam menghasilkan nilai TSS yang berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi arang aktif 0% dengan lama periode kontak 1 jam dan 0,5 jam. Nilai TSS pada perlakuan konsentrasi karbon aktif 0% dengan periode kontak 0 jam berbeda nyata dengan semua perlakuan sedangkan perlakuan lainnya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata satu sama lain (Lampiran 19).

Semakin tinggi konsentrasi arang aktif yang digunakan maka nilai TSS limbah cair tahu yang dihasilkan semakin menurun. Hal tersebut diduga karena padatan–padatan tersuspensi dalam limbah cair tahu telah terjerap dalam pori–pori karbon aktif. Semakin banyak karbon aktif yang digunakan maka semakin banyak pula padatan tersuspensi yang terserap sehingga menurunkan nilai TSS yang dihasilkan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Roy (1995) yang menyatakan bahwa karbon aktif menjerap komponen pengotor dengan cara mengikatnya dengan struktur berpori yang dimiliki karbon aktif. Peristiwa penjerapan ini terjadi karena adanya gaya Van der Walls yaitu gaya tarik-menarik intermolekuler antara molekul padatan dengan solut yang diadsorpsi. Karbon aktif ini umumnya sangat baik dalam menjerap komponen solid dibandingkan dengan komponen cairan atau gas.

Nilai Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur derajat keasaman atau konsentrasi nilai H+ dalam perairan. Nilai pH yang terlalu asam maupun terlalu basa tidak baik bagi perairan karena hanya organisme ekstrim saja yang dapat hidup dalam perairan tersebut. Nilai pH limbah cair tahu setelah penambahan karbon aktif disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Nilai pH limbah cair tahu dengan perbedaan lama periode kontak dan konsentrasi karbon aktif 0% ( ), 1% ( ), 2% ( ), 3%

( ), angka yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap nilai pH.

Limbah dengan perlakuan konsentrasi karbon aktif 3% dengan lama periode kontak 0,5 jam memiliki nilai pH tertinggi yaitu sebesar 4,22, sedangkan nilai pH terendah didapatkan dari perlakuan konsentrasi karbon aktif 1% dengan lama

(39)

periode kontak 0,5 jam yaitu sebesar 3,86 (Lampiran 20). Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik perlakuan konsentrasi karbon aktif yang digunakan, lama periode kontak maupun interaksi diantara keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai pH limbah cair tahu yang dihasilkan (Lampiran 21). Berdasarkan hasil uji Duncan (Lampiran 22) yang dilakukan beberapa perlakuan menghasilkan nilai pH berbeda nyata terhadap perlakuan lain dan beberapa perlakuan lainnya tidak saling memberikan pengaruh yang beda nyata. Nilai pH limbah cair tahu yang dihasilkan pada penelitian ini masih belum memenuhi baku mutu limbah cair tahu yang ditetapkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 2008.

Nilai pH limbah cair tahu semakin meningkat dengan semakin bertambahnya konsentrasi karbon aktif yang digunakan. Hal tersebut diduga karena ion H+ yang menjadi indikator keasaman berikatan dengan permukaan karbon aktif yang ditambahkan sehingga menurunkan jumlah ion H+ dalam limbah dan menaikkan nilai pH. Namun, kenaikan niai pH tersebut tidak terlalu signifikan. Roy (1995) menyatakan bahwa karbon aktif memiliki kapasitas maksimum dalam berikatan dengan ion maupun substrat sesuai dengan luas permukaan karbon aktif itu sendiri. Hal tersebut mengakibatkan pengikatan ion H+ menjadi kurang maksimal sehingga kenaikan pH pada limbah menjadi tidak terlalu signifikan.

Nilai pH limbah cair tahu menurun dengan semakin meningkatnya periode kontak. Hal tersebut menunjukan bahwa limbah cair tahu semakin asam. Kondisi asam yang meningkat seiring dengan bertambahnya periode kontak diduga karena semakin banyaknya bahan organik yang terombak oleh mikroorganisme menjadi zat asam. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Nailasa et al. (2013) bahwa rendahnya nilai keasaman menunjukkan bahwa telah terjadi aktivitas mikroba yang dapat menguraikan bahan-bahan organik menjadi asam.

Hasil aplikasi perlakuan konsentrasi karbon aktif 3% dengan lama periode kontak 1 jam menunjukkan kombinasi terbaik dilihat dari penurunan pada nilai BOD, nilai TSS, dan pH secara signifikan yang masing-masing dari 3485,77 mg/L, 681,33 mg/L, dan 4,68 menjadi 1269,82 mg/L, 72 mg/L dan 4,09, namun untuk nilai COD tidak terjadi penurunan secara signifikan. Hal tersebut didasarkan pada jenis senyawa yang terkandung pada limbah cair tahu merupakan senyawa organik sehingga parameter yang sangat berpengaruh adalah nilai BOD. Nilai tersebut masih belum memenuhi baku mutu limbah cair tahu yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 Tahun 2008 kecuali pada nilai TSS.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Limbah padat agar yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif memiliki kadar air sebesar 8,38%, kadar abu 61,29%, kadar protein 2,01%, kadar lemak 0,47% dan kadar serat kasar 6,54 %. Hasil karakterisasi karbon aktif terbaik didapatkan dari perlakuan waktu aktivasi 25 jam dengan konsentrasi ZnCl2

(40)

Aplikasi karbon aktif terhadap limbah cair tahu menunjukkan bahwa perlakuan aplikasi konsentrasi karbon aktif 3% dengan lama periode kontak 1 jam menunjukan kombinasi terbaik dilihat dari penurunan nilai BOD, nilai TSS dan nilai pH secara signifikan, namun untuk nilai COD tidak terjadi penurunan secara signifikan.

Saran

Pembuatan karbon aktif dari limbah padat agar sebaiknya dilakukan demineralisasi terlebih dahulu untuk mengurangi kandungan mineral dalam arang. Aktivasi karbon aktif juga dapat dilakukan dengan mengkombinasikan perlakuan waktu aktivasi, konsentrasi aktivator serta suhu aktivasi. Karakterisasi luas permukaan karbon aktif dan ukuran pori juga perlu dilakukan. Selain itu, aplikasi karbon aktif terhadap limbah tahu juga dapat dilakukan berdasarkan ukuran karbon aktif baik dalam bentuk serbuk, granular, atau blok.

PERSANTUNAN

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian BOPTN Tahun Anggaran 2013 dengan Kode MAK 2013.089.521219 yang diketuai oleh Dr Majariana

Krisanti SPi, MSi engan ju ul enelitian “Penggunaan Kar on A tif ari

Limbah Padat Agar dalam Pengolahan Lim ah Cair In ustri Te stil”. Penulis

mengucapkan terimakasih kepada Dr Majariana Krisanti SPi, MSi atas bimbingan, nasehat dan pendanaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Afif AK. 2011. Pemanfaatan limbah padat proses pengolahan agar PT Agarindo Bogatama sebagai media tanam hortikultura [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Aloko DF, Adebayo GA. 2007. Production and characterization of activated carbon from agricultural waste (rice-husk and corn-cob). Journal of Engineering and Applied Sciences 2(2): 440444.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1980. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington (US): The Association of Official Analytical Chemist, Inc.

___________________________________. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington (US): The Association of Official Analytical Chemist, Inc.

[APHA] American Public Health Association. 2005. APHA 2540-D-2005: Total Suspended Solid Dried at 103 – 105 °C. Washington (US): American Public Health Association.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir pembuatan karbon aktif dari limbah padat agar
Gambar 6 Nilai karbon aktif murni dengan perbedaan konsentrasi aktivator dan  waktu aktivasi 15 jam (  ), 20 jam (  ), 25 jam (  ), angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap kadar karbon aktif m

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Biji Alpukat Untuk Pembuatan Arang Aktif Sebagai Adsorben Alternatif Zat Warna Pada Limbah Cair Batik adalah benar

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DENGAN MENGGUNAKAN KARBON AKTIF BERBASIS.. CANGKANG DAN

Pembuatan karbon aktif dari arang tempurung kelapa dengan aktivator ZnCl 2 dan Na 2 CO 3 sebagai adsorben untuk mengurangi kadar fenol dalam..

Sintesis Karbon Aktif dari Limbah Kulit Pisang Kepok ( Musa Paradisiaca ) Menggunakan Aktivator NaOH dan Aplikasinya sebagai Adsorben Malachite Green.. Jurusan

Adsorpsi karbon aktif dari fase cairan banyak digunakan di industri makanan untuk berbagai produksi dan proses pembuatan makanan, seperti pada industri gula yang menggunakan adsorben

Sintesis Karbon Aktif dari Limbah Kulit Pisang Kepok ( Musa Paradisiaca ) Menggunakan Aktivator NaOH dan Aplikasinya sebagai Adsorben Malachite Green.. Jurusan

Adsorpsi Logam Chrome Pada Limbah Industri Elektroplating Menggunakan Adsorben Karbon

2024 24 Studi Efektivitas Pemanfaatan Arang Aktif Cangkang Kelapa Sawit Elaeis guineensis Sebagai Adsorben Pengurangan Kadar Amonia Limbah Cair Tahu Effectivity Study of Palm Shell