• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan biji alpukat untuk pembuatan arang aktif sebagai adsorben alternatif zat warna pada limbah cair batik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan biji alpukat untuk pembuatan arang aktif sebagai adsorben alternatif zat warna pada limbah cair batik"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN BIJI ALPUKAT UNTUK PEMBUATAN

ARANG AKTIF SEBAGAI ADSORBEN ALTERNATIF ZAT

WARNA PADA LIMBAH CAIR BATIK

MEYLINDA PUTRI NUR FADILLAH

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Biji Alpukat Untuk Pembuatan Arang Aktif Sebagai Adsorben Alternatif Zat Warna Pada Limbah Cair Batik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

MEYLINDA PUTRI NUR FADILLAH. Pemanfaatan Biji Alpukat untuk Pembuatan Arang Aktif sebagai Adsorben Alternatif Zat Warna pada Limbah cair Batik. Dibimbing oleh HENNY PURWANINGSIH dan GUSTAN PARI.

Biji alpukat merupakan limbah hasil pertanian yang memiliki kandungan pati sehingga berpotensi diolah menjadi arang aktif. Tujuan penelitian ini ialah membuat arang aktif dari biji alpukat sebagai adsorben zat warna remazol pada limbah batik. Kajian ini melibatkan 2 tipe aktivasi, yaitu aktivasi kimiawi dan aktivasi fisis. Aktivasi kimiawi dilakukan dengan perendaman menggunakan KOH 30% dan H3PO430%, dan aktivasi fisis dengan kukus (steam) pada suhu 700 oC

selama 60 dan 90 menit. Adsorben yang digunakan untuk menyerap zat warna dalam limbah batik adalah arang aktif yang memiliki total bilangan iodin tertinggi (AB60). Hasil penelitian menunjukkan bahwa arang aktif biji alpukat mampu mengadsorpsi zat warna yang relatif rendah, terlihat dari penurunan konsentrasi warna remazol sebesar 42% dalam limbah cair batik.

Kata kunci: adsorpsi, arang aktif, biji alpukat, limbah cair batik, remazol

ABSTRACT

MEYLINDA PUTRI NUR FADILLAH.The Utilization of Avocado Seeds as Actived Carbon for Alternative Adsorbent Dyes on Batik Effluent. Supervised by HENNY PURWANINGSIH dan GUSTAN PARI.

Avocado seeds are agricultural waste containing starch that is potential to be used as raw materials for activated carbon. The purpose of this experiment is to produce an activated carbon from avocado seeds and to be applied for adsorbing remazol dyes on batik effluent. This study performed 2 types of activation, i.e. chemical and physical activations. Chemical activation was performed by submerging the charcoal in KOH 30% and H3PO430%, while physical activation

performed by steaming at 700 oC for 60 and 90 minutes. The activated carbon with the highest iodine number (AB60) was used to adsorb dyes in batik effluent. The result showed that activated carbon from avocado seeds have a relatively low ability to adsorb dye, as evaluated from the lowering color concentration of remazol dye by 42% in the batik effluent.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

PEMANFAATAN BIJI ALPUKAT UNTUK PEMBUATAN

ARANG AKTIF SEBAGAI ADSORBEN ALTERNATIF ZAT

WARNA PADA LIMBAH CAIR BATIK

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikankarya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini, dengan judul Pemanfaatan Biji Alpukat Untuk Pembuatan Arang Aktif Sebagai Adsorben Alternatif Zat Warna Pada Limbah Cair Batik di Laboratorium Kimia Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Laboratorium Kimia Fisik, dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia, Institut Pertanian

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Henny Purwaningsih, SSi, MSi dan Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi selaku pembimbing yang telah memberikan motivasi dan masukan kepada penulis selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Keluarga Besar Laboratorium Kimia Fisik dan Balai Kehutanan dan seluruh dosen staf di lingkungan Departemen Kimia IPB atas bantuannya selama penelitian berlangsung. Ucapan terima kasih yang terdalam disampaikan kepada kedua orang tua atas segala doa, nasihat, semangat, dan masukan kepada penulis.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Amin.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 METODE 2

Bahan dan Alat 2

Pembuatan dan Aktivasi Arang 2

Pencirian Arang Aktif 3

Penentuan Rendemen 3

Penetapan Kadar Air 3

Penetapan Kadar Zat Terbang 4

Penetapan Kadar Karbon Terikat 4

Penetapan Daya Jerap Benzena 4

Penetapan Daya Jerap Iodin 5

Adsorpsi Zat Warna Remazol 5

Pencirian dan Pengolahan Limbah Industri Batik 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Aktivasi Arang 7

Hasil Pencirian Arang aktif 8

Kadar Air 8

Kadar Abu 9

Kadar Zat Terbang 9

Kadar Karbon Terikat 9

Daya Jerap Benzena 10

Daya Jerap Iodin 10

Adsorpsi Zat Warna Remazol 10

Isoterm Adsorpsi 12

Pencirian dan Pengolahan Limbah Industri Batik 13 Aplikasi Adsorben pada Limbah Cair Industri Batik 14

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15 Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

(14)

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik arang aktif 8

2 Hasil pencirian, pengolahan dan aplikasi adsorben terhadap limbah 13

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur zat warna remazol violet (Karmanto 2014) 2

2 Adsorpsi remazol 10 ppm oleh AB60 11

3 Adsorpsi remazol 20 ppm oleh AB60 11

4 Adsorpsi remazol 30 ppm oleh AB60 12

5 Isoterm adsorpsi Langmuir adsorben AB60 12

6 Isoterm adsorpsi Freundlich adsorben AB60 13 7 Limbah batik sebelum dan setelah perlakuan koagulasi 14 8 Warna limbah batik sebelum dan setelah adsorpsi oleh AB60 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 18

2 Diagram alir preparasi adsorben dan pengujiannya 19 3 Diagram alir pengolahan limbah industri batik 20 4 Syarat mutu arang aktif (SNI 06-3730-95) 21

5 Rendemen Arang Aktif Biji Alpukat 22

6 Kadar Air Arang Aktif Biji Alpukat 23

7 Kadar Abu Arang Aktif Biji Alpukat 24

8 Kadar Zat Terbang Arang Aktif Biji Alpukat 25 9 Kadar Karbon Terikat Arang Aktif Biji Alpukat 26 10 Daya jerap Benzena Arang Aktif Biji Alpukat 27 11 Daya Jerap Iodin Arang Aktif Biji Alpukat 28

12Spektra serapan remazol (λ = 598 nm) 29

13 Kurva standar zat warna remazol 30

14Penentuan total bilangan iodin arang aktif biji alpukat 31 15Kondisi optimum adsorpsi remazol oleh arang aktif jenis AB60 32

(15)

1

PENDAHULUAN

Buah alpukat banyak digemari oleh masyarakat Indonesia. Banyaknya buah alpukat yang dikonsumsi menyebabkan bertambahnya limbah biji alpukat yang dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengurangi volume limbah pertanian tersebut dan meningkatkan nilai tambahnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan ialah mengolahnya menjadi arang aktif yang selanjutnya diaplikasikan sebagai adsorben. Menurut Alsuhendra et al.(2007), biji alpukat memiliki kandungan air 12.67%, kadar abu 2.78%, kandungan mineral 0.54%, lebih tinggi dari biji buah lainnya. Selain itu, limbah biji alpukat juga memiliki kadar pati yang cukup tinggi, yakni sekitar 23%, serta selulosa yang jumlahnya relatif lebih sedikit daripada pati. Hal ini menyebabkan limbah biji alpukat berpotensi dijadikan adsorben. Pada penelitian ini arang aktif yang digunakan dibuat dari limbah biji alpukat, jenis alpukat mentega.

Adsorpsi merupakan peristiwa terakumulasinya partikel pada suatu permukaan (Atkins 1999), dan merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan zat pencemar dari air limbah. Arang aktif merupakan adsorben yang paling efisien dan digunakan secara luas dalam menangani logam berat dan zat warna dari limbah industri tekstil. Arang aktif adalah karbon amorf dan porositas internal yang tinggi dan memiliki gugus fungsi pada permukaannya, sehingga merupakan adsorben yang baik. Arang aktif terbukti efektif dalam menghilangkan logam berat dan zat warna, tetapi biaya yang dibutuhkan cukup besar. Salah satu upaya untuk menurunkan biaya tersebut ialah dengan memanfaatkan limbah, salah satunya adalah limbah biji alpukat.

Arang aktif adalah arang yang telah mengalami proses aktivasi untuk meningkatkan luas permukaannya, dengan cara membuka pori-porinya agar daya adsorpsinya meningkat (Darmawan 2007). Arang aktif terbuat dari bahan organik yang dapat dikarbonisasi, misalnya kayu, batu bara, tempurung kelapa, batang jagung, dan sabut kelapa sawit. Bahan baku lainnya yang memiliki kandungan karbon yang tinggi dan telah dilaporkan antara lain ialah kulit durian (Apriani et al. 2013), kulit ubi kayu (Darmawan 2007). Arang aktif memiliki banyak aplikasi, di antaranya sebagai adsorben polutan organik dan anorganik, katalis, dan elektrode. Pembuatan arang aktif (AA) mencakup 2 tahapan utama, yaitu proses karbonisasi bahan baku dan proses aktivasi bahan terkarbonisasi pada suhu lebih tinggi. Aktivasi AA dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara fisis dan kimiawi. Prinsip aktivasi fisis adalah pemberian uap air atau gas CO2 pada arang yang telah dipanaskan, sedangkan

prinsip aktivasi kimia ialah perendaman arang dalam larutan kimia sebelum dipanaskan.

(16)

2

maka gejala yang paling mudah diamati adalah matinya organisme perairan (Al-kdasi 2005). Oleh karena itu, limbah industri batik perlu diolah lebih lanjut agar aman bagi lingkungan. Teknologi pengolahan limbah cair zat pewarna meliputi netralisasi, koagulasi-flokulasi, dan adsorpsi (Babu 2007).

Gambar 1 Struktur zat warna remazol violet (Karmanto dan Sulistyo 2014) Penelitian ini bertujuan memanfaatkan limbah biji alpukat sebagai bahan baku pembuatan arang aktif untuk adsorben limbah batik, serta membandingkan proses koagulasi-flokulasi dan adsorpsi untuk menurunkan konsentrasi zat warna dalam limbah industri batik. Larutan asam dan basa akan digunakan untuk mengaktivasi arang biji alpukat dengan harapan dapat meningkatkan mutu arang aktif dan kapasitas adsorpsi terhadap limbah cair industri tekstil.

METODE

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan ialah tungku pengarangan (kiln drum modifikasi), tungku aktivasi (retort) yang dilengkapi ketel uap, alat-alat kaca, neraca analitik, tanur pembakar, oven, desikator, stirrer, pH-meter, saringan halus (100 mesh), spektrofotometer DR 2500 Hach, dan spektrofotometer ultraviolet-tampak.

Bahan-bahan yang digunakan ialah limbah biji alpukat jenis mentega yang berasal dari pedagang jus buah di daerah Dramaga, KOH 30%, H3PO4 30%, I2 0.1

N, serbuk remazol, Na2SO3 0.1 N, kanji 1%, akuades, tawas, NaOH 13%, H2SO4

13%, dan limbah cair industri batik di desa Ngunut, Bojonegoro, Jawa Timur.

Pembuatan dan Aktivasi Arang (Modifikasi Kurniawan 2011)

(17)

3 H3PO4 30% selama 24 jam, kemudian dibilas dengan air sampai bersih dan

dikeringkan. Arang hasil perendaman di dalam KOH diaktivasi menghasilkan arang aktif basa (AAB), dan H3PO4 menghasilkan arang aktif asam (AAA). Aktivasi

dilakukan selama 60 dan 90 menit dengan pemanasan dalam retort pada suhu 700 °C yang dialiri uap air. Setelah proses aktivasi selesai, alat dibiarkan sampai dingin (24 jam) kemudian arang aktif dikeluarkan dari dalam tungku. Enam macam arang aktif dihasilkan, yaitu arang aktif asam dengan dialiri uap air selama 60 menit (AA60), dan selama 90 menit (AA90), arang aktif basa dengan dialiri steam selama 60 menit (AB60), arang aktif basa dengan dialiri uap air selama 90 menit (AB90), serta arang aktif dengan dialiri uap air selama 60 menit (AS60) dan selama 90 menit (AS90) sebagai pembanding. Pemanasan dan pemberian steam dilakukan untuk mengaktivasi arang secara fisis, sedangkan perendaman dalam KOH 30% dan H3PO4 30% mengaktivasi arang secara kimiawi.

Pencirian Arang Aktif

Arang aktif yang telah dikeluarkan dari dalam tungku. Kemudian arang aktif yang telah berbentuk serbuk diayak dengan ayakan berukuran 100 mesh. Enam macam arang aktif lalu diuji mutunya mencakup parameter rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, kadar karbon terikat, daya jerap benzena, dan daya jerap iodin.

Penentuan Rendemen (ASTM 1979)

Arang aktif yang diperoleh terlebih dahulu dibersihkan, kemudian ditimbang. Rendemen dihitung berdasarkan rumus

‡†‡‡ ൌܾܽ ൈ ͳͲͲΨ

Keterangan:

a: bobot arang aktif (g) b: bobot arang (g)

Penetapan Kadar Air (SNI 1995)

Cawan porselen dibersihkan, lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 105െ110 oC selama 15 menit. Setelah itu, cawan dikeluarkan dan didinginkan di dalam desikator selama 30 menit. Selanjutnya sebanyak 1 g arang aktif ditimbang (a) dan diletakkan di dalam cawan porselen yang telah ditimbang bobot kosongnya. Lalu cawan porselen yang telah berisi sampel dipanaskan di dalam oven pada suhu 105-110 oC selama 3-4 jam. Setelah itu cawan berisi sampel dikeluarkan dan

dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Cawan berisi sampel yang telah dingin selanjutnya ditimbang hingga diperoleh bobot konstan dan diperoleh bobot contoh akhir (b). Berikut merupakan rumus untuk menghitung kadar air:

ƒ†ƒ”ƒ‹”= ௔ି௕

௔ x 100% Keterangan: a: bobot contoh awal (g)

(18)

4

Penetapan Kadar Abu (SNI 1995)

Cawan porselen dibersihkan, lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 105-110 oC selama 15 menit hingga diperoleh bobot konstan. Setelah itu cawan porselen dikeluarkan dan dilakukukan pendinginan di dalam desikator selama 30 menit. Cawan kosong selanjutnya ditimbang, selanjutnya sebanyak 1 gram arang aktif ditimbang (a) dan diletakkan di dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya. Kemudian cawan porselen yang berisi sampel tersebut dipanaskan dalam tanur pada suhu 700 oC selama 4 jam. Penentuan kadar abu dilakukan duplo.

Cawan berisi abu yang telah didinginkan dalam desikator selanjutnya ditimbang dan diperoleh bobot contoh akhir (b). Berikut merupakan rumus untuk menghitung kadar abu:

ƒ†ƒ”ƒ„— ൌܾܽ ൈ ͳͲͲΨ

Penetapan Kadar Zat Terbang (SNI 1995)

Sebanyak ±1 g arang aktif dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot keringnya. Sampel dipanaskan dalam tanur 900 °C selama 5 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Cawan ditutup serapat mungkin. Analisis dilakukan duplo. Perhitungan kadar zat terbang menggunakan persamaan berikut:

ƒ†ƒ”œƒ––‡”„ƒ‰ሺΨሻ ൌܽ െ ܾܽ ൈ ͳͲͲΨ

Keterangan:

a: bobot contoh awal (g) b: bobot contoh akhir (g)

Penetapan Kadar Karbon Terikat (SNI 1995)

Karbon terikat dalam arang adalah zat yang terkandung pada fraksi padat hasil pirolisis, selain abu (zat anorganik) dan zat-zat atsiri yang masih terdapat dalam pori-pori arang. Definisi ini hanya berupa pendekatan SNI (1995), dengan persamaan

Kadar karbon terikat (%) = 100%− (b+ c) Keterangan:

b: kadar zat terbang (%) c: kadar abu (%)

Penetapan Daya Jerap Benzena (SNI 1995)

(19)

5 Daya jerap benzena (%) = ܿെܾܽ x 100%

Keterangan:

a = bobot sampel sebelum adsorpsi (g) c-b = bobot sampel setelah adsorpsi (g) Penetapan Daya Jerap Iodin (SNI 1995)

Sampel kering sebanyak 0.25 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang dilapisi kertas aluminium, lalu ditambahkan 25 mL larutan I2 0.1 N dan dikocok

selama 15 menit. Campuran disaring, kemudian filtrat sebanyak 10 mL dititrasi dengan Na2S2O3 0.1 N hingga berwarna kuning muda, ditambahkan beberapa tetes

amilum 1%, lalu dititrasi kembali sampai warna biru tepat hilang. Hal yang sama dilakukan terhadap blangko. Penentuan daya jerap iodin menggunakan persamaan berikut:

Adsorpsi Zat Warna Remazol

Tahap adsorpsi zat warna remazol meliputi pembuatan larutan induk remazol, penentuan panjang gelombang maksimum dan penentuan kurva standar remazol, penentuan kondisi adsorpsi optimum arang aktif yang memiliki total bilangan iodin tertinggi, serta penentuan isoterm adsorpsi. Larutan induk remazol dibuat dengan konsentrasi stok 1000 ppm. Panjang gelombang (λ) maksimum ditentukan dengan

menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan mengukur besar absorbans larutan

pada berbagai λ dari 400 hingga 700 nm. Puncak kurva menunjukkan λmaks. Larutan

induk kemudian diencerkan ke konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 ppm dan setiap

larutan standar tersebut diukur pada λmaks.

Kondisi optimum adsorben ditentukan menurut metode modifikasi Raghuvansi (2004). Adsorben dengan varian bobot 0.1, 0.2, dan 0.3 g dimasukkan ke dalam 50 mL larutan remazol dengan konsentrasi 10, 20, dan 30 ppm, kemudian larutan dikocok dengan varian waktu 15, 30, dan 45 menit. Campuran selanjutnya disaring dan diukur absorbansnya. Kondisi yang digunakan sebagai faktor adalah waktu adsorpsi, bobot adsorben, dan konsentrasi zat warna sedangkan responsnya ialah kapasitas adsorpsi (Q) dan efisiensi adsorpsi (E). Kapasitas dan efisiensi adsorpsi dapat dihitung dengan persamaan

(20)

6

ሺ‰Ȁ‰ሻ ൌ୚ሺେ୭ିେୟሻ E (%)

=

ሺ஼௢ି஼௔ሻ

஼௢ x 100 %

Keterangan:

Q : kapasitas adsorpsi per bobot adsorben (mg/g adsorben) E : efisiensi adsorpsi (%)

V : volume larutan (mL)

Co : konsentrasi awal larutan (ppm) Ca : konsentrasi akhir larutan (ppm) m : bobot adsorben (g)

Isoterm adsorpsi ditentukan mengikuti model isoterm Langmuir dan Freundlich. Adsorben ditimbang sebanyak bobot optimum, kemudian ditambahkan 50 mL larutan zat warna pada konsentrasi 10, 15, 20, 25, dan 30 ppm dan dikocok selama waktu optimum. Setelah itu, campuran disaring dan filtrat diukur absorbansnya menggunakan spektrofotometer.

Pencirian dan Pengolahan Limbah Industri Batik

Pencirian limbah industri batik meliputi pengukuran konsentrasi warna dan pH. Konsentrasi warna ditentukan berdasarkan metode APHA 2120 C (2005) menggunakan alat spektrofotometer DR 2500 Hach. ‡‰——”ƒ ’

‡‰‰—ƒƒƒŽƒ–’‡–‡”ǤBagan alir pengolahan limbah batik dapat dilihat pada Lampiran 3 meliputi sedimentasi dan penyaringan, netralisasi, koagulasi-flokulasi, dan adsorpsi. Sedimentasi dilakukan pada limbah batik sebanyak 1 L, dilakukan selama 1 hari. Fitrat disaring menggunakan kain blacu selanjutnya dinetralisasi menurut metode Nugroho dan Ikbal (2005). Filtrat yang telah diketahui pH awalnya ditambahkan bahan penetral: jika terlalu asam, ditambahkan NaOH 13%, sebaliknya jika terlalu basa, ditambahkan H2SO4 13%.

Proses koagulasi dan flokulasi pada filtrat setelah penyaringan dan netralisasi ditentukan menurut metode modifikasi Amir dan James (2007). Filtrat dengan pH

7−8 sebanyak 150 mL pada gelas piala 250 mLditambahkan koagulan (tawas)

(21)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivasi Arang

Arang aktif adalah arang yang konfigurasi atom karbonnya telah dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain, porinya telah dibersihkan dari senyawa atau kotoran lain, sehingga permukaan dan pusat aktif menjadi luas, serta kemampuan adsorpsinya terhadap cairan dan gas meningkat (Sudrajat dan Soleh 1994). Arang aktif merupakan salah satu jenis adsorben yang efektif digunakan untuk proses adsorpsi. Bahan baku arang aktif dalam penelitian ini adalah limbah biji alpukat. Sebelum digunakan biji alpukat dijemur di bawah sinar matahari selama 3-4 hari untuk mengurangi kandungan air.

Pembuatan arang aktif diawali dengan proses pengarangan atau karbonisasi, pada suhu 400 oC selama 4 jam. Drum tempat pengarangan dijaga dalam keadaan tertutup agar tidak ada oksigen yang masuk sehingga mencegah terbentuknya abu. Pada proses karbonisasi, selulosa organik diharapkan terurai menjadi unsur karbon dan unsur-unsur nonkarbon dibebaskan. Proses karbonisasi terjadi melalui 4 tahapan. Tahap pertama adalah penguapan air pada suhu 100-120 oC, dan sampai

suhu 270 oC selulosa mulai terurai. Tahap kedua merupakan peruraian selulosa pada suhu 270-310 oC menjadi asam cuka dan metanol, gas kayu (CO dan CO2), serta

sedikit tar. Tahap ketiga berlangsung pada suhu 310-500 oC, yaitu penguraian lignin, ditandai dengan dihasilkan banyak tar, gas CO2 menurun, sedangkan gas CH4 dan

H2 meningkat. Tahap keempat terjadi pada suhu 500 oC yang merupakan tahap

pemurnian arang. sebanyak 2091 g arang dihasilkan dari 4978 g biji alpukat kering dengan kadar air sebesar 16.07%, sehingga diperoleh rendemen 42%. Rendemen arang dipengaruhi oleh tingkat kekerasan bahan baku yang digunakan. Semakin besar bobot jenis bahan baku, strukturnya akan semakin keras dan tahan terhadap proses penguraian oleh panas sehingga menghasilkan rendemen yang lebih tinggi (Komarayati et al. 2011).

Arang hasil karbonisasi kemudian diaktivasi, dengan menggunakan alat retort (tungku aktivasi) kedap udara yang terbuat dari baja tahan karat, dan dilengkapi dengan alat pemanas listrik dan pengatur suhu. Aktivasi secara fisis, dilakukan dengan mengalirkan uap panas pada suhu 700 oC selama 60 dan 90 menit, dan aktivasi secara kimiawi dilakukan dengan merendam arang dalam KOH 30% dan H3PO4 30% selama 24 jam. Perendaman bertujuan agar bahan aktivator

terserap secara optimum oleh arang sehingga dapat memperluas permukaannya.

Rendemen Arang Aktif

(22)

8

pada arang yang diaktivasi pada suhu 700 ºC selama 90 menit lalu direndam dalam kombinasi KOH 30% (AB90). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis larutan pengaktif lamanya waktu pemberian steam berpengaruh pada rendemen arang aktif. Penggunaan KOH pada AB60 dan AB90 didapati menurunkan rendemen. KOH merupakan basa kuat yang dapat mempercepat reaksi oksidasi. Meningkatnya jumlah zat yang teroksidasi akan menyebabkan rendemen berkurang. Rendemen dipertama AA60, AA90, AB60, dan AB90 menurun ketika pemberian uap air sedangkan pada AS60 dan AS90 rendemen meningkat.

Hasil Pencirian Arang aktif

Karakteristik arang aktif yang diperoleh pada penelitian ini meliputi nilai kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, karbon terikat, uji daya jerap benzena, dan uji daya jerap iodin, yang dibandingkan dengan SNI 06-3730-95. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik arang aktif

Sampel Kadar

Kadar air ditentukan untuk mengetahui sifat higroskopis arang aktif. Kadar air yang tinggi dalam arang aktif dapat mengurangi kemampuannya sebagai adsorben akibat pori arang aktif yang terisi air (Chahyani 2012). Kadar air arang aktif masih memenuhi SNI (1995) yang berkisar antara 5.18-10.16%. Data menunjukkan, penambahan KOH pada AB60 dan AB90 menyebabkan kadar airnya lebih rendah daripada AS60 dan AS90 (Lampiran 6). Penurunan kadar air ini disebabkan oleh peningkatan sifat higroskopis karbon aktif terhadap uap air. Sifat higroskopis KOH membuat air yang terdapat dalam bahan bereaksi dengan KOH. Pari (2004) menyatakan bahwa bahan pengaktif yang bersifat higroskopis dapat menurunkan kadar air dari arang aktif.

Kadar air tertinggi dimiliki oleh arang aktif AS90, yaitu 10.16%, sedangkan kadar air terendah dimiliki oleh AA90, yaitu 5.18%. Kadar air tertinggi diperoleh pada hasil aktivasi menggunakan steam (AS). Meningkatnya kadar air disebabkan oleh terserapnya uap air di udara pada saat proses pendinginan dan adanya butir–

(23)

9

Kadar Abu

Kadar abu ditentukan untuk mengetahui kandungan komponen mineral yang terdapat di dalam karbon aktif, seperti Ca, K, Na, Mg, dan komponen lain. Kadar abu yang diperoleh berkisar 7-11% (Lampiran 7). Kadar abu pada semua jenis arang aktif menunjukkan peningkatan dengan meningkatnya waktu steam (lampiran 7). Nilai tertinggi diperoleh untuk arang aktif dengan steam selama 60 menit dengan perendaman menggunakan H3PO4 30% yaitu, sebesar 10.62%. Hal yang sama juga

terjadi pada arang aktif dengan steam 90 menit, kadar abu tertinggi terjadi pada aktivasi dengan penambahan H3PO 30% dengan nilai sebesar 11.38%. Namun, nilai

yang diperoleh keduanya tidak memenuhi SNI (1995) untuk arang aktif berbentuk serbuk, yaitu kurang dari 10%. Kadar abu arang aktif diusahakan sekecil mungkin, karena tingginya kadar abu menunjukkan banyaknya mineral-mineral logam yang menutup pori-pori arang sehingga mengurangi daya jerap arang aktif.

Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang atau zat yang mudah menguap menunjukkan kandungan senyawa yang belum menguap pada proses karbonisasi dan aktivasi, sehingga dapat diperkirakan besarnya kandungan zat selain karbon pada permukaan arang aktif. Kadar zat terbang mempengaruhi kemampuan daya jerap arang aktif yang dihasilkan yang menunjukkan kesempurnaan proses penguraian senyawa nonkarbon seperti S, N2, CO2, CO, CH4, dan H2 pada proses karbonisasi dan

aktivasi. Kadar zat terbang ini telah memenuhi SNI, dan rendahnya kadar zat terbang arang aktif menunjukkan lebih sempurnanya penguraian senyawa non karbon seperti CO2, CO, CH4, dan H2 saat karbonisasi (Chahyani 2012).

Kadar zat terbang tertinggi diperoleh dari arang aktif hasil aktivasi menggunakan KOH+steam selama 90 menit,jenis AB90, karena dengan adanya steam masih terdapat gugus OH dan H yang menempel pada permukaan arang aktif selama proses aktivasi dan KOH yang ditambahkan akan melindungi bahan dari suhu yang tinggi sehingga semakin sedikit sulfur dan nitrogen dalam bahan yang ikut terbakar dan menguap pada suhu 950 °C (Sudrajat et al. 2005). Kadar zat terbang arang aktif biji alpukat berkisar 8-15% (Lampiran 8). Data tertinggi pada semua jenis arang diperoleh pada AB90, yaitu 15.38% Semakin lama waktu pemberian steam maka kadar zat terbangnya pun semakin tinggi (Lampiran 8). Kadar zat terbang semua jenis arang aktif tersebut sudah memenuhi SNI (1995) untuk karbon aktif berbentuk serbuk, yaitu kurang dari 25.00%.

Kadar Karbon Terikat

Penentuan kadar karbon terikat dilakukan untuk mengetahui kandungan karbon setelah proses karbonasi dan aktivasi. Kadar karbon terikat yang dihasilkan berkisar antara 74,42 - 81,26% (Lampiran 9) dan masih memenuhi SNI (1995), yaitu lebih dari 65%. Tinggi rendahnya kadar karbon terikat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar zat terbang dan abu. Kadar karbon terikat tertinggi untuk arang aktif biji alpukat diperoleh pada arang aktif aktivasi H3PO4 (AA60) dan kadar

(24)

10

kadar tersebut menunjukkan sedikitnya atom karbon yang bereaksi dengan uap air menghasilkan gas CO sehingga atom karbon tertata kembali membentuk struktur heksagonal yang banyak (Fauziah 2009). Sebaliknya, kadar karbon terikat terendah diperoleh pada arang aktif jenis AB90 yang memiliki kadar abu rendah dan zat terbang yang tinggi sehingga kadar karbon terikat yang diperoleh rendah. Rendahnya nilai kadar karbon terikat menunjukkan bahwa perlakuan tersebut memiliki kadar pengotor yang tinggi.

Daya Jerap Benzena

Besarnya daya jerap benzena mencerminkan permukaan arang aktif lebih bersifat nonpolar sehingga dapat digunakan untuk menjerap polutan yang juga bersifat nonpolar, serta menunjukkan kemampuan arang aktif dalam menyerap molekul dengan ukuran lebih kecil dari 6 Å (Pari, dkk 2008). Daya serap benzena yang dihasilkan berkisar antara 10.47 - 17.80% (lampiran 10). Penjerapan benzena tertinggi dimiliki oleh arang aktif AB90, yaitu 17.80% dan terendah dimiliki arang aktif AA90 sebesar 10.47%. Penggunaan KOH mengakibatkan permukaan arang aktif lebih bersifat non polar (Pari 2004). Selain itu, aktivasi menggunakan steam dapat lebih meningkatkan sifat nonpolar karena terbentuknya gugus aktif yang dapat berupa karboksil, quinon, hidroksil, karbonil, karboksilat anhidrat, maupun lakton. Hal ini menunjukkan bahwa arang aktif yang diaktivasi secara kimia dengan penambahan KOH mampu menjerap senyawa yang bersifat nonpolar lebih banyak,diduga karena aktivator memengaruhi gugus fungsi pada struktur arang aktif (Budiono 2009).

Daya Jerap Iodin

Daya jerap iodin merupakan persyaratan umum untuk menilai kualitas arang aktif. Daya jerap iodin menunjukkan kemampuan arang aktif dalam menyerap molekul mikropori bersifat nonpolar yang berukuran lebih kecil dari 10 Å dan permukaan arang aktifnya lebih bermuatan positif sehingga akan lebih menjerap senyawa yang lebih negatif (Pari et al. 2008). Daya jerap iodin yang dihasilkan berkisar 260.60–546.31 mg/g (Lampiran 11) sehingga arang aktif yang diperoleh belum memenuhi syarat SNI (1995) yaitu sebesar 750 mg/g. Daya jerap iodin yang dihasilkan keduanya cukup kecil yang menunjukkan bahwa arang aktif ini kurang mampu menjerap molekul yang berukuran kecil. Penggunaan arang aktif sebagai penjerap dalam perairan memiliki daya jerap iodin minimal 500 mg/g sehingga arang aktif tersebut dapat diaplikasikan untuk limbah batik.

Grafik pada lampiran 11 menunjukkan arang aktif dengan perendaman KOH serta pemberian steam (AB60 dan AB90),semakin meningkat waktu steam maka semakin meningkat juga daya jerap iodnya. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara aktivator dengan karbon, sehingga membentuk pori. Semakin banyak pori yang terbentuk, semakin tinggi luas permukaan karbon yang dihasilkan (Pujiyanto 2010).

Adsorpsi Zat Warna Remazol

(25)

11

0,00 1.000,00 2.000,00 3.000,00 4.000,00 5.000,00 6.000,00

Q (m

g/g)

15 30 45 menit

0.1 g 0.2 g 0.3 g 0,00

500,00 1000,00 1500,00 2000,00 2500,00

Q (m

g/g)

15 30 45

menit

0.1 g 0.2 g 0.3 g

pengukuran absorbans hasil penjerapan remazol melalui proses adsorpsi oleh arang aktif jenis AB60 yang memiliki total bilangan iodin paling tinggi (lampiran 14), sehingga persentase hilangnya warna remazol dapat ditentukan. Adsorpsi zat warna remazol dilakukan dengan membuat variasi bobot dan waktu kontak arang aktif jenis AB60, yang bertujuan menentukan bobot dan waktu kontak optimum yang akan digunakan pada proses adsorpsi. Variasi bobot yang dipilih adalah 0.1, 0.2, dan 0.3 gram, sedangkan variasi waktu kontak pada 15, 30, dan 45 menit. Gambar 2, 3, dan 4 merupakan kurva hubungan variasi bobot dan waktu kontak adsorben dengan kapasitas adsorpsi pada berbagai konsentrasi zat warna remazol. Gambar 3 menunjukkan kapasitas adsorpsi yang lebih besar pada adsorben AB60 terhadap remazol 20 ppm, dengan bobot 0.1 g pada waktu kontak 45 menit. Kapasitas dan efisiensi adsorpsi yang dihasilkan sebesar 5395.49 mg/g dan 58.27%. Data perhitungan kondisi optimum AB60 dapat dilihat pada Lampiran 15.

Gambar 2 Adsorpsi remazol 10 ppm oleh AB60

(26)

12

0,00 1.000,00 2.000,00 3.000,00 4.000,00 5.000,00 6.000,00

Q (m

g/g)

15 30 45 menit

0.1 g 0.2 g 0.3 g

Gambar 4 Adsorpsi remazol 30 ppm oleh AB60

Isoterm Adsorpsi

Tipe isoterm adsorpsi digunakan untuk mengetahui mekanisme penjerapan zat warna remazol dengan adsorben AB60. Isoterm adsorpsi Langmuir dilakukan dengan cara membuat kurva hubungan C/(x/m) terhadap C, sedangkan isoterm adsorpsi Freundlich dilakukan dengan membuat kurva hubungan log (x/m) terhadap log C (Atkins 1999). Data perhitungan isoterm adsorpsi dapat dilihat pada Lampiran 16. Adsorpsi remazol oleh adsorben AB60 menghasilkan kurva yang linear (Gambar 6). Linearitas tertinggi dihasilkan pada kurva tipe isoterm Freundlich yaitu sebesar 95.38 %, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses adsorspi remazol oleh adsorben AB60 mengikuti tipe isoterm Freundlich. Isoterm Freundlich hanya melibatkan gaya Van der Waals sehingga ikatan antara adsorbat dengan adsorben bersifat lemah. Hal ini memungkinkan adsorbat bebas bergerak hingga akhirnya berlangsung proses adsorpsi banyak lapisan (Atkins 1999).

Gambar 5 Isoterm adsorpsi Langmuir adsorben AB60 y = 2.6922x + 0.1654

R² = 0.7137

2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00

C/(x/m)

(27)

13

Gambar 6 Isoterm adsorpsi Freundlich adsorben AB60

Pencirian dan Pengolahan Limbah Industri Batik

Limbah industri batik umumnya bersifat basa, keruh, dan berkadar organik tinggi. Limbah batik yang berasal dari proses pewarnaan maupun pelepasan lilin dikumpulkan di dalam bak penampung. Sampel yang diambil dari bak penampung ini merupakan keadaan sebelum dilakukan proses pengolahan.

Tabel 2 Hasil pencirian, pengolahan dan aplikasi adsorben terhadap limbah

Tabel 2 menunjukkan bahwa kualitas air limbah industri batik berpotensi mencemari lingkungan perairan. Hal tersebut disebabkan limbah industri batik mengandung berbagai macam zat, baik zat organik yang berasal dari proses menganji dan pelepasan lilin, maupun zat anorganik yang bersal dari zat pewarna kimia dan zat penguat (Indrayani 2005). Bila air limbah batik ini dialirkan melalui perairan di sekitar pemukiman, maka hal tersebut dapat mengurangi keindahan perairan dan menurunkan mutu lingkungan perairan tempat tinggal. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan limbah agar limbah ini aman bagi lingkungan sekitar permukiman.

Alternatif untuk menghilangkan warna air limbah yang efisien dan efektif adalah dengan perlakuan secara fisik dan kimia. Menurut Babu (2007), terdapat beberapa alternatif teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah limbah cair yang mengandung zat pewarna. Teknologi tersebut meliputi netralisasi, koagulasi-flokulasi, dan adsorpsi. Limbah cair batik memiliki pH basa yaitu 9.78, sehingga perlu dinetralkan. Proses netralisasi dengan penambahan H2SO413% hingga

Proses pH

Konsentrasi

warna (PtCo) Penurunan warna (%) Aplikasi adsorben pada limbah

(28)

14

diperoleh pH sebesar 7.80. Pada beberapa jenis air limbah yang mengandung zat pewarna, dengan proses netralisasi warna sudah dapat dikurangi. Selain itu, pH netral dibutuhkan dalam proses koagulasi-flokulasi menggunakan tawas karena efektivitas kerja koagulan bergantung pada pH netral dan dosis pemakaian terhadap air limbah (Gao et al. 2005).

Limbah cair batik yang telah netral kemudian diberi perlakuan koagulasi-flokulasi menggunakan koagulan tawas. Penambahan koagulan ke dalam limbah menyebabkan padatan dan zat pewarna akan saling menempel dan membentuk partikel dengan ukuran yang lebih besar (flok). Flok selanjutnya dipisahkan melalui pengendapan dan penyaringan (Gao et al. 2005). Nilai pH memiliki pengaruh yang besar terhadap pengendapan padatan dan zat warna. Pengaturan pH koagulasi diperlukan karena koagulan tawas dapat bekerja efektif pada pH 4.5െ8, karena Al(OH)3 relatif tidak larut dalam rentang pH tersebut (Amir dan James 2008).

Namun, hasil menunjukkan bahwa pH yang dihasilkan sangat rendah sehingga koagulan tawas tidak dapat bekerja secara efektif karena tawas yang digunakan bukan tawas murni yang dimungkinkan adanya pengotor dan zat-zat lain pada tawas yang dapat mengganggu keefektifan kerja tawas. Hal ini ditunjukkan pada pH yang dihasilkan relatif kecil. Nilai pH berada di bawah rentang nilai kerja efektif.

Warna merupakan salah satu parameter pengujian dalam pengolahan limbah. Secara visual, warna setelah perlakuan koagulasi-flokulasi berbeda dengan kondisi limbah awal, yaitu intensitas warnanya lebih berkurang (Gambar 7). Penurunan konsentrasi warna terbesar terdapat pada penambahan dosis tawas 150 ppm dengan persen penurunan 74.34%. Penurunan warna akan terus terjadi sampai penurunan tersebut mencapai titik terendahnya, yang diindikasikan sebagai kondisi optimum dari dosis tawas yang diberikan. Penurunan persen konsentrasi warna disebabkan pemberian tawas, tawas yang digunakan bukan tawas murni sehingga kemungkinan lebih banyak adanya pengotor sehingga penurunan persen konsentrasi warnanya sangat tinggi.

(a) (b)

Gambar 7 Limbah batik sebelum (a) dan setelah perlakuan koagulasi (b)

Aplikasi Adsorben pada Limbah Cair Industri Batik

(29)

15 konsentrasi warnanya. Persen penurunan konsentrasi warna (Tabel 2) dari konsentrasi awal sebesar 3040 PtCo menjadi 2140 PtCo yaitu sebesar 42.06 %. Secara visual, warna limbah setelah adsorpsi mengalami perubahan yaitu menjadi lebih cerah (Gambar 14). Hasil persen penurunan konsentrasi warna menunjukkan bahwa

pengolahan limbah cair industri batik adsorben AB60 masih berada di luar baku mutu. Hal tersebut dapat disebabkan kurangnya kemampuan adsorben, karena dibutuhkan jumlah adsorben yang lebih banyak untuk diberikan pada percobaan. Selan itu, solusi lain untuk hal tersebut adalah pada proses Berdasarkan percobaan dapat dikatakan bahwa penurunan zat warna terbaik dihasilkan dengan koagulasi-flokulasi.

(a) (b)

Gambar 8 Warna limbah batik sebelum (a) dan setelah (b) adsorpsi oleh AB60

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Limbah biji alpukat yang dibuat arang aktif dapat digunakan sebagai adsorben untuk menjerap zat warna remazol pada limbah batik. Jenis arang aktif AB60 memiliki total bilangan iodin paling tinggi yang digunakan untuk mengadsorpsi zat warna remazol. Kemampuan adsorpsi AB60 terhadap zat warna limbah batik masih cukup kecil terlihat dari persen pernurunan konsentrasi warnanya yaitu, sebesar 42.06% yang menunjukkan bahwa arang aktif dari limbah biji alpukat kurang baik untuk dijadikan adsorben zat warna limbah batik.

Saran

(30)

16

DAFTAR PUSTAKA

[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard Method for the Examination of Water and Wastewater ADMI Weighed Ordinate Spectrophotometric Methods. APHA 2120&5220C. Washington: American Public Health Association.

[ASTM] America Society for Testing and Materials. 1979. Standard Test Method for Benzene, Chloroform, and Iodine Sorption of Activated Carbon.Philadelphia (US): ASTM.cv

[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 1995. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair untuk industri tekstil. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI-06-3730-1995: Arang Aktif Teknis. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Al-Kdasi A, Idris A, Saed K, Guan CT. 2005. Treatment of textile waste water by advance doxidation processes. J Global Nest the Int (6):222-230.

Alsuhendra, Zulhipri, Ridawati, dan E. Lisanti. 2007. Ekstraksi dan Karakteristik Senyawa Fenolik dari Biji Alpukat (Persea Americana Mill.). Bandung (ID). Proseding Seminar Nasional PATPI.

Amir R, James NI. 2007. Penentuan dosis optimum alumunium sulfat dalam pengolahan Air Sungai Cileueur Kota Ciamis dan pemanfaatan resirkulasi lumpur dengan parameter pH, warna, kekeruhan, dan TSS. J Infrastuktur dan Lingkungan Binaan. 2:1-11.

Apriani, Faryuni D, Wahyuni D. 2013. Pengaruh konsentrasi activator kalium hidroksida (KOH) terhadap kualitas karbon aktif kulit durian sebagai adsorben logam Fe pada air gambut. J Prisma Fisika 1 (2):82-86.

Atkins PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 1. Kartohadiprojo I, penerjemah; Rohhadyan T, Hadiyana K, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry.

Babu RB, Parande AK, Raghu S, Kumar PT. 2007. Cotton textile processing waste generation and effluent treatment. Journal of Cotton Science. 11:141-153 Budiono A, Suhartana, Gunawan. 2009. Pengaruh Aktivasi Arang Tempurung

Kelapa dengan Asam Sulfat dan Asam Posfat untuk Adsorpsi Fenol [artikel]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro

Chahyani R. 2012. Sintesis dan karakterisasi membran polisulfon didadah karbon aktif untuk filtrasi air. [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Darmawan. 2007. Pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari ubi kayu. J. Kimia dan Teknologi. 228-298.

Fauziah N. 2009. Pembuatan arang aktif secara langsung dari kulit Acacia Mangium Willd dengan aktivasi fisika dan aplikasinya sebagai adsorben. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

(31)

17 Indrayani L. 2005. Pengelolaan limbah cair industri batik Di Daerah Istimewa

Yogyakarta [tesis]. Bogor (ID): Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Karmanto dan Sulistyo R. 2014. Elektrodekolorisasi zat warna remazol violet 5R menggunakan elektroda grafit. J Kaunia 10(1): 11-19.

Komarayati S, Gusmailina, Pari G. 2011. Produksi cuka kayu hasil modifikasi tungku arang terpadu. J Pen Hasil Hutan 29(3):234-247.

Kurniawan T. 2011. Adsorben berbasis limbah padat tapioka [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Nugroho R, Ikbal. 2005. Pengolahan air limbah berwarna industri tekstil dengan

proses AOPs. JAI1(2): 163-172.

Pari G. 2004. Kajian struktur arang aktif dari serbuk gergaji kayu sebagai adsorben formaldehida kayu lapis. [disertasi]. Bogor (ID): IPB.

Pari G, Hendra D, Ridwan AP. 2008. Peningkatan mutu arang aktif kayu Acacia mangium. J PHH 24(1): 33-46.

Pujiyanto. 2010. Pembuatan Karbon Aktif Super dari Batubara dan Tempurung Kelapa. [tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Raghuvanshi SP, Sing R, Kaushik CP. 2004. Kinetics study of methylene blue dye bioadsorption on baggase. App Ecol Env Res. 2: 35-43.

Sudrajat R, Soleh S. 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

(32)

34

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 21 Mei 1991 dari Ayah Suliana dan Ibu Siti Zubaidah. Penulis merupakan anak ke-1 dari 2 bersaudara.Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SD Negeri Kauman IV Bojonegoro dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Bojonegoro dan lulus pada tahun 2006, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3 Bojonegoro dan lulus pada tahun 2009.

(33)

18

Direndam dengan KOH dan

H3PO4 20% selama 24 jam

Pemanasan pada suhu 700

0C dan dialiri uap air selama

60 dan 90 menit

Digerus dengan mortar, dan diayak dengan saringan 100 mesh

LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Biji alpukat

Aktivasi kimia

Adsorpsi

Penentuan isoterm adsorpsi pada zat warna remazol

Netralisasi

Koagulasi dan flokulasi Filtrat

Sedimentasi dan filtrasi Limbah industri batik

Arang

Aktivasi fisika

Karbon aktif

Penentuan kondisi optimum penjerapan zat

(34)

19

Kering matahari 3-4 hari

Lampiran 2 Diagram alir preparasi adsorben dan pengujiannya

Limbah biji alpukat

Arang

Aktivasi asam (AA) basa (AB), steam (AS)

Arang aktif Karakterisasi

karbon aktif

- Rendemen

- Kadar air

- Kadar abu

- Kadar zat terbang

- Kadar karbon terikat

- Daya jerap benzena

- Daya jerap iodin

Penentuan waktu, bobot, dan konsentrasi awal optimum pada larutan zat

warna remazol

Penentuan isoterm adsorpsi pada larutan zat warna remazol

(35)

20

Penambahan *NaOH 13% *H2SO4 13%

Koagulan: tawas 50, 100, dan 150 ppm v = 100 rpm

t = 10 menit

v = 60 rpm t = 30 menit Adsorben pada

kondisi moptimum

Pengocokan toptimum

Lampiran 3 Diagram alir pengolahan limbah industri batik

Pengukuran konsentrasi warna

Koagulasi

Flokulasi

Filtrat

Pengukuran konsentrasi warna dan pH

x pH

x Warna Limbah batik

Sedimentasi dan filtrasi

Filtrat

Adsorpsi Netralisasi

Filtrat

(36)

21

Lampiran 4 Syarat mutu arang aktif (SNI 06-3730-95)

Uraian Persyaratan

Butiran Serbuk Kadar zat terbang (%) Mask 15 Mask 25

Kadar air (%) Maks 4.5 Maks 15

Kadar abu (%) Maks 2.5 Maks 10

Daya jerap I2 (mg/g) Min 750 Min 750

Karbon aktif murni (%) Min 80 Min 65

Daya jerap terhadap benzena (%) Min 25 - Daya jerap terhadap biru metilen

(mg/g) Min 60 Min 120

Bobot jenis curah (g/ml) 0.45-0.55 0.3-0.35

Lolos mesh - Min 90

(37)

22

65.33

49.33

32.00 30.00 29.33

64.00

0 10 20 30 40 50 60 70

RENDEME

N (%)

JENIS ARANG

AA60 AB60 AS60 AA90 AB90 AS90 Lampiran 5 Rendemen Arang Aktif Biji Alpukat

Jenis Arang Bobot arang (g)

Bobot arang aktif

(g) Rendemen (%)

AA60 150 98 65.33

AB60 150 74 49.33

AS60 100 32 32.00

AA90 150 45 30.00

AB90 150 44 29.33

AS90 150 96 64.00

Contoh perhitungan:

Rendemen (%) = ௔

௕ x 100%

=

= 49.33% Keterangan:

a: bobot arang aktif (g) b: bobot arang (g)

Grafik rendemen arang aktif biji alpukat setelah proses aktivasi ଻ସ୥

(38)

23

AA60 AB60 AS60 AA90 AB90 AS90 Lampiran 6 Kadar Air Arang Aktif Biji Alpukat

Jenis b: bobot contoh akhir (g)

(39)

24

AA60 AB60 AS60 AA90 AB90 AS90

Lampiran 7 Kadar Abu Arang Aktif Biji Alpukat

Perlakuan Bobot contoh awal (g) b: bobot contoh akhir (g)

(40)

25

AA60 AB60 AS60 AA90 AB90 AS90

Lampiran 8 Kadar Zat Terbang Arang Aktif Biji Alpukat

Perlakuan Bobot contoh awal (g)

(41)

26

AA60 AB60 AS60 AA90 AB90 AS90 Lampiran 9 Kadar Karbon Terikat Arang Aktif Biji Alpukat

Perlakuan Kadar Zat Terbang (%)

(42)

27

AA60 AB60 AS60 AA90 AB90 AS90 Lampiran 10 Daya jerap Benzena Arang Aktif Biji Alpukat

Perlakuan Bobot contoh sebelum (g)

a = bobot sampel sebelum adsorpsi (g) b = bobot sampel setelah adsorpsi (g)

t

(43)

28

AA60 AB60 AS60 AA90 AB90 AS90 Lampiran 11 Daya Jerap Iodin Arang Aktif Biji Alpukat

Perlakuan Bobot contoh (g)

(44)

29

Lampiran 12 Spektra serapan remazol (λ = 598 nm)

Panjang

gelombang (nm) Absorbans

Panjang

gelombang (nm) Absorbans

(45)

30

0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800

Abs

orban

s

500 540 580 620 660 710 Panjang gelombang (nm)

y = 0.0188x + 0.0061 R² = 0.9869

0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000

Abs

orban

s

10 20 30 40 50 konsentrasi standar (ppm)

Spektra serapan remazol λ=598 nm

Lampiran 13 Kurva standar zat warna remazol

Kurva standar zat warna remazol Konsentrasi standar (ppm) Absorbansi

10 0,206

20 0,335

30 0,611

40 0,776

(46)

31

Lampiran 14 Penentuan total bilangan iodin arang aktif biji alpukat

Jenis Arang Aktif Rendemen (%) Daya jerap Iodin (mg/g)

Total bilangan Iodin

AA60 65.33 260.60 128.55

AB60 49.33 446.84 291.92

AS60 32.00 546.31 174.82

AA90 30.00 442.80 132.84

AB90 29.33 500.90 146.92

AS90 64.00 415.44 265.88

Contoh perhitungan:

Total Bilangan Iodin = rendemen (%) x Daya jerap iodin (mg/g) = 32.00 % x 546.31 mg/g

(47)

32

Lampiran 15 Kondisi optimum adsorpsi remazol oleh arang aktif jenis AB60 konsentrasi

Contoh perhitungan pada kondisi optimum adsorben bobot 0.1 gram dengan waktu kontak 45 menit pada remazol 20 ppm:

(48)

23

Lampiran 16 Isoterm adsorpsi remazol adsorben AB60

Co Absorbans Ce Ct m (g) x (mg)

x/m (mg/g)

isoterm langmuir Isoterm Freundlich

C C/x/m Log C Log (x/m)

10 0.118 5.9521 4.0479 0.1058 0.2024 1.9130 5.9521 3.1114 07747 0.2817

15 0.201 10.3670 4.6330 0.1046 0.2316 2.2146 10.3670 4.6812 1.0157 0.3453

20 0.289 15.0479 4.9521 0.1029 0.2476 2.4063 15.0479 6.2536 1.1775 0.3813

25 0.343 17.9202 7.0798 0.1044 0.3540 3.3907 17.9202 5.2851 1.2533 0.5303

30 0.427 22.3883 7.6117 0.1020 0.3806 3.7312 22.3883 6.0003 1.3500 0.5719

Keterangan:

m : bobot adsorben

Ce : konsentrasi akhir digunakan sebagai variabel c pada rumus isoterm Freundlich dan Langmuir

x/mmerupakan jumlah adsorbat yang teradsorpsi (mg) / bobot adsorben (gram)

x : Ct(teradsorpsi) (mg/L) x volume larutan (L) x ଵ୥

ଵ଴଴଴୫୥

Gambar

Gambar 1  Struktur zat warna remazol violet (Karmanto dan Sulistyo 2014)
Tabel 1  Karakteristik arang aktif
Gambar 3  Adsorpsi remazol 20 ppm oleh AB60
Gambar 4  Adsorpsi remazol 30 ppm oleh AB60
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pengujian suhu menggunakan LM35 bertujuan untuk mengatur suhu pada media cacing lumbricus Rubellus agar suhu pada media grajen tersebut dapat diketahui. Dari hasil

Kontribusi penting dari ajaran Markowitz adalah bahwa risiko portofolio tidak boleh dihitung dari penjumlahan semua risiko aset-aset yang ada dalam portofolio, tetapi harus

Menurut Almatsier (2002:3), konsumsi makanan berpengaruh pada status gizi seseorang, status gizi yang baik memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja

Merupakan tempat koleksi tanaman hidup yang diambil dari berbagai tempat, yang bisa diindikasikan sebagai tanaman obat, terutama tanaman langka sebagai tanaman stok / plasma

Dengan demikian maka penjualan pempers bayi ditentukan tingkat kelahiran bayi sebesar 4% selebihnya 96 ditentukan

Alternatively, you can drag & drop the paper from the Mendeley Desktop window to the document, and a reference in the current selected citation style will be

[r]