Praktikum Rekayasa Hayati-2
Program Studi Rekayasa Hayati Institut Teknologi Bandung
Modul Adsorbsi dengan Arang Aktif
BE3201 Praktikum Laboratorium:
Rekayasa Hayati-II
Program Studi Rekayasa Hayati Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati
Institut Teknologi Bandung
2023
Praktikum Rekayasa Hayati-2
Program Studi Rekayasa Hayati Institut Teknologi Bandung
1. Latar belakang
Zat warna banyak diaplikasikan pada beberapa industri diantaranya dalam industri tekstil, pencetakan kertas, kulit, fotografi warna, dan industri makanan (Sreelatha et al., 2011). Salah satu pewarna yang umum digunakan dalam industri adalah tartrazin. Pelepasan limbah zat warna dalam konsentrasi tinggi tanpa penanganan terlebih dahulu dapat menyebabkan limbah masuk ke dalam rantai makanan dan berdampak buruk bagi kesehatan manusia (Contreras et al., 2012). Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk penanganan senyawa ini adalah dengan melakukan proses adsorpsi menggunakan karbon aktif. Karbon aktif akan bereaksi dengan tartrazin melalui ikatan van der Waals sehingga zat pewarna dapat berikatan dengan karbon aktif (Marsh & Reinoso, 2006).
Adsorpsi merupakan proses isolasi senyawa dengan cara membuat senyawa yang ingin diisolasikan melekat pada zat adsorben. Proses ini umumnya diberlangsungkan pada temperatur konstan, sehingga sering disebut sebagai isoterm adsorpsi, dan pada masing-masing temperatur terdapat kesetimbangan antara cairan dengan padatan adsorben. Isotermal adsorpsi adalah persamaan yang menggambarkan hubungan antara kapasitas adsorben dengan konsentrasi dari umpan. Isotermal adsorpsi kemudian digunakan parameter-parameter lain pada sistem adsorpsi, seperti kapasitas adsorben maksimal yang dapat menampung adsorbat. Terdapat beberapa model yang dapat menggambarkan isoterm adsorpsi yaitu, Isoterm Adsorpsi Linear, Isoterm Adsorpsi Langmuir dan Isoterm Adsorpsi Freundlinch. Adapun mekanisme proses tersebut dapat berupa pertukaran ion serta afinitas maupun gaya tarik menarik antar molekul.
Terdapat beberapa parameter yang memengaruhi proses adsorpsi yang terjadi di dalam kolom adsorpsi, yaitu laju superfisial dan tinggi unggun (Sylvia et al., 2018). Dengan menentukan parameter tersebut, proses adsorpsi dapat dioptimasi. Performa dari proses adsorbsi pada kolom dapat ditinjau melalui kurva breakthrough. Efisiensi kinerja adsorpsi pada suatu kolom dapat diperoleh berdasarkan ketajaman pada kurva.
Kurva breakthrough digunakan untuk menunjukkan performa adsorbent di dalam kolom fixed bed (Chen et al., 2012). Kurva breakthrough menggambarkan sebuah rentang dimana terjadinya penurunan drastis jumlah adsorbat yang dapat diserap oleh adsorben sehingga konsentrasi effluen meningkat. Dalam kurva, terdapat titik break point yaitu titik di mana adsorben mulai melepaskan adsorbat sehingga konsentrasi efluen mencapai 5% dari konsentrasi influen sedangkan titik exhaustion point yaitu titik dimana adsorben sudah optimum mengadsorp adsorbat sehingga konsentrasi efluen 95% dari konsentrasi influen (Putri & Asnawati, 2019). Setelah titik exhaustion, akan ada titik kesetimbangan dimana keseluruhan adsorben telah jenuh dan proses adsorpsi tidak terjadi lagi sehinggan konsentrasi effluent yang keluar sama dengan konsentrasi influent.
Praktikum Rekayasa Hayati-2
Program Studi Rekayasa Hayati Institut Teknologi Bandung
Gambar 1. Kurva breakthrough (Sumber : Chowdury et al., 2013)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kurva breakthrough antara lain laju alir adsorbat, diameter kolom, jumlah adsorben (tinggi unggun), konsentrasi adsorbat, dan suhu (Akar et al., 2013). Laju alir adsorbat akan mempengaruhi residence time dan akan menggeser titik break point, konsentrasi adsorbat akan mempengaruhi rasio konsentrasi pada sumbu y, dan suhu akan mempengaruhi LUB (length of unused bed).
Panjang unggun yang tidak terpakai (length of unused bed) dapat dihitung menggunakan persamaan (1) (Belter et al., 1988).
𝑡
𝑡𝑏 = 𝑡∗(1 − 𝐿𝑈𝐵
𝐿 ) (1)
Dimana 𝑡𝑏 adalah waktu break point (s), 𝑡 ∗ adalah waktu setimbang (s), 𝐿𝑈𝐵 adalah panjang unggun yang tidak digunakan (cm), dan L adalah panjang keseluruhan unggun (cm).
Kemudian jumlah fraksi unggun yang termuati apabila konsentrasi solut pada efluen sudah mendekati konsentrasi umpan dapat ditentukan dengan persamaan (2) (Belter et al., 1988).
Praktikum Rekayasa Hayati-2
Program Studi Rekayasa Hayati Institut Teknologi Bandung
Dengan c adalah konsentrasi efluen (ppm) dan 𝑐0 adalah konsentrasi influen (ppm). Kemudian saat break point massa solut per satuan massa adsorben (qb) ditentukan dengan persamaan (4) dan (5).
𝑞𝑏 =
𝐹𝐴∫ (1 − 𝑐 𝑐0) 𝑑𝑡
𝑡𝑏 0
𝐿𝜌𝑏 (4)
𝐹𝐴 = 𝜇0𝑐0 (5) Dengan 𝑞𝑏 adalah massa solut per satuan massa adsorben, 𝑢0 adalah kecepatan superfisial umpan (cm/s), dan 𝜌𝑏 adalah densitas curah unggun (g/cm3).
Dalam bioindustri, Contoh dari aplikasi adsorpsi dalam bidang bioindustri adalah pemisahan minyak kondensat kelapa sawit dari air menggunakan adsorben ACTF (Amorphous Carbon Thin Film) berbahan dasar daun kelapa sawit itu sendiri (El-sayed et al., 2016). Pada kasus ini, dilakukan pemisahan minyak dari air untuk meningkatkan purity dari minyak sehingga tidak tercampur dengan air. Digunakan adsorben berbasis biomassa dari daun kelapa sawit untuk meminimalisir limbah.
2. Tujuan
Mempelajari performa proses adsorpsi melalui kurva breakthrough untuk variasi ketinggian unggun, dan melihat beberapa parameter operasi pada masing-masing kondisi.
3. Capaian
Capaian-capaian dari percobaan ini adalah
● Mampu mengukur karakteristik unggun, berupa diameter unggun arang aktif, porositas dan densitas curah (bulk).
● Mampu mendefinisikan kondisi umpan berupa kecepatan superfisial, dan konsentrasi solut awal.
● Mampu membangun kurva breakthrough hasil performa, dan mendefinisikan break point, waktu setimbang dan zona transfer massa.
● Mampu menghitung parameter hasil operasi berupa fraksi unggun yang termuati pada saat mencapai break point dan kesetimbangan, serta menghitung berapa jumlah massa solut yang terikat untuk setiap massa unggun pada masing-masing kondisi variasi ketinggian.
● Mampu membandingkan dan menganalisis hasil-hasil parameter untuk setiap variasi yang dilakukan.
4. Alat dan Bahan Alat:
• Kolom kromatografi
• Batang statif + klep
• Kuvet kaca
• Alu dan mortar
• Gelas ukur 10 mL
• Pipet volume 10 mL
Praktikum Rekayasa Hayati-2
Program Studi Rekayasa Hayati Institut Teknologi Bandung
• Penggaris atau meteran
• Saringan mesh 60 &80
• Tabung reaksi
• Rak tabung reaksi
• Timer digital/stopwatch
• Spatula
• Mikropipet
Bahan:
• Tip mikropipet
• Karbon aktif komersil
• AquaDM
• Kapas lemak
• Tartrazine
5. Prosedur kerja
5.1 Mengukur diameter rata-rata unggun:
● Blender karbon aktif selama 15 detik
● Arang aktif yang sudah tergerus, disaring dengan menggunakan ayakan mesh 60
● Arang aktif yang lolos kemudian disaring kembali menggunakan ayakan mesh 80
● Arang aktif yang tidak lolos ayakan mesh 80 kemudian diukur diameternya.
𝑑2 + 𝑑1 2
5.2 Mengukur porositas unggun:
● Tempatkan karbon aktif yang lolos mesh 60 dan tidak lolos mesh 80 sebanyak 5 mL di dalamgelas ukur berkapasitas 10 mL secara seksama (catat sebagai Vtotal)
● Tambahkan aquaDM dengan catatan tidak mengubah volum, catat jumlah volum cairan yang ditambahkan sebagai Vair
*Catatan: berikan guncangan saat menambahkan aquaDM agar membantu proses penetrasi air kedalam ruang kosong antar karbon aktif
● Hitung porositas dengan membandingkan volume cairan yang di tambahkan dengan volume total
Praktikum Rekayasa Hayati-2
Program Studi Rekayasa Hayati Institut Teknologi Bandung
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔+ 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎𝑔𝑒𝑙𝑎𝑠+𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
5.4 Menentukan kecepatan superfisial didalam unggun:
● Timbang kapas sebanyak 0,01 g, lalu tempatkan pada keluaran kolom secara lembut.
● Tandai titik 0 cm tepat diatas kapas
● Isi kolom tersebut dengan karbon aktif sebanyak 3 cm dari atas kapas
● Tempatkan cairan pada level yang konstan diatas unggun untuk semua variasi ketinggian.
● Buka keran kolom dan catat waktu yang dibutuhkan cairan untuk keluar dari kolom
● Ukur volume cairan keluaran kolom dan catat sebagai V
● Hitung laju alir volumetrik keluaran kolom dengan membagi volume cairan keluaran kolom dengan waktu yang dibutuhkan cairan untuk keluar dari kolom
𝑄 =𝑉
𝑡
● Laju alir volumetrik kemudian dibagi dengan luas penampang untuk didapatkan kecepatan superfisial
𝑢𝑜= 𝑄 𝐴
Terlebih dahulu dihitung luas penampang dengan persamaan 𝐴 =𝜋𝑑2
4
*Catatan: d merupakan diameter kolom
• Ulangi percobaan pada variasi tinggi unggun (karbon aktif) lainya (6 & 9 cm) 5.5 Membuat kurva baku larutan Tartrazin
● Buat larutan induk tartrazin didalam aquaDM dengan konsentrasi 100 ppm (disesuaikan jangan sampai absorbansinya melebihi 0.9)
● Lakukan pengenceran dan buat larutan dengan konsentrasi 25 ppm, 20 ppm, 15 ppm, 10 ppm, 5 ppm dan 2,5 ppm.
● Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 410 nm.
● Alurkan data untuk membuat kurva bakunya dimana sumbu y sebagai absorbansi dan x sebagai konsentrasi tartrazin.
5.6 Menentukan kurva breakthrough
● Siapkan kolom yang telah diisi dengan unggun karbon aktif dengan variasi ketinggian 3, 6, dan 9 cm.
● Siapkan larutan umpan dengan konsentrasi awal 25 ppm.
● Alirkan umpan kedalam kolom, dan pastikan level cairan diatas unggun dalam keadaan konstan (pastikan didalam unggun tidak terdapat rongga udara)
Praktikum Rekayasa Hayati-2
Program Studi Rekayasa Hayati Institut Teknologi Bandung
● Buka kerangan kolom secara konstan, dan ukur absorbansi keluarnya dalam setiap waktu pengamatan.
● Hitung parameter-parameter seperti fraksi unggun yang termuati pada saat mencapai break point dan kesetimbangan, serta menghitung berapa jumlah massa solut yang terikat untuk setiap massa unggun pada masing-masing kondisi variasi ketinggian.
● Lakukan hal yang serupa untuk satu variasi ketinggian lain. Lalu bandingkan hasilnya dan diskusikan.
6. Referensi
Akar, S. T., Balk, Y. Y., Tuna, O., Akar, T. (2013). Improved biosorption potential of Thuja orientalis cone powder for the biosorptive removal of basic blue 9. Carbohydrate Polymers, 94, 400-408.
Belter, A. P., Cussler, L. E., & Wei-SHou, H. (1988). Bioseparations: Downstream Processing For Biotechnology. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Chen, S., Qinyan, Y., Baoyu, G., Qian, L., Xing, X., Kaifang, F. (2012). Adsorption of hexavalent chromium from aqueous solution by modified corn stalk: a fixed-bed column study. Biosource Technology, 113, 114-120.
Contreras, E., Sepúlveda, L., & Palma, C. (2012). Valorization of Agroindustrial Wastes as Biosorbent for the Removal of Textile Dyes from Aqueous Solutions. International Journal of Chemical Engineering, 2012, 1–9.
El-Sayed, M., Ramzi, M., Hosny, R., Fathy, M., & Abdel Moghny, T. (2016). Breakthrough curves of oil adsorption on novel amorphous carbon thin film. Water Science and Technology, 73(10), 2361-2369.
Marsh, H., & Reinoso, F. (2006). Activated Carbon. London: Elsevier.
Putri, A. S., & Asnawati, I. D. (2019). Optimalisasi Adsorpsi Zat Warna Rhodamin B Pada Hemiselulosa dalam Sistem Dinamis. Berkala Sainstek, 7(1), 1-6.
Sreelatha, G., Ageetha, V., Parmar, J., & Padmaja, P. (2011). Equilibrium and Kinetic Studies on Reactive Dye Adsorption Using Palm Shell Powder (An Agrowaste) and Chitosan.
Journal of Chemical Engineering, 56(1), 35–42.
Sylvia, N., Hakim, L., & Fardian, N. (2018). Adsorption Performance of Fixed-Bed Column for The Removal of Fe (II) in Groundwater Using Activated Carbon Made from Palm Kernel Shells. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering. 334, 1-9.