• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang Diukur dengan Penentuan LD50 terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang Diukur dengan Penentuan LD50 terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus)."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia

mahagoni Jacq.) YANG DIUKUR DENGAN PENENTUAN LD

50

TERHADAP TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

MELIANA EKA SAPUTRI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang Diukur dengan Penentuan LD50 terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan apa pun dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Meliana Eka Saputri

(4)

ABSTRAK

MELIANA EKA SAPUTRI. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang Diukur dengan Penentuan LD50 terhadap Tikus Putih

(Rattus norvegicus). Dibimbing oleh SITI SA’DIAH dan ADI WINARTO.

Biji mahoni lazim digunakan di masyarakat sebagai ramuan tradisional pengobatan diabetes mellitus. Uji toksisitas akut ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan penggunaan ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)

sebagai antihiperglikemia. Penelitian ini menggunakan hewan coba sebanyak 20 ekor tikus putih dan dibagi menjadi 5 kelompok; 1 kelompok kontrol dan 4 kelompok perlakuan. Kelompok kontrol diberikan akuades dan kelompok perlakuan diberi suspensi sediaan uji ekstrak bji mahoni dengan dosis bertingkat sebanyak 2, 4, 8, 16 g/kg bobot badan (BB). Pemberian suspensi ekstrak dan akuades menggunakan sonde lambung dan diberikan dalam dosis tunggal. Mortalitas dan gejala klinis diamati pada 24 jam pertama setelah perlakuan dan dilanjutkan pengamatan selama 6 hari berikutnya. Hasil utama penelitian ini adalah mengetahui nilai LD50 yaitu sebesar 7.998 g/kg BB dengan kisaran 5.360 hingga 11.928 g/kg BB dan termasuk dalam kategori toksik ringan. Pengamatan histomorfologi menunjukkan adanya perubahan pada kedua organ yang dievaluasi (hati dan ginjal).

Kata kunci: histomorfologi, LD50, Swietenia mahagoni Jacq.,uji toksisitas akut.

ABSTRACT

MELIANA EKA SAPUTRI. Acute Toxicity Test Of Mahogany Seeds Extract (Swietenia Mahagoni Jacq.) Using LD50 Formulation to Albino Rats (Rattus

norvegicus). Supervised by SITI SA’DIAHand ADI WINARTO.

Mahogany seeds are commonly used as a traditional herb to treat diabetes mellitus by the local community. Acute toxicity test was done to evaluate the safety level of mahagony seeds extract as antihyperglycemic purpose. This study used 20 female white rats and divided into 5 groups; 1 group of control and 4 treatment groups. The control group was treated by oral administration of aquadest and the treatment groups by mahogany seeds extract at doses of 2, 4, 8, 16 g/kg body weight (BW). The extract suspension and aquadest were given orally by using rat stomach tubein a single dose. Mortality and clinical observations were examine in the first 24 hours post treatment and continued to 6 days afterwards. The primary output is the LD50 values, which was calculated at 7.998 g/kg BW with a range

value of 5.360 up to 11.928 g/kg BW. The LD50 value classified as a mild toxic.

Histomorphological evaluation showed that the morphological changes were identified in both ofevaluated organs (liver and kidney).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia

mahagoni Jacq.) YANG DIUKUR DENGAN PENENTUAN

LD

50

TERHADAP TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

MELIANA EKA SAPUTRI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang Diukur dengan Penentuan LD50 terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus).

Nama Mahasiswa : Meliana Eka Saputri

NIM : B04100002

Disetujui oleh

Siti Sa’diah, MSi Apt Drh Adi Winarto, PhD PAVet

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang Diukur dengan Penentuan LD50 terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus)” dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ayah, ibu, adik (Dani, Risma, Alim) atas kasih sayang, motivasi, dan doa yang dilimpahkan kepada penulis. Terima kasih kepada Siti Sa’diah,M.Si dan Drh Adi Winarto,PhD PAVet selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan dukungan, saran, motivasi, serta masukan dalam pengerjaan tugas akhir ini. Terima kasih kepada Prof. Fachriyan Hasmi Pasaribu sebagai dosen pembimbing akademik penulis. Terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah mendanai penelitian ini melalui Skim Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Penelitian Dasar untuk Bagian dengan nomor kontrak 281/IT3.41.2/L2/SPK/2013 atas nama Prof. Dr. drh. Tutik Wresdiyati, PAVet.

Ucapan terima kasih juga penulis para sahabat tercinta (Novialita Aesa Putri, Zella Nofitri, Nurul Fuadi Abbas, Venny Febriyany, St. Khadijah, Aulia Manar, Fitriah Idris, Maya Sofia, Febrinita Ulfah, Astari Bintang, Zahra Zetiara), temen-teman acromion 47 serta seperjuangan di IPB khususnya di fakultas Kedokteran Hewan atas motivasi dan dukungannya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Pada akhirnya penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis khususnya, dan umunya bagi pembaca.

Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan bagi pembaca.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) 2

Uji Toksisitas Akut 2

Organ Hati 3

Organ Ginjal 3

METODE PENELITIAN 4

Waktu dan Tempat Penelitian 4

Alat 4

Bahan 4

Prosedur Penelitian 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Nilai Lethal Dose 50 (LD50) 6

Gejala Klinis 8

Pengamatan Histomorfologi Organ 9

SIMPULAN DAN SARAN 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 16

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah kematian tikus setelah pemberian ekstrak 7 2 Kategori toksisitas berdasarkan nilai LD50 menurut Lu (1995) 7 3 Hasil pengamatan gejala klinis selama 24 jam setelah pemberian

ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) 8

DAFTAR GAMBAR

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan tanaman sebagai bahan baku obat dalam upaya mempertahankan kesehatan masyarakat telah lama kita ketahui. Sebagian obat modern yang beredar di dunia diketahui berasal dari bahan aktif yang diisolasi dan dikembangkan dari tanaman. Indonesia memiliki 25 000 - 30000 jenis tanaman dan lebih dari 1000 jenis telah diketahui dapat digunakan sebagai obat (Dewoto 2007). Tumbuhan tersebut menghasilkan metabolit sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas biologik yang beraneka ragam yang memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit.

Salah satu tumbuhan obat yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq). Masyarakat Indonesia dan India menggunakan biji mahoni untuk pengobatan diabetes mellitus (De et al. 2011). Biji mahoni memiliki efek farmakologis antipiretik, anti jamur, menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), antidiabetes mellitus, mengobati malaria, amoebiasis, batuk, dan endoparasit intestinal (Sahgal et al. 2010). Biji mahoni telah diteliti memiliki aktivitas hipoglikemik sehingga dapat digunakan untuk pengobatan diabetes mellitus (Al Hasan et al. 2011).

Sedikitnya informasi mengenai penelitian toksisitas akut biji mahoni sebagai kandidat obat antidiabetes mellitus merupakan salah satu alasan dilakukannya penelitian ini. Umumnya, tingkatan toksisitas akut suatu senyawa dapat diketahui dengan melakukan uji Lethal Dose 50 (LD50). LD50 didefinisikan sebagai dosis suatu zat yang dapat membunuh 50% hewan percobaan. Selain itu, keamanan suatu senyawa juga dapat diketahui dengan melihat perbandingan antara nilai Lethal Dose 50 (LD50) dan nilai Efektif Dose (ED50) yang disebut dengan Indeks Terapeutik (IT). Semakin besar indeks terapeutik suatu obat, maka semakin aman obat tersebut (Soemardji et al. 2002). Berdasarkan hal ini, nilai LD50 ekstrak biji mahoni sangat diperlukan untuk mengetahui tingkat keamanan penggunaannya sebagai kandidat obat antidiabetes mellitus.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat keamanan penggunaan ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) dengan mencari nilai LD50 pada tikus putih serta mengetahui efek toksik terhadap organ hati dan ginjal melalui gambaran histomorfologi.

Manfaat Penelitian

(12)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)

Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) merupakan tumbuhan tropis dan merupakan salah satu tanaman obat. Mahoni yang digunakan sebagai tanaman obat, maka sebaiknya tidak diberi pupuk kimia (anorganik) maupun pestisida. Tanaman ini banyak ditemukan di Asia Selatan (India, Sri Lanka, dan Bangladesh). Tanaman ini merupakan tanaman tahunan dengan tinggi ± 18-24 m, berakar tunggang, berbatang bulat, percabangan banyak dan kayunya bergetah. Daunnya majemuk menyirip, helaian daun berbentuk bulat telur, ujung dan pangkalnya runcing, dan tulang daunnya menyirip. Daun muda berwarna merah, setelah tua berwarna hijau. Buahnya berbentuk bulat telur, berkapsul, panjang 5-10 cm, diameter 3-6 cm, berlekuk lima, dan berwarna cokelat. Biji terdapat didalam buah dan berbentuk pipih dengan ujung agak tebal dan warnanya coklat kehitaman (Dyvya et al. 2012).

Biji mahoni diketahui mengandung flavonoid, alkaloid, terpenoid, antraquinones, cardiac glikosida, saponin, dan minyak volatil (Bhurat et al. 2011). Berikut merupakan klasifikasi Swietenia mahagoni Jacq. (ITIS 2011);

Kingdom : Plantae

Spesies : Swietenia mahagoni Jacq.

Uji Toksisitas Akut

Ketoksikan akut adalah derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi secara singkat (24 jam) setelah pemberian dalam sediaan uji. Uji toksisitas akut dilakukan untuk mengukur derajat efek suatu senyawa yang diberikan pada hewan coba tertentu, dan pengamatannya dilakukan pada 24 jam pertama setelah perlakuan. Salah satu cara memperoleh data kuantitatif uji toksisitas yaitu dengan penentuan Lethal Dose 50 (LD50).

(13)

3

Organ Hati

Hati merupakan organ terbesar dan merupakan kelenjar terbesar yang memiliki banyak fungsi kompleks. Fungsi hati yaitu memetabolisme karbohidrat, protein, kolesterol (lemak), hemoglobin, dan obat, mengekskresikan metabolit dan empedu, dan detoksikasi (Ramadori et al. 2008).

Permukaaan hati diliputi oleh lapisan jaringan ikat padat, dan ditutupi oleh peritoneum. Hati tersusun dalam lobulus yang didalamnya mengalir darah melewati sel-sel hati melalui sinusoid dari cabang vena porta hepatika ke dalam vena sentralis tiap lobulus. Setiap lobulus hati terbangun dari berbagai komponen, yaitu sel-sel parenkim hati (hepatosit), vena sentralis, sinusoid, cabang-cabangvena porta, cabang-cabang arteri hepatika, sel Kupffer dan kanalikuli billiaris. Sel-sel Kupffer yang berada dalam lumen sinusoid bertindak sebagai makrofag yang memiliki fungsi fagositik (Lu 1995).

Lobulus hati dapat dibagi menjadi tiga zona berdasarkan jaraknya dari sumber suplai darah. Zona 1 merupakan zona yang terdekat dengan suplai darah yaitu di tepi lobulus. Zona ini merupakan tempat sintesis glikogen, glikogenesis, dan metabolisme protein. Zona 1 mendapatkan suplai oksigen paling baik, namun zona ini akan terlebih dahulu terpapar oleh bahan-bahan toksik karena lokasinya yang paling dekat dengan sumber suplai darah. Zona 3 berada di sekitar vena sentralis sehingga hepatosit pada zona ini paling cepat mati karena mendapat suplai darah dengan mutu paling rendah. Zona 3 merupakan tempat penyimpanan glikogen, lemak, pigmen, dan tempat metabolisme bahan-bahan kimia. Zona 2 berada di antara zona 1 dan zona 3. Hepatosit-hepatosit pada zona 2 mendapatkan suplai darah berkualitas sedang dan berbagi fungsi dengan zona lainnya (Maher 1997).

Organ Ginjal

Ginjal merupakan organ yang mempunyai fungsi utama dalam mengeksresikan nitrogenous wastes seperti ureum, uric acid, kreatinin, dan ammonium. Pada studi toksisitas, fungsi ginjal dapat dievaluasi melalui urinalisis dan serum darah. Serum darah yang diperiksa adalah kreatinin dan ureum. Ureum disintesis dari ammonia selama proses katabolisme protein. Kadar ureum bergantung pada jumlah asam amino yang yang dikatabolis. Jumlah ureum bervariasi dalam urin sesuai dengan jumlah ureum yang difiltrasi dan masukan protein diet. Kadar ureum yang tinggi diakibatkan oleh faktor gangguan ginjal, diet tinggi protein, dan proses katabolisme jaringan. Kadar ureum rendah dikarenakan kurangnya asupan protein akibat kurang makan, gangguan penyerapan, dan akibat insufiensi hati (Al Jazi et al. 2013).

(14)

4

infeksi ginjal atau masuknya bahan-bahan racun, polutan, dan obat-obatan yang merusak ginjal dapat menyebabkan terhambatnya proses pembentukan urin. Gangguan yang paling jelas pada kasus gagal fungsi ginjal adalah kemampuan filtrasi glomerulus menurun. Akibatnya, jumlah urin berkurang, tekanan darah meningkat dan timbul racun metabolisme dalam darah, terutama limbah metabolisme nitrogen seperti urea dan kreatinin (Sulistyowati et al. 2013).

Kerusakan dapat menyebabkan berbagai dampak baik secara morfologi maupun fungsional. Secara morfologis, kerusakan glomerulus ditandai dengan terjadinya nekrosa dan ploriferasi dari sel membran serta infiltrasi leukosit. Rusaknya glomerulus secara fungsional ditandai dengan berkurangnya perfusi aliran darah, lolosnya protein dan makro molekul lain dalam jumlah yang besar pada filtrat glomerulus. Kerusakan pada glomerulus juga dapat berupa atrofi dan fibrosis sehingga menyebabkan atrofi sekunder pada tubulus renalis. Secara mikroskopis kelainan dijumpai pada tubulus kontortus proksimal dapat berupa degenerasi hidropis, degenerasi lemak, nekrosis, dan kalsifikasi.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL) Fakultas Kedokteran Hewan, serta Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi, Farmakologi, dan Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2013 hingga Februari 2014.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji mahoni, organ hati dan ginjal, etanol 96%, akuades, paraformaldehid 4%, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 95%, alkohol absolut, xylol, parafin, pewarna Hematoxylin

dan Eosin (HE).

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah vacum rotary evaporator, kandang tikus, timbangan digital, spuit, sonde lambung, tabung erlenmeyer, mortar, tissue basket, toples, scalpel, tissue embedding console, balok kayu,

microtome,object glass, cover glass, mikroskop cahaya, inkubator, kulkas, dan penangas air.

ProsedurPenelitian

Persiapan Hewan Coba

(15)

5 adaptasikan selama 2 minggu dalam kandang kelompok agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kandang tikus ditempatkan pada ruangan yang dilengkapi dengan exhauster untuk mengurangi penumpukan gas amonia. Kandang terbuat dari plastik yang ditutup dengan kawat. Dasar kandang dialasi dengan serbuk kayu yang diganti setiap 2 hari sekali. Pemberian pakan dan minum diberikan secara ad libitum.

Pembuatan Ekstrak Biji Mahoni

Biji mahoni diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan larutan etanol 96% dengan perbandingan 1:5 selama 24 jam. Maserat yang diperoleh diuapkan dengan vacum rotary evaporator pada suhu 50 oC hingga diperoleh ekstrak kering. Selanjutnya pembuatan suspensi ekstrak dengan mencampurkan ekstrak biji mahoni dengan akuades hingga homogen dengan konsentrasi 300 mg/ml .

Pengujian Toksisitas Akut pada Tikus

Sebanyak 20 ekor tikus putih galur Sprague Dawley dibagi menjadi 5 kelompok yang terdiri dari kelompok kontrol dan 4 kelompok perlakuan. Kelompok kontrol (K) diberi akuades 1.5 ml sedangkan kelompok perlakuan diberikan suspensi ekstrak biji mahoni dengan dosis bertingkat. Dosis yang dipilih pada penelitian ini sebesar 2 g/kg BB (P1), 4 g/kg BB (P2), 8 g/kg BB (P3), dan 16 g/kg BB (P4). Pemberian ekstrak biji mahoni dilakukan menggunakan sonde lambung. Volume maksimum larutan untuk tikus 200 g yaitu 5 ml (Assagaf 2013). Pengamatan dilakukan selama 24 jam hingga satu minggu (Hajra et al. 2012). Parameter utama yang diamati untuk menentukan nilai Lethal dose 50 (LD50) adalah mortalitas tikus.

Perhitungan LD50 dengan Metode Weil

Salah satu cara menentukan nilai LD50 adalah dengan menggunakan menggunakan metode Weil (Harmita dan Radji 2004). Metode Weil memiliki rumus sebagai berikut:

Untuk mengetahui kisaran nilai LD50 digunakan rumus :

Keterangan :

D : Dosis terkecil yang digunakan d : Log dari kelipatan dosis (Log R) f : Faktor pada tabel Weil

df : Faktor pada tabel Weil

Pembuatan Preparat Histologi

Tikus pada kelompok perlakuan yang telah mati diambil organ hati dan ginjal kemudian difiksasi dengan paraformaldehid 4% selama satu minggu. Organ dipotong dengan ukuran ±0.5 x 0.5 cm2 dan dimasukkan dalam tissue basket. Jaringan tersebut direndam dengan alkohol 70%, kemudian dilakukan dehidrasi pada konsentrasi alkohol 80%, 90%, 95% masing-masing selama satu hari, dilanjutkan dengan perendaman pada larutan alkohol absolut I,II,III

masing-log LD50 = masing-log D + d (f+1)

(16)

6

masing selama satu jam kemudian dilakukan penjernihan (clearing)pada larutan

xylol I,II,III masing-masing selama satu jam.

Tahap selanjutnya adalah parafinisasi, pada tahap ini jaringan direndam dengan parafin I, parafin II, dan parafin III dalam inkubator 68oC masing-masing selama satu jam. Tahap embedding atau pengeblokan kemudian dilakukan dengan memasukkan jaringan ke dalam cetakan berisi parafin cair. Jaringan kemudian didinginkan hingga mengeras dalam suhu kamar sehingga terbentuk blok parafin. Penyayatan (section) dilakukan dengan memasang blok parafin dalam holder, kemudian diiris tipis dengan menggunakan pisau mikrotom setipis mungkin (5 m). Jaringan kemudian dilekatkan dengan object glass.

Pewarnaan Hematoxylin dan Eosin

Pewarnaan dimulai dengan tahap deparafinisasi dan rehidrasi. Preparat jaringan dimasukkan secara berturut-turut pada larutan xylol, alkohol absolut, 95%, 80%, 70% masing-masing selama tiga menit, kemudian ke dalam akuades selama 5 menit.

Preparat jaringan kemudian diteteskan dengan pewarna hematoxylin selama dua menit kemudian dibilas dengan air mengalir dan dilakukan pewarnaan eosin

selama dua menit. Tahap selanjutnya adalah dehidrasi jaringan pada larutan alkohol 70%, 80%, 95%, dan alkohol absolut masing-masing selama tiga menit. Preparat jaringan selanjutnya dimasukkan dalam xylol selama lima menit untuk penjernihan (clearing). Preparat yang telah terwarnai direkatkan pada kaca penutup dengan menggunakan DPX mounting medium atau entelan.

Analisis Data

Data kuantitatif penentuan nilai LD50 diolah dengan menggunakan metode Weil dan data kualitatif dari hasil pengamatan histomorfologi ditampilkan secara deskripsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah nilai dan kisaran LD50 ekstrak biji mahoni, dan efek toksik pada organ hati dan ginjal melalui gambaran histomorfologi.

Hasil

Nilai Lethal Dose 50 (LD50)

(17)

7 BB (P4) selama pengamatan 24 jam setelah pemberian ekstrak biji mahoni dengan persentase kematian masing-masing sebesar 50% dan 100%. Jumlah tikus percobaan yang mati dalam kelompok perlakuan P1, P2, P3, dan P4 membentuk pola kematian (r) = 0,0,2,4 dengan nilai f dan df pada tabel Weil masing-masing sebesar 1.00000 dan 0.28868.

Nilai LD50 ekstrak biji mahoni diperoleh sebesar 7.998 g/kg BB dengan kisaran nilai LD50 sebesar 5.360 g/kg BB hingga 11.928 g/kg BB. Berdasarkan kategori toksisitas Lu (1995), ekstrak biji mahoni tersebut berada dalam kategori toksik ringan karena berada pada kisaran nilai 5-15 g/kg BB. Penelitian uji toksisitas akut ekstrak biji mahoni yang telah dilakukan oleh Sahgal et al. (2010) dan Naveen et al. (2014) diperoleh nilai LD50 pada mencit yaitu lebih dari 5 g/kg BB dan pada penelitian Hajra et al. (2012) diperoleh nilai LD50 ekstrak biji mahoni pada tikus Wistar lebih dari 1 g/kg BB. Berdasarkan hal tersebut, hasil yang diperoleh pada penelitian ini memberikan informasi terbaru mengenai nilai dan kisaran LD50 ekstrak biji mahoni. Kategori toksisitas menurut Lu seperti tampak pada Tabel 2.

Tabel 2 Kategori toksisitas berdasarkan nilai LD50 menurut Lu (1995)

Kategori Lethal Dose 50 (LD50)

Supertoksik 5 mg/kg BB atau kurang

Amat sangat toksik 5-50 mg/kg BB

Sangat toksik 50-500 mg/kg BB

Toksik sedang 0.5-5 g/kg BB

Toksik ringan 5-15 g/kg BB

Praktis tidak toksik >15 g/kg BB

(18)

8

Gejala Klinis

Gejala yang teramati pada hewan percobaan selama periode pengamatan mortalitas hewan coba 24 jam setelah pemberian sediaan ekstrak biji mahoni tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3 Hasil pengamatan gejala klinis selama 24 jam setelah pemberian ekstrak biji mahoni

Kelompok perlakuan

Dosis sediaan uji (g/kg BB)

Jumlah hewan coba Gejala klinis yang timbul

Kontrol Akuades 4 Tidak ada Ekstrak biji mahoni diketahui mengandung senyawa flavonoid, saponin, triterpenoid, dan alkaloid (Wresdiyati et al.2013). Menurut Marlinda et al. (2012), senyawa aktif yang terdapat dalam tanaman obat hampir selalu toksik apabila diberikan dalam dosis tinggi. Gejala klinis yang terlihat setelah pemberian ekstrak biji mahoni menunjukkan bahwa ekstrak tersebut berpotensi mendepres sistem syaraf pusat. Penelitian Naveen et al. (2014) pada mencit juga menunjukkan gejala klinis berupa kelemahan, anoreksia, keluar cairan dari mata dan telinga, dan susah bernafas akibat keracunan ekstrak biji mahoni. Ekstrak biji mahoni bersifat depresan kemungkinan disebabkan oleh kandungan senyawa flavonoid (Panda et al. 2010). Senyawa flavonoid diteliti dapat mendepres sistem syaraf pusat (Fernandez et al. 2006; Kumar et.al 2011).

Kematian dari tikus percobaan kelompok dengan pemberian dosis 8 g/kg BB (P3) dan 16 g/kg BB (P4) kemungkinan disebabkan oleh kegagalan pernafasan akibat depresi pusat pernafasan. Kegagalan pernafasan akan menyebabkan gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga menimbulkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbon dioksida di jaringan. Apabila kondisi ini telah sampai di otak, maka dapat menyebabkan kerusakan membran sel susunan syaraf pusat sehingga mengakibatkan timbulnya gejala berupa kejang hingga kematian.

(19)

9 kerusakan otak yang permanen sehingga menyebabkan kematian (Cryer 2007). Selain itu, kematian juga dapat disebabkan oleh diare akut karena keracunan zat toksik. Hal ini dikarenakan kondisi diare yang terjadi terus-menerus dalam waktu singkat dapat menyebabkan tubuh hewan mengeluarkan cairan tubuh yang banyak sehingga menyebabkan tubuh dehidrasi. Dehidrasi berat kemudian dapat menyebabkan hantaran oksigen dan perfusi jaringan tidak optimal sehingga menyebabkan syok hipovolemik yang dapat berujung pada kematian (Hardisman 2013).

Pengamatan Histomorfologi Organ

Penggunaan ekstrak biji mahoni sebagai kandidat obat diabetes mellitus harus aman bagi tubuh dan tidak merusak organ. Keamanan penggunaan obat tersebut salah satunya dapat dilihat dari pengamatan secara histomorfologi. Organ yang dilakukan pemeriksaan histomorfologi adalah hati dan ginjal. Hasil pengamatan histomorfologi pada organ hati memperlihatkan ekstrak biji mahoni menimbulkan kerusakan berupa degenerasi lemak disekitar vena sentralis pada dosis 16 g/kg BB (P4) sedangkan pada organ ginjal, kerusakan berupa degenerasi dan nekrosis telah dapat dilihat pada dosis 8 g/kg BB (P3).

Perubahan Histomorfologi Hati

Hati merupakan organ yang sering menjadi sasaran zat toksik karena memiliki fungsi detoksifikasi (menawarkan racun dalam tubuh). Perubahan yang terjadi pada jaringan hati setelah adanya paparan toksik dapat berupa degenerasi hidropis, degenerasi lemak, dan nekrosis sedangkan pada interstitium dapat terjadi perubahan berupa kongesti dan dilatasi sinusoid. Pengamatan histomorfologi hati (Gambar 1) setelah pemberian ekstrak biji mahoni menunjukkan adanya perubahan hepatosit di daerah vena sentralis. Perubahan yang ditemukan meliputi adanya dilatasi sinusoid dan degenerasi lemak, sedangkan nekrosa (kematian sel) tidak ditemukan.

Pada kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak biji mahoni sebanyak 8 g/kg BB (P3), terlihat sitoplasma hepatosit tidak menunjukkan adanya perubahan jika dibandingkan pada jaringan hati tikus kelompok kontrol. Perubahan berupa degenerasi lemak dapat ditemukan pada kelompok perlakuan dengan dosis 16 g/kg BB (P4), namun tidak ditemukan adanya kematian sel (nekrosa).

(20)

10

Gambar 1 Histomorfologi jaringan hati tikus yang diberi ekstrak biji mahoni di daerah vena sentralis (panah hitam). Jaringan hati kelompok K (kontrol) dan kelompok perlakuan P3 (dosis 8 g/kg BB) terlihat normal, kelompok perlakuan P4 (dosis 16 g/kg BB) mengalami dilatasi sinusoid (panah merah), degenerasi lemak (panah biru). Pewarnaan HE.

Degenerasi lemak ditandai dengan adanya akumulasi lemak atau trigliserida dalam sitoplasma hepatosit. Kelainan ini adalah bentuk perubahan yang sering ditemukan pada hati. Faktor penyebab degenerasi lemak dapat disebabkan karena senyawa toksin, malnutrisi protein, diabetes mellitus, obesitas, kelebihan konsumsi lemak, dan anoksia (Suhita et al. 2013; Nazaruddin et al. 2014). Senyawa toksin yang mengakibatkan degenerasi lemak sel hati dapat berupa senyawa chloroform, carbon tetrachlorida, glikosida, dan alkaloid yang berasal dari tanaman tertentu.

Jalur metabolisme lemak di hati diawali dengan sintesa trigliserida (lemak netral) di Smooth Endoplasmic Reticulum (SER). Trigliserida tersebut kemudian bergabung dengan apoprotein yang disintesa di Rough Endoplasmic Reticulum

(21)

11 Penyebab lain dari degenerasi lemak adalah adanya kelebihan konsumsi lemak. Ekstrak biji mahoni diketahui memiliki kandungan lemak tinggi, glikolipid, fosfolipid, dan asam lemak bebas dalam jumlah besar seperti asam myristic, asam palmitat, asam oleat, dan asam arachidonat (Rahman et al. 2010; Suliman et al. 2013), sehingga pemberian ekstrak biji mahoni dengan dosis besar berpotensi menyebabkan terjadinya deposit atau penimbunan lemak tersebut dihati.

Degenerasi lemak yang terjadi pada kelompok perlakuan juga dapat terjadi karena gangguan metabolisme lemak yang disebabkan oleh kondisi hipoksia akibat efek depresan SSP ekstrak biji mahoni. Kondisi hipoksia dapat menghambat oksidasi asam lemak yang masuk kedalam sel di mitokondria menyebabkan perubahan berupa degenerasi lemak (Wulandari et al. 2007). Kerusakan hati yang berupa degenerasi bersifat reversible dan dalam jumlah yang rendah tidak berbahaya dan dapat kembali normal (Chodidjah et al. 2007).

Perubahan Histomorfologi pada Ginjal

Nefron merupakan unit fungsional dari ginjal yang terdiri dari korpuskulus renalis dan tubulus renalis. Korpuskulus renalis terdiri dari kapsula Bowman dan glomerulus. Tubulus proksimal terdiri dari sel epitel kubus dengan inti basal dan permukaan luminal terdiri dari brush border yang berjajar. Tubulus distal terdiri dari sel epitel kubus dan menyusun sepertiga dari total tubulus.

Hasil pemeriksaan histomorfologi ginjal tikus setelah pemberian ekstrak biji mahoni pada kelompok perlakuan memperlihatkan adanya perubahan pada korpuskulus dan tubulus renalis (Gambar 2). Ruang kapsula Bowman mengalami perluasan terjadi pada tikus kelompok perlakuan dengan dosis 8 g/kg BB (P3) dan 16 g/kg BB (P4). Hal ini mengindikasikan glomerulus mulai mengalami pengecilan (atropi). Glomerulus merupakan kapiler komplek yang mempunyai fungsi utama dalam filtrasi (penyaringan) darah. Daya filtrasi dapat terganggu apabila terjadi kerusakan glomerulus sehingga berpotensi untuk mengalirkan zat racun ke tubuli dan menyebabkan lolosnya protein dan makromolekul dalam jumlah besar pada filtrat glomerulus (Sulistyowati et al. 2013).

Menurut Hock dan Elstner (2005), derajat kerusakan tergantung pada sifat dan jumlah senyawa yang masuk ke dalam aliran darah, karena efektifitas toksin sangat bergantung pada tiga faktor yaitu jenis senyawa, konsentrasi, dan target organ. Kerusakan jaringan ginjal selain terjadi di korpuskulus renalis juga dapat ditemukan tubulus ginjal. Perubahan yang dapat ditemukan di tubulus ginjal berupa degenerasi hidropis hingga nekrosa.

(22)

12

Gambar 2 Histomorfologi jaringan ginjal setelah pemberian ekstrak biji mahoni. Jaringan ginjal kelompok K (kontrol) terlihat normal, jaringan ginjal kelompok perlakuan P3 (dosis 8 g/kg BB) dan P4 (dosis 16 g/kg BB) terlihat mengalami perluasan ruang kapsula Bowman (panah merah), degenerasi hidropis (panah hitam), dan nekrosa (panah biru). Pewarnaan HE.

Nekrosa merupakan bentuk kematian sel yang bersifat permanen (irreversible) sebagai bentuk lanjutan dari degenerasi. Nekrosa juga dapat disebabkan oleh kondisi hipoksia yang terjadi selama perjalanan dari degenerasi sel. Nekrosa pada tubulus ginjal terjadi pada kelompok perlakuan dengan dosis 8 g/kg BB (P3) dan dosis 16 g/kg BB (P4). Sel yang mengalami nekrosa menunjukkan perubahan pada inti dan sitoplasma. Inti akan mengecil dan berwarna biru akibat penggumpalan kromatin inti yang disebut dengan piknosis. Inti sel bisa juga hancur (karyoreksis) dan bahkan menghilang (karyolisis). Nekrosa juga ditandai dengan adanya infiltrasi sel radang untuk memfagosit sel yang mati (Ratih et al. 2008), namun pada penelitian ini belum terlihat adanya infiltrasi sel radang tersebut. Hal ini diduga karena proses nekrosa terjadi dalam waktu yang singkat (akut).

(23)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nilai LD50 ekstrak biji mahoniadalah 7.998 g/kg BB dengan kisaran nilai LD50 sebesar 5.360 hingga 11.928 g/kg BB. Nilai LD50 termasuk dalam kategori toksik ringan sehingga relatif aman digunakan. Pengamatan histomorfologi menunjukkan adanya perubahan pada jaringan hati berupa degenerasi lemak namun tidak ditemukan adanya nekrosa sedangkan pada organ ginjal, kerusakan berupa degenerasi dan nekrosa telah terlihat mulai pada pemberian dosis 8 g/kg BB (P3). Berdasarkan kedua organ yang dievaluasi secara histomorfologi, diketahui ekstrak biji mahoni lebih bersifat nefrotoksik.

Saran

Perlu dilakukan pengamatan histomorfologi lebih lanjut pada organ tubuh selain hati dan ginjal untuk mengetahui efek toksik yang timbul pada organ tersebut dalam penggunaan biji mahoni sebagai obat. Selain itu, perlu dilakukan pengujian lebih lanjut tentang toksisitas subkronis atau kronis biji mahoni sebagai kandidat obat diabetes mellitus serta perlu dilakukan beberapa perhitungan LD50 dengan menggunakan metode lain sebagai pembanding.

DAFTAR PUSTAKA

Al Hasan SMM M, Khan MI, Umar BU. 2011. Effect of ethanolic extract of

Swietenia mahagony seeds on experimentally induced diabetes mellitus in rats. Faridpur Med. Coll. J.6(2): 70-73.

Al Jazi BZ, Ali KO, Raeesa AM, Saada A, Asim AS, Fozia K. 2013. The effect of high casein diet on the histology and function of rat kidney.Int J Health Sci Res. 13(3):1-12.

Assagaf, F. 2013. Uji toksisitas akut (Lethal Dose 50) ekstrak etanol daun gedi merah (Abelmonchus manihot L.) terhadap tikus jantan galur wistar (Rattus norvegius L.).Jurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT.2(1):23-27.

Bhurat MR, Bavaskar SR, Agrawal AD, Bagad YM. 2011. A Phytopharmacological Swietenia mahagoni Linn. Asian J. Pharm. Res. 1(1):1-4.

Chodidjah, Widayati E, Utari. 2007. Pengaruh pemberian air rebusan meniran (Phyllantin niruri Linn) terhadap gambaran histopatologi hepar tikus wistar yang terinduksi CCL4. Jurnal Anatomi Indonesia. 2(1): 8-12.

Cryer PE. 2007. Hypoglicemia, functional brain failure,and brain death. J Clin Invest. 117(4):868-870.doi:10.1172/JCI31669.

(24)

14

based approach with antioxidative and antihyperlipidemic activities.

Evidence Based Complementary and Altenative Medicine. 2011(1):1-4. Dewoto HR. 2007. Pengembangan obat tradisional indonesia menjadi biofarmaka.

Maj Kedokt Indon. 57(7):205-211.

Diwan FH, Hassan AA, Mohammed ST. 2000. Effect of saponin on mortality and histopathological changes in mice.Eastern Mediterranean Health Journal.6:345-351.

Dyvya K, Pradeep HR, Kumar KK, Hari VKR, Jyothi T. 2012. Herbal drug

Swietenia mahagoni jacq.Global J Res. Med. Plants & Indigen. Med.

1(10):557-567.

[EPA] Environmental Protection Agency. 2002. Methods for Measuring the Acute Toxicity of Effuents and Receiving Waters to Freshwater and Marine Organism. Washington (US): United States Environmental Protection Agency. p 41-50.

Fernandez SP, Wasowski C, Loscalzo LM, Granger RE, Johnston GAR, Paladini AC, Marder M. Central nervous system depressant action of flavonoid glycosides. European Journal of Pharmacology. 539(2006):168-176.

Hock B, Eltsner EF. 2005. Plant Toxycology. 4th Edition. New York (US) : Marcel Dekker. p 331-469.

Hajra S, Mehta A, Panday P. 2012. Immunostimulating activity of methanolic extract of Swietenia mahagoni seeds.Int J Pharm Pharm Sci.4(1):442-445. Hardisman. 2013. Memahami patofisiologi dan aspek klinis syok

hipovolemik:update dan penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas.2(3):178-181. Harmita, Radji M. 2004. Buku Ajar Analisis Hayati. Depok (ID): Departemen

Farmasi Fakultas MIPA Univesitas Indonesia. hlm 49-78.

Harsa IMS. 2014. Efek pemberian diet tinggi lemak terhadap profil lemak darah tikus putih (Rattus norvegicus). Jurnal Ilmiah Kedokteran.3(1):21-28. [ITIS] Integrated Taxonomic Information System. 2011. Swietenia mahagoni (L.)

Jacq [Internet]. [diunduh 5 Juli 2014]. Tersedia pada: http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TNS&search _value=29026.

Kumar B, Sandhar HK, Prasher S, Tiwari P, Salhan M, Sharma P. 2011. Phytochemistry and pharmacology of flavonoids. Internationale Pharmaceutica Sciencia. 1(1):25-41.

Lu FC. I995. Toksikologi Dasar : Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Risiko.Nugroho E, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari:

Basic Toxicology: Fundamentals, Target Organs, and Risk Assesment. Ed ke-2. hlm 85-104.

Naveen YP, Rupini GD, Ahmed F, Urooj A. 2014. Pharmacological effects and active phytoconstituents of Swietenia mahagoni. J IntegrMed. 12(2):86-93.doi: 10.1016/S2095-4964(14)600 18-2.

Maher JJ. 1997. Exploring alcohol’s effect on liver function. Alcohol Health And Research World.21(1):5-12.

Marlinda M, Sangi MS, Wuntu AD. 2012. Analisis senyawa metabolit sekunder dan uji toksisitas ekstrak etanol biji buah alpukat (Persea americana Mill).

Jurnal MIPA UNSRAT. 1(1):24-28.

(25)

15 hepatopankreatika parvovirus (HPV). 2014. Jurnal kedokteran hewan. 8(1):27-29.

Panda SP, Bera S, Naskar S, Ardhikary S, Kandar CC, Haldar PK. 2010. Depressant and anticonvulsant effect of methanol extract of Swietenia mahagoni in mice. Indian J.Pharm.Educ. Res. 44(3):283-287.

Paramveer D, Chanchal M, Paresh M, Rani A, Shrivastava B, Nema RK. 2010. Effective alternative methods of LD50 help to save number of exprimental animals. J. Chem. Pharm. Res. 2(6):450-453.

Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta (ID) : EGC. hlm 472-476.

Rasyad AA, Mahendra P, Hamdani Y. 2012. Uji nefrotoksik dari ekstrak etanol biji mahoni ( Swietenia mahagoni Jacq.) terhadap tikus putih jantan galur wistar. JPS MIPA UNSRI. 15 (2C): 79-82.

Rahman MA, Akther P, Roy D, Das AK. 2010. Antinociceptive and neuropharmalogical activities of Swietenia mahagoni (L.) Jacq.

Pharmacologyonline.3(1): 225-234.

Ramadori G, Moriconi F, Malik I, Judas J. 2008. Physiology and pathophysiology of liver inflamation, damage, and repair. Journal of Physiology and pharmacology. 59 (1):107-117.

Ratih D, Rahayu E, Praptiwi. 2008. Uji toksikopatologi hati dan ginjal mencit pada pemberian ekstrak pauh kijang (Irvingia malayana Oliv ex A. Benn). . J Maj f Ind. 19(4):172-177.

Sahgal G, Ramanathan S, Sasidharan S, Mordi MN, Ismail S, Mansor SM. 2010. Brine shrimp lethality and acute oral toxycity studies on Swietenia mahagoni (Linn.) Jacq. seed methanolic extract. Pharmacognosy Res. 2(4):215-220.doi: 10.4103/0974-8490.69107.

SoemardjiAA, Kumolosari E, Aisyah C. 2002. Toksisitas akut dan penentuan LD50 oral ekstrak air daun gandarusa (Justicia gendarussa Burm. F) pada mencit swiss webster. Jurnal Matematika dan Sains. 7(2): 57-62.

Suhita NLPR, Sudira IW, Winaya IBO. 2013. Histopatologi ginjal tikus putih akibat pemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica) peroral. Buletin Veteriner Udayana. 5(2):71-78.

Suliman MB, Azhari HN, Yusoff MM, Abdurahman HN, Kuppusamy P, Yuvaraj AR, Adam SM. 2013. Fatty acid composition and antibacterial activity of

Swietenia macrophylla king seed oil. Afr. J. Plant Sci. 7(7):300-303.doi: 10.5897/AJSP2013.1039.

Sulistyowati Y, Setyobroto I, Anggiana R, Pratiwi R. 2013. Pengaruh pemberian ekstrak air herba ciplukan (Physalisangulata L.) terhadap histologi ginjal tikus jantan galur Sprague dawley hiperglikemia. Prosiding seminar nasional 2013. 461-468.

Wresdiyati T, Winarto A, Sa’diah S. 2013. Identifikasi dan Optimasi Biji Mahoni

(Swietenia mahagoni) sebagai Anti diabetes pada Hewan Kesayangan (Pet Animal).Laporan hasil penelitian LPPM IPB.

(26)

16

Lampiran 1

1) Nilai LD50 menurut metoda Weil (1952)

D = dosis terkecil yang diberikan d = log dari kelipatan dosis (log R) f = suatu bilangan dalam tabel weil df = suatu faktor dalam tabel weil

n = jumlah tikus yang digunakan ditiap kelompok Nilai LD50 ekstrak maserasi etanol biji mahoni

n = 4, r = 0,0,2,4 f = 1.00000 df = 0.28868

Log LD50 = log D + d(f + 1)

= log 2 + log 2 (1.00000 + 1) = 0.301 + 0.301 (2.00000) = 0.301 + 0.602 = 0.903 LD50 = antilog log LD50

= antilog 0.903 = 7.998 g/kg BB

2) Perhitungan rentang LD50 ekstrak maserasi etanol total

Diketahui : df = 0.28868 d = 0.301

LD50 = 7.998 g/kg BB

Rentang LD50 terendah = antilog (log 7.998 – (2 x 0.301 x 0.28868) = antilog ( 0.9029 – 0.1737)

= antilog 0.7292

= 5.360 g/kg BB

Rentang LD50 tertinggi = antilog (log 7.998 + (2 x 0.301 x 0.28868) = antilog ( 0.9029 + 0.1737)

= antilog 1.0766

=11.928 g/kg BB

Nilai Rentang LD50 = (5.360 g/kg BB – 11.928 g/kg BB) Log LD50 = log D + d (f+1)

(27)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lancirang, Kabupaten Sidrap, Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 24 Mei 1992 dari Bapak Zainuddin dan Ibu Napisah. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 2 Tinggimoncong, Kab. Gowa, Prov. Sulawesi Selatan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dengan pilihan Program Studi Fakultas Kedokteran Hewan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah magang di BIB Lembang dan Stasiun Karantina Pertanian Kelas 1 Perepare.Penulis juga pernah mengikuti pelatihan Kepemimpinan dan Pembangunan Karakter di Forum Indonesia Muda, Cibubur tahun 2014. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Anatomi Veteriner 1 pada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum Anatomi Veteriner 2 pada tahun ajaran 2012/2013, dan asisten Histologi Veteriner 2 pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga pernah aktif dibeberapa organisasi diantaranya sebagai staf Biro IPB Social Politic Center, BEM KM IPB periode 2011/2012 dan sebagai Sekretaris Umum Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia FKH IPB periode 2012/2013.

Penulis menyelesaikan Program Studi Sarjana Kedokteran Hewan IPB

dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji

Gambar

Tabel 3 Hasil pengamatan gejala klinis selama 24 jam setelah pemberian ekstrak biji mahoni
Gambar 1 Histomorfologi jaringan hati tikus yang diberi ekstrak biji mahoni di
Gambar 2 Histomorfologi jaringan ginjal setelah pemberian ekstrak biji mahoni.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hipotesis yang penulis ajukan adalah “Diduga kinerja keuangan pada PT.(Persero) Angkasa Pura 1 Bandara Adi Soemarmo Solo cukup baik dilihat dari rasio keuangan yang

Simpulan: Penambahan vitamin C 1x1000 mg/hari selama rawat inap tidak bermakna secara statistik terhadap penurunan kadar IL-6 plasma,, MDA plasma, dan lama rawat

Bagi pihak lain dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber. informasi dan dapat digunakan sebagai data sekunder bagi

PREDIKSI BANYAKNYA PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA SURAKARTA DENGAN MODEL REGRESI SPASIAL LAG.. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Di terbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang mengamanatkan partisipasi dari masyarakat mulai dari

Judul : Pelatihan guru teknologi informasi dan Komunikasi (TIK) SMP dalam rangka mendukung pelaksanaan kurikulum 2004 bagi para guru TIK SMP di

Analisa Pertama Siswa Pada Pembelajaran Pembenihan Ikan Lele Universitas Pendidikan Indonesia I Repository.upi.edu.

bahwa dalam rangka peningkatan pengembangan kota Martapura, diperlukan suatu penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi dan peranan