• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Curah Hujan dan Titik Panas (Hotspot) dalam Kaitannya dengan Terjadinya Kebakaran di Provinsi Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Curah Hujan dan Titik Panas (Hotspot) dalam Kaitannya dengan Terjadinya Kebakaran di Provinsi Aceh"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS

(HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA

KEBAKARAN DI PROVINSI ACEH

DESI MARDIANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Curah Hujan dan Titik Panas (Hotspot) dalam Kaitannya dengan Terjadinya Kebakaran di Provinsi Aceh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

DESI MARDIANI. Hubungan Curah Hujan dan Titik Panas (Hotspot) dalam Kaitannya dengan Terjadinya Kebakaran di Provinsi Aceh. Dibimbing oleh BAMBANG HERO SAHARJO dan ERIANTO INDRA PUTRA.

Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Aceh dari tahun ke tahun semakin meluas dan bertambah. Meskipun pada beberapa tahun sempat terjadi penurunan, pada tahun 2012 di Provinsi Aceh terjadi peningkatan jumlah kebakaran yang paling tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara curah hujan dengan titik panas (hotspot) di Provinsi Aceh terkait dengan terjadinya kebakaran hutan di Provinsi Aceh dan mengetahui wilayah yang paling parah dilanda kebakaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa musim kemarau di Provinsi Aceh terjadi pada bulan Mei sampai Oktober dengan puncak musim kemarau pada bulan Juni. Peningkatan jumlah hotspot ini mengikuti pola curah hujan yang rendah. Keadaan ini menjelaskan bahwa peningkatan dan penurunan jumlah hotspot di Provinsi Aceh berkaitan dengan penurunan dan peningkatan curah hujan di Provinsi Aceh. Penelitian ini menunjukkan bahwa daerah di Provinsi Aceh yang mengalami kebakaran hutan terparah pada periode 2008-2013 dengan jumlah hotspot tertinggi terdeteksi pada Kabupaten Aceh Barat (969 hotspot), Kabupaten Naganraya (840 hotspot), dan Kabupaten Aceh Singkil (687 hotspot). Kata kunci : Curah hujan, hotspot, kebakaran hutan, Provinsi Aceh

ABSTRACT

DESI MARDIANI. Relationship between Rainfall and Hotspot with Forest Fires Occurrances in Aceh Province. Supervised by BAMBANG HERO SAHARJO and ERIANTO INDRA PUTRA.

Forest and land fire in Aceh Province were increasing from year to year. Although there are declining fires at several years of decline, in 2012 Aceh was suffered from the highest fires in the last decade. This research aims to analyze the relationship between rainfall and forest land fires occurrences in Aceh. The study shows that hotspot were occurs in May to October with the peak of the dry season in June. An increase in the number of hotspots is following a pattern of low rainfall. This situation showed that increase and decrease of the number of hotspots in Aceh are associated with a decrease and an increase in rainfall. Areas in Aceh Province that suffered from highest number of forest fire in the period 2008-2013 were West Aceh Regency (969 hotspot), Naganraya Regency (840 hotspot), and Aceh Singkil Regency (687 hotspot).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS

(HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA

KEBAKARAN DI PROVINSI ACEH

DESI MARDIANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Hubungan Curah Hujan dan Titik Panas (Hotspot) dalam Kaitannya dengan Terjadinya Kebakaran di Provinsi Aceh

Nama : Desi Mardiani NIM : E44100025

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo, MAgr Dr Erianto Indra Putra, SHut, MSi Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen Silvikultur

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari-Mei 2014 ini ialah kebakaran hutan, dengan judul Hubungan Curah Hujan dan Titik Panas (Hotspot) di Provinsi Aceh.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Bambang Hero Saharjo MAgr dan Bapak Dr Erianto Indra Putra SHut MSi selaku pembimbing, juga kepada Ibu Dr Ir Siti Badriyah Rushayati MSi selaku dosen penguji, serta para dosen yang telah memberikan pengajaran yang sangat berharga. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Weather Underground, NASA-FIRMS serta kepada teman Silvikultur 47, teman satu bimbingan, teman-teman Kost Putri Bunda yang telah membantu selama pengerjaan skripsi ini. Ungkapan terima kasih yang paling besar disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga serta Bayu Purnama, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Analisis Data 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Kondisi Umum Provinsi Aceh 3

Pola Sebaran Hotspot 4

Pengaruh Curah Hujan Terhadap Hotspot 7

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13

RIWAYAT HIDUP 14

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah hotspot di Provinsi Aceh perkabupaten tahun 2008-2013 6 2 Hotspot tertinggi dan curah hujan di Aceh pada periode 2008−2013 10 3 Hotspot terendah dan curah hujan di Aceh pada periode 2008−2013 10

DAFTAR GAMBAR

1 Peta wilayah administratif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 4 2 Pola sebaran hotspot di Provinsi Aceh tahun 2008–2013 5 3 Grafik jumlah hotspot per tahun di Provinsi Aceh pada periode 2008−2013 8 4 Grafik rata-rata jumlah curah hujan harian dan jumlah hotspot harian di

Provinsi Aceh periode 2008–2013 8

5 Grafik rata-rata jumlah curah hujan 10 harian dan jumlah hotspot 10 harian

di Provinsi Aceh periode 2008–2013 9

6 Grafik rata-rata jumlah curah hujan bulanan dan jumlah hotspot bulanan

di Provinsi Aceh periode 2008–2013 9

7 Grafik regresi linear curah hujan dan jumlah hotspot di Provinsi Aceh

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebakaran hutan dan lahan merupakan suatu permasalahan serius yang sampai saat ini masih belum dapat diatasi dengan baik. Setiap tahun masalah kebakaran hutan cenderung semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya aktivitas illegal logging, konversi lahan untuk pemukiman, perladangan, perkebunan skala besar, pembangunan hutan tanaman yang lebih rawan terbakar, serta kondisi iklim yang mendukung terjadinya kebakaran hutan dan lahan yaitu salah satunya pada periode dimana curah hujan rendah.

Kebakaran hutan dan lahan di Aceh dari tahun ke tahun semakin meluas dan bertambah. Meskipun pada beberapa tahun sempat terjadi penurunan, pada tahun 2012 terjadi peningkatan yang sangat tinggi. Kebakaran hutan dan lahan di Aceh pada tahun 2012 menjadi yang terbesar dalam enam tahun terakhir. Hingga awal September 2012 telah terjadi 745 kali kebakaran hutan. Jumlah tersebut setara dengan 65% dari keseluruhan kejadian kebakaran hutan di Provinsi Aceh mulai tahun 2007 hingga 2011 yang total kejadian sebanyak 1 129 kejadian (Walhi 2012).

Dampak cuaca panas di Provinsi Aceh telah menyebabkan semakin meluasnya kebakaran hutan, kekeringan, dan persoalan lainnya yang dihadapi masyarakat. Di Kabupaten Aceh Singkil, areal yang terbakar selain hutan juga perkebunan sawit masyarakat dan milik perusahaan swasta. Titik-titik kebakaran antara lain di Singkil dan Singkil Utara. Dampak kebakaran di Provinsi Aceh juga menimbulkan masalah lingkungan yaitu kabut asap yang mengganggu lalu lintas akibat semakin berkurangnya jarak pandang. Kebakaran yang terjadi di Aceh Jaya. Aceh Barat Daya, Aceh Barat, dan Naganraya disebabkan beberapa hal, antara lain munculnya sumber api dari bawah lahan gambut akibat meningkatnya suhu bumi dan juga disebabkan pembukaan lahan perkebunan baru dengan cara membakar (Walhi 2012).

Iklim merupakan faktor alam yang dapat memengaruhi peristiwa kebakaran pada suatu wilayah. Kondisi iklim (suhu, kelembaban, curah hujan, dan kecepatan angin) di suatu tempat akan memengaruhi tingkat kekeringan bahan bakar, penjalaran api, ketersediaan oksigen dan lain-lain (Syaufina 2008). Aceh beriklim tropis, terdiri atas musim kering dan musim hujan, tetapi pada bulan tertentu menyebabkan kemungkinan terjadinya kebakaran hutan dan lahan. Untuk mengetahui pengaruh dari unsur iklim, terutama curah hujan terhadap terjadinya kebakaran hutan, maka perlu diketahui hubungan antara hotspot sebagai suatu indikator terjadinya kebakaran hutan dan lahan dengan kondisi curah hujan di wilayah pengamatan.

(12)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara curah hujan dengan titik panas (hotspot) dan mengetahui sebaran kejadian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Aceh pada tahun 2008-2013

Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh curah hujan terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Aceh dan di wilayah-wilayah yang sering terbakar, sehingga menjadi alat bantu untuk mengambil keputusan manajemen pengendalian dan peringatan dini terhadap kejadian kebakaran di Provinsi Aceh.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari sampai Mei 2014.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder: data curah hujan harian Provinsi Aceh periode tahun 2008 sampai dengan 2013 yang diperoleh dari Weather Underground, data hotspot Provinsi Aceh periode tahun 2008 sampai dengan 2013 yang diperoleh dari NASA- FIRMS MODIS hotspot dataset. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, seperangkat komputer dengan beberapa perangkat program, yaitu Arc ViewGIS 3.3 untuk pengolahan dalam format Sistem Informasi Geografis (SIG), serta MS Excel untuk pengolahan grafik dan tabulasi

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis data yang pertama dilakukan pemetaan sebaran hotspot di Provinsi Aceh pada tahun 2008–2013 dengan menggunakan data hotspot MODIS dengan tingkat

kepercayaan ≥ 50% yang diolah menggunakan perangkat lunak Arc ViewGis 3.3

(13)

3 Hotspot dapat dideteksi oleh MODIS dari NASA Earth Observing System (EOS). Pendugaan hotspot memiliki kekurangan yakni dalam hal akurasi data. Oleh sebab itu perlu dilakukan seleksi terhadap data hotspot, salah satunya adalah dengan memilih data hotspot yang memiliki nilai kepercayaan (confidence) tinggi. Melalui cara tersebut maka ketidakakuratan data dapat diminimalisasi. Menurut Adinugroho et al. (2005), untuk menghindari terjadinya kemungkinan salah perkiraan hotspot semisal bocornya cerobong api dari tambang minyak, diperlukan upaya penggabungan (overlay) antara data hotspot dengan peta penutupan lahan atau peta penggunaan lahan dengan menggunakan sistem informasi geografis serta dengan melakukan cek lapangan (ground surveying).Data hotspot yang digunakan pada penelitian ini memiliki nilai kepercayaan ≥50% untuk meminimalisasi ketidakakuratan data hotspot tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Provinsi Aceh

Provinsi Aceh terletak di bagian barat Indonesia tepatnya di bagian ujung Pulau Sumatera. Secara geografis Aceh terletak antara 2°- 6° Lintang Utara dan 95°

– 98° Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 125 mdpl. Sebelah Utara dan Timur Provinsi Aceh berbatasan dengan Selat Malaka, di sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Utara dan di sebelah Barat dengan Samudra Hindia (Dinas Kehutanan Provinsi Aceh 2012). Satu-satunya hubungan darat hanyalah dengan Provinsi Sumatera Utara sehingga memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan provinsi tersebut.

Aceh beriklim tropis, terdiri atas musim kering (Maret-Agustus) dan musim hujan (September – Februari). Kelembaban udara di wilayah provinsi Aceh mencapai 79%, dengan rata-rata curah hujan adalah 131.4 mm/bulan. Di daerah pesisir, curah hujan berkisar antara 1 000 – 2 000 mm/tahun dan di dataran tinggi dan pantai barat selatan antara 1 500 – 2 500 mm/tahun. Penyebaran hujan ke semua daerah tidak sama, di daerah dataran tinggi dan pantai barat selatan relatif lebih tinggi. Rata-rata suhu udara mencapai 26.9°C dengan rata-rata suhu udara maksimum 32.5° C dan minimumnya yaitu 22.9°C. Luas wilayah Provinsi Aceh adalah 57 948.94 km2. Provinsi Aceh yang beribukota di Banda Aceh, terdiri dari 17 kabupaten dan 4 kota, 280 kecamatan, 755 Mukim, dan 6 423 Gampong atau Desa (Dinas Kehutanan Provinsi Aceh 2012).

(14)

4

Gambar 1 Peta wilayah administratif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (sumber:

Bakosurtanal atau Badan Informasi Geospasial)

Bencana yang sering terjadi di Aceh selain bencana yang disebabkan oleh fenomena alam, dapat disebabkan pula oleh perilaku manusia antara lain karena kelalaian, ketidaktahuan, maupun sempitnya wawasan dari sekelompok masyarakat atau disebut bencana sosial. Bencana sosial dapat terjadi dalam bentuk kebakaran, pencemaran lingkungan (polusi udara dan limbah industri) dan kerusuhan atau konflik sosial. Potensi rawan kebakaran seperti kebakaran hutan terjadi pada hutan-hutan yang dilalui jaringan jalan utama sebagai akibat perilaku manusia, terutama pada Bab II Rencana Pembangunan Jangka Panjang Aceh (RPJP Aceh) Tahun 2005-2025, sebayak 22 kawasan hutan pinus dan lahan gambut yang cenderung mudah mengalami kebakaran pada musim kemarau. Indikasi potensi rawan kebakaran hutan tersebut adalah di Aceh Besar, Pidie, Gayo Lues, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Aceh Tengah.

Pola Sebaran Hotspot

(15)

5 satelit. Metode yang digunakan dalam pemantauan titik panas (hotspot) adalah metode penginderaan jauh dengan menggunakan satelit. Hotspot adalah titik panas yang dapat diindikasikan sebagai lokasi kebakaran hutan dan lahan. Parameter ini sudah digunakan secara umum di berbagai negara untuk memantau kebakaran hutan dan lahan menggunakan satelit.

Salah satu perangkat yang digunakan dalam memantau kebakaran hutan dan lahan adalah Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS). MODIS adalah salah satu instrument utama yang dibawa Earth Observing System (EOS) Terra satelitte, yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and Space Administration (NASA). MODIS mengorbit bumi secara polar yaitu dari utara menuju selatan pada ketinggian 705 km dan melewati garis khatulistiwa pada pukul 10:30 waktu lokal (Thoha 2008). MODIS mempunyai cakupan lebih luas dari pada sensor AVHRR sebesar 2.33 km dengan resolusi spasial yang lebih baik. Selain itu MODIS mempunyai jendela atau kanal spektral yang lebih sempit dan beragam. Produk MODIS dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu produk pengamatan vegetasi, radiasi permukaan bumi, dan tutupan lahan. Hasil pencapaian dari produk MODIS antara lain pendeteksian kebakaran hutan, pendeteksian penutupan lahan, dan pengukuran suhu permukaan bumi (Thoha 2008).

(16)

6

Tabel 1 Jumlah hotspot di Provinsi Aceh per-Kabupaten tahun 2008-2013 Titik hotspot dideteksi oleh MODIS menggunakan Terra (EOS AM) dan Aqua (EOS PM) dari NASA Earth Observing System (EOS). Lintasan orbit satelit Terra adalah dari utara ke selatan memotong garis khatulistiwa pada pagi hari. Satelit Aqua melintas dari selatan ke utara melewati garis khatulistiwa pada siang hari menghasilkan data tampilan secara global setiap 1 sampai 2 hari. Satelit Terra diluncurkan pada 18 Desember 1999 dan satelit Aqua diluncurkan pada 4 Mei 2002 (FIRMS 2013).

MODIS akan mendeteksi suatu objek di permukaan bumi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu sekitarnya. Suhu yang dideteksi adalah 330 K untuk sebuah hotspot. Hotspot MODIS terdeteksi pada ukuran 1 km x 1 km atau 1 km2 sehingga setiap hotspot atau kebakaran yang terdeteksi diwakili oleh 1 km piksel. MODIS memiliki beberapa kelebihan yaitu lebih banyaknya spektral panjang gelombang dan lebih telitinya cakupan lahan serta lebih kerapnya frekuensi pengamatan (FIRMS 2013).

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Kabupaten Jumlah Hotspot Jumlah

(17)

7 Sebaran hotspot Provinsi Aceh pada tahun 2008−2013 terkonsentrasi di beberapa tempat seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Jumlah hotspot tahun 2008 dan 2009 mengalami peningkatan setiap tahunnya dari 457 titik (2008), menjadi 810 titik (2009). Pada tahun 2010 jumlah titik hotspot mengalami penurunan yaitu 369 titik (2010) dan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2011 dan 2012 yaitu 612 titik (2011) dan 889 titik (2012), setelah itu mengalami penurunan kembali pada tahun 2013 yaitu menjadi 774 titik (2013). Gambar 2 menunjukkan bahwa hotspot terbanyak di Provinsi Aceh terjadi pada tahun 2012 (889) diikuti tahun 2009 (810).

Hasil perhitungan untuk jumlah hotspot pada tahun 2008-2013 yang ada di Provinsi Aceh di uraikan per-Kabupaten (Tabel 1). Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah hotspot yang ada di Provinsi Aceh setiap tahunnya terkonsentrasi di beberapa Kabupaten tertentu. Hal ini menandakan bahwa kejadian kebakaran hutan yang terjadi di Provinsi Aceh dari tahun ke tahun hampir selalu berada di lokasi yang sama. Kabupaten di Aceh yang memiliki jumlah hotspot tertinggi dalam kurun waktu 6 tahun yaitu Aceh Barat (969), Naganraya (840), dan Aceh Singkil (687). Hal ini disebabkan karena pada ketiga Kabupaten tersebut masih di dominasi oleh hutan dan adanya konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian maupun perkebunan, seperti di Naganraya yang saat ini banyak terdapat lahan persawahan dan perkebunan kelapa sawit, karet, dan kakao. Di Kabupaten Aceh Barat sendiri terdapat pengelolaan IUPHHK Hutan Alam terluas diantara IUPHHK Hutan Alam lainnya yang ada di Provinsi Aceh (Dinas Kehutanan Provinsi Aceh 2012). Sedangkan untuk Kota Banda Aceh, Kota Langsa, Kota Sabang, dan Kabupaten Simeulue hampir tidak ditemukan hotspot, jikapun ditemukan hotspot dalam jumlah yang sangat kecil.

Pengaruh Curah Hujan terhadap Jumlah Hotspot

Jumlah hotspot pertahun pada periode 2008−2013 di Provinsi Aceh disajikan pada Gambar 3. Seperti terlihat pada Gambar 3 jumlah hotspot di Aceh pada tahun 2008 sampai dengan 2013 bersifat fluktuatif dan bersesuaian dengan pola curah hujan. Gambar 3 menunjukkan bahwa hotspot terbanyak di Provinsi Aceh dalam periode tahun 2008-2013 terjadi pada tahun 2012 (889 titk) diikuti tahun 2009 (810 titik), sedangkan untuk jumlah hotspot terendah di Provinsi Aceh terjadi pada tahun 2010 (369 titik) yang disebakan karena curah hujan pada tahun 2010 merupakan curah hujan paling tinggi selama periode waktu 2008-2013 di Provinsi Aceh.

Jumlah hotspot paling rendah terdapat pada tahun 2010 yang disebabkan curah hujan pada tahun 2010 adalah curah hujan tahunan tertinggi dibandingkan curah hujan tahun-tahun yang lainnya. Sebaliknya pada tahun 2012 merupakan tahun dengan jumlah hotspot tertinggi yang disebabkan curah hujan pada tahun 2012 adalah curah hujan tahunan terendah di bandingkan tahun-tahun lainnya di Provinsi Aceh. Dalam hal ini terlihat bahwa curah hujan mempengaruhi jumlah hotspot yang mengindikasikan terjadinya kebakaran.

(18)

8

menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan dan hotspot berbanding terbalik, semakin tinggi curah hujan maka jumlah hotspot mengalami penurunan sebaliknya semakin sedikit curah hujan jumlah hotspot mengalami peningkatan.

Gambar 3 Grafik jumlah hotspotper tahun di Provinsi Aceh pada periode 2008−2013

Gambar 4 Grafik rata-rata jumlah curah hujan harian dan jumlah hotspotharian di Provinsi

Aceh periode 2008–2013

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(19)

9 Jumlah hotspot rata-rata dasarian dan jumlah curah hujan rata-rata dasarian (Gambar 5) menunjukkan jumlah hotspot terendah berada diantara bulan November-Desember, dimana jumlah curah hujan berada diatas rata-rata dasarian yaitu 4.01 mm, sedangkan jumlah hotspot tertinggi berada diantara bulan Mei-Oktober dimana jumlah curah hujan berada dibawah angka rata-rata dasarian yaitu sebesar 4.01 mm. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan dasarian memiliki pengaruh terhadap jumlah rata-rata hotspot dasarian.

Gambar 5 Grafik rata-rata jumlah curah hujan 10 harian dan jumlah hotspot 10 harian di

Provinsi Aceh periode 2008–2013

Gambar 6 Grafik rata-rata jumlah curah hujan bulanan dan jumlah hotspot bulanan di

Provinsi Aceh periode 2008–2013

(20)

10

Gambar 6 menunjukkan bahwa curah hujan bulanan berbanding terbalik dengan hotspot bulanan, dimana apabila jumlah curah hujan naik, maka jumlah hotspot yang ditemukan akan menurun, dan sebaliknya apabila jumlah curah hujan turun, makan jumlah hotspot akan mengalami kenaikan. Menurut Schmidt dan Ferguson (1951), kriteria curah hujan bulanan terbagi menjadi tiga yaitu: Bulan basah (CH >100 mm), bulan lembab (CH antara 60–100 mm), dan bulan kering (CH <60 mm). Hasil perhitungan jumlah rata-rata curah hujan bulanan dan jumlah rata-rata hostpot bulanan disajikan pada Gambar 6. Jumlah hotspot terendah berada pada bulan November, pada saat curah hujan berada diatas angka 100 mm (bulan basah). Sedangkan puncak tertinggi jumlah hotspot berada pada bulan Juni, pada saat jumlah curah hujan berada dibawah angka 100 mm (bulan lembab dan bulan kering).

Jumlah hotspot tertinggi di Aceh pada setiap tahun pada umumnya terjadi pada saat curah hujan berada di bawah rata-rata (Tabel 2). Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah hotspot tertinggi setiap tahunnya terjadi pada bulan Mei, Juni, dan Agustus dimana pada bulan tersebut terjadi musim kemarau di Provinsi Aceh. Tetapi pada tahun 2013 didapatkan data hotspot tertinggi ada pada bulan September, sedangkan bulan September termasuk ke dalam musim hujan di Provinsi Aceh. Hal ini terjadi karena terdapat satu hari pada bulan September yang terdeteksi mempunyai nilai curah hujan yang tinggi, yaitu pada tanggal 2 September 2013 mempunyai curah hujan sebesar 113.00 mm sehingga menyebabkan curah hujan bulanan bulan September menjadi tinggi. Sedangkan untuk hari lain di bulan September mempunyai nilai curah hujan rendah yang menyebabkan hotspot pada bulan September menjadi tinggi.

Tabel 2 Hotspot tertinggi dan curah hujan di Aceh pada periode 2008−2013

Tahun Bulan Jumlah Hotspot Curah Hujan (mm)

2008 Agustus 144 35

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Tabel 3 Hotspot terendah dan curah hujan di Aceh pada periode 2008−2013

Sumber : Hasil Pengolahan Data

Tahun Bulan Jumlah Hotspot Curah Hujan (mm)

(21)

11 Jumlah hotspot terendah di Aceh pada setiap tahunnya pada umumnya terjadi pada saat curah hujan berada di atas rata-rata. Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah hotspot terendah setiap tahunnya terjadi pada bulan September, November, Desember, dan Februari atau pada saat terjadi musim hujan di Provinsi Aceh.

Menurut Brown dan Davis (1973), faktor utama yang mempengaruhi perilaku kebakaran hutan adalah bahan bakar (kadar air, jumlah, ukuran, dan susunan bahan bakar) dan kondisi cuaca (suhu, curah hujan, kelembaban, dan angin) serta topografi. Indonesia merupakan negara tropis yang sangat dipengaruhi oleh faktor radiasi matahari dan curah hujan tinggi. Kejadian kebakaran hutan dan lahan sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Provinsi Aceh pada bulan November-Februari curah hujan mengalami peningkatan sehingga jumlah hotspot di daerah tersebut berkurang. Keadaan ini menyatakan bahwa peningkatan dan penurunan jumlah hotspot berkaitan dengan penurunan dan peningkatan curah hujan (Syaufina 2008).

Gambar 4,5,6 menunjukkan bahwa semakin rendah curah hujan maka jumlah titik hotspot akan semakin tinggi dan sebaliknya semakin tinggi curah hujan maka jumlah hotspot akan semakin rendah. Jumlah hotspot tertinggi setiap tahunnya terjadi pada bulan Mei, Juni, dan Agustus dimana pada bulan tersebut terjadi musim kemarau di Provinsi Aceh dan jumlah hotspot terendah setiap tahunnya terjadi pada bulan November sampai Februari atau pada saat terjadi musim hujan di Provinsi Aceh. Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan mempunyai kaitan erat dengan kejadian kebakaran. Faktor dominan yang menentukan potensi terjadinya kebakaran adalah keadaan cuaca di mana kebakaran hutan sering terjadi atau cuaca yang cocok untuk terjadinya kebakaran hutan (Brown dan Davis 1973).

Secara statistik dapat dilihat bahwa antara curah hujan harian dengan hotspot harian mempunyai hubungan yang cukup erat dimana mempunyai nilai R-square sebesar 0.037 nilai P-value sebesar 0.000195 dan mempunyai persamaan y = 12.89x

– 0.65 dimana y adalah jumlah hotspot dan x adalah curah hujan. Nilai P-value yang kurang dari 0.05 menunjukkan bahwa curah hujan harian memengaruhi kejadian hotspot harian. Pada parameter nilai rata-rata jumlah curah hujan dan jumlah hotspot 10 harian, didapatkan nilai R-square sebesar 0.139 dan nilai P-value sebesar 0.025 dan mempunyai persamaan y = 152.86x – 11.37 dimana y adalah jumlah hotspot dan x adalah curah hujan. Nilai P-value yang kurang dari 0.05 pada parameter rataan curah hujan dan jumlah hotspot 10 harian menunjukkan bahwa curah hujan memengaruhi kejadian hotspot 10 harian. Pada parameter nilai rata-rata jumlah curah hujan dan jumlah hotspot bulanan mempunyai nilai R-square sebesar 0.545 dan nilai P-value sebesar 0.006 yang menunjukkan bahwa curah hujan memengaruhi kejadian hotspot bulanan karena nilai P-value kurang dari 0.05 dengan persamaan y= 698.95x – 3.65 dimana y adalah jumlah hotspot dan x adalah curah hujan.

(22)

12

Gambar 7 Grafik regresi linear curah hujan dan jumlah hotspot di Provinsi Aceh periode

2008–2013

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa musim kemarau di Provinsi Aceh terjadi pada bulan Mei sampai Oktober dengan puncak musim kemarau pada bulan Juni. Peningkatan dan penurunan jumlah hotspot di Provinsi Aceh berkaitan dengan penurunan dan peningkatan curah hujan di Provinsi Aceh. Peningkatan jumlah hotspot ini mengikuti pola curah hujan yang rendah pada bulan-bulan dimana musim kemarau terjadi. Sedangkan untuk tahun dengan jumlah hotspot tertinggi adalah pada tahun 2012 dimana curah hujan pada tahun 2012 ini merupakan curah hujan terendah di bandingkan tahun-tahun lainnya. Wilayah yang dilanda kebakaran dengan jumlah yang besar di Provinsi Aceh adalah Kabupaten Aceh Barat (969 hotspot), Naganraya (840 hotspot), dan Aceh Singkil (687 hotspot).

Saran

Pengawasan kebakaran perlu lebih ditingkatkan mulai bulan Mei sampai Agustus, karena pada bulan tersebut curah hujan di Provinsi Aceh menurun dan hotspot berada pada jumlah yang tinggi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan parameter-parameter iklim lainnya seperti suhu, kelembaban udara, dan kecepatan angin, dan penelitian lebih lanjut pada daerah-daerah lain yang memiliki tingkat kerawanan kebakaran yang tinggi, serta penambahan waktu penelitian yang lebih lama agar dapat terlihat pola sebaran hotspot yang lebih jelas.

-200

(23)

13

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho WC, Suryadiputra INN, Saharjo BH, Siboro L. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia. Bogor (ID): Wetland Internasional Indonesia Programme and Wildlife habitat Canada.

[Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Peta Provinsi Aceh [Internet]. [diunduh 2014 Mei 10]. Tersedia pada: http://www.bakosurtanal.go.id/peta-provinsi/NAD.

[BPS Aceh] Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2009. Aceh dalam angka [Internet]. [diunduh 2014 Mei 21]. Tersedia pada: http://Aceh.bps.go.id. Brown AA and KP Davis. 1973. Forest Fire Control and Use. New York (US):

McGraw-Hill.

[Dishut] Dinas Kehutanan Provinsi Aceh. 2012. Profil kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam [Internet]. [diunduh 2014 Mei 20]. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id.

[FIRMS] Fire Information Resources Management System. 2013. Frequently asked questions [Internet]. [diunduh 2014 Apr 12]. Tersedia pada: http://firefly.geog.umd.edu/firms/faq.

Herliyanto SC. 2006. Studi tentang sebaran titik panas (hotspot) sebagai penduga kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2003 dan tahun 2004 [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Schmidt FH, and JHA Ferguson. 1951. Rainfall Type Based on Wet and Dry Period

Ratio for Indonesia with Western New Guinea. Kementerian Perhubungan. Jakarta (ID): Jawatan Meteorologi dan Geofisika.

Syaufina L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Perilaku Api, Penyebab, dan Dampak Kebakaran. Malang (ID): Bayumedia Publishing. Thoha AS. 2008. Penggunaan data hotspot untuk monitoring kebakaran hutan dan

lahan Indonesia [Internet]. [diunduh 2014 Mei 10]. Tersedia pada: http://respository.usu.ac.id.

(24)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 19 Desember 1992 dari ayah Ade Sadiana dan ibu Ita Angganita Margareta. Penulis adalah putra pertama dari empat bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMP Negeri 1 Pangandaran. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pangandaran dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Gambar

Gambar 1 Peta wilayah administratif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (sumber: Bakosurtanal atau Badan Informasi Geospasial)
Gambar 2 Pola sebaran hotspot di Provinsi Aceh tahun 2008–2013
Tabel 1  Jumlah hotspot di Provinsi Aceh per-Kabupaten tahun 2008-2013
Gambar 3 Grafik jumlah hotspot per tahun di Provinsi Aceh pada periode 2008−2013
+4

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan berdasarkan tanda atau system tanda yang tampak dalam scene yang menggambarkan wujud sosok Tuhan dalam film “Bruce

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Bentuk partisipasi politik yang terjadi di Kecamatan Bajeng yaitu bentuk Partisipasi Politik Konvensional, yaitu meliputi Ikut Serta

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif tersebut penulis melakukan penelitian untuk menghasilkan data deskriptif terkait dengan strategi rekrutmen kader yang diterapkan

Setelah hasil dekripsi tersimpan maka akan muncul sebuah pesan pada sistem.sai 1.2 Manual Program Hasil dari implementasi dari sistem yang dibuat adalah sebuah sistem yang

Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa Penyelesaian utang piutang mura&gt;bah}ah pada pembiayaan mikro di BRI Syariah Kantor Cabang Induk Gubeng Surabaya yaitu dengan

yang dislenggarakan dalan rafgka peaksanaan Program Hbah Kompetisi A2 Batch rlllurusan Penddikan BiologiFMIPA UNY. Dada tanaqal30 september 2006

Perancangan piranti visi komputer ini dilakukan menggunakan kamera statis dan metode bounding box untuk menentukan volume lalu lintas berdasarkan jenis kendaraan yaitu

melihat elemen apa saja yang membentuk ruang permukiman, pengaruhnya terhadap pemanfaatan guna lahan, dan peletakan elemen berdasarkan konsep yang dikenal dalam pola